J.Tek.Ling
Edisi Khusus
Hal. 177-182
Jakarta, Juli 2006
ISSN 1441 – 318X
PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PISANG UNTUK MEMPRODUKSI GULA MELALUI PROSES SAKARIFIKASI MENGGUNAKAN ENSIM SELULASE Donowati Tjokrokusumo Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi BioIndustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Banana is a major cash crop of the tropical region generating vast agriculture waste after harvest. The agrowaste including dried leaves and pseudostem after harvest was used as substrate for the release of sugars. Saccharification of banana agrowaste by cellulases of Trichoderma lignorum was investigated. The steam treated agro-waste yielded 1,34 mg/ml of reducing sugars after 24 hours fermented. The size of substrate affected saccharification where the smaller size (< 120 micron) yield more sugars. Maximum sugars were released at pH 6,0 whereas 40 0C was the optimum temperature. Thus, under these conditions the agrowaste left behind for natural degradation can be utilized affectively to yield fermentable sugars which can be coverted into other substances like alcohol. Key words: Banana agrowaste, Trichoderma lignorum, cellulases, sacc 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan wilayah tropika yang banyak menghasilkan pisang, karena tanaman pisang adalah tanaman yang dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh iklim yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman pisang. Sentra produksi pisang Indonesia adalah wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan NTB. Berbagai macam jenis pisang juga dapat kita jumpai di Indonesia, seperti halnya beberapa jenis pisang yang sangat populer di Indoesnia yaitu Pisang Raja, Pisang Barangan, Pisang Raja Sereh, Pisang Tanduk, Pisang Kepok, Pisang Mas, Pisang Lampung, Pisang Ambon, Pisang Ambon Lumut, Pisang Namgka, Pisang Jambe, Pisang Bali, dan lain sebagainya, dimana di setiap daerah mempunyai ciri khas mereka masing-masing seperti hal di Medan terkenal dengan Pisang Barangan, di Bali terkenal dengan Pisang Bali, dan di Lampung terkenal dengan Pisang Lampung. Ciri khas inilah yang membuat para
pengatur pasar dengan gampangnya mempromosikan setiap daerah Indonesia yang menghasilkan pisang khas tersebut. Dengan jumlah dan ragam pisang yang begitu banyak di Indonesia, sudah tentu membuat Indonesia mampu mengekspor pisangnya ke manca negara. Tabel 1 menunjukkan jumlah ekspor pisang Indonesia ke luar negeri dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004. Menurut literatur dari Subdit Promosi dan Pengembangan Pasar, Direktorat Pemasaran Internasional, Ditjen PPHP, Departemen Pertanian bahwa ekspor pisang Indonesia keluar negeri pada tahun 1999 sudah mencapai 77.472,68 ton dengan nilai US$ 14.073.670. Namun pada tahun 2000 ekspor pisang Indonesia menurun, tetapi volume ekspor pisang Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2002 yaitu sebesar 521,596 ton dengan nilai US$ 979.730. Pada tahun 2004 nilai ekspor pisang Indonesia mencapai US$ 722.772 dengan volume sebesar 992,505 ton (1). Tanaman pisang adalah tanaman yang cepat menghasilkan uang tunai (termasuk kedalam jenis cash crops), namun limbahnya juga merupakan masalah yang cukup rumit, bila tidak dikelola secara baik. Oleh karena, upaya baru-baru ini dilakukan untuk mengubah limbah tanaman pisang menjadi bahan yang berguna untuk pangan dan energi.
Pemanfaatan Limbah … J.Tek Ling. PTL-BPPT. Edisi Khusus 177-182
177
Salah satu upaya tersebut adalah mengkonversi limbah tanaman pisang menjadi bahan energi melalui proses sakarasifikasi menggunakan ensim selulase. Kepercayaan baru-baru ini tentang masalah pentingnya proses teknologi biokonversi limbah pertanian dan perkembangan baru dalam bidang bioindustri ternyata dapat dimafaatkan untuk digunakan sebagai bahan cadangan pakan/bahan kimia yang dapat mengarah kepada studi yang ekstensif tentang peranan ensim selulase yang diproduksi oleh jamur (fungi) dan bakteri. Selulosa adalah suatu sumberdaya yang sangat berharga yang sangat potensial sebagai sumber serat, bahan bakar dan bahan pangan/pakan. Penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan dalam melihat kemampuan jasad renik alam mendegradasi selulosa secara alami dan termodifikasi sampai sejauh ini telah diketahui bahwa hanya beberapa jamur (fungi) yang mampu memproses selulosa secara alamiah. Namun sebagian besar jasad renik mampu mendegradasi selulosa yang termodifikasi. Besarnya biaya bahan baku karbohidrat mempengaruhi segi ekonomi kebanyakan proses-proses fermentasi, oleh karena itu faktor biaya memegang peranan yang menentukan dalam masa depan dan ruang lingkup industri yang menggunakan prosesproses fermentasi (2, 3). Banyak penekanan telah diberikan untuk menseleksi limbah
pertanian untuk menghasilkan hasil gula-gulaan melalui proses hidrolisis bahan lignoselulosa. Dengan demikian gula yang tereduksi yang dihasilkan setelah adanya proses sakarifiksi dimungkinkan berkat tersedianya limbah pertanian untuk melakukan proses hidrolisa dan kemudian hasilnya dapat digunakan untuk memproduksi alkohol dan bahan kimia lainnya. Proses sakarifikasi dari berbagai macam limbah pertanian telah dilaporkan oleh peneliti lainnya menggunakan ensim dari organisme yang berbeda-beda. Contohnya Vlasenko et al. (4) menyelidiki 30 jenis bahan baku selulosa yang potensial untuk digunakan dalam proses sakarifikasi menggunakan Penicillium cellulases. Farooq et al. (5) mempelajari proses sakarifiksi dari jerami rumput Kallar dengan menggunakan ensim tahan panas (thermostable) dari beberapa jenis jamur (fungi) termasuk diantarnya adalah Chaetomium thermophile, Trichoderma reseei, Sporotrichum thermophile, Aspergilus fumigatus, Torula thermophila dan Humicola grisea. Okeke dan Obi (6) melaporkan bahwa proses sakarifikasi limbah pertanian dapat dilakukan dengan menggunakan ensim selulase dan hemiselulase yang berasal dari dua jenis isolat jamur (two fungal isolates) seperti Sporotrichum pruinosum dan Arthrographis sp. Sementara itu Castellanos et al. (3) mengevaluasi berbagai macam kondisi proses hidrolisis dari „skop“ yaitu semacam bahan limbah serat pendek dari industri kertas dan bahan selulosa lainnya dengan menggunakan ensim selulosa yang berasal dari jamur (fungi).
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Indonesia Tahun 2002-2004 (Kg, US$) (Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2002-2004). Komoditas
2002 Volume (Kg)
Manggis Pepaya Pisang Nenas Duku Durian Jambu Jeruk Mangga Rambutan Buah tropis lainnya
6.512.423 3.287 512.596 3.734.414 16.921 89.479 32.052 156.437 1.572.634 366.435 1.591.329
Nilai (US $) 6.956.915 6.643 979.729 2.784.582 6.313 96.634 28.859 75.320 2.671.995 588.140 1.451.391
Tahun 2003 Volume Nilai (Kg) (US $)
Volume (Kg)
9.304.511 187.972 10.615 2.284.432 21.044 14.241 47.871 85.920 559.224 604.006 984.820
3.045.379 524.686 992.505 2.431.263 1.643 1.494 106.274 632.996 1.879.664 134.772 1.341.923
Tjokrokusumo, D. 2006
9.306.042 231.350 7.899 2.315.283 12.662 12.943 49.843 22.026 460.674 958.850 523.031
2004 Nilai (US $) 3.291.855 1.301.371 722.772 529.122 1.643 6.710 102.074 517.554 2.013.390 117.336 794.924
178
Di negara bagian Maharashtra, India, tanaman pisang menyelimuti suatu areal seluas 46 900 hektar menghasilkan 25, 29, 300 ton buah pisang dengan ratarata produksi 53,95 ton per hektar. Distrik Nanded dari negara bagian Maharashtra merupakan salah satu produsen pisang yang paling unggul (Anonymous, 2001). Setelah pisang dipanen, pohon pisang yang berupa daun, batang dan akarnya dtinggal begitu saja di kebun pisang hingga akhirnya terdegradasi secara alami yang mungkin akan memakan waktu selama beberapa bulan (2-3 bulan). Namun demikian, setelah panen pisang, limbah tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk melepaskan dan memanfaatkan gula yang terkandung dalam pohon pisang melalui proses sakarifikasi dengan menggunakan ensim. PROSES SAKARIFIKASI (1) Sumber Ensim Suatu jenis galur liar dari jamur Trichoderma lignorum dapat diisolasi dari lapangan dimana tanaman pisang banyak dibudidayakan sebagai tanaman „ratoon“ yang ditanam secara terus menerus selama tujuh tahun. Kemudian Trichoderma lignorum ditumbuhkan pada medium dasar limbah tanaman pisang untuk memproduksi ensim selulotik dan selanjutnya dilakukan „essay“ seperti yang dilaporkan oleh Baig et al. (8). Sumber ensim yang digunakan dikristalkan dalam bentuk tepung dari filtrasi kultur ensim yang diproduksi pada media limbah tanaman pisang yang berisi 0,20 U/ml FPase, beserta 0,41 U/ml CMCase dan 0,24 U/ml β Glucosidase (8). Cairan ensim kemudian dipersiapkan dengan melarutkan tepung ensim Trichoderma lignorum kedalam 50 mM bufer asam asetat pada pH 5,6. (2) Faktor Penting Dalam Proses Sakarifikasi Limbah pertanian tanaman pisang (pelepah pisang, daun dan lain-lainnya) yang digunakan untuk proses sakarifikasi dikumpulkan secara segar/hijau yang diambil dari petani setempat setelah baru saja selesai panen pisang. Limbah ini kemudian dicuci bersih dengan air dan kemudian kering-udarakan. Setelah kering
kemudian limbah ini digiling halus hingga menjadi tepung dengan menggunakan „pulverizer“ dengan kecepatan tinggi dan disaring menggunakan saringan dimana ukuran partikelnya ditetapkan berkisar antara 120-250 mikron. Suatu substrat yang tersuspensi sebanyak 10 gram/liter dipersiapkan dalam 50 mM bufer asam asetat pada pH 5,0. Campuran ini di autoklaf pada 15 lbs selama 20 menit untuk sterilisasi dan juga diperlakukan pemanasan sebelum gula dilepaskan. Tepatnya 15 ml tiap substrat tersuspensi diambil dengan menggunakan „stopper“ dan dimasukkan kedalam 100 ml gelas Erlenmeyer. Kemudian kedalam substrat ditambahkan 5 ml filtrasi kultur yang diperoleh dari jamur selulosa yang sedang diselidiki. Sakarifikasi dilakukan dalam sebuah „water bath“ yang dikocok dengan suhu lebih kurang 27oC (27± 2oC) selama 24 jam. Hasil supernatan setelah disentrifugasi (2500 g per menit) kemudian di „assay“ untuk penentuan total gula yang tereduksi dengan menggunakan metoda DNS (9). Gula yang dilepaskan diekspresikan sebagai ekivalen dengan kadar glukosa. Untuk menentukan temperatur optimum proses sakarifikasi, campuran reaksi di inkubasi pada temperatur yang berbeda-beda berkisar antara 20oC hingga 60oC. Optimum pH ditentukan dengan mengatur pH campuran reaksi didalam kisaran antara 3,5 hingga 7,5. Persentase proses sakarifikasi dihitung berdasarkan pada:
Kadar glukosa x 100 Sakarifikasi (%) = ------------------------Substrat (mg/ml) 2. PENGARUH SUHU, pH, DAN UKURAN PARTIKEL TERHADAP PROSES SAKARIFIKASI Proses konversi ensimatik selulosa menjadi pangan, bahan bakar dan bahan baku kimia merupakan suatu proses yang sudah banyak dilakukan (10) produksi ensim selulosa telah menyebabkan hilangnya penggunaan ensim ini dalam proses industri. Proses konversi ensimatik bagian karbohidrat dari bahan lignoselulosa telah memperoleh perhatian dan pertimbangan yang sangat nyata selama
Pemanfaatan Limbah … J.Tek Ling. PTL-BPPT. Edisi Khusus 177-182
179
beberapa tahun. Sumber bahan baku ini tersedia dalam jumlah yang sangat banyak dan umumnya dapat diperoleh dengan biaya gratis. Bahan baku ini dapat dikonversi kedalam bentuk gula yang terfermentasi. Untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pembentukan ensim selulase, yang mana keduanya merupakan bahan yang penting untuk pemanfaatan komponen karbohidrat dari bahan lignoselulosa, strategi yang berbeda-beda dapat diaplikasikan Limbah lignoselulosa dari tanaman pisang dibiarkan begitu saja di lahan pertanian, dan kemudian terdegradasi secara alami di kebun pisang merupakan bahan yang sangat efektif untuk digunakan sebagai komponen media untuk memproduksi ensim-ensim selulase (8). Kemudian ensim-ensim ini diperbanyakdiproduksi pada media berisi limbah pertanian tanaman pisang, yang selanjutnya dapat di implikasikan dalam proses sakarifikasi limbah pertanian lainnya dengan cara yang sama. Trichoderma lignorum mensintesa ensim selulase yang kemudian digunakan untuk melaksnakan proses sakarifikasi limbah pertanian. Kompleks ensim selulotik ketika dilakukan proses inkubasi dengan limbah pertanian akan melepaskan gulagula. Tingkat sakarifikasi di „assay“ dengan prinsip melepaskan grup tereduksi. Jumlah gula yang tereduksi meningkat dengan waktu/lamanya inkubasi dengan adanya bantuan ensim. Jumlah maksimum gula yang tereduksi dilepaskan pada akhir inkubasi selama 24 jam (10). Dalam Baig et al. (10) menyatakan bahwa pH optimum untuk pelepasan gula tereduksi adalah pH=6, dimana suhu yang optimum adalah 45oC. Optimum pH untuk proses sakarifikasi adalah pH optimum untuk mensintesa ensim selulosa yang dilakukan oleh jamur (fungus) (8). Sama halnya dengan temperatur optimum untuk mensintesa ensim merupakan suhu optimum untuk pembentukan ensim untuk proses sakarifikasi limbah pertanian dalam semua kasus terhadap proses hidrolisa ensim dapat di atributkan oleh sejumlah besar kandungan lignin dalam bahan baku limbah pertanian. Banyak peneliti telah
menyelidiki pengaruh perlakuan awal limbah pertanian dengan menggunakan garam alkali atau penguapan (11, 12, 13, 14,15). Perlakuan awal dari bahan lignoselulosa dapat meningkatkan proses pembentukan ensim yang sedang diteliti. Namun demikian, proses sakarifikasi maksimum dapat dicapai didalam kisaran suhu 30-45oC bersamaan dengan karakteristik dari mesofil (10). Walaupun banyak penyelidikan telah dilakukan dengan jamur termofilik (thermophilic fungi) dan ensim yang bersuhu stabil (thermo stable enzymes), hanya beberapa studi yang menggunakan ensim yang berasal dari jamur termofilik. Kecepatan proses sakarifikasi dengan berkecepatan yang lebih tinggi juga telah diperoleh, tetapi stabilitas ensim sangat rendah tercatat dengan menggunakan jamur termofilik (thermophiles fungi) (11). Studi yang dilakukan oleh Baig et al. (10) menunjukkan bahwa jumlah maksimum gula tereduksi dapat diperoleh dengan menjaga ukuran partikel yang kecil yaitu lebih kecil dari 90 mikron. Proses sakarifikasi limbah tanaman pisang oleh ensim yang diproduksi jamur Trichoderma lignorum menunjukkan bahwa ensim yang khas akan dihasilkan dari limbah pertanian tertentu. Proses pembentukan ensim pada media limbah pertanian tanaman pisang akan melepaskan lebih banyak gula. Hal ini dapat diatributkan terhadap ensim lainnya seperti adanya ensim ligninase dan hemiselulase yang terkandung dalam media limbah pertanian yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya ensim selulase. KESIMPULAN DAN SARAN (1) Ensim selulase dapat dihasilkan dari limbah pertanian tanaman pisang dengan bantuan jamur Trichoderma lignorum. (2) Glukosa sebagai bahan baku energi dapat diproduksi dari limbah tanaman pisang yang masih segar dengan bantuan ensim selulase. (3) Jumlah gula yang diproduksi sangat tergantung dari suhu, pH dan ukuran partikel limbah yang digunakan. (4) Berbagai macam jenis limbah pertanian akan menghasilkan ensim yang berbeda-beda sesuai dengan karateristik limbah pertanian. (5) Diperlukan penelitian terlebih dahulu dalam menentukan berbagai jenis ensim yang dihasilkan oleh limbah pertanian dalam proses sakarifikasi.
Tjokrokusumo, D. 2006
180
DAFTAR PUSTAKA (1)
Purba, F. H. K. (2005). Potensi Investasi Pisang di Indonesia. Sunbdit Promosi dan Pengembangan Pasar, Direktorat Pemasaran Internasional, Ditjen PPHP, Departemen Pertanian. (2) Dale, B.E. (1987). Lignocellulose conversion and the future of fermentation technology. Trends Biotechnol. 5(10):287-291. (3) Castellenos, O.F., Sinitsyn, A.P., Vlasenko, E.Y. (1995). Comparative evaluation of hydrolytic efficiency toward microcrystalline cellulose of Penicillium and Trichoderma cellulases. Biores. Technol. 52:119124. (4) Vlasenko, E.Y., Castellanos, O.F., Sinitsyn, A.P. (1993). Susceptibility of different cellulase conatining materials to hydrolysis by cellulolytic enzymes. Prikl. Biokhim. Mikrobiol. 29:834-843. (5) Farooq, L., Rajoka, M.I., Malik, K.A. (1994). Sacharification of Leptochloa fusca (Kallar grass straw) using thermostable cellulases. Biores. Technol. 50:107-112. (6) Okeke, B.C., Obi, S.K.C. (1995). Sacharification of agro waste materials by fungal cellulases and hemicellulases. Biores. Technol. 51:23-27. (7) Anonymous (2001). Agriculture Statistical Information of Mahatashtra. Commissionerate of Agriculture, Pune, India. (8) Baig, M.M., Mane, V.P., More, D.R., Shinde, L.P., Baig, M.A. (2003). Utilization of agriculture waste of Banana: production of cellulases by soil fungi. J. Env. Biol. 24:173-176. (9) Miller, G.L. (1959). Use of Dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugars. Anal. Chem. 31:426-429. (10) Baig, M.M.V., Baig, M.L.B., Baig, M.I.A., and Yasmeen, M. (2004). Sacharification of banana agro-waste by cellulotic enzymes. Short Communication. Afr. J. Biotechnol. 3(9):447-450. (11) Okeke, B.C., Obi, S.K.C. (1994). Lignocellulose and sugar compositions of some agro waste
(12) (13)
(14)
(15)
materials. Bioresource Technol. 50:222227. Kirk, T.K., Farrel, F.L. (1987). Enzymatic combustion: the microbial degradation of lignin. Ann. Rev. Microbiol. 41:465-505. Durand, H., Soucaille, P., Tiraby, G. (1984). Comparative study of cellulases and hemicellulases from four fungi: mesophiles Trichoderma reesei and Penicillium sp., and thermophiles Thielavia terresris and Sporotrichum cellulophilum. Enzyme Microbiol. Technol. 6:175-180. Waldron, C.R., Eveleigh, D.E. (1986). Saccharification of cellulosics by Microbispora bispora. J. Microbiol. Biotechnol. 24:489-492. Ekhlund, R., Galbe, M., Zachi, G. (1990). Optimisation of temperature and enzyme concentration in the enzymatic saccharification of steam pre-treated willow. Enzyme Microbiol. Technol. 12:225228.
Pemanfaatan Limbah … J.Tek Ling. PTL-BPPT. Edisi Khusus 177-182
181