PEMAKAIAN MODEL 1 : 50 DALAM PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK BAGI AUDITORIUM BERBENTUK KIPAS Dr. Ir. Finarya Legoh, MSc
Abstract Building accouctics can be measured by "modeling technique" in close space through : three dimensions by scale and computation model by ray tracing or ray image method. This paper will evaluate the accoustics character in auditorium by SUMMS program. 3 types of experimental model in scale of 1 : 50 are : fan and the other side of fan, and hexagonal with capacity of 3000 people. The acoustics quality of the models will be measured, analyzed dan validated by criteria and theoretical prediction. The result of the test show that acoustics character will depend on form and location. Keywords : acoustics, modelling, tracing, image
Abstrak Pengukuran karakteristik akustik suatu gedung dengan metode "teknik modelling" pada ruang tertutup dilakukan melalui pendekatan dua cara : model tiga dimensi dengan skala, dan model simulasi komputer yang berdasarkan metoda ray tracing atau ray image. Studi ini mengevaluasi karakter akustik pada model auditorium berbentuk kipas dengan menggunakan program SUMMS. Tiga bentuk eksperimental model berskala 1: 50 dipakai, yaitu: kipas, kipas-terbalik, dan hexagonal, dengan kapasitas
' Dosen Jurusan Arsitektur, FDTP, UPH Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
23
penonton masing-masing sekitar 3000 orang. Kualitas akustik dari model-model tersebut diukur,dianalisis, dan divalidasi dengan kriteria dan prediksi teoritis. Hasil pengukuran tersebut mengindikasikan bahwa desain auditorium berdenah kipas dan variasinya mempunyai karakter akustik yang sangat tergantung pada bentuk dan tempat / lokasi. Kata kunci: akustik, modelling, tracing, image
PENDAHULUAN "Akustik yang baik" dalam suatu ruang tertutup dipengaruhi oleh faktorfaktor obyektif dan subyektif yang saling berkaitan, serta sangat dipengaruhi oleh disain arsitektur bidang-bidang lingkupnya. Jadi, disain aural dan visual dari suatu ruang tertutup harus memenuhi persyaratan kebutuhan akustik dan arsitekturnya. Faktor obyektif merupakan faktor teoritis yang diawali oleh teori RT (Reverberation Time) dari Sabine [Sabine, reprinted 1964]; sedangkan faktor subyektif biasanya lebih banyak ditentukan oleh persepsi individu, seperti : intimacy dan spaciousness yang dipopulerkan oleh Beranek [Beranek 1962]. Disain arsitektur yang berpengaruh pada karakter akustik adalah : dimensi, bentuk dan sifat bidang lingkup yang absorptif / reflektif. Kapasitas maksimum penonton menentukan dimensi, sedangkan dinding batas dan langit-langit menentukan bentuk auditorium. Karakter akustik suatu ruang yang luas dan berdisain komplek biasanya sukar diprediksi secara tepat berdasarkan gambar arsitekturnya saja, sehingga untuk menganalisanya dibutuhkan suatu model fisik / imaginer. Untuk itulah teknik modelling akustik digunakan. Teknik model akustik dapat dibagi menjadi dua : model tiga dimensi / fisik / replika dengan menggunakan transformasi frekuensi bagi bunyi, serta model simulasi komputer. Hasil pengukuran model tiga dimensi biasanya lebih tepat dan akurat, namun membutuhkan waktu lama untuk pengukuran serta penyesuaian konversinya. Sebaliknya, hasil prediksi simulasi komputer bisa didapat dengan cepat namun tidak selalu tepat, karena disimulasikan bukan sebagai gelombang namun sebagai sinar. Studi ini mengevaluasi karakter akustik auditorium berbentuk kipas dengan tujuan : 24
Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
1.
Mencari secara sistematis kaitan parameter akustik dari auditorium berbentuk kipas dan variasinya. Tiga buah model digunakan : kipas, kipas terbalik dan hexagonal, dengan skala 1:50. Disain model dibuat sederhana untuk memudahkan penyelidikan.
2.
Mengadopsi metoda pengukuran "Program SUMMS", yang dilengkapi dengan kompensasi numerik untuk mengurangi pengaruh absorpsi udara normal pada frekuensi tinggi. Dengan demikian di dalam test tidak membutuhkan lagi penggunaan udara kering atau gas nitrogen sebagai pengganti udara normal.
3.
Membandingkan desain auditorium berbentuk kipas yang baik secara akustik dan aestetis.
KRITERIA AKUSTIK PADA AUDITORIUM
Parameter akustik yang obyektif yang dipakai dalam studi ini adalah : RT (Reverberation Time), C80 (Clarity), D50 (Deutlichkeit) dan L (Loudness).
RT (Reverberation Time)
Teori akustik ruang modern dimulai dengan rumusan RT (Reverberation Time) yang diciptakan oleh W C Sabine [Sabine 1964J pada abad ke 19. Hingga saat ini RT tetap dianggap sebagai kriteria yang paling penting dalam menentukan kualitas akustik suatu auditorium. Sabine menyatakan bahwa RT tidak tergantung pada lokasi, merupakan karakter menyeluruh dari suatu ruang. Faktor yang mempengaruhi RT adalah volume ruang (V), kapasitas penonton, serta bidang lingkup yang bersifat absorptif / reflektif (A), dengan ramus:
Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
25
Apabila frekuensi melebihi 1 KHz, maka absorpsi udara diperhitungkan dalam RT, sehingga formulanya menjadi (2.2) di mana m adalah koefisien absorpsi udara dalam akustik ruang.
RT -
°J6>
V
JO
A + 4m V D50 (Deutlichkeit) Bunyi langsung dan refleksi yang datang ke penerima kurang dari 50 ms merupakan elemen akustik yang sangat berguna untuk menentukan karakter akustik suatu ruang dan memperkaya intensitas dan kejelasan percakapan (speech intelligibility). Kriteria ini disebut D50 yang diusulkan oleh Thiele [1953], serta diukur dari impulse response. D50 biasanya diukur dengan persentasi. Sebagai patokan umum dari Bore [Kuttruff 1991], 50% dari D50 menghasilkan speech intelligibility 90%, dan D50 20% akan menghasilkan 60%. Rumusannya di bawah ini, yang mana E(t) adalah energy dari impulse response : 50ms
J E(t)dt Dso = -i j" E(t) dt
(3)
o Clarity (C80)
Indeks Clarity atau Klarheitsmass sama dengan D50 namun spesifik untuk musik. Limit batas penerimaan untuk musik lebih panjang dari pada untuk percakapan (speech), sehingga batas energi awal yang berguna untuk memperkaya karakter akustik adalah 80 ms, rumusannya: 80ms
|
E(t)dt
Cso = Wlogw -i j" E(t)dt
26
(4)
Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
L (Loudness)
Bunyi yang terdengar dalam suatu auditorium terdiri atas dua komponen : bunyi langsung dari sumbernya dan reverberant yang dihasilkan oleh refleksi dari bidang lingkup. Kedua komponen tersebut menghasilkan kekerasan / intensitas bunyi (total loudness) menyatakan bahwa level L direferensikan ke bunyi langsung yang berjarak 10 m. L diformulakan dalam dB. Untuk level akustik yang baik, maka nilai L pada semua posisi dalam ruang sebaiknya berkisar dari 0 dB sampai +10 dB [Ban-on 1986].
J E(t) dt L = *
(5) ElOm
KRITERIA DISAIN ARSITEKTUR DALAM AKUSTIK
Seperti parameter akustik, disain interior juga merupakan faktor potensial dalam menciptakan akustik yang berkualitas dari suatu auditorium. Dalam seni teater atau drama, disain akustik harus memberi kepuasan kepada penonton agar dapat mendengar dengan jelas artikulasi percakapan aktor. Dalam pertunjukan musik, penonton di berbagai lokasi harus dapat mendengar dan menikmati dengan nyaman blend dan fullness dari musik tersebut. Bentuk, dimensi ruang, disain interior serta efek dari bidang lingkupnya ternyata merupakan elemen-elemen arsitektur yang paling penting bagi karakter akustik suatu ruang, yaitu dalam menghasilkan pantulan bunyi yang bermanfaat.
Aspek Bentuk
Aliran bunyi dari panggung sebagai lokasi sumber bunyi menuju ke penonton sebagai penerima, sangat dipengaruhi oleh bentuk auditorium dan disain permukaan interiornya. Bentuk diciptakan oleh dinding batas yang mengelilingi, lantai dan plafond. Dinding-dinding batas dipengaruhi oleh denah auditorium, Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
27
yang umum adalah bentuk persegi panjang, kipas dan tapal kuda. Bentuk persegi panjang cenderung dipakai untuk pertunjukan musik, bentuk kipas dipakai untuk pertunjukan teater / drama, sedangkan tapal kuda biasa dipakai untuk pertunjukan opera. Perkembangan denah selanjutnya adalah : hexagonal, kipas terbalik, oval, serta kombinasi bentuk-bentuk yang ada. Bentuk persegi panjang mempunyai kelebihan dalam menghasilkan pantulan silang yang berguna untuk fullnes dan envelopment yang diperlukan oleh musik, dengan kerugiannya jarak antara penonton dan pemain lebih jauh. Studi sebelumnya
telah
mengevaluasi
dan
membuktikannya.
Bentuk
kipas
memperpendek jarak antara penonton dan pemain, namun sebaiknya dinding belakang tidak berbentuk melengkung karena dapat menimbulkan echo, oleh karena itu harus dimodifikasi dengan bentuk-bentuk geometris. Bentuk tapal kuda merupakan bentuk tradisi opera house yang merupakan kompromi antara teater dan musik, di mana menghasilkan RT lebih pendek bila dibandingkan dengan musik. Bentuk dan konfigurasi plafond menurut sangat mempengaruhi level kekerasan (Loudness) pada auditorium karena memperkaya pantulan awal yang berguna. Hal ini disebabkan karena plafond merupakan permukaan reflektor yang paling luas bidang cakupannya.
Aspek Dimensi
Beranek [1962] menemukan bahwa ruang dengan volume yang besar cenderung lebih tidak sempurna akustiknya bila dibandingkan dengan ruang yang bervolume kecil, terutama untuk ruang yang sangat lebar dapat menimbulkan problem akustik - yaitu echo - di tempat duduk utamanya. West [1966] dalam surveynya pada 38 concert hall menemukan pada bentuk persegi panjang, bahwa ratio yang umum digunakan adalah 2h/w (h=tinggi, w=lebar). Lebar ruang sangat mempengaruhi pantulan bunyi yang dihasilkan dari samping (lateral reflection) yang berguna untuk memperkaya karakter akustik. 28
Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
Dari hasil risetnya, Marshall [1986] menemukan bahwa dinding samping pada ruang berdenah kipas terbalik menghasilkan pantulan bunyi yang lebih bagus dan berguna bila dibandingkan dengan bentuk kipas biasa. Barron [1987] menentukan bahwa bentuk kipas juga cenderung tidak reverberant pada tempat duduk bagian belakang.
TEKNIK MODELLING TIGA DIMENSI
Prinsip dari Teknik Modelling Tiga Dimensi
Teknik modelling tiga dimensi yang sering digunakan dalam akustik auditorium adalah metoda ultrasonik karena hasil pengukurannya akurat. Konsepnya bahwa sifat bunyi ditentukan oleh ratio dari gelombang bunyi ke ukuran permukaan, dan bunyi bergerak di dalam model memakai media udara atau substitusinya, dengan teori:
V*.
„ , , , distance frequency Speed of sound = = time wavelength
... (6)
Kecepatan bunyi dalam udara adalah konstan. Dengan faktor skala 1:50 pada model, maka panjang gelombang bunyi hafus diperkecil 50x, akibatnya semua frekuensi di dalam model harus diperbesar 50x, waktu juga diperkecil 50x, sehingga dalam konteks ini perilaku bunyi direproduksi secara mini. Pilihan skala model umumya dari 1:8 sampai 1:50. Bila model cukup kecil, berarti frekuensi yang digunakan akan sangat tinggi. Pada frekuensi diatas 1 KHz, akan dipengaruhi oleh absorpsi udara : semakin tinggi frekuensi akan semakin besar absorpsinya. Efek ini dapat dikurangi dengan menggantikan atmosfir udara normal di model dengan nitrogen dan udara kering.
Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
29
Teknik Model Tiga Dimensi yang Digunakan Teknik yang dipakai dan dikembangkan disebut SUMMS Program, merupakan program komputer berbasis akusisi data digital, dibuat terutama untuk pengukuran model berskala 1:50. Program ini memakai perhitungan kompensasi numerik untuk udara normal agar dapat memberi koreksi bagi pengaruh absorpsi udara normal pada frekuensi tinggi (dalam model). Dengan demikian, dalam pengukuran akustik pada model, tidak diperlukan lagi pemakaian nitrogen atau udara kering untuk menggantikan atmosfir udara normal di dalam model.
Instrumentasi
Untuk skala 1:50, sumber bunyi dipilih impulsive spark, karena mempunyai sifat distribusi polar dan bandwith rata sampai dengan 100 KHz. Penerima merupakan microphone omnidirectional berukuran 1/8", karena sensitif terhadap frekuensi ultrasonik dan pengaruhnya flat sampai dengan 160 KHz. Komputer dan kartu akusisi dihubungkan ke amplifier pengukuran dan ke microphone, dan juga ke spark generator (Gambar 1).
30
Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
Spark 1/8 "Microphone Sumber bunyi Trigger
,
k
Spark Generator
Ij
Model Skala 1:E.0 Kartu Akusisi Data
d_
^ w
Measuring Amplifier
+ T ^
Komputer ^ (Program SUMMS)
Gambar 1 Diagram instrumentasi untuk pengukuran model tiga dimensi ( menggunakan Program SUMMS )
DESAIN MODEL EXPERIMENTAL
Desain Model
Bentuk kipas dipilih dalam kasus ini karena banyak dipakai untuk pertunjukan. Model sederhana berskala 1:50 dipakai. Meskipun sederhana, namun semua kriteria disain dan kriteria akustik telah diperhitungkan. Model berkapasitas penonton sekitar 3000, mempunyai tempat duduk bertingkat dan balkon. Proporsi dimensi untuk tinggi, lebar dan panjang mengikuti desain dari berbagai auditorium di Eropa. Sudut dari dinding samping terhadap aksis memanjang adalah 20°, sesuai studi yang dilakukan oleh Beranek [1992]. Lebar minimum model adalah 36 m, sedangkan panjang maksimum adalah 60 m (Gambar 2). Panggung didesain terbuka {open stage) dengan lebar 13 m dan luas 16% dari luas lantai total. Untuk pengukuran karakter akustik, disediakan tiga
Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
31
posisi sumber bunyi di atas panggung dan 12 posisi di sekitar auditorium. Model pertama berbentuk kipas (Kipas-1), dinding belakang dibuat tidak melengkung, kapasitas penonton 3433 orang termasuk 740 di balkon. Model kedua, berbentuk kipas terbalik (Kipas-2), mempunyai dimensi eksterior yang sama dengan Kipas-1 namun panggungnya diletakkan di bagian yang paling lebar. Dengan pengaturan ini, Marshall [1968], Vorlander dan Kuttruff [1985], menyatakan bahwa dinding samping menghasilkan pantulan samping (lateral reflection) yang lebih baik dari pada bentuk kipas konvensional. Namun demikian, bentuk ini tidak umum digunakan dalam desain auditorium karena panggung menjadi terlalu lebar untuk mengarahkan bunyi ke penonton. Kapasitasnya 3127 orang, termasuk 603 orang ditempatkan di atas balkon berbentuk U. Bentuk hexagonal dipilih sebagai model ketiga (Kipas-3) yang merupakan modifikasi dari bentuk kipas. Bentuk ini dapat mengatasi keterbatasan akustik pada bentuk kipas dan dapat mengakomodasikan banyak penonton, serta panggung yang tidak terlalu lebar. Kapasitasnya 3215 penonton dengan 807 tempat duduk di atas balkon yang berbentuk U. Model-model tersebut didisain untuk dapat memberikan nilai RT 2,5 sekon pada frekuensi tengah dengan kondisi penuh penonton. Volume model rata-rata 9 m3/orang sesuai kriteria dari Cremer.
Gambar 2 Denah dari disain model Kipas-1 (kipas), Kipas-2 (kipas terbalik), Kipas-3 (hexagonal)
32
Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
Material dari Model Bahan-bahan yang dipakai pada interipr model hams mempunyai koefisien absorpsi yang setara dengan situasi niang sebenarnya. Bahan dasar modeJ adalah plywood dengan ketebalan 1", untuk menyesuaikan kondisi sebenarnya yang biasanya berstruktur massive dan reflektif. Semua bidang interior model dibeii lapisan gloss varnish untuk mengurangi koefisien absorpsi dari kayu mentah pada frekuensi ultrasonik [Barron 1979]. Tempat duduk merupakan faktor absorben yang utama, sehingga koefisien absorpsi bahan yang dipakai untuk tempat duduk model harus disesuaikan dengan koefisien bahan tempat duduk sebenarnya. Tempat duduk model dibuat dari besi yang ditutupi kain berpori dan berkaki kayu. Untuk mendapatkan koefisien absorpsi tempat duduk model, sampel tempat duduk tersebut ditest dalam reverberation tank (model berskala bagi reverberation chamber) terlebih dahulu [Legoh 1988J.
EVALUASI KARAKTER AKUSTIK PADA MODEL
Reverberance (RT) Nilai RT pada Kipas-2 temyata paling panjang dan Kipas-3 paling pendek, dengan perbedaan sekitar 1 sekon pada 125 Hz, sedangkan Kipas-1 dan Kipas-3 nilai RTnya sama. Hal ini dapat diprediksi, karena Kipas-3 merupakan modifikasi yang sederhana dari Kipas-1. Modifikasi dinding belakang ternyata tidak terlalu mempengaruhi karakter RT. Sebaliknya, Kipas-2 yang berbentuk kipas terbalik, daerah reflektifnya
lebih besar di bagian panggung lebih lebar, sehingga
menghasilkan RT lebih panjang. Hal ini juga didukung dengan disain volume per orang dari Kipas-2 adalah 9,57, lebih tinggi sekitar 9% dari Kipas-1 (8.73) dan Kipas-3 (8.61).
Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
33
Clarity (C80danD50) Terdapat kecenderungan kalau nilai C80 berkaitan dengan RT. Kipas-2, yang mempunyai nilai RT terpanjang cenderung menghasilkan nilai C80 yang rendah, sedangkan Kipas-1 dan Kipas-3 ternyata menghasilkan nilai C80 yang tinggi dan juga D50. Hasil Kipas-2 tersebut mengkukuhkan kajian dari Kuttruff [1991] bahwa bentuk kipas terbalik sangat baik untuk pertunjukan musik, yang membutuhkan ruang yang lebih reverberant dengan nilai C90 rendah. Kecenderungan yang terjadi pada Kipas-1 dan Kipas-3 karena dinding samping memantulkan bunyi ke bagian belakang. Tempat duduk di bagian belakang kedua aufitorium tersebut menerima lebih banyak pantulan awal dari pada tempat duduk di bagian depan, sehingga memiliki nilai clarity yang lebih tinggi. Lokasi di bawah balkon umumnya menghasilkan nilai clarity yang positif (dibandingkan dengan "dry acoustics") pada 1000 Hz. Kondisi ini terjadi karena kurangnya reverberance (disebabkan oleh tertutupnya pantulan akhir oleh balkon), dan sangat kuatnya pantulan awal (disebabkan oleh penyudutan dinding samping pada Kipas-1 dan Kipas-3 dan lebih besarnya area disekeliling panggung pada Kipas-2). Pantulan-pantulan tersebut terperangkap di bawah balkon dan diserap dengan cepat oleh tempat duduk di bawah balkon. Hal ini menyebabkan area di bawah balkon berkurang reverberant-nya dan "dry", menyebabkan nilai clarity yang cukup tinggi. Umumnya nilai C80 yang dicapai pada balkon tiap model agak sedikit tinggi dibandingkan dengan nilai yang didapat dari tempat duduk di depan, nilainya untuk musik cukup baik. Kipas-2 cenderung menghasilkan nilai C80 terendah pada posisi ini. Hal ini menguatkan fakta bahwa Kipas-2 merupakan bentuk yang paling reverberant di antara bentuk kipas lainnya.
Loudness (L)
Biasanya posisi di bawah balkon mengalami nilai L yang rendah, demikian pu;a terjadi pada model-model kipas. Sudut dinding samping pada Kipas-1 dan 34
Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
Kipas-2 dan besarnya luas panggung pada Kipas-2 juga mengarahkan pantulan awal yang kuat ke posisi di bawah balkon. Dengan demikian level L di bawah balkon tidak terlalu lemah. Sebaliknya, nilai L di atas balkon cukup baik pada Kipas-2 dan Kipas-3 namun terlihat lemah pada Kipas-1. Level yang kuat pada Kipas-2 dan Kipas-3 merupakan akibat dari pengarahan pantulan bunyi menuju penonton di bagian belakang dari dinding samping yang menyempit pada bagian belakang auditorium. Seperti hasil evaluasi Barron 11986J, energi yang sampai kepada pendengar dipengaruhi oleh bentuk auditorium.
KESIMPULAN
Sangatlah menarik untuk menyelidiki karakter akustik dari auditorium dengan berbagai desain bentuk kipas, yang hasilnya menunjukkan perbedaan yang relatif besar sebagai akibat dari perubahan bentuk denah. Pada posisi tertentu nilai akustiknya bahkan dap"at berubah secara dramatis. Kipas-2 (kipas terbalik) dan Kipas-3 (hexagonal) menghasilkan nilai RT yang paling panjang dan paling pendek. Kipas-1 (kipas) dan Kipas-3 cenderung memberi karakter "dry acoustics" pada lokasi di bawah balkon. Nilai C80 dan D50 yang tinggi pada lokasi tersebut disebabkan oleh kurangnya pengaruh reverberance yang juga ditemukan pada Kipas-1 dan 3. Dari hasil-hasil ini dapat disimpulkan bahwa karakter akustik pada ketiga model kipas yang dievaluasi ternyata tidak sama dan bervariasi, tergantung dari bentuk desain modelnya serta lokasi tempat duduknya. Hasilnya cenderung "dry acoustics" yang mana lebih cocok untuk pertunjukan dengan percakapan (teater). Kipas-2, yang berbentuk kipas terbalik, merupakan model yang paling reverberant di antara ketiganya dan cocok untuk pertunjukan musikal. Capaian yang dihasilkan dari studi ini adalah : 1.
Menunjukkan bahwa model auditorium berbentuk kipas menghasilkan akustik yang kurang disebar (didifusikan), nilai akustiknya sangat tergantung pada lokasi, dan desain kipas lebih sesuai untuk pertunjukan percakapan (teater).
Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
35
2.
Menunjukkan bahwa model berskala 1:50 dengan desain denah dan interior yang sederhana ternyata sangat berguna untuk penyelidikan yang mendetail dalam memprediksi karakter akustik suatu auditorium.
Beranek [1962] menyatakan bahwa tidak ada "ideal acoustics" karena tiap auditorium yang sukses mempunyai karakter bunyi yang unik dan karakter akustik yang spesifik [Beranek 1992]. Studi ini memperlihatkan bahwa karakter akustik suatu auditorium dapat diubah dan disesuaikan sampai dengan perubahan yang besar dan nyata sesuai dengan keinginan dan kebutuhan suatu jenis pertunjukan. Suatu auditorium dengan fungsi tunggal saja saat ini sangat jarang dibangun, sehingga kemungkinan untuk mendisain akustik yang dapat diubah menjadi sangat dibutuhkan. Dengan menata interior sesuai dengan kebutuhan merupakan cara yang paling praktis dan efisien untuk nenyesuaikan karakter akustik suatu auditorium. Sebagai penutup, dengan teknik modelling ini maka karakter akustik dari suatu auditorium dapat diprediksi mulai dari tahap disain. Diharapkan hasil ini juga akan bermanfaat untuk menentukan kondisi auditorium dalam menghasilkan "good acoustics".
DAFTAR PUSTAKA
Barron, M, Auditorium Acoustic Modelling Now, Applied Acoustics Vol. 16, 1983, P. 279-290 Barron, M, Intimacy, Loudness and Sound level in Concert Halls, Toronto, 12th ICA, 1986, E 4 - 3 Barron, M, Acoustics Scale Modelling for Enclosed Space, Building Technical File No. 18, July 1987, P. 51-56 Beranek, L.L, Music, Acoustic, and Architecture, The United States of America., John Wiley & Sons Inc, 1962 Beranek, L.L, Concert Hall Acoustics, JASA Vol. 92 No. 1, July 1992, P. 1-39 Cremer, L, Muller, H.A. (197S). Principles and Application of Room Acoustics Vol. 1, London , Applied Science Publishers, 1978 36
Jurnal Umiah Arsitektur UPH, Vol. 1, No. 1, 2004 : 23-37
Forsyth, M, Auditorui Designing for the Performing Arts, London, the Mitchell Publishing Company Ltd, 1987 Jordan, V.L, Acoustical Criteria for Auditoriums and Their relation to Model Studies, JASA vol. 47 no. 2 (part 1), 1970, P. 408-412 Kuttruff, H, Room Acoustics, London, 3rd Edition, Elsevier Applied Science, 1991 Lord, P, Templeton, D, The Architecture of Sound, London, The Architectural Press Ltd, 1986 Legoh,F, Acoustic Design and Scale Model Testing of A Multi-purpose Auditorium, MSc Thesis of the University of Salford, 1988 Legoh,F, Pemakaian Model 1 : 50 Dalam Menentukan Desain Akustik Bagi Auditorium
Berbentuk Persegi Panjang, Bandung, Presiding dalam
Seminar Akustik Internasional, 1996 Marshall, A.H, Objective Measures and the Concert Hall Experience, Toronto, 12th ICA , 1986; E4 - 1 Parkin, P.H., Humphrey, H.R. & Cowell, J.R, Acoustics, Noise and Buildings, Faber and Faber, London - Boston, 1970 Reichardt, V.W, Alim, O.A., Schmidt, W, Definition und Mebgrundlage eines objektiven,,Mafies zur Ermittlung der Grenze zwischen brauchbarer und unbrauchbarer Durchsichtigkeit bei Musikdarbietung, Acustica Vol. 32, 1975, P. 126-137 Sabine, W.C, Collected Papers on Acoustics, New York, Dover Publications Inc Schroeder, M.R, New Method of Measuring Reverberation Time, JASA Vol. 37, 1965, P. 409-412 Thiele, R, Richtungsverteilung und Zeitfolge der Schallriickwurfe in Rdumen, Acustica Vol. 3, 1953, P. 291-302
Pemakaian Model 1:50 Dalam Pengukuran Karakteristik Akustik Bagi Auditorium Berbentuk Kipas (Finaryah)
37