Topik Utama PEMANTAUAN LERENG RAWAN LONGSOR SECARA OTOMATIS DENGAN SISTEM TELEMETRI Zulfahmi, Zulkifli Pulungan, Nendaryono, W. Wimbo, S. Mujahidin Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara “tekMIRA”
[email protected]
SARI Lereng akhir tambang (final pit slope) biasanya dirancang untuk jangka panjang (long term design). Pada lereng seperti itu, untuk mengetahui kemantapannya baik selama penggalian maupun pada tahap operasional, perlu dilakukan pemantauan. Tujuannya adalah untuk memperoleh data kuantitatif deformasi massa batuan/tanah pembentuk lereng. Salah satu alat yang telah dibuat untuk pemantauan tersebut adalah wireline displacement monitoring system. Alat ini bekerja secara otomatis menggunakan potensio-transducer sebagai pengukur pergerakan, datalogger sebagai perekam data dan radiomodem sebagai pengirim data serta software aplikasi yang menyimpan data tersebut dalam bentuk database. Hasil penelitian menunjukkan kinerja yang sangat baik dan menunjukkan tingkat akurasi yang dapat dipercaya, terbukti dari hasil kalibrasi yang telah dilakukan menunjukkan nilai R-Square di atas 90% atau cenderung linier. Selain itu alat monitoring kestabilan lereng ini cukup sederhana dan murah, namun mempunyai kinerja yang sangat baik untuk pemantauan secara berkesinambungan (long-term monitoring), sehingga dapat dipasang untuk lereng akhir (final slope). Hasil uji coba pada lereng tambang, menunjukkan hasil yang memuaskan, di mana data-data pergerakan lereng pada titik pemantauan dapat direkam dengan baik oleh software aplikasi di ruang pemantauan dengan tanpa menggunakan kabel (wireless). Kata kunci : pemantauan, lereng, otomatis
1. PENDAHULUAN Kestabilan suatu lereng batuan atau tanah dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal di antaranya adalah cuaca yang menyebabkan batuan melapuk atau jenuh air, serta pengaruh dinamik dari getaran alat-alat berat atau peledakan disekitar lereng tersebut, sedangkan faktor internal adalah kekuatan batuan atau tanah itu sendiri dalam mempertahankan dirinya dari pengaruh gravitasi untuk tetap pada posisinya semula. Semua yang mempengaruhi instabilitas tersebut akan
32
menyebabkan terjadinya pergerakan tanah/ batuan, sehingga bila pergerakan tersebut melampaui batas elastis dari kekuatan batuan tersebut akan timbul bahaya kelongsoran lereng. Lereng akhir tambang (final pit slope) biasanya dirancang untuk jangka panjang (long term design). Pada lereng seperti itu, untuk mengetahui kemantapannya baik selama penggalian maupun pada tahap operasional perlu dilakukan pemantauan. Tujuan dari pemantauan ini untuk memperoleh data kuantitatif deformasi massa batuan/tanah pembentuk lereng. Pada tahap
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Topik Utama penggalian/konstruksi; sebagai dasar perhitungan untuk kemungkinan merevisi rancangan geometri lereng pengalian dan atau konstruksinya. Pada tahap operasional; digunakan untuk mendeteksi kemantapan lereng dari waktu ke waktu sepanjang umur lereng, sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi apabila kondisi kemantapannya memburuk.
Pada tulisan ini akan dijelaskan salah satu metode monitoring kestabilan lereng yang telah di aplikasikan pada salah satu lokasi tambang batubara di Kalimantan Timur.
Pada kondisi tidak stabil, lereng rawan longsor mengalami perubahan struktur dan akan terjadi pergerakan mulai dari tahap elastik, merayap, merekah, berpindah, dan runtuh sebagai upaya lereng tersebut mendapatkan kestabilan kembali.
Kajian yang telah dilakukan oleh Broadbent & Zavodni (1982) mengilustrasikan bahwa pergerakan lereng tambang dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: – Tipe 1, yaitu tipe regresif, yang dicirikan dengan suatu seri dari gerakan yang lambat untuk mencapai kemantapan yang optimal. – Tipe 2, yaitu tipe progresif, yang dicirikan oleh percepatan gerakan runtuhan yang menyeluruh. – Tipe 3, yaitu tipe transisi, yang permulaannya seperti tipe regresif dan diakhiri seperti tipe progresif. Hal ini biasanya terjadi akibat dari perubahan kondisi eksternal dari air tanah atau hujan yang lebat, atau perubahan kuat geser. – Tipe 4, yaitu tipe stick-slip, yang dicirikan oleh gerakan tiba-tiba dan kemudian diikuti oleh gerakan yang kecil atau tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu untuk melengkapi analisis yang didasarkan pada uji laboratorium, diperlukan metode pemantauan pergerakan batuan/tanah dengan menggunakan sistem monitoring yang dapat mengamati secara terus menerus perubahan kondisi batuan tersebut. Dengan sistem monitoring ini, akan diperoleh juga data tentang kekuatan batuan yang dapat digunakan untuk menganalisis kembali kondisi kestabilan lereng serta mengevaluasi dimensi lereng yang diaplikasikan. Oleh karena itu sangat penting untuk mempertahankan praktek-praktek operasional yang aman bagi perlindungan personil, peralatan, dan fasilitas dengan memberikan peringatan terhadap ketidakstabilan sehingga tindakan pencegahan dapat diambil untuk meminimalkan dampak dari kelongsoran lereng (Call & Savely, 1990). Record data dari pemantauan tersebut akan menjadi data pendukung geoteknik yang dijadikan acuan perhitungan selanjutnya dalam menjaga atau mempertahankan kegiatan operasional tambang dengan aman, menyediakan sistem peringatan dini terhadap ketidakstabilan lereng dan menyediakan informasi-informasi tambahan geoteknik yang berhubungan dengan perilaku lereng yang diamati (Sjoberg, 1996).
2. KELONGSORAN DAN PEMANTAUAN LERENG
Tahap gerakan ini biasanya berhubungan dengan kondisi cuaca atau akibat getaran peledakan. Secara operasional gerakan dinding pit diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan, yaitu elastik, rayapan, rekahan/dislocation, dan collapse. Berdasarkan penelitian Kennedy dan Niermeyer (1970) dapat diamati bahwa gerakan secara normal dapat dihubungkan dengan empat tahap dari gerakan dinding pit tersebut, yaitu: – Elastik, terindikasikan sebagai batuan dangkal atau batuan keras (mm) dan dalam dan/atau tanah/batu lunak (mm-m). – Rayapan umumnya kelajuan pergerakan lebih dari 1 cm/tahun.
Pemantauan Lereng Rawan Longsor ....................... ; Zulfahmi, Zulkifli P, Nendaryono, dkk.
33
Topik Utama – – –
kedudukan pulley, maka beban akan bergerak dan perpindahan tanah dapat dibaca, baik secara manual maupun elektronik.
Rekahan dan dislocation kelajuannya 0,2 m sampai beberapa meter. Collapse lebih dari 0,5 m. Metode-metode sistem monitoring yang sekarang ini umumnya dibagi dalam dua kriteria, yaitu pengukuran di permukaan dan bawah permukaan.
Pembacaan data gerakan tanah dapat mengalami kesalahan dikarenakan sifat elastis kawat dan juga pemuaian akibat panas, sehingga penyetelan ulang dan kalibrasi harus sering dilakukan. Panjang dari ekstensometer sebaiknya dibatasi + 60 m (197 ft) untuk mencegah kesalahan monitoring (Call dan Savely, 1990).
2.1. Pengukuran di Permukaan
•
•
Survey Network Terdiri atas prisma-prisma target yang diletakkan di sekitar area lereng yang diprediksi tidak stabil, dan satu buah titik kontrol sebagai stasiun pengamatan. Sudut dan jarak dari stasiun pengamat ke prisma diukur untuk mendapatkan data pergerakan lereng. Titik kontrol atau stasiun pengamat diletakkan secara permanen pada daerah yang stabil. Pengamatan pergerakan tanah dapat dilakukan secara manual atau otomatis. Pengukuran rekahan tarik Retakan atau rekahan-rekahan di atas lereng merupakan tanda-tanda yang sangat jelas dari ketidakstabilan. Pengukuran dan monitoring perubahan lebar dan arah perkembangan rekahan diperlukan untuk mendapatkan luasan daerah yang tidak stabil. Metode umum yang digunakan untuk monitoring jarak gerakan rekahan tension adalah dengan menggunakan wire line extensometer. Pemasangan yang paling umum adalah dengan dilengkapi kawat yang dipasak pada bagian tanah yang tidak stabil, dengan stasiun pulley dan pembacaan data diletakkan di bagian belakang rekahan tarik yang diamati. Kawat melingkari bagian atas pulley dan ditekan oleh beban yang menggantung di ujung kawat. Bila tanah yang tidak stabil bergerak menjauh dari
34
•
Monitoring Highwall Dengan Sistem Radar Synthetic Aparture Radar (SAR) adalah jenis radar pemetaan muka bumi yang mulanya didesain untuk digunakan dari pesawat udara dan satelit. SAR dapat digunakan untuk menghasilkan Digital Elevation Map (DEM) dan mendeteksi gangguan-gangguan pada muka bumi. Variasi lain dari SAR, yaitu Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR), menggunakan perbedaan waktu putar (time-lapsed) image SAR untuk menghasilkan peta pergerakan (Fruneau dan Achache, 1996). Teknik ini juga telah digunakan untuk menghasilkan peta-peta perpindahan dari pergerakan tanah yang disebabkan gempa bumi, aktivitas vulkanik, dan subsiden tambang (Massonet, 1997 ; Canec, 1996). IFSAR juga pernah digunakan untuk monitoring perpindahan tanah dari lereng-lereng yang tidak stabil (reeves et al., 1997;Sabine et al.,1999). IFSAR mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan sistem monitoring yang ada sekarang ini, seperti cakupan area monitoring yang luas, dapat beroperasi mengambil image pada semua cuaca, menembus kabut, hujan atau berawan, dan juga dapat beroperasi pada siang dan malam hari.
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Topik Utama •
Struktur-struktur mayor batuan di tambang biasanya telah dipetakan atau diidentifikasikan dengan baik, tapi struktur batuan lemah lebih sulit diidentifikasi, hal ini salah satunya disebabkan adanya batasanbatasan finansial dan praktek di lapangan dalam mengambil banyaknya sampling untuk dianalisa secara geokimia dan teknis. Seringkali data persentase yang ditunjukkan peta geologi merupakan hasil perhitungan geologis dan interpolasi matematika geoteknik. Untuk mengidentifikasikan struktur-struktur batuan lemah dan menghapus keraguan dari peta geologi, NIOSH melakukan penelitian dan pengujian alat Imaging Spectrometers (Sabine et al.,1999), yaitu berupa sebuah alat yang dapat menentukan komposisi mineralmineral batuan dari jauh dengan cara menganalisa sifat absorpsi spektral (polapola pantulan yang unik dimana tiap mineral mempunyai pola yang berbeda). Seperti halnya IFSAR, imaging spectro meter sebelumnya digunakan dari pesawat dan satelit untuk pemetaan geologi. 2.2. Pengukuran di Bawah Tanah
•
berbentuk bidang (planar) atau rotasional (busur) serta untuk mengukur pergerakan sepanjang zona geser dan menentukan apakah pergerakannya konstan, cepat atau melambat.
Imaging Spectroscopy
Inclinometer Sebuah inclinometer terdiri atas casing bor yang diletakkan di bawah tanah menembus daerah yang diperkirakan bergerak. Casing inclinometer memiliki alur yang terpotong sebagai tempat unit-unit sensor. Ujung dari casing diasumsikan tidak bergerak sehingga profil lateral dari perpindahan dapat dihitung. Pembelokan casing yang dikarenakan massa batuan di sekelilingnya, dihitung dengan menentukan kemiringan dari unit sensor dari beberapa titik sensor sepanjang casing. Data-data yang diperoleh dari inclinometer digunakan antara lain untuk melokasikan daerah yang mengalami pergeseran (shear zone) (Kliche, 1999) dan untuk menentukan apakah pergeseran
•
Time Domain Reflectometry (TDR) TDR mulanya dikembangkan untuk menentukan lokasi kabel yang mengalami kegagalan atau putus dalam industri tenaga dan komunikasi. Pertama kali digunakan di bidang geoteknik untuk menentukan lokasi bidang geser pada tambang dalam batubara (Wade dan Conroy, 1980). Teknik ini menggunakan alat berupa kabel coaxial dan kabel tester. Prinsip dasar kerja TDR mirip dengan radar. Kabel tester dipermukaan mengirim pulsa-pulsa elektrik ke kabel coaxial yang diselipkan dalam lubang bor ber-casing. Jika pulsa yang dikirim menemukan perubahan impedansi pada kabel yang dikarenakan putus, patah, berubah bentuk atau keberadaan air, maka pulsa-pulsa tersebut akan dipantulkan. Kabel tester lalu membanding pulsa yang yang kembali dengan yang ditransmisikan sebelumnya, lalu menentukan koefisien pantul kabel pada titik tersebut. Seperti diketahui bahwa energi listrik mempunyai kecepatan cahaya pada ruang hampa, tetapi kecepatannya akan melambat pada kabel. Hal ini dikenal dengan kecepatan rambat. Bila kecepatan rambat suatu kabel sudah diketahui, maka jarak dari titik yang memantulkan kembali pulsa dapat ditentukan oleh kabel tester. Pulsa-pulsa pantulan akan terlihat sebagai tonjolan besar pada grafik. Laju perpindahan serta lokasi dari zona yang mengalami deformasi dapat ditentukan secara cepat dan akurat. Data grafik TDR pada kabel tester terdiri atas pantulan gelombang pada kabel coaxial. Grafik yang menjorok ke bawah menunjukkan adanya kerusakan pada kabel. Pergerakan di bawah tanah, seperti
Pemantauan Lereng Rawan Longsor ....................... ; Zulfahmi, Zulkifli P, Nendaryono, dkk.
35
Topik Utama gelinciran sepanjang zona longsor, akan mengubah bentuk kabel dan menyebabkan perubahan impedansi dan pantulan energi. Perubahan ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi dari bidang yang bergerak. Sedangkan perubahan nilai impedansi berbanding waktu merupakan harga laju dari pergerakan tanah. Kelebihankelebihan menggunakan TDR dibandingkan inclinometer antara lain: pemasangan alat yang lebih murah, pengukuran dapat dilakukan pada lubang yang lebih dalam, memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara cepat dan dapat dilakukan didaerah yang sulit dicapai, penentuan deformasi dapat dilakukan dengan seketika dan memungkinkan instalasi dengan alat-alat monitoring yang lain. (Kane, 1998).
36
•
Borehole Extensometer Extensometer berupa pipa berpelindung yang dijangkarkan pada beberapa titik dalam lubang bor dan kepala pipa sebagai referensi head. Jangkar yang menempel pada pipa diinstal kelubang bor. Perubahan jarak antara kepala pipa dengan jangkar merupakan informasi perpindahan massa batuan. Data perpindahan dapat digunakan untuk menentukan zona perpindahan, laju, dan percepatan pergerakan.
•
Piezometer Piezometer digunakan untuk mengukur tekanan pori dan merupakan alat yang berguna untuk mengevaluasi keefektifan sistem drainase tambang. Tekanan pori yang berlebihan biasanya penyebab banyaknya longsoran pada lereng. Datadata mengenai tekanan air sangat penting untuk menjaga lereng tetap aman karena keberadaan air di belakang lereng akan mengurangi kekuatan yang ada dan menaikkan gaya dorong pada massa batuan yang tidak stabil. Prinsip operasi alat yaitu dengan mengubah tekanan air menjadi signal frekuensi melalui diapraghma, kawat baja bertegangan dan coil eletromagnet.
Perubahan tegangan pada diapraghma akan menyebabkan perubahan tegangan pada kawat. Ketika dipicu oleh elektromagnik coil, kawat akan bergetar pada frekuensi naturalnya. Getaran kawat menghasilkan signal frekuensi yang ditransmisikan ke unit pembaca. 3. PEREKAYASAAN SISTEM PEMANTAUAN LERENG OTOMATIS Peralatan yang telah dibuat dalam untuk pemantauan lereng rawan longsor adalah wireline displacement monitoring system. Instrumen yang digunakan dari rangkaian peralatan ini, yaitu wireline transducer, radiomodem, datalogger, dan software aplikasi. Secara ringkas fungsi dari instrumen tersebut adalah: a. WirelineTransducer adalah alat yang dapat mengubah suatu sinyal mekanik menjadi listrik. Kondisi mekanik pada kasus kestabilan lereng ini adalah proses pergerakan/deformasi batuan. Proses tertariknya wireline akibat pergerakan tanah ini (mekanik), akan merubah tegangan pada transducer (listrik). Sinyal elektrik inilah yang dibaca dan dikirimkan ke datalogger. Transducer yang dirancang untuk mendeteksi pergerakan tanah di tambang open pit mempunyai tingkat akurasi sampai ketelitian enam digit dibelang koma (10-6 mm). b. Datalogger adalah alat yang menangkap sinyal electrik yang berasal transducer. Proses transmisi data dilakukan secara realtime (langsung) setiap satuan waktu. Dari datalogger ini isyarat tegangan listrik tersebut dirubah menjadi gelombang (carrier wave) pada frekuensi modulasi. Gelombang frekuensi ini kemudian dikirimkan ke radiomodem. c. Radiomodem transmitter merupakan radio yang digunakan sebagai sarana untuk mengirim gelombang frekuensi modulasi yang sudah diolah di datalogger dan dikirim
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Topik Utama ke radiomodem receiver yang berada di ruang monitor. Radiomodem yang dirancang pada kegiatan ini mempunyai kemampuan jelajah kirim sejauh 5 km. d. Software aplikasi digunakan untuk membaca data yang telah diterima oleh radiomodem receiver untuk diolah, baik dalam bentuk angka maupun dalam bentuk grafik. Dalam bentuk ilustrasi tahapan kegiatan pemantauan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
jarak tertentu pada kondisi yang berbeda seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Dari hasil pengujian tersebut, dilakukan uji regresi linier untuk mengetahui besarnya kecenderungan perubahan tahanan dari beberapa kondisi tarikan. Gambar 2, 3, 4, dan 4. menunjukkan kurva hubungan antara perubahan posisi wireline (mm) dan perubahan tahanan listrik (ohm) pada displacement transducer. Dari kurva tersebut untuk displacement transducer I, II, III dan IV, diperoleh persamaan regresi seperti terlihat pada Tabel 2.
4. UJI UNJUK KERJA DAN KALIBRASI Uji coba rangkaian dari keempat komponen peralatan tersebut dilakukan untuk memastikan bekerja tidaknya suatu sistem monitoring yang sudah dibuat. Bila sudah berhasil dengan baik, proses pengiriman atau penerimaan data dari transducer sampai ke software aplikasi, selanjutnya dilakukan kalibrasi terhadap pengukuran transducer. Kalibrasi ini dimaksudkan agar pengukuran yang dilakukan dapat sesuai dengan kondisi di lapangan. Kalibrasi terhadap displacement transducer dilakukan dengan mengukur perubahan setiap
5. PEMANTAUAN KONDISI LERENG TAMBANG 5.1. Pemantaan Kondisi Lereng Tambang Wireline Displacement Monitoring System merupakan salah satu teknologi terkini, murah, dan sederhana yang telah dirancang dan diaplikasikan salah satu tambang terbuka di Kalimantan Timur. Peralatan ini dipasang di salah satu lereng di pit yang berada sekitar 300 meter dari kantor operasional penambangan. Displacement transducer dipasang pada empat titik pengamatan yang masing-masing diberi
Gambar 1. Konsep penerapan monitoring kestabilan lereng
Pemantauan Lereng Rawan Longsor ....................... ; Zulfahmi, Zulkifli P, Nendaryono, dkk.
37
Topik Utama Tabel 1. Perubahan resistansi versus perpindahan Perpindahan (mm)
Perubahan Resistansi Kanal – 1 (ohm)
10
426.23
402.17
401.36
143.73
147.23
148.53
20
429.22
407.17
405.9
147.79
152.93
153.81
30
434.55
411.98
411.61
153.28
158.24
158.79
40
440.15
415.59
416.61
156.12
162.48
163.78
50
445.6
422.92
422.24
163
167
168.5
60
451.97
426.93
427.25
167.78
168.49
172.57
456.53 431.55 432.04 Perubahan Resistansi Kanal - 3 (ohm)
168.68 172.55 177.88 Perubahan Resistansi Kanal - 4 (ohm)
10
426.23
402.17
401.36
143.73
147.23
148.53
20
429.22
407.17
405.9
147.79
152.93
153.81
30
434.55
411.98
411.61
153.28
158.24
158.79
40
440.15
415.59
416.61
156.12
162.48
163.78
50
445.6
422.92
422.24
163
167
168.5
60
451.97
426.93
427.25
167.78
168.49
172.57
70
456.53
431.55
432.04
168.68
172.55
177.88
460 455 450 445 440
175 170 Perubahan Tahanan (ohm)
Perubahan Tahanan (ohm)
70 Perpindahan (mm)
435 430 425 420 415 410
165 160 155 150 145 140 135 130
10
20
30
40
Displacem ent (mm )
50
60
70 Channel-1
Gambar 2. Perubahan tahanan disp. transducer-1 (CH -1) versus perubahan posisi wireline (displacement)
38
Perubahan Resistansi Kanal - 2 (ohm)
10
20
30
40
Displacem ent (m m )
50
60
70 Channel-2
Gambar 3. Perubahan tahanan disp. transducer-1 (CH-2) versus perubahan posisi wireline (displacement)
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Topik Utama 180
140 Perubahan Tahanan (ohm)
P e ru b a h a n T a h a n a n ( o h m )
160 120 100 80 60 40 20
175 170 165 160 155 150 145 140
0 10
20
30
40
50
Displacement (mm)
60
10
70
20
Channel-3
Gambar 4. Perubahan tahanan disp. transducer-1 (CH-3) versus perubahan posisi wireline (displacement)
30
40
50
Displacem ent (m m )
60
70 Channel4
Gambar 5. Perubahan tahanan disp. transducer-1 (CH-4) versus perubahan posisi wireline (displacement)
Tabel 2. Persamaan regresi linier untuk masing-masing displacement transducer (channel)
Posisi Displacement Transducer
Persamaan Regresi Linier
R2
Channel-1
y = 0.245 + 0.368x
0.981
Channel-2
y = 0.232 + 0.421x
0.978
Channel-3
y = 0.216 + 0.371x
0.999
Channel-4
y = 0.220 + 0.374x
0.964
nama berdasarkan saluran kanal dari datalogger, yaitu Channel 1, Channel 2, Channel 3 dan Channel 4. Selanjutnya dilakukan pemasangan panel yang isinya terdiri atas Power Accumulator, Radiomodem, dan Datalogger. Gambar 6. menunjukkan kegiatan tim yang sedang memasang panel tersebut. Setelah itu, sebagai upaya agar power accumulator dapat selalu dalam posisi penuh (tegangan dan arus sesuai dengan yang dibutuhkan), maka dipasang pula solar panel untuk mengisi energi yang terpakai oleh radiomodem dan datalogger (Gambar 7). Pada awal koneksi, dilakukan proses penyelarasan antara peralatan di lapangan dan di ruang monitor. Ketidakselarasan biasanya
terjadi akibat frekuensi yang dikirim oleh radio tranciever di lokasi pemantauan tidak diterima dengan jelas oleh radio receiver yang berada di ruang monitor. Data hasil perekaman dikirim dan disimpan menggunakan software aplikasi dalam bentuk database yang dapat mengetahui kondisi lapangan secara realtime. Selain itu datapun langsung dapat dilihat pada grafik, seperti pada Gambar 8. Selanjutnya, karena sistem pemantauan ini dapat dipasang secara berkesinambungan (nonstop), maka untuk mendeteksi proses pergerakan tanah dipasang pula sistem peringatan dini (early warning system).
Pemantauan Lereng Rawan Longsor ....................... ; Zulfahmi, Zulkifli P, Nendaryono, dkk.
39
Topik Utama
Gambar 6. Pemasangan panel
Gambar 8. Peralatan solar panel yang sudah terpasang
Gambar 9. Peralatan solar panel yang sudah terpasang
Bunyi alarm peringatan dini dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu pada tingkat pergerakan mencapai 15 mm dengan slope kecepatan yang curam, maka tanda peringatan awas akan aktif. Ketika terjadi peningkatan frekuensi pergerakan mencapai di atas 30 mm dengan slope kecepatan yang curam, maka sistem peringatan bahaya mulai bekerja (Gambar 9).
Gambar tersebut memperlihatkan kecenderungan grafik pada posisi yang cukup stabil. Namun pada beberapa menit berikutnya menunjukkan kecenderungan peningkatan pergerakan tanah, namun masih pada batas normal. Pada saat terjadi peledakan, terjadi peningkatan pergerakan yang cukup signifikan dengan tingkat fluktuasi diatas 1 sampai 2.5 mm. Namun demikian posisi pergerakan fluktuatif dengan kata lain kondisi ini disebabkan terjadinya gelombang transversal yang diakibatkan oleh gelombang ledak, namun tidak merusak struktur kestabilan lereng dilokasi yang dipantau. Ketika selesai peledakan, karena gelombang ledak mulai mereda, terjadi penurunan fluktuasi
5.2. Evaluasi Data Data yang diolah dan dievaluasi diperoleh dari database yang ada pada program aplikasi. Data hasil pengukuran tersebut dapat ditampilkan kembali seperti dapat dilihat pada Gambar 10.
40
Gambar 7. Peralatan solar panel yang sudah terpasang
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Topik Utama 1.2
Pergerakan (mm)
1 0.8
Channel1 Channel2
0.6
Channel3 Channel4
0.4 0.2
11:37:36 AM
11:36:01 AM
11:31:06 AM
11:29:27 AM
11:27:46 AM
11:26:11 AM
11:24:26 AM
11:22:46 AM
11:21:11 AM
11:19:28 AM
11:16:56 AM
11:15:16 AM
11:13:36 AM
11:12:01 AM
11:10:16 AM
11:08:37 AM
11:07:01 AM
0
waktu
Gambar 10. Kurva pergerakan tanah/batuan pergerakan, dimana gelombang gigi gergaji mulai mengalami penurunan sampai pada posisi normal kembali. Dari data tersebut, dapat disimpulkan sementara bahwa kondisi tanah pada lokasi pemantauan masih dalam keadaan stabil.
titik pemantauan dapat direkam dengan baik oleh software aplikasi di ruang pemantauan dengan tanpa menggunakan kabel (wireless). DAFTAR PUSTAKA
6. KESIMPULAN Dari pembicaraan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
–
Wireline Displacement Monitoring System yang telah dibuat menunjukkan tingkat akurasi yang dapat dipercaya. Hal ini terbukti dari hasil kalibrasi yang telah dilakukan menunjukkan nilai R-Square diatas 90% atau cenderung linier.
–
Alat monitoring kestabilan lereng ini cukup sederhana dan murah, namun mempunyai kinerja yang sangat baik untuk pemantauan secara berkesinambungan (long-term monitoring), sehingga dapat dipasang untuk lereng akhir (final slope).
–
Hasil uji coba pada lereng tambang, menunjukkan hasil yang memuaskan, dimana data-data pergerakan lereng pada
Broadbent, C.D. & Zavodni, Z.M. (1982), 'Influence of rock structure on stability', Stability in Surface Mining, Volume 3, Society of Mining Engineers. Call, R.D. and J.P. Savely (1990), 'Open Pit Rock Mechanics. Surface Mining ', 2nd edition. Society for Mining, Metallurgy and Exploration, Inc., pp. 860-882. B.A. Kennedy ed. Carnec, C. (1997), ' SAR Interferometry for monitoring land subsidence: application to areas of underground earth resources mapping', Denes, L., M. Gottlieb, B. Kaminsky, and D. Huber (1997): A SpectroPolarimetric Imager for Scene Discrimination in Proceedings of the International Symposium on Spectral Sensing Research (ISSSR '97).
Pemantauan Lereng Rawan Longsor ....................... ; Zulfahmi, Zulkifli P, Nendaryono, dkk.
41
Topik Utama Fruneu, B. and J. Achache (1996),'Satellite Monitoring of Landslides Using SAR Interferometry', News Journal, International Society for Rock Mechanics, vol. 3, no. 3. Girard, J.M., E. McHugh, and R. T. Mayerle (1998), 'Advances in Remote Sensing Techniques for Monitoring Rock Falls and Slope Failures', Proceedings of 17th onference on Ground Control in Mining. Morgantown, WV. J. Michael Duncan and Timothy D. Stark, 1992 ,' Soil Strengths from Back Analysis of Slope Failures', ASCE Publication, 1801 Alexander Bell Dr. Jami M. Girard & Ed McHugh, 2004, ' Detecting Problems with mine slope stability', National Institute for Occupational Safety and Health, Spokane Research Laborator. Kane, W.F. (1998), 'Time Domain Reflectometry', KANE GeoTech, Inc., http:// ourworld.compuserve.com /homepages/ wkane/tdr.htm
42
Kennedy, B.A., Niermeyer, K.E., (1970),'Slope Monitoring System Used in The rediction of a Major Slope failure at the Chuquicamata Mine, Chile', In planning Open Pit Mines, Proceeding, Johannesburg, 29 August - 4 september, 1970, Edited by P.W.J. Van unsburg, A.A, balkema, Cape Town pp 215 225. Kliche, C. (1999),'Rock Slope Stability', Society for Mining, Metallurgy and explorations, Inc., pp. 252. Sjöberg, J. (1996),'Large Scale Slope Stability in Open Pit Mining', A-Review. Technical Report 1996:10T, Division of Rock Mechanics, Lule? University of Technology, Sweden. Szwedzicki, T., (ed.) (1993): Geotechnical Instrumentation and Monitoring in Open Pit and Underground Mining Proceedings of the Australian Conference, Kalgoorlie.
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011