PEMBELAJARAN FUNGSI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS BUDAYA SUNDA Iden Rainal Ihsan 1, Trisna Roy Pradipta 2 1
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno - Hatta No. 530 Bandung,
[email protected] 2 Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jl.Tanah Merdeka, Kp. Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur,
[email protected] Abstrak Fungsi merupakan materi yang sangat esensial bagi peserta didik di tingkat sekolah menengah pertama. Fungsi menjadi dasar atau prasyarat bagi konsep-konsep lanjutan terlebih dalam aljabar. Konsep abstrak fungsi dapat dapat disampaikan melalui ilustrasi cerita. Hal tersebut membutuhkan kesesuaian cerita dengan kehidupan sehari-hari. Guru dapat mengarahkan peserta didik dengan menerapkan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran fungsi. Akan tetapi tidak selalu pembelajaran yang terkait kehidupan seharihari dapat membantu peserta didik. Diperlukan desain pembelajaran kontekstual yang tidak asing sama sekali bagi peserta didik. Pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah pembelajaran kontekstual berbasis budaya Sunda. Dengan internalisasi pembelajaran matematika dengan budaya Sunda, guru dapat memberikan ilustrasi yang relatif sesuai dengan kehidupan peserta didik. Selain itu guru juga dapat berkontribusi dalam upaya melestarikan nilai-nilai dan wawasan budaya. Guru dapat menginternalisasi pengetahuan dan nilai-nilai lokal dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran mengenai fungsi dapat diberikan kepada peserta didik melalui pembelajaran kontekstual berbasis budaya sunda. Kata kunci :Fungsi, pembelajaran berbasis budaya, pendekatan kontekstual.
PENDAHULUAN Fungsi merupakan konsep yang yang sangat essensial untuk disampaikan kepada peserta didik. Fungsi dikatakan konsep yang essensial dikarenakan menjadi dasar bagi pembelajaran matematika yang lebih lanjut terutama aljabar. Setiawan dan Widdiharto (2009) menyampaikan hasil Training Need Assesment (TNA) dan Recruitment P4TK Matematika Yogyakarta pada tahun 2007 yang menyebutkan bahwa materi diktat aljabar berada diperingkat pertama dalam kategori sangat diperlukan. Dengan demikian dipandang perlu untuk menyampaikan materi atau konsep fungsi dengan baik demikian sehingga peserta didik memahami dan memiliki pengetahuan dasar yang baik dalam aljabar. Menurut Pradipta dan Ihsan (2015) konsep dan materi aljabar merupakan konsep yang abstrak bagi peserta didik. Setiawan dan Widdiharto (2009) menyatakan bahwa di tingkat SMP terjadi perubahan dari numeric sense ke symbolic sense. Berdasarkan dua pendapat tersebut dipandang perlu untuk mendesain pembelajaran yang di dalamnya terdapat konteks yang dapat menjembatani konsep abstrak aljabar. Termasuk dalam pembelajaran fungsi di SMP, guru dipandang perlu membuat desain
pembelajaran dengan konten yang tidak asing bagi peserta didik. Pendekatan yang dapat dijadikan alternatif adalah pendekatan kontekstual yang berisikan konteks yang sesuai dengan kehidupan seharihari peserta didik. Permasalahan yang muncul adalah pembelajaran kontekstual yang seperti apa yang benar-benar dapat menjadi perantara konsep abstrak dari materi fungsi. Inβam (2009) berpendapat perubahan yang dilaksanakan dari proses ke obyek tidak cukup melalui pembelajaran, perubahan perspektif yang tidak dikatakan menjadikan siswa mengalami kesalahan pemahaman. Diperlukan desain pembelajaran yang benar-benar dirasa tidak asing bagi peserta didik. Pembelajaran kontekstual berbasis budaya Sunda dapat dijadikan alternatif pilihan bagi guru dalam menyampaikan konsep fungsi. Dengan pembelajaran yang demikian itu guru matematika memiliki ruang untuk berkontribusi dalam upaya pelestarian nilainilai dan wawasan budaya Sunda. PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas inti dari kajian ini. Pertama-tama akan dibahas mengenai pembelajaran kontekstual yang menjadi topik utama dalam kajian ini. Pembahasan dilanjutkan pada pembelajaran matematika berbasis budaya yang kemudian dilanjutkan pada pembahasan internalisasi budaya sunda dalam pembelajaran fungsi. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual sangat sering diteliti oleh pakar dan pemerhati pendidikan. Crawford (2001) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual terdiri dari lima strategi. Kelima strategi tersebut adalah Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering yang kemudian disingkat REACT yang dalam hal ini Crawford menitik beratkan pada Relating. Strategi relating merupakan strategi yang mana di dalamnya terdapat pengoneksian konsep atau materi pembelajaran dengan kehidupan peserta didik sehari-hari. Melalui pembelajaran kontekstual peserta didik dapat diarahkan untuk belajar bukan hanya kognitif namun untuk belajar sesuai dengan prinsip konstuktivisme. Dengan pembelajaran kontekstual, peserta didik dapat menggali pemahaman yang sudah dimiliki guna untuk mendapatkan pemahaman baru. CORD (1999) menjelaskan terdapat 10 standar yang harus dicapai dalam mengajar secar kontekstual, termasuk dalam mengajarkan matematika. Standar-standar tersebut adalah: 1. Konsep baru harus merepresentasikan kehidupan nyata/ kehidupan sehari-hari; 2. Konsep dalam contoh dan latihan peserta didik direpresentasikan dalam konteks penggunaannya; 3. Konsep baru direpresentasikan dalam konteks yang sudah diketahui peserta didik; 4. Contoh dan latihan peserta didik termasuk konteks pemecahan masalah di dunia nyata; 5. Melalui soal dan latihan berimplikasi peserta didik merasa butuh belajar;
6. Peserta didik mengumpulkan dan menganalisis data sebagai penggali konsep penting; 7. Kesempatan direpresentasikan pada peserta didik untuk mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi untuk menggali dan menambah pemahaman; 8. Pembelajaran mengondisikan peserta didik untuk mengaplikasikan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat; 9. Peserta didik dapat belajar secara reguler dalam grup guna berbagi, berkomunikasi dan merespon; 10. Pembelajaran dapat mengimprovisasi kemampuan dan kecakapan peserta didik. Pembelajaran dalam kelas yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari dapat memberi ruang bagi peserta didik untuk mngonstruksi pemahamannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sujarwo (2007) yang menyatakan melalui pengalaman nyata, manusia dapat memberi makna dalam proses menggali pemahaman. Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya Budaya, secara garis besar adalah way of life. Pembelajaran berbasis budaya sebagai salah satu pendekatan pembelajaran alternatif, yaitu mengaitkan materi dengan konsep yang berasal dari budaya lokal di mana mahasiswa berada (Saliman, 2007). Dalam pembelajaran matematika, seorang guru dapat mengaitkan materi atau konsep matematika dengan nilai-nilai atau wawasan budaya lokal atau daerah. Guru dapat menginternalisasi budaya berupa makanan khas daerah, kesenian daerah, kebiasaan atau adat dan lain sebagainya. Internalisasi Budaya Sunda dalam Pembelajaran Fungsi Pada pembelajaran fungsi peserta didik diarahkan untuk mengetahui dan memahami simbol fungsi. Peserta didik diarahkan untuk memahami fungsi π(π₯) = 2π₯ + 1; π(π₯) = 3π₯ dsb. Pada berbagai sumber literatur dan buku pegangan peserta didik, fungsi disuguhkan melalui himpunan yang juga meruapakan konsep abstrak. Dikhawatirkan peserta didik hanya mengetahui fungsi sebagai cara menghitung. Hal tersebut dimaksudkan agar konsep SPLDV yang abstrak dapat dipahami lebih mudah oleh peserta didik. Penyampaian melalui ilustrasi juga dimaksudkan untuk dapat memberikan contoh aplikasi penggunaan SPLDV dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendekatan kontekstual dipandang sangat cocok digunakan oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran SPLDV. Pendekatan kontekstual dapat digunakan menjembatani konsep abstrak fungsi untuk dipahami oleh peserta didik. Pendekatan kontekstual dapat pula digunakan untuk mengarahkan peserta didik mengetahui aplikasi fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat ilustrasi cerita yang dapat dituangkan dalam soal maupun latihan guna menginternalisasi budaya Sunda dalam pembelajaran fungsi. Guru dapat menginternalisasi fungsi dengan wawasan kuliner Sunda. Proses internalisasi dapat dilakukan melalui soal berikut
Usep adalah Seorang Pengrajin dodol garut. Usep membutuhkan 12 Kg Gula untuk membuat 1 Kg dodol. Berapa Kg Gula yang dibutuhkan oleh Usep apabila ingin membuat 3 Kg dodol, 5 Kg dodol, 15 Kg Dodol? Berapa Kg Gula yang dibutuhkan oleh Usep apabila ingin membuat x Kg dodol? Dengan soal tersebut dapat disampaikan wawasan mengenai dodol salah satu makanan khas sunda sekaligus mengarahkan peserta didik untuk membangun dan memahami fungsi π(π₯) = 12π₯. Seorang guru matematika dapat pula menginternalisasi warisan budaya berupa alat musik daerah dengan materi fungsi. Guru dapat memperkenalkan angklung sekaligus fungsi π(π₯) = 5π₯ dalam ilustrasi berikut Asep adalah seorang pengrajin alat musik angklung. Asep membutuhkan 5 bilah bambu untuk membuat satu unit angklung bernada βDoβ. Berapa bilah bambu yang harus dimiliki Asep agar dapat membuat 15 unit, 20 unit, dan 60 unit? Berapa bilah bambu yang diperlukan untuk membuat x-unit? Dengan pembelajaran kontekstual berbasis budaya Sunda, dapat diperkenalkan pula ukuran yang unik dalam Sunda. Di budaya masyarakat Sunda terdapat ukuran dalam menghitung luas tanah yaitu satuan tumbak. Satu tumbak setara dengan 14 π2 , sehingga guru dapat mengarahkan peserta didik mengetahui hal tersebut melalui ilustrasi sebagai berikut. Di Sunda dikenal istilah tumbak dalam pengukuran luas tanah. 1 Tumbak setara dengan 14 meter persegi. Tentukan fungsi yang dapat mengkonversi satuan meter persegi ke dalam satuan tumbak, dan sebaliknya!
PENUTUP Pada bagian ini disampaikan simpulan dari kajian ini. Kemudian disampaikan pula rekomendasi atau saran guna untuk dapat dilakukan pada penelitian dan kajian berikutnya demikian sehingga didapat hasil yang lebih baik yang dapat memeperkaya khazanah kajian yang telah dibuat ini. Simpulan Sebagai penutup kajian ini disimpulkan pada terdapat kesesuaian materi fungsi dengan budaya Sunda. Dengan demikian dapat didesain pembelajaran fungsi melalui pembelajaran kontekstual berbasis budaya Sunda. Dalam penyampaiannya pun tidak ada pemaksaan konsep sehingga tidak ada kemungkinan miskonsepsi dalam pembelajaran. Dengan pembelajaran kontekstual ini guru matematika dapat ikut serta dalam upaya pelestarian budaya Sunda. Dalam pembelajaran berbasis budaya, peserta didik memiliki ruang atau fasilitas untuk mengonstruksi pemahamannya. Hal tersebut dikarenakan melalui strategi REACT terutama relating peserta didik memiliki gambaran dalam belajar. Dengan pembelajaran fungsi berbasis budaya guru dapat menyampaikan wawasan budaya berupa wawasan kuliner, kesenian, dan ukuran khas masyaraka Sunda. Dengan demikian guru dapat berkontribusi dalam upaya melestarikan budaya Sunda.
Rekomendasi Untuk penelitian dan pengkajian lebih lanjut diajukan beberapa saran dan rekomendasi guna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Penelitian dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis budaya terhadap kecakapan matematis siswa. Dapat juga dikaji topik, konsep atau materi matematika lain mengenai internalisasi dalam pembelajarannya dengan budaya Sunda. DAFTAR PUSTAKA A. Inβam, 2009, Efektifitas Pembelajaran Aljabar dengan Pendekatan Metakognisi, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran dan Terapannya di Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 31 Januari 2009. CORD, 1999, Teaching Mathematics Contextually The Cornerstone of Tach Prep, Texas : CORD M.L. Crawford, 2001, Teaching Contextually Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas : CORD. S. Wardhani, 2004, Paket Penataran : Permasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar, Yogyakarta : P4TK Matematika Saliman, 2007, Penerapan Pembelajaran Berbasis Budaya Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran pada Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran, Makalah disajikan pada Seminar Nasional Inovasi Pembelajaran di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2007. Setiawan, 2008, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika : Pembelajaran Fungsi, Persamaan dan Pertidaksamaan Aljabar, Yogyakarta : P4TK Matematika. Setiawan & R, Widdiharto, 2009, Modul SMP Program BERMUTU : Kapita Selekta Pembelajaran Aljabar Kelas VIII SMP, Yogyakarta : P4TK Matematika. Sujarwo, 2007, Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran di SMP, Makalah disajikan dalam Inhouse Training Pembelajaran Kontekstual di SMP MTA Gemolong Sragen pada Tanggal 21 November 2007. Supinah, 2008, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika : Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP, Yogyakarta : P4TK Matematika. T.R. Pradipta & I.R. Ihsan, 2015, Pembelajaran Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbasis Budaya Sunda, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung pada tanggal 30 September 2015.