Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Pemanfaatan Lempung Sebagai Adsorben Limbah Laboratorium Catherina M.Bijang*, Ivonne Telussa Jurusan Kimia FMIPA UNPATTI AMBON
Abstrak. Perlakuan terhadap limbah laboratorium perlu dilaksanakan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan jika terjadi akumulasi di alam. Tersedianya kekayaan alam di daerah maluku berupa lempung dapat digunakan untuk menanggulangi pencemaran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh adsorben efektif yang dapat digunakan untuk melakukan pengolahan limbah logam berat Pb dan Cu. Adsorben yang dimaksud adalah lempung yang berasal dari desa Ouw-Saparua Maluku. Lempung yang digunakan berwarna coklat dan hitam. Masing-masing lempung dilakukan aktivasi dengan cara perendaman dengan asam sulfat selama 5 jam dan 10 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lempung berwarna hitam yang diaktivasi selama 5 jam memiliki kemampuan adsorpsi yang terbaik dan lempung ini lebih efektif dalam mengadsorpsi ion Pb2+ dibandingkan ion Cu2+. Kata kunci : lempung, adsorben, logam berat.
Abstract. Treatment for laboratorium waste need to carry out for prevented environment pollution if accumulation occured in the world. Natural resources available in maluku like clay can used to treat heavy metal Pb and Cu wastes. This adsorben were clay from Ouw village in Saparua,Maluku. The clay were brown and black. Each clay were activated with soaked in sulfuric acid for 5 and 10 hours. The result showed that the black clay with activated for 5 hours in sulfuric acid had the best adsorb.This clay more effective for adsorp Pb2+ ion compare with Cu2+ ion. Keywords : clay, adsorben, heavy metal.
*Alamat korespondensi:
[email protected]
1
Catherina and Ivonne
ISSN 2085-014X
diperbesar dengan proses interkalasi terhadap lempung, seperti yang dilakukan oleh Rofik dan Taufiyanti (2002). Dalam hal ini Na-Bentonit diinterkalasi dengan etilendiamin sehingga mengalami peningkatan basal spacing sebesar 0,0764 A0. Adsorbat (lempung terinterkalasi) yang dihasilkan sangat efektif dalam mengikat Krom (Cr). Pemanfaatan lempung sebagai resin penukar ion telah diteliti oleh Purwati (1992) dan Karyasa (1997). Karyasa memanfaatkan lempung dalam proses penjernihan dan pengurangan air sumur berkapur. Gondok (2000) meneliti penyerapan Pb, Ni, dan Co oleh lempung dengan mengkaji asal lempung, waktu kontak dan ukuran partikel. Hasil yang diperoleh menjelaskan lempung dengan asal yang berbeda memiliki kapasitas penyerapan yang berbeda. Waktu kontak dan ukuran pertikel yang optimum adalah 60 menit dan 180 µm. Kegiatan studi di laboratorium merupakan salah satu penghasil limbah pencemar air walaupun dalam skala kecil. Penanganan limbah tersebut perlu diupayakan sebelum dibuang ke saluran pembuangan umum. Tersedianya kekayaan alam berupa lempung di desa Ouw – Saparua Maluku dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan limbah tersebut.
PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya alam yang bersifat terbarukan yang mutlak diperlukan oleh mahluk hidup di muka bumi, namun demikian keberadaannya di muka bumi ini terbatas jumlah dan agihannya baik menurut ruang maupun waktu. Dewasa ini masalah air semakin rawan dan memprihatinkan. Manusia memerlukan air tidak saja kuantitasnya tetapi juga kualitasnya. Air murni tidak terdapat di alam. Bahan-bahan terlarut dan tidak terlarut ikut terbawa dengan mengalirnya air melalui atmosfir dan tanah. Kebutuhan akan air menjadi sangat meningkat dengan meningkatnya populasi manusia disertai perkembangan industri yang pesat. Kegiatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan pencemaran dan kerusakan ekosistim pada sumber-sumber air. Kegiatan studi di laboratorium yang dengan sendirinya menghasilkan limbah merupakan salah satu contoh sumber pencemaran air. Sehingga perhatian dan penanganan yang serius diperlukan untuk pengolahan limbah tersebut sebelum dibuang ke saluran pembuangan umum. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan polutan yang terdapat dalam air. Salah satu diantaranya adalah mengupayakan penggunaan lempung. Indonesia mempunyai bahan alam berupa tanah lempung yang berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam kehidupan sehari-hari tanah lempung digunakan sebagai bahan pembuatan batu bata, tembikar dan genteng.. Kemampuan lempung sebagai adsorben telah diteliti oleh Damanhuri (1997) dan Budi Setiawan (1997). Kemampuan tersebut ditentukan oleh komposisi mineral lempung. Hal ini mendukung pemanfaatan lempung untuk menggulangi pencemaran lingkungan dari logam berat. Kemampuan adsorben dapat
METODE PENELITIAN Sampel , Bahan dan Peralatan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung dari desa Ouw, Saparua, Maluku yang diambil secara acak pada kedalaman 50 m (berwarna coklat) dan kedalaman 100 m (berwarna hitam). Bahan-bahan yang digunakan : H2SO4, , Pb(NO3)2, CuCl2, Akuades. Peralatan yang digunakan : Oven, Shaker, AAS. 2
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
lempung hitam yang diaktivasi asam sulfat selama 10 jam. 3. Konsentrasi Cu sebesar 81 ppm dan Pb sebesar 42,2831 ppm terkandung dalam filtrat hasil adsorbsi lempung coklat yang diaktivasi asam sulfat 10 % selama 5 jam. 4. Pada filtrat hasil adsorbsi lempung coklat yang diaktivasi asam sulfat 10 % selama 10 jam , konsentrasi Pb sama dengan yang terdapat pada filtrat dengan waktu aktivasi lempung selama 5 jam yaitu 42,2831ppm.Sedangkan konsentrasi Cu pada filtrat ini tidak dapat diidentifikasi.
Prosedur Kerja (1).
Persiapan Lempung Lempung dibersihkan dan dihaluskan. Kemudian direndam dangan asam sulfat 10% selama 5 jam dan 10 jam. Selanjutnya dicuci dengan akuades sampai bebas asam dan dikeringkan.
(2).
(3)
Analisa sampel. Logam berat yang digunakan sebagai kation yang diserap, dibuat dari senyawa CuCl2 dan Pb (NO3)2 yang masing-masing dijadikan larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Pemilihan logam Cu dan Pb dengan pertimbangan kedua jenis logam tersebut merupakan logam yang dominan dari limbah praktikum kimia dasar.
Permukaan lempung dapat dibagi paling tidak ke dalam tiga kategori : (1). Permukaan yang terbentuk terutama oleh rangkaian Si-O-Si dari tetrahedron silika;tipe permukaan ini khas untuk tipe lempung 2 :1. Permukaan ini biasa disebut permukaan siloksana. (2). Permukaan yang terbentuk oleh rangkaian O-Al-OH dari oktahedron alumina.Tipe ini dicirikan oleh bidang gugus hidroksil (OH) yang terbuka, yang dilapisbawahi oleh atom-atom Al, Fe atau Mg pada pusat oktahedron.Oleh karena hal yang terakhir ini, maka permukaan ini dapat disebut sebagai permukaan oksihidroksida.; dan (3). Permukaan yang terbentuk oleh –SiOH atau –Al-OH dari senyawa-senyawa amorf. Tipe ini khas dijumpai pada tanah yang mengandung banyak gel silika amorf.
Prosedur Penelitian Proses penyerapan dilakukan dengan cara 0,5 gram lempung dimasukkan kedalam 250 ml larutan kation logam berat dan dishaker selama 1 jam.Setelah itu dilakukan penyaringan.Filtrat ditampung dan dianalisa dengan AAS. Cara ini dilakukan pada kedua jenis lempung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa lempung hitam memiliki kemampuan adsorpsi kation yang lebih baik, maka dapat diprediksi bahwa permukaan lempung hitam memiliki jenis permukaan (1) dan (2). Kaolinit dan lempung tipe 1:1 lainnya biasanya mempunyai permukaan siloksana pada satu bidang dasar dan permukaan oksihidroksida pada bidang dasar yang lain. Gugus hidroksil yang terbuka dapat
Hasil penelitian yang diperoleh memperlihatkan bahwa : 1. Konsentrasi Cu sebesar 78 ppm dan Pb sebesar 34,4459 ppm terkandung dalam filtrat hasil adsorbsi lempung hitam yang diaktivasi asam sulfat selama 5 jam. 2. Konsentrasi Cu sebesar 84,7143 ppm dan Pb sebesar 35,0964 ppm terkandung dalam filtrat hasil adsorbsi
3
Catherina and Ivonne
ISSN 2085-014X
terdisosiasi dan oleh karenanya memainkan peranan penting dalam pembentukan muatan negatif. Oleh karena koloid lempung menyandang muatan negatif, kation-kation tertarik oleh partikel lempung. Kationkation tersebut diikat secara elektrostatik pada permukaan lempung. Kebanyakan dari kation-kation ini bebas menyebar dalam fase larutan dengan difusi. Kerapatan populasi ion dengan sendirinya paling tinggi pada permukaan lempung atau dekatnya. Kation-kation ini disebut teradsorpsi. Diantara kation-kation tersebut, dikenal adanya taraf adsorpsi yang berbeda. Perlakuan aktivasi dengan asam dilakukan untuk memperbesar pori dan menukar kation-kation yang terdapat pada lempung dengan ion H+. Ion hidrogen diadsorpsi lebih kuat dibanding dengan ion monovalen lainnya atau ion-ion divalen. Gaya-gaya yang bertanggungjawab dalam reaksi adsorpsi mencakup : gaya fisik atau gaya Van der Waals; ikatan hidrogen; ikatan elektrostatik dan rekasi koordinasi. Proses pertukaran sangat dipengaruhi oleh konsentrasi kation penukar yang ditambahkan. Perlakuan aktivasi dengan asam sulfat 10 % selama 5 jam ternyata mampu menghasilkan distribusi ion H+ yang memadai dalam lempung. Ketika dilakukan pertukaran selanjutnya dengan ion Pb2+ dan Cu2+ diperoleh konsentrasi ion Pb2+ dan Cu2+ yang lebih banyak dibandingkan dengan yang terdapat pada lempung yang diaktivasi dengan H2SO4 10% selama 10 jam. Perlakuan yang terakhir ini dapat diprediksi menjadikan sisi aktif medium lempung bermuatan positif. -Al-OH + H+ ↔ -Al-OH2+ sehingga kemampuan adsorpsi terhadap kation menjadi berkurang. Ukuran ion Pb2+ yang jauh lebih besar dibandingkan ion Cu2+ dapat menjelaskan efektivitas adsorpsi lempung terhadap ion Pb2+ dibandingkan ion Cu2+.
KESIMPULAN 1. Lempung hitam menunjukkan kemampuan adsorbsi yang lebih baik dibandingkan lempung coklat. 2. Perlakuan aktivasi lempung dengan asam sulfat 10 % melebihi waktu 5 jam tidak menambah kemampuan adsorpsi lempung terhadap ion Pb dan Cu. 3. Lempung hitam dengan perlakuan aktivasi asam sulfat 10 % selama 5 jam cukup efektif digunakan untuk mengurangi kadar Pb dalam limbah sebelum dibuang de saluran pembuangan umum. Penggunaan lempung ini untuk ion Cu tidak cukup efektif.
SARAN Dilakukan kajian yang lebih spesifik seperti ukuran lempung, waktu kontak, waktu aktivasi, konsentrasi asam dll, sehingga didapatkan kondisi optimum proses adsorpsi lempung
DAFTAR PUSTAKA Bijang,C., Yateman Arryanto dan Trisunaryanti, W., 2002, Pengaruh kadar logam Ni terhadap aktivitas katalis Ni/zeolit Y dalam reaksi hidrorengkah minyak bumi, Teknosains-UGM. 15 (1): 57-69. Budi Setiawan, 1997, Bentonit lempung penyelamat lingkungan, Bulletin Limbah 2 (2) : 21 – 25. Damanhuri, 1997, Potensi sorpsi ion krom oleh tanah lempung, Jurnal Teknik Lingkungan: 3 (1) :35 – 43.
4
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Gonggo,T.S, 2004, Analisis sifat-sifat fisik mineral lempung sebagai bahan industri keramik, Jurnal Eksakta Tadulako 2 (1) : 132 – 139. Karyasa,I Wayan, 1997, Pemanfaatan campuran lempung dan batu cadas sebagai resin penukar ion dalam proses penjernihan dan pengurangan kesadahan air sumur berkapur, Aneka Widya-STKIP Singaraja ,30 (4) : 139 – 147. Prayitno,Kuncoro Budi, 1989, Teknologi Aktivasi Lempung untuk cracking catalyst minyak bumi, Diskusi ilmiah dalam rangka dasawarsa BPPT ,Jakarta. Purwanti,Endang, 1992, Studi Pengaruh kandungan Si-Al Tanah Lempung sebagai bahan baku pembuatan resin, Majalah IPTEK-ITS,3(1) :5 – 10. Rofik,Edi dan Taufiyanti,Fatma, 2002, Penurunan kandungan ion-ion logam berbahaya bagi ksehatan dan lingkungan dalam limbah cair menggunakan lempung alam terinterkalasi, Buletin Penalaran Mahasiswa UGM, 9 (2) : 20 – 24. Widihati,I.A.G., 2003, Sintesis lempung montmorillonit terpilar Fe2O3 : difraktogram, luas permukaan dan situs asamnya, Chemical Reviews, 6 (1) : 38 – 46. Wijaya,K.,Tahir dan Asean, 2003, Inklusi senyawa p-nitroanilin ke dalam pori-pori montmorillonit terplilar TiO2, Chem.Rev.,6(2) : 84 – 94. Yong dan Warkentin,1975, Soil Properties and Behaviour, Elseiver Scientific Publishing Company,New York.
5