UJI PENDAHULUAN HIDROLISIS ENZIMATIS LIMBAH PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.) DENGAN MENGGUNAKAN ENZIM EKSTRASEL SELULASE PRETREATMENT ENZYMATIC HYDROLISIS OF RAJA BANANA’S WASTE (Musa paradisiaca L.) WITH EXTRACELL CELLULASE Widyastuti1; Kartinah Wiryosoendjojo2 Nony Puspawati3 Fakultas Teknik; 2,3Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi Jl. Let. Jend. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127
1
ABSTRAK Limbah pasar yang berasal dari bahan nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan baku pembuatan bioetanol yang murah karena mengandung serat (selulosa) dalam jumlah cukup besar. Pada penelitian ini telah dilakukan proses hidrolisis enzimatis terhadap limbah pisang raja (Musa paradisiaca L.) untuk mengubah kandungan selulosa didalamnya menjadi senyawa glukosa. Enzim yang digunakan adalah enzim ekstrasel selulase yang diproduksi dari hasil sekresi jamur Trichoderma sp. Aktivitas enzim akan diuji terhadap suspensi pisang raja yang dibuat dengan menggunakan berbagai jenis pelarut, yaitu : air kecambah, air kelapa dan campuran air kecambah dengan air kelapa (dengan perbandingan 1:1). Kadar gula pada akhir proses hidrolisis ditetapkan dengan metode Luff Schoorl dan dibandingkan dengan kadar gula reduksi dalam kontrol yaitu yang menggunakan media akuades. Peningkatan kadar gula dinyatakan dalam rendemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rendemen yang cukup signifikan antara hidrolisis yang medianya menggunakan air kecambah dan yang tidak menggunakan air kecambah. Hal ini membuktikan bahwa enzim ekstrasel selulase yang digunakan belum sempurna pemurniannya, sehingga masih ada serbuk spora yang menggunakankan serat yang terdapat dalam air kecambah sebagai nutrisi dan beraktivitas dalam sekresinya selama reaksi hidrolisis berlangsung, sehingga terjadi peningkatran rendemen yang cukup tinggi yang disebabkan karena jumlah enzim yang meningkat. Kata kunci : hidrolisis ensimatis, pisang raja, selulase ABSTRACT The traditional market’s waste comes from organic material has a potential to be use as a cheap raw material in bioethanol processing, because of the high cellulose content. The experiment was done by adding enzymatic hydrolisis to the raja banana’s waste (Musa paradisiaca L.). The chemical reaction between the enzyme and cellulose will then produce glucose. The enzyme was extracell cellulose produced from secretion of the fungi of Trichoderma sp. The enzyme’s activity was tested to the suspension of the raja banana’s waste using several kind of solvents, contains: the extract of sprout, coconut water, and the mixture of them by the ratio of 1:1. The invert sugar content in the product of the hydrolisis was calculated by Luff Schorl method and then being compared with the control using aquadest as solvent, to calculate the value of the increasing sugar content. The result of this experiment showed that there were a significant differences between the medium used, with or without sprout extract. This statement proved that the extracell cellulose enzyme has not completely purified, so that many spore in it will used fiber in the sprout extract as its nutrition and made a secretion along the hydrolisis process that caused the large amount of the sugar yield. Key words : enzymatic hydrolisis, raja banana’s waste, extracell cellulose
PENDAHULUAN Menurut Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006, bioetanol merupakan energi alternatif non-migas yang saat ini upaya pengembangannya menjadi salah satu prioritas dalam kebijakan energi nasional. Bioetanol adalah etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Selain dari bahan baku yang mengandung pati, bahan baku produksi alkohol pada umumnya menggunakan limbah pabrik gula atau tetes(molase). Seiring dengan meningkatnya produksi alkohol di sejumlah negara, kalangan pedagang asing mulai memburu molase atau produk samping industri gula dari Indonesia. Hal ini menyebabkan harga molase terus meningkat, sehingga bisa mengancam produsen bahan bakar gasohol di Indonesia. Harga yang ditawarkan sangat menarik, yaitu 100 dollar AS per ton freight on board (pembelian barang terima di tempat/FOB). Harga itu di atas harga molase di dalam negeri yang berkisar 70-80 dollar AS per ton. Bila tawaran pedagang asing ini mendorong kenaikan harga molase, investor yang akan masuk ke bisnis gasohol kemungkinan akan mengundurkan diri. Industri gasohol di dalam negeri memperkirakan harga molase yang menarik adalah di bawah 90 dollar AS per ton, karena komponen produksi gasohol, ongkos bahan baku mencapai 70 persen dari biaya keseluruhan. Diprediksi kebutuhan molase di dalam negeri masih besar. Dampak penyerapan molase oleh sejumlah industri baru mengakibatkan harga lelang molase mengalami kenaikan dan industri kecil etanol akan mengalami kesulitan. Pengunaan bahan-bahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian sejauh ini menuai banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahan pangan. Sementara itu hasil-hasil penelitian menyatakan bahwa bagian-bagian dari tanaman yang mengandung serat bisa diolah menjadi menjadi etanol melalui dua tahap proses, yaitu : hidrolisis dan fermentasi. Hidrolisis bertujuan mengubah polisakarida menjadi disakarida dan monosakarida, sedangkan fermentasi bertujuan mengubah monosakarida menjadi etanol. Hidrolisis dapat dilakukan dengan tiga macam cara, hidrolisis kimiawi dan hidrolisis enzimatis, atau gabungan dari keduanya. Seperti halnya berbagai hasil dari kebun buah-buahan, pisang (Musaceae) merupakan buah dari tanaman tropis yang sangat mudah pemeliharaannya, sehingga berbagai jenis pisang dapat dijumpai di negara-negara di sekitar katulistiwa. Dari berbagai jenis tanaman pisang yang tumbuh di Indonesia, buah pisang raja mempunyai kandungan gula paling tinggi sehingga secara umum harganya jualnya paling mahal. Buah pisang raja juga termasuk pisang yang memiliki ketahanan simpan yang tinggi karena kulit buahnya cukup tebal. Kulit buah pisang raja yang tebal kaya akan serat sehingga dengan proses hidrolisis dimungkinkan mengubahnya menjadi monosakarida. Buah pisang raja yang lewat masak yang tidak layak dikonsumsi atau tidak dapat diolah lagi menjadi produk makanan merupakan limbah organik yang banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional. Limbah organik yang berasal dari pasar secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yang berasal hewan dan tumbuh-tumbuhan (nabati). Limbah organik nabati dapat dibedakan juga berdasarkan jenis tanamannya, dari sayurmayur dan dari buah-buahan. Limbah pasar, khususnya limbah pasar nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan pembuatan bioetanol yang murah karena mengandung serat (selulosa) dalam jumlah cukup besar. Penelitian ini bertujuan mengubah selulosa yang terdapat dalam limbah organik yaitu limbah pisang raja melalui proses hidrólisis enzimatis menjadi senyawa glukosa. Enzim yang digunakan adalah selulase yang diproduksi dari jamur Trichoderma sp dan merupakan crude enzim. Aktivitas crude enzim akan diuji dengan menggunakan
berbagai jenis pelarut, yaitu : akuades, air kecambah, air kelapa dan campuran air kecambah dan air kelapa dengan perbandingan 1:1. METODE PENELITIAN Alat Penelitian : Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tabung reaksi, bejana Erlenmeyer, shaker, neraca elektrik, blender, autoklaf, kompor gas, gelas ukur, pipet ukur, serta peralatan tiitrasi. Bahan-bahan penelitian : Limbah buah pisang raja, air kecambah, air kelapa, akuades, Larutan Luff Schrool, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N, H2SO4 4N KI 20 %, Na2S2O3 0,1 N, indikator amilum, KIO3 0,1 N, enzim selulase. Langkah-langkah penelitian : 1. Persiapan medium a. Sebanyak 250 gram limbah pisang raja diblender bersama kulitnya b. Ditambahkan pelarut (sesuai variabel) sehingga jum lah total suspensi 800 ml dan diukur pH nya c. Suspensi dibagi menjadi 4, masing-masing sebanyak 200 ml d. Erlenmeyer ditutup rapat dengan kapas dan aluminium foil, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit e. Hasil sterilisasi didiamkan sampai suhu kamar 2. Proses hidrolisis a. Ke dalam 3 (tiga) erlenmeyer yang berisi medium, masing-masing ditambahkan 10 ml enzim (5%), sedangkan 1 erlenmeyer yang tersisa tidak diberi enzim dan digunakan sebagai kontrol. b. Proses hidrolisis dilakukan selama 48 jam pada suhu ruangan dan untuk menyempurnakan reaksi sampel dikocok dengan shaker c. Pada akhir proses, terhadap setiap perlakuan dilakukan penetapan kadar gula reduksi dengan metode Luff Schoorl. 3. Penetapan kadar gula reduksi dengan metode Luff Shcoorl. Penetapan kadar gula reduksi dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Sampel disaring. b. Diambil sampel dari setiap perlakuan sebanyak 25,0 ml c. Ditambahkan 25,0 ml larutan Luff Schoorl d. Sampel dididihkan selama 10 menit dalam erlenmeyer yang dilengkapi dengan pendingin balik e. Hasil pendidihan didinginkan dengan cepat dan ditambahkan dengan hati-hati 25 ml H2SO4 4N dan 15 ml KI 20 % lalu ditutup segera dengan plastik. f. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N secara hati-hati sampai larutan berwarna kuning muda. g. Ditambahkan indikator amilum 1 % dan larutan akan berwarna biru. h. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. i. Dilakukan titrasi terhadap blangko (25,0 ml akuades), volume masing-masing titran dicatat. j. Kadar gula reduksi dihitung berdasarkan selisih titran blangko dan titran sampel dengan menggunakan tabel 4, hal 63 (Sudarmadji, dkk. 1997)
Peningkatan pembentukan gula reduksi dihitung dengan persamaan :
kadar gula reduksi dalam hasil hidrolisis − kadar gula reduksi dalam blangko x100% kadar gula reduksi dalam blangko 4. Standarisasi larutan baku Na2S2O3 dengan baku primer KIO3 0,1 N Dipipet 10,0 ml (V1) baku primer KIO3 0,1 N (N1) ditambah 8 ml H2SO4 4 N ditambah 4 ml KI 20 % tutup dengan plastik lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan hati-hati dan di kocok perlahan sampai warna larutan menjadi kuning muda. Setelah itu ditambahkan amylum 1 % dan larutan menjadi biru. Dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru tepat hilang. Catat volume titran (N2). Digunakan persamaan : V1 x N1 = V2 x N2 (Sudarmadji, dkk. 1997) 5. Pembuatan larutan Luff Schoorl 25 gram CuSO4 bebas besi dilarutkan dalam 100 ml akuades, 50 gram asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml akuades, dan 388 g soda murni (Na2CO3. 10 H2O) dilarutkan dalam 300-400 ml akuades mendidih. Larutan asam sitrat dituangkan ke dalam larutan soda sambil dogojog hati-hati, selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4, setelah dingin ditambahkan akuades sampai v olume tepat 1000 ml. (Sudarmadji, dkk. 1997) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi keasaman medium diatur pada nilai 4 sampai 5,5, namun hasil pengukuran terhadap medium untuk setiap perlakuan telah menunjukkan nilai pH = 5, sehingga tidak diperlukan penambahan asam. Enzim yang digunakan mengacu pada hasil –hasil penelitian yang telah ada, yaitu 5% (Widyastuti, dkk. 2002) Uji gula reduksi dengan metode Luff Schorl dilakukan secara duplo baik terhadap blangko ataupun terhadap sampel dengan perlakuan, kemudian dihitung harga reratanya Hasil pengujian dan perhitungannya disajikan pada tabel 1. Peningkatan hasil hitungan secara berturut-turut menurun dari medium dengan menggunakan pelarut air kelapa, pelarut air kecambah, pelarut campuran (air kelapa dan akuades = 1:1), dan pelarut akuades. Peningkatan kadar gula dalam hasil hidrolisis sampel yang menggunakan medium air kelapa memberikan nilai paling tinggi, lebih tinggi dibandingkan kadar gula dalam hasil hidrolisis sampel yang menggunakan medium air kecambah, hal ini mungkin disebabkan karena air kelapa yang digunakan telah mengandung gula cukup tinggi, sedangkan penggunaan medium campuran memberikan peningkatan gula reduksi lebih tinggi dibandingkan hasil hidrolisis terhadap medium yang menggunakan akuades saja dan lebih rendah dibandingkan nilai peningkatan hasil hidrolisis medium dengan air kelapa saja.
Tabel 2. Kadar gula dan peningkatan pembentukan gula reduksi kadar gula reduksi (%)Kode A-T A-C A-CW A-Aq B-T B-C B-CW B-Aq
Rerata ulangan 1 2,67 3,19 4,16 3,44 4,48 5,71 5,71 3,58
ulangan 2
4,73 5,56 5,71 3,72
2,67 3,19 4,16 3,44 4,605 5,635 5,710 3,650
Peningkatan pembentukan gula reduksi(%)
72,47 76,65 37,26 6,10
Keterangan : A-T : pisang raja + air kecambah A-C : pisang raja + air kelapa A-CW : pisang raja + campuran air kelapa dan akuades (1:1) A-W : pisang raja + akuades B-T : pisang raja + air kecambah + enzim selulase B-C : pisang raja + air kelapa + enzim selulase B-CW : pisang raja + campuran air kelapa dan akuades (1:1) +enzim selulase B-W : pisang raja + akuades + enzim selulase Penggunaan air kecambah dapat meningkatkan kadar gula reduksi dalam hasil hidrolisis, hal ini mungkin disebabkan karena pembentukan gula sebagian berasal dari hidrolisis terhadap serat yang terikut pada air kecambah. KESIMPULAN Perbedaan yang cukup signifikan dari peningkatan kadar gula reduksi hasil hidrolisis dari berbagai perlakuan menunjukkan bahwa enzim ekstrasel selulase yang digunakan belum sempurna pemurniannya, sehingga masih ada serbuk spora yang memerlukan serat sebagai nutrisi dan beraktivitas dalam sekresinya selama reaksi hidrolisis berlangsung. Bilamana enzim yang digunakan benar-benar merupakan pure enzim, seharusnya peningkatan kadar gula reduksi hanya dipengaruhi oleh jumlah selulosa awal dan kondisi reaksi saja. DAFTAR PUSTAKA Arthe R, R. Rajesh, E.M.Rajesh, R. Rajendran, S. Jeyachandran. 2008. Production of bio-ethanol from cellulosic cotton waste through microbial extrcellular enzymatic hydrolysis and fermentation. EJEAFChe. 7 (6):2984-2992. Badger, P.C. 2002. Ethanol from cellulose: A general review. p. 17–21. In: J. Janick and A. Whipkey (eds.), Trends in new crops and new uses. ASHS Press, Alexandria, VA. Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Miyamoto, K. 1997. Renewable biological systems for alternative sustainable energy production. FAO Agricultural Services Bulletin – 128..
Nony Puspawati dan Dewi Astuti H.. 2010. Produksi Bioetanol dari Bagas Melalui Penggunaan Enzim Ekstra Sel Trichoderma sp. dan Fermentasi Saccharomyces cereviseae. Penelitian Dosen Muda, Surakarta : Universitas Setia Budi. Nurdyastuti, I. 2008. Teknologi Proses Produksi Bio-athanol. Dalam Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak.BPPT. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006. 2006. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025. Rowell, R. W., Roger Pettersen, James S. Han1, Jeffrey S. Rowell dan Mandla A. Tshabalala. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites : 3. Cell Wall Chemistry . CRC Press LLC Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal : 34 dan 63. Suyanti S. dan A. Supriyadi.2006. Pisang: Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal : 1, 15-17. Wang, N. S. 2008. Experiment No. 4 Cellulose Degradation. Departement of Chemical & Biomolecular Engineering, University of Maryland. Widyastuti, Martina Andriani, dan Narimo. 2002. Hidrolisis Umbi Garut Menggunakan αAmylase untuk Memproduksi Sirup Glukosa dan Serat Pangan. Penelitian Dosen Muda, Surakarta : Universitas Setia Budi. Wikipedia. Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulose. Diakses tanggal : 20 Maret 2009.