Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang Dan Perabotan Perpustakaan Universitas Indonesia Yusri Fahmi Abstract: The study of organizational culture on the meaning and interpretation of the aspects of the physical structure of the organization provides certain symbolic meaning. The physical structure has an impact on the performance of staff as having an important role in generating and shaping identities within and outside the organization. Thus, the physical structure is able to communicate the messages which are very strong on the identity of the organization and its members. This article describes the physical structure of the library of the University of Indonesia with regard to the symbolic meaning of layout and furnishing of the library. Keywords: Organization, Culture, Structure, Library Pendahuluan Simbol merupakan salah satu unsur budaya organisasi.1 Pemaknaan terhadap simbol yang terdapat pada suatu organisasi adalah penting untuk mempelajari dan memahami budaya dalam organisasi tersebut. Hatch2 mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang mewakili suatu asosiasi sadar atau tidak sadar dengan konsep atau makna yang lebih luas. Sebuah simbol terdiri dari bentuk yang berwujud (tangible) maupun makna yang lebih luas yang dengan bentuk dan makna tersebut sebuah simbol diasosiasikan. Sementara itu, Stueart3 mendefinisikan simbol sebagai obyek atau tindakan yang
Sekretaris Perpustakaan STAIN Padangsidimpuan Stueart, Robert D., Moran, Barbara B. Library and information center management. (Colorado: Libraries Unlimited, 2002), hlm. 139. 2 Hatch, Mary Jo. Organiztion theory: modern, symbolic, and postmodern perspectives. (New York : Oxford University Press, 1997), hlm. 219 3 Op.cit. hlm. 139. 1
91
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
mengandung makna bagi orang lain. Sedangkan menurut Laksmi4 simbol adalah salah satu representasi manusia bagaimana manusia memahami dunianya sendiri yang terdiri dari seperangkat nilai dan tujuan-tujuan yang menggambarkan keinginan; seperangkat norma yang membatasi perilaku; suatu konsepsi mengenai kekuatan dan kemampuan individu. Dalam kajian semiotika, simbol merupakan tanda atau lambang dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide abstrak dimana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan makna. Misalnya Garuda Pancasila hanya dikenal di Indonesia. Makna simbolik itu akan hilang bila tidak dapat dipahami oleh masyarakat yang latar belakangnya berbeda.5 Simbol memiliki bentuk yang berbeda-beda namun semua bentuk tersebut tergolong kepada salah satu dari tiga kategori berikut ini yaitu obyek fisik (physical object), perihal perilaku (behavioral events), dan ungkapan verbal (verbal expressions).6 Dalam konteks budaya organisasi, struktur fisik organisasi merupakan salah satu bentuk obyek fisik sehingga dapat dikatakan bahwa sebetulnya struktur fisik merupakan perwujudan atau penerjemahan kehidupan ke dalam bentuk-bentuk simbol. Struktur fisik dalam suatu organisasi merupakan bentuk simbol (objek fisik). Struktur fisik tersebut terdiri dari tiga aspek dasar yaitu geografi/lokasi, tata ruang (layout), dan desain interior. Geografi atau lokasi merefleksikan komunikasi dan transportasi; tata ruang merefleksikan hubungan antar individu; desain interior merefleksikan tentang status, citra, dan identitas.7 Dengan kata lain, ketiga aspek dasar di atas dalam konteks budaya organisasi sarat dengan maknamakna simbolik. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka makalah ini akan membahas tentang pemaknaan simbolik terhadap tata ruang dan perabotan Perpustakaan Universitas Indonesia. 4
Laksmi. “Menjadi bagian dari mereka: sebuah pengalaman etnografi di perpustakaan umum” dalam merajut makna : penelitian kualitatif bidang perpustakaan dan informasi. (Jakarta : Cita karyakarsa Mandiri, 2009), hlm. 74. 5 Agus dharma.Semiotika dalam arsitektur. <staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/ 6 Op.cit. hlm. 220 7 ibid, hlm. 242
92
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
Rumusan Masalah Studi budaya organisasi mengenai makna dan interpretasi aspek-aspek struktur fisik organisasi memberikan makna simbolik tertentu. Struktur fisik memiliki dampak pada kinerja staf karena memiliki peran penting dalam menghasilkan dan membentuk identitas di dalam dan diluar organisasi. Jadi, struktur fisik mampu mengkomunikasikan pesan-pesan yang sangat kuat mengenai identitas organisasi dan anggotanya. Berdasarkan hal di atas, penulis ingin mengetahui struktur fisik perpustakaan khususnya tata ruang dan perabotan tentang apa makna simbolik tata ruang dan perabotan Perpustakaan Universitas Indonesia. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi yaitu suatu usaha atau suatu pekerjaan peneliti untuk mendeskripsikan kebudayaan dengan melalui pengamatan (observasi) dan wawancara.8 Metode etnografi ini merupakan salah satu metode yang berkembang dalan ilmu sosial khususnya dalam ilmu antropologi, untuk menjelaskan dan memahami kehidupan dan gejala sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Metode ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif. Dengan metode ini, pengamatan untuk menginterpretasikan penggunaan simbol-simbol dalam suatu organisasi dan melalui wawancara penulis mencoba untuk menemukan interpretasi setiap anggota yang memberikan simbol-simbol tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami makna simbolik tata ruang dan perabotan perpustakaan Universitas Indonesia. Pentingnya penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pengetahuan tentang budaya organisasi, khususnya mengenai pemaknaan simbolik tata ruang dan perabotan perpustakaan pada ilmu perpustakaan dan informasi. Pemaknaan simbolik ini memiliki nilai-nilai yang mungkin memunculkan masalah-masalah dalam aktifitas organisasi.
8
Hatch, Mary Jo. Opcit. hlm. 221
93
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
Sekilas Tentang Perpustakaan Universitas Indonesia Perpustakaan di lingkungan Universitas Indonesia (UI) berasal dari fakultas yang masing-masing memiliki perpustakaan. Setiap perpustakaan memiliki sendiri (1) peraturan peminjaman; (2) cara pengolahan bahan pustaka; dan (3) wewenang untuk membeli buku dan melanggan majalah. Kenyataan tersebut telah menggugah Pimpinan Universitas untuk mengubah organisasi perpustakaan di Universitas Indonesia. UPT Perpustakaan UI berdiri pada tanggal 5 maret 1983 berdasarkan keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0130/O/1983 tentang organisasi dan tatakerja Universitas Indonesia. Tujuan dibentuknya UPT Perpustakaan tersebut adalah untuk menunjang pendidikan, pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Sejak tanggal 18 januari 1983, nama UPT Perpustakaan UI diubah menjadi Perpustakaan Universitas keputusan berdasarkan majelis wali amanat Universitas Indonesia nomor: 01/SK/MWAUI/2003 tentang anggaran rumah tangga Universitas Indonesia. Pada tahun 1987, UI menempati kampus baru di Depok, Jawa Barat. Beberapa fakultas mulai menempati gedung baru, kecuali FK dan FKG dan beberapa unit lain. Rektorat menempati gedung baru delapan lantai, demikian pula UPT Perpustakaan Pusat menempati gedung baru seluas 5.926 m2. Gedung tersebut terdiri dari 2 bangunan, yaitu Gedung A (1.764 m2) yang berlantai 2, dan Gedung B (4.162 m2) yang berlantai 4. Lokasinya berdekatan dengan Gedung Rektorat, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Budaya (dulu Fak. Sastra) dan Menara Air. Dalam Statuta UI (1992) Pasal 9 ditetapkan bahwa Kepala Perpustakaan Universitas adalah anggota Senat Universitas. Rencana Strategis UI Tahun 1998-2003 juga telah menetapkan agar UPT Perpustakaan UI menjadi Perpustakaan Universitas Indonesia yang modern menuju Universitas Riset. Strategi yang ditempuh antara lain adalah: 1) meningkatkan koleksi buku dan majalah ilmiah; 2) membentuk otomatisasi dan informasi perpustakaan; dan 3) membentuk Sistem Perpustakaan Universitas Indonesia Terpadu (SPUIT). Kedudukan, tugas pokok, dan fungsi Sistem Perpustakaan Universitas Indonesia Terpadu itu dikukuhkan dengan Keputusan Rektor No. 230/SK/R/UI/1999, tanggal 16 Agustus 1999. 94
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
Kepala UPT Perpustakaan Pusat bertanggung jawab secara langsung kepada rektor, melalui Wakil Rektor I (Bidang Akademik) dan berfungsi sebagai koordinator untuk perpustakaan-perpustakaan fakultas. Sedangkan Perpustakaan Fakultas bertanggung jawab kepada Dekan Fakultas masing-masing. Seluruh kepala perpustakaan fakultas dan kepala perpustakaan UI mengadakan pertemuan koordinasi secara berkala. Saat ini UI memiliki 12 Perpustakaan Fakultas, yaitu Fakultas Kedokteran (FK), Fak. Kedokteran Gigi (FKG), Fak. Matematika da Ilmu pengetahuan Alam (FMIPA), Fak. Tehnik (FT), Fak. Hukum (FH), Fak. Ekonomi (FE), Fak. Ilmu Budaya (FIB)-dulu Fak. Sastra, Fak. Psikologi (FP), Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fak. Kesehatan Masyarakat (FKM), Fak. Ilmu Komputer (FASILKOM) dan Fak. Ilmu Keperawatan (FIK). Untuk memenuhi kemudahan penelusuran informasi via internet, perpustakaan Universitas Indonesia juga telah menyediakan hotspot area baik di gedung A maupun di gedung B. Melalui hotspot ini, pengguna perpustakaan dapat mengakses ineternet dan layanan digital secara wireless (nirkabel/tanpa kabel) dari PC, notebook atau gadget yang lain. Pemanfaatan layanan ini pengguna tidak dikenakan biaya (gratis). Tata Ruang Dan Perabotan Organisasi Struktur fisik setiap organisasi selalu dikaitkan fungsi suatu organisasi. Tata ruang merupakan salah satu unsur fisik dalam suatu organisasi. Tata ruang merujuk pada susunan ruang objek fisik dan aktifitas manusia.9 Oleh karena itu, bentuk tata ruang antara organisasi satu dengan yang lainnya akan berbeda sesuai dengan fungsi organisasinya. Tata ruang ini termasuk perabotan dan peralatan, dinding, dan staf. Lebih lanjut, Hatch10 membagi tata ruang ke dalam dua kategori, yaitu ruangan terbuka dan privasi (tertutup). Tata ruang terbuka menggambarkan keterbukaan dan aksesibilitas interaksi antar individu atau kelompok. Sedangkan tata ruang tertutup menggambarkan privasi yang tidak semua orang bisa berkomunikasi. 9
Ibid. hlm. 248 Ibid. Hlm. 248
10
95
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
Oleh karena itu tata ruang selalu berdampak pada cara seseorang atau sekelompok orang berkomunikasi dan berkoordinasi dalam suatu organisasi. Desain ruangan khususnya tentang pemilihan bahan perabotan mempengaruhi pada pencitraan atau status suatu organisasi. Namun terkadang suatu organisasi tidak memperdulikan atau mempertimbangkan pencitraan tetapi hanya berdasarkan pada fungsionalnya. Pemaknaan Simbolik Tata Ruang Dan Perabotan Perpustakaan UI Pemisahan antara pekerjaan yang bersifat teknis administratif dengan pelayanan perpustakaan direfleksikan dengan keberadaan gedung A dan gedung B walaupun kedua gedung tersebut masih saling terintegrasi satu sama lain. Struktur fisik kedua gedung tersebut sejatinya secara sadar maupun tidak sadar dapat diinterpretasikan secara simbolik sebagaimana diungkapkan oleh Hatch bahwa letak geografi dan lokasi dapat merefleksikan tentang komunikasi dan transportasi. Tetapi sesuai dengan judul tulisan ini, upaya pemaknaan simbolik tersebut hanya akan difokuskan pada layout ruangan dan perabotan perpustakaan baik yang terletak di gedung A maupun di gedung B. Tata Ruang dan Perabotan di Gedung A Ruang Kepala Perpustakaan yang terletak di gedung A lantai 1 berada pada sisi kiri gedung dan dekat dengan pintu masuk utama. Hal ini secara simbolik dapat dimaknai bahwa Kepala Perpustakaan mudah untuk dijumpai oleh siapa saja yang punya kepentingan dengannya karena begitu orang masuk ke gedung A, maka ruangan yang pertama sekali terlihat adalah ruang Kepala Perpustakaan. Sebaliknya, keberadaan ruangan tersebut juga merupakan refleksi pengawasan sosial. Setiap lalu lintas keluar masuk staf perpustakaan akan terlihat dengan mudah dari dalam ruangan Kepala perpustakaan karena posisi meja kerja beliau tepat menghadap pintu ruangan yang jarang tertutup. Pintu ini mungkin sengaja dibiarkan terbuka sebagai alternatif dalam melihat ke luar ruangan karena dinding ruangan Kepala Perpustakaan yang tidak transparan. Di dalam ruangan Kepala Perpustakaan terdapat sebuah meja yang terdiri dari 4 kursi yang terletak beberapa langkah di depan 96
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
meja Kepala Perpustakaan. Dari jumlah kursi yang tersedia tersebut mengisyaratkan bahwa Kepala Perpustakaan saat-saat tertentu melakukan pertemuan dengan orang-orang tertentu di meja tersebut. Pertemuan tersebut dapat berupa rapat, sharing informasi, ataupun musyawarah. Nampaknya, ini merupakan salah satu cara beliau untuk mengetahui situasi dan perkembangan internal Perpustakaan. Dengan demikian, keberadaan meja tersebut mencerminkan interaksi dan komunikasi Kepala Perpustakaan dengan stafnya berlangsung dengan baik. Sementara itu, diantara ruangan Kepala Perpustakaan dan ruangan Tata Usaha terdapat meja lobi bundar yang ditempati oleh seorang sekretaris kepala perpustakaan. lagi-lagi alasan kemudahan komunikasi menjadi pertimbangan utama mengapa meja sekretaris tersebut diletakkan berdekatan dengan ruangan Kepala perpustakaan. Namun bila diperhatikan dengan teliti, meja sekretaris tersebut memiliki kesan ketertutupan dan rahasia karena bentuknya yang tinggi bahkan hampir menyamai ukuran tinggi sekretaris itu sendiri sehingga kalau sedang duduk sekretaris tersebut tidak kelihatan dengan jelas. Ruang tata usaha yang terletak di sisi kanan meja bundar sekretaris terdiri dari dua ruangan yang terletak berdampingan. Di dalam ruangan pertama terdapat 3 buah meja yang dipenuhi oleh tumpukan dokumen, 3 unit lemari berkas (file cabinet) yang di atasnya juga ada banyak dokumen. Hampir di setiap sudut ruangan terdapat dokumen baik yang tersusun rapi maupun yang menumpuk begitu saja. Sedangkan di ruangan kedua terdapat beberapa lemari dokumen yang diletakkan disisi dinding ruangan dan dua buah meja yang di atas dipenuhi oleh dokumen bahkan kardus-kardus berukuran besar juga diletakkan di atasnya. Kondisi ruangan dan perabotan tata usaha tersebut merefleksikan bahwa staf tata usaha mempunyai beban kerja yang menumpuk sehingga seolah-olah tidak semuanya mudah diselesaikan. Hal ini tentunya akan membuat citra koordinator tata usaha menjadi negatif. Di ujung ruang tata usaha terdapat ruang rapat yang didalamnya terdapat beberapa buah meja yang disusun secara melingkar. Di masing-masing meja tersebut juga terdapat kursi yang tersusun secara rapi. Di bagian depan ruangan rapat tersebut 97
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
terdapat sebuah layar putih untuk presentasi. Desain interiornya sangat sederhana sekali. Hanya terdapat satu unit pendingin ruangan yang dari kondisi fisiknya kelihatan sudah sangat tua. Di atas meja depan terdapat dua pot bunga kecil sedangkan di sudut ruangan bagian depan terdapat juga dua pot bunga yang berukuran lebih besar. Dengan melihat jumlah meja dan kursi yang terdapat di dalam ruang rapat ini, kita dapat mengetahui bahwa kepala perpustakaan menggunakan ruangan ini untuk membina komunikasi dan berinteraksi dengan lebih banyak stafnya. Selanjutnya berdampingan dengan ruang kepala perpustakaan, terdapat ruangan layanan teknis, tempat dimana pengolahan bahan pustaka baru dilakukan. Ruangan ini terdiri dari dua ruangan besar yang transparan karena setengah dindingnya menggunakan kaca meskipun pada bagian bawah kaca tersebut sengaja disamarkan sehingga agak membatasi atau menghalangi untuk melihat ke dalam ruangan. Di ruangan ini terlihat banyak sekali dokumen atau bahan pustaka baik yang terdapat dalam kardus-kardus yang terletak di lantai maupun yang menumpuk di atas meja-meja staf layanan teknis. Sekilas, ruangan ini hampir mirip dengan gudang. Penggunaan kaca pada dinding ruangan layanan teknis menunjukkan bahwa aktifitas yang terjadi pada ruangan ini bersifat terbuka tetapi justeru karena penggunaan kaca tersebut terlihat tumpukan kardus dan dokumen hampir di seluruh bagian ruangan tersebut. Sebagaiman dengan ruang tata usaha, kondisi ini secara simbolik dapat bermakna bahwa staf layanan teknis mempunyai beban kerja yang tinggi. Tumpukan dokumen dan kardus menjadi indikasi pemaknaan tersebut. Sebaliknya, kondisi ini dapat juga dimaknai bahwa staf layanan teknis sering menunda-nunda dalam melaksanakan tugas mereka sehingga akhirnya beban kerja jadi menumpuk. Tata Ruang dan Perabotan di gedung B Gedung B terdiri dari empat lantai. Tata ruang dan perabotan layanan perpustakaan di Gedung B ini sering mengalami perubahan. Perubahan tersebut tidak serta merta karena staf perpustakaan bosan dengan tata letaknya, namun karena didasarkan pada pengalaman dan asumsi staf yang berubah mengenai layanan 98
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
perpustakaan. Di samping itu, karena faktor konstruksi bangunan juga menyulitkan bagi tata ruang yang ideal. Hampir seluruh penataan ruang di Gedung B tidak ada penyekatan atau dinding pemisah antara layanan pengguna dengan ruang staf. Batas ruang hanya dibatasi oleh meja staf dan seluruh meja staf layanan menghadap ke setiap pintu masuk lantai. Ada beberapa ruang staf yang dibatasi dinding namun dinding ini tidak permanen. Fasilitas atau perabotan yang ada di gedung ini antara lain meja belajar, AC, meja baca koran dan lain-lain. Pemaknaan simbolis terhadap desain ruangan staf layanan yang semuanya menghadap pintu masuk, baik di lantai 1, 2, 3, maupun lantai 4 adalah menunjukkan bentuk pengawasan kepada aktifitas pengguna. Namun, karena jarak yang tidak terlalu dekat, bentuk pengawasan ini hampir tidak dirasakan oleh pengguna. Sementara konstruksi gedung yang berlantai menunjukkan bahwa setiap koordinator adalah pusat kekuasaan. Batas lantai memperlihatkan atau menunjukkan hubungan kurang harmonis antar staf, hal ini dibuktikan ketika kami menanyakan kepada pak Agus mengenai salah satu keberadaan koordinator layanan teknis yaitu bapak moh Aris, dia tidak tahu. Namun ada beberapa ruangan yang ditempati oleh beberapa staf di antaranya, ruang sirkulasi, penitipan tas, mereka bisa berkomunikasi secara bebas ketika layanan sepi, dan sering membicarakan sesuatu diluar pekerjaannya. Desain meja baca terdapat dua bentuk, yaitu bentuk meja tanpa adanya partisi dan meja yang menggunakan partisi. Meja yang menggunakan partisi diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin ketenangan dalam belajar. setiap satu meja satu kursi berikut partisinya. kemudian setiap meja tanpa partisi di desain lebih dari satu kursi yang diperuntukkan bagi pengguna yang ingin belajar dan berdiskusi. Selain fasilitas tersebut, terdapat beberapa ruang khusus yaitu untuk digunakan bagi pengguna yang sedang meneliti. Desain ruangan ini dipartisi dengan kaca warna gelap. Ruangan ini hanya digunakan untuk satu pengguna. Desain ini menggambarkan makna privasi pengguna yang sedang meneliti tidak bisa diganggu. Kepekaan pimpinan terhadap perkembangan teknologi dan informasi yang berdampak pada perilaku pencari informasi, nampak terlihat pada perabotan yang ada. Misalnya setiap rak, baik rak buku, 99
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
majalah, dan layanan yang lainnya diberikan fasilitas meja belajar. Setiap fasilitas meja belajar sebagian besar diberi fasilitas colokan untuk laptop. Di samping itu, staf juga menyediakan colokan T untuk menfasilitasi kebutuhan pengguna tersebut. Penempatan jumlah staf untuk setiap layanan berbeda-beda, ada yang hanya satu orang staf, dan ada juga beberapa staf tergantung pada tingkat kebutuhan layanan. Layanan yang dikerjakan oleh satu staf, misalnya layanan penelusuran informasi, layanan referensi, layanan majalah. Untuk dua staf, yaitu layanan penitipan tas dan layanan tesis, disertasi dan hasil penelitian. Sementara untuk layanan sirkulasi sebanyak tiga staf. Sistem layanan perpustakaan UI menerapkan dua sistem yaitu sistem terbuka (open acces) dan tertutup (close access). Sistem layanan terbuka diterapkan pada layanan sirkulasi (lantai 2) dan layanan referensi, majalah dan penelusuran informasi (lantai 3), sedangkan sistem layanan tertutup diterapkan pada layanan tesis, disertasi dan laporan penelitian (lantai 4). Penerapan sistem terbuka untuk memberikan akses informasi pengguna seluas-luasnya sedangkan sistem tertutup didasarkan pada koleksi yang tidak bisa dipinjam. Prioritas penempatan tempat ruang setiap jenis layanan perpustakaan didasarkan pada sistem layanan yang diterapkan. Untuk sistem layanan terbuka diletakkan di lantai 2 dan 3, sementara layanan tertutup ditempatkan di lantai 4. Pertimbangan layanan fotokopi diletakkan di lantai 4 adalah untuk menyediakan fotokopi bagi layanan tertutup yang tidak bisa dipinjamkan dan hanya bisa difotokopi sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Ruang dan Perabotan Lantai 1 Lantai 1, merupakan lantai yang diperuntukkan untuk area publik, yaitu area yang dapat digunakan untuk berinteraksi sosial sesama pengguna. Desain tata ruang dan perabotannya mencerminkan simbol keterbukaan. Pengunjung dapat melakukan beberapa aktifitas seperti membaca koran, akses internet via hotspot dan diskusi. Pengunjung bebas membawa masuk tas dan kelengkapan kuliah ke dalam ruangan di lantai 1 ini kecuali berkunjung ke lantai 2, 3 dan 4, pengguna hanya diperbolehkan membawa alat tulis dan laptop saja. 100
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
Ruang dan Perabotan Lantai 2 Lantai 2 berfungsi sebagai tempat layanan sirkulasi bahan pustaka dimana pengunjung melakukan aktifitas peminjaman dan pengembalian bahan pustaka dalam hal ini adalah buku-buku teks. Untuk memasuki area ini, pengunjung tidak diizinkan untuk membawa masuk tas kecuali buku catatan dan atau laptop. Berdasarkan informan, bahwa desain tata ruang dan perabotannya, seperti ruang sirkulasi, rak buku dan meja adalah untuk mencerminkan kedekatan staf perpustakaan dengan pengguna. Kemudian kami mencoba mengamati tata ruang dan penempatan rak yang di lantai 2 ini, di sisi depan dan belakang rakrak buku diberi meja baca dan diberi fasilitas AC sehingga pengguna merasa nyaman dan dekat dengan koleksi. Keberadaan meja layanan sirkulai (peminjaman dan pengembalian) di depan pintu masuk juga menandakan untuk memberikan kemanjaan dan kemudahan pengguna. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan bahwa tujuan dari desain dan letak ruangan dan meja sirkulasi ini bertujuan untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada pengguna. Perubahan desain dan tata letak ruangan sirkulasi ini karena pertimbangan pengguna. Desain sekarang ini, menurut pengamatan kami mencerminkan akses yang luas, karena meja sirkulasi tidak dekat dengan pintu masuk, tetapi agak ke kebelakang sehingga memberikan suasana yang nyaman bagi setiap pengguna yang berkunjung untuk memanfaatkan layanan ini. Di samping itu, ruangan ini dilengkapi dengan display buku-buku baru sehingga nuansa ruangan yang informatif. Hal ini menggambarkan perpustakaan dekat dengan pengguna. Selanjutnya, kalau kita mengamati meja baca yang diletakkan di dekat jendela, menurut informan bahwa hal ini bertujuan untuk memberikan pilihan pengguna yang ingin membaca sambil melihatlihat suasana luar perpustakaan. namun staf menyadari bahwa tata letak meja di dekat jendela ini kurang bisa dikontrol oleh staf, karena staf terhalangi oleh rak-rak buku. Andaikata pengguna melakukan vandalisme dan pencurian koleksi, staf tidak akan tahu. Menyadari hal ini, upaya yang dilakukan sekarang agar pengguna tidak melakukan pencurian buku lewat jendela adalah dengan mengunci semua jendela yang ada. 101
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
Ruang dan Perabotan Lantai 3 Di lantai 3 disediakan khusus untuk layanan bahan rujukan, majalah atau jurnal tercetak dan penelusuran informasi. Sebagaimana pada layanan sirkulasi yang terdapat di lantai 2, pengunjung juga tidak diizinkan untuk membawa masuk tas kedalam ruangan ini. Tata ruang yang terbuka merefleksikan bahwa tidak adanya batas antara pengguna dan staf. Hal ini juga mencerminkan bahwa staf bebas berinteraksi dengan pengguna. Kemudian meja staf yang menghadap pintu masuk juga merefleksikan bentuk pengawasan terhadap pengguna. Bentuk pengawasan ini memberikan kenyamanan pengguna karena pengguna tidak merasa diawasi oleh petugas. Namun posisi meja staf layanan referensi dan meja staf layanan majalah yang jauh dari pintu masuk ke lantai 3, maka staf agak kesulitan untuk mengawasi dan mengontrol keluar masuknya pengguna perpustakaan yang terkadang membawa buku dari lantai 2 ataupun sebaliknya. Tata ruang seminar dipartisi untuk membatasi keluar masuk pengguna untuk menggunakan lift. Penggunaan lift diperuntukkan bagi para peserta seminar saja. Kebijakan ini dibuat karena pertimbangan biaya operasional lift yang cukup mahal. Namun bagi pengguna yang tahu mereka terkadang memanfaatkannya. Ruang dan Perabotan Lantai 4 Penataan ruang di lantai 4 agak berbeda dengan lantai yang lain. Perbedaan ini karena sistem layanan yang diterapkan adalah sistem tertutup. Penataan rak diberi tempat khusus terpisah dengan meja baca. Selain layanan tesis, disertasi dan hasil penelitian, juga diberikan layanan fotokopi. Kemudian meja staf layanan berada dekat dengan pintu sehingga staf mudah mengontrol mahasiswa. Namun di sisi lain, bentuk kontrol ini membuat pengguna agak terganggu. Desain meja baca terdapat dua bentuk, yaitu bentuk meja tanpa adanya partisi dan meja yang menggunakan partisi. Meja yang menggunakan partisi diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin ketenangan dalam belajar. setiap satu meja satu kursi berikut partisinya. kemudian setiap meja tanpa partisi di desain lebih dari satu kursi yang diperuntukkan bagi pengguna yang ingin belajar dan berdiskusi. 102
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
Selain fasilitas tersebut, terdapat beberapa ruang khusus yaitu untuk digunakan bagi pengguna yang sedang meneliti. Desain ruangan ini dipartisi dengan kaca warna gelap. Ruangan ini hanya digunakan untuk satu pengguna. Desain ini memberikan kenyamanan dan privasi pengguna yang sedang meneliti. Namun ruangan ini menggambarkan eksklusifas. Kesimpulan Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tata ruang dan perabotan perpustakaan Universitas Indonesia memiliki makna simbolik antara lain: a. Gedung perpustakaan menunjukkan Keterpisahan layanan teknis dan layanan pengguna. Namun tidak berpengaruh terhadap perilaku staf, karena secara berkala kepala perpustakaan merotasi seluruh staf perpustakaan pada kedua layanan tersebut. b. Berbeda dengan tata ruang di gedung B, tata ruang gedung A cenderung tertutup. Tidak ada area yang sungguh-sungguh terbuka meskipun ada ruangan seperti ruang layanan teknis yang sebagian dindingnya terbuat dari kaca. Gedung A ini memang tidak diperuntukkan untuk area publik. c. Meskipun letak setiap ruangan saling berdekatan, kepala perpustakaan tidak dapat melakukan pengawasan dengan mudah karena desain ruangan yang tidak terbuka atau transparan. d. Kepala perpustakaan berkomunikasi dengan bawahannya dengan memanfaatkan meja di ruang kerjanya dan di ruang rapat. e. Kepala perpustakaan dan koordinator tidak sepenuhnya merupakan pusat kekuasaan. f. Gedung B dirancang dengan tata ruang yang terbuka. Tata ruang staf dan layanan tidak bersekat yang memiliki makna simbolik kedekatan staf dengan pengguna untuk saling berinteraksi dan komunikasi. g. Posisi meja staf yang berhadapan dengan pintu masuk lantai adalah merefleksikan pengontrolan atau pengawasan staf terhadap pengguna perpustakaan. namun karena jarak terlalu jauh dengan pintu, pengawasan ini kurang maksimal. 103
Yusri Fahmi – Pemaknaan Simbolik Terhadap Tata Ruang dan Perabotan Perpustakaan...
h. Desain meja baca yang bersekat (partisi) memberikan makna privasi pengguna, sedangkan yang tidak bersekat memberikan makna kebebasan pengguna untuk saling berkomunikasi satu sama lainnya. i. Penataan meja baca di dekat jendela memberikan makna bahwa selain untuk digunakan baca buku juga memberikan nuansa lain yaitu rekreatif. Pengguna bisa belajar sambil melihat panorama di luar perpustakaan. j. Penataan rak selalu diikuti dengan pencahayaan yang cukup. Hal ini merefleksikan bahwa untuk membantu kecepatan dan ketepatan dalam penelusuran informasi yang dibutuhkan pengguna. Daftar Pustaka Stueart, Robert D., Moran, Barbara B. Library and information center management. Colorado: Libraries Unlimited, 2002. Hatch, Mary Jo. Organiztion theory: modern, symbolic, and postmodern perspectives. New York : Oxford University Press, 1997. Laksmi. “Menjadi bagian dari mereka: sebuah pengalaman etnografi di perpustakaan umum” dalam merajut makna : penelitian kualitatif bidang perpustakaan dan informasi. Jakarta : Cita karyakarsa Mandiri, 2009. Agus dharma.Semiotika dalam arsitektur. <staffsite.gunadarma.ac.id /agus_dh/>. Diakses tanggal 10 Oktober 2010.
104