LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PELATIHAN PEMBUATAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU SAINS SMP DI KECAMATAN BULELENG
TIM PELAKSANA
Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. (NIP. 196611231993031001) Drs. Nyoman Retug, M.Si. (NIP. 195912301989021002)
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 0795/023-04.2.01/20/2012 Revisi 1, tanggal: 27 Februari 2012
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FMIPA LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA TAHUN 2012
i
LEMBAR PENGESAHAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
a. Judul Program
b. Jenis Program c. Bidang Kegiatan d. Identitas Pelaksana 1. Ketua Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah 2. Angota Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah e. Biaya Yang Diperlukan f. Lama Kegiatan
: Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali Bagi Guru-Guru Sains SMP Di Kecamatan Buleleng : Pelatihan : Pendidikan : : Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. : 196611231993031001 : Pembina/IVa : Jalan Udayana Singaraja Bali : Jalan Bisma Gang Nusa Indah No. 10 Singaraja Bali : Drs. Nyoman Retug, M.Si. : 195912301989031002 : Lektor/IIIc : Jalan Udayana Singaraja Bali : Jalan Laksamana Barat Gang Cempaka I No. 8 Singaraja Bali, 81118 : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) : 5 (Lima) Bulan
Mengetahui, Dekan Fakultas MIPA Undiksha
Singaraja, 31 Oktober 2012 Ketua Pelaksana,
Prof. Dr. Ida Bagus Putu Arnyana, M.Si. NIP. 195812311986011005
Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. NIP. 196611231993031001
Mengetahui, Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIP. 195901011984031003
ii
ABSTRAK
Pembelajaran berbasis budaya Bali merupakan salah satu pembelajaran inovatif yang terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Budaya Bali banyak yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains kimia SMP. Integrasi budaya Bali ke dalam pembelajaran menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Namun demikian, guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng belum memiliki pemahaman tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran berbasis budaya lokal, dan pembuatan perangkat pembelajarannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan seminar dan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali bagi guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2012 di Ruang Lab Media Kimia FMIPA Undiksha. Guru-guru sains SMP yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak 14 orang dari jumlah keseluruhan undangan 26 guru. Hasil dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Guru-guru sangat tekun mengikuti seminar dan pelatihan, mereka aktif mengajukan pertanyaan, dan melakukan kerja sama yang baik dalam membuat perangkat pembelajaran. 2) Meningkatnya pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP. 3) Meningkatnya pemahaman guruguru sains SMP tentang pembelajaran berbasis budaya lokal. 4) Meningkatnya pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Kata-kata kunci: pembelajaran sains kimia, budaya Bali
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan P2M ini. P2M ini berjudul " Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali Bagi Guru-Guru Sains SMP Di Kecamatan Buleleng." Kegiatan P2M ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng dalam pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha yang telah membiayai P2M ini dan pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini. Akhirnya, semoga hasil P2M ini berguna dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah Buleleng Bali.
iv
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ...................................................................................................................... .. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... ii ABSTRAK ................................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................................................... iv DAFTARA ISI ...................................................................................... ....................... v BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Analisis Situasi .......................................................................................... 1 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ......................................................... 2 1.3 Tujuan Kegiatan ......................................................................................... 3 1.4 Manfaat Kegiatan ..................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 1.1 Budaya Bali yang Relevan dengan Konsep-Konsep Sains Kimia SMP ......4 1.2 Pembelajaran Berbasi Budaya Lokal …………………………………….. 7 1.3 Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali ………………………….. 9 BAB III METODE PELAKSANAAN PENGABIAN KEPADA MASYARAKAT …11 3.1 Khalayak Sasaran .................................................................................... 11 3.2 Metode Kegiatan ……………................................................................. 11 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................... 12 3.4 Keterkaitan ……………………………………………………………. 12 3.5 Rencana Evaluasi …………………………………………………….... 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………. 14 4.1 Hasil Kegiatan P2M................................................................................... 14 4.2 Pembahasan .......................................................................................... 15 BAB V PENUTUP ………………….......................................................................... 18 5.1 Simpulan ........................................... ................................................... 18 5.2 Saran ........................................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19 LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi Kecematan Buleleng merupakan salah satu kecamatan dari sembilan kecamatan yang berlokasi di pusat kota Singaraja. Di Kecamatan Buleleng terdapat 15 Sekolah Menengah Pertama (7 SMP Negeri dan 7 SMP Swasta) serta satu MTs. (BSNP, 2009). Guru-guru sains yang mengajar di SMP sebagian besar berlatar belakang pendidikan Fisika dan Biologi, hanya sebagian kecil berlatar belakang pendidikan Kimia. Guruguru sains SMP sangat jarang melakukan kegiatan penelitian untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih inovatif. Mereka juga cenderung kurang memiliki inisiatif untuk menerapkan model-model pembelajaran inovatif, misalnya model pembelajaran berbasis budaya lokal (Bali). Hal ini dapat diketahui dari perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru sains yang masih cenderung menonton. Pembelajaran berbasis budaya lokal Bali sebagai salah satu pembelajaran inovatif perlu terus dikembangkan. Integrasi budaya Bali dalam pembelajaran menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Budaya Bali banyak yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains. Misalnya pada pembuatan garam dapur yang dilakukan oleh petani garam Desa Tejakula. Proses pembuatannya adalah sebagai berikut. Air laut dipekatkan dengan cara dituangkan ke tanah tempat pemekatan. Kemudian tanah ini dijemur sambil diaduk supaya cepat kering. Tanah yang sudah kering, selanjutnya dimasukkan ke dalam penyaringan dan direndam dengan air laut. Keesokan harinya hasil saringan diuapkan menggunakan sinar matahari langsung. Kristal-kristal garam dapur yang telah terbentuk dikumpulkan menjadi satu (Suardana, 2010). Dari proses tersebut dapat diekplorasi konsep-konsep sains, yaitu: evaporasi (penguapan), filtrasi (penyaringan), dan kristalisasi. Budaya Bali ini dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains, khususnya pada aspek kimia. Pembelajaran atau praktikum berbasis budaya lokal (Bali) telah banyak dilakukan dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa (Suja et al., 2007), keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa (Selamat et al., 2009; Suardana, 2010), kompetensi dasar sains dan nilai kearifan lokal (Suastra et al., 2011).
vi
Walaupun
pembelajaran
berbasis
budaya
Bali
sudah
terbukti
efektif
meningkatkan hasil belajar siswa, namum guru-guru sains SMP belum banyak yang memahaminya. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian dari Suja et al. (2007) bahwa guru-guru sains SMP belum memahami sains asli (budaya lokal) yang dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran, walaupun sesungguhnya tanpa disadari mereka telah menyinggungnya dalam pembelajaran aspek kimia yang sedang diajarkannya. Misalnya, penggunaan garam dapur untuk pengawetan ikan. Di samping itu, guru-guru sains SMP juga masih mengalami kesulitan dalam mengajarkan sains kimia dan mengganggap materi sains kimia terlalu luas dan tidak sistematis (Suja et al., 2007). Lebih lanjut, hasil diskusi penulis dengan beberapa guru sains SMP di Kecamatan Buleleng terungkap bahwa mereka belum memiliki pemahaman berkaitan dengan budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran, pembelajaran berbasis budaya lokal Bali, dan pembuatan perangkatnya. Mereka belum menyadari bahwa adanya keterkaitan antara budaya Bali dengan pembelajaran sains. Mereka juga menyatakan bahwa untuk praktikum sains, khususnya sains kimia, sangat jarang bisa dilakukan karena keterbatasan waktu yang tersedia dan tidak adanya tenaga laboran. Berdasarkan uraian di atas maka guru-guru sains SMP perlu diberikan informasi berkaitan dengan budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya lokal Bali, dan selanjutnya diberikan pelatihan penyusunan atau pembuatan perangkat pembelajarannya. Melalui informasi dan pelatihan ini, guru-guru memiliki pemahaman dan keterampilan dalam membuat perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang disajikan pada analisis situasi di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut. a. Guru-guru sains SMP kurang memiliki inisiatif dalam menerapkan pembelajaran inovatif, termasuk pembelajaran berbasis budaya Bali. b. Guru-guru sains kurang informasi dan pemahaman tentang budaya Bali yang relevan untuk diintegrasikan dalam pembelajaran sains, khususnya aspek kimia c. Guru-guru sains kurang memahami pembelajaran berbasis budaya lokal (Bali) dan penyusunan/pembuatan perangkat pembelajarannya
vii
d. Guru-guru sains jarang melakukan kegiatan praktikum karena keterbatasan waktu yang tersedia dan tidak adanya tenaga laboran. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah yang dicarikan solusinya melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dibatasi pada aspek-aspek berikut. 1) Bagaimanakah meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP? 2) Bagaimanakah
meningkatkan
pemahaman
guru-guru
sains
SMP
tentang
pembelajaran berbasis budaya lokal 3) Bagaimanakah meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali? 1.3 Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah mencari pemecahan terhadap permasalahan di atas yang dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP. 2) Meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang pembelajaran berbasis budaya lokal. 3) Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 1.4 Manfaat Kegiatan Manfaat yang diperoleh oleh peserta setelah mengikuti kegiatan P2M ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Guru-guru sains SMP mendapatkan informasi tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan selanjutkan dapat diintegrasikan dalam pembelajaran. 2) Guru-guru sains SMP memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pembelajaran berbasis budaya lokal. 3) Guru-guru sains SMP memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali.
viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya Bali yang Relevan dengan Konsep-Konsep Sains Kimia SMP Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat sebagai hasil belajar (Koentjaraningrat, 2009). Berdasarkan pengertian ini, kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu: 1) ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; 2) aktivitas dan tindakan berpola dalam masyarakat; dan 3) benda-benda hasil karya manusia. Jika sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia terdapat dalam wilayah masyarakat tertentu maka kebudayaan ini merupakan budaya lokal. Budaya lokal Bali banyak yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia. Budaya Bali ini masih banyak yang terdokumentasi dalam lontar (atau salinannya) dan masih banyak juga yang terpelihara dan diwariskan turun-tumurun secara lisan. Budaya Bali yang relavan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dapat dikaitan dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sains kimia SMP. Keterkaitan budaya Bali dengan SK-KD sains kimia SMP dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Keterkaitan Budaya Bali dengan SK-KD Sains Kimia SMP SK Memahami klasifikasi zat.
Kompetensi Dasar 1. Mengelompokkan sifat larutan asam, larutan basa, dan larutan garam melalui alat dan indikator yang tepat. 2. Melakukan percobaan sederhana dengan bahan-bahan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. 3. Menjelaskan nama unsur dan rumus kimia sederhana. 4. Membandingkan sifat unsur, senyawa, dan campuran.
ix
Budaya Bali Cuka, asam, belimbing, limau untuk pembuatan makanan. Abu gosok untuk mencuci piring berminyak. Air kapur untuk mengobati tersengat tawon dan semut merah, serta cuka untuk mengobati sengatan lebah. Panca datu, yaitu: emas, perak, tembaga, timah, dan besi, sebagai bahan pedagingan yang bernilai sakral.
SK Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia.
Menjelaskan konsep partikel materi
Memahami kegunaan bahan kimia dalam kehidupan.
Kompetensi Dasar 1. Membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat. 2. Melakukan pemisahan campuran dengan berbagai cara berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia. 3. Menyimpulkan perubahan fisika dan kimia berdasarkan hasil percobaan sederhana. 4. Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaan sederhana. 1. Menjelaskan konsep atom, ion, dan molekul. 2. Menghubungkan konsep atom, ion, dan molekul dengan produk kimia sehari-hari. 3. Membandingkan molekul unsur dan molekul senyawa. 1. Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mengkomunikasikan informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia.
3. Mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan
4. Mendeskripsikan sifat/pengaruh zat adiktif dan psikotropika.
x
Budaya Bali Pemasangan linggis di halaman pada waktu ada petir. Pembuatan garam dari air laut. Pembuatan arak dari tuak. Pemanasan gula pasir untuk pembuatan jajan tradisional Bali. Pembuatan tape dari singkong, dan tuak dari nira. Pembuatan tahu dengan koagulan batu tahu. Materi terdiri atas partikel, ruang kosong (akasa), dan energi. Partikel berupa anu, dan anu-anu yang berbeda disusun oleh paramaanu dengan komposisi berbeda. Penggunaan lerak sebagai bahan pembersih. Penggunaan daun sirih sebagai desinfektan. Penggunaan legundi dan beluntas untuk insektisida. Tradisi nginang (makan sirih) untuk menjaga kesehatan gigi. Tumbuhan tarum dan mengkudu sebagai bahan pewarna kain tenun double ikat Geringsing. Rumput laut dan daun salam untuk penyedap masakan. Daun suji, kunir, tomat, gula aren untuk pewarna bahan pangan. Garam untuk pengawet telur, sosis; gula untuk pengawet lawar. Penyakit masyarakat: memunyah (mabuk alkohol), madat (narkoba). Persembahan (tetabuhan) untuk Bhuta Yajna beraroma alkohol, meliputi: tuak, arak, dan berem. Kopi, tembakau, dan kecubung sebagai stimulan tradisional.
SK
Kompetensi Dasar
Budaya Bali Pengobatan ketagihan candu dengan ramuan belimbing besi dan asam (lunak). Pengobatan ketagihan rokok dengan jeruk nipis.
5. Menghindarkan diri dari pengaruh zat adiktif dan psikotropika.
Sumber: Suja et al., 2007
Berdasarkan Tabel 2.1, budaya Bali yang revan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dapat diuraikan menjadi beberapa bidang sebagai berikut. 1) Bidang kosmologi, yaitu pembentukan alam semesta berawal ruang kosong dan energi dari kekuatan Tuhan. Energi ini selanjutnya memunculkan kekuatan kejiwaan (purusa) dan kekuatan badanih (pradana). Dari kedua kekuatan inilah tercipta alam semesta beserta isinya (lontar Wrhraspati Tatwa, dalam Suja et al., 2007). Lebih lanjut, lontar Tatwa Jnana menyebutkan tentang adanya kesamaan materi penyusun alam semesta (makrokosmos) dan penyusun badan manusia (mikroskosmos). Jadi, alam semesta dibentuk komponen materi, energi, dan ruang kosong. Demikian juga dengan materi yang terdiri atas partikel, ruang kosong, dan energi. 2) Bidang obat-obatan tradisional dan kesehatan, yaitu: air kapur untuk mengobati tersengat tawon dan semut merah; cuka untuk mengobati sengatan lebah; ramuan belimbing besi dan asam (lunak) untuk mengobati ketagihan candu, jeruk dan jeruk nipis untuk mengobati ketagihan; tradisi nginang (makan sirih) untuk menjaga kesehatan gigi. 3) Bidang sandang, yaitu: tumbuhan tarum dan mengkudu sebagai bahan pewarna kain tenun double ikat Geringsing. 4) Bidang pangan, yaitu: pembuatan garam dari air laut; pembuatan arak dari tuak; pemanasan gula pasir untuk pembuatan jajan tradisional Bali; pembuatan tape dari singkong; pembuatan tuak dari nira; pembuatan tahu dengan koagulan batu tahu; rumput laut dan daun salam untuk penyedap masakan; daun suji, kunir, tomat, gula aren untuk pewarna bahan pangan; dan garam untuk pengawet telur, sosis; dan gula untuk pengawet lawar. 5) Bidang keagamaan, yaitu: panca datu, yaitu: emas, perak, tembaga, timah, dan besi, sebagai bahan pedagingan yang bernilai sakral; dan persembahan (tetabuhan) untuk Bhuta Yajna beraroma alkohol, meliputi: tuak, arak, dan berem. 6) Bidang pertanian, yaitu: penggunaan legundi dan beluntas untuk insektisida.
xi
2.2 Pembelajaran Berbasi Budaya Lokal Stanley dan Brickhouse (2001) menyarankan agar pembelajaran sains di sekolah menyelaraskan antara sains Barat (sains modern) dengan sains asli (sains tradisional) dengan menggunakan pendekatan lintas budaya (cross-culture). Latar belakang budaya yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap pembelajaran sains. Cobern dan Aikenhead (1996) serta Wahyudi (2007) menyatakan bahwa pengaruh latar belakang budaya siswa terhadap pembelajaran sains ada dua macam. Pertama, pengaruh positif akan muncul jika materi pembelajaran sains di sekolah yang sedang dipelajari selaras dengan pengetahuan (budaya) siswa sehari-hari. Pada keadaan ini proses pembelajaran mendukung cara pandang siswa terhadap alam sekitarnya. Proses pembelajaran yang seperti ini disebut dengan proses inkulturasi. Kedua, proses pembelajaran sains di sekolah menjadi pengganggu dalam pembentukan pengetahuan siswa ketika materi pelajaran sains tidak selaras dengan latar belakang budaya yang dimiliki siswa. Dengan demikian, kemampuan guru untuk mengaitkan antara dunia siswa dan budayanya dengan dunia sekolah dan kelas merupakan komponen penting dalam penanganan keanekaragaman budaya (Arends, 2008). Lebih lanjut, Jegede dan Okebukola (dalam Suastra, 2005) menyatakan bahwa memadukan sains asli siswa (sains sosial budaya) dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi siswa. Hal ini diakuinya, jika dalam proses pembelajaran sains, keyakinan atau pandangan tradisional tidak dimasukkan, maka konflik yang ada pada diri siswa tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan ilmiah akan terus dibawa oleh siswa dan akan berakibat pada pemahaman siswa terhadap konsep ilmiah menjadi kurang bermakna. Sardjiyo dan Pannen (2005) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah media bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam. Dengan demikian, melalui pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan sekedar meniru dan/atau menerima saja informasi yang disampaikan, tetapi siswa menciptakan makna dan pemahaman dari informasi yang diperolehnya. Demikian juga, pembelajaran berbasis budaya bukan sekedar menstransfer atau menyampaikan budaya atau perwujudan budaya, tetapi menggunakan budaya untuk menjadikan siswa mampu menciptakan makna, menembus
xii
batas imajinasi, dan kreativitas untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang materi subyek yang dipelajarinya. Sementara itu, Linn dan Burbules (dalam Jegede dan Aikenhead, n.d.) menyatakan bahwa konteks sosial (budaya) dalam pembelajaran berbasis budaya adalah sebagai jembatan bagi pebelajar dan memberikan petunjuk serta membantu mereka mengkonstruksi pengetahuan pada saat mereka berinteraksi dengan masyarakat. Proses pembelajaran berbasis budaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan kesimpulan yang sehat. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak dirancang hanya sekedar untuk mengaktifkan siswa, tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadinya penciptaan makna. Kebermaknaan dalam hal ini diperoleh dari hasil interaksi sosial dan negosiasi antara pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dan informasi baru yang diperolehnya dalam pembelajaran, antara siswa dan siswa lainnya, antara siswa dan guru dalam konteks komunitas budaya. Menurut
Stephens
(2000),
pembelajaran
berbasis
budaya
berusaha
mengintegrasikan sistem pengetahuan asli (lokal) dan pengetahuan Barat di sekitar topik-topik atau materi pelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari dan sekaligus juga untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap budaya lokalnya. Lebih lanjut, Stephens (2000) menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran berbasis budaya, meliputi: (1) dimulai dengan topik tentang manfaat budaya dan melibatkan ahli-ahli budaya; (2) menghubungkan pembelajaran sains dengan topik-topik budaya dan standar sains; (3) menyediakan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman secara mendalam
tentang
pengetahuan
budaya
menggabungkan praktek pembelajaran memfokuskan pada pemahaman
yang
berkaitan
dengan
sains;
(4)
yang sesuai dengan konteks budaya,
siswa, dan menggunakan
pengetahuan dan
keterampilan; serta (5) melibatkan asesmen autentik yang membimbing pembelajaran dan menyediakan pemahaman sains dan budaya, pengembangan penalaran dan keterampilan yang berhubungan dengan standar.
xiii
Menurut Barnhardt (n.d.), prinsip dalam menerapkan pembelajaran berbasis budaya lokal adalah “think globally, act locally.” Ini mengandung makna bahwa tujuan dari pembelajaran berbasis budaya lokal adalah mencapai keterampilan berpikir secara global, yaitu dapat memecahkan masalah-masalah di sekitar dan masalah-masalah global, seperti pencemaran lingkungan, hujan asam, pemanasan global. Namun, keterampilan berpikir ini dicapai melalui tindakan-tindakan lokal. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan mengaitkan pembelajaran sains dengan budaya lokal. George
(dalam
Wahyudi,
2007),
menyarankan
kepada
guru
agar
memperhatikan empat hal berikut selama pembelajaran. (1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasi konsep-konsep keyakinan yang dimiliki siswa, yang berakar pada pengetahuan tradisional. (2) Menyajikan kepada siswa contoh-contoh keganjilan atau ”keajaiban” (discrepant event) yang sebenarnya hal biasa menurut konsep ilmiah. (3) Mendorong siswa untuk aktif bertanya. (4) Mendorong siswa untuk membuat serangkaian skema tentang konsep yang dikembangkan selama pembelajaran. Sementara itu, Haukoos dan LeBeau (1992) menyatakan bahwa pembelajaran sains juga dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. (1) Menghadirkan masalah kepada siswa untuk didiskusikan. (2) Ketrampilan proses sains merupakan bagian proses pengajaran dan pembelajaran. (3) Komunikasi di antara siswa perlu dibangun dalam rangka inkuiri dan pemecahan masalah. (4) Lingkungan budaya setempat dapat dijadikan sebagai sumber belajar. 2.3 Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali Perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali yang diuraikan dalam tulisan ini meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Menurut Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, Standar Kompetensi
(SK),
Kompetensi
Dasar
(KD),
materi
pembelajaran,
kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat xiv
dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Sementara itu, RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP meliputi: 1) identitas mata pelajaran, 2) standar kompetensi, 3) kompetensi dasar, 4) indikator pencapaian kompetensi, 5) tujuan pembelajaran, 6) materi ajar, 7) alokasi waktu, 8) metode pembelajaran, 9) kegiatan pembelajaran, 10) penilaian hasil belajar, dan 11) sumber belajar Komponen-komponen silabus dan RPP yang tertuang dalam Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 seperti yang diuraikan di atas, digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan silabus dan RPP berbasis budaya Bali. Silabus dan RPP berbasis budaya Bali merupakan silabus dan RPP yang mengintegrasikan budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep atau materi dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dalam pelaksanaan pembelajaran, RPP difasilitasi dengan LKS sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan.
xv
BAB III METODE PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
3.1 Khalayak Sasaran Strategis Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng yang terdiri dari tujuh SMP Negeri dan tujuh SMP Swasta. Guru-guru sains ini perlu diberikan informasi dan pelatihan berkaitan dengan budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran berbasis budaya lokal Bali, dan penyusunan perangkat pembelajarannya. Perbelajaran berbasis budaya Bali merupakan model pembelajaran inovatif yang belum banyak dipahami oleh guru-guru sains SMP, khususnya guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng. 3.2 Metode Kegiatan Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan adalah metode ceramah, diskusi, dan pelatihan yang dilaksanakan dalam bentuk seminar dan pelatihan. Gabungan metode tersebut diharapkan mampu meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan konsepkonsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya Bali, dan penyusunan atau pembuatan perangkat pembelajarannya. Keterkaitan antara tujuan dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan P2M ini disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan No.
Tujuan
Metode
Bentuk Kegiatan
1.
Meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP
Ceramah dan diskusi
Seminar
2.
Meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang pembelajaran berbasis budaya lokal Bali
Ceramah dan diskusi
Seminar
3.
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
Ceramah, diskusi dan Pelatihan
Seminar dan Pelatihan
xvi
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah Masalah pokok yang akan dipecahkan dalam P2M ini berkaitan dengan kekurangpahaman guru-guru sains SMP terhadap budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya Bali, dan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Alternatif Pemecahan Masalah No.
Permasalahan
1.
Guru-guru sains kurang memahami budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia SMP Guru-guru sains kurang memahami pembelajaran berbasis budaya lokal Bali
2.
3.
Guru-guru sains kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbsais budaya Bali
Akar Masalah Kurangnya informasi tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia Kurangnya informasi dan inisiatif dalam mencari informasi tentang pembelajaran berbasis budaya lokal Bali Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
1. 2. 3. 1. 2. 3.
Aternatif Pemecahan Masalah Penyebaran informasi lewat internet Pemberian ceramah Ceramah dan diskusi atau seminar Penyebaran linformasi lewat internet Pemberian ceramah Ceramah dan diskusi atau seminar
2. Ceramah dan diskusi 3. Seminar dan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
Berdasarkan rumusan alternatif pemecahan masalah dalam tabel di atas, solusi yang dipilih untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah: 1) seminar tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya lokal Bali; serta 2) seminar dan pelatihan tentang penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 3.4 Keterkaitan Kegiatan P2M diselenggarakan di Kampus Universitas Pendidikan Ganesha, yaitu di Ruang Lab Media Kimia FMIPA Undiksha, dengan melibatkan guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng (Peta lokasi kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 1). Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk seminar dan pelatihan dengan mengundang xvii
guru-guru sains SMP se-Kecamatan Buleleng untuk mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 3.5 Rencana Evaluasi Evaluasi kegiatan ini dilakukan terhadap proses dan produk kegiatan. Evaluasi proses berkaitan dengan partisipasi guru-guru dalam diskusi (mengajukan atau menjawab pertanyaan), semangat mengikuti kegiatan, dan kerja sama. Evaluasi proses dilakukan selama kegiatan berlangsung. Evaluasi produk dilakukan terhadap kemampuan guru-guru dalam membuat perangkat pembejaran berbasis budaya Bali yang dihasilkan sebagai produk pelatihan. Perangkat pembelajaran yang dibuat meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Aspek atau indikator terhadap Silabus meliputi: 1) relevansi budaya Bali dengan kompetensi dasar, 2) materi pembelajaran, 3) kegiatan pembelajaran, 4) indikator pencapaian kompetensi, 5) penilaian, 6) alokasi waktu, 7) sumber belajar. Indikator terhadap RPP meliputi: 1) relevansi budaya Bali yang dengan pokok bahasan, 2) indikator pencapaian kompetensi, 3) tujuan pembelajaran, 3) materi ajar, 4) alokasi waktu, 5) metode pembelajaran, 6) kegiatan pembelajaran yang meliputi: pendahuluan; inti (eksplorasi, eleborasi, konfirmasi); dan penutup), 7) penilaian hasil belajar, dan 8 sumber belajar. Indikator terhadap LKS meliputi: 1) penggunaan budaya Bali yang relevan dengan pokok bahasan, 2) tujuan pembelajaran, dan 3) daftar pertanyaan.
xviii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan P2M Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali bagi guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2012 di Lab Media Kimia FMIPA Undiksha (foto-foto kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 2). Kegiatan P2M dihadiri oleh 14 orang guru sains SMP dari jumlah keseluruhan 26 guru yang diundang (Daftar hadir peserta disajikan pada Lampiran 3). Guru-guru sains yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Guru-guru Sains SMP yang Hadir dalam Seminar dan Pelatihan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Ketut Sarini, S.Pd. Cok Arista Dewi, S.Pd. Drs. I Ketut Widiadnyana Ketut Widana, S.Pd. Ni Luh Rediti, S.Pd. Ketut Tekek Ketut Widani, S.Pd. Drs. Ketut Surawan Ni Nyoman Sukerti, S.Pd. Ni Made Dwi Lidyastuti, S.Pd. Made Wirata, S.Pd. Ni Made Sri Yuliartini, S.Pd. Made Citra Dewi, S.Pd. Nopy Widyaningsih, S.Pd.
SMP Asal SMP Negeri 1 Singaraja SMP Negeri 1 Singaraja SMP Negeri 2 Singaraja SMP Negeri 2 Singaraja SMP Negeri 3 Singaraja SMP Negeri 3 Singaraja SMP Negeri 5 Singaraja SMP Negeri 6 Singaraja SMP Negeri 6 Singaraja SMP Lab Undiksha Singaraja SMP Saraswati Singaraja SMP Dwijendra Singaraja SMP Bhaktiyasa Singaraja SMP Bhaktiyasa Singaraja
Seminar dan pelatihan berlangsung baik dan lancar. Guru-guru sains SMP memiliki semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan. Mereka menunjukan kerja sama yang baik dalam pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran. Banyak dari mereka mengajukan pertanyaan berkaitan dengan cara melakukan pembelajaran berbasis budaya Bali, yang mana budaya Bali di setiap tempat/ wilayah
berbeda-beda.
Pertanyaan
mereka
misalnya:
bagaimana
melakukan
pembelajaran berbasis budaya Bali yang berbeda-beda pada setiap tempat di Bali? Di samping itu, guru-guru sains juga menyatakan bahwa banyak dari mereka belum xix
mengetahui budaya Bali yang relevan dengan materi sains kimia yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sehingga secara otomatis mereka tidak dapat melakukan pembelajaran berbasis budaya Bali. Perangkat
pembelajaran
yang
berupa
Silabus,
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis budaya Bali yang dibuat oleh guru-guru secara umum sudah baik. Perangkat yang dibuat oleh guru tersebut sudah menunjukkan adanya relevansi antara budaya Bali dan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi. Sementara itu, materi pembelajaran dalam RPP masih ada yang belum fokus dengan indikator pencapaian konpetensi. Kegiatan pembelajaran juga masih ditemukan belum adanya kesesuaian antara model yang digunakan dengan langkah-langkah pembelajaran. Rumusan tujuan belum semuanya menyajikan proses dan hasil belajar yang diharapkan. Di samping itu, penilaian juga belum semuanya sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Contoh perangkat pembelajaran yang dibuat guru-guru sains SMP dapat dilihat pada Lampiran 4. Walaupun masih terdapat kelemahan dalam perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru sains SMP, tetapi secara umum perangkat yang dibuat sudah baik. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains dalam membuat perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Secara ringkas hasil kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil Kegiatan Seminar dan Pelatihan No Kegiatan 1 Seminar
Sasaran Guru-guru Sains SMP di Kecamatan Buleleng
2
Guru-guru Sains SMP di Kecamatan Buleleng
Pelatihan
Hasil Meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran berbasis budaya lokal Bali, dan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
4.2 Pembahasan Seminar dan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2012 berjalan baik dan lancar. Seminar dan pelatihan dibuka oleh Sekretaris Lembaga Pengabdian kepada
xx
Masyarakat (LPM) Drs. I Wayan Mudana, M.Si., selaku perwakilan dari Ketua LPM. Sekretaris LPM menyatakan bahwa Ketua LPM tidak bisa menghadiri dan membuka acara ini karena pada saat bersamaan beliau juga membuka acara yang sejenis. Sebagai nara sumber dalam kegiatan ini berasal dari Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha, yaitu: Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. dan dibantu oleh tenaga pelatih dalam kegiatan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran, yaitu: Drs. Nyoman Retug, M.Si Seminar dan pelatihan ini dihadiri oleh 14 guru sains SMP di Kecamatan Buleleng dari jumlah keseluruhan undangan sebanyak 26 orang guru (daftar hadir terlampir). Guruguru sains SMP yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan sebagian besar berlatar belakang pendidikan fisika dan biologi, hanya satu orang yang berlatar belakang pendidikan kimia. Kegiatan seminar dan pelatihan berlangsung dari jam 08.00 Wita s/d 16.00 WITA. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan latar belakang pendidikan dari guru-guru sains SMP. Guru-guru sains SMP memiliki semangat tinggi dalam mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan. Mereka menunjukan kerja sama yang baik dalam pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran. Banyak dari mereka mengajukan pertanyaan berkaitan dengan cara melakukan pembelajaran berbasis budaya Bali, yang mana budaya Bali di setiap tempat di Bali juga berbeda-beda. Budaya Bali yang mana harus dipilih untuk diintegrasikan dalam pembelajaran. Di samping itu, guru-guru sains juga menyatakan bahwa banyak dari mereka belum mengetahui budaya Bali yang relevan dengan materi sains kimia yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sehingga secara otomatis mereka tidak dapat melakukan pembelajaran berbasis budaya Bali. Penyampaian relevasi budaya Bali dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar pada mata pelajaran sains (IPA) SMP dalam kegiatan seminar dan pelatihan mampu meningkatkan wawasan dan pemahaman guru-guru tentang budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains kimia khususnya. Hal ini terlihat dari perangkat pembelajaran yang dibuat selama kegiatan pelatihan, yang mana budaya Bali yang diintergrasikan ke dalam perangkat sudah relevan dengan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi. Perangkat
pembelajaran
yang
berupa
Silabus,
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis budaya Bali yang dibuat oleh guru-guru secara umum sudah baik. Perangkat yang dibuat oleh guru tersebut
xxi
sudah menunjukkan adanya relevansi antara budaya Bali dan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi. Sementara itu, materi pembelajaran dalam RPP masih ada yang belum fokus dengan indikator pencapaian konpetensi. Kegiatan pembelajaran juga masih ditemukan belum adanya kesesuaian antara model yang digunakan dengan langkah-langkah pembelajaran. Rumusan tujuan belum semuanya menyajikan proses dan hasil belajar yang diharapkan oleh Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 tertang standar proses untuk pendidikan dasar dan menengah. Di samping itu, penilaian juga belum semuanya sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman guru-guru sains tentang pembuatan perangkat pembelajaran belum optimal dan masih perlu terus ditingkatkan. Beberapa kekurangan dari komponen-komponen perangkat pembelajaran yang dibuat guru disebabkan beberapa guru masih memiliki pemahaman bahwa indikator yang terdapat dalam silabus tidak bisa diubah sehingga guru hanya berpedoman pada silbus. Hal ini menyebabkan banyak penilaian yang dilakukan tidak sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Di samping itu, dalam merumuskan tujuan pembelajaran masih banyak guru yang menyamakan dengan rumusan indikator hanya ditambahkan kata-kata “siswa dapat”. Dengan demikian, pada rumusan tujuan tidak nampak proses yang dilakukan untuk mencapai hasil belajar. Walaupun masih ditemukan adanya beberapa kekurangan beberapa komponen dalam perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru sains SMP, tetapi secara umum perangkat yang dibuat sudah baik. Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan seperti yang diuraikan di atas, nampak bahwa terjadi peningkatan wawasan dan pemahaman guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya lokal Bali serta peningkatan pemhaman dan keterampilan guruguru sains dalam pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali, khususnya silabus, RPP, dan LKS berbasis budaya Bali.
xxii
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1)
Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP.
2)
Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru sains SMP tentang pembelajaran berbasis budaya lokal.
3)
Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru sains SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali.
5.2 Saran 1) Guru-guru sains SMP diharapkan dapat menyempurnakan perangkat pembelajaran yang telah dibuat dalam pelatihan dan menerapkannya dalam pembelajaran serta dikembangkan lebih lanjut untuk topik-topik yang lain. 2) Bagi para pelaksana kegiatan P2M, model seminar dan pelatihan seperti ini perlu dilakukan juga terhadap guru-guru sains SMP di kecamatan atau daerah lain sehingga pembelajaran berbasis budaya lokal menjadi salah satu upaya untuk memperkuat atau melestarikan budaya lokal.
xxiii
DAFTAR PUSTAKA Arends, R. I. (2008). Learning to Teach. Buku I. Edisi Ketujuh. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2009). Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2009/2010. Jakarta: BSNP. Barnhardt, R. (n.d.). Teaching/Learning accros Culture: Strategis for Succes. [Online]. Tersedia: http://www.ankn.uaf.edu/TLAC.hyml. [21 Desember 2003]. Cobern, W. W. & Aikenhead, G. S. (1996). Cultural Aspects of Learning Science. [Online]. Tersedia: http://wmich.edu/slcsp/121.htm. [21 Desember 2003]. Haukoos, G. & LeBeau, D. (1992). “Inservice Activity that Emphasizes the Importance of the Cultural in Teaching School Science”. Journal of American Indian Education–Arizona State University. 32(1). [Online]. Tersedia: http://jaie.asu.edu/v34/ V34S2imp.htm. [3 April 2009]. Jegede, O. J. & Aikenhead, G.S. (n.d.). Transcending Cultural Borders: Implications for Science Teaching. Tersedia: http://www.whk.edu.hk/cridal/ misc/jegede.htm. [23 Mei 2002]. Koentjaraningrat, (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-9. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sardjiyo & Pannen, P. (2005). “Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.” Jurnal Pendidikan. 6(2), 83-98. Selamat, I N., Redhana, I W., & Suardana, I N. (2009). Pengembangan Buku Kerja Kimia Berbasis Peta Argumen Menggunakan Konteks Budaya Lokal untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Laporan Penelitian Undiksha. Tidak Diterbitkan. Stanley, W.B. & Brickhouse, N.W. (2001). The Multicultural Question Revisited. Science Education. 85(1), 35-48. Stephens, S. (2000). Handbook for Culturally Responsive Science Curriculum. Fairbanks: Alaska Native Knowledge Network. Suardana, I N. (2010). Pengembangan Model Praktikum Kimia Dasar Berbasis Budaya Bali untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Kimia. Disertasi SPs UPI. Tidak Dipublikasikan Suastra, I W. (2005). Merekonstruksi Sains Asli (Indigenous Science) dalam Rangka Mengembangkan Pendidikan Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah: Studi Etnosains pada Masyarakat Penglipuran Bali. Disertasi PPs UPI. Tidak Dipublikasikan. Suastra, I W., Tika, K., & Karyasa, N. (2011). Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 5(3), 258 – 273. Suja, I W., Sudria IBN., & Muderawan, I W. (2007). Integrasi Sains Asli (Indigeneous Science) ke dalam Kurikulum Sains Sekolah sebagai Upaya Pengembangan Pendidikan Sains Berbasis Content dan Context Budaya Bali. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan. Wahyudi (2007). Kurikulum IPA Berbasis Budaya Lokal. [Online]. Tersedia: http://www.duniaguru.com. [3 April 2009]. xxiv
Lampiran 1. Peta Lokasi Kegiatan
Kegiatan P2M ini menyasar guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng yang terdiri atas 14 SMP, yaitu: tujuh SMP Negeri dan tujuh SMP Swasta. Kegiatan P2M dilaksankan di Kampus Universitas Pendidikan Ganesha, yaitu di Ruang Lab Media Kimia FMIPA Undikha dengan mengundang guru-guru sains SMP se-Kecamatan Buleleng. Peta lokasi kegiatan adalah sebagai berikut.
Ruang Lab Media Kimia FMIPA Undiksha
Gambar L.1 Peta Lokasi Ruang Lab Kimia Undiksha
xxv
Lampiran 2. Foto-Foto Kegiatan
Pembukaan (Sambutan Sekretaris LPM)
Penyajian Makalah
xxvi
Peserta Menyimak Pemaparan Makalah oleh Penyaji
Peserta Mengajukan Pertanyaan
xxvii
Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran
Penyajian dan Diskusi Perangkat Pembelajaran yang Dibuat oleh Guru
xxviii
xxix