1 | Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENGHITUNG VOLUME BANGUN RUANG KUBUS DAN BALOK DI KELAS V SD oleh Nuryanti; Husen Windayana’; Ai Sutini’ Program S1 PGSD UPI Kampus Cibiru
ABSTRAK Berdasarkan temuan pada pembelajaran matematika di kelas V SDN Karanganyar, peneliti mengamati beberapa permasalahan. Diantaranya siswa kelas V belum memahami tentang volume bangun ruang, salah satunya volume bangun ruang kubus dan balok. Hal ini terbukti dari hasil tes belajar siswa yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Untuk itu, peneliti mengadakan sebuah penelitian berupa penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta aktivitas siswa di dalam pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu metode penelitian tindakan kelas dengan model Kemmis dan Taggart. Peneliti menggunakan model Kemmis dan Taggart ini karena alurnya yang sederhana dan mudah difahami. Untuk prosedur penelitiannya dibagi menjadi tiga siklus, masing-masing siklus terdiri dari dua tindakan. Peneliti merancang rencana pelaksanaan pembelajaran dengan beberapa indikator. Apabila dalam satu tindakan hasil pembelajaran tersebut tuntas, maka pembelajaran dilanjutkan dengan indikator
yang berbeda. Untuk setiap tindakan teknik pengumpulan datanya menggunakan istrumen: tes hasil belajar, lembar observasi aktivitas siswa, dan dokumentasi. Adapun aktivitas siswa dinilai dari awal sampai akhir pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran menggunakan metode diskusi kelompok dengan menyelesaikan lembar kerja siswa. Penelitian dilaksanakan di SDN Karanganyar Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V semester II SDN Karanganyar tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 30 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran konstruktivisme rata-rata nilai hasil belajar siswa meningkat dari siklus 1 ke siklus 2 dan ke siklus 3 yaitu sebagai berikut: rata-rata nilai siklus 1 yaitu 84, rata-rata nilai siklus 2 yaitu 85, dan rata-rata nilai siklus 3 yaitu 91. Sedangkan untuk aktivitas siswa juga mengalami peningkatan, ditandai dengan meningkatnya rata-rata nilai aktivitas siswa dari setiap siklus yaitu siklus 1 rata-rata nilainya 80, siklus 2 rata-rata nilainya 87, dan siklus 3 rata-rata nilainya 93.
Nuryanti Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menghitung Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok di Kelas V SD| 2 Kata Kunci:
Konstruktivisme, hasil belajar, kubus dan balok
APLICATION FOR LEARNING CONSTRUCTIVISM IMPROVING STUDENTS LEARNING OUTCOMES CALCULATING VOLUME CUBE ROOM AND BEAM CONSTRUCTION IN FIFTH GRADE ELEMENTARY SCHOOL By Nuryanti; Husen Windayana’; Ai Sutini’ Program S1 PGSD UPI Kampus Cibiru
AN ABSTRACT Based on the buildings in the fifth grade Karanganyar public primary school, researcher found several problem. Among fifth grade students do not understand about the volume of geometry, one of them is volume of a cube and beam geometry. This is evident from the test result of students who are still learning under the minimum completenes criteria. To the end, research will conduct a study in the form of classroom action research that aims to improve students learning outcomes and student activity in
learning. The method used by the researcher is the method of action research wich using the model Kemmis and Taggart. Researcher used a model Kemmis and Taggart’s because the plot is simple and easily understood. For the research procedures are devided into three cycles, each cycle consisting of two actions. Researcher design a lesson plan with some indicators. If in the act of learning outcomes is completed, the learning continued with different indicators. For each action, the technique used in data collection
3 | Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
instrument: the test result of student learning, student activity, and documentation. The activity students are assessed from the start until the end of learning. While learning method using group discussion with student worksheets. The experiment was conducted in a Karanganyar public elementary school district Jampangkulon Sukabumi. Subject were students in grade five semesters two public elementary school Karnaganyar academic year 2014/2015 the number of students are 30 people. The results showed that by using the learning constructivism average value of student learning outcomes increased from before the given action, it is characterized by increasing average test scores of students each cycle. If made in the percentage of students learning completeness reached 87 %. As for the student activities also increased, marked by increasing the average value of each action student activities. The average increase in the activity of students from all the action reaches 86 %.
Keywords:
Constructivism, Cube and Beam
Outcomes,
Penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya masalah siswa yang belum memahami konsep volume bangun ruang kubus dan balok di kelas V SDN Karanganyar. Masalah tersebut diketahui dari hasil tes di kelas ketika pembelajaran, dimana hasilnya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas masih bersifat tradisional. Siswa hanya menerima materi dan menghafalnya saja. Sehingga hasil belajarnya masih kurang dan antusiasme belajar siswa masih rendah. Penanaman konsep, pemahaman konsep dan keterampilan siswa dalam menghitung volume bangun ruang kubus
dan balok harus diperoleh oleh siswa itu sendiri. Artinya siswa tersebut harus mencari tahu sendiri rumus untuk menghitung volume kubus dan balok. Dengan siswa mencari tahu sendiri rumus tersebut, diharapkan pembelajaran akan lebih bermakna dan daya ingat siswa akan lebih meningkat. Untuk menjawab permasalahan di atas, maka peneliti menggunakan suatu model dan pendekatan pembelajaran yaitu model konstruktivisme. Dengan merujuk kepada kata “konstruk” yang artinya membangun. Model konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa tidak hanya menerima dan menghafal materi akan tetapi aktif mencari tahu. Adapun kelebihan dari model konstruktivisme itu sendiri yaitu : (1) Siswa menjadi lebih aktif dan tertantang; (2) Antusiasme dan semangat belajar siswa lebih meningkat; (3) Guru tidak hanya menransfer ilmu, akan tetapi memfasilitasi siswa untuk berpikir keras; (4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya sendiri sesuai dengan apa yang ditemukannya sehari-hari; (5) Pembelajaran menjadi lebih bermakna; (6) Daya ingat siswa akan pemahaman konsep akan meningkat; (7) Pembelajaran menjadi terpusat pada siswa (student center). Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana aktifitas belajar siswa dalam pembelajaran menghitung volume kubus dan balok dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme di kelas V SD Negeri Karanganyar Desa Karanganyar Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi pada Tahun Pelajaran 2014-2015? 2. Bagaimana hasil belajar siswa dalam pembelajaran menghitung volume
Nuryanti Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menghitung Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok di Kelas V SD| 4 kubus dan balok dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme di kelas V SD Negeri Karanganyar Desa Karanganyar Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi pada Tahun Pelajaran 2014-2015? Tujuan penelitian yang dimaksud adalah : 1. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran menghitung volume kubus dan balok dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme di kelas V SD Negeri Karanganyar Desa Karanganyar Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi. 2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menghitung volume kubus dan balok dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme di kelas V SD Negeri Karanganyar Desa Karanganyar Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi. Menurut Priatna, dkk (2004), konsep volume bangun ruang berbeda dengan istilah isi. Bila isi diartikan sebagai materi yang mengisi bagian kosong bangun ruang, volume adalah isi yang menempati bagian ruang ditambah dengan bangun ruangnya. Misalnya, volume gelas adalah air yang mengisi penuh gelas ditambah dengan gelasnya. Sehingga, volume kubus adalah seluruh materi yang ada pada kubus tersebut. Menentukan volume suatu kubus dapat dilakukan dengan membandingkan kubus tersebut dengan kubus satuan. Kubus satuan adalah kubus yang ukuran volumenya 1 satuan volume, atau 1 cm³. Caranya dengan mengisi penuh kubus tersebut dengan kubus satuan, sehingga volumenya sama dengan n cm³. Dimana n merupakan jumlah kubus satuan. Menurut Heruman (2012) itu sendiri, konsep volume kubus merupakan konsep perhitungan volume bangun ruang awal yang diajarkan pada siswa sekolah dasar.
Hal yang paling menonjol terlihat dalam pengajaran pengukuran volume kubus selama ini adalah tidak adanya dan juga ketidaktahuan guru tentang media peraga yang digunakan, yaitu kubus-kubus kecil yang sering juga disebut dengan cubic. Padahal, peranan media peraga ini sangatlah penting dalam menjelaskan konsep yang benar pada siswa. Cubic sebenaranya dapat dibuat oleh guru itu sendiri, misalkan dari kayu atau plastik. Sama halnya dengan kubus, konsep volume balok juga bisa menggunakan balok-balok kecil sebagai alat peraga. Dengan penggunanaan alat peraga seperti ini, maka pembelajaran terhadap siswa akan lebih bermakna dan membangun konsep kepada siswa itu sendiri ( kostruktivisme ). Pandangan konstruktivisme menurut Kukla (2000: 3) memberi pandangan konstruktivismenya dengan menyatakan “all our concept are constructed”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semua konsep yang didapat oleh setiap organisme merupakan suatu hasil dari proses konstruksi. Menurut Kukla pada dasarnya setiap individu membentuk realitas dalam perspektif mereka masingmasing. Oleh karena itu realitas yang terbangun merupakan hasil interpretasi dari masing-masing organisme (Wardoyo, Mangun Sigit : 2013) Konstruktivisme dalam arti dasar adalah membangun. Dimana yang dibangun disini adalah konsep materi yang akan dipelajari, yang mana konsep tersebut dibangun oleh siswa selama proses belajar mengajar. Model pembelajaran kostruktivisme di sini berarti suatu cara dimana siswa tidak sekedar meniru, menerima dan membentuk bayangan dari apa yang diamati atau yang diajarkan guru, tetapi secara aktif siswa itu menyeleksi, menyaring, memberi arti dan menguji kebenaran terhadap informasi yang diterimanya.
5 | Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Gagne hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku melalui stimulus respon (Sudjana, 2005: 19). Menurut Hamalik (2007: 31) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas, dan keterampilan”. Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya (Hamalik, 2007: 155). Menurut Taksonomi Bloom, hasil belajar meliputi tiga kategori ranah yaitu : a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai c. Ranah psikomotor Penelitian tentang penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran bangun ruang telah banyak dilakukan sebelumnya dan hasilnya sangat membantu untuk perbaikan pembelajaran di sekolah dasar. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah : Eli Husni, Laeli (2007) dengan judul penelitian “Pembelajaran Bangun Ruang Melalui Pendekatan Konstruktivisme untuk Kelas IV Sekolah Dasar”. Hasilnya adalah : (1) Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, ternyata siswa mampu mengubah pola sikap siswa yang semula kurang semangat dan tidak begitu respon, menjadi semangat dan penuh percaya diri dalam belajar matematika; (2) Dengan menggunakan pendekatan konsruktivisme, dapat membantu siswa dalam memahami
konsep yang diajarkan. Karena dengan pendekatan ini, pembelajarannya dikaitkan dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari, siswa menjadi aktif dan menjadikan daya ingat siswa melekat dan tahan lama sehingga dapat mempermudah memahami konsep; (3) Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran bangun ruang, pembelajaran dan aktifitas siswa meningkat sehingga dapat mendorong hasil belajar lebih meningkat. A. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Dari beberapa model penelitian tindakan kelas yang sering digunakan peneliti menggunakan salah satu model yaitu model Kemmis & Taggart. Alasan peneliti memilih model ini karena tahapannya mudah dimengerti. Model kemmis & Taggart ini merupakan pengembangan dari model sebelumnya yaitu model Kurt Lewin (1946). Dalam perencanaannya, Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang teridiri dari empat tahap. Keempat tahap tersbut dimulai dengan rencana (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) yang kemudian dilanjutkan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancangancang pemecahan permasalahan pada siklus berikutnya. Walaupun pada dasarnya model Kemmis ini setiap siklusnya terdiri dari satu tindakan, akan tetapi peneliti mengembangkannya dalam satu siklus terdiri dari dua tindakan dimana masing-masing tindakan mencakup keempat tahap tersebut. Pada tahap pelaksanaan tindakan (acting) dan pengamatan (observing) dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan karena kedua tahapan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tahap Pelaksanaan PTK yang dilaksanakan antaralain: 1) Perencanaan tindakan (planning)
Nuryanti Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menghitung Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok di Kelas V SD| 6 2) Pelaksanaan tindakan (acting) 3) Pengamatan terhadap tindakan (observing) 4) Refleksi terhadap tindakan (reflecting) Setelah diamati, peneliti melakukan refleksi (reflecting) dan menyimpulkan apa yang telah terjadi di dalam kelas. Ketika pembelajaran berhasil mencapai kriteria ketuntasan yang diinginkan maka pembelajaran pada tindakan berikutnya dilanjutnya dengan indikator yang berbeda. 2. Instrumen Penelitian a. Lembar pengamatan (observasi) Lembar observasi yang digunakan yaitu format yang disusun berisikan tentang sikap dan aktivitas anak yang digambarkan ketika pembelajaran di kelas berlangsung. Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan aktifitas siswa selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan dituangkan dalam lembar observasi. Pedoman observasi yang digunakan yaitu lembar observasi untuk aktivitas siswa selama pembelajaran. Dimana setiap tindakan diadakan observasi. Aspek yang diamati pada lembar observasi masingmasing tindakan berjumlah 10 (sepuluh) aspek dan masing-masing aspek diberi skor 10 (sepuluh) jika aspek yang diamati jawabannya “ya”. Peningkatan aktivitas siswa dilihat dari rata-rata hasil observasi setiap tindakannnya diakhir penelitian. b. Lembar penilaian tes Lembar penilaian tes sesuai dengan acuan dalam pembelajaran geometri volume bangun ruang kubus dan balok. Lembar penilaian ini berisi data kuantitatif hasil tes individu siswa dengan mengerjakan soal-soal tes pada akhir pembelajaran dan hasil tes kelompok siswa dalam mengerjakan lembar kerja
siswa (LKS) atau lembar diskusi siswa (LDS). 3. Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dari hasil pedoman observasi tentang aktivitas belajar siswa, dan data-data kuantitatif yang dikumpulkan dari hasil tes. Pengumpulan kedua jenis data tersebut dimulai dari tindakan pertama hingga tindakan terakhir. a. Analisis Pengamatan Aktivitas Siswa Pengelolaan data kualitatif tentang aktifitas siswa dilakukan dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif persentase sebagai berikut : Persentase aktivitas siswa = x 100 % Dimana : A = jumlah nilai aktivitas siswa B = jumlah skor aktivitas siswa seluruhnya b. Analisis Tes Hasil Belajar Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa digunakan intrumen tes hasil belajar. Penentuan ketentuan berdasarkan penilaian acuan patokan, yaitu sejauh mana kemampuan yang ditargetkan dapat dikuasai siswa dengan cara menghitung proporsi jumlah siswa yang menjawab benar dibagi dengan jumlah siswa seluruhnya. Rumusnya adalah : KB = × 100% (Trianto, 2011: 63) Dimana : KB = ketuntasan belajar T = jumlah skor yang diperoleh siswa Tt = jumlah skor total Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsi jawaban benar siswa ≥ 75% (Depdiknas, 2002: 32). Adapun analisis data kuantitatif tentang peningkatan prestasi belajar digunakan dengan bantuan statistik. Pengujian data dilakukan dengan cara
7 | Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
membandingkan rata-rata hasil tes siswa antar tindakan. Adapun rumus untuk mencari rata-rata yaitu : ∑
x =
Keterangan : X = rata-rata fi = frekuensi xi = nilai n = banyak siswa/nilai B. TEMUAN DAN PEMBAHASAN 1. Siklus I Pembelajaran pada siklus I terbagi menjadi 2 tindakan pembelajaran, yaitu tindakan I dan tindakan II. Indikator pembelajaran yang ingin dicapai pada tindakan I yaitu: Menemukan rumus volume kubus, sedangkan pada tindakan II yaitu: menemukan rumus volume balok. indikator pembelajaran pada tindakan I akan dilanjutkan pada tindakan II jika hasil pembelajarannya tidak tuntas. Akan tetapi jika tuntas akan dilanjutkan dengan indikator yang berbeda. Pembelajaran diawali dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dilanjutkan dengan pembuatan lembar kerja siswa, menyusun soal tes, membuat skor penilaian, lembar penilaian, dan membuat lembar observasi aktivitas siswa. Tindakan I dilaksanakan pada tanggal 6 April 2015 sesuai dengan jadwal pelajaran di kelas V biasanya. Pembelajaran dimulai dengan mengondisikan belajar siswa supaya tertib siap menerima materi, lalu berdo’a, pengabsenan serta apersepsi dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran pada tindakan II juga demikian sama halnya dengan tindakan I. Pembagian kelompok diskusi dibagi menjadi 6 kelompok diskusi masing-masing terdiri dari 5 orang siswa. Anggota kelompok diskusi sama dari siklus I sama siklus III. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung beberapa siswa tampak
antusias belajar karena adanya diskusi kelompok. Setiap kelompok diskusi diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Setelah selesai presentasi, guru memberikan nilai atas hasil kerja kelompok siswa yang dilanjutkan dengan tanya jawab dan penjelasan materi. Selama kegiatan pembelajaran guru mengamati aktivitas siswa dan menilainya pada lembar observasi aktivitas siswa. Setelah penjelasan materi cukup, guru dan siswa membuat kesimpulan. Kemudian siswa mengerjakan soal tes yang diberikan oleh guru. Setelah tes selesai tepat waktu, guru menilai hasil tes siswa dan memasukannya ke dalam lembar penilaian. Setelah dianalisa antara tindakan I dan tindakan II, ternyata pembelajaran tindakan II sudah lebih baik jika dibanding dengan tindakan I. Hal ini terbukti dari nilai hasil tes siswa. Jika pada tindakan I nilai tes ndividu siswa hanya mencapai rata-rata nilai 80 sedangkan pada tindakan II mencapai rata-rata nilai 88. Selain itu pada tindakan I masih ada 7 orang siswa yang nilainya di bawah KKM sedangkan pada tindakan II sudah berkurang yaitu hanya 4 orang orang siswa yang nilainya di bawah KKM. Walaupun begitu pebelajaran dari tindakan I dan tindakan II dikatakan telah tuntas karena rata-rata nilainya sudah di atas KKM dimana KKM-nya yaitu 75. Begitu juga dengan rata-rata nilai aktivitas siswa, pada tindakan I mencapai rata-rata nilai 78 sedangkan pada tindakan II mencapai rata-rata nilai 82. Kekurangan pembelajaran pada siklus I yaitu siswa masih membutuhkan waktu tambahan untuk menyelesaikan soal tes. Hal itu dikarenakan beberapa siswa masih lambat dalam materi perkalian. Masih ada yang tertukar antara rumus mencari volume kubus dan rumus mencari volume balok. Pada awal pembelajaran siswa masih belum tertib untuk berdiskusi, akan tetapi
Nuryanti Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menghitung Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok di Kelas V SD| 8 hal tersebut dapat diatasi dengan diberikan motivasi. Pemberian alat peraga dan adanya alat belajar berupa lembar kerja siswa mampu membuat pembelajaran menjadi berpusat pada siswa. Jika biasanya guru memberikan pelajaran terfokus pada aktivitas guru, sekarang siswa yang lebih banyak bekerja. Karena adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa ini maka pada siklus I sebagian besar siswa sudah mulai berani bertanya, dimana menurut Depdiknas (2003: 13) menjelaskan pentingnya kegiatan bertanya sebagai strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Dalam hal ini pembelajaran konstrutivisme yang diterapkan dikaitkan dengan lingkungan sekitar siswa. Penemuan rumus volume kubus dan balok melibatkan alat peraga dan benda-benda di sekitar siswa. Metode diskusi kelompok juga mampu melatih kerjasama antar siswa. 2. Siklus II Langkah pembelajaran pada siklus II hampir sama dengan siklus I. Pertama guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Indikator pembelajaran yang ingin dicapai ada siklus II tindakan I yaitu: mengenal satuan baku volume kubus dan balok, sedangkan tindakan II yaitu: menggambar kubus dan balok lalu menghitung volumenya. Setelah menyusun RPP dilanjutkan dengan menyusun soal tes sesuai dengan indikator yang ingin dicapai. Lalu membuat skor penilaian, membuat lembar kerja siswa, lembar penilaian, lembar observasi aktivitas siswa dan menyediakan alat peraga. Pembelajaran pada tindakan I dan II hampir sama. Pembelajaran diawali seperti biasanya mengondisikan siswa, berdo’a, pengabsenan, apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Setelah itu siswa membuat kelompok diskusi seperti pada pembelajaran di siklus I. Pada siklus II kondisi belajar siswa sudah mulai lebih baik dari siklus I.
Di awal pembelajaran siswa sudah tampak semangat berdiskusi. Mereka tidak rebutan anggota kelompok diskusi seperti pada siklus I tindakan I. Penentuan ketua kelompok digilir setiap tindakan pembelajaran dengan siswa yang berbeda, supaya setiap siswa diberi kesempatan yang sama untuk memimpin diskusi. Setelah berdiskusi siswa mengumpulkan lembar kerja siswa dan guru menilainya. Kelompok yang nilainya sempurna diberi kesempatan untuk mejelaskan hasil kerja kelompoknya tersebut. Sedangkan kelompok yang nilainya belum sempurna diminta menjelaskan mengapa jawaban lembar kerjanya demikian. Setelah adu pendapat lalu siswa diminta membuat kesimpulan dengan bimbingan guru berupa penjelasan materi yang sebenarnya. Setelah itu siswa diberi soal tes untuk dikerjakan tepat waktu. Beberapa siswa masih lambat dalam megerjakan soal-soal tersebut. Guru mulai memberikan nilai terhadap siswa yang lebih dulu selesai mengerjakan soal dan seterusnya sampai semua selesai. Pada akhir pembelajaran guru memberi soal pekerjaan rumah untuk siswa. Untuk nilai tes hasil belajar siswa pada tindakan I mencapai rata-rata 84 Sedangkan pada tindakan II 86. Untuk nilai aktivitas siswa pada tindakan I mencapai rata-rata 86 sedangkan tindakan II mencapai rata-rata nilai 87. Dengan melihat rata-rata nilai di atas maka hasil belajar dan aktivitas siswa sudah meningkat dari siklus I. Hal ini terjadi karena motivasi yang diberikan oleh guru terhadap siswa lebih baik dari siklus I. Sehingga dapat mengubah cara pandang siswa itu sendiri terhadap pelajaran matematika yang awalnya menganggap matematika itu sulit menjadi mudah. Dengan cara pandang siswa yang seperti itu, maka motivasi belajar siswa juga menjadi meningkat. menurut Woodwort dan Marques motif adalah suatu tujuan yang mendorong individu
9 | Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk mencapai tujuantujuan tertentu. Ini berarti motivasi belajar merupakan tujuan dan keinginan individu siswa untuk belajar. 3. Siklus III Langkah pembelajaran pada siklus III hampir sama dengan siklus I dan II. Rencana pembelajaran dimulai dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Indikator pembelajaran yang ingin dicapai pada siklus III tindakan I yaitu: mengubah satuan volume kubus dan balok dai m³ dan cm³ ke dalam satuan liter dan mililiter atau sebaliknya dan Indikator pada tindakan II yaitu: menyelesaikan masalah tentang volume kubus dan balok. Setelah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dilanjutkan dengan menyusun soal tes sesuai dengan indikator yang ingin dicapai. Lalu membuat skor penilaian, membuat lembar kerja siswa, lembar penilaian, lembar observasi aktivitas siswa dan menyediakan alat peraga. Pembelajaran pada tindkan I dan II diawali dengan mengondisikan siswa, berdo’a, pengabsenan, apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Setelah itu siswa membuat kelompok diskusi seperti pada pembelajaran di siklus sebelumnya. Kemudian guru membagikan lembar kerja siswa. Untuk tindakan II siswa tidak diberi lembar kerja yang berisi langkah kerja akan tetapi berupa lembar diskusi yang berisi soal-soal yang harus diselesaikan dengan cara diskusi kelompok. Guru mengamati setiap aktivitas siswa di dalam diskusi dan mencatatnya ke dalam lembar observasi aktivitas siswa. Setelah diskusi selesai seperti biasa guru menilai lembar kerja kelompok tersebut dan mengumumkan nilainya. Untuk tindakan I hanya ada 1 kelompok yang mendapat nilai 100 yaitu kelompok 5. Dalam anggota kelompok diskusi tersebut da yang bernama Sandi yang memang murid
terpandai di kelas. Selain pandai anak tersebut biasa rajin dan teliti dalam belajar. Kemudian guru menganalisis mengapa kelompok lainnya hanya mendapat nilai 80 sedangkan pada siklus sebelumnya kelompok diskusi tersebut ada yang bisa menyelesaikan LKS dengan nilai 100. setelah dianalisis ternyata hal tersebut terjadi karena mereka salah dalam menggunakan alat peraga untuk mengukur volume pasir dalam satuan mililiter. Dalam hal ini mereka tidak teliti atau kurang teliti. Setelah pembahasan hasil diskusi dan tanya jawab antara pendapat siswa dengan siswa lainnya, lalu guru memberikan penjelasan materi yang sebenarnya. Setelah penjelasan materi cukup guru memberikan soal tes untuk diselesaikan tepat waktu oleh siswa. Dari mulai pembelajaran sampai pengerjaan soal tes guru mengamati aktivitas siswa dan memasukannya ke dalam lembar pengamata, begitu seterusnya sampai pembelajaran selesai. Setelah mengerjkan tes, guru memberikan nilai terhadap hasi tes siswa dan memasukannya ke dalam lembar penilaian. Pada tindakan I masih ada 1 orang siswa yang nilainya di bawah KKM dan akan diberi perbaikan diluar jam pelajaran. Untuk rata-rata nilai tes maupun aktivitas siswa ternyata ada peningkatan dari siklus sebelumnya. Pada siklus I tes hasil belajar yaitu mencapai rata-rata nilai 90. Sedangkan untuk rata-rata nilai aktivitasnya mencapai 91. Pada tindakan II semua siswa nilai tes hasil belajarnya di atas KKM dengan rata-rata nilai 91, dan aktivitas siswa rata-rata nilainya 94. Siswa sudah terkondisi belajarnya dengan baik. Di awal diskusi antusiasme belajar siswa sudah tampak. Keberhasilan pembelajaran di siklus III dikarenakan kondisi belajar siswa yang sudah sangat baik jika dibanding siklus-siklus sebelumnya. Tentunya selain metode, strategi, media belajar dan motivasi yang
Nuryanti Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menghitung Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok di Kelas V SD| 10 diberikan oleh guru. Dimana menurut Gagne di dalam bukunya “Condition of Learning” (1977) menyatakan kondisi belajar adalah “suatu situasi belajar (learning situation) yang dapat menghasilkan perubahan perilaku (performance) pada seseorang setelah ia ditempatkan pada situasi tersebut”. Ini berarti kondisi belajar yang baik dapat mengubah perilaku belajar siswa menjadi baik sehingga hasil belajar dan aktivitas belajar siswa juga ikut baik atau meningkat. C. SIMPULAN, IMPLIKASI REKOMENDASI
DAN
A. Simpulan Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab IV disimpulkan: “dengan menggunakan pembelajaran konstruktivisme hasil belajar dan aktivitas siswa meningkat, hal ini terbukti dari adanya peningkatan nilai tes hasil belajar dan lembar aktivitas siswa pada setiap siklusnya walaupun tiap tindakan indikator pembelajarannya berbeda”. Pembelajaran konstruktivisme membuat pengalaman belajar siswa menjadi bermakna dan berpusat pada siswa (student center) sehingga siswa lebih mudah memahami materi B. Implikasi dan Rekomendasi Dengan adanya diskusi kelompok dan alat peraga, makan siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri (constructivism) sehingga siswa tidak lagi menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini dibuktikan ketika penelitian dilaksanakan tingkat kehadiran siswa
meningkat, karena mereka tertarik dengan adanya alat peraga dan bisa belajar kelompok tidak hanya duduk mendengarkan ceramah guru. Dengan melihat kelebihan pembelajaran menggunakan model konstruktivisme, maka direkomendasikan untuk peneliti yang akan melakukan penelitian tindakan kelas agar mengunakan model pembelajaran konstruktivisme khususnya untuk pelajaran matematika volume bangun ruang kubus dan balok. Karena pembelajaran konstruktivisme pada bangun ruang kubus dan balok ini bisa meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. DAFTAR PUSTAKA Heruman. 2012. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Prabawanto, Sufyani. 2010. Pendidikan matematika II. Bandung: UPI Press Suwangsih, Erna. 2009. Model pembelajaran matematika. Bandung: UPI Press Trianto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Wardoyo, Mangun. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Alfabeta