PEMANFAATAN HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN LUMPUR AKTIF SEBAGAI PUPUK NITROGEN PADA TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp.)
Oleh:
Irma C34103017
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
IRMA, C34103017. Pemanfaatan Hasil Pengolahan Limbah Cair Perikanan dengan Lumpur Aktif sebagai Pupuk Nitrogen pada Tanaman Bayam (Amaranthus sp.). Dibirnbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan ANNA C. ERUNGAN. Industri perikanan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dalam pengoperasiannya, industri perikanan ini lnenggunakan air dalam jumlah besar yang menyebabkan besarnya limbah cair yang dihasilkan. Limbah perikanan, khususnya limbah cair, biasanya langsung dibuang ke lingkungan dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Di Indonesia, kebutuhan pupuk terutama pupuk organik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tidak diikuti dengan ketersediaan pupuk di pasar dan harga pupuk yang ada di pasaran cukup mahal. Salah satu altematif untuk mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan limbah cair perikanan. Limbah cair perikanan mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlal~tinggi seperti N, P, dan K serta mineral-mineral yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah cair perikanan sebagai pupuk organik cair dan mempelajari pengaruh nitrogen dari limbah cair perikanan yang diolah dengan lumpur aktif sebagai pupuk terhadap pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus sp.). Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah cair buatan dengan lumpur aktif dan aplikasinya pada tanaman bayam (Amaranthus sp.). Dosis pemupukan yang digunakan terdiri atas tujuh taraf yaitu Dl, D2, D3, D4 pemupukan dengan limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif dengan volume masing-masing 300 ml, 550 ml, 800 rnl dan 1050 ml, D5 pemupukan dengan 207 ml limbah cair segar, KP pemupukan dengan 0,45 gr urea, dan KN tanpa pemupukan nitrogen. Dosis ditentukan berdasarkan kadar N yang terdapat dalam pupuk. Masing-masing perlakuan juga dipupuk dengan O,4 gr SP-36 dan 0,15 gr KCI. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat penanaman di polybag sebanyak 112 dosis perlakuan dan pada saat tanaman b e m a - 2 MST (Minggu Setelah Tanam) atau 14 hari setelah tanan sebanyak 112 dosis perlakuan. Pada penelitian pendahuluan didapatkan waktu retensi 48 jam yang merupakan waMu ketika didapatkan kadar nitrat tertinggi. Pada pengolahan limbah cair buatan dengan lunipur &if terjadi peningkatan pada parameter MLSS, MLVSS, nitrat, pH, dan COD serta terjadi penurunan pada parameter amonia, TKN, dan DO. Hal ini disebabkan semakin lama semakin banyak senyawa organik yang diuraikan oleh mikroorganisme. Laju pertumbuhan tinggi tanaman bayam yang paling besar terjadi pada tanaman bayam yang diberi pemupukan dengan 800 ml sampel yaitu 16,97 cmlminggu. Sedangkan laju pertumbuhan tinggi tanaman hayam yang paling kecil terjadi pada bayam yang diberi perlakuan tanpa pernupukan atau tanpa tambahan unsur nitrogen yaitu 9,85 cndminggu. Nitrogen dari limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman bayam pada 1 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh pada 3 minggu setelah tanam. Nitrogen dari limbah cair yang diolall dengan lumpur aktif tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun bayam. Rata-rata pertumbuhan tanaman bayam yang paling baik adalah bayam yang dipupuk dengan 800 ml limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif. Limbah cair perikanan yang diolah dengan lumpur aktif melalui proses aerasi dapat digunakan untuk rnemenuhi kebutuhan unsur nitrogen pada tanaman bayam.
+
PEMANFAATAN HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN LUMPUR AKTIF SEBAGAI PUPUK NITROGEN PADA TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp.)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Irma C34103017
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIIOINAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANTAN BOGOR 2008
Judul
Narna N ~ P
PEMANFAATAN HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN LUMPUR AKTIF SEBAGAI PUPUK NITROGEN PADA TANAMAN BAYAM (Amnratzt/zus sp.). Irma C34103017
Menyetujui, Pembirnbing I1
Ir. Anna C. Erunpan, MS. NIP. 131 601 219
Tanggal lulus: 21 Januari 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INPORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul "Pemanfaatan Hasil Pengoiahan Limbah Cair Perikanan dengan Lnmpur Aktif sebagai Pupuk Nitrogen pada Tanaman Bayam (Antarantltus sp.)" adalah hasil karya saya sendiri dan belurn diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2008
Irma C34103017
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya akhimya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul "Pemanfaatan Hasil Pengolahan Limbah Cair Perikanan
dengan Lumpur Aktif sebagai Pupuk Nitrogen pada Tanaman Bayam (Amnrantlzus sp.)", sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
I. Bapak Dr.Ir Bustami Ibrahim, MSc. sebagai komisi pembimbing I dan Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS. sebagai komisi pembimbing 11, terimakasih atas bimbingan, arahan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis. 2. Bapak Dr.1r. Ruddy Suwandi, MS., Mphil. dan Ir. Winarti Zahiruddin, MSc.
sebagai dosen penguji, terimakasih atas bimbingan dan saran yang diberikan kepada penulis.
3. Kedua orang tua ku terointa, Bapak Ismail dan Ibu Zuriah, terimakasih atas doa, dukungan baik material maupun spiritual dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama ini. 4. Kakak ku Inderawati dan Saidun, adik ku Ine Mardina, Kakek dan Nenek ku serta semua keluarga ku yang ada di Airnyatoh, Bangka, terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini baik material maupun spiritual.. 5. Ahmad Kurniawan, SE terimakasih atas saran, kesabaran, pengertian dan doa
yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi.
6. Yulya Fitria, terimakasih atas kebersamaan, bantuan, semangat dan persahabatan yang diberikan kepada penulis. 7. Penghuni kosan "Pochan" terutama Ima, Win, Tg dan Jeng K-3 terimakasih
atas bantuan dan kebersamaannya.
8. Ghea, Cha-cha, David, Merry, Nita, Dim, Setyo yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan semua teman-teman THP'40 atas kebersamaannya selama kurang lebih4 tahun.
9. Teman-teman THP 38, 39 dan 41, terimakasih atas kebersamaan yang diberikan kepada penulis selama ini. 10. Semua dosen yang ada di THP dan FPIK, terimakasih atas semua ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di FPIK, IPB.
11. Semua pihak yang ada di Unit Pembibitan IPB, terimakasih atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Januari 2008 Penulis
Penulis mempunyai nama lengkap Irma dan dilahirkan di Pulau Bangka, pada tanggal 24 Juli 1985.
Penulis
merupakan ail& ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ismail dan Ibu Zuriah, adik dari lnderawati dan Saidun serta kakak dari Ine Mardina. Penulis menempuh pendidikan Sekolah dasar di SD
N
246 (sekarang SD N 8) Aimyatoh dan dinyatakan lulus pada tahun 1997. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMP N 4 Mentok (sekarang SMP N 1 Simpang Teritip) dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis
diterima di SMU N 1 Mentok dan dinyatakan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis diterima di lnstitut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur USMI di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Teknologi Refrigerasi Hasil Perairan dan Teknologi Proses Thermal Hasil Perairan pada tal~unajaran 200612007, Selain itu penulis juga peinah aktif dalam kepanitiaan SANITASI pada tahun ajaran 200412005 dan 200612007. Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul "Pemanfaatan Hasil Pengolahan Limbah Cair Perikanan
dengan Lumpur Aktif sebagai Pupuk Nitrogen pada Tanaman Bayam (Antarantlzrisssp.)".
DAFTAR IS1
...
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii ..ix DAFTAR GAMBAR......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................x 1. PENDAHLJLUAN 1.1 Latar Belakang .....................................................................................I 1.2 Tujuan ................................................................................................... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA
......................................................................................... 3 2.2 Karakteristik Limbah Cair Perikanan .................................................. 4 2.3 Lumpur Aktif ....................................................................................... 5 2.4 Nitrogen ............................................................................................... 5 2.4.1 Nitrogen organik ...................................................................... 6 2.4.2 Ammonia ................................................................................. 6 2.4.3 Nitrit ......................................................................................... 7
2.1 Limbah Cair
2.4.4 Nitrat ........................................................................................
7
2.5 Proses Nitrifikasi Penmganm Limbah Secara Biologis ...................... 8
2.6 Pupuk dan Pemupukan......................................................................... 11 2.7 Bayam (Amaranthus sp)
....................................................................
13
3 . METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................16 3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................16 3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................... 16 3.3.1 Penelitian pendahuluan ...........................................................17 .. 3.3.2 Penelltian utama ....................................................................... 17 3.3.3 Analisis ................................................................................... 18 3.3.4 Aplikasi pupuk organik cair ....................................................21 .. 3.3.5 Rancangan penelltian ............................................................... 22 4 . HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah cair Buatan ......................................................... 24 4.2 Penentuan Waktu Retensi ..................................................................... 25 4.3 Kondisi Nitrifikasi ................................................................................26 4.3.1 MLSS dan MLVSS ...................................................................26 4.3.2 pH ..............................................................................................28
4.3.3 Dissolved Oxygen (DO) ............................................................ 28 4.3.4 COD (Chemical Oxygen Demand) ..........................................29 4.3.5 TKN .......................................................................................... 30 31 4.3.6 Kadar NH3.N (nitrogen amonia) ............................................... 4.3.7 Kadar NO3-N (nitrogen nitrat) ..................................................32 33 4.4 Pengaruh Nitrogen terhadap Tinggi Bayam ......................................... 4.5 Pengaruh Nitrogen terhadap Jumlah bayam .........................................37 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 40 5.2 Saran ............................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA
40
......................................................................................... 4 1
DAFTAR TABEL No
Teh
Halaman
1. Karakteristik Limbah Cair Buatan ...................................................................24 2. Pengaruh nitrogen terhadap laju pertumbuhan tinggi bayam .......................... 34
3 . Pengaruh nitrogen terhadap jumlah daun bayam .............................................38
DAPTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1. Komposisi limbah cair secara umum ............................................................... 3 2. Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis ............................................... 8 3 . Tanaman bayam (Amaranthussp)................................................................... 13
4 . Kadar nitrat pada penelitian pendahuluan ....................................................... 25
5.Nilai MLSS selama proses pengolahan limbah cair ........................................ 27
6 . Nilai MLVSS selama proses pengolahan limbah ............................................ 27 7 . Derajat keasamam (pH) selama proses pengolahan limbah cair ..................... 28 8. Kadar oksigen terlarut (DO)selama proses pengolahan limbah cair .............. 29
9.Nilai COD selama proses pengolahan limbah cair .......................................... 30 10. Nilai TKN selama proses pengolahan limball cair ........................................ 31
11.Kadar amonia selama proses pengolahan limbah cair ................................... 32 12. Kadar nitrat selama proses pengolahan limbah cair ...................................... 33
13. Pengaruh nitrogen terhadap pertambahan tinggi bayam ................................ 36 14. Pengaruh nitrogen terhadap jumlah daun bayam ........................................... 38
DAPTAR LAMPIRAN No
Halaman
1.Nilai MLSS dan MLVSS limbah cair buatan selama proses pengolahan .......44 2. Data hasil analisis karakteristik kimia dan fisika linibah cair selama proses pengolahan ............................................................................................ 45
3 . Perhitungan kebutuhan pupuk tanaman bayarn dan dosis yang digunakan pada perlakuan .................................................................................................47
4. Pertumbuhan tinggi tanaman bayam selama pengamatan ............................... 48 5. Rataan selisih pertambahan tinggi bayam selama pengamatan ....................... 49
6. Rataan pertambahan jumlah daun bayam selama pengamatan........................ 50 7. Analisis ragam selisih tinggi tanaman bayam .................................................. 51
8. Analisis ragam jumlah daun bayarn .................................................................55
9. Ganlbar pertumbuhan bayam selama pengamatan .......................................... 59
1.1 Latar Belakang Industri perikanan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta serta beberapa daerah lainnya di luar Jawa. Dalam pengoperasiannya, industri perikanan ini menggunakan air dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan besamya limbah cair yang dihasilkan. Limbah perikanan, khususnya limbah cair, biasanya langsung dibuang ke lingkungan dan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan lingkungan seperti merangsang pertumbuhan tanaman air, memunculkan toksisitas terhadap kehidupan air, menurunkan kadar oxygen demand pada lingkungan perairan, bahaya terhadap kesehatan masyarakat, serta menimbulkan bau yang mengganggu estetika lingkungan (Jennie dan Rahayu 1993). Beberapa industri perikanan telah menerapkan pengolahan terhadap limbah cair yang dihasilkan dari operasional industrinya. Salah satu teknologi yang sering digunakan dalam pengolahan limbah cair adalah menggunakan reaktor aerobik (nitrifikasi) dan reaktor anaerobik (denirrifikasi) secara biologis dengan lumpur aktif.
Proses pengolahan iimbah ini dilakukan untuk
mengeliminasi nitrogen dalam limbah yang berupa alnoniak sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan.
Eckenfelder (2000) melaporkan, dalam
lingkungan perairan untuk mengoksidasi setiap milligram NH3-N menjadi nitrat diperlukan 4,33 miligram oksigen sehingga akan menyebabkan turunnya oksigen terlarut.
Hasil dari proses pengolahan limbah biasanya langsung dibuang ke
lingkungan. Di Indonesia, kebutuhan pupuk semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tidak diikuti dengan ketersediaan pupuk di pasaran. Selain ih~ harga pupuk yang ada di pasaran cukup mahai karena bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pupuk harus diimpor. Besarnya dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pupuk menimbulkan masalah baru yaitu keterbatasan dana.
Salah satu altematif untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan melnanfaatkan limbah cair perikanan.
Limbah cair perikanan
mengandung unsur hara N, P, dan K serta mineral-mineral yang lain dalam jumlah yang cukup tinggi (Anas 2001 diacu dalam Siregar 2003). Unsur-unsur ini sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Jenis pupuk yang banyak terdapat di pasaran dan sering digunakan oleh para petani adalah pupuk anorganik.
Penggunaan pupuk anorganik ini
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain hampir tidak mengandung unsur hara mikro.
Selain itu pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus dapat
merusak tanah bila tidak diimbangi dengan pupuk organik seperti pupuk kandang dan pupuk kompos (Lingga 1998). Dalam ha1 ini penggunaan pupuk organik sangat penting karena dapat memperbaiki kesuburan tanah.
Kendala yang
dihadapi dalam penggunaan pupuk organik ini adalah penyerapannya yang relatif lambat. Untuk itu perlu dicari pupuk organik yang mempunyai daya serap tinggi. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah lnemanfaatkan cairan hasil pengolahan limbah cair perikanan yang diduga mengandung unsur hara yang dapat diserap tanaman dalam waktu cepat terutama unsur nitrogen yang dibutuhkan dalam jumlah tinggi pada sebagian besar tanaman. 1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Memanfaatkan limbah cair perikanan sebagai pupuk organik cair. 2) Mempelajari pengaruh nitrogen dari limbah cair perikanan yang diolah
dengan lumpur aktif sebagai pupuk terhadap pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus sp.).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair Limbah cair merupakan buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat dan lingkungan industri dimana komponen utamanya adalah air dan mengalldung benda padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik. Bahan organik yang terkandung dalam limbah cair dapat menghabiskan oksigen yang terlarut dalam limbah serta menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun (Sugiharto 1987). Kandungan bahan organik yang sangat tinggi dalam badan air akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme. Proses ini akan menyebabkan turunnya kandungan oksigen terlarut dalam air sehingga ketersediaan oksigen bagi organisme di lingkungan tersebut berkurang, bahkan dapat menyebabkan kematian bagi organisme tersebut (Tchobanoglous dan Burton 1991). Secara m u m zat-zat yang terdapat dalam limbah cair (Sugiharto 1987), dapat dilihat pada Gambar 1. Limbah cair
Bahan padat
Air ( 99,9%)
I
Bahan organik
Bahan anorganik
Protein 65% Karbohidrat 25% Lemak 10%
Butiran Garam metal
Gambar 1. Komposisi limbah cair secara u n ~ m (Sugiharto 1987)
Limbah cair mengandung cukup banyak hara (NPK) dan bahan organik. Limbah cair dapat digunakan langsung sebagai pupuk, baik sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan. Hasil penelitian di China menggunakan bermacammacam bahan organik dan kapasitasnya dalam meningkatkan hasil, temyata limbah cair menduduki tempat teratas dibanding bahan organik lainnya. Peningkatan hasil dapat mencapai 11% dibanding dengan bahan organik lain. Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa gas metan atau biogas setelah diekstrak dari bahan organik, maka nitrogen dan hara lainnya tetap berada dalam limbah. Penggunaan limbah cair untuk tanaman sayuran temyata memperoleh hasil yang relatif sama dengan penggunaan pupuk kimia (Sutanto 2002).
2.2 Karakteristik Limbah Cair Perikanan Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan yang berasal dari proses pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk.
Cairan ini
mengandung darah dan potongan-potongan ikan kecil dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendingin dari kondenser (Jenie dan Rahayu 1993). Liinbzh cair industri perikanan mengandung banyak protein dan lemak, sehingga mengakibatksn nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi. Perbedaan itu dipengartihi oleh tingkat produksi, jenis bahan mentah, kesegaran, dan jenis produk akhir yang dihasilkan. Limbah cair yang dihasikan ole11 industri pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7 atau alkali, yang disebabkan oleh adanya dekomposisi bahan-bahan yang mengandung protein dan banyaknya senyawa-senyawa arnonia. Kandungan limbah cair industri perikanan tergantung pada derajat kontaminasi dan juga mutu air yang digunakan unttlk proses (Gonzales 1996 diacu dalam Heriyanto 2006). Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh dekomposisi bahan-bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap, diamina dan amoniak.
Limbah cair industri perikanan memiliki kandungan
nutrien, minyak, dan lemak yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya nilai COD, terutama berasal dari proses penyiangan usus dan isi perut serta proses pemasakan (Mendez et a1 1992 diacu dalam Sari 2005).
2.3 Lumpur Aktif Lumpur aktif mempakan flokulasi massa mikroba yang terutama terdiri atas bakteri dan protozoa.
Dalam proses lumpur aktif bakteri mempakan
mikroorganisme penting dalam penguraian material organik pada influent (Liu dan Liptak 2000). Proses lumpur aktif adalah proses biologik yang dapat digunakan untuk menangani berbagai jenis limbah.
Proses lumpur aktif ini
bersifat serba guna, fleksibel dan limbah dengan mutu tertentu yang diinginkan dapat dihasilkan dengan mengubah parameter proses (Jenie dan Rahayu 1993). Lumpur aktif mengandung berbagai jenis mikroorganisme heterotrofk termasuk bakteri, protozoa dan bentuk kehidupan yang lebih tinggi. Jenis mikroorganisme utama yang mendominasi tergantung pada limbah yang ditangani dan cara proses yang dioperasikan (Jenie dan Rahayu 1993). Secara m u m , bakteri yang terdapat dalam lumpur aktif termasuk ke dalam genus Pseudomonas,
Zooglea,
Achromobacter,
Flmobacterium,
Nocardia,
Mycobacterium,
Nitrosomonas, dun Nitrobacter (Liu dan Liptak 2000). 2.4 Nitrogen
Nitrogen mempakan nutrient penting dalam sistern biologik. Nitrogen mengisi sekitar 12% protoplasma bakteri dan 5-6% protoplasma kapang. Dalam air limbah, nitrogen terdapat dalam bentuk nitrogen organik d m nitrogen amonia, dimana proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung. Dalam sistetn biologik, senyawa nitrogen ditransformasi menjadi nitrogen ammonium dan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat (Jenie dan Rahayu 1993). Unsur nitrogen disebut nutrient atan biostimulan karena memiliki peranan yang penting untuk pertumbuhan protista dan turnbuhan (Davis dan Cornwell 1991). Nitrogen merupakan unsur utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti dam, batang, d m akar. Akan tetapi kalau terlalu banyak dapat mengha~nbatpembuangan dan pembuahan pada tanamannya. Nitrogen atau zat lenlas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO< (nitrat) dan NH~' (amonium). Apabila nitrogen tersedia lebih banyak daripada unsur lainnya, maka akan dihasilkan protein yang lebih banyak. Semakin tinggi pemberian nitrogen
semakin cepat pula sintesis karbohidrat yang diubah menjadi protein dan protoplasma (Sutedjo 1994). Penyerapan NO< dan
N&+ memungkinkan tumbuhan untuk membentuk
berbagai senyawa nitrogen terutama protein.
Pupuk dan tumbuhan mati,
mikroorganisme, serta hewan merupakan sumber penting nitrogen yang dikembalikan ke tanah, tapi sebagian besar nitrogen tersebut tidak larut dan tidak segera tersedia bagi tumbuhan (Salisbury dan Ross 1995). Secara umum fimgsi nitrogen bagi tanaman adalah (Sutedjo 1994) : 1) Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. 2) Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna
yang lebih hijau.
3) Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. 4) Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan. 5) Meningkatkan berkembangnya mikroorganisme dalarn tanah. Sebagaimana diketahui ha1 itu sangat penting bagi kelangsungan pelapukan bahan organis. 2.4.1 Nitrogen organik
Semua nitrogen yang ada dalam komponen organik bisa dikatakan sebagai nitrogen organik. Asam amino, amina, amida, imido dan turunan nitro merupakan golongan yang termasuk ke dalam nitrogen organik. Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang terlarut dan memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas ion ammonium (N&+) (Sawyer et. al. 1994). Menurut Metcalf dan Eddy (1991), nitrogen organik berhubungan dengan
suspended solids dalam air limbah dengan sedimentasi dan filtrasi. Nitrogen organik dalam bentuk padat dapat langsung masuk ke tanah yang memiliki molekul organik kompleks yaitu karbohidrat, protein dan lignin. 2.4.2 Ammonia
Amonia terdapat dalaln 2 bentuk yaitu anlonia bebas atau tidak terionisasi
(NH,) da11 dalam bentuk ion amonia (N&+). Perbandingan kedua bentuk amonia ini sangat ditentukan ole11 nilai pH dan suhu. Konsentrasi amonia yang tinggi pada pem~ukaanair akan lnenyebabkan kematian ikan y a ~ gterdapat pada perairan tersebut.
Amonia dapat menyebabkan keadaan kekurangan oksigen pada air karena pada konversi amonia menjadi nitrat membutuhkan 4,5 bagian oksigen untuk setiap bagian amonia. Oleh karena itu, bila terjadi perubahan amonia menjadi nitrat maka kadar oksigen terlarut dalam cairan akan turun dan menyebabkan organisme yang ada di dalamnya seperti ikan tidak dapat hidup di sana (Jenie dan Rahayu 1993). 2.4.3 Nitrit
Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktivitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam.
Daya racun nitrit yang tinggi dipengaruhi oleh bentuk
persenyawaan nitritnya, yaitu bila terdapat dalam bentuk asam (HN02) maka akan lebih toksik daripada dalam bentuk ion nitrit.
Dalam larutan, nitrit akan
terdisosiasi sehingga tercapai bentuk keseimbangan, yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini : NO?
+ H~O'
___+
HN02 + H20
Keseimbangan tersebut sangat dipengaruhi oleh keasaman larutan yaitu pada kondisi asam, maka konsentrasi asam nitrit akan meningkat bila dibandingkan dengan keadaan netral (Jenie dan Rahayu 1993). Menurut Alaerts dan Santika (1987) yang diacu dalam Heriyanto (2006), nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara oksidasi antara amonia dan nitrat. Nitrit membahayakan kesehatan karena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen.
2.4.4 Nitrat Nitrat merupakan bentuk senyawa yang stabil dan salah satu unsur penting dalam sintesis protein pada tumbuhan dan hewan.
Akan tetapi nitrat pada
konsentrasi yang tinggi akan menstimulasi pertumbuhan ganggang berlebih, sehingga oksigen terlarut dalam air menurun dan menyebabkan kematian ikan (Alaerts dan Santika 1987 diacu dalam Heiiyanto 2006). Konsentrasi nitrat yang tinggi akan menyebabkan methemoglobinema pada bayi dan akan mempengaruhi kesehatan hewan. Pengaruh negatif tersebut adalah penghambatan transpor oksigen dalam darah (Jenie dan Rahayu 1993).
2.5 Proses Nitrifikasi Penanganan Limbah secara Biologis
Proses penanganan limbah secara aerobik bertujuan untuk mencegah timbulnya bau selama penanganan limbah, agar memenuhi persyaratan effluent dan untuk stabilisasi limbah sebelum dialirkan ke lahan. Dalam pencemaan aerobik, respirasi endogenous merupakan reaksi metabolik yang utama. Perubahan kecil terjadi pada bahan selulosik selama pencemaan aerobik. Bahan yang mengandung nitrogen adalah bahan yang paling mudah didegradasi. Parameter yang berhubungan dengan nitrifikasi dapat digunakan untuk mencatat kemajuan pencernaan aerobik karena suplai oksigen melebihi kebutuhan dan digunakan untuk pengadukan (Jenie dan Rahayu 1993). Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis dapat dilihat pada Gambar 2. Nitrogen organik I
+ Autoksidasi NH3+ C02 + H20
J
No3
+ CH20 ( Denitrifikasi) N2 + N20 Gambar 2. Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis (Eckenfelder 2000)
Berdasarkan kebutuhan proses terhadap oksigen terlamt, proses penyisihan limbah secara biologis dibagi menjadi tiga (Jenie dan Rahayu 1993), yaitu : 1) Oksidasi bahan-bahan organik dengan menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron. Proses ini mempakan mekanisme untuk menghasilkan energi kimiawi bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan secara aerob. 2) Oksidasi bahan-bahan organik yang menggunakan bahan lain selain oksigen seperti karbondioksida. Senyawa-senyawa organik yang teroksidasi sebagai sulfat dan nitrat dapat digunakan mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan secara anaerob. 3) proses pengolahan limbah menggunakan mikroorganisme yang bersifat obligat aerob dan obligat anaerob atau obligat fakultatif. Mikroorganisme ini dapat melakukan metabolisme terhadap bahan-bahan organik secara sempurna dengan adanya oksigen terlarut. Nitrifikasi mempakan proses konversi biologis senyawa amonia menjadi nitrit dan selanjutnya diubah menjadi nitrat. Da:m proses nitrifikasi bakteri autotrof aerobik yaitu Nitrosonzonas dan Nitrobacter, akan mengubah amonia menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penghilangan amonia dari limbah cair sangat penting karena amonia bersifat racun bagi biota akuatik. Proses reaksi ini akan membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak (Sa'id
1994). Menurut
Sutedjo (1994), nitrifikasi tejadi melalui 2 proses yaitu nitrifasi dan nitrafasi. Nitrifasi merupakan proses perubahan amonia menjadi nitrit yang melibatkan bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus. Sedangkan nitrafasi mempakan proses pembahan nitrit menjadi nitrat yang melibatkan bakteri Nitrobacter. Reaksi nitrifikasi terdiri atas dua tahap, yaitu:
NH.,'
+ O2t - ~
NOY + O2
NOT
+ H' + Hz0 + E (Nitrifasi)
NO?
+ E (Nitrafasi)
-
Secara umum, kecepatan reaksi biokimia Nitrobacter lebih cepat daripada Nitrosomonas. Oleh karena itu, tidak terjadi akumulasi nitrit pada proses dan
kecepatan reaksi Nitrosomonas akan mengendalikan reaksi keseluruhan (Eckenfelder 2000). Bakteri autotropic ini tidak menggunakan seluruh amonia untuk energi. Biomassa aktif akan menggunakan ammonium sebagai surnber nitrogen selama sintesis sel (Liu dan Liptak 2000). Ada 3 parameter penting dalam proses nitrifikasi. Pertama, 4,34 mg 0 2 diperlukan untuk mengoksidasi 1 mg NH4+- N. Kedua, 7,07 alkalinitas (sebagai mgll CaC03) dikonsumsi per mg
N H ~ + -N yang dinitrifikasi. Ketiga, 0,13 mg biomassa aktif dihasilkan per mg NH~+-N yang diubah. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Amonialnitrit
Amonia mempakan surnber energi bakteri nitrifikasi. Akan tetapi, dalam jumlah yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.
2) Suhu Suhu optimal proses nitrifikasi adalah 30-36'C.
Apabila nitrifikasi
dilakukan pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu optimalnya maka akan menghambat proses penguraian oleh bakteri.
3) Derajat keasaman Proses nitrifikasi akan optimal pada pH 7,545.
Akan tetapi, bakteri
nitrifikasi mampu beradaptasi pada kondisi pH yang lebih rendah. 4) Waktu retensi Proses nitrifikasi tergantung dari metabolisme mikroba aerobik dan mikroba untuk proses nitrifikasi mempunyai waktu generasi yang panjang yaitu dapat mencapai 10 janl atau lebih tergantung dari lingkungari mikroba itu berada. Waktu retensi minimum dari nitrifikasi hams lebih lama daripada laju pertumbuhan mikroba dan juga tergantung dari suhu proses dan konsentrasi bahan-bahan penghambat. Waktu retensi minimum sangat penting artinya bagi suatu penanganan biologis karena adanya kemungkinan laju pertumbuhan mikroba yang lebih lambat daripada laju kematiannya.
2.6 Pupuk dan Pemupukan Pupuk merupakan suatu bahan yang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Selain itu pupuk juga bermanfaat secara fisika, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur. Berdasarkan komponen utama penyusun pupuk, pupuk dibagi menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik. Sedangkan dari segi cara pernberiannya, pupuk digolongkan menjadi pupuk a k a dan pupuk daun (Marsono dan Sigit 2001). Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti N, P dan K yang mudah hilang oleh penguapan atau oleh air perkolasi.
Manfaat lain dari pupuk adalah
memperbaiki keasaman tanah. Tanah yang asam dapat ditingkatkan pH-nya menjadi pH optimum dengan pemberian kapur dan pupuk organik. Sebaliknya, tanah yang bersifat basa dapat ditwunkan pH-nya dengan pupuk sulfat dan pupuk organik (Marsono dan Sigit 2001). Menurut Prihmantoro (1999), pemupukan yang baik dilakukan pada pagi hari sebelum pukul 09.00 dan pada sore hari sesudah pukul 15.00. Tanah dikatakan subur apabila kandungan hara yang dibutuhkan tanaman lengkap dan tersedia dalam tanah tersebut. Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman terdiri atas unsur hara makro dan unsur hara rnikro. Unsur hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur hara makro antara lain: C, H, 0, N, P, K, Mg, Ca, dan S. Unsur-unsur hara mikro antara lain: B, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, dan C1 (Salissbury dan Ross 1995). Berdasarkan bahan baku pembentuknya pupuk dibagi menjadi pupuk anorganik dan pupuk organik. Bahan baku pupuk anorganik adalah bahan mineral atau senyawa kimia sedangkan pupuk organik adalah sisa mahkluk hidup seperti darah, tulang, kotoran, bulu, sisa tumbuhan atau limbah rumah tangga yang telah mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme pengurai sehiigga warn$ rupa, tekstur, dan kadar aimya tidak serupa dengan bahan aslinya. Nitrogen dan unsur hara lain yang dikandung pupuk organik dilepaskan secara perlahan-lahan.
Penggunaan secara berkesinambungan akan banyak membantu dalam membangun kesuburan tanah, terutama apabila dilaksanakan dalam waktu yang panjang (Sutanto
2002).
Penggunaan pupuk organik dalam pertanian memberikan
beberapa keuntungan (Marsono dan Sigit 2001), yaitu : 1) Memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air, yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan bakteri aerob yang berada di akar.
Sementara air yang tersimpan di dalam
ruangan tanah menjadi persediaan bagi tanaman. 2) Menyediakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman, mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang. 3) Membantu penyerapan unsur hara.
4) Memperbaiki keasarnan tanah.
5) Menambah mikroorganisme tanah dan mengusahakan kondisi yang optimum bagi biologis tanah. Pupuk organik umumnya inerupakan pupuk lengkap artinya mengandung unsur hara n&o dan unsur hara mikro, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Pupuk organik yang telah umum di masyarakat adalah pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau, dan pupuk burung/guano (Prihmantoro 1999). Aplikasi pupuk organik cair biasanya dilakukan dengan disemprotkan ke daun disebut pupuk dam dan disirarnkan langsung ke perakaran tanaman disebut pupuk akar. Pemberian pupuk lewat akar sebenamya relatif aman bila dibandingkan dengan pemberian lewat mulut dam (stomata), tetapi efisiensinya rendah.
Pada
pemberian pupuk lewat akar sebagian unsur hara di dalamnya akan hilang tercuci oleh air penyiraman atau air hujan sehingga sebagian unsur hara yang dibutuhkan tanaman menjadi berkurang (Marsono dan Sigit 2001). Pupuk dam merupakan bahan-bahan atau unsur-unsur yang diberikan melalui daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman kepada mahkota tanaman agar langsung dapat diserap untuk mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangannya (Sutedjo 1994). Pemberian pupuk daun lebih efisien diserap tanaman. Akan tetapi, pemberiannya hams dilakukan dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan secara berlebihan dapat menyebabkan daun seperti terbakar dan dapat merusak tanaman. Aplikasi pupuk
organik cair dengan cara disemprotkan ke daun sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi terik matahari atau kelembaban rendah karena larutan pupuk akan cepat menguap. Pemupukan juga tidak disarankan pada saat hujan karena larutan pupuk dari daun akan hilang (Marsono dan Sigit 2001). 2.7 Bayam (Anmmnt~zzrssp.) Bayam merupakan sayuran yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Bayam merupakan sayuran yang mempunyai rasa yang enak, lunak dan dapat memberikan rasa dingin dalam perut. Bayam juga banyak mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C serta garam-garam mineral yang penting sepel-ti kalsiurn, fosfor, dan besi (Kristyono 1983). Bayam berasal dari Benua Amerika tropika dan sekarang tersebar ke daerah tropika dan sub tropika. Bayam dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga dataran pegunungan sarnpai ketinggian 1500 m dpl. Deskripsi tanaman bayam dapat dilihat pada Gambar 3. Klasifikasi
umum tanaman bayam menurut Benson (1957) adalah: Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Caryophylales
Famili
: Amaranthaceae
Genus
: Amaranthzrs
Spesies
:Amaranthus tricolor
Gambar 3. Tanamail bayam (Amaranthzrssp.) (Anonim 2007)
Bayam merupakan tanaman ekononlis yang mempunyai keuntungan komparatif, antara lain tidak terlalu banyak mengalami gangguan hama penyakit maupun kondisi lingkungan yang sub optimal karena tanaman bayam cukup responsif menerima masukan yang relatif seadanya. Tanaman bayam, khususnya bayam cabut dapat dibudidayakan setiap saat (Hadisoeganda 1996). Secara
m u m , tanaman bayam dapat meningkatkan kerja ginjal dan melancarkan pencemaan.
Akar bayam merah berkhasiat sebagai obat disentri.
Bayam
termasuk sayuran berserat yang dapat digunakan untuk memperlancar proses buang air besar dan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita kanker usus besar, penderita kencing manis (diabetes mellitus), kolesterol darah tinggi, dan menurunkan berat badan. Jenis bayam budidaya dibedakan 2 macam (Anonim 2007), yaitu:
1) Bayam cabut atau bayam sekul alias bayam putih (A. tricolor L.). Ciri-ciri bayam cabut adalah memiliki batang benvama kemerah-merahan atau hijau keputih-putihan, dan memiliki bunga yang keluar dari ketiak cabang. Bayam cabut yang batangnya merah disebut bayam merah, sedangkan yang batangnya putih disebut bayam putih. 2) Bayam tahun, bayam skop atau bayam kakap (A. hybridus L.). Ciri-ciri
bayam ini adalah memilii daun lebar-lebar, yang dibedakan atas 2 spesies yaitu: a. A. hybridus caudatus L., memiliki dam agak panjang dengan ujung runcing, benvama hijau kemerah-merahan atau merah tua, dan bunganya tersusun dalam rangkaian panjang terkumpul pada ujung batang. b. A. hibridus paniculatus L., mempunyai dasar daun yang lebar sekali, benvarna hijau, rangkaian bunga panjang tersusun secara teratur dan besar-besar pada ketiak dam. Pada tanaman bayam, pupuk yang diberikan adalah pupuk N yang dapat diperoleh dari pupuk urea sebanyak 300 kgha atau ZA sebanyak 500 kgha dengan cara dilarutkan dalam air
+ 25 grad10 liter air, TSP 200 kgiha dan KC1
100 kgiha. Pupuk N diberikan dua kali yaitu seteilgah takaran pada waktu tanam dan setengah takaran pada umur 14 hari setelah tanam (It 2 MST). Pupuk P dan
pupuk K diberikan satu kali yaitu pada waktu tanam. Panen pertama bayam terjadi pada waktu dilakukan penjarangan tanaman. Panen sesunggulmya dimulai sewaktu ukuran tinggi tanaman telah mencapai 20 cm. Umur tananIan pada waktu itu bervariasi antara 21 sampai 28 hari, tergantung jenis, kesuburan dan pemeliharaan tanaman (Hadisoeganda 1996).
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Agustus 2007. Pengolahan limbah cair buatan dan analisis MLSS serta MLVSS dilakukan di Laboratorium Limbah dan Hasil Samping serta Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Analisis DO, pH, COD, NH3-N, N03-N, dan TKN dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budi Daya Perairan dan Laboratorium Proling, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan aplikasi limbah cair pada tanaman bayam (Amaranthus sp.) dilakukan di Unit Pernbibitan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aerator serta alat-alat yang digunakan dalam pengujian MLSS, MLVSS, DO, pH, COD, NH3-N, NO3-N, dan TKN. Pada aplikasi lirnbah cair pada tanaman bayam digunakan juga alat-alat pertanian seperti cangkul dan parang. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur aktif, benih tanaman bayam, tanah, polybag, urea, SP-36, KC1 dan bahanbahan yang digunakan dalam pengujian MLSS, MLVSS, DO, pH, COD, NI-13-N, NO3-N, dan TKN. Lumpur aktif yang digunakan dalam penelitian iai diperoleh dari Unit Pengolahan Limbah yang terletak di Muara Baru, Jakarta.
3.3 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dalarn dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan waktu retensi yang akan digunakan dalam penelitian utama. Sedangkan penelitian utama bertujuan untuk mengaplikasikan lirnbah cair perikanan yang diolah dengan lumpur aktif pada tanaman bayam (Amaranthus sp.).
3.3.1 Penelitian pendahuluan Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan adalah : 1) Pembuatan limbah cair buatan Proses pembuatan limbah cair buatan dilakukan dengan memanfaatkan limbah potongan-potongan daging dan kulit ikan yang diperoleh dari proses pemfilletan ikan.
Potongan-potongan ikan ini dicincang dan selanjutnya
direbus dalam air mendidih selama 10 menit dengan perbandingan berat ikan (kg) dan volume air (liter) adalali 1 : 5. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan dan cairan yang akan digunakan setelah dingin. Limbah buatan yang telah dibuat itu kemudian dianalisa karakteristiknya yang meliputi analisa pH, COD, NH3, No3, DO, dan TKN. 2) Penentuan waktu retensi
Peilentuan waktu retensi dilakukan dengan melihat kadar nitrat yang paling tinggi selama proses pengolahan lunbah cair dengan lumpur aktif. Selama proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif, setiap 12 jam dilakukan pengambilan sampel dan dilXkukan pengukuran kadar nitratnya sampai didapatkan kadar nitrat yang paling tinggi. Lamanya waktu kontak limbah cair buatan dengan lumpur aktif pada saat didapatkan kadar nitrat tertinggi merupakan waktu retensi yang akan digunakan dalam penelitian pendahuluan. 3.3.2 Penelitian utama Pada penelitian utama dilakukan proses pengolahan limbah cair perikanan secara biologis dengan lumpur aktif melalui proses nitrifikasi. Cairan hasil pengolahan tersebut kemudian diaplikasikan sebagai pupuk nitrogen pada tanaman Bayam (Amaranthus sp.). Proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif dilakukan pada kondisi aerobik dengan menggunakan reaktor yang dilengkapi sistem aerasi. Setiap 12jam dilakukan analisis MLSS, MLVSS, DO, pH, COD, NH3-N, NO3-N, dan TKN dari limbah cair tersebut.
Sedangkan pada apiikasinya dilakukan
pengainatan terhadap parameter tinggi bayam dan jumlah daun bayam.
3.3.3 Analisis Selma proses pengolahan limbah cair buatan dengan lumpur aktif dilakukan analisis parameter fisika dan kimia dari limbah cair tersebut. Analisisanalisis yang dilakukan adalah : 1) COD (Clremical Oxygen Dentand) (APHA 1992)
Chemical Oxygen Demand ( COD) merupakan banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi ( Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter COD adalah 1 gr HgS04 dan batu didih dimasukkan ke dalam botol refluks. Kemudian ditambah 5 ml H2SO4 dm diaduk hingga HgS04 lamt. Botol refluks ditempatkan dalam ruang es dm ditambahkan 25 ml K2Cr207 0,25 N dan reagen H2SOd.Ag2S04 sambil diaduk perlahan. Kemudian diambil 50 rnl sampel dm diinasukkan ke dalain botol refluks dengan tetap berada di ruang es. Selanjutnya direfluks selama 2 jam. Sampel yang telah direfluks didinginkan dan ditambahan dengan 8-10 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan menggunakan larutan ferrous ammonium sulfat [Fe(NH4)2(S04)2]. Titrasi dilakukan sampai teijadi perubahan warna dari hijau terang menjadi kemerahan tajam. Selain itu dilakukan juga titrasi terl~adaphlanko. Penentuan COD dilakukan dengan menggunakan rumus :
COD =
(B-S)xNx800
Keterangan :
v B =Volume titrasi blanko (ml) S = Volume titrasi sampel (ml) N = Normalitas Fe(NH4)2(S04)2 V = Volume sampel yang digunakan (ml)
2) Nilai pH (APHA 1992) Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. PH meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam lamtan buffer yang telah diketahui pH-nya. Kemudian elektroda tersebut dibilas dengan aquades dan dicelupkan kembali ke dalam
aquades, skala pH meter diatur di angka 7. Selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades dan dilap dengan tissue. Setelah dikalibrasi pH meter dapat digunakan untuk mengukur pH sampel, dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam sampel yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
3) MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids) (APHA 1992) Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah Total Suspended Solid (TSS) yang berasal dari bak pengendap Lumpur.
Dimana TSS
merupakan jumlah berat kering dalam mgll lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami penyaringan (Sugiharto 1987). Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 100
-
105OC dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kemudian diambil sampel sebanyak 50 ml dengan diaduk terlebih dahulu dan disaring. Setelah itu kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C selama 2 jam. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Konsentrasi MLSS dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Keterangan : A = Berat akhir kertas saring (gr) B = Berat awal kertas saring (gr) V = Volume sampel (ml)
4) MLVSS (Mixed Liquor Volatile Stispended Solids) (APHA 1992) Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan MLSS yang telah dipanaskan pada suhu 600°C sehingga benda volatilnya menguap (Sugiharto 1987).
Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan
porselin yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu 550°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring dari uji MLSS diasukkan ke dalam cawan porselin dan diletakkan dalam tanur selama 2 jam pada suhu 550°C. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bila perlu lakukan pengulangan
proses pengeringan untuk mendapatkan berat yang konstan.
Konsentrasi
MLVSS dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan : C = Berat awal cawan (gr)
D = berat akhir cawan (gr) V = Volume sampel (ml) 5) TKN (Total Kjeldahl Nitrogen) (APHA 1992)
Pengukuran TKN merupakan pengukuran jumlah N-organik dan N-amonia bebas yang tedapat dalam 1 liter contoh. Prosedumya adalah sebanyak 10 ml sa~npeldan 10 ml NaOH 45% dirnasukkan dalam peralatan destilasi. Sebagai penampung gas yang terbeniuk digunakan larutan HC10,05 N sebanyak 25 ml yang ditambahkan dengan 3 tetes indikator mengsel. Kemudian dilakukan proses destilasi selama 10 menit atau sampai didapatkan volume penampung 50 ml. Setelah itu dilanjutkan dengan titrasi menggunakan NaOH 0,05 N sampai tejadi perubahal wama menjadi hijau. Kadar TKN dapat dihitung dengan -us
:
Kadar nitrogen = (A-B)x14.007x ~ ~ ~ ~ 0 ~ x 1 0 0 0
C
Keterangan : A = Volume titrasi blanko (ml) B = Volume titrasi contoh (ml) C = ml contoh
6) Kadar NH3.N (nitrogen ammonia) (APHA 1992) Contoh yang akan diuji terlebih dahuiu dipisahkan zat padat tersuspensinya dengan melakukan pemusingan selama 10 menit pada kecepatan 5000 rpm. Selanjutnya sebanyak 50 ml contoh dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan dengan reagen Nessler sebanyak 2 ml. Kemudian campuran tersebut dikocok dengan cara membolak-balik dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu dilakukan pengkuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400-425 nm. Konsentrasi amonia ditentukan dengan
menggunakan kurva kalibrasi yang dibuat dengan menggunakan larutan NH4Cl pada konsentrasi 0,2 - 0,5 mg NH3-Nlliter. 7) Kadar NO3-N (nitrogen nitrat) (APHA 1992)
Pada penentuan ini digunakan lamtan standar nitrat yang dibuat dengan melarutkan 721,8 mg KN03 dalam 100 ml air suling dan diencerkan sarnpai volume 1000 ml. Konsentrasi nitrat untuk pembuatan kurva kalibrasi adalah 0,O-2,O mg/l serta reagen brusin-asam sulfalinik yang dibuat dengan melarutkan 1 gr brusinsulfat dengan 0,l gr asam sulfalinik dalam 70 ml air suling. Selanjutnya ditambahkan 3 ml HCl pekat dan diencerkan sampai volume 100 ml. Prosedur analisisnya adalah 10 ml contoh yang telah dijernihkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml dan ditambahkan 2 ml larutan NaCl 30% dan 10 ml &So4 pekat. Selanjutnya larutan diaduk dan dibiarkan hingga dingin. Setelah itu ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0,5 ml reagen brusin-asam sulfalinik dan dipanaskan dengan penangas air pada suhu 95OC selama 20 menit dan didinginkan.
Kemudian dilakukan pengukuran dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. Konsentrasi NO3-N ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi.
8) DO (Dissolved Oxygen) (APHA 1992) Pengukuran oksigen terlamt (DO) dilakukan dengan menggunakan alat DOmeter.
Untuk menjaga ketepatan hasil pengukuran, alat tersebut perlu
dikalibrasi setiap jangka waktu tertentu. Proses kalibrasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran alat dengan hasil pengukuran dengan cara titrasi terhadap contoh yang sama. Misalnya suatu sampel yang dianalisa dengan metode standar Winkler kadar oksigen terlarutnya sebesar a dan sampel yang sama ditera dengan DO-meter kadar oksigen terlarutnya sebesar b, maka faktor koreksinya adalah arb. Setiap hasil pengukuran dengan DO-meter hams dikalikan dengan faktor koreksi tersebut. 3.3.4 Aplikasi pupnk organik cair Aplikasi pupuk dilakukan pada tanaman Bayam (Amaranthus Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat penanaman di polybag sebanyak 112 dosis perlakuan dan pada saat tanaman berumur 2 MST (nlinggu
setelah tanam) atau
+
14 hari setelah tanam sebanyak 112 dosis perlakuan
(Hadisoeganda 1996). Pada pemupukan ini digunakan kontrol positif yaitu pemupukan dengan pupuk urea dan kontrol negatif yaitu tanpa pemupukan atau tanpa pemberian nitrogen. Sedangkan untuk perlakuan digunakan 7 taraf dosis. Tujuh taraf dosis perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : D1
=
Sampel300 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
D2
=
Sampel550 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
D3
=
Sampel800 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
D4
=
Sampel 1050 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
D5
=
Limbah cair segar 207 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
KP
=
Urea 0,38 gr + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
KN
=
SP-36 0,6 gr + KC1 0,3 gr
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap tanaman bayam setiap minggu selama 3 MST, berdasarkan umur panen tanaman bayam yaitu 21 sampai 28 hari atau setelah tinggi bayam mencapai 20 cm (Hadisoeganda 1996). Paranleter yang diamati adalah : a. Tinggi tanaman. Tinggi +mamail diamati dengan cara mengukur panjang dari pangkal batang sampai ujung yang paling tinggi. b. Jumlah daun. Jumlah daun ditentukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah membuka secara sempurna.
3.3.3 Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu dosis pemupukan. Dosis pemupukan yang digunakan terdiri atas tujuh taraf yaitu Dl, D2, D3, D4, D5, KP, dan KN dimana dosis ditentukan berdasarkan kadar N yang terdapat dalam pupuk. Pada penelitian ini digunakan juga kontrol positif menggunakan pupuk urea dan kontrol negatif tanpa pemupukan.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga
diperoleli 21 satuan percobaan. Dunana satu satuan percobaan berupa tanaman yang ditanam di polybag. Semua data pengamatan dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam. Apabila ada perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan
dengan uji Tukey's pada selang kepercayaan 95%.
Data diolah dengan
menggunakan SPSS 13for windows. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah : Yij= p + p i + & i j Keterangan : Yij
=
Nilai pengamatan pada perlakuan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
p
=
Nilai rataan umum
pi = ~ i j=
Nilai pengaruh perlakuan ke-i Galat percobaan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah cair Buatan Limbah cair merupakan buangan yang berbentuk cair yang berasal dari lingkungan masyarakat dimana komponen utamanya adalah air dan mengandung benda padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik. Pada penelitian ini digunakan limbah cair buatan karena lebih stabil daripada limbah industri. Fomulasi yang digunakan dalam pembuatan limbah cair buatan mengacu pada hasil penelitian Fauzi et. al. (2003), yaitu pembuatan limbah cair buatan dengan perbandingan limbah padat (kg) dan volume air (liter) adalah 1:s.
Pada
pembuatan limbah cair, dilakukan proses perebusan limbah padat yang bertujuan untuk mendapatkan kadar nitrogen yang tinggi dalarn liibah cair yang dihasilkan. Limbah Cair yang dihasilkan dari proses pengolahan perikanan yang melalui tahap perebusan seperti pengalengan, mengandung padatan tersuspensi atau bahan organik dalarn jumlah yang tinggi (Pradina 1998 diacu dalam Sari 2005). Karakteristik limbah cair buatan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik limbah cair buatan
Limbah cair buatan mengandung N dalam jumlah yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena liibah cair buatan ini berasal dari potongan-potongan ikan. Ikan banyak mengandung protein sehingga limbah cair buatan yang dihasilkan mengandung N dalam jumlah yang cukup tinggi. Derajat keasaman (pH) dari limbah cair buatan ini mendekati alkali yaitu 6,87. Menurut Gonzalez (1996) yang diacu dalam Heriyanto (2006), limbah cair yang dihasilkan dari industri pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7 atau alkali yang disebabkan oleh
adanya dekomposisi bahan-bahan yang mengandung protein. Sedangkan nisbah
CODITKN limbah buatan ini adaiah 6,44. mempunyai nisbah CODITKN berkisar
Limbah cair industri perikanan
1,l-11,3 (Sendic 1995). Limbah cair
buatan yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria limbah cair industri perikanan. 4.2 Penentuan Waktu Retensi
Waktu retensi merupakan waktu kontak atau waktu tinggal antara limbah cair dan lumpur aktif di dalam reaktor suatu sistem pengolahan limbah cair. Penentuan waktu retensi atau lamanya limbah cair dan lumpur aktif di aerasi pada penelitian ini berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar nitrat tertinggi. Senyawa nitrat merupakan produk akhir dari proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif dan merupakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam pertumbuhannya. Kadar nitrat yang didapatkan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kadar nitrat pada penelitian pendahuluan Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan terjadi peningkatan kadar nitrat secara cepat pada waktu retensi 0 jam sampai 12 jam yang disebabkan nutrien yang tersedia dalan limbah cair masih tinggi.
Peningkatan secara
perlahan terjadi pada waktu retensi 12 jam sampai 48 jam serta terjadi penufunan pada waktu retensi 48 jam sampai 72 jam. Hal ini disebabkan nutrien yang tersedia dalam limbah sudah berkurang dalam jumlah yang besar sehingga
sebagian mikroorganisme mengalami kematian. Kadar nitrat tertinggi didapatkan pada waktu retensi 48 jam atau 2 hari yaitu 1,747 mgll. Dengan demikian waktu retensi atau waktu aerasi limbah cair dan lumpur aktif yang digunakan pada penelitian ini adalah 48 jam. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), waktu retensi pada proses nitrifikasi limbah cair peternakan unggas selama 2 hari dapat menghasilkan laju nitrifikasi yang maksimum.
Limbah petemakan juga
inengandung bahan organik yang tinggi seperti pada limbah cair perikanan. 4.3 Kondisi Nitrifikasi Nitrifikasi merupakan proses perubahan amonia menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme. Proses nitrifikasi membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menyebabkan penurunan oksigen terlarut dalam limbah cair. Penanganan limbah cair perikanan secara biologis akan menghasilkan amonia dari persenyawaan yang terbentuk dan amonia ini akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi nitrit atau nitrat.
Parameter-parameter yang dapat
digunakan untuk melihat kondisi nitrifikzsi limbah cair antara lain parameter MLSS, MLVSS, DO, pH, COD, NH3-X, NO3-N, dan TKN. 4.3.1 MLSS dan MLVSS Nilai MLSS dan MLVSS menunjukkan total padatan tersuspensi dalam reaktor yang merupakan gabungan dari padatan tersuspensi tetap (FSS) dan padatan tersuspensi yang bisa menguap (VSS). Oleh karena it-,nilai MLSS dan MLVSS dapat digunakan untuk mengetahui adanya pemimbuhan mikroorganisme yang ada dalam reaktor. Nilai MLSS dan MLVSS limbah cair buatan selama proses pengolahan dapat dilihat pada Gsunbar 5 dan Gambar 6. Selama proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif tejadi peningkatan nilai MLSS yaitu 2900 mgll pada waktu retensi 0 jam sampai 4300 mgll pada waktu retensi 48 jam.
Demikian juga dengan nilai MLVSS
mengalami peningkatan dari 2400 mgll pada waktu retensi 0 jam sampai 3400 mgll pada waktu retensi 48 jam. Hal ini disebabkan terjadi pertumbuhan mikroorganisme atau biomassa dalsun reaktor. Pada proses pengolahan limbah
cair zat organik akan semakin turun, sedangkan komposisi biomassa semakin besar (Sugiharto 1987).
I
0
12 W
24
33
48
u Wteffii (jan)
Gambar 5. Nilai MLSS selama proses pengolahan limbah cair
--
i 4 C 0 3
3503-
I
4d!! =g 1m-
-
2 w
25CO
0
12
28M
!
= / 2ia)
203-
ICCO -
m0M
24
33
48
u Wteffii (jan)
Gambar 6. Nilai MLVSS selama proses pengolahan limbah cair Mikroorganisme menguraikan senyawa nitrogen organik dan inorganik yang terdapat dalam limbah menjadi energi, bahan seluler baru, air dan karbondioksida. Semakin lama waktu retensi maka semakin banyak senyawa organik dan inorganik yang diuraikan untuk perturnbullan mikroorganisme dan sintesis sel baru sehingga nilai MLSS dan MLVSS semakin besar. Akan tetapi, peningkatan nilai MLSS dan MLVSS tidak terjadi secara signifikan karena salah satu sifat dari proses nitrifikasi adalah produksi biomassa yang rendah (Metcalf dan Eddy 1991).
4.3.2 Nilai pH Derajat keasaman @H) limbah cair selama proses pengolahan dengan lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 7. Proses pengolahan limbah cair dengan lurnpur aktif berlangsung dalam kondisi basa dengan kisaran pH 6,87 - 7,71. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), proses nitrifikasi akan optimal pada kisaran pH 7,5 - 8,5. Akan tetapi, bakteri nitrifikasi mampu beradaptasi dengan pH yang lebih rendah. Selma proses pengolahan limbah cair terjadi peningkatan pH. Hal ini disebabkan selama proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme terjadi pembentukan amonia yang menyebabkan peningkatan pH.
-
1:
/ A -
737'
7.8 72
5
7-
6.
6.8 6,6 6.4 7
0
12
v& .m
24
33
retensi(i;m)
*
'I
I
1
Gambar 7. Derajat keasaman @H) selama proses pengolahan limbah cair 4.3.3 Dissolved oxygen (DO)
Oksigen terlarut (DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung da1am air dan diukur dalam satuan miligram per liter (Sugiharto 1987). Oksigen memegang peranan yang penting dan kritis dalam sistem penanganan biologis. Pada proses penguraian bahan organik diperlukan oksigen dalam jumlah y a ~ g besar. Nilai oksigen terlarut (dissolved oxygen) dapat dilihat pada Gambar 8. Kadar oksigen terlarut selama proses nitrifikasi mengalami peningkatan pada waktu retensi 0 jam sampai 12 jam yaitu dari 0,86 mgll menjadi 4,56 mg/l dan mengalami penurunan pada waktu retensi 12 jam sampai 48 jam yaitu dari 4,56 mgll menjadi 1,15 mgll. Hal ini disebabkan mikroorganisme memerlukan oksigen yang cukup besar dalam menguraikan senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair. Selain itu, penurunan kadar oksigen terlarut dalan
linlbah dapat disebabkan oleh tingginya kandungan lemak dalam air limbah. Pada keadaan basa, lemak akan membebaskan gliserin dan membentuk garam basa yang larut dalam air (Sugiharto 1987).
Lemak dalam limbah cair dapat
membentuk lapisan tipis dan selaput sehingga dapat menghambat distribusi oksigen di dalam limbah cair (Wardhana 2001).
5 43
3*:# 3
$
2: 1.5. 1-
03 07
L1
OS
0
12
24
33
48
VIBMu R?temi(jan)
Gambar 8. Kadar oksigen terlarut (DO) selama proses pengolahan limbah cair Untuk mempertahankan sistem aerobik diperlukan konsentrasi oksigen terlarut minimum 0,5 mgll.
Pada penanganan limbah secara nitrifikasi,
konsentrasi oksigen terlarut biasanya dijaga untuk tetap sekitar atau diatas 1 mgll demi menjaga kelangsungan proses nitrifikasi sehingga tidak terjadi masalah kekurangan oksigen (Jenie dan Rahayu 1993). Pada Gambar 8 dapat dilihat juga laju pengambilan oksigen semakin tinggi dengan semakin rendahnya waktu retensi. Laju pengambilan oksigeil tinggi pada waktu retensi singkat karena adanya nisball makanan terhadap massa yang tinggi dan pertunlbuhan mikroba yang cepat. Laju pengambilan oksigen akan turun dengan cepat bila waktu retensi meningkat karena terjadi pengenceran limbah yang besar dan nisbah makanan terhadap massa yang rendah.
4.3.4 COD (cl~ernicaloxygen denzand) Chemical
oxygen
demand
(COD)
merupakan
parameter
yang
menunjukkan besarnya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan
organik yang terdapat dalam limbah secara kimia. Nilai parameter COD selama proses pengolahan limbah cair dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Nilai COD selama proses pengolahan limbah cair Nilai COD mengalami peningkatan sampai waktu retensi 36 jam yang menunjukkan bahwa derajat pengotoran dalam air limbah masih tinggi. Nilai COD baru mengalami p e n m a n setelah waktu retensi 48 jam yang berarti derajat pengotoran dalam air limbah telah berkurang. Hal ini disebabkan pada awal proses penguraian, rnikroorganisme menguraikan bahan organik secara cepat sehingga terjadi pembentukan amonia dan nitrit dalam jumlah yang besar pula. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya kadar nitrat yang terbentuk sampai waktu retensi 48 jam.
Dalam ha1 ini amonia dan nitrit mempakan senyawa yang
mengotori limbah karena memerlukan oksigen dalam penguraiannya sehingga nilai COD meningkat sampai waktu retensi 36 jam. Selain itu meningkatnya nilai COD dapat disebabkan kandungan lemak yang sangat tinggi dalam limbah cair. Lemak akan lebii mudah diuraikan dalam kondisi asam (Sugiharto 1987). Pada penelitian ini kondisi pengolahan limbah cair dalam keadaan basa sehingga lemak akan temrai menjadi gliserin dan garam basa (sabun) yang sulit untuk dioksidasi sehingga nilai COD semakin meningkat. 4.3.5 TKN
Total Ijeldahl nitrogen (TKN) menunjukkan jumlah total nitrogen organik yang terdapat dalam limbah. Total nitrogen organik selama proses pengolahan limbah cair dapat dilihat pada Gambar 10.
603
200
la, 0-
\, 2y
0
12
24
z: 55
~
36
48
I
I
Gambar 10. Nilai TKN selama proses pengolahan limbah cair Nilai TKN mengalami penunulan yang sangat sigufikan pada selang waktu retensi 0 jam dan 12jam. Hal ini menunjukkan pada waktu tersebut jumlah nitrogen organik yang terurai sangat besar yang disebabkan besarnya nutrient yang tersedia dalam limbah. Hal ini dapat juga dilihat dari p e n m a n kandungan DO dalam air limbah secara drastis.
Oksigen diperlukan dalam penguraian
nitrogen organik sehingga semakin besar jumlah nitrogen organik yang diuraikan, semakin banyak oksigen yang digunakan. Selanjutnya tetap terjadi penurunan nilai TKN walaupun dalam jumlah yang sangat kecil yang disebabkan nutrient yang tersedia dalam limbah tinggal sedikit. Nitrogen organik akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi amonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrit serta nitrat. Selain dalam bentuk amonia, nitrit dan nitrat, nitrogen organik juga diubah oleh mikroorganisme menjadi biolnassa sel dan mengendap dalam lumpur (Verstraete dan Vaerenberg 1986 diacu dalam Firdaus 2004).
4.3.6 Kadar NH3.N (nitrogen amonia) Kadar amonia selama proses pengolahan limbah cair dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar amonia selama proses pengolahan lirnbah cair dengan lumpur aktif mengalami p e n m a n pada waktu retensi 0 jam sampai waktu retensi 24 jam dan selanjutnya mengalami peningkatan sanlpai waktu retensi 48 jam. Kadar anlonia pada waktu retensi 0 jam sebesar 409,449 mgll, waktu retensi 12 jam sebesar
160,972 mgll, waktu retensi 24 jam sebesar 101,500 mgll, waktu retensi
36 jam sebesar 200,877 mg/l dan waktu retensi 48 jam sebesar 218,905 mgll.
Gambar 11. Kadar amonia selama proses pengolahan limbah cair Pada awal proses pengolahan limbah cair sampai waktu retensi 24 jam proses nitrifikasi berlangsung sangat cepat dan selanjutnya kecepatannya semakin menurun. Hal ini mengakibatkan sebagian dari nitrat yang terbentuk mengalami perubahan menjadi bentuk amonia kembali dan mengalami peningkatan jumlah. Sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem batch selungga memungkinkan terjadinya reaksi bolak-balik.
Selain itu, ha1 ini dapat juga
disebabkan karena oksigen terlarut yang tersedia dalam air limbah kurang optimal sehingga bakteri mereduksi kembali sebagian nitrit ke dalam bentuk amonia dan sebagian dioksidasi menjadi ~ t r a yang t ditunjukkan dengan meningkatnya nitrat dalam jumlah yang relatif kecil. 4.3.7 Kadar N03-N (nitrogen nitrat)
Kadar nitrat selama proses nitrifikasi lirnbah cair dapat dilihat pada Gambar 12. Selama proses pengolahan limbah cair, terjadi peningkatan kadar nitrat sampai batas waktu retensi 48 jam. Kadar nitrat pada awal nitrifikasi sebesar 0,326 mgll, waktu retensi 12 jam sebesar 0,575 mgll, waktu retensi 24 jam sebesar 0,864 mgll, waktu retensi 36 jam sebesar 1,323 mgll dan waktu retensi 48 jam sebesar 2,070 mgn.
Semakin rendah waktu retensi maka akan semakin
sedikit nitrat yang terbentuk dan semakin besar waktu retensi semakii banyak nitrat yang akan terbentuk sampai batas waktu retensi dari proses nitrifikasi terseb~~t.Hal ini disebabkan karena semakin lama semakin banyak nitrit yang dioksidasi oleh mikroorganisme menjadi nitrat.
0
12
24
33
48
\n8ktu retensi (jan)
Gambar 12. Kadar nitrat selama proses pengolahan limbah cair Pada penelitian utiuna, peningkatan kadar nitrat terjadi secara lambat atau perlahan apabila dibandingkan dengan peningkatan kadar nitrat pada penelitian pendahuluan. Hal ini disebabkan perbedaan kondisi mikroorganisme di dalam lumpur aktif yang digunakan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Lumpur aktif yang digunakan pada penelitian pendahuluan masih dalam keadaan segar atau baru diambil dari unit pengolahan limbah. Sedangkan pada penelitian utama, lumpur aktif yang digunakan adalah lumpur aktif yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan dan tidak digunakan langsung dalam pengolahan limbah. Keadaan ini rnenyebabkan sebagian mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur aktif tersebut mengalami kernatian dan mernerlukan waktu adaptasi dalam menguraikan bahan organik yang terdapat dalam limbah cair.
4.4 Pengzruh Nitrogen terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Bayam Nitrogen merupakan unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Nitrogen dibutxhkan tanaman dalam jumlah yang banyak atau disebut juga unsur rnakro bagi tanaman. Pada Tabel 2 dapat dilihat pengaruh unsur nitrogen terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman bayam. Dari Tabel 2 dapat diliat bahwa laju pertumbuhan tinggi taniunan bayam mengalami peningkatan dari 0 MST sampai 3 MST. Laju pertumbuhan tinggi bayam terjadi sangat pesat pada 3 MST karena pada saat itu tanaman bayam telah benar-benar menyerap sernua unsur nitrogen
yang tersedia dalam tanah dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman. Pada 1 MST dan 2 MST, laju pertumbuhan tinggi bayam pada semua perlakuan cenderung sama.
Hal ini disebabkan karena masing-masing tanaman belum
menyerap semua unsur nitrogen dan belum dimanfaatkan secara optimal sehingga pengaruh nitrogen terhadap tinggi bayam belum bisa terlihat. Tabel 2. Laju pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus sp.) (cdminggu)
I Perlakuan I
Laju pertumbuhan tinggi bayam(cdminggu)
I
Keterangan : Supership dengan huruf yang herbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).
Keterangan: D1
=
D2
=
Sampel300 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 O,15 gr Sampel550 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
D3
=
Sampel800 ml + SP-36 0,4 gr+ KC1 0,15 gr
D4 D5 KP
= =
Sampel 1050 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 O,15 gr Limbah cair segar 207 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
=
Urea 0,45 gr+ SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
KN
=
SP-36 0,6 gr + KC1 0,3 gr
Pada saat panen atau pada saat umur bayarn 3 MST laju pertumbuhan tinggi yang dialami bayam sangat pesat dan sudah dapat dilihat pengaruh ketersediaan unsur nitrogen terhadap tinggi bayam. Laju pertumbuhan tinggi yang paling besar terjadi pada bayam yang diberi perlakuan D3 atau pemupukan dengan 800 ml sampel yaitu 16,97 cdminggu. Hal ini disebabkan tananan ini diberikan unsur nitrogen sesuai dengan dosis yang diperlukan sehingga lnengalami pertumbuhan yang maksimal. Nitrogen berperan untuk merangsang
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan (Lingga 1998).
Sedangkan laju
pertumbuhan tinggi bayam yang paling kecil te~jadipada bayam yang diberi perlakuan tanpa pemupukan nitrogen atau tanpa pemberian unsur nitrogen yaitu
9,85 cdminggu.
Tanaman bayam ini hanya memanfaatkan nitrogen yang
tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya sehingga kekurangan unsur nitrogen dan pertumbuhannya tidak optimal. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan nitrogen akan kerempeng atau kerdil karena turnbuhnya tersendatsendat (Lingga 1998). Laju pertumbuhan bayam semakin meningkat dengan semakin banyaknya unsur nitrogen yang diberikan sampai batas optimal. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan bayam yang semakin meningkat pada perlakuan Dl, D2, dan D3 dimana dosis yang diberikan semakin meningkat. Sedangkan untuk perlakuan
D4, pertumbuhan tanaman mengalami penurunan kembali. Pada perlakuan D4 atau perlakuan pemupukan dengan 1050 ml l i b a h cair yang diolah dengan lumpur aktif didapatkan rata-rata laju pertumbuhan tinggi yang lebih rendah daripada perlakuan D3 dimana bayam diberi perlakuan pemupukan dengan dosis yang lebih rendah yaitu 800 ml limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif. Hal ini disebabkan unsur nitrogen yang diberikan pada perlakuan D4 melebihi dosis yang dibutuhkan oleh tanaman bayam.
Akan tetapi, sampai batas tersebut
kelebihan nitrogen masih bisa ditoleransi oleh tanaman bayam yang ditunjukkan dengan laju pertumbuhan yang masih mendekati optimal. Kelebihan unsur nitrogen dapat menyebabkan tanaman benvarna gelap, mudah rebah, menurunkan kualitas dan lnelelnahkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Buckman dan Brady 1979). Pada perlakuan dengan pemberian limbah cair segar atau perlakuan D5 didapatkan rata-rata laju pertumbuhan tinggi bayam yang cukup besar yaitu
15,38 cmlminggu hampir mendekati laju pertumbuhan bayam yang dipupuk dengan urea yaitu 16,72 cdminggu. Hal ini menunjukkan bahwa limbah segar pengolahan perikanan dapat langsung digunakan sebagai pupuk. Akan tetapi, hasil yang didapatkan kurang optimal karena sebagian nitrogen dari limbah tersebut akan hilang melalui berbagai proses seperti nitrifikasi serta penguapan. Bahan organik sebelum diserap oleh tanaman akan melalui proses amonifikasi dan
nitrifikasi.
Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama
kandungan oksigen yang terdapat dalam tanah (Rao 1994). Pada kasus ini bayam dapat memanfaatkan sebagian besar kandungan hara yang terdapat pada limbah segar yang diketahui mengandung unsur hara yang cukup tinggi terutama unsur nitrogen. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi proses nitrifikasi dan amonifikasi limbah terutama oksigen dan air memenuhi sesuai yang diperlukan untuk mendapatkan proses yang optimum. Kandungan oksigen dalam tanah yang digunakan cukup banyak karena sebelum ditanami bayam, tanah diaduk atau dikecilkan ukurannya sehiigga lnemudahkan udara untuk masuk ke dalam tanah dan mempennudah tejadinya proses nitrifikasi. Pada pemupukan skala kecil, limbah cair perikanan dapat langsung digunakan sebagai pupuk. Akan tetapi, untuk pemupukan skala besar lebih baik digunakan limbah cair perikanan yang sudah diolah dengan lumpur aktif karena pemupukan dengan limbah yang segar atau tidak diolah akan menimbulkan bau busuk apalagi dalam skala besar akibat tejadinya penguraian bahan organik yang terdapat dalam limbah cair. Pemupukan dengan limbah yang diolah dengan lumpur aktif tidak menimbulkan bau karena proses penguraian bahan organik tejadi di dalam reaktor. Selain itu, unsur hara yang terdapat dalam limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif terdapat dalam bentuk senyawa yang langsung bisa diserap tanaman. Rataan pengaruh nitrogen terhadap pertumbuhan tinggi bayam dapat dilihat pada Garnbar 13.
Gambar 13. Pengaruh nitrogen terhadap pertambahan tinggi bayam
Pada saat panen, bayam yang dipupuk dengan 800 ml limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif menghasilkan bayam yang paling tinggi. Sedangkan tinggi bayam yang paling rendah adalah bayam yang tidak diberi tambahan unsur nitrogen.
Dari analisis ragam didapatkan bahwa perlakuan nitrogen yang
diberikan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tinggi bayam pada 1 MST dan 2 MST, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tinggi bayam pada 3 MST. Dari hasil uji lanjut (lampiran 7), didapatkan bahwa pengaruh perlakuan tanpa pemberian nitrogen terhadap pertumbuhan tinggi bayam berbeda nyata dengan pengaruh semua perlakuan kecuali perlakuan Dl atau pemupukan dengan 300 ml limbah cair yang diolah dengan lurnpur aktif. Perlakuan tanpa tambahan unsur nitrogen memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap pertumbuhan tinggi bayam.
Pengaruh Perlakuan Dl terhadap pertwnbuhan tinggi bayam
berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan D3 atau pemupukan dengan 800 ml limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif dan pengaruh perlakuan bayam yang dipupuk dengan urea. Perlakuan Dl memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap pertumbuhan tinggi bayam.
4.5 Peugaruh Nitrogen terhadap Jumlah Daun Seperti yang telah dijelaskan bahwa nitrogen berperan dalam pertumbuhan tanaman secara keseluruhan terutama pada fase vegetatif tidak terkecuali pertumbuhan dam. Unsur nitrogen berperan dalam pembentukan zat hijat~daun atau klorofil yang sangat berguna dalam proses fotosintesis
(Marsono dan Sigit
2001). Rataan pengaruh unsur nitrogen terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 14. Pertambahan jumlah daun pada 1 MST, 2 MST dan 3 MST cendenmg sama untuk semua perlakuan yang disebabkan karena umur panen bayam yang singkat. Bayam yang dipupuk dengan limbah cair perikanan yang diolah dengan lwnpur aktif maupun yang masih segar rata-rata mengalami pertambahan jumlah daun yang lebih banyak daripada bayam yang tidak diberi tambahan unsur nitrogen atau perlakuan KN dan bayam yang dipupuk dengan urea atau perlakuan
KP. Dari Tabel 3 dapat dilihat wlsur nitrogen tidak terlalu berpengaruh terhadap pertambahan jumlah dam bayam. Hal ini disebabkan rata-rata umur pertambahan
jumlah daun sama untuk semua perlakuan. Dari hasil analisis ragam (lampiran 8), didapatkan bahwa perlakuan pemberian unsur nitrogen tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun bayam. Tabel 3. Pengaruh nitrogen terhadap jumlah daun bayam Perlakuan
I
Jumlah Daun (lembar)
0 MST
1 MST
Dl
2,00 + O,OOa
3,83*0,29
D2
2,00* O,OOn
4,00*0,00a
a
2 MST
3 MST
5,83*0,29'
8,67*0,58a
6,33*0,5ga
8,00*0,00a
I
Keterangan : Superskrip dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). Data di atas didapatkan dari rata-rata jumlah daun bayam pada setiap perlakuan dengan 3 kali ulangan dan masing-masing ulangan duplo.
Gambar 14. Rataan pengaruh nitrogen terhadap pertambahan jumlah daun bayam Keterangan:
+ SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
Dl
= Sampel300 ml
D2
= Sampel550 m l + SP-36 0,4
D3
=
Sampel800 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
D4
=
Sampel 1050 ml + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
gr + KC1 0,15 gr
D5
=
Lirnbah cair segar 207 rnl + SP-36 0,4 gr 4- KC1 0,15 gr
KP
=
Urea 0,45 gr + SP-36 0,4 gr + KC1 0,15 gr
KN
=
SP-36 0,6 gr + KC1 0,3 gr
Dari hasil yang didapatkan pada pengamatan pengaruh unsur nitrogen terhadap tinggi bayam dan jumlah daun dapat disirnpulkan limbah cair perikanan yang diolah dengan lurnpur aktif melalui proses aerasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur nitrogen pada tanaman. Pemanfaatan limbah cair perikanan yang diolah dengan lurnpur aktif sebagai pupuk terutama dapat dilakukan pada tanaman yang mernbutubkan nitrogen dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Untuk tanaman yang membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang banyak, sebaiknya lirnbah ini digunakan bersama-sama dengan pupuk lain seperti urea.
Hal ini disebabkan limball yang sudah diolah ini mengandung unsur
nitrogen yang tidak terlalu banyak untuk setiap liter limbah bila dibandingkan dengan pupuk kimia seperti urea. Apabila limbah ini digunakan pada tanaman yang memerlukan nitrogen dalam jumlah yang banyak maka akan memerlukan limbah dalam volume yang banyak sehingga akan menyebabkan kandungan cairan dalam tanah berlebihan yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian limbah cair secara bertahap.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpuian
Waktu retensi atau waktu aerasi limbah dan lumpur aktif yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimum yang akan digunakan dalam pemupukan adalah 48 jam. Laju pertumbuhan tinggi tanaman bayam yang paling besar terjadi pada tanaman bayam yang diberi perlakuan D3 atau pemupukan dengan 800 ml sampel yaitu 16,97 cdminggu. Laju pertumbuhan tinggi bayam yang paling kecil terjadi pada bayam (yang diberi perlakuan) tanpa tambahan unsw nitrogen yaitu 9,85 cdminggu. Nitrogen dari limbah cair perikanan yang diolah dengan lumpur aktif tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan tinggi bayam pada 1 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan tinggi bayam pada 3 minggu setelah tanam. Pertambahanjurnlah daun pada 1 minggu setelah tanam, 2 minggu setelah tanam, dan 3 minggu setelah tanam cenderung sama untuk semua perlakuan. Nitrogen dari limbah cair perikanan yang diolah dengan lumpur aktif tidak memberikan penganih terhadap jumlah daun bayam. Dari parameter laju pertumbuhan tinggi dan jumlah daun bayam, rata-rata pertumbuhan bayam yang paling baik tejadi pada bayam yang dipupuk dengan 800 ml lirnbah cair perikanan yang diolah dengan lunlpur aktif. Limbah cair perikanan yang diolah dengan lumpur aktif melalui proses aerasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur nitrogen pada tanaman bayam dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. 5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, perlu dilanjutkan penelitian lanjutan dengan menganalisis pengaruh nitrogen terhadap lebar daun, kandungan hara dalam jaringan tanaman, aplikasi pada tanaman lain, melihat pengamh unsur lain yang terdapat dalam limbah cair seperti Ca serta penggunaan lumpur aktif dengan kondisi yang sama pengolahan limbah cair.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Khasiat Tanaman Bayam. http://warintek.proeressio.or.id. [I0 juni 20071. Anonim. 2007. Bayam (Amaranthus sp.). http://www.rimbundahan.ore. [ l o juni 20071. APHA. 1992. Standar Metods for the Examination of Water and Wastewater. Isthedition. New York: American Public Health Association. Benson L. 1957. Plant Classification. Boston: D.C. Heath And Company. Buckman HO, Brady NC. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Goeswono Soepardi, penejemah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: The Nature and Properties of Soils. Eckenfelder WW. 2000. Industrial Water Polution Control. McGraw-Hill Book Company.
New York:
Davis ML, Comwell DA. 1991. Introduction To Envirotnental Engineering. New York: McGraw-Hill, Inc. Fauzi AM, Romli M, Ismayana A, Ibrahim B. 2003. Optimasi Proses Sistem Anoksik - Aerobik untuk Penyisihan Nitrogen dalam limbah Cair Industri Hasil Perikanan. Laporan Hibah Bersaing X. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Firdaus H. 2004. Pengaruh beban amonia terhadap efisiensi penyisihan nitrogen untuk liibah industri perikanan menggunakan reactor unggun tetap dengan media plastic. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hadisoeganda AWW. 1996. Bayam: Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Bandung: Balai penelitian Tanaman Sayur. Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio CODJTKN pada proses denitrifikasi limbah cair industri perikanan dengan lumpur aktif. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jenie BSL, Rahayu WP. 1993. Penanganan Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Kristyono.
1983. Mengatur Pekarangan Keluarga. Swadaya.
Jakarta: PT Penebar
Lingga P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pz~puk.Jakarta : PT Penebar Swadaya. Liu DHF, Liptak BG, editor. 2000. Wastewater Treatment. New York: Lewis Publisher. Marsono, Sigit P. 2001. Pupuk Akar: Jenis dun Aplikasi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Metcalf, Eddy. 1991. Wastewater Engineering. Treatment, Disposal and Reuse 31ded. Singapore: McGraw Hill. Inc. Prihmantoro H. 1999. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya. Rao NSS. 1994. Mikroorganisme Tanah dun Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI-Press. Sa'id EG, editor. 1994. Penanganan dun Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit. Jakarta: Badan kerjasama, Pusat Studi Lingkungan. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Lukman DR dan Sumaryono, penejemah. Jilid 1 dan 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Tejemahan dari: Plant Physiology. Sari ND.
2005. Pengaruh rasio COD/N03 pada parameter biokinetika denitrifikasi pengolahan limbah cair perikanan dengan lumpur aktif. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Sawyer CN, McCarty PL, Parkin. 1994. Chemistry for Enviromental Engineering. New York :McGraw Hill. Sendic MV. 1995. Strategics in Agroindustrial Wastewater Treatmen. Water Science Technology. Vol. 32(12) 113 - 120. Siregar H.
2003. Pengaruh pemberian limbah cair tepung ikan terhadap pertumbuhan dan hasil cabai (Capsium annum L.) dan tenmg (Solanurn melongea L.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta : UI-Press. Sutanto R.
2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dun Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius.
Sutedjo MM. 1994. Pupukdan Cara Pemupukan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Tchobanoglous G, Burton. 1991. Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, Reuse. Series Water Resourse and Enviromental Engineering. Singapore: McGraw-Hill Book. Wardhillla WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.
Lampiran 1. Hasil Analisis Nilai MLSS dan MLVSS limbah cair buatan selama proses pengolahan.
Lampiran 2. Data hasil analisis karakteristik kimia dan fisika limbah cair buatan selama proses pengolahan. a. Nilai pH limbah cair buatan selama pengolahan
b. Nilai parameter COD limbah cair buatan selama pengolahan
c. Nilai parameter DO limbah cair buatan selama pengolahan jam ke0
DO (mgll) 0,86
12
4,56
24
1,82
36
1,54
48
1,15
d. Nilai parameter No3 limbah cair buatan selama pengolahan
e. Nilai parameter NH3 limbah cair buatan selanla pengolahan jam ke-
Amonia (mg/l)
0
409,449
12
160,972
24
101,5
36
200,877
48
218,905
f. Nilai parameter TKN limbah cair buatan selama pengolahiui jam ke-
Total N (mgll)
0
574,4
12
36,65
24
35,25
36
32,55
48
32,05
Larnpiran 3. Perhitungan kebutuhan pupuk tanaman bayam dan dosis yang digunakan pada perlakuan. Kebutuhan pupuk tanaman bayam (Amaranthus sp.) (Hadisoeganda 1996): Urea = 300 kgka TSP = 200 kgha KC1 = 100 kgha Bobot tanah yang digunakan per polybag = 3 kg
-
Bobot tanah 1 ha 2.000.000 kg Perhitungan jumlah pupuk Urea =
3kg x 300 kg/ha 2x10A6kg
= 0,45 glpolybag
TSP mengandung 48 % P205 Pada penelitian ini digunakan SP-36, maka dihitung dulu kandungan P205pada TSP, yaitu: 48 TSP = -x 200 kgha = 96 kgiha P2O5 100 Kandungan P20j pada SP-36 = 36 % Maka SP -36 yang diperlukan adalah : SP-36 = 96 kgka P205 x
100 266,67 kgha 36
-=
Dosis yang diperlukan bayam apabila dipupuk dengan sampel. Kandungan N yang diperlukan bayam per polybag
Total N dalam sampel = 0.253 grll Volume sampel yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan N bayam
Lampirail 4. Pertumbuhan tinggi tanaman bayam selama pengamatan.
Lampiran 5. Rataan selisih pertambahan tinggi bayam selama pengamatan
Lampiran 6. Rataan pertambahan jumlah daun bayam selama pengamatan.
Lampiran 7. Analisis ragam selisih tinggi tanaman bayan? Tests of Between-Subjects Effects ,Dependent Variabl Type Ill Sum of Squares
Mean Square ,116
6
.693(a)
L Intercept perlakuan Error Total Corrected Total a R Squared = ,3i
df
F 1.427
Sig. ,272
1
1,826 20 (Adjusted R Squared = ,114)
Tests of BetweenSubjects Effects ,Dependent Variabl MST2 Type Ill Sum df of Squares 14.678(a) 6 Intercept 481.443 1 perlakuan 6 14,678 Error 14 28,227 Total 524,348 21 Corrected Total 20 42,905 a R Squared = ,34 (Adjusted R Squared = ,060)
Mean Square 2,446 481,443 2,446 2.016
1
/
F
1.213 238,788 1.213
I
1
1
Tests of BetweenSubjects Effects Dependent Variable: MST3 Source Corrected Model Intercept perlakuan Error Total Corrected Total
Type Ill Sum of Squares 117,885(a) 4301,443
4451,738 150,295
df 6
20
a R Squared = ,784 (Adjusted R Squared = ,692)
Mean Square 19,647 4301,443 19,647 2,315
Sig. ,356 ,000 ,356
I
I
I
Lanjutan lampiran 7 Multiple Comparisons De~endentVariable: MSTI Mean Difference (1-J) -3500 -3167 -,2333 -.2167 -,2167 -,4167 ,5500 ,0333 ,3167 ,3333 ,3333 ,1333 ,5167 2.0333 ,2833 ,3000 ,3000 ,1000 ,2333 -.3167 -,2833 ,0167 ,0167 -,I833 ,2167 -.3333 -,3000 -,0167 ,0000 -,zoo0 ,2167 -,3333 -,3000 -.0167 ,0000 -,zoo0 ,4167 -,I333 -.1000 ,1833 .2000 ,2000
ience Interval Upper bound ,2432
Lanjutan lampiran 7 Multiple Comparisons Deoendent Variable: MST2
~ u k HSD s~
-
I
Mean Difference
Std Error 1.15936
Sig. ,985
-
95% Confidence Interval Lower Upper bound bound 3,0754 -4,8421 3,2088 -4.7088 3,7088 -4,2088 2,1254 -5,7921 3.8754 -4,0421 5,0421 -2,8754 4,8421 -3.0754 -3,8254 4,0921 4,5921 -3,3254 3,0088 -4,9088 4.7588 -3,1588 5,9254 -1.9921 4,7088 -3,2088 3,8254 -4.0921 4,4588 -3,4588 2,8754 -5.0421 4.6254 -3,2921 5.7921 -2,1254 4,2088 -3.7088 3,3254 -4.5921 3,4588 -4,4588 2.3754 -5,5421 4,1254 -3,7921 5.2921 -2,6254 -2.1254 5,7921 4,9088 -3,0088 5,0421 -2.8754 5,5421 -2,3754 5,7088 -2.2088 6,8754 -1,0421 4,0421 -3,8754 3,1588 -4,7588 3,2921 -4,6254 -4,1254 3,7921 2,2088 -5,7088 -2.7921 5,1254 2,8754 -5,0421 1,9921 -5,9254 2,1254 -5,7921 2,8254 -5,2921 -6.8754 1,0421 2,7921 -5,1254
Lanjutan lampiran 7 Multiple Comparisons Dependenlr Variable: MST3
?-
L---
Mean Difference Std. Error (1-J) -2,2167 1,24231 -4,9000(') -2,8500 -3,3167 -4,6500(') 2,2167 2.2167 -2,6833 -.6333 -1,1000 -2,4333 4,4333(') 4,9000(3 2,6833 2,0500 1.5833 ,2500 7,1167(') 2.8500 ,6333 -2,0500 -,4667 -1,8000 5,0667(') 3.3167 1,1000 -1,5833 ,4667 -1,3333 5,53330 4,6500r) 2.4333 -,2500 1.8000 1,3333 6,8667V) -2,2167 -4,43330 -7,11670 -5.0667(') -5,5333(') -6,8667(')
Sig. ,577
95% Confidence Interval Lower bound Upper bound
Lampiran 8. Analisis ragam jumlah daun bayam Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MSTI Type Ill Sum Mean Square df of Squares 6 .024 ,143(a) 1 324,107 324,107 6 ,143 ,024 14 ,500 ,036 21 324,750 20 ,643 a R Squared = ,222 (Adjusted R Squared = - , I l l ) Source Corrected Model Intercept perlakuan Error Total Corrected Total
F ,667 9075,000 ,667
Sig. ,678 ,000 ,678
Tests of Between-Subjects Effects
Source Corrected Model Intercept perlakuan Error Total Corrected Total 3
Type Ill Sum of Squares ,738(a) 804,762 3,500 809,000 4.238
df
/
Mean Square 6
,123 804,762
20
R Squared = ,174 (Adjusted R Squared = -,180)
Tests of BetweenSubjects Effects
Type Ill Sum Source Corrected Model Intercept perlakuan Error Total Corrected Total
4,333(a)
Sig. 6
,722
1,733
,186
1 6 14 21 20 a R Squared = ,426 (Adjusted R Squared = ,180)
1400,583 ,722 ,417
3361,400 1,733
,000 ,186
1400,583 4,333 5,833 1410,750 10,167
I
Lanjutan lampiran 8 Multiple Comparisons Dependent Variable: MSTl Tukey HSD
(1)
perlakuan Dl
D2
(J) perlakuan
D2 D3 D4 D5 KP KN Dl D3 04
D5 KP KN D3
Dl 02 D4 D5 KP KN
04
Dl D2 03 D5 KP KN Dl D2 D3 D4 KP KN
D5
KP
Dl D2 D3 D4 D5 KN
KN
Dl D2 03 D4 D5 KP
-
-
Mean Difference (1-J) -,I667 ,0000 -,I667 ,0000 -,I667 -,I667 ,1667 ,1667 ,0000 ,1667 ,0000 ,0000 ,0000 -,I667 -,I667 ,0000 -.I667 -,I667 ,1667 ,0000 ,1667 ,1667 ,0000 ,0000 ,0000 -3667 ,0000 -,I667 -.I667 -,I667 ,1667 ,0000 ,1667 ,0000 ,1667 ,0000 ,1667 ,0000 ,1667 ,0000 ,1667 ,0000
Std. Error ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 -15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 .I5430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430 ,15430
Sig. ,924 1,000 ,924 1,000 ,924 ,924 ,924 ,924 1,000 ,924 1,000 1,000 1,000 ,924 ,924 1,000 ,924 ,924 ,924 1,000 ,924 ,924 1,000 1,000 1,000 ,924 1,000 ,924 ,924 ,924 ,924 1,000 ,924 1.000 ,924 1,000 ,924 1,000 ,924 1,000 ,924 1,000
95% Confidence Interval Lower Upper bound bound -,6935 ,3602 ,5269 -,5269 ,3602 -.6935 -,5269 ,5269 ,3602 -,6935 ,3602 -.6935 -,3602 ,6935 ,6935 -,3602 ,5269 -3269 ,6935 -,3602 ,5269 -3269 ,5269 -,5269 ,5269 -5269 ,3602 -,6935 ,3602 -,6935 ,5269 -,5269 -,6935 ,3602 ,3602 -,6935 ,6935 -,3602 ,5269 -5269 ,6935 -,3602 -,3602 ,6935 ,5269 -3269 ,5269 -5269 ,5269 -3269 ,3602 -,6935 ,5269 -5269 ,3602 -,6935 ,3602 -,6935 ,3602 -,6935 ,6935 -,3602 ,5269 -3269 ,6935 -,3602 ,5269 -5269 ,6935 -,3602 ,5269 -,5269 -,3602 ,6935 -3269 ,5269 -.3602 ,6935 ,5269 -,5269 -,3602 ,6935 ,5269 -,5269
Lanjutan lampiran 8 Multiple Comparisons Dependent Variable: MST2 Tukey HSD (1) perlakuan Dl
(J) perlakuan 02 D3 D4 05
KP KN D2
Dl D3 D4 D5
KP KN 03
Dl D2 D4 D5
KP KN D4
Dl 02 D3 D5
KP KN D5
Dl 02 03 D4
KP KN KP
Dl D2 D3 D4 05
KN KN
Dl D2 D3 D4 05
KP
Mean Difference (1-J) -,5000 -,I667 -.5000 -,5000 -,5000 -,3333 ,5000 ,3333 ,0000 ,0000
,0000 ,1667 ,3333 -,I667 ,1667 -.I667 -,I667
Std. Error ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 .40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825 ,40825
-,I667
,40825
,0000 ,1667 ,1667 -.3333 -,3333 -,3333 -,3333 -.I667 ,5000 ,0000 ,3333 ,0000 ,0000 ,1667 ,5000 ,0000 ,3333 ,0000
.oooo ,1667 ,5000 ,0000 ,3333
.oooo
Sig. ,873
95% Confidence Interval Lower I bound Upper bound -1,8940 1 ,894C
1
Lanjutan lampiran 8 Multiple Comparisons Deoendent Variable: MST3
Mean Difference (1-J) ,6667 ,1667 ,0000 ,5000 1,3333 ,8333 -,6667 -.5000 -,6667 -,I667 ,6667 -1667 -.I667 ,5000 -,I667 ,3333 1,1667 ,6667 ,0000 ,6667 ,1667 ,5000 1,3333 ,8333 -3000 ,1667 -,3333 -,5000 ,8333 ,3333 -1,3333 -,6667 -1,1667 -1,3333 -8333 -5000 -,8333 -,I667 -,6667 -,a333 -,3333 ,5000
Std. Error ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705 ,52705
C, Sig.
Lampiran 9. Gambar pertumbuhan bayam selarna pengamatan dan limbah.
Pertunbuhan Bayam pada 0 MST
Pel-tumbuhan bayam pada 1 MST
Pertumbuhan bayam pada 2 MST
Perh~mbuhanbayam pada 3 MST
Pertumbuhan tinggi bayam untuk semua perlakuan pada saat panen (3 MST)
Limbah cair Buatan