PEMBELAJARAN ALAT PENCERNAAN PADA MANUSIA MELALUI BERMAIN DENGAN MEDIA PUZZLE: STUDI KASUS DI SDN 004 KUARO KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR Suraji Abstrak: Pembelajaran IPA dengan materi alat pencernaan pada manusia dengan bermaian puzzle di SDN 004 Kuaro Kabupaten Paser Kalimantan Timur ternyata mampu membuat siswa aktif dan sangat antusias dalam pembelajaran, memupuk kerjasama antarasiswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hasil belajar siswa juga lebih baik. Kata Kunci: media puzzle, alat pernafasan pada manusia, SD
PENDAHULUAN Untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, guru dituntut mampu memilih dan menggunakan media dan model kegiatan pembelajaran yang cocok dengan materi pelajaran dan kondisi siswa. Hal demikian perlu dilakukan mengingat bervariasinya kemampuan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Media dan alat pembelajaran lain yang tepat dapat membantu proses komonikasi dalam belajar, sehingga siswa dapat menerima pesan dan informasi yang disampaikan oleh guru. Sujana (2010) menyatakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain sebagai berikut. (1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. (2) Bahan pengajaran akan lebih luas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. (3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komonikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. (4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan lain-lain. Sutikno (2009) menyatakan beberapa fungsi media pembelajaran sebagai berikut. (1) Menarik perhatian siswa. (2) Membantu mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran.(3) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis. (4) Mengatasi keterbatasan ruang. (5) Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif. (6) Waktu pembelajaran bisa dikondisikan. (7) Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar. (8) Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam. (9) Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. (10) Meningkatkan motivasi siswa. Pada umumnya guru dalam mengajar tidak merencanakan proses pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar apalagi mengenai model dan teknik-teknik serta media yang akan digunakan dalam pembelajaran.Pembelajaran akan mengakibatkan membosankan bagi siswa sebab dalam kegiatan belajar tidak tersedia lembar kerja siswa apalagi media. Guru lebih suka menyajikan pelajaran dengan berceramah sehingga materi yang disampaikan tidak runut. Media pembelajaran kerap kali terabaikan dengan berbagai macam alasan seperti tidak ada biaya, tidak ada waktu, sulit dicari dan sebagainya. Puzzle merupakan media pembelajaran yang dengannya siswa bisa belajar sambil bermain dengan potongan gambar, yaitu mencocokkan potongan gambar untuk memecahkan masalah secara coba-salah. Kata Puzzle berarti teka-teki atau bongkar pasang (Puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan anak, yang dimainkan dengan cara bongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya. Nani (2008),mengemukakan bahwa dari sisi edukasi, permainan ini memiliki fungsi sebagai berikut. (1) Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran. (2) Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. (3) Memperkuat daya ingat. (4) Mengenalkan anak pada konsep hubungan. (5) Dengan memilih gambar/ bentuk, dapat melatih anak untuk berfikir matematis (menggunakan otak kiri). (6) Melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar manusia. Anak dilatih menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai logika.
203
Berdasarkan beberapa paparan di atas tentang fungsi atau manfaat media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media puzzle yaitu melatih konsentrasi anak, serta melatih kemampuan anak. Melalui kegiatan lesson study telah dilaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan media puzzle, di SDN 004 Kuaro, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Makalah ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran tersebut. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Rancangan pembelajaran disusun secara kolektif melalui kegiatan plan pada rangkaian kegiatan lesson study (Syamsuri, 2007) yang dilaksanakan di SDN 004 Kuaro Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, pada tanggal 21 September 2013, dan diikuti oleh guru kelas IA, IB, IIA, IIB, VA, VB, VIA, VIB. Kepala SDN 004 Kuaro dipilih sebagai guru model untuk mengemplementasikan pembelajaran yang dihasilkan. Pembelajaran disusun untuk mencapai Standar Kompetensi 1: mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan. Kompetensi dasar 1.3 Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan. Tujuan yang diharapkan setelah selesai kegiatan pembelajaran adalah: (1) siswa dapat menyebutkan organ-organ pencernaan manusia, dan (2) siswa dapat menyebutkan fungsi masing-masing oragan pencernaan manusia. Pendidikan karakter yang ditanamkan pada siswa adalah: Kreatif,teliti,rasa ingin tahu, tanggung jawab, dan kerja sama. Model pembelajaran yang telah disepakati adalah Cooperatif Learning dengan metode kerja kelompok, rancangan pembelajaran dalam kegiatan plan telah tersusun lengkap dengan kartu puzzle dan LKS yang siap dieimplementasikan pada kegiatan Do (Pelaksanaan) yang dilaksakan pada tanggal 26 September 2013 di kelas VB. Pembelajaran dilaksanakan di kelas VB SDN 004 Kuaro Kab.Paser Kalimantan Timur. Kegiatan pembelajaran diawali dengan apersepsi dengan menyanyi bersama dengan judul lagu Dua Mata Saya dilanjutkan memanggil dua orang siswa untuk makan makanan yang diberikan oleh guru model siswa yang lain diminta untuk mengamati temannya yang makan. Selanjutnya guru model menuliskan materi pembelajaran di papan tulis yaitu alat pencernaan pada manusia dengan tujuan pembelajaran adalah: 1. Siswa dapat menyebutkan alat pencernaan pada manusia. 2. Siswa dapat menyebutkan fungsi alat pencernaan pada manusia. Guru model membentuk 6 kelompok belajar masing-masing kelompok beranggotakan 3 orang yang kecerdasannya bervariasai, lalu masing-masing kelompok diberi tugas menyususn puzzle alat pencernaan pada manusia masing-masing siswa dalam kelompoknya memegang kartu puzzle agar siswa aktif dalam belajar guru model memberikan aba-aba dengan hitungan satu,dua, dan tiga lalu kartu puzzle disususn bersama-sama selama sepuluh menit pada kegiatan do tiga kelompok lebih cepat menyususn puzzle yaitu kelompok 5, kelompok 3, dan kelompok 4 guru model memberikan semangat kepada ketiga kelompok dengan memberikan tepuk tangan yang meriah, kelompok 5,kelompok 3, dan kelompok 4 diminta oleh guru model untuk mempresentasikan hasilnya secara bergantian kelompok lain diminta untuk menanggapinya. Pada akhirnya seluruh kelompok dapat menyusun puzzle alat pencernaan pada manusia dengan baik dengan namanya mulai dari mulut sampai anus. Gambar-gambar berikut dapat memperjelas kegiatan belajar tersebut.
Gambar 1 Suasana siswa menyusun puzzle yang sedang diamati observer
204
Gambar 2.Suasana siswa menyusun puzzle yang sedang di amati observer
Gambar 3. Siswa sangat antusias menyusun puzzle Langkah selanjunya guru model memberikan LKS kepada seluruh kelompok masingmasing kelompok membahas LKS yang berisi nama alat pencernaan pada manusia dan fungsinya masing-masing akhirnya siswa dapat menyelesaikan dengan tepat waktu, guru model dengan siswa merangkum kegiatan pembelajaran tentang alat pencernaan pada manusia dan fungsinya. Berikutnya siswa diminta mengumpulkan puzzle yang ada di meja masing-masing dan LKS. Guru memberikan lembar tes tertulis kepada seluruh siswa untuk dikerjakan masingmasing. Setelah selesai pembelajaran dilakukan refleksi (ahapan see pada lesson study untuk merefleksi pembelaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan pandangan-pandangan yang muncul dalam refleksi tersebut, dapat dikemukakan efektivitas pembelajaran sebagaimana akan dipaparkan pada begian berikut. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kegiatan pembelajaran dengan materi alat pencernaan pada manusia dengan bermain puzzle ternyata menyenangkan dan mengairahkan untuk siswa dan guru. Pada kegiatan awal dalam pembelajaran yaitu saat apersepsi siswa sangat antusias. Keaktifan siswa sangat nampak pada saat menyusun puzzle dan menyelesiakan LKS. Mereka sangat serius menyelesaikan tugasnya disetiap kelompok. Berdasarkan temuan para do observer, hanya menemui 2 orang siswa yang kurang aktif dalam kelompoknya dari 18 belas siswa kelas VB.Hasil yang dicapai: rata-rata nilai postes mencapai 7,6. Pokok-pokok penting hasil pengamatan para observer adalah sebagai berikut. 1. Terwujud suasana belajar yang menyenangkan. 2. Siswa bersemangat bermain puzzle alat pencernaan pada manusia. 3. Terjadi interaksi yang kondusif siswa dengan siswa, siswa dengan guru. 4. Siswa bersemangat secara bersama-sama dalam menyelesaikan tugasnya. 5. Media yang digunakan mampu menarik siswa sehingga menjadi aktif.
205
6. Siswa cepat hafal susunan alat pencernaan pada manusia Melalui refleksi, muncul saran untuk mengubah-ubah anggota kelompok agar siswa memiliki kesempatan lebih dalam bekerja sama dengan sebanyak mungkin teman. Nilai lain yang dapat dipetik dari kegiatan refleksi adalah munculnya kesadaran agar guru selalu kreatif dalam membuat media dan menggunakannya dalam pembelajaran. “Sebagai guru, kita harus kreatif membelajarkan siswa”, demikian ungkapan salah satu observer. Menurut Suyatno (2008), guru kreatif dan inovatif tidaklah cepat puas dengan apa yang dijalani sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya dan siswa. Guru selalu mengutamakan hal-hal berikut: 1.Berpusat pada siswa 2. Lebih senang pola induktif daripada deduktif 3. Menarik dan menantang dalam menyajikan pelajaran 4. Orientasi pada kompetensi siswa 5. Menekannkan pembelajaran daripada pengajaran 6. Memvariasikan metode dan teknik pembelajaran 7. Menggunakan sentuhan manusiawi 8. Menggunakan media belajar 9. Menilai secara uatentik 10. Mengedepankan citra mengajar. PENUTUP Belajar IPA dengan bermaian puzzle pada materi alat pencernaan pada manusia dengan di SDN 004 Kuaro Kabupaten Paser Kalimantan Timur dapat menjadikan siswa aktif dan sangat antusias dalam kegiatan belajar, memupuk kerjasama diantara siswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hasil belajar siswa juga baik. DAFTAR RUJUKAN Syamsuri, I. dkk. 2007. Lessen Study (Study Pembelajaran). Malang: FMIPA UM Sujana, N.. 2010. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo Sutikno, S. 2009. Penggunaan Media Dalam Proses Pembelajaran. Tersedia pada http://w2ww.sobrycenter.com/sobry/article.php?catid=artikel&subid=1&docid=21. Diakses 05 Oktober 2013 Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.,
PENGGUNAAN ALAT PERAGA KIT IPA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL ARIAS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA Meti Handayani Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 07 Bermani Ilir dengan Menggunaan Alat Peraga KIT IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran ARIAS. Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, setiap siklus melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 07 Bermani Ilir. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi dan lembar tes. Teknik pengumpulan data terdiri dari observasi, dokumentasi, tes. Analisis data dilakukan secara deskriptif mencakup rata-rata nilai dan persentase ketuntasan belajar klasikal, skor tertinggi, skor terendah, selisih skor dan kisaran nilai untuk tiap kriteria. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini yaitu:1) pada siklus I diperoleh rata-rata hasil belajar 67 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 66,67%. Pada sikus II rata-rata hasil belajar 80,58 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 80%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga KIT IPA melalui model pembelajaran ARIAS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 07 Bermani Ilir. Kata Kunci : pesawat sederhana, alat peraga KIT IPA, model pembelajaran ARIAS, hasil belajar
PENDAHULUAN Latar Belakang
206
IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip tetapi merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung atau mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam sekitar secara ilmiah. Oleh karena itu, pembelajaran IPA yang diterapkan adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan pemahaman produk IPA untuk menstimulir siswa agar aktif dalam pembelajaran. Agar pembelajaran IPA di SD dapat tercapai seperti yang diharapkan, maka pembelajaran harus ditunjang oleh sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum maupun model dan strategi pembelajaran yang tepat. Untuk itu pembelajaran perlu dilandasi oleh empat pilar pendidikan dari UNESCO yaitu “learning to do, learning to know, learning to be, dan learning to live together” menjadikan pembelajaran tidak hanya mendudukkan siswa sebagai pendengar ceramah dari guru tetapi siswa : (1) diberdayakan agar mau dan mampu mengalami dan mengerjakan sesuatu (learning to do ) untuk memperkaya pengalaman belajarnya; (2) meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya sehingga mampu membangun pengetahuan dan pemahaman terhadap dunia sekitarnya (learning to know); (3) diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan membangun jati dirinya (learning to be) berdasarkan hasil interaksi di atas; dan (4) membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman/ perbedaan hidup (learning to live together) berdasarkan kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu/kelompok yang bervariasi selama proses pembelajaran. (dalam Winarni, 2009: 98 ). Dalam pembelajaran, guru perlu memahami anak didik sehingga mudah melaksanakan interaksi edukatif. Kegagalan menciptakan interaksi edukatif yang kondusif berpangkal dari kedangkalan pemahaman guru terhadap karakteristik anak didik sebagai individu. Bahan, metode, sarana/ alat dan evaluasi tidak dapat berperan lebih banyak bila guru mengabaikan aspek anak didik. Sebelum mempersiapkan tahapan-tahapan interaksi edukatif, guru perlu memahami keadaan anak didik. Ini penting agar dapat mempersiapkan segala sesuatunya secara akurat, sehingga tercipta interaksi edukatif yang kondusif, efektif dan efisien (Djamarah, 2005). Berdasarkan hasil pengalaman yang dilakukan guru kelas V pada saat melaksanakan pembelajaran IPA, terdapat kelemahan-kelemahan pada saat pembelajaran. Kelemahan tersebut berupa: (1) pembelajaran IPA belum memaksimalkan penggunaan alat peraga khususnya alat peraga KIT IPA yang ada di sekolah sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa bersifat abstrak, (2) guru kurang memberikan gambaran positif tentang potensi diri yang dimiliki oleh siswa, (3) pola pengajaran yang diterapkan guru belum mengikuti konsep pembelajaran IPA di SD seperti “dari konkret ke abstrak” atau “dari khusus ke umum”, (4) guru jarang memberikan penguatan, (5) hasil belajar IPA yang diperoleh siswa di bawah ketuntasan belajar yang ditetapkan KKM sekolah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai post test pada saat peneliti melaksanakan praktik mengajar pada pelajaran IPA di kelas V SD Negeri 07 Bermani Ilir yaitu 57 dengan ketuntasan belajar sebesar 54%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan belum efektif dan belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh kurikulum. IPA dikatakan tuntas apabila nilai rata-rata kelas mencapai ≥ 60 dengan ketuntasan belajar 70% (KKM SDN 07 Bermani Ilir). Berdasarkan data tersebut peneliti melakukan refleksi untuk menemukan solusi tentang bagaimana upaya meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Hasil refleksi ditemukan alternatif untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas tentang penggunaan alat peraga KIT IPA melalui penerapan model pembelajaran Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction (ARIAS) pada pembelajaran IPA, agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunaan Alat Peraga KIT IPA melalui penerapan model pembelajaran ARIAS di kelas V SD Negeri 07 Bermani Ilir. Model Pembelajaran ARIAS Model pembelajaran pembelajaran ARIAS adalah model pembelajaran yang menekankan aspek assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction dalam pembelajaran (Sopah, 2010). Masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut. 1) Assurance (percaya diri) Keller (dalam Sopah, 2011) menyatakan percaya diri berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil. Menurut
207
Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (dalam Sopah, 2011), seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. 2) Relevance (Relevan) Relevan berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang. Keller ( dalam Sopah, 2011) menyebutkan siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Senada dengan pembelajaran bermakna yang diajukan Ausubel (dalam Winarni, 2009) yaitu pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya dimasa mendatang. 3) Interest (Minat/ Perhatian) Interest adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (dalam Sopah, 2011) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. 4) Assessment (Penilaian) Penilaian yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Tardif et al (dalam Syah, 2009: 197) mengartikan evaluasi sebagai proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 5) Satisfaction (Kepuasan) Satisfaction (Kepuasan) yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya. Alat peraga KIT IPA sangat menunjang model pembelajaran ARIAS karena dengan media pembelajaran ini aspek-aspek model pembelajaran ARIAS dapat diterapkan seperti memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan membangkitkan minat/ perhatian selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini disebabkan dengan menggunakan KIT IPA merupakan sesuatu yang berbeda dari biasanya dalam pembelajaran sehingga akan menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri atas 2 pertemuan. Subyek penelitian ini adalah guru dan siswa Kelas V SDN 07 Bermani Ilir tahun ajaran 2012/2013 pada mata pelajaran IPA, yang terdiri dari 1 orang guru, 5 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Waktu penelitian dimulai pada 11 Februari sampai 9 Maret 2013. Materi yang digunakan adalah “Pesawat Sederhana” yang terdiri dari (Pengungkit, bidang miring, katrol dan roda). Prosedur penelitian ini terdiiri dari empat tahapan penting, yaitu: a) perencanaan (planning); b) pelaksanaan tindakan (action); c) pengamatan (observation); dan d) refleksi (reflection). Keempat tahap dalam penelitian tindakan kelas tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula. (Arikunto, 2006). a) Tahap Perencanaan (planning) 1. Menyusun silabus 2. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran mata pelajaran IPA 3. Membuat daftar kelompok yang heterogen 4. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa 5. Mempersiapkan alat peraga KIT IPA yang akan digunakan b) Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action) A. Pendahuluan 1. Guru membuka pembelajaran 2. Guru mengecek kehadiran siswa. 3. Guru melakukan apersepsi 4. Guru mengemukakan topik pembelajaran tentang pesawat sederhana
208
5.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan menuliskannya di papan tulis. B. Kegiatan Inti 1. Guru menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri pada siswa tentang potensi diri, bahwa semua siswa pintar tapi tergantung dengan usaha siswa itu sendiri. (A) 2. Guru membimbing siswa mengartikan pesawat sederhana. (R) 3. Guru menggali pengetahuan awal siswa tentang hubungan materi dengan kehidupan siswa (R) 4. Guru membagikan LKS dan alat peraga KIT IPA kepada setiap kelompok (KIT IPA) 5. Guru memperkenalkan alat- alat KIT IPA untuk percobaan pesawat sederhana (KIT IPA) 6. Guru memperagakan cara merakit peralatan KIT IPA untuk percobaan (KIT IPA, A, R, I) 7. Guru menjelaskan langkah- langkah percobaan dengan KIT IPA. (KIT IPA) 8. Guru membimbing siswa melakukan eksperimen tentang pesawat sederhana dengan menggunakan alat peraga KIT IPA. (KIT IPA, A, R, I) 9. Guru menciptakan suasana kelas aman, tertib, hangat dan terkendali dengan memberikan penekanan- penekanan pada ucapan, humor dan lain sebagainya. (I) 10. Guru meminta tiap- tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil LKS di depan kelas dan kelompok lain menanggapinya. (KIT IPA, Am) 11. Guru memantapkan materi secara bertahap dari yang mudah ke yang sukar. (A) 12. Guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. (A, Am, S) 13. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi temannya. (A, Am, S.) 14. Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang kinerjanya bagus baik secara verbal maupun nonverbal. (S) 15. Guru menginformasikan hasil LKS siswa. (S) C. Kegiatan Penutup 1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. 2. Guru mengadakan refleksi pembelajaran. 3. Siswa mengerjakan evaluasi 4. Guru memberikan tindak lanjut c) Observasi Observer dalam penelitian alah teman sejawat. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. d) Tahap Penilaian dan Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seluruh hasil penelitian baik menyangkut penilaian proses (hasil observasi guru dan siswa) maupun hasil belajar. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan 2 macam yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dikumpulkan melalui observasi yaitu tentang aktivitas belajar siswa dan aktifitas guru. Sedangkan data kuantitas dikumpulkan melalui post test disetiap akhir siklus dengan bentuk tes tertulis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siklus I Hasil analisis nilai tes pada siklus I disajikan pada tabel berikut ini: Jumlah seluruh siswa 15 Jumlah siswa yang mengikuti tes
15
Jumlah siswa yang tuntas belajar
10
Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar
5
209
Nilai rata-rata kelas Ketuntasan belajar klasikal
67
Tuntas
66,67%
Tidak Tuntas
Ketidaktuntasan belajar secara klasikal pada siklus I dikarenakan masih terdapat kelemahan-kelemahan sehingga penelitian pada siklus I belum berhasil. Kelemahan tersebut yaitu kurang menariknya kemasan dalam menyampaikan apersepsi, guru kurang berhasil menumbuhkan rasa percaya diri anak untuk berhasil dalam pembelajaran. Hal ini berdampak pada hasil belajar yang anak peroleh masih rendah. Menurut Wigfield (dalam Nur 2008: 24) bahwa sumbangan bersama dua faktor, yaitu keyakinan siswa bahwa mereka mampu dan nilai yang mereka berikan terhadap sukses akademik, lebih besar daripada kemampuan mereka sebenarnya dalam meramalkan hasil belajar mereka. Kelemahan lain, siswa masih kurang menunjukkan kerja sama dalam melakukan eksperimen kelompok. Hal ini disampaikan pada komentar yang ditulis siswa pada akhir pembelajaran. Misalnya komentar yang ditulis oleh, Fauzia : Saya belajar hari ini tambah bingung dan kesal kepada kelompok saya, tidak ada yang mau membantu, yang membantu hanya sedikit. Saya tidak suka pembelajaran hari ini. Saya tidak mengerti pembelajaran hari ini. Isnaini W : Pelajaran IPA hari ini menyenangkan. Pelajaran IPA hari ini tentang pesawat sederhana. Siswa- siswa ribut, gurunya baik. Tapi saya belum berani maju ke depan, karena saya takut salah. Bimo : Pelajaran IPA hari ini tentang pesawat sederhana jenis bidang miring. Hari ini menyenangkan, tapi hanya saya dan 2 teman saya yang menjawab soal yang ada di LKS. Komentar-komentar dari 3 siswa ini mewakili tanggapan yang diberikan seluruh siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran di atas merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Pernyataan ini diperkuat dengan pernyataan bahwa keputusan kelompok lebih mudah diterima oleh anggota bila mereka turut memikirkan dan memutuskan bersama- sama (Nasution, 2004: 150). Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada siklus I ini bukan menjadi hambatan untuk melaksanakan pada penelitian ini. Kelemahan-kelemahan pada siklus I menjadi bahan perbaikan pada siklus II sehingga pembelajaran pada siklus II bisa mencapai suatu keberhasilan. Siklus II Hasil analisis nilai tes pada siklus II disajikan pada tabel berikut ini: Jumlah seluruh siswa
15
Jumlah siswa yang mengikuti tes
15
Jumlah siswa yang tuntas belajar
12
Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar
3
Nilai rata-rata kelas
80,58
Tuntas
Ketuntasan belajar klasikal
80%
Tuntas
Peningkatan yang terjadi pada siklus II tidak dapat dilepaskan dari usaha guru dalam memperbaiki proses pembelajaran berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I. Aspek-aspek kelemahan yang terjadi pada siklus I diperbaiki pada siklus II sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dapat diminimalisir pada siklus II. Pada siklus II, pembelajaran berjalan dengan baik dan sangat menyenangkan. Keberhasilan guru pada siklus II terkait dengan inovasi guru dalam menumbuhkan rasa percaya diri kepada siswa dengan menggunakan gaya bahasa dan ekspresi penyampaian yang sangat memberikan sumbangsi yang besar terhadap motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran, yaitu berupa teriakan :” aku semangat, percaya diri, bisa”.
210
Keberhasilan guru pada siklus II ini juga terkait dengan peragaan alat peraga KIT IPA yang dilakukan berkelompok dengan bimbingan guru dengan maksimal sehingga membangkitkan dan terus mempertahankan rasa ingin tahu siswa sepanjang pelajaran itu berjalan serta menghindari verbalisme dalam pembelajaran. Keunggulan pada siklus II juga terkait dengan inovasi pembelajaran yang dilakukan guru dalam pembelajaran. Inovasi yang dilakukan guru adalah memberikan penguatan kepada siswa berupa pembatas buku “Aku Gemar Belajar IPA” dan piagam penghargaan kelompok “Ahli Pesawat Sederhana” sehingga siswa semakin termotivasi untuk menjadi yang terbaik dan pembelajaran menjadi begitu menyenangkan, apalagi penguatan yang diberikan bersifat mendidik yaitu dengan memberikan pin dan piagam” ini. Penguatan ini bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar dan membina perilaku yang produktif. (Mulyasa, 2005: 78). Hal ini disampaikan pada komentar yang ditulis siswa pada akhir pembelajaran. Misalnya komentar yang ditulis oleh, Farhan : Pelajaran hari ini sangat menyenangkan karena memakai alat peraga karena bisa mengetahui jenis- jenis katrol. Hari ini aku dan temanteman sangat senang. Raihan : Saya senang sekali dan saya bangga ternyata diri saya cerdas dan saya merasa ada yang baru dari saya, dulunya saya nggak begitu suka IPA tapi sekarang jadi suka IPA. Adi : Hari ini pelajaran IPA tentang pesawat sederhana jenis roda. Perasaanku sangat senang, aku mendapatkan pin dan kelompokku mendapatkan piagam. Aku senang, aku jadi yakin kalau aku pintar. M.Al-Huseni : Perasaan saya senang, semangat dan percaya diri. Walaupun saya disuruh maju saya harus percaya diri. Saya semangat hari ini karena hari ini saya senang belajar. Peningkatan kualitas pembelajaran pada Penelitian Tindakan Kelas ini juga disebabkan karena guru telah mampu menguasai pembelajaran dengan baik dan telah dapat menjalankan kelima komponen pembelajaran model ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment dan Satisfaction) yang memanfaatkan penggunaan alat peraga KIT IPA dengan maksimal. Berdasarkan uraian data diatas, tergambar bahwa aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siklus II meningkat dari siklus I yang diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa. Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa kualitas proses dan hasil belajar telah berhasil dan mencapai ketuntasan yang ditetapkan sekolah yaitu belajar dikatakan tuntas bila minimal 70% siswa mendapat nilai ≥ 70 dan rata- rata kelas minimal 60, sehingga penelitian ini dapat diakhiri. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diambil kesimpulan: penggunaan alat peraga KIT IPA melalui model pembelajaran ARIAS pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas V SD Negeri 07 Bermain Ilir yang ditunjukkan dengan rata-rata kelas pada siklus I sebesar 67 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 66,67% dan meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata 80,58 dan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 80%. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. 1. Guru disarankan untuk dapat : a. mencoba menggunakan alat peraga KIT IPA melalui model pembelajaran ARIAS pada tingkatan kelas yang lain, karena terjadi peningkatan hasil belajar, b. mencoba menerapkan model pembelajaran ARIAS pada mata pelajaran yang lain. 2. Bagi peneliti lain disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KIT IPA melalui model pembelajaran ARIAS. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi & Supandi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Bahri Djamarah, Syaiful. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka
211
Cipta. HTML. 2010. BAB II Kajian Pustaka. http://cucuzakariyya.files.wordpress.com/2010/05/45-tatik-suharningrum-bab-ii.doc. Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya. Nasution. 2004. Didaktik Asas- Asas Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nur, Muhammad. 2008. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Sopah, Djamarah. 2010. Model Pembelajaran ARIAS. http://www. Ncela.gwu.edu/practice/itc/essons/Model pembelajaran ARIAS.htm 2011. Model pembelajaran ARIAS. http://duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=238&Itemid=28bohlin. Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada Winarni, Endang W. 2009. Belajar IPA Secara Bermakna. Bengkulu: Unib Pres.
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR TEMATIK PENJUMLAHAN PENGURANGAN DAN PERTUMBUHAN MAKHLUK HIDUP DENGAN METODE DISKUSI DAN PENGAMATAN PADA LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Dwi Purwanti
[email protected] Abstrak : Pembelajaran upaya Peningkatan prestasi belajar tematik penjumlahan pengurangan dan pertumbuhan tumbuhan dengan metode diskusi dan pengamatan kelas II A di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Lesson study di laksanakan dengan tiga tahap yaitu plan, do, dan see. Kegiatan lesson study diikuti 6 guru SDN Model Terpadu dan 1 kepala sekolah serta1 pengawas sekolah. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil diskusi para observer adalah bahwa belajar dengan cara pengamatan dan berdiskusi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam berkelompok, bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan, serta aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa, dalam suasana belajar menjadi menyenangkan. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pengalaman berharga dari kegiatan lesson study adalah diharapkan guru harus kreatif dalam pembelajaran. Kata kunci : lesson study, lingkungan, hasil belajar dengan tematik.
PENDAHULUAN Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari latihan atau pengalaman dan mengajar dilukiskan sebagai pola interaksi antara guru dengan siswa. Melalui kedua proses ini diharapkan terjadinya penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap secara benar atau relevan dengan tujuan dari pelajaran yang diberikan, dan sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki. Proses belajar mengajar harus mencerminkan komunikasi dua arah, tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah tanpa mengembangkan kemampuan mental, fisik dan penampilan diri. Proses belajar mengajar harus dapat mengembangkan cara belajar mendapatkan, mengelola, menggunakan, menemukan, dan mengkomunikasikan perolehan atau hasil belajar. Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu kepada bagaimana siswa belajar, selain kepada apa yang ia pelajari. Penciptaan kondisi belajar mengajar sedikitnya ditentukan oleh lima variabel yaitu: (1) menarik minat dan perhatian siswa, (2) melibatkan siswa secara aktif, (3) membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip idividualitas, serta peragaan dalam pengajaran. Pada kenyataannya, selama proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak menunggu sajian
212
guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang dibutuhkan mereka. JICA Sisttems (2008) dalam buku “Petunjuk untuk Pembelajaran yang Lebih Baik” menyatakan bahwa setiap siswa memiliki hak belajar dan memahami pelajaran. Adalah kewajiban seorang guru untuk menghormati hak tersebut dan menjamin setiap siswa mampu mempelajari dan memahami apa yang diajarkan guru. Apabila siswa tidak memahami sesuatu atau mendapat kesulitan dalam belajar, guru adalah pihak yang harus disalahkan. Siswa tidak dapat memahami sesuatu karena guru tidak dapat mengajar dengan baik. Salahkan diri anda sendiri, jangan salahkan siswa. Melalui JICA-Sisttems dilakukan kegiatan lesson study yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut semua bidang studi yang diajarkan. Kegiatan lesson study meliputi perencanaan (plan), pelaksanaan (do) dan refleksi (see). Dalam setiap langkah dari kegiatan lesson study tersebut guru memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi masalah pembelajaran, mengkaji pengalaman pembelajaran yang akan digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif model pembelajaran yang dipilih, melaksanakan pembelajaran Lesson study diawali dengan diskusi tentang materi ajar disesuaikan dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Pada kegiaan ini guru mendiskusikan konsep-konsep esensial serta kompetensi atau ketrampilan yang perlu dipelajari siswa; membandingkan proses pembelajaran yang biasa mereka lakukan serta mempertimbangkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, apa yang perlu dipelajari selanjutnya dan bagaimana perkiraan respon siswa pembelajaran yang direncanakan. Lesson study dapat meningkatkan pengetahuan guru tentang cara mengobservasi kreativitas belajar siswa, menguatkan hubungan kolegalitas baik antar guru maupun dengan observer selain guru, menguatnya hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan pembelajaran jangka panjang, meningkatnya motivasi guru untuk senatiasa berkembangan dan meningkatkan kualitas rencana pembelajaran (termasuk komponenkomponennya seperti bahan ajar, teaching materials (hands on) dan strategi pembelajaran. Pada kegiatan lesson study ini diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dilaksanakan di home base lesson study SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 12 Oktober 2013, yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study, pembimbing Kepala Sekolah SDN Model Terpadu (Murtiningrum Tri P,SPd, M.Pd.), serta pengawas TK/SD (Dra. Hertanti, M.Pd.). Penulis pertama mendapat kesempatan untuk menjadi guru model yang akan mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang disusun pada saat kegiatan plan ini. Adapun bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi 1. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500,1. Mengenal bagian-bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan, pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat hidup makhluk hidup. Kompetensi Dasar 1.4 Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500, 1.2 Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pertumbuhan hewan (dalam ukuran ) dan tumbuhan (dari biji menjadi tanaman). Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran nanti adalah berikut ini. a. Melalui penjelasan guru siswa dapat menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan dengan tema lingkugan secara benar. b. Melalui bimbingan guru siswa dapat membuat soal cerita dengan tema lingkungan secara benar. c. Melalui pengamatan sekitar kelas, siswa dapat menyebutkan bagian-bagian tubuh tumbuhan secara benar. d. Melalui diskusi kelompok siswa dapat menjelaskan bagian demi bagian tubuh tumbuhan secara benar Pada saat plan tersebut dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pembelajaran adalah dengan pengamatan lingkungan. Untuk pengamatan siswa diajak keluar untuk mengamati tumbuhan contoh cabe dan tomat yang ada di sekitar sekolah. Tahapan do-see dilaksanakan di sekolah penulis pertama, yaitu di SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tgl 14 Oktober 2013. Pembelajaran tematik dengan tema Lingkungan dilaksanakan di kelas II A pada semester gasal 2013-2014. Open class dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study SDN Model Terpadu Bojonegoro, pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah SDN Model Terpadu Bojonegoro.
213
Proses pembelajaran diawali dengan berdo‟a, apersepsi dengan yel-yel serta menyanyikan lagu “Lihat Kebunku” guru menggali prasarat dengan mengajukan beberapa pertanyaan materi yang telah diberikan kepada siswa dan pemberian tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut. Selanjutnya guru beserta siswa mengamati benda yang ada di kelas serta menyebutkan nama benda yang ada di meja kelompok masing-masing. Setelah siswa memahami hal-hal yang telah dijelaskan guru, Guru menayangkan gambar-gambar di LCD dan menjelaskan sekilas pertumbuhan tumbuhan. Berikutnya, guru menjelaskan langkah-langkah kerja yang akan dilakukan oleh siswa, setiap kelompok diberi waktu untuk mengamati tumbuhan dan menghitung jumlah batang, daun dan buah yang ada serta mencari tempat yang telah disediakan guru sesuai dengan undian yang akan diamati. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerja perkelompok di depan kelas secara bergantian kelompok lain menaggapi. Guru memberi motivasi dengan memberi aplaus yang keras. Kelompok yang selesai segera memasang hasil karyanya di papan tulis. Hasil kerja kelompok siswa kemudian dinilai oleh guru. Pembelajaran dilanjutkan dengan memberi kegiatan mandiri tidak terstruktur secara individu. Kegiatan lesson study berikutnya adalah tahapan see untuk merefleksi kegiatan pembelajaran, dilaksanakan di ruang guru SDN Model Terpadu Bojonegoro. HASIL DAN DISKUSI Pembelajaran tematik dengan metode pengamatan dan diskusi kelompok dalam tema lingkungan ternyata sangat menyenangkan baik bagi siswa maupun guru, karena siswa diajak belajar untuk mengenal alam secara langsung. Pada saat pendahuluan, dilakukan apersepsi dengan berdo‟a beryel-yel menyanyikan lagu “ lihat kebunku” tanya jawab untuk mengaitkan hal-hal yang telah dipahami siswa dengan hal-hal yang akan dipelajari hari itu. Siswa sangat aktif dan berebut menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Antusiasme dan keaktifan siswa juga nampak pada saat kelompok mencari tempat yang akan diamati dengan berlarian bersama kelompoknya untuk segera mengerjakan tugas sambil membawa kartu undian yang dibawa oleh ketua kelompoknya. Mereka nampak serius bekerja sama menyelesaikan tugasnya. Menurut observer, hanya satu orang siswa yang nampak kurang aktif. Hasil kuis menunjukkan bahwa jawaban sebagian besar kelompok betul semua. Beberapa aktivitas pembelajaran ditunjukkan pada Gambar 1. sampai Gambar 6. Beberapa hal yang menjadi hasil pengamatan para observer pada saat refleksi adalah berikut ini. a. Tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menggali semua potensi-potensi yang dimiliki siswa. b. Siswa bersemangat untuk mengamati dan mencatat hasil pengamatannya c. Terjadi interaksi yang kondusif antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. d. Siswa antusias secara bersama-sama menyelesaikan tugasnya. e. Diskusi dan kerja kelompok dapat memupuk kerja sama antar siswa dan dapat mengukur kerja yang bagus melalui pengamatan f. Belajar sambil mengamati sesuatu sangat menarik sehingga siswa aktif karena kelompoknya hanya berkisar 3 – 4 siswa. g. Menyenangkan dan mengasyikkan.
Gambar 1.Suasana kegiatan plan di SDN Model terpadu Bojonegoro
214
Gambar 2. Tahap pendahuluan pembelajaran,anak – anak di ajak menyanyikan lagu lihat kebunku
Gambar 3. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas
Gambar 4.Kegiatan diskusi pengamatan di luar kelas
215
Gambar 5. Siswa mempresentasikan pekerjaan di depan
Gambar 6. Suasana kegiatan refleksi pembelajaran
Hasil yang dicapai dari postest setelah proses pembelajaran berakhir juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada saat pembelajaran, sebagian besar siswa aktif dan antusias mengikuti semua kegiatan, ada seorang siswa yang sejak awal nampak heboh, banyak bertanya dan menyela saat di terangkan. Anak tersebut menurut guru memang siswa yang sangat aktif, selalu ingin tahu. Masukan lain yang dapat dikembangkan adalah sebaiknya setiap pembelajaran siswa diajak langsung mengamati tidak hanya cerita saja. Sebab pembelajaran untuk mengenal lingkungan sangatlah perlu walaupun di sekitar sekolah saja, yang tidak memerlukan biaya seperti menggunakan media yang membutuhkan dana. Dan dapat dikembang di sekolah – sekolah lain yang kurang mampu. Beberapa alternatif ide yang muncul saat refleksi, antara lain diberi pertanyaan agar lebih aktif, respon dengan penjelasan guru. Masukan lain adalah sebaiknya tes tidak secara berkelompok, namun secara individual untuk mengecek pemahaman atau kompetensi siswa. Menurut salah satu observer, presentasi dari siswa sangat menarik dan berani memberi penjelasan di depan kelas walaupun banyak observer mengamati. Pada saat refleksi pembelajaran, para guru juga dapat menilai, bahwa apabila pembelajaran direncanakan dan persiapan mengajar lengkap dengan medianya, seperti contohnya adalah pembelajaran tema lingkungan ini, nampaknya siswa dapat menyelesaikan 3 soal cerita penjumlahan dan pengurangan dengan tema lingkugan secara benar. siswa dapat membuat 3 soal cerita dengan tema lingkungan secara benar. siswa dapat menyebutkan bagianbagian tubuh tumbuhan secara benar. siswa dapat menjelaskan bagian demi bagian tubuh tumbuhan secara benar. Dari akhir pembelajaran siswa diberi kegiatan mandiri tidak terstruktur karena keterbatasan waktu, setelah mereka menyelesaikan kerjanya. Nampaknya guru harus memperhitungkan waktu kerja siswa, dan sebaiknya waktu kerja dibatasi sebelum siswa mengerjakan tugasnya. Nilai lain yang dapat diperoleh pada saat refleksi adalah bahwa guru dituntut harus kreatif dalam membuat media pembelajaran. Sutikno (2009) menyatakan bahwa tumbuhnya
216
kesadaran terhadap pentingnya pengembangan media pembelajaran di masa yang akan datang harus dapat direalisasikan dalam praktik. Di samping memahami penggunaannya, para guru patut berupaya untuk mengembangkan keterampilan membuat sendiri media yang menarik, murah dan efisien, dengan tidak menolak kemungkinan pemanfaatan alat modern yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Media yang dibuat guru, setidaknya memiliki kriteria berikut. (1) Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran. (2) Dukungan terhadap isi materi pelajaran. (3) Kemudahan memperoleh media. (4) Keterampilan guru. (5) Sesuai dengan taraf berfikir siswa. Sebagai guru, sebenarnya kita sadar bahwa kita harus kreatif dalam membelajarkan siswa kita. Adakalanya kita merasa berat untuk kreatif karena berbagai masalah yang kita hadapi. Namun demikian, agaknya tidak salah kalau mencermati beberapa pembiasaan guru yang dapat kita jadikan bahan renungan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi kita dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas dengan cara seperti yang ditulis oleh Anonim (2008) berikut. 1. Mengaplikasi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan, misalnya siswa bisa diajak ke luar kelas dengan tujuan memaksimalkan lingkungan sekolah sebagai alat, media dan sumber belajar yang sesuai. 2. Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan potensi sekolah yang ada, terutama sekolah yang siswanya banyak berasal dari lapisan masyarakat margin proses pembelajarannya disetting yang kreatif inovatif, dan mampu beradaptasi berbagai macam situasi. 3. Mendesain pembelajaran yang dapat menumbuh suburkan kreativitas dan inovasi pembelajaran dengan analisis dan evaluasi untuk penyempurnaan desain berikutnya. 4. Hindari ketegangan semua pelaku proses pembelajaran. Baik guru maupun siswa diharapkan mampu menghindari ketegangan, sebaliknya nikmati situasi dan kondisi pembelajaran menuju tercapainya kompetensi siswa sesuai target kurikulum. 5. Biasakan selalu mengamati lingkungan sekolah sehingga dapat menemukan area yang dapat dijadikan alat, media dan sumber belajar siswa. 6. Mengimprovisasi daya kreatif dan inovasi dengan sedikit humor sehat dan seperlunya saja untuk mempertahankan dan mengembangkan semangat inovasinya. 7. Keluar dari dunia sempit menuju dunia luas dengan banyak baca buku bidang seni dan teknologi, sehingga dapat menambah daya peka berfikir efektif dan efisien. Menarik pula untuk mencermati yang disampaikan Suyatno (2008b) berikut. Guru kreatif dan inovatif tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakan yang dilakukannya. Mereka akan selalu tidak puas dengan apa yang telah dijalani sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa, dan kepentingan akademis. Banyak jalan menuju Roma, begitu pula banyak jalan untuk menjadi guru yang terbaik di antara yang baik. Guru yang seperti itu biasanya apabila mengajar selalu mengutamakan hal-hal berikut. (1) Berpusat pada siswa. (2) Lebih senang pola induktif daripada deduktif. (3) Menarik dan menantang dalam menyajikan mata ajar. (4) Berorientasi pada kompetensi siswa. (5) Menekankan pembelajaran bukan pengajaran. (6) Memvariasikan metode dan teknik pembelajaran. (7) Menggunakan sentuhan manusiawi. (8) Menggunakan media belajar yang menghasilkan pesan maksimal. (9) Menilai secara autentik. (10) Mengedepankan citra mengajar. PENUTUP Pembelajaran tematik yang telah dilaksanakan pada saat open class lesson study di SDN Model Terpadu Bojonegoro dengan tema lingkungan ternyata dapat menyebabkan siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Diskusi dan pengamatan ternyata cukup menarik dan mengasyikkan serta membuat siswa bebas berfikir. Hasil belajar siswa juga cukup menggembirakan. Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus kreatif dalam membuat media yang dapat menunjang pembelajaran. Media yang dibuat guru harus dirancang supaya tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendukung materi pelajaran, mudah diperoleh dan sesuai dengan taraf berfikir siswa
217
DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2008. Mengharapkan Guru yang Kreatif dan Inovatif dalam Pembelajaran.Tersedia pada http://whandi.net/index.php?pilih=news& mod=yes&aksi=lihat&id=3950. Diakses 15 Oktober 2013. Mustikasari, A. 2013. Mengenal Media Pembelajaran. Tersedia pada http://eduarticles.com/mengenal-media-pembelajaran/. Diakses 15 Oktober 2009. Sutikno, S. 2009. Penggunaan Media dalam Proses Pembelajaran. Tersedia pada http://www.sobrycenter.com/sobry/artikel.php?catid=artikel&subid=1&docid=21. Diakses 15 Oktober 2013. Suyatno. 2008a. Mengajar dengan Permainan. Tersedia pada http://garduguru. blogspot. com/2008/05/mengajar-dengan-permainan.html. Diakses 5 Oktober 2009. Suyatno. 2008b. Membangun Tradisi Pembelajaran Kreatif. Tersedia pada http://garduguru. blogspot. com/2008/03/membangun-tradisi-pembelajaran-kreatif.html. Diakses 5 Oktober 2013.
PENGGUNAAN METODE EXAMPLE NON EXAMPLE UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV PADA LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Muhtarom Huda Guru SDN Model Terpadu Bojonegoro Abstract : Lesson study pada pembelajaran IPA sudah dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Lesson study dilakukan dengan tahapan plan, do, see. Plan dilaksanakan untuk merancang perangkat pembelajaran dengan materi Daur Hidup Hewan dengan metode example non example. Do dilaksanakan untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran di Kelas IV A dengan 1 guru model dan 5 observer yang terdiri dari guru kelas dan kepala sekolah. See dilakukan intuk merefleksi pembelajaran yang dilaksanakan setelah pembelajaran. Hasil refleksi menunjukan bahwa metode example non example dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa. Hasil tes menunjukan bahwa siswa dapat mencapai ketuntasan dengan skor 80 – 100. Lesson study memberi manfaat bagi guru tentang pelaksanaan pembelajaran IPA dan suasana belajar antar guru di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Kata kunci: lesson study, example non example, pembelajaran IPA
Seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, peningkatan kualitas pembelajaran menjadi wajib dipenuhi. Berbagai usaha telah dilakukan dalam rangka memenuhi hal tersebut, salah satunya yaitu dengan lesson study. Lesson study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pegkajian pembelajaran secara kolaboratif, dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson study dilaksanakan dengan dua tujuan yaitu pertama, merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa, serta kedua, mempercepat pematanagan, pendewasaan bagi guru pemula. Menjadikan guru lebih professional dan inovatif bagi guru-guru senior. (Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementrian Pendidikan Nasional.2006). Para ahli seperti Lewis (2002), Garfielf (2006 ), Walker (2005). Berdasarkan beberapa definisiyang dikemukakan oleh para ahli yang disarikan oleh Mahanal (2011),Lesson Study dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan kualitas pembelajaran. Selanjutnya
218
dikemukakan bahwa selama proses lesson study, kolaborasi profesional sebagai guru dari berbagai tingkat pengalaman terjadi kerja sama. Lesson study dapat mendorong peserta didik belajar secara aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Lesson study dipandang sebagai cara sebagai potensial untuk meningkatkan profesional guru, karena lesson study memberikan banyak manfaat seperti yang dikemukakan oleh Lewis (2002) yaitu: 1) meningkatkan keprofesionalan guru, 2) meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Menurut Wang-Inversion & Yoshida ( 2005) manfaat lesson study sebagai berikut: 1) mengurangi isolasi guru, 2) membantu guru belajar mengobservasi & memberi saran, 3) guru lebih paham kurikulum, 4) membantu guru untuk menolong peserta didik, 5) memahami peserta didik berpikir dan belajar, 6) meningkatkan kolaborasi antar guru dan saling menghormati. Ilmu Pengetahuan Alam diajarkan di sekolah dasar dengan alasan bermanfaat bagi kehidupan siswa, merupakan bagian dari kebudayaan bangsa, melatih siswa berpikir kritis, dan mengandung nilai-nilai pendidikan. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar diberikan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara, lingkungan, tekhnologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melcstarikan lingkungan. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006) Sesuai dengan tujuan pembelajaran di atas IPA diajarkan di sekolah dasar merupakan dasar bagi upaya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk meningkatkan mutu pendidikan yang menjadi tanggung jawab bagi bangsa ini utamanya pendidik. Materi di setiap jenjang dan tingkat memiliki kedalaman da ruang lingkup yang berbeda -beda. Perbedaan kedalaman tersebut menyebabkan guru IPA perlu mempersiapkan pembelajaran IPA lebih baik. Persiapan pembelajaran IPA bagi guru SD cukup rumit karena memerlukan rancangan pembelajaran yang dapat ,engaktifkan belajar siswa. Siswa menyukai IPA jika mata pelajaran IPA dibelajarkan dengan cara menyenangkan (Yuliati,2011). Metode Examples Non Examples Examples non examples merupakan metode belajar yang menggunakan media-media atau non media sebagai contoh. Contoh-contoh yang biasa digunakan dan sederhana bisa berupa kasus yang ada di koran atau media lain seperti televisi, ataupun bisa lebih sederhana lagi berupa isuisu yang sedang berkembang di dalam masyarakat yang tentunya tetap sesuai dengan bobot materi yang akan diberikan. Adapun langkah-langkah metode examples non examples ini adalah sbb: 1. Guru mempersiapkan contoh yang akan dipelajari (bisa berupa kasus atau gambar seperti yang dijelaskan sebelumnya) 2. Guru menempelkan gambar di depan kelas atau bisa menggunakan media OHP/proyektor. 3. Guru memberikan arahan bagi siswa untuk memperhatikan sera menganalisa maksud dari gambar tersebut. 4. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 2-3 siswa. 5. Tugas kelompok adalah menyampaikan laporan analisa gambar berdasarkan diskusi kelompoknya. 6. Tiap kelompok diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya.
219
7. Dari hasil yang dibacakan guru mulai mengembangkan materi sesuai dengan tujuan awal. 8. Guru atau siswa dibantu guru untuk membuat kesimpulan. Kelebihan metode examples non examples yakni sbb: 1. Melatih siswa lebih kritis dalam menganalisa gmbar atau kasus. 2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi dengan sedikit mempersamakan dengan contoh. Kekurangan metode examples non examples yakni sbb: 1. Tidak semua materi dapat disampaikan atau disajikan dalam bentuk gambar. 2. Kurangnya efektifitas waktu karena memakan waktu yang lama. ( http://www.siputro.com/2012/02/metode-examples-non-examples-dan-metode-lessonstudy-part-4/ ) Kegiatan lesson study dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu plan, do, see. Plan berisi penyusunan RPP dan perangkatnya dilaksanakan secara kolaboratif dengan teman sejawat.Do berisi kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada RPP yang dilakukan guru model. Pelaksanaan pembelajaran diobservasi oleh observer (teman sejawat) dengan menggunakan lembar observasi lesson study. See berisi kegiatan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru model berdasarkan hasil pengamatan observer. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Plan Kegiatan plan (perencanaan) dilaksanakan diruang kelas IV A SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 11 Oktober 2013 yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study dan kepala SDN Model terpadu Bojonegoro. Pada tahap ini dilakukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diharapkan mampu membelajarkan peserta didik secara efektif dan menyenangkan sehingga bias membangkitkan motivasi dan rasa antuisme siswa terhadap pembelajaran. RPP disusun dengan Standart Kompetensi “Memahami daur hidup beragam jenis makhluk hidup”, Kompetensi dasar “Mendeskripsikan daur hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar”, Materi “Daur Hidup makhluk Hidup”. Sedangkan metode pembelajaran yang dipilih adalah example non example.
Gambar 1. Kegiatan plan
Pemilihan metode example non example karena dengan metode tersebut siswa dapat mengamati suatu gambar maupun video tentang daur hidup hewan selanjutnya siswa dapat menyimpulkan apa yang terjadi pada ilustrasi dalam video dan gambar. Anak SD lebih suka mengamati gambar maupun menonton video dari pada diajak langsung berdiskusi. Jika siswa senang dan gembira dlam belajar, siswa akan lebih mudah memahami materi dan ingatan siswapun tidak cepat pudar.
220
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun bersama oleh para peserta lesson study dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran yaitu 70 menit. Dalam kegiatan ini juga dibahas tentang kelebihan dan kekurangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran beserta alternatif yang dapat dilakukan sehingga bias terwujud Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2. Do Tahapan do dilaksanakan oleh 1 guru model yang ditetapkan sebelumnya dan dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro, pada 16 Oktober 2013. Pembelajaran IPA dilaksanakan di kelas IV A pada semester gasal tahun pelajaran 2013 – 2014. Open class dihadiri oleh 5 guru dan kepala sekolah yang bertindak sebagai observer. Pada tahap pelaksanaan (do), kegiatan yang dilakukan adalah menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dibuat pada tahap plan. Pengamatan yang dilakukan oleh para observer diarahkan pada aktivitas belajar siswa dengan berpedoman pada tata tertib menjadi observer dan pedoman pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Observer bukan untuk mengevaluasi penampilan guru yang sedang mengajar, tetapi mengamati siswa dalam proses pembelajaran.
Gambar 2. Kegiatan do (diskusi kelompok)
Proses pembelajaran dimulai dengan mendengarkan dan bernyanyi lagu “kupu – kupu” dilanjutkan Tanya jawab tentang hewan disekitar siswa. Siswa diajak mengamati gambar dan video tentang daur hidup berbagai jenis hewan pada tayangan slide. Siswa diminta menceritakan apa yang telah dilihatnya tadi. Guru memberikan penguatan dan penjelasan mengenai materi dengan bantuan slide, yaitu menggunakan buku elektronik dengan uraian materi, dilengkapi dengan gambar-gambar animasi serta video-video menarik yang membuat siswa senang dan betah dalam proses belajar mengajar.
Gambar 3. Tayangan slide gambar dan video animasi daur hidup hewan
221
Setelah siswa mengamati berbagai jenis daur hidup hewan, siswa dibagi menjadi 4 kelompok dengan cara permaianan dan bernyanyi.setelah kelompok terbentuk,siswa kumpul bersama kelompoknya masing-masing untuk mendapatkan tugas dari guru. Siswa diminta untuk mencari dan menyebutkan metamorfosis sempurna dan metamorfosis tidak sempurna,setiap kelompok menyebutkan sebanyak-banyaknya sesuai dengan pengetahuan yang mereka dapat dari tayangan slide tadi maupun dari pengaamanya sendiri. Dalam kegiatan berdiskusi siswa dibri waktu 20 menit, walaupun waktu itu dirasa kurang oleh siswa,etapi kesepakatan bersama bahwa waktu yang dibrikan 20 menit untuk mencari dan menyebutkan metamorfosis sempurna dan metamorfosis tidak sempurna, jadi masing-masing kelompok memperoleh hasil dan jumlah jawaban yang berbeda. Waktu 20 menit sudah terlewati, masing-masing kelompok memaparkan hasil kerja kelompoknya di depan, kemudian kelompok lain memberikan tanggapan atas jawaban kelompok yang memberikan paparan di depan kelas, tanggapan tersebut berupa jawaban benar, salah, setuju, maupun tidak. Guru memberikan penguatan jika jawaban dari kelompok tersebut benar, dan guru akan memberikan pencerahan jika jawaban dari kelompok tersebut kurang benar, serta memberikan apresiasi dari siswa yang berani mengungkapkan gagasanya, walaupun itu Cuma sederhana.
Gambar 4. Kegiatan do ( diskusi kelompok)
Gambar 5. Kegiatan do ( Presentasi)
Presentasi yang dilakukan siswa mendapatkan hasil yang memuaskan, jawaban semua kelompok benar, bahkan ada 2 kelompok yang menjawab selain yang ada dalam tayangan slide dan jawabanya benar. Siswa sudah dapat menyebutkan metamorfosis sempurna dan tidak sempurna.
Gambar 5. Slide kuiz who wants study milionaire
222
Setelah kerja kelompok, siswa diberi evaluasi secara individu, siswa yang dapat mengumpulkan pertama dan jawabanya benar, akan mendapatkan kesempatan bermain kuiz Who Wants To Be Millionaire, dengan materi daur hidup hewan yang sudah dipelajari siswa. Jika siswa dapat menyelesaikan permainan hingga selesai, siswa diberikan penghargaan, dan apabila siswa salah menjawab harus bergantian dengan siswa lain.permainan itu berjalan cukup menarik, sehingga banyak siswa yang dapat menyelesaikan permainan dan mendapatka penghargaan dari guru. 3. See Kegiatan see dilakukan sesudah kegiaan do selesai. See dihadiri oleh semua observer, kegiatan see dipandu oleh seorang moderator. Kegiatan see diawali dengan memberikan kesempatan pada guru model untuk mengungkapkan perasaanya pada saat melaksanakan pembelajaran. Guru mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancer, 90% siswa telah dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan siswa juga paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru.
Gambar 6. Kegiatan see
Pada pelaksanaan pembelajaan observer menemukan 1 siswa kurang memperhatikan penjelasan guru, observer mengamati bahwa masalah yang muncul disebabkan karena keadaan siswa yang kurang enak badan, kepalanya di tekuk dan di taruh diatas meja. Observer memberi hasil penemuanya tersebut dan memberikan cara mengatasi permasalahan tersebut yang nantinya bisa diterapkan pada pembelajaran yang akan datang. Solusi yang diberikan adalah sebelum pembelajaran dilaksanakan dipastikan semua siswa siap untuk mengikuti pembelajaran dan dilihat satu persatu semangat siswa dalam belajar, apakah ada siswa yang sakit ataupun punya masalah sebelum masuk kelas. Dengan melaksanakan lesson study guru model dan para observer dapat melakukan sharing kepada teman sejawat, mulai dari perencanaan sampai refleksi. Teman sejawat sebagai observer sangat banyak membantu dalam memberikan sumbang saran selama pembelajaran. Permasalahan yang timbul saat pembelajaran dapat diketahui oleh observer yang kadang permasalahn tersebut tidak diketahui oleh guru model. Selain memberitahukan permasalahan yang terjadi, observer juga memberikan alternative solusi kepada guru model, sehingga guru model dapat memperbaiki pada pembelajaran yang akan dating. KESIMPULAN Kegiatan lesson study sangat bermanfaat bagi guru, dengan melakukan melakukan kegiatan lesson study guru model dapat melakukan sharing pembuatan plan, yaitu semua teman sejawat memberikan sumbang saran untuk pelaksanaan pembelajaran agar tercipta proses pembelajaran yang menyenangkan dan terkesan bagi siswa. Dilanjutkan dengan kegiatan do, dengan adanya lesson study kegiatan do menjadi lebih berbeda karena pada saat guru model melaksanakan do, para observer mengamati pembelajaran. Hal yang diamati adalah permasalahan yang muncul pada pembelajaran terutama yang berkaitan dengan siswa yang kemudian permasalahan tersebut diungkapkan dan dicari solusinya pada kegiatan see.
223
Pembelajaran menggunakan metode example non example sangat terkesan karena siswa merasa senang dan betah dalam kegiatan belajar mengajar, siswa diajak melihat gambar-gambar animasi dan video-video lucu yang berkaitan dengan materi daur hidup makhluk hidup. Siswa yang selama ini hanya tahu pada gambar mati dan tidak bergerak perubahan dari lat menjadi kepompong dan kepompong jadi kupu-kupu, kini siswa tahu prosesnya dengan melihat filmnya langsung. Sehingga siswa lebih paham dan tidak mudah lupa, dan tang terpenting siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementrian Pendidikan Nasional.2006). Depdiknas.2006.Standart Isi Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI.Jakarta : Yuliati 2011 Siputro.2012.(0nline).( http://www.siputro.com/2012/02/metode-examples-non-examples-danmetode-lesson-study-part-4/) diakses tanggal 16 Oktober 2013 pukul 22.15 WIB.
PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN ELEKTRONIK PADA PEMBELAJARAN IPA DALAM KEGIATAN ON-GOING DI KELAS IV SD INPRES 13 ARFAI MANOKWARI Transita Pawartani SDN 01 Manokwari
[email protected] Abstrak: Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) telah diterapkan dalam kegiatan lesson study dalam rangka kegiatan on going program TEQIP 2013 di SDN 13 Arfai Manokwari Papua Barat. Kegiatan lesson study dilakukan melalui tahapan plan, do, dan see. Tahap plan dilakukan pada 18 Mei 2013 di Batu-Malang pada saat kegiatan pelatihan TOT 1. Tahap do dan see dilakukan pada 27 Mei 2013 di kelas V SD inpres 13 Arfai Manokwari Papua Barat. Materi yang diajarkan pada saat lesson study adalah peristiwa alam serta dampak yang timbulkan terhadap lingkungan sekitar. Dari hasil refleksi terungkap bahwa guru model merasakan manfaat dari lesson study yaitu melalui model belajar TPS yang didukung media pembelajaran elektronik vidio siswa lebih aktiv dan muncul pemikiran-pemikiran baru dari hasil diskusi siswa. Kata kunci: Cooperative Think pair Share, lesson study, media elektronik.
Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan bangsa, dan guru adalah pelaku yang sangat berperan dalam dunia pendidikan. Peningkatan profesionalisme guru selama ini melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan workshop. Namun semua upaya pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru belum tampak hasilnya. Hal ini ditengararai masih banyak guru yang belum mampu membelajarkan siswa dengan baik sehingga hasil belajar siswa juga rendah. Peningkatan profesionalisme guru seharusnya dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.Salah cara peningkatan kualitas secara terus menerus tersebut adalah melalui learning community dengan kegiatan Lesoos study. Menurut Ibrohim (2013)Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka peningkatan profesi onalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran . Diharapkan melui kegitan lesson study akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran serta mempengaruhi hasil belajar. Adapun tujuan pelaksanaan Lesson Study adalah sebagai berikut.
224
1.
Guru menjadi termotivasi untuk membuat inovasi dalam pembelajaran sehingga terjadi pembelajaran yang aktif, komunikatif, dan menyenangkan, hal ini dikarenakan adanya kerjasama antar guru. 2. Guru bisa mengetahui kelemahan dan kelebihan pembelajaran materi tertentu yang selama ini tidak teramati oleh guru sendiri. 3. Adanya persiapan mengajar yang lebih baik dari guru baik persiapan mental, administrasi, maupun penguasaan materi. 4. Komunikasi guru dan siswa akan menjadi lebih baik. Program TEQIP (Teacher Quality Improvment Program )memvasilitasi terlaksananya Lesson Study melalui kegiatan on going di SD Inpres 13 Arfai – Manokwari pada tanggal 27 Mei 2013. SD Inpres 13 Arfai terletak tidak jauh dari pusat kota Manokwari, dilalui jalur utama menuju Kabupaten pemekaran yaitu Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak. SD 13 Arfai hampir 80% siswanya adalah penduduk asli Manokwari yang di asuh 20 guru. Pelaksanaan open Class mata pelajaran dilaksanakan di kelas Va. Menurut informasi selama ini keaktifan siswa dirasakan sangat kurang karena selama aktivitas belajar siswa di dalam kelas tidak memicu keaaktifan siswa. Guru cenderung mengajar dengan metode ceramah. Melalui kegiatan TEQIP yang telah diikuti guru model dengan materi pembelajaran bermakna, model-model pembelajaran,media pembelajaran, serta pengalaman melaksanakan lesson study maka pada kegiatan open class di SD Inpres 13 Arfai guru model menerapkan model pembelajaran Think-Pair- Shere ( TPS ) dengan bantuan media pembelajaran elektronik. Pada kegiatan open class ini disajikan materi pelajaran IPA dengan Kompetensi Dasar Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampak bagi makhluk hidup dan lingkungan. Materi ini disajikan karena disesuaikan dengan program pembelajaran sekolah dan waktu pelaksanaan On Going I yang mendekati akhir semester II. Think – Pair- Shere (TPS) merupakan suatu model pembelajaran yang sederhana mudah diterapkan sangat cocok untuk para siswa yang baru belajar secara kooperatif. Pada model pembelajaran TPS ini siswa menggali pengetahuannya sendiri, berdiskusi dengan teman, dan kemudian berbagi dalam diskusi kelas. Penggunaan strategi TPS ini diharapkan mampu bekerjasama, saling membutuhkan, dan saling bergantung dalam kelompok keci (dalam Zubaidah, dkk 2013). Dengan demikian Penggunaan strategi TPS tersebut ditengarai dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini akan sangat sesuai bagi siswa klas Va yang tidak pernah melakukan pembelajaran secara kooperatif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Mey Susanti yang menyatakan penerapan model Think Pair Share dengan media CD Interaktiv dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA kelas IV SDN Tambakaji 04. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa. Langkah-langkah kegiatan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dilakukan open class dengan menerapkan strategi cooperativ learning dengan model TPS ( Think, Pairs, Shere). Sebelum melakukan on going guru model melaksanakan persiapan bersama tim yang dimulai dengan tahap plan, dilanjutkan dengan tahap do dan see. Plan ( Perencanaan ) Plan dilakukan pada saat TOT 1 Tanggal 18 Mei 2013 di hotel purnama oleh Transita Pawartani dan Berta Dimara atas bimbingan Prof. Dr. Arif Hidayat, M.Si. Tahap plan meliputi beberapa kegiatan berikut. Penentuan KD, KD yang dipilih untuk open class adalah 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan hal ini disesuaikan dengan materi akhir semester dua selain itu peristiwa alam sangat dekat dengan siswa-siswa di wilayah manokwari karena wilayah manokwari yang sering mengalami gempa dan diikuti bayangan stunami karena wilayah yang dekat dengan laut . Rumusan tujuan pembelajaran dari materi ini adalah 1) Menyebutkan jenis-jenis peristiwa alam. 2)Menjelaskan penyebab terjadinya peristiwa alam 3)Menjelaskan dampak dari peristiwa alam terhadap kehidupan manusia, hewan, dan lingkungan. 4)Menjelaskan cara pencegahan peristiwa alam yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Strategi yang dipilih dalam proses pembelajaran KD tersebut adalah dengan Think-Pair-Share (TPS) karena melalui model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan berpikir secara individu, membahas jawaban dengan teman dekat dan
225
secara umum dengan kelas. Dengan model pembelajaran ini diharapakan muncul keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat pada saat diskusi, siswa yang biasanya pasif, secara perlahan ikut terlibat dalam diskusi kelompok dan kelas. Penerapan strategi cooperativ dengan model TPS ini juga didasarkan pada temuan penelitian sebelumnya Pembelajaran Kooperatif Think- Pair-Shere Untuk Meningkatkan Hasil Belajat IPA Kelas VI SD (Misdi, 2013). Selain itu keaaktivan siswa juga bisa semakin ditingkatkan dengan penggunaan media pembelajaran elektronik, didasarkan pada temuan penelitian sebelumnya model Think Pair Share dengan media CD dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas siswa, dan hasil belajar dalam pembelajaran IPA (Mei Susanti, 2012) Do ( Pelaksanaan ) Tahap do dilakukan di SDN 13 Arfai Kecamatan Manokwari Selatan tangal 27 Mei 2013 dengan guru model Transita Pawartani. Pembelajaran IPA dilaksanakan di kelas V pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Open class dihadiri oleh guru-guru peserta lesson study dari SDN 13 Arfai, SD Inpres Taman Ria, SDN 01 Manokwari, dan dosen pembimbing dari UM (Hendra Susanto). Proses pembelajaran diawali dengan apersepsi dengan Menayangkan vidio peristiwa alam yang merusak lingkungan. Guru mengajukan pertanyaan berkaitan dengan tayangan vidio. Seperti meminta siswa menyebutkan urutkan fenomena alam yang terjadi. Menanyakan apa akibat dari bencana tersebut. Selain itu guru juga menayangkan gambar beberapa peristiwa alam yang terjadi di lingkungan sekitar dan di Indonesia serta menyampaikan tujuan pembelajaran dan model pembelajaran yang akan dipakai TPS ( ThinkPair-shere ). Guru menjelasaskan aturan dalam pembelajaran yaitu akan dibentuk kelompok berpasangan dan siswa duduk berpasangan sesuai dengan kelompoknya. Saat LKS I siswa akan mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bekerjasama dengan pasangan, kemudian pada LKS II siswa mendiskusikan hasil pemikirannya dalam diskusi dengan pasangannya. Pada akhirnya setiap permasalahan akan dibahas dalam diskusi kelas. Pada akhir pembelajaran guru mengajak siswa untuk menyimpulkan apa yang telah di pelajari, memberikan soal evaluasi untuk mengukur daya serap siswa terhadap hasil pembelajaran. Serta guru menutup pelajaran dan memberikan pesan moral. See ( Refleksi ) Setelah kegiatan pembelajaran see dilaksanakan oleh guru model Transita Pawaratani, observer yaitu Bertha Dimara, Nina Kusminar, Suib Abdullah, serta atas dampingan Expert UM Hendra Susanto. Kegiatan refleksi dipimpin oleh moderator ibu Berta Dimara. Moderator mengawali kegiatan refleksi dengan memberikan ucapan selamat pada guru model dan memberi kesempatan pada guru mode untuk menyampaikan perasaan melaksanakan pembelajaran di kelas V dengan materi mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan. Guru model menyampaikan rasa senang karena pembelajran telah dilaksanakan sesuai dengan rencana (RPP) serta melihat munculnya keaaktivan siswa dalam diskusi, apalagi didukung penggunaan media pembelajaran elektronik semakin menarik bagi siswa. Selanjutnya moderator mempersilahkan observer menyampaikan hasil temuannya pada tahap do dan ditutup oleh expert. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi yang dilakukan oleh observer dikemukakan sebagai berikut. a. Kesiapan belajar siswa Secara keseluruhan siswa terlihat sangat siap dalam belajar dan terlihat masuk ke kelas dengan tepat waktu walapun ada 1-2 orang siswa yang masih terlihat bercanda dengan teman sebangkunya. b. Kondisi/respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi/motivasi/ pemanasan berpikir/advance organizer Mayoritas siswa sangat antusias pada video yang ditayangkan guru pada kegiatan apersepsi, salah seorang siswa menjawab dengan spontan tanpa diminta guru, dan siswa yang lain menjawab pertanyaan guru dengan baik. Namun masih ada beberapa siswa yang kurang fokus.
226
c. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran antara siswa dengan guru Terjadi interaksi antara siswa dan guru setelah pembagian LKS, guru membimbing siswa mengerjakan LKS. Pemicu terjadinya interaksi guru dengan siswa! (apakah karena masalah yang diberikan oleh guru, LKS, perbedaan pendapat, diskusi atau faktor lainnya). Pemicunya berupa pemaparan gambar tentang factor penyebab bencana alam dan pertanyaan pancingan dari guru tentang fenomena dari setiap gambar yang disajikan. d. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran antara siswa dan siswa. Interaksi siswa dengan siswa lainnya cukup baik saat pembagian LKS dan tahap pengerjaan LKS. Pemicu terjadinya interaksi siswa dengan siswa yaitu video apersepsi di kegiatan pendahuluan dan LKS, siswa berbeda pendapat tentang bagaimana proses tsunami terjadi, dampaknya dan terlihat penasaran ketika muncul pertanyaan seorang siswa tentang gunung dibawah laut dan kaitannya dengan proses tsunami. e. Siswa yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara baik. Ada 6 siswa yang tidak dapat belajar dengan baik. Alasan siswa tidak dapat belajar denganbaik. Siswa tidak dapat mengikuti pelajaran karena kurang memahami intruksi guru, ada siswa yang selesai mengerjakan LKS terlebih dahulu dan ada siswa yang kebingungan mengerjakan LKS Think dan Pairs. Selain itu ada siswa yang kurang antusian terhadap materi. f. Upaya guru untuk mengatasi gangguan belajar Guru mengarahkan pada siswa yang sudah selesai untuk bersabar dan memberi motivasi untuk memberikan jawaban yang terbaik. Guru juga memberi kesempatan pada siswa yang kurang aktiv untuk maju ke depan kelas mempresentasikan hasil kerjanya. g. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang terganggu. Siswa tersebut diberikan fokus lebih banyak dan sering dilibatkan dalam kegiatan share di kelas agar fokus dan perhatiannya dalam belajar tidak hilang (memperoleh bimbingan lebih). h. Hal-hal unik yang terjadi pada saat pembelajaran. Siswa tertarik pada diskusi fenomena gunung berapi bawah laut dan kaitannya dengan kejadian tsunami. i. Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum, dsb). Keterlibatan siswa cukup baik dan aktif dalam membuat kesimpulan dengan pertanyaan yang diajukan guru. j. Respon siswa ketika guru menyampaikan tindak lanjut pembelajaran Bertha Dimara. Respon siswa baik dan sangat kooperatif dalam menjawab materi soal dalam kuis di akhir KBM. Siswa mayoritas fokus pada proses tersebut serta merespon dengan baik pengarahan yang disampaikan oleh guru walaupun ada beberapa siswa yang tampak bingung karena pelajaran hampir selesai. Pembahasan Berdasarkan pengamatan dari para observer serta peningkatan hasil nilai pre tes dan post tes dengan diterapkannya pembelajaran cooperative TPS yang dilengkapi dengan media pambelajaran berbasis ICT pada on-going lesson study siswa antusias mengikuti pembelajaran. Antusias berhubungan dengan motivasi, dengan demikian siswa yang antusias mengikuti pembelajaran mengindikasikan bahwa motivasi belajar siswa meningkat. Siswa juga mendapat pengetahuan baru hal ini ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata nilai pre tes dan pos tes. Hal yang lebih menarik lagi daya pikir siswa terangsang sehingga muncul pemikiran yang berkembang dari konsep yang telah dimiliki. Dengan demikian dapat dirasakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seorang yang melakukan pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa dapat menghubungkan fenomena baru kedalam struktur kognitif siswa (dalam Zubaidah dkk 2013). Dalam pembelajaran dengan model TPS siswa diberi kesempatan untuk mengaitkan pengetahuan awalnya dengan masalah yang dihadapi sebelum mendiskusikan dengan pasangan dan diskusi kelas.
227
Media belajar Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan. Jadi media pembelajaran merupakan sarana yang dipakai guru untuk mempermudah penyampaikan pesan pada peserta didik. Dengan menggunakan media pembelajaran kita sebagai guru dapat menghindari terjadinya verbalisme, membangkitkan minat atau motivasi, menarik perhatian, mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan ukuran, mengaktifkan siswa dalam belajar dan mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar. Untuk saat ini sering dikenal istilah multimedia. Media ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, grafik, animasi, audio dan video. Jadi media pembelajaran berbasis multimedia adalah “sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang memiliki suara dan gambar atau suara dan teks atau teks dan gambar ataupun memiliki ketiga-tiganya yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatiaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali” ( Damassar, 2013). Akan tetapi dalam penggunaan media Elektronik yang berupa tayangan Vidio harus benar-benar disesuaikan dengan perkembangan usia anak, agar siswa tidak mengalami salah konsep. Guru perlu membantu siswa untuk mendapatkan konsep yang benar tentang materi pembelajaran meskipun siswa telah mengamati tayangan vidio sendiri, karena peristiwa, gambar, dan suara akan lebih mudah direkam dalam memori siswa. Kesimpulan 1. Pembelajaran yang telah dilakukan (do) dalam kegiatan open class telah sesuai dengan RRP yang disususn dalam tahap plan. 2. Kegiatan belajar dengan cara kooperatif TPS akan merangsang siswa berpikir lebih kritis mengaitkan dengan pengalamannya serta memunculkan keberanian mengemukakan masalah yang tidak mampu diselesaikan sendiri. Melalui hal ini akan terbentuk jiwa kerjasama dan membutuhkan bantuan orang lain. 3. Siswa yang belum terbiasa dengan kerja kelompok dengan model TPS dengan arahan, bimbingan dan motivasi dari guru mulai berlatih bekerja kelompok. 4. Minat siswa meningkat ketika ada media audio-visual sejalan tahap berpikir mereka yang masih senso-motorik . 5. Melaui penerapan model pembelajaran TPS dengan menggunakan media pembelajaran elektronik terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Daftar Rujukan Ibrohim.2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang : Universitas Negeri Malang. Susanti, Mey. 2012. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Ipa Melalui Penerapan Model Think Pair Share Dengan Media CD Pembelajaran Pada Siswa Kelas IV SDN Tambakaji 04. http://lib.unnes.ac.id/14108/ diakses tanggal 17 Agustus 2013 Misdi. 2013.Pembelajaran Kooperatif Think – Pair – Shere Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas VI SD. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Zubaidah, Siti dkk. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang.
MENINGKATKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SDN 1 MAMBALAN KECAMATAN GUNUNGSARI PADA PEMBELAJARAN PANCA INDRA DENGAN MENGEFEKTIFKAN PENGGUNAAN METODE CERAMAH DAN METODE DEMONSTRASI L. Saiful Bahri Abdul Satar SDN 1 Mambalan (
[email protected]) Abstrak : Telah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SDN.1 Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat pada semester I tahun pelajaran 2009/2010, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran IPA siswa kelas V SDN 1 Mambalan Gunungsari dengan menggunakan metode demonstrasi dan metode ceramah. Penelitian
228
Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data diperoleh dengan observasi, pemberian tugas, tes hasil belajar siswa, dan dokumentasi. Setiap akhir siklus diberikan tes hasil belajar. Soal tes hasil belajar berbentuk soal uraian. Data dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode demosntrasi dan metode ceramah dapat meningkatkan motivasi siswa kelas V semester I SDN. 1 Mambalan Gunungsari pada mata pelajaran IPA. Ini terlihat dari peningkatan hasil belajar pada setiap siklus. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 64,7. Sedangkan pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 73,12. Nilai dasar diperoleh dari tes awal yang dilakukan yaitu sebesar 48,5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah dan metode demonstrasi dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran IPA sehingga dapat dipakai sebagai rekomendasi bahwa kedua metode tersebut dapat diterapkan di kelas sebagai variasi pendekatan pembelajaran IPA karena telah terbukti dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran IPA.
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya guru gunakan untuk, bagaimana mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis. Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kerangka berpikir yang demikian bukanlah suatu hal yang aneh, tapi nyata, dan memang betul-betul dipikirkan oleh seorang guru. Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menntukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam mengajar, guru jarang sekali mengunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relative lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat.Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai. Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahwa pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau metode eksperimen. Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan di bawa. Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai. Ketika anak didik tidak mampu berkonsentrasi, ketika sebagian anak didik membuat kegaduhan, ketika anak didik menunjukkan kelesuan, ketika minat anak didik semakin berkurang dan ketika sebagian besar anak didik tidak menguasai bahan yang telah disampaikan, ketika itulah guru mempertanyakan faktor penyebabnya dan berusaha mencari jawaban secara tepat. Karena bila tidak, maka apa yang guru sampaikan sia-sia. Boleh jadi dari sekian keadaan tersebut, salah
229
satu penyebabnya adalah faktor metode. Karenanya, efektivitas penggunaan metode patut dipertanyakan. Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan menggabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta situasi kelas. Seharusnya penggunaan metode dapat menunjang pencapaian tujuan pengajaran, bukannya tujuan yang harus menyesuaikan diri dengan metode. Karena itu, efektivitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antar metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran, sebagai persiapan tertulis. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Pembelajaran IPA khususnya materi pancaindera lebih efektif bila disampaikan dengan Metode demonstrasi. Menurut Rustiyah (2001) metode demonstrasi adalah seorang guru menunjukkan benda sebenarnya atau atau tiruannya kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Putra (2004) metode demonstrasi adalah adalah cara penyajian pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objek atau cara melakukan sesuatu untuk memperunjukkan proses tertentu. Djamarah (2000) mengemukakan adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Metode demonstrasi sangat tepat diterapkan pada pembelajaran IPA materi panca indera karena metode demonstrasi mempunyai keunggulan yaitu dapat memusatkan perhatian siswa pada pokok bahasan yang akan didemonstrasikan, siswa memperoleh pengalaman yang dapat membentuk ingatan yang kuat, siswa terhindar dari kesalahan dalam mengambil suatu kesimpulan, pertanyaan-pertanyaan yang timbul dapat dijawab sendiri oleh siswa pada saat dilaksanakannya demonstrasi, apabila terjadi keraguan siswa dapat menanyakan secara langsung kepada guru, kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki karena siswa langsung diberikan contoh konkretnya. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Mambalan dengan subyek penelitian adalah siswa kelas V. Dalam usaha memperoleh hasil penelitian tindakan kelas perlu dilakukan beberapa siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Setiap siklus melalui tahapan perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi. Adapun alur dalam PTK dapat digambarkan sebagai berikut.
230
Refleksi Observasi
Rencana Tindakan
Pelaksana Tindakan Refleksi Observasi
Rencana Tindakan
Pelaksana Tindakan Gambar1. Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas (sumber Kemmis dan Taggart, 1988 dalam Kasbolah, 1999).
Prosedur penelitian setiap siklus dapat diuraikan sebagai berikut: a. Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti merencanakan kegiatan yang akan dilakukan pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan adalah: 1) Membuat skenario pembelajaran. 2) Membuat alat evaluasi. 3) Membuat lembar observasi. b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan yang dilaksanakan guru dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Untuk setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. c. Observasi Observasi adalah suatu teknik pengamatan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung dan secara teliti terhadap suatu peristiwa/kejadian dalam situasi disuatu tempat, dengan atau tanpa alat Bantu Observasi yang dilakukan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa. d. Refleksi Pada tahap refleksi, peneliti bersama guru mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilaksanakan, kemudian bila perlu merevisi tindakan berikutnya. Data yang diperoleh melalui observasi dan tes hasil belajar disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menyajikan dalam bentuk perbandingan rata-rata untuk setiap siklus. Untuk menguji peningkatan hasil belajar yang bermakna digunakan uji dua variabel bebas. Uji ini bertujuan untuk membandingkan, jika terdapat perbedaan rata-rata antara dua hasil belajar maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar yang diperoleh memiliki makna. Bila tidak terdapat perbedaan rata-rata anatara dua hasil belajar maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar yang diperoleh tidak memiliki makna. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I a. Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti membuat skenario pembelajaran berdasarkan desain pembelajaran disertai soal-soal IPA. Selain itu peneliti juga mempersiapkan lembar observasi untuk mengamati jalannya proses pembelajaran.
231
b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan skenario pembelajaran yang telah dipersiapkan.
c. Hasil Observasi Hasil observasi pada siklus I, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menyajikan materi, mengelola kelas dan membimbing siswa tergolong cukup. Hal ini dapat dilihat pada saat menyampaikan materi guru terlihat mampu menjelaskan materi namun tidak di dukung oleh suara yang jelas sehingga masih banyak siswa yang kurang mendengarkan penyampaian dari guru. Kemampuan guru dalam mengelola kelas dapat dilihat melalui pelaksanaan skenario pembelajaran yang berjalan dengan baik namun masih terkendala oleh waktu dikarenakan siswa kurang memperhatikan arahan dan penjelasan dari guru. Disamping itu guru membimbing siswa yang kurang mengerti dan memerlukan penjelasan tambahan. Aktivitas siswa yang terdiri dari perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan tergolong baik. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan cukup baik yaitu siswa memperhatikan penjelasan guru tentang kegiatan yang harus dilakukan dan berani bertanya apabila ada penjelasan yang kurang jelas dan mampu menyelesaikan tugas dengan baik walaupun terkadang masih ada sebagian siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan kurang memahami materi pelajaran. Hasil belajar siswa setelah dilaksanakan pembelajaran diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA sebesar 64,7 pada siklus I. d. Refleksi Refleksi dari hasil observasi dan hasil tes akhir, disarankan untuk pertemuan berikutnya: Volume suara guru harus terdengar lebih jelas lagi ke seluruh ruangan kelas. Pemberian bimbingan kepada siswa diusahakan merata ke seluruh siswa. Memfokuskan perhatian siswa agar tidak mengganggu proses pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah, baik nilai rata-rata kelas maupun ketuntasan belajar mengalami peningkatan, ditunjukkan melalui grafik melalui siklus I dan siklus II. Siklus II a. Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti membuat skenario pembelajaran berdasarkan desain pembelajaran disertai soal-soal IPA. Selain itu peneliti juga mempersiapkan lembar observasi untuk mengamati jalannya proses pembelajaran.. b. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan skenario pembelajaran yang telah dipersiapkan c. Observasi Hasil observasi pada siklus II, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menyajikan materi, mengelola kelas dan membimbing siswa tergolong baik. Hal ini dapat dilihat pada saat menyampaikan materi guru terlihat mampu menjelaskan materi dan suara guru terdengar jelas. Kemampuan guru dalam mengelola kelas dapat dilihat melalui pelaksanaan skenario pembelajaran yang berjalan dengan baik dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan Disamping itu guru membimbing siswa yang kurang mengerti dan memerlukan penjelasan tambahan tampak menyeluruh terhadap seluruh siswa. Perhatian siswa dan partisipasi siswa dinilai baik. Hal ini dilihat dari siswa mau memeperhatikan penjelasan guru serta menanyakan hal yang belum dimengerti dan siswa aktif bertanya jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Hasil belajar siswa pada siklus II meningkat menjadi 73,13 dari rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I yaitu sebesar 64,7. d. Refleksi Berdasarkan hasil tes kognitif dari setiap siklus yang mengalami peningkatan maka penelitian ini tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Hal ini terlihat dari perolehan hasil belajar IPA siswa yang meningkat dari 64,70 pada siklus I menjadi 73,13 pada siklus II. Berikut disajikan hasil daftar nilai pada siklus I dan siklus II:
232
Berdasarkan rata-rata hasil belajar IPA diperoleh nilai pada siklus I sebesar 64,70 dan siklus II 73,12. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan uji t maka diperoleh t hitung sebesar 8,219. Hal ini digunakan untuk melihat apakah kenaikan nilai hasil belajar terdapat makna yang signifikan. Dari data t hitung tadi, maka dibandingkan dengan t tabel dimana derajat kebebasan (db) = n1 + n2 – 2 = 40 + 40 – 2 = 78 untuk taraf signifikan 5% sebesar 2,00. Dimana S1 2 = 169,394 S22 = 127,087 S = 4,599 thit = 8,219 Dengan demikian t hitung > t tabel. Dengan kata lain terdapat kenaikan hasil belajar siswa yang bermakna pada setiap siklusnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa metode ceramah dan metode eksperimen dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA khususnya pada kompetensi pancaindra, hal ini dapat dilihat dari kenaikan rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklusnya, dari 64,7 pada siklus I menjadi 73,13 pada siklus II. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Djamarah, S.B. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta : Jakarta Roetiyah N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Rineka Cipta : Jakarta Putra, U.S.W 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka
PENERAPAN MEDIA BELIMBING WULUH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS ILMIAH DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SD INPRES 2 JATI Hapsa Usman Hidayat Abstrak : Penelitian tindakan kelas ini difokuskan untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas ilmiah siswa melalui media belimbing wuluh dengan model pembelajaran problem base learning. Subyek penelitian adalah siswa kelas VI SD Inpres 2 Jati Kota Ternate. Desain yang digunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian tindakan kelas dengan mengacu pada model Kemmis dan Taggart. Model ini terdiri atas 4 tahap, meliputi: perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action), observasi (observation), dan refleksi (reflection). Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media belimbing wuluh dengan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan aktivitas ilmiah dan hasil belajar siswa Kelas VI SD Inpres 2 Jati Kota Ternate Kata kunci: media belimbing, problem based learning, hasil belajar, aktivitas ilimiah
PEDAHULUAN Pencapaian pendidikan yang bermutu menuntut pengelolaan sekolah secara professional. Salah satu keprofesionalan yang dapat dilakukan adalah memberikan kewenangan kepada sekolah dalam pengambilan keputusan penyelenggaraan program pendidikan baik sistemnya maupun berorientasi pada proses. Di kelas VI SD Inpres 2 Jati telah dilakukan pembelajaran IPA dengan metode praktek. Harapannya agar konsep IPA mudah dipahami siswa. Pada sisi lain tersedia cukup banyak media alam sekitar dan KIT IPA. Konsep elemen basah dan elemen kering pernah diajarkan melalui kegiatan ceramah. Media yang digunakan adalah aki.. Namun pemahaman siswa belum maksimal dan tidak memuaskan. Model pembelajaran yang didominasi dengan kegiatan ceramah, yang menempatkan guru sebagai figure senteral dalam proses pembelajaran di kelas karena guru banyak berbicara, sementara
233
siswa hannya duduk manis menjadi pendengar yang pasif dan mencatat apa yang diperintahkan guru harus segera ditinggalkan. Sebaliknya model pembelajaran yang memberi paluang yang lebih luas kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan pemahamannya dalam proses “pemanusiaannya” perlu ditumbuh kembangkan. (M Sobry Sutikno, 2006:51). Kondisi seperti apa yang disampaikan oleh Sutikno tersebut dapat berakibat siswa menjadi kreatif,,daya nalar dan daya fikirpun menjadi baik. Kemampuan kognisi, afeksi dan psikomotor menjadi meningkat. Hal ini sejalan dengan proses reformasi dibidang pendidikan kita. Suasana pembelajaran yang lebih menekankan pada kemandirian peserta didik akan dapat mendorong pembelajar termotivasi untuk belajar, dan selalu siap bekerjasama dalam pembelajaran yang dapat menambah kepercayaan diri, kreatif dan inovatif. Pembelajaran semacam ini akan mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam mengkontruksi pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas. Selama ini realita yang terjadi di sekolah adalah motivasi belajar siswa masih rendah. Berdasarkan kenyataan ini perlu mengadakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal. . Upaya yang diakukan untuk mengatasi permasalahan ini melalui permbaikan pembelajaran yaitu praktek sederhana dengan media belimbing dan strategi pembelajaran berbasis masalah (PBL) untuk meningkatkan pemahaman mata pelajaran SAINS mengenai elemen basah pada siswa kelas VI SD Inpres 2 Jati. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang pada mulanya dikembangkan untuk pembelajaran biologi medis pada tahun 1980-an. Waterman,(1998) dan Woods (1996) menyatakan bahwa PBL merupakan salah satu pilihan cara pembelajaran yang paling menarik dan berdaya guna selama lebih dari 30 tahun terakhir terutama dalam bidang kedokteran. Menurut Woods, PBL merupakan istilah umum dengan bentuk yang lebih khusus seperti penelitian, studi kasus. Ide dasar dari PBL sebenarnya cukup sederhana, yaitu pembelajaran melalui penemuan masalah.belajar apa ? yaitu belajar tentang isi (fakta, konsep, ketrampilan, alogaritma) dan belajar bagaimana mencari penyelesaian maslah dan atau berpikir kritis. Savery (2006) menyatakan bahwa kunci keberhasilan PBL terletak pada pemilihan masalah dan guru yang merupakan pemandu proses pembelajaran dan yang mengarahkan tannya jawab pada proses penyimpulan pengalaman belajar. PBL didefinisikan oleh Hmelo – Silver (2004) sebagai metode pembelajaran dimana siswa difasilitasi untuk belajar menemukan masalah. Dalam situasi permasalahan yang mengidentifikasi apa yang akan dipelajari untuk mencari jawaban atas masalah yang diajukan. Belajar menjadikan siswa mandiri, dan megaplikasikan pengetahuan baru terhadap masalah yang diajukan, serta merefleksi apa yang sudah dipelajari dan keefektifan strategi yang dilakukannya. Pembelajaran model Problem Based Learning, menuntut guru berperan menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Dalam hal ini masalah yang diajukan adalah masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa. Langkah-langkah PBL sebagai berikut : Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang telah diajukan, menetapkan topik, tugas, jadwal. Guru mendorong siswa untuk untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas sesama teman. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan. Kelebihan PBL antara lain : 1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuan dapat diserap dengan baik. 2. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain
234
3. Siswa dapat mengakses pengetahuan dari berbagai sumber. Kekurangan PBL antara lain : 1. Bagi siswa yang malas, tujuan implementasi strategi tersebut sulit dapat dicapai. 2. Implementasi strategi tersebut membutuhkan banyak waktu dan biaya 3. Strategi pembelajaran ini tidak dapat diterapkan pada semua mata pelajaran. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan mempebaiki pemahaman konsep tentang elemen basah dan elemen kering. Penelitian ini menggunakan dua siklus yaitu siklus I dan silus II. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada akhir bulan Pebruari sampai minggu pertama bulan Maret yaitu pada semester II selama dua siklus dimana waktu tersebut diberikan materi mengenai gejala kelistrikan. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Inpres 2 Jati bagi siswa kelas VI semester II tahun pelajaran 2012/2013. Selama dua minggu berturt-turut dan laporan disusun selama dua bulan. Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VI SD Inpres 2 Jati dengan jumlah siswa 33 siswa. 18 siwa perempuan dan 15 siswa laki-laki. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini diperoleh dengan teknik tes dan pengamatan kelompok serta data teman sejawat (data terlampir). Sumber Data Sumber data dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah seluruh siswa kelas VI SD Inpres 2 Jati yang diambil berupa tes hasil belajar, keaktifan siswa dalam menyelesaikan tugas secara kelompok. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan ada empat macam yaitu tes tulis , lembar format observasi, lembar kerja siswa dan lembar obrsevasi guru. Instrumen tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar. Instrumen format observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang Format observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang keterlaksanaan pembelajaran. .Lembar kerja siswa digunakan untuk mengumpulkan data tentang proses belajar siswa. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan secara diskriptif berdasarkan hasil belajar kelompok dan yang telah diamati dan diperiksa sesuai kerja masing-masing kelompok dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Reduksi data yaitu mengecek dan mencatat kembali data yang telah dikumpulkan 2. Inferensi data yaitu menyimpulkan apakah dalam pembelajaran ini terjadi peningkatan kualitas belajar atau tidak 3. Tahap tindak lanjut merumuskan langkah perbaikan apabila belum tuntas. Prosedur Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dua siklus secara berkelanjutan. Setiap siklus dilaksanakan perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Prosedur PTK menggunakan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Targart sebagai yang lukiskan dalam Gambar-1 berikut.
235
Perencanaan siklus I (menyusun RPP)
Implemntasi pembelajaran
Refleksi
Siklus I Observasi
Perencanaan siklus II (menyusun RPP) Implemntasi pembelajaran siklus II
Refleksi
Observasi
Gambar-1 Diagram prosedur PTK
Siklus I Siklus pertama dilakukan sesuai dengan perencanaan pembelajaran materi gejala kelistrikan dan sumber energi listrik dengan media aki dengan mengguanakan model PBL. Siklus II Siklus II dilanjutkan pada minggu berikutnya dengan mengadakan eksperimen sederhana dalam belajar kelompok yang bahannya didapat dari alam berupa buah belimbing wuluh. dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Pengamatan Penelitian dilakukan secara kolaboratif dengan teman sejawat, pengamatan dilakukan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Data hasil observasi dari teman sejawat digunakan untuk merefleksi hasil pemberian materi. Sedangkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan daya serap siswa dijaring melalui tes tertulis setelah melakukan eksperimen secara kelompok kemudian dibandingkan dengan tes awal. Refleksi Data pada siklus pertama dianalisis bersama observer kemudian dijadikan sebagai acuan untuk merencanakan pada pertemuan berikut. Hasil pengamtan berupa kelemahan dan kelebihan pembelajaran serta permasalagan yang muncul pada siklus I. Hasil observasi kemudian digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus II.
236
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan sebanyak dua kali siklus dimana pada siklus pertama siswa belum mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum KTSP yang mana KKM nya adalah 65 sedangkan hasil secara klasikal belum mencapai KKM sehingga perlu diadakan penguatan materi. Siklus 1 Persiapan Mengajar Persiapan mengajar pada siklus 1 dilaksanakan dengan model PBL yang masih didominasi dengan menjelaskan secara klasikal dan media aki. Hasil belajar yang diperoleh tidak memuaskan atau belum menggambarkan pembelajaran yang efektif dan kreatif untuk mencapai nilai KKM. Hasil belajar siklus I Pada siklus I ternyata siswa masih banyak yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan belum termotivasi. Bila dihitung persentase pencapaian nilai secara klasikal untuk mencapai nilai KKM yang telah ditentukan ternyata belum mencapai nilai KKM nilai yang dicapai secara klasikal baru mencapai 64 % yang mendapat nilai tuntas. Hasil yang diperoleh setelah melakukan tes secara tertulis dapat terlihat pada data hasil belajar siswa berikut : Tabel -1 Hasil belajar siklus I No
1 2 3 4 5
Banyak Siswa 8 4 10 5 6
Nilai perolehan (0-100)
Ketuntasan belajar
50
TT TT
60 70
TS TS TS
80 90
Keterangan: TT = tidak tuntas TS = tuntas Pada siklus I ada ada 12 siswa yang belum tuntas atau 36 % dari total siswa 33 anak. Sedangkan 21 siswa atau 64% dari total siswa 33 anak telah mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian ini dilajutkan ke siklus II. Data tentang keterlaksanaan pembelajaran disajikan dalam tabel- 2 berikut Tabel-2 : Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I Tahapan
Aspek yang diamati
Hasil observer
Kegiatan Awal
- Apersepsi - Menyampaikan tujuan Pembelajaran - Menjelaskan Materi - Memberikan pertanyaan secara klasikal - Tes / Evaluasi - Penguatan Materi / Kesimpulan - Tugas (PR) Membawa bahan/alat (buah belimbing untuk praktek minggu berikut Jumlah
1 1
Kegiatan Inti
Kegiatan Akhir
237
1 1 1 0 1 0 6
Keterangan
Keterangan : 1 = terlaksana dan 0 tidak terlaksana Berdasarkan data dalam tabel, maka skor keterlasanaan pembelajaran adalah 6 dari total 8 maka persentasenya adalah 6/8 x100% = 75%. Langkah pembelajaran yang belum terlaksana dengan baik adalah penguatan materi/kesimpulan dan membawa bahan ajar /alat dalam hal ini membawa buah belimbing. . Refleksi Pembelajaran pada siklus I perlu dilanjutkan karena secara klasikal siswa sebanyak 12 orang nilainya belum memuaskan, Guru belum mengadakan penguatan materi untuk itu perlu dilanjutkan pada siklus kedua. Siklus II Persiapan mengajar Persiapan mengajar pada siklus II telah menggunakan hasil refleksi siklus I. Pada siklus II terjadi peningkatan kesiapan siswa maupun guru dalam memulai pembelajaran. Pada siklus II semua siswa membawa buah belimbing yang telah dipesan pada minggu sebelumnya. Kesiapan menerima Pelajaran Berdasarkan hasil observasi diperoleh gambaran kesiapan siswa yaitu sangat antusias menerima pelajaran karena siswa penasaran dengan buah belimbing apakah dapat menghasilkan gejala kelistrikan atau tidak. Kegiatan Belajar Mengajar Berdsarkan hasil observasi dan hasil kerja kelompok diperoleh data bahwa pada siklus II siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan dengan sangat menyenangkan. Semua siswa telibat untuk mengadakan praktek, guru ikut membibimbing. Gambar -2 menunjukkan foto kegiatan siswa ketika praktek dengan menggunakan buah belimbing.
Gambar-2 Foto kegiatan siswa ketika praketk menggunakan buah belimbing
Setelah pelaksanaan perbaikan pembelajaran dan penguatan materi, siswa semakin paham dan mengerti apa yang harus mereka lakukan. Dalam hal ini siswa sudah mampu menjawab soalsoal yang menantang sekalipun. Ditinjau dari segi pembelajaran pada siklus II keterlaksaannya dapat dilihat pada Tabel – 3 berikut. Tabel-3 Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus II
NO 1 2 3
Aspek yang Diamati Memperhatikan Penjelasan Guru Siswa Respon terhadap pertanyaan Pembelajaran Tertib
Hasil Observasi 1 1 1
238
Keterangan
4 5 6 7
Kesiapan Alat/Media yang dibawa 1 Interaksi siswa dengan sumber/media belajar 1 Aktif Fisik maupun Mental 1 Penguatan materi 1 Jumlah 7 Keterangan : 1 = terlaksana 0 = tidak terlaksana Berdasarkan data dalam tabel-3 jumlah skor keterlaksanaan pembelajaran adalah 7 dari skor totalnya 7 atau 100%. Artinya semua aspek pembelajaran yang teramati muncul. Ditinjau dari penguasaan hasil belajar yang diukur berdasarkan jawaban kelompok pada siklus II diperoleh data sebagimana yang disajikan dalam Tabel-3 berikut. Tabel-3 Hasil belajar pada siklus II
No 1 2 3 4
Banyak Siswa 20 orang (4Kelompok) 5 Orang (1 Kelompok ) 4 Orang (1 Kelompok ) 4 Orang 1 Kelompok )
Presentasi Penguasaan Materi 100 % 90 % 80 % 70 %
Berdasarkan tabel -3 disimpulkan bahwa semua kelompok telah mencapai ketuntasan belajar. Bila disajikan dalam diagram balok, maka hasil belajar kelompok dapat dilihat dalam Gambar 3. GRAFIK HASIL BELAJAR KELOMPOK
100 90 80 70 60
100%
50
90% 80%
40
70%
30 20 10 0 4 kelompok
1 kelompok
1 kelompok
1 kelompok
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pembelajaran dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sains bagi siswa kelas VI di SD Inpres 2 Jati.dengan bantuan media sederhana dari alam ayitu buah belimbing wuluh. Saran Model pembelajaran PBL disarankan kepada para guru SD untuk digunakan pada mata pelajaran sains. Untuk topik kelistrikan gunakan media dari alam yaitu buah belimbing wuluh. Disarankan untuk dikembangkan dan dicoba pada mata pelajaran yang lain memanfaatkan media lingkungan sekitar sehingga dapat menjadi inspirasi dan meningkatkan hasil belajar.
239
DAFTAR RUJUKAN Asep Herry Hernawan, dkk 2006. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta Universitas Terbuka Arends, RI et al. 2004, Learning to Teach. Sixth Ed. New York : Mc Graw-Hill Asmawi Zainul, Agus Mulyana, Tes dan Asesmen di SD Jakarta Universitas Terbuka 2005 Agus, Dharma. 2003.MBS.http: // artikel. Us / adharma2.html.. [30 April] G.A.K Wardani, Kuswaya Wihardit, .Noehi Nasution, 2004 Penelitian Tindakan Kelas Universitas Terbuka
MENINGKATKAN KEMAMPUAN DALAM MEMBUAT MOTOR LSITRIK MELALUI METODE PRAKTEK BAGI SISWA KELAS VI SDN.48/IX SARANG BURUNG Henri Donan SDN 48/IX Sarang Burung Kabupaten Muaro Jambi Abstrak : Pada pelajaran IPA di SD diharapkan siswa memiliki kompetensi dasar yang tinggi, disamping itu pula memudahkan siswa dalam mengikuti pelajaran IPA. Namun kenyataan hasil belajar belum optimal sesuai yang diharapkan. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya adalah kurang efektif metode pembelajaran. Oleh karena itu dalam usaha untuk meningkatkan keterampilan siswa membuat motor listrik pada mata pelajaran IPA penting dilakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode praktek. Tujuan penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan hasil belajar berupa keterampilan membuat motor listrik. dengan menggunakan metode praktek.pada pokok bahasan energi listrik dikelas VI SDN.No 48/IX Sarang Burung, Muaro Jambi. Metode penelitian ini adalah tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas VI SDN.No 48/IX Sarang Burung dengan jumlah siswa 22 orang. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tiga siklus, setiap hasil siklus dianalisis termasuk hasil data pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa metode praktek pembuatan motor listrik mata pelajaran IPA dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa. Oleh sebab itu penetapan pembelajaran menggunakan metode praktek dapat mempermudah guru dalam penyampaian materi, mempermudah siswa dalam menerima materi pelajaran khususnya pembuatan motor listrik (cara kerja kipas angin) sehingga hasil belajar yang akan dicapai siswa menjadi lebih baik. Kata Kunci: Hasil belajar dan metode praktek
Proses pendidikan sudah tentu tidak dapat dipisahkan dengan upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia yang berkualitas dapat dilihat dari segi pendidikan yang semua itu sudah terkandung jelas dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian pendidikan merupakan sarana peningkatan kualitas peserta didik dan juga merupakan sebuah aspek yang penting untuk kesejahteraan bangsa. Melalui pendidikan dapat dihasilkan tenaga-tenaga terampil dalam berbagai ilmu pengetahuan. Sejalan dengan upaya mencapai keberhasilan pendidikan, kualitas tenaga pengajar yaitu guru juga terus ditingkatkan melalui berbagai pelatihan serta studi lanjut pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Melalui usaha ini di harapkan tenaga pendidik mampu menguasai materi dengan lebih mendalam serta juga mampu menyajikan materi tersebut secara tepat sesuai dengan tujuan dan sarana yang ingin dicapai. Agar materi dapat diterima oleh siswa, maka guru perlu strategi khusus, salah satunya adalah metode mengajar. Metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam melakukan pembelajaran ketika proses belajar mengajar. Tujuan yang lain dari penggunaan metode mengajar oleh guru adalah agar terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Guru disarankan untuk mempergunakan variasi metode mengajar. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan kebosanan bagi siswa dan juga guru dalam mengajar.
240
Permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah yang lebih dominan. Penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Upaya untuk menghilangkan kebosanan siswa maka perlu diterapkan metode lain yaitu metode praktek membuat motor listrik. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Meningkatkan kemampuan dalam membuat motor lsitrik melalui metode praktek bagi siswa kelas VI SDN 48/IX Sarang Burung”
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Adapun prosedur penelitian menggunakan model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Targat. Model ini memiliki empat langkah dalam tiap siklusnya yaitu perencanaan, implementasi, observasi dan refleksi. Dalam penelitian menggunakan tiga siklus. Masing-masing siklus ada satu kali pertemuan. Berikut digambarkan prosedur penelitian dengan menggunakan model Kemmis dan targart. SIKLUS` I
PERENCANAAN
SIKLUS II
REFLEKSI
OBSERVASI IMPLEMENTASI
OBSERVASI
REFLEKSI
IMPLEMENTASI
PERENCANAAN
Gambar-1 Prosedur PTK menurut Kemmis dan Targart Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN NO.48/IX Sarang Burung Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi pada semester 2 tahun pelajaran 2012-2013. Jumlah siswa 22 orang, terdiri dari 10 orang siswa laki-laki dan 12 perempuan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari s/d Maret Tahun pelajaran 2012-2013. Agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar maka penelitian ini dilaksanakan secara bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus jadi siklus I, II, III, di mana tiap siklus dilakukan 1 kali pertemuan yang berlangsung selama 105 menit untuk 1 kali tatap muka (2x 35 menit). Langkah pembelajaran dalam penelitian ini disajikan dalam tabel- 1 berikut.
241
Tabel -1 : Langkah-Langkah Pembelajaran membuat karya motor lsitrik
1.
Kegiatan Guru Pendahuluan Menjelaskan bahan-bahan yang harus disiapkan Mengimformasikan tujuan pembelajaran dan keterampilan yang akan dikuasai siswa. Memberikan penguatan, semangat agar siswa aktif dalam melakukan percobaan membuat motor listrik
Kegiatan Siswa
Kegiatan Inti Guru menjelaskan kegiatan yang akan dibuat dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai caracara pemecahannya. - Dengan kepemimpinan guru, para siswa membentuk kelompok-kelompok, memilih pimpinan diskusi (ketua,) dan mengatur tempat duduk. - Para siswa melakukan percobaan dalam kelompoknya masing-masing, sedang guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberi dorongan dan bantuan agar setiap kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi berjalan lancar. - Kemudian tiap kelompok melaporkan hasil percobaanya - Guru mengumpulkan hasil praktek dari setiap kelompok. 3. Penutup - Membuat rangkuman hasil diskusi dengan bantuan para siswa. - Memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi ataupun tentang topik diskusi yang akan datang.
-
Mendengarkan informasi guru Mendengarkan informasi guru
-
Siswa mempelajari materi yang diberikan.
-
Siswa berpindah tempat duduk sesuai dengan kelompoknya. Siswa melakukan percobaan membuat motor listrik. Siwa membahas materi percobaannya. Siswa menanggapi apabila ada yang kurang dimengerti. Siswa mencatat tahapan dalam percobaan membuat motor listrik (cara kerja kipas angin) Siswa melaporkan hasil percobaannya
2.
-
-
-
-
Menyimpulkan materi Membantu guru mengoreksi dan menerima penghargaan.
Kegiatan observasi dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan tindakan dengan melakukan pengamatan-pengamatan terhadap proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi. Hasil observasi merupakan data masukan untuk menentukan langkah-langkah perbandingan agar proses pembelajaran pada siklus berikutnya, menjadi lebih baik sehingga tercipta suasana yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Penelitian ini dilaksanakan 3 siklus, pada tiap siklus diadakan observasi, dan dianalisis kemudian disimpulkan. Berdasarkan hasil analisis digunakan sebagai acuan perbaikan untuk siklus selanjutnya. Berdasarkan analais akan diketahui apakah terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam membuat motor listrik. Berdasarkan hasil observasi dilakukan penetapan tindakan yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I Berdasarkan hasil penilaian tentang keberhasilan siswa dalam membuat motor listrik diperoleh data yang disajikan dalam Tabel- 2 berikut. Tabel 2 Hasil praktek siswa siklus 1 No
Kelompok
1 2
1 2
Jumlah Siswa 4 4
Berhasil 2 1
242
Belum berhasil 2 3
ket
3 3 4 4 5 5 Jumlah Rata-Rata
5 4 5 22
2 2 1 8 36,36%
3 2 4 14 63,63%
Berdasarkan data dalam Tabel-2 terdapat 36,36% siswa telah berhasil membuat motor listrik, sedangkan 63,63% siswa belum berhasil membuat motor listrik. Atas`dasar kenyataan ini maka dilanjutkan ke siklus II. Berikut disajikan data keberhasilan siswa dalam siklus II dalam Tabel 3. Tabel- 3 Data jumlah siswa berhasil membuat motor listrik siklus 2 No
Kelompok
1 2 3 4 5 Jumlah Rata-Rata
1 2 3 4 5
Jumlah siswa 4 4 5 4 5 22
Siswa berhasil 3 2 3 3 2 13 59%
Belum berhasil 1 2 2 1 3 9 40,9%
ket
Berdasarkan data dalam Tabel-3 persentase keberhasilan siswa meningkat menjadi 59% dan yang belum berhasil berkurang menjadi 40,9% dibandingkan dengan siklus I. Oleh karena masih ada yang belum berhasil membuat motor listrik maka dilanjutkan ke siklus 3. Data mengenai keberhasilan siswa dalam membuat motor lsitrik disajikan dalam Tabel-4 berikut. Tabel 4 Data keberhasilan siswa dalam membuat motor listrik siklus III No 1 2 3 4 5
kelompok 1 2 3 4 5 Jumlah Rata-Rata
Jumlah siswa
berhasil
4 4 5 4 5 22
4 4 5 4 5 22 100%
Belum berhasil -
ket
Berdasarkan data tabel-4 menunjukkan bahwa semua siswa telah berhasil membuat motor listrik. Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada siklus III keberhasilan siswa disebabkan oleh ketelitian, keseriusan, kesabaran siswa dalam membuat motorlistrik,.,meningkatkan peran siswa untuk saling berkompetensi Berdasarkan hasil tindakan kelas yang dilakukan menujukkan bahwa metode praktek dapat meningkatkan kemampuan siswa membuat karya motor listrik di kelas VI SDN No. 48/IX Sarang Burung. Pada siklus I, dari 22 orang siswa yang berhasil 8 orang atau 36,36 %. Sedangkan yang belum berhasil 14 orang.atau 63,63% %. Pada siklus II siswa yang membuat karya motor listrik 22 orang siswa yang berhasil 13 orang atau 59 %. Sedangkan yang belum berhasil 9 orang atau 40,9% %. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan. . pada siklus III siswa yang membuat karya sebanyak 22 orang siswa yang berhasil 22 orang atau 100 %. Proses pembelajaran, semakin aktif seorang di dalam belajar maka semakin baik pula hasil yang didapat. Melalui metode praktek dapat dilihat manfaat penerapannya terhadap siswa antara lain (1) Kemampuan pemahaman, kemauan, siswa dalam melakukan percobaan, (2) Kemampuan siswa dalam membuat karya motor listrik, (3) Dapat menguji tingkat pengetahuan dan wawasan serta kemampuan siswa terhadap materi pelajaran; (4) Siswa mampu berbicara di hadapan teman-temannya sehingga hubungan percaya diri yang semakin meningkat dan (5) Dapat menambah pengalaman siswa.
243
Berdasarkan hasil penelitian di atas jelas bahwa metode praktek pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada akhirnya juga dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa. Oleh sebab itu penetapan pembelajaran menggunakan metode praktek dapat mempermudah guru dalam penyampaian materi, mempermudah siswa dalam menerima materi pelajaran di berikan oleh guru sehingga hasil belajar yang akan dicapai siswa menjadi lebih baik. Kegiatan siswa dalam pembelajaran dapat diamati melalui foto yang disajikan dalam gambar berikut.
Gambar -1 Siswa melakukan praktek pembuatan motor listrik KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa metode praktek pembuatan motor listrik mata pelajaran IPA dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa. Oleh sebab itu penetapan pembelajaran menggunakan metode praktek dapat mempermudah guru dalam penyampaian materi, mempermudah siswa dalam menerima materi pelajaran khususnya pembuatan motor listrik (cara kerja kipas angin) sehingga hasil belajar yang akan dicapai siswa menjadi lebih baik. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas dikemukakan saran sebagai berikut: Untuk mengatasi kebosanan siswa belajar dengan metode yang tidak efektif dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa, maka penerapan metode praktek dapat digunakan oleh guru mata pelajaran IPA di tingkat Sekolah Dasar. Hendaknya metode praktek dapat dipertahankan atau ditingkatkan pada siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitan ini dapat disosialisasikan guna mengatasi masalah yang dihadapi khususnya pembuatan motor listrik (cara kerja kipas angin). DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, A (1990:88). Teknik Belajar yang Efektif. Jakarta : Rineka Cipta Alpandie Imansjah (1990:81).Didaktik Metodik Pendidikan Umum.Malang :Usaha Nasional. Arikunto, S. (2006:24). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. Dimyati dan Mujiono.(2002:16) Belajar dan pembelajaran
244
Ekosusila, M. (1988:46). Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: Effar Publishing Engkoswara. 1988. Dasar-Dasar metodologi Pengajaran. Jakarta: Bina Aksara Hasibuan. J.J (1994:99). Proses Belajar Mengajar Keterampilan Dasar Pengajaran Makro. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Hasibuan. J.J. (2004:20). Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya. Kasmadi.(1990:106). Model-model Pembelajaran inovatif.Alfabeta. Mukhrim (1981:71). Pedoman Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional Surjadi. A. (1989:63). Membuat Siswa Aktif Belajar. Bandung: Mandar Maju Suryisubroto, S.B. (1996:179). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Suryosubroto.(2002:179).Model-model Pembelajaran inovatif.Alfabeta. Sukmadinata, N. S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. Winata Putra, U.S. 2001. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Dirjen Dikti. Dep. Diknas. Jakarta.
PENGEMBANGAN MEDIA MENGGUNAKAN KALENG BEKAS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP GERAKAN BULAN PADA SISWA KELAS 6 SDN 2 GAMBESI KOTA TERNATE Malik ABSTRAK : Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan menghasilkan produk media pembelajaran di SD. Produk media yang dikembangkan adalah alat peraga untuk mempelajari gerak bulan bagi siswa sekolah dasar. Produk media didesain secara sederhana dan divalidasi kelayakan dan validasi produk oleh pengguna yaitu guru SD di SDN 2 Gambesi. Subyek penelitian adalah pengembangan media pembelajaran menggunakan kaleng bekas. Produk media divalidasi oleh validator ahli terdiri dari dosen LPTK sebanyak 3 orang, guru SD kelas 6 sebayak 5 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validasi pengembangan media pembelajaran oleh 8 responden sebagai validator, secara umum valid berdasarkan uraian: kriteria 1 (tampilan media) dengan prosentasi 87,5 %, kriteria 2 (bentuk media) dengan jumlah persentase rata-rata 81,25 %, kriteria 3 (peran media) dengan prosentasi rata-rata 91,66 %, sedangkan pada kriteria 4 (penggunaan media) dengan persentase rata-rata 81,25%. Persentase ratarata dari ke 4 kriteria adalah 84,92%. Kata kunci: Media, kaleng bekas, Pembelajaran Berbasis STM,
Proses pembelajaran IPA di kelas hendaknya ditekankan pada keterkaitan antara konsep yang telah dimiliki anak dengan konsep baru yangakan dipelajari sehingga guru diharapkan menggunakan strategi-strategi belajar yang mengarah kepada keaktifan siswa serta selalu menggali dan menanamkan pemahaman siswa terhadap fenomena/kondisi yang sebenamya di alam, agar siswa mengetahui keterkaitan antara konsep dan fakta yang sesungguhnya (Anonim, 2003).IPA dapat diartikan sebagai metode ilmiah untuk menggali fenomena alam; IPA juga dapat diartikan sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan. Peryataan tersebut relevan dengan pandangan orang terhadap makna IPA bagi dunia pendidikan akhir-akhir ini. Pada umumnya guru atau siswa pasti selalu mengharapkan agar setiap proses belajar mengajar dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Guru mengharapkan agar siswa dapat memahami setiap materi yang diajarkan, siswapun mengharapkan agar guru dapat menyampaikan atau menjelaskan pelajaran dengan baik, sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Akan tetapi harapan–harapan itu tidak selalu dapat terwujud.Masih banyak siswa yang kurang memahami penjelasan guru.Ada siswa yang nilainya selalu rendah, bahkan ada siswa yang tidak bisa mengerjakan soal atau jika mengerjakan soalpun jawabannya asal– asalan. Semua itu menunjukkan bahwa guru harus selalu mengadakan perbaikan secara terus
245
menerus dalam pembelajarannya, agar masalah–masalah kesulitan belajar siswa dapat diatasi, sehingga hasil belajar siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Masalah yang dialami oleh siswa dalam pembelajaran tidak muncul begitu saja, tetapi ada faktor penyebabnya. Apabila guru mampu mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah yang dialami oleh siswa, maka guru tersebut akan dapat melakukan penanganan– penanganan yang tepat dalam memecahkan masalah pembelajarannya. Contoh masalah yang sering muncul dalam pembelajaran yaitu siswa kurang memahami penjelasan guru, siswa tidak mengerti kata, kalimat, bentuk kalimat, yang diucapkan ataupun yang ditulis. Hal Ini mungkin karena penjelasan guru tidak disertai alat peraga atau alat peraga kurang atau bahkan tidak sesuai. Penggunaan alat peraga untuk pembelajaran IPA di SD jarang digunakan, bahkan hampir tidak pernah digunakan oleh guru-guru SD karena kurang paham tentang bagaimana menggunakannya, Alat perga yang diberikan oleh pemerintah pusat maupun propinsi banyak terbuat dari bahan-bahan yang mudah pecah, akan tetapi alat peraga IPA banyak diperoleh dilingkungan sekitar yang bersal dari bahan plastik yang tahan lama.Tentu saja alat peraga yang baik harus ditunjang oleh metode yang sesuai dengan materi pelajaran. Menurut Sardiman (2006), bahwa proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa dengan guru, dibutuhkan komponen-komponen pendukung seperti antara lain telah disebut pada ciri-ciri interaksi edukatif. Komponen-komponen tersebut dalam berlangsungnya proses belajar mengajar tidak dapat dipisah-pisahkan. Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran yang dapat dilihat dari segi fungsi dan nilainya.Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.Motivasi dapat mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku (Hamalik, 1994).Selanjutnya menurut Sardiman (2006), bahwa motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar dan faktor dari dalam.Salah satu faktor luar yang mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah peranan media pembelajaran. Selanjutnya menurut Djamarah dan Zain (1995), dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi dapat dipahami bahwa media adalah perantara atau pengantar dari pengirim ke penerima pesan..Menurut Santoso S. Hamidjojo dalam Amir Achsin (1980), media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang menyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima.Sedangkan Assosiasi Teknologi dan Komunikasi (Association of Education and Communication Technology/ AECT) di Amerika memberi batasan yaitu: Media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/ informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.Sementara Bringgs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.Selanjutnya Mc. Luhan dalam Arif S. Sadiman (1984) berpendapat bahwa media adalah sarana yang juga disebut channel, karena pada hakekatnya media memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengarkan, dan melihat dalam batas-batas jarak, ruang, dan waktu yang hampir tak terbatas lagi. Selama ini siswa mengalami kesulitan ketika memahami gerak bulan. Hal ini disebabkan pembelajarannya masih abstrak melalui metodde ceramah tanpa media atau alat peraga. Oleh karena itu perlu dibuat media yang dapat digunakan untuk mendemontrasikan gerak bulan sehingga siswa menjadi lebih paham. Bagaimana metode, demonstrasi berikut uraiannya. Metode demonstrasi ialah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana jalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa. Adapun aspek yang penting dalam menggunakan metode demonstrasi adalah: 1). Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar apabila alat yang
246
didemonstrasikan tidak bisa di amati dengan seksama oleh siswa. Misalnya alatnya terlalu kecil atau penjelasannya tidak jelas.2). Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti oleh aktivitas dimana siswa sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka sebagai pengalaman yang berharga.3).Tidak semua hal dapat di Demonstrasikan di kelas karna sebab alat-alatyang terlalu besar atau yang berada di tempat lain yang tempatnya jauhdari kelas.4).Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis. Kelebihan metode demonstrasi adalah: (1) Perhatian anak didik dapat di pusatkan, dan titik berat yang di anggappenting oleh guru dapat di amati; (2) Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang didemonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih terarah dan akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain; (3) Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar; (4) Dapat menambah pengalaman anak didik; (5) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di sampaikan; (6) Dapat mengurangi kesalah pahaman karna pengajaran lebih jelas dan konkrit; (7) Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karena ikut serta berperan secara langsung. Di samping memiliki kelebihan metode demontrasi memiliki kelemahan yaitu: (1) Memerlukan waktu yang cukup banyak; (2) Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang efesien; (3) Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-bahannya; (4) Memerlukan tenaga yang tidak sedikit; (5) Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak efektif. Metode demonstrasi yang ditunjang dengan alat peraga yang menarik tentu akan membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar, berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ” Pengembangan Media Menggunakan Kaleng Bekas Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Gerakan Bulan Pada Siswa Kelas 6 SDN 2 Gambesi Kota Ternate METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan menghasilkan produk media pembelajaran di SD, yang didesain secara sederhana dan divalidasi kelayakan dan validasi produk oleh pengguna yaitu guru SD di SDN 2 Gambesi. Hasil produk media divalidasi oleh validator ahli terdiri dari dosen LPTK sebanyak 3 orang, validator produk adalah guru SD kelas 6 sebayak 5 orang. Prosedur penelitian dengan menggunakan prosedur baku pengembangan media. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian Produk penelitian ini berupa media pembelajaran yang dibuat dari kaleng bekas untuk mengajarkan konsep gerakan bulan yaitu penampakan bulan yang berubah-ubah. Produk dari penelitian ini seperti gambar berikut :
Gambar 1 : Perakitan Media Kaleng Bekas
247
Gambar 2 : Hasil Penampakan Melalui Media Kaleng Bekas 1. Data hasil validasi guru dan dosen Hasil validasi guru dan dosen mengenai media pembelajaran dari kaleng bekas yang terdiri 5 orang guru (validator) dan 3 orang dosen dapat dilihat pada Tabel -1 di bawah ini : Tabel-1 Data hasil analisis validasi guru dan dosen Aspek yang Dinilai 1. Tampilan Media 2.
3.
Bentuk Media Peran Media
4. Penguna an Media
Jumlah
Kriteria
Jumlah Item Pertanyaan
Pilihan Jawaban 4
3
2
1
Persentase Rata-rata (%)
2
8
4
1
-
81,25
Valid
2
10
3
1
-
87,5
Valid
3
12
8
2
91,66
Valid
2
3
9
1
81,25
Valid
84,92
Valid
Ket
A.1 Warna menarik
B1. Ukuran representative B.2 Gambar representatif C1. Menyampaikan KD C2. Menyampaikan Indikator C3.Kedalaman materi D1. Durasi Waktu D2. Mudah digunakan / Sederhana
9
Berdasarkan Tabel -1 diatas dapat diketahui bahwa hasil validasi pengembangan media pembelajaran oleh 8responden sebagai validator, secara umum valid berdasarkan uraian: kriteria 1 (tampilan media) dengan prosentasi81,25 %, kriteria 2(bentuk media) dengan jumlahprosentasi rata-rata87,5 %, kriteria 3 (peran media) dengan prosentasi rata-rata 91,66 %, sedangkan pada kriteria 4 (penggunaan media) dengan prosentasi rata-rata81,25%.Presentasi rata-rata dari ke 4 kriteria adalah 84,92%. Pembahasan Pada bagian pembahasan tentang hasil validasiguru dan validasi dosen terhadap media pembelajaran berbasis lingkungan dengan kaleng bekaspada produk yang dihasilkan, tidak semuanya dapat dimanfaatkan secara relevan untuk pendidikan terutama untuk proses dan hasil pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Hasil validasi guru dan dosen Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa hasil validasi guru secara khusus dapat diketahui sebagai berikut: jumlah prosentase rata-rata untuk aspek1 (tampilan media) dengan prosentase 81,25 %, kriteria 2 (bentuk media) dengan jumlahprosentase rata-rata 87,5 %, kriteria 3 (pesan media) dengan prosentase rata-rata 91,66 %, sedangkan pada kriteria 4 (penggunaan media) dengan persentase rata-rata 81,25%. Jadi total persentasi rata-rata dari ke 4 kriteria adalah 84,92%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa guru di SDN 2 Gambesi dan guru kelas 6 digugus 3 Ternate memberikan penilaian atau validasi kelayakan media pembelajaran layak digunakan dalam proses pembelajaran. Uji validasi produk media pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan uji coba media pembelajaran di kelas secara praktik valid dan layak digunakan. Suherlan, 2000 dalam Riyana, 2004. mengemukakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya merupakan komunikasi yang transaksional yang bersifat timbal balik baik diantara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dan lingkungan belajar dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Dari makna pembelajaran di atas terdapat makna inti bahwa pembelajaran harus mengandung unsur komunikasi dan informasi, dengan demikian produk dan proses teknologi yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik tersebut, dengan demikian
248
teknologi yang berhubungan langsung dengan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Haryadi dan Androni (1993) bahwa teknologi informasi adalah teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi keterlambatan manusia mengolah informasi. Selanjutnya menurut Sadiman (1984) bahwa media merupakan alat yang memungkinkan anak mudah untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah dan dapat mengingatnya dalam waktu yang lama dibandingkan dengan penyampaikan materi pelajaran dengan ceramah tanpa alat bantu. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Produk desain media pembelajaran konsep gerakan bulan dengan menggunakan kaleng bekas dapat dikembangkan untuk pembelajaran IPAdi SD. 2. Produk media pembelajaran dengan menggunakan kaleng bekas dinyatakan valid dan layak digunakan untuk pembelajaran IPA di SD. A. Saran Disaran kepada guru SD, dalam pembelajaran materi gerak bulan menggunakan media yang terbuat dari bahan bekas yaitu kaleng bekas. Melalui media ini anak termotivasi untuk belajar dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang penampakan bulan yang berubah-ubah. Melalui media dapat diragakan bagiamana bulan terlihat dari bumi bentuknya berubah. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi dan Uhbiyati, 2001.Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta. Semarang.Arikunto S, 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Androni. 1993. Pengertian Dan Peranan TI http://iiepinkers.blogspot.com Diakses tanggal 10 April 2009. Arsyad, 2003 (Artikel 2008) Proposal Penelitian (http://kammigresikonly.multiply.com) Diakses tanggal 28 November 2010. Hamalik, 1994.Kurikulum Dan Pembelajaran, Bumi Aksara. Bandung. Heinich dkk, (1986) Pemanfaatan Media Berbasis Informasi Teknologi Terhadap Pembelajaran Di Sekolah (http://itcomunity.multiply.com) Diakses tanggal 19 Desember 2010 Riyana C, 2006. Peran Teknologi dalam Pembelajaran.http://www.cepiriyana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2010. Sadiman, 1996 (Artikel 2009).Pengertian Dan Peranan TI (http : // iie-pinkers.blogspot.com). Diakses tanggal 22 September 2010. Sardiman, 2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT.Raja Grafindopersada. Jakarta. Sibua Z, 2007. Studi Pembelajaran Kontekstual Dengan Menggunakan Media Kardus Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Operasi Perkalian Dan Pembagian Bilangan Bulat.Skripsi Tidak Dipublikasikan. Sanjaya, W, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana. Bandung. Suparlan, (2006) (Artikel 2007).Penggunaan TI Dalam Proses Pembelajaran Di Sekolah (http:// parlani.blogspot.com). Diakses tanggal 20 Desember 2010. Tim Dosen UM.(2000). Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah.Universitas Negeri Malang. Warsita, B. 2008.Teknologi Pembelajaran,Landasan Dan Aplikasinya, Rineka cipta. Jakarta.. Gerlach dan Ely, 1980. (Artikel 2008) Proposal Penelitian (http://kammigresikonly.multiply.com) Diakses tanggal 28 November 2010.
249
PENERAPAN METODE INKUIRI PADA POKOK BAHASAN ENERGI DAN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 002 TANAH GROGOT TAHUN 2013 HASBIATI SDN 002 Tanah Grogot Abstrak : Meningkatkan pemahaman siswa dan membangun mental siswa dalam pelajaran IPA tidak dapat diperoleh hanya dengan metode pembelajaran ceramah atau satu arah. Menurut GBPP Depdiknas 2006, IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik. IPA bukan hanya penguasaan materi saja tetapi berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip juga merupakan proses penemuan. Dengan pertimbangan karakteristik pelajaran IPA yang menuntut anak didik agar memahami konsep sains dan memiliki ketrampilan ilmiah maka peneliti memilih salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu metode inkuiri. Tujan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar siswa Kelas IV SDN 02 Tanah Grogot melalui metode inkuiri pada pelajaran IPA khususnya tentang Konsep Energi dan Cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I nilai rata-rata siswa 65,33 dan dari persentase ketuntasan diperoleh 16,67 % siswa kurang menguasai, 46, 67.% agak menguasai dan persentase siswa yang menguasai tuntas naik menjadi 36.%. Siklus 2 diperoleh nilai rata-rata kelas 82,67; kenaikan siswa yang tuntas menguasai pelajaran meningkat secara signifikan menjadi 73,33.%, agak menguasai turun menjadi, 23 % sedangkan yang kurang menguasai hanya tinggal 3,33% (1 orang dari 30 siswa). Dengan prestasi pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 002 Tanah Grogot Kata Kunci : Prestasi Belajar, Penerapan metode inkuiri, Matematika
Penguasaan terhadap ilmu-ilmu dasar seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau biasa dikenal dengan pelajaran sains, harus dimulai sejak level pendidikan sekolah dasar. Agar sejak dini dapat diberikan pengetahuan secara kognitif dan ditumbuhkan motivasi, dengan membangun sikap mental rasa ingin tahu, berani mencoba menghasilkan produk berupa penemuan dan inovasi secara sederhana. Pembangunan sikap mental ini, sangatlah penting, karena lahirnya banyaknya penemuan sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti penemuan gaya gravitasi bumi oleh Isaac Newton diawali dari rasa ingin tahu saat ia masih kecil pada fenomena alam sederhana jatuhnya Apel. Meningkatkan pemahaman siswa dan membangun mental siswa dalam pelajaran IPA ini tidak dapat diperoleh hanya dengan metode pembelajaran ceramah atau satu arah karena menurut GBPP Depdiknas 2006, IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik, sehingga IPA bukan hanya penguasaan materi saja tetapi berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip juga merupakan proses penemuan. Permasalahan yang sering terjadi adalah guru terjebak pada metode ceramah, sehingga secara tidak langsung memposisikan pelajaran IPA hanya sebagai pelajaran dengan kumpulan fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip, bukan sebagai pelajaran yang melibatkan proses penemuan, sehingga siswa terbiasa untuk menghafal tanpa memahami bagaimana proses terjadinya sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses belajar tidak memperhatikan tujuan pembelajaran IPA. Menurut GBPP Depdiknas 2006 tujuan pembelajaran IPA adalah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan karya sebagai aspek penting kecakapan hidup, oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pembelajaran melalui pemanfaatan media pembelajaran dan sikap ilmiah. Bila dalam proses pembelajaran faktor siswa, guru, dan metode pembelajarannya tidak berkembang maka akan berdampak pada hasil belajar siswa yang merupakan output atau indikator keberhasilan dari proses pembelajaran. Permasalahan ini juga terjadi pada siswa kelas IV di SDN 02 Tanah Grogot, hasil belajar pada ulangan harian mata pelajaran IPA masih belum memenuhi Kriteria Ketuntasan
250
Minimal (KKM) yang di tentukan. KKM yang ditentukan untuk kelas IV SDN 02 Tanah Grogot adalah 70. Jumlah siswa yang memiliki nilai dibawah nilai target ketuntasan, 70, masih sangat besar, diatas 50%. Ini berarti lebih dari 50% anak yang belum menguasai pelajaran IPA secara tuntas. Berdasarkan hal ini, maka proses pembelajaran IPA di kelas IV SDN 02 Tanah Grogot merupakan masalah yang harus ditanggulangi. Dengan pertimbangan karakteristik pelajaran IPA yang menuntut anak didik agar memahami konsep sains dan memiliki keterampilan ilmiah maka peneliti memilih salah satu metode pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu metode inkuiri. Menurut Mudjito (1998:85) Metode inkuiri adalah metode yang mengarahkan siswa untuk melakukan kegiatan penelitian dan pemecahan masalah secara kreatif, sedangkan menurut Koes (2003:12), inkuiri adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran sains dan mengacu pada salah satu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan atau informasi atau mempelajari suatu gejala. Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat melakukan suatu penelitian atau suatu usaha mencari tahu sehinga dapat memahami konsep dasar pelajaran IPA dengan baik dan outputnya adalah peningkatan hasil belajar pelajaran IPA dikelas tersebut. Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengetahui peningkatan prestasi dan aktivitas belajar siswa melalui metode inkuiri pada pelajaran IPA di Kelas IV SDN 02 Tanah Grogot. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan metode inkuiri pada pelajaran IPA khususnya tentang Konsep Energi dan Cahaya dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas IV SDN 02 Tanah Grogot. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang terdiri dari siklus 1 dan siklus 2. Setiap siklus terdiri dari kegiatan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi seperti pada Gambar 1 berikut:
Gambar-1 Prosedur PTK Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SDN 002 Tanah Grogot khususnya kelas IV. Penelitian ini dilakukan 2 bulan, dimulai dari minggu pertama Februari 2013 sampai dengan minggu ke empat Maret 2013 dengan perincian sebagai berikut: a. Persiapan penelitian: Minggu pertama Februari 2013 menyusun konsep penelitian dan instrumen penelitian. b. Siklus I dilaksanakan selama satu minggu yaitu minggu kedua dengan pelaksanaan tindakan tepatnya 14 Februari 2013 sedangkan evaluasi dilaksanakan pada minggu ketiga Februari 2013. c. Siklus II dan evaluasi selama satu minggu yaitu minggu keempat Februari 2013. d. Penyelesaian laporan mulai minggu pertama sampai minggu ke empat Maret 2013.
251
Adapun rincian alur dalam tahapan Tindakan Penelitian Kelas adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Pada tahap ini dibuat perencanaan yang meliputi: a. Membuat skenario pembelajaran dengan metode inkuiri. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan ditugaskan melakukan beberapa percobaan tentang Energi dan Cahaya. b. Membuat alat evaluasi. Alat evaluasi terdiri dari tes akhir yang terdiri dari 10 soal. c. Membuat lembar observasi berisi item-item yang menjadi catatan selama proses tindakan berlangsung. 2. Pelaksanaan Tindakan Tindakan yang dilaksanakan guru dalam setiap tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran. Setiap tindakan dilakukan 2 (dua) kali pertemuan dan sekali pertemuan 2 x 35 menit. 3. Pengamatan/observasi Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan untuk mengetahui: a. Kesesuaian tindakan guru dengan skenario pembelajaran b. Penguasaan kelas oleh guru c. Pelaksanaan metode pembelajaran inkuiri 4. Refleksi Refleksi dilakukan pada setiap akhir siklus dengan tujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada setiap siklus. Sehingga kekurangan pada satu siklus dapat diperbaiki pada siklus berikutnya. Hasil refleksi merupakan dasar dalam membuat perencanaan siklus selanjutnya. Penelitian dihentikan bila data kuantitatif menunjukkan hasil yang baik dengan nilai rata-rata kelas ≥ 70. Data kualitatif keaktifan siswa dalam bertanya, bekerja sama, dan kekompakan kelompok meningkat B. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 002 Tanah Grogot Kabupaten Paser yang berjumlah 30 siswa. C. Variabel Penelitian Variabel tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA khususnya tentang Energi dan Cahaya, dan variabel masalahnya adalah prestasi belajar siswa. D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan tes. Data kualitatif dikumpulkan dengan metode observasi yang disertai instrumen pemantau proses pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan teman sejawat. Observasi diarahkan untuk mengamati proses belajar secara menyeluruh dan obyektif mengenai pelaksanaan tindakan yang meliputi ketepatan waktu, kesesuaian tindakan terhadap skenario pembelajaran, dan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Sedangkan data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar pada setiap akhir siklus. E. Teknik Analisis Data Pengolahan dan analisis data yang berupa hasil tes dilakukan dengan cara pengelompokan dan diringkas sesuai dengan lingkupnya, yaitu dengan teknik statistik deskriptif kemudian diperoleh mean (rata-rata), nilai terendah dan tertinggi. Data diberi komentar dan dianalisis berdasarkan teori yang telah dituliskan dan diberi kesimpulan untuk mengetahui keberhasilan dari tujuan penelitian. Analisis data kuantitatif dimulai dengan menyusun data dasar nilai hasil belajar siswa ke dalam tabel untuk memperoleh nilai tertinggi, nilai terendah dan mean (rata-rata). Skor tes yang diberikan pada siswa ada pada rentang 0-100, sedangkan siswa yang memperoleh nilai ≥70 dinyatakan tuntas. Persentase ketuntasan diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 {𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥} 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑇𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠(%) = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐽𝑢 𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100% Dalam menghitung persentase tuntas ada tiga kategori nilai (x) siswa:
252
Nilai (0-40) = siswa belum menguasai Nilai (60) = siswa agak menguasai Nilai (80-100) = siswa menguasai secara tuntas Contoh: Siswa dengan nilai 80 -100 jumlahnya ada 20%, maka berarti 20% siswa dikelas tersebut menguasai secara tuntas. Untuk data yang bersifat kualitatif hasil observasi, dianalisis dengan teknik interpretatif disertai diskusi, kemudian diberi kesimpulan. F. Rancangan Tindakan Tindakan yang dilaksanakan guru dalam setiap tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Setiap siklus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pembelajaran IPA yang disajikan adalah Energi dan Cahaya. 2. Materi pembelajaran disajikan dalam 2 (dua) kali dan sekali petemuan 2 x 35 menit. 3. Guru menjelaskan tujuan dan skenario pembelajaran. 4. Guru membagi siswa dalam 3 kelompok. 5. Guru mempraktikkan satu jenis percobaan tentang Energi dan Cahaya. 6. Guru menugaskan kepada setiap kelompok melakukan percobaan yang berbeda dan mencatat hasil percobaan dalam bentuk laporan. 7. Melakukan presentasi hasil kelompok untuk melaporkan hasil percobaannya. 8. Melakukan diskusi kelas, antara kelompok satu dengan yang lain saling menanggapi. 9. Rangkuman dan penyimpulan hasil belajar. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi kemampuan Awal Hasil tes awal pelajaran IPA siswa kelas IV SDN 02 Tanah Grogot sebelumnya menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam pelajaran IPA masih sangat kurang, tes awal ini diambil setelah guru mengajar siswa dengan metode pengajaran yang biasa guru lakukan sebelumnya yaiTu dengan metode ceramah. Guru menjelaskan mengenai bahasan energi dan cahaya dan menyebutkan contoh-contoh. Tabel-1 menggambarkan keadaan awal hasil belajar siswa. Tabel 1. Kemampuan awal
No 1 2 3 4 5
Nilai 20 40 60 80 100
Frekuensi 3 11 13 3 0 30
Jumlah Nilai 60 440 780 240 0 1520
Rerata Nilai tertinggi Nilai terendah
Ketuntasan (%)
Keterangan
46,67
kurang menguasai
43,33
agak menguasai menguasai secara tuntas
10 100 50,67 80 20
Hasil tes pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas IV SDN 02 Tanah Grogot dalam pelajaran energi dan cahaya masih rendah. Nilai rata-rata siswa sebesar 50,67 dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 20. Dilihat dari persentase ketuntasan 46,67% siswa kurang menguasai, 43,33% agak menguasai, dan yang menguasai secara tuntas hanya 10% siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas IV SDN 02 Tanah Grogot dalam pelajaran IPA khususnya energi dan cahaya masih rendah. Dalam proses pembelajarannya siswa banyak terlihat sibuk sendiri tidak memperhatikan penjelasan guru. Berdasarkan hasil tes awal ini kemudian peneliti merencanakan tindakan kelas dengan menggunakan metode inkuiri dengan bahasan yang sama. Adapun tindakan dilakukan dalam 1 pertemuan 2x 35 menit. B. Deskripsi Siklus 1 Pada Siklus 1 ini, guru memulai kegiatan pembelajaran dengan memberitahu siswa tema pelajaran hari ini yaitu tentang Energi dan Cahaya dan menjelaskan kepada siswa
253
mengenai kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan. Kemudian guru mendemonstrasikan satu percobaan kecil untuk memotivasi membangkitkan minat siswa terhadap pelajaran tersebut. Setelah mendemontrasi percobaan kecil guru membagi siswa menjadi 3 kelompok beranggotakan 10 orang. Setiap kelompok mendapatkan kartu permasalahan yang berbeda. Kemudian siswa dipersilahkan untuk melakukan percobaan berdasarkan kartu permasalahan tesebut. Saat melakukan percobaan sebagian siswa masih ada yang ribut dan tidak ikut serta dalam kegiatan kelompok, sementara yang melakukan percobaan hanya beberapa orang dari tiap kelompok. Setelah melakukan percobaan siswa diminta untuk melaporkan hasil percobaan dan guru pun memandu siswa utuk menyimpulkan hasil percobaan yang dilakukan. Diakhir siklus 1 ini, guru memberikan tes akhir untuk mengetahui sejauh mana metode inkuiri membantu siswa dalam memahami materi Energi dan Cahaya ini serta mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa. Pada Tabel 2 berikut dapat dilihat perhitungan nilai hasil belajar siswa. Tabel 2. Hasil belajar siklus 1
No 1 2 3 4 5
Nilai 20 40 60 80 100
Frekuensi 0 5 14 9 2 30
Jumlah Nilai 0 200 840 720 200 1960
Ketuntasan (%)
Keterangan
16,67
kurang menguasai
46,67
agak menguasai
36,67
menguasai tuntas
Rerata Nilai tertinggi Nilai terendah
65,33 100 40
Jumlah Siswa
Nilai rata-rata siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan metode inkuiri pada Siklus 1 ini mengalami kenaikan yaitu menjadi 65,33 dibanding dengan siklus I. Namun nilai tersebut masih di bawah standar ketuntasan 70. Siswa yang menguasai pelajaran secara tuntas sebanyak 35,67%, agak menguasai 46,67% dan siswa yang kurang menguasai mengalami penurunan dari 46,67% menjadi 16,67%. Berikut disajikan grafik sebaran jumlah siswa dan nilai hasil belajarnya pada Gambar-2. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Jumlah Siswa
20
40
60
80
100
0
5
14
9
2
Gambar -2. Sebaran Hasil Tes IPA Siklus 1 Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa hasil tes siswa tersebar dari nilai 40 sampai 100, dengan nilai terbanyak yang diperoleh siswa adalah 60 masih dibawah 70 (batas terendah ketuntasan). Selain itu pada Siklus 1 ini masih terdapat 5 siswa dengan nilai 40 rendah. Hasil ini menunjukkan tujuan pembelajaran masih belum tercapai dan perlu diadakan perbaikan tindakan.
254
Hasil observasi teman sejawat saat guru mengajar diperoleh evaluasi yang cukup signifikan. Siswa belum sepenuhnya melakukan percobaan, masih ada yang sibuk dengan urusan masing-masing bahkan ada yang mengganggu temannya, dalam hal ini kontrol guru kurang dalam mengkondisikan siswa dan memotivasi siswa dalam kelompok agar fokus pada pekerjaannya. Pada tahap akhir kelompok tidak diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil percobaan masing-masing, tapi hanya mengumpulkan laporan dan guru menyimpulkan di depan, padahal percobaan dari tiap kelompok berbeda-beda sehingga belum tentu semua percobaan tersebut dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, setelah melakukan proses refleksi berdasarkan diskusi dengan teman sejawat dari hasil observasi dan tes akhir maka perlu diadakan perencanaan tindakan siklus 2 dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Meningkatkan penguasaan guru terhadap kondisi kelas dan memotivasi siswa dalam kelompok untuk aktif dalam melakukan percobaan b. Memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil percobaan sehingga dapat diketahui dengan baik oleh kelompok lain c. Menyiapkan peralatan percobaan yang memadai sehingga cukup untuk digunakan oleh siswa, karena ada siswa yang tidak ikut dalam percobaan dan melakukan kegiatan lain karena tidak mendapat kesempatan mencoba dalam kelompoknya d. Guru perlu meningkatkan ketrampilan membangun interaksi di kelas sehingga kegiatan belajar berlangsung aktif.
Gambar 3. Guru membimbing siswa C Deskripsi Siklus 2 Setelah mendapatkan hasil refleksi dari pelaksanaan tindakan Siklus 1, dirancang pelaksanaan tindakan Siklus 2. Pada Siklus 2 ini, dilaksanakan 1 (satu) kali pertemuan lagi dengan waktu 2x35 menit. Kegiatan kelas diawali dengan apersepsi berupa pertanyaan guru mengenai materi pelajaran tentang Energi dan Cahaya yang sudah diketahui siswa pada pertemuan sebelumnya. Setelah melakukan apersepsi, guru menghubungkannya dengan materi yang akan diajarkan pada pertemuan ini. Kegiatan selanjutnya adalah membagi siswa dalam 3 kelompok dan menugaskan tiap kelompok melakukan percobaan mengenai cahaya dan energi, pada siklus ini guru menyiapkan alat-alat percobaan yang cukup sehingga dapat dimanfaatkan oleh semua siswa. Guru berkeliling untuk memberikan arahan dan motivasi kepada siswa dalam melakukan percobaan. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan percobaan, kelompok melaporkan hasil percobaan dan mempresentasikannya di kelas, terjadi proses tanya jawab dan siswa diarahkan oleh guru agar mendapat kesimpulan yang benar mengenai pelajaran ini. Pada akhir siklus, guru memberikan tes akhir untuk mengevaluasi hasil belajar dan hasil tes dari tindakan Siklus 2 ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 2. Hasil belajar siklus 1I No
Nilai
Frekuensi
Jumlah Nilai
255
Ketuntasan (%)
Keterangan
1 2 3 4 5
20 40 60 80 100
0 1 7 9 13 30
0 40 420 720 1300 2480
3,33
kurang menguasai
23,33
agak menguasai
73,33
menguasai tuntas
100 82,67 100 40
Rerata nilai tertinggi nilai terendah
Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kelas 82,67 ini berarti ≥70, hal ini berarti sebagian besar siswa sudah menguasai materi secara tuntas. Persentase siswa yang dengan kategori tuntas sebesar 73,33%, kategori agak menguasai 23,33% dan siswa yang kategori kurang menguasai 3,33%. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat sebaran hasil tes akhir Siklus 2. 14 Jumlah Siswa
12 10 8 6 4 2 0 Jumlah Siswa
20
40
60
80
100
0
1
7
9
13
Gambar – 4 Sebaran Hasil Tes IPA Siklus 2 Walaupun sebaran nilai siswa cukup luas yaitu dari nilai terendah 40 nilai tertinggi 100, namun dari ketinggian grafik dapat dilihat siswa yang memenuhi target ketuntasan (nilai ≥70) sebanyak 22 orang, lebih banyak dibandingkan siswa yang belum tuntas menguasai pelajaran yaitu hanya 7 orang yang agak menguasai dan 1 orang yang menguasai. Berdasarkan observasi teman sejawat diperoleh pengamatan bahwa guru sudah membangun interaksi di kelas dan melakukan skenario pembelajaran dengan baik, selain itu pembelajaran dengan metode inkuiri pun sudah dengan lebih baik dilaksanakan di kelas, didukung oleh peralatan percobaan yang memadai sehingga partisipasi siswa dalam melakukan percobaan pun semakin baik. Setelah melakukan proses refleksi berdasarkan hasil tes dan observasi diatas maka penelitian tindakan ini tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya karena nilai rata-rata siswa sudah melebihi standar ketuntasan. PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas dengan metode inkuiri diawali dengan tes awal untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh siswa terhadap pembelajaran IPA khususnya tentang Energi dan Cahaya. Hasil tes awal sebelum menggunakan metode inkuiri menunjukkan kemampuan rata-rata siswa masih sangat rendah yaitu 50,67. Setelah dilakukan perencanaan tindakan kelas pada Siklus 1 diperoleh peningkatan hasil belajar dengan nilai rata-rata 65,33, namun nilai rata-rata ini masih di bawah standar ketuntasan. Dengan melakukan proses refleksi di Siklus 1 maka dapat diketahui perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan saat melaksanakan tindakan di Siklus 2. Hasil tes yang diperoleh pada Siklus 2 terus meningkat dengan nilai rata-rata 82,67. Dengan nilai rata-rata ini lebih besar dari 70 (standar ketuntasan). maka penelitian ini dianggap
256
selesai dan tidak perlu merencanakan tindakan selanjutnya. Berikut adalah peningkatan hasil belajar setiap siklus, dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel -4. Tingkat Pengusaan Materi IPA Awal, Siklus I dan Siklus II
Keadaan Awal Siklus 1 Siklus 2
Kurang menguasai (%) 46,67 16,67 3,33
Agak Menguasai (%) 43,33 46,67 23,33
Menguasai Tuntas (%) 10 36,67 73,33
Pada keadaan awal siswa yang menguasai pelajaran secara tuntas hanya 10% kemudian meningkat pada siklus 1 menjadi 36,67% dan pada siklus 2 meningkat menjadi 73,33%. Sehingga total peningkatan persentase siswa yang menguasai pelajaran IPA dengan metode inkuiri, dari keadaan awal sampai siklus 2 adalah 63,33%. Sebaran tingkat penguaaan materi IPA awal, siklus I dan siklus II digambarkan dalam grafik Gambar-5 berikut. 80 70 Jumlah Siswa
60 50 40 30 20 10 0
Keadaan Awal
Siklus 1
Siklus 2
Kurang Menguasai
46.67
16.67
3.33
Agak Menguasai
43.33
46.67
23.33
10
36.67
73.33
Menguasai Tuntas
Gambar 5. Tingkat penguaaan materi IPA awal, siklus I dan siklus II Berdasarkan peningkatan nilai rata-rata dan peningkatan persentase siswa yang menguasai pelajaran secara tuntas, dari keadaan awal, siklus 1 dan siklus 2, maka penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA khususnya tentang Energi dan Cahaya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas IV SDN 002 Tanah Grogot. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulankan sebagai berikut: Penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA khususnya tentang Energi dan cahaya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas IV SDN 02 Tanah Grogot. Peningkatan nilai rata-rata dari 50,67 menjadi 65,33 pada siklus 1 dan 82,67 pada siklus 2. Sedangkan persentase jumlah siswa yang menguasai pelajaran secara tuntas mengalami peningkatan dari 10% pada keadaan awal menjadi 36,67% pada siklus 1 dan 73,33% pada siklus 2, sehingga total peningkatan dari keadaan awal ke siklus 2 sebanyak 63,33%. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada para guru SD sebagai berikut. 1. Agar hasil belajar pada materi Energi dan Cahaya tuntas untuk seluruh siswa dalam kelas, maka disarankan menggunakan metode inkuiri.
257
2. Dalam pembelajaran dengan metode inkuiri guru disaranklan membangun interaksi antar siswa sehingga ketelibatan siswa dalam proses belajar dapat optimal. 3. Ketersediaan alat-alat percobaaan sederhana yang cukup, membantu siswa secara dalam mengikuti proses pembelajaran dengan metode inkuiri. DAFTAR PUSTAKA Bloom dalam Arkunto, 1983, Aspek Dalam Pendidikan. Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta Bumi Aksara Darminto, 1985, Prestasi Dalam Belajar. Gron Lond, 1982, Sistem Penelitian. Moh.Usman. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Suripto, 1994.KBK 2004 IPA SD Kelas 4. Jakarta. Erlangga Sulipan, 2010. Menyusun Karya Tulis Ilmiah. Eksismedia Grafisindo. Bandung Sudjana, N. 1980. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Bandung
PENERAPAN PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERKEMBANGBIAKAN GENERATIF KELAS VIA SDN 002 TANAH GROGOT Tihadiyah SDN 002 Tanah Grogot Paser Kalimantan Timur Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Jenis penelitian adalah peneliian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI A SD Negeri 002 Tanah Grogot dengan jumlah siswa sebanyak 24 siswa. Sedangkan objek penelitian adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada Materi perkembangbiakan generatif. Data diperoleh melalui tes kemampuan awal, observasi, tes hasil belajar, dokumentasi nilai, dan tugas. Tes hasil belajar dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari 1 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan ratarata nilai hasil belajar siswa setiap siklus. Pada siklus I diperoleh rata-rata 66,25 menjadi sebesar 81,25 pada siklus II. Dengan demikian, penerapan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada Materi perkembangbiakan generatif pada siswa kelas VIA SDN 002 Tanah Grogot Kabupaten Paser. Kata-kata kunci : contextual teaching and learning, hasil Belajar
Sains atau ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya Pendidikan Dasar. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sains diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar. Sumadi S (1991), mengemukakan belajar adalah membawa perubahan, yang pada pokoknya didapat kecakapan baru sehingga menghasilkan sesuatu karena usaha. Penerapan pendekatan kontekstual sejalan dengan tumbuh-kembangnya sains itu sendiri dan ilmu pengetahuan secara umum. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual diharapkan guru dapat menggunakan dan mengoptimalkan pengalaman kehidupan sehari-hari siswa untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam bernalar sehingga meningkatkan kreatifitas, mengembangkan bakat dan meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran sains dengan pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis, serta
258
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA materi perkembangbiakan generatif di kelas VIA SDN 002 Tanah Grogot, menggugah peneliti untuk melakukan perubahan proses pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sumadi S (1991), mengemukakan hal-hal pokok dalam belajar adalah membawa perubahan, yang pada pokoknya didapat kecakapan baru sehingga menghasilkan sesuatu karena usaha. Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Selain itu untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA khususnya materi perkembangbiakan generatif melalui penerapan pendekatan kontekstual pada kelas VIA SD Negeri 002 Tanah Grogot. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan langkah perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penjelasan masing-masing langkah adalah sebagai berikut. . 1. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah: a. Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan kontekstual. a. Mempersiapkan materi yang akan diberikan selama pembelajaran dan membuat lembar kegiatan siswa b. Mempersiapkan lembar observasi untuk membantu kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. c. Membuat alat evaluasi tes akhir setiap siklus 2. Pelaksanaan Dalam penelitian ini, guru pengajar sebagai peneliti melaksanakan pembelajaran, sedangkan observer melakukan pengamatan yang dilakukan oleh seorang teman sejawat. Adapun langkahlangkah yang akan dilakukan antara lain: a. Menjelaskan kepada siswa mengenai cara belajar pada pelajaran yang akan digunakan b. Menyampaikan materi c. Mengorientasikan siswa pada masalah d. Mengorganisasikan siswa untuk belajar e. Membimbing siswa melakukan penyelidikan secara kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya f. Menganalisis dan mengevaluasi hasil belajar siswa 3. Observasi Pada tahap ini observer mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang sedang berlangsung pada setiap siklus, dengan menggunakan catatan lapangan dan analisis dokumen. Catatan lapangan berupa lembar observasi yang digunakan untuk mengobservasi aktivitas guru dan siswa serta mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 4. Refleksi Pada tahap ini, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan pada siklus I dan silkus II yaitu melihat langkah-langkah yang sudah dicapai dan melihat kekurangan-kekurangan langkah-langkah/tindakan yang sudah dilakukan, yang nantinya diperbaiki pada siklus berikutnya. Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas dua siklus (putaran), setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Pada setiap akhir siklus diberikan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Kemudian dianalisis untuk mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar IPA pada materi perkembangbiakan generatif siswa per siklus. Analisis data dilakukan untuk memperoleh prestasi atau hasil belajar
259
IPA pada materi perkembangbiakan generatif setiap siklus dan untuk mengetahui kemampuan guru dan siswa dalam proses dengan pendekatan kontekstual.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Kemampuan awal Sebelum dilakukan tindakan kemampuan awal siswa tentang hasil belajat siswa dalam ranah kognitif di tes dan hasilnya disajikan dalam Tabel -1 berikut. Tabel -1 Kemampua Awal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Muhammad Riski M Zainal Ilmi Dheya Melly Meliyani Irmawati Marwati Besse Raoda Tuljana Mohammad Aris Alpian Malarangeng Beki Maesa Fitri Hariyanti Megawati Ulandari Fatma Wati Sumiati Muhammad Apriansyah Putra Muhammad Fadliansyah Muhammad Fahriansyah Arahman Muhammad Ikhsan Mutia Mardawati Nelli Normakiah Reska Anggraini Amran Rifaldi Yossi Kinanta Siregar Evita Nur Anggraeni Eranda Friscia Monica Rata-rata
Nilai Awal 60 70 50 50 60 50 70 60 60 60 60 40 60 60 60 50 60 60 60 60 50 70 40 70 57.92
Rata-rata nilai kemampuan awal sebelum diadakan perbaikan melalui model pembelajaran kontekstual 57,29. Dari 24 siswa yang mendapat nilai 70 adalah 4 orang, nilai 60 adalah 13 orang, nilai 50 adalah 5 orang, dan nilai 40 adalah 2 orang. b. Pelaksanaan tindakan Siklus I Pada siklus pertama, hasil observasi menunjukkan aktivitas guru dinilai cukup baik, karena guru melalui model pembelajaran kontekstual mampu membimbing siswa dalam mengajar dengan menghubungkan pada kenyataan maupun masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari siswa yang berhubungan dengan materi yang sedang diajarkan, Selain itu guru telah banyak memberikan contoh-contoh soal dari kehidupan sehari-hari. Pada pendekatan ini siswa diajak untuk berfikir kritis, memahami soal dan menjawab
260
pertanyaan dengan benar. Aktifitas siswa pada pertemuan pertama masih kurang, karena masih ada siswa yang pasif dan tidak memperhatikan penjelasan guru, suasana kelas ribut dan juga sebagian siswa yang belum mengerti dan tidak berani bertanya. Sehingga berakibat beberapa siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan. Permasalahan ini berakibat hasil belajar siswa masih belum memuaskan. Siswa juga masih dalam masa penyesuaian penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Hasil belajar pada siklus I disajikan dalam Tabel-2 berikut. Tabel 2 Hasil Belajar pada Sikus I No
Nama Siswa
Nilai
Ketuntasan Belajar
1
Muhammad Riski M
60
Belum Tuntas
2
Zainal Ilmi
80
Tuntas
3
Dheya Melly Meliyani
60
Belum Tuntas
4
Irmawati
60
Belum Tuntas
5
Marwati
60
Belum Tuntas
6
Besse Raoda Tuljana
60
Belum Tuntas
7 8 9 10
Mohammad Aris Alpian Malarangeng Beki Maesa Fitri Hariyanti
60 60 60 60
Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas
11
Megawati Ulandari
60
Belum Tuntas
12
Fatma Wati
50
Belum Tuntas
13
Sumiati
70
Tuntas
14
Muhammad Apriansyah Putra
70
Tuntas
15
70
Tuntas
70
Tuntas
17
Muhammad Fadliansyah Muhammad Fahriansyah Arahman Muhammad Ikhsan
70
Tuntas
18
Mutia Mardawati
70
Tuntas
19
Nelli
70
Tuntas
20
Normakiah
80
Tuntas
21
Reska Anggraini Amran
80
Tuntas
22
Rifaldi Yossi Kinanta Siregar
80
Tuntas
23
Evita Nur Anggraeni
50
Belum Tuntas
24
Eranda Friscia Monica
80
Tuntas
66.25
Tuntas: 50%
16
Rata-rata
Pada siklus I rata-rata kelas sebesar 66,25 dan siswa yang mendapat nilai 80 berjumlah 5 orang, nilai 70 berjumlah 7 orang, nilai 60 berjumlah 10 orang dan nilai 50 berjumlah 2 orang. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 12 siswa dari jumlah seluruhnya 24 siswa atau 50%. Walaupun perolehan nilai dan rata-rata meningkat, namun pembelajaran dinyatakan belum tuntas. Oleh sebab itu, penelitian dilanjutkan ke siklus II. c. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Menindaklanjuti permasalahan yang terjadi pada siklus I, selanjutnya ditentukan beberapa tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus II, antara lain:
261
1. Memberikan penjelasan ulang mengenai model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, agar siswa terbiasa menggunakan model pembelajaran ini, terutama dalam langkah penyelesaian masalah. 2. Memotivasi dan membimbing siswa agar selalu menerapkan materi pembelajaran yang telah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari kapan pun dan di mana pun. 3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk selalu bertanya jika mengalami kesulitan dan menegur siswa yang ribut ketika pembelajaran berlangsung 4. Membuat alokasi waktu dari setiap langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kontekstual. Berikut disajikan hasil belajar pada siklus II dalam Tabel-3 berikut. Tabel- 3 Hasil Nilai Siklus II No
Nama Siswa
Nilai
Ketuntasan Belajar
1
Muhammad Riski M
80
Tuntas
2
Zainal Ilmi
100
Tuntas
3
Dheya Melly Meliyani
70
Tuntas
4
Irmawati
70
Tuntas
5
Marwati
70
Tuntas
6
Besse Raoda Tuljana
70
Tuntas
7
Mohammad Aris
70
Tuntas
8
Alpian Malarangeng
70
Tuntas
9 10 11 12
Beki Maesa Fitri Hariyanti Megawati Ulandari Fatma Wati
80 80 80 60
Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas
13 14
Sumiati Muhammad Apriansyah P
80 80
Tuntas Tuntas
15
Muhammad Fadliansyah
80
Tuntas
16
Muhammad Fahriansyah A
90
Tuntas
17 18 19
Muhammad Ikhsan Mutia Mardawati Nelli
90 90 90
Tuntas Tuntas Tuntas
20
Normakiah
90
Tuntas
21
Reska Anggraini Amran
100
Tuntas
22
Rifaldi Yossi Kinanta Siregar
100
Tuntas
23
Evita Nur Anggraeni
60
Belum Tuntas
24
Eranda Friscia Monica
100
Tuntas
81.25
Tuntas: 91,7%
Rata-rata
Rata-rata kelas hasil belajar adalah 81,25 dan dari 24 siswa yang mendapat nilai 100 adalah 4 orang, nilai 90 adalah 5 orang, nilai 80 adalah 7 0rang, nilai 70 adalah 6 orang, dan nilai 60 adalah 2 orang. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 22 dari 24 siswa atau 91,7%. Hasil observasi pada siklus II menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah lebih baik daripada siklus I. Pembinaan guru terhadap siswa dinilai baik karena guru memotivasi siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Pengelolaan kelas sudah baik hal ini terlihat siswa sudah bisa tertib melaksanakan proses pembelajaran. Aktivitas siswa dalam pembelajaran dinilai baik karena partisipasi, dan perhatian siswa sudah mulai tampak. Siswa
262
sudah mulai aktif dalam kegiatan belajar mengajar, diskusi kelas dan sudah berani bertanya jika ada materi yang tidak dimengerti. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual juga dinilai baik karena siswa sudah dapat melaksanakan kegiatan dalam pembelajaran. Tidak ada lagi siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, hal ini terlihat dari antusias siswa dalam menjawab pertanyan dari guru maupun pada saat diskusi, siswa jadi lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan juga siswa jadi termotivasi untuk selalu mengaplikasikan materi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat meningkatkan kreatifitas dan aktifitas siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bila dibandingkan dengan siklus I, hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II 81,25, sedangkan pada siklus I adalah 66,25. Berikut disajikan pada Grafik-1 rata-rata hasil belajar pada siklus I dan siklus II.
Rata-rata 100
66.25
81.25
0
Rata-rata Siklus I
Siklus II
Grafik -1 Nilai Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II Bila ditinjau dari persentase ketuntasan belajar antara siklus I dan siklus II terjadi peningktan. Pada siklus I jumlah siswayang tuntas 50% sedangkan pada siklus II sebesar 90,7 %. Berikut disajikan pada Grafik-2 persentase ketuntansan belajar pada siklus I dan siklus II.
Ketuntasan Siswa 100%
91.70% 50%
50% Ketuntasan Siswa
0% Siklus I
siklus II
Grafik 2 Ketuntasan Siklus I dan Siklus II Oleh karena pada siklus II pencapaian hasil belajar memuaskan, maka penelitian tindakan kelas ini diakhiri sampai siklus II. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata akhir hasil belajar siswa pada siklus I yaitu sebesar 66,25, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata akhir yaitu sebesar 81,25. Ditinjau dari persentase ketuntasannya terjadi peningkatan yaitu 50% pada siklus I dan 91,7% pada siklus II. SARAN Saran-saran yang perlu penulis sebagai guru kelas ajukan sehubungan dengan manfaat hasil penelitian yang diharapkan, yaitu
263
1. Dalam menerapkan model pembelajaran melalui pendekatan CTL setiap siswa sebaiknya memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran agar konsep yang akan diajarkan dapat dipelajari dengan lancar oleh siswa. 2. Disarankan kepada guru agar dapat berupaya secara mandiri untuk selalu meningkatkan kinerjanya sebagai guru profesional dengan melakukan penelitian tindakan kelas dan dapat menerapkan metode-metode yang efektif untuk memperlancar proses pembelajaran sehingga nilai hasil belajar siswa dapat memuaskan. 3. Disarankan kepada kepala sekolah agar melakukan pemantapan kegiatan guru untuk melihat kemungkinan kesulitan di kelas, dan mendiskusikannya sehingga dapat ditangani secara bersama. Diharapkan kepada para kepala sekolah agar mengajak dan menganjurkan para kolega guru di sekolahnya masing-masing untuk melakukan penelitian tindakan kelas. DAFTAR RUJUKAN Darwis, M. 2008. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol. II No. 2. 146-156 Nurhadi dan Senduk, A.G., 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang : Universitas Negeri Malang Pramudjono, 2001. Statistik Dasar Aplikasi Untuk Penelitian . Samarinda: FKIP Universitas Mulawarman Sanjaya, W., 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Sudjana, N. 2002. Penilaian Hasil Belajar. Bandung : Remaja Rosdakarya Suhartanti, D. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas VI SD/MI. Jakarta : Pusat Perbukuan
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE DEMONSTRASI MATERI KONSEP ENERGI DAN PERUBAHANNYA PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR 011 TANAH GROGOT TAHUN PEMBELAJARAN 2013 Hairul Nur Fadillah SDN 011 Tanah Grogot Kabupaten Paser Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui metode demonstrasipada materi energi dan perubahannya di kelas V SDN 011 Tanah Grogot 2013. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, refleksi dan obserbasiguna meningkatkan kualitas pembelajaran.Penelitian ini dilaksanakan di SDN 011 Tanah Grogot Mata pelajaran yang dipilih dalam penelitian adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa Kelas V materi energi dan perubahannyaSemester II Tahun pembelajaran 2012/2013.Hasil penelitian diperoleh jumlah nilai sebelum perbaikan nilai rata-rata 58,2. Pada siklus I jumlah nilai meningkat menjadi nilai rata-rata 62,6. Pada siklus II nilai rata-rata siswa adalah 81 .Siklus I diperoleh ketuntasan belajar 63,6% pada siklus II 83,4 %. Terdapat kenaikan sebesar 19,8%. Kata Kunci:Metode Demonstrasi, Prestasil Belajar, IPA
Proses pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) kemampuan pemahaman dan penguasaan materi menjadi acuan utama sebagai tolak ukur menuju keberhasilan kegiatan pembelajaran diberbagai jenjang pendidikan termasuk ditingkat dasar. Bentuk kemampuan dan pemahaman dalam penguasaan materi pembelajaran secara teori maupun aplikasi IPA merupakan subyek nyata yang bisa digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar IPA pada siswa. Proses pembelajaran IPA disekolah dasar sering kali muncul hambatan yang bersifat kompleks yang dapat menimbulkan dampak yang signifikan sehingga turunnya prestasi belajar siswa. Mengingat akan pentingnya pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran IPA sebagai tolak ukur keberhasilan kegiatan pembelajaran yang berpengaruh langsung pada prestasi belajar siswa dalam pelajaran IPA, sehingga harus ada upaya untuk segera menuntaskan
264
hambatan yang muncul dalam proses pembelajaran guna untuk memenuhi ketercapaian kurikulum sebagai harapan semua pihak yang berkompeten dengan dunia kependidikan. Berbagai hambatan dan masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran IPA perlu segera diupayakan dan dicari untuk pemecahan masalah, hal ini terjadi karena rendahnya ketrampilan dan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran IPA secara praktis. Pada umumnya yang melatar belakangi rendahnya keterampilan dan penguasaan materi pembelajaran IPA secara praktis adalah: 1) Kurangnya motivasi siswa dalam menyerap materi pembelajaran dan Informasi dari berbagai sumber termasuk guru dan kurangnya media, 2) Tuntutan penguasaan materi dalam proses pembelajaran IPA kurang baik serta tidak dibarengi dengan praktik nyata, 3) Penyampaian materi dari guru sangat monoton dan kurang variatif, 4) Siswa kurang dilibatkan secara konsisten dan praktek nyata dalam prosespembelajaran, 5) Kurangnya sarana dan prasarana sebagai fasilitas yang mendukung kepada, dan 5) Ketercapaian proses pembelajaran sehingga proses KBM tidak optimal. Metode demonstrasi dalam KBM materi IPA bersentuhan langsung dengan bentuk kecerdasan natural dan kecerdasan kinetis yang merupakan salah satu dasar dari kecerdasan majemuk (multiple intelejences) menurut Gardener dan Amstrong(dalam akbar:2002.88) Kecerdasan natural dan kecerdasan kinetis secara terpadu digunakan dalam kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan metode demonstrasi ini. Kelemahannya mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada pengaruh kegitan praktis siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Kedudukan IPA mempunyai fersi yang sangat besar pada tingkat di Sekolah Dasar mengingat IPA memiliki cakupan materi pembelajaran yang sangat luas diantaranya ialah: disiplin ilmu fisika, biologi, kimia, biotani, anatomi, fisiologi, kardiologi, sitologi, dan lain-lain. Dampak besar dalam pembelajaran eksakta pada tingkatan yang lebih tinggi, apabila guru tidak mampu mengelola pasti tidak akan bisa memenuhi harapan-harapan. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan kegiatan secara menyeluruh untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa pada materi IPA dikelas IV SDN 011 Tanah Grogot dengan menggunakan metode demonstrasi pada tahun pembelajaran 2013, 1)Dapat meningkatkan ketrampilan praktis siswa dalam IPA,khususnya materiKonsep Energi dan Perpindahannya dikelas IV SDN 011 Tanah Grogotmelalui metode Demonstrasi dan 2) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap ilmu pangetahuan alam(IPA) pada materi Konsep Energi dan Perubahannya dengan menggunakan metode demonstrasi. METODE PENELITIAN Dalam menentukan rencana kegiatan perbaikan pembelajaran dikelas IV Sekolah Dasar Negeri 011 Tanah GrogotUtara jumlah siswa jumlah siswa 38 orang yakni laki-laki 21 orang dan yang perempuan berjumlah 17 orang mulai dari bulan Februari sampai dengan april 2013.Adapun rencana tersebut yang dijadikan sebagai pertimbangan oleh penulis dimana siswa kelas IV SDN 011 Tanah Grogottentu akan mampu memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas kerena kelas IV telah mampu membaca dan menulis serta memiliki kemampuan untuk berhitung.Selain itu penulis juga sebagai guru ditugaskan mengajar di SDN 011 Tanah Grogot. Kegiatan penelitian ini secara prosedur menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). enelitian dapat meningkatkan pemahaman materi Konsep perpindahan energi panas dan listrik materi IPA pada siswa kelas IV dengan menggunakan metode demonstrasi ini didasari oleh realitas guru sebagai seorang profesional yang di tuntut untuk selalu mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan jaman. Karena perubahan sosio cultural dapat berdampak langsung kepada prilaku siswa di sekolah dasar tindakannya dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar . PKP meningkatkan pemahaman materi Konsep energi dan perubahannya pada siswa kelas IV SDN 011 Tanah Grogotdengan menggunakan metode demonstrasi, Praktik ini mencakup dalam II Siklus dan terdiri dari 2 kali pertemuan dan siklus ke 2 dilakukan dalam 2 kali pertemuan. Siklus pertama dilakukan dengan tahapan-tahapan : 1) Penyampaian sosialisasi awal mengenai belajar praktek, 2) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan media gambar yakni : Pertemuan pertama tentang : (i) energi panas (ii) sumber energi panas, 3) Setelah menjelaskan materi, guru memberikan tugas praktek di lingkungan sekolah berupa menemukan beberapa bukti tentang energy panas dan sumber enegi panas, 4) Pada pertemuan ke dua, guru menjelaskan tentang konveksi, konduksi dan radiasi, dan 5) diakhir pertemuan ke dua diadakan evaluasi pertama.
265
Siklus kedua dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Pada pertemuan pertama siklus ke dua, guru memberikan pembelajaran tentang energi bunyi, 2) Guru memberikan penugasan praktik yakni mengamati alat yang dibawa. Siswa diminta mendengarkan bunyi hp, meniup seruling atau memukul meja untuk membuktikan bahwa energi bunyi hampir setiap saat kita dengarkan, 3) Pada pertemuan kedua, dilakukan pendalaman materi perambatan bunyi, 4) Siswa dituntun guru membuat kesimpulan, dan 5) Di akhir pertemuan ke dua, dilakukan evaluasi ke dua. Penelitian dilaksanakan di SDN 011 Tanah Grogotkelas IV Tahun Pembelajaran 2012/2013. Tempat penelitian ini dipilih oleh peneliti berdasarkan pada pertimbangan bahwa: a) Siswa di kelas tersebut memiliki prestasi belajar IPA yang relatif kurang dalam KBM dibanding mata pelajaran lainnya di sekolah, b) Kondisi tingkat kemampuan, dan keterampilan, dan penguasaan materi pembelajaran IPA siswa rendah, dan c) Peneliti merupakan wali kelas sekaligus pengajar dan bertanggungjawab penuh pada kelancaran dan hasil kegiatan belajar mengajar (KBM) pada sekolah tersebut sehingga memiliki rasa tanggung jawab secara profersional dan moral. Instrumen penelitian berupa: 1) pedoman observasi, 2) catatam lapang, dan 3) dokumentasi. Data yang diperoleh dari pengamatan dan penilaian selama proses pembelajaran dan evalusai hasil pembelajaran diklasifikasi berdasarkan kelompok siswa dalam kelas yang selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif. Rofiudin dalam Sukoco (2002:12) mengatakan bahwa data utama yang dianalisis adalah data verbal dari peneliti sendiri, yang berupa gambaran terperinci proses dan hasil belajar siswa. Sedangkan data penunjang meliputi data dari hasil observasi, dan catatan lapangan. Langkah-langkah analasis adalah mengkaji data yang terkumpul secara keseluruhan dari semua instrumen, mereduksi data, dan menyimpulkannya serta memverifikasikannya kembali. Tindakan verifikasi mutlak diperlukan sebagai pemerikasaan terakhir pada data yang telah ada melalui sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu buku penunjang teori, data siswa, dan infrasi serta tanggapan dari teman sejawat yang berkaloborasi mendukung kegiatan penelitian ini. Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa pedoman yang dapat dijadikan sebagai indikatr dalam penganalisisan data hasil proses belajar siswa. Indikator yang dimaksud dalam uraian di atas adalah beberapa hal yang memenuhi prasyarat kriteria pijakan pengukuran peran aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Peran aktif siswa tersebut pada umumnya terimplementasikan secara nyata dalam sebuah pola tindak pembelajaran yang dapat diamati secara langsung oleh peneliti. Lebih lanjut tentang hal-hal yang bisa dan dapat digunakan sebagai indikator dan mengidentifikasikan tingkat suatu KBM IPA dengan menggunakan metode Demontrasi pada siswa kelas IV SDN 011 Tanah Grogotakan kegiatan penganalisisan data dan penyimpulan hasil penelitian tindakan kelas (PTK), meningkatkan pemahaman materi konsep energi dan perubahannya pada penbelajaran IPA dengan menggunakan metode praktik ini ditentukan dengan standar persentase keberhasilan penelitian sebagai berikut : 1) Kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan serta prestasi siswa secara individu yanhg dinilai dari proses kegiatan yang menunjukkan peningkatan peran aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dan prestasi belajar pada siklus pertama dan kedua serta pengamatan selama kegiatan pembelajaran sepanjang siklus berlangsung adalah sekurang-kurangnya mendapatkan nilai 65 atau pencapaian nilai dari siswa rata-rata sekurang-kurangnya 85 atau persentase pencapaian rata-rata 85%. 2) Persentase keterlibatan aktif siswa dalam prosedur pembelajaran secara individual dan kelompok yang berlangsung sepanjang siklus, baik siklus pertama dan kedua adalah sekurang-kurangnya 65% atau persentase keberhasilan pencapaian dari masing-masing siwa rata-rata sekurang-kurangnya 85%. 3) Persentase kemampuan siswa dalam aktifitas yang menunjukkan prestasi belajar yang diberikan secara individual sekurang-kurangnya 65% atau persentase keberhasilan pencapaian dari masing-masing siswa rata-rata sekurang-kurangnya 85%. Hasil Penelitian Tahapan-tahapan penelitian sebagai upaya perbaikan proses pembelajaran dalam tiap siklus pembelajaran diuraikan dalam wawancara berikut ini.
266
Pada siklus pertama, pertemuan pertama guru memberikan sosialisasi awal mengenai bentuk KBM yang akan dilalui siswa dan guru. Pada tahapan ini, guru memberikan motivasi agar siswa mampu berperan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan tertarik untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya pada materi pembelajaran dalam IPA melalui metode demonstrasi. Pada tahapan kedua, guru mulai masuk pada tahapan proses pembelajaran dengan kegiatan penyampaian materi pembelajaran dengan materi pokok energi dan perpindahannya. Sub pokok materi yang dibelajarkan pada pertemuan pertama adalah (i) sumber energy panas, dan (ii) perpindahan energi panas. Materi pembelajaran disampaikan dan diuraikan dengan rinci, jelas dan menarik menggunakan media gambar berwarna sehingga siswa menemukan kemudahan-kemudahan dalam proses pemahaman. Pada tahapan ketiga, guru memberikan penugasan secara berkelompok kepada siswa untuk menemukan berbagai macam benda yang digunakan di lingkungan rumah. Selanjutnya, siswa ditugaskan untuk mengelompokkan alat tersebut mana yang termasuk sumber energi panas. Pada tahapan keempat, guru melakukan kegiatan evaluasi dan penilaian pada proses pembelajaran secara cermat. Penilaian dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan secara langsug. Penilaian ditekankan pada aspek pemahaman materi pembelajaran yang akan mengindikasikan tingkat prestasi belajar siswa pasca KBM IPA, dengan pertimbangan bahwa praktik ini hanyalah sarana bukan target pencapaian pembelajaran. Penilaian ditekankan pada aspek (i) pemahaman materi pembelajaran; (ii) aplikasi materi pembalajaran; (iii) kinerja dalam kelompok. a. Siklus Kedua Pada siklus kedua pertemuan pertemuan guru melanjutkan pembelajaran dengan sub pokok materi lanjutnya dari materi konsep energidan perubahanya. Secara rinci tahapan-tahapan pembelajaran pada siklus ini diuraikan secara singkat berikut: a) Tahapan pertama; Guru memberikan pembelajaran remidial dengan sasaran siswa yang menunjukan kemampuan, dan pemahaman yang terlihat kurang atau tertinggal dalam proses pembelajaran pada siklus sebelumnya. Pembelajaran remidial ini akan membantu siswa yang tertinggal atau kurang memahami dan menguasai kemampuan serta pengetahuan tentang materi pembelajaran berikutnya yang akan membutuhkan kemampuan pemahaman dan penguasaan pada materi pembelajaran secara lebih mendalam. b) Tahapan kedua; Guru memberikan penguasaan kepada siswa untuk melakukan pengamatan secara langsung pada prosespratik membunyikan alat yang dilakukan secara individu, dengan penekanan bahwa banyak alat yang bisa dijadikan sumber bunyi. Pengamatan dilakukan dengan tujuan supaya bisa membedakan benda sebagai sumber bunyi dan benda yang bukan sumber bunyi . c) Tahapan ketiga; Guru melakukan kegiatan evaluasi dan penilaian untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan siswa pada materi pembelajaran IPA yakni konsepenergi dan perpindahannya dengan metode demontrasi. Penilaian ditekankan pada aspek (i) pemahaman materi pembelajaran; dan (ii) aplikasi materi pembelajaran. d) Tahapan keempat Guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan membuat kesimpulan berdasarkan kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan bersama. Kegiatan ini secara relektif akan membantu siswa kelas IV di Sekolah Dasar untuk lebih memahami dan mengenali potensi diri masing-masing guna peningkatan prestasi belajar siswa dalam IPA, khususnya dalam materi konsep energi dan perubahannya. Berikut ini data menunjukkan peningkatan kemampuan dan penguasaan materi pembelajaran konsep energi dan perubahannya berdasarkan hasil ujian harian pada siswa kelas IV SDN 011 Tanah Grogot Tabel 1. Data Analisis Proses Belajar Siswa Secara Keseluruhan NO 1
Komponen Rata-Rata
Siklus I 62,5
267
Siklus II 81,00
2 3
Jumlah Yang Belum Tuntas Jumlah siswa yang tuntas
23 15
0 0
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya peningkatan nilai rata-rata kelas dari pertemuan pertama siklus 1 sampai ke pertemuan kedua siklus 2. Hal ini menunjukkan adanya motivasi dan kesungguhan belajar para siswa setelah mereka mengalami proses pembelajaran pada objek yang nyata melalui praktek. Peningkatan nilai rata-rata dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 pada siklus 1 memang belum begitu drastis karena siswa masih dalam proses penyesuaian dengan metode pembelajaran praktik yang memang selama ini belum pernah mereka alami. Namun, bila dilihat pada siklus 2 dalam pertemuan 1 memiliki peningkatan yang cukup signifikan dan dibuktikan pada pertemuan ke 2 nilai yang baik tersebut dapat dipertahankan. Dintinjau dari proses pembelajaran pada siklus I, skor rata-rata keeterampilan adalah 53,29 dan skor rata-rata kerja kelompok adalah 62,1. Pada siklus II terjadi peningkatan untuk skor rata-rata keterampilan menjadi 75,5 dan skor rata-rata kerja kelompok menjadi 84. Berdasarkan data tersebut, nampak bahwa pada siklus 1, siswa masih banyak yang terampil dalam mengenai objek belajar dalam praktik. Demikian juga kemampuan bekerja sama dalam kelompok karena ada siswa yang lebih banyak menonton. Namun demikian setelah diberi penjelasan oleh guru bahwa keterlibatan dalam proses belajar ini membawa dampak pada pembentukan pribadi yang bagus seperti rajin dan bekerjasama dengan kelompoknya. PEMBAHASAN Keberhasilan proses penelitian pembelajaran peningkatan kemampuan siswa memahami dan menguasai materi pembelajaran IPA yakni materi konsep energi dan perpindahannya metode demonstrasi pada siswa kelas IV SDN 011 Tanah Grogot menurut hemat peneliti telah mengenai sasaran. Pada siklus pertama, kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru telah mampu meningkatkan dan menggairahkan pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan baik. Siswa dengan penuh perhatian mendengarkan uraian atau penjelasan materi pembelajaran. Ada motivasi yang tinggi dari dalam diri siswa untuk lebih memperhatikan uraian atau penjelasan dari guru pengajar karena rasa keingintahuan yang lebih untuk memahami lebih jauh tentang materi pembelajaran yang diuraikan oleh guru pengajar IPA di kelas.Prestasi belajar sebelum perbaikan rata-rata hasil belajar siswa adalah 58,2 dan yang tuntas hanya 9 siswa. Sesudah siklus I nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 62,6 dan yang tuntas 14 siswa. Siklis ke dua rata-rata hasil belajar siswa menjadi 81 dan yang tidak tuntas hanya 3 siswa. Dengan demikian peneliti merasa cukup pembelajaran sampai siklus ke dua karena ketuntasan belajar telah mencapai 80 %. Keaktifan dan kesungguhan siswa ini memiliki implementasi secara langsung pada KBM siswa dalam penguasaan pertama dan kedua. Siswa di Kelas IV SDN 011 Tanah Grogotsecara garis besar telah mampu memahami dan menguasai materi pembelajaran IPA yakni konsep energi dan perpindahannya. Pada sikuls I rata-rata keterampilan siswa mencapai 53,9 dan 75,5 pada siklus ke dua. Dalam kerja kelompok rata-rata prestasi siswa adalah 62,1 dan 84 pada siklus ke dua. Peningkatan pemahaman dan kemampuan siswa tersebut terdeskripsikan dengan jelas khususnya pada kemampuan mendemonstrasikan sumber bunyi dan perambaan bunyi dengan baik. Kemampuan siswa Kelas IV SDN 011 Tanah Grogotuntuk memahami dan menguasai dengan benar materi pembelajaran yang disampaikan dalam KBM IPA ini mengisyaratkan bahwa secara umum siswa tersebut telah menunjukkan peningkatan prestasi belajar dengan hasil yang cukup baik. Bertolak pada realitas selama KBM IPA dengan menggunakan metode Demonstrasi Kelas IV SDN 011 Tanah Grogot maka dapat disimpulkan bahwa PTK yang dilakukan oleh peneliti telah mencapai tujuan seperti yang diharapkan. KESIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT Sesuai dan sejalan dengan materi dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian, secara umum setelah melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan subjek siswa Kelas IV SDN 011 Tanah grogot peneliti sampai pada simpulan bahwa melalui penggunaan metode
268
Demonstrasi sebagai salah satu dari sekian banyak ragam dan bentuk alternatif metode pembelajaran peningkatan prestasi belajar siswa Kelas IV SDN 011 Tanah grogot dan telah menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Secara khusus hasil penelitian tindakan kelas ini meningkatkan pemahaman siswa pada materi pembelajaran energi dan perubahannya dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) IPA di Kelas IV SDN 011 Tanah grogot Kabupaten Paser melalui metode Demonstrasi sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran dapat disimpulkan : 1) Peningkatan prestasi belajar siswa tampak pada peran serta aktif siswa pada tahapantahapan pembelajaran. Aktivitas-aktivitas siswa seperti (i) mendengarkan dengan sungguh-sungguh uraian materi pelajaran dari guru pengajar IPA; (ii) mendemonstrasikan secara langsung sumber energy dan sumber bunyi melalui pengamatan langsung dengan teman satu kelompok; (iii) melakukan evaluasi bersama untuk mendapatkan simpulan yang tepat dari kegiatan pembelajaran yang baru saja dtasikanilakukan merupakan suatu bentuk peran serta aktif siswa dalam KBM. 2) Peningkatan kemampuan siswa pada KBM terimplomotasikan secara nyata pada hasil yang konkret seperti kemampuan memahami materikonsep energi dan perubahannya dengan menggunakan metode dewanstruasi dengan baik dan benar. Dan 3) Hasil penelitian diperoleh jumlah nilai sebelum perbaikan nilai rata-rata 58,2. Pada siklus I jumlah nilai meningkat menjadi nilai rata-rata 62,6. Pada siklus II nilai rata-rata siswa adalah 81 .Siklus I diperoleh ketuntasan belajar 63,6% pada siklus II 83,4 %. Terdapat kenaikan sebesar 19,8%. Berpijak pada pengalaman singkat peneliti menggunakan metode Demonstrasi sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar (KBM) IPA di Kelas IV SDN 011 Tanah Grogot peneliti memiliki sedikit saran-saran kepada beberapa pihak, meliputi : 1) Guru dalam mengajar hendaknya melibatkan siswa secara aktif, agar siswa lebih di hargai di peringatkan sehingga akan meningkatkan prilaku yang baik. 2) Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya siswa dimotivasikan untuk mampu mengungkapkan ide dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa akan lebih mampu mengkonsentrasikan ide dan pengalamannya kedalam konsep pelajaran yang sedang dipelajari. 3) Dalam prose pembelajaran hendaknya guru bisa menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang telah diberikan. 4) Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya dan memotivasi dalam pembelajaran. 5) Kepada teman sejawat yang ingin meningkatkan kemampuan dan keterampilan serta belajar siswa, apabila situasi dan kondisi yang berkembang dilingkungan pendidikan relatif mempunyai kesamaan dengan apa yang ada di sekolah peneliti, maka disarankan untuk menggunakan metode Demonstrasi sebagai strategi pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Reni dan Hawadi2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Grasindo. Prianto, Ahmad Joko. 1995. Media Pembelajaran, Suatu Model Penunjang Prestasi Siswa. Dibacakan dalam Seminar Sehari Peran Media Belajar Aplikasi dan Kreatifitas Guru tanggal 02 Agustus 1995 di Malang. Rahman, Arief. 2000. Sistem Pendidikan Indonesia Potret Realitas Manajemen yang Mengambang. Yogyakarta: Lentera Sukoco, Padno. 2002. Penelitian Kualitatif Metodologi, Aplikasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gunung Agung. Surakhmad, Iwanurrif. 1990. Mengembangkan Pendidikan di Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Obor. Suriah, N. 2003. Penelitian Tindakan. Malang: Bayu Media Publishing. Suryaman, Maman. 1990. Kerangka Acuan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa. Bandung: Angkasa. Susanto, Elyana. 2002. Membangun Kepribadian Anak. Jakarta: Gunung Agung. Wijanarko, Evelyn. 1999. Aku dan Anakku, Pola Pendekatan Egeliter. Jakarta: Che F. Dkk, Andayani. 2011. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka.
269
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI CIRI KHUSUS TUMBUHAN DI KELAS VIB SDN 002 TANAH GROGOT 2012/2013 Hartini SDN 002 Tanah Grogot Paser Kalimantan Timur Abstrak : Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa melalui pembelajaran Jigsaw pada materi ciri khusus tumbuhan di kelas VIB SDN 002 Tanah Grogot tahun pembelajaran 2012/2013, subjek penelitian siswa kelas VI B berjumlah 30 siswa. Penelitian dilaksanakan sebanyak tiga siklus, masing-masing siklus dilakukan 1 kali pertemuan, dan setiap pertemuan siswa dibei tes berbetuk uraian. Data dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi data, tugas, dan tes akhir siklus. Hasil penelitian diketahui terjadi peningkatan hasil belajar siswa, terjadi peningkatan hasil belajar sebesar mulai dari nilai rata awal siswa seiswa 53,33, naik menjadi 68,0 pada akhir sikuls I dan naik menjadi 81,67 pada akhir siklus II. Kata Kunci: Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, IPA.
Pendekatan Jigsaw dikembangkan oleh Ellior Aronson dan kawan-kawan dari universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Staving dan kawan-kawannya. Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 dan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik yang disajikan siswa dalam bentuk tes dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Pada anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu untuk mengkaji bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok pakar”(ekspert group). Selanjutnya siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams” para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode jigsaw versi Slavin, penskoran dilakukan seperti metode STAD. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru. Penerapan pembelajaran IPA Materi Ciri Khusus tumbuhan di kelas VIB di SDN 002 Tanah Grogot terdapat kendal. Hal tersebut berdasarkan hasil belajar siswa yang masih rendah. Mulyono (1999:44), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah serangkaian kegiatan belajar. Demikian juga Keller (1999) berpendapat bahwa memandang hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi. Kingsley (dalam Sujana,1999) menjelaskan tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Untuk itu, diadakan perbaikan nilai hasil belajar dengan melakukan penelitian tindakan kelas. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) berdasarkan proses yang terdiri dari dua siklus. Menurut Darsono (dalam Sukidin, 2002:14) penelitian tindakan kelas bukan merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium, tetapi merupakan penelitian yang bersifat praktis dan berdasarkan permasalahan keseharian di sekolah. Penelitian tindakan kelas berupa proses pengkajian berdaur Cyclical terdiri dari tiga siklus atau lebih (tim pelatihan proyek PGSM 1991). Penelitian tindakan kelas memiliki empat tahap yaitu planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan) dan reflection (refleksi). Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai Pada tahap perencanaan yang dilakukan adalah pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran, dan pembuatan alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi. Langkah-langkah pada tahap pelakasanaan adalah: a). guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri dari 5 atau 6 angggota, usahakan kelompok tersebut imbang menurut prestasi akademik, jenis kelamin dan bila perlu asal suku, b) Guru mengambil satu dari
270
masing-masing kelompok yang dibentuk asli untuk dijadikan kelompok ahli (pakar), c) Guru menugaskan kepada kelompok pakar untuk memahami materi dan dibimbing oleh guru, d) Kelompok pakar kembali pada kelompok semula dan menjelaskan kepada teman-teman sekolompoknya, e) Guru menjelaskan kepada siswa tentang tugas-tugas mereka pada saat belajar kelompok, dan membuat langkah-langkah pengerjaan di papan tulis., f) Guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal, g) Guru memperhatikan setiap kelompok pada saat mengerjakan soal, g) Diadakan tes secara individual setelah satu atau dua kali pertemuan, h) Guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas, dan g) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan skor yang diperoleh. Tahap observasi, peneliti bersama guru kelas melakukan observasi tindakan yang dilakukan di lapangan. Catatan di lapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk tiap siklus. Tahap refleksi, guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang diperoleh setelah tindakan. Dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 002 Tanah Grogot pada siswa kelas VIB Tahun 2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIB SDN 002 Tanah Grogot. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui pemberian tugas, tes setiap akhir siklus dan observasi. Pemberian tugas digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa di dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan materi yang telah diberikan. Tugas diberikan di setiap akhir pertemuan, dalam bentuk uraian. Melakukan tes hasil belajar, tes ini diberikan setiap akhir siklus pembelajaran yang berupa tes secara individu. Melakukan observasi yang berupa pengamatan langsung guna mengetahui pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Jigsaw. Kemudian dilakukan observasi selama proses pembelajaran sesuai dengan siklus yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung pada siklus I terdiri atas aktivitas guru dan siswa. Aktivitas guru dinilai cukup karena aktivitas guru bernilai 3 dan aktivitas siswa bernilai 4. Hasil observasi diperoleh melalui lembar observasi yang diisi oleh observator. Nilai rata-rata tugas sebesar 68,0, kemampuan guru menyajikan materi dan kemampuan memotivasi siswa dinilai cukup karena siswa mulai tertarik dan fokus dalam mengikuti pelajaran IPA. Sedangkan kemampuan guru dalam pengelolaan kelas dan pembimbingan guru terhadap siswa dinilai cukup karena suasana kelas yang ribut pada saat penyajian materi pelajaran. Aktivitas siswa yang terdiri dari perhatian, partisipasi, pemahaman dan kerjasama siswa pada siklus ini dinilai baik karena sudah memenuhi sebagian besar indikator. Walaupun telah dinilai baik untuk aktivitas siswa dan cukup untuk aktivitas guru, namun guru bersama observator memutuskan untuk melanjutkan ke siklus selanjutnya untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dalam kooperatif tipe Jigsaw lebih lanjut. Untuk itu telah dirumuskan beberapa perbaikan yang akan dilakukan pada siklus kedua. Beberapa hal yang perlu diperbaiki selama proses pembelajaran, yaitu: (a) Guru tidak menyampaikan secara terperinci tentang apa saja yang harus dilakukan siswa sebelum lembar kerja siswa dibagikan, (b) Baru beberapa siswa saja yang berani bertanya, dan menyampaikan pendapatnya. (c) Masih banyak siswa yang kurang memahami tugas dan peranannya dalam kelompok belajarnya yaitu masih ada sejumlah siswa yang mendominasi kegiatan kelompok, dan ada beberapa siswa yang lain yang tidak berperan dalam kegiatan kelompoknya. Aktivitas siswa dinilai cukup karena skor pada pertemuan kedua pada siklus II dinilai cukup sedangkan aktifitas guru pada siklus II mengalami peningkatan menjadi baik. Nilai ratarata yang diperoleh sebesar 81,67 IPA, peningkatan rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I (nilai rata-rata 68) ke siklus II sebesar 13,67. Kemampuan guru menyajikan materi dan mengajar siswa dinilai baik karena siswa lebih tertarik dan fokus dalam mengikuti pelajaran IPA. Sedangkan kemampuan guru dalam
271
pengelolaan kelas dan pembinaan guru terhadap siswa dinilai baik karena suasana kelas yang tenang pada saat penyajian materi pelajaran dan siswa telah aktif terlibat dalam kerja kelompok. Aktivitas siswa yang terdiri dari perhatian, partisipasi, pemahaman, kerjasama siswa dan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siklus ini dinilai baik karena sudah memenuhi sebagian besar indikator. Sama dengan siklus kedua, setelah melewati dua kali pertemuan dan tes formatif siklus maka penulis dan observator kembali menelaah hasil observasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang berlangsung pada siklus ketiga.oAktivitas guru dinilai baik dan aktivitas siswa dinilai baik demikian juga terhadap peningkatan hasil belajar yang telah dinilai baik. Berdasarkan hasil observasi dan analisis data pada siklus III, penulis dan observer sepakat untuk tidak melanjutkan tindakan pada siklus berikutnya, dikarenakan telah cukup untuk melihat peningkatan hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Penerapan metode Jigsaw diawali dengan memperkenalkan metode belajar kepada para siswa. Kemudian dilanjutkan dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok belajar kecil yang terdiri dari 5 orang siswa. Masing-masing kelompok asal diberi lembar kerja yang berbeda soal. Kolompok asal kemudian membagi tugas dan tanggung jawab satu jenis materi tertentu kepada siswa. Masing-masing siswa yang memperoleh lembar kerja yang ditugaskan, berkumpul dengan siswa kelompok lain dengan lembar kerja yang sama. Kelompok ini dinamakan kelompok ahli (expert group). Sehingga terdapat 7 jenis kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli kemudian mempelajari lembar kerja tersebut dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan panduan dalam lembar kerja. Kegiatan oini berlangsung dengan baik sesuai yang penulis harapkan. Sebagian besar siswa dalam kelompok ahli mampu memahami materi yang diberikan dengan lebih baik dan mendiskusikan hasil yang telah didapatkan. Usai serangkaian kegiatan dalam kelompok ahli, masing-masing siswa kembali ke kelompok asalnya untuk kemudian menceritakan kegiatan yang dilakukan dan yang telah dibahas bersama dalam kelompok ahli. Guna efisiensi waktu, penulis membatasi lingkup pembahasan yang disampaikan masing-masing siswa, antara lain meliputi : tujuan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, hasil yang dicapai serta kesimpulan yang diperoleh melalui materi yang diberikan berdasarkan diskusi dalam tim ahli. Dalam pelaksanaannya proses inilah yang cukup sulit dikarenakan setiap siswa mempunyai kemamapuan berkomunikasi dan daya serap yang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun sebagian besar siswa dalam kelompok asal (home team) lebih banyak untuk saling bertukar lembar kerja dan saling bertanya bagian yang tidak dimengerti yang terdapat dalam lembar kerja masing-masing siswa. Untuk mengetahui apakah masing-masing siswa telah melaksanakan tugas yang telah dibebankan, penulis mengajukan pertanyaan lisan yang dilakukan secara acak. Pada akhir proses belajar mengajar, guru mengadakan evaluasi secara individual sehingga diperoleh data hasil tes. Berdasarkan hasil penelitian terlihat jelas bahwa data yang dikumpulkan telah memenuhi dan sesuai dengan indikator dan format panduan observasi. Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Jigsaw pada siklus I terlebih dahulu pendekatan Jigsaw diperkenalkan pada siswa. Dari kondisi hasil belajar ini dapat di analisis bahwa, ternyata pembelajaran yang berlangsung selama ini hanya berpusat pada penjelasan yang diberikan guru saja dan belum mendekatkan pengajaran dengan kehidupan sehari-hari (pembelajaran konvensional). Sehingga tidak ada muncul kebermaknaan dalam memahami apa yang disampaikan dalam proses pembelajaran Tapi berdasarkan hasil observasi, aktivitas guru tergolong baik. Guru mampu menyajikan materi dengan cukup yaitu menggunakan bahan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum, merumuskan indikator sesuai dengan materi yang telah dijelaskan, pengorganisasian materi pelajaran dengan memperhatikan respon/tanggapan yang berkembang pada diri siswa. Guru mampu mengorganisasikan siswa untuk belajar aktif dalam seluruh kegiatan pembelajaran, serta memberikan bimbingan diberikan pada anak yang mengalami kesulitan dalam soal latihan. Dengan adanya pembinaan dan bimbingan dari guru sehingga tercipta pengelolaan kelas yang baik. Selain penyajian materi, aktivitas guru dalam membimbing siswa sangat diperlukan dalam pembuatan catatan dalam bentuk pendekatan Jigsaw karena siswa belum mengenal dengan baik cara mencatat tersebut. Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik. Perhatian siswa diskor baik karena siswa dapat memahami indikator ketercapaian, mencatat atau hanya
272
mendengarkan penjelasan guru, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, serta memperhatikan penjelasan guru serta bertanya apabila ada penjelasan yang kurang jelas. Partisipasi dan pemahaman siswa diskor baik karena siswa sebagian besar siswa mampu menyelesaikan yang diberikan dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Jigsaw mengalami kendala dan hambatan yang diperbaiki pada siklus II. Adapun kendala yang dihadapi pada siklus I yaitu siswa belum mengerti pendekatan Jigsaw. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa dalam menggunakan pendekatan Jigsaw. Selain itu, siswa masih ada keinginan untuk menggunakan cara tradisional yang selalu digunakan setiap hari. Sebagian siswa sudah mampu membuat pendekatan Jigsaw dengan baik walaupun terkadang penyampaian materi antar siswa masih bingung. Cara mengatasi kendala yaitu bahwa pendekatan Jigsaw yang dbuat berbeda antara siswa, serta memotivasi siswa untuk tetap membuat pendekatan Jigsaw dengan demikian siswa terbiasa. Walaupun mengalami kendala pada proses pembelajaran tetapi hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siklus I dibandingkan dengan rata-rata dasar diperoleh rata-rata peningkatan. Nilai rata-rata pada siklus I adalah 68,00. Aktivitas guru pada siklus II tergolong baik. Guru mampu menyajikan materi dengan baik, yaitu menggunakan bahan pembelajaran sesuai dengan kurikulum, merumuskan indikator sesuai dengan materi yang telah dijelaskan, pengorganisasian materi pelajaran dengan memperhatikan respon/tanggapan yang berkembang pada diri siswa, serta menyampaikan materi pelajaran dengan tepat dan jelas dan memberi kesempatan bertanya pada siswa. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tergolong baik karena dapat memahami indikator ketercapaian, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru. Pendekatan Jigsaw yang dibuat siswa semakin baik dan bervariasi. Hal ini mempengaruhi hasil belajar siswa yang semakin meningkat. Siswa sudah terbiasa menggunakan pendekatan Jigsaw dan merasakan manfaatnya. Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan dengan siklus I. Hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Terjadi peningkatan, nilai rata-rata sebelum perbaikan adalah 53,33, siklus I adalah 68,00 sedangkan nilai rata-rata pada siklus II adalah 81,67. Tabel Nilai Rata-rata Nilai Sebelum Perbaikan, Nilai Siklus I, dan Nilai Sikus II No
Dokumentasi Nilai
Nilai Rata-rata
1
Nilai Sebelum Perbaikan
53,33
2
Nilai Siklus I
68,00
3
Nilai Sikus II
81,67 (Sumber: Hasil Penelitian 2012-2013)
Dari hasil penelitian tersebut ternyata penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa SDN 002 Tanah Grogot pada materi ciri khusus tumbuhan. PENUTUP Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa SDN 002 Tanah Grogot pada materi ciri khusus tumbuhan. Terdapat peningkatan, nilai rata-rata sebelum perbaikan adalah 53,33, siklus I adalah 68,00 sedangkan nilai rata-rata pada siklus II adalah 81,67. Ketuntasan belajar siklus I adalah 60%, dan siklus II adalah 93,33%. Beberapa saran yang dapat diajuakan dari hasil penelitian adalah: 1) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai informasi tentang alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa, 2) Menghasilkan siswa yang produktif, dan 3) Peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran IPA.
273
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati, M. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Jakarta: Usaha Nasional. Ismail. 2003a. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Pendidikan lanjutan Pertama. Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
PEMBELAJARAN IPA DENGAN BERMAIN PUZZLE PADA OPEN CLASS LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Shobirin Abstrak : Pembelajaran IPA dengan bermain puzzle telah dilaksanakan pada saat open class lesson study di SDN Model Terpadu Bojonegoro dengan materi “benda-benda dan kegunaannya”. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil diskusi para observer adalah bahwa permainan puzzle dapat menyebabkan siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Media puzzle ternyata meskipun sederhana namun cukup menarik dan mengasyikkan. Hasil belajar siswa juga cukup menggembirakan. Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus kreatif dalam membuat media yang dapat menunjang pembelajaran. Kata kunci: media pembelajaran, puzzle, hasil belajar
Peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab IV pasal 19 ayat 1, menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran, seorang guru dituntut untuk dapat memiliki sebuah pendekatan, metode, dan teknik-teknik tertentu yang dapat menciptakan kondisi kelas pada pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan, sehingga pada akhirnya akan diperoleh kondisi kelas yang termotivasi, aktivitas yang tinggi serta hasil belajar yang memuaskan. Guru dituntut untuk memilih media dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan diberikan kepada siswa. Hal tersebut perlu dilakukan, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan siswa dalam proses pembelajaran, maka hadirnya media diharapkan dapat membantu proses komunikasi, sehingga pesan atau informasi dapat diserap dan dihayati oleh siswa. Media pembelajaran menjadi suatu bidang yang seyogyanya dikuasai oleh guru, agar pesan yang disampaikan dapat diserap semaksimal mungkin oleh siswa. Sutikno (2009) menyatakan beberapa beberapa fungsi media pembelajaran berikut. (1) Menarik perhatian siswa. (2) Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran. (3) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis. (4) Mengatasi keterbatasan ruang. (5) Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif. (6) Waktu pembelajaran bisa dikondisikan. (7) Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar. (8) Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam. (9) Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. (10) Meningkatkan motivasi siswa. Mustikasari (2009) menambahkan tentang manfaat media pembelajaran, yaitu penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar serta mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.
274
Pada kenyataannya, seringkali guru mengajar dengan tidak merencanakan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, apa lagi mengenai model dan media pembelajaran yang akan digunakan. Hal tersebut dapat mengakibatkan pembelajaran menjadi membosankan karena dalam kelas mengajar apa adanya tanpa adanya LKS dan media yang akan digunakannya. Diakui pula, bahwa pada umumnya guru lebih banyak ceramah dan materi yang disampaikan tidak runut dengan kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan, antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Mengatasi permasalahan tersebut, pembelajaran yang dirancang dalam lesson study di SDN Model Terpadu, dirancang dengan menggunakan media puzzle, untuk materi pembelajaran “benda-benda dan kegunaannya”. Media ini merupakan salah satu media pembelajaran yang dilakukan dengan permainan. Permainan puzzle merupakan permainan melalui potongan gambar, kata, situasi, dan warna yang membutuhkan cara memecahkan masalah, merupakan salah satu permainan yang terbukti dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan tersebut (Suyatno, 2008a). Suyatno (2008a) juga menjelaskan beberapa hal berikut. Bagi guru, permainan merupakan kendaraan untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn) untuk kepentingan siswa. Lewat permainan, siswa bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan, berlatih peran sosial, dan secara umum memperkuat seluruh aspek kehidupan anak sehingga membuat anak menyadari kemampuan dan kelebihannya. Guru harus teramat paham bahwa permainan merupakan proses dinamis yang tidak menghambat siswa dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajarnya. Andaikata ada guru yang menolak terhadap aktivitas bermain siswa, justru dia menghambat kemampuan kreativitas siswa untuk mengenal dirinya sendiri sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses pembelajaran melalui permainan perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya. Secara sosial, siswa juga belajar berinteraksi dengan sesamanya, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain, meningkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya. Dengan demikian, permainan dapat dijadikan media pembelajaran. Cara belajar siswa zaman sekarang pun lebih suka yang fun learning dan interaktif. Siswa selalu tertarik akan hal-hal baru, antusias untuk mencoba, dan mereka belajar sesuai dengan cara belajar mereka masing-masing. LANGKAH PEMBELAJARAN Pada kegiatan lesson study ini diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 15 Oktober 2013 yang dihadiri oleh guru-guru peserta lesson study bidang IPA, dan Kepala Sekolah SDN Model Terpadu (Murtiningrum Tri P, S.Pd). Penulis mendapat kesempatan untuk menjadi guru model yang akan mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang disusun pada saat kegiatan plan ini. Adapun bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi 1. Memahami Benda-benda di sekitar, Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan Benda dan kegunaannya. Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran nanti adalah berikut ini. e. Siswa dapat mengetahui nama-nama benda f. Siswa dapat mengetahui kegunaan benda Pada saat plan tersebut dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pembelajaran adalah dengan bermain puzzle. Untuk keperluan tersebut, guru model menyiapkan gambar benda-benda disekitar. Gambar tersebut kemudian dipotong secara acak supaya siswa agak sulit menemukan pasangan gambar dan nama gambar benda tersebut. Tahapan do-see dilaksanakan di sekolah penulis, yaitu di SDN Model Terpadu Bojonegoro, pada tanggal 16 Oktober 2013 Pembelajaran IPA dilaksanakan di kelas IA pada semester gasal 2013-2014. Open class dihadiri oleh guru-guru peserta lesson study bidang IPA dan Kepala Sekolah. Proses pembelajaran diawali dengan membuat kelompok menjadi 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 anak. Setalah apersepsi dengan mengajukan beberapa pertanyaan materi yang telah diberikan yaitu menyebutkan nama-nama benda yang ada di lingkunan sekitar. Selanjutnya guru menjelaskan sekilas nama-nama benda dan kegunaan benda. Guru menerangkan kepada siswa dengan LCD guru memperlihatkan beberapa nama benda dan guna
275
benda tersebut. Setelah siswa memahami hal-hal yang telah dijelaskan guru. Berikutnya, setiap kelompok diberi gambar yang sudah dipotong-potong oleh guru beserta nama-nama benda tersebut, dilengkapi dengan kertas tempat melekatnya gambar tersebut, gunting dan lem. Guru menjelaksan langkah-langkah kerja yang akan dilakukan oleh siswa, Siswa diminta menempelkan gambar benda dan nama benda tersebut, Selain menempel gambar benda dan nama benda siswa juga menuliskan kegunaan benda tersebut pada lembar kerja. Guru memberi motivasi dengan memberi pengumuman bahwa yang paling cepat dan benar, akan diberi penghargaan. Kelompok yang selesai mengerjakan segera mengumpulkan hasil kerjanya pada guru. Hasil kerja puzzle siswa kemudian dinilai oleh guru. Setelah selesai dilanjutkan penilaian hasil tes oleh guru secara lisan. Kegiatan lesson study berikutnya adalah tahapan see untuk merefleksi kegiatan pembelajaran dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro. HASIL DAN DISKUSI Pembelajaran IPA materi nama-nama benda dan kegunaannya dengan bermain puzzle ternyata sangat menyenangkan, baik bagi siswa maupun guru. Pada saat pendahuluan, dilakukan apersepsi dengan tanya jawab untuk mengaitkan hal-hal yang telah dipahami siswa dengan halhal yang akan dipelajari hari itu. Siswa sangat aktif dan berebut menjawab pertanyaanpertanyaan guru. Antusiasme dan keaktifan siswa juga nampak pada saat kerja kelompok menempel puzzle di kertas. Mereka nampak serius bekerja secara berkelompok untuk menyelesaikan tugasnya. Menurut observer, hanya satu orang siswa yang nampak kurang aktif. Hasil kuis menunjukkan bahwa jawaban sebagian besar betul semua. Beberapa aktivitas pembelajaran ditunjukkan pada gambar 1 s.d 5 Beberapa hal yang menjadi hasil pengamatan para observer pada saat refleksi adalah berikut ini. h. Tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menggali semua potensi-potensi yang dimiliki siswa. i. Siswa bersemangat untuk bermain puzzle. j. Terjadi interaksi yang kondusif antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. k. Siswa antusias menyelesaikan tugasnya. l. Media sangat menarik sehingga siswa aktif (hampir semua aktif) m. Pembelajaran yang sederhana tapi mengasyikan.
Gambar 1. Suasana kegiatan plan di SDN Model Terpadu Bojonegoro
276
Gambar 2. Guru menerangkan kepada anak-anak tentang cara menyusun puzzle
Gambar 3. Anak-anak terlihat sangat antusias menyusun puzzle
Gambar 4. Para observer terlihat antusias mengamati anak-anak
277
Gambar 5. Suasana kegiatan refleksi pembelajaran Pada saat refleksi pembelajaran, para guru juga dapat mengambil nilai, bahwa apabila pembelajaran direncanakan dan persiapan mengajar lengkap dengan medianya, seperti contohnya adalah pembelajaran bermain puzzle ini, nampaknya siswa dapat dengan cepat mengetahui nama-nama benda dan kegunaannya. Hasil yang dicapai setelah proses pembelajaran berakhir juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada saat pembelajaran, sebagian besar siswa aktif dan antusias mengikuti semua kegiatan, kecuali seorang siswa yang sejak awal nampak agak malas. Anak tersebut menurut guru memang siswa yang sering bermasalah, motivasi belajar rendah, dan sering kehilangan konsentrasi belajar. Selain peran guru dalam menangani siswa tersebut, nampaknya memang perlu penanganan lain yang khusus. Masukan lain yang dapat dikembangkan adalah sebaiknya media dapat digunakan lebih dari sekali, sebab meskipun media yang digunakan sangat bagus, namun memerlukan biaya yang cukup besar bagi sekolah yang kurang mampu. Beberapa alternatif ide yang muncul saat refleksi, antara lain menggunakan karton bekas yang bisa dibongkar pasang dengan “kretekan” atau dengan bahan semacam karpet, yang pada intinya agar media lebih “permanen”. Masukan lain adalah sebaiknya tes tidak secara berkelompok, namun secara individual untuk mengecek pemahaman atau kompetensi siswa. Menurut salah satu observer, media sangat menarik, namun perlu dipikir bagaimana supaya cukup menantang, misalnya dicampur antara potongan gambar dengan nama benda gambar, dengan memperbanyak tulisan nama benda tersebut. Namun demikian, perlu perhatian terhadap keterbatasan waktu. tidak seluruh rancangan pembelajaran dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu, yaitu tidak ada presentasi dari siswa setelah mereka menyelesaikan kerjanya. Nampaknya guru harus memperhitungkan waktu kerja siswa, dan sebaiknya waktu kerja dibatasi sebelum siswa mengerjakan tugasnya. Nilai lain yang dapat diperoleh pada saat refleksi adalah bahwa guru dituntut harus kreatif dalam membuat media pembelajaran. Sutikno (2009) menyatakan bahwa tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya pengembangan media pembelajaran di masa yang akan datang harus dapat direalisasikan dalam praktik. Di samping memahami penggunaannya, para guru patut berupaya untuk mengembangkan keterampilan membuat sendiri media yang menarik, murah dan efisien, dengan tidak menolak kemungkinan pemanfaatan alat modern yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Media yang dibuat guru, setidaknya memiliki kriteria berikut. (1) Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran. (2) Dukungan terhadap isi materi pelajaran. (3) Kemudahan memperoleh media. (4) Keterampilan guru. (5) Sesuai dengan taraf berfikir siswa. Sebagai guru, sebenarnya kita sadar bahwa kita harus kreatif dalam membelajarkan siswa kita. Adakalanya kita merasa berat untuk kreatif karena berbagai masalah yang kita hadapi. Namun demikian, agaknya tidak salah kalau mencermati beberapa pembiasaan guru yang dapat kita jadikan bahan renungan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi kita dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas dengan cara seperti yang ditulis oleh Anonim (2008) berikut. 8. Mengaplikasi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan, misalnya siswa bisa diajak ke luar kelas dengan tujuan memaksimalkan lingkungan sekolah sebagai alat, media dan sumber belajar yang sesuai. 9. Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan potensi sekolah yang ada, terutama sekolah yang siswanya banyak berasal dari lapisan masyarakat margin proses pembelajarannya disetting yang kreatif inovatif, dan mampu beradaptasi berbagai macam situasi. 10. Mendesain pembelajaran yang dapat menumbuhsuburkan kreativitas dan inovasi pembelajaran dengan analisis dan evaluasi untuk penyempurnaan desain berikutnya. 11. Hindari ketegangan semua pelaku proses pembelajaran. Baik guru maupun siswa diharapkan mampu menghindari ketegangan, sebaliknya nikmati situasi dan kondisi pembelajaran menuju tercapainya kompetensi siswa sesuai KTSP. 12. Biasakan selalu mengamati lingkungan sekolah sehingga dapat menemukan area yang dapat dijadikan alat, media dan sumber belajar siswa.
278
13. Mengimprovisasi daya kreatif dan inovasi dengan sedikit humor sehat dan seperlunya saja untuk mempertahankan dan mengembangkan semangat inovasinya. 14. Keluar dari dunia sempit menuju dunia luas dengan banyak baca buku bidang seni dan teknologi, sehingga dapat menambah daya peka berfikir efektif dan efisien. Menarik pula untuk mencermati yang disampaikan Suyatno (2008b) berikut. Guru kreatif dan inovatif tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakan yang dilakukannya. Mereka akan selalu tidak puas dengan apa yang telah dijalani sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa, dan kepentingan akademis. Banyak jalan menuju Roma, begitu pula banyak jalan untuk menjadi guru yang terbaik di antara yang baik. Guru yang seperti itu biasanya apabila mengajar selalu mengutamakan hal-hal berikut. (1) Berpusat pada siswa. (2) Lebih senang pola induktif daripada deduktif. (3) Menarik dan menantang dalam menyajikan mata ajar. (4) Berorientasi pada kompetensi siswa. (5) Menekankan pembelajaran bukan pengajaran. (6) Memvariasikan metode dan teknik pembelajaran. (7) Menggunakan sentuhan manusiawi. (8) Menggunakan media belajar yang menghasilkan pesan maksimal. (9) Menilai secara autentik. (10) Mengedepankan citra mengajar. PENUTUP Pembelajaran IPA dengan bermain puzzle yang telah dilaksanakan pada saat open class lesson study di SDN Model Terpadu dengan materi nama-nama benda dan kegunaannya ternyata dapat menyebabkan siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Media puzzle ternyata meskipun sederhana namun cukup menarik dan mengasyikkan. Hasil belajar siswa juga cukup menggembirakan. Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus kreatif dalam membuat media yang dapat menunjang pembelajaran. Media yang dibuat guru harus dirancang supaya tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendukung materi pelajaran, mudah diperoleh dan sesuai dengan taraf berfikir siswa. DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2008. Mengharapkan Guru yang Kreatif dan Inovatif dalam Pembelajaran. Tersedia pada http://whandi.net/index.php?pilih=news& mod=yes&aksi=lihat&id=3950. Diakses 15 September 2009. Mustikasari, A. 2009. Mengenal Media Pembelajaran. Tersedia pada http://eduarticles.com/mengenal-media-pembelajaran/. Diakses 15 September 2009. Sutikno, S. 2009. Penggunaan Media dalam Proses Pembelajaran. Tersedia pada http://www.sobrycenter.com/sobry/artikel.php?catid=artikel&subid=1&docid=21. Diakses 15 September 2009. Suyatno. 2008a. Mengajar dengan Permainan. Tersedia pada http://garduguru. blogspot. com/2008/05/mengajar-dengan-permainan.html. Diakses 5 September 2009. Suyatno. 2008b. Membangun Tradisi Pembelajaran Kreatif. Tersedia pada http://garduguru. blogspot. com/2008/03/membangun-tradisi-pembelajaran-kreatif.html. Diakses 5 September 2009.
PEMBELAJARAN IPA DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENGETAHUI FUNGSI BATANG TANAMAN PADA LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Hesti Sumi Rahayu
[email protected] SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Abstrak : Pembelajaran IPA dengan eksperimen telah dilaksanakan pada saat lesson study di kelas IV A SDN Model Terpadu Bojonegoro dengan materi hubungan antara stuktur batang tumbuhan dan fungsinya. Lesson study dilaksanakan dengan tiga tahap yaitu plan,
279
do, dan see. Kegiatan lesson study diikuti 12 guru SDN Model Terpadu, dan 1 kepala sekolah. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil diskusi para observer adalah bahwa eksperimen dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa, dalam suasana belajar menjadi menyenangkan. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pengalaman berharga dari kegiatan lesson study adalah bahwa metode pembelajaran yang diberikan guru dalam menunjang PBM harus bervariasi dan menyenangkan untuk siswa. Kata kunci : lesson study, metode eksperimen, hasil belajar IPA
Tidaklah berlebihan jika ada ungkapan yang menyatakan bahwa metode jauh lebih penting dibandingkan dengan materi, karena sebaik apapun tujuan pendidikan jika tidak di dukung oleh metode yang tepat, maka tujuan tersebut akan sangat sulit untuk dicapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai atau tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Oleh karena itu pemilihan suatu metode pembelajaran harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat diperoleh secara maksimal dan memuaskan. Mengajar dan belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan antara guru dan siswa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai semakin jelas terlihat metode apa yang akan digunakan dalam pencapaian informasi. Namun, tepat atau tidaknya metode yang digunakan baru akan ketahuan setelah melihat hasil yang dicapai siswa. Sebelum melakukan proses pembelajaran guru hendaknya memilih metode apa yang sesuai dengan kebutuhan siswanya dan mata pelajaran apa yang akan disampaikan nanti. Metode berasal dari bahasa latin, metodos yang artinya jalan atau cara. Akan tetapi menurut Robert Ulich, istilah metode berasal dari bahasa yunani, meta ton odon, yang artinya berlangsung menurut cara yang benar. Metode pembelajaran menjadi suatu bidang yang harus dikuasai oleh guru, agar pesan dapat diserap secara maksimal oleh siswa. Di dalam proses belajar mengajar guru harus mempunyai strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Salah satu langkah untuk memiliki strategi ini ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau yang biasanya disebut metode mengajar (Roestiyah N.K, 1993 :1). Dengan beraneka ragamnya jenis metode yang ada antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode jigsaw, metode resitasi atau pemberian tugas, media sosio drama, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode karya wisata, metode kerja kelompok dan masih banyak lagi, guru diharapkan mampu memilah dan memilih metode-metode yang sangat sesuai dengan karakteristik siswanya maupun mata pelajaran yang akan disampaikan. Pada pembelajaran lesson study di SDN Model Terpadu Bojonegoro kali ini dirancang dengan menggunakan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA tentang hubungan struktur batang tanaman dan fungsinya. Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Metode eksperimen merupakan suatu metode mengajar yang menggunakan alat dan tempat tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Penggunaan teknik ini dilakukan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban dan persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga peserta didik dapat terlatih untuk berpikir secara ilmiah. Menurut Joseph Mbulu (2001:58) metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana peserta didik melakukan eksperimen (percobaan) dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dengan menggunakan metode eksperimen siswa diharapkan dapat: (1) ikut aktif mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan belajar untuk dirinya, (2) peserta didik belajar menguji hipotesis dan tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, ia berlatih berpikir ilmiah dan (3) mengenal berbagai alat untuk melakukan eksperimen dan sudah terlatih menggunakan alat tersebut. Dan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen inipun akan membuat siswa merasa senang dan tidak jenuh serta meningkatkan hasil belajar siswa, karena ada interaksi anatar guru dan siswa dengan siswa lainnya. Siswa menjadi aktif dan dinamis. Bagi guru pembelajaran dengan metode eksperimen inipun membuat guru meningkatkan mutu pendidikan. Dan guru harus menyiapkan berbagai cara agar pembelajaran dengan metode eksperimen ini bisa berhasil : (1) guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan peserta didik (2) guru bersama peserta didik menyiapkan
280
perlengkapan yang akan digunakan (3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan peserta didik (5) guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen (6) membagi kertas kerja kepada murid (7) peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru (8) peserta didik mempresentasikan hasil eksperimen mereka (9) guru mengevaluasi hasil eksperimen dan bila perlu didiskusikan secara klasikal METODE Pada kegiatan lesson study ini diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dilaksanakan di home base lesson study SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 6 September 2013 yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study , dan Kepala Sekolah SDN Model Terpadu (Murtiningrum Tri P,SPd, M.Pd.). Penulis mendapat kesempatan untuk menjadi guru model yang akan mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang disusun pada saat kegiatan plan ini. Adapun bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya. Kompetensi Dasar 2.2. Menjelaskan hubungan antara struktur batang tumbuhan dengan fungsinya. Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran nanti adalah berikut ini. a. Siswa dapat menyebutkan fungsi struktur batang tumbuhan. b. Siswa dapat menjelaskan hubungan antara struktur batang tumbuhan dengan fungsinya. c. Siswa dapat mengeksperimenkan proses transportasi pada batang tumbuhan. Pada saat plan tersebut dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pembelajaran adalah metode eksperimen. Untuk keperluan tersebut, guru model menyiapkan peralatan yang dibutuhkan bersama-sama dengan siswa yang telah dibentuk dalam kelompok, sehingga setiap siswa menerima tugas membawa peralatan yang telah ditentukan. Tahapan do-see dilaksanakan di sekolah penulis, yaitu di SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tgl 13 September 2013. Pembelajaran IPA dilaksanakan di kelas IV A pada semester gasal 2013-2014. Open class dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study SDN Model Terpadu Bojonegoro, dan Kepala Sekolah SDN Model Terpadu Bojonegoro. Proses pembelajaran diawali dengan apersepsi dengan mengajukan beberapa pertanyaan materi yang telah diberikan kepada siswa dan pemberian tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut. Selanjutnya guru menjelaskan materi secara singkat melalui LCD Proyektor tentang sruktur batang tanaman dan fungsinya. Setelah itu siswa bergabung dengan kelompok yang telah dibentuk sebelumnya untuk memulai eksperimen dengan bimbingan guru. Siswa diberi lembaran kerja yang menjadi panduan mereka dalam melakukan eksperimen. Setelah melakukan eksperimen, siswa membuat kesimpulan dari hasil eksperimen tersebut dan di presentasikan di depan kelas. Guru mengevaluasi hasil eksperimen tersebut dengan membahas dalam diskusi klasikal. Gurupun memberi motivasi dengan memberi pengumuman bahwa kelompok yang mampu melakukan presentasi dengan baik akan mendapat hadiah. Setelah kegiatan eksperimen selesai, gurupun memberi penilaian tes tulis. Kegiatan lesson study berikutnya adalah tahapan see untuk merefleksi kegiatan pembelajaran, dilaksanakan di ruang guru SDN Model Terpadu Bojonegoro.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran IPA materi hubungan struktur batang tanaman dengan fungsinya dengan menggunakan metode eksperimen ternyata sangat menyenangkan, baik bagi siswa maupun guru. Pada saat pendahuluan, dilakukan apersepsi dengan tanya jawab untuk mengaitkan hal-hal yang telah dipahami siswa dengan hal-hal yang akan dipelajari hari itu. Siswa sangat aktif dan berebut menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Antusiasme dan keaktifan siswa juga nampak pada saat kerja kelompok melakukan eksperimen dan mempresentasikan hasil eksperimen. Mereka nampak serius bekerja sama menyelesaikan tugasnya. Menurut observer, siswa sangat mengikuti tahapan demi tahapan yang dilakukan dalam melakukan eksperimen dengan sangat antusias dan tekun. Hasil presentasi menunjukkan bahwa jawaban sebagian besar kelompok betul semua. Beberapa aktivitas pembelajaran ditunjukkan pada Gambar 1. sampai Gambar 6.
281
Gambar 1. Tahapan awal pelaksanaan plan lesson study
Gambar 2. Tahapan pelaksanaan eksperimen dengan bimbingan guru
Gambar 3. Guru memperhatikan siswa melakukan eksperimen
282
Gambar 4. Siswa berdiskusi dengan sangat antusias sekali
Gambar 5. Siswa melakukan presentasi di depan kelas
Gambar 6. Siswa yang lain memperhatikan dengan seksama saat temannya presentasi Beberapa hal yang menjadi hasil pengamatan para observer pada saat refleksi adalah berikut ini. a. Tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan mengguga rasa ingin tau siswa untuk melakukan eksperimen. b. Siswa sangat bersemangat dan antusias sekali dalam menerima pembelajaran dengan metode eksperimen. c. Siswa bekerja sama dalam menyelesaikan tugas secara bersama-sama. d. Terjadi interaksi antara siswa dengan siswa lainnya, dan siswa dengan guru. e. Metode eksperimen dapat menjadikan siswa mampu berpikir secara ilmiah. f. Metode sangat menarik sehingga siswa senang dan tidak jenuh.
283
g. Dapat mengukur tingkat kemandirian dan pola berpikir siswa dengan cepat. Pada saat refleksi pembelajaran, para guru juga dapat mengambil nilai, bahwa apabila pembelajaran direncanakan dan persiapan mengajar lengkap dengan medianya, seperti contohnya adalah pembelajaran dengan metode eksperimen ini, nampaknya siswa dapat menyebutkan fungsi batang pada tanaman. Hasil yang dicapai dari postest setelah proses pembelajaran berakhir juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada saat pembelajaran, sebagian besar siswa aktif dan antusias mengikuti semua kegiatan, bahkan mereka merasa sangat senang dengan diterapkannya metode eksperimen ini pada mata pelajaran IPA, dan mereka berharap bisa dilaksanakan lagi untuk mata pelajaran yang lainnya. Masukan lain yang dapat dikembangkan adalah sebaiknya metode ini bisa dilaksanakan diluar ruangan juga atau out door sehingga menantang siswa untuk lebih aktif lagi dan ruanganpun lega untuk anak-anak sehingga bisa leleuasa dalam bereksperimen. Masukan lain adalah sebaiknya tes tidak secara berkelompok, namun secara individual untuk mengecek pemahaman atau kompetensi siswa. Namun demikian, tidak seluruh rancangan pembelajaran dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu, yaitu tidak ada terpenuhinya waktu untuk presentasi dari tiap siswa setelah mereka menyelesaikan kerjanya. Nampaknya guru harus memperhitungkan waktu kerja siswa, dan sebaiknya waktu kerja dibatasi sebelum siswa mengerjakan tugasnya. Sebagai guru, sebenarnya kita sadar bahwa kita harus kreatif dalam membelajarkan siswa kita. Adakalanya kita merasa berat untuk kreatif karena berbagai masalah yang kita hadapi. Namun demikian, agaknya tidak salah kalau mencermati beberapa pembiasaan guru yang dapat kita jadikan bahan renungan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi kita dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas dengan cara seperti yang ditulis oleh Suyatno (2008b) berikut. 1. Mengaplikasi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan, misalnya siswa bisa diajak ke luar kelas dengan tujuan memaksimalkan lingkungan sekolah sebagai alat, media dan sumber belajar yang sesuai. 2. Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan potensi sekolah yang ada, terutama sekolah yang siswanya banyak berasal dari lapisan masyarakat margin proses pembelajarannya disetting yang kreatif inovatif, dan mampu beradaptasi berbagai macam situasi. 3. Mendesain pembelajaran yang dapat menumbuhsuburkan kreativitas dan inovasi pembelajaran dengan analisis dan evaluasi untuk penyempurnaan desain berikutnya. 4. Hindari ketegangan semua pelaku proses pembelajaran. Baik guru maupun siswa diharapkan mampu menghindari ketegangan, sebaliknya nikmati situasi dan kondisi pembelajaran menuju tercapainya kompetensi siswa sesuai KTSP. 5. Biasakan selalu mengamati lingkungan sekolah sehingga dapat menemukan area yang dapat dijadikan alat, media dan sumber belajar siswa. 6. Mengimprovisasi daya kreatif dan inovasi dengan sedikit humor sehat dan seperlunya saja untuk mempertahankan dan mengembangkan semangat inovasinya. 7. Keluar dari dunia sempit menuju dunia luas dengan banyak baca buku bidang seni dan teknologi, sehingga dapat menambah daya peka berfikir efektif dan efisien. PENUTUP Pembelajaran IPA dengan metode eksperimen yang telah dilaksanakan pada saat open class lesson study di SDN Model Terpadu Bojonegoro hubungan struktur batang tanaman dan fungsinya ternyata dapat menyebabkan siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Metode eksperimen ternyata sangat menarik dan mengasyikkan serta mampu menjadikan anak untuk berpikir ilmiah. Hasil belajar siswa juga cukup menggembirakan. Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus kreatif dalam mencari metode pembelajaran dan teknik-teknik pembelajaran lainnya agar mutu pendidikan semakin meningkat. Metode pembelajaran yang digunakan guru harus dirancang supaya tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan kesesuaian dengan mata pelajaran yang akan diajarkan.
284
DAFTAR PUSTAKA Saputro, Suprihatin, et all. 2000. Stategi Pembelajaran. Depdiknas Universitas Negeri Malang FIP. Usman, Moh. Uzer, 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT . Remaja Rosdakarya. Suyatno. 2008b. Membangun Tradisi Pembelajaran Kreatif. Tersedia pada http://garduguru. blogspot. com/2008/03/membangun-tradisi-pembelajaran-kreatif.html. Diakses 5 September 2013.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI TUMBUHAN HIJAU MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL STAD PADA SISWA KELAS VA SDN 002 TANAH GROGOT 2013 Sri Haryati SDN 002 Tanah Grogot Paser Kalimantan Timur Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif model Students Team Achievements Division (STAD) pada materi Tumbuhan hijau di kelas VA SDN 002 Tanah Grogot 2013. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di SDN 002 Tanah Grogot Mata pelajaran yang dipilih dalam penelitian adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa Kelas VA materi tumbuhan hijau Semester I Tahun pembelajaran 2013/2014. Hasil penelitian diperoleh jumlah nilai sebelum perbaikan (nilai dasar) adalah 1740 dan nilai rata-rata 58,0. Pada siklus I jumlah nilai meningkat menjadi 2050 dan nilai rata-rata menjadi 68.33. Sedangkan ketuntasan belajar 33,33% sebelum perbaikan menjadi 60,00% pada siklus I. Siklus I diperoleh ketuntasan belajar 60% pada siklus II 96,67. Terdapat kenaikan sebesar 36,67%. Nilai rata-rata pada siklus I adalah 68,33 pada siklus II 86,67. Terdapat kenaikan sebesar 18,34. Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif Model STAD, Hasil Belajar, IPA
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas maka diperlukan pendidikan yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan tidak lepas dari proses pembelajaran. Hal ini dilandasi oleh pendapat Hamalik (2001) bahwa untuk meningkatan kualitas pendidikan yang terutama diperhatikan adalah kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran adalah usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain (Etin S. & Raharjo. 2007). Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Bagaimanapun juga pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan harus diarahkan mencapai tujuan. Selain itu pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, serta hambatan-hambatannya. Konsep pembelajaran yang demikian juga harus dimiliki oleh guru baik sebagai perancang, pelaksana, evaluator, maupun sumber belajar di sekolah. Hal ini menuntut guru untuk lebih variatif dalam menyampaikan materi. Setiap guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang mendorong setiap siswa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Moedjiono, yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Dengan demikian, dalam pembelajaran guru tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan, akan tetapi juga menjadi sumber belajar yang baik, yang bertanggung jawab atas perkembangan siswa. Perkembangan-perkembangan tersebut bukan hanya sekedar perkembangan kognitif tetapi juga afektif siswa (Hasibuan & Moedjiono. 1985).
285
Mengacu pada paradigma teori di sekolah (Theory of school Learning) dari Bloom (Ardhana & Willis, 1989) yang menyatakan bahwa ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yaitu karakteristik siswa, proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran. Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal dibutuhkan pembelajaran yang berkualitas. Jadi, untuk mendapatkan hasil yang baik maka pembelajaran yang telah diterapkan harus diperbaiki, yaitu dengan memilih strategi yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan strategi yang tepat diharapkan akan dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Pembelajaran diharapkan dapat mencapai tiga aspek, sebagaimana diungkapkan oleh Bloom (Nana Sujana, 2001) yang membagi hasil belajar mencakup dalam tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun, pembelajaran saat ini masih menekankan pada aspek kognitif tingkat rendah (dalam taxonomi Anderson) yaitu hafalan. Pembelajaran yang berlangsung hingga kini masih terus terpaku pada proses penerusan informasi, bahkan lebih merosot lagi, yaitu pemberitaan isi buku teks. Pembelajaran seperti ini masih banyak terjadi di sekolah-sekolah dasar, dimana pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal ini akan mengakibatkan tidak meningkatnya kemampuan berfikir siswa dalam memecahkan masalah serta kurang mengembangkan aspek-aspek sosial siswa salah satunya kemampuan kerjasama. Berdasarkan pengamatan di SDN 002 Tanah Grogot, guru masih menggunakan metode konvensional dimana siswa masuk ke dalam kelas kemudian duduk mendengarkan ceramah dari guru. Suasana pembelajaran di kelas pun terkesan kaku karena siswa dituntut untuk selalu diam memperhatikan. Hal tersebut dapat menyebabkan keaktifan siswa jadi terhambat, sehingga siswa tidak dapat membentuk pengetahuannya sendiri. Selain itu, perkembangan sosial anak kurang berkembang karena hanya terpaku pada mendengar, mencatat, dan mengerjakan tugas. Hal tersebut juga terjadi pada mata pelajaran IPA, padahal mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran untuk melatih mengembangkan ilmu tentang alam. Siswa harus dikondisikan dengan pengelolaan kelas yang baik. Selain itu, suasana yang terbentuk di dalam kelas pun bernuansa persaingan dimana ketika salah satu siswa tidak mampu berprestasi dalam suatu pelajaran maka siswa lain akan merasa senang dan merasa mendapatkan kesempatan untuk menyaingi siswa yang lain. penelitian ini dipilih suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran IPA tanpa mengesampingkan kemampuan kognitif yaitu dengan cooperative learning tipe STAD (Student Teams-Achivement Division). Menurut Slavin cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-5 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan kelompok tergantung kepada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok (Etin Sollhatin & Raharjo, 2007). Menurut Slavin, cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada “struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Etin & Raharjo, 2007). Jadi, adanya struktur tugas dalam kelompok kooperatif bertujuan untuk menghilangkan difusi tanggung jawab. Dengan kata lain setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas masing-masing. Hal ini akan membuat siswa merasa harus belajar, tidak mengandalkan siswa yang lain. Dalam penelitian ini dipilih model cooperative learning tipe STAD (Student TeamsAchivement Division) karena STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik digunakan bagi guru pemula yang baru berlatih menggunakan pembelajaran kooperatif. Dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumya mengungkapkan bahwa ada peningkatan kemampuan kerjasama melalui penerapan pembelajaran kooperatif. Berdasarkan kondisi di atas dan mengacu pada penelitian tersebut maka perlu diterapkan model cooperative learning tipe STAD (Student Teams-Achivement Division) agar pembelajaran tidak hanya meningkatkan pada aspek kognitif saja, akan tetapi juga pada aspek yang lain, termasuk keterampilan kerjasama siswa terutama melalui mata pelajaran IPA kelas VA di SDN 002 Tanah Grogot.
286
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut Prabowo dalam buku Sadikin, dkk (2002) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok. Penelitian ini dilaksanakan di SDN 002 Tanah Grogot Mata pelajaran yang dipilih dalam penelitian adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa Kelas VA materi tumbuhan hijau Semester I Tahun pembelajaran 2013/2014. Prosedur Penelitian Secara rinci prosedur penelitian tindakan untuk setiap siklus dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Permasalahan Pada tahap ini, peneliti berusaha mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa kelas VA SDN 002 Tanah Grogot. Berdasarkan temuan masalah, dilakukan analisis masalah yaitu suatu upaya untuk menemukan akar penyebab masalah. Pelaksanaan tindakan sebagai alternatif pemecahan masalah ditetapkan berdasarkan hasil analisis masalah. Langkah terakhir pada tahap ini adalah memfokuskan permasalahan yang akan diberi tindakan. b. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain: 1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) beserta skenario pembelajaran STAD dengan materi tumbuhan hijau. 2) Membuat soal evaluasi untuk dikerjakan di kelas. 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu pembelajaran dengan pembelajaran STAD materi tumbuhan hijau. c. Pelaksanaan Tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Waktu pertemuan selama 2 jam pelajaran atau 70 menit.
d. Observasi Dalam tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan selama proses belajar mengajar di kelas dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Sedangkan untuk mengobservasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar tugas, tes, dan kegiatan siswa di kelas. e. Analisis Data Data yang diperoleh melalui observasi dan tes hasil belajar, disusun, dijelaskan dan akhirnya di analisis dengan cara mendeskripsikan atau menyajikan pada setiap putaran. f. Refleksi Data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan segera dianalisis. Berdasarkan hasil observasi inilah peneliti yang sekaligus praktisi dapat melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil refleksi ini peneliti dapat mengetahui titik lemah maupun kelebihan sehingga dapat menentukan upaya perbaikan pada siklus berikutnya. Proses ini akan berlangsung tiga siklus, sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Rancangan Penelitian Siklus I a. Persiapan Peneliti bersama guru kelas menyiapkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, menyiapkan materi pelajaran, LKS dan alat-alat yang diperlukan selama kegiatan pembelajaran kooperatif model Students Teams Achievements Division (STAD) berlangsung. Adapun persiapan-persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
287
1) Mempersiapkan materi dan LKS yang akan diberikan selama pembelajaran. 2) Merancang pembentukan kelompok-kelompok kecil heterogen oleh guru yang terdiri 4-5 siswa per kelompok dan memilih satu orang siswa sebagai ketua kelompok. 3) Mengembangkan materi dan tujuan pembelajaran dalam LKS. 4) Menjelaskan kepada siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD agar siswa memahami pembelajaran yang akan dilaksanakan sehingga siswa dapat melakukan kegiatan kelompoknya dengan baik. 5) Menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD agar saat pembelajaran siswa mampu menempati kelompok masing-masing. 6) Memberi kesempatan pada siswa untuk memberi nama kelompok masing-masing. b. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti dan observasi berkolaborasi dalam proses pembelajaran. Adapun pembelajaran yang dilakukan sebagai berikut: Dalam pertemuan siklus pertama materinya adalah adalah proses fotosintesis tumbuhan hijau. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Guru melaksanakan skenario pembelajaran pada lampiran. 2) Guru mengkondisikan kelas dan mengarahkan siswa untuk duduk pada kelompok masing-masing. 3) Guru mengadakan apersepsi tentang tumbuhan hijau. 4) Guru membagikan LKS 1. 5) Kemudian menjelaskan materi fotosintesis tumbuhan hijau. 6) Meminta siswa untuk mengerjakan soal latihan pada LKS 1. 7) Siswa diarahkan berkerja dalam kelompok masing-masing. Setiap siswa diarahkan untuk mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing yaitu : (1) Setiap siswa dalam kelompok bekerja berpasangan dan saling memeriksa pekerjaan dengan teman dalam pasangan. (2) apa bila siswa tidak dapat mengerjakan soal, maka teman dalam kelompok bertanggung jawab untuk menjelaskannya dan (3) ketua dalam masing-masing kelompok bertanggung jawab atas anggotanya dalam penguasaan materi. 8) Guru berkeliling untuk memberi bimbingan bagi kelompok yang kesulitan dan memberi pujian bagi kelompok yang mampu berkerja dengan baik. 9) Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugas, guru mengarahkan siswa untuk melakukan diskusi sampai masing-masing anggota kelompok mengerti tentang materi yang dibahas. Lebih kurang 10 menit sebelum pelajaran selesai, LKS perkelompok dikumpulkan. 10) Guru bersama siswa membahas soal yang dianggap sulit oleh siswa. c. Observasi Selama melakukan penelitian, observator melakukan pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Yang menjadi observer adalah guru kelas V A yang mengajar di kelas tersebut. Bahan penilaian hasil dari pengamatan observer dapat dilihat pada lampiran. d. Refleksi Peneliti bersama guru kelas mendiskusikan hasil tindakan pada siklus pertama. Peneliti dan guru kelas merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan pada siklus berikutnya dari hasil yang diperoleh pada siklus pertama. Yang perlu dilakukan pada siklus selanjutnya yaitu sebagai berikut: (1) memberikan informasi kembali tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD, karena masih ada beberapa siswa yang masih kurang memahami tugas dan perannya dalam kelompok belajarnya, (2) mengarahkan siswa agar senantiasa berkerjasama untuk menyelesaikan tugas, (3) mengarahkan siswa yang pandai agar tidak menyelesaikan soal-soal dalam LKS 3 secara individu tetapi mengajak teman dan kelompoknya untuk aktif dalam menyelesaikan tugas sehingga terlihat adanya upaya siswa yang pandai untuk membantu siswa yang kurang pandai. Siklus II: a. Persiapan
288
Dari hasil diskusi refleksi siklus pertama, peneliti bersama guru kelas menyiapkan rencana kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan siklus kedua, antara lain: 1) Memberikan arahan dan menekankan lagi tentang metode pembelajaran yang berlangsung yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menuliskan tugas dan peran dari masing-masing anggota kelompok di kertas katon, lalu menempelkannya di papan tulis agar siswa lebih memahami tugas dan perannya dalam kelompok belajarnya. 2) Mengingatkan kepada masing-masing ketua kelompok untuk dapat mengkoordinir anggotanya, agar lebih aktif dalam mengingatkan atau menegur anggota kelompoknya yang kurang aktif. 3) Mengevalusi susunan anggota kelompok. b. Pelaksanaan Pada siklus kedua ini, peneliti dan guru lebih meningkatkan bimbingan dan pengelolaan kelas terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung. Adapun pembelajaran yang dilakukan sebagai berikut: Materi yang dibahas adalah tumbuhan menyimpan cadangan makanan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Guru melaksanakan skenario pembelajaran pada lampiran. 2) Guru mengkondisikan kelas agar siswa siap mengikuti pelajaran. Sebelum melulai pembelajaran, disampaikan hasil yang diperoleh pada pembelajaran siklus pertama dan memotivasi kelompok untuk dapat meningkatkan kerjasamanya dalam kelompok pada siklus kedua. 3) Guru mengadakan apersepsi tentang materi yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. 4) Guru membagikan LKS , kemudian menjelaskan kepada siswa tentang materi tumbuhan menyimpan cadangan makanan Guru membimbing dan meminta siswa mengerjakan soal latihan yang terdapat pada LKS . 5) Siswa diarahkan untuk mengerjakan LKS secara berpasang-pasangan dan diusahakan siswa untuk berkerjasama membantu teman kelompoknya yang mengalami kesulitan. 6) Guru berkeliling untuk memberi bimbingan bagi kelompok yang kesulitan terutama siswa yang terlihat kurang aktif dalam diskusi kelompok. 7) Mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan oleh masing-masing kelompok, kemudian guru membahas soal latihan yang dianggap sulit oleh siswa. 8) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari c. Observasi Peneliti bersama guru kelas mengobservasi tindakan kelas yang dilakukan selama pelajaran berlangsung. Bahan penilaian observasi dapat dilihat pada lampiran. d. Refleksi Dari hasil yang didapat pada siklus kedua, maka peneliti dan guru kelas sepakat untuk memberi bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan, menegur siswa yang lebih banyak bicara yang tidak perlu. Diupayakan pada siklus ketiga dilakukan rencana perubahan posisi tempat duduk antar kelompok sebagai upaya penyegaran pembelajaran agar siswa tidak marasa jenuh. Peneliti bersama guru mengadakan refleksi hasil siklus kedua berdasarkan dari hasil tindakan di siklus kesatu. Teknik Pengumpulan Data menggunakan observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, Menurut Sudjana (2005:84) observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada saat mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar. Tes adalah alat penilaian berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengukur pencapaian dari suatu tujuan terhadap suatu tindakan dan pertanyaanpertanyaan itu sendiri dapat berbentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan. Dalam penelitian ini jenis tes tiap akhir pertemuan dan akhir siklus
289
yang digunakan adalah tes uraian tertulis (tes tertulis). Dokumen merupakan sekumpulan data yang berasal dari hasil proses dokumentasi, baik berupa tulisan, rekaman audio, maupun visul, dan dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah dokumen sederhana. Yang dimaksud dokumen sederhana dalam penelitian ini adalah lembaran kerja yang berisi data tertulis baik dengan huruf, lambang maupun gambar yang ditata sedemikian rupa sehingga menarik. Penelitian ini bersifat deskriptif yang artinya hanya memaparkan data yang diperoleh melalui observer dan tes hasil belajar. Data yang diperoleh kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis dengan cara menggambarkan atau mendeskripsikan data tersebut ke dalam bentuk yang sederhana. Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan/penyajian data dan menyimpulkan data (Susilo, 2007). Pada tahap reduksi data, peneliti melakukan seleksi terhadap peristiwa yang terjadi selama pembelajaran berlangsung dan memfokuskan pada halhal yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada tahap paparan/penyajian data, peneliti menyajikan data dalam bentuk paparan naratif yaitu dijelaskan dan disajikan dalam kalimat sederhana untuk setiap putaran. Pada tahap penyimpulan data, peneliti menyimpulkan data yang diperoleh dari sajian data dalam bentuk pernyataan kalimat sederhana, singkat dan padat namun mengandung pengertian yang luas. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Sebelum pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan pra-penelitian yaitu melakukan observasi atau pengamatan langsung di dalam kelas serta melihat nilai akhir dari siswa. Dari observasi awal ditemukan masalah-masalah sebagai berikut : a. Keaktifan belajar siswa rendah sehingga suasana kelas sangat monoton. b. Respon dari siswa rata-rata sangat rendah sehingga menyulitkan guru dalam memberikan materi. c. Rata-rata nilai IPA siswa kelas VA SDN 002 Tanah Grogot adalah 58,0. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti yang berperan sekaligus sebagai guru di kelas, dengan guru kelas VA sebagai observator, melaksanakan penelitian dalam dua siklus. Adapun hasil penelitian pada setiap siklus adalah sebagai berikut:
SIKLUS I Sebelum tindakan siklus I dilaksanakan, perlu dibuat sebuah perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan tersebut meliputi: a) Menyiapkan RPP pembelajaran IPA materi fotosintesis tumbuhan hijau yang diajarkan melalui Pembelajaran Kooperatif tipe STAD b) Bahan pengajaran c) Instrument observasi d) Penilaian. Berdasarkan instrument penilaian RPP, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam membuat perencanaan Adapun hasil dari penilaian kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: Penilaian Perencanaan (RPP) Pembelajaran IPA melalui Pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Adapun hasil yang diperoleh dengan perincian dari setiap aspek penilaian adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran memiliki skor 2 dengan kategori cukup, b) Kemampuan guru dalam pemilihan dan pengorganisasian materi, media,dan sumber memiliki skor 2 dengan kategori cukup, c) Kemampuan guru dalam merancang scenario/strategi pembelajaran memiliki skor 2 dengan kategori cukup, d) Kemampuan guru dalam merancang pengelolaan kelas memiliki skor 2 dengan kategori cukup, e) Kemampuan guru dalam merancang prosedur dan persiapan alat evaluasi memiliki skor 2 dengan kategori cukup,
290
f) Kemampuan guru dalam memberikan kesan umum pembelajaran memiliki skor 2 dengan kategori cukup. Penilaian Siklus I diperoleh dari nilai rata-rata penilaian kelompok yang dapat dilihat dari hasil nilai LKS siswa setiap pertemuan dalam Siklus I (1x pertemuan) dengan nilai tes akhir siklus I. Adapun nilai akhir siswa Siklus I dipaparkan sebagai berikut: Tabel 1 Nilai Siklus I URUT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NOMOR NIS NISN 1785 0010528878 1790 0010528882 1857 0027519530 1956 0027519570 1957 0027519554 1959 0034154555 1960 0027519537 1961 0034154537 1962 0034154561 1963 0034154535 1965 0034154547 1966 0027519568 1968 0027519558 1969 0027519546 1970 0034154531 1972 0034154565 1974 0034154544 1975 0027519547 1976 0034154546 1977 0010529049 1979 0027519557 1980 0027519526 1981 0034154532 2087 0035994349 2088 0028552536 2195 0027519323 2335 2342 1787 2198
NAMA MURID
Nilai Siklus I
Muh.Ihram Nur Mupidah Winarti Wahyu Adhe Yudhana Anita Rahmah Sari Ardi Ansa Clarisa Yunia Arnanda Dimas Ariadus Sholihin Fatimatul Aulia Ghina Nur Azizah Herliani Marliyana Miftah Fauzan Muhammad Fadhil Rahmadana Muhammad Rahman Muhammad Rehan Rizqollah Nur Aafiah Rabiatul Adawiyah Rendi Ansar Risnal Indrawan Rusmariyan Andri Sismoyo Siti Sudi Dicky Candra R. Suriansyah Tias Risnawati Aziza Muhammad Lutfio Dwi Arya Aprita Sistiya Wanda Karina Miranda Dwi Yanti Goce 0034194702 Rendy Astian Yogantara Widodo 0018017860 Nor Mayasari 0010528869 Muhammad Zainal Hakim 0027511685 Anisah Jumlah Rata-rata
40 70 60 70 60 80 70 80 90 60 60 80 70 70 80 80 60 80 70 70 80 70 60 80 60 50 70 60 60 60 2050 68.33
Nilai siklus I terdapat peningkatan jika dibandingkan dengan nilai sebelum diadakan perbaikan. Jumlah nilai sebelum perbaikan (nilai dasar) adalah 1740 dan nilai rata-rata 58,0. Pada siklus I jumlah nilai meningkat menjadi 2050 dan nilai rata-rata menjadi 68.33. Sedangkan ketuntasan belajar 33,33% sebelum perbaikan menjadi 60,00% pada siklus I. Grafik 1 Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I
291
Siklus I 68.33 70.00 65.00
60.00
Siklus I
60.00 55.00 Ketuntasan
Rata-rata
Pengamatan dilakukan secara partisipatif oleh guru sendiri dibantu oleh seorang obsever. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Kegiatan dalam pengamatan ini adalah mengamati urutan tindakan yang dilakukan guru dalam pembelajaran. Dari hasil pengamatan selama Siklus I, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Skor Aktivitas Guru Siklus I NILAI No Aspek Pert. I Kategori 1
Penguasaan KBM
72
B
2
Penggunaan Media
55
D
3
Penguasaan Materi
65
C
4
Sikap dalam KBM
65
C
Jumlah
257
Rata-rata
64.25
(1) (2) (3) (4)
C
Kemampuan guru dalam penguasaan KBM memiliki nilai 72,5 dengan kategori baik, Kemampuan guru dalam penggunaan media memiliki nilai 55 dengan kategori kurang, Kemampuan guru dalam penguasaan materi memiliki nilai 65 dengan kategori cukup, Kemampuan guru mengenai sikap dalam KBM memiliki nilai 65 dengan kategori cukup. Refleksi a) Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori cukup, kelemahan terjadi pada semua aspek hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor 2 pada semua aspek. b) Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk dalam kategori cukup. Kelemahan terjadi pada aspek penggunaan media dengan nilai 55 (D), aspek penguasaan materi dan sikap dalam KBM masing-masing memperoleh nilai 65 (C), sedangkan penguasaan KBM dengan nilai 65 (C). Sesuai dengan hasil yang diperoleh selama Siklus I dilakukan pembahasan bersama observer untuk menentukan langkah perbaikan yang akan dilaksanakan pada Siklus II, yaitu sebagai berikut: a) Melakukan beberapa revisi terhadap semua aspek dari RPP yang telah dibuat agar lebih sesuai dengan materi yang dipelajari serta pencapaian hasil belajar siswa. b) Guru perlu meningkatkan penguasaan dalam KBM, dalam hal ini guru harus menciptakan suasana belajar yang efektif. SIKLUS II Sebelum tindakan siklus II dilaksanakan, perlu dibuat sebuah perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan tersebut meliputi:
292
a) Menyiapkan RPP pembelajaran IPA materi tumbuhan menyimpan cadangan makanan yang diajarkan melalui Pembelajaran Kooperatif tipe STAD b) Bahan pengajaran c) Instrument observasi d) Penilaian. Kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran memiliki skor 4 dengan kategori sangat baik, b) Kemampuan guru dalam pemilihan dan pengorganisasian materi, media,dan sumber memiliki skor 3 dengan kategori baik, c) Kemampuan guru dalam merancang scenario/strategi pembelajaran memiliki skor 3 dengan kategori baik, d) Kemampuan guru dalam merancang pengelolaan kelas memiliki skor 3,5 dengan kategori baik, e) Kemampuan guru dalam merancang prosedur dan persiapan alat evaluasi memiliki skor 4 dengan kategori sangat baik, f) Kemampuan guru dalam memberikan kesan umum pembelajaran memiliki skor 3,5 dengan kategori baik. Tabel 3 Nilai Siklus II NOMOR Nilai NAMA MURID Siklus II URT NIS NISN 60 1 1785 0010528878 Muh.Ihram 90 2 1790 0010528882 Nur Mupidah Winarti 70 3 1857 0027519530 Wahyu Adhe Yudhana 100 4 1956 0027519570 Anita Rahmah Sari 70 5 1957 0027519554 Ardi Ansa 100 6 1959 0034154555 Clarisa Yunia Arnanda 90 7 1960 0027519537 Dimas Ariadus Sholihin 100 8 1961 0034154537 Fatimatul Aulia 100 9 1962 0034154561 Ghina Nur Azizah 80 10 1963 0034154535 Herliani 70 11 1965 0034154547 Marliyana 100 12 1966 0027519568 Miftah Fauzan 100 13 1968 0027519558 Muhammad Fadhil Rahmadana 100 14 1969 0027519546 Muhammad Rahman 100 15 1970 0034154531 Muhammad Rehan Rizqollah 100 16 1972 0034154565 Nur Aafiah 70 17 1974 0034154544 Rabiatul Adawiyah 100 18 1975 0027519547 Rendi Ansar 100 19 1976 0034154546 Risnal Indrawan 100 20 1977 0010529049 Rusmariyan Andri Sismoyo 100 21 1979 0027519557 Siti Sudi Dicky Candra R. 80 22 1980 0027519526 Suriansyah 70 23 1981 0034154532 Tias Risnawati Aziza 100 24 2087 0035994349 Muhammad Lutfio Dwi Arya 70 25 2088 0028552536 Aprita Sistiya Wanda Karina 2195 0027519323 Miranda Dwi Yanti Goce 70 26 100 27 2335 0034194702 Rendy Astian Yogantara Widodo 70 28 2342 0018017860 Nor Mayasari 70 29 1787 0010528869 Muhammad Zainal Hakim
293
30
2198
70 2600 86.67
0027511685 Anisah Jumlah Rata-rata
Pada siklus II jumlah nilai meningkat menjadi 2600 dan nilai rata-rata menjadi 86,67. Sedangkan ketuntasan belajar 96,67%. Grafik 2 Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II
Siklus II 100 95 90 85 80
96.67 86.67
Rata-rata
Siklus II
Ketuntasan
Tabel 4 Aktivitas Guru Siklus II No
(1) (2) (3) (4)
NILAI
Aspek
Pert. I
Kategori
1
Penguasaan KBM
86
BS
2
Penggunaan Media
80
B
3
Penguasaan Materi
80
B
4
Sikap dalam KBM
86
BS
Jumlah
332
Rata-rata
83
B
Kemampuan guru dalam penguasaan KBM memiliki nilai 86 dengan kategori sangat baik, Kemampuan guru dalam penggunaan media memiliki nilai 80 dengan kategori baik, Kemampuan guru dalam penguasaan materi memiliki nilai 80 dengan kategori baik, Kemampuan guru mengenai sikap dalam KBM memiliki nilai 86 dengan kategori sangat baik. Grafik 3 Peningkatan Ketuntasan dan Nilai Rata-rata 40 30 20 10 0
36.67 18.34 Kenaikan Ketuntasan Kenaikan…
Kenaikan Rata-rata
Siklus I ke Siklus II
Terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa. Siklus I diperoleh ketuntasan belajar 60% pada siklus II 96,67. Terdapat kenaikan sebesar 36,67%. Nilai rata-rata pada siklus I adalah 68,33 pada siklus II 86,67. Terdapat kenaikan sebesar 18,34.
294
PENUTUP Kesimpulan Pembelajaran kooperatif model Students Team Achievements Division (STAD) meningkatkan hasil belajar IPA materi Tumbuhan hijau di kelas VA SDN 002 Tanah Grogot 2013. Jumlah nilai sebelum perbaikan (nilai dasar) adalah 1740 dan nilai rata-rata 58,0. Pada siklus I jumlah nilai meningkat menjadi 2050 dan nilai rata-rata menjadi 68.33. Sedangkan ketuntasan belajar 33,33% sebelum perbaikan menjadi 60,00% pada siklus I. Siklus I diperoleh ketuntasan belajar 60% pada siklus II 96,67. Terdapat kenaikan sebesar 36,67%. Nilai rata-rata pada siklus I adalah 68,33 pada siklus II 86,67. Terdapat kenaikan sebesar 18,34. Saran Penggunaan pembelajaran kooperatif dan metode pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang diajarkan. Oleh sebab itu, guru yang profesional harus dapat memilih metode – metode pembelajaran yang tepat bagi siswa agar hasil belajar dapat tercapai dengan memuaskan. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arends, Richard. 2008. Learning To Teach : Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bunyamin dan Fakih. 1998. Konsep Dasar IPS. Jakarta: Depdikbud. Dirjen. Pendidikan Tinggi. Chullsum, Umi. 2006. Kamus Belajar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko. Etin S. & Raharjo. 2007. Cooperative Learning : Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara. Hasibuan & Moedjiono. 1985. Proses Belajar Mengajar. Malang: Remaja Rosdakarya. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. 2009. Hasil Belajar. Bandung: Bumi Aksara. Isjoni. 2007. Cooperative Learning : Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Jihap, Asep dan Haris, Abdul. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yokyakarta: Multi Press. Kasbolah, Kasihani. 1998. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: Depdikbud. Dirjen. Pendidikan Tinggi. Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Indek.
“MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPA MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI TERBIMBING PADA MATERI WUJUD BENDA DAN SIFATNYA” (PTK PADA KELAS IV SD NEGERI 12 ULU MUSI) Yuni Elyanti Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi dengan Menggunaan Metode Demonstrasi Terbimbing. Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, setiap siklus melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 12 Ulu Musi. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi dan lembar tes. Teknik pengumpulan data terdiri dari observasi, dokumentasi, tes. Data tes dianalisis dengan menggunakan rumus rata-rata nilai dan persentase ketuntasan belajar klasikal, sedangkan data observasi dianalisis dengan rata-rata skor, skor tertinggi, skor terendah, selisih skor dan kisaran nilai untuk tiap kriteria. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini yaitu :1) pada siklus I diperoleh rata-rata hasil belajar 75,60 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 46,87 %. Pada siklus II rata-rata hasil belajar 82,50 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 90,62 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan Metode Demonstrasi Terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi. Kata Kunci : Pembelajaran IPA, Metode Demonstrasi Terbimbing, Hasil Belajar.
295
Pembelajaran IPA tidak bisa dilepaskan dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praktisi pendidikannya. Jika dilihat secara analitik praktis, khususnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dalam kehidupan masyarakat bangsa negara Indonesia yang sedang dalam proses pertumbuhan dengan segala krisis yang dialaminya, menunjukkan suatu bidang permasalahan yang utuh, menyeluruh, dan multidimensional. Di situ ada konstribusi pengalaman sejarah, kondisi objektif alam, social, ekonomi, politik, budaya, dan pengaruh dunia luar sebagai dampak dari kehidupan yang semakin global. Oleh karena itu, pendekatan yang perlu digunakan dalam pengkajian pendidikan IPA adalah pendekatan holistic sebagai pendekatan yang menuntut kearifan intuisi dan bersifat ekologis. Tentu saja kaidah-kaidah keilmuan pada tataran epistomologi harus tetap menjadi rujukan konseptual. Dengan demikian, kajian pendidikan IPA harus merupakan suatu kerangka konseptual sistematik atau integrated system of knowledge (pengetahuan yang terintgrasi), synthetic discipline (disiplin) serta multi-dimensional. Menurut Piaget dan Vygotsky dalam Slameto (1995) pada proses pembelajaran siswa diharapkan mampu membangun pemahamannya sendiri. Hal senada dikemukakan oleh Eusta Supono (2004) bahwa titik pembelajaran bukan lagi teori tetapi praktik sehingga siswa mampu merumuskan pemahamannya sendiri dan guru cukup membimbing dan membantu. Hamijoyo dalam Suprayekti et al (2008) mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahkan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Seiring dengan pendapat Ibrahim dalam Suprayekti et al (2008), mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah pendidikan. Inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inverse atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. Cara guru mengajar yang menarik, menantang siswa berfikir dan berperan aktif akan mempengaruhi motivasi siswa secara positif. Hamalik O. (1995) menyebutkan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran utama di sekolah dasar. Pembelajaran mata pelajaran ini biasa diajarkan secara konvensional hampir di setiap sekolah dasar, dengan metode klasik ceramah sehingga menciptakan kejenuhan dalam lingkungan belajar karena siswa hanya cenderung mendengarkan. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap suatu materi ajar. Pada hasil tes akhir pembelajaran mata pelajaran IPA pada materi Wujud Benda dan Sifatnya, dari jumlah siswa kelas IV sebanyak 32 siswa dengan KKM 75, hanya 7 siswa yang mampu mencapai KKM atau sekitar 21,87 %, sedangkan yang 25 siswa atau 78,12 % belum mencapai KKM, adapun rata-rata kelas hanya mencapai 66,87. Berdasarkan data tersebut peneliti bertanggungjawab untuk memperbaiki pembelajaran IPA melalui perbaikan pembelajaran, agar hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Adapun perbaikan pembelajaran tersebut penulis kemas dalam sebuah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan terlebih dahulu menentukan alternatif dan prioritas pemecahan masalah sebagai berikut : a). membuat pembelajaran yang efektif dengan metode diskusi dengan model pembelajaran demonstrasi; b). mengatasi kesulitan siswa dalam menentukan wujud benda dan sifatnya; c). meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi. Metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dan proses belajar yang efektif dalam pembelajaran. Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai penjelasan lisan (Djamarah, 2006 : 90). a. Langkah-langkah Metode Demonstrasi 1. Persiapan a) Menciptakan kondisi belajar siswa untuk melakukan demonstrasi b) Menyediakan alat-alat yang akan didemonstrasikan c) Mengatur tempat duduk siswa 2. Pelaksanaan
296
a) Mengajukan masalah kepada siswa tentang hal / materi yang akan didemonstrasikan dengan ceramah. b) Menjelaskan dan mendemonstrasikan dengan prosedur atau proses. c) Siswa mengamati / mengikuti pelaksanaan demonstrasi dengan baik. d) Memberikan penjelasan secara singkat dan padat pada saat mendemonstrasikan materi. e) Mengadakan tanya jawab pada siswa. 3. Evaluasi / tindak lanjut a) Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan / mendemonstrasikan materi sendiri / berkelompok. b) Membuat kesimpulan hasil demonstrasi c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. (Djamarah, 2006 : 101). b. Kelebihan Metode Demonstrasi 1. Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, sehingga terhindar pemahaman yang verbalisme. 2. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari 3. Proses pengajaran lebih menarik 4. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukan sendiri. ( Djamarah, 2006:91). c. Kelemahan Metode Demonstrasi 1. Memerlukan waktu yang cukup banyak 2. Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang efesien. 3. Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-bahannya. 4. Memerlukan tenaga yang tidak sedikit. 5. Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak efektif. Berdasarkan uraian di atas peneliti mengambil alternatif untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan mengangkat judul penelitian “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Menggunakan Metode Demonstrasi Terbimbing pada Materi Wujud Benda dan Sifatnya” Hal ini didasari asumsi bahwa siswa dapat lebih memahami konsep materi pembelajaran IPA jika guru menghadirkan model yang sesuai, karena siswa bisa memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan ilmiah tentang konsep IPA agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk Meningkatkan hasil belajar IPA dengan metode Demonstrasi Terbimbing di kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Subyek penelitian ini adalah guru dan siswa Kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi tahun ajaran 2012/2013 pada mata pelajaran IPA, yang terdiri dari 1 orang guru, Siswa kelas IV yang berjumlah 32 anak yang terdiri 15 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Waktu penelitian dimulai pada 06 Mei 2013. Materi yang digunakan adalah “Wujud Benda dan Sifanya” yang terdiri dari benda padat dan sifatnya, benda cair dan sifatnya serta benda gas dan sifatnya.. Prosedur penelitian ini terdiiri dari empat tahapan penting, yaitu: a) perencanaan (planning); b) pelaksanaan tindakan (action); c) pengamatan (observation); dan d) refleksi (reflection). Keempat tahap dalam penelitian tindakan kelas tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula. (Arikunto, 2006). e) Tahap Perencanaan (planning) 1. Menyusun silabus 2. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran mata pelajaran IPA 3. Membuat daftar kelompok yang heterogen 4. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa 5. Mempersiapkan alat demonstrasi yang akan digunakan f) Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action)
297
Pendahuluan (± 5 menit) 1) Guru membuka pembelajaran 2) Guru mengecek kehadiran siswa. 3) Guru melakukan apersepsi 4) Guru mengemukakan topik pembelajaran tentang pesawat sederhana 5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan menuliskannya di papan tulis. Kegiatan Inti (± 45 menit) 1) Guru menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri pada siswa tentang potensi diri, bahwa semua siswa pintar tapi tergantung dengan usaha siswa itu sendiri. 2) Guru memberikan informasi mengenai sifat-sifat benda cair. 3) Guru menggali pengetahuan awal siswa tentang hubungan materi dengan kehidupan siswa 4) Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok 5) Guru memperkenalkan alat- alat demonstrasi dan urutan demonstrasi secara sitematis 6) Guru mendemonstrasikan sifat benda cair yang dapat melarutkan zat-zat tertentu 7) Guru menjelaskan langkah- langkah mengisi LKS 8) Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi pada kelompoknya 9) Guru menciptakan suasana kelas aman, tertib, hangat dan terkendali dengan memberikan penekanan- penekanan pada ucapan, humor dan lain sebagainya. 10) Guru meminta tiap- tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil LKS di depan kelas dan kelompok lain menanggapinya. 11) Guru memantapkan materi secara bertahap dari yang mudah ke yang sukar. 12) Guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. 13) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi temannya. 14) Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang kinerjanya bagus baik secara verbal maupun nonverbal. 15) Guru menginformasikan hasil LKS siswa. Kegiatan Penutup (+ 20 menit) 1) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. 2) Guru mengadakan refleksi pembelajaran. 3) Siswa mengerjakan evaluasi 4) Guru memberikan tindak lanjut g) Observasi Observer dalam penelitian alah teman sejawat. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. h) Tahap Penilaian dan Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seluruh hasil penelitian baik menyangkut penilaian proses (hasil observasi guru dan siswa) maupun hasil belajar. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan 2 macam yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dikumpulkan melalui observasi yaitu tentang aktivitas belajar siswa dan aktifitas guru. Sedangkan data kuantitas dikumpulkan melalui post test disetiap akhir siklus dengan bentuk tes tertulis. PEMBAHASAN Siklus I Hasil analisis nilai tes pada siklus I disajikan pada tabel berikut ini: Jumlah seluruh siswa 32 Jumlah siswa yang mengikuti tes 32 Jumlah siswa yang tuntas belajar 15 Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar 17 KKM IPA SD Negeri 12 Ulu Musi 75 Nilai rata-rata kelas 70,60 Tuntas Ketuntasan belajar klasikal 46,87% Tidak Tuntas
298
Ketidaktuntasan belajar secara klasikal pada siklus I dikarenakan masih terdapat kelemahan-kelemahan sehingga penelitian pada siklus I belum berhasil. Kelemahan tersebut antara lain; 1. Guru tidak menjelaskan bahan demostrasi sesuai dengan konsep sifat benda cair dapat melarutkan zat tertentu 2. Siswa belum memahami konsep yang dikemukakan oleh guru 3. Siswa kurang melaksanakan demonstrasi dengan tertib 4. Guru kurang membimbing siswa melakukan demonstrasi 5. Guru kurang menguasai kelas Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran di atas merupakan bhan perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya, sehingga kelemahan yang terjadi ketika proses pembelajaran ini diperbaiki pada siklus II. Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada siklus I ini bukan menjadi hambatan untuk melaksanakan pada penelitian ini. Siklus II Hasil analisis nilai tes pada siklus II disajikan pada tabel berikut ini: Jumlah seluruh siswa 32 Jumlah siswa yang mengikuti tes 32 Jumlah siswa yang tuntas belajar 29 Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar 3 KKM IPA SD Negeri 12 Ulu Musi 75 Nilai rata-rata kelas 82,50 Tuntas Ketuntasan belajar klasikal 90,62 % Tuntas Peningkatan yang terjadi pada siklus II tidak dapat dilepaskan dari usaha guru dalam memperbaiki proses pembelajaran berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I. Aspek-aspek kelemahan yang terjadi pada siklus I diperbaiki pada siklus II sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dapat diminimalisir pada siklus II. Pada siklus II interaksi antara guru dengan siwa meningkat. Ini terbukti siswa sudah tidak takut lagi untuk bertanya. Siswa yang aktif menjawab pertanyaan guru juga meningkat. Hal ini membuktikan bahwa pada perbaikan kedua telah terjadi pemahaman siswa terhadap materi yang dijelaskan guru. Siswa yang aktif dalam menanggapi hasil kerja kelompok juga semakin meningkat.Ini karena siswa semakin paham atau menguasai terhadap materi yang di sampaikan oleh guru Berdasarkan uraian data diatas, tergambar bahwa aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siklus II meningkat dari siklus I yang diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa. Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa hasil belajar telah berhasil dan mencapai ketuntasan yang ditetapkan sekolah yaitu Hasil rata – rata dari pembelajaran siklus I rata – rata 75,6 dengan tingkat ketuntasan 46,87 %. Sedangkan rata – rata pada siklus II adalah 82,5 dengan tingkat ketuntasan 90,62 %. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diambil kesimpulan : Penggunaan metode Demonstrasi Terbimbingpada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SD Negeri 12 Ulu Musi B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Guru disarankan untuk dapat : c. Mencoba menggunakan metode demonstrasi terbimbing pada tingkatan kelas yang lain, karena terjadi peningkatan hasil belajar. d. mencoba menerapkan metode demonstrasi terbimbing pada mata pelajaran yang lain. 2. Bagi peneliti lain disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi terbimbing.
299
DAFTAR RUJUKAN Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja. Arikunto, Suharsimi & Supandi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung. Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya. Nasution. 2004. Didaktik Asas- Asas Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nur, Muhammad. 2008. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Poerwadarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PN, Balai Pustaka, 2001. Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar dan Mengajar, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006 Semiawan, Conny, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Jakarta : PT. Grasindo, 1997 Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1987 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Bandung : Alfabeta, 2007.
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Susilo, Eko, Madyo, & Kasihadi, Dasar – Dasar Pendidikan, Semarang : Effhar Publishing, 1993. Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar – Dasar Kependidikan, Surabaya : Universitas Nasional, 1987 Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Winarni, Endang W. 2009. Belajar IPA Secara Bermakna. Bengkulu: Unib Pres.
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA KONSEP KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL DI KELAS VII D SISWA SMPN 5 KABUPATEN MUARO JAMBI Febri Yanti SMP Negeri 5 Muaro Jambi Email :
[email protected] Abstrak: Penelitian tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan meningkatkan hasil belajar biologi pada konsep keanekaragaman makhluk hidup dengan menggunakan media audio visual pada siswa kelas VIID SMPN 5 Muaro Jambi. Dasar pemikiran ini diambil untuk objek penelitian karena masalah itu menurut kenyataan dilapangan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam terutama pada konsep biologi masih rendah. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pada tiap-tiap siklus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi sampai dengan refleksi dan revisi. Hasil yang diperoleh pada siklus pertama dengan jumlah siswa 36 orang, 75 % (27 siswa) tuntas belajar, dengan rata-rata 67,81 (kurang dari nilai standar KKM). Sedangkan 25% (9 siswa) tidak tuntas belajar . Pada siklus kedua nilainya meningkat menjadi 94,4% (34 siswa) tuntas belajar, dengan nilai rata-
300
rata 85,44 (di atas standar nilai KKM). Sedangkan 5,6% (2 siswa) tidak tuntas belajar. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran dengan menggunakan media audio visual yang dikombinasikan dengan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa pada konsep keanekaragaman makhluk hidup. Kata Kunci: Media Audio Visual, Hasil Belajar
Proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas bertanggungjawab atas keberhasilan pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam proses belajar mengajar sangat diharapkan terjadinya komunikasi timbale balik, dan pada umumnya dalam komunikasi dibutuhkan adanya media khususnya dalam komunikasi interaktif, edukatif. Media pendidikan/pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam upaya mengingkatkan mutu pendidikan secara kuantitatif maupun kualitatif (Elizabeth, 2002). Apabila materi pengajaran disajikan dengan metode tertentu ditambah dengan menggunakan media, gambar, video, photo, sketsa atau grafik, dan sebagainya maka akan lebih mudah materi tersebut dimengerti oleh siswa. Setiap guru mempunyai penafsiran yang berbedabeda terhadap suatu konsep materi pelajaran tertentu. Dengan bantuan media, penafsiran yang berbeda dapat dihindari, sehingga dapat dipahami siswa secara seragam. Setiap siswa yang mendengar atau melihat uraian suatu materi pelajaran melalui media yang sama, akan menerima informasi yang persis sama seperti yang diterima oleh siswa-siswa lain. Media juga dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa di manapun berada(Rahadi, 2003) Dengan demikian pendayagunaan media pembelajaran untuk melaksanakan pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu hasil belajar. Salah satu media pembelajaran yang cukup efektif dan efisien adalah audio visual yang berupa compact disc (CD) pembelajaran (Waldopo,2008). Sehubungan dengan hal tersebut diatas diharapkan proses pembelajaran yang diberikan dapat lebih memberikan pengalaman yang berarti bagi siswa, sehingga perubahan perilaku dalam kawasan kognitif, afektif ataupun psikomotorik yang dirumuskan pembelajaran dapat dicapai secara optimal (Winkel, 1987). Namun demikian pada kenyataannya penggunaan media pembelajaran disekolah-sekolah belum diimbangi dengan meningkatnya prestasi belajar siswa yaitu adanya nilai hasil belajar siswa yang masih rendah (Situmorang, 2006). Media yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Audio Visual yang berupa Compact Disc (CD) pembelajaran yaitu media penyimpanan file audio visual yang berisi programprogram pembelajaran yang dapat disampaikan oleh guru kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dikelas. Dari pengamatan dilapangan (disekolah) salah satu mata pembelajaran yang disampaikan melalui penggunaan audio visual pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah mata pelajaran biologi. Ditinjau dari hasil belajar siswa siswa, SMP Negeri 5 Muaro Jambi khususnya di kelas VII terlihat bahwa masih rendah terlihat dari hasil perolehan dari hasil ujian akhir, tingkat disiplin siswa rendah ditandai dengan masih banyak siswa yang masih terlambat, tidak mengumpulkan tugas tepat pada waktunya. hal ini disebabkan metode ataupun pamanfaatan media yang tersedia di sekolah belum sepenuhnya dimanfaatkan. Dalam hal ini teknologi media pembelajaran penggunaan media audio visual di SMPN 5 Muaro Jambi sarananya sudah ada, penggunaan media ini diprediksi akan lebih meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi. Kata media berasal dari bahasa laitn Medium yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau dengan kata lain media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Fathurrohman, 2007). Seperti yang diungkapkan oleh Arsyad (2005) mediator media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak yang utama dalam proses belajar siswa dan isi pelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses penerima pesan yang berupa komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu
301
pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Berdasarkan defenisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Perangkat media pembelajaran merupakan seperangkat alat bantu yang di gunakan dalam proses pembelajaran, yang termasuk perangkat media adalah material, equinment, hardware, dan software. Istilah material berkaitan erat dengan iquinment dan istilah hardware berhubungan dengan istilah software. Material (bahan media) adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk menyimpan pesan yang di sampaikan kepada audien dengan menggunakan peralatan tertentu atau wujud bendanya sendiri, seperti transparansi untuk perangkat ovehead, film, filmstrip, dan film slide, gambar, grafik, dan bahan cetak. Sedangkan iquipment (peralatan) ialah sesuatu yang dipakai untuk memindahkan atau menyampaikan sesuatu yang di simpan oleh material kepada audien, misalnya proyektor film slide, video tape recorder, papan temple, papan flannel, dan sebagainya. Istilah hardware dan software tidak hanya dipakai dalam dunia komputer, tetapi juga untuk semua jenis media pembelajaran Menurut Setijadi (1986), yang dimaksud dengan alat bantu visual yaitu gambar, model, objek atau alat yang dipakai untuk menyajikan pengalaman konkrit melalui visualisasi kepada siswa dengan tujuan untuk (1) memperkenalkan, menyusun, memperkaya atau memperjelas konsep-konsep yang abstrak, (2) mengembangkan sikap yang di inginkan, dan (3) mendorong timbulnya kegiatan siswa lebih lanjut. Sudut pandang Rudt Bretz dalam Owens (2004), menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual, dan gerak) : Media audio, media cetak, media visual diam, media visual gerak, media audio semi gerak, media audio visual gerak, media audio visual diam, dan media audio visual gerak, serta Fathurohman (2007), dilihat dari jenis media, media dibagi kedala media auditif, visual, dan media audio visual. Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan, media visual ini ada yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film strip (film rangkai), foto, gambar atau lukisan, cetakan. Sedangkan media audio visual merupakan media yang mempunyai unsure suara dan unsure gambar. Jenis media mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis yang pertama dan yang kedua. Media audio visual terdiri atas media audio visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam, seperti sounds slide. Audio visual bergerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette. Selanjutnya di katakan dari beberapa jenis media pembelajaran. CD pembelajaran sebagai media audio visual sangat efektif membantu siswa dan sangat sayang jika tidak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.Audio visual khususnya Compact disc (CD) pembelajaran adalah media pembelajaran yang berkaitan dengan alat pandang dengar, yang berisi materi pembelajaran yang direkam dengan menggunakan alat perekam suara, kemudian hasil rekaman tersebut dapat diperdengarkan dan dapat diperlihatkan kembali kepada siswa dalam penyajian materi pembelajaran dengan menggunakan alat pemutarnya, alat pemutar tersebut disebut Video Compact Disc (VCD) Pada proses pembelajaran alat ini mempunyai kelebihan dan kelemahan.Kelebihan CD pembelajaran adalah;a) Tugas guru akan lebih ringan jika dibandingkan dengan tanpa dibantu oleh media ini, b) Memaksimalkan penyampaian materi pembelajaran, c) Cocok untuk mengembangkan daya imaginasi siswa, d) Kualitas suara yang dihasilkan lebih bagus. Kelemahan CD pembelajaran adalah: a) Sistem komunikasinya satu arah, b) Jika ada suatu yang kurang jelas peserta didik tidak bisa langsung bertanya dan harus memutarnya berulang-ulang, c) Kualitas suara akan menurun atau bahkan hilang apabila permukaan tergores, kotor, berjamur, atau mengalami kerusakan. Timbulnya masalah kemungkinan dilatar belakangi oleh kesiapan guru atau kemampuan guru dalam menyajikan materi kurang menumbuhkan minat belajar siswa. Karena guru dalam menyajikan materi kurang menumbuhkan minat belajar. Masalah tersebut perlu
302
dipecahkan melalui penelitian untuk dapat meningkatkan proses pembelajaran. Sehingga meningkatnya hasil belajar siswa khususnya di kelas VIId pada mata pelajaran Biologi. Penelitian tentang Upaya Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Keanekaragaman Makhluk Hidup dengan menggunakan Media Audio Visual yang akan dilakukan pada kelas VIId Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Muaro Jambi, terletak di Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi wilayah Provinsi Jambi. Terdiri dari kelas VII U, VIIa sampai dengan VIId (lima kelas rombongan belajar) masing-masing kelas terdiri 36 orang siswa, kelas VIII U, VIIIa sampai VIIIe (enam kelas rombongan belajar) masing-masing kelas terdiri 36 orang siswa, begitu juga paka kelas IXU, IXa sampai IXe (enam kelas rombongan belajar) masing-masing kelas terdiri 28 orang siswa. Jadi total populasi siswa di Sekolah menengah Pertama Negeri 5 Muaro Jambi adalah berkisar 499 orang siswa. Pada penelitian ini sampel yang akan diteliti adalah kelas VII, dengan latar belakang akademik pada masa peralihan antara pendidikan dasar ke pendidikan menengah pertama, hal inilah perlu di bombing siswa pada masa pancaroba peralihan, karena sangat rentang sekali, dengan bagaimana seorang siswa tersebut dalam mencerna pembelajaran yang diberikan oleh guru. Prosedur penelitian ini mengikuti model penelitian tindakan kelas klasikal yang telah disesuaikan untuk perbaikan pengajaran dalam model belajar bermutu.Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Muaro Jambi, dengan sampel populasi penelitian adalah kelas VII, tahun pelajaran 2011-2012 sedangankan untuk sampel penelitian adalah pada kelas VIId Dengan jumlah siswa 36 orang. Selanjutnya guru memilih topik tertentu yang akan dijadikan materi untuk penelitian, materi / pokok bahasan disesuaikan dengan jadwal pembelajaran berlangsung (Silabus) agar tidak terjadi kesenjangan dengan kelas lain yang bukan termasuk kelas dalam penelitian ini. Penelitian ini diasumsikan dalam dua siklus tindakan. Siklus pertama, pada saat pembelajaran menggunakan media audio visual. Kemudian data yang didapat dianalisis dan direfleksi, jika belum tuntas maka berlanjut pada siklus kedua, pada saat pembelajaran menggunakan media audio visual dikombinasikan dengan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Jika belum tuntas, Masuk ke fase Siklus II, dan Siklus III, begitu seterusnya sampai nilai peroleh siswa menunjukkan peningkatan yang optimal sesuai dengan hasil yang diinginkan a. Identifikasi masalah dan perencanaan tindakan Masalah diidentifikasi bersama-sama dengan rekan sejawat guru berdasarkan studi kasus yang ditulis guru. Studi kasus ini secara naratif dan detil menjelaskan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru, serta refleksi oleh guru. Dari studi kasus, diidentifikasi bahwa guru merasa kesulitan dalam mengajarkan pada konsep keanekaragaman makhluk hidup pada siswa, dan pencapaian hasil belajar rendah. Berdasarkan diskusi dengan rekan sejawat guru dan juga dari beberapa pustaka, tindakan yang dipilih guru untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan media audio visual kepada siswa. Selanjutnya guru membuat perencanaan tindakan, terdiri dari penyusunan rencana kegiatan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan metode konvensional, mempersiapkan bahan belajar dari berbagai sumber dengan menggunakan media audio visual, mengembangkan penggunaan media audio visual yang dibarengi dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Menyiapakan lembar observasi, meminta dua orang guru untuk melakukan observasi kegiatan belajar, serta membuat denah kelas untuk memudahkan pelaksanaan observasi. b. Pelaksanaan tindakan dan observasi Pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran dilakukan dalam tiga siklus. Dalam satu siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Satu kali pertemuan sama dengan satu kali pembelajaran yang terdiri dari 2 jam pelajaran yaitu 2 x 40 menit. Siklus 1 dimulai dengan pembukaan oleh guru, kemudian guru menayangkan media pembelajaran berupa audio visual, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya,
303
siklus 1 ditutup dengan postes 1 dan rangkuman oleh guru dan siswa tentang hal-hal yang telah dipelajari. Siklus 2 dimulai dengan pembukaan oleh guru sama halnya yang dilakukan pada siklus 1, kemudian guru menayangkan media audio visual, tetapi sebelumnya guru mempersilahkan siswa duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing, setelah penayangan media audio pembelajaran, siswa bertanya kepada guru hal-hal yang kurang dimengerti, kemudiian dilanjutkan dengan diskusi kelas. Kegiatan penutup siswa mengerjakan soal postes 2. Sementara itu siklus 1 dan 2, berlangsung, 2 orang rekan guru melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah tersedia. Hasil observasi berupa data tentang proses belajar, situasi belajar, situasi kelas, dan masalah yang dihadapi siswa (secara otentik berdasarkan nama siswa). Setelah itu kegiatan belajar berakhir, guru menuliskan refleksi dari pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. c. Pengumpulan data dan analisis data Data dikumpulkan dari hasil observasi rekan guru dengan menggunakan lembar observasi yang tersedia, dan dari tes hasil belajar (pretes dan postes) pada saat pelaksanaan tindakan kelas selama 2 siklus, serta refleksi diri yang dilakukan guru terhadap kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan sebanyak 2 siklus. Analisis data dilakukakn terhadap dua jenis data, yaitu data kualitatif berupa catatan hasil observasi guru serta catatan refleksi guru, dan data kuantitatif berupa skor pretes dan poste hasil belajar. Untuk data kualitatif dicari key point dan juga informasi tambahan dari hasil observasi, kemudian dirangkum hal-hal inti yang perlu memperoleh perhatian dalam proses pembelajaran. Untuk data kuantitatif dicari gain score (kor perolehan antara) postes 1 dan 2. Hasil analisis keduanya kemudian dirangkum dan disimpulkan. d. Refleksi dan Tindak Lanjut Hasil analisis data kualitatif dan kuantitatif beserta kesimpulannya disiskusikan guru dan rekan sejawat dalam pertemuan refleksi untuk mengkilas balik hal-hal yang sudah terjadi, kendala, dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar yang sudah dilaksanakan. Guru mencatat masukan dan saran didiskusikan, kemudian membuat rencana perbaikan pembelajaran berikutnya berdasarkan masukan. e. Pelaporan Dengan mengacu pada proposal, penulisan laporan dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai aspek dan kegiatan yang sudah dilaksanakan dalam proses perbaikan pembelajaran, pengumpulan data, serta analisis data. Laporan ditulis menggunakan format yang ditetapkan, dan menjelaskan secara rinci, pelaksanaan perbaikan, hasil yang diperoleh, dampak dari solusi pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Pada Siklus I Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai April 2011. Lokasi penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Muaro Jambi Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Situasi Kelas Fasilitas ruangan, kelas VIID yaitu berupa kursi, meja belajar siswa, meja tulis, kursi guru serta dilengkapi dengan fasilitas lainnya berupa, infocus, CD pembelajaran serta laptop. Pada siklus ke satu siswa tidak duduk berkelompok dan sistem belajar hanya satu arah, yaitu guru sebagai pusat belajar. Dari hasil observasi di kelas ada beberapa siswa yang aktif belajar di kelas, dengan banyak bertanya pada guru pada saat selesai penayangan media audio visual di kelas. Ada beberapa siswa yang memberi tanggapan pada saat guru menanyakan sesuatu. Hasil Belajar Siswa Siklus I Di dalam prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA memiliki Standar Penilaian Ketuntasan Minimum Belajara yang di singkat KKM adalah 70. Dan secara klasikal dengan persentase 85% . Jumlah siswa yang mencapai nilai diatas Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu nilai 70 adalah sebanyak 34 orang, dan nilainya yang kurang dari nilai KKM adalah sebanyak 2 orang. Dengan rata-rata nilai klasikalnya adalah 85,44. Berarti dalam kelas
304
VIID didapat hasil belajar siswa pada siklus 1 yang lulus atau mendapat nilai di atas nilai KKM 94,4%, dan yang kurang dari nilai KKM adalah sebanyak 5,6% Refleksi Siklus II Dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPA dengan pokok bahasan Keanekaragaman Makhluk Hidup dengan menggunakan media audio visual berupa video pembelajaran. Dari hasil observasi pada siklus II adalah sebagai berikut: Guru telah memberikan motivasi secara maksimal. Pada proses pembelajaran terjadi umpan balik bukan hanya satu arah yang berpusat pada guru, tetapi dengan digabungkan dengan digabungkan dengan metode diskusi kelompok siswa lebih aktif, bukan saja guru sebagai pusat informasi tetapi teman sejawat juga sebagai pusat informasi. Siswa sangat mempunyai antusias yang besar terhadap pembelajaran berlangsung. Rekomendasi Terhadap Gambaran Belajar Teknologi pendidikan merupakan kajian pendidikan secara teknologis maupun pemanfaatan teknologi pendidikan, sehinga pelaksanaan proses pembelajaran lebih efektif dan efesien. Salah satu upaya di dalam penggunaan teknologi yaitu melalui pemanfaatan media pembelajaran demi mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan. 1. Penggunaan media audio visual ditinjau dari teori belajar Secara umum teori belajar dapat dikelompokkan menjadi empat golongan atau aliran menurut Bell-Gredier, M. E (1986), yaitu aliran tingkah laku, kognitif, humanistik, dan sibernitik. Aliran tingkah laku menekankan pada “hasil” dari proses belajar. Aliran tingkah laku, belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau lebih tepat perubahan yang dialami oleh siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon, seperti halnya dalam penggunaan media pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dimana adanya perubahan tingkah laku yang terjadi, yang awalnya siswa mempunyai minat untuk belajar rendah, menjadi lebih berminat untuk belajar, hal ini disebabkan adanya interaksi dalam proses pembelajaran yang menggunakan media menyebabkan cara belajar siswa lebih berpariasi sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang baik kemudian yang ditunjukkan dengan hasil yang lebih baik juga dibandingkan dengan tingkah laku siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan media audio visual. Penggunaan media audio visual ditinjau dari teori belajar beraliran kognitif, dimana aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar. Tampak jelas dengan belajar menggunakan media, khususnya media audio visual proses belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks, baik itu tahapan asimilasi, akomodasi dan juga equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa, yang pada awalnya hanya sekedar tahu, setelah diberi pembelajaran menggunakan media audi visual dari hanya sekedar “tahu” kemudian berubah menjadi “memahami”, dilihat dari proses akomodasi dimana proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitf ke dalam situasi yang baru, disini kita bisa lihat, dengan menggunakan media audio visual, kita bisa menghantarkan anak dengan mendapat pembelajaran yang baru dengan variasi belajar yang baru sehingga siswa lebih dihantarkan kepada pelajaran yang awalnya hanya sekedar tahu kemudian akan menjadi lebih paham terhadap pembelajaran itu sendiri. Dilihat dari proses equilibrasi yang merupakan penyesuaian keseimbangan antara stimulus dan respon, dengan begitu pesatnya perkembangan zaman dimana teknologi begitu pesat, maka penggunaan media audio visual dalam proses pembelajaran dapat mempermudah kita dalam proses pembelajaran. Penggunaan media audio visual dilihat dari segi aliran humanisme, dimana aliran ini menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Media audio visual pembelajaran yang berisikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan kita, dengan menggunakan media audio visual pembelajaran, isi pembelajarannya lebih ke inti atau pokok masalah yang akan kita pelajari, sehingga pembelajaran yang menggunakan media audio visual lebih bermakna dan memudahkan guru dalam proses penyampaian informasi tanpa harus bercerita panjang lebar, sehingga tanpa menggunakan media audio visual, guru seringkali pada saat proses pembelajaran bercerita panjang lebar dan jauh dari pokok masalah yang akan dipelajari. Penggunaan media audio visual ditinjau dari teori belajar, aliran sibernetik . aliran sibernetik menekankan pada “sistem informasi ” yang dipelajari. Penggunaan media audio
305
visual pembelajaran pada proses pembelajaran, akan memberikan informasi secara sistematis, maksud secara sistematis disini adalah, pada saat guru menyampaikan suatu informasi pembelajaran dengan bantuan media audio visual lebih terarah dan terstrutur penyampaiannya, dimana kadang guru menyampaikan informasi tanpa menggunakan media, informasinya sering meloncat atau istilahnya tidak terarah, dengan menggunakan media audio visual pembelajaran ini membantu guru dalam proses penyampaian informasi tentang pelajaran. 2. Penggunaan Media Audio Visual Pembelajaran Ditinjau Dari Perkembangan Kemampuan Individual Siswa Penggunaan media audio visual pembelajaran ditinjau dari perkembangan kemampuan individual siswa. Menurut Yamin (2008), guru adalah seorang figur yang terhormat, dia menjadi ukuran dan pedoman bagi anak didiknya, ditengah masyarakat sebagai suri tauladan. Bila kita ingin agar anak didik mau belajar terus sepanjang hidupnya, maka pelajaran di sekolah harus merupakan pengalaman yang menyenangkan baginya. Siswa sering frustasi karena mendapat angka yang rendah disamping teguran, kecaman, dan celaan akan benci terhadap segala bentuk pelajaran formal dan tidak mempunyai cukup minat untuk melanjutkan pelajarannya. Tentulah angka-angka yang baik hanya diberikan kepada sejumlah kecil saja dari siswa-siswa, maka sebahagian besar yang mendapat angka rendah dan mengalami frustasi akan berhenti belajar dan tidak mengembangkan bakat yang dapat disumbangkan kepada masyarakat. Bila guru dapat membimbing, mendidik, dan melatih anak didik sehingga berhasil maka ini merupakan keuntungan besar bagi siswa, orang tua, maupun negara, dengan begitu membuat pembelajaran lebih bervariasi sehingga menumbuhkan minat anak yang cukup besar yaitu dengan penggunaan media audio visual pembelajaran, akan meminimalisasikan kefrustasian siswa, karena semakin tinggi minat seorang siswa akan mengakibatkan semaakin tinggi pula suatu keberhasilan siswa tersebut, hal ini telah dibuktikan dengan melakukan eksperimen terhadap minat dan kemampuan kognitf siswa dengan menggunakan media audio visual pembelajaran. Di dalam strategi pembelajaran, memadukan antara penggunaan media pembelajaran khususnya media audio visual dengan diskusi akan meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Diskusi adalah suatu proses tatap muka interaksi dimana siswa menukar ide tentang persoalan dalam rangka pemecahan masalah, menjawab suatu pertanyaan, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, atau membuat keputusan (Killen, 1998 dalam Yamin, 2008). Dalam diskusi siswa dituntut untuk selalu aktif berpartisifasi. Siswa dilatih berpikir kritis, siap mengemukakan pendapat secara tepat, berpikir secara objektif, dan menghargai pendapat orang lain. Oleh karena itu metode diskusi ini merupakan metode mengajar yang tepat bagi masyarakat demokrasi, penerapan metode ini akan melatih dan menumbuhkan pribadi-pribadi demokrasi. 3. Penggunaan Media Audio Visual Pembelajaran Ditinjau Dari Karakteristik Siswa Guru harus mengenal karakteristik, sikap dan perilaku siswa di kelas. Menurut Yamin (2008), secara umum sifat dan perilaku siswa dapat digolongkan sebagai berikut : a. Siswa pendiam/pemalu b. Siswa perenung c. Siswa super aktif (Hyper active) d. Siswa malas Pada siswa pendiam/pemalu, sikap guru haruslah sering bertanya dan memberi kesempatan pada siswa ini agar lebih aktif, tidak malu bertanya, dan berani menampilkan diri. Disaat proses pembelajaranlah guru harus lebih membimbing, misalnya pada saat diskusi kelas berlangsung, dengan membangkitkan minat siswa pendiam ini dengan sering mengajaknya atau meminta si anak mengemukakan pendapatnya. Pada siswa perenung, guru harus memperhatikan siswa seperti ini dengan cara banyak bertanya dan memberi perintah secara khusus. Perintah-perintah klasikal secara terus dilakukan secara khusus pada siswa ini. Pada siswa super aktif dan bersikap negatif adalah siswa yang mengganggu kondisi belajar teman-temannya di kelas dan merusak konsentrasi, maka anak yang seperti ini harus diberikan bimbingan konseling, dan penanganan khusus. Tapi sebaliknya, jika si anak atau siswa yang super aktif yang bersifat positif dalam arti tidak menggangu teman-temannya, tetapi aktif dalam proses pembelajaran atau serius dalam pembelajaran, misalnya aktif bertanya pada saat proses tanya jawab dengan guru, aktif dalam berdiskusi kelas, dengan menggunakan media audio visual pembelajaran dalam proses pembelajaran, maka akan berdampak positif juga, karena akan memberikan variasi dan membuat imajinasi si anak atau siswa akan berkembang
306
pula terhadap pembelajaran itu, dengan alhasil hasil belajar lebih meningkat, dan pelajaran mudah dimengerti oleh si anak atau siswa. Pada siswa malas, siswa pemalas biasanya mengikuti sifat perenung, Waupun tidak selalu demikian, karena ada juga siswa aktif yang malas. Gejala sifat malas ini antara lain ; jarang mengerjakan tugas, pekerjaan rumah, mengabaikan kebersihan kelas dan kebersihan diri sendiri. Guru memberikan perhatian khusus terhadap siswa ini. Pada prinsipnya siswa diharapkan aktif dalam arti yang positif, misalnya berani bertanya dan berani mengemukakan pendapat, tegas, dan dapat berkonsentrasi penuh pda saat-saat tertentu. Kemalasan siswa banyak faktor penyebabnya, misalnya dari cara guru menyampaikan pelajaran, ini merupakan salah satu faktor penyebab dari seorang siswa itu malas, hal inilah peran guru yang dibutuhkan, dengan hasil peneltian bahwa dengan memberikan variasi kepada siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media audio visual, dimana siswa yang selama ini jenuh dengan metode guru tidak bervariasi, dengan mencobakan metode baru, yaitu penggunaan media audio visual pembelajaran pada saat proses pembelajaran berlangsung, dapat dibuktikan bahwa, akan meningkatkan minat anak atau siswa dalam proses belajar, dengan meningkatnya minat siswa akan meningkat juga kemampuan kognitif anak tersebut, dan kemalasan siswa dapat diminimalisirkan. PENUTUP Dari hasil penelitian tindakan kelas yang sudah dilakukan yaitu upaya peningkatan hasil belajar biologi dengan konsep keanekaragaman makhluk hidup maka dapat disimpulkan sebagai berikut: terdapat Pengaruh peningkatan hasil belajar biologi pada konsep keanekaragaman makhluk hidup dengan menggunakan media audio visual pada siswa kelas VIId SMPN 5 Muaro Jambi . DAFTAR RUJUKAN Agus, S. 2003. Perencanaan Pembelajaran Science Berbasis Kompetensi Untuk Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Bumi Aksara. Arsyad, A. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: Penerbit PT. Rajagrafindo Persada. Fathurrohman, P. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung. Penerbit: PT. Refika Aditama. Haryati, 2006. Sains Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: PT Bumi Aksara. Napitupulu, E. 2005. Pemanfaatan Teknologi Pendidikan Dalam Pembelajaran Berbasis ELearning. Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 7: 1 – 19. UNJ. Nasution. 1995. Didaktik Asas-Asas mengajar. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Seels, B.B., dan R.C. Richey. 1994. Instructional Technology. Virginia: AAH Graphics, Seven Fountains. Setijadi. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit CV Rajawali. Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Penerbit Media Abadi. Yamin, M. dan Bansu Ansari. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
PENGEMBANGAN MODUL MATERI KIMIA UNTUK MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN IPA DI MUARO JAMBI Rina Guswati SMP N 10 Muaro Jambi Abstrak: Tulisan ini didasarkan pada penelitian pengembangan bertujuan menghasilkan Modul Pelatihan materi kimia untuk MGMP IPA di Muaro Jambi. Model pengembangan di adaptasi dari Lee and Owens. Produk telah diujicobakan pada guru peserta MGMP IPA di Kabupaten Muaro Jambi. Hasilnya menunjukan bahwa produk bahan ajar kimia MGMP sangat bermanfaat dan dapat meningkatkan kompetensi guru.
307
Kata Kunci: Material Development, Science Teacher Association (MGMP-IPA), Chemistry Instruction at SMP
Salah satu komponen yang sangat vital dalam mendukung pencapaian tujuan pendidkan adalah kualitas para pendidik yaitu guru yang profesional. Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 secara tegas menyatakan bahwa seorang guru profesional harus memiliki empat kompetensi, yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. UU no 14 tahun 2005, selanjutnya bahwa guru adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi dan profesional. sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Guru sebagai agen pembelajaran dituntut memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Tujuan Pengembangan: 1) Untuk menghasilkan proses rancangan dan pengembangan produk bahan ajar yang sesuai dengan kondisi yang kondusif untuk rancangan dan pengembangan tersebut (data pendukung); 2)Untuk menjelaskan bagaimana respon guru terhapat produk yang dikembangkan. Didunia pendidikan, yang paling terpenting adalah guru. Guru lebih menguasai materi pembelajaran apabila mentransper ilmunya kepada peserta didik, dalam PPKHB (2009). Namun, jika mutu hasil belajar siswa dijadikan parameter untuk menimbang mutu guru, dapat disimpulkan bahwa kondisinya masih relatif belum baik. Selain itu dapat dilihat dari UKG masih banyak guru yang mengeluh dan mengatakan bahwa soal test susah. menurut Avio (2012) ,dalam blog pendidikan dari pengumuman hasil UKG online 2012 telah disampaikan hasil sementara bahwa daerah yang paling tinggi meraih nilai adalah daerah istimewah yogyakarta (DIY) yang mencapai angka 51,03. Uji kompetensi guru masih dibawah standar yang diharapkan, brdasarkan data yang telah masuk di kemdikbut, rata-rata nilai UKG adalah 44,55. Peta nilai ini kalau dilihat dengan UKA (Uji kompetensi Awal) tidak jauh beda yakni 42. Hal ini menunjukan bahwa guru belum menguasai sepenuhnya kompetensi yang dimiliki dan juga bahwa IPA yang di test adalah IPA terpadu bukan hanya Fisika atau Biologi saja tetapi juga Kimia. Tersedianya berbagai sumber literatur yang mudah diakses saat ini peserta didik lebih banyak tahu. Untuk itu guru harus berusaha mengembangkan ilmunya agar bisa mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin meningkat, terutama di bidang ICT. Guru bisa mengembangkan ilmunya dengan pengemnbangan Kepropesionalan berkelanjutan yang disebut dengan PKB serta dengan pelatihan atau penataran yang diadakan oleh dinas dan dirjen pendidikan. Hal yang demikian sulit di peroleh oleh guru karena jumlah guru di seluruh kabupaten dan kota sangat banyak sekali. Dengan demikian pemerintah telah memberikan petunjuk dan jalan untuk menadapatkan pengembangan diri guru yaitu melalui dua cara yaitu ; (1) dengan adanya MGMP di suatu sekolah yang terdiri dari gabungan guru-guru yang satu jurusan, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) adalah wadah kegiatan profesional bagi para guru mata pelajaran yang sama pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK di tingkat kabupaten/kota yang terdiri dari sejumlah guru dari sejumlah sekolah; (2) dengan cara sekolah mengadakan Worksop setiap awal tahun pembelajaran. Namun pelaksanaan worksop tidak melakukan semua sekolah tetapi bagi sekolah yang besar dan sudah mampu SDM dan dana yang cukup saja bisa berjalan dan bisa melakukannya. Permennegpan dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya secara tegas menyatakan bahwa MGMP merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh guru karena merupakan salah satu unsur dalam Pengembangan Kompetensi Berkelanjutan dan masuk dalam penghitungan angka kredit guru. Pada kegiatan MGMP guruguru belajar dan dilatih, baik pendalaman materi maupun proses pembelajaran yang mendidik, selama pembelajaran di MGMP guru memperoleh sertifikat berupa hasil pelatihan yang akan di gunakan untuk kenaikan pangkat/angka kredit guru, yang salah satunya disebut PKB. Saat ini materi ajar di MGMP IPA SMP kabupaten muaro Jambi: (1) bahan ajar belum lengkap yang sesuai dengan SK dan KD selama MGMP kurun waktu pelaksanaan satu tahun; (2) bahan ajar yang ada hanya persatu SK tetapi belum tergabung menjadi satu kegiatan persatu tahun; (3) peserta MGMP mendapat materi terlalu rendah dan singkat sehingga bisa dikatakan kompetensi guru masih belum meningkat; (4) materi ajar berupa modul hanya ada di program MGMP bermutu saja sedangkan pada MGMP IPA reguler yang tidak dapat program bermutu
308
tidak mempunyai modul pembelajaran kimia; (5) pemateri (guru inti dan instruktur serta guru pemandu) tidak memberikan modul tetapi hanya memberikan materi secara umum dan sekilas saja; (6) materi ajar persatuan pokok bahasan sehingga belum memcakup untuk pelajaran satu tahun MGMP. Hal ini berarti materi ajar yang digunakan sebagai acuan dan pedoman belum ada yang sesuai dimana para guru inti dan nara sumber dan guru, karena pada saat MGMP membawa materi sekilas saja bahkan materinya hanya berupa perangkat pembelajaran dan belum ada buku khusus bahan ajar Kimia untuk MGMP, dimana para guru hanya diam dan bingung saat belajar di MGMP karena belajar Kimia di SMP pun baru, dan merasa bahwa materi kimia itu baru bagi guru-guru di SMP selain itu materi kimia di SMP merupakan dasar untuk menlanjutkan pelajaran kimia yang akan dipelajari di SMA untuk itu maka guru di tuntut lebih propesional dalam pembelajaran kimia dan salah satu cara menuju ke depannya maka guru-guru harus diberi pelatihan dan MGMP.Untuk itulah perlu disusun sebuah materi ajar yang tepat untuk guru inti dan peserta MGMP IPA tersebut khususnya kimia sehingga mempermudah penyampaian materi dan dapat meningkatkan kompetensi guru-guru IPA. METODE PENELITIAN Metode pengembangan bahan ajar kimia untuk MGMP IPA di kabupaten Muaro Jambi meliputi: I) Model pengembangan Pengembangan bahan ajar kimia SMP untuk MGMP IPA ini di buat dengan menggunakan model penelitian ADDIE dan II) Prosedur Pengembangan yang meliputi: 1) Tahap Analisis (Analysis): (a) Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara keadaan/kondisi yang ada dan yang seharusnya ada, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan; (b) Analisis Awal dan akhir (Front-end analysis) Lee dan Owens. Analisis ini bertujuan memperoleh informasi yang lebih rinci mengenai apa yang akan di kembangkan. jika analisis kebutuhan sudah dilakukan. Langkah berikutnya adalah analisis awal dan akhir untuk mengumpulkan dan menganalisis seluruh data yang berkaitan dengan kebutuhan MGMP; 2) Tahap Desain (Design)Merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR. Menentukan topik pembelajaran yang akan dibahas, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk setiap topik, Mengurutkan unit-unit pembelajaran sesuai dengan tujuan. Menentukan strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut, menyempurnakan unit-unit pembelajaran, identifikasi tujuan utama yang akan dicapai setiap unit; 3) Tahap pengembangan (development) bahan ajar di buat dan divalidasi. Artinya bahan ajar di buat sedemikian rupa sehingga jika ada kesalahan-kesalahn harus diperbaiki sampai produk valid. Setelah produk dinyatakan valid maka bahan ajar diujucobakan atau di gunakan dalam pembelajaran, untuk itu produk bahan ajar berupa modul pembelajaran yang sudah dibuat divalidasi dan di revisi. Sampai produk valid dan siap diujicobakan. Setelah dikembangkan dan valid maka dilanjutkan dengan uji coba; 4) Tahap penerapan (implementation). Setelah materi kimia menyatakan bahwa produk bahan ajar tersebut sudah layak untuk di ujicobakan, maka peneliti melanjutkan ketahap uji coba. Uji coba dilakukan dengan 2 kali yaitu uji coba kelompok kecil dan uji coba pada kelompok besar; 5) Tahap Evaluasi (Evaluation)proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Setelah dilakukan uji coba perorangan dan uji coba kelompok kecil dilakukan evaluasi terhadap penggunaan bahan ajar untuk mengetahui apakah materi ajar yang disusun efektif dan efisien sebagai bentuk materi pembelajarn kimia di MGMP IPA SMP. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan adalah pertama menghasilkan proses pengembangan bahan ajar kimia untuk MGMP IPA 5 tahap yaitu 1)Tahap Analisis (Analysis)yaitu Analisis Kebutuhan dan Analisis Awal Dan Akhir terdiri dari 11 poin; 2 Tahap Desain (Design) dilakukan penjadwalan, memilih SK dan KD; 3) Tahap pengembangan (development) pada tahap pengembangan dilakukan validasi ahli desain dan ahli materi pembelajaran serta Validasi instrumen yang akan digunakan untuk memvalidasi bahan ajar. Data validasi ahli materi pembelajaran menunjukan bahan ajar valid setelah di revisi 3 kali. Data Validasi Desain Pembelajaran Dalam Pelatihan oleh ahli teknologi pendidikan menunjukan valid setelah direvisi sebanyak 3 kali; 4) Tahap penerapan (implementation) dilakukan uji coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar, kedua uji coba mengatakan bahwa bahan ajar sangat bermanfaat,
309
terpakai dan dapat menambah ilmu jika dipelajari dan dapat meningkatkan kompetensi guru; 5) Tahap Evaluasi (Evaluation) pada tahap ini dilakukan. Evaluasi Formatif yaitu dilakukan Revisi beberapa kali sampai materi sesuai dengan SK dan KD serta mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi, sebagian materi diperbaiki sampai valid.Evaluasi Sumatif yaitu dilakukan Revisi Uji Coba Kelompok Kecildan Revisi Uji Coba Kelompok Besar. kedua menghasilkan deskripsi respon guru terhadap bahan ajar yang dihasilkan; 1) Ujicoba kelompok kecil mengatakan bahan ajar tertarik untuk membaca isi modul karena ingin tahu dan selama ini juga tidak ada modul khusus untuk mgmp maka sangat penting modul ini di berikan kepada peserta mgmp. Sebagian guru mengatakan senang untuk ikut mgmp; 2) Uji Coba Kelompokm Besar, modul sangat bermanfaat, dapat meningkatkan nilai Uka dan UKG karena salah satu materi yg di UKA kan, sebagian guru mengatakan dapat meningkatkan kompetensi guru jika dibaca. Guru punya keinginan untuk memilikinya karena sebagian besar guru meminta modul ini untuk dipelajari dirumah. Proses pengembangan produk yang dihasilkan adalah proses pengembangan model ADDIE Lee & Owens dan ADDIE Molenda, namun terdapat sedikit perbedaan nya ADDIE Molenda lebih cocok untuk pelatihan, dalam pengembangan ini tetap disesuaikan kedua model tersebut. Pada Analisis Kebutuhan: terdapatnya kesenjangan yaitu kondisi yang ada nilai UKA jambi rendah, guru ipa yang mengajar di SMP berasal dari berbagai sains ( Fisika, Biologi, Kimia,Pertanian bahkan peternakan), mengajar guru dengan cara lama, maka materi ajar perlu diadakan, pelatihan dan MGMP sangat penting bagi guru. Pada tahap Analisis Kebutuhan terdapatnya kesenjangan yaitu kondisi yang ada nilai UKA Jambi rendah, guru IPA yang mengajar di SMP berasal dari berbagai sains ( Fisika, Biologi, Kimia ,Pertanian bahkan peternakan), mengajar guru dengan cara lama, maka materi ajar perlu diadakan, pelatihan dan MGMP sangat penting bagi guru. Pada tahap Analisis Awal dan Akhir dilakukan Analisis Audiens,dengan perbedaan kemampuan awal maka perlu pendalaman materi, mencari solusi terbaik dalam mengajar seperti pembelajaran di MGMP. Analisis critikal-incident sebagian besar guru ipa belum mngenal ICT maka akan sulit dalam menghadapi pelatihan, tetapi akan mengajak guru untuk berlatih menggunakan ICT. Analisis Situasi, dukungan dari dinas pendidikan sangat dibutuhkan tetapi keadaan yang demikian tidak menghalang MGMP karena keinginan guru untuk MGMP sangat tinggi dan berhubungan dengan naik pangkat dan jabatan guru. Analisis Kompetensi, Kompetensi guru yang jauh berbeda dengan guru SMA, maka perlu di adakan pelatihan.Analisis waktu, pelaksanaan yang sudah dirancang jangka satu tahun tidak semuanya berjalan mulus, tetapi kadang tidak sesuai dengan jadwal namun tetap bisa dilaksanakan pada kondisi tertentu. Analisis Media, media yang digunakan berbasis ICT menggunakan invokus untuk menampilkan hasil diskusi, semua guru diharapkan bisa, sebagian besar guru tidak bisa, namun dengan belajar di MGMP guru jadi bisa. Analisis Extan-Data materi yang disajikan 3 SK dan diberikan untuk semua tinggkat 1, 2 dan 3 . pemilihan materi pada modul ini didesain hanya untuk pembelajaran kimia untuk SMP bukan untuk perguruan tinggi.Analisis keterampilan, Keterampilan yg penting berbicara, terampil menggunakan alat praktek dalam labor. Tidak semua guru terampil maka perlu kolaborasi untuk mencari solusi bagaimana cara mengajar yang baik.Analisis kurikulum, Dari valisadasi ahli Desain pembelajaran materi terlalu tinggi dan banyak, namun demikian materi ini didesain di sesuaikan untuk guru yang akan mengajar di SMP sehingga materi dibuat dengan batasan tertentu. Sebagian materi sengaja dibuat agak tinggi sebagai bahan pengayaan bagi guru, materi banyak karena didesain untuk satu tahun pelajaran. Analisis Evaluasi, Pada evaluasi ini digunakan angket yang berisikan indikator dan pertanyaan apakah materi dalam modul bermanfaat, dan bisa dimengerti dan apakah terpakai. Dari semua komentar rata-rata guru mengatakan bahan ajar sangat penting dan terpakai.Analisis strategi dalam penyampaian, Strategi penyampaian diskusi kelompok, berkolaborasi dan diskusi persentase dg ICT, karena selama ini guru jarang menggunakan ICT, namun di MGMP guru sudah bisa menggunakan ICT dan mempelajari proses pembelajaran yang mendidik. Tahap Mendesain produk.Isi modul di desain untuk 1 tahun 3 SK. A. materi Unsur, Senyawa dan Campuran. B. Asam, Basa, Garam dan penerapannya. C. Kegunaan bahan kimia dalam kehidupan. Pemilihan materi berdasarkan kepada karakteristik materi yang akan di sampaikan di SMP. Sebagian besar komentar guru materi sangat bermanfaat. Namun sayang
310
bahan ajar diberikan MGMP hampir selesai , guru menyarankan sebaiknya bahan jar dibagikan awal kegiatan MGMP dimulai. Tahap pengembangan, pada tahap ini materi direvisi beberapa kali dan di sesuaikan dengan tingkat pemahaman guru. Setelah dilakukan beberapa kali sehingga kedalam materi sudah sesuai, maka bahan ajar dianggap sudah valid. Tahap penerapan, pada penerapan dilakukan ujicoba lapangan, yaitu uji coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar. dari uji coba kelompo kecil rata-rata mengatakan bahan ajar sangat penting dan menarik untuk ikut MGMP dan menambah ilmu.sedangkan uji coba kelompok besar sebagian besar mengatakan sesuai dengan materi IPA SMP tetapi bagi guru selain kimia agak sulit memahami latihannya. Tetapi sudah tersedia jawaban maka sangat bermafaat apabila diberikan dalam kegiatan MGMP karena dapat meningkatkan kompetensi guru-guru IPA. Deskripsi Komentar dan saran guru, Saran guru dari uji coba kelompok kecil adalah memberikan informasi dan mudah dipahami. Tugas mandiri sebagian susah dipahami oleh guru selain kimia, namun demikian tersediannya jawaban maka membuat guru lebih mengerti dan bisa memahaminya.Saran guru dari uji coba kelompok besar adalah guru punya keinginan besar untuk membaca isi modul, belum ada modul yang diberikan kepada mgmp ipa, namun sebagian ada modul bermutu tetapi tidak semua peserta yang ikut mgmp. PENUTUP Dari penelitian pengembangan yang dilakukan, diperoleh proses pengembangan sebagai berikut. Melakuan Analisis yaitu Analisis kebutuan dan analisis awal dan akhir.Mendesain produk yang akan dibuat, membuat rancangan memilih materi A. Unsur, senyawa dan campuran . B. Asam, basa, garam dan penerapannya. C. Kegunaan Bahan Kimia dalam kehidupan. Materi disesuaikan dengan pembelajaran kimia di SMP sehingga materi dibatasi. Mengembangkan Produk bahan ajar, Produk bahan ajar dibuat sesuai dengan SK dan KD materi yang esensial artinya materi dibatasi sesuai dengan pembelajaran kimia yang akan diajarkan di SMP namun mempunyai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.Penerapan, setelah produk dinyatakan valid maka pada tahap ini dilakukan penerapan tentang produk yang dihasilkan. Penerapan dilakukan pada uji coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar. Tahap evaluasi, pada tahap ini dilakukan evaluasi formati f dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah pada saat revisi produk, produk direvisi sampai valid baru diujicobakan, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada saat uji coba produk yang dihasilkan. Yaitu dengan memberikan angket sejauh mana manfaat dan efek tentang bahan ajar kepada guru MGMP. Teknik pengumpulan data, data yg dikumpulkan adalah data hasil validasi, instrumen, validasi ahli desain dan data validasi materi pembelajaran serta respon guru terhadap produk yang dihasilkan. Dideskrisikan secara kualitatif dan kuantitaif berbentuk persentase.Komentar dan saran guru terhadap produk yang dihasilkan adalah Komentar dan saran dari uji coba kelompok kecil. Petunjuk penggunaan modul guru tertarik untuk membaca isi modul karena ingin tahu dan selama ini juga tidak ada modul khusus untuk mgmp maka sangat penting dibagikan modul ini kepada peserta MGMP. Sebagian mengatakan ada modul bermutu tetapi guru yang tidak ikut bermutu tidak punya modul dalam MGMP. Komentar dan saran dari uji coba kelompok besar adalah modul sangat bermanfaat, dapat meningkatkan nilai UKA dan UKG karena salah satu materi yg di UKA kan, sebagian guru mengatakan dapat meningkatkan kompetensi guru jika dibaca. Guru punya keinginan untuk memilikinya karena sebagian besar guru,meminta modul ini untuk dipelajari dirumah. Dari deskripsi guru dapat disimpulkan bahwa bahan ajar ini sangat bermanfaat dan memberikan efek yang tinggi bagi guru. Data hasil uji coba dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Data dideskripsikan sesuai dengan komentar yang diberikan oleh guru pada uji coba kelompok kecil dan kelompok besar. data ditulis dalam grafik batang dengan cara persentase banyaknya mengatakan Ya, setuju dibagi jumlah peserta yang ikut uji coba dikali 100%. Hasil uji coba tersebut menilai bahwa bahan ajar kimia untuk MGMP IPA mempunyai pengaruh dan efektif yang baik untuk digunakan. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu pengguna dalam proses pembelajaran, jika ada kelemahan-kelemahan perlu revisi dan penyempurnaan.Sebaiknya pengembangan bahan ajar
311
dilakukan untuk materi Biologi, Fisika dan Biologi untuk guru SMP, dengan memiliki bahan ajar/modul ini, guru-guru SMP mempunyai kesempatan untuk mempelajari dan mendalami materi kimia dalam modul ini. DAFTAR RUJUKAN Permenegpan & RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. UU RI No. 20 (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional UU RI No. 14 (2005). Undang-undang tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
PENINGKATAN AKTIFITAS SISWA SMP DENGAN MEDIA PUZZLE PADA POKOK BAHASAN MATA Prasojo SMPN 2 Tanjung Jabung Timur Email :
[email protected] Abstrak: Berdasarkan observasi awal, pembelajaran IPA pada umumnya disampaikan guru dengan cara, model atau metode dan media yang kurang menarik. Pembelajaran Dengan model kooperatif tipe STAD dan media puzzletelah dilaksanakan di SMPN 1 Tanjung Jabung Timur dengan pokok bahasan mata. Pembelajaran ini bertujuan meningkatkan interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, antusiasme dengan materi pembelajaran, menciptakan suasana menyenangkan dalam pembelajaran dan tujuan akhirnya adalah meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran ini dilaksanakan dalam konteks lesson study dengan tujuan mendapatkan masukan dari observer berupa hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran selanjutnya, sehingga pembelajaran yang akan datang akan lebih baik lagi. Hasil refleksi dari pembelajaran dengan kontek Lesson Studyadalah dengan model kooperatif tipe STAD dan media puzzle dapat meningkatkan interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, antusiasme dengan materi pelajaran, menciptakan suasana menyenangkan dalam pembelajaran dan dari hasil postest hasil belajar siswa memuaskan. Hasil belajar siswa sangat bagus, dari 21 siswa yang hadir, 43% mendapat nilai 100, 33% nilainya 80, dan 24 % sisanya mendapat nilai 60. Kesimpulan yang dapat di ambil dari kegiatan ini adalah yang pertama, dengan metode kooperatif tipe STAD dan media puzzle siswa berinteraksi dengan baik, antusias dengan materi, senang dalam belajar dengan nilai yang memuaskan. Yang kedua, guru harus pandai menggunakan media yang cocok dengan materi pembelajaran dan lingkungan sekitar untuk menunjang pembelajaran. Kata Kunci: Puzzle, kooperatif tipe STAD, Lesson Study
PENDAHULUAN Peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab IV pasal 19 ayat 1, menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran, seorang guru dituntut untuk dapat memiliki sebuah pendekatan,model, metode, dan teknik-teknik tertentu yang dapat menciptakan kondisi kelas pada pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan, sehingga pada akhirnya akan diperoleh kondisi kelas yang termotivasi, aktivitas yang tinggi serta hasil belajar yang memuaskan. Guru dituntut untuk membelajarkan dengan cara yang menarik, memotivasi sehingga siswa dengan senang hati dan dengan suka rela belajar. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan model, metode dan media yang tepat yang sesuai dengan materi
312
pembelajaran.Kegiatan belajar aktif, kreatif dan inovatif tidak dapat berlangsung tanpa partisipasi siswa, guru dapat memilih metode pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif, kreatif dan inovatif(Santoso, 2012). Berdasarkan penelitian pembelajaran kooperatif memiliki banyak manfaat, diantaranya mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi, meningkatkan interaksi positifantar siswayang heterogen baik kemampuan akademik, jenis kelamin, maupun suku, meningkatkan retensi siswamembangun harga diri siswa, meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar, meningkatkan sikap positif terhadap materi pelajaran, mengembangkan keterampilan komunikasi lisan, menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa yang aktif terlibat dalam ekplorasi pembelajaran, Menggunakan pendekatan tim untuk pemecahan masalahdengan tetap menjaga tanggung jawab individu, merangsang berfikir kritis dan membantu siswa menjelaskan ide-ide melalui diskusi dan perdebatan, meningkatkan keterampilan manajemen diri, melatih siswa mengambil keputusan Panitzdalam Zubaidah (2013). Metode kooperaif tipe STAD meliki keunggulan-keunggulan, antara lain mampu meningkatkan kemampuan berfikirkritis, hasil belajar kognitif, keterampilan proses, pemahaman dan perolehan pengetahuan, kepedulian antar anggota kelompok, kemampuan pemecahan masalah matematika, komunikasi dan kolaborasi antar siswa serta menumbuhkan kesetiakawanan sosial, kemampuan bekerjasama siswa, memberikan pengaruh positif dalam mata pelajaran sosial, menarik minat belajar siswa, dan lain sebagainya Zubaidah dkk. (2013). Media pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas pembelajaran. Fungsi media pembelajaran yaitu menarik perhatian siswa,membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran, memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, pembelajaran lebih komunikatif dan produktif, waktu pembelajaran bisa dikondisikan, menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar, melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam, meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, meningkatkan motivasi siswa Sutikno dalam Sriningsih (2009). Oleh karena itu dalam pembelajaran guru harus menyiapkan media yang baik, yang sesuai dengan materi pelajaran.Selain itu manfaat media pembelajaran dapat mempermudah tugas guru, antara lain penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar serta mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif, Mustikasari dalam Sriningsih (2009). Pada kenyatannya, sering guru membelajarkan siswa dengan metode ceramah. Bahkan guru juga sering tidak menggunakan media dengan berbagai macam alasan, akibatnya siswa tidak tertarik untuk belajar, motivasi siswa untuk belajar rendah, interaksi antar siswa, siswa dengan guru juga rendah dan pada akhirnya pemahaman siswa tentang materi pelajaran juga rendah yang menyebabkan nilai ujian juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari pengalaman penulis dalam pembelajaran, siswa yang aktif berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru hanya beberapa orang saja rata-rata yang mendapat peringkat 5 besar di kelasnya, dan hasil ulangan harian sangat mengecewakan, lebih dari separuh jumlah siswa di kelas tidak mencapai KKM. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilaksanakan pembelajaran yang dirancang dalam open class lesson study di SMPN 1 Tanjung Jabung Timur dengan media puzzle dan materi pembelajaran mata. Media puzzle ini merupakan salah satu media yang berupa permainan menggabungkan beberapa potongan gambar yang disusun menjadi suatu gambar yang utuh.Puzzle merupakan permainan melalui potongan gambar, kata, situasi, dan warna yang membutuhkan cara memecahkan masalah secara coba-salah, merupakan salah satu permainan yang terbukti dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan tersebut Suyatno dalam Sriningsih (2009). LANGKAH PEMBELAJARAN Pada kegiatan lesson study ini diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dilaksanakan dalam kegiatan TOT 1 di hotel Filadelfia Batu JawaTimur pada tanggal 18 Mei 2013, yang dihadiri oleh guru-guru paserta TEQIP 2013 bidang study IPA dengan bimbingan dosen expert dari Universitas Negeri Malang yaitu bapak Dr. Ibrohim, M.Si. Penulis mendapat
313
kesempatan menjadi guru model yang akan melaksanakan rancangan pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan plan. Bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Kompetensi Dasar Mendeskripsikan alat-alat optik dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran nanti adalah sebagai berikut . 1. Setelah mengamati gambar mata, siswa dapat menyebutkan bagian-bagian mata 2. Setelah mengamati gambar mata siswa dapat menentukan jenis lensa yang ada pada mata 3. Setelah guru mengingatkan terbentuknya bayangan pada lensa cembung, siswa dapat menggambarkan terbentuknya bayangan benda pada mata 4. Setelah siswa memperhatikan terbentuknya bayangan pada lensa cembung, siswa dapat menyebutkan sifat –sifat bayangan pada mata Pada saat plan tersebut dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa yang akan digunakan pada saat open class.Metode yang digunakan adalah kooperatif tipe STAD dan media yang digunakan adalah puzzle gambar mata berwarna yang bagian-bagian matanya diberi nomor, kemudian gambar tersebut dipotong-potong secara tak beraturan yang nantinya akan disusun oleh siswa menjadi gambar mata yang utuh. Tahapan Do dan See dilakukan dalam program on going pada sekolah yang di tunjuk oleh pengawas yaitu SMPN 1 Tanjung Jabung Timur, pada tanggal 29 Mei 2013. Pembelajaran ini dilaksanakan di kelas VIIIc, semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Open class dihadiri oleh rekan guru IPA TOT 1 TEQIP 2013, guru-guru IPA yang mengajar di SMPN 1 dan SMPN 2 Tanjung Jabung Timur, serta dosen expert dari Universitas Negeri Malang. Proses pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan yang memancing keingin tahuan siswa tentang mata, kemudian guru menyempaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pertemuan tersebut. Selanjutnya guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang tiap kelompok beranggotakan 4 orang, 2 putra dan 2 putri. Kemudian guru membagikan LKS dan seperangkat puzzle untuk setiap kelompok, kemudian guru memberikan arahan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok yaitu : Siswa menyusun puzzle, dari puzzle yang telah disusun dengan baik siswa mendiskusikan nama bagian-bagian mata dari nomor yang ada pada gambar dan menuliskannya pada LKS.Jika setiap kelompok telah selesai tahap ini,tahap selanjutnya guru menanyakan jenis lensa apa yang ada pada mata, kemudian guru mengingatkan pelajaran yang telah lalu yaitu tentang pembentukan bayangan pada lensa cembung. Dari mengingat tersebut siswa menggambarkan terbentuknya bayangan pada lensa cembung di LKS. Tahap selanjutnya dari mengamati gambar pembentukan bayangan pada lensa cembung, siswamendiskusikan sifat-sifat bayangannya. Setelah semua kelompok siap dengan tugasnya, perwakilan tiap kelompok diminta untuk menuliskan hasil diskusinya dipapan tulis. Tahap selanjutnya guru bersama siswa secara klasikal mengoreksi hasil kerja tiap kelompok dan membuat kesimpulannya.Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang penampilannya terbaik. Pembelajaran dilanjutkan dengan postes/kuis secara individu, berupa soal dengan jumlah 5 buah soal pilihan ganda yang di tampilkan satu persatu melalui slide power point, satu soal diberikan waktu selama 30 detik, kemudian dikoreksi bersama-sama. Kegiatan lesson study berikutnya adalah tahapan see untuk merefleksi kegiatan pembelajaran, dilaksanakan di sebuah ruang seni SMP N 1 Tanjung Jabung Timur. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran IPA dengan metode kooperatif tipe STAD dan media puzzle ternyata menyenangkan baik bagi siswa ataupun bagi guru. Dari komentar yang disampaikan beberapa orang observer siswa yang awalnya pasif, diam karena terkejut melihat guru yang masuk bukanlah guru yang biasa mengajar tetapi guru dari sekolah lain disertai pula guru-guru observer dan dosen expert dari UM yang semunya berjumlahnya 6 orang, pada saat apersepsi dimulai beberapa siswa sudah mulai menjawab pertanyaan yang disampaikan guru, setelah siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan diberi puzzle serta LKS, suasana mulai mencair, hampir semua siswa berinteraksi aktif menyusun puzzle, dan memecahkan permasalahan yang diberikan guru yaitu menyebutkan bagian-bagian mata. Kegiatan kedua, yaitu menggambarkan pembentukan bayangan pada lensa
314
cembung,kegiatan ini berkaitan dengan pelajaran beberapa minggu yang lalu. Dari pengamatan semua observer dan juga penulis siswa masih belum mengerti tentang pembentukan bayangan pada lensa cembung, padahal mereka sudah belajar, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut guru mencoba mengingatkan kembali materi pembentukan bayangan pada lensa cembung, tetapi siswa masih mengalami kesulitan, dan akhirnya guru berinisiatif memberikan tampilan melalui proyektor tentang pembentukan bayangan pada lensa cembung. Kegiatan ketiga yaitu menyebutkan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung, kegiatan ini berhubungan dengan kegiatan menggambarkan pembentukan bayangan, karena hampir semua kelompok salah menggambarkan pembentukan bayangan pada lensa cembung, maka siswa banyak yang salah dalam menyebutkan sifat-sifat bayangan benda pada lensa cembung yang berlaku pula pada mata. Setelah tugas dalam kelompok selesai, perwakilan tiap kelompok menuliskan hasil kerja kelompoknya dipapan tulis dan kelompok lain memperhatikan sekaligus mencocokkan dengan hasil kerja kelompoknya. Kemudian secara klasikal didiskusikan bersama hasil kerja masing-masing kelompok untuk di cari jawaban yang benar dan membuat kesimpulan dari pembelajaran mata. Menurut beberapa observer semua siswa terlibat aktif sampai selesai. Hasil postes ternyata sangat mengembirakan, dari 21 siswa yang hadir, 43% mendapat nilai 100, 33% nilainya 80, dan 24 % sisanya mendapat nilai 60. Beberapa hal yang menjadi hasil pengamatan para observer adalah sebagai berikut : 1. Terciptanya suasana belajar yang menyenangkan, mengakifkan siswa yang awalnya pasif dan belum siap belajar karena berhadapan dengan guru baru dari sekolah lain sehingga siswa masih kaku dan takut, menjadi ingin tahu, aktif dan interaktif. 2. Siswa bersemangat untuk bermain puzzle. 3. Terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru 4. Media sudah bagus dapat menarik minat belajar siswa 5. Media puzzle dapat meningkatkan kerja sama antar siswa dalamkelompok. 6. Postes berjalan yang ditampilkan melalui slide power point sudah sangat baik, mengurangi kemungkinan siswa menyontek dan dapat diketahui langsung hasilnya. 7. Sebaiknya untuk lesson study guru membelajarkan siswanya sendiri, karena butuh waktu untuk siswa beradaptasi dengan guru baru. Pada saat refleksi, para guru dapat mengambil hikmah yaitu jika pembelajaran direncanakan, didesain dengan baik, menggunakan metode dan media yang sesuai dengan materinya, maka pembelajaran akan menyenangkan, menarik minat siswa untuk belajar, meningkatkan interaksi siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru, dan pada akhirnya siswa memahami konsep pelajaran dengan baik serta meningkatkan hasil belajar siswa. KESIMPULAN DAN SARAN Pembelajaran IPA dengan metode kooperatif tipe STAD dan media puzzle yang telah dilaksanakan pada saat open class lesson study di SMP N 1 Tanjung Jabung Timur dengan materi mata ternyata dapat menyebabkan siswa ingin tahu, aktif dan antusias dalam belajar, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Media puzzle ternyata meskipun sederhana namun cukup menarik dan mengasyikkan. Hasil belajar siswa juga cukup menggembirakan. Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus pandai menggunakan metode yang sesuai dengan materi pelajaran dan guru harus kreatif dalam membuat media yang dapat menunjang pembelajaran. Media yang dibuat guru harus dirancang supaya tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendukung materi pelajaran, mudah diperoleh dan sesuai dengan taraf berfikir siswa. DAFTAR RUJUKAN Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Sriningsih. (2009). Pembelajaran Ipa-Biologi Dengan Bermain Puzzle Pada Open Class Lesson Study Di Smp Yapenas Gempol. Disampaikan pada Seminar Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan FMIPA Universitas Negeri Malang Bekerjasama dengan PELITA JICA pada tanggal 17 Okrtober 2009 Zubaidah, Siti dkk. (2013). Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. UM PRESS.
315
MEDIA PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET DI KUMPARAN BERARUS LISTRIK MENGGUNAKAN BAHAN BEKAS Raymond Kimman Suwardi SMP N 5 Jangkang Kabupaten Sanggau Abstrak: Telah dilakukan kegiatan pembelajaran eksperimen dengan alat–alat karya sendiri di SMP N 5 JangkangKabupaten Sanggau Kalimantan Barat.Setelah melihat pelaksanakan eksperimen dan melihat proses pembelajaran yang terjadi di kelas dapat dihasilkan kesimpulan bahwa: (1) Media karya yang dibuat guru sendiri berupa alat-alat eksperimen “ medan magnet di kumparan berarus listrik “dari bahan bekas dapat digunakan dengan baik dan sempurna sesuai prosedur percobaan yang diinginkan demikian juga dengan tujuan eksperimen dapat dicapai. (2) Siswa lebih mudah memahami materi melalui pembelajaran eksperimen dimana siswa dapat melakukan sendiri dan mengobservasi sendiri tentang eksperimen yang dilakukannya sehingga menumbuhkan karakter keilmuan (scientific attitude), begitu juga siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. (3) Melalui eksperimen dan bekerja sama dalam kelompok, pembelajaran dapat diraih dari aspek kognitif, afektif serta motorik siswa. (4) Dengan media karya ini, guru dapat memotivasi siswa begitu juga timbal balik antusiasme keaktifan siswa mendorong terciptanya keasyikan dan kecintaan belajar IPA. Kata kunci: media pembelajaran, medan magnet, bahan bekas
Pendidikan di Indonesia belum merata dalam hal kualitas maupun sarana dan prasarana. Sekolah-sekolah di kota memiliki fasilitas media pembelajaran yang memadahi dan akses komunikasi yang baik. Sebaliknya, kondisi sekolah di desa atau di kampung jauh dari sarana dan prasarana yang layak untuk proses pembelajaran. Pemerintah sepertinya belum mampu memfasilitasi pemerataan pendidikan yang berkeadilan. Kondisi seperti ini menyebabkan kualitas pendidikan menjadi kesenjangan yang cukup tajam. Sekolah-sekolah di desa menghadapi situasi yang serba terbatas dari jumlah guru, fasilitas media pembelajaran yang sangat kurang dan akses komunikasi yang sulit terjangkau. Guru-guru di desa pun menghadapi siswa-siswa yang perilaku atau kebiasaanya di pengaruhi sosial budaya lingkungan setempat.Guru di desa menghadapi masalah-masalah yang lebih kompleks, walaupun demikian guru di pedesaan harus mempersiapkan diri mengejar ketertinggalannya. Tugas guru sebagai pendidik dan pengajar dituntut mampu menyelesaikan tujuan pembelajaran secara berhasil dan memuaskan. Guru sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan lebih kreatif menggunakan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar. Sekolah SMP N 5 Jangkang yang bertempat di Dusun Empyang, Desa Tanggung, Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat keberadaanya belum mempunyai laboratorium, alat-alat IPA, sarana dan prasarananya terbatas, belum ada listrik dan tidak ada sinyal jaringan komunikasi. SMP N 5 Jangkang mempunyai jumlah siswa berkisar 180 orang. Siswa-siswa belum pernah melakukan eksperimen dalam pelajaran IPA karena ketiadaan alatalat eksperimen. Guru harus mempunyai motivasi dan berupaya meningkatkan hasil prestasi siswa. Siswa di upayakan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Guru pun harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan sehingga siswa berkesan dalam belajarnya maka kebermaknaan belajar dapat meningkatkan prestasi maupun pengetahuan siswa. Teori konstruktivisme mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran seperti eksperimen sehingga pemecahan masalah untuk membangun pengetahuannya. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan baru secara aktif berdasarkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Melalui eksperimen siswa dapat melakukan observasi, menemukan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Joyce dan weil ( 2000 ) yang dikutip pada buku Zubaidah (2012), mengemukakan bahwa inti dari pembelajaran inquiri adalah melibatkan siswa dalam masalah penyelidikan (investigasi), membantu mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam
316
wilayah investigasi dan meminta mereka merancang cara mengatasi masalah. Melalui inkuiri, siswa belajar menjadi seorang ilmuwan dalam menyusun pengetahuan. Dalam hal ini, karakter keilmuan sebagai perilaku sikap sebagai seorang sains dapat ditumbuhkan. Selaian itu, siswa belajar menghargai ilmu dan mengetahui keterbatasan pengetahuan dan ketergantungan satu dengan yang lainnya. Melalui eksperimen, pembelajaran dengan model inkuiri akan mengkonstruksi pengetahuan siswa. Siswa melakukan eksperimen medan magnet di kumparan berarus listrik dengan model pembelajaran inkuiri terstruktur dan metode pembelajaran eksperimen.Siswa diharapkan menghasilkan penjelasan yang didukung oleh bukti yang telah mereka kumpulkan. Medan magnet muncul dari kumparan kawat tembaga yang dialiri arus listrik menggunakan baterai. Siswa menentukan arah kutub magnet kumparan berdasarkan arah bergeraknya jarum kompas (ditarik atau ditolak). Siswa menghubungkan hasil observasinya menentukan kutub magnet kumparan melalui bergeraknya jarum kompas, dengan aturan tangan kanan untuk menentukan arah kutub magnet kumparan berdasarkan arah arus yang mengalir di kumparan. Alat dan bahan eksperimen ini semuanya menggunakan bahan bekas, yaitu : kompas buatan dengan kancing baju dan jarum pentul, gabus untuk tempat baterai, kabel dan kumparan buatan dari kawat tembaga transformator. LANGKAH KEGIATAN Kegiatan pembelajaran eksperimen dengan alat–alat karya sendiri ini dilakukan di sekolah SMP N 5 Jangkang yang bertempat di Dusun Empyang, Desa Tanggung, Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Guru membuat media pembelajaran Guru membuat gulungan kertas lalu diberi lem. Kawat tembaga diambil dari transformator lalu dililitkan membentuk kumparan pada gulungan kertas. Guru membuat tempat baterai dengan cara melubangi gabus sesuai besarnya baterai. Guru membuat kompas dengan cara jarum pentul ditusukkan pada kancing baju di sebelah kanan dan kiri membentuk garis linear. Bagian bawah kancinglalu diletakkan di atas jarum lain yang diposisikan vertikal, sehingga kompas buatan ini dapat bergerak bebas. Jarum pentul akan menunjuk arah utara – selatan karena dipengaruhi oleh magnet bumi. Jarum pentul dipilih sebagai kompas buatan karena pada jarum pentul ujungnya ada bulatan dan warna, sehingga siswa lebih mudah membedakkan secara visual antara kutub utara dan kutub selatannya. Guru membuat LKS (Lembar Kerja Siswa) LKS sebagai panduan siswa dalam melakukan eksperimen. Pada eksperimen ini pertanyaan dan prosedur ditetapkan oleh guru. Guru membuat RPP RPP sebagai pedoman dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas. Pelaksanaan pembelajaran di kelas Rancangan pembelajaran yang disusun dalam RPP mempunyai tujuan pertama, siswa dapat menerangkan munculnya medan magnet di sekitar kumparan berarus listrik. Tujuan yang kedua, siswa dapat menentukan arah kutub magnet kumparan berarus listrik. Guru masuk kelas memberi salam lalu mengabsen siswa. Guru memberi apersepsi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Setelah itu, guru menyampaikan materi dan demonstrasi mengenalkan alat-alat eksperimen yang akan digunakan.Siswa yang berjumlah 32 anak dibagi dalam 5 kelompok. Setiap anggota kelompok mendapat LKS. Setiap kelompok mendapat 1 set alat eksperimen. Guru mempersilahkan perwakilan kelompok untuk mengambil alat-alat eksperimen yang sudah disediakan di meja depan kelas. Guru membimbing siswa dalam kelompok jika masih ada yang kesulitan. Dengan membaca langkah-langkah percobaan di LKS, siswa mulai memahami urutan kerja eksperimen. Siswa menempatkan kompas di ujung jarum sehingga posisinya bebas bergerak. Kompas ditunggu beberapa saat sampai posisinya stabil menunjuk arah utara – selatan. Dilanjutkan siswa merangkai rangkaian baterai dimasukkan ke dalam gabus dimana ujung positif dan negatif baterai dihubungkan dengan kabel. Siswa menghubungkan kabel dari baterai tadi dengan ujung-ujung kumparan. Setelah itu, kumparan didekatkan kompas. Salah satu anggota kelompok mendekatkan kumparan pada kompas. Kumparan
317
didekatkan pada ujung – ujung kutub utara ataupun kutub selatan kompas. Anggota kelompok yang lain memperhatikan pergerakan kompas.Setelah baterai dibalik dari posisi semula, siswa melihat apakah kutub kumparan juga berpindah arah. Aturan tangan kanan digunakan untuk membandingkan hasil observasi ini. Melalui pengamatan yang didapat, siswa mulai mengisi LKS. Anggota kelompok bergantian mencoba mendekatkan kumparan ke ujung – ujung kompas. Setelah semua kelompok selesai mengamati dan menulis hasil pengamatan, guru meminta siswa untuk duduk di kursi. Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi hasil kelompok di depan kelas. Guru menawarkan kelompok mana yang mau maju pertama kali. Kelompok yang mempresentasikan hasil eksperimennya ditanggapi oleh kelompok lain dengan hasil yang sama. Setelah presentasi tiap kelompok selesai, guru memberikan penguatan kesimpulan dari tujuan eksperimen yang dikerjakan. Kegiatan penutup pembelajaran, guru memberikan evaluasi berupa soal untuk dikerjakan semua siswa. HASIL Sebelum eksperimen, guru memberikan arahan pada seluruh siswa alat–alat apa saja yang digunakan dalam eksperimen. Perwakilan anggota kelompok mengambil alat–alat eksperimen di meja depan kelas. Antusiasme dan semangat kinerja siswadalam kelompok dapat dilihat dari awal eksperimen yang dilakukannya. Pada langkah awal eksperimen ada beberapa siswa yang belum paham tentang cara melakukan eksperimen. Setelah membaca langkah–langkah percobaan dan dengan bimbingan guru, siswa sudah bisa melakukan eksprerimen sesuai dengan urutan langkah-langkah eksperimen. Semua kelompok serius, aktif dan penasaran pada alat eksperimen yang dihadapi demikian juga pada tujuan eksperimen. Dalam kelompok terjadi saling interaksi ada yang merangkai alat, ada yang memberi pendapat, ada yang bertanya dan menjawab. Kerjasama dalam kelompok terlihat bagus saling mendukung, tidak ada yang mengganggu. Merangkai baterai dengan kabel dihubungkan kumparan dapat dilakukan siswa melalui prosedur yang benar. Aktivitas belajar melalui pengamatan kejadian–kejadian dalam eksperimen seperti bergeraknya jarum kompas setelah didekati kumparan, membuat siswa tertarik. Siswa tidak ragu–ragu atau pun canggung dalam menggunakan alat – alat percobaan. Jika ada yang belum jelas, siswa bertanya pada guru dan guru memberikan pengarahan penjelasan sehingga siswa lebih paham dan mengerti. Hampir semua anggota kelompok sudah bisa melakukan ekperimen dengan lancar dan baik. Setelah melakukan pengamatan, siswa mengisi data yang ada di LKS. Guru mendatangi kelompok dan mengarahkan saat siswa bertanya tentang isian data LKS. Hasil diskusi dalam kelompok mempermudah siswa mengisi data pada LKS. Semua siswa selesai mengisi data dilanjutkan dengan presentasi masing-masing kelompok diwakili 2 anggotanya di depan kelas. Presentasi tiap-tiap kelompok ditanggapi kelompok lain dengan hasil eksperimen yang sama. Setelah semua kelompok mempresentasikan hasil eksperimennya, guru memberikan penguatan simpulan tentang tujuan eksperimen. Evaluasi soal ada LKS diberikan guru sebagai penutup pembelajaran. PEMBAHASAN Selama proses pembelajaran eksperimen dapat diamati perilaku siswa bahwa semangat belajar, antusiasme serta motivasi mempelajari IPA telah tumbuh. Indikasi keberhasilan terlihat signifikan pada pembelajaran menggunakan media karya atau alat- alat eksperimen buatan sendiri. Siswa sungguh termotivasi dan terlibat aktif saat menggunakan alat-alat eksperimen, dalam diskusi kelompok maupun pada saat mengisi data pada LKS. Kerja sama di dalam kelompok mampu memecahkan masalah yang dihadapi, misalnya saat baterai dibalik rangkaian kabel dipasang bersama-sama saling membantu. Semua siswa tidak ada yang bermalas-malasan. Model pembelajaran yang digunakan inkuiri terstruktur sangat cocok dipakai dalam eksperimen. Siswa terlibat dalam masalah penyelidikan nyata dengan menghadapkan mereka melalui cara penyelidikan serta siswa mengidentifikasi masalah konseptual. Eksperimen yang dilakukan mengarahkan siswa belajar melalui pencarian informasi dan memperoleh pengetahuan melalui pengajuan pertanyaan sehingga penguasaan materi dapat diserap siswa dengan maksimal.
318
Melalui eksperimen mewujudkan secara aktif siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa bekerja mandiri mengkonstruk belajar mereka sendiri. Pembelajaran seperti ini juga dapat meningkatkan keterampilan siswa khususnya kinerja ilmiah sertamembangun dan menumbuhkan karakter keilmuan. Karakter ini sangat ditentukan oleh keingintahuan (kuriositas) intelektual. Sebagai suatu sikap, sains terdiri dari berbagai scientific attitude yang secara umum mengajarkan kepada siswa tentang berbagai sikap positif yang akan muncul manakala seseorang bekerja di dunia sains (Nurrohman, 2012). Pembelajaran eksperimen ini selain membangun karakter juga melatih kecakapan hidup siswa dalam menggali informasi, mengolah informasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan bekerja sama. Kepercayaan diri pun dapat dilatih melalui presentasi hasil kelompok di depan kelas. Walaupun presentasi masih sebatas membaca hasil eksperimen tetapi sudah membekali keberanian siswa menyatakan hasil kelompoknya. Tanggapan siswa yang antusias dan semangat menjadi modal awal kesukaan mereka mempelajari IPA. Guru merasa puas dengan hasil proses belajar siswa melalui metode eksperimen dan model pembelajaran inkuiri terstruktur ini. Dengan demikian, walaupun menggunakan alat-alat sederhana dan seadanya dapat dibuat sebagai media pembelajaran yang bermakna bagi siswa. KESIMPULAN Setelah melihat pelaksanakan eksperimen dan melihat proses pembelajaran yang terjadi di kelas dapat dihasilkan kesimpulan bahwa : 1. Media karya yang dibuat guru sendiri berupa alat-alat eksperimen “ medan magnet di kumparan berarus listrik “dari bahan bekas dapat digunakan dengan baik dan sempurna sesuai prosedur percobaan yang diinginkan demikian juga dengan tujuan eksperimen dapat dicapai. 2. Siswa lebih mudah memahami materi melalui pembelajaran eksperimen dimana siswa dapat melakukan sendiri dan mengobservasi sendiri tentang eksperimen yang dilakukannya sehingga menumbuhkan karakter keilmuan (scientific attitude), begitu juga siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. 3. Melalui eksperimen dan bekerja sama dalam kelompok, pembelajaran dapat diraih dari aspek kognitif, afektif serta motorik siswa. 4. Dengan media karya ini, guru dapat memotivasi siswa begitu juga timbal balik antusiasme keaktifan siswa mendorong terciptanya keasyikan dan kecintaan belajar IPA. DAFTAR RUJUKAN Ganawati, D., Sudarmana, Radyuni, W. 2008. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu dan Kontekstual IX. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Nurrohman, S. 2012. Internalisasi Scientific Attitude: Upaya Implementasi Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Sains. Makalah pada seminar Pendidikan Karakter di Saintek UIN Sunan Kalijaga 26 Mei 2012. Sutarman dan Endang. 2013. Media Pembelajaran Sains SMP. Malang: Kerjasama PT Pertamina ( Persero ) dengan Universitas Negeri Malang. Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L. 2012. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Kerjasama PT Pertamina ( Persero ) dengan Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN LEARNING CYCLEDALAM PEMBELAJARAN ADAPTASI DI KELAS IXE MTs NEGERI TANAH GROGOT: PENGALAMAN LESSON STUDY PADA KEGIATAN ONGOING II TEQIP 2013 Farida Fatmawati Saragih Email:
[email protected]
319
Abstrak: Model pembelajaran learning cycle diterapkan dalam kegiatan ongoing II TEQIP yang berbasis lesson study dalam tahapan plan, do and see. Tahap plan dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 di Batu-Malang. Tahap do dan see dilaksanakan pada 11 Juli 2013 di kelas 9E MTs Negeri Tanah Grogot. Dengan materi pembelajaran adaptasi. Yang mana dalam materi ini sering sekali siswa sulit untuk membedakan jenis-jenis adaptasi yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan inovasi pembelajaran melalui model pembelajaran untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam pembelajaran IPA. Melalui hasil refleksi terungkap bahwa siswa yang semuanya berjenis kelamin laki – laki ini sangat termotivasi dalam pembelajaran. Ditambah dengan penggunaan media real berupa tumbuh-tumbuhan asli, dan penggunaan LCD menambah antusias siswa dalam belajar. Dan pada akhirnya dari hasil evaluasi pembelajaran diperoleh hasil yang sangat memuaskan. Kata kunci: Learning Cycle, Lesson Study
Guru yang profesional adalah guru harapan bangsa. Sebagai seorang abdi Negara yang berkecimpung dalam pembinaan , pengajaran, dan pendidikan anak – anak bangsa, yang menjadi masa depan bangsa Indonesia. Rasa optimisme yang besar adalah jika seorang guru memiliki keprofesionalan dan seorang guru yang smart menjadikan para siswa juga smart dan berprestasi dalam bidangnya masing-masing.Menurut Suharsimi Arikunto (2006) “ guru berfungsi dan berperan sebagai fasilitator, member bantuan dan layanan kepada siswa agar dapat mencapai hasil optimal”. Dalam hal pencapaian itu perlu hendaknya guru berbenah dan memperbaiki proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Menurut Jihat dan Haris (2008) pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar yang tertuju kepada apa yang dilakukan oleh siswa, serta mengajar yang berorientasi kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai fasilitator dalam pelajaran. Menurut Dave Meier, (2005) ”Belajar adalah aktivitas manusia yang sangat luas dan bersegi banyak sehingga tidak dapat dikontrol dengan medium atau metode tunggal manapun”. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam pembelajaran itu, perlu adanya interaksi yang kolaboratif serta komunikasi yang baik antara siswa dan guru. Pengalaman di lapangan bahwa nilai IPA berdasarkan pengalaman yang terjadi di Tanah Grogot bahwa nilai Ujian Nasional mata pelajaran IPA belumlah memuaskan. Jadi perlu dilakukan inovasi baru dalam pembelajaran itu, khususnya melalui model pembelajaran. Yang mana pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sering siswa anggap pelajaran sulit. Dari begitu banyak model-model pembelajaran yang dipilih adalah model “Siklus Belajar” atau “Learning Cycle”. Dengan model pembelajaran Learning Cycle (siklus belajar). Menurut Bybee (dalam Zubaidah,dkk: 2013: 148) terdapat beberapa variasi yang melibatkan fase belajar yang telah diusulkan beberapa ahli. Salah satu variasi siklus belajar yang dikenal adalah siklus belajar 5E (The 5 E Learning Cycle). Yang meliputi Engage, Explore, Explain, Elaborate, dan Evaluate. Engagement (pendahuluan) meliputi kegiatan awal pembelajaran,explorasi,eksplanasi dan elaborasi termasuk kegiatan inti. Sedangkan kegiatan penutup adalah evaluasi. Dalam hal ini menggunakan pola Lesson Study yang meliputi tahap plan,do, dan refleksi. dengan pemikiran bahwa sudah banyak penelitian lain menurut Abraham dan Renner (dalam Zubaidah,dkk) yang menunjukkan bahwa siklus belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan sikap siswa terhadap IPA dan belajar IPA,meningkatkan kemampuan bernalar dan ketrampilan proses sains dan siswa memiliki retensi konsep yang lebih baik. Model ini juga dapat membantu guru dalam mengembangkan pemahaman konseptual yang dapat mengakomodasi kesempatan belajar guru dan siswa. Tiap guru tidak akan dapat mengubah pelajaran dengan hanya melalui proses belajar untuk menyusun rencana pembelajaran semata. Membuka pelajaran bagi pihak lain-pun ternyata masih kurang memadai. Hal terpenting yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah saling bertukar pendapat mengenai pembelajaran siswa yang nyata dengan para rekan sejawatnya, serta saling memetik hikmah dari pembicaraan tersebut. Tentu saja seorang guru dapat mengembangkan kapasitas profesi mereka secara mandiri. Namun, bila guru tersebut melakukan refleksi sendirian, maka ragam sudut pandang refleksinya hanya terbatas. Dengan memperoleh analisis mendalam dari teman sejawat melalui diskusi, guru dapat secara objektif mengubah sudut pandang mereka mengenai pembelajaran dan mengembangkan kapasitas untuk memahami konteks pembelajaran siswa. Penerapan yang dijalankan oleh rekan sejawat juga
320
dapat membantu guru untuk merefleksi penerapan mereka sendiri. Tiap guru perlu mengikuti lingkaran pembelajaran yang bisa menstimuli setiap orang pada saat mengamati atau merefleksi praktek rekan sejawat: bila tidak, reformasi pelajaran oleh tiap guru tidak akan bisa terwujud. Tujuan lesson study adalah membangun kolegalitas: jadi, metodologi diskusi sangat perlu ditingkatkan. Sejauh ini, di berbagai kasus lesson study, para pengamat cenderung untuk berdiskusi mengenai cara untuk memperbaiki hal-hal dan masalah-masalah yang terjadi dalam kelas yang diamati. Metodologi semacam ini sebaiknya tidak diikuti. Bahkan bila para pengamat memberi saran pada guru yang diamati mengenai „cara mengajar‟ dalam situasi tertentu pada pelajaran, maka sebenarnya maksud apa yang ingin disampaikan melalui „saran‟ tersebut? Bila kita berfokus pada situasi tertentu, maka akan terdapat lebih dari 100 „metode mengajar yang tepat‟. Bahkan ketika para pengamat memberi saran mengenai „cara mengajar‟ sebagai suatu alternatif dari „cara mengajar‟ yang telah ditampilkan oleh guru yang diamati, maka saran semacam ini hanya menunjukkan „metode mengajar‟ oleh guru tersebut, dan tidak memberi arti yang lebih jauh. Bila para pengamat berkeras dengan cara „mengajar‟-nya, maka sebaiknya dia menjalankan pelajarannya dengan cara yang dia yakini tersebut daripada memaksakan sarannya pada orang lain. Dalam merefleksi pelajaran yang diamati, hubungan antara guru yang membuka pelajarannya dengan para peserta lain biasanya merupakan hubungan antara objek yang diamati dan pengamat: hal ini merupakan hubungan kuasa satu arah. Siswa dapat menyampaikan pendapat „profesional‟ mereka pada guru ahli: guru yang diamati tidak bisa bersembunyi dari serangan atau kritik sedang para pengamat memiliki kuasa, mereka berperan sebagai hakim. Hubungan semacam ini juga harus dihindari, bila tidak, maka tidak-lah mengherankan bila guru berusaha untuk tidak membuka kelas mereka di sekolah pada orang lain. Selain itu, hubungan kuasa ini juga harus dihindari karena para peserta dan guru tidak akan dapat saling belajar antara satu-sama lain. Sejauh ini, gaya pengamatan dan refleksi pelajaran yang telah dilakukan sangat tidak benar. (1) Objek diskusi harus tidak ditekankan pada „cara mengajar yang sebaiknya dilakukan guru‟, namun ditekankan pada fakta-fakta mengenai „Kapan siswa belajar dan kapan siswa tidak dapat belajar‟. Lesson study tidak bertujuan untuk menciptakan pelajaran „super‟, namun untuk menciptakan „hubungan pembelajaran‟ dan untuk memenuhi „tingkat pembelajaran yang lebih tinggi‟. Fokus diskusi tidak boleh ditekankan pada baik interpretasi atas pengajaran topik dan materi, ataupun teknik mengajar; akan tetapi, fokus diskusi sebaiknya ditekankan pada fakta pembelajaran setiap siswa yang bersifat konkrit. Pertimbangan yang mendetil, pasti, dan kaya mengenai pembelajaran siswa akan menjadi dasar pelajaran yang kreatif. (2) Dalam diskusi, para pengamat sebaiknya tidak memberi „saran‟ kepada guru yang diamati, tetapi, para pengamat „belajar‟ melalui pelajaran yang mereka amati: pembelajaran timbal balik terwujud ketika pertukaran berbagai pendapat terjadi. Umumnya, para guru biasanya lemah dalam belajar. Khususnya karena tidak bersedia untuk belajar dari rekan sejawat. Hal ini merupakan masalah yang sangat serius dan vital. Bila guru tidak menghargai dan menghormati praktek rekannya, maka sekolah serta guru tersebut tidak akan memiliki kesempatan untuk membangun „kolegalitas‟. Dalam lesson study, hal yang dibutuhkan oleh seorang pengamat adalah, sekali lagi, bukan sebuah „saran‟ bagi guru yang diamati, namun sebuah pertukaran „belajar‟ bagi para pengamat itu sendiri. Hanya karena suatu perubahan kecil yang terjadi pada pendapat mereka, lesson study menjadi tempat yang menarik bagi seluruh guru untuk belajar dari satu sama lain, dan solidaritas akan terbangun ketika setiap guru bersedia untuk membuka pelajaran mereka.(3) Dalam diskusi Lesson Study, setiap peserta setidaknya harus memiliki kesempatan untuk berbicara, sehingga diskusi yang bersifat demokratis akan terwujud. Dengan begitu, seseorang yang berbicara keras atau bersifat memaksa tidak akan dapat mendominasi. Di berbagai sekolah, ada guru yang bersuara keras dan bersifat memaksa cenderung untuk mendominasi diskusi dalam Lesson Study. Akan tetapi, guru semacam ini biasanya tidak memiliki kemampuan yang bagus dalam penerapannya. Sedang guru yang pendiam biasanya lebih mampu untuk membimbing proses pembelajaran siswa. Pada dasarnya, seorang guru biasanya bersifat tenang. Untuk menghidupkan Lesson Study, sebaiknya para guru saling bertukar berbagai pendapat. Pendapat jujur yang diberikan oleh seorang guru yang pendiam biasanya sangat mengena. Dalam Lesson Study setiap peserta wajib untuk mengutarakan pendapat mereka minimal satu kali. Para pengamat harus menyampaikan kesan mereka mengenai pelajaran
321
tersebut kepada guru yang telah membuka kelasnya kepada yang lain, dan hal ini merupakan tata karama yang harus selalu dijaga. Fasilitator Lesson Study harus memberi kesempatan bagi setiap guru untuk berbicara dan menyatakan pendapat jujur serta konkret mereka. Banyak fasilitator yang cenderung untuk membatasi topik diskusi atau-pun merangkum ide-ide serta pendapat yang ada: namun, hal yang lebih penting adalah menyimak pendapat setiap peserta. „Tidak membatasi topik‟ atau „Tidak merangkum pendapat‟ harus menjadi prinisp dalam memfasilitasi Lesson Study. „Hanya menyatakan pendapat secara jujur‟: Lesson study semacam ini akan jauh lebih berguna dan bermanfaat. Tujuan Utama Siklus Belajar adalah: - Meningkatnya pengetahuan guru tentang materi ajar, -Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan guru tentang belajar dan pengembangan siswa serta pembelajaran -Meningkatnya kemampuan guru mengobservasi aktivitas belajar. Semakin menguatnya hubungan kolegalitas. Semakin menguatnya hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan jangka panjang yang harus dicapai Semakin meningkatnya motivasi untuk selalu berkembang Meningkatnya kualitas rencana pembelajaran.
LANGKAH PEMBELAJARAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan konsep lesson study. Kegiatan lesson study dilakukan dalam 3 tahap yaitu plan, do, dan see. Pada tahap Plan (perencanaan) guru melakukan persiapan seperti penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama dengan teman peserta guru IPA di Teqip. Dalam penyusunannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (siklus belajar). Model pembelajaran ini memiliki lima tahap yaitu engagement (pendahuluan), eksplorasi, eksplanasi, elaborasi, dan evaluasi. Dalam plan ini juga membuat Lembar Kerja Siswa dan membuat soal-soal untuk evaluasi dalam penutup pelaksanaan pembelajaran. Do yaitu pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di Kelas 9E MTs Negeri Tanah Grogot, yang jumlah siswanya 27 orang. Seorang guru model, 5 orang observer ( 4 orang sesama guru dan seorang expert). Pengamatan diarahkan pada aktivitas belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan instrument pengamatan yang telah disepakati pada prinsip lesson study, dan bukan untuk mengevaluasi penampilan guru model. Selama proses pembelajaran, sebagai pengamat tidak diperkenankan mengganggu atau mengintervensi kegiatan pembelajaran. Pengamat diperbolehkan melakukan perekaman kegiatan pembelajaran misalnya dengan menggunakan video camera atau foto digital yang bertujuan untuk keperluan dokumentasi ataupun untuk bahan diskusi pada tahap see. Ataupun untuk sumber data pada penelitian. See (Refleksi) dilakukan di MTs Negeri Tanah Grogot. Yang bertujuan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Yang mana guru sebagai model terlebih dahulu memberikan atau menyampaikan tanggapan maupun kesan-kesan dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. Kemudian kesempatan berikutnya diberikan kepada observer ( pengamat) . kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa ingin menyinggung perasaan maupun menyakiti perasaan guru model demi perbaikan . Oleh sebab itu dalam penyampaiannya adalah berdasarkan perilaku siswa di dalam proses belajar mengajar yang sudah diamati tadi. Dan sebagai guru model juga diharapkan dapat berlapang dada untuk menerima masukan dan kritikan dari pengamat demi perbaikan proses pembelajaran berikutnya yang lebih baik. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Menurut Garfield, Lesson Study adalah suatu proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran (dalam Ibrohim,2013:7). Dan implementasi lesson study di Indonesia dimulai saat para tenaga ahli Jepang dalam program Indonesian Mathematics and Science Teaching Education Project (IMSTEP) oleh Jepang International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 2004. Menurut Saito ada tiga tahap utama lesson study ,yakni : Perencanaan (Plan), Pelaksanaan (Do), dan Refleksi ( See), (dalam Ibrohim,2013:9).
322
Tahap Plan (Perencanaan) Dalam tahap ini dilakukan perencanaan pembelajaran, yaitu penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat sendiri oleh guru model. Yang kemudian di peer teachingkan di kelas pelatihan Teqip IPA yang terdiri dari 10 orang. Yang juga dibantu penyempurnaannya oleh para dosen Universitas Negeri Malang sebagai expert. Menyusun Lembar Kerja Siswa, dan alat – alat maupun bahan – bahan yamg diperlukan dalam pelaksanaan lembar kerja siswa. Juga menetapkan prosedur pengamatan maupun intrumen penilaian. Dengan materi pembelajaran di kelas 9 semester 1 , Standar Kompetensi 2.Memahami kelangsungan hidup mahluk hidup Kompetensi Dasar 2.1.Mengidentifikasi kelangsungan hidup mahluk hidup melalui adaptasi , seleksi alam, dan perkembangbiakan.. Serta model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran LC (Learning Cycle) atau siklus belajar. Tempat mengajar adalah MTs Negeri Tanah Grogot kelas 9E dengan jumlah siswa 27 orang. Tahap Do (Pelaksanaan) Pada tahap ini seorang guru sebagai guru model dan lima orang sebagai observer. Pada kegiatan awal pembelajaran guru model melaksanakan engage ( pendahuluan) dengan menunjukkan tanaman pakis untuk menarik perhatian siswa dan memberikan pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan adaptasi . Para siswa sangat antusias untuk menjawab pertanyaan guru model. Setelah itu guru model menunjukkan seekor nyamuk yang sudah dipersiapkan. Dan seterusnya guru model menampilkan gambar-gambar yang berhubungan dengan adaptasi melalui LCD. Termasuk juga gambar yang ada kaitan antara adaptasi dengan proses militer ,yang berpakaian terbuat dari daun-daun tumbuhan. Pada tahap Exploration guru model membagi siswa menjadi 7 kelompok dan siswa diminta mengerjakan Lembar Kerja Siswa. Pada tahap ini melalui bahan-bahan yang sudah dipersiapkan oleh guru model yaitu berbagai jenis tumbuhan air, siswa diminta untuk menentukan adaptasi morfologi pada tumbuhtumbuhan tersebut. Berikutnya siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari diskusi mereka dalam kelompok masing – masing yang disebut pada tahap Explanation. Dan sekaligus juga guru model berperan dalam penjelasan materi pelajaran yang belum jelas. Tahap berikutnya adalah tahap Elaboration, siswa kembali berdiskusi pada kelompoknya masingmasing untuk menemukan jawaban pertanyaan dari guru. Yang berupa mencocokkan namanama organism dengan jenis adaptasinya. Pada tahap akhir pembalajaran adalah Evaluasi, yakni guru model bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan pelajaran dan guru model memberikan soal – soal yang harus dijawab masing-masing siswa. Guru model mengumpulkan hasil jawaban dari para siswa, dan langsung dikoreksi saat itu juga. Tahap See (Refleksi) Padatahap ini para observer yang terdiri dari 4 orang guru IPA dan seorang expert menyampaikan hasil observasinya. Refleksi dipimpin oleh seorang moderator . Memulai tahap ini moderator mengajak semua para observer untuk memberika applause kepada guru model dan memberikan selamat kepada guru model. Lalu moderator memberikan kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan perasaannya dalam proses belajar mengajar hari ini. Guru model merasakan hal yang sangat luar biasa hari ini. Yang mana baru pertama sekali melakukan proses belajar mengajar dikelas seperti ini padahal sudah hampir 17 tahun jadi guru. Adalah karena siswanya semua berjenis kelamin laki-laki. Awalnya memasuki ruangan kelas ada perasaan sangat grogi dan meragukan kemampuan dalam pengelolaan kelas yang berjenis kelamin homogen, juga melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah yang bukan tempat biasa mengajar ( di sekolah orang lain). Namun syukurnya semuanya bisa terlaksana dengan baik. Dan guru model merasakan terdapat kemajuan yang sangat besar dalam proses belajar mengajar di kelas dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle, juga menggunakan media pembelajaran LCD dan media real. Namun guru model yakin tidak ada manusia yang sempurna, yang sempurna itu hanyalah Allah. Oleh sebab itu guru model mengharapkan masukan berupa komentar terhadap perilaku siswa dalam proses pembelajaran di kelas tadi demi perbaikan proses belajar mengajar observer dan guru model di hari-hari yang akan datang. Adapun hasil rekaman dari para observer dan expert adalah sebagai berikut: 1. Respon siswa ketika guru mempersiapkan belajar siswa Siswa merasa ingin tahu apa yang akan disampaikan guru. Siswa terpacu untuk menebak materi yang akan dipelajari. Siswa sangat merespon dengan baik dan semangat sekali
323
terhadap materi yang akan diajarkan . Siswa dari awal sudah berusaha mencari tahu tentang materi yang akan disampaikan dari buku siswa yang ada pada siswa. Dari expert : Siap , diam, buku IPA, awalnya kaku,setelah guru model memperkenalkan diri, dan memberi pertanyaan kepada siswa maka akhirnya suasana mencair. 2. Respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan Siswa memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru model dan merespon dengan baik dan dapat mengetahui materi pembelajaran. Siswa sangat antusias ketika guru memberikan contoh-contoh yang berupa gambar dan pertanyaan. Siswa saling menjawab dengan mengangkat tangan terlebih dahulu. Siswa merespon dengan baik ketika guru berusaha menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan disampaikan . Siswa berusaha menjawab pertanyaan dari guru model sesuai dengan apa yang mereka (“siswa”) ketahui. Dari expert : guru model bawa pakis, beri contoh-contoh hewan , kaktus, unta, burung kuntul . ditampilkan tempat hidup lalu ditanyakan kepada siswa tempat hidupnya dan guru membeir penguatan berupa tepuk tangan jika jawaban benar. Respon siswa sangat bagus , siswa mulai berani menjawab pertanyaan guru dan bertanya apabila ada hal-hal yang siswa kurang jelas, karena guru model memberikan motivasi yang baik. 3. Interaksi siswa dengan siswa kapan mulai terjadi Interaksi antar siswa baik apalagi pada saat pembentukan kelompok untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan tumbuhan dan menentukan jenis adaptasi. Interaksi siswa dengan guru terjadi dengan baik siswa tidak takut salah dalam menjawab karena termotivasi cara guru. Pada saat dibentuk kelompok untuk mengerjakan LKSnya. Siswa mengerjakan bersama-sama. Dan diantara siswa terjadi interaksi yang baik. Dari expert : saat diskusi mengamati tumbuhan dan mengisi LKS. 4. Pemicu terjadinya interaksi siswa dengan siswa Siswa dibentuk kelompok belajar untuk mendeskripsikan ciri-ciri morfologi suatu tumbuhan. Tiap kelompok diberikan tumbuhan eceng gondok, dan kangkung dan lembar kerja. Siswa berdiskusi untuk menentukan system akar, jenis daun dan batang serta habitat tumbuhan tersebut. Siswa berdiskusi untuk menentukan jenis-jenis adaptasi setelah diberikan lembar permasalahan. Interaksi ini muncul pada saat guru model membagikan lembar tabel adaptasi morfologi pada tumbuhan, masing-masing siswa mempunyai pendapat yang kemudian mereka diskusikan hingga mencapai kesamaan pendapat. Dari expert : saat guru tahap apersepsi menanyakan tempat hidup beberapa mahluk hidup ( unta, burung, tumbuhan paku). Guru model membagi siswa menjadi beberapa kelompok , tiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa, diberikan LKS yang harus diisi untuk diskusi. 5. Interaksi siswa dengan guru kapan mulai terjadi Interaksi terjadi sejak awal pembelajaran karena guru selalu mengajak siswa untuk mengidentifikasikan tiap kalimat yang disampaikan oleh guru. Interaksi siswa dengan guru terjadi ketika guru membimbing siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok siswa. Kemudian interaksi selanjutnya pada saat guru menyampaikan materi inti. Ketika guru memberikan pertanyaan kepada siswa, saat membahas atau menanggapi dan saat menyampaikan materi. Dari expert : saat guru tahap apersepsi menanyakan tempat hidup beberapa mahluk hidup ( unta, burung, tumbuhan paku). Guru model membagi siswa menjadi beberapa kelompok , tiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa, diberikan LKS yang harus diisi untuk diskusi. 6. Deskripsi pemicu terjadinya interaksi siswa dengan guru Interaksi terjadi lebih banyak apalagi pada saat pengelompokan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok atas tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya untuk didiskusikan dengan kelompok lain. Kemudian guru mengarahkan untuk menemukan jawaban yang sesuai dengan sampel praktek dan permasalahan yang diberikan. Setelah ada LKS siswa semakin aktif diskusi dengan sesama anggota kelompok dan mulai berani bertanya kepada guru model. Pada saat siswa dibimbing guru mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya , terjadi perbedaan pendapat dari masingmasing kelompok. Misalnya : ada yang berbeda pendapat tentang jenis pengakaran dua tanaman, maka guru dan siswa bersama-sama mendiskusikan untuk memperoleh jawaban yang benar. Kemudian pada saat guru menyampaikan materi inti, siswa mengikuti kegiatan belajar
324
mengajar denganpenuh rasa ketertarikan pada materi yang disampaikan . contohnya ketika guru memberikan sebuah pertanyaan, siswa berebut untuk memberikan jawaban. 7. Siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik Taufiq Nur Rahman pada saat guru menyimpulkan hasil diskusi ,identifikasi dan deskripsi tumbuhan, sekitar 5 menit. Rudy Kurniawan, pada saat mendiskusikan jawaban jenisjenis adaptasi di kehidupan sehari-hari, sekitar 5 menit. Siswa nomor 7 yang sepertinya terganggu tetapi tidak berlangsung lama. Siswa nomor 10, nomor tanda pengenalnya selalu dipegang, kakinya naik, siswa nomor 17, terlihat kurang aktif, nomor 23, pendiam. Siswa nomor 2 pada saat pembahasan LKS pertama , 3 menit. Dari expert : siswa nomor 13, 25. Dari 4 anggota yang aktif 2 – 3 orang. 8. Penyebab siswa tidak dapat belajar dengan baik, Karena guru model jaraknya agak jauh dari kelompok siswa tersebut karena guru model mendekati dan mendengarkan jawaban hasil diskusi dari kelompok lain. Siswa tidak fokus dan diajak mengobrol oleh teman sekelompoknya, karena mendiskusikan sendiri jawaban kelompok mereka yang salah. Selalu minta perhatian dimungkinkan karena siswa paling besar dan tinggi. Kemungkinan karena siswa tersebut mengantuk dalam proses belajar mengajar. Dari expert : siswa kurang menguasai materi, masih mencari di buku 9. Upaya guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut. Guru model menanyakan kondisi siswa dan kemudian memberikan pertanyaan sehingga siswa dapat menjadi lebih aktif, mendekati siswa. Guru model langsung menegur siswa yang mengobrol agar memperhatikan hasil diskusi jawaban kelompok lain. Siswa kembali memperhatikan paparan diskusi kelompok lain dan mendengarkan apa yang disimpulkan oleh guru. Dari expert : guru model mendekati siswa, mengarahkan untuk menjawab LKS. 10. Alternative yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang terganggu dalam belajar Guru model harus memperhatikan kegiatan siswa dan memberikan kegiatan dimana siswa dapat berfikir sendiri/ berkelompok dan berdiskusi sehingga siswa tidak mengobrol dan tidak melamun. Memberikan gambar/permasalahan yang menarik sesuai dengan kondisi yang ada/terjadi di lingkungan. Memberikan tes individu sehingga semua siswa berusaha untuk berfikir untuk menjawab pertanyaan dan tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan hal-hal yang tidak penting. Dari expert: diberikan penjelasan yang lebih baik. 11. Usaha guru model dalam mendorong siswa yang tidak aktif belajar supaya aktif belajar Mengikut sertakan seluruh siswa secara aktif dalam PBM sehingga semua siswa merasa tertarik dengan materi yang disampaikan sehingga tujuan belajar dapat tercapai.guru mengasah pola fikir siswa dan motivasi serta ketepatan siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan sihingga siswa berusaha untuk selesai tepat waktu. Dari expert : siswa sering didekati, diberi motivasi, diberikan penjelasan berulang dan lebih fokus. 12. Hal-hal yang unik yang terjadi pada saat pembelajaran Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa banyak memberikan respon-respon yang baik. Meskipun pada saat memberikan jawaban yang ternyata salah, siswa dan guru model kemudian bersama-sama membuktikan untuk mendapat jawaban yang benar. Misal: pada saat guru model memberikan sebuah contoh tanaman apakah termasuk tanaman berongga atau tidak , siswa bersama-sama membuktikan dengan cara memotong batang tanaman tersebut untuk mengetahui jawabannya salah atau benar. Dan juga ternyata siswa lebih tertarik ketika pembelajaranmenggunakan sumber-sumber belajar dari lingkungan dan juga menggunakan LCD. Ada bebrapa kelompok yang salah dalam mendiskusikan hasil diskusinya merasa malu dan mendapatkan jawaban yang benar dan memahami setelah dijelaskan oleh guru. Dari expert ; a. saat siswa/kelompok menyampaikan jawaban diskusi ada kelompok yang berbeda. tetapi tetap mempunyai keberanian mengemukakan artinya tidak takut berbeda, meskipun akhirnya tahu jawaban yang benar. b.contoh media alam /hidup sangat menarik. c.terdapat siswa yang berpura-pura mengemukan hasil diskusi padahal dia tidak aktif dalam diskusi. 13. Pelajaran berharga yang diperoleh Siswa lebih tertarik dan lebih merasa dihargai apabila dalam proses PBM guru tidak mengutamakan metode ceramah,tetapi dapat menggunakan sumber-sumber belajar lain misalnya dari lingkungan dan juga menggunakan teknologi misalnya penggunaan LCD dalam pembelajaran. Pembelajaran menggunakan media membuat siswa lebih aktif belajar dan menarik bagi siswa. Dengan diskusi melatih siswa untuk berani berpendapat. Dari expert : a. contoh tumbuhan hidup menarik siswa untuk diamati/ bahan diskusi
325
b. c. d. e.
contoh-contoh gambar juga cukup menarik pancingan pertanyaan dan memberikan applause menumbuhkan keberanian siswa. diskusi kelompok terdapat kerjasama dan argumentasi menyampaikan hasil diskusi mengakibatkan siswa menjadi termotivasi, berani mengemukakan pendapat f. pertanyaan guru model ada yang berbeda, ternyata kelompok yang berbeda tidak takut berbeda. g. hasil bagi guru model; melatih untuk diamati pengamat, berlatih mendeskripsikan apa yang diamati, belajar memperbaiki pembelajaran. PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan dari para observer, dengan penerapan model pembelajaranlearning cycle, pada ongoing II berorientasi pada lesson study, para siswa sangat termotivasi dalam pembelajaran. Para siswa sangat aktif dalam pembelajaran,terbukti dari masing-masing kelompok sempat berebut untuk lebih dahulu menampilkan hasil diskusinya. Para siswa lebih berani mengutarakan pendapatnya, walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam menjawab pertanyaan dari guru model, para siswa selalu antusias untuk menjawabnya. Dalam hal ini terdapat interaksi yang melibatkan siswa dalam pembelajaran. Dan hal ini membuktikan bahwa dalam pembelajaran ini yang terjadi adalah student oriented dan bukan teacher oriented. Dan dalam pembelajaran ini dengan digunakannya media real berupa tumbuhan asli, siswa sudah terlihat bangkit rasa ingin tahunya dan ketertarikannya terhadap pembelajaran. Pada awal pembelajaran siswa sudah sangat tertarik dengan pembelajaran yang akan terjadi karena guru model membawa media real yaitu beberapa tumbuhan hidup lengkap dengan bagian-bagiannya, atau tumbuhan utuh. Menurut Dave Meier (2005), “ tugas pertama dari setiap program belajar ialah mrmbuat pembelajar tergugah, terbuka, dan siap untuk belajar”. Melalui model pembelajaran learning cycleterdapat interaksi antar siswa baik apalagi pada saat pembentukan kelompok untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan bahan-bahan yang diamati siswa dalam kelompoknya masing-masing. Interaksi siswa dengan guru terjadi dengan baik siswa tidak takut salah dalam menjawab pertanyaan dari guru. Pada saat dibentuk kelompok untuk mengerjakan LKSnya. Siswa mengerjakan bersama-sama. Dalam langkah berikutya setiap siswa dalam kelompoknya masing-masing memiliki cara berpikir yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dapat menimbulkan perdebatan dan analisis dari alasan munculnya gagasan mereka. Para siswa yang semuanya laki – laki terlibat dalam diskusi antar siswa baik dalam kelompoknya masing-masing maupun dalam diskusi kelas. Dengan demikian siswa mendengar dan membandingkan pengetahuannya dengan penjelasan dari siswa lain atau kelompok lain. Terjadi perbaikan pemikirannya atas jawaban-jawaban pemecahan masalah berdasarkan pertimbangannya pada saat diskusi kelas. Dan terjadi saling komunikasi yang mengkomunikasikan pemahamannya pada siswa yang lain. Menurut Abraham, dkk (dalam Zubaidah,dkk : 2013 : 149) melalui model pembelajaran ini juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan sikap siswa terhadap IPA, meningkatkan kemampuan bernalar dan proses sains dan siswa memiliki retensi konsep yang lebih baik. Hal ini dibuktikan pada tahap akhir pembelajaran diberikan evaluasi, dari 27 siswa kelas 9E MTs Negeri Tanah Grogot terdapat hanya satu orang yang memperoleh nilai 60, sedangkan lainnya 18 orang nilai 80, dan 8 orang nilai 100. PENUTUP Kesimpulan Penerapan Learning Cycle dalam pembelajaran adaptasi di kelas 9E MTs Negeri Tanah Grogot pengalaman Lesson study pada kegiatan ongoing II Teqip 2013 adalah: 1. Model pembelajaran learning cycle sangat tepat digunakan pada pembelajaran adaptasi ,dengan ditunjukkan pada keaktifan siswa di kelas. 2. Siswa lebih tertarik dalam pembelajaran apabila menggunakan media real seperti tumbuhan asli. 3. Lesson study dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru 4. Pancingan pertanyaan dan pemberian applause dapat menumbuhkan keberanian siswa lebih aktif dalam pembelajaran.
326
5. Dari hasil evaluasi akhir pembelajaran dari 27 siswa kelas 9E MTs Negeri Tanah Grogot terdapat hanya satu orang yang memperoleh nilai 60,sedangkan lainnya 18 orang nilai 80, dan 8 orang nilai 100. Saran Dalam lesson study agar observer dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya menonjolkan observasinya pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, tapi sebaiknya juga mengamati siswa yang memiliki semangat belajar yang tinggi terhadap pembelajaran itu. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S, 2006, Dasar-dasar Supervisi, Yogyakarta: Rineka Cipta Ibrohim, 2013, Panduan Pelaksanaan Lesson Study, Malang: Universitas Negeri Malang Meier, D, 2005, The Accelerated Learning Handbook, Bandung, MMU Zubaidah, S., Yuliati L., Mahanal, L., 2013, Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA, Malang, Universitas Negeri Malang
MELALUI PENGGUNAAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER DAPAT PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII C DI SMP NEGERI 1 PENAJAM PASER UTARA Minarni Kusmiyati SMPN 1 Penajam Paser Utara SMPN 3 Penajam Paser Utara Abstrak: Berdasarkan hasil tes awal pada mata pelajaran IPA di kelas VIIIC di SMPN 1 Penajam Paser Utara tahun pelajaran 2013/2014 di awal semester ganjil menunjukkan prestasi belajar yang rendah yaitu hanya 42 % yang mencapai nilai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam memahami konsep pada materi IPA, masalah yang menjadi penyebab adalah strategi pembelajaran yang kurang melibatkan siswa. Salah satu upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tangungjawab individual atau menjamin keterlibatan total semua siswa yaitu dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Dengan model tersebut siswa akan lebih aktif dan termotivasi belajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar. Kata Kunci : Motivasi belajar, NHT, Hasil belajar Motivasi belajar salah satu unsur pokok proses belajar mengajar. Motivasi belajar ada 2 macam ,yaitu motivasi yang ada dalam diri siswa dan motivasi yang ada dalam pembelajaran.Ada beberapa prinsip belajar dan motivasi yang disampaikan Hatnalik ( 2002 ), agar mendapatkan perhatian dari pihak perencana pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam mengupayakan pendidik dalam peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar, sehingga didapatkan prestasi yang optimal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012), prestasi artinya hasil yang telah dicapai dan belajar artinya berusaha, berlatih untuk mendapat ilmu.Prestasi belajar berarti hasil yang telah dicapai karena ada usaha atau usaha yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam kurun waktu tertentu. Menurut Gagne yang dikutip oleh Suprihatiningrum (2013) mengatakan bahwa hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes karena hasil belajar berupa ketrampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, ketrampilan, dan nilai dan sikap.
327
Berdasarkan hasil tes awal (prasiklus) Mata Pelajaran IPA di kelas VIII C di SMPN 1 Penajam Paser Utara tahun pelajaran 2013/2014 menunjukkan bahwa prestasi belajar awal semester ganjil yang dicapai siswa ≥ 80 adalah 11 orang siswa dari 27 siswa ( sebesar 42%) dan nilai rata-rata 73,4. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam memahami materi IPA, sehingga prestasi belajarnya rendah dan motivasi siswa terhadap materi yang diajar kurang. Berdasarkan pada kenyataan tersebut intinya bahwa strategi belajar yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa, dan yang lebih penting lagi berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, diperlukan cara pembelajaran yang menarik, efisien, dan efektif yang dapat menyiapkan siswa untuk mampu berpikir logis, kritis, kreatif serta dapat beragumen dengan benar. Sehingga penulis ingin menerapkan strategi pembelajaran “Kooperatif Tipe Numbered Heads Together(NHT) “ sebagai alternatife pemecahan masalah pembelajaran di sekolah kami. Para peneliti dan praktisi telah menemukan bahwa siswa yang difasilitasi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan intelektual, pemikiran kreatif, dan kemampuan dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain, penelitian pendidikan memberikan bukti yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa menurut Johnson & Johnson (1991) dalam Zubaidah,dkk. (2013). METODE Jenis penelitian kuanlitatif, dengan rancangan penelitian PTK yang terdiri dari 2 siklus. Menurut Kemmis dan Taggard (1988) dalam Dasna (2013) setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: merencanakan tindakan (planning ), melakukan tindakan (acting), mengamati tindakan ( observing ), dan melakukan refleksi ( reflecting ). Bila siklus I belum mencapai indikator yang ditargetkan maka dilanjutkan dengan siklus II yaitu perbaikan rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara Alamat: Jl Raya Penajam No. 12 A Penajam Paser Utara. Subyek penelitian adalah siswaKelas VIII C. jumlah siswa 27 Orang, terdiri dari 17 orang siswa perempuan dan 10 orang siswa laki-laki. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 Juli 2013 sampai tanggal 5 Oktober 2013. Pengumpulan Data: a. Observasi terhadap siswa dilakukan sebelum tindakan dan selama penerapan Strategi Numbered Heads Together. Data yang diperoleh berupa kondisi siswa sebelum tindakan. Observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran guru dalam menerapkan strategi pembelajaran Numbered Heads Together. b. Data yang diperoleh dari catatan lapangan berupa kegiatan yang tidak tercantum dalam lembar observasi kerja ilmiah dan lembar observasi keterlaksanaan guru. Data yang diambil tentang nama dan jumlah siswa yang tidak hadir, situasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung, kerjasama siswa dalam pembelajaran, dan nama siswa yang ramai atau pasif. c. Data yang diperoleh dari tes akhir siklus berupa skor tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yang dilihat dari tingkat ketuntasan (KKM). Penelitian ini menggunakan teknik analisis ketuntasan belajar. Adapun ketuntasan belajar berkaitan dengan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 80. Jika siswa memperoleh nilai ≥80 maka siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar dan siswa yang memperoleh nilai < 80 belum tuntas belajar. Analisis data ini dapat dilakukan setiap kali siklus pembelajaran berakhir. HASIL Pada siklus I ini rencana tindakan dilakukan selama 3 x pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit setiap pertemuan. Pada siklus 1 ini yang dibahas kompetensi dasar 1.3. Mendiskripsikan sistem gerak pada manusia hubungannya dengan kesehatan. Penilaian kinerja ini diawali dengan membuat kesepakatan tentang tata tertib siswa dalam belajar IPA:1. Memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih tempat duduk dan anggota kelompok sudah ditentukan oleh guru. 2. Memberikan kebebasan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti baik secara individu maupun kelompok. 3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlomba memperoleh hasil yang terbaik.
328
Langkah awal ini terbukti memberikan dampak positif siswa terhadap pembelajaran IPA, siswa menjawab LKS dengan menemukan sendiri jawaban dengan bantuan media yang disiapkan oleh guru, tanpa membuka buku paket atau buku penunjang lainya.Beberapa hal yang dicatat pada pertemuan ini adalah: a. Waktu yang digunakan siswa belum maksimal. b. Kurang telitinya siswa dalam menulis jawaban sesuai dengan media yang tersedia. Berikut ini data aktivitas kinerja siswa selama diskusi untuk menyelesaikan LKS dan pembahasan LKS, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penilaian Kinerja Siswa dalam Diskusi Kelompok Nilai RataNo Kegiatan yang dinilai rata 1. Keaktifan kelompok 68,3 selama diskusi 2. Kerja sama antar anggota dalam 68,3 kelompok 3. Ketepatan waktu dalam mengerjakan 78,6 LKS 4. Nilai hasil kerja pada 75,6 LKS Nilai rata-rata 70,2 Tabel 2 Hasil Ulangan Siklus 1 Nilai Jumlah Siswa Rata-Rata 90 – 100 10 80 – 89 6 70 – 79 7 60 – 69 2 80,7 50 - 59 1 40 - 49 1 Jumlah 27 Berdasarkan hasil ulangan harian yang telah dilaksanakan, siswa yang memperoleh nilai ≥ 80 ada 16 siswa dari 27 siswa atau 60 % dan nilai rata-ratanya 80,7. Hal ini telah ada peningkatan sebesar 18 % siswa yang memperoleh nilai ≥ 80 dan nilai rata-rata juga ada peningkatan sebesar 7,3 dari pada pertemuan sebelum dilaksanakanpenelitian tindakan.Walaupun kenaikan belum maksimal, beberapa siswa menunjukkan hasil belajar yang sempurna, namaun masih ada siswa yang hasil belajarnya rendah (45 ). Walaupun pada Siklus I ini baik proses maupun hasil yang cukup baik, tetapi beberapa catatan penyempurnaan masih perlu dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Pada saat diskusi kelompok tempat duduk siswa diatur berdekatan untuk memudahkan komunikasi antar siswa, dan menghadap kearah papan tulis supaya guru mudah untuk mengontrol siswa yang tidak aktif. 2. Tata tertib belajar perlu dilakukan penyempurnaan antara lain: a. Ketelitian siswa dalam penulisan jawaban. b. Kelengkapan jawaban 3. Pada saat pembahasan LKS, guru sebaiknya menuliskan nomor-nomor soal yang akan diisi jawabannya oleh siswa sehingga siswa yang lain yang bernomor sama akan mudah memberi tanggapan. Pada siklus II ini rencana tindakan dilakukan selama 3 x pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit setiap pertemuan. Pada siklus II ini yang dibahas kompetensi dasar 1.4. Mendiskripsikan Sistem pencernaan pada manusia hubungannya dengan kesehatan.
329
Dalam melaksanakan strategi pembelajaran siklus II sama seperti pada siklus I tapi ada sedikit penyempuraan,yaitu : 1. Posisi tempat duduk siswa harus berdekatan(awalnya berhadapan diubah membentuk leter L)dan menghadap kea rah papan tulis. 2. Pada saat pembahasan LKS, guru sebaiknya menuliskan nomor-nomor soalyang akan diisi jawabannya oleh siswa sehingga siswa yang lain yang bernomor sama akan mudah memberi tanggapan.
Tabel 3. Penilaian Kinerja Siswa dalam Diskusi Kelompok Nilai No Kegiatan yang dinilai Ratarata 1. Keaktifan kelompok 91,7 selama diskusi 2. Kerja sama antar anggota dalam 90 kelompok 3. Ketepatan waktu dalam 80,4 mengerjakan LKS 4. Nilai hasil kerja pada 80 LKS Nilai rata-rata 85,5 Tabel 4 Hasil Ulangan Siklus 2 Nilai Jumlah Rata-Rata Siswa 90 – 100 5 80 – 89 13 70 – 79 76,7 60 – 69 4 50 – 59 3 40 – 49 1 Jumlah 26 (Absen1) Berdasarkan hasil ulangan yang telah dilaksanakan, siswa yang memperoleh nilai ≥ 80 ada 18 siswa dari 26 siswa (1 siswa tidak hadir ) atau 69,3 % dan rata-rata 76,7. Hal ini telah ada peningkatan sebesar 9,3 % siswa yang memperoleh nilai ≥ 80 dan nilai rata-rata mengalami penurunan sebesar 4,0 ini disebabkan tidak ada tenggang waktu antara pertemuan ke 3 dengan ulangan( 1 x pertemuan), karena pertemuan berikutnya ulangan Mid Semester. PEMBAHASAN Berdasarkan data-data yang ada pada siklus I dan siklus II dapat dirangkum untuk mengetahui meningkat/tidaknya nilai kinerja selama diskusi kelompok . Tabel 5. Penilaian Kinerja Siswa dalam Diskusi Kelompok Kegiatan yang No S.I S.2 dinilai 1. Keaktifan kelompok 68, 91,7 selama diskusi 3 2. Kerja sama antar 68, anggota dalam 90 3 kelompok 3. Ketepatanwaktu 78, 80,4
330
4.
dalam mengerjakan LKS Nilai hasil kerja pada LKS Nilai rata-rata
6 75, 6 70, 2
80 85,5
Dari data di atas nilai kinerja siswa dalam diskusi kelompok mengalami peningkatan sebesar 15,3. Berdasarkan data-data yang ada pada prasiklus, siklus I dan siklus II dapat dirangkum untuk mengetahui meningkat/tidaknya hasil belajar siswa. Tabel 6. Rekap Hasil Ulangan Siklus I dan II Nilai Siklus I Siklus II 90 – 100 10 5 80 – 89 6 13 70 – 79 7 60 – 69 2 4 50 – 59 1 3 40 - 49 1 1 Rata-Rata 80,7 76,7 Jumlah 27 26 (Tidak siswa hadir 1) Tabel 7. Prosentase Siswa yang mencapai KKM No Kegiatan Nilai≥80 Ratarata 1. Prasiklus 42 % 73,4 2. Siklus I 60 % 80,7 3. Siklus II 69,3 % 76,7 Berdasarkan data di atas nilai siswa ≥ 80 (KKM=80) atau yang tercapai belajarnya pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 18 %% dan nilai rata-rata kelas sebesar 7,4. Pada siklus II siswa yang tercapai belajar mengalami peningkatan sebesar 9,3 % dan nilai rata-rata kelas mengalami penurunan sebesar 4,0. Hal ini disebabkan karena tenggang waktu antara pertemuan ke 3 dengan ulangan harian tidak ada ( diadakan dalam 1 pertemuan ) dikarenakan pertemuan berikutnya ulangan mid semester. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan Model Numbered Heads Together dapat Peningkatkan Hasil Belajar IPA kelas VIII C di SMP N 1 Penajam Paser Utara. 2. Penggunaan Model Numbered Heads Together dapat Peningkatan Nilai Kinerja siswa pada saat diskusi kelompok. Berdasarkan hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini disarankan bagi guru yang mengajar IPA sebagai berikut: 1. Agar siswa memiliki kinerja yang optimal untuk belajar IPA, guru hendaknya menggunakan Model Numbered Heads Together (NHT) 2. Agar hasil belajar siswa tercapai dari nilai KKM, guru IPA hendaknya menggunakan Model Numbered Heads Together (NHT). Penyusunan Jurnal ini dapat terselesaikan, karena senantiasa mendapat bimbingan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu patutlah kiranya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak dan Ibu guru SMPN 1 PPU beserta semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penyusunan Jurnal ini baik moril, spiritual maupun material hingga terselesaikannya penulisan Jurnal ini.
331
DAFTAR RUJUKAN Dasna,I.W.2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: Universitas Negeri Malang. Hatnalik, O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. PrayitnoHadi Podo,S.,dkk.2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix. Suprihatiningrum, J. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi. Jakarta: Ar-Ruzz Media. Zubaidah,S., Yuliat,L., Mahanal,S.2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Universitas Negeri Malang.
PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DAPAT MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP KONSEP IPA DI SMP Fransiskus Ndejeng SMP Negeri 2 Mbeliling Abstrak: Pemanfaatan Media Pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep IPA di SMP. Media pembelajaran dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran siswa di kelas. Siswa lebih berperansecara aktif baik secara koginitif, psikomotor maupun afektif. Hal ini terlihat dari kerja sama, tekun, berpikir aktif, berkreaktif, berinovasi, mengemukakanpendapat waktu presentasi kelompok atau tampil di papan tulis untuk menulis sendiri. Wajah ceria dan berseri-seri menerima pembelajaran dengan perasaan senang. Tidak hidup dibawah tekanan guru ataupun sesama siswa. Pemanfaatan Media Pembelajaran pada umumnya dan Media Pembelajaran IPA khususnya sangat penting untuk mengefektifkan proses pembelajaran di kelas. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti multimedia menjadi tuntutan bagi para guru untuk mengembangkan proses pembelajaran yang bermutu dan bermakna. Tetapi,tanpa memanfaatkan media pembelajaran yang tepat, efektif, bermutu dan bermakna tidak dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran di kelas. Hal ini didukung oleh suatu fakta bahwa, apabila guru tidak memanfaatkan media dalam pembelajaran sulit bagi siswa untuk menerima pembelajaran secara baik dan tidak bisa memahami tujuan pembelajaran guru di kelas. Pada gilirannya, siswa tidak dapat menerima pembelajaran secara efektif dan menyenangkan karena tidak memahami tentang konsep pembelajaran guru. Misalnya pembelajaran tentang Sistem Ekskresi Manusia, tanpa memanfaatkan Bagan, Puzzle; tanpa Memanfaatkan Torso untuk pembelajaran tentang Bagianbagian Tubuh Manusia; tanpa Memanfaatkan dan menyusun Puzzle Model Sel untuk memahami Sel makhluk hidup; Tanpa memanfaatkan Model sel Saraf Manusia; maka sulit bagi siswa untuk mencerna dan menerima pembelajaran guru di kelas. Namun, pembelajaran IPA memanfaatkan media secara baik dan efektif bagi siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep pembelajaran IPA di SMP. Menyadari tentang pemanfaatan media pembelajaran tersebut, penulis tergugah untuk mengangkat judul tulisan; “ Pemanfaatan Media Pembelajaran dapat meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap konsep IPA di SMP”. Oleh sebab itu, penulis mengangkat fungsi media pembelajaran sangat penting, bagi siswa dalam pembelajaran. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rose, Colin dan Malcom J. Nicholl menyimpulkan bahwa rata-rata manusia mengingat adalah 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita baca, 40% dari apa yang kita lihat prosesnya, 50% dari apa yang kita katakan, 60% dari apa yang kita kerjakan. 90% dari apa yang kita lihat, dengar, katakan dan kerjakan.
332
Dasar pertimbangan pemilihan media pembelajaran yaitu dengan kesesuaian dengan tujuan instruksional, karakteristik siswa, sumber daya manusia, sarana dan prasarana lingkungan sekolah (laboratorium), keselamatan kerja. Dalam memilih media dipertimbangkan apakah cocok tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Misalnya bila tujuan pembelajaran adalah “ Siswa dapat menjelaskan pengaruh gerak rotasi Bumi terjadi siang dan malam”, maka media yang digunakan sebaiknya sebuah globe sebagai Bumi disorot dengan lampu senter sebagai Matahari. Globe diputar pada porosnya sementara lampu dinyalakan dan diarahkan ke globe tersebut. Bagian globe yang terkena cahaya lampu dikatakan mengalami siang dan bagian yang tidak terkena sinar menjadi malam(Sutarman dan Endang, 2013). Pemilihan media ditentukan pula karakteristik siswa. Misalnya, untuk siswa-siswa pedesaan dan siswa perkotaan berbeda latar belakang kehidupannya, maka dalam pemilihan media dimungkinkan untuk berbeda. Misalnya perubahan energi cahaya menjadi listrik. Bagi anak kota telah mengetahui banyak rumah-rumah yang telah memasang pemanas air tenaga surya. Sehingga bila menggunakan media berupa foto atau gambar pemanas tenaga surya mereka mengenalnya, tetapi hal semacam ini asing bagi anak pedesaan. Sehingga foto pemanas air tenaga surya dipakai sebagai media kurang tepat bagi siswa pedesaan. Pemilihan media ditentukan pula oleh sumber daya manusia ( guru). Menurut Ely (1982) dalam Sadiman (2007) pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Selanjutnya dikatakan bahwa meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktorfaktor lain seperti belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu mengajar, sumber serta prosedur penilaiannya juga perlu dipertimbangkan. Dalam hubungan ini Dick dan Carey, seperti yang dilansir oleh Sutarman dan Endang (2013), menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media. 1. Ketersediaan alat, bila di sekolah tidak ada, maka guru perlu membuatnya dengan menggunakan bahan sederhana, murah dan mudah dibuat. 2. Perlu ada dana dan tenaga bila akan membuat sendiri. 3. Keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media untuk jangka waktu lama 4. Keselamatan kerja bila media itu digunakan siswa. Menurut Sadiman(2007) proses belajar mengajar adalah proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan.Dengan demikian, proses komunikasi mengandung beberapa komponen yaitu pesan, sumber pesan, media dan penerima pesan.Pesan atau informasi yang dikomunikasikan merupakan bahan ajar atau materi yang ada dalam kurikulum sekolah. Sebagai sumber pesan adalah guru, siswa, orang lain atau penulis buku dan pembuat media. Pesan yang berisi materi ajar oleh sumber pesan guru atau sumber lain dinyatakan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik secara lisan atau tertulis ( verbal) maupun secara nonverbal atau dalam bentuk visual.Proses menyatakan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi disebut encoding. Selanjutnya penerima pesan siswa menafsirkan simbol-simbol komunikasi sehingga mereka memperoleh pesan. Proses penafsiran simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan disebut decoding. Dalam proses komunikasi ada yang gagal dan ada yang berhasil. Proses komunikasi gagal terjadi jika siswa atau penerima pesan tidak dapat menafsirkan simbol-simbol komunikasi dengan benar. Siswa tidak paham dengan apa yang dibaca, didengar dan diamati.Dengan memanfaatkan Media pembelajaran yang cocok bisa mengefektifkan proses pembelajaran yang berlangsung dikelas. Misalnya; Siswa Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Dalam LKS yang disusun guru, menetapkan tujuan menemukan sifat pemantulan cahaya pada cermin datar. Menggunakan alat berupa cermin datar, sumber cahaya laser, busur derajat dan kertas (Sutarman dan Endang, 2013). Demikian juga untuk penggunaan media cermin bersudut. Dengan tujuan siswa menganalisis pembentukan bayangan benda oleh dua cermin membentuk sudut, dan menemukan hubungan antara banyaknya bayangan terhadap sudut antar cermin datar.Beberapa pandangan teori yang mendukung penyusunan dan pemanfaatan media pembelajaran IPA umumnya dan pada tingkat SMP khususnya.
333
A. Kontinum Kongkrit-Abstrak Psikolog Jerome Bruner, dalam pengembangan teori belajarna mengemukakan bahwa pembelajaran seharusnya dimulai dari pengalaman langsun g (enactive) menuju representasi ikonik. Seperti penggunaan gambar dan film. Dan baru kemudiaan menuju representasi simbolik. Seperti penggunaan kata-kata atau persamaan-persamaan matematis. Bruner lebih jauh menyatakan bahwa urutan bagaimana siswa menerima materi pembelajaran memiliki pengaruh langsung pada pencapaian tujuan pembelajaran dan atau ketuntasan belajar siswa. Ini berlaku bagi semua yang ingin belajar bukan hanya pada siswa-siswa saja. Pembelajaran akan lebih mudah bila mengikuti suatu urutan dari pengalaman kongkrit menuju representasi ikonik kemudian menuju representasi abstrak(Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Lebih lanjut, pada tahun 1964, Edgar Dale mengembangkan “kerucut pengalaman”. Kerucut pengalaman itu dimulai dari pembelajar sebagai partisipan dalam pengalamabelajaran sesungguhnya, menuju pembelajar sebagai pengamat atas suatu kejadian tak langsung, melalui beberapa medium. Dan akhirnya pembelajar itu mengamati simbol-simbol yang mewakili kejadian itu (Nur, 2000). Dale menyatakan bahwa pembelajar data mengambil manfaat dari kegiatan yang lebih abstrak, asalkan mereka telahmembangun sejumlah pengalaman lebih konkrit untuk memaknai penyajian realitas yang lebih abstrak tersebut. Pandangan Behavioris Pada pertengahan dekade 1950-an fokus pembelajaran ditujukan pada respon pembelajar terhadap stimulus atau ransangan. Pelopor gerakan ini adalah B.F. skiner, pakar psikologi Harvard University. Skiner adalah pendukung behaviorisme, namun dengan suatu perbedaan penting : ia tertarik pada perilaku yang atas kemauan sendiri, seperti belajar keterampilan baru, daripada perilaku reflektif seperti yang ditunjukkan oleh percobaan “anjing yang mengeluarkan air liur“ Pavlov. Skiner mendasarkan teori belajarnya, yang terkenal sebagai reinforcement theory. Sebagai hasilnya adalah munculnya pembelajaran berprogram, suatu teknik yang memadu pembelajar melalui rangkaian langkah-langkah pengajaran untuk mencapai suatu tingkat kinerja yang dikehendaki. Behavioris merumuskan tujuan perilaku ( kinerja), kemudian membatasi pengajaran pada apa yang perlu untuk menuntaskan tujuan itu. Pada saat mengembangkan pengajaran berprogram, materi yang tidak langsun g berhubungan dengan tujuan disisihkan. Rancangan pengajaran dan media benar-benar terstruktur. Pendekatan ini terbukti berhasil dalam pengajaran untuk keterampilan dan pengetahuan dasar (Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Pandangan Kontruktivis Konstruktivis berkembang melampaui keyakinan-keyakinan kognitivis. Konstruktivis memandang Keterlibatan siswa dalam pengalaman-pengalaman bermakna merupakan inti suatu pembelajaran. Akhirnya suatu pembelajaran bergeser dari sekedar transfer informasi ke aktivitas pemecahan masalah.Para konsrruktivis berpendapat bahwa siswa meletakkan pengalaman baru di dalam pengalaman-pengalaman belajar merekam sendiri, dan tujuan pengajaran bukan mengajarkan informasi tetapi menciptkan situasi sehingga siswa data menafsirkan informasi untuk pemahaman diri mereka sendiri. Peran pengajaran bukan untuk menjejalkan fakta-fakta, tetapi memperlengkapi siswa dengan cara-cara mengemas pengetahuan. Konruktivis yakin bahwa pembelajaranpaling efektif terjadi apabila siswa terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks bermakna. Oleh karena itu, ukuran pengajaran , termasuk media yang digunakan didasarkan pada kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan untuk memfasilitasi berpikir dalam kehidupan nyata. Teori Pemrosesan Informasi Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dari otak. Menurut Slavin dalam Nur (2000), ada tiga struktur memori manusia, register penginderaan, memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Informasi yang akan diingat pertama-tama harus sampai pada indera seseorang
334
kemudian diterima dan ditransfer dari register penginderaan ke memori jangka pendek, selanjutnya diproses lagi untuk ditransfer ke memori jangka panjang.
B. Media Pembelajaran IPA Suatu medium ( jamak : media) adalah perantara/pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam kaitan dengan pengajaran-pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirimke penerima pesan sehingga data merangsang pikiran, perasaan,perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi proses pembelajaran. Contohcontohnya termasuk video, televisi, komputer, diagram, bahan-bahan tewrcetak, dan guru.Itu semua dapat dipandang media jika medium itu membawa pesan yang berisi tujuan pembelajaran. (Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Sains, Media Pembelajaran;2004 : 15 ). Dalam kaitannya dengan model sistem pengembangan pengajaran, interaksi guru dan siswa dengan menggunakan media dan sumber-sumber belajar siswa, yang pada hakekatnya juga merupakan media.Kegunaan Media pembelajaran dalam Kegiatan Belajar Mengajar, secara umum media pendidikan m sebagai berikut. a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik, dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka. b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu daya indera, seperti misalnya : 1) Objek yang terlalu besar data digantikan dengan realita, gambar, film, bingkai, film atau model; 2) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro,film bingkai, film atau gambar; 3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat data dibantu dengan timelapse atau highspeed photography; 4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewatrekaman film, video, film bingkai,foto maupun secara verbal; 5) Objek yang terlalu kompleks ( misalnya mesin-mesin) data disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan 6) Konsep yang terlalu luas ( gunung berapi, gempa bumi,iklim dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai danlain-lain. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: 1) Menimbulkan kegairahan belajar, Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa denganlingkungan dan kenyataan, 2) Memungkinkan sisiwa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. c. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditmbah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum materi pendidikan dan pembelajaran ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan mengalami banyak kesulitan, bila semuanya diatasi sendiri.Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berebda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dalam kemampuan: 1) Memberikanperangsang yang sama, 2) Mempersamakan pengalaman, 3) Menimbulkan persepsi yang sama(Depdiknas, 2004). Jenis-Jenis Media Pembelajaran Menurut Rustaman (2003), media pembelajaran berdasarkan jenisnya data dikelompokkan sebagai berikut: a. Media asli hidup, seperti akuarium dengan ikan dan tumbuhannya, terrarium dengan hewan darat dan tumbuhannya, kebun binatang dengan semua hewan yang ada, kebun percobaan, insektarium ( berupa kotak kaca yang berisi semut, anai-anai, serangga, dan lain-lain). b. Media asli mati, misalnya herbarium, taksidermi, awetan dalambotol, bioplastik dan diorama (pameran hewan dan tumbuhan yang telah dikeringkan dan disusun seperti keadaan aslinya) c. Media asli benda tak hidup; contoh berbagai batuan mineral, kereta api, pesawat terbang, mobil, gedung dan papan tempel
335
d. Media asli tiruan atau model, contoh model irisan bagian dalam bumi, model penampang melintang batang dikotil,penampang daun, model torso tubuh manusia yang data dilepas dan dipasang kembali, model globe, model atom, model DNA dan lain-lain. e. Media grafis, misalnya : Bagan, Diagram, Grafik, Poster, Plakat, Gambar, Foto, Lukisan. f. Media dengar, misalnya : program radio,program mp3, tape recorder, piringan hitam, cd, kaset. g. Media pandang dengar, misalnya cd, televisi, slide bersuara, program xingmpeg. h. Media proyeksi, terdiri dari proyeksi diam (still proyection) misalnya: slide, transparansi; proyeksi gerak(movie proyection) misalnya : film atau gambar gerak ukuran film 8 mm, dan 36 mm). i. Media cetak, misalnya: buku cetak, koran, majalah, komik(Depdiknas, 2004). PEMBAHASAN Penulis mengemukakan beberapa manfaat media pembelajaran dalam Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah umumnya dan pembelajaran IPA khususnya sebagai berikut : Pemanfaatan Media Pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran konsep IPA pada umumnya dan pembelajaran IPA di SMP pada khususnya. Ketika guru membelajarkan siswa dengan menggunakan media pembelajaran di kelas sangat efektif . Jika tidak memanfaatkan media pembelajaran. Situasi kelas jadi monoton, suasana siswa tidak bergairah, banyak siswa pasif, tidak aktif, tidak kreatif, tidak inoatif. Tidak berminat menerima pembelajaran. Acuh tak acuh. Karena tidak dilibatkan dalam pembelajaran. Namun,ternyata, apabila guru memanfaatkan media dari produk sekolah, melalui kerja sama siswa dan guru, maka pembelajaran lebih efektif, dapat merangsang kognitif, psikhomotor dan afektif siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Siswa lebih aktif, kreatif dan inoatif; bisa bekerja sama, gotong royong menyelesaikan pekerjaan, bebas mengemukakan pendapat dan pikiran tanpa tekanan. Siswa bisa menarik kesimpulan sendiri dari apa yang menjadi fakta dengan apa yang menjadi konsep di dalam pembelajaran yang berlangsung dikelas. Sehingga proses pembelajaran dengan siswa sebagai pusat pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep IPA yang dibelajarkan. Hal ini didukung oleh konsep para ahli yang mengujicoba di lapangan pembelajaran, seperti Jerome Bruner dalam Kontinuum Kongkrit-Abstrak (Depdiknas,2004), mengemukakan bahwa pengajaran seharusnya dimulai dari pengalaman langsung ( inactive ) menuju representasi ikonik ( seperti penggunaan gambar dan film )dan baru kemudian menuju representasi simbolik ( seperti penggunaan kata-kata atau persamaan-persamaan matematis ). Dengan demikian, menurut Bruner menyatakan bahwa urutan bagaimana siswa menerima materi pembelajaran memiliki pengaruh langsung pada pencapaian ketuntasan belajar seperti termuat di dalam KKM mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran dipermudah dariurutan pengalaman kongkrit menuju representasi ikonik kemudian menuju representasi abstrak. Pendapat senada didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh B.F. Skiner (1950-an), terkenal dengan teori belajar reinforcement theory, dengan munculnya pembelajaran terprogram, suatu teknik yang memandu pembelajarmelalui rangkaian langfkah-langkah pengajaran untuk mencapai suatu tingkat kinerja yang dikehendaki.Rancangan pembelajaran dan media benar-benar terstruktur sesuai tujuan yang ingin dicapai di dalam pembelajaran yang telah ditetapkan guru sebelumnya. Kemudian diperkuat oleh pendapat John Dewey dan Gagne, melalui pandangan Kontruktivis, bahwa siswa meletakkan pengalaman baru di dalam pengalaman-pengalaman belajar mereka sendiri, dan tujuan pengajaran bukan mengajarkan informasi tetapi menciptkan situasi sehingga siswa dapat menafsirkan informasi untuk pemahaman diri mereka sendiri.Peran pengajaran bukan menjejalkan fakta-fakta, tetapi melengkapi siswa dengan cara-cara mengemas pengetahuan. Siswa akan efektif dalampembelajaran apabila terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks bermakna. Oleh karena itu, ukuran pembelajaran ,dengan memanfaatkan media didasarkan pada kemampuan siswa untuk menggunakan pengetahuan gunamemfasilitasi berpikir dalam kehidupan nyata (Depdiknas, 2004) KESIMPULAN DAN SARAN
336
A. Kesimpulan Dari pembahasan tentang Pemanfaatan Media Pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep IPA di SMP, penulis menarik kesimpulan, bahwa pemanfaatan MediaPembelajaran dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran siswa di kelas. Siswa lebih berperansecara aktif baik secara koginitif, psikomotor maupun afektif. Hal ini terlihat dari kerja sama, tekun, berpikir aktif, berkreaktif, berinovasi, mengemukakanpendapat waktu presentasi kelompok atau tampil di papan tulis untuk menulis sendiri. Wajah ceria dan berseri-seri menerima pembelajaran dengan perasaan senang. Tidak hidup dibawah tekanan guru ataupun sesama siswa. B. Saran Dari kesimpulan yang dikemukakan penulis di atas, menyarankan,agar semua guru dapatmemilih dan memanfaatkan media yang sesuai dengan sifat materi pembelajaran di kelas sesuai tujuan yang telah ditetapkan di dalam RPP, agar kinerja siswa semakin baik,efektif, dapat memahami konsep pembelajaran umumnya dan konsep pembelajaran IPA di SMP khususnya. Dengan demikian harapan mutu pendidikan dan mutu pembelajaran dari hari kehari semakin meningkat. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas,Dirjen Dikdasmen. 2004. SAINS – SN 40, Kaitan Teori Belajar Dengan Media Pembelajaran: 7-10. Cetakan Pertama, Jakarta. Depdiknas, Dirjen Dikdasmen. 2004. SAINS- SN 40 , Media Pembelajaran: 15-17.Cetakan Pertama, Jakarta. Gagne, R.M. 1970 The Condition of Learning 2nd. New York : Hoit, Rinehart & Winstone Sutarman dan Endang. 2013. Media pembelajaran Sains SMP.Cet.I,- Malang : Pn Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT BERBANTUAN MEDIA ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 02 KEMBAYAN Hielaria Aprila Abstrak: Penelitian ini betujuan meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament berbantuan media ular tangga yang mampu menumbuhkan kemauan belajar dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Penelitian dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 02 Kembayan.Penelitian tindakan kelas ini dilakukan sebanyak dua. Peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari nilai laporan praktikum berupa gambar hasil pengamatan, nilai tugas yang diselesaikan pada LKS, nilai postest yang diambil pada setiap akhir siklus, dan nilai ulangan harian. Untuk nilai tugas, siswa yang mendapat nilai ≥ 80 mengalami peningkatan dari 61,11% menjadi 97,22%. Peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai postest pada rentang nilai 75 – 100 sebesar 25,7%, dari 27,70% menjadi 52,77%. Terjadi peningkatan jumlah Great Team dari siklus I ke siklus II sebesar 16,7% dari 33,3% menjadi 50%. Siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian ≥ 75 sebanyak 86,11% yang termasuk dalam kategori tinggi karena lebih dari standar indicator yang ditetapkan oleh peneliti. Kata Kunci: Team Games Tournament, media ular tangga
PENDAHULUAN Penelitian ini berawal dari suasana pembelajaran sebelumnya di mana siswa tampak kurang berminat, kurang bergairah dan cenderung tidak aktif. Hal ini ditunjukkan oleh sikap yang kurang antusias ketika pelajaran akan berlangsung, rendahnya respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru serta pemusatan perhatian yang kurang, ada beberapa siswa yang asik berbicara dengan teman semejanya, terdapat siswa yang bermalas-malasan (tiarap lemas
337
di atas meja dengan posisi duduk kurang benar) sehingga untuk menjawab pertanyaan siswa harus ditunjuk dan tidak bersemangat melakukan presentasi ke depan kelas. Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa siswa, kurang berminatnya siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA disebabkan karena siswa tidak dilibatkan secara aktif dan kurang diberi tanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran. Minat siswa dalam belajar IPA perlu ditingkatkan karena merupakan salah satu faktor utama penentu keberhasilan proses belajarmengajar, bahkan minat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa (Arahim, 2006). Merujuk pada Wittrock, Arahim (2006) menyatakan bahwa kurangnya minat siswa dalam kegiatan belajar IPA akan menyebabkan kondisi proses belajar-mengajar menjadi tidak kondusif siswa memahami materi pelajaran. Siswa akan memahami pelajaran bila siswa aktif sendiri membentuk atau menghasilkan pengertian dari hal–hal yang diinderanya sendiri. Untuk mengatasi kurangnya minat siswa dalam belajar IPA diperlukan usaha peningkatan minat melalui tindakan kelas (Classroom action) dengan menambah variasi metode pembelajaran yang menarik, melibatkan siswa, dan memberikan tanggung jawab siswa. Salah satu pembelajaran yang dapat digunakan adalah team game tournament (TGT). Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model pembelajaran TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Menurut Slavin, TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition). Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif itu menyenangkan. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik yang dalam hal ini menggunakan media ular tangga dan siswa sebagai pionnya. Media ular tangga ini memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran karena siswa yang akan menjadi “pion” dalam permainan ini. Siswa tersebut harus menguasai materi pelajaran yang diberikan agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan pada kartu-kartu soal yang bernomor sesuai dengan kotak-kotak pada media ular tangga. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbantuan Media Ular Tangga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri 02 Kembayan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan media ular tangga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas VIII SMP Negeri 02 Kembayan. METODE Penelitian dilaksanakan pada topik Organ Penyusun Tumbuhan. Penelitan dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan rincian sebagai berikut. SIKLUS I 1. Tahap Perencanaan a. Menyiapkan media “Ular Tangga” beserta LKS yang akan digunakan dalam pembelajaran. b. Menyusun RPP tentang struktur, fungsi jaringan dan organ tumbuhan yang akan digunakan ketika proses pembelajaran berlangsung.
338
2. Tindakan Tindakan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun. Pada tahap ini guru mengajarkan materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan dengan menggunakan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)/Pertandingan kelompok bermain pada akhir siklus I. Pelaksana tindakan adalah guru IPA SMP N 02 Kembayan yaitu Hielaria Aprila 3. Observasi Kegiatan observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Penilaian minat siswa dalam pembelajaran Biologi dengan menggunakan lembar angket dan observasi sikap siswa selama proses pembelajaran. 4. Refleksi Data yang diperoleh dari hasil observasi selanjutnya didiskusikan antara peneliti dan guru untuk mengetahui: a. Apakah tindakan telah dilaksanakan sesuai harapan. b. Macam kendala yang dihadapi guru dan siswa selama proses pembelajaran. c. Minat belajar Biologi yang telah dicapai oleh siswa. Setelah itu hasil refleksi siklus I digunakan untuk memperbaiki kinerja dan menentukan langkah pada siklus II atau siklus selanjutnya. SIKLUS II Langkah-langkah pada siklus ini pada dasarnya sama dengan langkah-langkah pada siklus I, karena seluruh kegiatan direncanakan berdasarkan hasil refleksi dari siklus I. 1. Perencanaan Persiapan dilakukan oleh peneliti dan guru dengan mempertimbangkan hasil refleksi dari siklus I pada siklus II diajarkan submateri struktur dan fungsi organ tumbuhan. 2. Tindakan Pada tahap ini guru mengajarkan submateri struktur dan fungsi organ tumbuhan dengan menggunakan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)/Pertandingan kelompok bermain dengan beberapa revisi yang diperlukan dalam rangka perbaikan dari siklus sebelumnya. 3. Observasi Pada setiap kegiatan siswa, selalu dilakukan kegiatan pengamatan terhada siswa menggunakan lembar observasi. 4. Refleksi Refleksi pada tahap ini meliputi: a. Mengumpulkan dan menganalisis semua hasil observasi dari tiap langkah proses pembelajaran yang telah berlangsung pada siklus II. b. Merefleksi hasil observasi peneliti, guru dan observer. c. Membandingkan dengan refleksi siklus 1 untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP N 02 Kembayan pada materi Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai laporan praktikum berupa gambar hasil pengamatan, nilai tugas yang diselesaikan pada LKS, nilai postest yang diambil pada setiap akhir siklus, dan nilai ulangan harian. Hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase siswa yang pencapaian hasil belajar dengan kriteria minimal dari Siklus I dan II Aspek yang dinilai Kriteria penilaian Siklus I Siklus II Gambar Praktikum 94,4 Meraih skor 80 LKS 61,11 97,22 Meraih skor 80 Postest 27,70 52,77 Meraih skor 75 Kategori Tim Great Tem 33,3 50 Ulangan Harian 86,11% Meraih skor 75
339
Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dikemukakan hal-hal berikut. Pada pertemuan pertama di siklus I, siswa yang mengumpulkan hasil pengamatan berupa gambar dan mendapatkan nilai ≥ 80 sebanyak 94,4 %. Hal ini sangat baik karena memenuhi standar indikator yang ditetapkan oleh peneliti yaitu 90%. Karena pengamatan dan praktikum berlangsung dengan baik, maka pada siklus II tidak perlu dilakukan pengamatan kembali. Pada siklus II ini, siswa lebih ditekankan untuk belajar bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran yang diikutinya, sehingga LKS yang dikerjakan dengan benar dapat dikumpulkan. LKS pada siklus II yang diberikan kepada tiap siswa melatih siswa untuk belajar bertanggungjawab. Untuk nilai tugas, siswa yang mendapat nilai ≥ 80 dari hasil kerja/kegiatan yang dikumpulkannya berupa LKS mengalami peningkatan 36,11%, dari 61,11% menjadi 97,22%. Keberhasilan proses pembelajaran ini disebabkan oleh adanya perbaikan pada siklus I, yaitu tugas LKS yang dikerjakan dalam kelompok tidak melibatkan semua siswa sehingga hanya siswa tertentu saja yang aktif belajar dan mengerjakan LKS karena dalam 1 kelompok hanya tersedia 1 LKS. Kekurangan ini diperbaiki pada siklus II dengan cara menyiapkan perangkat pembelajaran yang lebih banyak, sehingga setiap siswa memiliki LKS untuk dikerjakan dan diselesaikan yang mengakibatkan seluruh siswa terlibat aktif belajar dalam kelompoknya masing-masing. Peningkatan hasil belajar siswa juga dapat diukur dari peningkatan nilai postest pada siklus I ke siklus II. Peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai postest pada rentang nilai 75 – 100 meningkat dari 27,70% menjadi 52,77%. Hal ini dianggap baik karena terjadi peningkatan yang lebih besar, sebanyak 50% jumlah siswa, dari standar yang ditetapkan oleh peneliti sebesar 20%. Kenaikan nilai postest disebabkan oleh siswa memiliki sumber belajar yang cukup terutama buku-buku paket, yang bisa dipinjam di perpustakaan sekolah atau milik pribadi, selain itu keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran merupakan faktor penting yang mendukung peningkatan nilai, hal ini terlihat dari antusiasme siswa dalam bertanya tentang hal yang tidak dipahami kepada guru, dan menjawab pertanyaan guru dengan benar saat diskusi kelas. Selain itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa, juga dilakukan penilaian terhadap pelaksanaan permaian akademik tiap kelompok siswa. Team game tournament merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka dan pada penelitian kali ini guru menggunakan permainan ular tangga dengan siswa sebagai pionnya dan bertanggungjawab untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertulis pada kartu pertanyaan. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran. Selama pembelajaran, peneliti juga memberikan skor kepada setiap tim. Selanjutnya, peneliti memberikan kategori kepada kualitan setiap tim dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 2. Kriteria Kategori Team Game Tournament Rentang Nilai Game 50-69 70-89 90-109 110-129 130-150
340
Kategori Team GOOD TEAM GOOD TEAM BEST TEAM GREAT TEAM SUPER TEAM
Terjadi peningkatan skor Team Game Tournament dari siklus I ke siklus II. Proporsi tim yang masuk kategori Great Team meningkat dari 33,3% menjadi 50%. Great team merupakan team terbaik kedua setelah super team. Peningkatan ini disebabkan oleh setiap kelompok terlibat aktif dalam permainan ular tangga sehingga setiap individu merasa bertanggungjawab untuk menambah skor bagi teamnya. Selain itu, faktor penting adalah peraturan permainan pada siklus I yang dianggap tidak bisa melibatkan semua siswa dalam permainan, pada siklus II kemudian dilakukan perubahan sehingga setiap anak mendapat kesempatan untuk bermain ular tangga. Permainan yang menyenangkan dapat menyegarkan pikiran siswa seperti yang dikutip dari Nasution (1995:197) menyatakan, bahwa minat dapat ditimbulkan atau dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut : Bangkitkan suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapatkan penghargaan). Hubungan dengan pengalaman yang telah lalu seperti pengalaman siswa dalam mengenal objek biologi seperti organ-organ pada tumbuhan yang kemudian dikaitkan dengan esensi materi yang dipelajari di bangku sekolah. Beri kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik kepada siswa, “Nothing succed like succed”,tak ada yang lebih memberi hasil yang baik daripada hasil yang baik. Untuk itu, bahan pelajaran harus sesuai dengan kesanggupan individu, seperti penyajian game yang menarik dengan soal-soal kuis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Gunakan berbagai bentuk metode belajar seperti, diskusi, kerja kelompok, game tournament, dan sebagainya agar suasana kelas tidak monoton. Akhir dari penelitian tindakan kelas ini adalah ulangan harian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa dalam memahami topik struktur, fungsi jaringan dan organ tumbuhan dari awal siklus I sampai siklus II berakhir. Standar yang ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal pelajaran biologi di SMP N 02 Kembayan yaitu 70 untuk nilai ulangan harian dan siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian ≥ 70 sebanyak 86,11%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu lulus KKM dan berminat dalam pembelajaran biologi terkait dengan metode yang diterapkan oleh guru di dalam kelas yaitu model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) yang berhasil meningkatkan minat dan hasil belajar siswa di kelas VIII SMP N 02 Kembayan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan guru dengan menerapkan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)/Pertandingan kelompok bermain dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas kelas VIII SMP N 02 Kembayan pada materi Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan dalam II siklus tindakan. Hal ini dapat dilihat dari indikator keberhasilan peningkatan hasil belajar siswa, yaitu: 1. Siswa yang mendapat nilai ≥ 80 dari hasil kerja/kegiatan yang dikumpulkannya sebanyak 97,22% 2. Siswa yang mendapat kenaikan nilai postes ≥ 20% dari siklus I ke siklus II sebanyak 52,77% 3. Siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian ≥ 75 sebanyak 86,11% SARAN Agar penelitian ini lebih bermanfaat, maka diajukan saran-saran sebagai berikut: Bagi Guru a. Guru sebaiknya dapat menerapkan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)/Pertandingan kelompok bermain pada materi lain agar dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. b. Guru diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa dengan cara menyajikan model pembelajaran yang menarik bagi siswa agar siswa tidak mengalami kejenuhan atau kebosanan di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung. DAFTAR RUJUKAN Baharudin dan Esa Nur Wahyuni. 2009. Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-ruz Media. Buchari Alma. 2008. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
341
I. L. Pasaribu dan Simanjuntak. 1983. Proses Belajar-mengajar. Bandung: Tarsito. Nana Sudjana. 1987. Dasar Dasar Proses Belajar-mengajar. Bandung: Balai Pustaka. Nana Sudjana. 1989. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran. Bandung : CV Sinar Baru. Nasution. 1995. Didaktik Azas-azas Mengajar. Bandung: Jemmars. Ngalim Purwanto. 2006. Prinsip-Prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nuryani Y. Rustaman, dkk. 2003. Strategi Belajar-mengajar Biologi. Bandung: UPI. Sardiman AM, 1988. Interaksi Dalam Proses Belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Singgih D. Gunarsa & Ny. Y. Singgih D. Gunarsa. 1995. Psikologi Perawatan. Jakarta: Gunung Mulia. Suharsimi Arikunto. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. S. Nasution. 1987. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. W. Gulo. 2005. Strategi Belajar-mengajar. Jakarta : Gramedia. W.S. Winkell. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK PADA MATERI ADAPTASI UNTUK SMP KELAS IX: IMPLEMENTASI LESSON STUDY DI MUARO JAMBI Bambang Anwar SMP Negeri 4 Muaro Jambi Email :
[email protected] Abstrak: Berdasarkan masalah yang selalu dihadapi guru dalam pembelajaran, yaitu aktivitas pembelajaran yang monoton dan komunikasi yang berlangsung cenderung satu arah, membuat kelompok lesson study SMPN 10 Muaro Jambi mengembangkan model pembelajaran “talking stick”. Model pembelajaran dikembangkan melalui leson study dan diterapkan pada materi adaptasi. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi pembelajaran pada tahapan do dan see lesson study diketahui bahwa hampir seluruh peserta didik terlihat menikmati pembelajaran. Kata kunci : talking stick, adaptasi, lesson study
PENDAHULUAN Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah, terutama pemerintah Propinsi Jambi untuk meningkatkan mutu pendidikan, seperti peningkatan kemampuan guru, pengadaan buku ajar, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan. Namun harapan pemerintah Propinsi Jambi untuk meningkatkan mutu pendidikan ternyata belum tercapai sepenuhnya di setiap sekolah. Seperti yang terjadi di Muaro Jambi, pelaksanaan pembelajaran dibeberapa sekolah masih bersifat teacher centered (berpusat pada guru), dimana guru salah satu sumber utama dan pusat informasi, sedangkan siswa mencatat penjelasan guru dan mengerjakan tugas. Ketika Siswa diberi tugas atau latihan, kebanyakan siswa tidak mampu mengerjakan soal yang diberikan, hanya beberapa siswa yang mampu mengerjakannya, sehingga ketika diadakan ulangan dengan soal yang hampir sama dengan soal yang telah di berikan pada saat latihan kebanyakan siswa tidak dapat mengerjakannya. Masalah yang selalu ada didalam pembelajaran di kelas antara lain sebagai berikut. (1) Peserta didik belum siap untuk belajar. (2) Peserta didik merasa tidak menarik dengan materi pembelajaran. (3) Peserta didik tidak berani untuk bertanya tentang materi. (4) Peserta didik tidak mampu menjawab pertanyaan guru karena kurang memiliki pengetahuan awal atau tidak memiliki keberanian. (5) Peserta didik selalu merasa pelajaran sain adalah pelajaran paling susah nomor dua setelah matematika, karena kurang menarik. (6)Interaksi belajar berlangsung satu arah, yaitu dari guru ke peserta didik. (7) Pembelajaran IPA berlangsung secara monoton dan menegangkan.
342
Interaksi yang terjadi pada proses pembelajaran di sekolah umumnya berlangsung satu arah yaitu dari guru terhadap siswa. Interaksi siswa dengan siswa yang lainnya dalam pembelajaran sangat rendah. Hal ini menjadikan belajar menjadi monoton dan siswa kurang terlibat secara aktif, akibatnya siswa cepat bosan, kurang serius sehingga materi dirasakan sulit dan hasil belajar yang diperoleh kurang maksimal. Pembelajaran terjadi ketika ada interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa. Agar interaksi tercipta dengan baik, maka guru harus menjalankan fungsinya sebagai fasilitator (Chalijah, 1994) Untuk meningkatkan keterlibatan siswa, telah dilakukan pengembangan rencana pembelajarn dengan menerapkan model belajar “Talking Stick”, yaitu setiap siswa yang memegang tongkat harus menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Suasana kelas diciptakan lebih menarik dengan iringan musik. Musik diputar begitu tongkat mulai diedarkan. Ketika musik berhenti, siswa terakhir yang memegang tongkat harus segera membuka soal yang telah disediakan guru di atas meja, kemudian membacanya dengan kuat sehingga terdengar oleh semua peserta didik yang lain, dan harus segera menjawab pertanyaan tersebut. PELAKSANAAN Pengembangan pembelajaran dilaksanakan selama kegiatan Diseminasi I dan On Going pasca Diseminasi I TEQIP di Muaro Jambi. Pengembangan dilakukan dalam kerangka lesson study yang meliputi tahap plan, do, dan see (Ibrohim, 2013). Semua tahapan tersebut dilaksanakan secara berkelompok (terdiri dari 1 guru model dan 2 observer). Penulis bertindak sebagai guru model. Berikut dipaparkan aktivitas pada masing-masing tahapan tersebut. Plan (tahap perencanaan) Pada tahap perencanaan berlangsung dalam kegiatan deseminasi 1 pada tanggal 26-31 agustus 2013 di hotel ABADI Jambi, dalam perencanaan ini peneliti diberikan tugas untuk menjadi guru model pada ongoing 3 yang berlangsung tanggal 19 September. Guru model mencari materi yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan dikelas IX pada saat on goin yaitu materi Adaptasi. Setelah ditentukan materi guru model bersama kelompok lesson study menyiapkan RPP dan LKS dan soal-soal yang akan dilaksanakan dalam model talking stick berdasarkan SK dan KD yang sudah ada agar tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, sedangkan lembar observasi sudah disediakan oleh trainer. Selanjutnya guru model beserta kelompok lesson study mengidentifikasi masalah-masalah yang sering ditemukan dikelas ketika berlangsungnya pembelajaran. Setelah mengidentifikasi masalah, guru model beserta kelompok lesson study mencari model pembelajaran yang cocok digunakan pada pembelajaran adaptasi agar pembelajaran menjadi aktif dan menarik bagi siswa. Model yang dipilih oleh guru model adalah Model Pembelajaran talking Stick dengan musik. Do (tahap pelaksanaan) Tahap pelaksanaan berlangsung pada tanggal 19 September 2013 jam pelajaran ke 3-4 di kelas IX B di SMP Negeri 10 Muaro Jambi yang terdiri dari 22 peserta didik dengan materi adaptasi mahluk hidup. Guru memulai pembelajaran dengan memberikan salam dan menyapa peserta didik dengan meberikan candaan agar peserta didik menjadi rileks, selanjutnya guru memimpin doa sebelum memulai pembelajaran, setelah berdoa guru memperkenalkan diri dan mengabsen peserta didik untuk mengenali nama peserta didik satu persatu, guru melanjutkan pembelajaran dengan memberikan LKS kepada setiap peserta didik yang berisi berbagai macam gambar binatang, peserta didik diberikan waktu 5 menit untuk menjawab semua pertanyaan yang ada diLKS untuk menggali pengetahuan awal peserta didik tentang adaptasi mahluk hidup. Ketika siswa mengerjakan soal guru menyiapkan perlengkapan IT berupa infokus, powerpoin adaptasi, laptop, speaker, stick drum, dan menuliskan data hari, tanggal, mata palajaran serta judul materi yang dibahas pada pertemuan itu di papan tulis. Ketika batas waktu yang ditentukan selesai guru mengumpulkan semua LKS yang dikerjakan siswa baik yang sudah diisi maupun yang masih belum terisi sesuai dengan kemapuan pengetahuan awal siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, guru menjelaskan sedikit materi tentang adaptasi dengan menggunakan powerpoint selanjutnya peserta didik diminta untuk menanyakan hal yang belum mereka pahami tentang materi adaptasi yang sudah disajikan guru. Guru menjelaskan secara singkat tentang model pembelajaran yang akan digunakan. Guru
343
meletakkan soal berkaitan dengan materi adaptasi secara terlipat diatas meja masing-masing peserta didik. Guru kemudian memulai model talking stick dengan diiringi musik dalam memindahkan stick. Guru memulai dengan menghidupkan musik dan stick mulai dipindahkan dari peserta didik ke peserta didik yang lain, dalam beberapa detik guru mematikan musik, peserta didik terakhir yang memegang stick disuruh membuka soal dan membaca ddengan keras sehingga didengar oleh seluruh peserta didik, Peserta didik yang memegang soal di berikan waktu 30 detik untuk berpikir dan menjawab soal. Jika waktu habis musik dilanjutkan dan stick kembali di pindahkan, siswa yang sdh berhasil menjawab tetap ikut memindahkan stick tapi tidak menjawab soal lagi, jika dia mendapatkan stick maka peserta didik sebelumnya yang wajib menjawab soal, kegiatan ini terus diulang sehingga seluruh peserta didik mendapat kesempatan menjawab soal. Dalam tahap penutupan, guru menanyakan kesan peserta didik tentang materi dan model, kemudian peserta didik diminta menyimpulkan semua materi dan soal yang sudah disamapaikan, guru memberikan penguatan dan meluruskan pemahaman peserta didik yang masih salah. Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk menyalin dan menjawab semua soal yang telah diberikan pada saat model talking stick. See (tahap refleksi) Dalam tahap see guru model, observer, guru mata pelajaran, trainer dan moderator melakukan refleksi. Dalam pelaksanaan refleksi moderator memulai dengan memberikan ucapan selamat dan terima kasih kepada guru model yang telah bersedia menjadi guru model, dilanjutkan dengan menanyakan kesan guru model di dalam proses lesson study, moderator memberikan kesempatan kepada masing-masing observer untuk menyampaikan hasil pengamatan mereka terhadap aktivitas pembelajaran dan aktivitas peserta didik di hadapan seluruh kelompok lesson study, setelah kedua observer menyampaikan hasil pengamatannya moderator memberikan kesempatan kepada trainer untuk memberikan kometar terhadap kegiatan lesson study di SMP Negeri 10 Muaro jambi. Observer mencatat seluruh hasil diskusi. Moderator menutup pelaksanaan lesson study dengan memimpin doa. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaan ongoing TEQIP yang menerapkan lesson study di SMP Negeri 10 Muaro jambi merupakan pengalaman baru bagi peneliti, dan sangat berguna untuk mengetahui apa saja kegiatan didalam kelas yang harus diperbaiki dan dipertahankan. Dalam Menurut Saito dalam Ibrohim (2013) Pelaksanan Lesson study harus mencakup 3 tahapan utama yaitu : (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (do), (3) refleksi (se). Tahap perencanan (plan) dilakukan dalam kegiatan deseminasi I oleh kelompok lesson study untuk ongoing 3, tahapan plan bertujuan untuk menghasilakan rancangaan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran Ibrohim (2013). Dalam tahapan plan, rancangan pembelajaran yang dibuat berdasarkan permasalahan yang sering ditemukan di dalam kelas pada umumnya. Penggunaan model pembelajaran yang dipilih adalah model yang diharapkan dapat menghasilkan pembelajaran bermakna, menyenangkan dan membangkitkan antusias peserta didik. Tahapan pelaksanaan (do) dilaksanakan dengan bantuan teman sejawat yang termasuk dalam anggota lesson study peserta ongoing 3 dan deseminasi I, bantuan observer dalam mengamati aktivitas peserta didik dan proses belajar sangat penting sebagai bahan perbaikan untuk mendapatkan hasil akhir yaitu peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Tahanpan refleksi (se) dilaksanakan setelah melakukan plan, refleksi bertujuan untuk mengetahui semua kelebihan serta kekurangan aktivitas siswa dan aktivitas pembelajaran. Untuk tahapan refleksi, guru model memang harus memiliki jiwa yang bersih dan dapat menerima semua saran dan kritikan terhadap aktivitas siswa dan kegiatan pembelajaran. Refleksi harus berjalan dengan cara berdiskusi yang saling menghargai, menghormati, kongkrit dan tidak saling menyalahkan. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran talking stick mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Metode talking stick ini sangat tepat digunakan dalam pengembangan proses pembelajaran PAIKEM. Langkah-langkah yang harus digunakan dalam penerapan metode talking stick antara lain :
344
1. Pembelajaran dengan metode talking stick di awali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Berikan waktu yang cukup untuk aktifitas ini. 2. Guru menyiapkan sejumlah kartu soal dan menempatkannya di atas meja. 3. Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya sambil menghidupkan musik. 4. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik, kemudian diedarkan ke peserta lain sampai batas waktu tertentu (ketika musik dihentikan). Siswa terakhir yang menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan guru. Demikian seterusnya. Langkah akhir dari metode talking stick adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya. Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik, selanjutnya bersamama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan (Supriyono, 2009). Dalam pelaksanaan model talking stick di SMP Negeri 10 Muaro Jambi dilakukan dengan iringan musik yang sedang populer dan dikenal oleh seluruh peserta didik, diharapkan dengan musik peserta didik dapat antusias dan dapat berkonsentrasi dengan pertanyaan yang telah disediakan guru diatas meja masing-masing. Media yang digunakan dalam pelakasanaan pembelajaran adalah stick drum, IT (laptop dan infokus) yang menampilkan power point materi adaptasi, alat tulis (spidol 3 warna, papan tulis) dan speaker. Semua media itu digunakan untuk mendapatkan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Media merupakan perantara pesan atau informasi dari sumber informasi ke penerima (Sutarman dan Suarsimi, 2013), selanjutnya sutarman menjelaskan bahwa media dapat memotivasi peserta didik untuk belajar, memotivasi peserta didik untuk bertanya, merangsang peserta didik untuk aktif. Melalui media peserta didik menjadi tertarik pada pelajaran, memunculkan pertanyaan pada diri peserta didik akibat adanya konflik kognitif. Media sangat berperan penting untuk kelancaran proses pembelajaran dan meningkatkan aktivitas peserta didik. Media harus selalu ada dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai sarana untuk mentransfer pengetahuan ke peserta didik juga sebagai alat untuk peserta didik untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pelajaran berharga yang dapat anda petik dari refleksi pembelajaran ini adalah sebagai berikut. (1) Peserta didik akan semangat jika guru semangat menyajikan pelajaran. (2) Peserta didik antusias jika diberikan gambar yang menarik perhatian mereka. (3) Pembelajaran yang diterapkan sangat menarik dan membuat peserta didik menjadi antusias dalam pembelajaran. (4) Suasana kelas yang menyenangkan dan kedekatan dengan guru, membuat siswa nyaman belajar dan tidak merasa canggung untuk bertanya. PENUTUP Kesimpulan Pelaksanaan pembelajaran dengan cara lesson study dalam kegiatan ongoing bagian dari deseminasi I menggunakan model pembelajaran talking stick dipilih untuk menghasilkan kegiatan pembelajaran bermakna, menyenangkan dan dapat meningkatkan aktivitas peserta didik yang berkualitas. Media sangat berperan penting dalam pembelajaran sebagai perantara pesan dari sumber informasi ke penerima. Pemilihan media harus berdasarkan ketersedian dan kesesuaian dengan materi ajar, media harus dapat meningkatkan motivasi dan antusias peserta didik dalam mengikuti pembelajaran serta mempermudah untuk memahami materi yang diajarkan. Saran Pada pelaksanaan lesson study ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, untuk itu disarankan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti selanjutnya, dengan memilih model dan media yang sesuai dengan permasalahan yang ditemukan dikelas. DAFTAR RUJUKAN Suprijono, A. 2009. Cooperatif learning, yogyakarta : Pustaka Pelajar Ibrohim, 2013. Panduan pelaksanaan lesson study, Malang: Universitas Negeri Malang. Chalijah, H. 1994. Dimensi-dimensi psikologi pendidikan, Surabaya: Al Iklas. Sutarman dan Suarsimi, E. 2013. Media pembelajaran sains SMP, Malang: Universitas Negeri Malang.
345
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERPIMPIN TIPE A PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 05 KEPAHIANG Hendri A dan Denita Herlen Guru kelas III SD Negeri 13 Kepahiang dan Guru Kelas V SD Negeri 05 Kepahiang Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 05 Kepahiang setelah menerapkan Pendekatan Inkuiri Terpimpin Tipe A. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan secara siklus per siklus, tiap siklus terdiri dari 3 tahap yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan observasi, serta tahap penilaian dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas SD Negeri 05 Kepahiang tahun ajaran 2013/2014 dengan jumlah 33 orang. Variabel penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat, variabel bebasnya pendekatan inkuiri terpimpin tipe A, sedangkan variabel terikatnya hasil belajar. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar. Data tes dianalisis dengan menggunakan rata-rata nilai dan persentase ketuntasan belajar, sedangkan data observasi dianalisis dengan rata-rata skor dan kriteria skor. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu, 1) siklus I, ketuntasan belajar siswa sebesar 54,54% dan rata-rata skor observasi guru 38,5 termasuk kategori cukup, sedangkan rata-rata skor observasi siswa 35,5 termasuk kategori cukup. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar siswa 93.9% dan ratarata skor observasi guru 52,5 termasuk kategori baik, sedangkan rata-rata skor observasi siswa 51 termasuk kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri 05 Kepahiang. Dan berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada guru IPA untuk menerapkan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dalam proses pembelajaran terutama pada standar kompetensi “Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam”. Dalam penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A hendaknya guru menjadi fasilitator proses pembelajaran. Kata kunci: Kualitas proses, hasil belajar, pendekatan inkuiri
Pengamatan penulis selama mengamati pembelajaran kelas V di SD Negeri 05 Kepahiang, penulis mencari tahu penyebab mengapa nilai siswa kelas V pada beberapa ulangan harian belum memenuhi standar ketuntasan belajar siswa baik secara perorangan maupun klasikal sesuai dengan ketentuan mendikbud. Penulis melakukan pengamatan pada saat guru kelas mengajar, yang penulis amati adalah: bagaimana cara guru mengajar, pendekatan apa yang digunakan, metode apa yang digunakan, serta media dan alat peraga apa saja yang dimanfaatkan. Dari hasil pengamatan, penulis menyimpulkan dalam proses pembelajaran guru hanya menggunakan pendekatan ekspositori, metode yang kurang bervariasi dan kurang memanfaatkan media dan alat peraga. Padahal untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru harus terampil dan inovatif dalam menyampaikan konsep-konsep IPA yang akan diajarkan, salah satunya guru harus pandai dalam memilih dan menerapkan pendekatan dalam pembelajaran IPA. Pendekatan adalah suatu cara yang dianggap terbaik untuk mencapai sesuatu, misalnya pendekatan Inkuiri. Pendekatan inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa guru, pendekatan inkuiri melibatkan peserta didik dalam rangka penemuannya, serta memungkinkan peserta didik menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajar (Sumantri dan Permana dalam Sari, 2006, hal. 6). Pendekatan inkuiri terdiri dari dua jenis yaitu, pendekatan inkuiri terpimpin dan pendekatan inkuiri bebas. Pendekatan Inkuiri terpimpin terbagi menjadi empat tipe yaitu, tipe A, tipe B, tipe C dan tipe D, serta setiap jenis pendekatan inkuiri memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sedangkan pendekatan
346
inkuiri bebas adalah semua aspek langkah- langkah pembelajaran dilakukan oleh siswa tanpa campur tangan guru dan guru hanya menjadi fasilitator. Berdasarkan uraian di atas, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa yang belum memenuhi standar ketuntasan belajar siswa baik secara perorangan maupun secara klasikal sesuai dengan ketentuan mendikbud adalah dengan penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A pada mata pelajaran IPA. Model pembelajaran inkuiri adalah proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah untuk mencari penjelasan-penjelasan yang ada dengan menggunakan caracara dan keterampilan ilmiah (Sriyono dalam Fadloli, 2002 hal. 6). Dimyati dan Moedjiono (1992, hal. 173) menyebutkan pendekatan inkuiri adalah pola belajar mengajar yang dirancang untuk melatih siswa melakukan proses penelitian, hal ini dapat terjadi bila siswa dihadapkan pada masalah yang mengandung tantangan intelekual secara bebas dan terarah kedalam kegiatan meneliti untuk memperoleh pengetahuan. Pendekatan inkuiri terbagi dua yaitu pendekatan inkuiri terpimpin dan pendekatan inkuiri bebas, masing-masing pendekatan memiliki enam langkah, yaitu merumuskan masalah, membuat hipotesis, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan dan dan mengambil suatu kesimpulan. Pada inkuiri terpimpin terbagi empat tipe yaitu tipe A, B, C dan D. Pembagian keempat tipe ini berdasarkan pada sejauh mana keterlibatan guru dalam pelaksanaannya (Depdikbud dalam Rahmaniah 2000, hal. 8)). Karakteristik dari inkuiri terpimpin yaitu: (1) siswa mengembangkan kemampuan berfikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi; (2) sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau objek kemudian menyusun generalisasi yang sesuai; (3) guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi, dan berperan sebagai pemimpin kelas; (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas; (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran; (6) biasanya sejumlah generalisasi tertentu diperoleh dari siswa; dan (7) guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sihingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas (Ibrahim Muslimin 2007, hal. 3-4). Sedangkan karakteristik inkuiri bebas yaitu: (1) siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan observasi khusus untuk membuat inferensi; (2) sasaran belajar adalah proses pengamatan kejadian, objek dan data yang kemudian mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai; (3) guru hanya mengontrol ketersedian materi dan menyarankan materi inisiasi; (4) dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa bimbingan guru; (5) ketersedian materi di dalam kelas menjadi penting agar dapat berfungsi sebagai laboratorium; (6) kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta melalui interaksi dengan siswa lain; (7) guru tidak membatasi generalisasi yang dibuat oleh siswa; dan (8) guru mendorong siswa untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi semua siswa di kelas (Ibrahim Muslimin 2007, hal. 4) Adapun menurut Joyce dan Weil dalam Fadloli (2002, hal. 8 – 9), langkah -langkah penyajian materi dengan menggunakan pendekatan inkuiri meliputi lima fase yaitu, 1) guru menyajikan situasi masalah menerangkan prosedur inkuiri kepada siswa; 2) verifikasi suatu proses pengumpulan data informasi mengenai peristiwa yang dilihat dan dialami; 3) eksperimentasi; 4) guru meminta siswa untuk merumuskan suatu penjelasan; 5) siswa diminta untuk menganalisis. Pendekatan inkuiri ini dapat ditandai dengan adanya keaktifan siswa di dalam memperoleh keterampilan intelektual, sikap dan keterampilan psikomotor, Gagne dan Bruner dalam Dimyati dan Moedjiono (1992, hal. 16). Pendekatan inkuiri memungkinkan siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional. Hal ini berimplikasi atau berpengaruh terhadap peranan guru sebagai penyampai informasi kearah peran guru sebagai pengelola informsi pembelajaran. Menurut Azhar (1993, hal. 99), tujuan pendekatan inkuiri antara lain : (1) mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memutuskan sesuatu tepat dan objektif; (2) mengembangkan kemampuan berpikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analogis, dan logis); (3) membina dan mengembangkan sikap ingin tahu (curiocity); (4) mengungkapkan aspek kognitif, afektif, psikomotor. Sedangkan tujuan umum pembelajaran inkuiri menurut Joyce dan Weil dalam Fadlloli (2002, hal. 7), adalah membantu
347
siswa untuk mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk dapat mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban berdasarkan rasa ingin tahunya. Namun demikian pendekatan inkuiri tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Menurut Sumantri dan permana dalam Rahmaniah (2000, hal. 8): (1) kelebihan pendekatan inkuiri yaitu: (a) menekankan kepada proses pengolahan informasi oleh siswa sendiri; (b) memiliki konsep dari siswa bertambah dengan penemuan yang diperolehnya; (c) memiliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif siswa; (d) penemuan-penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya. (2) kekurangan pendekatan inkuiri yaitu : (a) tidak sesuai pada kelas yang besar jumlahnya; (b) memerlukan fasilitas yang memadai; (c) menuntut guru untuk mengubah cara mengajar yang selama ini bersifat tradisional sedangkan metode guru dirasakan guru hanya sebagai fasilitas, motivator dan membimbing; (d) sangat sulit mengubah cara belajar siswa dari kebiasaan menerima informasi dari guru menjadi aktif mencari dan menemukan sendiri; (e) kebiasaan menggunakan pendekatan kepada siswa tidak selamanya dapat dimanfaatkan secara optimal, kadang-kadang siswa kebingungan untuk memanfaatkannya. Sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri yaitu: (1) sasaran kognitif, (2) sasaran Afektif, (3) sasaran Sosial, (4) sasaran pemecahan masalah, (5) sasaran penerapan, (6) interdisiplin, dan (7) sasaran metakognitif. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pendekatan inkuiri tersebut di atas maka hendaknya guru dapat meminimalkan kekurangannya dan memaksimalkan kelebihan dari pendekatan inkuiri. METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Ada empat tahapan penting dalam penelitian tindakan kelas yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 05 Kepahiang yang berjumlah 33 orang. Secara lebih terperinci prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Tahap ini diawali dengan observasi untuk identifikasi masalah maka diperoleh permasalahan, berdasarkan permasalahan tersebut disusun perencanaan PTK yang mencakup: (1) menyusun/menyiapkan silabus, (2) menyusun rencana pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan inkuiri terpimpin A pada kompetensi dasar mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya serta mendeskripsikan perlunya penghematan air, (3) menyusun kisi-kisi soal, (4) menyusun LKS, (5) menyusun lembar observasi guru dan siswa, (6) menyiapkan materi/pokok bahasan, (7) menyusun alat dan bahan, (8) menyusun alat evaluasi yang berjumlah 5 soal essay, (9) membuat kunci jawaban soal evaluasi a. Tahap Pelaksanaan dan Observasi Pada tahap ini melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah disusun, selama pelaksanaan dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa, yang berperan sebagai observer adalah rekan sejawat dan guru kelas. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menngunakan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A yaitu: (1) guru merumuskan masalah, (2) guru membuat hipotesis, (3) guru merencanakan kegiatan pembelajaran, (4) siswa melakukan kegiatan belajar dengan men ggunakan metode demonstrasi, percobaan dan tanya jawab, (5) siswa melakukan pengumpulan data dengan cara perkelompok, (6) guru membimbing siswa dalam mengambil suatu kesimpulan Pada saat proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan pembelajaran dilakukan evaluasi. b. Tahap Penilaian dan Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seluruh hasil penilaian baik yang menyangkut penilaian proses (hasil observasi guru dan siswa) maupun hasil tes. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan refleksi, yaitu dapat diketahui apa yang telah tercapai dan belum tercapai pada proses pembelajaran IPA dengan menerapkan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A sehingga digunakan sebagai pedoman untuk menyusun perencanaan pada siklus II.
348
2. Siklus II Perlakuan pada siklus ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran siklus I. Urutan kegiatannya adalah sebagai berikut: a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini dilaksanakan perencanaan berdasarkan hasil refleksi siklus I yang mencakup: (1) menyusun skenario pembelajaran IPA menggunakan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A pada kompetensi dasar mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan dan dilengkapi dengan upaya perbaikan lebih lanjut berdasarkan hasil siklus I, (2) menyusun kisi-kisi soal, (3) menyusun LKS, (4) menyusun lembar observasi guru dan siswa, (5) menyiapkan materi, (6) menyusun alat dan bahan, (7) menyusun alat evaluasi yang berjumlah 5 soal essay, (8) membuat kunci jawaban soal evaluasi b. Tahap Pelaksanaan dan Observasi Pada tahap ini melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah disusun, selama pelaksanaan dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa, yang berperan sebagai observer adalah rekan sejawat dan guru kelas. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A yaitu: (1) guru merumuskan masalah, (2) guru membuat hipotesis, (3) guru merencanakan kegiatan pembelajaran, (4) siswa melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan metode demontrasi, percobaan dan tanya jawab, (5) siswa melakukan pengumpulan data dengan cara diskusi kelompok, (6) guru membimbing siswa dalam mengambil suatu kesimpulan. Pada saat proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan pembelajaran dilakukan evaluasi. c. Tahap Penilaian dan Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil observasi dan evaluasi. Hasil dari analisis tersebut merupakan rekomendasi bagi penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Persentase ketuntasan belajar pada siklus I yaitu sebesar 54,54%, sedangkan nilai hasil belajar siswa rata-rata 64,09. Hal ini berarti bahwa pada pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal termasuk dalam kategori belum tuntas, sesuai dengan indikator ketuntasan pembelajaran di kelas dikatakan tuntas secara individual apabila seorang siswa mendapat nilai 65 ke atas. Sedangkan secara klasikal pembelajaran dikatakan tuntas apabila 85% siswa mendapat nilai 65 ke atas (Depdikbud, 1996). Proses pembelajaran pada siklus II dilaksanakan berdasarkan refleksi siklus I, sedangkan nilai hasil belajar siswa pada siklus II dalah 77,50. Persentase ketuntasan belajar pada siklus II yaitu 93,9%. Hal ini berarti bahwa pada pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal termasuk dalam kategori tuntas. Hasil belajar dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan sebesar 13,41 dan ketuntasan klasikal meningkat sebesar 39,36. Hasil analisis data observasi guru yang dilakukan oleh dua orang pengamat, pada siklus 1 yang merupakan gambaran aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A diperoleh rata-rata skor sebesar 38,5 atau kategori cukup. Pada siklus 2 diketahui bahwa aktivitas guru dalam proses pembelajaran termasuk dalam kategori baik, dengan hasil observasi dari kedua pengamat tersebut diperoleh rata-rata skor sebesar 52,5 atau terjadi peningkatan 14. Jumlah skor tersebut sekaligus menunjukan bahwa semua aspek pengamatan pada observasi guru sudah terlaksana dengan baik walaupun masih ada aspek-aspek pengamatan yang bernilai cukup yaitu pada poin, merencanakan kegiatan, membimbing siswa dalam memecahkan masalah, dan mengarahkan siswa untuk melakukan penyimpulan sesuai dengan permasalahan. Aktivitas siswa pada siklus menunjukan bahwa rata-rata skor yang diperoleh dari pengamat I dan pengamat II sebesar 35,5, termasuk dalam kategori cukup. Artinya, bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada siklus I termasuk dalam kategori cukup. Walaupun demikian, masih ada beberapa aspek yang perlu perbaikan. Aspek- aspek
349
tersebut antara lain: (1) tanggapan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru melalui ilustrasi, (2) nak tertib dan disiplin, (3) menanggapi masalah yang disampaikan oleh guru, (4) menanggapi hipotesis yang disampaikan oleh guru, (5) partisipasi siswa dalam melakukan penyimpulan sesuai dengan indicator, (6) respon siswa terhadap refleksi yang disampaikan oleh guru. Pada siklus 2 diketahui aktivitas siswa pada pembelajaran tersebut dalam kategori baik dengan rata-rata skor 52,5 atau terjadi peningkatan sebesar 17. Jumlah skor tersebut menunjukan bahwa hampir semua aspek pengamatan pada lembar observasi siswa adalah baik, walaupun masih ada aspek-aspek pengamatan yang bernilai cukup yaitu, menanggapi hipotesis yang disampaikan oleh guru, respon siswa terhadap refleksi yang disampaikan oleh guru. Pembahasan Tujuan pembelajaran berbasis inkuiri menurut National Research Council dalam Ibrahim Muslimin (2007, hal. 5) adalah: (1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sains; (2) mengembangkan keterampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuan; (3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Azhar (1993, hal. 99), tujuan pendekatan inkuiri antara lain : (1) mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memutuskan sesuatu tepat dan objektif; (2) mengembangkan kemampuan berpikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analogis, dan logis); (3) membina dan mengembangkan sikap ingin lebih tahu (curiocity); (4) mengungkapkan aspek kognitif, afektif, psikomotor. Sedangkan tujuan umum pembelajaran inkuiri menurut Joyce dan Weil dalam Fadloli (2002 hal. 7), adalah membantu siswa untuk mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk dapat mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban berdasarkan rasa ingin tahunya. Maka dari itu penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dalam pembelajaran IPA sangat berpengaruh terhadap kualitas proses dan hasil pembelajaran. Penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dalam penelitian ini ditempuh mulai dari, merumuskan masalah, membuat hipotesis sementara, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan data, dan mengambil kesimpulan. Dimana guru lebih dominan dalam merumuskan masalah, membuat hipotesis sementara, merencanakan kegiatan dan mengambil kesimpulan, serta siswa dominan dalam melaksanakan kegiatan, mengumpulkan data dan mengambil kesimpulan. Pada saat proses pembelajaran berlangsung aktivitas guru dan siswa dinilai sesuai dengan indikatornya. Hasil evaluasi pembelajaran dengan penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A pada kelas V SD Negeri 05 Kepahiang menunjukan hasil sebagai berikut. (1) Jika diurutkan dari skor rata-rata prestasi belajar siswa adalah 64,09 (kategori belum tuntas) pada siklus I dan meningkat menjadi 7,75 (kategori tuntas) pada siklus II. (2) Jika diurutkan dari pencapaian ketuntasan belajar klasikal adalah 54,54% (kategori belum tuntas) pada siklus I meningkat menjadi 93,9% (kategori tuntas) pada siklus II .(3) Jika dilihat dari aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran adalah 35,5 (cukup) pada siklus I meningkat menjadi 52,5 (baik) pada siklus II. (4) Jika dilihat dari aktivitas guru pada saat proses pembelajaran adalah 38,5 (cukup) pada siklus I meningkat menjadi 52,5 (baik) pada siklus II. Peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran IPA pada standar kompetensi ”Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam” dengan menerapkan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dan diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa serta terciptanya proses pembelajaran yang bermakna. Hal tersebut dikarenakan kekurangan-kekurangan yang ditemukan pada setiap siklus diperbaiki pada siklus berikutnya sesuai pada langkah-langkah yang telah direncanakan. Pembelajaran dengan penerapan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenagkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mestre & Cocking dalam Ibrahim Muslimin, 2007 hal. 8, yaitu kegiatan belajar melalui inkuiri menghadapkan siswa pada pengalaman kongkret sehingga siswa belajar secara aktif, di mana mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam usaha pemecahan masalah, mengambil keputusan, dan mengembangkan keterampilan meneliti serta melatih siswa menjadi pebelajar sepanjang hayat. Melalui kegiatan inkuiri, siswa dengan tingkat perkembangan atau kemampuan yang berbeda dapat bekerja dalam masalah-masalah sejenis dan berkolaborasi
350
untuk menemukan pemecahannya. Dalam proses inkuiri, pebelajar termotivasi untuk terlibat langsung atau berperan aktif secara fisik dan mental dalam kegiatan belajar. Lingkungan kelas di mana pebelajar aktif terlibat dan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran sangat membantu tercapainya kompetensi atau tujuan pembelajaran. Implementasi inkuiri sangat didukung oleh prinsip-prinsip pembelajaran yang bersandar pada teori kontruktivisme yaitu: (1) belajar dengan melakukan; (2) belajar untuk mengembangkan kemampuan sosial atau kerjasama; dan (3) belajar untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah (Ibrahim Muslimin 2007, hal. 9). Inkuiri diharapkan dapat memberikan kesempatan dengan lebih leluasa kepada siswa untuk belajar dan bekerja melalui proses inkuiri sebagaimana ilmuwan atau peneliti bekerja. Dengan demikian, siswa mendapat kesempatan untuk mempelajari cara menemukan fakta, konsep dan prinsip melalui pengalamannya secara langsung. Jadi siswa bukan hanya belajar dengan membaca kemudian menghafal materi dari buku-buku teks atau berdasarkan informasi dan ceramah dari guru saja, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk berlatih mnembangkan keterampilan berfikir dan bersikap ilmiah. Menurut Amin dalam Ibrahim Muslimin (2007, hal. 11), inkuiri sebagai srategi pembelajaran memiliki beberapa keuntungan seperti: (1) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri; (2) menciptakan suasana akademik yang mendukung berlangsungnya pembelajaran yang berpusat pada siswa; (3) membantu siswa mengembangkan konsep diri yang positif; (4) meningkatkan pengharapan sehingga siswa mengembangkan ide untuk menyelesaikan tugas dengan caranya sendiri; (5) mengembangkan bakat individual secara optimal; dan (6) menghindarkan siswa dari cara belajar menghafal. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan antara lain: 1. Penerapan pendekatan inkuiri pada pembelajaran IPA pada standar kompetensi “Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam” dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal, yaitu pada siklus I persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal 54,54% dan pada siklus II mencapai 93,9% 2. Hasil observasi aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran IPA pada standar kompetensi “Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam” dengan menerapkan pendekatan inkuiri terpimpin A termasuk dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh dua orang pengamat . Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menyarankan kepada guru pada pembelajaran IPA untuk menggunakan pendekatan inkuiri terpimpin tipe A dalam pembelajarannya terutama pada standar kompetensi “Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam”. DAFTAR PUSTAKA Amien, M, 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan Metode”Discovery” Dan “Inquiry”. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Kependidikan. Jakarta. Arikunto, S, 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Rineka Cipta. Jakarta Depdiknas, 2006, Pedoman Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Di Sekolah Dasar. Depdiknas. Jakarta Fadloli, 2002. Penerapan Pendekatan Inkuiri Terpimpin Tipe A Pada Pembelajaran Biologi Sebagai Upaya Mengembangkan Keterampilan Observasi Siswa Kelas 1B SLTPN II Kota Bengkulu. Tidak diterbitkan. Universitas Bengkulu. Bengkulu http://www. Ibrahim Muslihan (Pembelajaran Inkuiri). com Rahmaniah, 2000. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terpimpin Dalam Pembelajaran Biologi Kelas 11 A SLTP Negeri 11 Kota Bengkulu. Skripsi. Universitas Bengkulu. Bengkulu. (tidak dipublikasikan) Sriyono, 1992, Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA,Rineka Cipta. Jakarta
351
Sumantri dan Permana, 1999. Strategi Belajar Mengajar. Departemen pendidikan Nasional. Jakarta Winarni, 2006, Pengaruh Strategi Pembelajaran Terhadap Pemahaman Konsep IPA-Biologi, Kemampuan Berfikir Kritis, Dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas V SD Dengan Tingkat Kemampuan Akademik Berbeda Di Kota Bengkulu. Universitas Malang. Malang.
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SDN 024 TANAH GROGOT TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nurjenah SDN 024 Tanah Grogot Paser Kal-Tim Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan atau mengetahui peningkatan kualitas proses dan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam melalui Metode Eksperimen Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 024 Tanah Grogot Tahun Pelajaran 2012/2013. Jenis laporan ini adalah Peneltian Tindakan kelas dengan subjek peneliti siswa kelas IV merupakan kelas rata-rata dan jumlah siswa 24 orang.Pengambilan data dilakukan melalui pengamatan partisipasi selama proeses belajar mengajar secara berlansung pada setiap putaran, yaitu terhadap guru, siswa, dan keadaan kelas, latihan soal, dan tes hasil belajar siswa. Tehnik analisis data setiap putaran meliputi reduksi data, paparan data dan penyimpulan data. Data diperoleh melalui dekomentasi nilai observasi tes hasil belajar dan tugas. Tes ahir belajar dilakukan setiap akhir siklus. penelitian ini terdiri dari dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Analisis data menggunakan rata-rata dan persentase. Nilai hasil belajar siswa diperoleh dengan menganalisis hasil laporan berupa hasil penyajian materi dan satu kali tes akhir siklus. Pada siklus I rata-rata hasil 6,88 dan pada siklus ke II mengalami peningkatan dari hasil rata-rata nilai dasar 5,96 menjadi 8,20 dinilai baik. Aktifitas siswa pada siklus I dan II dinilai baik, hasil yang diperoleh siswa yang mencapai target ketuntasan dan memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 80%, maka laporan diakhiri pada siklus II. Kata kunci : metode eksperimen, hasil Belajar, dan IPA/Sains Di era globalisasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat sejalan dengan perkembangan zaman. Guru yang merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya agar tidak tertinggal. Guru selalu belajar dari pengalaman dan berusaha memperbaiki kinerja agar mencapai hasil yang maksimal. Ini sesuai dengan pendapat seorang ilmuwan yang bernama Kolb (1984) yang menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh secara terus menerus dan diuji melalui pengalaman peserta didik. Berdasarkan pengalaman di lapangan selama ini dalam pembelajaran materi “ perubahan wujud benda” pada mata pelajaran Sains / IPA kelas IV tingkat keberhasilannya rendah. Ini dapat dilihat dari hasil evaluasi,siswa yang mendapat nilai diatas Enam hanya 9 anak dari 24 siswa atau berkisar 37,5 %. Melihat kenyataan ketidakberhasilan tersebut,ada beberapa permasalahan yang perlu ditangani segera kurang terlibat aktif dalam proses pemnbelajaran Kurangnya motivasi siswa terhadap pelajaran Sains maka peneliti membuat jdul penelitian “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Benda melalui Metode Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 024 Tanah Grogot Tahun Pelajaran 2012/2013”
352
Adapun tujuan perbaikan yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut: Siswa dapat mendeskripsikan/menganalisis dampak penggunaan metode eksperimen dalam pembelajaran materi perubahan wujud benda terhadap hasil belajar siswa Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif, dimana penulis selaku peneliti melakukan tindakan dan teman sejawat bertindak sebagai observer. Penelitian ini terdiri atas empat komponen utama, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan tindakan terdiri dari 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Dilakukan tes akhir hasil belajar pada setiap siklus. Penelitian ini merupakan penelitian Tindakan Kelas dengan tahap perencanaan, pelaksanaan,observasi dan refleksi Permasalahan
Terselesaikan
Refleksi I
Permasalahan
Terselesaikan
Alternatif Pemecahan Masalah (Rencana Tindakan) I Analisis Data I
Alternatif Pemecahan Masalah (Rencana Tindakan) II
Refleksi II
Beluam Terselesaikan
Analisis Data II
Pelaksanaan Tindakan I
Obervasi I
Pelaksanaan Tindakan II
Obervasi II
PUTARAN SELANJUTNYA
Gambar 3.1 Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas Secara rinci prosedur penelitian tindakan untuk setiap siklus dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut. (1) membuat skenario pembelajaran, (2) membuat media/alat peraga, (3) membuat alat evaluasi b) Pelaksanaan Tindakan Langkah-langkah pelaksanan tindakan pada penelitian ini yaitu : (1) guru menyampaikan materi seperti biasa, (2) memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, (3) memberikan tugas kelompok eksperimen untuk dikerjakan siswa, (4) pembahasan jawaban, (5) diberikan tes akhir siklus. Selanjutnya langkah-langkah pembelajaran pada siklus II akan disesuaikan dengan tindakan perbaikan yang akan dilakukan c) Observasi Pelaksanaan observasi bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, observer (teman sejawat) mengobservasi tindakan yang sedang dilakukan dengan pengamatan partisipatif dan menggunakan catatan lapangan dan analisis dokumen. Catatan lapangan digunakan untuk mengobservasi siswa dan guru di kelas. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil belajar siswa agar dapat diketahui tingkat ketuntasan belajar siswa. d) Refleksi
353
Pada tahap refleksi ini guru kelas (peneliti) bersama-sama observer mendiskusikan hasil tindakan, dari hasil tersebut peneliti dan guru dapat merefleksikan diri dengan melihat data observasi. Hasil analisis data yang dilakukan dalam tahap ini dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan putaran berikutnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Persiklus Data berikut adalah Hasil Perolehan Nilai Mata Pelajaran Sains pada Siswa Kelas IV SDN 024 Tanah Grogot Kabupaten Paser Propinsi Kalimantan Timur pada perbaikan pembelajaran siklus I dan siklus II. Tabel 1. Data nilai Sains kelas IV SDN 024Tanah Grogot Tanah Grogot, sebelum perbaikan, sesudah perbaikan siklus I dan perbaikan siklus II. NO
Nama siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Ahmad yani Syahrul Rahmi P Sopyan Riduansyah Febrian Khusnul Khotima Afifah Zahra Dina Agustin Ibnu sauri M. Riski Nisaaulia Adi Putra Riska Dini Yani Yusril Pardi Intan P M. As‟ad M. Lutfi Ratna Siti Hartini Frebrianto Jumlah Rata-rata
Sebelum perbaikan 6 1 7 7 6 5 6 7 5 7 6 7 5 6 8 5 7 7 5 7 6 5 6 6 7 147 5.96
Perbaikan siklus I 7 8 8 6 7 7 8 7 7 7 7 6 5 9 6 8 8 5 8 6 7 7 8 9 165 6.88
Perbaikan siklus II 8 9 10 8 8 8 9 8 9 8 8 8 7 10 7 9 9 7 8 8 7 8 9 10 197 8.20
Ket
Berikut data nilai disusun berdasarkan pengelompokan rentang nilai. Tabel 2. Data nilai Sains/IPA kelas IV SDN 024 Tanah Grogot Tanah Grogot
No 1 2 3 4 5
Rentang Nilai <2 3–4 5–6 7–8 9 – 10
Nilai Sebelum perbaikan 15 9 -
Perbaikan Siklus I 9 13 2
354
Perbaikan Siklus II 17 7
Ket
jumlah
24
24
24
Grafik Nilai Sains
18 16 14 12 Jumlah Siswa
10
Seb. Perb
8
siklus I
6
siklus II
4 2 0 '3-4
'5-6
'7-8
'9-10
Rentang Nilai
Keterangan : Ungu = data nilai sebelum perbaikan Merah = data nilai siklus I Kuning = data nilai siklus II Uraian deskripsi dari table dan grafik di atas adalah sebagai berikut : 1) Sebelum Perbaikan Guru senantiasa berusaha mencapai hasil yang maksimal. Untuk itu guru selalu belajar dari pengalaman dan berdiskusi sesama teman sejawat atau orang yang dianggap dapat menambah pengetahuan. Di kelas IV SDN Tanah Grogot keberhasilan Siswa masih kurang terutama mata pelajaran sains. Dari hasil evaluasi yang dilaksanakan guru dari 24 siswa hanya 9 orang yang mendapat nilai lebih dari 6,atau rata-rata hanya mencapai 5,96. Hal ini menjadi alasan bagi guru untuk memper- baiki kinerja yaitu dengan mengadakan perbaikan dibidang metode, strategi mengajar dan penggunaan media. 2) Perbaikan Pembelajaran Siklus I Dari hasil idntifikasi dan analisis penyebab ketidakberhasilan pada pembela- jaran Sains di SD Tanah Grogot Tanah Grogot pada kelas IV, maka guru mengadakan diskusi dengan teman sejawat dan bimbingan dari supervisor. Guru melakukan perencanaan, pelaksanaan dan menumpulkan data serta melakukan refleksi diri. Setelah persiapan sudah matang maka guru melaksanakan perbaikan siklus I. Pada siklus I ini setelah diadakan evaluasi hasil belajar siswa meningkat dari rata-rata 5,95 menjadi 6,88. Kemajuan ini didapat karena guru mengadakan perbaikan baik bidang strategis mengajar dan metode serta medianya. Guru memandang keberhasilan pada siklus I ini belum mencapai maksimal. Untuk itu guru akan mengadakan perbaikan siklus II. 3) Perbaikan pembelajaran Siklus II Pada perbaikan siklus I keberhasilan belum mencapai hasil yang maksimal Sehingga guru masih merasa perlu untuk mengadakan perbaikan siklus II. Siklus II ini tidak jauh berbeda dengan siklus I. Guru mengidentifikasi dan menganalisis Masalah yang menyebabkan belum tercapainya hasil yang maksimal pada siklus I. Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat dan bimbingan dari supervisor, maka diadakan beberapa perbaikan pada perencanaan,pelaksanaan serta instrumen pendukung perbaikan itu terutama dalam penggunaan metode-metode eksperimen. Dari hasil evaluasi pada siklus II nampak ada peningkatan yang signifikan, dari Rata-rata 6,88 pada siklus I menjadi 8,20 pada
355
siklus II. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada perbaikan siklus II ini guru menganggap sudah berhasil walaupun tidak semua siswa mencapai 8,00. Untuk itu guru tidak perlu mengadakan perbaikan siklus II. B. Pembahasan dari setiap siklus Pengalaman adalah guru yang utama, begitulah pepatah lama yang masih relevan sampai saat ini. Sebelum perbaikan hasil belajar siswa sangat rendah, Ketidakberhasilan ini disebabkan metode yang digunakan hanya metode ceramah. Metode ini kurang efektif untuk pembelajaran Sains pada pokok bahasan perubah an wujud benda. Hal ini dilihat dari perhatian siswa terhadap pelajaran kurang, ada yang diam ada juga yang bermain-main saat guru menerangkan pelajaran. Kurangnya alat peraga sebagai pendukung dalam penyampaian materi pelajaran. Guru tidak menghubungkan pelajaran dengan lingkungan dan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berujung pada hasil belajar siswa sangat rendah. Berdasarkan pengalaman itu, maka guru mengadakan perbaikan siklus I. Dalam pelaksanaan siklus I ini guru mengadakan perombakandan perubahan yang dianggap perlu. Perubahan yang dilakukan adalah strategi mengajar metode yang digunakan dan media pembelajaran. Setelah diadakan siklus ini peningkatan hasil mulai terlihat, yaitu nilai ratarata awal 5,96 naik menjadi 6.88. Hal ini disebabkan metode yang digunakan sudah berubah dari metode ceramah ke metode eksperimen. Siswa mulai kelihatan terlibat aktif dalam pembelajaran.Pertanyaan guru mulai bisa terjawab walau belum seluruhnya. Minat dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran mulai semakin antusias. Namum pada siklus I ini masih ada kekurangan-kekurangan atau kelemahan dalam penggunaan metode eksperimen sehingga hasil belum maksimal. Untuk itu guru memandang perlu untuk mengadakan siklus berikutnya yaitu siklus II. Pada pelaksanaan siklus II ini guru melakukan refleksi dari kegiatan dan hasil pada siklus I. Guru merenung kemudian berdiskusi dengan teman sejawat dan meminta bimbingan dan petunjuk dari supervisor. Setelah itu guru mulai melakukan persiapan dari perencanaan,pelaksanaan dan pengamatan data dan instrument.Kekurangan dan kelemahan pada siklus I diperbaiki pada silkus II ini dan yang sudah baik berusaha dipertahankan dan ditingkatkan. Pengunaan metode eksperimen didukung oleh metode lain yang bervariasi. Di samping itu guru juga menambah contoh-contoh yang terdapat dilingkungan anakanak.Guru menghu- bungkan perubahan wujud benda dengan kehidupan anak-anak seharihari. Memberikan gambaran dan manfaat dengan adanya perubahan wujud benda. Setelah persiapan mantap, guru melaksanakan siklus II. Dari hasil evaluasi setelah Siklus II selesai hasil belajar siswa meningkat tajam. Dari rata-rata 6,88 pada siklus I menjadi rata-rata 8,20 pada siklus II. Melihat hasil tersebut guru merasa puas dan bangga, karena apa yang dilakukan berhasil walaupun belum seratus persen. Keberhasilan ini menyadarkan guru bahwa untuk mendapat hasil yang baik guru harus mempertimbangkan dan memper- hatikan berbagai aspek,seperti : a. Sebelum proses pembelajaran di mulai guru harus menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menarik b. Pemilihan metode, media dan alat peraga harus dipertimbangkan matangmatang agar efisien dan efektif. c. Bahasa yang digunakan dalam penjelasan harus dapat dengan mudah dimengerti oleh siswa. d. Guru harus memperhatikan tingkat kemampuan siswa, karakteristik siswa dan pengalaman siswa. e. Lingkungan tempat tinggal harus dikaitkan dalam proses pembelajaran f. Minat dan motivasi siswa harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan hasil belajar. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan pengalaman dan hasil belajar yang dicapai setelah melaksanakan perbaikan siklus I dan siklus II pada mata pelajaran Sains/IPA, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan metode eksperimen dapan meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran IPA
356
kelas IV SDN 024 Tanah Grogot pokok bahasan perubahan wujud benda dari rata-rata sebelum penelitian 59,6 menjadi 6,88 pada siklus I menjadi rata-rata 8,20 pada siklus II. B. SARAN Keberhasilan adalah harapan, baik bagi guru, siswa dan sekolah atau dunia pendidikan pada umumnya. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut, jika hendak melaksanakan pembelajaran : 1. Agar mencapai hasil belajar yang maksimal guru seharusnya mempersiapkan diri dan memahami tujuan pokok bahasan yan akan disampaikan. 2. Guru harus mempertimbangkan dengan seksama dalam pemilihan metode pembelajaran agar pembelajaran menjadi efisien dan efektif. 3. Diskusi atau bertukar pengalaman dengan teman sejawat sangat perlu untuk keberhasilan pembelajaran. 4. Media / Kit IPA / Sains harus dimanfaatkan, karena sangat menunjang pemahaman siswa. DAFTAR PUSTAKA Asep Herry Hernawan, dkk. (2006) Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka. Daryanto (2005) Evaluasi pendidikan. Jakarta : PT Asdi Mahasatya. Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik, Puji Lestari Prianto, (2005) Pendidikan Anak Di SD. Jakarta : Universitas Terbuka. M.Muktiaji, Henny Listyastuti ( 2003 ) Matematika. Klaten : Intan Pariwara M.Suyati Khafid (2004) Pelajaran Matematika 4B Kurikulum 2004 BerbasisKompetensi. Jakarta : Erlangga. Surya M, dkk (2003) Kapita selekta Kependidikan SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Sumantri Mulyani, Nana Syaodih (2005) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas Terbuka. Tim FKIP (2007) Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP). Jakarta : Universitas Terbuka Winataputra, Udin dkk (2004) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Wibawa, Basuki (2004) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas.
PEMANFAATAN METODE DEMONSTRASI DENGAN BANTUAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA POKOK BAHASAN GAYA, GERAK DAN ENERGI LISTRIK DI KELAS VI Salmani SDN 006 Babulu Penajam Kalimantan Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perhatian dan hasil belajar siswa pada materi Gaya, Gerak, dan Energi Listrik, melalui penerapan metode pembelajaran Demonstrasi dengan bantuan tutor sebaya. Penelitian ini dilaksanakan di SDN 006 Babulu tahun pembelajaran 2012/2013, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VI semester II yang berjumlah 30 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi terhadap siswa dan guru, serta tes hasil belajar yang terdiri dari 10 soal uraian untuk setiap siklus. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, yang setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan metode pembelajaran demonstrasi dengan bantuan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan setelah diberikan tindakan. Pada siklus pertama diperoleh nilai rata-rata kelas 64,67 (cukup), pada siklus kedua diperoleh nilai rata-rata kelas 69 (cukup) dan pada siklus ketiga diperoleh nilai rata-rata kelas 74,33 (baik). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dengan metode demonstrasi dengan memberdayakan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa khususnya pada pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik.
357
Kata kunci: Metode Demonstrasi, Tutor sebaya, Hasil belajar
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pengajaran. Atau dengan gaya bahasa lain, mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponenkomponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia. Kedudukan guru dalam pengertian ini sudah tidak dapat lagi dipandang sebagai penguasa tunggal dalam kelas atau sekolah, tetapi dianggap sebagai manager of learning (pengelola belajar) yang perlu senantiasa siap membimbing dan membantu para siswa dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh dan menyeluruh. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi atau metode belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Metode merupakan fasilitas untuk mengantarkan bahan pelajaran dalam upaya mencapai tujuan. Oleh karena itu, bahan pelajaran yang disampaikan harus memperhatikan pemakaian metode agar tujuan pengajaran tercapai. Pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pengajaran salah satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan kondisi anak didik yang kurang kreatif disebabkan penentuan metode yang kurang sesuai dengan sifat bahan dan tujuan pengajaran. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Roestiyah (1991,43) mengatakan bahwa, dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat mengkombinasikan beberapa teknik penyajian pembelajaran, yang disesuaikan dengan karakteristik materi yang dibahas sesuai tujuan yang dirumuskan. Guru juga harus menyadari bahwa selain proses mengajar di kelas juga terjadi proses belajar, dan bahwa kemampuan penerimaan siswa berbeda satu sama lain sehingga jika acuan mengajar guru adalah siswa yang berkemampuan tinggi, maka siswa berkemampuan rendah akan sulit mengikuti (PBM), begitu pula sebaliknya. Hal yang seringkali dikeluhkan oleh guru ialah metode apa yang dapat membuat siswa yang berkemampuan tinggi tetap tertarik dan siswa berkemampuan rendah mengerti dengan pelajaran tersebut? Selain itu, kadang siswa enggan bertanya kepada guru tentang materi yang kurang dipahami olehnya. Oleh karena itu, peneliti mengambil metode Demonstrasi dengan bantuan tutor sebaya pada mata pelajaran IPA pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik. Dalam metode ini siswa berkemampuan tinggi membimbing siswa berkemampuan rendah sambil mengasah kemampuannya sendiri sehingga semua siswa tetap perhatian saat PBM. Vernon A. Magnesen mengatakan bahwa, kita belajar berdasarkan 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dan apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Pernyataan ini menjadi landasan berpikir penelitian ini. Selain itu, siswa lebih senang bertanya kepada temannya tentang pelajaran yang kurang dipahami olehnya. Penelitian ini difokuskan pada upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui metode demonstrasi dengan melibatkan tutor sebaya. Hal berdasarkan permasalahan yang akan diatasi dalam penelitian tindakan kelas ini adalah kurangnya hasil belajar IPA siswa kelas VI SDN 006 Babulu tahun ajaran 2012/2013 semester II sehingga hasil belajar siswa terhadap materi kurang memuaskan. 1. Kajian Teori 1. Metode Demonstrasi Penggunaan metode demonstrasi mempersyaratkan adanya suatu keahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan sesungguhnya. Keahlian mendemontrasikan tersebut harus dimilki oleh guru atau pelatih. Setelah didemonstrasikan, siswa diberi kesempatan melakukan latihan keterampilan atau proses yang sama di bawah bimbingan guru, pelatih, atau instruktur.
358
1. 2. 3. 4.
5. 6. 7.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan teknik demonstrasi adalah sebagai berikut : Guru harus mampu menyusun tujuan instruksional, agar dapat memberi motivasi yang kuat pada siswa untuk belajar. Pertimbangkanlah baik-baik apakah pilihan teknik anda mampu menjamin tercapainya tujuan yang telah dirumuskan Amatilah apakah jumlah siswa memberi kesempatan untuk suatu demonstrasi yang berhasil, bila tidak anda harus mengambil kebijaksanaan lain. Apakah anda telah meneliti alat-alat dan bahan yang akan digunakan mengenai jumlah, kondisi, dan tempatnya. Juga anda perlu mengenal baik-baik, atau lebih mencoba terlebih dahulu; agar demonstrasi berhasil Harus sudah menentukan garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan Apakah tersedia waktu yang cukup, sehinggaanda dapat memberi keterangan bila perlu, dan siswa bisa bertanya Selama demonstrasi berlangsung guru harus memberi kesempatan pada siswa untuk mengamati dengan baik dan bertanya Anda perlu mengadakan evaluasi apakah demonstrasi yang anda lakukan itu berhasil; dan bila perlu demonstrasi bisa diulang.
Metode demonstrasi tepat dilakukan bila : 1. Kegiatan pembelajaran bersifat formal, magang, atau latihan kerja 2. Materi pelajaran berbentuk keterampilan gerak, petunjuk sederhana untuk melakukan keterampilan dengan menggunakan bahasa asing, dan prosedur melaksanakan suatu kegiatan 3. Guru, pelatih, atau instruktur bermaksud menggantikan dan menyederhanakan penyelesaian suatu prosedur maupun dasar teorinya. 4. Pengajar bermaksud menunjukkan suatu standar penampilan Dengan demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam; sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan pada apa yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung. Adapun penggunaan teknik demonstrasi mempunyai tujuan agar siswa mampu memahami tentang cara mengatur atau menyusun sesuatu. 2. Tutor Sebaya a. Pemanfaatan Tutor Sebaya Pemanfaatan tutor sebaya dapat diartikan sebagai perbuatan atau proses yang dari hasil proses tersebut dapat memberikan manfaat (Depdikbud, 1996). Tutor sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik (Sawali Tuhusetya. 2007). b. Pemilihan Tutor Sebaya Mukhtar dan Rusmini (2003) menyatakan pemilihan tutor sebaya tidak harus siswa yang paling pandai dikelasnya, tetapi tentunya siswa tersebut sudah menguasai terhadap bahan ajar atau materi pelajaran yang akan ditutorkan. Ini berarti bahwa siswa yang pintar atau pandai di kelas belum menjamin bahwa siswa tersebut menguasai bahan ajar IPA, karena ada kalanya seorang siswa tentu saja memiliki beberapa kelemahan khususnya dalam menguasai materi tetentu. Dasar pertimbangan dalam memilih tutor sebaya selain menguasai bahan ajar yang akan ditutorkan. Siswa tersebut juga harus mampu menjabarkan atau menjelaskan ulang bahan ajar tersebut kepada siswa lainnya, dan mampu menjabarkan atau menjelaskan ulang kepada temantemannya jika terjadi kebuntuan dalam kelompok belajar. Pada saat inilah tutor sebaya akan terlihat peranannya dalam pembelajaran. Dalam pemilihan tutor sebaya hal-hal yang perlu dipertimbangkan menurut Natawidjaja (1993) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kemampuan dalam penguasaan materi.
359
2. 3.
Memiliki kemampuan dalam membantu orang lain (menjelaskan bahan ajar) Memiliki hubungan sosial yang baik dengan teman-temannya. Menurut Sawali Tuhusetya (2007), seorang tutor hendaknya memiliki kriteria : 1. Memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas; 2. Mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa; 3. Memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik; 4. Memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesama; 5. Memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik; 6. Bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab; dan 7. Suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan. Metode Demonstrasi dengan model tutor sebaya merupakan kelompok kerja yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran. Untuk menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan. Ketua kelompok dipilih secara demokratis oleh seluruh siswa. Sebelum diskusi kelompok terbentuk, siswa perlu mengajukan calon tutor. Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang dipelajari; 2. Mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis; 3. Menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila ada materi ajar yang belum dikuasai; 4. Menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dan insidental untuk memecahkan masalah yang dihadapi; 5. Melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru pembimbing pada setiap materi yang dipelajari. Peran guru dalam metode Demonstrasi dengan pemanfaatan tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa. Berikut adalah langah-langkah dari strategi tersebut : 1. Beberapa siswa yang dianggap cerdas dalam pelajaran IPA dikumpul 1 minggu sekali untuk dilatih. 2. Siswa yang telah dilatih tersebut nantinya akan dibagi dalam beberapa kelompok (dibagi dalam 2 kelompok, semakin banyak kelompok semakin baik sebab jumlah siswa yang belajar dalam kelompok akan lebih sedikit ), kemudian siswa tersebut akan mengumpulkan siswa yang lain untuk bergabung dalam kelompok yang ada. 3. Teknis pelaksanaannya adalah menggunakan pre test dan pos test. Pada 5-10 menit pertama siswa mengerjakan soal yang diberikan, setelah itu soal dibahas bersama dengan tutor sebaya. Untuk mengetahui tingkat pemahaman materi yang sudah diajarkan oleh rekannya diakhir sesi maka diberikan post test. 3. Hasil Belajar Untuk meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah, salah satu faktor penunjang adalah adanya proses belajar yang efektif. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari suatu praktek atau latihan (Sudjana, 1991). Menurut Slameto (1995), belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa perubahan seseorang merupakan hasil belajar, misalnya dari tidak dapat berhitung menjadi dapat berhitung. Hasil belajar dapat diukur dengan hasil tes yang diberikan. Tes merupakan sekelompok pertanyaan berbentuk lisan maupun tulisan yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa (Slameto, 1998). Menurut Arikunto (1992), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui dan menilai sesuatu. Penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan siswa dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Rohani, 1995). Dengan demikian yang dimaksud dengan hasil belajar IPA
360
adalah perubahan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar IPA yang dapat diukur dengan menggunakan tes. Tes dilaksanakan pada awal pembelajaran dan pada setiap akhir siklus untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa. 4. Gaya, Gerak, dan Energi Listrik a. Gaya dan Gerak Pada permainan tarik tambang, orang akan melakukan tarikan terhadap tali atau kita katakan orang melakukan gaya terhadap tali. Tali tambang tentunya akan lebih mudah jika ditarik oleh banyak orang dibandingkan ditarik oleh satu orang. Hal ini menunjukkan gaya yang dilakukan oleh beberapa orang lebih besar daripada oleh satu orang. Setelah melakukan tarik tambang, biasanya orang akan merasa capek dan lapar karena pada saat melakukan gaya diperlukan energi. Energi dalam tubuh kita berasal dari makanan yang kita makan. Bahan makanan dalam tubuh kita akan diubah menjadi energi kimia. Selanjutnya, energi kimia diubah menjadi energi otot untuk melakukan kerja. Setiap hari kita melakukan atau melihat orang lain melakukan bermacam-macam kegiatan, misalnya mendorong mobil mogok, menarik gerobak pasir, menendang bola, tarik tambang. Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu mendorong dan menarik merupakan cara bekerjanya gaya terhadap benda. Saat orang mendorong mobil mogok atau menendang bola, berarti orang tersebut sedang memberikan gaya dorong pada mobil atau bola. Saat kita menarik gerobak pasir atau melakukan permainan tarik tambang, berarti kita sedang memberikan gaya tarik pada gerobak pasir dan tali tambang. Suatu tarikan atau dorongan yang menyebabkan benda bergerak di sebut gaya. Tarikan dan dorongan selain dapat dilakukan manusia, juga dapat dikeluarkan oleh hewan maupun benda-benda, misalnya kerbau menarik pedati, magnet menarik benda-benda yang terbuat dari besi dan baja, pesawat dapat tinggal landas karena gaya dorong yang dihasilkan mesin, batu terlontar dari katapel karena dorongan karet katapel yang terenggang. Besar kecilnya gaya dapat diukur oleh sebuah alat, yaitu dinamometer. Satuan gaya adalah Newton. b. Energi Listrik Bagaimana cara menghasilkan energi listrik? Untuk memahami energi listrik, kamu harus memahami gejala kelistrikan terlebih dahulu. Suatu benda mengandung ribuan muatan listrik yang sangat kecil. Ada dua jenis muatan listrik, yaitu muatan positif (+) dan muatan negatif (–). Jumlah muatan listrik pada setiap benda sama. Gejala kelistrikan muncul ketika kedua muatan tersebut tidak sama. Listrik yang umumnya kita kenal adalah listrik yangmengalir. Listrik yang mengalir disebut arus listrik. Benda yang dapat menghasilkan arus listrik dinamakan sumber energi listrik, misalnya baterai. Baterai berisi zat kimia yang dapat berubah men-jadi energi listrik. Apabila kutub positif (+) dan kutub negatif (–) dihubungkan dengan menggunakan kawat, arus listrik akan mengalir. Untuk mengetahui baterai itu mengalirkan arus listrik, kamu dapat memasang sebuah lampu. Apabila lampunya menyala berarti arusnya mengalir.
Gambar 1 Rangkaian Arus Listrik
361
c. Konduktor dan Isolator Listrik Konduktor listrik adalah benda yang dapat menghantarkan arus listrik, misalnya benda dari logam. Adapun isolator listrik adalah benda yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, misalnya plastik dan karet. d. Perubahan Energi Listrik Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Ketika kamu menggosok kedua telapak tangan, kamu akan merasakan panas dari tanganmu karena energi gerak yang dihasilkan dari kedua telapak tangan berubah menjadi energi panas. Lampu yang menyala merupakan perubahan energi listrik menjadi energi panas dan energi cahaya. C. Metode Penelitian 1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan subyek penelitian siswa kelas VI semester II. Setiap siklus melalui tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian tindakan kelas dijabarkan sebagai berikut : Tabel 1. Sajian Materi Pada Setiap Siklus. Siklus Pertemuan Materi I 1 1. Menjelaskan konsep Gaya, gerak, dan energi. 2. Penyampaian sedikit materi yang belum terselesaikan dan evaluasi hasil belajar siklus I 2 dengan 10 soal uraian dalam waktu 60 menit II 1 3. Menjelaskan konsep arus listrik, rangkaian listrik, konduktor dan isolator. 4. Penyampaian sedikit materi yang belum terselesaikan dan evaluasi hasil belajar siklus II 2 dengan 10 soal uraian dalam waktu 60 menit III 1 5. Menjelaskan konsep sumber-sumber listrik, manfaat dan cara penghematan energi listrik. 6. Penyampain sedikit materi yang belum terselesaikan dan evaluasi hasil belajar siklus III 2 dengan 10 soal uraian dalam waktu 60 menit. a) Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti bersama teman sejawat yang juga guru kelas merencanakan suatu perbaikan pembelajaran dengan materi Gaya, Gerak, dan Energi Listrik. Perencanaan mengikuti langkah sebagai berikut : 1) Membuat skenario pembelajaran dengan memanfaatkan tutor sebaya dalam membantu siswa yang belum memahami bahan ajar. 2) Membuat lembar observasi yang digunakan untuk mencacat kejadian-kejadian saat berlangsungnya proses belajar mengajar. 3) Menyusun tes sub sumatif (alat evaluasi), untuk melihat hasil belajar siswa setelah pembelajaran di semua siklus telah selesai. b) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Setiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan, langkahlangkah yang dijalankan dapat dilihat sebagai berikut : 1) Peneliti (guru) mengkondisikan kelas, agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan tenang, aktif, dan disiplin pada saat menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Peneliti (guru) memotivasi siswa untuk memperhatikan pembelajaran dengan menceritakan manfaat belajar Gaya, Gerak, dan Energi Listrik yang ada dalam kehidupan sehari-hari. 3) Membuat kelompok belajar yang terdiri atas 5 siswa, pembentukan kelompok yang heterogen dengan memperhatikan jenis kelamin dan tingkat kemampuan siswa. Tiap
362
kelompok diketuai oleh seorang siswa dan sekaligus sebagai tutor sebayanya. 4) Peneliti (guru) menuliskan sub pokok bahasan yang akan dipelajarinva di papan tulis, menyelesaikan soal-soal IPA yang telah disediakan sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti (guru) bersama siswa bersama-sama mempersiapkan alat dan bahan untuk melakukan demonstrasi atau eksperimen dengan langkah-langkah sebagai berikut : Demonstrasi atau eksperimen siklus I (Membuat Model Jungkat Jungkit ) 1. Guru menyuruh siswa melakukan secara berkelompok. Kemudian letakkanlah penggaris di atas penghapus, usahakan sampai setimbang.
2.
Letakkan sebuah koin pada salah satu ujungnya, apa yang terjadi
3. 4.
Letakkan sebuah koin pada ujung yang satunya lagi, apa yang terjadi Kemudian kalian tambahkan satu koin pada salah satu ujungnya sehingga koin menjadi dua buah, apa yang terjadi? 5. Kemudian, kamu geser dua buah koin tadi mendekati penghapus pensil sedikit-sedikit, apa yang terjadi? 6. Kemudian guru menyuruh siswa berdiskusi di dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut (adanya tutor sebaya berpengaruh pada diskusi ini): 1. Ketika kalian geser sedikit-sedikit dua buah koin tersebut, apakah kalian menemukan titik kesetimbangan? 2. Ketika dua buah koin kalian geser sampai setimbang, berapa jarak koin ke titik tumpu penghapus pensil? 3. Gaya apa yang memengaruhi penggaris sehingga penggaris tersebut dapat bergerak ke atas dan ke bawah? 4. Selain menggeser dua buah koin, apakah kesetimbangan dapat terjadi dengan cara menggeser penghapus pensil? Demonstrasi atau eksperimen siklus II (Mengamati gejala listrik) 1. Guru menyuruh siswa menggosokkan penggaris plastik pada rambut kering. Perhatikan Gambar dibawah ini
363
2.
Guru menyuruh siswa mendekatkan penggaris pada potongan kertas. Perhatikan Gambar dibawah ini
3.
Guru menyuruh siswa mendiskusikan bersama teman-teman sekelompoknya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. -Apakah potongan kertas tertarik penggaris? Jika ya, jelaskan mengapa terjadi demikian? -Apa yang dapat kamu simpulkan mengenai gejala kelistrikan dari percobaan di atas?
Demonstrasi atau eksperimen siklus III (Penggolongan Benda yang Isolator dan Konduktor) Siapkan alat dan bahan sebagai berikut. 1. Lampu 2. Baterai 3. Klip logam 4. Sedotan 5. Kabel 6. Karet gelang 7. Paku 8. Sendok logam 9. Lembaran karton ukuran 4 x 10 cm 1. Susunlah rangkaian seperti gambar di bawah ini.
2. Rangkaian tersebut dihubungkan dengan paku pada ujung kabel A dan B. 3. Apakah lampu menyala? 4. Coba kamu ganti paku tadi dengan klip, sedotan, karet gelang, sendok, lembaran karton, dan sumpit secara bergantian.
364
5. Isilah tabel berikut dengan tanda √. Benda Paku Sedotan Karet gelang Sendok Lembaran Karton Klip 6.
Lampu Menyala
Kemudian diskusikanlah bersama teman-temanmu untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut. 1. Benda mana saja yang termasuk konduktor listrik? 2. Benda mana saja yang termasuk isolator listrik?
c) Observasi Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru pengajar bersama teman sejawat melakukan tindakan dengan teknik observasi partisipasif dan menggunakan catatan lapangan serta analisis dokumen. Intrumen yang digunakan dan yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah hasil latihan soal, mutu keberadaan, perilaku siswa dan guru serta hasil tes belajar IPA pada materi Gaya, Gerak, dan Energi Listrik. d) Refleksi Pada tahap refleksi ini peneliti bersama-sama guru sebagai teman sejawat mendiskusikan hasil tindakan pada setiap akhir tindakan, kemudian bila perlu direvisi tindakan sebelumnya maka akan dilaksanakan pada tindakan berikutnya. 2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari samapi Maret di semester II tahun pelajaran 2012/2013 di SDN 006 Babulu. 3. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI 2012/2013 di SDN 006 Babulu dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dalam setiap tindakan selama pengajaran berlangsung, pengerjaan Demonstrasi, pekerjaan rumah, dan tes hasil belajar pada setiap putaran. Tes yang digunakan berbentuk essay sebanyak 10 soal uraian dengan waktu estimasi yang disediakan 2x30 menit. Tes dilaksanakan setiap akhir siklus yang telah dilaksanakn dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru. Soal yang diteskan disesuaikan dengan materi yang telah diajarkan. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari rata-rata kelas berdasarkan nilai tes pada setiap siklus. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriftif kualitatif, yang hanya memaparkan data yang diperoleh melalui observasi, pemberian soal-soal sebagai latihan dan tes hasil belajar. Tim Proyek PSM (1999) menyatakan, analisis data penelitian tindakan kelas terdiri atas tiga tahapan yaitu reduksi data, paparan data dan penyimpulan. 1) Reduksi data Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Data yang diperoleh dari hasil tes subsumatif (lembar jawaban siswa) dikelompokkan dalam kelas-kelas yang memiliki kesamaan masalahnya masing-masing, sehingga akan memberikan informasi atau gambaran yang jelas 2) Penyajian data Penyajian data atau paparan data merupakan penampilan data yang sederhana, kegiatan ini dilakukan setelah data direduksi sesuai dengan masalahnya masing-masing. Penyajian data ini dapat naratif, representatif tabulasi termasuk dalam bentuk matriks, atau dalam bentuk lain.
365
3) Menarik kesimpulan Menarik kesimpulan merupakan kegiatan akhir dalam menganalisis data, kesimpulan merupakan proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisir dalam bentuk kalimat lain atau formula yang singkat dan padat tetapi memiliki makna sehingga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tujuan penelitian. 1. Indikator Kinerja Untuk mengetahui keberhasilan dalam proses belajar mengajar baik secara individu maupun klasikal, hasil belajar kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus berikut (Thoha, 1991):
Mi
X N
Keterangan : Mi = Besarnya nilai rata-rata ΣX = Jumlah seluruh skor hasil tes belajar N = Jumlah siswa peserta tes Data yang didapat kemudian disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan dengan menyajikan dalam bentuk persentase untuk setiap siklus. Yang menjadi indikator atau tolak ukur untuk menyatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa adalah jika terjadi peningkatan rata-rata hasil tes untuk setiap putaran dari tingkat keberhasilan siswa dalam persen. Kriteria hasil belajar didasarkan pada perhitungan nilai yang diperoleh siswa sebagaimana pada tabel-3 berikut ini. Tabel-2 Kriteria kualitas hasil belajar Rata-rata nilai Nilai Kualitas hasil belajar siswa Huruf Kriteria (nilai Kuantitas) Baik sekali 79 < x ≤ 100 A Baik 69 < x ≤ 79 B Cukup 59 < x ≤ 69 C Kurang 49 < x ≤ 59 D Kurang 0 < x ≤ 49 E sekali Sumber: Depdiknas, (2004) PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Kualitas pembelajaran Berdasarkan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan siswa dan guru berikut pada siklus I dilaporkan datanya dalam Tabel-3 Tabel-3 Kualitas aktifitas siswa dan guru pada siklus I No
Aspek Pengamatan
Skor
1 1. 2. 3.
Aktifitas Siswa Perhatian siswa Partisipasi siswa Pemahaman siswa
2 2 2
366
Ket 1: Sangat Kurang 2: Kurang 3: Cukup 4: Baik 5: Sangat
2
Aktifitas Guru 1. Penyajian Materi 2. Kemampuan memotivasi siswa 3. Pengelolaan kelas 4. Pembimbingan guru terhadap siswa
Baik 3 3 2 3
Rata-rata kualitas pembelajaran pada siklus I adalah 2,4 masih termasuk antara kuang dan cukup. Pengamatan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan siswa dan guru berikut pada siklus II dilaporkan datanya dalam Tabel-4 Tabel-4 Kualitas aktifitas siswa dan guru pada siklus II
No
Aspek Pengamatan
1
Aktifitas Siswa 1. Perhatian siswa 2. Partisipasi siswa 3. Pemahaman siswa Aktifitas Guru 1. Penyajian Materi 2. Kemampuan memotivasi siswa 3. Pengelolaan kelas 4. Pembimbingan guru terhadap siswa
2
Skor 3 3 3
Ket 1: Sangat Kurang 2: Kurang 3: Cukup 4: Baik 5: Sangat Baik
3 3 3 4
Rata-rata kualitas pembelajaran pada siklus I adalah 3,1 berarti cukup. Pengamatan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan siswa dan guru berikut pada siklus III dilaporkan datanya dalam Tabel-5 Tabel-5 Kualitas aktifitas siswa dan guru pada siklus III : No 1
2
Aspek Pengamatan
Skor
Aktifitas Siswa 1. Perhatian siswa 2. Partisipasi siswa 3. Pemahaman siswa
4 4 4
Aktifitas Guru 1. Penyajian Materi 2. Kemampuan memotivasi siswa 3. Pengelolaan kelas 4. Pembimbingan guru terhadap siswa
3 4
Ket 1: Sangat Kurang 2: Kurang 3: Cukup 4: Baik 5: Sangat Baik
3 4
Rata-rata kualitas pembelajaran pada siklus I adalah 3,7 termasuk antara cukup dan baik. 4. Hasil belajar Pada hasil post-test pada siklus I menunjukkan dari 30 siswa sebanyak 19 orang siswa tuntas dengan nilai antara 50 sampai 80 dan nilai rata-rata kelas adalah 64,67. Nilai ketuntasan
367
belajar siswa secara keseluruhan adalah 63,33%. Hasil post-test pada siklus II menunjukkan dari 30 siswa sebanyak 22 orang siswa tuntas dengan nilai antara 60 sampai 90 dan nilai rata-rata kelas adalah 69. Nilai ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan adalah 73,33%. Sedangkan hasil post-test pada siklus III menunjukkan dari 30 siswa sebanyak 27 orang siswa tuntas dengan nilai antara 60 sampai 90 dan nilai rata-rata kelas adalah 74,33. Nilai ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan adalah 90%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, begitu pula dari siklus II ke siklus III dengan menerapkan pembelajaran metode demonstarsi dengan bantuan tutor sebaya pada materi Gaya, Gerak, dan Energi Listrik Kelas VI SDN 006 Babulu tahun ajaran 2012/2013. Pembelajaran metode Demonstrasi dengan pemanfaatan tutor sebaya ini membuat siswa menjadi mandiri dan senang belajar karena diberi kesempatan untuk membagi informasi dengan teman-temannya yang lain, selain itu diberi tanggung jawab untuk mengatur dan mengkoordinasi kelompoknya. Dengan menggunakan model pembelajaran ini siswa tidak hanya mendapat penjelasan dari peneliti sebagai guru, tetapi mereka juga dapat bekerjasama dengan teman-teman dalam kelompoknya. Pembahasan Siklus I (Sub Pokok Bahasan Hubungan Gaya dan Gerak) Pelaksanaan pembelajaran metode Demonstrasi dan tutor sebaya berjalan cukup baik walaupun terlihat beberapa kesenjangan seperti : 1) Ada beberapa siswa yang memandang remeh tutor dalam kelompoknya, 2) Ada beberapa tutor yang masih belum siap membimbing temannya dalam belajar sehingga pembelajaran dalam kelompok tersebut terasa canggung dan pasif baik karena kurang dapat mengkomunikasikan maksudnya dengan baik maupun kurang dapat menerima tanggapan dalam siswa lain dalam timnya, 3) Ada beberapa siswa yang pasif dan ada pula siswa yang ribut sehingga menggangu temannya. Kemampuan guru (peneliti) dalam menyajikan materi dinilai sangat baik oleh pengamat yang bertindak sebagai obsever karena guru mampu menyampaikan materi dengan tepat dan jelas, pertanyaan yang diberikan cukup mengenai sasaran, memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan dan memperhatikan tanggapan yang berkembang pada siswa. Kemampuan guru dalam memotivasi siswa dinilai baik karena siswa merasa senang belajar dengan cara bertukar informasi dengan temannya sendiri. Cara belajar seperti ini (dengan mendemonstrasikan materi yang akan disampaikan oleh guru) dianggap siswa unik, menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa lebih cepat mengerti mengenai materi yang diajarkan. Pengelolaan kelas dinilai baik, walaupun guru mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian siswa yang suka ribut. Bimbingan peneliti terhadap siswa sudah baik, peneliti mengunjungi kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan. Pada pertemuan kedua di siklus pertama ini, dilakukan pengajaran seperti pada pertemuan pertama tetapi pada materi yang berbeda ataupun yang belum terselesaikan pada pertemuan sebelumnya. Dengan mengadakan diskusi dengan siswa, disini guru melayani segala pertanyaan siswa mengenai materi yang telah diajarkan. Setelah diskusi selesai guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Selanjutnya diadakan post-test untuk mengukur keberhasilan pembelajaran di siklus I. Hasil yang telah dicapai pada siklus I ini yaitu : 1. Beberapa siswa sudah dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari konsep hubungan antara gaya dan gerak. 2. Beberapa siswa sudah dapat memahami materi yang diajarkan oleh guru. 3. Aktivitas belajar siswa sudah mulai meningkat dibandingkan dengan proses pembelajaran sebelumnya hal ini dikarenakan siswa terlibat dalam kelompok yang ditujukan oleh guru untuk melakukan demonstrasi. 4. Siswa yang lebih memahami materi pelajaran sudah dapat membimbing siswa yang belum menguasai materi pelajaran dengan baik. 5. Hasil belajar siswa mulai ada peningkatan dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya. Beberapa hal yang perlu diperbaiki selama proses pembelajaran, yaitu: 1. Suasana kelas yang ribut pada saat siswa bekerjasama dengan teman kelompoknya pada saat dilaksanakannya demonstrasi
368
2.
3. 4.
Beberapa siswa ada yang tidak terlalu memahami materi yang menjadi kewajibannya, sehingga ketika ia setelah selesai melakukan demonstrasi dan guru menerangkan materi pelajaran siswa masih terlihat bingung dan belum fokus terhadap pembelajaran. Ada sejumlah siswa dalam kelompoknya yang mendominasi menyelesaikan tugas sehingga teman yang lain terlihat pasif Nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa masih dinilai cukup sehingga perlu ditingkatkan pada siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil yang telah didapat peneliti bersama Guru sebagai obsever akan meneruskan ke siklus yang kedua karena hasil yang didapat belum memenuhi standar ketuntasan belajar yang telah disepakati yaitu sebesar 85%. Untuk siklus selanjutnya peneliti akan lebih memotivasi siswa khususnya untuk siswa yang pasif agar lebih aktif, peneliti akan lebih memperhatikan reaksi yang berkembang pada siswa dan lebih membimbing siswa serta menindak tegas siswa yang suka membuat keributan. Siklus II ( Sub Pokok Bahasan Arus Listrik dan Rangkaian listrik) Pada siklus kedua ini langkah-langkah yang dilakukan sama pada siklus I, dan berdasarkan diskusi antara peneliti dan obsever pada siklus kedua ini peneliti akan lebih memotivasi siswa khususnya untuk tutor yang masing kurang dalam membimbing teman satu timnya dan siswa yang pasif agar lebih aktif, lebih memperhatikan reaksi yang berkembang pada siswa dan lebih membimbing siswa serta menindak tegas siswa yang suka membuat keributan. Langkah awal dalam siklus II ini adalah mengkondisikan semua siswa siap mengikuti proses pembelajaran dengan berada pada kelompok belajar masing-masing. Selanjutnya diberikan materi pelajaran melalui kegiatan demonstrasi untuk masing-masing kelompok. Pada siklus ini pelaksanaan pembelajaran kooperatif berjalan lebih baik dari siklus I karena siswa sudah terlihat bekerjasama dengan baik dalam kelompoknya masing-masing. Peneliti mampu memotivasi siswa yang pasif menjadi lebih aktif serta tutornya, dan tidak ada siswa yang membuat keributan. Peneliti lebih membimbing siswa dengan mendekati ke kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dan pasif. Kemampuan peneliti menyajikan materi baik walaupun kurang memberikan variasi dalam penyampaiannya. Kemampuan peneliti dalam memberikan motivasi pada siswa dinilai baik, peneliti mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan pemberian dukungan serta penguatan-penguatan agar siswa yang pasif mau bekerjasama dengan siswa lain. Pengelolaan kelas yang dilakukan peneliti dinilai cukup baik. Peneliti tanggap terhadap situasi yang terjadi di kelas, memberikan perhatian pada siswa, dan memusatkan perhatian kelompok pada tugas yang diberikan. Pada pertemuan kedua di siklus kedua ini, dilakukan pembelajaran dengan materi yang berbeda setelah itu dilakukan diskusi mengenai materi yang ada dalam buku pelajaran dan disini peneliti melayani segala pertanyaan dan ketidakpahaman siswa mengenai materi yang telah diajarkan. Setelah diskusi selesai peneliti membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari pada siklus ini. Selanjutnya diadakan postest untuk mengukur keberhasilan pembelajaran di siklus II ini. Dari hasil postest menunjukkan dari 30 peserta tes 22 siswa tuntas dengan nilai antara 60 sampai 90 dan nilai rata-rata kelas adalah 69, siswa sudah bisa memahami materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Nilai ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan pada siklus II adalah 73,33%. Refleksi pada siklus II yang terpenting adalah bimbingan peneliti pada kelompokkelompok masih sangat diperlukan, keaktifan dan keberanian siswa dalam memberikan informasi sebaik mungkin pada kelompok lain harus lebih ditingkatkan pada siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi maka peneliti dan guru sebagai obsever sepakat untuk melanjutkan pada siklus yang ketiga untuk memantapkan hasil peningkatan hasil belajar dan untuk melihat apakah siswa benar-benar memahami materi Gaya, Gerak, dan Energi Listrik dengan penggunaan metode Demonstrasi dengan pemanfaatan tutor sebaya dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang telah dicapai pada siklus II, yaitu: 1. Siswa sudah dapat merangkai dan emahami konsep materi pelajaran tentang rangkaian listrik.
369
2.
3. 4. 5.
Siswa mulai mau memberikan pendapat, termotivasi dalam mengerjakan tugas, mau memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, dan mau bekerjasama dengan siswa lain pada saat dilaksanakan demonstrasi. Ada peningkatan dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. Siswa lebih antusias pada saat demonstrasi. Nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa mengalami peningkatan dari 64,67 pada siklus I menjadi 69 pada siklus II.
Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki dalam kegiatan pembelajaran pada siklus selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Masih ada siswa yang tidak dapat diajak berkooperatif pada saat pembelajaran maupun saat mendemonstrasikan materi pelajaran. 2. Walaupun mengalami peningkatan tapi nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa masih dinilai cukup sehingga perlu ditingkatkan pada siklus berikutnya. Berdasarkan masalah yang dihadapi pada siklus II belum terselesaikan, maka peneliti (guru) beserta observer (rekan sejawat) sepakat untuk melanjutkan siklus ketiga sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Siklus III ( Sub Pokok Bahasan Sumber listrik, sifat konduktor dan isolator listrik, serta manfaat dan cara penghematan listrik) Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dan II, maka pada siklus ketiga ini peneliti akan terus membimbing terhadap kelompok-kelompok terutama yang pasif, peneliti akan tetap bersikap tegas terhadap siswa yang membuat keributan, serta meningkatkan keaktifan dan keberanian siswa dalam menyampaikan informasi sebaik mungkin pada kelompok lain. Aktivitas peneliti maupun siswa pada siklus ini secara keseluruhan mengalami peningkatan. Kemampuan peneliti dalam penyajian informasi atau materi dinilai baik. Peneliti mampu menyampaikan materi dengan jelas hingga siswa benar-benar paham, peneliti juga memberi pertanyaan mengenai pembelajaran yang akan disampaikan, memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya, serta memperhatikan demonstrasi yang dilakukan siswa. Pada siklus ini siswa semakin antusisa terhadap materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini dikarenakan demonstrasi yan akan dilakukan lebih menarik perhatian siswa dibandingkan dengan demonstrasi sebelumnya. Kemampuan peneliti memotivasi juga baik, peneliti melibatkan siswa pada proses pembelajaran terutama pada siswa yang pasif. Hal ini dilakukan dengan pemberian dukungan dan penguatan-penguatan agar siswa yang pasif mau bekerjasama dengan siswa lain. Pengelolaan kelas dinilai baik, peneliti tanggap terhadap situasi yang terjadi di kelas, memberikan perhatian pada siswa, memberi petunjuk yang jelas, bimbingan peneliti terhadap siswa juga dinilai baik. Sebelum dilakukan postest siswa dibawah bimbingan peneliti mengambil kesimpulan inti mengenai pembelajaran di siklus III ini. Selanjutnya dilanjutkan dengan postest diakhir siklus. Dan hasil postest menunjukkan 90% dari 30 siswa tuntas dengan pencapaian nilai antara 60 sampai 90 dan nilai rata-rata kelas 74,33. Dari analisis per item soal siswa sudah dapat memahami tentang aplikasi Gaya, Gerak, dan Energi Listrik dalam kehidupan. Meningkatnya aktivitas siswa dan peneliti maka meningkat pula hasil belajar yang didapat siswa. Masing-masing kelompok meningkatkan kerjasama, perhatian, dan partisipasi mereka. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yang meningkat. Berdasarkan hasil yang telah didapat peneliti guru bersama sebagai obsever sepakat tidak meneruskan ke siklus yang selanjunya karena hasil yang didapat telah memenuhi standar ketuntasan belajar yang telah disepakati yaitu sebesar 85% dan ini mengisyaratkan bahwa siswa telah dapat memahami penerapan metode Demonstrasi dan tutor sebaya dalam pembelajaran dengan baik terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik ini. Berikut adalah grafik peningkatan hasil belajar siswa :
370
Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa 75 70 65 60 Siklus Siklus Siklus I II III
Gambar 2 Grafik nilai rata-rata hasil belajar siswa
Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dari keseluruhan siklus benar-benar meningkatkan hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran Demonstrasi dengan memanfaatkan tutor sebaya terhadap pemecahan masalah pada pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik seperti yang diperlihatkan oleh grafik diatas. Tingkat pemahaman guru dan siswa dalam mengatasi suatu permasalahan yakni latihan soal secara menyeluruh lebih baik. Karena dengan memanfaatkan tutor sebaya dalam metode Demonstrasi kelompok terhadap pemecahan masalah sangat berguna sekali didalam memahami pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik serta dapat memacu belajar siswa lebih aktif serta merangsang daya pikir siswa yang bertindak sebagai tutor maupun siswa yang lain dalam satu kelompok tersebut. Hal ini dapat terjadi melalui kegiatan praktek yang mengikuti petunjuk sampai pada akhir kegiatan. Hal-hal yang telah dicapai pada siklus III, yaitu: 1. Siswa sudah dapat membedakan bahan-bahan yang termasuk isolator dan konduktor listrik. 2. Siswa mulai mau memberikan pendapat, termotivasi dalam mengerjakan tugas, mau memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, dan mau bekerjasama dengan siswa lain pada saat dilaksanakan demonstrasi. 3. Ada peningkatan dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. 4. Siswa lebih antusias pada saat demonstrasi dibandingkan dengan siklus sebelumnya. 5. Nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa terus mengalami peningkatan dari 64,67 pada siklus I menjadi 69 pada siklus II menjadi 74,33 pada siklus III. 6. Persentase ketuntasan belajar siswa sudah mencapai 85 %. PENUTUP Kesimpulan Metode pembelajaran Demonstrasi dan pemanfaatan tutor sebaya dalam kelompok terhadap pemecahan masalah pada pokok bahasan Gaya, Gerak, dan Energi Listrik sangat terbukti dapat memaksimalkan hasil belajar siswa dimana siswa dapat belajar dan berbagi pendapat dengan tutor sebayanya dalam memecahkan masalah dan menjalankan kegiatan pembelajaran tersebut secara bersama-sama dengan mengerjakan Demonstrasi. Selain itu metode ini dapat menarik perhatian siswa untuk lebih meningkatkan hasil belajar yang maksimal. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan lebih terarah apabila guru memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran yang ada secara baik dan efektif. Saran Pemanfaatan metode yang tepat, efektif dan lebih inovatif dalam melaksanakn proses pembelajaran akan memberikan hasil yang lebih optimal dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Natawidjaja. 1993. Pengajaran Remedial. Jakarta: PD. Andreola. Roestiyah, N.K 1991. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta : Rineka Cipta Rohani, A. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
371
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta -----------. 1998. Bimbingan di Sekolah. Jakarta : Bina Aksara. Sudjana, N. (1991). Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Bandung: Universitas Indonesia Sulistyanto. Heri, dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Kelas VI SD/MI. Jakarta : Pusat Perbukuan Tuhusetya, Sawali. 2007. Diskusi Kelompok Terbimbing Model Tutor Sebaya. http://www.addthis.com
372