Pembagian Ilmu Pengetahuan Menurut Francis Bacon: Pengaruhnya terhadap Bagan Klasifikasi Perpustakaan Oleh: Miswan Abstrak Salah satu usaha untuk mempermudah temu kembali koleksi di perpustakaan adalah dengan mengelompokkan koleksi bahan perpustakaan menurut topik atau isi yang dibahas di dalamnya. Kegiatan ini dikenal dengan istilah klasifikasi. Sudah sejak lama perpustakaan menggunakan berbagai sistem klasifikasi untuk mengelompokkan koleksi berdasar isinya dengan memberikan kode-kode tertentu. Kode-kode dalam bagan klasifikasi ini memiliki sejarah panjang terkait dengan sejarah pembagian ilmju pengetahuan itu sendiri. Apabila ditelusuri lebih jauh, beberapa bagan klasifikasi yang dikenal luas di perpustakaan seperti: Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), Library of Congress Classification (LCC), Colon Classification (CC), dan Bibliographic Classification (BC), terpengaruh oleh pembagian ilmu pengetahuan yang dicetuskan oleh filosof terkenal, Francis Bacon. Di dalam bukunya The Advancement of Learning Bacon berpandangan bahwa semua pengetahuan manusia berpijak pada tiga kemampuan dasar jiwa manusia. Ketiga kemampuan tersebut adalah memory, imagination dan reason. Ingatan atau memory menghasilkan ilmu sejarah dan yang terkait. Imajinasi atau imagination menghasilkan sastra dan kesenian. Rasio atau reason menghasilkan filsafat. Kemudian atas dasar ketiga kemampuan tersebut, Bacon membagi ilmu pengetahuan secara terperinci. Dasar pembagian Bacon ini diikuti oleh hampir semua bagan klasifikasi perpustakaan, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Kata kunci: Bagan Klasifikasi; Pembagian Ilmu Pengetahuan; Klasifikasi di Perpustakaan Pendahuluan “The parts of human learning have reference to the three parts of man’s understanding, which is the seat of learning: history to his memory, poesy to his imagination, and philosophy to his reason”. (Bacon, Francis, 1605: 32). Fungsi utama setiap perpustakaan adalah menjadi perantara atau antarmuka (intermediary, interface) antara dunia pengetahuan dan informasi di satu sisi dan pemakai pengetahuan di sisi lain (Lancaster, 1979: 4-5). Untuk itu perpustakaan melakukan pengelolaan koleksi yang dimilikinya agar dapat ditemukan kembali dengan mudah dan cepat oleh pemakai pada saat diperlukan. Secara umum perpustakaan melakukan pengindeksan informasi dan koleksi yang dimilikinya untuk
68
menciptakan wakil ringkas koleksi yang terkenal dengan katalog, untuk memudahkan pemakai mengakses dan menemukan koleksi. Salah satu kegiatan pengindeksan ini adalah klasifikasi koleksi, yaitu pengelompokan koleksi yang memiliki ciri-ciri yang sama, umumnya subyek koleksi yang menjadi ciri pembagian. Apabila ditelusuri sejarahnya, klasifikasi memiliki keterkaitan dengan teori dan pembagian ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh filosof kenamaan pada awal masa modern yaitu Francis Bacon. Tulisan singkat ini mencoba mendeskripsikan pengaruh Francis Bacon terhadap pembagian ilmu atau klasifikasi di perpustakaan melalui bagan-bagan klasifikasi utama yang dipergunakan oleh perpustakaan dalam mengklasifikasi koleksinya.. Francis Bacon: Riwayat Hidup dan Karyanya Francis Bacon, Lord Chancellor, Baron de Verulam, Viscount St. Albans (1561-1626), lahir di London di tengah-tengah keluarga bangsawan Sir Nicholas Bacon. Ibunya, Lady Bacon, adalah seorang perempuan yang cerdas dan memiliki sentimen keagamaan yang kuat. Sebagai anak bungsu, Francis dikenal sebagai anak yang lemah dan serius. Ia masuk ke Trinity College, Cambridge, pada usia 12 tahun yang kemudian memikat perhatian sang Ratu karena kematangan intelektualnya. Ibunya sangat mengharapkan Francis menjadi seorang yang saleh, sedangkan ayahnya berharap ia menjadi seorang diplomat dan mengajarkannya tata cara kehidupan istana. Hal ini menimbulkan pertentangan dalam dirinya di kemudian hari (Cranston, 1972: 235). Francis Bacon dikenal sebagai negarawan dan filosof ilmu pengetahuan ternama di Inggris. Ia adalah seorang yang cakap di berbagai bidang. Ia dikenal ahli di bidang politik, hukum, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan (Cranston, 1972: 235). Dalam karirnya sebagai negarawan dan politikus, Bacon sangat dihormati. Ia pernah diberi tugas di kedutaan besar Inggris di Paris. Kemudian ia terjun di bidang hukum dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1584 pada usia 23 tahun. Pada usia 57 tahun Bacon diangkat menjadi Lord Chancellor dan diberi gelar Baron de Verulam. Pada tahun 1621 ia diangkat menjadi Viscount of St. Albans (Verhaak dan Imam, 1995: 137-8). Di bidang ilmu pengetahuan, Bacon dikenal sebagai filosof ternama dan tokoh filsafat ilmu pengetahuan modern. Bacon meninggal dunia pada tahun 1626 karena serangan bronkhitis (Cranston, 1972: 235-6).
69
Bacon mewariskan beberapa karya yang abadi. Karya-karya Bacon dipelajari oleh hampir semua orang yang berminat mendalami filsafat ilmu pengetahuan sampai sekarang. Di antara karyanya yang terkenal antara lain adalah kumpulan Essays (1597), yang menggambarkan karakter dirinya, terutama kecurigaannya terhadap cinta dan kekagumannya terhadap persahabatan (Mayer, 1951: 73-4). The Advancement of Learning (1605), yang kemudian diperbarui dengan judul Dignity and Advancement of the Sciences (1623). Di dalam buku ini Bacon menguraikan perkembangan dan pembagian ilmu pengetahuan. Buku ini merupakan bagian pertama dari suatu karya raksasa yang direncanakannya, namun tidak pernah terselesaikan, yang berjudul umum Instauratio Magna (Pembaruan Besar). Bagian kedua dari Instauration terbit pada tahun 1620, yaitu Novum Organum (Organum Baru). Dalam buku ini Bacon ‘memperbarui’ Organon karya Aristoteles yang hampir seluruhnya deduktif. Ia menjelaskan dengan rinci metode baru untuk penyelidikan ilmiah dan filosofis yang berbeda dengan Aristoteles, yang ia sebut logika induktif. Novum Organum ini merupakan ‘pembaruan’ dari bukunya Cogitata et Vista (Yang Pernah Dipikirkan dan Dilihat) yang terbit tahun 1607. Bacon juga menulis buku kecil Nova Atlantis (Atlatis Baru) yang diterbitkan pada tahun 1627 dalam keadaan belum selesai karena ia meninggal. Buku ini menggambarkan kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai manusia dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan (Verhaak dan Imam, 1995: 138; Tsanoff, 1953: 265). Beberapa Pemikiran Bacon Hakekat Pengetahuan Bacon hidup pada masa permulaan dunia memasuki era industri akibat kemajuan ilmu-ilmu alam. Beberapa penemuan dan aplikasi dari ilmu-ilmu dikembangkan guna kepentingan praktis dan kemudahan hidup manusia. Pada masa itu bangsa Eropa mulai berkeliling dunia ‘mencari’ tanah baru, dan mengembangkan industri demi kejayaan mereka. Hal ini menurut Bacon merupakan buah ilmu pengetahuan. Bacon tidak setuju dengan pandangan Aristoteles yang berprinsip bahwa ilmu yang sempurna tidak boleh mencari untung, tapi bersifat kontemplatif. Bacon berpandangan sebaliknya. Menurutnya ilmu harus ditujukan untuk mencari untung, memperkuat kemampuan manusia. dengan cara ini ilmu-ilmu dapat berkembang. Pengetahuan manusia hanya berarti jika tampak dalam kekuasaan
70
manusia (Verhaak dan Imam, 1995: 138-9). Maka muncul prinsip Bacon human knowledge is human power, dan pernyataan yang paling tepat untuk menggambarkan karakter filsafat Bacon adalah knowledge is power (Mayer, 1951: 76). Bacon mengkritik para filosof metafisika tradisional seperti laba-laba. Mereka dengan sangat cerdik membuat jaring dengan bahan yang keluar dari tubuh mereka, tetapi mereka tidak memiliki kontak dengan realitas sekitarnya. Atau mereka seperti semut yang mengumpulkan segudang bahan tanpa menyeleksi dan memodifikasinya. Menurut Bacon, filosof ilmu pengetahuan hendaknya seperti lebah. Ia mengumpulkan bahan-bahan dari bunga di kebun dan taman,
kemudian memindahkan dan
mencernanya dengan kekuatan yang ada pada dirinya dan keluar dalam bentuk madu. Ilmuwan harus bekerja sama dengan sesama ilmuwan dalam mengumpulkan ilmu pengetahuan. Mereka harus mengumpulkan data, menafsirkannya, mengadakan eksperimen dan mempelajari rahasia-rahasia alam melalui observasi yang terencana dan terorganisir (Cranston, 1972: 237; Tsanoff, 1953: 268-9).
Empat Macam Godaan Bacon menegaskan, untuk memajukan ilmu pengetahuan terdapat beberapa kecenderungan pada pikiran manusia yang harus diluruskan. Bacon menyebut empat godaan (idols) yang harus diperhatikan (Verhaak dan Imam, 1995: 143; Cranston, 1972: 237-8; Tsanoff, 1953: 267-8; Mayer, 1951: 77-80): 1. Idola tribus (tribus: umat manusia pada umumnya), yaitu menarik kesimpulan tanpa dasar secukupnya, berhenti pada sebab-sebab yang diteliti secara dangkal, jasmani dan inderawi saja, tanpa percobaan dan pengamatan yang memadai; 2. Idola specus (specus: gua), maksudnya prasangka pada setiap orang yang membuat manusia seolah-olah terkurung dalam guanya sendiri dan matanya tertutup terhadap apa yang ada di luar gua itu; 3. Idola fori (fori: pasar), maksudnya anggapan dan pembicaraan umum yang diterima begitu saja tanpa dipertanyakan atau diteliti lebih lanjut; 4. Idola theatri (theatrum: panggung), yaitu kesalahan yang merasuk pelan-pelan ke dalam pikiran manusia yang bersumber dari berbagai dogma dalam sistem filsafat. Sistem tersebut seperti panggung sandiwara, tidak memberikan gambaran tentang alam semesta secara riil.
71
Logika Induksi Di bagian kedua bukunya Novum Organum, Bacon mengemukakan teori induksi. Ciri khas induksi adalah menemukan dasar inti (formae) yang melampaui data partikular. Langkah pertama adalah mengumpulkan data heterogen tentang sesuatu. Selanjutnya urutan data akan nampak dengan jelas: pertama, peristiwa konkrit partikular yang sebenarnya terjadi (latens processus dengan sebab efisiennya), kemudian suatu hal yang lebih umum sifatnya (latens schematismus dengan sebab materialnya), baru akan ditemukan dasar inti (formae). Dalam dasar inti ini, pertama ditemukan dasar inti yang masih agak partikular, yang keberlakuannya harus diperiksa dengan jalan deduksi. Apabila hal ini sudah cukup kuat, kemudian melangkah untuk menemukan dasar inti yang semakin umum dan luas (Verhaak dan Imam, 1995: 1434). Menurut Bacon, induksi yang benar tidak hanya sekedar mengumpulkan, tetapi juga memilah-milah dan mengolah. Hal ini diibaratkan oleh Bacon sebagai semut dan lebah, sebagaimana uraian di atas (Tsanoff, 1953: 269). Bacon menguraikan metode ilmiah induksi ini dengan mengemukakan tiga tabel penyelidikan (tables of investigation). Pertama adalah tabel penegasan (table of affirmation), yaitu berisi kumpulan fenomena yang disepakati memiliki ciri-ciri yang sama. Tabel pertama ini harus dihadapkan dengan tabel kedua, yaitu tabel penyangkalan (table of negiation) yang berisi kebalikan dari tabel pertama. Kemudian tabel ketiga, tabel perbandingan (table of comparison), berisi analisis tentang variasi di dalam fenomena yang berbeda-beda untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara berbagai perubahan yang diamati. Menurut Bacon, metode ini sangat membantu untuk memahami dan menafsirkan fenomena alam (Tsanoff, 1953: 269; Cranston, 1972: 239).
Pembagian Ilmu Di bagian kedua The Advancement of Learning, Bacon membagi ilmu pengetahuan secara terperinci. Bacon berpandangan bahwa jiwa manusia yang berakal memiliki tiga kemampuan yang merupakan dasar segala pengetahuan. Bacon mengatakan:
72
“The parts of human learning have reference to the three parts of man’s understanding, which is the seat of learning: history to his memory, poesy to his imagination, and philosophy to his reason” (Bacon, 1605: 32).
Pembagian ilmu oleh Bacon tersebut diringkas oleh Verhaak dan Imam (1995: 139-41) sebagai berikut: 1. Ingatan (memoria), yaitu berkenaan dengan apa yang sudah diperiksa dan diselidiki (historia); 2. Daya khayal (imaginatio), yaitu berkenaan dengan keindahan dalam bidang sastra (poesis); dan 3. Akal (ratio), yaitu berkenaan dengan filsafat (philosophia) sebagai hasil kerja akal. Selanjutnya Bacon membagi filsafat ke dalam tiga bidang, yaitu: 3.1. De numine, yang kini disebut filsafat ketuhanan. Penjelasan mengenai hal ini diterima melalui pembiasaan (radio refracto); 3.2. De natura, tentang dunia tempat tinggal manusia. Penjelasan mengenai hal ini diterima secara langsung (radio directo); dan 3.3. De homine, tentang manusia sendiri. Penjelasan mengenai hal ini diterima melalui pemantulan (radio reflexo). Selanjutnya De natura, menurut Bacon dibagi menjadi: 3.2.1. Teoritis (speculativa) yang meliputi: 1) physica, berkenaan dengan sebab efisien dan material, yaitu yang langsung dapat diamati sebagai sebab-sebab fisik; dan 2) metaphysica, berkenaan dengan sebab formal dan final, yaitu hukum yang tetap atau hukum alam yang tidak dapat langsung diamati secara empiris. 3.2.2. Terapan (operativa), penerapan atau pelaksanaan dari bagian teoritis, yang terbagi menjadi: 1) mechanica yang merupakan terapan physica dan 2) magica yang merupakan terapan metaphysica. Bacon membagi de homine menjadi: 3.3.1. philosophia humanitatis, tentang manusia sebagai pribadi secara individual; 3.3.2. philosophia civilis, tentang manusia sebagai warga masyarakat.
73
Bacon menguraikan pembagian ilmu pengetahuan secara terperinci disertai dengan alasan dan penjelasannya di bagian kedua dari bukunya The Advancement of Learning (1605). Di dalam tulisan ini penulis tidak mungkin menguraikan semuanya, sebab diperlukan waktu yang relatif lama untuk menelaah karya Bacon tersebut. Penulis hanya akan mengemukakan pengaruhnya secara singkat dengan mengacu pada literatur yang tersedia.
Analisis Pengaruh Pembagian Ilmu Pengetahuan Bacon terhadap Klasifikasi Perpustakaan Sebelum dikenal klasifikasi bahan pustaka menurut subyek, koleksi perpustakaan dahulu disusun di rak bukan berdasarkan pembagian subyek atau isi koleksi. Koleksi perpustakaan disusun berdasarkan warna buku, tinggi dan lebarnya, atau berdasarkan jenis bahan dari koleksi tersebut. Sehingga dari sudut pandang seni atau keserasian dan keteraturan koleksi secara fisik, koleksi perpustakaan nampak rapi, teratur dan indah dilihat. Buku-buku yang memiliki ukuran sama terkumpul di rak yang sama, bahkan buku dengan warna sampul yang sama juga bisa dikumpulkan pada tempat yang sama. Akan tetapi klasifikasi seperti ini mengakibatkan koleksi atau buku-buku yang berisi subyek atau bidang ilmu yang sama, berkaitan erat secara hirarkhis keilmuan akan tersebar di tempat yang berbeda-beda. Hal ini tentu sangat menyulitkan bagi pemakai perpustakaan untuk menemukan buku-buku dalam subyek yang sama secara komprehensif apabila mereka memerlukannya. Akhirnya muncul Melvil Dewey yang menerbitkan pamflet yang berisi pokok-pokok klasifikasi koleksi perpustakaan menurut subyek atau isinya, dengan judul A Classification and Subject Index for Cataloguing and Arranging the Books and Pamphlets of a Library, pada tahun 1876. Penerbitan ini menandai terbitnya sistem Dewey Decimal Classification, atau lebih dikenal dengan singkatannya DDC (Sulistyo-Basuki, 1993: 402). Krishan Kumar (1979: 35) mengatakan bahwa di dunia perpustakaan dikenal lima bagan klasifikasi utama yang banyak digunakan oleh berbagai perpustakaan dan pusat informasi di dunia ini. Kelima bagan klasifikasi tersebut adalah: 1. Dewey Decimal Classification (DDC); 2. Universal Decimal Classification (UDC); 3. Library of Congress Classification (LCC); 4. Colon Classification (CC); dan 74
5. Bibliographic Classification (BC). Sebenarnya masih ada beberapa bagan klasifikasi lain yang digunakan di perpustakaan selain kelima bagan utama di atas, seperti Brown dan Cutter Classification. Namun bagan klasifkasi selain dari kelima bagan tersebut jarang digunakan di perpustakaan. Menurut Wynar (1980: 395-6), Tylor (2006: 392-3), Tylor dan Joudrey (2009: 383), pengaruh pembagian ilmu Bacon terhadap klasifikasi koleksi perpustakaan dimulai pada tahun 1812. Sejarah tersebut dimulai ketika Thomas Jafferson, presiden ketiga Amerika Serikat yang juga ahli klasifikasi ilmu pengetahuan, mengklasifikasi koleksi pribadinya dengan mengadopsi beberapa unsur dari klasifikasi ilmu pengetahuan Bacon. Koleksi Jafferson ini merupakan cikal bakal koleksi Library of Congress. Di samping itu, Jafferson juga merencanakan untuk mengklasifikasi koleksi perpustakaan Universitiy of Virginia dengan cara yang sama. Wynar, Tylor, Tylor dan Joudrey, juga mengemukakan beberapa orang dan perpustakaan yang menggunakan dasar-dasar pembagian ilmu Bacon ini: 1. Jean Le Rond d’Alembert menggunakan klasifikasi Bacon untuk susunan karya ensiklopedinya: Encyclopedieou Dictionnaire Raisonne des Sciences des Arts et des Metiers (1751-1765); 2. Thomas Jafferson, yang menjadi dasar klasifikasi Library of Congress (1812); 3. Thaddeus Mason Harris, pustakawan Harvard (1791-1793); 4. Edward William Johnson, pustakawan College of South Carolina; 5. British Museum dan Bibliotheque Nationale; 6. William T. Harris (1870), pustakawan St. Louis Public School, yang menjadi dasar pengembangan Dewey Decimal Classification; W. T. Harris mengembangkan sistem klasifikasi Bacon dengan membalik urutannya, yaitu dari history, poesy, philosophy menjadi philosophy, poesy, history. Klasifikasi Harris ini merupakan dasar bagi Dewey untuk menyusun dan mengembangkan DDC yang menjadi bagan klasifikasi modern untuk koleksi perpustakaan (Mills, 1973: 61), seperti nampak pada tabel di bawah. Secara terperinci, pengembangan Harris ini tidak sama persis dengan pembagian Bacon dalam bukunya The Advancement of Learning. Tetapi pijakan dasarnya adalah yang diberikan oleh Bacon, yaitu bahwa jiwa manusia memiliki tiga kemampuan yang merupakan dasar segala pengetahuan: memory, imagination dan reason. Tabel Perbandingan Struktur Outline antara Pembagian Pengetahuan Bacon, Harris dan Dewey.
Bacon Original History
Harris Inverted Philosophy
Dewey Science
Philosophy Religion Social & Political Sciences
General Religion Sociology Science 75
Poesy
Philosophy
Poesy
History
Natural Sciences & Useful Arts Art Fine Art Poetry Pure Fiction Literary Miscellany History Geography and Travel Civil History Biography
Useful Art Fine Art Literature
History Biography Geography and Travel
Appendix Miscellany Sumber: Wynar, 1980: 407. Pengaruh pembagian ilmu pengetahuan Bacon terhadap lima bagan klasifikasi utama perpustakaan dapat dilihat dalam uraian singkat berikut ini:
1. Dewey Decimal Classification (DDC) Melvil Dewey, penyusun DDC yang paling banyak dipakai di perpustakaan seluruh dunia termasuk di Indonesia, tidak pernah mengatakan bahwa dirinya terpengaruh oleh pembagian pengetahuan Bacon. tetapi ia mengemukakan bahwa bagan klasifikasi yang ia kembangkan berdasar pada klasifikasi W. T. Harris. Sedangkan Harris sendiri mengatakan bahwa bagan yang ia susun merupakan pengembangan dari pembagian Bacon dengan membalik urutannya (Mills, 1973: 61; Sayers, 1970: 118). Dengan demikian secara tidak langsung DDC juga dipengaruhi oleh pembagian pengetahuan Bacon. DDC membagi ilmu dalam sepuluh kelas utama (Kumar, 1979: 37):
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Karya umum Filsafat dan disiplin yang terkait Agama Ilmu-ilmu sosial Bahasa Ilmu-ilmu murni Teknologi (ilmu-ilmu terapan) Seni Sastra (Kesusastraan) Geografi dan sejarah umum dan cabangnya
Kesepuluh kelas utuma ini kemudian dibagi menjadi 10 sub kelas atau divisi. Tiap divisi dibagi lagi dalam 10 seksi, dan seterusnya. Pembagian kesepuluh kelas tersebut merupakan pengembangan secara tidak langsung dari pembagian pengetahuan Bacon melalui Harris dengan pembalikan (inverted) dan beberapa penambahan.
76
2. Universal Decimal Classification (UDC) Universal Decimal Classification (UDC) adalah bagan klasifikasi yang dikembangkan oleh Paul Otlet dan Henri La Fontaine. Mereka mengembangkan UDC ini dengan berdasar pada DDC yang disusun Dewey. UDC memungkinkan penggabungan berbagai kelas dengan menggunakan simbol-simbol atau tanda-tanda tertentu, sesuatu yang tidak terdapat dalam DDC (Kumar, 1979: 42-3). Jadi UDC jelas terpengaruh oleh pembagian pengetahuan Bacon meskipun tidak secara langsung.
3. Library of Congress Classification (LCC) Sedangkan Library of Congress Classification (LCC) dilihat dari sejarah penyusunannya terlihat jelas terpengaruh oleh pembagian pengetahuan Bacon. Library of Congress (LC) didirikan pada tahun 1800. Penyusunan koleksi di rak pada saat itu berdasar pada ukuran bahan pustaka. Hal ini berlangsung sampai tahun 1812. Setelah koleksi pribadi Jafferson dijadikan koleksi LC, Perpustakaan Konggres ini kemudian mengadopsi klasifikasi yang digunakan oleh Jafferson, yang merupakan adopsi dari pembagian pengetahuan oleh Bacon (Kumar, 1979: 50-1).
4. Colon Classification (CC) Bagan klasifikasi ini diciptakan oleh Shiyali Ramamrita Ranganathan seorang pustakawan di Universitas Madras India. Ranganathan tidak puas dengan bagan klasifikasi yang ada (DDC, UDC ataupun LCC). Ia kemudian menyusun bagan klasifikasi sendiri dengan bertumpu pada urutan faset, yang dikenal dengan Colon Classificatin (CC). Dinamakan Colon karena menggunakan tanda colon ‘:’ (titik dua) sebagai tanda untuk menggabungkan faset (Kumar, 1979: 56-7). CC banyak digunakan di perpustakaan di India. Ranganathan menentukan urutan faset PMEST (Personality, Matter, Energy, Space dan Time). Urutan faset ini banyak dipakai dalam analisis subyek untuk menentukan subyek sebuah buku atau bahan pustaka. Ranganathan mengemukakan sesuatu yang baru dalam dunia perpustakaan, yaitu klasifikasi berfaset. Akan tetapi apabila dilihat dari daftar bagan klasifikasinya, kelihatan jelas bahwa CC merupakan pengembangan dari LCC. Dengan demikian, secara tidak langsung CC pun terpengaruh oleh pembagian pengetahuan Bacon.
77
5. Bibliographic Classification (BC) Bagan klasifikasi ini disusun oleh Henry Evelyn Bliss. Ia menerbitkan buku The Organisation of Knowledge and the System of the Sciences yang melahirkan Bibliographic Classification (BC) ini. Bliss menyebutkan bahwa bagan klasifikasi yang ia susun berdasar pada pembagian ilmu pengetahuan Bacon (Mills, 1973: 133). Uraian di atas menunjukkan betapa besar pengaruh pembagian ilmu pengetahuan Bacon terhadap bagan klasifikasi yang digunakan untuk mengkasifikasi dan menyusun koleksi di perpustakaan. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kelima bagan klasifikasi utama, baik secara langsung ataupun tidak, terpengaruh oleh Bacon. Memang terdapat beberapa perbedaan antara pembagian ilmu pengetahuan oleh Bacon dengan bagan klasifikasi perpustakaan, terutama perbedaan pembagian kelas-kelas menjadi sub-kelas, divisi dan seksi. Misalnya Bacon memasukkan teologi ke dalam sejarah, karena menurutnya teologi membahas sejarah suci, sehingga digolongkan dalam sejarah gereja. Perbedaan tersebut muncul karena perbedaan penafsiran tentang suatu bidang dan karena konteks zaman yang berbeda. Tetapi dasar pembagian ilmu pengetahuan Bacon yang bertumpu pada tiga kemampuan dasar jiwa manusia, ingatan, imajinasi dan akal tetap menjadi dasar utama bagi semua bagan klasifikasi perpustakaan.
Kesimpulan Di dalam bukunya The Advancement of Learning Bacon berpandangan bahwa semua pengetahuan manusia berpijak pada tiga kemampuan dasar jiwa manusia. Ketiga kemampuan tersebut adalah memory, imagination dan reason. Ingatan atau memory menghasilkan ilmu sejarah dan yang terkait. Imajinasi atau imagination menghasilkan sastra dan kesenian. Rasio atau reason menghasilkan filsafat. Kemudian atas dasar ketiga kemampuan tersebut, Bacon membagi ilmu pengetahuan secara terperinci. Dasar pembagian Bacon ini diikuti oleh hampir semua bagan klasifikasi perpustakaan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Walaupun pada tingkat pembagian secara rinci terdapat beberapa perbedaan, namun hal ini timbul karena perbedaan pemahaman, penafsiran dan konteks zaman yang memang berbeda, bukan karena perbedaan prinsip yang menyangkut dasar pembagian. Pembagian ilmu pengetahuan Francis Bacon ini memiliki pengaruh yang besar terhadap lima bagan klasifikasi utama yang banyak di pergunakan oleh perpustakaan
78
di seluruh dunia (DDC, UDC, LCC, CC dan BC). Pengaruh yang bermula dari pembagian ilmu pengetahuan ini akhirnya berimbas pada berbagai kegiatan di perpustakaan, seperti cara bagaimana koleksi disusun, analisis dan pembagian subyek koleksi, penyusunan katalog dan sebagainya.
79
Daftar Pustaka Bacon, Francis. (1605). The Advancement of Learning, dalam Adler, Mortimer, ed. (1996). Great Books of the Western World. Vol. 28. Chicago: Encyclopedia Britanica. Cranston, Maurice. “Bacon, Francis”, dalam Edwards, Paul, ed. (1972). The Encyclopedia of Philosophy. Vol. I. New York: MacMillan, hlm. 235-240. Kumar, Krishan. (1979). Theory of Classification. New Delhi: Vikas Publishing House. Lancaster, F. W. (1979). Information Retrieval System: Characteristics, Testing and Evaluation. 2nd ed. New York: Wiley. Mayer, Frederick. (1951). A History of Modern Philosophy. New York: American Book Company. Mills, J. (1973). A Modern Outline of Library Classification. 7th ed. London: Chapman and Hall. Sayers, W.C. Berwick. (1970). A Manual of Classification for Librarians. 4th ed. London: Andre Deutsch. Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Cet. ke-2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tsanoff, Radoslav A. (1953). The Great Philosophers. New York: Harper & Brothers Publishers. Tylor, Arlene G. (2006). An Introduction to Cataloging and Classification. 10th ed. Westport, Connecticut: Libraries Unlimited. Tylor, Arlene G. dan Joudrey, Daniel N. (2009). The Organization of Information. 3rd ed. Westport, Connecticut: Libraries Unlimited. Verhaak, C. dan Imam, R. Haryono. (1995). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wynar, Bohdan S. (1980). Introduction to Cataloging and Classification. 6th ed. Littleton, Colorado: Libraries Unlimited
80