JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Perancangan Ulang Akustik pada Auditorium “STIKES Bina Sehat PPNI” Mojokerto Aziz Rizaldy R, Ir. Tutug Dhanardono, MT ,dan Ir. Wiratno A. Asmoro, Msc Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Segi akustika ruang yang menentukan kesesuaian ruangan dengan fungsinya dalam perancangan suatu ruangan seringkali ditinggalkan. Pertimbangan estetika ruang saja tidaklah cukup untuk perancangannya. Kondisi mendengar yang sesuai merupakan suatu hal yang mendukung kepuasan pengguna ruangan. Namun seringkali perancangan suatu gedung pertunjukan atau perkuliahan tidak mempertimbangkan parameter-parameter akustik yang mendukung keberhasilan ruangan untuk menjalankan fungsinya pada saat digunakan seperti yang terjadi di ruang auditorium STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto. Dari hasil pengukuran lapangan yang didapatkan, diperoleh nilai waktu dengung sebesar 2,55 detik. Hasil pengukuran tersebut kemudian diyakinkan kembali dengan simulasi software pertama yang menunjukkan angka waktu dengung sebesar 2,51 detik dan software kedua sebesar 2,37 detik yang semuanya mengindikasikan cacat akustik pada auditorium tersebut. Dari simulasi software, dihasilkan bahwa penambahan elemen karpet pada seluruh luasan lantai 215,484 m2, gorden pada seluruh luasan jendela 19,25 m2, dan gypsum serta acoustic tile untuk plafon masing-masing seluas 158,72 m2 dan 79,360 m2 auditorium memenuhi standar kriteria sebagai ruang multifungsi. Kata kunci : Auditorium, Bising Latar Belakang, Waktu Dengung
tertentu dalam pengoptimalan fungsi aula serbaguna perlu dipenuhi dengan memperhatikan beberapa aspek penting untuk menunjang kenyamanan para pengguna aula multifungsi ini. II. AKUSTIK RUANG Dalam perambatannya, gelombang bunyi mengalami berbagai proses untuk sampai hingga ke penerima. Proses tersebut bisa berupa pantulan-pantulan yang dialami oleh bunyi selama perambatannya atau bisa juga berupa serapan dan penembusan sebagian energinya oleh permukaan bangunan seperti dinding. Pengolahan proses perambatan bunyi itulah yang harus diolah sehingga kualitas dan karakteristik dari bunyi yang diterima dapat sesuai dengan yang diinginkan. Pengolahan bagaimana bunyi merambat hingga ke penerima dapat dilakukan dengan perlakuan terhadap ruangan atau bangunan agar kualitas dan kuantitas bunyi saat diterima tidak berkurang. Oleh sebab itu, maka ilmu penataan bunyi atau akustika sangatlah diperlukan dalam mendesain suatu ruangan karena suatu ruangan atau bangunan akan menjalankan fungsinya dengan baik apabila dirancang melalui segi akustik di mana proses perambatan bunyi dari sumber hingga ke penerima diatur sedemikian rupa tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas bunyi yang dihasilkan oleh sumber[1]. III. PARAMETER AKUSTIK RUANG
I. PENDAHULUAN
S
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Bina Sehat PPNI Mojokerto merupakan sebuah akademi keperawatan dan kebidanan yang berada di bawah naungan organisasi profesi perawat nasional Indonesia (PPNI). Infrastruktur yang memadai merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi dan secara optimal guna memfasilitasi para mahasiswa dan mahasiswi yang menempuh studi di kampus STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto ini. Infrastruktur yang telah tersedia sebagai fasilitas di kampus ini yaitu 4 ruang berlantai dua yang digunakan sebagai ruang kegiatan belajar mengajar administrasi dan lain sebagainya, di mana di salah satu ruang dilengkapi dengan ruang aula multifungsi sebagai salah satu sarana penunjang penyelenggaraan acara-acara besar yang bersifat akademik maupun kesenian. Oleh karenanya, standar
A. Waktu Dengung Dengung adalah bunyi yang terpantul-pantul secara berlebihan dan berkepanjangan. Waktu dengung atau reverberation time adalah waktu yang diperlukan oleh bunyi untuk meluruh sebanyak 60 dB sejak sumber bunyi dimatikan.Waktu dengung yang terlalu pendek dapat menimbulkan kesan ruangan mati, namun sebaliknya, waktu dengung yang panjang akan menyebabkan suatu ruangan berkesan hidup. B. Definition(Deutlichkeit) Definition juga dijadikan kriteria untuk menentukan tingkat kejelasan percakapan dalam suatu ruangan melalui perbandingan energi yang termanfaatkan dengan energi totalnya. D50 merupakan rasio antara energi yang diterima pada 50 ms pertama dengan total energi yang diterima.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 C. TTB (Tingkat Tekanan Bunyi) Desain suatu ruangan yang didasarkan pada segi akustik ditujukan untuk mendapatkan tingkat kejelasan yang sama dari informasi melalui bunyi yang disampaikan agar pendengar atau titik pengamat dari berbagai penjuru posisi ruangan manapun mendapatkan tingkat tekanan bunyi yang sama, sehingga informasi yang ditangkap oleh pendengarpun tidak berbeda-beda pemahamannya. Adapun syarat untuk mencapai tingkat tekanan bunyi yang merata yaitu dengan menciptakan selisih sebesar 6 dB terhadap tekanan bunyi terjauh dan tekanan bunyi terdekat. D. EDT (Early Decay Time) EDT adalah perhitungan waktu dengung (RT) yang didasarkan pada pengaruh bunyi awal yaitu bunyi langsung dan pantulan-pantulan awal bunyi dari sumber. EDT dapat juga didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) untuk meluruh sebesar 10 dB. E. TS (Center Time) TS merupakan waktu tengah antara suara langsung yang datang dari sumber suara dengan suara pantulan hasil interaksi antara suara langsung dengan permukaan penyusun ruangan. Nilai TS yang tinggi menandakan bahwa kejernihan suara tidak baik dan sebaliknya. F. Clarity Clarity adalah perbandingan logaritmik energi suara pada awal 50 atau 80 ms terhadap energi suara sesudahnya[3]. Clarity dapat didapatkan dengan membandingkan energi suara yang termanfaatkan, yaitu pada 0,05 hingga 0,08 detik pertama setelah suara langsung dengan suara pantul setelahnya dengan menggunakan asumsi bahwa suara yang datang setelahnya merupakan suara yang merusak[2]. Berikut ini adalah parameter akustik objektif yang harus dipenuhi untuk ruang multifungsi. Tabel 2. Nilai Optimum Parameter Akustik Objektif Ruang Auditorium[3] Parameter Akustik Reverberation Time (RTmid,s) Early Decay Time (EDT,s) Definition (D,%) Clarity (C50, C80, dB) Centre Time (TS, ms)
Konferensi
Musik
0,85
1,30
0.648<EDTmid≤0,81
1.04<EDTmid≤1,76
≥65 C50>6 <80
-2
2 bisa pada sisi bentuk bangunan meliputi desain langit-langit, dinding, lantai dsb[4]. Bentuk dan pola plafon sangat mempengaruhi tingkat kekerasan bunyi (loudness) pada auditorium, karena memperkaya pantulan awal yang berguna[5]. Hal ini disebabkan karena plafon merupakan permukaan reflektor yang paling luas bidang cakupannya bila dibandingkan dengan pantulan yang berasal dari dinding samping yang melingkupi area terbatas di sekitarnya. Oleh karena itu, pola plafon perlu didesain untuk mengarahkan pantulan-pantulan bunyi dengan tepat [6]. A. Bentuk Plafon Bentuk akustik datar dengan teknik memberikan suara yang jelas kepada para duduk di deret paling belakang tanpa cacat tempo penerimaan. Bentuk akustik datar sederhana dan jelas[7].
geometri akan penonton yang dan perbedaan sifatnya paling
B. Permukaan Dinding Penyelesaian pada bidang dinding bagian belakang sebaiknya diberi bahan absorben atau bersifat menyebarkan bunyi, karena bunyi yang sampai ke permukaannya sudah menempuh jarak yang panjang sehingga pantulannya kurang berguna bagi penonton, hal ini bisa menimbulkan echo [8]. C. Dimensi Ruang Dalam Dimensi ruang dalam merupakan proporsi dari panjang, lebar dan ketinggian ruang. Ruang dalam bervolume besar, akustiknya cenderung lebih tidak sempurna bila dibandingkan dengan yang bervolume kecil, utamanya untuk ruang yang sangat lebar, karena dapat menimbulkan problema akustik yaitu echo pada daerah tempat duduk utama[9]. V. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian perancangan ulang ruang auditorium STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto, terdapat metodologi yang dilakukan secara bertahap. Berikut merupakan flowchart penelitian yang dilakukan.
Simulasi Perancangan Ulang Ruangan
Mulai
Tidak
Tinjauan Karakteristik Ruangan Meliputi Luas, Volume, dan Bahan Penyusun Permukaan Dalam Ruangan
Studi literatur yang mengacu pada karakteristik ruangan yang akan diukur 1. Waktu Dengung 2. Koefisien Absorbsi Masing-Masing Bahan Penyusun Ruangan
Pengambilan Data Background Noise dan Waktu Dengung Ruangan
Hasil Simulasi Sesuai Dengan Standard
Ya
Analisa Hasil Simulasi
Penusunan Laporan
IV. PENGKONDISIAN AKUSTIK RUANG AUDITORIUM Dalam usaha mengolah bunyi dari sumber bunyi yang akan diterima oleh pendengar, treatment yang dapat dilakukan
Selesai
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 A. Pengukuran Waktu Dengung Ruangan Pengukuran Waktu Dengung diawali dengan pengukuran background noise untuk mengetahui berapa dB impuls yang harus dibangkitkan saat pengambilan data waktu dengung dilakukan. Untuk membangkitkan impuls, digunakan dua buah papan yang terbuat dari kayu jati yang saling diadukan sehingga mendapatkan suara impuls yang besar dari hasil tumbukan dua buah papan kayu tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. B. Proses Desain dan Simulasi Simulasi dilakukan dengan menggunakan dua software. Software pertama merupakan tool untuk mengetahui metode perhitungan mana yang paling sesuai untuk waktu dengung dengan desain ruang auditorium STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto, apakah Sabine, Norris-Eyring atau MillingtonSette. Setelah diketahui, maka permodelan dengan software kedua dilakukan untuk mendapatkan parameter akustik lain selain RT seperti EDT, C50, C80, D50, dan TS dengan menjadikan desain dan metode perhitungan pada software pertama sebagai acuan.
3 B. Hasil Simulasi Waktu Dengung dengan Software Pertama Dari hasil simulasi software, didapatkan desain ruangan auditorium kondisi aktual seperti pada gambar berikut.
Gambar 4(a). Desain Simulasi Kondisi Aktual Auditorium
VI. ANALISA DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut. Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu Dengung (Detik) 500 Hz 3,31 3,01 2,86 2,13 2,33 2,31 2,26 2,22 2,4 2,13 3,068 3,02 2,13 2,03 2,57 2,45 2,86 2,85 Rata-rata
Rata - rata 3,16 2,50 2,32 2,24
Gambar 4(b). Desain Simulasi Kondisi Aktual Auditorium dengan mode visualized pada software
2,265 3,044 2,08 2,51 2,855 2,55
A. Waktu Dengung Hasil pengukuran yang diperhitungkan adalah waktu dengung pada frekuensi 500 Hz. Hasil perhitungan lapangan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Hasil Pengukuran Lapangan Waktu Dengung Dengan hasil pengukuran lapangan dan perhitungan yang telah dilakukan dengan metode regresi linier, didapatkan nilai waktu dengung rata-rata dari setiap titik sebesar 2,55 detik.
STATISTICAL ACOUSTICS - Zone 1 Model: F:\Thèse\Data nécessaire\Simulation\Auditorium très éditée.eco Volume: 1270.120 m3 Surface Area: 2422.141 m2 Occupancy: 0 (150 x 0%) Optimum RT (500Hz - Speech): 0.83 s Optimum RT (500Hz - Music): 1.45 s Most Suitable: Millington-Sette (Widely varying)
très
vrai
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Volume per Seat: 8.467 m3 Minimum (Speech): 4.638 m3 Minimum (Music): 8.621 m3 TOTAL EMPTY 50% FULL FREQ. ABSPT. RT(60) RT(60) RT(60) ------- --------- ------- ------- ------63Hz: 1621.198 1.76 1.68 1.61 125Hz: 1610.670 1.91 1.84 1.76 250Hz: 1585.629 2.26 1.94 1.70 500Hz: 1567.266 2.51 2.15 1.89 1kHz: 1564.694 2.51 2.19 1.94 2kHz: 1563.326 2.45 2.10 1.83 4kHz: 1577.177 1.98 1.83 1.70 8kHz: 1576.522 1.91 1.81 1.71 16kHz: 1588.747 1.62 1.56 1.51
Gambar 5. Waktu Dengung Pada Kondisi Aktual Auditorium Dari hasil simulasi yang tertera pada gambar, didapatkan pernyataan mengenai metode perhitungan waktu dengung yang paling sesuai untuk diimplementasikan pada ruangan seperti desain yang ada pada ruang auditorium STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto. Menurut software, metode perhitungan dengan menggunakan Millington-Sette paling akurat. Dalam perhitungan manual waktu dengung dengan konsep energi tunak, terdapat tiga metode utama yang sering digunakan dan dijadikan acuan diantaranya yaitu Sabine, Norris-Eyring, dan Millington-Sette. Metode Norris-Eyring merupakan metode yang lebih akurat sebagai salah satu pendekatan untuk perhitungan waktu dengung ruangan dibandingkan dengan metode Sabine. Rumus Sabine hanya sesuai pada ruangan yang bersifat live yang menggambarkan karakteristik musik. Selain itu, persamaan waktu dengung Sabine sedikit bervariasi tergantung pada bentuk ruangan atau bangunan. Meskipun demikian, pendekatan dengan rumus Norris-Eyring mengasumsikan bahwa peluruhan bunyi yang terjadi setelah sumber bunyi dimatikan terputus-putus dengan pantulan yang datang semakin sedikit setiap detiknya. Metode perhitungan waktu dengung dengan rumus ini juga mengasumsikan bahwa suatu ruangan area-area dengan dinding berukuran yang sama menerima jumlah energi yang sama setiap detiknya tanpa memperhitungkan apakah bunyi atau suara di lapangan bersifat homogen atau difus sehingga diasumsikan bahwa jumlah distribusi energi transportnya bersifat uniform. Dikarenakan asumsi tersebut menghilangkan aliran energi suara bersih yang seharusnya merambat atau dengan kata lain tidak mengacu pada kondisi aktual perambatan energi suara, difusi atau penyebaran bunyi yang ideal dimana bunyi merambat dengan energi yang sama pada suatu permukaan tidak bisa terjadi dan tidak sesuai dengan teori absorbsi dinding pada bunyi yang menyatakan bahwa energi tersebut mengalami pantulan secara difus setelah berinteraksi dengan permukaan suatu benda, sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini mengabaikan karakteristik reflektifitas setiap bahan penyusun ruangan. Persamaan pada metode Millington-Sette sesuai untuk digunakan pada ruangan dengan variasi koefisien absorbsi yang luas karena dalam persamaannya, koefisien absorbsi yang diperhitungkan adalah koefisien absorbsi setiap bahan, berbeda dengan dengan persamaan Norris-Eyring di mana α merupakan koefisien absorbsi rata-rata dari semua bahan dan S merupakan total area permukaan, sedangkan
4 dalam persamaan Millington-Sette Si merupakan luas area pada bahan i dan αi merupakan koefisien absorbsi dari bahan i. Oleh sebab itu, maka hasil perhitungan software dengan persamaan ini dianggap yang paling sah dalam melakukan pendekatan perhitungan waktu dengung ruang auditorium STIKES PPNI Bina Sehat Mojokerto dengan konsep energi tunak mengingat > 0,27 harus berada di bawah 0,2. Karena dibutuhkan nilai parameter lain di luar RT seperti EDT, C50, C80, D50, dan TS, maka dilakukan simulasi software kedua dengan RT software pertama sebagai acuan. C. Hasil Simulasi EDT, C50, C80, D50, dan TS Melalui simulasi software kedua nilai-nilai parameter akustik selain RT didapatkan secara bersamaan dengan RT, sehingga sbangunan pada perancangan sebelumnya disempurnakan kembali sesuai denghan parameter-parameter selain RT. Dari proses simulasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut untuk desain awal ruang auditorium pada kondisi aktual.
Gambar 6. Parameter Objektif Auditorium pada Kondisi Aktual Pada gambar di atas terlihat bahwa RT yang dihasilkan pada frekuensi 5 Hz adalah 2,37 detik yang mana jika dibandingkan dengan nilai RT pengukuran di lapangan sebesar 2,55 detik, erornya adalah 0,18 detik untuk hasil simulasi dengan software kedua. Dikarenakan pada simulasi software pertama hasil perhitungan dengan metode Sabine tidak sesuai dengan karakteristik ruangan auditorium STIKES Bina Sehat PPNI
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
Mojokerto, maka nilai perhitungan Sabine pada software kedua tidak diperhitungkan. Nilai RT yang dijadikan acuan adalah nilai RT pada metode regresi linier T30. Karena nilai RT belum sesuai untuk kedua standar baik musik maupun speech, maka dilakukan treatment sebagai berikut untuk memenuhi karakteristik musik.
Gambar 8. Nilai Parameter Auditorium dengan Penambahan Karpet pada Luasan Lantai dan Gorden Fabric Molleton
Gambar 7. Nilai Parameter Auditorium dengan Penambahan Plafon AcousticTiles dan Gypsum Masing -masing seluas 158,72 m2 dan 79,360 m2 Hasil simulasi pada gambar 7 menunjukan bahwa ruang auditorium dengan penambahan plafon yang memperkecil volume ruangan dari 1270,116 m3 menjadi 952,32 m3 dengan kombinasi perancangan ulang total langit-langit seluas 79,360 m2 dengan bahan gypsum dan 158,72 m2 dengan bahan acoustic tiles telah menunjukkan bahwa RT dengan nilai 1,76 detik telah sesuai untuk standar ruang multifungsi jika digunakan untuk performa musik. Selain itu, dari simulasi dengan desain tersebut, keseluruhan nilai respon impuls atau parameter akustik yang dihasilkan sudah memenuhi syarat, terbukti dengan nilai EDT yang dihasilkan yaitu sudah berada pada nilai 1,38 detik yang berada di antara 1,04 detik dan 1,76 detik sesuai pada standar pada tabel 2.2. Begitu juga nilai respon impuls lainnya yaitu C50 yang berada di antara -2 dB dan 4 dB yaitu 3,4 dB. Untuk nilai TS, dihasilkan angka sebesar 75,5 ms yang sudah berada pada standarnya. Selanjutnya untuk memenuhi kriteria speech dilakukan kembali simulasi seperti padfa gambar berikut.
Dengan penambahan material gorden dengan bahan fabric molleton dengan koefisien absorbsi 0,55 pada masingmasing jendela atau setara dengan luas 19,25 m2.ditambah dengan karpet seluas 215,484 m2 di lantai menghasilkan nilai seluruh parameter objektif akustik yang sudah sesuai dengan standar ruang speech. Pemilihan penutup interior ruangan berupa gorden dan karpet didasarkan atas pertimbangan bahan atau material yang tidak dipasang secara permanen, melainkan dapat dibongkar pasang sesuai dengan ruangan yang bersifat multifungsi yang mana digunakan dalam dua fungsi sekaligus, sehingga apabila ruangan digunakan untuk pertunjukkan musik, karpet dan gorden yang dapat disingkirkan, namun apabila ruangan digunakan untuk ruang kuliah atau seminar maka pemasangan karpet dan gorden dapat dilakukan kembali untuk memenuhi kriteria speech intelligibility ruangan. Hasil simulasi pada gambar mengindikasikan bahwa ruangan sudah memenuhi standar untuk digunakan sebagai ruang konferensi terbukti dengan masing-masing nilai parameter akustik ruangan di mana RT yang diperoleh pada frekuensi 500 Hz yaitu 1,11 detik. Ditambah lagi dengan nilai EDT yang berada pada angka 0,76 detik, D50 sebesar 69,4% yang telah sesuai berdasarkan standar bahwa nilai D50 yang berada pada kisaran 45-70% berada pada kategori bagus, berikutnya nilai C80 yang telah mencapai 6,3 dB dan nilai parameter TS 48,3 ms.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
VII. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut 1. RT dari hasil pengukuran lapangan sebesar 2,55 detik, dengan simulasi pada software pertama sebesar 2,51 detik, dan pada software kedua sebesar 2,37 detik. Seharusnya untuk ruang multifungsi, diperlukan standar kriteria speech 0,85 < RT < 1,30 detik dan kriteria musik 1,30 < RT < 1,83. Dengan RT > 2 sekon suatu ruang memiliki dengung berlebihan. 2. Hasil RT ruang auditorium ruangan STIKES PPNI Bina Sehat Mojokerto dengan metode MillingtonSette dianggap paling akurat karena α = 0,27 di mana metode Sabine tidak berlaku untuk α > 0,20 3. Untuk memenuhi karakteristik musik pada ruangan auditorium STIKES PPNI Bina Sehat Mojokerto, diperlukan penggantian plafon AcousticTiles dan Gypsum Masing -masing seluas 158,72 m2 dan 79,360 m2 dengan tinggi 4 m dari lantai. Sedangkan untuk karakteristik Speech, diperlukan absorber berupa karpet dengan α = 0,23 pada seluruh luasan lantai yaitu 215,484 m2 dan korden berbahan fabric molleton dengan α = 0,55 pada seluruh jendela atau seluas 19,25 m2.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3]
[4] [5] [6]
[7] [8] [9]
Satwiko, Prasasto. 2004. Fisika Bangunan 1 Edisi 1, Yogyakarta : ANDI Indrani, Hedy. C., Ekasiwi, Sri Nastiti, & A.Asmoro, Wiratno. Analisis Kinerja Akustik pada Auditorium Multifungsi.Surabaya:Universitas Kristen Petra Ribeiro, M.R.S. 2002. Room Acoustic Quality of A Multipurpose Hall:A Case Study, Centro de Estudos do Departamento de Engenharia Civil, Faculdade de Engenharia de Universidade do Porto. Portugal Doelle, L.L. 1972. Environtmental Acoustic, McGraw-Hill Publishing Company, New York. Bradley, T. 1989. Practical Building Acoustics. Suffolk London : Sound Research Laboratories Ltd. Talaske, R.H. & Boner, R.E. 1986. Theatres for Drama Performance. Recent Experiences In Acoustical Design. New York : The American Institute of Physics Inc. Indrani, Hedy.C. Pengaruh Elemen Interior Terhadap Karakter Akustik Auditorium,Surabaya:Universitas Kristen Petra Parkin, P.H. & Humphreys, H.R. 1971. Acoustics, Noise and Building. London : Faber and Faber. Lawrence A. 1970. Architectural Acoustics. London: Applied Science Publishers
6