Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8)
Pemanfaatan ICT dalam Proses Merancang dan Mengimplementasikan Model Pembelajaran Inovatif Designed Student-Centred Instructional (DSCI) Oleh Sri Rahayu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang (UM) Abstract: ICT can be used in designing and implementing an instructional program (a designed student-centred instruction ) based on constructivist, hands-on inquiry and context-based approaches. The model involves four steps: introduction, handson inquiry, class discussion and application. The main tools used here are computer and internet or World Wide Web. Those tools use in designing the model, writing lesson plans, writing handouts, worksheet or digging information during the lessons taking place. Key words: ICT, student-centred instruction, computer, world wide web.
PENDAHULUAN Kita telah memasuki abad informasi yang telah didominasi oleh teknologi digital. Teknologi digital yang salah satunya adalah komputer, telah mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia termasuk dunia pendidikan. Komputer merupakan alat elektronik yang memiliki kemampuan untuk menyimpan, mengambil dan memproses informasi kuantitatif dan kualitatif dengan cepat dan akurat. Jaringan komputer telah melahirkan teknologi informatika/informasi (TI). Sansanwal (2009) mendefinisikan TI sebagai penggunaan hardware dan software untuk pengaturan informasi dengan efisien, misalnya penyimpanan, pengambilan, pemrosesan, komunikasi, penyebaran dan pertukaran informasi dalam masyarakat, ekonomi dan budaya. Salah satu ciri khusus dari bidang ilmu Teknologi Informasi adalah fokus perhatian bidang ilmu tersebut yang lebih bersifat aplikatif, yang lebih mengarah pada pengelolaan data dan informasi dalam sebuah enterprise (perusahaan atau organisasi kerja lainnya), dengan pemanfaatan teknologi komputer dan komunikasi data serta lebih menekankan pada teknik pemanfaatan perangkat-perangkat yang ada untuk meningkatkan produktifitas kerja. Namun, perlu dipahami bahwa teknologi informasi hanya terbatas pada bentuk transmisi informasi berupa tulisan secara mudah dan cepat. Padahal informasi tidak hanya berupa tulisan saja tetapi dapat berupa audio, video atau media yang juga ditransmisi kepada pengguna. Oleh karena itu, teknologi informatika dikombinasikan dengan teknologi yang yang terkait, dalam hal ini teknologi komunikasi melahirkan ICT (Information and Communication 1
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8)
Technology). Selanjutnya, ICT ini telah membuka jalan untuk munculnya online learning, Online learning, e-learning, Virtual University, e-coaching, e-education, e-journal, dan sebagainya. Bagaimanakah pemanfaatan ICT dalam pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar? Di beberapa negara, pemanfaatan ICT telah berkembang sedemikian pesat. Namun di Indonesia baru pada tahap applying (tahap menggunakan) dan infusing (menginspirasi dalam kebijakan pendidikan) dan belum mencapai tahap transforming (menghasilkan dan menggunakan produk pembelajaran inovatif). Dalam tulisan ini akan dipaparkan bagaimana pemanfaatan ICT dalam proses merancang dan mengimplementasikan model pembelajaran kimia yang berbasis konstruktivistik, inkuiri (hands-on activity), dan kontekstual. Model pembelajaran ini selanjutnya disebut dengan Designed student-centered Instruction (DSCI) dan sudah terbukti efektif untuk meningkatkan prestasi belajar dan minat siswa SMA Indonesia dalam topik asam-basa (Rahayu, dkk, 2010). Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah: a. Apakah model pembelajaran model pembelajaran Designed Student-Centred Instructional (DSCI)? b. Bagaimana pemanfaatan ICT dalam proses merancang dan mengimplementasikan model pembelajaran Designed Student-Centred Instructional (DSCI)? MODEL PEMBELAJARAN DESIGNED STUDENT-CENTRED INSTRUCTIONAL (DSCI) The Designed Student-Centred Instruction (DSCI) merupakan langkah-langkah pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan-pendekatan kontemporer dalam pendidikan kimia. Pendekatan itu mencakup pendekatan inkuiri dan kolaboratif dikaitkan dengan pengalaman siwa sehari-hari dan isu-isu lingkungan. Menurut Wise (1996) suatu pembelajaran inovatif seharusnya merupakan kombinasi dari berbagai strategi karena tidak ada satu strategi pun yang lebih baik dibandingkan dengan strategi kombinasi. Jika siwa ditempatkan dalam lingkungan yang mengajak mereka aktif mengaitkan pembelajaran dengan minat dan pemahamannya saat ini dan mereka memiliki kesempatan untuk mengalami inkuiri limiah kolaboratif dibawah pengawasan guru, maka kemungkinan besar prestasi belajar mereka akan meningkat. Pendekatan Konstruktivistik Pandangan Konstruktivistik tentang belajar telah mendominasi penelitian pendidikan sains selama tiga abad terkahir. Menurut pandangan ini, belajar bermakna bukan sekedar menyerap informasi secara pasif, namun mencakup menciptakan dan memodifikasi struktur pengetahuan (Carey, 1985). Dengan kata lain, pebelajar berupakan agen aktif dan 2
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8)
bertanggungjawab dalam proses perolehan pengetahuannya (Loyens & Gijbels, 2008). Belajar dipandang sebagai proses individual yang mencakup menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan awalnya melalui interaksi dengan lingkungan fisik dan/atau sosial (Liang & Gabel, 2005). Pendekatan Inkuiri Kurikulum sekolah pada umumnya memiliki ciri mengandung aspek konten dan proses (Bass, Constant & Carin, 2009). Konten terdiri dari pernyataan tentang alam, termasuk entitas alam, teori dan konsep yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan entitas ini. Proses mencakup praktek bagaimana pengetahuan ilmiah dikembangkan, mencakup hubunganhubungan dalam percobaan, prediksi, membangn hipotesis, mengkomunikasikan hasil dalam masyarakat ilmiah. Dalam kurikulum seperti itu, siswa diharapkan untuk belajar konten sains dan juga mengalami prosesnya.. Menurut the National Science Education Standards in the USA (National Research Council, 1996), inkuiri ilmiah menggambarkan berbagai cara yang digunakan ilmuwan untuk mempelajari alam semesta dan mengajukan penjelasan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari kegiatan mereka. Inkuiri juga digambarkan sebagai aktivitas siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman ide-ide ilmiah juga pemahaman tentang bagaimana ilmuwan mempelajari alam semesta. Oleh karena itu, dengan memberi kesempatan otentik kepada siswa untuk melakukan inkuiri ilmiah diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya mengevaluasi ide-ide ilmiah yang kompleks. Sebaliknya, kurangnya pengalaman dalam berinkuiri ilmiah menghambat kemajuan siswa dalam mengevaluasi klaim-klaim pengetahuan ilmiah (Trumbull, Bonney & Grudens-Schuck, 2005). Outcome belajar yang berkaitan dengan dimensi inkuiri meliputi merumuskan hipotesis, mengembangkan rencana pengumpulkan data dan membuat argumentasi berdasarkan buktibukti. Melalui latihan berinkuiri siswa memperoleh pengetahuan dengan cara yang lebih bermakna (Germann, Haskins & Auls, 1996) namun perlu kesempatan yang cukup dalam berlatih proses sains dengan melakukan berbagai investigasi. Pendekatan Kontekstual Menurut Pearsall (1999), konteks diartikan sebagai situasi yang membangun latar suatu peristiwa, pernyataan atau ide agar konteks itu mudah dipahami. Sebuah konteks harus memberikan makna struktural yang koheren terhadap hal baru dalam perspektif yang lebih luas. Deskripsi ini sesuai dengan fungsi penggunaan konteks dalam pendidikan kimia, dalam hal mana siswa harus mampu memberikan makna terhadap belajar kimia dan harus mampu mengkaitkan materi pelajaran dalam beberapa aspek dalam kehidupannya. Siswa harus mampu membangun peta mental yg lengkap tentang materi. Hasil penelitian tentang kurikulum berbasis konteks menyarankan bahwa (1) minat dan kesenangan siswa terhadap pelajaran sains umumnya meningkat bila mereka menggunakan material berbasis konteks dan mengikuti 3
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8)
pelajaran berbasis konteks, (2) Material berbasis konteks membantu siswa untuk melihat dan mengapresiasi hubungan dengan lebih jelas antara sains yang dipelajari dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis konteks belajar sains setidaknya sama efektifnya dengan siswa yang mengikuti pembelajaran tradisional (Gilbert, 2006). Model pembelajaran DSCI pada Topik Asam dan Basa Model pembelajaran DSCI diterapkan untuk topik kimia asam dan basa. Konsepkonsep yang dipelajari dalam asam dan basa antara lain (1) kharakteristik asam dan basa, (2) definisi asam dan basa (3) kekuatan asam dan basa, (4) netralisasi dan (5) pH. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa model pembelajaran inivatif ini mencakup beberapa strategi yang merupakan inti dari pikiran saat ini tentang reformasi pendidikan sains. Strategi yang dimaksud mencakup pendekatan konstruktivistik, pendekatan inkuiri hands-on dan pendekatan berbasis konteks. Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajarannya:
Fase 1. Pendahuluan. Setiap pelajaran diawali dengan menyajikan peta konsep yang digunakan sebagai advance organizer untuk menujukkan dengan jelas hubungan antar konsep dalam topik asam basa dan untuk memudahkan belajar (Berg, 2006; Hughes & Hay, 2001). Berikutnya siswa ditunjukkan beberapa contoh bahan-bahan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas ini dimaksudkan agar siswa menyadari bahwa ada hubungan antara apa yang mereka pelajari di kelas dengan pengalaman dalam kehidupan mereka sehari-hari dan menarik perhatian serta antusias siswa pada aktivitas berikutnya di fase 2. Fase 2. Aktivitas inkuiri hands-on. Dalam aktivitas ini, siswa diberi pengalaman langsung untuk terlibat dalam eksplorasi topik asam dan basa dengan menggunakan inkuiri tingkat 4 yang menurut LeRoy & Lee (2008) mencakup lima langkah berurutan yaitu mengajukan pertanyaan, merencanakan, menerapkan, menyimpulkan dan melaporkan. Dalam fase ini, pertanyaan diawali oleh guru, sedangkan merencanakan, mengimplementasikan, menyimpulkan dan melaporkan dilakukan oleh siswa. Siswa bekerja sama dalam kelompoknya saat mendiskusikan rencana penyelidikannya. Sebelum melaksanakan penelitian, siswa mengkonsultasikan perencanaannya kepada guru. Mereka juga mendiskusikan hasil penyelidikan dalam kelompoknya sebelum membuat laporan. Pendekatan seperti ini dijamin keberhasilannya karena dinamika kerja kelompok dapat mendorong dan mempertahankan inkuiri dalam berbagai situasi secara lebih baik dibandingkan dengan kegiatan individual (Chiappetta & Koballa, 2006) dan juga meningkatkan ketrampilan pemecahan masalah siswa juga perkembangan konsepnya (Lumpe, 1995). Fase 3. Diskusi Kelas. Tahap ini dimaksudkan untuk mendorong siswa dalam menjelaskan kemungkinan pemecahan masalah mereka atau jawaban yang mengacu pada aktivitas tertentu. Siswa 4
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8)
bertukar pikiran dengan kelompok lainnya dalam diskusi kelas. Guru membantu diskusi dengan cara mengajukan pertanyaan justifikasi/pembuktian dan klarifikasi dari siswa dan menggunakan pengalaman siswa terdahulu sebagai dasar untuk menjelaskan konsep. Fase 4. Aplikasi. Dalam tahap ini siswa menerapkan konsep atau ketrampilan yang dibangun dari kegiatan sebelumnya pada situasi baru dan mirip berkaitan dengan kehidupan sehari-hari maupun isu-isu lingkungan. Sebagai contoh, siswa diminta untuk menyelidiki apakah bahanbahan di sekitar rumah mereka dapat dikelompokkan sebagai asam atau basa. Siswa harus membuat rencana inkuiri dan melakukan penyelidikan menggunakan ketrampilan berinkuiri yang dipelajari sebelumnya. Siswa juga dituntut untuk memikirkan outcome dari penyelidikannya dengan mendiskusikannya didalam kelompk masing-masing. Investigasi laboratorium yang dilakukan siswa meliputi: (1) menentukan apakah tiga macam larutan dalam gelas beaker apakah bersifat asam, basa atau netral dengan menggunakan berbagai indikator pH, (2) menyelidiki reaksi antara asam dengan logam reaktif dan karbonat (3) menentukan kekuatan asam dan basa dan (4) menentukan beberapa bahan/cairan yang dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari apakah asam, basa, atau netral. Dalam kegiatan laboratorium, siswa melakukan aktifitas bertanya, merencanakan, menerapkan, menyimpulkan dan melaporkan. Kesempatan berdiskusi dalam kelompok kecil membuka jalan bagi siswa untuk terlibat dalam inkuiri ilmiah. PEMANFAATAN ICT DALAM PROSES MERANCANG DAN MENGIMPLEMENTASIKAN MODEL PEMBELAJARAN DESIGNED DSCI ICT dimanfaatkan dalam proses merancang dan mengimplementasikan model pembelajaran DSCI yang telah diuraikan di atas. Dalam hal ini, alat utama yang digunakan adalah komputer dan internet/World Wide Web. Komputer merupakan alat yang dapat membantu guru untuk membuat berbagai macam lingkungan belajar yang mungkin sebelumnya hanya bisa dibayangkan (Lever-Duffy, dkk, 2004: 97). Dengan komputer siswa juga dapat mempublikasikan pengalaman belajarnya baik dalam format teks, gambar, powerpoint, maupun video. Siswa dapat menghubungkan komputer dengan sumber online (internet) untuk menggali informasi dengan jari-jari tangannya. World Wide Web (WWW) merupakan sumber unik dan belum pernah ada sebelumnya yang dapat digunakan oleh guru dalam memfasilitasi kegiatan siswa dalam berinkuiri (Koballa & Tippins, 2004: 216). Dalam hal ini, WWW menyediakan sumber-sumber informasi yang sangat baik dan alat yang mendukung siswa dalam menemukan pemecahan masalah dan latar belakang informasi yang dianggap penting dan bermakna. Siswa dapat mengakses banyak sekali arsip-arsip informasi ilmiah atau data masa kini baik berupa teks, gambar, suara maupun video. Berkaitan dengan topik dalam makalah ini, berikut ini pemanfaatan ICT yang telah 5
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8)
dilakukan untuk mendesain dan menyiapkan mengimplementasikan model pembelajaran DSCI: 1. Komputer digunakan untuk:
perangkat
pembelajaran
serta
Menuliskan Desain Model Pembelajaran DSCI, Menuliskan RPP setiap pertemuan (terdapat 7 kali pertemuan), Menuliskan handouts untuk kelima konsep (kharakteristik asam basa, definisi asam basa, kekuatan asam basa, netralisasi asam basa dan pH),
Membuat powerpoint (ppt) tentang peta konsep topik asam basa dan ppt untuk setiap pertemuan,
Membuat lembar kegiatan siswa (LKS) untuk setiap konsep, Membuat instrument penilaian. 2. Internet/WWW digunakan untuk:
Menggali literatur untuk mendesain model pembelajaran DSCI yang berbasis konstruktivistik, inkuiri hands-on dan kontekstual terutama jurnal pendidikan sains.
Mencari gambar-gambar menarik yang terkait dengan topik asam basa terutama yang terkait dengan isu-isu lingkungan (pelapukan atau perkaratan yang disebabkan oleh hujan asam).
Menggali informasi tentang nilai pH bahan-bahan cair yang dibawa siswa. Dalam satu kali pertemuan siswa diminta untuk membawa bahan cair apa saja dari rumahnya untuk diteliti sendiri (dalam kelompok) sifat asam basanya di kelas. Hasil penyelidikan di kelas selanjutnya dikonfirmasi dengan data dari internet/WWW sesaat setelah kegiatan percobaan selesai dilakukan. Kegiatan browsing internet dilakukan di kelas/laboratorium pada jam pertemuan yang sama.
PENUTUP Pemanfaatan ICT dapat dilakukan pada saat mendesain dan mengimplementasikan model pembelajaran DSCI yang berbasis pendekatan konstruktivistik, inkuiri dan kontektual. Alat yang paling utama dimanfaatkan adalah komputer dan internet/WWW. Kedua alat ini digunakan untuk menulis desain, merancang RPP, handouts, LKS maupun menggali informasi ketika pembelajaran sedang berlangsung.
RUJUKAN Bass, J. E., Constant, T. L. & Carin, A. A. (2009). Methods for teaching science as inquiry (10th Ed.). Boston: Allyn & Bacon Berg, K. C. (2006). The status of constructivism in chemical education research and its relationship to the teaching and learning of the concept of idealization in chemistry. Foundations of Chemistry, 8, 1 5 3 – 1 7 6 . Carey, S. (1985). Conceptual change in childhood. Cambridge, MA: MIT Press.
6
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8) Chiappetta, E. L. & Koballa, T. R. (2006). Science instruction in the middle and secondary schools: Developing fundamental knowledge and skills for teaching (6th Ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Germann, P. J., Haskins, S. & Auls, S. (1996). Analysis of nine high school biology laboratory manuals: Promoting scientific inquiry. Journal of Research in Science Teaching, 33(5), 475–499. Gilbert, J. K. (2006). On the nature of ‘context’ in chemical education. International Journal of Science Education, 28( 9 ) , 9 5 7 – 9 7 6 . Hughes, G. & Hay, D. (2001). Use of concept mapping to integrate the different perspectives of designers and other stakeholders in the development of e-learning m a t e r i a l s . British Journal of Educational Technology, 32( 5 ) , 5 5 7 – 5 6 9 . Koballa, T. R. & Tippins, D. R. (2004). Cases in Middle and Secondary Science Education: The Promise and Dilemmas (second edition).New Jersey, USA: Pearson Education, Inc. LeRoy, K. & Lee, O. (2008). What research says about science assessment with English language learners. In J. Coffey, R. Douglas & C. Stearns (Eds.), Assessing science learning: Perspective from research and practise ( p p . 3 4 1 – 3 5 5 ) . A r l i n g t o n , V A : National Science Teachers Association Press. Lever-Duffy, J., McDonald, J. B. & Mizell, A.P. 2004.Teaching and Learning with Technology (Second edition),Boston, USA: Pearson Education, Inc. Liang, L. L. & Gabel, D. L. (2005). Effectiveness of a constructivist approach to science instruction for prospective elementary teachers. International Journal of Science Education, 27(10), 1143–1162. Loyen, S. M. & Gijbels, D. (2008). Understanding the effects of constructivist learning environments: Introducing a multi-directional approach. Instructional Science, 36, 351– 357 Lumpe, A. T. (1995). Peer interaction in science concept development and problem solving. School Science and Mathematics, 96, 302–3 09. National Research Council (1996). National science education standards. Washington, DC: National Academy Press. Pearsall, J. (1999). The concise Oxford dictionary. Oxford: Oxford University Press. Schwartz, A. T. (2006). Contextualized chemistry education: The American experiences. International Journal of Science Education, 28(9), 9 77 – 9 98 . Rahayu, S., Chandrasegaran, A. L., Treagust, D.F., Kita, M., & Ibnu, S. (2011). Understanding acidbase concept: Evaluating the efficacy of a senior high school student-centred instructional program. Published online in the International Journal of Science and Mathematics Education on 25 January 2011. Sansanwal, D.N. 2009. Use of ICT in Teaching & Learning & Evaluation. Educational Technology Lecture Series. New Delhi, India: Central Institute of Educational Technology & State Institute of Education.
7
Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di FIP UM tgl 27 Juli 2011.(Proseding ISBN: 978602-19101-0-8) Trumbull, D. J., Bonney, R. & Grudens-Schuck, N. (2005). Developing materials to promote inquiry: Lesson learned. Science Education, 89, 879–900. Wise, K. C. (1996). Strategies for teaching science: What works? Clearing House, 69, 33 7–3 3 8.
8