Jurnal EducatiO Vol. 8 No. 2, Desember 2013, hal. 123-150
PEMBELAJARAN BERBICARA (Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sikur ) Muh. Irfan STKIP Hamzanwadi Selong, email:
[email protected]
ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya fakta bahwa siswa kurang termotivasi untuk berbicara dan masih rendahnya kemampuan berbicara dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Agar siswa dapat memiliki keterampilan berbicara maka guru memerlukan strategi dan metode pembelajaran yang efektif. Teori yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini adalah teori tentang Pembelajaran, Persepsi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan Pembelajaran Berbicara. Strategi penelitian yang digunakan adalah Studi Kasus. Lokasi penelitian yaitu SMA Negeri 1 Sikur. Proses analisis penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan langkahlangkah: (1) membuat catatan lapangan lengkap, setiap selesai melaksanakan pengumpulan data. (2) mengatur data untuk memudahkan analisis, mengurutkan sesuai dengan tahapan, mengelompokkan sesuai dengan tema ( masalah ) dan memberi kode. (3) membuat reduksi data yaitu merumuskan pengertian secara singkat berupa pokokpokok temuan yang penting. (4) menyusun sajian data berupa deskripsi (cerita) sistematis. (5) menarik simpulan dan melakukan verifikasi berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran berbicara pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Sikur telah sesuai dengan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menekankan pada kompetensi lain untuk berlatih berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar, memberikan jam tambahan, banyak menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran. Kata kunci: pembelajaran, berbicara
PENDAHULUAN Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SMA. Pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia merupakan hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan di Indonesia pada saat ini tentunya juga harus menyesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 123
Muh. Irfan
Melalui pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia siswa dapat memperoleh keahlian praktis untuk berkomunikasi baik lisan (mendengarkan dan berbicara) maupun tulis (membaca dan menulis). Dengan demikian pembelajaran bahasa Indonesia harus dikembalikan pada kedudukan yang sebenarnya, yaitu sudah tidak lagi menekankan pada kemampuan siswa untuk menguasai seperangkat pengetahuan tentang bahasa melainkan harus menekankan pada kompetensi siswa untuk menggunakan seperangkat bahasa sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun tulis.
Ternyata untuk mencapai kompetensi yang diharapkan tidak semulus seperti yang diharapkan. Untuk mencapai kompetensi komunikasi lisan melalui pembelajaran berbicara misalnya, masih banyak kendala yang dihadapi baik oleh guru maupun siswa. Dalam kenyataannya banyak siswa yang suka berbicara berjam-jam di kantin, di taman sekolah, atau di manapun di luar jam pembelajaran tetapi kadang-kadang tidak dapat berbicara dengan lancar apabila disuruh bercerita kepada temannya di depan kelas. Apabila ditanya mengapa para siswa tidak dapat berbicara dengan lancar selancar bila berbicara pada waktu di kantin, mereka menjawab takut akan ditertawakan temannya, takut bahwa dirinya akan menjadi tontonan orang, takut bahwa apa yang akan disampaikan tidak pantas untuk dikemukakan, takut bahwa dirinya mungkin membosankan bagi pendengar, malu, dan ada pula yang mengatakan kurang percaya diri, dan sebagainya.
Dari permasalahan di atas ternyata ada hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja dan sangat penting bagi berlangsungnya pembelajaran berbicara yaitu tentang keberanian. Banyak siswa yang takut berbicara di kelas sehingga hal ini akan menghambat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Jangankan untuk berbicara di kelas untuk sekedar bertanya saja mereka tidak berani.
Keadaan tersebut banyak dialami oleh siswa dan sebagian besar guru bahasa SMA Negeri 1 Sikur. Secara umum guru bahasa Indonesia mengeluh karena mengalami kesulitan dalam memotivasi siswa untuk berani berbicara. Meskipun dengan berbagai cara dan berulang-ulang guru memberi motivasi, keberanian siswa belum menunjukkan 124
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
hasil seperti yang diharapkan. Pada tataran yang lebih rendah, misalnya menjawab pertanyaan atau menceritakan pengalamannya sendiri pun siswa masih mengalami hambatan. Pada umumnya para guru mengeluhkan sulitnya dan kegagalannya dalam menugasi siswa untuk berbicara. Walaupun demikian keadaannya tetapi kebaikan dan keberhasilan tetap ada, hal ini dibuktikan bahwa pada saat siswa mengikuti berbagai lomba baik itu pada tingkat Kecamatan, kabupaten, maupun propinsi siswa-siswa SMA Negeri 1 Sikur tidak pernah tertinggal. Siswa-siawa tersebut sering juga mendapatkan kejuaraan dalam lomba presentasi produk unggulan dalam penjualan, debat Bahasa Indonesia, debat Bahasa Inggris dan sebagainya yang banyak menggunakan keterampilan berbicara atau berkomunikasi.
Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sikur khususnya terkait dengan pembelajaran Bahasa Indonesia diketahui bahwa guru Bahasa Indonesia mempunyai persepsi yang berbeda dalam menerima Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana beberapa guru mempunyai persepsi yang positif tentang perubahan KTSP dengan harapan adanya KTSP mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, sementara masih ada guru yang menganggap bahwa perubahan kurikulum merupakan hal yang biasa.
Adanya KTSP ternyata beberapa guru belum siap, sehingga beberapa guru belum mampu mengembangakan kurikulum dan silabus kedalam RPP, yang sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah.
Ketidak siapan guru tersebut berakibat pada belum
tersedianya RPP yang sesuai. RPP yang digunakan saat ini merupakan RPP yang dibuat oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia, yang mana guru belum mampu untuk mengubah RPP sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah masingmasing.
Pelaksanaan pembelajaran berbicara khususnya di SMA Negeri 1 Sikur belum sepenuhnya mengacu pada RPP yang dibuat, sehingga standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam RPP tidak dapat tercapai, demikian pula
125
Muh. Irfan
dengan metode pembelajaran, media pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan oleh guru sering tidak berpedoman pada RPP.
Selain RPP dan pelaksanaan pembelajaran berbagai kendala yang dihadap dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara, diantaranya adalah faktor yang datang dari guru yaitu: (1) Guru kurang antusias memberikan latihan keterampilan berbicara karena sulit dan rumit dalam melakukan penilaian kepada siswa yang jumlahnya relatif banyak yaitu 40 siswa tiap kelas; (2) Guru kurang antusias memberikan pelajaran berbicara karena pada kenyataannya Tes ulangan semester, tes kenaikan kelas dan tes kelulusan berbentuk tes tertulis bukan tes lisan sehingga membelajarkan berbicara dianggap tidak perlu secara tersendiri atau terpisah. Pada kenyataannya hanya siswa-siswa tertentu yang berani berbicara di depan kelas melaksanakan tugas dengan baik sedangkan sebagian besar siswa tidak berani tampil di kelas, sehingga dengan demikian pembelajaran berbicara praktis tidak dapat berlangsung dengan baik.
Adanya persepsi guru yang berbeda, belum mampunya guru dalam menyusun RPP, adanya pelaksanaan pembelajaran yang belum sesuai dengan RPP tersebut melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian pada siswa SMA Negeri 1 Sikur kelas X. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; rencana pelaksanaan pembelajaran berbicara yang dibuat oleh guru; pelaksanaan pembelajaran berbicara oleh guru; kendala yang dihadapi oleh guru; dan cara-cara guru SMA Negeri 1 Sikur mengatasi kesulitan –kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran berbicara.
Pembelajaran adalah suatu proses hubungan mengajar dan belajar antara peserta didik dan guru. Tugas dan tanggung jawab utama seorang pengajar adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara guru dan peserta didik.
Pengertian pengelolaan pembelajaran adalah suatu upaya untuk mengatur (mengelola dan mengendalikan) aktivitas pembelajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip126
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
prinsip pembelajaran untuk mensukseskan tujuan pembelajaran agar tercapai secara lebih efektif, efisien, dan produktif yang diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan, diakhiri dengan penilaian. Penilaian tersebut pada akhirnya akan dapat dimanfaatkan sebagai feedback (umpan balik) bagi perbaikan pembelajaran lebih lanjut. Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Dilihat dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (behavorial science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert mager yang menulis buku yang berjudul “preparing instructional objective” pada tahun 1962. selanjutnya diterapkan secara meluas pada tahun 1970 diseluruh lembaga pendidikan termasuk di Indonesia. Penuangan tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan belajar, tetapi dari segi efisiensi diperoleh hasil maksimal. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui penuangan tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut (Uno, 2007: 34): 1. Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat. 2. Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit. 3. Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya disajikan dalam setiap jam pelajaran. 4. Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat. Artinya, peletakan masing-masing materi pelajaran akan memudahkan siswa dalam mempelajari isi pelajaran. 5. Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar mengajar yang paling cocok dan menarik. 6. Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun bahan dalam keperluan belajar. 7. Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar. 8. Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas. 127
Muh. Irfan
Banyak pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan di samping ada perbedaan sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962 dalam Uno, 2007: 35) misalnya memberikan pengertian tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang konkrit serta dapat dilihat dan fakta yang tersamar. Definisi ketiga dikemukakan oleh Fred Percival dan Hery Elington (1984 dalam Uno, 2007: 35) yakni tujuan pembelajaran adalah suatu pertanyaan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
Menurut Uno (2007: 35) tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada salah satu kawasan dari taksonomi. Benyamin S. Bloom dan D. Krathowhl (1964 dalam Uno, 2007: 35) memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yakni kawasan (1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor. Tujuan pembelajaran ini tidak bisa terlepas dengan adanya kurikulum yang memadai.
Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan (Zamroni, 2003: 129). Rencana nilai pengetahuan dan keterampilan yang hendak ditransfer kepada peserta didik selanjutnya dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal yang harus dikuasai seorang peserta didik di sekolah yang bersangkutan untuk menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan.
Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi dan pengalaman belajar dan penilaian 128
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
yang berbasis potensi kondisi peserta didik (Sisdiknas, 2003 : 3). Kurikulum adalah suatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan tentang manusia atau warga negera yang akan dibentuk. Kurikulum merupakan serangkaian pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak (potential Carrl Culum) (Nasution, 2003 : 8).
Menurut Schubert (1986) dalam Ella Yulaelawati (2004: 26) mengemukakan pemahaman tentang kurikulum merentang dari pemahaman sederhana kurikulum sebagai mata pelajaran, ke kurikulum sebagai kecakapan hidup”.
Kurikulum sebagai mata pelajaran merupakan pemahaman yang menghubungkan kurikulum dengan daftar mata pelajaran yang diajarkan. Kurikulum sebagai program kegiatan yang direncanakan artinya perencanaan ruang lingkup, urutan, keseimbangan mata pelajaran, teknik mengajar, cara cara memotivasi siswa, dan hal-hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya dalam pelajaran.
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disusun oleh BSNP, terdapat empat komponen yaitu: (Tujuan pendidikantingkat satuan pendidikan; (2) struktur dan muatan KTSP; (3) kalender pendidikan, dan; (4) silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran (Masnur Muslich, 2008: 29)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dan Peratuaran Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang mengamanatkan tersusunnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
129
Muh. Irfan
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masingmasing. Sedangkan tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian wewenang kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Menurut Mulyasa (2006: 20) yang menyatakan bahwa ”Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi”. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisiensi, dan pemerataan pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang
memberikan
otonomi
kepada
sekolah
dan
satuan
pendidikan
untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masingmasing.
Pembelajaran bahasa Indonesia menurut kurikulum terbaru ( KTSP ) menitik beratkan pada terwujudnya siswa yang menguasai empat
keterampilan berbahasa, yaitu
keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut memiliki keterkaitan yang erat satu dengan yang lainnya.Walaupun demikian, masing-masing keterampilan tetap mempunyai wilayah dan kemandirian sendiri. Hal itu dapat terlihat dari gerakan-gerakan otak yang sedang bekerja. Ternyata bagian otak
130
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
yang bekerja akan berbeda-beda apabila yang diuji itu sedang membaca, menyimak, berbicara atau berpikir tentang arti suatu kata (Cavendish, 1995: 62).
Berbicara merupakan wujud dari aktivitas lisan dalam komunikasi. Komunikasi yang efektif tidak hanya berkaitan dengan apa yang dikatakan seseorang, tetapi juga pada bagaimana ia mengatakannya. Hal ini menyangkut masalah bahasa dan non kebahasaan. Maidar dan Mukti (1987: 17-22) menjelaskan beberapa faktor sebagai penunjang keefektifan berbicara yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi: ketepatan ucapan; penempatan tekanan, nada, durasi yang sesuai; pilihan kata; dan ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi: sikap yang wajar,tenang,dan tidak kaku; pandangan pada lawan bicara; kesediaan menghargai pendapat orang lain; gerak-gerik dan mimik yang tepat; kenyaringan suara; kelancaran; penalaran; dan penguasaan topik.
Tindakan berbicara bukanlah suatu kegiatan berupa warisan yang diturunkan dari orang tua. Berbicara adalah suatu kegiatan keterampilan yang harus dipelajari dan berbicara digunakan untuk bermacam-macam fungsi sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh penutur, misalnya : untuk menyatakan informasi faktual (mengidentifikasikan, melaporkan, menanyakan, mengoreksi), menyatakan sikap intelektual (menyatakan setuju atau tidak setuju, menyanggah, dan sebagainya), menyatakan sikap moral (meminta maaf, menyatakan penyesalan, penghargaan dan sebagainya), menyatakan perintah (mengajak, mengundang, memperingatkan, dan sebagainya).
Seperti yang dikatakan Tarigan bahwa berbicara itu lebih dari hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi
atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Tarigan 1993: 15).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan menyatakan
bunyi-bunyi serta
artikulasi
menyampaikan
atau pikiran, 131
kata-kata gagasan
untuk dan
mengekspresikan, perasaan
serta
Muh. Irfan
mengkomunikasikannya kepada orang lain. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan penjedaan. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka proses berbicara ini dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disususn serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Tarigan, 1993: 15). Untuk itu berbicara sangatlah penting dan merupakan keterampilan berbahasa yang menunutut seseorang dapat menghasilkan sesuatu ungkapan atau ide dari buah pikiran dan dilontarkan dengan kat-kata. Untuk dapat memiliki keterampilan berbicara, orang tidak cukup hanya menguasai kosa kata saja tetapi perlu memiliki pengalaman dari membaca, pengalaman berbicara didepan orang banyak juga menguasai teknik sehingga apa yang disampaikan mudah dimengerti oleh lawan bicara.
Kemampuan berbicara dipandang sebagai keterampilan karena memperolehnya perlu dipraktekkan atau selalu digunakan. Hanya melalui praktik dan latihan-latihan berbicara secara memadai, maka kemampuan siswa dalam berbicara dapat meningkat (Mark D.Offiner 2001 : 2)
Berbicara merupakan aktifitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa yaitu setelah aktifitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang didengarkannya, kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu berbicara.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Lebih jauh dikatakan berbicara merupakan instrument yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah pembicara memahami atau tidak, baik bahasa pembicaranya maupun penyimaknya. Jadi berbicara merupakan sebuah sarana untuk menuangkan gagasan atau ide kepada pendengar.
132
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
Pembelajaran berbicara tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia karena sesuai dengan kedudukan dan fungsinya pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berbagai peristiwa komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.
Pembelajaran berbicara harus dilaksanakan dengan menciptakan situasi belajar yang mungkinkan siswa dapat mengembangkan berbicara semaksimal mungkin. Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan harus senantiasa memberikan kesempatan siswa untuk berlatih berbicara karena keterampilan berbicara hanya dapat dikuasai dengan baik apabila pembicara diberi kesempatan berlatih sebanyak-banyaknya.
Beberapa prinsip yang diterapkan dalam pembelajaran berbicara adalah: 1. Memberikan kesempatan berbicara sebanyak-banyaknya. Hal ini perlu latihan praktik yang dilaksanakan secara teratur dan terarah. Jadi, siswa tidak hanya mengetahui teori berbicara, melainkan mereka berlatih menerapkan teori tersebut ke dalam kondisi sealamiah mungkin. 2. Latihan berbicara dijadikan bagian yang integral dari program pembelajaran seharihari. Karena itu perlu adanya koordinasi antara guru bahasa Indonesia dengan guru mata pelajaran lain dalam hal memberi kesempatan berlatih berbicara kepada para siswa sehingga siswa secara aktif berlatih berbicara dalam suatu komunikasi sewajarnya. 3. Dapat menumbuhkan kepercayaan diri. Salah satu hambatan yang dihadapi seorang siswa adalah kurangnya rasa percaya diri. Latihan berbicara yang dilaksanakan secara teratur sangat berguna bagi pembinaan rasa percaya diri kepada para siswa. Upaya meningkatkan rasa percaya diri pada waktu berbicara dengan cara : (1) Berusaha menguasai apa yang akan disampaikan kepada para pendengar; (2) Menyusun masalah yang akan disampaikan secara sistematis sehingga menjadi suatu yang menarik bagi lawan bicaranya; (3) Meyakinkan diri bahwa apa yang akan disampaikan itu adalah hal yang benar dan penting serta bermanfaat bagi pendengar. Keyakinan ini akan menjadikan pembicara lebih berani tampil di depan pendengar sehingga rasa percaya diri akan lebih mantap; (4) Berpikir secara terbuka, 133
Muh. Irfan
santai, serta memandang pendengar sebagai pihak yang tidak lebih tahu tentang hal yang akan disampaikan.. Justru pendengar perlu diberi tahu tentang apa yang akan dibicarakannya itu ( Depdiknas, 2004:81-82) 4. Guru dalam memilih dan menentukan materi pembelajaran berbicara seharusnya menyesuaikan dengan butir-butir materi yang digariskan dalam kurikulum. Selain itu, pemilihan materi seharusnya disesuaikan pula dengan tingkat kelas siswa serta situasi dan kondisi yang melingkupi. Semua materi berbicara di atas dipadukan dengan keterampilan berbahasa lainnya yaitu menyimak, membaca, dan menulis.
Kelengkapan dalam periapan mengajar merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses penyusunan berbagai keputusan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut tercantum dalam kurikulum yang berupa penguasaan terhadap kompetensi dasar tertentu oleh peserta didik, sehingga akan memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dalam kurikulum (KTSP), perencanaan pembelajaran dapat berwujud (1) Penjabaran Kurikulum Bahasa Indonesia, (2) Menyusun program semester, (3) Menyusun Silabus Bahasa Indonesia, (4) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Mengacu pada Kurikulum dan Standar Kompetensi, khususnya pada kemampuan berbicara untuk siswa kelas X adalah : 1. Untuk kelas X semester 1 Standar Kompetensi1: mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita. Dengan Kompetensi Dasar : (1) memperrkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan intonasi yang tepat. (2) mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikal, atau buku). (3) menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.
134
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
Standar Kompetensi 2: membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Dengan Kompetensi Dasar: (1) mengemukakan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari cerita pendek melalui kegiatan diskusi. (2) menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi.
2. Untuk kelas X semester 2 Standar Kompetensi 1: mengungkapkan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber. Dengan Kompetensi Dasar : (1) memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik. (2) memerikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau nelektronik.
Standar Kompetensi 2: mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi. Dengan Kompetensi Dasar : (1) membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui diskusi. (2) menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial, budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sikur Kec. Sikur Kab. Lombok Timur NTB 2012. Data yang diambil adalah berupa kata-kata tertulis atau lisan serta perilaku yang diamati dari objek penelitian. Data yang dikumpulkan harus dapat menggambarkan atau melukiskan objek yang diteliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Sumber data peneltian ini, yakni informan, aktivitas pembelajaran, serta arsip dan dukumentasi. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam, simak-catat, dan observasi. Data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan model analisis interaktif, yakni pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan simpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Guru SMA Negeri 1 Sikur mempunyai persepsi yang positif terhadap KTSP, peran guru telah dimulai sejak sosialisasi oleh kepala sekolah. Berbagai tanggapan guru 135
Muh. Irfan
pada acara sosialisasi KTSP dapat dijelaskan bahwa pada prinsipnya guru kelas X SMA Negeri 1 Sikur menyambut baik rencana
perubahan
kurikulum dari
kurikulum 2004 menjadi KTSP, karena guru beranggapan bahwa kurikulum 2004 merupakan konsep dari pusat yang kurang mempertimbangkan aspek
kondisi
peserta didik yang ada, selain itu guru mempunyai harapan dengan KTSP pelaksanaan pembelajaran dapat seirama dengan lingkungan sekolah dan kondisi peserta didik yang ada (CL. 01)
Sikap positif dan antusias guru terhadap pelaksanaan KTSP, mendorong guru untuk mendukung dengan mengembangkan dan merencanakan KTSP, sikap guru tersebut ditunjukkan dengan kegembiraan guru pada saat menerima undangan sosialisasi KTSP. Kegembiraan guru disebabkan oleh harapan guru tentang KTSP, dimana KTSP
merupakan kurikulum yang luwes yang mengacu pada kondisi sekolah
masing-masing. Dengan adanya KTSP tersebut guru mempunyai harapan bahwa peserta didik akan lebih mudah menyerap materi pelajaran, karena metode dan pendekatan yang digunakan oleh guru sesuai dengan kondisi peserta didik (CL. 02)
Peran guru dalam pengelolaan KTSP di tunjukkan dalam kegiatan guru dalam menindaklanjuti sosialisasi dari kepala sekolah. Guru kelas X selalu siap untuk melaksanakan tugas
dan ditunjuk sebagai
tim
penyusun.
Guru mempunyai
anggapan bahwa dengan pelaksanaan KTSP yang lebih ceapat akan lebih baik, karena dalam proses pembelajaran metode dan pendekatan telah disesuaikan oleh guru. Di samping itu karena guru sendiri yang menyusun silabi dan RPP, tentunya guru lebih memiliki rasa tanggungjawab (CL. 03)
Guru SMA Negeri 1 Sikur berperan pula dalam mempersiapkan pelaksanaan dalam masa transisi kurikulum 2004 ke KTSP dengan berbagai kegiatan antara lain: menyusun dan
mengembangkan silabus dan RPP. Peran aktif guru tersebut
ditunjukkan dengan semangat guru yang langsung bekerja sesuai dengan tugas masing-masing khususnya dalam menyusun dan mengembangkan silabi dan RPP
136
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
berdasarkan KTSP. Dalam penyusunan dan pengembangan silabus dan RPP guru tetap mengacu pada Standar Kompetensi seperti pada kurikulum 2004 (CL. 04)
Guru mempunyai pendapat bahwa KTSP akan dilaksanakan pada tahun pelajaran 2007/2008, maka semua guru
sebagian besar pada bulan Mei 2007,
telah
menyusun silabi dan RPP. Kesiapan guru tersebut tidak terlepas dari keputusan kepala sekolah yang memberikan batasan waktu paling lambat bulan Mei 2007, menurut guru untuk mempersiapkan KTSP sebenarnya tidak sulit karena KTSP sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum 2004, hanya dalam KTSP guru diharapkan membuat silabi dan RPPnya lebih rinci dan disesuaikan dengan kondisi peserta didik”.
Dengan kebebasan guru untuk menjabarkan kurikulum sesuai dengan kondisi peserta didik, ternyata guru lebih optimis dapat mencapai standar kompetensi yang telah
ditetapkan, hal ini atas
pembelajaran
pertimbangann
di sekolah akan terasa
bahwa dengan KTSP proses
lebih enak, apalagi guru diberikan
kepercayaan untuk menentukan sendiri metode dan pendekatan serta tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, pernyataan tersebut diungkapkan oleh “H” (CL. 06) yang menyatakan bahwa: “Dengan KTSP guru akan lebih merasa senang karena peran guru dalam keterlibatan pembelajaran semakin besar, mulai dari menjabarkan silabi dan RPP serta standar kompetensinya. Berbeda dengan kurikulum 2004 di mana pada kurikulum 2004 terkadang guru kurang sreg dalam menyampaikan materi karena materi tersebut dianggap kurang cocok dengan kondisi peserta didik”. Kelebihan KTSP terletak pada peran guru dalam menentukan silabi dan RPP, kebebasan dengan mengembangkan silabi dan RPP tersebut dianggap hal yang baru bagi guru, sehingga guru merasa lebih “di uwongke” dalam ikut membentuk karakter peserta didik. Secara otomatis, guru berkewajiban dengan mendidik anak dan membentuk karakter anak, wajar kalau guru membuat acuan dan rencana sendiri yang sesuai dengan kondisi anak-anak, di samping itu yang tahu persis tentang kondisi anak adalah guru, jadi tentunya gurulah yang lebih berhak untuk menentukan penjabaran silabus dan RPP sehingga bisa cocok (CL. 07) 137
Muh. Irfan
Kebebasan guru dalam mengembangkan kurikulum dan RPP dinilai merupakan upaya untuk meningkatkan peran guru dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik yang memiliki tanggungjawab
dalam mendorong keberhasilan siswa secara
individual. Dengan KTSP guru merasa lebih memiliki peran dalam mendorong keberhasilan siswa secara individual, karena KTSP menuntut penerapan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik, yang terpenting bagi guru adalah bagaimana guru dapat menyusun silabi dan RPP dengan baik dan sesuai dengan kondisi peserta didik (CL. 08)
Respons positif dan peran guru terhadap KTSP ditunjukkan oleh beberapa guru dimana sejak adanya sosialisasi KTSP pada bulan Nopember tahun 2006, guru-guru di SMA Negeri 1 Sikur, khususnya guru yang mengajar di klas X mulai bekerja untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP, Haryati selaku ketua tim penyusun KTSP sangat gembira dengan respon guru. Sikap positif yang ditunjukkan oleh guru tersebut disebabkan adanya kebebasan guru untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi masing-masing, dan diberikan kebebasan untuk memilih metode dan pendekatan yang dianggap tepat bagi guru itulah yang menyebabkan guru merasa mendapatkan penghargaan. (CL. 09)
Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa persepsi guru SMA Negeri 1 Sikur terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pada prinsipnya semua guru mempunyai persepsi yang positif, hal tersebut dibuktikan dengan keseriusan guru dalam mengembangkan kurikulum dan silabus ke dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran yang dapat diselesaikan sebelum tahun pelajaran baru sejak diberlakukaannya KTSP. Tanggapan positif tersebut timbul karena dengan KTSP guru mempunyai kebebasan untuk mengeskpresikan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan karakteristik siswa.
2. Perencanaan Pembelajaran berbicara 138
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
Perencanaan pembelajaran berbicara yang dibuat oleh guru SMA Negeri 1 Sikur dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum dan silabus. Rencana pembelajaran disusun dalam bentuk Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP) (lampiran 3) dibuat persemester dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengidentifikasikan standar kompetensi dan kompetensi dasar; (2) merumuskan indikator; (3) menentukan tujuan pembelajaran; (4) menentukan metode dan teknik pembelajaran; (5) menentukan materi pembelajaran; (6) menyusun daya dukung lainnya; dan (7) menyusun evaluasi pembelajaraan, hal ini disampaikan oleh Bambang Kurniawan (CL 10)
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pelajaran berbicara dibuat dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga pendidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan target yang hendak dicapai pada akhir pembelajaran. Standar kompetensi tersebut merupakan ukuran dari keberhasilan proses pembelajaran yang selanjutnya diuraikan dalam bentuk kompetensi dasar. Dari kompetensi dasar tersebut guru Bahasa Indonesia merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran. (CL. 11). Semua RPP yang disusun oleh guru Bahasa Indonesia menunjukkan identitas yang meliputi mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun pembelajaran.
Identitas tersebut bertujuan untuk mengetahui mata pelajaran apa yang akan diuraikan di dalam RPP. Dengan adanya identitas mata pelajaran tersebut selanjutnya guru merinci dalam satuan-satuan pelajaran yang sesuai di dalam identitas tersebut, sekaligus dicantumkan kelas, semester, dan tahun pembelajaran. Hal ini bertujuan agar guru dapat mengetahui dengan mudah jenis RPP yang akan dibuat (CL. 11).
139
Muh. Irfan
Terkait dengan identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut wakasek kurikulum (CL. 07) mangatakan bahwa: ”....sebelum menyusun standar kompetensi dan kompetensi dasar merumuskan indikator tujuan pembelajaran metode dan lain sebagainya terlebih dahulu setiap guru diwajibkan menuliskan identitas yang meliputi mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun ajaran, hal tersebut dimaksudkan agar dapat membantu guru dalam membuat rincian RPP”. Penyusunan RPP Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Sikur dilakukan oleh MGMP (Musyawarah
Guru
Mata
Pelajaran)
atau
teman
sejawat
dengan
tetap
mempertimbangkan aspek situasi dan kondisi saat ini, dengan tetap mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan. Meskipun dilapangan masih ada juga guru yang tampak kurang profesional dalam
menyusun desain pembelajaran sebagaimana
dikatakan oleh ”B” bahwa ”masih ada guru yang menghendaki agar perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dibuat secara utuh tanpa reserve oleh pengurus MGMP dengan alasan demi keseragaman perangkat pembelajaran”.
Penyusunan standar kompetensi dan kompetensi dasar khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia dituntut adanya pemahaman guru terhadap kurikulum, karena dengan memahami kurikulum berdasarkan Standar Nasional Pendidikan seorang guru dapat menjabarkan atau mengembangkan kurikulum tersebut dalam silabus yang benar. Pemahaman kurikulum tersebut terkait dengan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Karena adanya pemahaman tentang standar-standar tersebut maka kemungkinan penyusunan silabus dan RPP akan bergeser dari ketentuan yang telah ditetapkan.
Langkah dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Berbicara, dimulai dari identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK dan KD), merumuskan indikator, menentukan tujuan pembelajaran dll, hingga sampai menentukan evaluasi pembelajaran. 140
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
KTSP memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi sekolah yang ada, kebebasan guru untuk menjabarkan kurikulum sesuai dengan kondisi peserta didik, ternyata guru lebih optimis dapat mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan, hal ini atas pertimbangann bahwa dengan KTSP proses pembelajaran
di sekolah akan terasa
lebih enak, apalagi guru
diberikan kepercayaan untuk menentukan sendiri metode dan pendekatan serta tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, pernyataan tersebut diungkapkan oleh ”A” guru Bahasa Indonesia (CL. 11) yang menyatakan bahwa: “Dengan KTSP guru akan lebih merasa senang karena peran guru dalam keterlibatan pembelajaran semakin besar, mulai dari menjabarkan silabi dan RPP serta standar kompetensinya. Berbeda dengan kurikulum 2004 di mana pada kurikulum 2004 terkadang guru kurang sreg dalam menyampaikan materi karena materi tersebut dianggap kurang cocok dengan kondisi peserta didik”. Kelebihan KTSP terletak pada peran guru dalam menentukan silabi dan RPP, kebebasan dengan mengembangkan silabi dan RPP tersebut dianggap hal yang baru bagi guru, sehingga guru merasa lebih ikut ”handarbeni” dalam
membentuk
karakter peserta didik. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan Informan ”C” (CL. 03) yang menyatakan bahwa: “Ya secara otomatis, kita itu kan guru yang tentunya berkewajiban dengan mendidik anak dan membentuk karakter anak, wajar kalau kita membuat acuan dan rencana sendiri yang sesuai dengan kondiri anak-anak, di samping itu kan yang tahu persis tentang kondisi anak kan guru, jadi tentunya gurulah yang lebih berhak untuk menentukan penjabaran silabi dan RPP sehingga bisa cocok”. Kebebasan guru dalam mengembangkan kurikulum dan RPP dinilai merupakan upaya untuk meningkatkan peran guru dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik yang memiliki tanggungjawab individual, seperti mendorong
Dengan
keberhasilan
dalam mendorong
keberhasilan siswa secara
KTSP guru merasa lebih memiliki peran dalam siswa secara individual, karena KTSP menuntut
penerapan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik, yang terpenting bagi guru adalah bagaimana guru dapat menyusun silabi dan RPP dengan baik dan sesuai dengan kondisi peserta didik (O4).
141
Muh. Irfan
Respon positif dan kesiapan guru terhadap KTSP tersebut dipertegas oleh pernyataan ”F” (CL. 11) yang menyatakan: “Sejak sosialisasi KTSP pada tanggal 7 Agustus 2007, guru-guru di sini mulai bekerja untuk mempersiapkan segala-sesuatunya yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP tersebut, saya sendiri selaku ketua tim penyusun KTSP sangat gembira dengan respon guru. Barangkali karena mereka diberikan kebebasan untuk mengembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing, dan diberikan memilih metode dan pendekatan yang dianggap tepat bagi guru itulah yang menyebabkan guru merasa mendapatkan penghargaan. Dan saya optimis bahwa tahun sebelum bulan Mei 2007 semua persiapan sudah selesai” Hasil wawancara di atas diperkuat dengan berbagai hasil pengamatan yang dilakukan. Guru Bahasa Indonesia yang tergabung dalam MGMP telah mampu menyusun RPP mata pelajaran berbicara yang dibuat oleh guru SMA Negeri 1 Sikur yang tersusun dengan sistematikan sebagai berikut: identitas, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Dalam menyusun Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia, guru harus memahami cara mengisi identitas yang meliputi mata pelajaran, kelas, semester, tahun ajaran. Identitas tersebut perlu dipahami oleh guru agar guru dapat menjabarkan silabus yang ada ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan mata pelajaran, kelas, semester serta dipergunakan untuk tahun pelajaran berapa. Dalam menentukan identitas tersebut, seperti dinyatakan oleh ”D” mengatakan bahwa: “Penyusunan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) didahului dengan identifikasi, yang meliputi: mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun ajaran, dengan mengetahui mata pelajaran yang akan diuraikan dalam RPP maka dapat dirinci dalam satuan-satuan acara pelajaran yang sesuai, kejelasan mata pelajaran, kelas, semester dan tahun ajaran tersebut dapat membantu guru dalam membuat RPP secara rinci, dan sesuai dengan tujuan kurikulum” (CL. 06) Langkah guru dalam menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Berbicara tersebut merupakan strategi dasar dalam belajar mengajar
sesuai
pendapat Djamarah (2006: 5) yang menyatakan bahwa ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yaitu: (1) mengindentifikasi serta menetapkan spesifikasi 142
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan; (2) Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode,
dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif
sehingga dapat
dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan
mengajarnya; (4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan
umpan
balik
untuk
penyempurnaan
sistem
instruksional
yang
bersangkutan secara keseluruhan.
3. Pelaksanaan Pembelajaran berbicara Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Berbicara yang dilakukan oleh guru SMA Negeri 1 Sikur kelas X, guru telah melakukan apersepsi, kegiatan apersepsi yang dilakukan guru tersebut merupakan usaha guru untuk mengetahui bekal bawaan. yang ada pada siswa seperti yang disampaikan oleh Moedjiono (2006: 39) yang mengatakan bahwa: Tahap sebelum pengajaran perlu dipertimbangakan aspek-aspek yang berkaitan dengan: (1) bekal bawaan yang ada pada siswa; dan (2) perumusan tujuan pelajaran.
Selain untuk mengetahui bekal bawaan, pada tahap apersepsi tersebut kegiatan yang dilakukan oleh guru mencoba untuk melakukan interaksi dengan murid. Kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam memulai interaksi dengan murid tersebut sesuai dengan pendapat Moedjiono (2006: 39), yang mengatakan bahwa: dalam tahap pengajaran berlangsung interaksi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa group atau siswa secara individual. Rentangan interaksi ini berada di antara dua kutub yang ekstrim, yakni suatu kegiatan yang berpusat pada guru dan kegiatan yang berpusat pada siswa.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya kompetensi dasar ”mengucapkan kalimat dengan jelas, lancar, bernalar, dan wajar” dilakukan oleh 143
Muh. Irfan
guru mulai dari memberikan salam, menyampaikan tujuan, menyampaikana materi dengan ceramah, dan contoh, serta melakukan evaluasi dalam bentuk tanya jawab. Hal ini berbeda dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Dimana dalam rencana pelaksanaan pembelajaran khususnya pada kegiatan inti point c, disebutkan ”siswa membaca lirik lagu, puisi, naskah/teks pengumuman dengan menggunakan tekanan, dan intonasi jelas dan tepat. Namun hal tersebut tidak dilakukan. Perbedaana tersebut mengindikasikan bahwa guru belum sepenuhnya melaksanakan RPP yang dibuat.
Tahap sesudah pengajaran Berbicara yang dilakukan oleh guru adalah melakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh guru meliputi evaluasi lisan dan evaluasi tertulis. Kegiatan melakukan evaluasi tersebut merupakan strategi dasar seperti yang disampaikan oleh Djamarah (2006) yaitu merupakan strategi menetapkan normanorma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan patokan oleh guru dalam melakukan evaluasi hasi belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari temuan hasil penelitian, ternyata sebagian guru belum menyampaikan rencana kegiatan belajar mengajar untuk pertemuan berikutnya, dan melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran, padahal hal ini sebenarnya sangat penting untuk memberikan rambu-rambu kepada siswa agar sebelum masuk kelas ia dapat mempersiapkan sebelumnya. Hal ini menyimpang dari apa yang dikatakan oleh Djamarah (2006) bahwa pada tahap sesudah mengajar antara lain: (1) menilai pekerjaan siswa; (2) membuat perencana an untuk pertemuan berikutnya; (3) menilai kembali proses belajar mengajar yang telah berlangsung.
Kegiatan apersepsi, melakukan kegiatan inti, dan melakukan evaluasi tersebut merupakan strategi pembelajaran Berbicara, seperti yang dikatakan oleh Djamarah (2006: 5) bahwa: ”strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi bisa 144
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan”
Pelaksanaan pembelajaran Berbicara di SMA Negeri 1 Sikur tersebut menunjukkan bahwa dalam mempersiapkan pelaksanaan mempertimbangakan faktor lingkungan seperti yang dinyatakan oleh Moedjono (2006: 41) yang mengatakan bahwa: faktor lingkungan sangat menentukan guru pada tahap sebelum pengajaran dalam menyusun satuan pelajaran.
Kaitannya dengan data 01/ob/G1 yaitu guru tidak mengadakan absensi akan dapat mengurangi antusias siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Walaupun tidak memanggil nama anak satu persatu, tetapi secara keseluruhan guru sudah menanyakan siapa yang tidak hadir saat itu sehingga sudah memperhatikan kehadiran siswa. Begitu juga dengan data 02/ob/G2 mengenai guru yang tidak menyampaikan tujuan pembelajaran, maka hal ini akan mengurangi konsentrasi siswa karena tidak mengetahui atau kurang memahami apa tujuan pembelajaran tersebut. Data 03/ob/G3 tentang guru tidak melakukan tes awal, maka belum dapat mengetahui kemampuan siswa atau sejauh mana materi yang diserap oleh siswa hal ini oleh guru pemberi materi diganti dengan menanyakan apakah ada pertanyaan untuk materi yang lalu dan ini dirasa sudah mewakili untuk kejelasan materi yang sudah disampaikan sehingga dapat dilanjutkan ke materi yang berikutnya.
4. Kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran berbicara Menurut informan ”M”, sekurangnya ada dua kendala dalam pelaksanaan KTSP di sekolah, yaitu (1) terbatasnya waktu dan (2) kesinambungan antara kurikulum dan evaluasi akhir. Dalam konteks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya, siswa dituntut untuk memiliki kompetensi berbahasa. Di antaranya, kemampuan membaca (reading), menulis (writing), menyimak (listening), dan berbicara (speaking), serta pengetahuan kesusastraan Indonesia (CL. 07).
145
Muh. Irfan
Kendala dalam pembelajaran berbicara KTSP disampaikan oleh “S” yang mengatakan bahwa: “Sebagai guru saya ingin menerapkan praktik berbicara di depan umum, seperti berpidato atau bercerita. Bagi kelas dengan jumlah siswa sedikit atau kira-kira 20 orang masih bisa dilakukan. Namun, bayangkan jika kelas X saat ini berjumlah 40 orang siswa, kelak waktu yang tersedia tidak akan cukup. Padahal, guru dituntut untuk dapat mengajar sekian jam dan harus merampungkan sekian materi ajar dalam kurun waktu satu semester” (CL. 11) Pernyataan tersebut dipertegas oleh “M”
yang menyatakan bahwa: salah satu
kendala dalam pelaksanaan KTSP adalah masalah waktu, dimana waktu yang tersedit sudah ditetapkan dalam jadwal yang tetap, sehingga guru terikat dengan waktu tersebut, adanya pembatasan waktu tersebut, guru tidak mungkin dapat melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode yang sesuai, misalnya saja untuk praktek berbicara di depan umum seperti yang disampaikan oleh guru bahasa Indonesia tadi” (CL. 07)
Kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara di SMA Negeri 1 Sikur yaitu (1) terbatasnya waktu dan (2) kesinambungan antara kurikulum dan evaluasi akhir. Keterbatasan waktu kemungkinan dapat menimbulkan dampak buruk, yaitu guru mengajar dengan seadanya dan tidak optimal. Guru seolah-olah mengejar target waktu. Guru tidak ambil peduli apakah para siswanya bisa memahami atau tidak materi pelajaran yang disampaikannya di kelas. Dalam pikiran guru, target waktu lebih penting daripada pemahaman siswanya. Alhasil, pembelajaran yang berlangsung di kelas terkesan "biasa-biasa" saja.
Di samping itu, keberadaan evaluasi akhir berupa ujian nasional (UN) yang diterapkan pemerintah juga turut meresahkan guru. Hal ini bertentangan dengan kebebasan yang diberikan kepada guru, dimana selama proses pembelajaran para guru diberikan kebebasan menyusun rencana program pembelajaran (RPP) yang menekankan pada kemampuan berbahasa dan apresiasi kesusastraan siswa. Namun, dalam UN, justru yang diujikan hanya kemampuan membaca dan teori kebahasaan. 146
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
Dengan demikian timbul inkonsistensi antara tujuan kurikulum dan pelaksanaan. Hal ini tentunya bertentangan dengan pengertian kurikulum sendiri, dimana menurut Zamroni (2003: 129) bahwa kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan.
Pelaksanaan ujian nasional sendiri ternyata bertentangan dengan tujuan kurikulum, Menurut Mulyasa (2006: 22) secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Namun di sisi lain ujian nasional membatasai pemberian kewenangan pada lembaga pendidikan.
5. Cara-cara Guru dalam Mengatasi Kesulitan-kesulitan yang Dihadapi dalam Pembelajaran Berbicara Cara agar siswa dapat maksimal dalam memiliki kompetensi yang telah ditetapkan adalah memberi tugas di rumah, menggunakan metode diskusi, atau menggunakan metode jigsaw, seandainya guru mau menerapkan pendekatan kontekstual, guru harus memilih materi yang sesuai, cara yang dilakukan oleh guru tersebut merupakan usaha guru dalam upaya guru untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif. Tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran berbicara adalah mengelola pembelajaran dengan efektif, dinamis, efisien, dan positif . Walaupun waktu yang tersedia sangat terbatas, namun guru selalu berusaha untuk melakukan pembelajaran agar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rohani ( 2004: 1) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses hubungan mengajar dan belajar antara peserta didik dan guru. Tugas dan tanggung jawab utama seorang pengajar adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara guru dan peserta didik.
147
Muh. Irfan
Cara guru untuk mengatasi permasalahan kedua yaitu kesinambungan antara kurikulum dan evaluasi guru mengambil langkah: (1) memilih mengabaikan hal target ujiannasional, (2) guru selalu menekankan kompetensi lain selain berbicara dan teori kebahasaan, (3) guru tidak menjelaskan secara spesifik kepada siswa tentang kompetensi dalam ujian nasional, (4) guru memberikan jam tambahan seminggu dua kali. Langkah tersebut merupakan usaha guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Usaha tersebut merupakan strategi guru dalam mencapai kompetensi tertentu yang telah ditetapkan, dengan mengabaikan segala permasalahan, apakah kompetensi tersebut masuk dalam ujian nasional ataupun tidak. Dalam kaitan tersebut, berarti guru benar-benar telah memahami hakekat tujuan pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Robert F. Mager (1962 dalam Uno, 2007: 35) yang memberikan pengertian tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
SIMPULAN Persepsi guru SMA Negeri 1 Sikur terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditunjukkan oleh guru dengan sikap antusias dan harapan guru untuk mencapai tujuan pendidikan lebih baik. Guru mempunyai persepsi yang positif, persepsi positif tersebut disebabkan adanya anggapan guru, bahwa dengan KTSP guru memiliki kebebasan untuk menggunakan metode dan menerapkan pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, dan menyesuaikan dengan karaktersitik siswa. Dengan KTSP guru mempunyai kebebasan dalam berekspresi untuk melaksanakan proses pembelajaran yang merupakan bentuk aktualisasi diri.
Perencanaan Pembelajaran Berbicara yang dibuat oleh guru SMA Negeri 1 Sikur kelas X
diawali
dengan
penyusunan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran.
Rencana
pelaksnanaan pembelajaran Berbicara yang disusun oleh guru SMA Negeri 1 Sikur mencakup tiga kegiatan yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. RPP merupakan implementasi dari desentralisasi
148
Pembelajaran Berbicara (Studi Kasus pada Siswa Kelas ...
pendidikan, dimana sekolah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulum, penyusunan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara yang dilakukan oleh guru SMA Negeri 1 Sikur kelas X, diawali dengan melakukan apersepsi, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Pada tahap akhir pembelajaran sebagian guru belum menyampaikan rencana
kegiatan belajar mengajar untuk pertemuan berikutnya, dan melakukan
evaluasi terhadap proses pembelajaran.
Kendala dalam pelaksanaan KTSP dalam pembelajaran berbicara di kelas X SMA Negeri 1 Sikur antara lain (1) terbatasnya waktu (2) belum ada kesinambungan antara kurikulum dan evaluasi akhir, (3) keberadaan evaluasi akhir berupa ujian nasional (UN) yang diterapkan pemerintah bertentangan dengan kebebasan yang diberikan kepada guru. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru
dalam
pembelajaran berbicara, adalah adalah (1) memberi tugas di rumah, menggunakan metode diskusi, atau menggunakan metode jigsaw, (2) untuk mengatasi permasalahan kedua yaitu kesinambungan antara kurikulum dan evaluasi guru mengambil langkah: (a) memilih mengabaikan hal target ujiannasional, (b guru selalu menekankan kompetensi lain selain berbicara dan teori kebahasaan, (c) guru tidak menjelaskan secara spesifik kepada siswa tentang kompetensi dalam ujian nasional, (d) guru memberikan jam tambahan seminggu dua kali. (3) Sedangkan untuk mengatasi permasalahan yang ketiga adalah
guru
menyesuaikan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
mempertimbangkan ujian negara.
DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard I. (1997). Classroom Instruction and Management. Central UNS.Connecticut State University : The Mcgraw-Hill Companies Inc. _________. (2003). Materi Pelatihan Terintegrasi bahasa Indonesia. INA-10. Pengembangan keterampilan berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan. Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. 149
Muh. Irfan
Brown, H.Douglas. (2001). Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy, Second Edition. San Francisco State University: Addison Wesley Longman. Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sekolah Menengah Umum dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang. . (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, Djamarah, Syaiful Bahri. (2006). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. (2007). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya. Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslich, Masnur. (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Rohani. Ahmad. (2004). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sutopo, HB. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Tarigan, Henry Guntur. (1993). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Uno, Hamzah B. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara UU RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Yin, R K. (1995). Studi Kasus Desain & Metode. Malang. Rajawali Press. Yulaelawati, Ella. (2004). “Kurikulum dan Pembelajaran”. Jakarta: Pakar Raya. Zamroni. (2003). Paradigma pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: BIDRAF Publishing.
150