PEMANFAATAN AMMONIUM KLORIDA (NH4Cl) DAN SODIUM NITRIT (NaNO2) DALAM MENGATASI DAMPAK NEW TANK SYNDROME
SAIFULLAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Ammonium klorida (NH4Cl) dan Sodium nitrit (NaNO2) dalam Mengatasi Dampak New Tank Syndrome adalah karya saya dengan arahan dari Komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2013 Saifullah NIM C151100201
ABSTRACT SAIFULLAH. The Use of Ammonium chloride and Sodium nitrite to avoid new tank syndrome effect. Under direction of KUKUH NIRMALA and IMAN RUSMANA This research was conducted to evaluate the use of ammonium chloride and sodium nitrite to enhance growth of nitrifying bacteria in order avoiding the new tank syndrome effect. This experiment used two factors of ammonium chloride and sodium nitrite treatment and time to put fish into tank after addition of ammonium chloride and sodium nitrite. The experiment conducted using completely randomized design with three replications. The fish used in this experiment was common carp with initial body weight of 5±0,42 g/fish. Survival rate, total bacteria, ammonia, nitrite, nitrate, pH, temperature, dissolved oxygen and hardness were determined. The result showed that elevated dose of material could increase the number of ammonia oxidizing bacteria (AOB) and nitrite oxidizing bacteria (NOB), even though the increasing did not stand longer. Furthermore there were differences in the survival rates of common carp between timing treatment of putting fish into the tank of three days and six days after ammonium chloride and sodium nitrite treatments. However the treatments have not eliminated all effect of new tank syndrome yet. Keywords :ammonium chloride, sodium nitrite, new tank syndrome
RINGKASAN SAIFULLAH. Pemanfaatan Ammonium klorida (NH4Cl) dan Sodium nitrit (NaNO2) Dalam Mengatasi Dampak New Tank Syndrome. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan IMAN RUSMANA. Pemanfaatan akuarium sebagai tempat budidaya ikan, terutama dengan kepadatan yang tinggi seringkali mengalami permasalahan berupa kematian ikan yang baru dimasukkan ke dalam akuarium secara mendadak. Kematian ikan ini biasanya terjadi walaupun kadar oksigen dalam perairan cukup, tanpa ada indikasi serangan penyakit, dan biasanya terjadi pada wadah budidaya yang baru. Kondisi inilah yang dikenal sebagai new tank syndrome. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka penelitian dalam mengatasi dampak new tank syndrome melalui pemanfaatan ammonium klorida dan sodium nitrit sebagai sumber energi untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi merupakan hal penting untuk dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Analisa parameter perlakuan dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan FPIK dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan perlakuan kombinasi bahan dengan dosis berbeda (A, tanpa penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit; B, dosis ammonium klorida 28 mg/L dan sodium nitrit 37 mg/L; C, dosis ammonium klorida 46 mg/L dan sodium nitrit 74 mg/L; D, dosis ammonium klorida 92 mg/L dan sodium nitrit 148 mg/L) dan perbedaan waktu memasukkan ikan (1, ikan dimasukkan tiga hari setelah bahan dimasukkan; 2, ikan dimasukkan enam hari setelah bahan dimasukkan) dengan ulangan sebanyak tiga kali. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas dengan ukuran 5±0,42 g/ekor. Parameter yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup, jumlah bakteri total, jumlah bakteri AOB (Ammonia oxidizing bacteria) dan NOB (Nitrite oxidizing bacteria), ammonia, nitrit, nitrat, pH, suhu, oksigen terlarut dan kesadahan.
Hasil
percobaan
menunjukkan
peningkatan
dosis
bahan
dapat
meningkatkan jumlah bakteri AOB-nya. Jumlah bakteri AOB tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan D, diikuti oleh perlakuan C, B dan A dengan nilai masing-masing pada H-3 adalah D1 460 CFU/ml, D2 516,67 CFU/ml, C1 247,67 CFU/ml, C2 264,33 CFU/ml, B1 62 CFU/ml, B2 45,33 CFU/ml, A1 9,8 CFU/ml dan A2 11,2 CFU/ml. Sementara itu, untuk tingkat kelangsungan hidup ikan, terdapat perbedaan tingkat kelangsungan hidup dari ikan yang dimasukkan pada H-3 dan H-6. Perbedaan waktu memasukkan ikan berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidupnya. Ikan yang dimasukkan pada H-3, tingkat kelangsungan hidupnya langsung menurun tajam, sementara ikan yang dimasukkan pada H-6, tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi sampai beberapa hari, sebelum mengalami penurunan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan A (A1 sampai hari ke-5, sintasannya 22,2% dan perlakuan A2 sampai hari ke-10, sintasannya 30,6%).
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN AMMONIUM KLORIDA (NH4Cl) DAN SODIUM NITRIT (NaNO2) DALAM MENGATASI DAMPAK NEW TANK SYNDROME
SAIFULLAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Julie Ekasari, S.Pi., M.Sc
Judul tesis Nama NIM
: Pemanfaatan Ammonium klorida (NH4Cl) dan Sodium nitrit (NaNO2) dalam Mengatasi Dampak New Tank Syndrome : Saifullah : C151100201
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Prof. Dr. Enang Harris
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah,
M.Sc.Agr
Tanggal ujian : 8 November 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 ini ialah new tank syndrome, dengan judul Pemanfaatan Ammonium klorida dan Sodium nitrit dalam Mengatasi Dampak New Tank Syndrome. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Kukuh Nirmala dan Bapak Dr. Iman Rusmana selaku pembimbing, Bapak Prof. Dr. Enang Harris dan Ibu Julie Ekasari, S.Pi., M.Sc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Lab. Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB dan staf Lab. Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas do’a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2013
Saifullah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 5 Oktober 1981 dari ayah H. Hasyim dan ibu Hj. Huriyah. Penulis merupakan putra keempat dari lima bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMAN 1 Cipocok Jaya Serang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNPAD melalui jalur UMPTN. Penulis memilih jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Ilmu Akuakultur pada Program Pascasarjana IPB, dan mendapat beasiswa pendidikan dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai Dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak tahun 2008 dan ditempatkan di Serang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xxv
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah ..................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................... Manfaat Penelitian ....................................................................... Hipotesis ......................................................................................
1 3 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
5
New Tank Syndrome ................................................................... Bakteri Nitrifikasi ......................................................................... Ammonium Klorida dan Sodium Nitrit ........................................
5 6 7
BAHAN DAN METODE ......................................................................
9
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ Bahan dan Alat .............................................................................. Rancangan Penelitian ..................................................................... Prosedur Penelitian ........................................................................ Penelitian Pendahuluan .................................................................. Persiapan Penelitian ....................................................................... Penelitian Utama ............................................................................ Parameter yang diamati .................................................................. Evaluasi Parameter ......................................................................... Analisis Data .................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
9 9 9 11 11 11 11 12 12 16 17
Jumlah Bakteri Total ..................................................................... Gambaran yang Terjadi pada Masing-masing Perlakuan .............. Peran Ammonium klorida (NH4Cl) dan Sodium nitrit (NaNO2) Dalam Menambah Bakteri Nitrifikasi ........................................... Pengaruh Pemberian Bahan Ammonium klorida (NH4Cl) dan Sodium nitrit (NaNO2) Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan ............................................................................................... Parameter Kualitas Air Pendukung ..............................................
17 17
KESIMPULAN ......................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
35
LAMPIRAN ............................................................................................
39
27
29 31
DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah Bakteri Total .................................................................
17
2 Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian ...................
32
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan A1 ....... 18 2 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan A2 ....... 19 3 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan B1 ....... 20 4 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan B2 ....... 21 5 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan C1 ....... 23 6 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan C2 ....... 24 7 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan D1 ....... 25 8 a) Jumlah Bakteri AOB dan NOB b) Konsentrasi Ammonia, Nitrit dan Nitrat c) Tingkat Kelangsungan Hidup dari Perlakuan D2 ....... 26 9 Pertumbuhan Bakteri Nitrifikasi a) AOB dan b) NOB .......................... 28 10 Tingkat Kelangsungan Hidup dari Masing-masing Perlakuan ............ 29 11 Ammonia a) Perlakuan Ikan yang Dimasukkan pada H-3 b) Perlakuan Ikan yang Dimasukkan pada H-6 ......................................... 30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Contoh perhitungan MPN .....................................................
41
2 Uji F Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan ..............
42
3 Uji F Terhadap Jumlah Bakteri AOB ....................................
43
4 Uji F Terhadap Jumlah Bakteri NOB ....................................
44
5 Uji F Terhadap Ammonia ......................................................
45
6 Uji F Terhadap Nitrit .............................................................
46
7 Uji F Terhadap Nitrat ............................................................
47
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan akuarium untuk kegiatan budidaya perikanan telah banyak dilakukan, terutama untuk jenis-jenis ikan hias. Semakin terbatasnya lahan untuk budidaya dan kesulitan dalam memperoleh kualitas air yang sesuai, menjadi salah satu alasan dipilihnya akuarium maupun bak untuk kegiatan budidaya. Namun demikian, pemanfaatan akuarium sebagai tempat budidaya ikan, terutama dengan kepadatan yang tinggi seringkali mengalami permasalahan berupa kematian ikan yang baru dimasukkan ke dalam akuarium secara mendadak. Kematian ikan ini biasanya terjadi walaupun kadar oksigen dalam perairan cukup, tanpa ada indikasi serangan penyakit, dan biasanya terjadi pada wadah budidaya yang baru. Kondisi inilah yang dikenal sebagai new tank syndrome. New tank syndrome terjadi pada akuarium atau wadah budidaya yang baru digunakan, dimana kehadiran bakteri nitrifikasi masih dalam jumlah yang sedikit, sementara ammonia yang diekskresikan oleh ikan meningkat ke level toksik. Kondisi tersebut menyebabkan kematian pada ikan, akibat ammonia perairan lebih tinggi daripada dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena bakteri tersebut tidak dalam jumlah yang cukup untuk berkembang biak ke titik yang mampu bersaing dengan output limbah dari ikan. Ikan seperti makhluk hidup lainnya, juga mengekskresikan sisa metabolismenya ke dalam perairan. Ammonia merupakan limbah metabolisme yang diekskresikan oleh ikan yang bersifat toksik bagi kebanyakan ikan (Affandi dan Tang 2002), dapat menurunkan tingkat kelangsungan hidup, menghambat pertumbuhan dan menyebabkan beragam disfungsi fisiologis (Tomasso 1994). Menurut Weinstein dan Kimmel (1998), kadar ammonia dapat meningkat dengan cepat pada sistem budidaya intensif. Pemberian pakan pada budidaya intensif juga akan meningkatkan kandungan nitrogen di perairan (Durborow et al. 1997; Avnimelech 2009). Peningkatan kadar ammonia yang cepat pada sistem budidaya intensif, akan membuat ammonia mencapai tingkat toksik dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
2
Tingkat toksisitas ammonia yang dilaporkan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan hasil yang beragam. Avnimelech (2009), melaporkan tingkat toksisitas ammonia berada pada kisaran 1-2 mg/L, tergantung dari jenis ikannya. El-Sherif dan El-Feky (2008), melaporkan bahwa pada benih ikan nila dengan berat rata-rata 19±1,0 g dapat dipelihara pada perairan dengan konsentrasi ammonia antara 0,004 – 0,01 mg/L untuk menghasilkan performa pertumbuhan yang optimal dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Sementara itu, Durborow et al. (1997) menyatakan tingkat toksisitas yang menyebabkan kematian dimulai pada konsentrasi 0,6 mg/L. Biswas et al. (2006) menunjukkan paparan terus menerus ammonia pada konsentrasi 0,1 mg/L menyebabkan 100% kematian pada ikan mas (cyprinus carpio) yang diuji. Ammonia di dalam air terdapat dalam dua bentuk, NH3 (yang tidak terionisasi) dan NH4+ (terionisasi) atau ammonium. Pada konsentrasi yang sama, ammonia yang bersifat toksik berasal dari bentuk yang tidak terionisasi (NH3). Randall dan Tsui (2002) menyatakan ammonia yang masuk ke dalam tubuh organisme berasal dari bentuk yang tidak terionisasi (NH3), dimana proporsi NH3 dan toksisitasnya lebih dipengaruhi oleh pH dibandingkan oleh perubahan tekanan dan suhu. Spotte (1970) juga menyatakan toksisitas ammonia ini terutama dipengaruhi oleh oksigen terlarut dan pH. Pada saat pH perairan lebih tinggi dari pH dari cairan intraseluler (dalam darah), jaringan dengan pH yang lebih rendah (dimana konsentrasi ion H+ lebih banyak) menarik NH3. Menurut Lovell (1989), aliran NH3 dari sel epithelium insang dapat terbalik pada saat konsentrasi NH3 air meningkat. Selanjutnya nitrogen ammonia akan diikat oleh hemoglobin darah dan akan menjadi racun, serta dapat mengganggu keseimbangan metabolisme ikan. Merkens dan Downing (1957) melakukan penelitian terhadap ikan air tawar dalam rangka menguji hubungan toksisitas ammonia dengan kandungan oksigen terlarut. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan toksisitas ammonia seiring dengan menurunnya kandungan oksigen terlarut di air.
3
Perumusan Masalah Ammonia dapat diubah menjadi menjadi nitrat (yang bersifat tidak toksik terhadap organisme akuatik) melalui proses nitrifikasi. Nitrifikasi sendiri merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat yang dilakukan oleh bakteri AOB (ammonia oxidizing bacteria) dan NOB (nitrite oxidizing bacteria). Jenis bakteri yang berperan dalam nitrifikasi diantaranya adalah Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi (Effendi, 2003). New tank syndrome disebabkan karena belum tumbuhnya bakteri nitrifikasi pada wadah budidaya, sehingga keadaan tersebut membuat ikan mengalami kematian akibat level ammonia yang membuat stres yang tinggi pada ikan atau mencapai tingkat toksik. Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan sumber energi bagi bakteri nitrifikasi, diharapkan bakteri nitrifikasi tersebut dapat tumbuh secara mapan sehingga mampu mengubah ammonia menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat. Menurut Dwidjoseputro (2010), kebutuhan bakteri nitrifikasi akan nitrogen diperoleh dari ion-ion NH4+ dan NO2-. Selain itu, menurut Durborow et al. (1997) menjaga kelarutan oksigen tetap tinggi melalui aerasi dapat mengurangi toksisitas ammonia.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit dalam mengatasi dampak new tank syndrome
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam mengatasi new tank syndrome yang mudah untuk diaplikasikan
Hipotesis Apakah penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit dapat mengatasi dampak new tank syndrome pada ikan mas
4
5
TINJAUAN PUSTAKA New Tank Syndrome New tank syndrome biasanya terjadi pada akuarium, yang umum digunakan sebagai wadah budidaya untuk ikan hias. Hal ini yang membuat istilah new tank syndrome lebih dikenal pada budidaya ikan hias. New tank syndrome adalah sindrom yang digambarkan dengan kematian ikan yang terjadi secara massal pada wadah yang baru digunakan karena belum sepenuhnya mapan (not yet fully cycled), sementara akumulasi ammonia di wadah tersebut mencapai konsentrasi yang mematikan bagi ikan. Umumnya new tank syndrome terjadi pada kepadatan ikan yang tinggi yang menggunakan wadah budidaya yang baru, tanpa ada indikasi serangan penyakit dan terjadi walaupun kadar oksigen dalam perairan cukup. Ketiadaan koloni bakteri nitrifikasi membuat konsentrasi ammonia (yang terutama diekskresikan oleh ikan) meningkat ke level toksik. Namun new tank syndrome ini dapat pula terjadi pada wadah yang telah lama digunakan. Selain karena ketiadaan bakteri nitrifikasi, juga akibat dari pemberian pakan yang berlebih atau kepadatan ikan yang sangat tinggi. Ammonia dalam budidaya perikanan terutama berasal dari limbah metabolisme yang diekskresikan oleh ikan. Ammonia yang bersifat toksik berasal dari bentuk yang tidak terionisasi (NH3). Spotte (1970) menyatakan ammonia yang tidak terionisasi (NH3) yang tampaknya menjadi racun bagi organisme perairan. Hal ini dimungkinkan karena NH3 dapat melewati jaringan penghalang (tissue barriers). Pada saat pH perairan lebih tinggi dari pH dari cairan intraseluler (dalam darah), jaringan dengan pH yang lebih rendah (dimana konsentrasi ion H+ lebih banyak) menarik NH3. Tingkat toksisitas ammonia terutama dipengaruhi oleh pH dan oksigen terlarut (Spotte, 1970). Pada perairan dengan pH yang lebih tinggi, jumlah ammonia (NH3) yang terdapat pada perairan itu juga cenderung lebih tinggi. Pada saat konsentrasi NH3 air meningkat, aliran NH3 dari sel epithelium insang dapat terbalik (Lovell 1989). Selanjutnya nitrogen ammonia akan diikat oleh hemoglobin darah dan akan menjadi racun, serta dapat mengganggu keseimbangan metabolisme ikan.
6
Merkens dan Downing (1957) melakukan penelitian terhadap ikan air tawar dalam rangka menguji hubungan toksisitas ammonia dengan kandungan oksigen terlarut. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan toksisitas ammonia seiring dengan menurunnya kandungan oksigen terlarut di air. Durborow et al. (1997) menyatakan kadar oksigen terlarut yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas bakteri aerobik sehingga berdampak terhadap penurunan kadar TAN di perairan. Hal ini juga diperkuat oleh Camargo dan Alonso (2006) yang menyatakan reduksi nilai oksigen terlarut di perairan dapat meningkatkan resiko ikan terhadap toksisitas ammonia. Bakteri Nitrifikasi Nitrifikasi merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat yang dilakukan oleh bakteri AOB (ammonia oxidizing bacteria) dan NOB (nitrite oxidizing bacteria). Kedua kelompok bakteri ini secara umum digolongkan sebagai bakteri kemoautotrof, karena kemampuannya memanfaatkan energi dari bahan anorganik (Hagopian dan Riley, 1998). Tahapan proses nitrifikasi (Boyd, 1979), digambarkan sebagai berikut : NH4+ + 1,5O2
NO2- + 2H+ + H2O (1)
NO2- + 0,5O2
NO3-
NH4+ + 2O2
NO3- + 2H+ + H2O (keseluruhan tahapan)
(2)
Tahap pertama disebut nitritation (Rheinheimer, 1991) yang dilakukan oleh bakteri AOB dan tahap kedua disebut nitratation (Rheinheimer, 1991) oleh bakteri NOB. Organisme ini, membutuhkan substrat anorganik (NH4 dan NO2) sebagai sumber energi dan menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbonnya (Spotte, 1970; Boyd, 1979). Hasil dari metabolisme AOB adalah nitrit, dan hasil dari metabolisme NOB adalah nitrat. Avnimelech (2009) menyatakan proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beragam parameter, diantaranya adalah konsentrasi oksigen terlarut. Jika konsentrasi oksigen berkurang, NH4 masih dapat dioksidasi, namun NO2 dapat terakumulasi di perairan. Hal ini biasanya terjadi ketika aerasi berjalan tidak efisien. Selain itu, rendahnya konsentrasi oksigen dapat pula menyebabkan terbentuknya N2O pada tahap nitritation (Rheinheimer, 1991).
7
Ammonium klorida dan Sodium nitrit Ammonium klorida (NH4Cl) adalah garam yang tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Ammonium klorida merupakan bahan anorganik yang dapat dijadikan sumber energi bagi bakteri nitrifikasi. Di dunia pertanian, ammonium klorida merupakan sumber nitrogen dalam pupuk. Sodium nitrit merupakan bahan anorganik dengan rumus kimia NaNO2. Warnanya putih hingga kekuningan dan mudah larut dalam air. Selain itu, bahan ini bersifat higroskopik. Sebagai bahan anorganik, ammonium klorida dan sodium nitrit dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri nitrifikasi kemoautotrof. Bakteri kemotrof mendapatkan sumber energinya dari oksidasi senyawa anorganik (Pelczar dan Chan, 2008). Dwidjoseputro (2010) dan Boyd (1979) menyatakan bahwa kebutuhan bakteri nitrifikasi akan nitrogen diperoleh dari ion-ion NH4 dan NO2.
8
9
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB Bogor. Analisa parameter perlakuan dilakukan di lab. Lingkungan Departemen Budidaya Perairan FPIK dan lab. Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan ammonium klorida dan sodium nitrit yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. Brataco Bogor. Bahan lain yang dibutuhkan adalah kalsium karbonat dan bioball. Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas, dengan berat rata-rata 5±0,42 g/ekor. Ikan mas yang digunakan berasal dari satu induk yang diperoleh dari pembudidaya ikan mas di Bogor. Pakan yang diberikan merupakan pakan komersial untuk ikan mas. Wadah percobaan menggunakan akuarium sebanyak 24 buah dengan dimensi 20x20x20 cm3 dan diisi air sebanyak 4 liter.
Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan perlakuan kombinasi bahan (NH4Cl & NaNO2) dengan dosis berbeda dan perbedaan waktu inkubasi sebelum ikan dimasukkan. Dosis bahan (NH4Cl & NaNO2) yang digunakan mengacu pada dosis yang disarankan oleh Forteath (1993). Lama pengamatan perlakuan adalah 21 hari. Faktor A : Perlakuan A
: Tanpa penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit (kontrol)
Perlakuan B
: Dosis ammonium klorida dan sodium nitrite (23 mg/l dan 37 mg/l)
Perlakuan C
: Dosis ammonium klorida dan sodium nitrite (46 mg/l dan 74 mg/l)
10
Perlakuan D
: Dosis ammonium klorida dan sodium nitrit (92 mg/l dan 148 mg/l)
Faktor B : Perlakuan 1 : ikan dimasukkan tiga hari setelah bahan dimasukkan Perlakuan 2 : ikan dimasukkan enam hari setelah bahan dimasukkan
Maka kombinasi perlakuannya adalah : A1 : Tanpa penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit, ikan dimasukkan tiga hari setelah bahan dimasukkan A2 : Tanpa penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit, ikan dimasukkan enam hari setelah bahan dimasukkan B1 : Dosis ammonium klorida dan sodium nitrite (23 mg/l dan 37 mg/l), ikan dimasukkan tiga hari setelah bahan dimasukkan B2 : Dosis ammonium klorida dan sodium nitrite (23 mg/l dan 37 mg/l), ikan dimasukkan enam hari setelah bahan dimasukkan C1 : Dosis ammonium klorida dan sodium nitrite (46 mg/l dan 74 mg/l), ikan dimasukkan tiga hari setelah bahan dimasukkan C2 : Dosis ammonium klorida dan sodium nitrite (46 mg/l dan 74 mg/l), ikan dimasukkan enam hari setelah bahan dimasukkan D1 : Dosis ammonium klorida dan sodium nitrit (92 mg/l dan 148 mg/l), ikan dimasukkan tiga hari setelah bahan dimasukkan D2 : Dosis ammonium klorida dan sodium nitrit (92 mg/l dan 148 mg/l), ikan dimasukkan enam hari setelah bahan dimasukkan
Model linier dari rancangan ini adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (α β )ij + εijk ;
i =] 1, 2, 3, 4 j = 1, 2 k = 1,2,3
Dimana : Yijk
= variabel yang akan dianalisis
µ
= rata-rata umum
αi
= pengaruh perlakuan ke-i
11
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εijk
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Prosedur Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk melihat efek bahan (ammonium klorida dan sodium nitrit) yang akan digunakan terhadap ikan uji. Penelitian pendahuluan ini juga dilakukan untuk penentuan padat tebar ikan yang akan digunakan.
Persiapan Penelitian Ikan mas yang akan digunakan sebagai ikan uji, diaklimatisasi terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan. Akuarium yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan. Air dari bak tandon yang akan digunakan disiapkan selang beberapa hari sebelum penelitian dimulai. Selain itu, air dari bak tandon ini juga tidak dikaporit atau diberi tawas untuk mencegah ketiadaan bakteri. Bioball yang akan digunakan diaktifasi terlebih dahulu agar dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan bakteri nitrifikasi menggunakan ammonium klorida (46 mg/l) dan sodium nitrit (73 mg/l) mengacu pada dosis yang disarankan oleh Forteath (1993). Sehari sebelum penelitian dimulai, air dimasukkan kedalam akuarium penelitian diberi aerasi untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, ditambahkan CaCO3, dan bioball yang telah diaktifasi.
Penelitian Utama Ammonium klorida dan sodium nitrit yang telah ditimbang sesuai perlakuan dimasukkan kedalam akuarium penelitian (20x20x20cm3, volume 4 liter). Ikan mas yang digunakan sebagai ikan uji (dengan berat rata-rata 5±0,42 g/ekor) dimasukkan kedalam akuarium penelitian dengan kepadatan 3 ekor/liter sesuai dengan kelompok perlakuan masing-masing. Ikan diberi makan secukupnya dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Penelitian utama dilaksanakan selama 21 hari. Pengamatan parameter perlakuan dilakukan dengan interval waktu 3 hari.
12
Parameter yang Diamati Parameter yang diamati adalah jumlah bakteri, ammonia, nitrit, nitrat, pH, suhu, oksigen terlarut, kesadahan dan tingkat kelangsungan hidup.
Evaluasi Parameter Parameter Pengamatan 1. Jumlah Bakteri Total Penghitungan jumlah total bakteri dilakukan dengan menggunakan Metode Plate Count (MPC). Sampel air yang diuji total bakterinya dicuplik sebanyak 100 mL, kemudian dipipet sebanyak 0,1 mL dan dilakukan pengenceran hingga 107 sehingga diperoleh 7 tabung sampel yang akan diuji total bakterinya. Sampel dari masing-masing tabung diambil sebanyak 100µL dan disebarkan dalam cawan petri yang mengandung media TSA. Setelah itu sampel diinkubasikan selama 48 jam dengan suhu 25oC. Total bakteri dihitung dengan menggunakan rumus : Total bakteri = faktor pengencer x ∑koloni
2. Jumlah bakteri AOB dan NOB Metode yang digunakan untuk menghitung kelimpahan bakteri penghasil senyawa amonium dan nitrit adalah metode Most Probable Number (MPN). Sampel yang akan diuji dibuat dalam 10 seri tabung pengenceran. Setiap 1 mL sampel pengenceran diinokulasikan ke dalam tabung tiga seri untuk diinkubasikan. Kelimpahan bakteri dihitung berdasarkan nilai pada Tabel MPN (USFDA Bacterial Analytical Manual).
Media yang digunakan untuk bakteri nitrifikasi adalah: Media AOB / Ammonium Oxidizing Bacterium (Bhaskar & Charluyu, 2005) : (NH4)2SO4
0,235 g
KH2PO4
0,2 g
CaCl22H2O
0,04 g
13
MgSO4.7H2O
0,04 g
FeSO4.7H2O
0,005 g
NaEDTA.7H2O
0,005 g
Air distilasi
1000 ml
Media ini dipanaskan, kemudian dimasukkan ke dalam test tube masing-masing 9ml, selanjutnya disterilisasi di dalam autoclave. Pertumbuhan bakteri AOB dikonfirmasi dengan perubahan warna dari putih bening menjadi merah (pink) setelah ditetesi reagen sulfanilamid dan NED.
Media NOB / Nitrite Oxidizing Bacterium (Bhaskar & Charluyu, 2005) : NaNO2
0,06 g
KH2PO4
0,2 g
CaCl22H2O
0,04 g
MgSO4.7H2O
0,04 g
FeSO4.7H2O
0,005 g
NaEDTA.7H2O
0,005 g
Air distilasi
1000 ml
Media ini dipanaskan, kemudian dimasukkan ke dalam test tube masing-masing 9ml, selanjutnya disterilisasi di dalam autoclave. Pertumbuhan bakteri NOB dikonfirmasi dengan tidak terjadinya perubahan warna media setelah ditetesi reagen sulfanilamid dan NED.
3. Ammonia Ammonia diukur dengan menggunakan metode phenate (APHA 1989). Sampel air sebanyak 25 mL diambil dari masing-masing akuarium. Kemudian pipet 10 mL air sampel dan masukkan ke dalam gelas piala. MnSO4 diteteskan sebanyak 1 tetes, chlorox 0,5 mL dan Phenate 0,6 mL, lalu homogenkan. Siapkan larutan standar (10 mL ammonia 0,30 ppm) dan blanko (10 mL akuades). Biarkan 15 menit hingga terbentuk warna biru yang stabil. Ukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Untuk menentukan konsentrasi ammonia
14
nitrogen, dibuat grafik atau persamaan regresi dari larutan standar. Konsentrasi ammonia tak terionisasi (NH3) dihitung dengan mengkalikan dengan faktor konversi (pada Tabel ammonia).
4. Nitrit Kadar nitrit diukur dengan menggunakan metode Sulfanilamide (APHA 1989). Sampel air sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam gelas piala. Teteskan sulfanilamide sebanyak 0,2 mL (±4 tetes), lalu biarkan selama 2-4 menit. Tambahkan 0,2 mL (±4 tetes) NED, aduk sampai homogen. Kemudian dibuat larutan blanko dari 10 mL akuades. Nilai absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Untuk menentukan konsentrasi nitrit nitrogen, dibuat grafik atau persamaan regresi dari larutan standar. Kosentrasi nitrit diperoleh dengan rumus : NO2- (mg/L) = [NO2-N] x 3,28 5. Nitrat Pengukuran kadar nitrat menggunakan metode Reduksi Cadmium (APHA 1989). Sampel diambil sebanyak 25 mL, ditambah 75 mL larutan NH4Cl-EDTA dan campuran. Kemudian campuran sampel dituangkan ke dalam kolom dan mulai dikumpulkan pada tingkat 7-10 mL/menit. Sebanyak 25 mL yang pertama dibuang, sisanya dikumpulkan di botol sampel. Reagen warna sebanyak 2,0 mL ditambahkan untuk 50 mL sampel dan campuran. Setelah itu, dibuat satu seri larutan standar. Nilai absorbansinya diukur pada panjang gelombang 543 nm terhadap reagen akuades. Bandingkan setidaknya satu NO2- standar untuk mereduksi NO3standar pada konsentrasi yang sama untuk memverifikasi efisiensi kolom reduksi. Lalu dibuat kurva standar dengan memplotkan absorbansi standar terhadap konsentrasi NO3-N. Konsentrasi sampel dihitung langsung dari kurva standar.
15
6. pH Pengukuran pH dilakukan in situ dengan menggunakan pHmeter.
7. Suhu Pengukuran suhu dilakukan in situ dengan menggunakan Thermometer.
8. Oksigen Terlarut Pengukuran kandungan oksigen terlarut dilakukan in situ dengan menggunakan DOmeter. 9. Kesadahan Ca2+ Kesadahan Ca2+ diukur dengan menggunakan metode titrasi. Sampel sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 4 mL NaOH 1N, aduk, tambahkan 0,1 – 0,2 g murexide, aduk. Kemudian titrasi dengan Na-EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah (pink) ke ungu. Nilai kesadahan dihitung menggunakan rumus : mL titran x M titran x 100,1 x 1000
Kesadahan Ca2+ =
mL sampel
10. Tingkat Kelangsungan Hidup (Sintasan) Tingkat
kelangsungan
hidup
ikan
diketahui
dengan
membandingkan jumlah ikan yang hidup di awal penelitian dengan jumlah ikan yang tersisa di akhir penelitian. Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan rumus : Sintasan =
Nt No
Nt : Jumlah ikan diakhir penelitian x 100%
No : Jumlah ikan diawal penelitian
16
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan. Perbedaan antar perlakuan diketahui dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah bakteri total Tabel 1 menunjukkan hasil penghitungan jumlah bakteri total yang dilakukan terhadap sampel air sebelum diberi perlakuan. Pada penelitian ini diupayakan untuk tidak menambahkan inokulasi bakteri dari luar ke dalam akuarium uji. Dalam rangka mendukung hal tersebut, dilakukan pengujian jumlah bakteri total terhadap air tandon untuk mengetahui jumlah koloni bakterinya. Tabel 1 Jumlah bakteri total Jumlah Koloni Bakteri Sampel (CFU/ml) 5,2x101
Air Tandon
Hasil pengujian menunjukkan jumlah koloni bakteri awal yang terdapat pada air tandon sebesar 5,2 x 101 CFU/ml (Tabel 1). Keberadaan bakteri ini, meskipun dalam jumlah yang kecil, menjadi modal untuk mengatasi dampak new tank syndrome melalui penambahan bahan kimia tertentu yang dapat dijadikan sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Rendahnya kandungan bahan organik yang terdapat di air tandon membuat jumlah bakterinya juga rendah. Selain ketersediaan bahan organik, menurut Hogg (2005) keberadaan bakteri pada lingkungan perairan dipengaruhi juga oleh keberadaan oksigen dan cahaya.
Gambaran yang terjadi pada masing-masing perlakuan Jumlah bakteri (CFU/ml)
250 200
AOB
150
NOB
100 50 0 H-3 H-6 H-9 H-12H-15H-18H-21
a
Waktu (hari)
18
14
Waktu (hari)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
c
H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14 H-15 H-16 H-17 H-18 H-19 H-20 H-21
SR (%)
Waktu (hari)
H-21
0 H-18
b
2 H-15
H-0 H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21
0.000
4
H-12
0.020
6
H-9
0.040
nitrat
8
H-6
0.060
10
H-3
0.080
nitrit
12
H-0
ammonia
0.100
Konsentrasi (mg/l)
Konsentrasi (mg/l)
0.120
Waktu (hari)
Gambar 1 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan A1 Perlakuan kontrol (tanpa penambahan bahan), ketika ikan dimasukkan hari ke-3, terlihat peningkatan ammonia (Gambar 1b) terjadi mulai H-6, setelah ikan dimasukkan. Peningkatan ammonia ini diduga berasal dari hasil ekskresi yang dikeluarkan oleh ikan. Efek dari peningkatan ammonia ini meningkatkan jumlah bakteri AOB (Gambar 1a) di satu sisi dan kematian ikan (Gambar 1c) di sisi lain. Penurunan tingkat kelangsungan hidup secara drastis pada perlakuan A1 ini akibat dari kadar ammonia yang juga meningkat secara drastis. Data ammonia menunjukkan, pengukuran pada H-3, konsentrasi ammonia yang tercatat sebesar 0,005 mg/l. Sementara pada H-6, konsentrasi ammonianya meningkat menjadi 0,101 mg/l.
19
Jumlah bakteri (CFU/ml)
250
AOB
200
NOB
150 100 50 0 H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21
a
Waktu (hari) 14 ammonia
0.150 0.100 0.050 0.000
nitrit
12 10
nitrat
8 6 4 2 H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-3
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-3
0 H-0
b
Konsentrasi (mg/l)
Konsentrasi (mg/l)
0.200
Waktu (hari)
Waktu (hari)
c
H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14 H-15 H-16 H-17 H-18 H-19 H-20 H-21
SR (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Waktu (hari)
Gambar 2 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan A2 Ketika ikan dimasukkan hari ke-6 pada perlakuan kontrol (tanpa penambahan bahan), terlihat peningkatan ammonia (Gambar 2b) terjadi mulai H9, setelah ikan dimasukkan. Peningkatan ammonia ini diduga berasal dari hasil ekskresi yang dikeluarkan oleh ikan. Efek dari peningkatan ammonia ini meningkatkan jumlah bakteri AOB (Gambar 2a) di satu sisi dan kematian ikan (Gambar 2c) di sisi lain. Tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan A2 ini mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kadar ammonia dan nitrit dalam air media.
20
Jumlah bakteri (CFU/ml)
350
AOB
300
NOB
250 200 150 100 50 0 H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21
a
Waktu (hari) 12 ammonia
0.200
Konsentrasi (mg/l)
0.150 0.100 0.050
10 nitrat
8 6 4 2
0.000
H-21
Waktu (hari)
Waktu (hari)
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-3
0 H-0
b
nitrit
H-3
Konsentrasi (mg/l)
0.250
100
SR (%)
80 60 40 20
c
H-21
H-20
H-19
H-18
H-17
H-16
H-15
H-14
H-13
H-12
H-11
H-9
H-10
H-8
H-7
H-6
H-5
H-4
H-3
H-2
H-1
0
Waktu (hari)
Gambar 3 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan B1 Pada perlakuan B1, dimana ikan dimasukkan hari ke-3, terlihat peningkatan ammonia (Gambar 3b) terjadi mulai H-6, setelah ikan dimasukkan. Konsentrasi ammonia pada H-0 tercatat sebesar 0,116 mg/l, kemudian mengalami penurunan pada H-3, yaitu 0,104 mg/l. Setelah ikan dimasukkan, tercatat kandungan ammonianya meningkat menjadi 0,235 mg/l (H-6). Peningkatan ammonia ini diduga berasal dari hasil ekskresi yang dikeluarkan oleh ikan. Tingginya kandungan ammonia awal sebagai akibat dari penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit, meningkatkan jumlah bakteri AOB di awal. Jumlah bakteri AOB ini kemudian mengalami penurunan pada H-6, setelah konsentrasi
21
ammonia pada H-3 mengalami penurunan. Efek dari peningkatan ammonia dari H-3 ke H-6 meningkatkan jumlah bakteri AOB (Gambar 3a) di satu sisi juga menyebabkan kematian ikan (Gambar 3c) di sisi lain. Tingkat survival rate dari perlakuan B1 ini mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kadar ammonia dalam air media.
Jumlah bakteri (CFU/ml)
350
AOB
300
NOB
250 200 150 100 50 0 H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21 Waktu (hari)
0.450 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
12 Konsentrasi (mg/l)
ammonia
nitrit
10 8
nitrat
6 4 2 H-18
H-21
H-19
H-20
H-15
H-9
H-6
H-3
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
Waktu (hari)
H-12
b
H-6
H-3
0 H-0
Konsentrasi (mg/l)
a
Waktu (hari)
100
SR (%)
80 60 40 20
c
H-21
H-18
H-17
H-16
H-15
H-14
H-13
H-12
H-11
H-9
H-10
H-8
H-7
H-6
H-5
H-4
H-3
H-2
H-1
0
Waktu (hari)
Gambar 4 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan B2 Perlakuan B2 dimana ikan dimasukkan hari ke-6, terlihat peningkatan ammonia (Gambar 4b) terjadi mulai H-9, setelah ikan dimasukkan. Konsentrasi ammonia yang sempat meningkat pada H-3 (0,129 mg/l) dari H-0 (0,118 mg/l),
22
kembali mengalami penurunan pada H-6 (0,092 mg/l). Tingginya kandungan ammonia awal sebagai akibat dari penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit, meningkatkan jumlah bakteri AOB di awal. Jumlah bakteri AOB ini mengalami penurunan pada H-6, akibat konsentrasi ammonia pada H-6 mengalami penurunan. Peningkatan ammonia yang kembali terjadi pada H-9 memberikan dampak tersendiri. Efek dari peningkatan ammonia ini meningkatkan jumlah bakteri AOB (Gambar 4a) di satu sisi juga menyebabkan kematian ikan (Gambar 4c) di sisi lain. Tingginya tingkat kelangsungan hidup mulai dari ke-6 (ketika ikan dimasukkan) sampai hari ke-8 terjadi karena terjadi penurunan kandungan ammonia pada H-6. Meningkatnya konsentrasi ammonia pada H-9 yaitu sebesar 13,522 mg/l, diduga menjadi penyebab penurunan tingkat survival rate-nya. Hal ini diperparah lagi karena pada H-12, konsentrasi ammonia tercatat sebesar 25,898 mg/l. Tingkat survival rate dari perlakuan B2 ini mengalami
Jumlah bakteri (CFU/ml)
penurunan seiring dengan peningkatan kadar ammonia dalam air media. 350
AOB
300
NOB
250 200 150 100 50 0 H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21
Waktu (hari)
8
nitrat
6 4 2
Waktu (hari)
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
0 H-3
Konsentrasi (mg/l)
nitrit
10
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-6
H-3
ammonia
H-12
b
Waktu (hari) 12
0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 H-0
Konsentrasi (mg/l)
a
23
100
SR (%)
80 60 40 20
c
H-21
H-20
H-19
H-18
H-17
H-16
H-15
H-14
H-13
H-12
H-11
H-9
H-10
H-8
H-7
H-6
H-5
H-4
H-3
H-2
H-1
0
Waktu (hari)
Gambar 5 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan C1 Pada perlakuan C1, dimana ikan dimasukkan hari ke-3, terlihat peningkatan ammonia (Gambar 5b) terjadi mulai H-3, setelah ikan dimasukkan. Konsentrasi ammonia pada H-0 tercatat sebesar 0,224 mg/l, kemudian pada H-3, konsentrasinya sebesar 0,259 mg/l. Jumlah bakteri AOB yang menurun drastis (Gambar 5a) dari H-3 (247,7 CFU/ml) ke H-6 (53,0 CFU/ml) membuat konsentrasi ammonianya tidak mengalami penurunan dari H-0 ke H-3. Hal ini mengakibatkan tingkat kelangsungan hidup (Gambar 5c) dari perlakuan C1 ini mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kadar ammonia dalam air
Jumlah bakteri (CFU/ml)
media.
350
AOB
300
NOB
250 200 150 100 50 0
a
H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21 Waktu (hari)
24
12
0.600
ammonia
Konsentrasi (mg/l)
0.500 0.400 0.300 0.200 0.100
nitrit
10 8
nitrat
6 4 2
0.000
Waktu (hari)
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
b
H-6
H-3
H-0
0 H-3
Konsentrasi (mg/l)
0.700
Waktu (hari)
100
SR (%)
80 60 40 20
c
H-21
H-20
H-19
H-18
H-17
H-16
H-15
H-14
H-13
H-12
H-11
H-9
H-10
H-8
H-7
H-6
H-5
H-4
H-3
H-2
H-1
0
Waktu (hari)
Gambar 6 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan C2 Perlakuan C2 dimana ikan dimasukkan hari ke-6, ammonia pada H-0 konsentrasinya sebesar 0,236 mg/l, dan meningkat pada H-3 menjadi 0,290 mg/l. Konsentrasi ammonia ini kemudian mengalami penurunan pada H-6 menjadi 0,151 mg/l. Penurunan kandungan ammonia ini terjadi seiring dengan peningkatan jumlah bakteri AOB (Gambar 6a) dari 264,3 CFU/ml pada H-3 menjadi 313,3 CFU/ml pada H-6. Menurunnya kandungan ammonia (Gambar 6b) ini membuat tingkat kelangsungan hidup ikan (Gambar 6c) yang dimasukkan pada H-6 cukup tinggi sampai hari ke-8. Tingkat kelangsungan hidupnya kemudian langsung mengalami penurunan drastis mulai hari ke-9 seiring dengan meningkatnya kandungan ammonia perairan menjadi 0,474 mg/l.
25
Jumlah bakteri (CFU/ml)
600
AOB
500
NOB
400 300 200 100 0 H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21 Waktu (hari)
nitrit
10 8
nitrat
6 4 2
Waktu (hari)
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-3
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-3
0
Waktu (hari)
100 80 60 40 20 0
H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14 H-15 H-16 H-17 H-18 H-19 H-20 H-21
SR (%)
b
ammonia
Konsentrasi (mg/l)
12
0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 H-0
Konsentrasi (mg/l)
a
c
Waktu (hari)
Gambar 7 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan D1 Pada perlakuan D1, dimana ikan dimasukkan hari ke-3, terlihat peningkatan ammonia (Gambar 7b) terjadi mulai H-3, setelah ikan dimasukkan. Konsentrasi ammonia pada H-0 tercatat sebesar 0,088 mg/l, kemudian pada H-3, konsentrasinya sebesar 0,119 mg/l. Jumlah bakteri AOB (Gambar 7a) yang menurun drastis dari H-6 (600 CFU/ml) ke H-9 (95,3 CFU/ml) membuat konsentrasi ammonia pada H-6 (0,324 mg/l) meningkat menjadi 0,341 mg/l pada H-9. Hal ini mengakibatkan tingkat kelangsungan hidup (Gambar 7c) dari perlakuan D1 ini mengalami penurunan yang drastis seiring dengan kadar ammonia yang juga meningkat secara drastis dalam perlakuan ini.
26
Jumlah bakteri (CFU/ml)
800 700 600 500 400 300 200 100 0
AOB NOB
H-3 H-6 H-9 H-12 H-15 H-18 H-21
a
Waktu (hari) 30 ammonia
0.400
Konsentrasi (mg/l)
0.300 0.200 0.100
nitrit
25 20
nitrat
15 10 5
0.000
b
Waktu (hari)
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-0
H-21
H-18
H-15
H-9
H-12
H-6
H-3
H-0
0 H-3
Konsentrasi (mg/l)
0.500
Waktu (hari)
100
SR (%)
80 60 40 20
c
H-21
H-20
H-19
H-18
H-17
H-16
H-15
H-14
H-13
H-12
H-11
H-10
H-9
H-8
H-7
H-6
H-5
H-4
H-3
H-2
H-1
0
Waktu (hari)
Gambar 8 a) jumlah bakteri AOB dan NOB b) konsentrasi ammonia, nitrit dan nitrat c) tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan D2 Perlakuan D2 dimana ikan dimasukkan hari ke-6, terlihat peningkatan ammonia (Gambar 8b) terjadi mulai H-9, setelah ikan dimasukkan. Konsentrasi ammonia yang sempat meningkat pada H-3 (0,118 mg/l) dari H-0 (0,083 mg/l), kembali mengalami penurunan pada H-6 (0,096 mg/l). Tingginya kandungan ammonia awal sebagai akibat dari penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit, meningkatkan jumlah bakteri AOB (Gambar 8a) di awal. Jumlah bakteri AOB ini kemudian mengalami penurunan pada H-9, setelah konsentrasi ammonia pada H-6 mengalami penurunan. Jumlah bakteri AOB yang menurun,
27
mengakibatkan ammonia meningkat kembali. Efek dari peningkatan ammonia ini menyebabkan kematian ikan (Gambar 8c). Meningkatnya konsentrasi ammonia pada H-9 yaitu sebesar 0,378 mg/l, diduga menjadi penyebab penurunan sintasannya. Hal ini diperparah lagi karena pada H-12, konsentrasi ammonia tercatat sebesar 0,456 mg/l. Tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan D2 ini mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kadar ammonia dalam air media.
Peran ammonium klorida (NH4Cl) dan sodium nitrit (NaNO2) dalam menambah bakteri nitrifikasi Pemberian ammonium klorida dan sodium nitrit sebagai sumber energi bagi bakteri nitrifikasi dalam penelitian ini dapat menambah jumlah bakteri AOB dari perlakuan B, C dan D. Tanpa penambahan bakteri, menurut Perfettini dan Bianchi (1990), dibutuhkan waktu sampai 40 hari untuk membuat komunitas bakteri nitrifikasi menjadi mapan. Penggunaan ammonium klorida dan sodium nitrit dengan dosis masing-masing 46 mg/L dan 73 mg/L membutuhkan waktu 20 hari untuk membuat bakteri tumbuh secara mapan pada biofilter (Forteath, 1993). Waktu yang dibutuhkan untuk membuat bakteri nitrifikasi mapan menjadi lebih pendek ketika diberikan inokulan bakteri dan sumber energi bagi bakteri tersebut untuk tumbuh. Grommen et al. (2002) menunjukkan hanya dibutuhkan waktu beberapa hari untuk membuat bakteri tumbuh secara mapan dan mampu mengoksidasi ammonia. Hovanec dan DeLong (1996) menyatakan bakteri AOB dan NOB membutuhkan aerasi yang cukup dan sumber energi (ammonia/nitrit) untuk dapat tumbuh secara mapan (established). Sebagaimana terlihat dari Gambar 9, grafik pertumbuhan bakteri AOB tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan D (dosis NH4Cl dan NaNO2 masing-masing 92 dan 148 mg/L), diikuti oleh perlakuan C (46 dan 74 mg/L), B (23 dan 37 mg/L) dan A (kontrol).
Jumlah bakteri (CFU/ml)
28
A1A1 : Kontrol, H-3
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
A2A2 : Kontrol, H-6 B1B1 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-3 B2B2 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-6 C1C1 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-3 C2C2 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-6 D1D1 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-3 H-3
H-6
H-9
Jumlah bakteri (CFU/ml)
a
H-12 H-15 H-18 H-21 Waktu sampling (hari)
D2D2 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-6
600
A1A1 : Kontrol, H-3
500
A2A2 : Kontrol, H-6
400
B1B1 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-3
300
B2B2 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-6
200
C1C1 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-3
100
C2C2 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-6 D1D1 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-3
0
b
H-3
H-6
H-9
H-12 H-15 H-18 Waktu sampling (hari)
H-21
D2D2 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-6
Gambar 9 Pertumbuhan bakteri nitrifikasi a) AOB, b) NOB Berdasarkan Gambar 9 tersebut, terlihat bahwa peningkatan dosis bahan (NH4Cl dan NaNO2) meningkatkan jumlah bakteri AOB-nya. Penelitian Princic et al. (1998) menunjukkan hal serupa, dimana biomassa tertinggi dari bakteri nitrifikasi didapatkan pada media yang berisi konsentrasi ammonium tertinggi. Hal ini paling tidak menunjukkan bahwa konsentrasi bahan yang digunakan dapat mempengaruhi jumlah bakteri nitrifikasi yang didapatkan. Hasil analisis statistik (Lampiran 3) menunjukkan terdapat pengaruh yang nyata dari dosis bahan yang digunakan terhadap jumlah bakteri AOB-nya. Namun demikian, peningkatan dosis bahan (NH4Cl dan NaNO2) dengan harapan mempercepat proses peningkatan jumlah bakteri AOB secara umum hanya terlihat sampai dengan hari ke-6. Peningkatan jumlah bakteri ini tidak dapat berlangsung lama. Ternyata, selain bersifat toksik terhadap organisme akuatik, ammonia yang tidak terionisasi ini juga dapat menyebabkan toksisitas terhadap bakteri nitrosomonas dan nitrobacter dan menghambat proses nitrifikasi (Anthonisen et al. 1976; Russo, 1985). Selain hal itu, ketersediaan media substrat dalam jumlah yang cukup turut berperan dalam proses peningkatan jumlah bakteri
29
yang diharapkan. Pertumbuhan bakteri nitrifikasi, menurut Mc Carty dan Haug (1971) dipengaruhi oleh keberadaan senyawa toksik, suhu, pH, kandungan oksigen terlarut, salinitas dan substrat untuk menempelnya bakteri. Tingginya jumlah bakteri AOB di awal penelitian juga tidak dapat langsung menurunkan ammonia pada media pemeliharaan. Mota et al. (2005) menyatakan bahwa efisiensi penurunan ammonia tidak hanya berasosiasi dengan tingginya jumlah bakteri AOB atau keragamanan bakterinya. Kondisi bakteri yang belum mapan inilah yang diduga menjadi penyebab tidak efektifnya penurunan ammonia pada media pemeliharaan. Padahal, kasus new tank syndrome sendiri terjadi karena ammonia yang mencapai level toksik sementara bakteri nitrifikasi belum tumbuh pada wadah budidayanya.
Pengaruh pemberian bahan ammonium klorida (NH4Cl) dan sodium nitrit (NaNO2) dan perbedaan waktu inkubasi sebelum ikan dimasukkan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan Harapan untuk mengatasi dampak new tank syndrome dengan cara menumbuhkan bakteri nitrifikasi melalui penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit dalam penelitian ini belum sepenuhnya berhasil dilakukan. Penambahan bahan (NH4Cl dan NaNO2) belum dapat menumbuhkan bakteri nitrifikasi dalam jumlah yang mapan untuk mengurangi ammonia dalam waktu yang cepat. Dampak new tank syndrome yang terjadi pada perlakuan A (yang ditandai dengan penurunan SR dengan cepat), belum dapat diatasi dengan penambahan ammonium klorida dan sodium nitrit. Tingkat kelangsungan hidup dari perlakuan B, C dan D tidak jauh berbeda dengan perlakuan A (Gambar 10). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
A1A1 : Kontrol, H-3
SR (%)
B1 B1 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-3 C1 C1 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-3 D1 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-3 D1
A2A2 : Kontrol, H-6
H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14 H-15 H-16 H-17 H-18 H-19 H-20 H-21
B2 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-6 B2
Waktu (hari)
C2 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-6 C2 D2 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-6 D2
Gambar 10 Tingkat kelangsungan hidup dari masing-masing perlakuan
30
Konsentrasi (mg/l)
0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000
A1 A1 : Kontrol, H-3 B1 B1 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-3 C1C1 : NH Cl 46mg/L, NaNO 74mg/L, H-3 4 2 D1D1 : NH Cl 92mg/L, NaNO 148mg/L, H-3 4 2
H-0
a
H-3
H-6
H-9 H-12 H-15 H-18 H-21
Konsentrasi (mg/l)
Waktu (hari)
0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000
A2A2 : Kontrol, H-6 B2B2 : NH4Cl 23mg/L, NaNO2 37 mg/L, H-6 C2C2 : NH4Cl 46mg/L, NaNO2 74mg/L, H-6 D2D2 : NH4Cl 92mg/L, NaNO2 148mg/L, H-6
H-0
b
H-3
H-6
H-9 H-12 H-15 H-18 H-21 Waktu (hari)
Gambar 11 Ammonia a) perlakuan ikan yang dimasukkan pada H-3 b) perlakuan ikan yang dimasukkan pada H-6 Pada saat ikan dimasukkan, baik di hari ke-3 maupun hari ke-6, tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan A (A1 sampai hari ke5, sintasannya 22,2% dan perlakuan A2 sampai hari ke-10, sintasannya 30,6%). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi nilai sintasan perlakuan A ini lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pertama, ammonium klorida dan sodium nitrit sesungguhnya merupakan toksik bagi ikan yang dipelihara, sehingga memiliki efek yang antagonis. Satu sisi, bahan ini dibutuhkan sebagai sumber energi untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi, namun di sisi lain, bahan ini juga bersifak toksik bagi ikan yang dipelihara. Sifat antagonis bahan ini yang menjadi pertimbangan penambahan bahan (NH4Cl dan NaNO2) hanya dilakukan satu kali. Faktor selanjutnya yang mungkin berperan terhadap rendahnya nilai sintasan dari masing-masing perlakuan penambahan bahan adalah waktu memasukkan ikan yang terlalu cepat, sehingga ammonia dan nitrit yang berasal dari bahan yang ditambahkan belum teroksidasi secara sempurna oleh bakteri
31
nitrifikasi. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 10 memperlihatkan perbedaan ini, dimana pada perlakuan ikan dimasukkan pada hari ke-3, tingkat kelangsungan hidupnya langsung menurun dengan tajam. Sementara pada perlakuan ikan dimasukkan pada hari ke-6, tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi sampai beberapa hari, sebelum mengalami penurunan. Berdasarkan grafik ammonia (Gambar 11), terlihat pada perlakuan 2 (ikan dimasukkan pada hari ke-6) kandungan ammonianya mengalami penurunan dari hari ke-3 sampai hari ke-6 (kecuali pada perlakuan A). Namun kemudian meningkat kembali setelah ikan dimasukkan pada perlakuan ini. Hal ini menunjukkan jika ikan dimasukkan terlalu cepat, ketika bakteri belum tumbuh secara mapan, akan meningkatkan kembali kandungan ammonianya.
Parameter kualitas air pendukung Parameter kualitas air lain (pH, suhu, DO dan kesadahan) berada dalam kisaran yang masih dapat ditoleransi, baik bagi organisme yang dibudidayakan (ikan mas) maupun bagi bakteri nitrifikasi. Menurut Wedemeyer (1996), nilai pH dan suhu optimum untuk ikan tropis masing-masing berada pada kisaran 6-9 dan 20-30 oC, oksigen terlarut > 4 mg/l. Sementara itu, nilai konsentrasi kesadahan yang diharapkan berada pada kisaran 50 – 200 mg/l. Meskipun demikian, menurut Wedemeyer (1996) air yang kesadahannya rendah (soft water) masih dapat ditoleransi jika pemberian pakannya cukup.
Hasil penelitian Bhaskar dan Charluyu (2005) menunjukkan temperatur dan pH optimum untuk bakteri nitrifikasi masing-masing adalah 30 oC dan 8,0. Sementara pada penelitian ini, suhu air media pemeliharaan berada pada kisaran 26 – 27 oC (Tabel 2). Nilai ini tidak berbeda jauh dengan kisaran suhu optimum yang disarankan.
32
Tabel 2 Kisaran parameter kualitas air selama penelitian Perlakuan pH Suhu DO A1 7,14 - 7,5 27 5,3 - 5,4 A2 7 - 7,3 26,5 – 27 5,4 - 5,6 B1 7,4 - 7,6 26 – 27 5 - 5,2 B2 7,35 - 7,54 26,5 – 27 5 - 5,1 C1 7,65 - 7,82 26 – 27 4,5 - 4,7 C2 7 - 7,75 26 – 27 4,5 - 4,6 D1 7,25 - 7,5 26 – 27 4,8 - 4,9 D2 7 - 7,3 26 – 27 5 - 5,2
Kesadahan 76,076 76,076 76,076 76,076 76,076 76,076 76,076 76,076
Demikian pula dengan nilai pHnya. Nilai pH pada penelitian ini berkisar antara 7 – 7,82 (Tabel 2), dimana nilai ini juga tidak berbeda jauh dengan kisaran pH optimum untuk pertumbuhan bakteri nitrifikasi. Penelitian Agustiyani et al. (2004) mengenai pengaruh pH dan substrat organik terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi ammonia menunjukkan pertumbuhan dan aktivitas oksidasi ammonia mencapai optimum pada kisaran pH 7 – 8.
33
SIMPULAN Peningkatan dosis ammonium klorida (NH4Cl) dan sodium nitrit (NaNO2) dapat meningkatkan jumlah bakteri AOB (ammonia oxidizing bacteria). Jumlah bakteri AOB tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan D, diikuti oleh perlakuan C, B dan A dengan nilai masing-masing pada H-3 adalah D1 460 CFU/ml, D2 516,67 CFU/ml,
C1 247,67 CFU/ml, C2 264,33 CFU/ml, B1 62 CFU/ml, B2 45,33
CFU/ml, A1 9,8 CFU/ml dan A2 11,2 CFU/ml. Selain itu, lamanya inkubasi sebelum ikan dimasukkan juga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan yang dipelihara. Namun demikian, perlakuan yang diberikan pada penelitian ini belum dapat mengatasi seluruh dampak new tank syndrome yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian bahan ammonium klorida dan sodium nitrit lebih dari satu kali untuk membuat populasi bakteri mapan dengan waktu inkubasi sebelum ikan dimasukkan yang lebih beragam untuk meningkatkan sintasannya.
34
35
DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Tang MU. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru. Unri Pr. Agustiyani D, Imamuddin H, Faridah EN, Oedjijono. 2004. Pengaruh pH dan substrat organik terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi amonia. Biodiversitas 5:43-47. Anthonisen AC, Loehr RC, Prakasam TBS, Srinath EG. 1976. Inhibition of nitrification by ammonia and nitrous acid. J Water Pollut Control Fed 48:835-852. [APHA] American Public Health Association. 1989. Standard Methods For the Examination of Water and Wastewater. 15th ed. Washington. APHA inc. Avnimelech Y. 2009. Biofloc Technology - A Practical Guide Book. Lousiana. World Aquaculture Soc. Bhaskar KV, Charluyu, PBBN. 2005. Effect of environmental factors on nitrifying bacteria isolated from the rhizosphere of Setaria italica (L.) Beauv. Afri J Biotechnol 4:1145 – 1146. Biswas JK, Sarkar D, Chakraborty P, Bhakta JN, Jana BB. 2006. Density dependent ambient ammonium as the key faktor for optimization of stocking density of common carp in small holding tanks. Aquaculture 261:952-959. Boyd CE. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn. Auburn Univ. Camargo JA, Alonso A. 2006. Ecological and toxicological effects of inorganic nitrogen pollution in aquatic ecosystems : a global assessment. Environ Int 32:831-849. Durborow RM, Crosby DM, Brunson MW. 1997. Ammonia in fish pond. Revised, June. Southern Regional Aquaculture Center. Publication no.463 Dwidjoseputro D. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan ketujuh belas. Jakarta. Djambatan. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta. Kanisius. El- Sherif MS, El- Feky Amal M. 2008. Effect of ammonia on nile tilapia (O.niloticus) performance and some hematological and histological measures. 8th Int Symp Tilap Aquaculture. 513 – 530.
36
[FDA] Food and Drugs Administration. Bacterial Analytical Manual. Appendix 2. http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/LaboratoryMethods/Bact eriologicalAnalyticalManualBAM/ucm109656.htm. [26 Jan 2012] Forteath N. 1993. The Biological Filter. Structure and Function. Di dalam : Hart P, O’Sullivan D, editor. Recirculation Systems. Design, Construction and Management. Australia. Aquaculture sourcebook. Hlm 55-63. Grommen R, Van Hauteghem I, Van Wambeke M, Verstraete W. 2002. An improved nitrifying enrichment to remove ammonium and nitrite from freshwater aquaria systems. Aquaculture 211:115-124. Hagopian DS, Riley JG. 1998. A closer look at the bacteriology of nitrification. Aquaculture Eng 18:223-244. Hogg S. 2005. Essential Microbiology. Chichester. J Wiley. Hovanec TA, DeLong EF. 1996. Comparative analysis of nitrifying bacteria associated with freshwater and marine aquaria. Appl Environ Microbiol 62:2888-2896. Lovell RT. 1989. Nutrition and feeding in fish. New York. Van Nostrand. Mc Carty PL, Haug RT. 1971. Nitrogen removal from wastewater by biological nitrification and denitrification. Di dalam : Sykes G, Skinner FA, editor. Society for applied bacteriological symposium series no.1. microbial aspect of pollution. London. Academic Pr. Merkens JC, Downing KM. 1957. The effects of tension of dissolved oxygen on the toxicity of un-ionized ammonia to several species of fish. Ann Appl Biol 45:521-527. Mota C, Head MA, Ridenoure JA, Cheng JJ, de los Reyes III FL. 2005. Effects of aeration cycles on nitrifying bacterial populations and nitrogen removal in intermittently aerated reactors. Appl Environ Microbiol 71:8565-8572. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar mikrobiologi. Volume ke-1, 2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari : Elements Microbiol. Perfettini J, Bianchi M. 1990. The comparison of two simple protocols designed to initiate and stimulate ammonia oxidation in closed aquaculture systems. Aquaculture 88:179-188.
37
Princic A, Mahne I, Megusar F, Paul EA, Tiedje JM. 1998. Effect of pH and oxygen and ammonium concentrations on the community structure of nitrifying bacteria from wastewater. Appl Environ Microbiol 64:3584-3590. Randall DJ, Tsui TKN. 2002. Ammonia toxicity in fish. Mar Pollut Bull 45:17-23. Rheinheimer G. 1991. Aquatic Microbiology. Chichester. J Wiley. . Russo RC. 1985. Ammonia, nitrite and nitrate. Di dalam : Rand GM, Petrocelli SR, editor. Fundamentals of aquatic toxicology. Washington DC. Hemisphere. Spotte S. 1970. Fish and Invertebrate Culture. New York. J Wiley. Tomasso JR. 1994. Toxicity of nitrogenous wastes to aquaculture animals. Rev Fish Sci 2:291-314. Wedemeyer GA. 1996. Physiology of fish in intensive culture systems. New York. Chapman & Hall. Weinstein DI, Kimmel E. 1998. Behavioral response of carp (Cyprinus carpio) to ammonia stress. Aquaculture 165:81-93.
38
39
LAMPIRAN
40
41
Lampiran 1 Contoh perhitungan MPN Sampel 1A1
2A1
3A1
rata-rata
10¯¹ 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0
Pengenceran 10¯² 10¯³ 1 0 1 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 2 0
Nilai MPN*
1-3-0
16
1-0-1
7,2
0-2-0
6,2 9,8
*Nilai MPN mengacu pada tabel MPN (USFDA Bacterial Analytical Manual)
42
Lampiran 2 Uji F terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan (% sintasan pada 3 hari setelah ikan dimasukkan) Perlakuan Ulangan
1 (H-3)
2 (H-6)
ANOVA Source of Variation Time Dose Interaction Within Total
1 2 3 1 2 3
Dosis Bahan B C 0 8,3 0 41,7 16,7 0 33,3 41,7 0 91,7 66,7 91,7
A 0 66,7 0 41,7 41,7 41,7
SS 11841,48 4513,668 2791,041 9046,207 28192,4
df 1 3 3 16 23
D 33,7 0 25 100 100 75
MS F P-value F crit 11841,48 20,944* 0,00031 4,493998 1504,556 2,661104 0,083312 3,238872 930,3471 1,645502 0,21857 3,238872 565,3879
43
Lampiran 3 Uji F terhadap jumlah bakteri AOB Perlakuan
Ulangan
Perlakuan B C 62,000 247,670 29,867 53,000 43,000 13,000 313,333 191,000 313,333 313,333 240,000 240,000 51,100 240,000 45,330 264,330 240,000 313,333 20,800 23,000 13,800 4,850 246,000 23,000 191,000 142,000 92,667 142,000
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
A 9,800 6,100 25,067 46,333 118,667 240,000 240,000 11,200 62,067 7,000 7,670 70,333 240,000 142,000
ANOVA Source of Variation Time Dose Interaction Within
SS 8074,762 504970,2 7022,626 1143697
df 1 4 4 60
Total
1663765
69
1 (H-3)
2 (H-6)
MS 8074,762 126242,6 1755,657 19061,62
D 460,000 600,000 95,333 241,000 240,000 108,667 102,000 516,670 780,000 90,733 13,000 107,000 131,000 191,000
F P-value F crit 0,423614 0,517624 4,001191 6,622868* 0,000175 2,525215 0,092104 0,984599 2,525215
44
Lampiran 4 uji F terhadap jumlah bakteri NOB Perlakuan
Ulangan
1 (H-3)
2 (H-6)
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
A 3 3 3,6 21,5 3 3 3 7,2 15,5 3 3 7,4 3 3
Perlakuan B C 3 3 3 3,6 3 85,5 12,37 10,47 3 3 3 3 3 3 3 7,2 3 3 3 140 3 3,6 3 3 3 3 3 3
ANOVA Source of Variation Time Dose Interaction Within
SS 5379,694 16476,18 18005,19 297267,8
df 1 4 4 60
Total
337128,9
69
D 3 3 3 3 3 3 3 3 3,3 570 3,6 4,9 3 3
MS F P-value F crit 5379,694 1,085828 0,301578 4,001191 4119,045 0,831381 0,510535 2,525215 4501,297 0,908534 0,464869 2,525215 4954,464
45
Lampiran 5 Uji F terhadap Ammonia Perlakuan (Waktu memasukan ikan)
Ulangan
A 0,000 0,005 0,101 0,108 0,096 0,012 0,015 0,006 0,001 0,010 0,019 0,062 0,170 0,176 0,014 0,007
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
1 (H-3)
2 (H-6)
ANOVA Source of Variation Time Dose Interaction Within
SS 0,031964 0,411873 0,006256 1,297834
Total
1,747927
Df 1 3 3 56 63
Perlakuan (Dosis) B C 0,116 0,224 0,104 0,259 0,235 0,579 0,217 0,507 0,143 0,361 0,018 0,020 0,011 0,016 0,002 0,003 0,118 0,236 0,129 0,290 0,092 0,151 0,216 0,474 0,414 0,647 0,162 0,497 0,045 0,065 0,023 0,016
D 0,088 0,119 0,324 0,341 0,199 0,025 0,021 0,011 0,083 0,118 0,096 0,378 0,456 0,461 0,078 0,013
MS F P-value F crit 0,031964 1,37921 0,245206 4,012973 0,137291 5,923943* 0,00139 2,769431 0,002085 0,08998 0,965264 2,769431 0,023176
46
Lampiran 6 Uji F terhadap Nitrit Perlakuan (Waktu memasukan ikan)
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
1 (H-3)
2 (H-6)
A 0,346 0,525 1,677 3,189 10,794 10,333 5,912 4,329 0,350 0,535 2,201 0,353 0,388 9,911 10,474 11,366
Perlakuan (Dosis) B C 9,926 8,852 9,213 8,388 7,735 10,907 6,277 5,432 8,518 7,852 7,796 9,920 10,925 10,916 4,616 8,093 9,940 8,902 9,286 8,460 11,247 10,166 3,059 7,732 4,290 1,142 10,414 10,812 10,635 6,112 8,455 10,710
D 10,120 9,750 10,653 6,701 9,782 11,249 10,695 6,650 10,184 9,768 10,838 5,301 0,608 2,008 11,213 7,247
ANOVA Source of Variation Time Dose Interaction Within
SS 8,975983 171,6267 15,24576 632,6674
Df MS F P-value F crit 1 8,975983 0,794501 0,376556 4,012973 3 57,20891 5,063797* 0,003573 2,769431 3 5,08192 0,449822 0,718416 2,769431 56 11,29763
Total
828,5159
63
47
Lampiran 7 Uji F terhadap Nitrat Perlakuan (Waktu memasukan ikan)
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
1 (H-3)
2 (H-6)
ANOVA Source of Variation Time Dose Interaction Within
SS 17,82403 58,60106 7,015414 465,2598
Total
548,7003
df 1 3 3 56 63
A 0,014 0,020 4,822 11,594 9,784 8,798 10,190 11,128 0,017 0,028 11,608 0,319 4,302 9,956 4,837 9,336
Perlakuan (Dosis) B C 8,088 7,336 7,007 7,451 8,124 9,775 9,625 4,903 7,703 8,113 6,835 10,099 6,451 9,546 10,786 9,846 8,100 7,353 7,097 7,167 9,726 7,873 2,043 9,535 7,849 6,565 9,418 9,868 9,249 5,265 10,077 5,904
D 8,232 8,238 9,496 6,690 10,536 9,802 9,578 10,806 8,266 8,248 10,200 6,004 5,647 5,799 9,277 10,707
MS F P-value F crit 17,82403 2,145351 0,148594 4,012973 19,53369 2,351131 0,082043 2,769431 2,338471 0,281465 0,838553 2,769431 8,30821