PEMANFAATAN LIMBAH KAPAS PUNTUNG ROKOK MENJADI MATERIAL PAPAN KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER Muhammad Fajri Ismail1* , Chairul Abdi2 dan Akhmad Syarief3 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,ULM 2 Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM 3 Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, ULM Jl. Jend. Achmad Yani Km. 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan kayu dewasa ini semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pengembangan pembangunan. Kayu menjadi pilihan utama bagi masyarakat karena kayu mudah dibentuk, mudah dalam pengerjaannya dan memiliki dekoratif serat yang indah. Namun kelemahan dari kayu adalah sangat mudah diserang oleh serangga perusak kayu karena kayu mengandung lignin, sehingga pemakaian kayu tidak bisa digunakan dalam jangka lama. Teknologi subtitusi pengolahan hasil hutan yang saat ini terus berkembang adalah pembuatan produk papan komposit. Komposit terdiri dari dua bagian yaitu matrik sebagai pengikat atau pelindung komposit dan filler sebagai pengisi komposit. Kapas puntung rokok merupakan serat dan belum termanfaatkan secara mekasimal merupakan potensi besar untuk digunakan sebagai filler dalam pembuatan komposit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi dari komposit kapas puntung rokok pada fraksi volume 70% serat 30% resin, 60% serat 40% resin, 50% serat 50% resin, 40% serat 60% resin, 30% serat 70% resin dengan perlakuan alkali (NaOH) selama 15 menit, kemudian dibilas dengan air bersih dan selanjutnya dikeringkan serta mengatahui nilai terbaik dari pengujian bending berdasarkan standar ASTM D790. Hasil pengujian bending menunjukkan bahwa semakin besar volume serat maka nilai kekuatan bendingnya akan semakin baik. Nilai kekuatan bending tertinggi yaitu pada fraksi volume 70% serat 30% resin dengan Modulus Of Repture sebesar 76 N/mm2 dan Moduulus Elastisitas sebesar 4970.5 N/mm2. Kata kunci : Komposit, Puntung rokok, Polyester, Bending
ABSTRACT The use of mature wood is increasing with the increasing development of construction. Wood became the primary choice for the community because the wood is easily formed, easy in the process and have a beautiful decorative fiber. But the weakness of the wood is very vulnerable to attack by wood destroying insect because the wood contains lignin, so that the use of wood can not be used in the long term. Technology substitution processing of forest products is currently growing is the manufacture of composite board product. Composites consist of two parts as a binder or a protective matrix composites and composite filler as a filler. Cotton fibers and cigarette butts are not been utilized mekasimal is great potential for use as a filler in the manufacture of composites. This study aims to determine the effect of variations in the composition of the composite cotton cigarette butts on the volume fraction of 70% fiber 30% resin, 60% fiber 40% resin, 50% fiber 50% resin, 40% fiber
60% resin, 30% fiber 70% resin by treatment with alkali (NaOH) for 15 minutes, then rinsed with clean water and then dried and know the best value of the bending test based on ASTM standard D790. The test results show that the greater bending fiber volume then the value bendingnya strength increases. The highest bending strength values are at 70% fiber volume fraction of 30% resin with Modulus Of Repture of 76 N/mm2 and Modulus of Elasticity of 4970.5 N/mm2. Keywords: Composites, cigarette butts, Polyester, Bending
I. PENDAHULUAN Teknologi subtitusi pengolahan hasil hutan yang saat ini terus berkembang adalah pembuatan produk papan komposit. Komposit merupakan penggabungan dari dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang meyatu. Komposit terdiri dari dua bagian yaitu matrik sebagai pengikat atau pelindung komposit dan filler sebagai pengisi komposit. Papan komposit sangat ideal dikembangkan sebagai penggani produk utama kayu karena memiliki keunggulan diantaranya adalah bahan baku pembuatan komposit dapat berasal dari berbagai limbah non kayu salah satunya adalah puntung rokok. Komposit memiliki sifat mekanik yang terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat mekanik bahan sangat berpengaruh terhadap semua industri karena dengan sifat mekanis yang berbeda maka dapat digunakan untuk kebutuhan yang berbeda pula. Salah satu pengujian komposit untuk mengetahui sifat mekanik adalah pengujian bending. Pengujian bending bertujuan untuk mengukur ketahanan suatu material komposit terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Sifat mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan dari komposit tersebut. Uji bending banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Hendri Nurdin (2014) melakukan pengujian bending pada komposit yang memanfaatkan serat ampas tebu. Serat ampas tebu yang merupakan limbah dari penggilingan tebu dapat dimanfaatkan sebagai penguat pada komposit dengan penguraian secara sederhana. Selain itu Febriana (2013) melakukan penelitian tentang produk papan
komposit dengan pemanfaatan limbah non kayu melalui metode deskriptif, dari penelitian tersebut beberapa produk papan komposit masuk kedalam kelas kuat I dan II sehingga dapat digunakan untuk konstruksi bangunan ringan. Polemik puntung rokok tidak diragukan lagi sebagai salah satu masalah lingkungan yang sering dijumpai dilingkungan sekitar kita. Banyaknya larangan merokok didalam ruangan membuat para perokok melakukan aktifitas merokok diruang terbuka. Hal ini membuat para perokok memiliki kecenderungan untuk membuang limbah puntung rokoknya sembarangan. Tanpa penanganan lebih lanjut hal ini dapat merusak keindahan dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah puntung rokok merupakan salah satu bahan penghasil serat yang berpotensi sebagai filler dalam pembuatan komposit. Melalui upaya meningkatkan pemanfaatan puntung rokok yang belum maksimal, maka perlu diteliti dan dikembangkan sebagai bahan komposit. Penelitiaan ini menggunakan filler kapas puntung rokok dan resin polyester sebagai matrik yang dibentuk dalam berbagai variasi komposisi tertentu. Pengujian bending dilakukan terhadap komposit serta melakukan analisis terhadap patahan maka dapat diketahui sifat mekanis komposit tersebut. Dari hasil uji diharapkan dapat terjadi peningkatan nilai tambah dari puntung rokok dan dapat menggantikan sebagian penggunaan kayu yang semakin terbatas.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komposit Menurut Diharjo (1999), kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua mengemukakan bahwa kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Menurut Gibson (1994) komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika. Jenis material pembentuk komposit dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian, yaitu: matrik, material penguat (reinforcement), material pengisi (filler), material penambah (additive). Aplikasi dan pemakaian komposit diperkuat dengan serat secara luas dipakai pada berbagai industri. Hal ini menunjukkan perkembangan yang pesat dari material komposit karena mempunyai sifat yang lebih unggul, antara lain sebagai isolator yang baik. B. Klasifikasi Komposit Berdasarkan Komponen Penyusunnya 1. Komposit Serat Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat sebagai penguat. Serat yang digunakan biasanya berupa serat gelas, serat karbon, serat aramid dan sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterimaoleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit. 2. Komposit Laminat Terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya
memiliki karakteristik sifat sendiri.Komposit ini terdiri dari bermacam-macam lapisan material dalam satu matrik. (Jacobs, 1994). 3. Komposit Partikel Merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriknya. Bahan penguatdimensinya kurang lebih sama, seperti bulat serpih, balok, serta bentuklainnya yang memiliki sumbu hampir sama, yang kerap disebut partikel, dan terbuat dari satu atau lebih material yang dibenamkan dalam suatu matrik dengan material yang berbeda. 4. Komposit Serpihan Komposit serpihan terdiri atas serpihan-serpihan yang saling menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan ke dalam matriks. Pengertian dari serpihan adalah partikel kecil yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang khusus dengan orientasi serat sejajar permukaannya. Sifat- sifat khusus yang dapat diperoleh dari serpihan adalah bentuknya besar dan datar sehingga dapat disusun dengan rapat untuk menghasilkan suatu bahan penguat yang tinggi untuk luas penampang lintang tertentu. C. Unsur Pembentuk Komposit 1. Serat Serat berperan sebagai filler yaitu penyangga kekuatan dari struktur komposit. Beban yang awalnya diterima oleh matrik kemudian diteruskan ke serat oleh karena itu serat harus mempunyai kekuatan tarik dan elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik. Serat secara umum terdiri dari dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis. Limbah Puntung Rokok Banyaknya limbah puntung rokok yang terbuang tanpa penanganan lebih lanjut akan menimbulkan pencemaran lingkungan. . Kapas merupakan serat yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pengisi pada pembuatan material komposit. Oleh sebab itu, kapas dari puntung rokok sangat berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengisi pada meterial komposit.
Gambar 2.1 Limbah Puntung Rokok 2. Matriks Matriks mempunyai fungsi sebagai mentransfer tegangan ke serat, membentuk ikatan koheren permukaan matrik/serat, melindungi serat, memisahkan serat, melepas ikatan, dan tabil setelah proses manufaktur. Matriks polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi konstruksi ringan. Keunggulan matriks polyester dibandingkan dengan resin yang lain adalah (a). Matriks resin polyester lebih keras. (b). Menghasilkan bahan yang transparan. (c). Bersifat kuat. (d). Mempunyai daya tahan yang bak terhadap air, cuaca dan pengaruh zat-zat kimia. (e). Dapat dilombinasi dengan semua tipe serat gelas. (f).Harganya yang lebih murah. 3. Katalis Katalis merupakan bahan berbentuk cairan jernih berbau menyengat. Fungsinya sebagai katalisator agar resin lebih cepat mengeras. Penambahan katalis ini cukup sedikit saja tergantung pada jenis resin yang digunakan. Selain itu umur resin juga mempengaruhi jumlah katalis yang digunakan. Artinya resin yang sudah lama dan mengental akan membutuhkan katalis lebih sedikit bila dibandingkan dengan resin baru yang masih encer. Zat kimia ini biasanya dijual bersama dengan dengan resin. Pada proses pencampuran resin polyester tersebut harus ditambahkan dengan suatu katalis, pada penelitian ini katalis digunakan adalah katalis komersial atau pesaran berupa MEKPO (mehtyl ehtyl keton peroksida) yang fungsinya
sebagai zat curing yakni untuk mempersingkat waktu pengerasan dari resin polyester tersebut. Jumlah katalis MEKPO juga berpengaruh terhadap sifat mekanik komposit yang dihasilkan. Katalis merupakan bahan berbentuk cairan jernih berbau menyengat. Fungsinya sebagai katalisator agar resin lebih cepat mengeras. Penambahan katalis ini cukup sedikit saja tergantung pada jenis resin yang digunakan. Selain itu umur resin juga mempengaruhi jumlah katalis yang digunakan. Artinya resin yang sudah lama dan mengental akan membutuhkan katalis lebih sedikit bila dibandingkan dengan resin baru yang masih encer. Zat kimia ini biasanya dijual bersama dengan dengan resin. Pada proses pencampuran resin polyester tersebut harus ditambahkan dengan suatu katalis, pada penelitian ini katalis digunakan adalah katalis komersial atau pesaran berupa MEKPO (mehtyl ehtyl keton peroksida) yang fungsinya sebagai zat curing yakni untuk mempersingkat waktu pengerasan dari resin polyester tersebut. Jumlah katalis MEKPO juga berpengaruh terhadap sifat mekanik komposit yang dihasilkan. D. Pengujian Sifat Mekanik Komposit Pengujian kekuatan bending dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan.
Gambar 2.2 Penampang Uji Bending (ASTM D790) Pada penelitian material komposit ini pengujian bending yang dilakukan adalah uji kekuatan modulus elastisitas (MOE) dan modulus of rupture (MOR). Prinsip pengujian kekuatan modulus elastisitas (MOE) dan
modulus of rupture (MOR) yaitu kemampuan material komposit menahan beban terpusat dalam keadaan kering.
Gambar 2.3 Dimensi Spesimen Uji Bending (ASTM D-790) III. METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan antara lain Kapas dari puntung rokok, resin (Polyester) Yukalac, katalis Methyl Ethyl Keton Peroxide (MEKPO) 1 %, NaOH 2%, wax/Kit Mobil, aquadest. Alat yang diperlukan pada penelitian ini diantaranya mesin pengujian bending, cetakan (150 mm x 15 mm x 5 mm), neraca analitik, gelas ukur, oven, amplas, kuas cat, gunting, penggaris, gerinda potong, pisau, spidol. Sebelum dilakukan pencetakan, kapas dari puntung rokok diberi perlakuan dengan direndam ke dalam larutan zat kimia NaOH 2% selama 15 menit. Perendaman ini bertujuan untuk memodifikasi sifat permukaan serat secara kimiawi yang akan menjadikan permukaan serat lebih bersih dan lebih kasar sehingga ikatan serat dengan matrik semakin kuat dan meningkatkan sifat mekanik dari komposit yang dibentuknya.
matrik (resin) dan penguat (serat). Fraksi volume yang digunakan adalah 30% serat : 70% matrik ; 40% serat : 60% matrik ; 50% serat : 50% matrik ; 60% serat : 40% matrik ; 70% serat : 30% matrik. Bentuk spesimen uji bending sesuai dengan standard ASTM D-790 dengan dimensi 150 mm x 15 mm x 5 mm. Spesimen papan komposit yang telah dibentuk sesuai standar uji kemudian dilakukan pengujian bending sehingga dapat diketahui Modulus Of Repture (MOR) dan Modulus Elasticity (MOE) dari material komposit tersebut. Selanjutnya perhitungan dilakukan berdasarkan persamaan sebagai berikut: 3.P.L σb = 2.b.d
……..(1) (Omega, 1998)
Keterangan : σb : kekuatan bending (N/mm2) P : Beban yang Diberikan (N) L : Jarak Antara Titik Tumpuan (mm) b : Lebar Spesimen (mm) d : Tebal Spesimen (mm) τ E= ԑ
…….(2) (William F Smith, 1990)
Keterangan E = Modulus Elastisitas (N/mm2) τ = Tegangan (N/mm2) ԑ = Regangan
Gambar 3.1 Proses Perendaman Kapas Puntung Rokok Dengan NaOH 2% Dalam pembuatan komposit dilakukan perbandingan persentase fraksi volume antara
Gambar 2.2 Set-up Alat pada Uji Bending
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Modulus Of Repture (MOR) Pengujian bending ini menggunakan metode Three Point Bending Test dimana satu titik/ point sebagai beban penekanan dan 2 titik lainnya berfungsi sebagai tumpuan. Kekuatan bending adalah kapasitas dari suatu material komposit dalam menahan beban. Hasil pengujian kekuatan bending dapat dilihat dari grafik dibawah ini. 140
dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Sebaran serat pada komposit bisa dilihat pada gambar berikut.
(a)
127
σb (N/mm2)
120
(c)
100 76
80 60
(b)
48
56
56.9
62
40
(d)
20
(e)
0 A
B
C
D
E
F
Spesimen
Gambar 3.1 Grafik Nilai Kekuatan Bending Rata-Rata Setiap Komposisi Pada gambar 3.1 dapat dilihat perbedaan setiap nilai bending pada masing-masing komposit yang mempunyai fraksi volume yang berbeda yaitu sebesar 48 N/mm2 sampai 76 N/mm2. Pada spesimen komposit E memiliki harga bending yang paling tinggi yaitu sebesar 76 N/mm2. Noni Nopriantina (2013) menyatakan bahwa semakin tebal serat yang digunakan, nilai kekuatan tekannya akan semakin baik hingga mencapai titik maksimum. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, komposisi spesimen E memiliki komposisi filler yang paling besar. Sedangkan komposisi spesimen A memiliki komposisi filler paling sedikit sehingga memiliki nilai bending yang paling kecil yaitu sebesar 48 N/mm2. Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit,
Gambar 3.1 Distribusi Serat Pada Komposit Keterengan : A : 70% serat : 30 % Matrik B : 60% serat : 40 % Matrik C : 50% serat : 50 % Matrik D : 40% serat : 60 % Matrik E : 30% serat : 70 % Matrik Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada 1 arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan menyebar kesegala arah maka kekuatan akan meningkat. Pada gambar (a) menunjukkan besarnya jumlah komposisi filler yang terdapat pada komposit mengakibatkan distribusi filler pada komposit merata dan padat. Berbeda dengan gambar (b), walaupun komposisi filler jauh lebih besar, namun penyebarannya tidak merata, sehingga ikatan antara polyester dan filler cenderung melemah. Pada gambar (c) komposisi filler dengan polyester adalah seimbang namun tidak terlalu padat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai kekuatan bending.
Pada gambar (d) dan (e) komposisi filler lebih kecil dibandingkan polyester, sehingga sebaran filler tidak merata yang menyebabkan banyak terdapat ruang kosong pada komposit. Pada penelitian ini juga mengukur kekuatan bending kayu sungkai (Peronema canescens) sebagai perbandingan terhadap kekuatan bending komposit dengan kode spesimen F. Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat bending yang relatif tinggi, berat yang relatif rendah dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik (Felix, 1965). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kekuatan bending kayu lebih besar dibandingkan komposit. Namun, nilai kekuatan bending seluruh komposit yang dihasilkan (Tabel 4.1) memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh standar JIS A 5908-2003 dimana pada standar ini nilai kekuatan bending yaitu minimal 80 kg/cm2. 3.2. Modulus Elastisitas (MOE) Modulus elastisitas komposit merupakan fungsi dari modulus elastisitas serat dan matrik. Modulus elastisitas menunjukkan tingkat keteguhan/ kekakuan papan komposit dalam menerima beban tegak lurus terhadap permukaan papan komposit. Data hasil pengujian modulus elastisitas bisa dilihat pada gambar dibawah ini. 6000.0 4970.5
MOE(N/mm2)
5000.0
.3.3 Model Patahan Komposit Polyester – Serat Kapas Puntung Rokok
4000.0 3000.0
Grafik diatas menunjukkan hubungan yang terjadi antara modulus elastisitas dengan jumlah serat yang terdapat pada komposit dengan nilai modulus elastisitas yang tidak konstan. Hal ini karena satu hal yang mempengaruhi modulus elastisitas komposit adalah dimensi serat puntung rokok itu sendiri. Serat puntung rokok memiliki serat yang pendek dan dinding yang tipis serta berat yang rendah. Haygreen dan Bowyer (1989) dalam Nurrani (2012) menyatakan bahwa panjang serat memiliki pengaruh terhadap meningkatnya kekompakkan ikatan antar serat, dinding serat yang tipis mudah untuk dipipihkan sehingga menghasilkan ikatan serat yang lebih kompak pada saat pembentukan lembaran komposit terutama pada proses pencetakan. Pada spesimen E memiliki nilai modulus elastisitas tertinggi yaitu sebesar 4790.5 N/mm2. Nilai ini telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 dengan standar nilai modulus elastisitas yaitu minimal 20000 kg/cm2. Pada spesimen D dan spesimen C terjadi penurunan nilai modulus elastisitas, itu disebabkan karena material yang diuji menunjukkan kekakuan dan penurunan ini dikarenakan perpatahan mengikuti arah serat dan komposit. Nurrani (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi modulus elastisitas suatu papan komposit maka papan komposit semakin tahan terhadap perubahan bentuk. Semakin rendah modulus elastisitas suatu papan komposit maka papan komposit tersebut semakin kaku.
2293.3 2431.7
2000.0
1504.3
1276.5 802.2
1000.0 0.0 A
B
C
D
E
F
Spesimen
Gambar 3.3 Grafik Modulus Elastisitas (MOE)
Pada pengujian bending, bagian atas spesimen mengalami tekanan lebih besar dibandingkan bagian bawah spesimen yang mengalami tegangan Tarik, karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima, maka spesimen tersebut akan patah.
3.
(MOR) sebesar 76 N/mm Modulus Elastisitas sebesar 4790.5 N/mm. Jenis patahan yang terjadi pada komposit adalah patah getas yang ditunjukkan dengan nilai deformasi yang kecil.
DAFTAR PUSTAKA Gambar 3.4 Patahan Pada Komposit Pada gambar 3.4 menunjukkan model patahan yang terjadi pada bahan spesimen adalah patah getas (brittle fracture). Klasifikasi ini didasarkan pada kemampuan bahan mengalami deformasi yang kecil. Pengamatan perpatahannya dengan menggunkan foto makro. Dimana pengamatan pada daerah perpatahannya dapat dilhat perambatan retakan yang terbentuk adalah memotong serat secara langsung sehingga menunjukkan interface antara matrik dan serat yang optimal. Menurut Mokhtar, adhesi yang baik antara matrik dan serat akan mengakibatkan patahan merambat memotong serat, sedangkan adhesi yang tidak baik mengakibatkan patahan hanya mengelilingi serat tanpa secara langsung memutus serat tersebut. Pada penelitian ini, karakteristik perambatan retakan yang terbentuk adalah retakan memotong serat secara langsung sehingga menunjukkan bahwa ikatan antara serat dan matrik yang optimal. IV. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Variasi komposisi antara filler dan matrik polyester mempengaruhi kekuatan bending material papan komposit dengan semakin besar variasi komposisi serat puntung rokok terhadap matrik polyester, maka nilai kekuatan bending komposit akan semakin baik. 2. Nilai terbaik kekuatan bending komposit terdapat pada variasi 70 % Filler : 30% Polyester dengan Modulus Of Repture
Bakti dkk. 2008. Pemanfaatan Limbah Padat Pengolahan Rumput Laut Graciria sp. Untuk Pembuatan Papan Partikel. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vo.3 No.1. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknolgi Kelautan an Perikanan, DKP. Febriana, Tri Wulandari 2013. Produk Papan Komposit Dengan Pemanfaatan Limbah Non Kayu. Prodi Kehutanan Faperta UNRAM. Jacobs, J.A dan Kilduft T.K. (1994). Engineering Material Technology Structure, Processing, Property and Selection 2. Prentice Hall,Inc A Simon Schuster Company, USA. Mokhtar Munirah, Abdul Razak Rahmat, dan Azman Hassan. (2007). Characterization and treatments of pineapple leaf fibre Thermoplastic composite for construction application. Jabatan Kejuruteraan Polimer, Fakulti Kejuruteraan, Kimia dan Kejuruteraan Sumber Asli, Universiti Teknologi Malaysia. Research Vot No: 75147. Nopriantina, N.A. 2013. Pengaruh Ketebalan Serat Pelepah Pisang Kepok (Musa Paradisiaca) Terhadap Sifat mekanik Material Komposit Poliester Serat Alam. Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Andalas, Padang. Omega: Tchnical Reference Series Vol 3 “Force-Related Measurements” 1998:17. Smith, W.F. 1996. Priciples of Materials Science and Engineering,2nd ed, Mc Graw-Hil, Singapore.