Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
ISSN 2087-9016
PEMBELAJARAN DEMOKRATIS MENUJU PROFESIONALISME GURU I Nengah Sudja Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT Learning is the process of changing behavior as an impact obtained by the five senses that is relatively permanent. In the teaching-learning process, the teachers need a situation and condition that are supportive and condusive. At the past, the students were afraid of their teachers. They were like in a jail. Meanwhile, in the present, the teachers need to understand the surrounding and the student’s chracteristics. Regarding on that notion, the teachers are expected to implement and stimulate the students with several methods of innovative teaching. Key words: democractic, meaningful, pleased, dialogic, professional menuntaskan strategi belajar. Ada
PENDAHULUAN Permasalahan sebenarnya
belajar
faktor
yang
mesti
kandungan
dipertimbangkan dalam belajar, baik
substansi yang “misterius”. Berbagai
yang bersifat internal maupun yang
macam teori belajar telah ditawarkan
eksternal. Diantara sekian banyak
para pakar pendidikan dengan belajar
faktor eksternal terdapat guru yang
dapat ditempuh secara efektif dan
sangat berpengaruh terhadap peserta
efisien,
waktu
didik. Sukses tidaknya para peserta
cepat dan hasilnya banyak. Namun,
didik dalam belajar di sekolah,
sampai saat ini belum ada satupun
sebagai penyebab tergantung pada
teori yang dapat menawarkan strategi
guru. Ketika berada di rumah, para
belajar secara tuntas.Masih banyak
peserta didik berada dalam tanggung
persoalan-persoalan
yang
jawab orang tua, tetapi di sekolah
teori-teori
tanggung jawab itu diambil oleh
belum
memiliki
banyak
dengan
tersentuh
implikasi
belajar oleh
tersebut.
guru. Sementara itu, masyarakat
Kompleksitas persoalan yang terkait dengan belajar inilah yang menjadi
penyebab
menaruh harapan yang besar agar anak-anak mengalami
perubahan-
sulitnya
213
I Nengah Sudja
perubahan positif-konstruktif akibat
pembelenggu.Selama ini kebanyakan
mereka berinteraksi dengan guru.
masyarakat hanya memahami fungsi
Harapan ini menjadi suatu yang
niscaya
terutama
ketika
pendidikan
sebagai
pembebas
individu. Ternyata pendidikan bisa
dikaitkan dengan mutu pendidikan.
berfungsi
Pembahasan
pembelenggu.
Hal
betapapun akan terfokuskan pada
pemahaman
berikutnya
input- proses-output. Input terkait
pendidikan bisa juga “berbahaya”
dengan
sebagai
bagi kemandirian, kreativitas dan
outuput
kebebasan peserta
mutu
pendidikan
masyarakat
“pemasok”
sedangkan
terakait dengan masyarakat sebagai
sebaliknya,
sebagai
ini
memberi bahwa
didik sebagai
individu.
pengguna. Adapun proses terkait
Dalam
kaitannya
dengan guru sebagai pembimbing.
fungsi
Dataran proses inilah yang paling
sebagai pembelenggu ini agaknya
determinan
dapat
dalam
mewujudkan
negatif
dilacak
yakni
dengan pendidikan
dari
model-model
yang
dilaksanakan
situasi pembelajaran di sekolah baik
pembelajaran
yang membelenggu, atau sebaliknya
guru di dalam kelas. Jika kita adakan
membebaskan, membangkitkan dan
evaluasi, di kalangan kita sendiri
menyadarkan.
memang
terdapat
gejala-gejala
perilaku guru dalam pembelajaran di kelas
PEMBAHASAN Proses
Pembelajaran
Yang
Ada ungkapan yang menarik Emille
Durkheim.
Dia
melukiskan dua fungsi pendidikan yang
saling
tidak
kondusif
mengakibatkan daya kritis peserta didik, bahkan dalam batas-batas
Membelenggu
dari
yang
bertentangan
tertentu membahayakan masa depan peserta didik seperti sikap guru yang sinis terhadap jawaban yang salah.
yaitu
Dalam suatu kelas tidak jarang
pendidikan sebagai pembelenggu dan
guru melemparkan suatu pertanyaan
pendidikan
yang harus dijawab peserta
sebagai
pembebas
didik.
individu. Letak daya tarik dari
Ada seorang peserta didik yang
pernyataan ini terdapat pada fungsi
berani menjawab pertanyaan dengan
pendidikan
penuh
sebagai
keyakinan
dan
harapan
214
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
ISSN 2087-9016
mendapat simpati guru. Apa yang
kegiatan
terjadi justru di luar dugaan dengan
sebagai celengannya sedangkan guru
jawaban
itu
di
sebagai penabungnya. Ruang gerak
sekitar
tertawa
guru
yang disediakan bagi kegiatan murid
teman-temannya sedang
menabung:
para
murid
mengatakan, “tidak, itu salah. Saya
hanya
heran melihatmu”. Kasus ini menurut
mencatat dan menyimpan. Semakin
Bobbi Deporter and Mike Hernacki,
banyak
adalah
tabungan,
awal
terbentuknya
citra
terbatas
murid
meyimpan
semakin
kurang
mengembangkan
menjadi tugas sangat berat.Keraguan
kritisnya.
menguragi
resiko
kesadaran
Sesungguhnya,
belajar
itu
demi
merupakan pekerjaan yang cukup
sedikit. Sebab dia merasa malu dan
berat, yang menuntut sikap kritis
dipermalukan
banyak
sistemik (Sistemic Critical Attitude)
anak, Bobbi Deporter and Mike
dan kemampuan intelektual yang
Hernacki (2002:24). Kesan negatif
hanya
ini
dalam
praktek langsung. Sikap kritis sama
perkembangan lantaran komentar itu.
sekali tidak dapat dihasilkan melalui
terus
sedikit
menerima,
yang
negatif diri. Sejak saat itu belajar
tumbuh dalam dirinya dan dia mulai
pada
dihadapan
membayangi
Komentar negatif selama ini
dapat
pendidikan
diperoleh
yang
bergaya
action)
ini.
dengan
bank
seringkali diterima anak bukan saja
(banking
di sekolah, melainkan juga di rumah
pendidikan
atau
masyarakat.
dibutuhkan buka pemahaman isi,
dirasakan
tetapi sekedar hafal (memorization).
tempat
Bukan memahami teks, tetapi hanya
di
lingkungan
Dinding-dinding sebagai
kelas
dinding-dinding
penjara.
model
ini,
menghafal dan jika peserta
Model
pembelajaran
Dalam yang
didik
melakukannya berarti peserta didik
berikutnya yang dapat membelenggu
telah
dan menindas peserta didik adalah
Padahal
sebagaimana
menumpuk pengetahuan dalam arti
yang
Paulo
Freire
memenuhi hafalan
karena
kewajibannya; hanya
tanpa
akan
(2002:28) disebut sebagai pendidikan
pasif,
upaya
”gaya bank”. Model ini menurut
pengembangan sama sekali sebagai
pengamatan Freire, menjadi sebuah
yang menjadi karakternya selama ini.
215
I Nengah Sudja
Selanjutnya,
pembelajaran
kebebasan murid, (9) guru adalah
model bank ini telah menempatkan
subyek dalam proses belajar, murid
guru dan peserta didik dalam posisi
adalah obyek belaka, (Nasution,
berhadap-hadapan.
1999:116).
subyek dan peserta
Guru
sebagai
didik sebagai
Pengajaran model demikian ini
obyek, guru yang “menakdirkan”
memposisikan guru sebagai pihak
sedangkan
yang
yang “menang” sedangkan peserta
“ditakdirkan”, guru sebagai peran
didik sebagai pihak yang “kalah”,
dan siwa sebagai yang diperankan.
suatu dikotomi yang mestinya tidak
Secara
dapat
layak terjadi mengingat pengajaran
dikatakan guru sebagai penindas
bukan proses perbandingan sehingga
sedang
sebagai
ada yang menang dan ada yang
tertindas. Freire setidaknya telah
kalah. Dengan istilah lain pengajar
mengungkapkan peran yang kontras
ini terkadang disebut pengajaran
itu sebagai berikut: (1)
guru
model komando. Seorang komandan
mengajar, murid diajar, (2) guru
dalam militer posisinya selalu diatas,
mengethui segala sesuatu, murid
memegang
tidak tahu apa-apa, (3) guru berfikir,
ditaati.
peserta
ekstrim
peserta
didik
bahkan
didik
murid dipikirkan, (3) guru bercerita,
perintah
Pengajaran
yang
model
harus
gaya
murid patuh mendengarkan, (4) guru
komando ini memerankan guru, yang
menentukan peraturan, murid diatur,
oleh S. Nasution (1999:116) disebut
(5) guru memilih dan memaksakan
guru yang bertipe dominatif sebagai
pilihannya, murid menyetujuinya, (6)
lawan
guru berbuat, murid membayangkan
Pengajaran tersebut mendapat kritik
dirinya berbuat melaui perbuatan
keras karena mematikan semangat
gurunya, (7) guru memiliki bahan
demokratisasi dan kreativitas peserta
dan
murid
didik,
tidak
menyesuaikan diri dengan pelajaran
didik
dan
itu, (8) guru mencampur adukkan
merasa memiliki wewenang apa saja
kewenangan ilmu pengetahuan dan
yang berkaitan dengan pembelajaran
kewenangan jabatannya, yang ia
dan tidak boleh diganggu gugat oleh
lakukan
peserta
isi
pelajaran,
untuk
menghalangi
dari
tipe
integrative.
menghargai keragamannya.
peserta Guru
didik maupun pihak lain,
216
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
ISSN 2087-9016
praktis, pengajaran model tersebut
mengungkapkan
kehidupan
hanya
nyata
kritis.”
menjadikan
guru
pandai
sepihak sedangkan peserta
secara
yang Dalam
didik
pendidikan yang membebaskan ini
tetap bodoh, pasif, kering ide atau
tidak ada subjek yang membebaskan
gagasan,
atau objek yang dibebaskan karena
stagnan,
tertindas
dan
terbelenggu. Upaya
tidak ada dikotomi antara subjek dan pembelajaran
yang
objek. Guru dan peserta didik sama-
ternyata berbalik membelenggu ini
sama subjek dan objek sekaligus.
tidak lepas begitu saja, karena akibat
Keduanya dimungkinkan saling take
demikian tidak pernah disadari guru
and give (menerima dan memberi).
dominatif tersebut, selagi belum ada
Hanya
gugatan
secara
saja
jika
guru
sebagai
maksimal
untuk
pembelajar senior, maka peserta
mewujudkan
pembelajaran
yang
didik sebagai pembelajar junior, ,jadi
benar-benar
demokratis
sebagai
tetap ada perbedaan pengalaman dan
kebutuhan
pendidikan
secara
karena perbedaan inilah sehingga
mendesak.
guru tetap lebih banyak memberi kepada peserta
didik dari pada
peserta didik memberi kepada guru.
Pembelajaran Demokratis Sebagai upaya untuk keluar
Tetapi
pembelajaran
bersifat
peserta didik itu sifatnya dorongan,
membelenggu tersebut menuju pada
rangsangan atau pancingan agar
pembelajaran
peserta
dari
yang
yang membebaskan
dibutuhkan keterbukaan dan sikap lapang
dada
memberikan
dari
guru
kesempatan
mengekspresikan
jauh
(51-52)
didik berkreasi sendiri,
berpandangan peserta
dan
kepada
Aliran ini sesungguhnya telah
luasnya kepada peserta didik guna gagasan
guru
bukan sebagai stimulus.
untuk seluas-
pemberian
progresif.
Peran
didik telah dimaksimalkan melebihi
pikirannya.
Freire
mengatakan,
pendekatan
yang
pengajaran model gaya komando.
membebaskan
merupakan
proses
Upaya memaksimalkan peran peserta
dimana pendidikan mengkondisikan
didik ini sebagai bentuk riil dari misi
peserta
pembebasan peserta
didik untuk mengenal dan
tradisionalnya
dalam
peran-peran himpitan
didik dari
217
I Nengah Sudja
keterbelengguan akibat penindasan
dan karya peserta
guru.
ini,
diberikan kesempatan seluas-luasnya
didik memiliki
untuk menjadi subjek dalam proses
Melalui
pembebasan
diharapkan peserta kemandirian
yang
tinggi
dalam
didik. Mereka
pembelajaran.
memberdyakan potensi yang dimiliki
Mengingat pentingnya dialog
untuk berpendapat, bersikap dan
ini,
berkreasi sendiri. Oleh karena itu,
mengamanatkan melalui Undang-
mesti ada dialog. Ciri aksi budaya
undang Sistem Pendidikan Nasional
yang
yang ditetapkan sebagai kewajiban
meperjuangkan
adalah
dialog,
kebebasan
pemerintah
yang
yang harus dipenuhi oleh pendidik
mengarah pada dominasi justru anti
dan tenaga kependidikan. Amanat itu
dialog. Tangung jawab guru yang
terdapat pada pasal 40 ayat 2. Isi dari
menempatkan diri teman dialog bagi
pasal tersebut adalah pendidik dan
peserta didik lebih besar dari pada
tenaga kependidikan berkewajiban:
guru
menciptakan
yang
sedangkan
maka
hanya
memindahkan
suasana
informasi yang harus diingat peserta
yang
didik; Sebab guru sedang memupuk
kreatif,
sikap keberanian, sikap kritis ,dan
mempunyai
sikap toleran terhadap pandangan
professional
yang berbeda bahkan bertentangan
mutu pendidikan, dan memberikan
sekalipun, melalui tradisi saling tukar
teladan serta menjaga nama baik
pandangan dalam menyiapkan suatu
lembaga, profesi, dan kedudukan
masalah.
sesuai dengan kepercayaan yang
Tradisi dialogis ini sebagai salah satu bentuk suasana yang mendukung demokratis,
pembelajaran yaitu
suasana
yang
bermakna,
pendidikan
menyenangkan,
dinamis
dan
dialogis;
komitmen untuk
secara
meningkatkan
diberikan kepadanya. Seiring politik.
Ada
pendidikan
dengan
demokrasi
tuntutan
demokrasi
dalam
prakteknya demokrasi
melibatkan para peserta didik dalam
berimplikasi
pada
proses
pembelajaran
secara
pembelajaran
dengan
indikasi
maksimal
dengan
memperhatikan
menciptakan
suasana
dialogis.
sepenuhnya
terhadap
inisiatif,
pemikiran, gagasan, ide, kreativitas,
Dengan demikian, peranan guru dalam
penyampaian
pengetahuan
218
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
menjadi
sangat
digantikan didik
oleh
yang
Tuntutan
berkurang peranan
semakin
dialog
yang
belajar,
ISSN 2087-9016
serta
mengeksplorasi
peserta
berbagai pengalaman baru untuk
menguat.
mencapai berbagai kompetensi yang
belakangan
ini
diidealkannya, dan telah menjadi
sebagai suatu yang tak terelakkan
kesepakatan-kesepakatan
lagi dalam kehidupan pendidikan
bersama dengan gurunya. Guru tidak
demokratis, sekaligus membuktikkan
banyak mencampuri mengatur dan
adanya pergeseran posisi peserta
menegur pekerjaan anak, akan tetapi
didik dari posisi objek ke posisi
membiarkan
subjek dalam berbagai kesempatan.
kemampuan dan cara masing-masing
Demikian pula, pergantian istilah
sikap, hal inisesuai dengan sistem
anak didik, terdidik maupun objek
pembelajaran student centered.
didik menjadi peserta didik bahkan
kelas
bekerja
Selanjutnya,
menurut
perkembangan
pembelajar bukan hanya persoalan
paling menarik terjadi sejak 25 tahun
semantik,
terakhir bahwa guru-guru di berbagai
melainkan
paradigma
perubahan
pembelajaran
yang
sekolah
di
Amerika
melakukan
banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran
transaksi kurikulum dengan para
pendidikan yang berorientasi pada
peserta didiknya. Guru menawarkan
kondisi
berbagai kompetensi pada peserta
demokratis
dan
emansipatoris, dengan memerankan
didiknya, sedang peserta
peserta
lebih
memilih serta menentukan sendiri
dan
pro-aktif
apa yang mereka pelajari dengan
peran
masa
gurunya itu. Implikasinya adalah
istilah
terjadi kajian dari sesama peserta
peserta didik apalagi pembelajar
didik untuk menentukan berbagai
akan selalu mengesankan kondisi
bahan
aktif pada
terdidik
akanmereka pelajari dalam masa
maupun objek didik; oleh karena itu,
tertentu. Inilah yang disebut sebagai
belakangan
curriculum
didik
produktif,progresif dibandingkan lampaunya.
agar
Bagaimana
anak didik,
perencananaan
ini untuk
pengertian memberi
materi
as
pelajaran
transaction
didik
yang
and
curriculum as inquiry.
peluang pada peserta didik-peserta
Kasus
didiknya mengembangkan aktivitas
menggambarkan
ini
benar-benar pembelajaran
219
I Nengah Sudja
demokratis peserta
lantaran
melibatkan
didik dalam menentukan
sering kali disebut sebagai Oemar bakri.
sendiri kompetensi maupun bahan
Istilah professional berasal dari
pelajaran sesuai dengan selera dan
profession, yang mengandung arti
kebutuhan
sama
mereka
sendiri
tanpa
dengan
occupation
atau
paksaan maupun intervensi guru.
pekerjaan yang memerlukan keahlian
Keterlibatan peserta didik seperti ini
yang diperoleh melalui pendidikan
makin
untuk
atau latihan khusus. Ada beberapa
direalisasikan, sehingga dibutuhkan
pengertian yang berkaitan dengan
guru yang benar-benar profesional.
professionalisme
mendesak
yaitu
okupasi,
profesi dan amative, maka para profesional adalah para ahli di dalam
Profesionalisme Guru Suatu
profesionalisme
akan
bidangnya yang telah memperoleh
menjadi taruhan ketika mengahadapi
pendidikan
atau
pelatihan
tuntutan-tuntutan
ketrampilan
yang
khusus
pembelajaran
demokratis karena tuntutan tersebut
dan untuk
pekerjaan itu.
merefleksikan suatu kebutuhan yang
Berbicara masalah profesional
semakin kompleks yang berasal dari
tidak bisa lepas dengan kompetensi;
peserta
sekedar
M. Arifin (1991:105) menegaskan
kemampuan guru menguasai materi
bahwa kompetensi itu bercirikan tiga
pelajaran
kemampuan
didik;
tidak
semata
tetapi
juga
profesional
yakni
kemampuan lainnya yang bersifat
kepribadian guru, penguasaan ilmu
psikhis,
dan
strategis
dan
produktif.
bahan
pelajaran,
serta
Tuntutan demikian ini hanya bisa
ketrampilan mengajar yang disebut
dijawab oleh guru yang professional.
the teaching triad. Hal ini berarti
Oleh karena itu, Sudarwan Danim
antara
(2003:192)
bahwa
memilki hubungan yang erat: profesi
guru
yang
tanpa kompetensi akan kehilangan
pernah
surut,
makna, dan kopetensi tanpa profesi
tuntutan
menegaskan kehadiran
profesional
tidak
karena dalam proses kemanusiaan
paling
diandalkan,
yang
dan
kompetensi
akan kehilangan guna.
dan pemanusiaan, ia hadir sebagai subjek
profesi
Guna memahami profesi, kita harus
mengenali
melalui
ciri-
220
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
ISSN 2087-9016
cirinya.Adapun ciri-ciri dari suatu
masyarakat belajar dalam lingkungan
profesi adalah: (1) memiliki suatu
prfesinya.
keahlian khusus;
(2) merupakan
Ciri-ciri tersebut masih umum,
suatu penggilan hidup; (3) memiliki
karena
belum
teori-teori
bidang
keahlian
yang
universal;
(4)
baku
secara
dengan
tertentu.
Bagi
diri
profesi guru berarti ciri-ciri itu lebih
untuk masyarakat dan bukan untuk
spesifik lagi dalam kaitannya dengan
diri sendiri; (5) dilengkapi dengan
tugas-tugas
kecakapan
pengajaran baik di dalam maupun di
kompetensi memiliki
mengabdikan
dikaitkan
diagnostik yang
serta
aplikatif;
otonomi
melaksanakan
(6)
dalam
dan
luar kelas. Mengenai
kompetensi,
di
(7)
Indonesia telah ditetapkan sepuluh
(8)
kompetensi yang harus dimiliki oleh
mempunyai klien yang jelas; (9)
guru sebagai instructional leader,
mempunyai organisasi profesi yang
yaitu: (1) memiliki kepribadian ideal
kuat; (10) mempunyai hubungan
sebagai
dengan profesi pada bidang-bidang
landasan pendidikan; (3) menguasai
yang
(2013:20)
bahan pengajaran; (4) kemampuan
karakteristik
menyusun program pengajaran; (6)
mempunyai
lain.
pekerjaannya;
pendidikan
kode
etik;
Sudja
menyebutkan
guru;
(2)
penguasaan
profesional
minimum
guru
kemampuan menilai hasil dan proses
berdasarkan
temuan-temuan
hasil
belajar mengajar; (7) kemampuan
adalah: (1) mempunyai komitmen
menyelenggarakan
pada siswa dan prses belajarnya, (2)
bimbingan;
menguasai secara mendalam bahan
menyelenggarakan
belajar atau mata pelajaran serta cara
sekolah; (9) kemampuan bekerja
pembelajarannya; (3) bertanggung
sama dengan teman sejawat dan
jawab memantau hasil belajar peserta
masyarakat; dan (10) kemampuan
didik melalui berbagai cara evaluas;
menyelenggarakan
penelitian
(4)
sederhana
keperluan
mampu
berfikir
sistematis
(8)
untuk
program kemampuan administrasi
tentang apa yang dilkukannya dan
pengajaran. Selanjutnya, dalam pasal
belajar
dari
(5)
8 ayat 3 UU RI No. 14 Tahun 2005
mampu
menjadi
aktif
disebutkan kompetensi sebagai agen
pengalamannya; partisipan
221
I Nengah Sudja
pembelajaran
pada
jenjang
ayat 2: Pendidik merupakan tenaga
pendidikan dasar dan menengah serta
profesional
yang
pendidikan anak usia dini meliputi:
merencanakan
dan
(1)
(b)
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
(c)
kompetensi
professional,
dan
kompetensi sosial.
pembimbingan dan pelatihan, serta penelitian
pengabdian
kepada
menjadi lebih luas lagi dari pada
terutama
proses
perguruan tinggi.
mentranformasikan
pengetahuan, dan
membangun
afeksi,
mengembangkan
fungi
melaksanakan
melakukan
melakukan
Dengan demikian, tugas guru
bertugas
bagi
dan
mayarakat,
pendidikan
di
Ketentuan ini mencakup tipe macam
kegiatan
harus
guru
yaitu
psikomotorik, karena di dalamnya
dilaksanakan
terkandung fungsi-fungsi produksi.
pengajaran,
penelitan,
dan
Guru yang mogok mengajar apapun
pengabdian
masyarakat.Beban
ini
alasannya
counter
tidak ada bedanya denganbeban bagi
productive proses pendidikan dan
dosen. Tiga macam kegiatan tersebut
pembelajaran
secara
merupakan
yang
bermisi
oeh
yang
khierarchy
melambangkan
kemanusiaan universal itu. Dari sisi
tiga upaya berjenjang dan meluas
etika keguruan juga tidak layak
gerakannya.
terjadi sebab figur guru menjadi
melambangkan pelaksanaan tugas
panutan di kalangan masyarakat
rutin,
setidaknya
upaya pengembangan profesi, sedang
bagi
para
peserta
Pengajaran
penelitian
melambangkan
didiknya sendiri. Di sini predikat
pengabdian
guru sebagai pendidikitu berkonotasi
pemberian kontribusi sosial kepada
dengan
masyarakat
tindakan-tindakan
yang
senantiasa memberi contoh yang
akibat
prestasi
yang
dicapai tersebut.
baik dalam semua perilakunya.
Dari ketiga kegiatan tersebut,
Sebagai pendidik, guru harus
terutama penelitian menuntut sikap
profesional sebagaimana ditetapkan
guru
dalam
profesional.
Undang-undang
melambangkan
Sitem
Pendiidkan Nasional bab IX pasal 39
adalah
dinamis
sebagai
Seorang
seorang
seorang
profesional yang
terus
222
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
ISSN 2087-9016
menerusberkembang atau trainable.
pengalaman baru baik pengetahuan
Untuk mewujudkan keadaan dinamis
maupun ketrampilan, (3) adanya
ini pendidikan guru harus mampu
perubahan perilaku yang dimilikinya.
membekali kemampuan kreativitas,
Hal ini merupakan gerakan dua
rasionalitas,
keterlatihan
memecahkan
masalah,
arah, yaitu gerakan profesional dari
dan
guru dan gerakan emosional dari
kematangan emosionalnya. Semua
peserta didik. Apabila yang bergerak
bekal ini dimaksudkan mewujudkan
hanya satu pihak tentu tidak akan
guru yang berkualitas sebagai tenaga
berhasil, yang dalam istilah sehari-
profesional
hari disebut bertepuk sebelah tangan.
yang
sukses
dalam
menjalankan tugasnya. Keberhasilan
Sehebat-hebatnya potensi guru selagi guru
dapat
tidak direspons positif oleh peserta
ditinjau dari dua segi proses dan dari
didik, pasti tidak berarti apa-apa. Jadi
segi hasil. Dari segi proses, guru
gerakan
berhasil bila mampu melibatkan
mensukseskan pembelajaran antara
sebagian besar peserta didik secara
guru dan peserta didik itu sebagai
aktif baik fisik, mental maupun
gerakan sinergis.
sosial dalam proses pembelajaran, juga
dari
gairah
mengajarnya
dan
serta
semangat
adanya
dua
arah
dalam
Bagi guru yang profesioanl, dia harus
memiliki
kriteria-kriteria
rasa
tertentu yang positif. Gilbert H. Hunt
percaya diri. Sedangkan dari segi
menyatakan bahwa guru yang baik
hasil, guru berhasil bila pembelajaran
itu harus memenuhi tujuh kriteria:
yang
mampu
(1) sifat positif dalam membimbing
mengubah perilaku pada sebagian
peserta didik, (2) pengetahuan yang
besar peserta didik ke arah yang
mamadai dalam mata pelajaran yang
lebih
dibina, (3)
diberikannya
baik.
Sebaliknya,dari
sisi
mampu menyampaikan
peserta didik, belajar akan berhasil
materi pelajaran secara lengkap, (4)
bila memenuhi tiga persyaratan: (1)
mampu
belajar merupakan sebuah kebutuhan
pembelajaran,
peserta didik, dan (2)ada kesiapan
memberikan harapan riil terhadap
untuk
peserta didik, (6) mampu mereaksi
belajar,
memperoleh
yakni
kesiapan
menguasai (5)
metodologi mampu
pengalaman-
223
I Nengah Sudja
kebutuhan peserta didik, (7) mampu
masukannya dapat dipadukan dengan
menguasi manajemen kelas.
keseluruhan proses belajar.
Disamping itu, ada satu hal
Terkait dengan suasana yang
yang perlu mendapatkan perhatian
nyaman ini, perlu dipikirkan oleh
khusus bagi guru yang profesional
guru
yaitu kondisi nyaman lingkungan
menciptakan situasi pembelajaran
belajar
yang
yang
maupun
baik
psikis.
secara
fisik
Undang-undang
yang
bisa
profesional
yaitu
menumbuhkan
kesan
hiburan. Mungkin semua peserta
Sistem Pendidikan Nasional pasal 40
didik
ayat 2 bagian 2 di muka menyebut
mayoritas
dengan
belajar. Bagi mereka belajar adalah
istilah
menyenangkan.
Demikian
juga
E.
(2002:187)
menegaskan,
menyukai
hiburan,
mereka
jenuh
tetapi dengan
Mulyasa
membosankan, menjenuhkan, dan di
bahwa
dalam kelas seperti di dalam penjara.
tugas guru yang paling utama adalah
Dari evaluasi yang didasarkan pada
bagaimana
pengamatan
mengkondisikan
lingkungan
maka
belajar
yang
dibutuhkan
adanya
agar
dapat
pembelajaran
yang
menyenangkan, membangkitkan
ini,
bernuansa
menghibur. Nuansa pembelajaran ini
semua peserta didik sehingga timbul
menjadi “pekerjaan rumah”bagi para
minat dan nafsunya untuk belajar.
guru
Adapun Bobbi Deporter dan Mike
profesional.
(2002:24)
ingin
proses
tahu
Hernachi
rasa
sangat
khususnya
guru
yang
menyarankan
agar memasukkan musik dan estetika
SIMPULAN
dalam pengalaman belajar peserta
Pembelajaran yang demokratis
didik, karena musik berhubungan
yang membawa misi pembebasan
dan mempengaruhi kondisi fisiologis
bagi
peserta
didik yang diiringi musik
mewujudkan model pendidikan yang
membuat pikiran selalu siap dan
emansipatoris itu dibutuhkan guru
mampu berkonsentrasi.dalam situasi
yang professional, yakni guru yang
otak kiri sedang bekerja, masuk akan
mencerminkan
membangkitkan reaksi otak kanan
yang dibutuhkan pembelajaran baik
yang intuitif dan kreatif sehingga
terkait dengan bidang keilmuan yang
peserta
didik
berbagai
untuk
keahlian
224
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 3, Nomor 2, Juli 2013
diajarkan,”kepribadian”, metodologi, pembelajaran,
maupun
psikologi
belajar.
DAFTAR PUSTAKA Aldridge, J And Renetta Soldman. (2002) Current issues and trends in education. Boston. USA: Allya And Baron. Arifin, M. (1991). Kapita selekta pendidikan islam dan umum. Jakarta: Bumi Aksara. Bobbi, D. dan Mieke Hernachi. (2002). Quantum learning membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan. Bandung: Kaifa. Djohar. (2003). Pendidikan strategik alternatif untuk pendidikan masa depan. Yogyakarta: LESFI. Donald, P. Kauchosck And Paul D. Eggen. (1998). Learning and teaching research basid methods. baston: Allya And Baron. Freire, P. (2002). Politik pendidikan dan kebudayaan, kekuasaan dan pembebasan. Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar dengan ead. Kuntoro, A. (1985). Dimensi manusia dalam pemikiran indonesia. Yogyakarta: CV Bur Cahaya.
ISSN 2087-9016
Mulyasa, E. (2005). Menjadi kepala sekolah profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Nasution, S. (1999). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Rosyada, D. (2004). Paradigma pendidikan demokratissebuah pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Sudarwan, D. (2003) .Agenda pemabruan sistem pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudja, N. (2013). Pengaruh kompetensi, kepemimpinan diri, sistem penghargaan, lingkungan kerja terhadap komitmen pada profesi dan profesionalisme guru (Disertasi). Surabaya: Pascasarjana Untag Surabaya. Tilaar, H. A. R. (2000). Paradigma baru pendidikannasional. Jakarta: PT Rineka Cipta. Undang-undang republik indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Jakarta: Tamita Utama. Undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Ttp: Pustaka Widyatama, Tt.
Masstlon, M. (1972). Tracking from command to discovery. California: Wadsworth Publishing Company.
225