Proceeding
Pelatihan Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi (Medan, 11 - 14 september 2012)
Komisi Yudisial Republik Indonesia Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim © 2012
Proceeding
Pelatihan Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi (Medan, 11 - 14 september 2012)
Tim Penyusun Pengarah Anggota Komisi Yudisial
Penanggung Jawab Danang Wijayanto
Ketua Heru Purnomo
Penyelaras Akhir Dodi Widodo
Wakil Hamka Kapopang
Sekretariat Adli Ardianto Eva Dewi Indah Dwi Permatasari Nur Aini Fatmawati
Sekretaris Lina Maryani Penyunting M. Muslih Aris Purnomo
Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat PO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876 Fax: (021) 390 6215 website: www.pkh.komisiyudisial. go.id
Layout & Desain Sampul Fajar Dewo Sukmono
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit Georgia 11, xxxiv + 286 hlm, 15 x 21 cm Cetakan Pertama, Agustus 2013
v
Daftar Isi Tim Penyusun
iv
Daftar Isi
v
Kata Pengantar
ix
Pendahuluan
xi
Sambutan Wakil Ketua Komisi Yudisial
xxi
Sambutan Ketua Mahkamah Agung
xxiii
Keynote Speech
xxxi
SESI I
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM (KEEPH) Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H. A. Etika (Kode Etik)
3
B. Konsepsi Penilaian Etika Perilaku
4
C. Tujuan KEPPH
5
D. Fungsi KEPPH
5
E. Etika Profrsi Hakim
5
F. KEPPH
6
G. Derajat Sanksi
9
H. Abbas Said, S.H., M.H.
11
Tanya Jawab
23
SESI II TINDAK PIDANA KORUPSI Prof. Dr. H. Abdul Latif, S.H., M.H. A. Pengantar
35
B. Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa
35
C. Posisi Bawahan-Atasan dalam Pelaksanaan DIPA
44
D. Asset Recovery
46
E. Pembuktian Terbalik
51
F. Soal Diskusi Kelompok
59
Tanya Jawab
63
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
DAFTAR ISI
vi
SESI III KEJAHATAN KORPORASI Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H. A. Pengertian
83
B. Pertanggungjawaban
83
C. Wujud Penegakan Hukum
84
D. Direksi
89
Tanya Jawab
91
SESI IV TINDAK PIDANA NAKOTIKA KBP. Sundari, S.Sos., M.H. Penyalahgunaan Narkotika A. Prevalensi Penyalahguna Narkoba Tahun 2011
99
B. Korban Narkoba
99
C. Jenis-Jenis Narkoba
99
D. Prevalensi Penyalahguna Narkoba Tahun 2004, 2009 dan 2011
102
E. Bisnis Ilegal Narkoba
102
Tindak Pidana Narkotika dan Pencucian Uang
A. Latar Belakang
105
B. Dasar Hukum
106
C. Transnational Organize Crime
106
D. Extra Ordinary Crime
107
E. Modus Operandi Masuknya Narkoba Dari Luar Negeri
107
F. Pengungkapan Jaringan Tp Narkotika Dan Tp Pencucian Uang
111
G. Kebijakan Dan Strategi Dalam P4gn (Inpres No.12 Th 2011)
113
Tanya Jawab
115
SESI V TINDAK PIDANA PERBANKAN Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H., M.H. Tindak-Tindak Perbankan Indonesia A. Pengertian Tindak Pidana Perbankan
129
B. Pasal Sapu Jagad
129
C. Penghimpunan Dana Simpanan Tanpa Ijin BI
135
D. Pengawasan Bank
140
E. Tindak Pidana Pelangaran Pasal 30 & 34 UUP
141
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
DAFTAR ISI
vii
F. Tindak Pidana Rahasia Bank
142
G. Rahasia Bank
143
Tanya Jawab
153
SESI VI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Dr. Yunus Husein, S.H., M.H. Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembuktian Terbalik A. Kendala Pemberantasan Tindak Pidana
161
B. Fokus Pembahasan
162
C. Kasus a.n. Bahasyim Assifie
171
D. Kasus a.n. Yudi Hermawan
176
Tanya Jawab
177
SESI VII TINDAK PIDANA LINGKUNGAN Prof. Dr. M. Daud Silalahi, S.H. Tindak Pidana Lingkunagn Dalam Sistem Hukum Lingkungan Indonesia A. Pendahuluan
185
B. Tindak Pidana Lingkungan Dalam Sistem Hukum Lingkungan
187
C. Masalah Tanggung Jawab Dan Pemulihan Lingkungan
189
D. Peran Hukum Alam Dan Ilmu Dalam Pembentukan Ketentuan Hukum Lingkungan
191
E. Peran Hakim Dalam Pembentukan Ketentuan Hukum Lingkungan Baru
192
F. Penegakan Hukum Lingkungan Dan Proses Pelaksanaannya
193
G. Beberapa Komentar Dan Pokok Bahasan Dalam Diskusi Kasus
196
Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia A. Pendahuluan
201
B. Beberapa Masalah dalam Kasus-kasus Lingkungan
204
C. Masalah Beban Pembuktian (Burden Of Proof)
222
D. Asas Tanggung Jawab (Liability Principle)
230
E. Beberapa Kesimpulan
262
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
DAFTAR ISI
viii
Bedah Kasus: PT Newmont MR (No.284/Pid.B/2005/PN.Mdo) A. Fakta
265
B. Isu Lingkungan
266
Tanya Jawab
269
Penutup
279
Lampiran Foto Kegiatan
281
Susunan Acara
283
Daftar Peserta
284
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
ix
Kata Pengantar
N
egara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (matchtsstaat), demikian dikatakan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai konsekwensinya maka terdapat 3 (tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara Indonesia yaitu, 1. supremasi hukum (supremacy of law), 2. kesetaraan dihadapan hukum (equality before The law), dan 3. penegakkan hukum (berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya dalam kenyataan praktek due process of law). Hakim sebagai salah satu instrumen dalam penegakan hukum harus mampu memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Oleh karena itu dalam setiap putusannya selalu dicantumkan frase irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Kalimat singkat namun penuh arti yang senantiasa melandasi dan mendasari hakim dalam menerima, memeriksa dan mengadili perkara. Untuk turut serta menciptakan keadilan yang berdimensi sosial maka Komisi Yudisial dengan segenap daya dan upaya selalu berusaha untuk meningkatkan kapasitas hakim. Salah satu upayanya adalah melalui Pelatihan Tematik “Hukum Pidana Khusus” Bagi Hakim Tinggi yang diselenggarakan di Hotel Grand Aston, Medan pada tanggal 11 s.d. 14 September 2012. Buku Proceeding pelatihan tematik ini dimaksudkan untuk lebih menyebarluaskan materi yang telah dipaparkan oleh PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KATA PENGANTAR
x
narasumber kepada hakim yang tidak mengikuti pelatihan ini. Tim penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas dukungan semua pihak hingga penyusunan buku prosiding ini dapat terselesaikan. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhirulkalam, diharapkan kritik, komentar dan saran pembaca, demi tersempurnakannya buku ini. Jakarta,
September 2012
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
xi
Pendahuluan A. Latar Belakang Kita semua tentu masih ingat dengan ungkapan dalam Bahasa Belanda yang berbunyi “Het recht hinkt acther de feiten aan” yang dapat diartikan bahwa hukum itu ketinggalan dari peristiwanya. Hukum yang dimaksud dalam ungkapan tersebut adalah hukum tertulis yang tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hukum tertulis tidak bisa dengan cepat mengikuti perkembangan hukum yang berlaku di masyarakat karena untuk melakukan perubahan peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur tertentu yang tidak dapat dilakukan setiap saat. Untuk mengakomodir perkembangan hukum yang berlaku di masyarakat, seringkali pembuat undang-undang mencantumkan ketentuan tertentu peraturan perundangundangan tetap dapat diberlakukan dan permasalahan hukum yang berkembang di masyarakat juga dapat diaselesaikan. Dalam konteks hukum pidana, pembuat undangundang memberikan peluang bagi perkembangan hukum pidana baru diluar hukum pidana yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan Penutup Pasal 103 KUHP menyatakan, “Ketentuanketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xii
ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru yang belum terpikirkan pada saat mengkodifikasikan hukum pidana. Kemungkinan untuk mengakomodir perkembangan hukum tidak saja diatur dalam hukum pidana materiil, melainkan juga dalam ranah hukum formil sebagaimana dalam Pasal 284 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan, “Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undangundang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku”. Ketentuan tersebut diharapkan dapat mengantisipasi perkembangan masyarakat, dimana banyak kejahatan konvensional dilakukan dengan modus operandi yang canggih sehingga diperlukan proses beracara dengan menggunakan teknik atau prosedur khusus untuk mengungkap suatu kejahatan. Seiring dengan perkembangan masyarakat, bentukbentuk kejahatan dan atau perbuatan pidana juga mengalami perkembangan. Kejahatan dan atau perbuatan pidana berkembang sebagai dampak dari masalah sosial yang dipengaruhi oleh interaksi struktur politik, ekonomi, sosial, dan ideologi masyarakat. Bentuk-bentuk kejahatan baru dan atau perbuatan-perbuatan baru yang kemudian dikrimalkan dapat dikualifikasikan sebagai hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus ini memuat norma, sanksi, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xiii
asas hukum, dan prosedur penanganan secara khusus yang berbeda dengan hukum pidana konvensional yang telah dikodifikasikan dalam hukum pidana dan hukum acara pidana. Hukum pidana khusus yang berkembang dewasa ini, diantaranya adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika, kejahatan korporasi, tindak pidana lingkungan, tindak pidana perbankan, tindak pidana pencucian uang dan lain-lain. Hukum pidana khusus diatas mengalami perkembangan sangat pesat sehingga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus baik hukum materiilnya maupun hukum formilnya. Hakim yang mempunyai tugas pokok memeriksa dan memutus perkara melalui proses persidangan di pengadilan, tidak mungkin menutup mata dengan perkembangan hukum termasuk didalamnya hukum pidana khusus. Hakim harus senantiasa mengikuti perkembangan hukum pidana khusus sehingga putusan yang dihasilkan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Hakim dituntut untuk mengembangkan kemampuan pengetahuan hukum termasuk hukum pidana khusus baik mulai dari norma hukum yang berlaku di masyarakat, asasasas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan perundangundangan, sampai dengan penerapan hukum yang dimanifestasikan dalam bentuk putusan pengadilan. Komisi Hukum Nasional (KHN) memberikan kriteria kemampuan pengetahuan hukum yang harus dimiliki hakim meliputi penguasaan atas ilmu hukum, kemampuan berpikir yuridik, kemahiran yuridik (penerapan hukum), serta kesadaran dan komitmen profesional. Dalam rangka mengembangkan kemampuan hakim terhadap perkembangan hukum PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xiv
pidana khusus, Komisi Yudisial memandang perlu untuk menyelenggarakan Pelatihan Tematik “Hukum Pidana Khusus” bagi Hakim Tinggi. B. Tujuan Tujuan penyelenggaraan tematik “hukum pidana khusus” bagi Hakim Tinggi ini, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan Hakim Tinggi terhadap perkembangan hukum pidana khusus. 2. Menyediakan wadah sharing pengalaman bagi Hakim Tinggi mengenai proses penanganan perkara tindak pidana khusus. 3. Menyamakan persepsi terkait proses penanganan perkara tindak pidana khusus. C. Target Target penyelenggaraan tematik “hukum pidana khusus” bagi Hakim Tinggi ini, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya pengetahuan Hakim Tinggi terhadap perkembangan hukum pidana khusus. 2. Tersedianya wadah sharing pengalaman bagi Hakim Tinggi mengenai proses penanganan perkara tindak pidana khusus. 3. Adanya kesamaan persepsi bagi Hakim Tinggi dalam menangani perkara tindak pidana khusus.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xv
D. Metode Pelatihan, Nara Sumber, dan Fasilitator 1. Metode Pemelihan metode pelatihan sangat berperan penting untuk mencapai tujuan pelatihan. Pemilihan metode pelatihan perlu memperhatikan calon peserta pelatihan yakni Hakim Tinggi yang pada umumnya mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman tertentu yang masing-masing berbeda satu sama lain. b. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui. c. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang bersifat praktis. d. Membutuhkan suasana akrab dengan menjalin hubungan yang erat. e. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan mereka. Berdasarkan karakteristik diatas, metode pelatihan yang sesuai adalah metode pendidikan bagi orang dewasa (andragogy system) atau sering disebut dengan pelatihan partisipatif. Metode tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: a. Ceramah yang disertai alat peraga. b. Diskusi kelompok. c. Pengalaman terstruktur, dll. 2. Narasumber Narasumber dalam pelatihan partisipatif berperan dalam memberikan pengantar mengenai materi tertentu dalam hal ini mengenai hukum pidana khusus dan memberikan sharing pengetahuan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xvi
3.
terhadap topik-topik yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan. Secara teknis setiap Narasumber akan diberikan waktu 30 menit untuk menyampaikan materi yang telah disiapkan dan merangsang diskusi peserta. Selanjutnya peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan baik dalam bentuk diskusi kelompok ataupun dalam bentuk tanya jawab dengan Narasumber. Dalam hal terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dalam diskusi kelompok, diharapkan Narasumber dapat memberikan sharing pengetahuannya. Fasilitator Fasilitator dalam pelatihan partisipatif berfungsi menstimulus dinamika forum pelatihan dan mengendalikan pelatihan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fasilitator perlu mengendalikan penggunaan waktu secara optimal dengan mengkombinasikan antara fleksibilitas dan efektifitas penggunaan waktu dengan berpegangan pada prinsip menghargai peserta, membangun proses yang partisipatori dan hasil yang terukur. Beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan adalah: a. Pertimbangkan semua pilihan kata, istilah, contoh, dan tindakan. Hindari kemungkinan salah interpretasi atau multi interpretasi. Kesan pertama sering menentukan hubungan lanjutan. Hindari hal-hal yang membuat peserta merasa tidak nyaman. b. Gaya fasilitator-unsur penting mengatur atmosfer pelatihan. Hal-hal yang harus dilakukan oleh PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xvii
seorang fasilitator adalah: 1) Tetapkan peran Anda dalam pikiran Anda sendiri. 2) Tetapkan harapan-harapan dan kebutuhankebutuhan peserta dan juga harapan Anda sebagai fasilitator. 3) Ciptakan atmosfer yang mendukung dimana orang-orang merasa bebas untuk beropini dan mengambil resiko. 4) Peka terhadap proses komunikasi, termasuk bahasa tubuh peserta dan Anda sendiri. 5) Dengarkan dengan empati; jangan memotong. 6) Hargai ide yang mungkin tidak Anda setujui. 7) Gunakan pujian, pengakuan, dan lain-lain, untuk memperkuat kepercayaan diri. 8) Hadapi peserta yang “sulit” dengan cara yang terhormat. 9) Selalu semangat, energi anda tampaknya akan menggosok peserta. 10) Gunakan icebreaker dan/atau pembuka yang nyaman untuk Anda dan Anda rasa peserta juga akan merasa nyaman. 11) Dapatkan umpan balik selama kegiatan dan pada akhir tiap bagian. 12) Buatlah diri Anda terbuka untuk pertanyaanpertanyaan. Gunakanlah metode discovery learning, buatlah agar peserta menemukan sendiri jawaban-jawaban atas persoalan yang muncul. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xviii
c. Peran fasilitator dalam diskusi kelompok bukan hanya merangkum informasi yang disajikan, tetapi untuk mensintesakannya. Fasilitator memainkan peran kunci dalam mengidentifikasi unsur-unsur umum yang digarisbawahi oleh peserta, dan menyampaikan kepada peserta untuk berpikir lebih jauh apa arti kerja kelompoknya dalam hubungannya dengan kerja mereka sehari-hari. E. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Materi yang akan menjadi pokok pembahasan dan sub pokok pembahasan dalam pelatihan tematik “hukum pidana khusus” bagi Hakim Tinggi ini, adalah sebagai berikut: 1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Sejarah lahirnya KEPPH; b. Muatan materi KEPPH; c. Bentuk-bentuk pelanggaran hakim terhadap KEPPH; dan d. Proses penanganan laporan masyarakat kepada Komisi Yudisial terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran KEPPH. 2. Tindak Pidana Korupsi, dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Undang-undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa; b. Posisi bawahan-atasan dalam pelaksanaan DIPA; c. Asset recovery; dan d. Pembuktian terbalik. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
3.
4.
5.
6.
7.
xix
Tindak Pidana Narkotika, dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Pengertian, bentuk-bentuk, dan modus operandi tindak pidana narkotika; b. Proses penganan perkara tindak pidana narkotika; dan c. Problematika proses penanganan tindak pidana narkotika. Kejahatan Korporasi, dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Bentuk dan modus kejahatan korporasi; b. Pertanggungjawaban pidana oleh korporasi; dan c. Penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi. Tindak Pidana Lingkungan, dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Masalah strict liability; b. Ketentuan Hukum Lingkungan Hidup; dan c. proses penegakan tindak pidana lingkungan hidup. Tindak Pidana Perbankan, dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Pengertian dan ruang lingkup tindak pidana perbankan; b. Jenis-jenis tindak pidana perbankan dan perkembangannya; dan c. Proses penegakan tindak pidana perbankan. Tindak Pidana Pencucian Uang. dengan Sub Pokok Bahasan meliputi: a. Perkembangan tindak pidana pencucian uang; b. Pola dan modus tindak pidana pencucian uang; PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
PENDAHULUAN
xx
dan c. Proses penegakan hukum tindak pidana pencucian uang.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
xxi
Sambutan Wakil Ketua KY
B
apak dan Ibu yang kami hormati selamat datang, khususnya kepada Bapak dan Ibu sekalian yang mungkin sampai besok siang akan menerima berbagai masukan dan juga berdiskusi dalam forum yang baik ini. Atas nama Pimpinan dan Komisi Yudisial (KY) kami hendak berterimakasih kepada Pak Djoko Sarwoko sebagai wakil dari Mahkamah Agung (MA) yang telah hadir dan memberikan arahan atau tausiah. Pak Djoko Sarwoko memang senior, lebih senior dari kawan Saya yang hadir juga hari ini, yaitu Pak Abbas Said. Jadi wajar kalau Beliau dalam sambutannya menyisipkan beberapa hal yang aktual. Kami juga mengharapkan dalam memberikan materi nanti, Bapak menyampaikan hal-hal yang terjadi dilapangan karena terkadang yang terjadi dilapangan itu berbeda dengan teoriteori yang kita terima pada pelajaran hukum. Ketidaksamaan antara teori dengan praktek ini menyebabkan banyak terjadi komplikasi-komplikasi yang tidak sederajat sehingga teori dan masukan dari narasumber nanti akan menjadi menarik. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih juga pada KPT Medan yang telah membantu terlaksananya pelatihan ini. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxii
Saya senang dapat bertemu Bapak dan Ibu hakim tinggi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengikuti pelatihan ini. Saya berharap mudah-mudahan Kita semua ikhlas berada disini. Mungkin banyak juga diantara Kita yang bertanya, kenapa hakim dilatih terus? Saya kira ilmu itu tidak akan ada habisnya. Perkembangan hukum itu sangat dinamis dan cepat. Saya sering membaca bahwa hukum kalah cepat dengan peristiwa hukum itu sendiri. Apalagi sekarang banyak pengacara yang doktor atau bahkan profesor, oleh karena itu kalau hakimnya tidak banyak membaca dan mengikuti pelatihan, saya takut nanti hakimnya “keteteran”. Bapak dan Ibu yang kami hormati, selain materi-materi yang sifatnya danakosha, Komisi Yudisial juga menjadikan penting materi tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Saya yakin Bapak dan Ibu telah membaca dan bahkan menghafal point- point dalam KEPPH, namun saya pikir tidak ada salahnya untuk saling mengingatkan. Selain itu juga karena ada program-program baru, dimana KY dan MA bersama mencari cara untuk mengimplementasikan KEPPH. Jadi alhamdulilah, bapak dan ibu dapat lihat hubungan KY dengan MA sangat baik sekali, kita saling berkoordinasi. Kita, KY dan MA memiliki tugas dan misi yang sama, yaitu menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Sekali lagi Saya sampaikan terimakasih pada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga pelatihan ini terlaksana dan mudah-mudahan akan bermanfaat bagi kita semua demi penegakan hukum dan peradilan.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
xxiii
Sambutan Ketua Mahkamah Agung Diwakili oleh Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, S.H., M.H.
P
elatihan yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial (KY) ini tentunya mempunyai tujuan yang baik dan strategis, selain sebagai upaya penyediaan wadah berbagai pengalaman dan curah pendapat, juga untuk meningkatkan pengetahuan para hakim terhadap perkembangan hukum khususnya terkait dengan tindak pidana khusus. Salah satu tujuan dibentuknya Komisi Yudisial adalah untuk menunjang tugas Mahkamah Agung (MA). Oleh karena itu sebagai Pimpinan MA tentunya menghendaki atau mengarahkan agar kerjasama Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung semakin inten demi meningkatkan kadar profesionalisme hakim. Perkembangan jenis-jenis tindak pidana khusus hingga saat ini semakin meluas, ada yang bersifat sangat serius atau serious crime. Bahkan telah menambah industri strategis dengan mencoba merusak infrastruktur dan sistim perekonomian PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxiv
Negara, sehingga dapat menimbulkan ancaman nyata terhadap keamanan nasional yang terjadi dibanyak negara, termasuk di Indonesia. Sifat atau karakteristik tindak pidana ini dilakukan oleh perorangan ataupun korporasi ataupun organize straight, tindak pidana yang terorganisir yang pada umumnya merupakan kejahatan trust national atau trust nasional trust. Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan para peserta sebagai hakim tinggi atau hakim tingkat banding akan mempunyai persepsi yang sama dan wawasan yang lebih luas terhadap keberagaman bentuk tindak pidana khusus dan dapat menjadi lebih profesional dalam menangani perkara serta tidak lagi mempunyai persepsi yang berbeda. Saya berharap para peserta dapat mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan ini dengan serius dan sepenuh hati dan saling bersinergi, sehingga apa yang menjadi tujuan pelatihan ini dapat memberi hasil yang maksimal sehingga penyelenggaraan pelatihan oleh KY ini, tidak menjadi sia-sia dan tidak mempunyai arti sama sekali. Kepada para peserta Saya ucapkan selamat mengikuti pelatihan hingga paripurnanya seluruh rangkaian kegiatan dan sekembalinya ke meja tugas masing-masing dapat mengaktualisasikan apa yang diperoleh selama pelatihan bagi kemajuan lembaga peradilan ditempat bertugas sekarang. Sebelum saya mengakhiri pembacaan sambutan Ketua Mahkamah Agung, saya juga ingin menyampaikan beberapa hal untuk para hakim, khususnya yang akan menjadi hakim tinggi tindak pidana korupsi. Pertama tindak pidana khusus ternyata yang bersinergi dengan tipikor antara lain adalah tujuan uang. Seringkali juga tindak pidana perbankan ada juga perpajakan sekalipun PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxv
ada ketentuan pasal 14 UU no 31 tahun 1999. Ini sepertinya menggariskan atau membatasi untuk tindak pidana-pidana khusus yang tidak disebutkan, bahwa perkara itu masuk bidang korupsi tidak boleh disidangkan atau tidak boleh didakwakan perkaranya. Dari Undang-Undang no 31 tahun1999 ketika pasal 14 ini saya tanyakan kepada penggagasnya, seorang guru besar dari Universitas Padjajaran yaitu Prof. Romli, saya tanyakan kenapa pasal 14 ini dulu diadakan tujuannya untuk apa? Karena ini justru mereduksi ketentuan-ketentuan dalam Undangundang korupsi yang sudah diakuisisi. Pasal 1 sampai dengan pasal 13 misalnya, ini tujuannya adalah untuk membatasi supaya tidak semua perkara ini terlalu dikorupsikan. Jadi kalau tujuan ini yang hendak dicapai maka sebagai hakim kita harus punya penafsiran, penafsirannya adalah sekalipun didalam undangundang itu tidak secara tegas dapat dikorupsikan. Akan tetapi kalau ada jaksa mengajukan perkara itu sebagai perkara korupsi, hendaknya juga dibahas dulu. dengan kata lain sejauh pada akhirnya dari proses hukum pembuktian memang terbukti unsur-unsur korupsinya benar atau tidak. Oleh karena itu saya sudah menunjuk dua orang hakim agung untuk membuat usulan kepada DPR, agar supaya pasal ini dicabut karena ini menjadi ketidakpastian. Sementara tindak pidana korupsi sudah merambah kemana-mana, artinya adanya ketentuan-ketentuan yang membatasi gerak langkah untuk pemberantasan korupsi ini. Agar supaya proses penegakkan hukum khususnya untuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang bersinergi dengannya, ini benar-benar dapat dilaksanakan secara efektif dan bekerjanya pengadilan tindak pidana korupsi juga bisa efektif. Kedua menyangkut hukum, Bapak dan Ibu sekalian ini masih dipercaya sebagai hakim karena jabatan hakim adalah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxvi
jabatan kepercayaan. Dan pengadilan tipikor adalah suatu pengadilan andalan. Saya katakan diberbagai kesempatan bahwa pengadilan tipikor karena terbentuknya adalah bersamaan dengan UU KPK no 30 tahun 2002. Kalau KPK adalah suatu anak kandung reformasi maka pengadilan tipikor juga merupakan anak kandung atau cucu kandung dari era reformasi, artinya apa? Artinya bahwa jangan sampai pengadilan tipikor ini yang baru kita bentuk 2 (dua) tahun lalu sudah langsung memudar. Regulasi ulang sebagai Ketua Muda Pidana Khusus, saya sangat berkepentingan untuk menyampaikan hal ini kepada para hakim seluruh Indonesia. Mudah-mudahan ada wartawan disini supaya ditulis dikoran, mudah-mudahan ada kalau tidak ada ya kita sampaikan saja pada kesempatan lain. Sekali lagi jabatan hakim adalah jabatan kepercayaan jabatan yang sangat mulia, itu harus kita laksanakan kita implementasikan dengan melakukan kebajikan-kebajikan yang bermanfaat bagi para hakim dan bangsa. Tanpa itu artinya kita tidak ada nilai, ini sangat penting karena banyak sekali suatu penyadaran negara atau pejabat publik . Sebagai hakim dan lain-lainnya itu sering kali kalau ke Jakarta jabatannya selalu dinodai dengan kepentingan-kepentingan tertentu termasuk kepentingan pribadi. Padahal pengabdian yang murni adalah pengabdian yang law enforcement tidak ada suatu interferensi baik kepentingan diri sendiri maupun kepentingan orang lain. Ini yang perlu saya sampaikan dan harapan itu saya kira bukan harapan dari saya saja, tapi adalah merupakan harapan dari seluruh anak bangsa di Negeri ini yang harus kita capai. Dan tadi malam saya sudah menyampaikan kepada para hakim semuanya, supaya pidana untuk tindak korupsi itu kalau memang terbukti ya jangan hanya satu tahun setengah apalagi yang percobaan jangan lagi karena PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxvii
law enforcement untuk penegakan hukum. Kalau kita lihat dari segi politik hukum untuk pemberantasan korupsi, kita menggunakan pendekatan final artinya law enforcement ini harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan. Sistem Peradilan pidana kita masih menganut paham retributif, artinya bahwa pemidanaan itu harus menimbulkan efek jera. Tanpa itu maka pidana yang dijatuhkan kalau terlalu ringan itu tidak ada efek jeranya tidak bisa mencapai tujuan. Undang-undang sudah mengatur batas minimum sampai maksimum, tapi kenapa selama ini para hakim hanya menganut minimalis tidak ada yang maksimalis? Nah para hakim tentu ingat bahwa untuk menghukum orang melebihi maksimal itu tidak boleh, dilarang. Sebaliknya juga jangan sampai ada hakim yang menjatuhkan pidana dibawah minimal, kalau kita konsisten harus yang seperti ini. Nah kalau kita lihat misalnya dalam perkara korupsi pendekatan selain retributif, juga ada pendekatan sedikit mungkin juga dapat dikatakan sebagai pendekatan restoratif. Tapi pemulihan dari kerugian negara ini bisa ditarik kembali, dirampas assetnya, dan itu biasanya dalam hukum pidana perampasan yang terkait dengan pidana itu dikatakan sebagai perampasan in personal. Selain juga ada perampasan intern, perampasan in personal itu diperlukan adanya suatu keterlibatan didalam perkara pidana. Keterbuktian didalam perkara pidana dan sehingga aspek pemidanaan dalam perkara korupsi itu juga ada unsur lex spesialis, kita kenal adanya pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti tidak ada didalam sistem pemidanaan berurut pasal 10 KUHP. Nah Lex spesialis ini pun belum dilaksanakan oleh para hakim, misalnya kemarin malam ada pertanyaan apa boleh hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti? Kalau penuntut umum PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxviii
tidak menuntut dengan mengatakan bahwa dakwaan adalah dasar atau arah untuk pemeriksaan. Nah kalau kita cari dari pada sistim pemidanaan perkara korupsi yang diatur dalam pasal 17 sampai 20 UU no 31 tahun 1999, maka disini yang dimaksud dengan sentencing policy atau kebijakan pemidanaan itu adalah kewenangan igrasi dari hakim. Oleh karena itu kalau misalnya di dalam tuntutan jaksa itu tidak mencantumkan tuntutan untuk pembayaran hukum ganti, tapi kalau memang dalam proses pekerjaan terbukti terdakwa memperoleh setiap rupiah dari hasil korupsi itu, maka hakim wajib mempertimbangkan untuk menarik kembali kerugian negara itu melalui pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Nah uang pengganti ini juga sifatnya kalau tidak dilaksanakan dia akan diganti dengan penjara, padahal setidaknya penggantinya adalah kurungan tapi uang pengganti diganti dengan penjara. Ini adalah lex spesialis supaya dapat menjerakan kepada para pelaku tindak pidana khusus karena kalau tindak pidana penjara saja, juga sekarang tidak efektif misalnya hari ini masuk nanti malam finally barang kali bisa keluar. Bukan itu faktanya apalagi nanti kalau sudah ada sakit sedikit, misalnya sakit kulit minta keluar atau minta dirawat di rumah sakit misalnya. Hal seperti itu jadi modus operandi, modus operandi seperti itu juga harus di dipahami dan dicermati oleh para hakim. Sekarang ada modus operandi baru para koruptor, ketika dia sudah masuk kepenjara misalnya kemudian penasehat hukumnya masih bergerak kesana kemari kemudian seolah-olah didesanya ada pihak ketiga yang menyatakan keberatan terhadap perampasan harta kekayaan dengan mengajukan hanya dengan cara overcompensation saja. Jadi pengadilan Jakarta Pusat sudah ada beberapa PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxix
permohonan, Saya katakan acaranya tidak seperti itu. Kalau dia menuntut haknya tidak cukup dengan berkas permohonan saja harus ada gugatan, karena dalam undang-undang korupsi tidak diatur sama sekali yang ada disana adalah keberatan dari pihak ketiga itu dalam tenggang waktu paling lambat 2 bulan. Nah hal seperti ini artinya nanti menjadi ringan, hasil-hasil korupsi yang sudah ditarik, sudah dirampas bahkan ada yang sudah dijual ternyata diproses oleh hakim perdata nanti bisa dinyatakan ini milik dia. Ini saya kira harus dicermati oleh para hakim perdata karena belum tentu hakim pidana yang memeriksa korupsinya juga memeriksa perkara. Tapi untuk Jakarta Pusat saya minta supaya ketuanya menunjuk dengan perdata, juga pidananya perkara korupsi bisa ditangani oleh hakim. Sehingga dengan demikian dia cara berpikirnya itu runtun masih ada kesinambungan, tentunya dengan tujuan agar supaya pemidanan ini bisa benar-benar efektif mencapai tujuan yaitu pendekatan redeputy pada jajarannya. Dan kemudian bisa menarik kembali hasil-hasil tindak pidana korupsi itu. Kemudian satu hal lagi juga modus operandi dari para koruptor sekarang ini misalnya dia mengundang saksi ahli, saksi ahli itu misalnya dibidang administrasi negara, dibidang keuangan, ahli keuangan negara, kemudian diundang didalam pemeriksaan perkara korupsi. Sedangkan pengertian keuangan negara menurut undang-undang korupsi itu tidak sama dengan pengertian keuangan negara menurut Undang-undang keuangan negara nomor 17 tahun 2003. Ini para hakim juga harus betul-betul cermat sehingga tidak tersesat oleh keterangan saksi ahli, dan keterangan saksi ahli itu didesain. Memang haknya mereka tapi yang penting para hakim itu jangan sampai digiring, sehingga dia mengikuti keterangan ahli yang menyesatkan. Sebab kalau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
SAMBUTAN
xxx
tersesat kesana itu pasti akan menguntungkan terdakwa, berarti hakimnya juga kalau sampai mau mutus kendala yang mencuat kontroversi nanti akan dipanggil oleh KY dipanggil oleh MA. Jadi para koruptor dalam tanda kutip itu banyak sekali upayaupaya untuk senantiasa lepas dari pertanggung jawabannya ini harus dipahami oleh para hakim. Yang hendak saya garis bawahi adalah bagaimana seorang hakim menjatuhkan putusan itu? tidak hanya sekedar menjatuhkan putusan ala kadarnya tetapi juga harus kita lihat dampaknya itu ada kemanfaatannya atau tidak. Selain adil juga kita harus memikirkan ada utilitynya ada kemanfaatannya, putusan yang adil itu mungkin ideal tetapi hanya untuk pihak-pihak yang langsung terkait. Ini yang perlu Saya harus beritahukan kepada Bapak dan Ibu sekalian dan saya akhiri dengan menutup Bilahitaufik Walhidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
xxxi
Keynote Speech Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan KY Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.
S
ebagaimana yang telah dituliskan di dalam Term Of Referrence kegiatan ini mengenai idiom tertinggalnya hukum dibandingkan peristiwa konkretnya, dengan mengutip salah satu ungkapan dalam bahasa belanda yakni “Het recht hinkt acther de feiten aan” yang berarti bahwa hukum itu ketinggalan dari peristiwanya1. Hukum yang dimaksud dalam ungkapan tersebut adalah hukum tertulis yang tertuang dalam bentuk peraturan perundangundangan. Hukum tertulis tidak bisa dengan cepat mengikuti perkembangan hukum yang berlaku di masyarakat karena untuk melakukan perubahan peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur tertentu yang tidak dapat dilakukan setiap saat. Untuk mengakomodir perkembangan hukum yang berlaku di masyarakat, seringkali pembuat undang-undang mencantumkan ketentuan tertentu peraturan perundang-undangan tetap dapat diberlakukan dan permasalahan hukum yang berkembang di 1
Dani Krisnawati dkk, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara: Jakarta Selatan, Februari 2006, hlm. 1. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEYNOTE SPEECH
xxxii
masyarakat juga dapat diselesaikan. Pada ranah hukum manapun seringkali perbuatan konkret atau peristiwa seringkali melampaui apa yang diatur di dalam perundang-undangan. Tidak terkecuali hukum pidana, sebelumnya hanya dikenal berbagai macam tindak pidana yang diatur melalui KUHP baik tentang Pelanggaran maupun Kejahatan, namun pada perkembangannya terdapat beberapa tindak pidana yang memiliki ciri khas berbeda dan tentunya memerlukan cara penanganan tersendiri jika dibandingkan dengan tipikal tindak pidana dalam KUHP, hingga akhirnya dikenal apa yang disebut dengan Hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus ini memuat norma, sanksi, asas hukum, dan prosedur penanganan secara khusus yang berbeda dengan hukum pidana konvensional yang telah dikodifikasikan dalam hukum pidana dan hukum acara pidana. Hukum pidana khusus yang berkembang dewasa ini, diantaranya adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika, kejahatan korporasi, tindak pidana lingkungan, tindak pidana perbankan, tindak pidana pencucian uang dan lain-lain. Hukum pidana khusus diatas mengalami perkembangan sangat pesat sehingga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus baik hukum materiilnya maupun hukum formilnya. Hakim yang mempunyai tugas pokok memeriksa dan memutus perkara melalui proses persidangan di pengadilan, tidak mungkin menutup mata dengan perkembangan hukum termasuk didalamnya hukum pidana khusus. Hakim harus senantiasa mengikuti perkembangan hukum pidana khusus sehingga putusan yang dihasilkan dapat mencerminkan nilainilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Hakim dituntut untuk mengembangkan kemampuan pengetahuan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEYNOTE SPEECH
xxxiii
hukum termasuk hukum pidana khusus baik mulai dari norma hukum yang berlaku di masyarakat, asas-asas hukum, kaidahkaidah hukum, peraturan perundang-undangan, sampai dengan penerapan hukum yang dimanifestasikan dalam bentuk putusan. Ditambah lagi bagi rekan-rekan hakim tingkat banding, yang fungsinya tentu saja sebagai korektor atau filter bagi putusan setelah sebuah perkara diuji pada tingkat pertama, ini artinya hakim tingkat banding haruslah para hakim yang jauh lebih paham dibandingkan dengan hakim tingkat pertama setidaknya dalam hal penguasaan hukum. Kebutuhan untuk menambah pengetahuan hakim dalam kapita selekta hukum pidana khusus ini juga didorong dari fakta bahwa berdasarkan hasil penelitian putusan hakim tahun 2012 yang dilakukan Komisi Yudisial RI bersama jejaring dari kalangan universitas, pemenuhan aspek hukum materiil dalam sebuah putusan hanya mencapai 32% sementara selebihnya tidak. Dimana di dalam aspek hukum materiil tersebut yang menjadi dasar utama dipertimbangkan adalah mengenai pemahaman seorang hakim mengenai substansi hukum yang sedang ia sidangkan seperti Konsistensi dasar hukum putusan hakim dengan requisitor, Ketepatan dasar hukum dengan perkara, Penerapan yurisprudensi tertentu sebagai dasar hukum selain Undang-Undang, Penerapan doktrin hukum standar sebagai dasar hukum, Disparitas sanksi pidana putusan hakim dengan requisitor, dan lain-lain. Sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undangundang No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undangundang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, yaitu Komisi Yudisial memiliki kewenangan untuk mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Kedua prasa PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEYNOTE SPEECH
xxxiv
kapasitas dan kesejahteraan, merupakan variable yang saling berkait kalau dianalisa dari sisi hubungan kinerja dengan kebutuhan dalam kehidupan. Karenanya kegiatan lokakarya ini merupakan upaya untuk mewujudkan amanat yang disebutkan oleh undang-undang tersebut. Perlu juga disampaikan, bahwa setiap peningkatan kapasitas hakim selain didasarkan pada amanat undang-undang dan kebutuhan riil, juga didasarkan pada riset yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, sebagaimana diuraikan diatas. Melihat kebutuhan tersebut, untuk menciptakan kembali putusan-putusan yang dihasilkan dari para hakim yang tidak hanya yakin tetapi juga paham terhadap sebuah perkara, kapita selekta hukum pidana khusus ini menjadi penting untuk dielaborasi dan diikuti perkembangannya, salah satu medianya adalah melalui pelatihan tematik ini.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
1
SESI I
kode etik dan pedoman perilaku hakim (kEPPH) Dr. Suparman marzuki, s.h., m.h. & H. ABAS SAID, S.H., M.H.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
3
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.H. dan H. Abbas Said, S.H., M.H.
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.H. Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim A. Etika (Kode Etik) • Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. • Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyangkut apa yang baik dan apa yang buruk, berupa hak dan kewajiban moral atau akhlak manusia. • Etika merupakan suatu nilai mengenai benar atau salah, baik atau buruk yang dianut satu golongan atau masyarakat. • Etika kemudian dirumuskan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
4
•
•
•
saat dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika merupakan refleksi dari “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Implementasi KEPPH dapat menimbulkan kepercayaan atau ketidakpercayaan masyarakat kepada putusan pengadilan dan profesi hakim itu sendiri.
B. Konsepsi Penilaian Etika Perilaku • Konsepsi dalam menilai perilaku seseorang, yang harus diperiksa adalah perbuatannya, bukan maksud, tujuan atau niatnya, apalagi jasa-jasanya di masa lampau. Penilaian perilaku menyoroti perbuatan, kelakuan, sepak terjang seseorang yang tampak di mata orang lain. Fokus terpusat pada aspek lahiriah. • Sesuatu yang “pantas”, kelakuan yang “patut” atau persepsi tentang “martabat” atau “kehormatan” berada dalam persepsi dan ranah orang luar, publik, masyarakat, bukan dalam konsepsi pelaku dan teman-temannya. Semua itu merupakan pengertiaan hasil pemantauan orang dengan panca inderanya terhadap orang lain. • Batasan kepatuhan sepenuhnya tunduk pada tolak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
5
ukur yang ada di masyarakat pada suatu saat tertentu. Sebaliknya, “maksud” dan “tujuan”, “niat dan itikad” merupakan soal kejiwaan orang per orang. C. Tujuan KEPPH Tujuan KEPPH adalah: 1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. 2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. 3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. 4. Untuk meningkatkan mutu profesi. 5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. 6. Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi. 7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 8. Menentukan baku standarnya sendiri. D. Fungsi KEPPH Fungsi KEPPH adalah: 1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan, atau sebagai standar perilaku baik dalam menjalankan profesi 2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan E. Etika Profesi Hakim 1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap hakim Indonesia dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
6
2.
3.
melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi hakim yang menjadi pedoman bagi hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum. Hakim adalah profesi terhormat yang sering dijuluki wakil Tuhan karena diberi kewenangan menegakkan hukum dan keadilan.
F. KEPPH 1. Prinsip-prinsip KEPPH adalah: a. Berperilaku Adil; b. Berperilaku Jujur; c. Berperilaku Arif dan Bijaksana; d. Bersikap Mandiri; e. Berintegritas Tinggi; f. Bertanggungjawab; g. Menjunjung Tinggi Harga Diri; h. Berdisiplin Tinggi; i. Berperilaku Rendah Hati; dan j. Bersikap Profesional. 2. Berlakunya KEPPH • KEPPH berlaku terhadap perilaku hakim dalam dinas dan di luar dinas. • Perilaku dalam kedinasan adalah semua perilaku yang dilarang oleh KEPPH yang dilakukan dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
3.
7
persidangan dan/atau diluar persidangan yang terkait dengan perkara. • Perilaku di luar sidang adalah semua perilaku pribadi hakim yang menyimpang/tidak patut menurut KEPPH. Pelanggaran Pelanggaran yang dilakukan hakim dalam persidangan, antara lain: a. Meminta uang, memeras pihak. b. Mengulur persidangan. c. Membuatkan gugatan atau berkas-berkas pengadilan lainnya bagi salah satu pihak. d. Membicarakan perkara dengan salah satu pihak. e. Komunikasi terarah via telepon dengan salah satu pihak. f. Tidak menghindar ketika bertemu dengan satu Pihak berperkara. g. Dugaan selingkuh, menikah siri, menelantarkan keluarganya, atau menikah lagi (poligami) tanpa izin. h. Narkoba, sex bebas, judi, atau berbuat tercela. i. Mengeluarkan kata-kata kasar terhadap terdakwa, penasehat hukum, salah satu pihak atau saksi, j. Bersidang di ruang kerja hakim. k. Hakim tidak menanyakan kepada terdakwa, apakah terdakwa mengerti isi dan maksud surat dakwaan. l. Hakim menerima pihak di rumah atau di ruang kerja tanpa pihak lawan. m. Tertidur di ruang sidang. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
8
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
n. SMS/BBM saat sidang berlangsung. o. Keluar masuk ruang sidang. p. Hakim sengaja tidak mempertimbangkan alat bukti yang kuat. q. Hakim sengaja menerapkan hukum yang salah. r. Hakim tidak menawarkan Terdakwa didampingi penasehat hukum, padahal ancaman pidananya diatas lima tahun. s. Melanggar hukum acara (parsial, tidak fair, manipulasi fakta). t. Hakim terlambat menghadiri sidang. u. Tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum. v. Tidak mempersilahkan saksi-saksi yang masih di ruang sidang untuk keluar. w. Persidangan majelis hakim kurang dari 3 (tiga) orang. x. Majelis hakim membacakan putusan tanpa mengucapkan irah-irah. y. Pergantian anggota majelis saat sidang sedang berlangsung. z. Hakim mengintimidasi terdakwa dengan menyatakan: “kamu itu dipersalahkan, kamu terima saja ya?”. 4. Penegakan KEPPH • KEPPH ditegakkan oleh: • Hakim itu sendiri; • Mahkamah Agung; dan • Komisi Yudisial. • Hakim yang melakukan pelanggaran KE & PPH akan mendapatkan sanksi, yang berat ringannya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
9
sanksi tergantung dari pelanggaran yang dilakukan. G. DERAJAT SANKSI Sanksi terhadap hakim yang melanggar KEEPH adalah: 1. Sanksi ringan terdiri atas: • Teguran lisan; • Teguran tertulis; dan • Pernyataan tidak puas secara tertulis. 2. Sanksi sedang terdiri atas: • Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun; • Penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun; • Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun; • Hakim nonpalu paling lama 6 bulan; • Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas lebih rendah; dan • Pembatalan atau penangguhan promosi. 3. Sanksi berat terdiri atas: • Pembebasan dari jabatan; • Hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun; • Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 3 (tiga) tahun; • Pemberhentian tetap dengan hak pensiun; dan • Pemberhentian tidak dengan hormat.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
11
H. Abbas Said, S.H., M.H. KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
A
salamualaikum warohmatulohi wabarokatuh. Pak Suparman yang saya hormati, terima kasih moderator. Rekan-rekan para hakim tinggi yang saya muliakan tiada kata yang patut terucap pada siang hari ini selain daripada ungkapan puji syukur kehardirat Allah SWT, yang mana berkat curahan kasih sayangnya kepada kita sekalian sampai pada detik ini kita masih diberi kesehatan masih diberi waktu untuk duduk kita sharing pada siang hari ini. Bapak Ibu yang saya muliakan baik Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua KY, Pak Djaja dan Pak Parman saya kira sudah menyampaikan beberapa hal yang sangat penting dalam acara kita pada pagi hari ini. Nah tentu saya mohon maaf nanti kalau ada banyak yang terulang, jadi makin diulang tentu makin lancar jadinya. Bapak, Ibu serta Saudara-Saudara yang saya muliakan, saya tidak akan mengulang hanya sedikit saya mendengar tadi karena pak Parman baru dari Manado menghadiri konferensi para advokat bahwa ada kemajuan. Tapi ibu, bapak, hati-hati jugalah karena kenapa? Banyak melaporkan hakim itu pakai cara. Ini saya sampaikan kepada rekan-rekan para hakim supaya hati-hati jangan sampai tadi sebagai bukti lantas nanti istilahnya main golf nanti dilaporkan juga jadinya. Mungkin sudah diberikan contoh satu, ada rekan kita maaf ini kalau saya katakan karena kebiasaan sebagai hakim. Ada rekan kita yang enak saja menerima pengacara dia berceritalah dia tidak tahu bahwa didepan kantongnya ini ada rekaman yang dimiliki PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
12
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
pengacara dia tidak tahu dia berceritalah tentang ini tentang itu dan sebagainya lah. Kemudian pengacara ini melaporkan apa yang ada didalam rekaman yang dimiliki oleh si pengacara tersebut. Setelah itu kami turut periksa apa yang direkaman ini beda dengan saksi pemeriksaan. Kesimpulannya saya tanyakan sama yang bersangkutan, baiklah biar kita tidak memperpanjang lebih baik mau engga kita perlihatkan rekamannya ini? Jadi dia sambil ngomong A rekamannya B jadi disitu semuanya jelas. Antara lain contoh saya tidak akan sebut darimana bagaimana perkaranya anda tidak menang, habis saya ini ketua majelis tapi Pak KPN ini ngambil perkaranya lantas waktu musyawarah saya engga dilibatkan hanya yang perlu dilibatkan coba begitu disampaikannya. Ketika diperiksa apa katanya tidak, saya kan ketua majelisnya masa ketua PN mau mengambil perkaranya. Ini kan musyawarah, hasil bulat. Jadi tidak ada dissenting opinion (DO) siapa yang membuat ini nya kesatu. Nah coba padahal direkaman sudah jelas semuanya, sudah terima CD-nya ada mobil yang dipinjam sebagai jaminan sudah sekian lama belum dikebalikan jadinya. Apa boleh buat didalam bahasa agama disebutkan “inasamtun asamtunbi anfusikum waiasatum falha” jika anda berbuat kebaikan, kebaikan yang anda buat tidak akan kemana-mana dia akan mencari anda kebaikan itu tapi kalau anda mendholimi orang, membohongi orang, dongengi orang dan sebagainya tunggu jangan lari. Jadi jangan pernah mengharap menanam pisang dapat durian, itu tidak mungkin jadinya. Perbuatan dari yang bersangkutan saya kira mungkin bapak ibu sudah tahu, sudah di MKH saja jadinya kasihan andaikata kita sudah punya jam terbang ya kira-kira sudah sampai di ufuk barat harus diberhentikan walaupun ada PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
13
istilahnya dengan hormat diatas permintaan sendiri kasihan jadinya. Kita sudah memupuk karier dari bawah dia juga yang menyidangkan gugatan cerai umpamanya, maunya saya kalau sudah ada niat mau nampung perempuan tersebut nantinya, pada putusan tolonglah tarik ini ada kerendahan sedikit bilang sama pak ketua “pak ketua jangan saya lah pak tapi ya kenikmatan sedikit saya tinggal hasilnya” nanti kira-kira gitu ya. Bilang perkara putus karena cerai, ketika belum perkara putus belum cerai. Nah ini mohon maaf jangan sampai diikutilah kalau kita biasanya pulang kantor jam 16.00 atau 16.30 Mahkamah Agung jam 16.30 resmi jam kantor. Tapi justru rekan kita yang dinanti-natikan, diimpi-impikan ini datang pada akhirakhir pulang kantor. Apa yang terjadi dikamar ditempat hakim tersebut? silaki-laki mengaku sekitar hanya luar-luarnya saja, si perempuan ngaku yang sampai itu-itu juga jadi. Masa dikantor sampai demikian jadinya apa engga ada tempat yang terhormat yang lebih bagus lagi kalau emang mau kira-kira. Ini jangan coba diikuti yang demikian, ada lagi rekan kita lagi begitu juga cerai jadinya kan. Setelah selesai dia ditangani ini-ini ketika dia mau itu, dia coba bikin aturan baru kita nikah dulu. Dinikahi lalu untuk kerja demikian, apakah seorang hakim pantas yang demikian punya ilmu kok mengajarkan yang tidaktidak jadinya. Untuk kita nikah dulu setelah sidang habislah dia jadinya kan, nah ini untuk menghalal kan supaya terhindar jadinya ini perilaku jelas perilaku menyimpang jadinya. Jadi bapak, ibu, saudara-saudara yang saya muliakan, tentu bapak bertanya. Ini Si Abas kok ceritanya sekarang seperti tidak pernah bikin macam-macam. Nah itu, begitu kira-kira saya sampaikan pada pimpinan Mahkamah Agung. Ketika kita sakit, ketika kita PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
14
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
satu kolam renang saya tidak bisa melihat diantara kita siapa yang bagus gaya renangnya apa gaya kupu-kupu, gaya punggung, gaya dada, gaya bebas, karena kenapa? ya sama-sama sibuk sama-sama banyak perkara. Kalau saya waktu itu 8 majelis, saya kira paling banyak Majelis di Mahkamah Agung ketika saya. Saya paling banyak jadinya, saya majelisnya pak Parman dengan pak Andrioto pernah menyelesaikan perkara 270 satu bulan perkara putus, karena memang ke Pak Parman engga bisa macam-macam. Coba bapak ibu saudara sekalian yang saya muliakan tapi tentu kita berharap agar supaya jangan cepatnya yang sangat perlu, tapi juga artinya. Saya coba berikan contoh ada putusan ya saya berikan contoh, karena tadi kan yang ini Pak Parman umumya. Saya akan berikan contoh temuan-temuan dari laporan yang disampaikan oleh para yustisial para pencari keadilan. KY tidak hanya memeriksa laporan dari pada yustisial pencari keadilan, yang dikoran juga, yang di televisi juga, dan sebagainya. Itu semua diolah semuanya mungkin saya ingatkan sedikit bahwa sekian ribu laporan tersebut yang mungkin paling banyak 8% yang ditindak lanjuti oleh KY. 8% itu diantaranya minta konfirmasi daripada pelapor untuk melengkapi laporannya dan kemudian kepada terlapor kalau memang ada kira-kira hal yang patut diperiksa. Jadinya dari sekian itu mungkin bapak ibu lihat sampai bulan Juli kemarin itu, ada yang sampai ke MKH ada 2 kemudian ada 8 mungkin yang tertunda ada 2 yang tertulis. Satu yang diberhentikan dengan hormat dengan keputusan sendiri satu yang dinonvalidkan setahun mungkin ya. Jadi bapak-bapak ibuibu saudara sekalian yang saya muliakan, ada putusan yang saya kasih garis besarnya. Karena waktu sangat singkat ada putusan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
15
pertimbangannya onslah, nah kira-kira begini pertimbangannya menimbang bahwa dari fakta persidangan baik dari keterangan saksi maupun dari alat bukti lainnya maka dakwaan itu telah terbukti dengan jelas dan meyakinkan. Namun perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana. Oleh karena itu melepaskan terdakwa dari tuntutan hukuman ontslag itu kira-kira. Kemudian mengadili misalnya menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah. Sebelum penentuan tender tentang proyek PAM ini terlebih dahulu sudah masuk diruangannya sesi terdakwa tersebut. Oleh karena itu mengadili mengabulkan kasasi jaksa mengadili sendiri yang membatalkan putusan Judec Factie. mengadili sendiri yaitu menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 4 tahun dan seterusnya. Bapak coba bayangkan saksi but indira tersebut tidak pernah diperiksa baik oleh polisi, oleh jaksa, ataupun dipersidangan dipengadilan tidak pernah diperiksa. Darimana Judex Juris mengakui pertimbangan demikian? saya sampaikan kepada pimpinan Mahkamah Agung ketika itu masih Pak Arifin kemudian dibaca setelah dibaca ko bodo amat ini begini ya, lantas beliau panggil juga Pak Djoko kemudian beliau datang juga jadinya kan. Nah Pak Arifin bilang ini-ini “ah pak Abbas ini masa mau cari salah-salahnya aja” setelah dibaca apa kata beliau yang terlontar dari bibirnya jujur saja tanpa didasari ilmu begini Pak Abas katanya. Kesimpulan mereka mengatakan sama saya walaupun survei kan tidak kewajiban saya survei saya bilang kan tidak pernah diperiksa. Saya coba lihat muncullah dengan hati memeriksa, kebetulan satu majelis dengan saya lain kali kalau baca cermat teliti saya bilang. Ada perkara lagi gugatan hal yang konfensi dalam pertimbangannya menimbang, bahwa adapun PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
16
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
rekonversi dan sebagainya tolak rekonversi dan sebagainya. Saya tanya sama yang bersangkutan darimana saudara dapat gugatan rekonversi? ada Pak, dimana? ini Pak digugatannya coba tolong bacakan lantas mereka bertiga kenapa tidak ada. Tidak ada ada itu darimana? apa alasannya? alasannya apa ini pak ketua majelisnya ini meninggal pak jadi ada perkaranya kurang lebih 20 diserahkan kepada majelis kami Pak. Oh jadi mau beralasan bahwasanya bapak-bapak ini karena banyak perkara sehingga demikian. Supaya jangan panjang cerita saya ingatkan sama globio, menurut orang bijak orang yang baik itu bukan orang yang tidak pernah berbuat kesalahan. Orang yang baik menurut orang bijak adalah orang yang pernah berbuat kesalahan, menyadari kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulangi. Maaf senior tolong lain kali jangan copy paste saya bilang. Maka bapak-bapak ibu-ibu jangan terlalu percaya pada panitera pengganti, bapak periksa kembali baru taking karena tanggung jawab putusan ada pada majelis bukan pada penitera pengganti bukan kepada tekering. Bapak dan Ibu Saudara sekalian banyak sebenarnya saya sudah kumpulin permasalahan-permasalahan yang didalam putusan-putusan ini. Tentu kita berharap apa yang tadi disampaikan oleh pak Parman bahwasanya sudah mulai banyak kebaikan, alhamdulilah itu lagi tahapan bagaimana agar ke Mahkamah Agung punya rencana 25 tahun yang akan datang tercipta lazim dan agung mudah-mudahan. Jadi bapak ibu saudara-saudara sekalian jangan sampai ada lagi rekan-rekan yang berlindung lagi. Kenapa begini? takut dipanggil KY, jadinya kaya KY itu bisa membatalkan putusan engga! jadi jangan beralasan kalau memang andaikata orang tersebut tidak terbukti kenapa harus PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
17
dihukum begitu pun sebaliknya kalau memang terbukti kenapa harus dibebaskan. Saya kira mengenai strafrecht tadi Pak Djoko sudah singgung jadi memang ini bukan masalah baru. Masalah strafrecht tergantung dari rasa keadilan para hakim tersebut. Jadi Hakim yang di Irian dengan hakim di Jakarta serta hakim di Aceh, kalau andaikata ada orang pakai koteka didaeran Merauke sana jalan-jalan ditengah umum saya kira engga bisa dipidana. Tapi andaikata mungkin di Jakarta dia jalan-jalan tanpa pakaian hanya pakai koteka saja bisa dijadikan perkara. Disinilah letaknya hakim bisa menggunakan hal-hal yang meringankan mungkin, jadi perkara tapi mungkin hukumanya tidak bisa disamakan. Jadi memang bukan masalah baru masalah disparitas pemidanaan ini saya kira, karena sistim kita beda dengan sistem negara-negara lain itu agak beda. Bapak dan Ibu Saudara-Saudara yang saya muliakan, tentu harapan kita kepada semuanya, ini saya hanya akan menyentuh batin kita. Sebenarnya masalah kode etik ini jujur, adil, semuanya integritas tinggi, rendah hati, profesional yang 10 point tadi saya kira bagi para hakim bukan masalah baru. Di KY juga bapak ibu pakai ada cakra yang melambangkan demikian itu sudah hafal mestinya. Bapak wakil gereja juga para pendeta juga mengajarkan supaya kita berbaik, bapak di masjid juga mengajarkan tetapi sampai sekarang masih ada diantara kita masih kurang imannya kita masih kurang percaya. Tapi alhamdulillah kita yang hadir sekarang ini bersyukur untuk sampai detik sekarang ini, alhamdulilah belum dibukakan aib kita oleh Tuhan. Mungkin daripada kita banyak yang berbuat lebih jelek dari pada yang tertangkap tapi kebetulan tuhan masih selamatkan kita untuk memberi kesempatan instropeksi diri kita PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
18
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
masing-masing. Coba Bapak Ibu renungkanlah ada rekan kita di Bandung diadili, hakim PAI juga tertangkap di Semarang, juga tadi disinggung oleh pak Parman juga ketangkap. Kalau Tuhan mau kenapa sih semua-semua kita yang berbuat hampir mirip-mirip begitu, kenapa tidak ketangkap semuanya. Kesempatan kita dalan agama disebutkan cobalah instropeksi diri kita masingmasing mumpung Tuhan masih sayang sama kita. Cobalah kita mulai berangsur-angsur untuk memperbaiki diri lah, saya tahu tadi Pak Parman sudah singgung sebenarnya masalah-masalah penilaian pada panitera itu teknik kuno. Jadi memang banyak yang salah gunakan biasanya para panitera, para calo, dan banyak yang salah gunakan ini. Ini untuk pak hakim untuk inilah maaf jaksa juga demikian macam mana itu pak ketua mau berangkat, dikasihlah dia tapi tidak sampai ke ketua majelisnya itu banyak lah pengalaman-pengalaman yang demikian. Tapi sudahlah marilah kita coba menata diri kita bagaimana indahnya andaikata, kita dimana-mana dihormati. Jadi ketika saya baru SK nya 69 tapi 68 masih golongan dua, kalau saya berdiri didepan terminal untuk naik angkot masih orang hormat. Karena kebetulan pakai pangkat sedikit pangkat pengayoman masih dihormati jadinya. Maunya saya kembalilah seperti model lama tapi sekarang coba kita lihat, ada putusan hakim macammacam ceritanya. Oleh karena itu coba kita berangsur-angsur menata diri kita sekalian, dan apa yang akan nanti kita diskusikan bapak-bapak bisa tularkan kepada rekan-rekan para hakim. Ya kalau bapak-bapak hatiwas hakim tinggi pengawas ke daerah, sampaikanlah jangan nanti nunggu 1 Januari baru memperbaiki. Sekarang kita berangsur-angsur karena saya takutkan begini ya! mungkin sebagian diantara kita yang masih kurang yakin. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
19
Saya bawa ke agama lah coba bayangkan maaf yang non muslim yang Kristen. Coba lihat! bayangkan ketika Jibril datang kepada Maryam apa kata Jibril kepada Maryam “wahai Maryam engkau akan mendapatkan putra”. Apa kata Maryam “bagaimana caranya saya dapat putra?” sedangkan saya sentuh laki-laki pun tidak pernah. Coba bayangkan ada orang kawin sudah sekian tahun tapi tanpa dikaruniai anak, ada orang tidak kawin tapi kenapa bisa punya anak perempuan. Coba lihat siapa yang kira-kira mengatur, itu berarti ada kekuasaan yang mengatur. Jadi pada struktur tadi bagaimana didalam islam menghormati Maryam yang melahirkan Nabi Isa AS. Saya ambil contoh lagi Nabi Ibrahim, kalau kita menguji tentang kita saya tentu menyentuh agama banyaknya. Coba ketika Nabi Ibrahim mencari Tuhannya. dilihatnya bapaknya membuat patung kemudian hampir disamakan dengan Ka’bah. Jadi Ibrahim berpikir masa ini mau disembah ini kan Bapak saya yang bikin. Kesimpulan ini diturunkan setelah diturunkan diketahui oleh bapak Nabi Ibrahim, Ibrahim menurunkan diusirlah Ibrahim untuk meninggalkan tempat tersebut. Ketika Ibrahim melihat malam hari ada bintang, oh itu Tuhan saya kecewa ditengah malam. Kemudian melihat bulan terang dia kecewa juga karena subuh hari sudah hilang bulannya. Dan di siang hari dia melihat terang benderang matahari tapi di sore hari matahari ditelan bumi. Cobalah bayangkan Nabi Ibrahim masih agak ragu juga bertanyalah Nabi Ibrahim sama Tuhan jadinya. Apa kata Nabi Ibrahim sama Tuhan dalam surat Al-Baqoroh “Wahai Tuhan bagaimana Engkau akan menghidupkan orang yang sudah mati Tuhan? jangankan yang seribu tahun lalu, nenek saya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
20
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
aja baru 50 tahun lalu sudah tidak ada tulang belulangnya sudah bersatu dengan tanah Tuhan”. Lantas Tuhan dengan arif mengatakan “wahai Ibrahim apa kamu belum percaya” saya percaya Tuhan tapi agaknya kurang mantap. Nah itulah gangguan iblis setan kalau begitu baiklah Ibrahim ambil empat ekor burung kemudian burung tersebut kamu cincang halus-halus perekor kepalanya kecil begini cincang halus-halus kemudian empat ekor engkau jadikan satu aduk dan letakanlah dibukit sana satu onggok, dua onggok, tiga onggok, empat onggok. Wahai Ibrahim panggilah emapat ekor burung yang telah engkau cincang halushalus dan engkau jadikan satu dan engkau letakan di empat tempat. Wa’damu analloha bidunhakim dengan kekuasaan Tuhan empat ekor burung tersebut terbang sebagaimana sediakala lantas bersujud Nabi Ibrahim Engkaulah Tuhan yang saya sembah. Jadi apakah tidak mungkin rekan-rekan kita yang kena musibah ini bisa suatu waktu Tuhan limpahkan kepada kita. Bisa saja kalau kita terus-menerus tidak mau sadar, tidak mau insaf, tidak mau sedikitpun instropeksi diri kita sekalian. Bagi yang pernah ke bukit Tursina, coba bayangkan ketika Nabi Musa berada dibukit tursina ketika itu congkak juga Nabi Musa. Jadi apa kata Nabi Musa “wahai Tuhan nampakan wajahmu” lantas Tuhan mengatakan “hei Musa niscaya kau tidak bisa menampak wajahku”. Kemudian singkat cerita dan Allah SWT mengatakan arahkan wajahmu dibukit Tursina. Sepintas kilat ada gaya kilat bukit Tursina dalam tafsir As-mibah terangkat dan meledak. Jadi Nabi Musa barulah jatuh tersungkur Nabi Musa mengatakan “Engkaulah Tuhan ku”. Semua kejadian ini saya kaitkan dalam bahasa agama karena kenapa? Saya kira semua orang beragama Islam sudah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
21
dari kecil mengaji. Sudah mendengar dari gurunya, dari kotbah. Kode etik juga sudah dicakrakan baik di KY maupun yang lain sudah ada semuanya tinggal kita mau mencoba menatanya. Saya sangat sedih jika ada seorang hakim yang kena sanksi, saya paling sedih karena kebetulan saya kurang lebih 42 tahun jadi hakim 5kali jadi capres, sekali wakil, kedua kali jadi KPT. Jadi kalau ada rekan hakim yang kena sanksi aduh saya kasihan sekali. Oleh karena itu marilah kita coba instropeksi mudahmudahan Tuhan selalu bersama kita.Jujur menilai diri kita, jika kita pernah berbuat salah kenapa kita tidak mengakui bahwa saya salah, tuntunlah saya kejalan yang Engkau ridhoi. Karena bapak-bapak sudah memiliki, sudah mengantungi tanda cakra, sudah dipakai semuanya, tapi masih ada rekan kita yang ketangkap coba bayangkan ketangkap akhirnya. Hanya kebetulan kita ini termasuk orang yang disayangi Tuhan, belum dibuka aib kita. Kalau Tuhan mau saya kira gampang bagi Tuhan untuk membuka semua ini. Saya kira itu pengantar saya mengenai kode etik, tolonglah disampaikan kepada rekan-rekan. Jangan bosan menyampaikan kepada rekan-rekan ditingkat peradilan negeri, jika gaji kita sampai hari ini hanya cukup untuk 25 hari atau satu bulan kita terimalah. Jadi apa yang anda peroleh, syukurilah. Mudahmudahan apa yang diperjuangkan Mahkamah Agung bersama KY, seperti apa yang disampaikan pak Djaja, mudah-mudahan bulan Januari naik seperti impian kita. Jadi walaupun nanti gaji kita kata pak Djaja tadi 57 juta katanya untuk KPT, 30 sampai sekian untuk hakim tinggi. Tapi namanya manusia tidak pernah puas jadinya. Oleh karena itu ketika Adam dilahirkan oleh Tuhan maka PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
22
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
Tuhan mengatakan “wahai malaikat, iblis dan jin bersujudlah engkau kepada Adam”. Malaikat mengatakan dia tunduk dan langsung bersujud, tapi iblis dan setan mengatakan saya lebih mulia dari pada Adam saya dari api Adam dari tanah. Keluarlah apa yang diminta setan dan iblis “wahai Tuhan jangan engkau usik” jadi sampai dunia ini kiamat setan dan iblis akan menggodanya. Tergantung keyakinan kita untuk menghadapinya. Jadi saya kira kalau andaikata Tuhan menjadikan kita semua baik tak susah bagi Tuhan, demikian pula kalau menjadikan kita jahat tidak susah bagi Tuhan. Mudah-mudahan bapak bisa ngambil hikmah dari pada cerita saya ini karena kalau saya ajarkan tentang jujur adil bapak lebih hafal dari saya, saya kira. Tapi yang penting bagaimana amalannya, itu mohon maaf jika kiranya bapak ibu sekalian saya hanya sentuh jiwa kita semuanya, saya sendiri di KY sudah satu tahun sembilan bulan juga dilaporkan perkara saya dengan pak Parman, pak Arbioto itu juga dilaporkan. Tapi alhamdulilah jadi jangan merasa takut untuk dilaporkan karena KY juga bukan tutup mata memeriksa, dia periksa dia lihat betul tidak laporan ini. Karena orang salah pasti melaporkannya tidak puas. Jadi saya kira demikian pengembangan diskusi kita wabilahitofiq walhidayah Wasalamualaikum warohmatulohi wabarokatuh.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
23
Tanya Jawab PERTANYAAN Ahmad Subaedi Ada suatu kejadian pak yang sebenarnya menurut saya juga erat kaitannya dengan Komisi Yudisial. Yakni dengan adanya hakim ad hoc ditindak pidana korupsi disini sudah jelas bahwasanya ditindak pidana korupsi itu tatacara persidangannya Hakim karier selalu menjadi ketua majelis. Namun demikian hakim ad hoc banyak seperti ini pak, berujung kepada hal-hal yang tidak semestinya terjadi. Misalnya saja saya menemui putusan dipengadilan negeri tipikor itu agak aneh sebenarnya. Tindak pidana korupsi disini terdakwa sudah ditahan tapi majelis memutuskan bahwa terdakwa dipidana percobaan. Jadi timbul juga disitu kata-kata bahwa didata tersebut dipotong selama terdakwa ditahan. Kalau maunya keputusan seperti ini, mestinya kalau dihubungkan dengan profesi hakim tidak profesional lah hakim yang demikian. Jelas otomatis adalah dari hakim karier setelah kami panggil hakim ketua majelisnya, kadang-kadang tidak hadir tanpa alasan. Majelis tahu hal ini tapi tidak bisa berkutik ini semua kemauan daripada para anggota hakim ad hoc. Sehingga kalau divoting 2 banding 1. Walaupun ad hoc tapi hal yang seperti ini memang diketahui sedang dalam TO Pak. Apakah masih perlu bahwa jumlah hakim menempati hakim ad hoc daripada hakim karier dalam memutus suatu perkara. Sedangkan kalau kita amati para hakim ad hoc maaf pak banyak yang kurang mengerti tatacara persidangan bahkan mungkin ad hoc juga kurang menjiwai. Sehingga banyak hal-hal yang terjadi dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
24
persidangan menyimpang daripada ketentuan-ketentuan yang seharusnya. Namun putusan itu pasti nanti ujung-ujungnya putusannya merupakan tanggung jawab daripada majelis. Sehingga ketua majelisnya menjadi beban yang berat. Saya kira itu saja barangkali terimakasih JAWABAN Suparman Marzuki Terimakasih ibu bapak sekalian atas responnya yang sangat baik. Komisi Yudisial sangat menghargai keputusan Mahkamah Agung terhadap kode etik tentang perilaku. Hanya saja kalau kita cermati bapak-bapak, sebenarnya kode etik dengan perilaku kita itu sangat terkait satu sama lain sangat terkait. Jadi apa yang dikatakan profesional itu ada juga pada poin-poin yang lain satu. Sulit sekali memang menentukan batas yang sangat tegas antara pelanggar hukum acara pelanggaran etika karena sebenarnya kalau kita kaji poin-poin yang dilarang didalam kode etik tentang perilaku itu adalah disarikan dari KUHP sebagian dari KUHP jadi hukumnya sah. Karena itu kita menganggap bahwa apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung selain memang harus kita menghormati sebagai putusan, yang kedua yang lebih penting lagi kita sudah hampir menandatangani kesepakatan tentang juplak dari kode etik tentang perilaku. Juklak itu nanti akan mengakhiri perbedaan pendapat kita mengenai bagaimana posisi putusan yang telah dinilai atau dianalisis oleh KY terkait laporan kesepakatan kita dalam ikatan sah pada Mahkamah Agung. Dan Mahkamah Agung telah setuju, karena pada kenyataannya Mahkamah Agung telah lama juga melakukan langkah-langkah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
25
pencegahan, penanggulangan sanksi terhadap pelanggaranpelanggaran profesionalitas hakim. Jadi ini sudah berjalan sebetulnya jadi kita sekarang melegalisasinya dalam bentuk kesepahaman yang kalau tidak ada halangan tanggal 27 akan ditanda tangani ada 5 atau 4 kesepahaman. 4 kesepahaman antara Mahkamah Agung salah satunya adalah juplak, kode etik, hubungan perilaku mudahmudahan setelah ini tidak ada lagi kontroversi tentang posisi putusan yang dilaporkan ke Komisi Yudisial karena sudah ada kesepahaman kita dengan Mahkamah Agung. Kemudian yang kedua kita baru mulai melakukan profiling hakim baik karier maupun ad hoc. Ad hoc sedang dalam proses berjalan sekarang, karier sudah kita lakukan profiling. Ini untuk apa untuk bukan hanya kepentingan kita menyampaikan kepada Mahkamah Agung didalam rangka promosi atau mutasi kepada hakim-hakim yang bersangkutan, juga untuk kepentingan KY sendiri ketika nanti seleksi hakim agung. Jadi kita tidak lagi buta tentang calon yang bersangkutan. Kita sudah punya track record-nya nya sejak pertama menjadi hakim siapa keluarganya, anaknya, kerja dimana dan seterusnya itu sekarang sudah kita lakukan dan sedang berjalan. Jadi sudah dapat data kurang lebih 800-an hakim kalau tidak salah. Jadi masih jauh sekali perjalanannya tapi kita sudah mulai lakukan profiling. Karena ini juga positif dalam rangka membantu Mahkamah Agung meningkatkan fungsi kinerja pengadilan diberbagai tempat. Agar nanti objektifitas proses promosinya juga bisa berjalan dengan lebih baik. Hakim ad hoc ini juga sedang kita lakukan, saya sendiri sudah datang keempat pengadilan dan fokusnya adalah pengadilan tipikor. sudah menemukanlah sudah punya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
26
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
gambaran dari 8 atau 6 atau 4 hakim ad hoc disetiap pengadilan kemampuan acaranya, kinerjanya, integritasnya. Kalau saya ada beberapa anggota Komisi Yudisial buat statement di media masa yang arahnya agar Mahkamah Agung melakukan evaluasi yang mendasar yang menyeluruh. Bagian ini didasarkan pada yang sebenarnya akan kita sampaikan pada Mahkamah Agung. Terutama 80% hakim ad hoc ini berlatar belakang pengacara pilihan Mahkamah Agung. Itu tidak sama mencari orang yang relatif yang pengalaman beracara dari sudut itu tidak clear. Tetapi aspek-aspek non teknis yang berkaitan dengan background ini tampaknya kurang dicermati kurang menjadi perhatian. Ini karena waktu yang tersedia yang diberi Mahkamah Agung terbatas, uang yang disediakan untuk rekruitmen juga sedikit sementara waktu yang disediakan 2 tahun harus terbentuk ibukota propinsi dan Kabupaten kota. Kabupaten kota sekarang sekitar 450 yang mendaftar ke institusi, sementara kita menemukan sebagian itu cari kerja. Sehingga aspek-aspek non teknis penguasaan hukum acara itu kurang terperhatikan. nah ini yang sebagian besar masuk sehingga aneh-aneh meresponnya. Yang terakhir tadi ada hakim ad hoc disuatu pengadilan dia pokoknya dissenting apa saja dissenting. Dissenting membebaskan dissenting aneh-aneh, setelah saya baca dissenting-nya tidak masuk akal saya bilang. Hari ini masuk Kompas koran kata Pak Djoko sudah dipindah ke Papua, saya kira kalau dia sehat mundur pastinya ditawarkan di Papua dengan gaji 13 juta. Saya membayangkan lebih baik angkat koper pulang kampung dari pada menjadi beban Negara. Tetapi perlu dipikirkan apakah dibuka di setiap Propinsi dan Ibukota Kabupaten itu sudah tepat. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
27
Saya sudah bilang hari ini di Kompas, Pak Djoko sudah melangsir kemungkinan regenerisasi semua pilihan itu ada resiko. Regenerisasi resiko biaya iya. karena harus menghadirkan saksi dan sebagainya dari ibukota Kabupaten ke Propinsi atau dari Desa ke Propinsi itu butuh biaya. Tapi ini mesti ditakar dengan kebutuhan kita menjaga integritas pengadilan kalau ini ingin menjadi penting dan utama. Berarti biaya-biaya seperti itu saya kira sudah ada gagasan dari Mahkamah Agung terorganisasi. yang kedua tidak akan menerima calon-calon ad hoc yang punya background tertentu. Ini sebetulnya adalah langkah maju dari Mahkamah Agung yang Komisi Yudisial relatif setuju dengan pantangan. Nah mengenai bapak dari PT Medan tadi betul ada pengaduan pak, dan saya memahami rasio hakim kita “jomplang” bahasa jawanya. Ada ditempat tertentu itu sidangnya sedikit karena itu Komisi Yudisial menyampaikan bahwa remunerasi untuk hakim itu tidak tepat. Karena itu tunjangan kinerja sementara setiap PNG itu beban tugasnya berbeda-beda, ada PNG yang benarbenar sebulan seminggu itu belum tentu ada siding. Tapi ada yang bernapas aja tidak sempat ditunggu disana ditunggu disitu sidang, sampai efeknya keterlambatan-keterlambatan karena anggota ini masih ketua di Majelis yang lain dan seterusnya dan sebagainya. Jadi efeknya memang kemana-mana, jawabannya tentu rasio ini harus didorong agar lebih rasional di PNG yang sidangnya sedikit perkaranya sedikit tentu harus terorganisasi. Mestinya tadi saya kira Pak Cicut sudah dengarlah bukan berita baru ini berita lama. Dan bapak-bapak sendiri pernah KPNG dan mungkin sekarang masih KPT tentu sudah menyampaikan wawasannya. Ad hoc ini saya sudah singgung PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
28
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
mudah-mudahan segera ada jawaban tentang ini. Karena kalau tidak ada langkah lagi buat kita oleh Mahkamah Agung, saya khawatir terulang peristiwa-peristiwa ini dibeberapa tempat. Karena gejala-gejalanya tanda-tandanya ada, saya tidak berharap terjadi ada seperti ini yang baru tetapi tanda-tandanya ada. nah kalau ini terjadi lagi tamatlah citra pengadilan kita, dan satu hal bapak ibu untuk yang di Semarang itu terus terang saja kariernya juga cukup aktif saya tahu persis. Ini meskipun cuma satu orang itu tetapi kan efeknya buruk sekali. Oleh karena itu sekali lagi tugas kita bersama bapak ibu terutama bapak-bapak yang di PT, karena juga ada hakim ad hoc di PT kita belum sempat sentuh disitu. Nanti suatu saat kita akan ke pengadilan tinggi untuk mem-profiling juga bagaimana add hoc ditingkat pengadilan tinggi. Itu jangan-jangan kurang lebih juga sama dengan yang dipengadilan negeri. Kalau ada data-data, tidak usah sungkan-sungkan bapak bisa sampaikan dan kami jamin itu kerahasiaan. Bapak bisa telpon saya atau siapapun kalau pengin ketemu kami yang dating, tidak perlu repot-repot bapak harus ke Jakarta. Saya dengan PN Semarang berkat komunikasi bilang saya yang ke Semarang. Saya memperoleh data yang cukup akurat yang berujung pada kejadian 17 Agustus itu sebenarnya sesuatu yang tidak saya inginkan. Nah itu saja respon saya bapak-bapak sekalian forum ini tidak bermaksud untuk menuntaskan semua masalah kita. Tapi dengan begini kita banyak sharing kita bertukar pikiran, segala masalah akan ada titik terangnya untuk kita perbaiki sama-sama.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
29
Abbas Said Saya kira temuan yang ditemukan dan didengar jangan dilanjutkan, kalau memang sidangnya satu orang jangan sampai dibuat di berita acara berbeda itu manipulasi namanya. Tolonglah jangan sampai dibantu orang ngomong A ditulis B argumennya orang satu ditulis majelis. Demikian itu sedangkan yang dari Pontianak kalau memang demikian tadi aturannya, tolonglah ketua majelisnya konsekuen, dissenting opinion (DO),h jangan sampai nanti juga ikut-ikutan fatal jadinya. Dulu ketika saya masih aktif di Mahkamah Agung, saya pernah mengusulkan agar supaya rekan-rekan para hakim karier pejabat umum dibidangnya jangan nampakan paling jeleknya dulu. Sehingga ketika saya usul begini, karena orang menganggap seakan-akan yang nonkarier lebih hebat dari karier. Oke kita uji satu majelis satu majelis dia bertiga kita uji, Pak Basyir bilangnya jangan begitu Pak Abbas musti harus ada yang nonkarier juga makanya dicampur jadinya. Maunya saya agar masyarakat bisa menilai siapa sebenarnya yang kompeten masalah-masalah hokum. Tapi pada waktu itu pak Basyir bilangnya dicampur aja. Mohon maaf begitu juga tentang hakim ad hoc ini sebenarnya model lama untuk saya. Kalau dulu ada Mahmilub, ya Mahmilub diambil hakim sipil hakim umum ini untuk dulu sebagai hakim dikasih pangkat mereka Mayor. Sesuai dengan pangkat setelah selesai perkara tersebut dia pulang lagi, jangan seperti sekarang permanen lima tahun. Dan menurut saya waktu saya rapat saya sampaikan bahwasanya ini pribadi ya bukan KY. Bahwa ada rekan kita pendapatnya sekarang kalau 5 tahun dia masuk dihakim karier kalau pidana dengan asas hidup dia pun hafal itu pasalnya dia hafal pasal berapa karena lama bekerja. Jadi saya minta PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
30
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
kepada para tipikor bolehlah ambil hakim ad hoc khusus tapi pajak perbankan. Karena memang banyak hakim negara yang tidak menguasai masalah hukum, tapi setelah selesai perkara kembalikan dia kembalikan kepada institusi yang bersangkutan dan gajinya tetap digaji kepada institusi tersebut. Kenapa tidak ditingkatkan hakim karier ini pengetahuannya terutama integritas dan moralitasnya yang terpenting. Karena pak Parman mengatakan kalau ilmu bisa ditambah, tapi semua gaji-gaji dari mereka yang sekian milyar itu dibebankan aja kepada hakim karier yang sudah di upgrade tadi pada awalnya. Nah ketika saya mengajar di Tipikor tetap saya pada prinsip demikian, tentu kita mengharapkan bapak-ibu semuanya ini tunjukanlah kalau kita punya kualitas lebih baik. Tunjukan pada mereka, jangan juga kita larut diajak sedikit kedip mata diam aja berarti setuju. Jadi cobalah tunjukan, memang siapa sih yang tidak suka uang, maaf saja sedangkan yang namanya disimpang empat itu maaf ya yang ditempat macet pasti minta sedekah. Masa kita juga seperti itu, jadi pakai malu lah sedikit. Jadi bapak, ibu, saudara sekalian saya sangat terusik dengan masalah mutasi-mutasi ini. Ketika saya masih di KPN sudah kita pertimbangkan mutasi-mutasi tersebut. Tapi tentu secara umum ada kelemahan-kelemahan, yang lebih dikenal cepat diingat daripada yang tidak dikenal. Ketika itu KPN-nya seperti Pak Muliana dan Pak Basyir, kemudian wakil ketua ada beberapa orang, kemudian hakim agungnya saya dengan Pak Imam Hariadi berdua jadi hakim waktu itu. Saya kira ketika itu karena kita dari panitera pengganti kemudian jadi hakim, jadi kita tahu semua kawan-kawan, sehingga kita tahu dekat yang baik, sekarang saya tidak tahu. Ini tadi saya bilang ke Pak Cicut tolong diperhatikan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
31
mereka yang suami istri hakim ataupun pegawai, tolong jangan dijauhkan tempatnya kalau perlu satu darat. Sehingga mungkin bisa satu minggu ketemu jangan satu nanti di selatan satu di NTT karena kenapa mungkin istrinya pegawai pemda. Sehingga dia tidak pindah, kapan dia pindah berarti keluar. Sudah kita bijak saja pindahkan suaminya ke Flores. mungkin kira-kira begitu. Saya tetap berkomunikasi dengan para tim PN ini, supaya mudah-mudahan hal-hal yang melemahkan tadi masalah ongkos. Masalah ongkos bayangkan satu di selatan istrinya di NTT ada satu lagi satu di selatan istrinya di tenggara itukan dia harus naik pesawat habis dia punya uang. Jadi ini harus dipertimbangkan minimal satu minggu bisa ketemu. Seperti misalnya satu Jawa Barat satu di Depok, satu di Subang, tapi jangan satu di Subang, satu di Kalimantan sendirian. Masalah mutasi akan sampaikan nanti secara pribadi. Apalagi pada Undang-Undang No 18 disebutkan mutasi dan promosi hakim. Demikian terimakasih Asalamualaikum Warohmatilohi wabarokatuh.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
33
SESI II
Tindak Pidana Korupsi Prof. dr. h. abdul latief, s.h., m.h.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
35
Tindak Pidana Korupsi Prof. Dr. H. Abdul Latif, S.H., M.H.
A. Pengantar Tema sentral (legal issue) di atas dirumuskan upaya untuk dapat memenuhi harapan Panitia Penyelenggara Kegiatan Pelatihan Tematik “HUKUM PIDANA KHUSUS” bagi Hakim Tinggi yang diselenggarakan di Medan pada tanggal 12 September 2012 . Salah satu tematik “Hukum Pidana Khusus” yang menjadi pokok bahasan dalam pelatihan ini adalah tindak pidana korupsi. Permasalahan materi muatan tindak pidana korupsi memang begitu luas dan problematik hukumnya yang sangat kompleks, oleh karena itu Penulis akan membatasi diri pada sub pokok pembahasan sesuai ketentuan panitia dalam kerangka acuan kegiatan pelatihan yaitu berkaitan dengan undang-undang tentang pengadaan barang dan jasa, posisi bawahan-atasan dalam pelaksanaan DIPA, asset recovery, dan pembuktian terbalik. Sub pokok bahasan tersebut akan diuraikan secara runtut dan sistimatik dalam makalah ini sebagai bahan pengantar dalam diskusi pelatihan tersebut. B. Undang-Undang Pengadaan Barang/ Jasa Perundang-undangan Pengadaan Barang/Jasa diatur dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah, karena PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
36
itu diperlukan upaya untuk menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas, transparansi dan keterbukaan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel serta prinsip persaingan atau kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat (Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 5 Perpres No.54 / 2010). Hubungan pengadaan barang dan jasa sangat terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa Presiden (Kepala Pemerintahan) memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Pengelolaan keuangan negara ini dikuasakan kepada Menteri atau pemimpin lembaga yang menggunakan anggaran negara, serta kepala pemerintahan daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, peraturanperundang-undangan pengadaan barang dan jasa mengalami perkembangan norma hukum yang berlaku yaitu Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden RI No.95 Tahun 2007 – terakhir dengan Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman atau kebijaksanaan pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
37
yang efektif bagi para pihak yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah (konsideran menimbang huruf b Perpres No.54/2010). Dalam kenyataan, tidak sedikit kebocoran keuangan negara yang terjadi dalam praktik sebagai akibat dari perbuatan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh Pengguna Anggaran dengan cara menyimpang dan terbukti melakukan perbuatan korupsi dari kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN & Perda tentang APBD, sehingga dapat diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, tujuan diberikannya pedoman atau kebijaksanaan pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah dalam Peraturan Presiden tersebut diharapkan, antara lain yaitu meningkatkan efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/APBD. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijaksanaan yang akan ditempuh Pemerintah dalam pengadaan barang/ jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa, antara lain: (a) Rencana Pengadaan Barang/Jasa, (b) Penyusunan Rencana Pengadaan Barang/ Jasa, (c) Melakukan Pemaketan Barang/Jasa Kegiatan dan Anggaran, (d) Pengumuman Rencana Pengadaan Barang/ Jasa, (e) Metode pelelangan (Pasal 22, Pasal 24 Perpres No.54/2010). Langkah-langkah pelaksanaan pengadaan barang/ jasa tersebut dilakukan oleh masing-masing Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Pemerintah Daerah, dan Institusi. Langkah-langkah ini perlu mendapat perhatian bagi setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
38
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi dan diwajibkan mengganti kerugian tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku. 1. Rencana Pengadaan Barang/Jasa Secara normatif setiap Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) wajib menyusun rencana umum pengadaan barang/jasa sesuai dengan kebutuhan pada kementerian, lembaga, Satuan Perangkat Daerah, Institusi masing-masing yang meluputi, kegiatan dan anggaran pengadaan barang/jasa yang akan dibiayai sendiri oleh masingmasing Kementerian, Lembaga, Institusi, dan atau yang akan dibiayai berdasarkan kerja sama antar Kementerian, lembaga, Satuan Perangkat Daerah, Institusi secara pembiayaan bersama (co-financing) sepanjang diperlukan. Rencana umum pengadaan barang/jasa meliputi kegiatan yaitu (a) mengidentifikasi kebutuhan barang/jasa yang diperlukan, (b) menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk pengadaan barang/jasa, (c) menetapkan kebijaksanaan umum tentang pemaketan pekerjaan, cara pengadaan barang/jasa dan pengorganisasian pengadaaan brang/jasa, dan menyusun kerangka acuan kerja yang meliputi uraian kegiatan yang akan dilaksanakan, waktu pelaksanaan yang diperlukan, spesifikasi teknis barang/jasa yang akan diadakan, dan besarnya total perkiraan biaya pekerjaan. Dalam praktiknya rencana PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
2.
3.
39
pengadaan barang/jasa ini acapkali dilakukan secara menyimpang dengan cara membuat kegiatan fiktif, mengurangi spesifikasi jenis dan kualitas barang/jasa, dan keterlambatan waktu pelaksanaan yang tidak sesuai kontrak. Penyusunan Rencana Pengadaan Barang/Jasa Penyusunan rencana umum pengadaan barang/ jasa pada kementerian, lembaga, Satuan Perangkat Daerah, Institusi untuk Tahun Anggaran berikutnya atau Tahun Anggaran yang akan datang, harus diselesaikan pada Tahun Anggaran yang berjalan, menyediakan biaya untuk pelaksanaan pemilihan penyedia barang/ jasa yang dibiayai dari APBN/APBD meliputi biaya honorarium personil, biaya pengumuman pengadaan barang/jasa, biaya penggandaan dokumen pengadaan barang/jasa, menyediakan biaya untuk pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa yang pengadaannya akan dilakukan pada tahun anggaran berikutnya, mengusulkan besaran standar biaya umumn terkait honorarium bagi personil organisasi pengadaan sebagai pertimbangan oleh Menteri Keuangan dan oleh Kepala Daerah. Melakukan Pemaketan Kegiatan dan Anggran Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran harus melakukan pemaketan barang/jasa dalam rencana pengadaan barang/jasa kegiatan dan anggaran. Pemaketan dilakukan dengan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket usaha tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis. Dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
40
4.
5.
melakukan paket kegiatan barang/jasa, Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran dilarang: (a) menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar dibeberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan dibeberapa lokasi/daerah masing-masing, sebaliknya yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan dan atau besaran nilainya seharusnya dilakukan, (b) memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari pelelangan, dan atau menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif dan atau dengan pertimbangan yang tidak obyektif. Pengumuman Rencana Pengadaan Barang/Jasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran mengumumkan rencana pengadaan barang/ jasa di masing=masing kementerian, lembaga, Satuan Prangkat Daerah secara terbuka kepada masyarakat luas setelah rencana kerja dan anggaran disetujui oleh DPR/DPRD. Pengumuman tersebut paling kurang berisi, nama dan alamat pengguna anggaran, paket pekerjaan yang akan dilaksanakan, lokasi pekerjaan, dan perkiraan besaran biaya yang kontraknya akan dilaksanakan pada Tahun Anggran berikutnya. Pengumuman tersebut dilakukan dalam website pengguna anggaran masing-masing secara resmi untuk masyarakat luas dalam upaya memenuhi prinsip keterbukaan dan akuntabilitas (Pasal 23 ayat (3) dan (4) Perpres 54/2010). Metode Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
41
Hal yang mendasar dalam ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diatur dalam Pasal 35 Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010, antara lain diperkenalkannya metode pelelangan/seleksi sederhana, pengadaan langsung, dan konteks/ sayembara dalam pemilihan penyediaan barang/ jasa, selain metode pelelangan/seleksi umum dan penunjukan langsung atau pengadaan langsung dan juga mengatur pengaturan kontrak payung dan kontrak pembiayaan bersama (cofinancing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penunjukan langsung, terhadap 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dapat dilakukan dalam hal keadaan tertentu dan atau pengadaan barang khusus/pekerjaan konstruksi khusus/jasa lainnya yang bersifat khusus. Kriteria keadaan tertentu yang memungkinkan dilakukan penunjukan langsung terhadap Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya meliputi antara lain penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera atau tidak dapat ditunda untuk pertahanan negara, keamanan dan ketertiban masyarakat, keselamatan perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda atau harus dilakukan segera termasuk: akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial, termasuk dalam rangka pencegahan bencana dan atau akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menhentikan kegiatan pelayanan publik (vide, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
42
pasal 38 ayat (4) dan ayat (5) Perpres RI No.54 Tahun 2010) . Penunjukan langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya yang dinilai mampu melaksanakan pekerjaan dan atau memenuhi kualifikasi. Dalam penunjukan langsung ini dapat dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, kecuali dalam pelelangan umum tidak ada negosiasi teknis dan harga. Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi yang tidak memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan adalah merupakan pelanggaran administrasi yang berakibat mengancam ketidakabsahan penunjukan langsung tersebut. Langkah-langkah pengadaann barang/jasa dan kriteria penunjukan langsung, pelanggaran kontrak terhadap isi perjanjian dan waktu pelaksanaan, denda, laporan fisik yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan , batas akhir kontrak pekerjaan belum selesai, seringkali disimpangi oleh Pejabat Pengguna Anggaran, Penyedia Barang/Jasas Konstruksi dan Konsultan Pengawas dalam pelaksanaannya, sehingga problematika hukum yang dihadapi dalam penerapan hukum tindak pidana korupsi khususnya pengadaan barang/jasa menimbulkan permasalahan yang perlu didiskusikan dan dicari solusinya, antara lain: a. Apabila dalam praktiknya terjadi penyimpangan terhadap rencana pengadaan barang/jasa yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
43
diajukan oleh J/PU ditemukan adanya suatu perbuatan berupa rencana kegiatan fiktif, spesifikasi jenis barang yang tidak ada atau tidak sesuai dengan kontrak dan anggaran yang telah ditetapkan. Apakah dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum dan merupakan tindak pidana korupsi? b. Penerapan hukum atas perbuatan melawan hukum formil terhadap perbuatan wanprestasi atas perjanjian kontrak dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPK) pada pengadaan barang/jasa pemborongan dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran hukum, apakah perbuatan wanprestasi karena tidak sesuai dengan kontrak bukanlah perbuatan melawan hukum publik, melainkan perbuatan wanprstasi yang tunduk pada hukum perdata sehingga tidak dapat dikualifikasi sebagai perbuatan korupsi. c. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan tidak dapat diselesaikan 100% sampai dengan akhir tahun anggaran biasanya diajukan pencairan dana 100% untuk menghindari anggaran proyek dikembalikan ke Kas Negara dan apabila anggaran itu dikembalikan, maka pekerjaan tidak dapat diselesaikan, tujuan pembangunan untuk kepentingan masyarakat tidak tercapai, negara mengalami kerugian. Problem hukumnya adalah bagaimana solusinya terhadap kasus pengadaan barang/jasa kontruksi yang belum selesai dikerjakan 100% sedangkan batas akhir tahun anggaran berjalan telah berakhir? PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
44
Sebagai ilustrasi, Pejabat dan Kuasa pengguna Anggaran (KPA) menandatangani dokumen-dokumen yang menjadi dasar pencairan dana dan pembayaran dana 100% atas permintaan rekanan berdasarkan Laporan Berita Acara Pekerjaan selesai 100% yang dibuat oleh kontraktor pelaksana, konsultan pengawas, padahal kenyataannya tidak sesuai dengan kenyataan fisik. Perbuatan menandatangani dokumen-dokumen yang menjadi dasar pencairan dana 100% yang tidak sesuai kenyataan fisik dilpangan berdasarkan RAB, adalah perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 18 (3) UU RI No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan oleh karena itu haruslah dipersalahkan dan bertanggungjawab dari akibat perbuatannya. C. Posisi Bawahan-Atasan dalam Pelaksanaan DIPA Dalam hal perhubungan hukum dinas publik, posisi bawahan-atasan mempunyai kedudukan yang sama dan tunduk pada hukum yang mengatur fungsi dan tugas, serta kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dalam pelaksanaan DIPA. Oleh karena itu terhadap Pejabat Publik atau Pegawai Negeri yang menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dalam pelaksanaan DIPA untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat harus mampu bertanggungjawab secara berjenjang atas penyimpangan penggunaan anggaran baik tanggungjawab administrasi maupun tanggungjawab pidana atas adanya kerugian negara akibat penyimpangan dari pelaksanaan DIPA. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
45
Dalam konteks hukum administrasi perlu diperhatikan sumber kewenangan yang meliputi kewenangan atributif, kewenangan delegasian, dan kewenagan mandat masingmasing berbeda kulitas perbuatan dan tanggungjawabnya. Dalam praktik acap kali terjadi bawahan dipersalahkan dan dimintai pertanggung jawaban atas penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan DIPA, sehingga dalam hal terjadi demikian bawahan acapkali mendalilkan bawahan hanya menjalankan perintah atasan. Dalam Pasal 51 (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur ketentuan bahwa “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana”. dan Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. Perintah dari Menteri dan Gubernur, Walikota/ Bupati kepada Kepala Dinas Satuan Kerja Prangkat Daerah mengenai hal yang terletak diluar lingkungan pekerjaannya sebagai pelaksana DIPA, bukanlah perintah yang dimaksud dalam Pasal 51 KUHP tersebut. Dalam perkara korupsi sering menjadi alasan bagi terdakwa bahwa dirinya hanya melaksanakan perintah atasan, berkenaan dengan alasan ini bagaimana dalam konteks penerapan hukum khususnya pasal 51 KUHP dalam perkara korupsi? Dalam pandangan saya, perintah yang dimaksud dalam Pasal 51 KUHP haruslah suatu perintah yang sah, yaitu merupakan perintah untuk melaksanakan suatu peraturan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
46
hukum perundang-undangan dan bukan perintah yang melanggar atau bertentangan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan, oleh karena itu perbuatan terdakwa tidak menghapuskan tanggungjawab pidana dari perbuatan terdakwa. D. Asset Recovery Mengacu pada Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 dan telah diratifikasi pada tanggal 18 April 2006 melalui UU RI No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003, di Indonesia telah berlaku beberapa peraturan perundang-undangan pidana yang berhubungan dengan “perampasan aset” hasil tindak pidana. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 2. Undang-undang RI No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU RI No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan telah dicabut dengan berlakunya UU RI No.8 Tahun 2010; Kedua undang-undang tersebut diatas belum mengatur secara khusus mengenai lingkup pengertian istilah Asset Recovery sebagaimana yang tercantum dalam Bab V tentang Asset Recovery dalam Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003. Pengembalian aset tindak pidana korupsi adalah salah satu tujuan konvensi tersebut, sedangkan prosedur serta persyaratan untuk mencapai tujuan tersebut adalah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
47
persoalan lain yang tidak hanya tergantung dari sitem hukum yang berlaku di setiap negara, melainkan juga sangat tergantung dari dipenuhinya beberapa prinsip umum (syarat-syarat) hukum tentang bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, dan bentuk kerja sama internasional lainnya oleh setiap negara peratifikasi. Pengaturan ketentuan mengenai penyitaan dan perampasan aset tindak pidana dalam kedua undangundang tersebut terbatas pada dua model perampasan yaitu: 1. Penyitaan terhadap harta kekayaan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana; 2. Penyitaan obyek yang berhubungan dengan tindak pidana, dan 3. Penyitaan terhadap hasil tindak pidana (belum diatur secara rinci dan memadai, (termasuk proses pembuktian terbalik dalam perampasan aset tindak pidana). Ketiga model penyitaan tersebut menurut peraturan perundang-undangan Indonesia ditujukan untuk kepentingan negara semata-mata dan untuk kepentingan korban tindak pidana, kedua tujuan ini Indonesia telah menggunakan. Penyitaan dan perampasan aset tindak pidana untuk tujuan kepentingan korban ditujukan untuk dapat memberikan kompensasi kepada korban tindak pidana (Romli Atmasasmita, 2010: 9). Seteleh berlakunya UU RI No.7 Tahun 2006 tersebut Indonesia telah mencantumkan dalam lingkup tindak pidana korupsi (UU RI No.20 Tahun 2001) yaitu: Perbuatan memperkaya diri sendiri secara ilegal, Suap terhadap pejabat publik, dan suap dikalangan sektor Swasta, dan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
48
penyalahgunaan wewenang (abuse of function), selain dikenakan pidana pokok juga dapat dikenakan pidana (tambahan) yaitu perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a UU RI No.31 Tahun 1999, baik yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Dalam UU RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, telah dicantumkan ketentuan pembuktian terbalik yaitu: Pasal 77, bahwa Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana; Pasal 78, bahwa hakim memerintahkan Terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana (korupsi) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang Pencucian Uang, dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup. Dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa masih ada harta kekayaan yang belum disita, hakim memerintahkan JPU untuk melakukan penyitaan harta kekayaan tersebut. Persoalannya, penuntut umum sering menghadapi hambatan bagaimana cara efektif dan efisien untuk melaksanakan pembuktian terbalik terhadap asset tindak pidana (korupsi) dengan melalui tuntutan secara pidana. Hal ini disebabkan pembuktian melalui jalur kepidanaan harus terlebih dahulu dibuktikan dengan bukti permulaan yang cukup mengenai kesalahan tersangka/terdakwa, baru kemudian dilakukan perampasan asset. Perampasan aset dalam praktik sering dihadapkan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
49
kesulitan yaitu, tersangka/terdakwa melarikan diri atau tidak diketahui keberadaannya atau telah meninggal dunia, kesulitan lain adalah dalam melacak atau menelusuri perpindahan asset (penguasaan) kepada orang lain terutama jika dilakukan secara tunai atau ditransfer dalam hitungan detik dengan teknologi yang canggi. Untuk mengatasi kesulitan tersebut perlu diupayakan secara efektif menggunakan pembuktian terbalik dengan tujuan perampasan aset dengan cara keperdataan tanpa melakukan penuntutan pidana tehadap tersangka/terdakwa pemilik asset. Perampasan asset melalui jalur keperdataan adalah, untuk membuktikan keabsahan kepemilikan seseorang atas asset yang berasal dari suatu tindak pidana (korupsi), bukan ditujukan untuk menetapkan kesalahan seseorang. Praktik penerapan perampasan asset tanpa melalui penuntutan pidana telah diterima dan dicantumkan dalam Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 termasuk Indonesia yang telah meratifikasi melalui UU RI No. 7 Tahun 2006. Oleh karena itu, selain daripada pertimbangan tidak dilakukan penuntutan terhadap tersangka dalam perampasan asset secara keperdataan, juga karena keberadaan asset tidak selalu pada pelaku tindak pidana, melainkan sering telah berada dalam penguasaan orang lain atau seseorang yang tidak mengetahui asal-usul asset tersebut. Filosofi perampasan asset harus didasarkan pada pemikiran bahwa tidak ada hak sedikit pun seseorang atas aset hasil tindak pidana (korupsi). Atas dasar pemikiran tersebut, maka wewenang perampasan asset tetap melekat jika kepemilikan aset tersebut merupakan tindak pidana, atau kepemilikan aset tersebut terkait dengan suatu tindak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
50
pidana. Inti dari kebijakan hukum perampasan asset yang diperoleh dari tindak pidana korupsi di Indonesia, masih semata-mata bertujuan mengembalikan dan memulihkan keuangan negara yang diderita oleh negara an sich, dan belum bertujuan untuk memutus mata rantai kegiatan atau aktivitas kejahatan dengan menghentikan sumber kekuatan kehidupan para pelaku kejahatan yaitu pendanaan. Sehubungan dengan keberadaan dua model perampasan asset tersebut, timbul pertanyaan, yaitu sarana hukum manakah yang harus diutamakan, perampasan asset melalui kepidanaan atau melalui keperdataan? Pertanyaan tersebut berkaitan hierarki penerapan dan seharusnya diutamakan jalur sarana perampasan asset berdasarkan penuntutan pidana. Jika sarana hukum tersebut tidak cukup memadai, maka digunakan sarana perampasan melalui keperdataan. Sebagai perbandingan, hierarki penegakan hukum sepan-jang berkaitan dengan perampasan asset tindak pidana di Inggris, dilaksanakan secara berjenjang yaitu perampasan asset melalui kepidanaan merupakan premium remedium, sedangkan sarana perampasan asset melalui keperdataan merupakan ultimum remedium. Model perampasan asset ini juga dikenal di Indonesia dewasa ini. Model perampasan asset menurut Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 tersebut dikenal sebagai perampasan asset dengan cara keperdataan yang memisahkan secara tegas antara aspek “pemilik asset” di satu sisi, dan aspek “asset tindak pidana” di sisi lain. Hal ini berbeda dengan pengertian asset tindak pidana berdasarkan model perampasan asset melalui cara kepidanaan. Pengertian istilah “asset tindak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
51
pidana” tersebut membawa konsekuensi hukum dimana “asset tindak pidana” dipandang “terlepas” pemiliknya (pelaku tindak pidana) yang telah menguasai (bukan memiliki) asset dimaksud. Pemisahan keterkaitan antara “asset” dan “pemilik asset” dalam konteks perampasan asset tindak pidana (korupsi) mengandung arti secara yuridis bahwa “asset” diperlukan sebagai subyek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atau setara dengan pelaku tindak pidana, sehingga terhadap asset tersebut dapat dilakukan perampasan. Oleh karena itu, suatu catatan penting dari kajian hukum atas perampasan asset ini adalah bahwa harta kekayaan hasil dari tindak pidana (korupsi) diakui sebagai subyek hukum pidana yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, bukan semata-mata sebagai obyek perampasan dan penyitaan dari suatu tindak pidana (Romli Atmasasmita, 2010:8–9). Perampsan asset yang berasal dari tindak pidana (korupsi) melalui jalur keperdataan tidak serta merta melanggar asas “praduga tak bersalah” sekalipun tidak perlu dibuktikan kesalahan tersangka/terdakwa. Sedangkan, perampasan asset tindak pidana melalui jalur kepidanaan harus terlebih dahulu dibuktikan kesalahan orang yang menguasai asset tersebut sampai memperoleh putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap, jika tidak demikian maka perampasan asset tindak pidana (korupsi) E. Pembuktian Terbalik Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menetapkan “pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
52
berimbang”, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya. Dalam penjelasan umum UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Pembuktian terbalik ini diberlakukan pada tindak pidana baru tentang gratifikasi dan terhadap tuntutan perampasan harta terdakwa yang diduga berasal dari salah satu tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16. UU RI No.31 Tahun 1999 juncto Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 UU RI No.20 Tahun 2001. Teori keseimbangan kemungkinan pembuktian (balanced probability of principles) yaitu pembuktian yang mengedepankan keseimbangan yang proporsional antara perlindungan hak individu di satu sisi dan perampasan hak individu di sisi yang lain atas harta kekayaan yang diduga kuat dari hasil korupsi. Dengan teori ini, maka setiap individu dibebankan kewajiban untuk memberikan pembuktian atas harta kekayaan miliknya yang diduga kuat dari hasil korupsi. Namun, kewajiban pembuktian ada atau tidaknya dugaan tindak pidana korupsi adalah ditangan Jaksa Penuntut Umum (Muh. Muslih, 2007: 29). Penerapan asas atau sistem pembalikan Beban Pembuktian di Indonesia ini merupakan salah satu pola PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
53
pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu melakukan suatu akseptasi terhadap sistem Pembalikan Beban Pembuktian, yaitu suatu sistem pembuktian yang berkenaan dengan hukum (acara) pidana, yang sangat khusus sifatnya dengan sistem pembuktian yang umum (universal) selama ini dikenal melalui pembuktian negatif (Indriyanto Seno Aji, 2007- 17) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 hanya menempatkan pembuktian sebagai suatu “pergeseran” saja bukan “pembalikan” beban pembuktian, sehingga pembuktian terbalik terbalik adalah sistem pembalikan beban pembuktian yang “terbatas” atau “berimbang”. Terbatas, karena memang pembalikan beban pembuktian tidak dapat dilakukan secara total dan absolut terhadap semua delik yang ada pada UU tersebut diatas. Sedangkan, “berimbang” karena beban pembuktian terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi tetap dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Karenanya banyak pendapat bahwa implementasi asas Pembalikan Beban Pembuktian pada undang-undang tindak pidana korupsi saat ini hanyalah gerakan “simbolis” yang tidak memiliki daya represi terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Pembebanan pembuktian berimbang seperti diatas dikenal dengan sistem pembuktian terbalik. Disebut pembuktian terbalik karena pada sistem pembuktian biasa, yang berkewajiban membuktikan kebenaran dari dakwaan yang disusun penuntut umum adalah penuntut umum itu sendiri. Meskipun terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
54
Ketentuan pembuktian terbalik tersebut, khususnya ditujukan terhadap harta kekayaan tersangka/terdakwa korupsi bertujuan menggugat hak kepemilikan seseorang atas harta kekayaannya yang selayaknya tidak dimiliki seseorang dibandingkan dengan pengahasilan yang diterimanya secara sah. Teori pembuktian terbalik ini menempatkan seseorang dalam posisi sebelum yang bersangkutan memperoleh harta kekayaannya yang diduga kuat hasil korupsi. Sejatihnya dengan teori pembuktian ini bertujuan untuk memudahkan proses pembuktian asal usul harta kekayaan (asset) yang dihasilkan dari korupsi, sehingga apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan keabsahan kepemilikannya, aset atau kekayaan yang dimilikinya dikembalikan menjadi aset negara (asset recovery). Sebagai perbandingan, teori ini telah dipraktikkan dibeberapa negara seperti Pengadilan Tinggi Hongkong, dan Ingris. Proses pembuktian terbalik ini di Hongkong dapat digunakan dalam kasus korupsi melalui prosedur hukum acara pidana. Di Inggris telah diatur dalam ketentuan Proceed of Crime Act Tahun 2003 (POCA 2002) dengan menetapkan strategi baru yang disebut Asset Recovery Strategy. Strategi baru dalam pemulihan aset hasil korupsi ini dianggap sebagai langkah proaktif dan radikal dengan menerapkan sistem pembuktian terbalik. Berbeda dengan Hongkong, pemberlakuan pembuktian terbalik di Inggris dilakukan melalui proses keperdataan (civil recovery). Metode pembuktian terbalik merupakan alternatif hukum pembuktian yang kini dipandang sebagai “sarana hukum” yang ampuh untuk mengejar asset hasil kejahatan dan mengembalikannya kepada negara. Namun, penggunaan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
55
model ini harus memiliki dua fungsi yaitu: Pertama, model ini bertujuan untuk memudahkan proses pembuktian asalusul harta kekayaan (asset) dari suatu kejahatan, akan tetapi disisi lain, tidak dapat dipergunakan sehingga bertentangan dengan hak asasi seseorang tersangka/terdakwa. Kedua, model ini tidak memiliki tujuan yang bersifat represif melalui proses kepidanaan melainkan harus bertujuan yang bersifat rehabilitatif dan semata-mata untuk memulihkan aset hasil dari kejahatan tertentu (recovery) dengan melalui jalur keperdataan (Romli Atmasasmita, 2007: 9-10). Konsekuensi penggunaan model pembuktian terbalik dengan kedua fungsi tersebut di atas dan telah dikenal dalam UU pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu: Pertama, harus menetapkan dua strategi baru dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan yang terorganisir dan sistimatik, yakni strategi pembuktian melalui jalur kepidanaan yaitu melalui proses pembekuan, perampasan dan penyitaan. Kedua, strategi melalui jalur keperdataan dengan proses pembuktian terbali, dan jika berhasil dibuktikan kebenaran mengenai harta kekayaan tidak berasal dari hasil kejahatan (non-criminal based conviction) maka setelah penyitaan, tidak dapat dilakukan proses penuntutan pidana (M. Akil Mochtar, 2009:69). Pilihan atas strategi tersebut diatas telah berdampak terhadap perubahan mendasar dalam hukum pembuktian yang telah diatur di dalam KUHAP dan peraturan perundangundangan pidana khusus yang berlaku di Indonesia, namun dalam praktik penerapannya masih belum optimal oleh karena belum adanya ketentuan khusus yang mengatur hukum acara pembuktian mengenai beban pembuktian PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
56
terbalik. Untuk membedakan antara pengalihan dari Penuntut kepada Terdakwa apa yang digambarkan oleh Glanville Williams sebagai “beban evidensial” atau beban untuk menyampaikan bukti dalam mendukung kasusnya pada satu sisi, dan “beban persuasif” atau beban untuk meyakinkan hakim terhadap kesalahan atau tidak bersalahnya disisi lainnya. Suatu beban persuasif mensyaratkan terdakwa untuk membuktikan, berdasarkan sebuah keseimbangan probabilitas sebuah fakta yang esensial untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa (M.Akil Mochtar; 2009:154). Sebuah beban “evidensial” hanya mengharuskan bahwa terdakwa harus mengemukakan bukti yang cukup untuk memunculkan sebuah isu sebelum ditentukan sebagai salah satu fakta dalam kasus. Penuntut tidak perlu menyajikan bukti tentang itu, sehingga Terdakwa perlu melakukan hal ini, jika ia mau memasukkan isu tersebut. Tetapi jika isu itu dimasukkan, beban pembuktian tetap ada pada Penuntut. Terdakwa hanya perlu mengemukakan keraguan yang rasional terhadap kesalahannya (M.Akil Mochtar, 2009:155). Dalam hal upaya penerapan beban pembuktian terbalik secara proporsionalitas untuk menyeimbangkan kepentingan individu dan masyarakat yang menjadi jantung dari pembenaran pengecualian terhadap aturan umum, maka dalam mempertimbangkan dimana “keseimbangan” itu berada, ada manfaatnya untuk memperhatikan pertanyaanpertanyaan sebagai soal dalam diskusi berikut ini: 1. Apakah yang harus dibuktikan oleh Penuntut Umum agar beban pembuktian beralih kepada Terdakwa? PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
57
2.
Apakah beban pembuktian yang ada pada Terdakwa. Adakah hal itu terkait dengan sesuatu yang agaknya menyulitkan Terdakwa untuk membuktikannya, atau adakah itu terkait dengan sesuatu yang tampaknya ada dalam batasan sepengetahuannya. Menentukan tuntutan apa yang harus dibuktikan, menjadi tanggungjawab Penuntut Umum adalah sesuatu yang mudah karena semua yang harus dibangun adalah “kecurigaan yang masuk akal/beralasan”, yaitu bahwa benda harta milik Terdakwa dimaksud ada dalam penguasaan Terdakwa untuk suatu tujuan yang terkait dengan korupsi. Kecurigaan dalam arti yang biasa adalah suatu kondisi perkiraan atau sangkaan dimana tidak terdapat bukti, mencurigai tetapi tidak dapat membuktikan bahwa Terdakwa memiliki sesuatu kecurigaan yang masuk akal bahwa terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana, karena itu harus berhati-hati menjelaskan perbedaan antara “kecurigaan” yang masuk akal dan bukti utama di sidang Pengadilan. Apa yang disyaratkan adalah bukti utama terdiri atas alat bukti yang diijinkan, bukan sekedar kecurigaan. Penuntut umum harus menyajikan alat bukti yang cukup untuk membuktikan atas dasar keyakinan yang tidak diragukan lagi yaitu: (a) Terdakwa memiliki harta benda dalam penguasaannya, dan (b) benda dalam penguasaannya itu dalam kondisi yang memunculkan kecurigaan yang masuk akal bahwa benda harta miliknya dalam penguasaannya itu untuk sebuah tujuan yang terkait dengan tindak pidana korupsi (M. Akil Mochtar, 2009:164). Bertitik tolak dari pandangan teori dan norma hukum PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
58
yang ada dalam kaitan dengan penegakan atau penerapan hukum terhadap korupsi diperlukan perubahan paradigma, yaitu apabila semula kita menganggap korupsi hanya sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes), maka sekarang ini kita harus menganggapnya sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) dan sekaligus merupakan pelanggaran atas hak ekonomi dan hak sosial rakyat Indonesia. Dalam konteks kelemahan-kelemahan substansial, maka untuk menerapkan hukum tindak pidana korupsi sudah diatasi dengan beberapa ketentuan yang baru dan diharapkan bisa lebih progresif yaitu ketentuan pemberlakuan sistem beban pembuktikan terbalik terhadap seorang Terdakwa khususnya dalam kasus gratifikasi (Pasal 12B). Sistem ini memberi hak kepada seorang Terdakwa dimuka persidangan untuk membuktikan bahwa pemberian uang terhadap diri Terdakwa, bukan suatu gratifikasi (Pasal 38A). Problematik Hukum, yang perlu didiskusikan berkenaan dengan beban pembuktian terbalik khusunya kasus gratifikasi (Pasal 12B UU No.20 Tahun 2001) adalah: 1. Seharusnya pembuktiannya tidak perlu harus membuktikan pemberian atau gratifikasi yang diterimanya berhubungan dengan jabatan dan berlwanan dengan kewajiban atau tugasnya, tetapi cukup membuktikan apakah Terdakwa menerima gratifikasi atau tidak, apabila dapat dibuktikan telah menerima maka Terdakwa telah terbukti korupsi. 2. Sistem pembalikan beban pembuktian terhadap Pasal 12B tidak berjalan dengan baik, oleh karena Pasal 12C mengatur bahwa gratifikasi hilang sifat tindak pidana korupsinya, jika si penerima garatifikasi tersebut PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
59
melaporkan kepada KPK dalam waktu 30 hari. Sebagai catatan, apakah diperlukan hukum acara khusus untuk kasus gratifikasi sehingga tidak lagi terdapat keraguan atau kesulitan bagi hakim untuk menerapkan sistem pembalikan beban pembuktian dalam kasus-kasus korupsi, mengingat di dalam UU RI No.20 Tahun 2001, hanya menyatakan bahwa pembuktian gratifikasi di depan persidangan sedangkan hal-hal lain yang terkait tidak diatur, sehingga dalam praktiknya menjadi hambatan bagi hakim dalam menerapkan beban pembuktian terbalik dan dengan sendirinya tujuan perampasan aset hasil dari kejahatan korupsi baik kasus gratifikasi maupun suap tidak dapat diwujudkan di Indonesia. F. Soal Diskusi Kelompok 1. Apabila dalam praktiknya terjadi penyimpangan terhadap rencana pengadaan barang/jasa yang diajukan sebagai kasus korupsi oleh J/PU, ditemukan adanya suatu perbuatan berupa rencana kegiatan fiktif, spesifikasi jenis barang, pengurangan volume pekerjaan yang tidak ada atau tidak sesuai dengan kontrak dan anggaran yang telah ditetapkan. Apakah dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum dan merupakan tindak pidana korupsi? 2. Penerapan hukum atas perbuatan melawan hukum formil terhadap perbuatan wanprestasi atas perjanjian kontrak dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPK) pada pengadaan barang/jasa pemborongan, apakah dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran hukum, apakah perbuatan wanprestasi karena tidak sesuai dengan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
60
3.
4.
5.
kontrak merupakan perbuatan melawan hukum publik, atau perbuatan wanprstasi yang tunduk pada hukum perdata sehingga tidak dapat dikualifikasi sebagai perbuatan korupsi. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan tidak dapat diselesaikan 100% sampai dengan akhir tahun anggaran biasanya diajukan pencairan dana 100% untuk menghindari anggaran proyek tidak dikembalikan ke Kas Negara, dan apabila anggaran itu dikembalikan, maka pekerjaan tidak dapat diselesaikan, tujuan pembangunan untuk kepentingan masyarakat tidak tercapai, negara mengalami kerugian. Problem hukumnya adalah bagaimana solusinya terhadap kasus pengadaan barang/jasa kontruksi yang belum selesai dikerjakan 100% sedangkan batas akhir tahun anggaran berjalan telah berakhir? Pejabat dan kuasa pengguna Anggaran (KPA) menandatangani dokumen-dokumen yang menjadi dasar pencairan dana dan pembayaran dana 100% atas permintaan rekanan berdasarkan Laporan Berita Acara Pekerjaan selesai 100% yang dibuat oleh kontraktor pelaksana, konsultan pengawas, padahal kenyataannya tidak sesuai dengan kenyataan fisik, apakah KPA yang mengetahui menandatangani dokumen-dokumen yang menjadi dasar pencairan dana 100% yang tidak sesuai kenyataan fisik dilapangan dan hanya menerima laporan dari pengawas konsultan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana? Perintah dari Menteri dan Gubernur, Walikota/ Bupati kepada Kepala Dinas Satuan Kerja Prangkat PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
6.
7.
61
Daerah mengenai hal yang terletak diluar lingkungan pekerjaannya sebagai pelaksana DIPA, apakah merupakan perintah yang dimaksud dalam Pasal 51 KUHP tersebut. Dalam perkara korupsi sering menjadi alasan bagi terdakwa bahwa dirinya hanya melaksanakan perintah atasan, berkenaan dengan alasan ini bagaimana dalam konteks penerapan hukum, khususnya pasal 51 KUHP dalam perkara korupsi? Sehubungan dengan keberadaan dua model perampasan asset, apakah suatu kasus tindak pidana korupsi yang telah dibuktikan pidana pokoknya dapat dirampas asset harta benda dari hasil kejahatan pelaku korupsi sedangkan Jaksa Penuntut Umum tidak mendakwakan dan putusan Pengadilan Negeri tidak memerintahkan dirampas untuk negara? Dalam hal demikian, apakah perampasan asset melalui keperdataan dapat dilakukan? Dalam hal beban pembuktian terbalik terhadap kasus suap, apabila terdakwa tidak berhasil membuktikan dengan alat bukti yang diperbolehkan menurut undang-undang, apakah hakim segera menyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman tambahan peranpasan asset. Sebaliknya, jika terdakwa dengan alat bukti yang diperbolehkan menurut undangundang dapat membuktikan bahwa kekayaan yang diperoleh bukan dari hasil korupsi, apakah hakim segera membebaskan terdakwa. Sedangkan kewajiban beban pembuktian terbalik oleh Jaksa Penuntut Umum berhasil membuktikan pidana pokoknya, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
62
bagaimana sikap hakim terhadap perampasan aset milik terdakwa yang diduga dari hasil suap.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
63
Tanya Jawab Elang Prakoso Pertanyaan: Tadi Prof mengatakan bahwa sebetulnya dalam undangundang korupsi dikatakan bahwa potensi dari kerugian negara itu sudah biasa. Namun dalam praktek baru potensi saja oleh jaksa sudah dijadikan perkara. Jika tidak salah tangkap menurut saya, pertama, paradigma jaksa itu kalau tidak ada kerugian negara perkara itu tidak akan diajukan. Kedua tentang pengembalian asset atau pengembalian kerugian negara berdasarkan pasal 18. Pernah saya temui dalam perkara korupsi, hasil korupsi itu disamping terdakwa juga menikmati, sebagian besar juga dinikmati oleh pihak lain. Tetapi oleh jaksa pihak ini tidak dijadikan terdakwa. Jika mengacu pada pasal 18 pasal 1B, maka terdakwa itu hanya bisa dibebani uang pengganti sebesar yang dia terima. Tapi kalau diterapkan, jelas pengembalian asset negara tidak akan terpenuhi, karena sebagaian besar ini dinikmati oleh orang lain dan itu tidak didakwakan. Bagaimana Prof pemecahannya? Apakah kemudian kalau kita mengacu ke pasal 18 ayat 1B, jelas tidak mungkin terdakwa kita bebani seluruh kerugian. Tetapi kalau dibiarkan berarti pengembalian kerugian negara tidak akan bisa terpenuhi. Padahal kalau kita mengacu pada undang-undang tindak pidana korupsi dan konfesi internasional sebetulnya korupsi ini pada prinsipnya adalah bagaimana mengembalikan kerugian Negara. Jawaban: Sangat menarik sekali dan kritis. Potensi negara yang saya maksud disini adalah yang sudah terproses potensi, karena kalau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
64
dilihat memang kita sependapat, bahwa ketika jaksa penuntut umum dalam proses penyidikan tidak menemukan adanya suatu kerugian negara, kemungkinan besar perkara itu tidak dilanjutkan. Tetapi dalam praktek terkadang kita menemukan seolah-olah alasan, apakah itu membebaskan atau melepaskan hanya bersandar kepada pembuktian, bahwa tidak ada kerugian negara, bagaimana ini perbuatan yang melawan hukum. Meskipun tidak dinikmati oleh terdakwa tetapi kemungkinan kalau itu mampu dibuktikan dinikmati oleh orang lain, ataukah ada kepentingan menguntungkan, tidak hanya potensi menguntungkan memperkaya dalam konteks sekarang, tetapi kedepan mungkin dirinya bukan memperkaya diri sendiri tetapi orang lain. Potensi ini kalau dilihat dalam konsep hukumnya terkendala ketika menjalankan peran dan porsi kita, kita selalu harus berdasar kepada fakta hukumnya. Kita memiliki bahwa tidak boleh terikat pada konteks normatif. Sekarang ini jamannya menutup proses penegakkan yang sifatnya ekspresif, tinggal dilihat apakah itu dalam konteks struktur tanggung jawab kita. Saya pandang bahwa kadang dijadikan suatu argumen atau legal reasoning dalam konteks menyatukan suatu alasan, bahwa memang dalam faktor persidangan sebetulnya tidak ada kerugian Negara. Untuk menentukan kerugian negara pun juga dalam proses penyidikan acap kali juga menjadi suatu alasan. Kadang jaksanya yang meminta apakah itu perkaranya dipaksakan meskipun kerugian negara dibawah nilai 100 juta atau kurang dari itu. Malah cuma 5 juta, panitia penyelenggara proklamasi 17 Agustus sampai ditingkat kasasi. Ini kalau kita lihat dalam konnteks tentu saya memang sependapat dengan bapak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
65
walaupun tidak dinikmati. Untuk mengukur konteks prinsip kita mengembalikan uang negara karena di versi kita diatas masih ada perbedaan juga. Tetapi kemudian kalau kita berada pada saat katakanlah kalau secara normatif, kalau kita perhatikan urusan itu bukan menikmati tetapi memperkaya memperoleh itu pak coba diperhatikan. Tetapi ada juga apakah kita adil kita tidak memperoleh apa-apa kita tidak menikmati, apakah harus kita kenakan uang pengganti? kalau pun terdakwanya tidak menikmati tidak memperoleh tetapi orang lain. Apakah itu memang terbukti ataukah tidak terbukti tentu memaparkan suatu penilaian bagi kita untuk melihat sejauh mana fakta-fakta itu betul-betul membuktikan bahwa meskipun terdakwa tidak menikmati tidak memperoleh, tetapi akibat dari perbuatan yang dilakukan apakah itu dilakukan secara melawan hukum ataukah dia menggunakan kewenangannya untuk memperkaya atau menguntungkan orang lain maka ini kita harus pandang. Untuk menentukan besaran uang pengganti atau tidak, itu kadang bukan persoalan hitung-hitungan, bukan, kita kadang kala dengan pengalaman selama ini kita tetap harus punya dasar sesuai dengan kapasitas dan kualitas perannya. Syukur-syukur kalau kita bisa buktikan dia menerima, kalau tidak mungkin kita lihat perannya yang berakibat kepada uang Negara. Itu ada pada yang dinikmati atau untuk memperkaya orang lain. Harjono Pertanyaan 1: Memperhatikan dari pertanyaan Pak Elang tadi, kalau yang dinikmati terdakwa hanya 100 juta padahal kerugian negara mencapai 500 juta yang 400 juta kan dinikmati orang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
66
lain. Apakah keadilan atau kepastian hukum yang kita terapkan sekarang ini? karena kalau kepastian hukum otomatis yang dirugikan 500 juta. Berarti terdakwa tadi harus mengganti 500juta, sedangkan yang dinikmati terdakwa hanya menikmati 100 juta misalnya. Saya mohon juga dari narasumber apakah keadilan hukum atau kepastian hukum yang akan kita gunakan? Moderator: Atau mungkin sebelum saya serahkan ke narasumber dari bapak sendiri karena ini forum dua diskusi mungkin ada pemikiran ya mungkin pemikiran yang selama ini pemahaman bapak tentang hidup kira-kira bagaimana? Pertanyaan 2: Kalau saya pribadi pak memang dalam perkara seperti itu sangat sulit, dan sangat berat tapi kalau saya pribadi yang saya kejar adalah keadilan. Jawaban: Makanya pandangan saya selama ini dalam konteks sebagai seorang dibidang hukum, beberapa teori ketika kita dihadapkan antara kepatian hukum dan keadilan, atau keadilan dia berhadapkan dengan kepatian hukum, kepatian hukum dia berhadapkan pada kemanfaatan. Kita berada pada choice yang mana dalam konsepsi ketika kita diberadakan secara nyata, ini harus main keadilan. Meskipun kita bisa sadari dalam konteks kepastian hukum yang secara normatif, justru membatasi bagaimana kita mengharapkan rasa keadilan. Saya kira kita sependapat pak! saya pada pilihan keadilan bukan kepastian hukum, karena kita yakin keputusan dalam konsep normatif yang dirumuskan oleh undang-undang ini tidak ada jaminan dari yang dibuat oleh penguasa. Ini kitalah yang menentukan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
67
alurnya, saya kira demikian. Gatot Suharnoto Pertanyaan: Betul bahwa hukum adalah merupakan hal mencapai keadilan. Kalau melihat suatu tindak pidana korupsi dimana ada kerugian negara yang seperti kita diskusikan sekarang ini, bahwa kerugian negara 500 juta kemudian pelaku mungkin menikmati 100 juta, karena yang 400 juta dia peroleh kemudian dinikmati oleh pihak ketiga. Mengacu pada suatu rasa keadilan ada dua sisi keadilan bagi si pelaku, keadilan bagi masyarakat, keadilan bagi Negara. Iya kan kalau negara sudah dirugikan atau masyarakat sudah dirugikan 500 juta, kemudian pelaku walaupun hanya menikmati 100 juta adil bagi pelaku 100 juta anda ganti. Tapi yang 400 juta yang kamu limpahkan kepada anak istri kamu bagaimana? Untung Wijarto Pertanyaan: Saya berpendapat bahwa rasanya dengan kecirian tindak pidana korupsi adalah merupakan extraordinary trainers kita berangkat dari sana. Kalau hanya kita mengikuti normatif berdasarkan ketentuan pasal 18, sedangkan kenyataannya seperti yang disampaikan Pak Elang tadi. Gregetnya kok tidak ada greget untuk pemberantasan korupsi dalam konteks seperti yang Prof katakana. Efek jeranya dimana? bisa saja terjadi pelaku itu menyembunyikan apa yang telah dilakukan. Tetapi secara yuridis yang dapat dibuktikan hanya sekedar itu, tapi saya mengangkat suatu tulisan jika perlu ada depresiasi hukuman kepada pelaku PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
68
tipikor ini contoh tidak hanya khusus. Kita mengacu kepada kitab Undang-undang hukum pidana ataupun Undang-undang tipikor, hakim bisa menemukan bentuk lain dari hukuman. Katakan misalnya seorang bupati atau kepala dinas mengkorup APBD, hukum saja katakan misalnya 5 tahun yang 2,5 tahun dijalani dengan cara dia membersihkan kantornya sendiri yang bisa dilihat. Karena apa yang disenangi oleh para budayawan juga terbukti diarena pengadilan tindak pidana korupsi ini, sudah kayaknya mereka menggarong uang negara tidak punya malu. Itu selebritis-selebritis yang sekarang menjadi politikus itu sudah tidak punya rasa malu sepertinya, malah berpakaian sedikit trendi sekalipun ada tulisannya tahanan tipikor. Ini kan perasaan malu sudah tidak ada. Jadi kalau seperti yang dikatakan Pak Elang tadi hanya bertumpu kepada Undang-undangnya pasal 18 efek jeranya engga terasa. Bilamana perlu harta kekayaan dimiskinkan, juga rasa malunya ditonjolkan didepan publik, kira-kira begitu ya kalau saya lihat. Jawaban: Dari pak Gatot dan pak Untung memang sangat terkait kalau kita lihat suatu pilihan seperti Pak Gatot keadilan terdakwa dan keadilan Negara. Dalam konteks ini kita kaitkan dengan perampasan asset segala macam, kalau kita berkomitmen padahal ini keadilan negara adalah kesejateraan untuk semua orang ketimbang mengedepankan keadilan untuk pribadi terdakwa. Saya memilih keadilan untuk negara karena untuk kemasyarakatan semua orang. Oleh karena itu saya tidak terikat masalah pamla yang seperti Pak Untung kemukakan. Saya kira kita sependapat pak. saya kira susah, bagaimana kita nantinya merumuskannya. Nantinya melihat dalam konteks ide kita PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
69
sekarang, atau melalui konsep ini panitera yang kita hormati dari KY mengharapkan betul-betul kita membangun komitmen bagaimana menegakan mengembalikan asset recovery ini tanpa kita harus mengabaikan kepentingan terdakwa. Kita dalam posisi konteks pembuktian terbalik tetap diberi hak terdakwa untuk membuktikan dalam hal kaitan dengan hak kekayaan yang diperoleh sepanjang hitungan kita buktikan kesalahannya tanpa harus kita melihat darimana hartanya dan itu sudah dilakukan dilain kesempatan. Yakin Insya Allah bapak kembalikan uang negara sesuai dengan jumlah asset tentu harus dari kerugian negara yang ditetapkan oleh yang berwenang. Jumlah asset sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dengan Undang-undang itu saja kalau menurut saya. Margono Pertanyaan: Saya tertarik pada diskusi kelompok ini. jadi biasa didalam sehari-hari dalam pekerjaan pemborongan itu ya pak. pekerjaan itu belum 100% selesai namun kemudian diantara konsultan dan sebagainya mengatakan bahwa itu sudah 100%, sehingga anggaran bisa dicairkan, karena biasanya pelaksanaan pekerjaan itu sudah mepet-mepet biasanya kan gitu. Ini anggarannya tidak diambil pak tapi dititipkan di bank, kemudian kepada pemborong supaya melaksanakan pekerjaannya sampai selesai. Kemudian anggaran sesuai dengan pengajuan proyek dicairkan lewat bank dengan acc dari pemilik pekerjaan maupun konsultan dan pemborong. Apakah ini sudah termasuk perbuatan korupsi? Jawaban: Saya tidak langsung pada kesimpulan dengan berbagai PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
70
persyaratan yang harus dipenuhi. Dari pertama ada kewajiban kuasa pengguna anggaran termasuk pejabat pembuat komitmen atau kuasa anggaran, konsultan pengawas, dan lain sebagainya itu melalui medium kesepakatan yang harus dibuat dalam berita acara dengan dasar pertimbangan batas akhir kontrak sudah terancam tahun anggaran sementara pekerjaan masih jauh dari persentasi untuk memenuhi sesuai dengan kontrak. Dalam ketentuan normatifnya sudah diatur secara tegas apa kewajiban bagi kuasa pengguna anggaran untuk melakukan proses pencairan dana 100%. Tetapi secara fisik bangunan belum mencapai 100% bahkan baru mencapai 25%. Apakah itu suatu tindak pidana korupsi? Tentu kita harus menguraikan suatu pembuktian fakta, kalau prosedurnya sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang ada lalu kemudian pekerjaan kembali diambil dan dana yang dititipi itu tidak termasuk perbuatan yang melawan hukum dalam arti dibenarkan oleh hukum. Kemudian penggunaanya dilakukan kembali untuk kegiatan proyek atau pengadaan barang jasa itu dan tidak ada yang dinikmati oleh pelaku, pekerjaan sudah selesai, dan lain sebagainya. Apakah itu kemudian kita bisa berkesimpulan putusan kita terbukti melakukan suatu pencairan dana yang tidak sesuai dengan kontrak? dan diluar dari pada adanya laporan fiktif, kalau sudah ada laporan fiktif seperti yang bapak katakan tadi itu tidak bisa kita tolerir bagi saya nah itu. Jadi perbuatan menitipkan pencairan dana sebetulnya tidak sesuai dokumen itu harus diminta pertanggungjawaban sesuai ketentuan pasal 18 ayat 3, “barang siapa yang menandatangani dokumen-dokumen resmi yang menjadi dasar pencairan dana dia harus pertanggungjawabkan”. Persoalannya apakah tanggung jawab itu sampai kepada tanggung jawab PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
71
pidana? Tentu harus kita lihat pekerjaannya sudah selesai atau belum. Saya kira ahli hukum pidana bisa melihat kesini untuk menentukan korupsi atau tidak sepanjang ada kerugian Negara. Prosedur dilanggar, ada yang diterima, atau diterima oleh orang lain, karena ini modus jadi kita harus hati-hati dalam konteks pengadaan barang jasa. Banyak sekali modus seperti yang saya gambarkan tadi mulai dari perancangan program kegiatan sampai pada pelaksanaan pengguna anggaran. Potensi kebocoran uang negara sangat besar dan dominan kasus yang naik keatas itu besar jumlahnya. Sekarang tinggal untuk menilai tentu dalam hal ini cocok tetapi ketika kita sudah sejauh itu kita tidak apa segala macam berani bertanggung jawab konsisten pada pendapat silahkan jalan. Misalnya seperti itu. Gatot Suharnoto Pertanyaan: Dalam pengadaan barang dan jasa kalau tidak salah tanggal 15 Desember harus tutup buku. Ketika tutup buku itu kalau anggaran belum digunakan harus dikembalikan ke kas negara. Banyak yang diakali meskipun sudah tanggal 15 kemudian dibuatlah administrasi seolah-olah proyek itu sudah selesai kemudian dana dicairkan 100% terus kemudian pekerjaan itu dianggap disitu bukan pelaksanaan pekerjaan dalam arti membangun lagi tapi itu biasanya masuk ke pemeliharaan. Kasus ini oleh jaksa akhirnya dijadikan korupsi, kalau tadi dikatakan seperti itu berpendapat seperti itu. Menurut Prof ini kan hanya merupakan pelanggaran administrasi bukan pelanggaran pidana. Jika konteksnya itu pelanggaran administrasi past onslag, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
72
karena disitu persyaratannya harus bisa dibuktikan meskipun ada kesalahan administrasi harus bisa dibuktikan. Apakah memang disitu ada pelanggaran pidananya Misalkan ternyata laporannya fiktif atau uang yang tadi sisa ternyata tidak seluruhnya dipergunakan untuk melaksanakan atau menyelesaikan proyek tersebut. Tapi sebetulnya menurut saya, ini pengalaman saya, mengadili pengadaan barang jasa memang modus operandinya seperti itu. Jadi mereka ini misalkan 90 hari itu biasanya nanti dikerjakan Bulan Desember. Saya kira ini kejar-kejaran dan memang ini tujuannya, agar anggaran bisa dicairkan seperti itu. Jadi saya kira kita sependapat Pak, kenapa? Kalau kita lihat dalam konteks prosedur administrasi. Sepanjang kita mampu buktikan bahwa didalamnya ada perbuatan fiktif yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan, dalam konteks prosedur pengguna anggaran yang seharusnya dimasukan ke kas negara malah tidak dimasukan kas negara, melainkan dititipkan pada bank tertentu dengan alasan untuk memudahkan pencairan. Apalagi kalau diancam bahwa kembali ke kas Negara. maka itu kemudian agak sulit proses administrasinya. Harus dianggarkan kembali dan menunggu berapa bulan kemudian. Sementara batas kontrak harus selesai. Siapa yang harus bertanggung jawab? Menurut Bapak kira-kira dalam konteks kasus ini yang melakukan adalah pejabat penyelenggara Negara, kuasa pengguna. Apakah harus dia berstatus sebagai terdakwa? Untuk saya, ya harus pertanggung- jawabkan, Dia harus dihukum tegas. Subaedi Pertanyaan: Jika memang betul nyata memang untuk pencairan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
73
tersebut telah diakali dan dibayar 100% telah dicairkan dan dititipkan, kalau tujuannya itu hanya untuk agar proyek ini bisa terselesaikan dan uang itu digunakan untuk proyek dan dimasukan 100% dan tidak ada penyimpangan mengenai dana dan negara tidak dirugikan. Saya tidak sependapat, kalau korupsi itu dikatakan adanya kerugian Negara. Kalau negara saja sekarang dalam proyeknya setelah diuntungkan dengan selesai 100%, dan itu juga tidak ada hal-hal yang menyimpang. Itu hanya kesalahan prosedur administrasi pencairan keuangan agar bisa digunakan untuk pelaksanaan proyek. Tidak ada kerugian negara. Tapi kalau memang ternyata penyelesaiannya tidak dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya dan uang tidak dicairkan dan diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, sudah pasti itu korupsi, karena ada penyimpangan yang menimbulkan kerugian negara. Jawaban: Baik pak saya kira kita sependapat, yang digambarkan Pak Baedi itu ada kerugian negara karena kita mampu membuktikan sikap melawan hukumnya karena tidak sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Katakanlah tadi normanya tidak digunakan untuk pemeliharaan, sementara terbukti masih ada satu jenis pekerjaan yang tidak dilakukan, pencairan sudah 100% terjadi, lalu dicairkan 100%, normanya harus ke kas negara tetapi malah dititipkan, itu tetap ada kerugian negara. Ada aturannya mengenai batas akhir anggaran paling tidak ada surat pernyataan untuk siap melaksanakan pekerjaan baik konsultan maupun pekerja dan kuasa pengguna anggaran itu dia komitmen membuat pernyataan. Lalu kemudian uang yang dicairkan 100% disampaikan kepada Bank sesuai prosedur Perundangundagangan yang mensyaratkan, untuk itu kemudian begitu PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
74
dicairkan kembali dilaksanakan kegiatan dengan pertimbangan proyek selesai negara tidak dirugikan tujuan pembangunan kepentingan demi masyarakat terpenuhi. Maka kadang kala ini kita terbukti suatu kesalahan tetapi tidak termasuk tindak pidana korupsi, sehingga sikap kita ini terbukti tetapi tidak merupakan tindak pidana korupsi sehingga harus lepas. Tidak seperti itu pak. ada alasan-alasan pemaaf atau pembenar jadi legisme bisa dihapuskan dengan konteks manfaat. Prinsip dalam konteks teori hukum dimungkinkan bahwa sesuatu yang berarti perbuatan itu tidak sesuai undang-undang adalah merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum. Melainkan harus kita buktikan terlebih dahulu dari suatu perbuatan itu yang berakibat menimbulkan kerugian Negara. Meskipun kita sepaham mungkin. dari saya bahwa kerugian negara bukanlah merupakan suatu unsur delik. Tetapi suatu akibat ini juga kadang kala ada alasan membebaskan dari dakwaan, dalam hal ini pasal 2 atau pasal 3. Jadi saya kira ini sebenarnya berpulanglah kepada kita masing-masing yang diberi fungsi dan tugas seperti ini. Subaedi Pertanyaan: Kenapa hal ini saya paparkan seperti tadi, karena banyak proyek memang yang terjadi mepet waktunya dan itu dilaksanakan sebagaimana diakali seperti tadi dengan prosedur pencairan. Namun demikian pada saat tutup buku merupakan penyelesaian selanjutnya, sementara dikerjain datanglah penyidikan dari pihak kejaksaan. Dan kejaksaan itu sebenarnya tahu hal itu, namun demikian menjadikan kesempurnaan atau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
75
bagaimana kalau memang engga bisa hal itu tetap diangkat kepada perkara korupsi. Nah itu permasalahannya kenapa saya sampaikan seperti itu! karena memang seperti itu kenyataannya. Seperti itu pak rata-rata proyek di Indonesia dan ini pernah terjadi juga, saya proyek di Pamekasaan yang dipikir juga dan memang diumek-umek sama Kejaksaan saya bilang kedutaan saya engga usah itu saja tapi pelaksanaan sukses 100% . Akhirnya jaksa itu mundur. Nurhada Beti Aritomang Pertanyaan: Saya pikir supaya dia tidak terkena korupsi apabila proyeknya sudah mepet. Biro pengalaman biasanya mereka harus membuat agenda baru setelah dia membuat agenda baru kesepakatan itu, sehingga bisa mengambil waktu mungkin karena dia krosmeyer sebagai akibat kalau Desember banyak hujan dan apa jadi itu terkendala. Jadi makanya dia harus membuat agenda baru karena biasanya di pengadaan-pengadaan jasa bisa 2 kali agenda baru. Sehingga dia membuat agenda baru kemudian disepakat seperti komitmen mereka dan kalau sudah oke selesai baru dia tidak menjadi korupsi. Tapi kalau saya pikir dia tidak melakukan agenda itu dia tetap dikenakan sebagai korupsi. Begitu pendapat saya, terimakasih. Elang Prakoso Pertanyaan: Untuk penanganan masalah mengadili tindak pidana korupsi pada asasnya adalah menyelamatkan asset Negara. Dan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
76
kedua bahwa rumusan dalam undang-undang korupsi pasal 2 itu pada asasnya kalau kita lihat adalah delik formal ada kata prasa atau prasangka apa. Yang ketiga masuk pada materi diskusi kita terakhir, kalau melihat bahwa dengan cara-cara yang seperti dilakukan menurut Pontianak bahwa ini pada umumnya faktanya seperti itu maka kita melepaskan. Itu kita sangat bahaya karena apa? karena pada saat telah selesainya ditandatangani proyek ini sudah 100% padahal belum 100% sudah perbuatan melanggar hukum. Terbukti yang kedua bahwa dengan pengalihan dana kemudian dititipkan pada bank itu sudah merupakan perbuatan melawan hukum dan itu sudah memperkaya orang lain mungkin pokoknya korporasi. Walaupun nanti kemudian akan dikerjakan lewat waktu, nah sekarang kalau misalnya tidak abeden kalau sampai lewat Desember! mau dicicil, syaratnya harus ijin Menteri Keuangan tanpa ijin salah lagi! barang kali tidak bisa kita namakan korupsi. Terima kasih Amiliat Pertanyaan: Jika memperhatikan unsur pasal 2 dan 3 itu sangat erat, antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian Negara. Jadi unsur berkaitan dengan kerugian negara ini juga harus kita pertimbangkan, memang apa yang kita diskusikan tadi itu ada semacam perbuatan yang fiktif. Dalam arti proyek itu selesai namun tidak tepat waktu, sehingga dari pihak pemborong melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak dibenarkan oleh hukum. Namun pada akhirnya dengan adanya tindakan yang berlawanan dengan hukum tadi, kemudian pada akhirnya selesai dan tidak menimbulkan karugian Negara. Apakah dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
77
hal ini kita bisa mengatakan bahwa ini suatu perbuatan korupsi? kalau saya sependapat, tidak bisa pak. karena jelas-jelas tidak merugikan keuangan negara ataupun perhitungan negara tidak terpenuhi unsur kerugian Negara. Terimakasih pak. Wisnu Wardoyo Pertanyaan: Ini karena masih agak tajam walaupun kita tidak mencari kesamaan, satu mengatakan tidak bisa dimaafkan satu mengatakan itu sama sekali tidak merugikan Negara. Ini ada fraksi baru dari PT Palembang, kalau saya sependapat apa yang dikemukakan oleh pak Subaedi dari Pontianak maupun pak Amiliat dari PT TKI. Jadi dalam hal ini sifatnya adalah kasuistis. Dalam hal mengerjakan proyek-proyek pemerintah kadangkadang terbentur oleh waktu yang mepet, sehingga dibuatlah cara seperti itu. Kalau menurut saya sependapat dengan Beliau sepanjang itu tidak merugikan keuangan negara dan sepanjang itu selesai sesuai dengan spek isi kontrak, kualitas, dan kuantitasnya kalau tidak merugikan keuangan negara persoalan dari segi pelanggaran hukum administrasi yang dilakukan oleh pejabat tata usaha Negara, oleh Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran, maupun Pejabat Pembuat Komitmen, itu silahkan diselesaikan. Menurut hukum administrasi kalau ada berita acara yang dibuat fiktif, silahkan dipidanakan, tapi pidananya kan bukan pidana korupsi, pidananya pemalsuan. Tapi kalau korupsinya, saya kira, hilangnya sifat melawan hukum karena kepentingan umum dilayani, kadang-kadang proyek itu memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi kalau itu kemudian ditempuh karena tidak selesai, kemudian anggaran harus dikembalikan ke PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
78
kas negara, proses selanjutnya melalui permohonan lagi untuk dapat diteruskan, akan membuat proyek tersebut terkendala kemanfaatannya oleh masyarakat, sehingga ini sifatnya kasuistis dilihat proyeknya juga. Disamping itu hilangnya sifat melawan hukum juga harus dilihat, kalau itu kepentingan masyarakat tetap dilayani, negara tidak dirugikan, dan tidak ada yang diuntungkan dalam arti melawan hukum saya kira oke-oke saja. Jawaban: Saya kira apa yang disampaikan oleh Pak Wisnu merupakan jawaban dari dua pendapat yang berbeda. Sehingga kita harus melihat memang secara kasuistis bisa engga hal yang kita lihat dalam konteks seperti yang digambarkan tadi kalau itu dilakukan ternyata sesuai prosedur yang ada tidak dilaksanakan? lalu kemudian untuk mencairkan 100% bukan kembali dengan menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu ini harus kita buktikan bahwa itu sudah merupakan suatu perbuatan melawan hukum, sehingga uang negara kita lihat dari akibat perbuatan itu sudah pasti ada kerugian keuangan Negara dalam konteks ini tentu terbukti. Kemudian yang terakhir kalau kita lihat dalam konteks alasan pembenar tadi, kalau itu memang kemudian karena akibat sistem, mungkin karena batas akhir mepet terjadi suatu perbuatan yang mungkin bukan karena perbuatannya terdakwa atau tersangka tetapi karena perbuatan alam dan lain sebagainya. Misal hujan dan lain sebagainya bukan merupakan perbuatan itu lalu kemudian kita lihat bahwa ini tidak mungkin merupakan suatu perbuatan yang bisa kita kategorikan sebagai suatu perbuatan yang tidak dilakukan dengan melawan hukum. Oleh karena itu kalau itu kemudian dilakukan dengan mengacu dari bapak yang dari Pontianak tentu pertimbangannya pada akhirnya juga pekerjaannya selesai walaupun tadi kita PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
79
lihat batas akhir kontrak terancam, itu akibat bukan perbuatan terdakwa melainkan perbuatan alam yang sulit untuk dihindari kresmeyor ya tentu menjadi suatu pertimbangan kita. Dalam konteks itu alasan bahwa terbukti tetapi bukan merupakan perbuatan pidana, oleh karena itu adanya alasan pembenar seperti yang dikemukakan oleh pak Wisnu negara tidak dirugikan, pekerjaan diselesaikan, terdakwa tidak memperoleh untung dan dinikmati oleh masyarakat. Jadi memang harus kita lihat secara kasuistik pak! tidak oke kita menggeneralisir karena tergantung dalam konteks faktor-faktor hukum yang terjadi. Saya kira itu sama, saya kira tidak ada perbedaan ada dua hal ini kita praktekan dan itu sudah dikenal. Elang Prakoso Pertanyaan: Jadi korupsi itu menurut saya tidak hanya pasal 2 dan pasal 3, jadi disini kalau pasal 9 itu jelas disebutkan bahwa dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi kan juga korupsi. Jadi kita kalau dalam perkara korupsi itu jangan terpancang dalam pasal 2 dan 3, masih banyak pasal-pasal lain khususnya pasal 9. Ini saya bacakan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda pidana paling sedikit 50 juta rupiah dan paling banyak 250 juta rupiah pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas untuk menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi dengan proyek belum selesai kemudian dia nyatakan sudah selesai. Seperti tadi yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
80
dari teman mengatakan bahwa itu adalah pemalsuan, pemalsuan kalau dalam kasus ini tetap korupsi berdasarkan pasal 9. Jawaban: Jadi saya kira sebagai kata penutup mungkin dalam konteks apa yang kita diskusikan ini kita harus kembali kepada melihat bagaimana upaya kita untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan kita terutama dalam hal menunjang peran kita sebagai hakim. Sehingga kita dituntut untuk mengikuti perkembangan baik dalam konteks sejauh mana dalam kompeten daripada hokum. Kita mengikuti perkembangan kejujuran disatu sisi dan disisi lain modus operandi korupsi juga semakin meningkat. Oleh karena itu dengan pelatihan yang dilakukan oleh KY bagi kita ini merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas kita masing-masing. Persoalan kasus yang kita hadapi dan diskusikan kadang dalam konteks seperti ini terjadi tetapi ketika kita melakukan peran kita melakukan musyawarah itu bisa juga ditemukan adanya perbedaan. Itu menjadi bisa disatukan dengan kata lain kita tidak boleh bertahan pada konteks apa yang kita anggap sesuatu kebenaran, bukanlah kebenaran yang tegak merupakan kebenaran dari atas. Saya kira itu saja sebagai informasi penutup dan sekaligus sebagai motivasi kreatifitas kita didalam upaya kita menjalankan peran sebagai hakim. Demikian lebih kurangnya mohon maaf terimakasih semuanya. Wbilahitaufiq walhidayah Asalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
81
SESI III
Kejahatan Korporasi Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
83
Kejahatan Korporasi Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M.
A. Pengertian • Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi • Yang bertanggung jawab adalah Korporasi • Korporasi = badan hukum => Perseroan Terbatas => UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 1. Tindak Pidana Korprasi • Lingkungan hidup • Anti-Trust – Persaingan Usaha • Perlindungan Konsumen • Pasar Uang dan Pasar Modal 2. Korporasi • Bukan manusia => artificial person • Tidak bisa berpikir dan tidak mempunyai moral seperti manusia • Azas Ultra Vires => bukan tindakan koporasi • Hukum Acara => tidak ada wujud fisik B. Pertanggungjawaban • Publik = gangguan terhadap ketertiban umum • Melakukan yang dilarang atau Tidak melakukan yang diwajibkan • Dengan atau tanpa kehendak 1. Jenis Pertanggungjawaban • Perdata (civil liability) PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
84
2.
• Administratif • Pidana (criminal liability) Doktrin Pertanggungjawaban • Respondeat Superior (Master-Servant Rule) • Actus reus = guilty act • Mens rea = guilty mind • Lingkup tindakan • Untuk kepentingan korporasi • Agency Theory => Alter-ego Theory
C. Wujud Penegakan Hukum • Denda (Fines) • Pengampuan (Probation) • Pencegahan/ Pelarangan (Debarment) • Pencabutan Izin (Lost of License) • Pengecualian => yang bersifat pribadi => tidak dapat dipenjarakan (no imprisonment) 1. Pasal 10 KUHP • pidana pokok: • pidana mati; • pidana penjara; • pidana kurungan; • pidana denda; • pidana tutupan. • pidana tambahan • pencabutan hak-hak tertentu; • perampasan barang-barang tertentu; • pengumuman putusan hakim.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
2.
3.
4.
85
Pasal 116 (1) UU No.32/2009 Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: • badan usaha; dan/atau • orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut Pasal 118 UU No.32/2009 Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundangundangan selaku pelaku fungsional. Pasal 119 UU No. 32/2009 Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa: • perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; • penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan; • perbaikan akibat tindak pidana; • pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau • penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
86
5.
Pasal 47 UU No.5/1999 Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: • Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau • Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau • Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau • Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau • Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau • Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau • Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau • Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 (dua PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
6.
7.
8.
87
puluh lima miliar rupiah) Pasal 49 UU No.5/1999 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: • pencabutan izin usaha; atau • larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undangundang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau • penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain. Pasal 61 UU No.8/1999 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pasal 62 UU No.8/1999 Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
88
9.
10.
huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Pasal 63 UU No.8/1999 Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: • perampasan barang tertentu; • pengumuman keputusan hakim; • pembayaran ganti rugi; • perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; • kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau • pencabutan izin usaha. Pasal 201 UU No.32/2009 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
89
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: • pencabutan izin usaha; dan/atau • pencabutan status badan hukum. D. Direksi • Merupakan orang kepercayaan yang mengurus harta Perseroan Terbatas -> Trustee • Pemegang kuasa untuk mewakili Perseroan Terbatas dalam menjalankan kegiatan usahanya -> Agent • Adanya Fiduciary Relation antara Direksi terhadap Perseroan Terbatas -> Fiduciary Duty • Duty of loyalty and good faith • Duty of diligence and care 1. Tanggung jawab Direksi Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. (Pasal 97 ayat (3) UUPT) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng. (Pasal 97 ayat (4) UUPT) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
90
2.
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. Tanggung Jawab Dewan Komisaris Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. (Pasal 114 ayat (3) UUPT) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut diatas berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris. (Pasal 114 ayat (4) UUPT) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. (Pasal 114 ayat (6) UUPT).
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
91
Tanya Jawab Elang (PT Medan) Pertanyaan: Untuk UU Lingkungan Hidup yang terbaru,dilihat dari sistematika adadalam salah satu pasal yang masuk lazim pengganti kerugian, tetapi disebutkan dalam salah satu pasal terhadap perbuatan badan hukum yang menimbulkan kerugian diterapkan azas civil liabelity yang lazim ranah pidana, apakah dalam hukum keperdataan dalam memberikan pertanggungjawaban kerugian dimasukkan disitu. Apakah itu keliru UU 32 tahun 2009. Mungkinkah didalam pelaku tindak pidana dari badan hukum dalam penarapan delik-delik terlupa? Jawaban: Konsep itu konsepnya perdatabukan dari pidana. Kita punya 3 azas pertanggungjawab perdata civil liabelity. Contoh pada saat sesorang membeli aqua dan menimbulkan sesuatu (penyakit) yang ada hanya hubungan kontraktual,hubungan kontraktual pada dasarnya tidak memberikan penyelesaian bagi si korban kemudian dikembangkanlah azas civil liabelity kepada produsennya, hubungan hukum yang ada bukanlah bicara hubungan kontraktual. karena tanggung jawab ada di produsen atas apa yang produksi sisi pembuktiannya pada pembuktian terbalik, karena tanggung jawab demi hukum ada ditangan produsen, dan produsen bisa membuktikan bisa salah distributor, kecuali distibutor bisa membuktikan lagi kemudian berkembang lebih lanjut ke lingkungan hidup. Siapa yang harus diminta pertanggung jawab? anda para pabrik-pabrik jangan membuang limbah sembarangan, kalau disekitar penuh limbah, demi hukum harus bertanggung jawab. Pabrik harus PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
92
membuktikan pengolahan limbah yang baik mungkin dari pabrik dari sebelah, maka langsung pabrik yang ditunjuk kena azascivil liability. Kita tidak bisa membuktikan bersumber dari mana tapi langsung ditunjuk siapa yang bertanggung jawab. Kalau perdata hanya berhubungan dengan 1 manusia kalau bicara kriminal berhungan dengan anggota masyarakat. Guntur (PT Tanjung Karang) Pertanyaan: Terkait Tanggung jawab Direksi, apabila dalam persyaratan Direksi lebih dari 2 atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng. Bagaimana melaksanakan putusan tanggung renteng, karena sangat tidak saat mudah? Jawaban: Tanggung renteng semua dapat dituntut kesemuanya bertanggungjawab 100%. Apakah nanti pembagian diantara mereka bukan urusan pengadilan, tanggung renteng hubungan eksternal diluar. Apakah diantara mereka muncul 50-50 atau 30-70 itu urusan mereka, saling memegang satu dengan lainnya. Bagaimana mereka mengatur urusan mereka sendiri. Gatot (PT Medan) Pertanyaan: Banyak perusahaan asing di Indonesia baik itu induk atau cabang. Apabila terjadi kejahatan berupa satu cabang atau agen contoh Manulife, sukoy dll, siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab atas kejahatan perusahaan itu? Jawaban: UU penanaman modal asing hanya mengenal penanaman modal terbatas/Perseroan terbatas. Selain PT dikenal cabang, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
93
cabang juga turut pada ketentuan penanaman modal jadi tidak semua. Prinsipnya perwakilan tidak boleh melakukan kegiatan usaha apapun di Indonesia, yang boleh hanya cabang, agen juga sama apapun yang di kerjakan oleh agen yang bertanggung jawab perusahaan. PT dalam rangka penanaman modal asing dan satu lagi cabang.kalau itu hanya 1 cabang asetnya tidak banyak, kalau itu mau disita putusan pengadilan kita hanya bisa dipakai sebatas alat bukti diperadilan di negara lain. Kita kebentur pada masalah pengakuan pengadilan di negara lain. Abdurrahman Pertanyaan: Saya inggin menanyakan masalah pertanggungjawaban terhadap korporasi. Dalam acuan ada 3 macam pertanggungjawaban perdata, pidana dan administrasi. Didalam pemenuhan pertanggungjawaban secara perdata apakah juga menghapuskan pertanggung jawaban terhadap pertanggungjawaban pidana dan administrasi atau termasuk ketiga-tiganya? Jawaban: Tiga-tiganya memiliki ranah yang berbeda. Ada sanksi ada berupa perdata,pidana dan admistrasi jadimasing-masing jalan sendiri. Terhadap satu bisa dikenakan tiga-tiganya kalau memenuhi syarat dan memenuhi unsur. Anonym Pertanyaan: Umpama ada satu perusahaan dalam rapat pemegang saham, menyatakan kalau divide-nya tidak dibagi. Apakah ini merupakan kejahatan korporasi atau apakah perdata mutlak? PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
94
Jawaban: Apakah rapat tersebut secara formal memenuhi persyaratan tidak pemanggilan 14 hari sebelum tanggal rapat dll memenuhi syarat berarti rapat itu sah untuk dilaksanakan. Kedua, saat rapat dilaksanakan memenuhi syarat kuorum atau tidak kalau iya berarti berhak untuk mengambil keputusan, kemudian keputusan memenuhi syarat kuorum berarti sah. Itu semua berkaitan masalah ke perdataan. Kecuali nanti bisa dibuktikan kalau ternyata laporan tahunan yang diserahkan untuk pengesahan karena dividen hanya bisa di putus setelah laporan tahunan/ laporan keuangan ditemukan ada unsur pidana, maka yang membuat laporan tersebut bisa di kenakan sanksi pidana, tetapi bukan pidana korporasi karena yang melakukan itu direksi dibawah pengawasan dewan komisaris. Kecuali bisa membuktikan untuk hal ini telah memberikan catatan untuk laporan tahunan/ keuangan tersebut. Berarti semua Direksi bertanggungjawab kecuali bisa membuktikan kalau tidak setuju dll, tetapi harus tertera dalam laporan tersebut. Laporan tahunan/laporan keuangan disiapkan oleh Direksi dibawah pengawasan Dewan Komisaris dan wajib ditanda-tangani oleh semua Direksi dan termasuk Dewan Komisaris yang setuju dengan laporan tersebut. Nanti akan disetujui/sahkan dalam RUPS. Jadi Direksi dan Dewan Komisaris mereka membuat dan di sah kan di RUPS (keperdataan). Jika di dalam laporan tersebut ada sesuatu yang disembunyikan (tindak pidana) misalnya, Perseroan tidak bertanggungjawab, karena tidak disampaikan dalam rapat tahunan tersebut. Maka yang apapun yang terjadi itu tanggung jawab yang membuat laporan tahunan tersebut ,kalau lebih dari satu tanggung renteng (Direksi dan Dewan Komisaris yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
KEJAHATAN KORPORASI
95
mentanda-tangani). Itu bisa menjadi tindak pidana korporasi kalau dalam menyetujui misal masalah pembuangan limbah melanggar, berarti terkena Undang-Undang Lingkungan Hidup. Anonym (PT Bandung) Pertanyaan: Kenapa kejahatan korporasi tidak banyak mencuat, apakah karena tidak ada laporan dari masyarakat atau karena apa? Jawaban: Karena sistem kita, kalau tidak bisa memilah yang mana kejahatan korporasi atau individusi. Yang mereka tahu individu paling gampang manusianya yang dituntut korporasi terabaikan. Nardiman (PT Medan) Pertanyaan: Bagaimana menentukan tanggung jawaban antara Direksi dan Komisaris? Jawaban: Direksi dan dewan komisaris harus dipegang bersama-sama bertanggung jawaban. Kedua, mereka harus bisa membuktikan berarti mereka keluar dari tanggung jawab tersebut, berarti Direksi yang bertanggung-jawab, diantara sesama Direksi bisa membuktikan kalau tidak setuju sisanya yang tidak dapat membuktikan dia lah yang bertanggung jawab. Kalau sampai seperti itu, itu bukan korporasi. Kecuali semua dewan komisaris dan semua Direksi tidak bisa membuktikan ada kemungkinan itu pidana korporasi.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
97
SESI IV
Tindak pidana narkotika KBP. SUndari, S.Sos., M.H.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
99
Tindak Pidana Narkotika KBP. Sundari, S.Sos., M.H.
Penyalahgunaan Narkotika A. Prevalensi Penyalahguna Narkoba Tahun 2011 Data hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN bekerjasama dengan peneliti dari Puslitkes Universitas Indonesia tahun 2011 didapat estimasi angka penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai prevalensi 2,2% dari penduduk berusia 10 sampai dengan 59 tahun atau setara dengan 3,8 juta jiwa. B. Korban Narkoba 1. Pengguna (Kerusakan otak permanen, kualitas sdm menurun, waktu dan kesempatan hilang, dll) 2. Keluarga (tenaga, waktu, biaya, pikiran, perasaan, dll) 3. Masyarakat (nyawa, materi, dll) - contoh kasus di Tugu Tani. C. Jenis-Jenis Narkoba GOLONGAN 1 1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagianbagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
100
diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L 3. Opium masak terdiri dari: • Candu : Hasil yang diperoleh dari opim mentah. • Jicing : Sisa-sisa dari candu setelah dihisap. • Jicingko : Hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing • Tanaman koka • Daun koka • Kokain mentah • Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina • Tanaman ganja • Tetrahydrocannabinol • Asetorfina • Acetil-alfa-metil-fentanil • Alfa-metilfentanil • Heroin • MDMA • Opium obat • dll GOLONGAN 2 • Alfasetilmetadol • Alfameprodina • Alfametadol • Alfaprodina • Alfentanil • Allilprodina • Anileridina • Asetilmetadol • Benzetidin • Benzilmorfina PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
• • • • • • • •
101
Betameprodina Betametadol Dekstromoramida Diampromida Difenoksilat Difenoksin Dipipanona dll
GOLONGAN 3 • Asetildihidrokodeina • Dekstropropoksi fena • Dihidrokodeina • Etilmorfina • Kodeina • Nikodikodina • Nikokodina • Norkodeina • Polkodina • Propiram • Buprenorfina • Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan Narkotika • Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan Narkotika
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
102
D. Prevalensi Penyalahguna Narkoba Tahun 2004, 2009 Dan 2011
Ketentuan dalam UU Narkotik tentang rehab medis dan sosial bagi pecandu, korban penyalahgunaan dan penyalahguna narkotika.
E. Bisnis Ilegal Narkoba • Berlaku hukum ekonomi: supply melimpah, demand menurun, maka harga akan jatuh. • Sebaliknya, supply kurang, demand meningkat, maka PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
103
harga akan tinggi. • Untuk itu, dalam menekan peredaran narkoba diperlukan upaya menekan supply sekaligus menekan demand. • Apabila harga tidak bagus, maka orang tidak akan tertarik berbisnis narkoba, karena resikonya berat. Strategi BNN Dalam Menangani Masalah Narkoba: • Supply reduction: melakukan operasi pengungkapan jaringan dan menindaknya. membuat jaringan miskin (pemberantasan). • Demand reduction: sebanyak mungkin merehabilitasi penyalahguna/korban narkoba untuk dipulihkan (rehabilitasi). jumlah penyalahguna narkoba sekitar 3,8 juta orang (2,2 % jumlah penduduk indonesia). • Membuat imun yang belum terkena (pencegahan). 97,8% yang belum terkena narkoba diupayakan untuk tidak terpengaruh narkoba, baik sebagai pemakai maupun sebagai pengedar.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
105
Tindak Pidana Narkotika Dan Pencucian Uang A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika cenderung semakin meningkat baik secara kuantitatif dan kualitatif dengan korban yang meluas terutama dikalangan anak-anak, remaja dan generasimuda pada umumnya (diperkirakan 5,1 juta th 2015) yang dapat merusak sendisendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Tindak pidana narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun maupun internasional, menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, sangat sulit membuktikan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pelaku. Penjatuhan hukuman yang berat ternyata tidak membuat jera bagi para pelaku terbukti bahwa peredaran gelap narkotika tetap meningkat dan dikendalikan pelaku walaupun berada dalam lembaga pemasyarakatan atau pun rumah tahan karena masih memiliki banyak uang. Harta kekayaan adalah titik terlemah dari rantai kejahatan sehingga penghancuran jaringan keuangan merupakan upaya memiskinkan para pelaku agar peredaran gelap narkotika dapat ditekan adanya paradigma baru dalam melawan kejahatan yaitu follow the money, penelusuran PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
106
dalam rangka mengetahui harta kekayaan untuk disita & dirampas untuk negara. B. Dasar Hukum • Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP • Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana • Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang • Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tanggal 20 November 2009 tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Penyidik Badan Narkotika Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 454). • Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor: 091/KMA/ Vii/2010 Tanggal 2 Juli 2010 tentang Pendapat Hukum (Fatwa) Atas Pelaksanaan Kewenangan Penyidik Bnn, Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. • Inpres No. 12 Tahun 2011 tentang Kebijakan Dan Strategi Dalam P4gn C. Transnational Organize Crime • Lintas negara: negara asal narkoba, negara transit, negara tujuan pemasaran • Pelaku/jaringan melibatkan multi kewarganegaraan • Penanganannya perlu kerjasama internasional PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
• • •
107
Jaringan tertutup/rahasia, terputus. Komunikasi rahasia dg sandi, menggunakan hp, email, fb, twitter, dll Melibatkan oknum-oknum aparat
D. Extra Ordinary Crime • Korbannya luas dan masif, setiap hari sekitar 50 orang meninggal dunia • Kerugiannya sangat besar.kerugian per tahun sekitar rp. 50 trilyun (uang hasil penjualan narkoba, biaya rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, menurunnya kualitas SDM dengan kerusakan otak secara permanen, dll) • merusak kesehatan dan masa depan generasi muda. • pelakunya melibatkan jaringan yang luas, lintas negara, memiliki dana yang sangat besar. • memerlukan penanganan secara khusus dan undangundang khusus. • ancaman serius terhadap keamanan (narcoterrorism). E. Modus Operandi Masuknya Narkoba Dari Luar Negeri • Ditelan ke dalam perut berupa kapsul • Kaki palsu • Kainan anak-anak • Daster/handuk basah (shabu cair) • Kaleng kue • Patung • Keramik • Jenazah bayi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
108
• • • • • • • • • • • • 1.
Dinding koper Dalam batu nisan Dalam buku tebal Hak sepatu Body wrapping Papan selancar Plafon mobil Kaset Kemaluan Kemasan shampo/ obat cair Kemasan minuman/susu/teh Al-qur’an Modus operandi rekrutmen kurir a. Direkrut secara langsung dan si calon kurir secara sadar mau menjadi kurir dengan segala resikonya (alasan ekonomi). b. Direkrut dengan berbagai cara atau pendekatan yang berupa tipu muslihat, diperdaya, dijebak, seperti: • dipacari dan diajak nikah di luar negeri, tapi kemudian seolah-olah ditunda pernikahannya dan ketika pulang ke indonesia, dititipi koper berisi narkotika. • diajak jalan-jalan gratis ke luar negeri, tetapi ketika pulang dititipi koper berisi narkotika. sedangkan pihak yang mengajak, pulangnya tidak bersamaan. • diajak kerja sama membangun bisnis di luar negeri. setelah hubungan terjalin baik, kemudian ketika mau pulang dititipi koper PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
2.
3.
109
isinya narkotika. • dititipi paket berupa dus kotak oleh teman sendiri, ternyata isinya narkotika. • dipinjam alamat rumahnya untuk menerima paket dari luar negeri, ternyata paketnya berisi narkoba. c. Sebagian kurir direkrut berasal dari para tkw/ tki yang sedang bekerja di luar negeri dan akan pulang ke Indonesia. atau TKW/TKI yang akan pergi dari negara tempat dia bekerja ke negara lainnya. Modus operandi membangun jaringan • Pengedar skala kecil direkrut tanpa modal. apabila merangkap sebagai pemakai, jual 10 gratis 1. • Pengedar yang tdk memakai perlu modal (cari untung). • Jaringan pengedar narkoba terpisah dengan jaringan keuangannya. • Di tempat2 hiburan malam. • Di suatu komunitas tertentu. • Melibatkan multi kewarganegaraan/etnis. • Di rutan dan lapas. • Melibatkan oknum untuk memperlancar operasinya. Modus operandi tindak pidana pencucian uang terkait tindak pidana narkotika a. Buka rekening dengan identitas palsu. b. Mentransfer uang menggunakan mobil banking dan e-banking. c. Mentransfer/menerima transfer menggunakan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
110
d.
e.
f. g.
h.
i.
rekening orang lain yang dipinjam dengan berbagai alasan. Menukar uang dari rupiah ditukar dengan mata uang asing baik di money changer legal maupun illegal yg dipercaya untuk mengelola rekening tersangka. Mendirikan cabang money changer & jasa pengiriman uang di indonesia yg pusatnya berada di kuala lumpur dan singapura. Mengirim mata uang asing hasil kejahatan narkotika keluar. Menerima uang hasil narkotika baik tunai maupun melalui transfer kemudian ditempatkan ke rekening (deposito/tabungan) atau diserahkan secara tunai kepada keluarga terdekat (pacar, suami, isteri, anak, orang tua, adik, kakak). Menerima uang hasil narkotika baik tunai maupun melalui transfer dan digunakan untuk membeli harta berupa: • barang bergerak (kend bermotor, laptop, hp, perhiasan/logam mulia) • barang tidak bergerak (tanah, rumah, ruko, apartemen) • surat berharga • saham perusahaan • membayar premi asuransi Menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta milik tersangka narkotika dengan cara menempatkan uang milik tersangka narkotika di safe deposit box salah satu bank menggunakan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
111
namanya sendiri. F. Pengungkapan Jaringan Tp Narkotika Dan Tp Pencucian Uang • Penyelidikan • Penyidikan 1. Tahap Penyelidikan Penyelidikan atas kebenaran laporan serta dugaan ttg adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dan pencucian uang, berupa laporan informasi yang berasal dari: • Masyarakat • Penyidik yang sedang melaksanakan proses penyidikan tp asal (redicate crime) • Laporan hasil analisis ppatk a. Berdasarkan laporan informasi yang diperoleh akan di tindak lanjuti dg kegiatan penyelidikan dengan membuat perencanaan penyelidikan yang memuat beberapa hal: 1) Penyelidik 2) Sasaran penyelidikan • orang; • benda/barang • tempat/lokasi; • peristiwa/kejadian. 3) Teknis penyelidikan 4) Proses penyelidikan • perencanaan • persiapan • pelaksanaan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
112
• analisa dan evaluasi • pelaporan b. Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dilaksanakan dengan 2(dua ) tahap: 1) Techno intelligence, menggunakan alat teknologi informasi dengan metode sbb: PELACAKAN, PENYADAPAN, PEREKAMAN
2)
Human kegiatan:
ALAT KOMUNIKASI, REKENING
intelligence,
terdiri
dari
OBSERVASI, WAWANCARA, SURVEILANCE, UNDERCOVER, PENGGUNAAN INFORMAN
SASARAN PENYELIDIKAN
Hasil penyelidikan dituangkan dalam laporan hasil penyelidikan yang kemudian dipelajari, dianalisis/diolah sehingga merupakan keterangan-keterangan yang berguna untuk kepentingan pembuatan laporan kasus narkotika sebagai dasar pelaksanaan penyidikan. 2.
Tahap Penyidikan Berdasarkan
laporan
hasil
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
penyelidikan,
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
113
maka dilakukan gelar untuk menentukan bahwa penyelidikan dapat ditindak lanjuti ke tahap penyidikan dengan melakukan: a. Upaya paksa atau penindakan dan pemeriksaan baik thd saksi, ahli , barang bukti dan tersangka, dalam rangka: • pengumpulan alat bukti • penyelamatan aset hasil tindak pidana, berupa: pemblokiran dan penyitaan aset terhadap barang yg bergerak/tidak bergerak b. penyelesaian berkas perkara c. penyerahan berkas perkara d. penyerahan tersangka dan barang bukti G. Kebijakan Dan Strategi Dalam P4gn (Inpres No.12 Th 2011) 1. Arah kebijakan P4GN • Demand reduction; menjadikan 97,2% penduduk Indonesia imun terhadap p4gn dengan menumbuhkan sikap menolak narkoba dan menciptakan lingkungan bebas narkoba. • Menjadikan 2,8 % penduduk indonesia ( penyalah guna narkoba ) secara bertahap dapat palayanan rehab medis dan rehab sosial serta mencegah kambuh dengan program after care. • supply reduction: menumpas jaringan sindikat narkoba dalam maupun luar negeri dan menghancurkan kekuatan ekonomi jaringan sindikat dengan sita asset yg berasal dari tindak pidana narkoba melalui penegakkan hukum yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
114
2.
tegas dan keras. Strategi dibidang pemberantasan • Pengawasan terhadap impor, produksi, distribusi penggunaan, ekspor, re-ekspor bahan kimia prekursor. • Ungkap pabrik gelap narkoba lab/rumahan. • Ungkap tppu terkait tindak pidana narkoba. • Lidik, sidik, tuntut, peradilan jar narkoba dalam dan luar negeri. • Tindak tegas aparat penegak & pemerintah yang terlibat. • Kerja sama aparat penegak hukum dilapangan. • Kerja sama aparat gakkum tingkat internasional u/ ungkap jar internasional.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
115
Tanya Jawab Karel Tuppu (PT Medan) Pertanyaan: Terima kasih kepada penceramah yang telah memaparkan jaringan narkotika baik yang nasional maupun yang internasional, tapi ada satu hal yang menurut kami sampai dimanapun aparat (dalam hal ini BNN) akan memberantas jaringan narkotika, kalau masih tetap ada keterlibatan aparat contohnya petugas lapas maka akan sulit diberantas. Pengendalian yang kita lihat tadi kebanyakan dari lapas, kalau alat komunikasi masih bebas digunakan maka sampai kapanpun tidak akan dapat diberantas. Seandainya nanti mungkin ada semacam sharing seperti yang dikatakan kawan kami Pak Lexsy, bandingkan dengan lapas di luar negeri, para petugas di sana bahkan kepala lapas tidak diperkenankan membawa handphone atau alat komunikasi dilingkungan lapas. Sudah bukan merupakan rahasia lagi bahwa petugas lapas juga menyewakan alat komunikasi kepada anak binaan di lapas. Saya katakan bahwa sampai kapanpun kalau masih tetap begini maka tidak akan bisa diberantas. Terima kasih. Jawaban: Terima kasih Bapak, mendengar masukan dari Bapak tadi, ini akan kami laporkan kepada pimpinan bahwa memang kami yakini kalau tidak ada handphone pasti tidak akan terjadi, karena sekarang napi yang mengendalikan kasus sejuta ekstasi yang masuk lewat Tanjung Priok dengan kontainer yang didalamnya seolah-olah dokumennya itu adalah masalah ikan, aksesoris akuarium, makanan ikan dan sebagainya, tapi ternyata di dalamnya sebenarnya ada dua belas dus ekstasi yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
116
jumlahnya sekitar 1,4 juta ekstasi. Nah itu dikendalikan oleh napi yang ada di lapas, saat ini masih kami pinjam, memang dalam aturan dirjen lapas bahwa BNN itu hanya boleh meminjam sehari, dari manapun lapasnya, setelah sehari, BNN harus setiap hari mengembalikan kepada lapas terdekat, tapi itu tidak bisa kami lakukan, kenyataannya ketika mereka balik ke Lapas, mereka akan mendapat handphone lagi, mereka jualan lagi, bahkan sekarang ini ada tahanan yang sedang mogok makan, sebelumnya dia berupaya bermacam alasan untuk minta pindah ke rutan yaitu ke tempat asalnya di Lapas Cipinang. Alasannya mereka tertekan dan depresi di BNN karena tidak bisa komukasi dan lain-lain, alasannya macam-macam tapi tetap tidak kami pindahkan. Bahkan sampai mogok makan, dia bilang sakit tapi tidak mau dibawa ke rumah sakit pada waktu kondisinya sudah menurun, tapi perintah dari Pak Deputi Pemberantasan Bapak Benny Mamoto itu bukan salah kita kalau dia mogok tidak mau makan dan tidak mau dibawa ke rumah sakit, jadi kita siap ambulance untuk membawanya ke rumah sakit untuk diinfus, sampai seperti itu. Mereka sangat depresi ketika masuk di BNN. Kalau dia hanya dikasih ijin satu hari, jaringan kita tidak bisa mengungkapnya, jadi ini benar-benar luar biasa, masukan dari Pak Karel tadi akan segera kami laporkan ke pimpinan, jadi setiap rutan tidak boleh ada masuk handphone termasuk petugasnya. Elang Prakoso (PT Medan) Pertanyaan: Pada waktu saya di Jakarta Utara banyak menangani kasus narkotika, tapi waktu itu BNN belum bertugas sebagai penyidik karena saya bertugas tahun 2000 s.d. 2005. Yang saya lihat fenomenanya waktu itu kalau yang tertangkap adalah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
117
bandarnya bersama dengan anak buahnya misal 3 orang maka rata-rata diberkas bandarnya hilang, kemudian ketika saya tanya penyidiknya itu DPO, sementara Terdakwa mengatakan bahwa bandar dan anak buah ditangkap secara bersama-sama. Ini lah yang mungkin menjadi kendala sehingga ketika kita lihat tadi yang Ibu paparkan betapa sudah bagusnya rencana pemberantasan narkotika tetapi bukannya berkurang malah bertambah. Kemudian tentang sistem pembuktian terbalik yang tadi Ibu wacanakan, kami sebagai pelaksana bukannya tidak mendukung tapi bagaimana hukum acaranya? karena memang belum diatur tentang pembuktian terbalik, contohnya di Jakarta Selatan ada kasus pencucian uang dengan pembuktian terbalik dikabulkan tetapi ada satu kasus dengan pembuktian terbalik ditolak, padahal di satu PN yang sama. Hal ini menandakan bahwa sebetulnya karena belum ada hukum acaranya maka tergantung hakimnya mau menerapkan atau tidak. Kemudian tadi tentang boski, sistem pemidanaan di Indonesia itu kalau yang saya pelajari pidana penjara maksimal hanya 20 tahun, tapi tadi Ibu katakan bahwa Boski pernah dihukum 20 tahun kemudian kasus berikutnya dihukum 10 tahun, yang saya tanyakan apakah sistem pemidanaan di Indonesia sudah berubah sehingga seperti di Amerika, kalau satu Terdakwa itu dihukum 20 tahun kemudian ditambah 30 tahun menjadi 50 tahun apakah sudah seperti itu? karena yang saya pelajari sampai hari ini memang menurut saya belum berubah. Contohnya kasus Gayus, saya bertemu dengan hakim yang memutus dan bertanya berapa sekarang hukumannya Gayus? 28 tahun. Lalu pemidanaannya bagaimana? Dia menjawab ya sudah yang penting diputus dulu 28 tahun, nanti pelaksanaannya biar dihitung di rutan, nah apakah seperti itu? Tapi ini sebetulnya bukan porsinya Ibu, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
118
saya hanya ingin sharing dengan teman-teman sesama hakim, saya pernah membaca putusan ketika hukumannya sudah maksimal 20 tahun, maka meskipun dalam putusan dinyatakan bersalah tapi pemidanaannya nihil, tapi sekarang tren nya selalu ditambah-tambah. Ini hanya sharing dengan teman-teman, mungkin nanti teman-teman bisa menambah wawasan saya apakah sistem pemidanaan di Indonesia sudah berubah atau bagaimana? Terima kasih. Jawaban: Bapak tadi menyampaikan tentang sistem penghukuman, bahwa hukuman yang paling tinggi itu maksimal 20 tahun, tidak boleh lagi ada pemidanaan yang lain-lain, ini bukan kapasitas saya untuk menjawab, tapi ini untuk masukan saja, tetapi kalau dari sisi kami sebagai penyidik kami akan tetap melakukan proses penyidikan, dalam arti akan mengarah kepada aset-aset mereka, kalau tidak diproses, asset mereka seperti apa? asset-asset mereka tidak akan ditelusuri dan disita, kalau dari sisi penyidik. Jadi kami tetap proses tapi utamanya adalah untuk ke arah aset-asetnya, nanti untuk pemidanaannya akan kami serahkan kepada ahli hukumnya. Kemudian selain aset, kami harapkan dengan adanya napi-napi yang mengulangi perbuatannya lagi, apalagi mengendalikan, harapannya dengan adanya kasus yang baru, dia tidak akan diberikan remisi atau grasi, karena mereka masih bisa mempunyai kesempatan untuk diberikan remisi kemarin-kemarin, tetapi kemarin pada saat 17 Agustus yang lalu tahun 2012, sempat dengan adanya grasi korbik, sehingga remisi untuk beberapa tindak pidana seperti korupsi, narkotika, teroris dan makar sangat selektif untuk diberikan, bahkan kemarin tidak ada napi khususnya yang jaringan internasional dan nasional digagalkan untuk permohonan remisi. Harapannya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
119
setelah mereka melakukan yang kedua dan berikutnya akan mempercepat kemungkinan eksekusi matinya atau menghambat mereka untuk melakukan permohonan remisi dan grasi. Bandar banyak yang jadi DPO, ini mudah-mudahan kedepan akan lebih baik, kita akan mentarget bandarnya, kita akan menangkap kurirnya yang belakang, ketika kurirnya ditangkap, pemasok akan bisa merekrut 1000 kurir dengan uangnya, dia tidak masalah kehilangan kurir yang hanya 1 kg, banyak kurirnya kok, tapi justru dengan memutus jaringan dengan target adalah bandarnya sehingga benar-benar pelacakannya analisanya oleh BNN itu dari IT, bukan konvensional dari bawah ke atas. Akan sulit bertanya kepada kurir siapa yang menyuruhnya, karena kurir tidak akan kenal dengan orang yang menyuruhnya, karena perintah itu lewat telepon, jadi antara kurir dan pengendali itu terputus, sehingga salah satu teknik pemutus jaringan dengan handphone selalu diikuti berbulan-bulan, mengecek kemana saja dia berhubungan, ketika ini ditangkap kita sudah dapat data pengendalinya. Harapannya semua itu dari IT sudah bisa menjadi alat bukti, dari rekeningnya yang kita buka juga sudah bisa menjadi alat bukti, demikian juga dengan hasil laporan penyelidikan di lapangan, jadi setelah IT di kantor dianalisa, kemudian digelarkan di pimpinan kemudian dilakukan penelitian pengecekan dilapangan untuk pencocokan lagi dilapangan ketika cocok digelar lagi baru untuk menentukan kapan jam dan menitnya akan di dilakukan penangkapan, karena kalau tidak begitu, semenit saja dia bisa hangus, contohnya ketika ada kurir yang ditangkap, kalau tidak hati-hati tidak bisa terlihat atasnya (bosnya), karena mereka tahu dimonitor oleh bosnya, bosnya itu seolah-olah punya strategi, ketika dalam beberapa menit tidak bisa dikontak, berarti kurirnya ditangkap, jadi benar-benar PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
120
dibutuhkan kecepatan untuk menentukan kapan ditangkapnya sehingga semuanya bisa kena. Itu harapan kami dengan adanya bandar yang sebenarnya ada tapi dinyatakan DPO, ini merupakan target dari pada strategi BNN sesuai INPRES No. 12 tahun 2011, ini adalah target, salah satunya adalah aparat penegak hukum, tindak tegas aparat penegak hukum dan pemerintah yang terlibat, mudah-mudahan kalau misalkan nanti Bapak Ibu sedang melakukan pemeriksaan kasus narkotika yang kira-kira ada yang aneh-aneh, mohon kiranya diberikan laporan kepada BNN, kalaupun mungkin tidak bisa tertulis mungkin bisa by phone, pasti akan direspon, apalagi kalau langsung kepada kami, nanti kami akan lapor kepada deputi langsung untuk menindak lanjutinya, jadi paling tidak dengan adanya Bapak ibu yang sedang melakukan pemeriksaan, maka data-datanya sudah ada dan kami akan menyerap dan mempelajari kasus yang sedang diperiksa itu, dan kami bisa melakukan penyidikan terhadap aparat penegak hukum yang diduga terlibat. Itu yang kami harapkan, dengan saling memberikan informasi, dengan semangat bersama untuk perang melawan narkotika ini akan terbentuk semakin kuat ke depan. Lexsy Mamoto (PT Medan) Pertanyaan: Dalam hal pengendalian jaringan narkotik, saya pikir pihak BNN tahu persis karena ketika kami berkunjung ke penjara di Pennsylvania bersama BNN dan Kejaksaan Agung, di sana semua pihak dilarang membawa alat komunikasi ke dalam penjara termasuk kepala lembaganya, hal tersebut bertujuan untuk memutus mata rantai pengendalian jaringan narkotika international. Saya pikir apa yang telah kami temukan bersama PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
121
BNN waktu itu perlu di follow up, ternyata sampai sekarang kalau memang kita ada keinginan kuat untuk melakukan pemberantasan kan tidak susah untuk mengeluarkan peraturan melarang siapapun termasuk kepala lembaganya membawa alat komunikasi ke dalam penjara sehingga tidak perlu susahsusah Wakil Kemenkumham melakukan sidak kepada para napi yang mengendalikan transaksi narkoba melalui handphone di dalam rutan. Barangkali sedikit untuk menegaskan agar kiranya hal itu perlu ditindaklanjuti sehingga salah satu bentuk dari pengendalian narkoba di lembaga permasyarakatan itu dapat terkendali. Demikian, terimakasih. Jawaban: Terimakasih Bapak, kami akan sampaikan masukan Bapak kepada pimpinan untuk segera direalisasikan, apalagi antara BNN dan Kemenkumham khususnya sudah ada MoU, waktu lalu memang ada kendala waktu di Lapas Pekanbaru, tapi nanti akan saya sampaikan bahwa ada masukan dari hakim tinggi yang berada di Medan dan hakim tinggi lainnya mungkin akan lebih kuat sebagai masukan ke KBNN, terima kasih. Elnawisah (PT Banten) Pertanyaan: Pertanyaan saya juga berupa sharing dengan teman-teman, bahwa di dalam perkara narkotika itu kan selalu tertangkap tangan barang bukti, kadang berupa shabu kadang berupa ganja, itu di dalam pasal 101 Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009 disebutkan bahwa alat atau barang yang digunakan dalam tindak pidana narkotika itu dapat dijual dan hasilnya dirampas untuk negara dan hasilnya dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan untuk pengobatan dan untuk PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
122
rehabilitasi medis sosial orang yang terkena narkotika. Di dalam KUHAP Pasal 45 dinyatakan bahwa barang bukti yang dilarang peredarannya harus dirampas untuk negara, nah ini selalu terdapat dua perbedaan pendapat, barang bukti narkotik apakah di rampas untuk negara atau dirampas untuk di musnahkan? Bagaimana menurut BNN, mungkin dari segi ini BNN lebih mengetahui kemanfaatannya, apakah sebaiknya dirampas untuk negara atau di rampas untuk dimusnahkan? Terimakasih. Jawaban: Berkaitan dengan barang bukti yang tertangkap tangan, khususnya narkotik, dan alat-alatnya hasilnya dirampas untuk negara, pendapat saya ada dua hal, pertama narkotikanya itu sendiri dirampas untuk negara dalam artian ini adalah untuk dimusnahkan, tetapi pemusnahan untuk narkotiknya. Kita tahu bahwa sebelum Undang Undang No. 35 tahun 2009 proses dari pemusnahan ini adalah setelah inkracht, padahal proses pemeriksaan perkara itu sendiri sangat membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga ketika ada suatu masalah distorsi di perjalanan pemeriksaan upaya hukum ada yang hilang, ada yang ditukar, oleh Undang-Undang ini diakomodir filosofinya adalah supaya dimusnahkan lebih awal, artinya dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 ini ketika di tangkap dan disita narkotikanya, penyidik wajib meminta atau melaporkan kepada kejaksaan negeri setempat dimana narkotik itu disita untuk meminta penetapan ketetapan status penyitaan barang bukti narkotika. Jadi penyidik sudah menimbang di depan pelaku dan penasihat hukumnya, misalkan contoh 1 kg sabu disita dari Tersangka, dengan disaksikan oleh penasihat hukum dan Tersangka akan ditimbang dan disisihkan, disisihkan sebagian untuk pengadilan, disisihkan sebagian kecil untuk teknologi penelitian, kemudian PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
123
untuk Diklat, sisanya yang sebagian besar adalah dimusnahkan, dengan catatan pada waktu pemusnahan berdasarkan ketetapan status dan penetapan penyitaan serta disaksikan dan dibuatkan berita acara oleh pengadilan, kejaksaan itu sendiri, Jaksa Penuntut Umum, kemudian juga pihak Badan POM, kesehatan, kemudian tokoh masyarakat. Harapannya tidak ada celah bagi penyidik untuk bermain atau siapapun untuk melakukan penyalahgunaan atau mencuri atau apa terhadap barang bukti, jadi dikawal. Kami juga sebagai direktur pengawasan barang bukti ketika ada penangkapan di BNN khususnya, baru di BNN diterapkan, akan kita kawal dari awal, jadi semua mengawasi penyidik, penasihat hukumnya juga dihadirkan untuk menyaksikan, karena kalau pada waktu penimbangan dan penyisihan serta pemusnahan tidak dihadirkan Tersangka dan penasihat hukumnya, mereka bisa saja mengelak di pengadilan, itu bukan barang bukti saya atau apapun, jadi benar-benar dilakukan pengawasan yang ketat terhadap barag bukti narkotika yang dimusnahkan, menghindari adanya dijual lagi dan untuk kepentingan pribadi, sedangkan untuk hasil kejahatannya itu dirampas untuk negara dalam artian adalah untuk yang penegakan hukum tadi Bu, penegakan hukum, rehab dan reward untuk masyarakat yang berkontribusi sebagai pelapor, karena selama ini masyarakat masih takut untuk melaporkan narkotika, takut diteror dan sebagainya. Anonym Pertanyaan: Saya mau menanyakan tentang tugas dari BNN, apakah tugas BNN ini di dalam penanganan kasus-kasus narkoba lebih berat kepada penanganan represif atau preventif? tapi kalau melihat penjelasan Ibu tadi, BNN lebih berat pada represifnya, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
124
padahal sebenarnya untuk menekan kasus penyalahgunaan narkoba. Saran saya sebaiknya BNN itu lebih banyak ke preventif, sebab sekarang kelihatannya kasus-kasus narkoba itu makin hari makin meningkat, makanya saya ragu target Ibu tahun 2015 itu Indonesia bebas narkoba bisa tercapai. Saya kira demikian, terimakasih. Jawaban: Tugas BNN ini ada beberapa deputi, jadi BNN itu merupakan rumah jabatan sipil, yang ada didalamnya adalah beberapa instansi pemerintah seperti Depsos, Depkes, Kemenetrian Luar Negeri dan Dalam Negeri, Bea cukai, Imigrasi dan ada juga POLRI. Sebenarnya ada Deputi Pencegahan, di sana ada Deputi Rehab, Deputi Pemberantasan, Deputi Kerjasama antar instansi di dalam negeri dan luar negeri dan hukum. Sebenarnya sudah ada Bapak, jadi pencegahanpun deputinya adalah dari Depkominfo. Harapannya beliau akan melakukan penyuluhan secara masif dalam segala cara. Mungkin kalau dirasakan masih kurang mungkin mudah-mudahan kedepan akan lebih banyak lagi yang bisa membantu merekrut untuk menjadi penceramah ataupun penyuluh karena dari semua pihak termasuk Bapak Ibu sebagai Hakim mungkin bisa menjadi salah satu penyuluh baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian kalau kita BNN terlihat lebih represif, memang sekarang kita melakukan gencar karena Pak Benny Mamoto yang sekarang menjabat sebagai Deputi sering mengatakan “kalau kita tidak bergerak sekarang bagaimana 5 tahun ke depan negeri ini, bagaimana anak cucu kita, saya hanya jihad untuk kerja seperti itu”. Jadi kalau terlihat lebih aktif di represif memang itulah gerakan daripada pemberantasan sekarang, tapi untuk rehab sedang juga digiatkan untuk bagaimana dibuat PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
125
atau dibangun tempat-tempat rehab yang bernuansa kehutanan dan kelautan, dan juga kita membuat MoU kepada pihak-pihak kementerian kehutanan, perikanan untuk melakukan rehab kepada anak-anak bangsa yang terjebak sebagai penyalah guna, itu harapan kami, sehingga baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan berjalan bersama-sama untuk menekan. Seperti yang saya sampaikan bahwa untuk menekan sampai nol untuk bebas sama sekali itu tidak mungkin, dan itu memang slogan, karena sangat tidak mungkin, tapi harus dibuat slogan untuk memotivasi, jadi bertahap sebagai pemacu semangat, karena kalau tidak maka akan banjir baik pengguna maupun pengedar narkoba. Namun kami untuk deputi yang lain juga harus lebih giat lagi jihadnya. Terimakasih
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
127
SESI V
Tindak Pidana perbankan Prof. dr. sutan remy syahdeini, s.h.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
129
Tindak Pidana Perbankan
Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H.
Tindak-Tindak Pidana Perbankan Indonesia A. Pengertian Tindak Pidana Perbankan • Arti luas: TPP adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omission), yang menggunakan produk perbankan (banking product) sebagai sarana perilaku pelakunya atau produk perbankan (banking product) sebagai sasaran perilaku pelakunya dan telah ditetapkan sebagai tindak pidana oleh undang-undang. • Arti sempit: TPP adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omission), yang ditetapkan sebagai tindak pidana oleh Undang-Undang Perbankan Indonesia (UU No. 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10/1998). B. Pasal Sapu Jagad • Merupakan asas hukum dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia bahwa setiap perilaku (conduct) yang bertentangan dengan setiap peraturan perundangPELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
130
•
•
• •
undangan yang berlaku (khusus) bagi bank adalah tindak pidana. Peraturan perundang-undangan yang khusus bagi perbankan Indonesia adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan berbagai Peraturan Bank Indonesia PBI. Pasal 49 ayat (2) huruf b a. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 49 ayat (2) huruf b adalah “Pasal Sapu Jagad”. Pasal tersebut disebut Pasal Sapu Jagad karena menentukan bahwa anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan perundangundangan lainnya yang berlaku bagi bank diancam dengan pidana. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
131
•
Artinya, Pasal tersebut menentukan sebagai suatu tindak pidana terhadap pelanggaran yang bukan saja terhadap Undang-Undang Perbankan tetapi juga terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank. • Dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b tersebut, peraturan perundang-undangan lainnya yang dimaksud tidak ditentukan secara spesifik. • Selain itu, dapat merupakan tindak pidana terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank bukan saja yang sudah ada tetapi juga yang masih akan ada (belum ada) ketika UndangUndang Perbankan berlaku. 1. Pasal Sapu Jagad Bagi Pihak Terafiliasi Sejalan dengan semangat Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50 menentukan: Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undangundang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). 2. Pasal Sapu Jagad Bagi Pemegang Saham Sejalan dengan semangat Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50A menentukan: Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
132
melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkahlangkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 3. Pasal-Pasal Penting Yang Dapat Diancam Pasal Sapu Jagad Pasal 8 • Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. • Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor. • The Five Cs’ of Credit • Character • Capital: Can he pay? PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
133
• Capacity: How much can he pay? • Conditions (business, legal, politics, dll) • Collateral • Sumber pelunasan kredit: • First way out, dan/atau • Second way out Penjelasan Pasal 8 Bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah harus pula memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan/atau risiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 10 Bank Umum dilarang: • melakukan penyertaan modal kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c; • melakukan usaha perasuransian; • melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Pasal 14 Bank Perkreditan Rakyat dilarang: a. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; c. melakukan penyertaan modal; d. melakukan usaha perasuransian; e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
134
Pasal 11 (1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. (2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberikan kredit, atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada: a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank; b. anggota Dewan Komisaris; c. anggota Direksi; d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e. pejabat bank lainnya; dan f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
135
huruf e. Pasal 11 ayat (4), (4A), (5) (4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. C. Penghimpunan Dana Simpanan Tanpa Ijin BI • Pasal 16 ayat (1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri. • Bagi perbankan Indonesia, berlaku asas bahwa penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tidak boleh dilakukan oleh pihak yang bukan bank. Dengan kata lain, hanya bank yang dapat PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
136
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan. Asas ini ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) UUP. • Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) tersebut di atas diancam dengan pidana penjara serta denda oleh Pasal 46 UUP yang berbunyi: 1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. • Apakah yang dimaksudkan dengan simpanan menurut ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 46 UUP tersebut? • Menurut Pasal 1 angka 5 UUP, yang dimaksudkan dengan simpanan adalah: dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
•
•
•
•
•
•
137
yang dipersamakan dengan itu. Berdasarkan pengertian atau definisi tersebut, maka sepanjang bentuknya bukan giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, maka dana itu, yang sekalipun dihimpun dari masyarakat, bukan merupakan “simpanan”. Pasal 1 angka 5 UUP membatasi pengertian simpanan hanya kepada dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Ciri khusus dari giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu adalah dana yang dipinjam oleh bank (utang bank) dari nasabah penyimpannya (kreditor bank) dan menjadi sumber kredit yang diberikan oleh bank kepada debitor bank. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara dana masyarakat yang berbentuk simpanan dan dana masyarakat yang tidak berbentuk simpanan. Apabila dana yang dihimpun dari masyarakat oleh siapa pun tetapi tidak perlu dikembalikan kepada pemilik asal dari dana tersebut dan tujuan penggunaannya bukan untuk disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, maka dana tersebut bukan dana masyarakat yang berbentuk simpanan. Sebagai contoh adalah dana masyarakat yang dihimpun oleh suatu pihak dengan menerbitkan obligasi yang ditawarkan/dijual kepada masyarakat melalui pasar PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
138
•
• •
•
•
modal atau melalui penawaran langsung dan apabila dana masyarakat yang terhimpun dengan cara seperti itu bukan dimaksudkan untuk disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit tetapi digunakan untuk pengembangan usaha sendiri, maka kegiatan tersebut bukan merupakan kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan. Tetapi apabila dana masyarakat yang berhasil dihimpun melalui penerbitan obligasi tersebut digunakan oleh penerbit obligasi untuk disalurkan dalam bentuk kredit atau pinjaman kepada pihak lain, maka dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat melalui penerbitan obligasi itu merupakan dana yang berbentuk simpanan. Karena itu, kegiatan tersebut harus memperoleh izin dari BI sesuai dengan ketentuan Pasal 16 UUP. Banyak contoh dalam kehidupan masyarakat dimana suatu pihak menghimpun dana dari masyarakat tetapi penghimpunan dana tersebut tidak dapat dikatagorisasi sebagai penghimpunan dana dalam bentuk simpanan karena bukan untuk tujuan pemberian kredit. Contohnya adalah penghimpunan dana dari masyarakat berupa sumbangan tetapi bukan dimaksudkan untuk disalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada pihak lain tetapi, misalnya, untuk keperluan membantu kelompok masyarakat tertentu yang tertimpa musibah (bencana alam seperti tsunami, gunung meletus, dan lain-lain) atau untuk membantu biaya pengobatan seorang anak yang cacat sebagaimana yang sering dilakukan oleh media cetak dan atau elektronik. Contoh lain adalah penerbitan surat utang jangka pendek PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
•
•
•
•
•
139
(surat utang berjangka maksimum satu tahun) yang dikenal dengan istilah commercial paper atau CP yang dijual di pasar uang oleh penerbitnya untuk keperluan modal kerja atau mengatasi kesulitan cash flow dari penerbit CP. Kegiatan penghimpunan dana yang seperti itu bukan merupakan kegiatan penghimpunan dana yang berbentuk simpanan karena bukan untuk disalurkan kembali dalam bentuk kredit tetapi dipakai untuk keperluan sendiri. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan penghimpunan dana masyarakat tetapi tidak untuk disalurkan kembali dalam bentuk kredit seperti contoh-contoh yang dikemukakan di atas, tidak dapat diancam berdasarkan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Perbankan sebagai tindak pidana atas pelanggaran ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUP. Ada ciri lain yang perlu dicermati berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang itu, yaitu berkaitan dengan pengertian “masyarakat”. Dalam pengertian “masyarakat” terkandung bahwa pengerahan dana harus bersifat terbuka, yaitu berlaku bagi siapa pun yang ingin meminjamkan dananya kepada pihak yang menghimpun dana tersebut sepanjang orang/perusahaan yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak penghimpun dana. Tetapi apabila pengerahan dana tersebut bersifat terbatas hanya menghimpun dari beberapa orang/ kelompok tertentu saja, menurut saya penghimpunan dana tersebut bukan merupakan penghimpunan dana PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
140
dari masyarakat. • Sifat keterbukaan dan ketidakterbatasan itulah yang menentukan apakah upaya penghimpunan dana itu merupakan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat atau hanya merupakan kegiatan penghimpunan dana dari beberapa gelintir orang. • Kesimpulan dari penjelasan tersebut di atas adalah bahwa tujuan dari kriminalisasi dari perbuatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 jo. Pasal 16 UUP adalah untuk mencegah agar tidak semua orang atau badan hukum dapat melakukan kegiatan usaha sebagai lembaga intermediasi tanpa memperoleh ijin sebagai bank (memperoleh ijin dari Pimpinan Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha sebagai bank). • Menjadi tujuan Undang-Undang Perbankan, bahwa hanya bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai lembaga intermediasi. D. Pengawasan Bank 1. Kewajiban Bank Membantu BI Menjalankan Fungsi Pengawasan Bank Pasal 30 1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
141
memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan. 3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia. 2. Kewajiban Pelaporan Neraca Dan Perhitungan Laba/Rugi Bank Pasal 34 1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik. 3) Tahun buku bank adalah tahun takwim. E. Tindak Pidana Pelangaran Pasal 30 & 34 UUP Pasal 48 1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
142
rupiah). 2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). F. Tindak Pidana Rahasia Bank 1. BANK SEBAGAI LEMBAGA KEPERCAYAAN • Dibandingkan dengan lembaga atau perusahaan lain, bank merupakan lembaga atau perusahaan yang unik, yaitu memiliki sifat yang sangat khusus. • Bank melakukan kegiatan usahanya dengan menggunakan dana/uang yang berasal dari masyarakat yang ditempatkan atau dipinjamkan kepada bank dalam bentuk simpanan. • Bank hanya mungkin menghimpun dana simpanan dari masyarakat apabila masyarakat memiliki kepercayaan kepada banknya bahwa dana yang disimpan akan dapat dikembalikan oleh bank apabila ditagih dan apabila bank merahasiakan baik simpanan maupun identitas nasabah penyimpan dana. 2. Bank Merupakan Bagian Dari Sistem Moneter • Sebagai bagian dari sistem moneter, bank sangat highly regulated. • Apabila suatu bank mengalami rush, maka rush tersebut PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
143
akan menular terhadap bank-bank lain; Keadaan itu disebut efek domino atau berdampak sistemik. • Terjadinya efek domino akan meruntuhkan sistem moneter. G. Rahasia Bank • Pasal 40 1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi. 1. Tindak Pidana Pelanggaran Rahasia Bank Pasal 47 ayat (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2. Pengecualian Rahasia Bank • Untuk kepentingan perpajakan, (Pasal 41) • Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank BUMN (Pasal 41A) • Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42) • Untuk kepentingan perkara perdata antara bank dan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
144
nasabah (Pasal 43) • Untuk kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44) • Untuk kepentingan nasabah sendiri (Pasal 44A ayat (1)) • Untuk kepentingan ahli waris nasabah (Pasal 44A ayat (2)) • Untuk kepentingan Bank Indonesia (Pasal 30 dan Pasal 31) • Untuk kepentingan akuntan publik (Pasal 31A) • Untuk kepentingan PPATK, (Pasal 15 jo. Pasal 13 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003) • Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang (Pasal 33 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 25 Tahun 2003) • Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana korupsi oleh KPK (Pasal 12 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) 3. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada Petugas Perpajakan Pasal 41 1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. 2) Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
145
ayat (1) harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. 4. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada BUPLN/PUPN Pasal 41 A 1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. 2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. 3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. 5. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada Penegak Hukum Pasal 42 1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. 2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
146
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa agung, atau Ketua Mahkamah Agung. 3) Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka /terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. 6. Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Oleh Bank Pasal 42 A Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A dan Pasal 42. 7. Tindak Pidana Rahasia Bank Bagi Penegak Hukum, Petugas Pajak & Pejabat BUPLN/PUPN Pasal 47 ayat (1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 8. Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Perkara Perdata Antara Bank Dan Nasabah Pasal 43 Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
147
Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. 9. Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Tukar Menukar Informasi Antar Bank Pasal 44 1) Dalam tukar menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. 2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. 10. Pengungkapan Rahasia Bank Atas Permintaan Atau Kepada Kuasa Nasabah Pasal 44 A ayat (1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut. 11. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada Ahli Waris Nasabah Pasal 44 A ayat (2) Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut. 12. Tindak Pidana Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Pasal 47 A Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
148
yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). 13. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan BI • Pasal 30 1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan bukubuku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan. 3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia. • Pasal 31 Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. 14. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Akuntan Publik Yang Ditugasi BI PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
149
Pasal 31 A Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. 15. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Pemeriksaan Dalam Rangka TPPU Pasal 72 UU No. 8/2010 1) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana Pencucian Uang, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai Harta Kekayaan dari: a. orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b. tersangka; atau c. terdakwa. 2) Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan Transaksi Keuangan lain. 3) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan menyebutkan secara jelas mengenai: a. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim; b. identitas orang yang terindikasi dari hasil analisis atau pemeriksaan PPATK, tersangka, atau terdakwa; c. uraian singkat tindak pidana yang disangkakan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
150
atau didakwakan; dan d. tempat Harta Kekayaan berada. 4) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disertai dengan: a. laporan polisi dan surat perintah penyidikan; b. surat penunjukan sebagai penuntut umum; atau c. surat penetapan majelis hakim. 16. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Pemeriksaan Dalam Perkara TIPIKOR Oleh KPK UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang : meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; 17. Tindak Pidana Pencatatan Dan Laporan Keuangan Bank Pasal 49 ayat (1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
151
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 18. Tindak Pidana Gratifikasi Pejabat Bank Tindak Pidana Tentang Penerimaan Imbalan Oleh Pejabat Bank • Pasal 49 ayat (2) huruf a Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
152
dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; b. diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). 19. Sifat Tindak Pidana Perbankan Tindak pidana perbankan adalah kejahatan dan pelanggaran Pasal 51 1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47 A, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan. 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
153
Tanya Jawab Faturahman (Hakim PT Semarang): Pertanyaan: 1. Tindak pidana perbankan ada 3 macam yaitu tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan afiliasi, tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan perijinan, dan tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan rahasia bank. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan usaha ini ada kaitannya dengan perijinan yaitu pengumpulan dana dari masyarakat atau ada pengertian tersendiri? 2. Dalam kasus Bank Century, adanya pengalihan dana dari usaha bank itu sendiri kepada perusahaan anta boga. Apakah penyelesaian kasus ini menggunakan UU Perbankan atau menggunakan perundang-undanganyang ada hubungannya itu yang ada hubungannya dengan UU Perbankan? 3. Bagaimana gugatan perdata yang dapat dilakukan oleh masyarakat? Jawaban: 1. Jika suatu perusahaan telah mendapatkan izin usaha sebagai bank, maka dia hanya boleh melakukan kegiatan usaha sebagaimana dirinci menurut Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, di luar itu berarti tidak boleh. Jika dilakukan di luar Pasal 6 dan 7 itu, maka berarti bank itu tidak melakukan langkah-langkah yang memang melanggar atau tidak mentaati peraturan perundang-undangan tersebut. Terhadap Bank tersebut maka akan dikenai pasal sapu jagat. 2. Kalau dalam kasus tersebut dimana orang memindahkan status uang tetapi bukan memindahkan status kepemilikan yang mana kepemilikan tersebut tetap milik nasabah. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
154
Ini merupakan suatu kejadian yang unik. Di dalam UU Perbankan itu saya tidak melihat ada ketentuan khusus tetapi menurut saya itu bisa saja bahwa bank yang melakukan perbuatan tersebut tanpa ijin nasabah, jika saya menjadi jaksanya maka saya akan memberikan dakwaan terkena Pasal 2 UU Perbankan karena melanggar prinsip kehati-hatian. 3. Masayarakat dapat melakukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum. Imam Prakoso (Hakim PT Medan): Pertanyaan: Kasus perdata anta boga ini sebenarnya sudah diadili di PN Yogyakarta dimana nasabah anta boga itu menang dan dalam putusannya Bank Century harus membayar. Mengenai masalah pidananya saya pernah membaca putusan PN Jakarta Pusat hingga ke MA yang mana Direktur Century maupun Robert Tantular itu sudah diputus perkara pidananya di MA. Namun sekarang ada perkara Robert Tantular yang perkaranya sedang diperiksa di PN Jakarta Pusat yang mana dakwaannya subsidaritas. Jadi kelihatannya dalam kasus Bank Century pasalpasalnya dicicil oleh Penuntut Umum. Bagaimana menurut pandangan Bapak? Jawaban: Kalau tadi dikemukakan bahwa nasabah yang semula nasabah Bank Century menjadi nasabah anta boga lalu putusannya dimenangkan maka saya bisa mengatakan hal tersebut benar karena pada waktu itu dipindahkan itu kan dilakukan oleh otoritas Bank Century atas nama perusahaan maka itu saya kira ada dasar hukumnya. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
155
Margono (Hakim PT Medan): Pertanyaan: Saya pernah ingat sewaktu Ibu Sri Mulyani dan Pak Budiono memberikan keterangan di DPR, beliau mengatakan bahwa kalau Bank Century itu tidak di Bail Out maka akan terjadi rush dan jika terjadi rush maka akan berdampak efek domino ke bank-bank yang lain. Apakah dengan tidak di Bail Outnya Bank Century maka dampaknya seperti itu Pak? Jawaban: Menurut saya itu adalah pendapat yang sangat subyektif. Kalau umpamanya terjadi rush di Bank besar akan berdampak besar. Namun yang terjadi dalam kasus itu adalah di Bank Century yang notabanenya adalah bank kecil maka tidak akan berdampak makro/besar. Menurut saya, Bank Century seharusnya sudah ditutup karena bank tersebut sudah tidak sehat. Dahlia Brahmana (Hakim PT Pekanbaru) Pertanyaan: Dalam hal ini BI sebagai pengawas Bank Century sesuai dengan Pasal 16 atai (1) UU Perbankan. Mengapa Bank Century tersebut tidak ditutup oleh BI? Apakah tidak ada unsur kesengajaan dimana dana yang dikucurkan ke Bank Anta Boga disimpan sementara dan digunakan tidak sebagaimana mestinya? Jawaban: Tidak ditutupnya Bank Century karena Bank Century adalah hanya sebagai tool atau alat. Tidak mungkin yang dijadikan tool atau alat itu adalah Bank Besar seperti Bank Mandiri atau Bank Danamon. Tool atau alat cukuplah bank kecil sehingga dalam kasus tersebut BI tidak bisa menutup Bank Century. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
156
Respatu Wisnu Wardoyo (Hakim PT Palembang) Pertanyaan 1: Ada satu permohonan kredit dimana permohonan kredit ini harus disetujui dalam Rapat Direksi. Di dalam Rapat Direksi akhirnya keluar rekomendasi kepada bawahan (divisi kredit). Dalam struktur Direksi itu ada Direktur yang tidak berkaitan dengan pemberian kredit tetapi karena ketentuannya kredit itu harus diputus dalam rapat direksi maka direktur ini ikut menandatangani atau memberikan paraf, misalnya direktur yang berkaitan dengan logistik. Kemudian kredit tersebut cair dan ada fakta-fakta bahwa pemohon kredit ini pernah mengajak beberapa direksi untuk main Golf dan lain sebagainya. Kemudian dalam perjalanannya kredit tersebut macet karena keputusan hasil rapat direksi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh bawahan (divisi kredit). Pada akhirnya kasus tersebut dibawa ke pengadilan, pertanyaan apakah direksi yang telah memberikan rekomendasi tetapi kemudian rekomendasi tersebut tidak dilanjuti sepenuhnya oleh bawahannya bisa dikenakan melakukan tindak pidana perbankan apalagi bila direksi tersebut tidak berkaitan langsung dengan pemberian kredit? Jawaban 1: Di peraturan intern di Bank setiap tanggung jawabnya adalah dilaksanakan berjenjang mulai dari pimpinan cabang sampai dengan direksi, Dalam kredit itu ditujukkan kepada suatu komite kredit, masing-masing anggota mempunyai hak yang ada pada jabatannya secara pribadi. Kalau hal tersebut harus diputuskan oleh seluruh anggota direksi maka seluruh anggota direksi yang berkaitan dengan kredit atau tidak berkaitan dengan kredit harus ikut termasuk direktur SDM, direktur logistik, dan direktur valuta asing. Namun mereka itu boleh bilang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
157
tidak setuju (memberikan disenting opinion). Kalau dia tidak memberikan disenting opinion berarti dia terikat pada putusan direksi tersebut. Putusan direksi bisa dilakukan lewat rapat atau bisa dilakukan lewat disposisi. Kalau sudah diputuskan setuju di dalam rapat direksi dan ternyata di dalam perjalanannya terdapat kredit macet maka tergantung pelaksanaannya. Menurut saya harus dipisah-pisahkan antara putusan direksi dan pelaksanaan. Tidak bisa jika pelaksanaan salah lalu kemudian direksinya masuk penjara semua. Pertanyaan 2: Tadi Bapak sampaikan bahwa kasus Ali Markus sedang dalam tahap penyidikan. Namun setelah dikaji lebih lanjut ternyata dana yang telah disetor kepada pihak perusahaan Ali Markus adalah dana yang berasal dari distributor sehingga tidak bisa dikatakan tindak pidana penghimpunan seperti yang tertuang di dalam Pasal 16 UU Perbankan. Dalam kenyataan ini yang ingin saya tanyakan bahwa apakah tidak menimbulkan pertanyaan apakah tindakan tersebut merupakan usaha terselubung suatu contoh misalnya para distributor ini menghimpun dana dari masyarakat oleh karena sebelum barangnya disetor diberikan bunga yang lebih tinggi dengan Deposito. Sehingga dalam kenyataan ini apakah tidak memungkinkan disalahgunakan? Jawaban 2: Mungkin saja Pak akan disalahgunakan dimana distributor mengumpulkan uang-uang dari kawan-kawanya. Pertanyaan 3: Di dalam isu terakhir dalam catatan PPATK terjadi transaksi mencurigakan setiap bulannya adalah 2050 transaksi. Dalam masalah ini yang saya mau tanyakan, terungkapnya masalah kesadaran bank sendiri yang melaporkan transaksi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
158
mencurigakan tersebut. Jika transaksi mencurigakan tersebut tidak dilaporkan oleh Bank ke PPATK. Bagaimana fungsi BI sebagai pengawas itu Pak? Jawaban 3: Yang Bapak tanyakan itu silahkan Bapak tanyakan ke Pak Yunus. Kebetulan Pak Yunus adalah ahli dibidang laporanlaporan kepada PPATK.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
159
SESI VI
Tindak Pidana pencucian uang dr. yunus husein, s.h., m.h.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
161
Tindak Pidana Pencucian Uang
Dr. Yunus Husein, S.H., M.H.
Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembuktian Terbalik A. Kendala Pemberantasan Tindak Pidana • Kompleksitas kejahatan memerlukan pengetahuan yang spesifik namun komprehensif. • Kejahatan “kerah putih” umumnya tidak dilakukan sendiri; Orang lain digunakan sebagai pelaksana-bisa lebih dari 1 (satu) orang yang tidak saling mengenal satu sama lain—untuk memutus jejak penelusuran kepada aktor intelektual. • Kejahatan yang kompleks sering kali baru terungkap setelah dalam t enggang waktu yang lamamenyulitkan pengumpulan bukti-bukti karena kemungkinan sudah hilang atau sudah dimusnahkan. • Pelaku telah menggunakan atau mengalihkan hasil yang d iperoleh dari kejahatan dalam bentuk lain atau dengan nama orang lain sehingga sulit terjangkau oleh hukum.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
162
B. Fokus Pembahasan Memahami konsep “Pembuktian Terbalik” dalam UU TPPU untuk MERAMPAS dan MENGEMBALIKAN HASIL TINDAK PIDANA 1. Alasan Kriminal Mencuci Uang
Kriminal/ Penjahat
Uang Hasil Uang Hasil Kejahatan Uang Hasil Kejahatan Kejahatan
Tindakan Tindakan Kejahatan Tindakan Kejahatan Kejahatan
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
163
2. Dari Follow The Suspect Ke Follow The Money
KEJAHATAN ASAL + PELAKU KEJAHATAN + AKTOR INTELEKTUAL
PEMILIK/YG MENGUASAI/ PELAKU TRANSAKSI
POLA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
164
3. Pendekatan Anti Pencucian Uang
AML
Follow
follow the
AML dapat
AML dapat
mengejar
the money
money
menembus
menjerat
AML dapat menekan
hasil
dapat meng-
alat untuk
kerahasiaan
pihak-pihak
nafsu orang
recovery
bank
yang terlibat
untuk
dapat
melakukan kejahatan
kejahatan
hubungkan
(follow the
kejahatan
money)
dengan
menyembu-
pelaku
nyikan hasil
terutama
intelektual
kejahatan
economic crime
4. Kriminalisasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PASAL 3 UU NO. 8 TAHUN 2010 Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
165
TPPU Pasal 3
Obyek: Orang perseorangan korporasi
Mens Rea Diketahui, Patut Diduga dari hasil tindak pidana
Obyek: Harta Kekayaan
Mens Rea Menyembunyikan asal-usul Menyamarkan asal-usul Actus Reus: - menempatkan - mentransfer - mengalihkan - membelanjakan - membayarkan - menitipkan
Actus Reus: - membawa ke luar negeri - mengubah bentuk - menukarkan dengan mata uang atau surat berharga - menghibahkan - perbuatan lain
PASAL 4 UU NO. 8 TAHUN 2010 Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
166
TPPU Pasal 4
Obyek: Orang perseorangan korporasi
Mens Rea Diketahui, Patut Diduga dari hasil tindak pidana
Obyek: Harta Kekayaan
Perbuatan (Actus Reus): - Menyembunyikan - Menyamarkan - asal-usul; - sumber; - lokasi; - peruntukan.
- pengalihan hak-hak - kepemilikan yang sebenarnya
PASAL 5 UU NO. 8 TAHUN 2010 Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
167
TPPU Pasal 5
Obyek: Orang perseorangan korporasi
Mens Rea Diketahui, Patut Diduga dari hasil tindak pidana
Obyek: Harta Kekayaan
Actus Reus (Perbuatan) Menggunakan Menerima atau menguasai - penempatan, - pentransferan, - pembayaran, - hibah
5.
- sumbangan, - penitipan, - penukaran
Tindak Pidana Asal (Pasal 2 UU NO. 8 Tahun 2010) • korupsi; • penyuapan; • narkotika; • psikotropika; • penyelundupan tenaga kerja; • penyelundupan imigran; • di bidang perbankan; • di bidang pasar modal; • di bidang perasuransian; • kepabeanan; • cukai; • perdagangan orang; • perdagangan senjata gelap; • terorisme; • penculikan; • pencurian; • penggelapan; PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
168
• • • • • • • • •
penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; dibidang perpajakan; dibidang kehutanan; dibidang lingkungan hidup; dibidang kelautan dan perikanan; atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih; • yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. 6. Hukum Acara Penanganan TPPU Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana pencucian uang dilakukan sesuai dengan UU TPPU (UU No. 8 Tahun 2010) kecuali ditentukan lain dalam undangundang dimaksud. (Pasal 68 UU TPPU). 7. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. (Pasal 183 KUHAP). “Pembuktian Terbalik” Dalam UU TPPU • Pasal 77 UU TPPU Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
169
pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. • Pasal 78 UU TPPU 1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) 2. Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal dari atau terkait dengan tindak pidana dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup • adanya pembebanan pembuktian pada terdakwa mengenai harta benda/kekayaannya • namun pada dasarnya beban pembuktian tetap berada pada penuntut umum-jpu tidak dapat mengajukan dakwaan tanpa disertai dengan pengajuan bukti-bukti • pembuktian terbalik hanya digunakan pada pemeriksaan di muka persidangan. • hanya unsur “harta benda/kekayaan” yang wajib dibuktikan. Pembuktian Terbalik” Dalam UU TIPIKOR • Berdasarkan Penjelasan UU No. 20/2001 Tentang Tindak Pidana Tipikor: • Pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. • Pasal 37 A UU Tipikor 1. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
170
•
suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan. 2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Pasal 38 B UU Tipikor 1. Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini, wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi. 2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
171
C. Kasus a.n. Bahasyim Assifie 1. Indikasi Sumber Dana • Rekening No. 259.000301480.901 a/n BA sumber dana awal pada rekening dari: • 5 kali setoran melalui kliring dari BCA dengan total Rp 5.745.281.868,• pemindahbukuan sebesar Rp 800 juta • 2 kali setoran tunai dengan total Rp 210 juta • Rekening No. 259.000303628.905 a/n BA sumber dana awal pada rekening dari: • 15x setoran tunai dengan total • Rp 12.538.400.000,Pemindahbukuan Tgl 10.09.98 Rp 800 juta
Bahasyim Assifie BCA
Kliring
Tunai Tgl 15.07.98 Rp 160 juta Tgl 01.07.99 Rp 50 juta
Bahasyim Assifie BNI 259.000301480.901
Pemindahbukuan Tgl 05.12.00 Rp 1.2 M Tgl 10.12.01 Rp 118 juta Tgl 20.08.02 Rp 180 juta
Transfer
Bahasyim Assifie BNI 259.000301480.905
Bahasyim Assifie BNI 259.000303628.905
Transfer
Tarik tunai Tgl 23.04.02 Rp 1,3 M Tgl 24.04.02 Rp 500 juta Tgl 12.12.02 Rp 300 juta
Outgoing transfer Tgl 23.04.02 Rp 2 M
Tgl 19.12.2001 Rp 12,6 M
Tgl 26.03.98 Rp 7,27 M
Tgl 26.03.98 Rp 100 juta Tgl 27.05.98 Rp 4 M Tgl 29.05.98 Rp 160 juta Tgl 02.06.98 Rp 525 juta Tgl 13.01.99 Rp 960 juta
Tunai Periode April 02 sd. Februari 03 Rp 12,53 M
Tunai Periode November 99 sd. Desember 02 Rp 4,86 M
Tunai Periode November 03 sd. September 04 Rp 6,57 M
Transfer
Penempatan pada BNI Investment Tgl 06.02.03 Rp 1,01M
Tgl 27.02.03 Rp 22,27 M
Sri Purwanti BNI 19963416
Transfer Tgl 12.10.04 Rp 5 M Tgl 22.10.04 Rp 33,56 M Tgl 26.10.04 Rp 500 juta Tgl 29.10.04 Rp 2,4 M
Afie (Bahasyim Assifie ) BNI 259-000304933-905
Transfer
Budi Utomo Drs,MPA BNI 259-000304365-905
Tgl 13.11.03 Rp 27,4 M Tgl 13.11.03 Rp 600 juta Tgl 05.12.03 Rp 2,5 M Tgl 05.01.04 Rp 1,4 M
Pencairan BNI Investment Tgl 06.03.03 Rp 1,01 M
Tunai Periode Maret 03 sd. Oktober 03 Rp 3,18 M
Setoran dana Tgl 12.11.03 Rp 2,49 M Tgl 02.12.03 Rp 1,49 M
•
•
Dilihat dari pola transaksinya, terlihat bahwa transaksi yang dilakukan oleh Sdr. BA berupa penempatan sejumlah dana pada satu rekening Dalam periode tertentu rekening tsb menerima beberapa kali setoran tunai
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
172
2.
dan di waktu bersamaan dana-dana ini dikembangkan dalam berbagai kegiatan investasi, kemudian pada waktu tertentu rekening tersebut ditutup. • Akumulasi dana pada rekening tsb kemudian dipindahbukukan ke rekening yang baru di buka. • Asset per Mei 2008 dgn total à Rp. 76,3 M: • Asuransi Unit Link an. Sri Purwanti • Dalam USDà 1,01 jt $ (Rp 10 M) • Dalam Rupiah à • Rp 25 M • Rp 20,5 M • SBI an. Sri Purwanti • Rp 1,8 M • Asuransi Unit Link an. Winda Arum Hapsari: Dalam Rupiah à 19 M Aliran Rekening Bahasyim Hampir Rp 1 Triliun Liputan6.com, Jakarta: Sidang perdana Bahasyim Assifie, terdakwa kasus mafia pajak dan pencucian uang, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/9). Dalam dakwaan jaksa, mantan Kepala Kantor Pemeriksaan Jakarta VII Direktorat Jenderal Pajak ini dianggap meraup ribuan miliar uang dari wajib pajak hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas rekening mencurigakan. Namun, terdakwa yang duduk di kursi pesakitan dengan tenangnya mendengar dakwaan jaksa penuntut PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
173
umum yang dipimpin Fachrizal. Dalam dakwaan jaksa, terdakwa memiliki transaksi aliran dana ke rekening Sri Purwanti yang tak lain adalah istrinya, sebesar Rp 885 miliar lebih. “Berdasarkan rekening koran dalam waktu tahun 2004-2010, terdapat mutasi berupa penyetoran atau pemindahbukuan atau transfer yang merupakan uang masuk sebanyak 304 kali dengan jumlah sekitar Rp 885.147.034.806”, ungkap Fachrizal. Jaksa menambahkan, di antara transaksi uang masuk itu terdapat mutasi uang setoran tunai dari terdakwa ke saksi Yanti Purnamasari senilai Rp 4 miliar lebih. Bahkan, aliran dana lainnya yang sangat mengagetkan pengunjung sidang adalah saat jaksa mengatakan adanya simpanan dolar atas nama Sri Purwanti sebesar US$.271.354,06“. Jaksa juga menyampaikan sejak 2005-2010 terdapat mutasi penyetoran atau transfer sebanyak 57 kali dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat senilai US$.45.154.226,2. Ini berasal dari terdakwa melalui saksi Yanti Purnamasari atas permintaan terdakwa. Lebih jauh jaksa menyebutkan, dalam rekening atas nama Winda Arum Hapsari (putri terdakwa) terdapat mutasi berupa penyetoran sebanyak 80 kali dengan nilai sebesar Rp.284.709.039.328. Pada kurun waktu 2008-2010, dalam rekening Sri Purwanti terdapat mutasi transfer uang sebanyak 24 kali, senilai Rp.366.552.740.215. Ini dengan menggunakan uang yang berasal dari terdakwa. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
174
3.
Terdakwa juga memasukkan dana ke rekening atas nama Winda Arum Hapsari senilai 60 juta dan 127 juta rupiah lebih. Rekening tersebut dipecah atas nama berbeda yang masuk ke Bank Negara Indonesia atau BNI dalam program tabungan Taplus bisnis perorangan. Diantara mutasi penyetoran rekening itu atas permintaan terdakwa dilaksanakan oleh Yanti Purnamasari. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handoyo, jaksa menuntut terdakwa mantan pegawai pajak itu dengan ancaman pasal berlapis. Yakni, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.(ANS) Bahasyim Divonis 10 Tahun Penjara Plus Penyitaan Harta Rp 64 Miliar Ari Saputra - detikNews Jakarta - Bahasyim dihukum lima tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa dalam kasus korupsi Rp 1 miliar dan pencucian uang Rp 64 miliar, yang disangkakannya. Hakim memutus mantan pejabat pajak itu dengan 10 tahun penjara dan denda sejumlah uang. “10 Tahun penjara, denda 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Uang Rp 64 miliar dirampas untuk negara,” ujar majelis hakim dalam pembacaan putusannya di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta, Rabu (2/2/2011). Bahasyim didakwa dengan pasal 12 UU 20/2001 tetang tindak pidana korupsi. Dia terbukti bersalah pasal 1 huruf a tindak pidana pencucian uang. Mantan pejabat pajak Bahasyim Assifiie dituntut 15 PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
4.
5.
175
tahun penjara. Dia dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang selama menjabat sejak 2004-2010 yang merugikan keuangan negara sebanyak Rp 64 miliar. Modus operandi Bahasyim dinilai cukup rapih yakni dengan menampung sebagian uang korupsi di perusahaan keluarga Bahasyim, PT Tri Darma Perkasa. Selain itu, sebagian besar uang hasil korupsi ditampung di 7 rekening istri dan kedua anaknya. Perputaran uang di ketujuh rekening itu mengundang kecurigaan jaksa karena mencapai Rp 932 miliar. Jumlah ini yang dijerat dengan pasal pencucian uang. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Antara lain menyatakan: • Seandainya tindak pidana asal tidak terbukti sekalipun, tindak pidana pencucian uang tetap diperiksa dan dibuktikan di persidangan • Terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta kekayaan yang disita bukan hasil korupsi Putusan Tingkat Kasasi Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi” dengan pidana selama 6 tahun dan denda Rp500 juta, subsider 3 bulan kurungan. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencucian uang” dgn pidana penjara 6 tahun dan denda Rp500 juta, subsider 3 bln kurungan.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
176
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
D. Kasus a.n. Yudi Hermawan Pembuktian Terbalik: Kasus gratifikasi petugas pajak
Beban pembuktian asal usul harta kekayaan yang diduga berasal dari gratifikasi dialihkan kepada terdakwa. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan: Terdakwa gagal membuktikan secara meyakinkan bahwa dana yang ada dalam rekening yang dikuasainya berasal dari utang sebagaimana yang dinyatakan
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
177
Tanya Jawab Guntur (PT Tanjung Karang) Pertanyaan: Salah pintu masuk dalam penegakkan hukum tindak pidana pencucian uang adalah Pasal 23 dan 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 TentangPencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uangyaitu laporan yang diberikan oleh penyedia jasa keuangan serta penyedia barang dan jasa. Sejauh mana pasal 27 diharapkan efektif bagi penyedia barang dan jasa. Jawaban: Mengenai siapa yang harus melapor ada dalam Pasal 17, mereka diawasi oleh masing-masing regulator.Bank diawasai oleh Bank Indonesia,Pasar Modal diawasi oleh Bapepam sedangkan untuk kepatuhan masih diserahkan kepada PPATK. Untuk bank kewajiban melapor, sudah sejak tahun 2002, sedangkan untukpenyedia barang dan jasa mulai diberlakukan pada Maret 2013, karena masih baru sehingga masih banyak yang belum menyampaikan laporan. Untuk kepatuhan mereka terkait dengan pasal 27 maka dilakukan audit kepatuhan dan ada sanksi-sanksi yang diatur dalam pasal 30. Untuk bank sudah ada beberapa bank yang kenai denda sehingga bank lebih patuh. Untung (PT Medan) Pertanyaan: Mengkritisi substansi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang perbedaan hukuman pidana pengganti denda dalam pasal 12 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 disebutkan kurungan pengganti denda 1 tahun 4 bulan, sedangkan dalam Undang-Undang tentang Narkotika Tahun PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
178
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
2009 tegas disebutkan penjara pengganti denda 2 tahun, selain itu dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tidak dibebutkan mana pelanggaran dan mana kejahatan, padahal ini penting terkait dengan daluarsa suatu perkara pidana.Saya juga memberikan sedikit masukan bahwa adanya perlakuan yang istimewa terhadap terpidana money loundring, ada sesuatu yang salah dengan sistem peradilan pidana kita.Tidak nyambungdari institusi yang satu dengan institusi yang lain. Jawaban: Pasal 8, apabila tidak dapat membayar denda maka dapat diganti kurungan, sedangkan di UU Narkotika denda diganti dengan penjara, beda istilah antara kurungan dan penjara ini disebabkan karena tidak adanya politik pemidanaan yang pasti atau seragam.Ini disebabkan karena berbeda orang yang duduk di lembaga legislatif berbeda pula istilahnya.Padahal pengertiannya tidak dapat dipersamakan (penjara lebih berat daripada kurungan). Jadi benar apa yang Bapak sampaikan tadi. Ahmad Subaidi (PT Pontianak) Pertanyaan: Bagaimana kinerja PPATK terkait dengan kasus bank Century, karena menurut saya Kasus bank century sangat erat dengan money loundring, karena dalam kasus tersebut banyak sekali uang negara yang hilang. Sampai sekarang pun belum terungkap serta belum dilaporkan ke pengadilan? Jawaban: PPATK sudah bekerja dengan optimal, dengan melakukan audit terhadap bank century selama kurang lebih 2 bulan.PPATK juga telah melakukan audit khusus dan hasilnya disajikan untuk umum. Terkait dengan kasus Bank Century dapat saya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
179
sampaikan bahwa, apabila Bapak menyimpan uang,maka uang Bapak yang dijamin oleh pemerintah adalah sampai dengan 2 Miliyar.Apabila Bank tersebut jatuh, maka pemerintah yang akan menjamin dan membayar. Uang nasabah bank Century senilai 6,7T, yang menerima adalah nasabah tersebut, Uang tersebut masih dalam bentuk saham, LPS di Bank Century. Kalau ditanya sudah ada kerugian negara belum?jawabannya belum karena saham masih ada(belum dijual), bank masih ada, asset banksudah trilyunan. PPATK mempunyai semua data nasabah Century mulai dari yang dibawah 2 miliyar maupun diatas 2 Miliyar, kemarin waktu DPR menanyakan kita tampikan dan kita beri soft copy-nya. Kita sudah bekerja dan terbuka untuk umum kalau Bapak minta data tersebut bisa kita kasih. Bank Century sebenarnya bukan bank besar, bank besar di Indonesia ada 14 Bank, kalau bank ini bangkrut pasti ditolong oleh pemerintah karena berdampak sistemik terhadap keuangan negara. Bank Century bangkrutnya pada saat krisis pada tahun 2008 sehingga dampaknya sistemik terhadap keuangan negara, sehingga dapat mempengaruhi nasabah yang lain oleh karena itulah ditolong oleh pemerintah. Dalam kasus Bank Century ada nuansa politik yang bermain disitu sehingga tidak akan pernah selesai. Bortiana Pardede (PT Bangka Belitung) Pertanyaan: Bagaimana penuntut umum mendakwakan dan perbuatan apa yang didakwakan terkait dengan mengenai pasal 69, 75 dan 77Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentangPencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut sehingga pidana pencucian uang dan tindak pidana asal bisa PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
180
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
dipisahkan atau digabungkan Mengenai transaksi tunai yang mencurigakan di atas 500juta, bagaimana dengan transaksi di atas 500juta yang tidak tersentuh secara fisik, misalkan kedua pihak ke bank kemudian salah satu pihak menarik sejumlah uang di atas 500juta dan di tabungkan kembali ke bank pihak satunya, apakah termasuk transaksi mencurigakan tidak dan BI mengetahui tidak? Jawaban: Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uangdisebutkan bahwa tindak pidana ada 3 yaitu korupsi, pencucian uang dan tindak pidana asal,sehingga bisa digabungkan tetapi untuk pasal 4 dan 5 belum tentu pelakunya jadi tidak bisa digabungkan, harus dilihat dulu delik mana yang dia lakukan. Ada pedoman dari Jampidum, kalau seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana maka harus digabungkan untuk menghindari pelanggaran prinsip-prinsip pidana seperti nebis in idem. Pembuktian diperiksa di pengadilan tidak dipenyidikan, yang harus dibuktikan adalah unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan ini adalah kewajiban Jaksa Penuntut Umum. Mengenai pasal 75 memang harus digabungkan artinya agar tidak melanggar prinsip-prinsip pidana seperti nebis in idem, akan tetapi dapat dipisah juga contoh kasus Nasarudin dipisahkan antar kasus pidana korupsi dan pencucian uangnya. Pengertian transaksi tunai adalah uang disetor dan ditarik tunai. Transaksi tunai untuk mendukung analisis transaksi mencurigakan. Yang ibu katakan tadi itu adalah pemidahbukukan, akan menjadi transaksi mencurigakan apabila dilakukan secara terus menerus dan tidak wajar.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
181
Yulius Sitanggang (PT Medan) Pertanyaan: Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan polemik pernyataan wakil Menteri Hukum dan HAM bahwa “para advokad yang membela koruptor adalah koruptor”, ada pendapat dari beberapa ahli bahwa hal tersebut termasuk money loundring, karena advokad dibayar oleh koruptor dari hasil korupsi? Jawaban: Apabila honornya wajar sesuai ketentuan itu tidak masalahdan sah-sah saja, itu profesional fee, tidak wajar misalkan meminta honor besar untuk menyuap untuk memenangkan kliennya, ini merupakan perbuatan pidana. Faturahman (PT Semarang) Pertanyaan: Apakah ada korelasi antara nilai di transaksi dengan rekening yang dituju artinya jika nominalnya bisa dikatakan mencurigakan? Jawaban: Ukuran mencurikan bukan dari nominal tetapi sesuai dengan kriteria kentuan yang terdapat pasal 1 angka 5. Nardiman (PT Medan) Pertanyaan: Saya ingin menanyakan keraguan saya mengenai penjelasan Bapak tentang kasus bank Century, tidak ada tindak pidana pencucian uang karena semua data lengkap dan semua uang diterima oleh nasabah, juga belum ada kerugian negara, padahal dimedia elektronik kasus century seolah-olah kasus besar, jadi yang sebenarnya bagaimana Pak? PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
182
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Jawaban: Terkait dengan kasus Bank Ccentury Negara belum mengalami kerugian karena asset Bank Century belum dijual, kerugian negara tergantung dari hasil penjualan asset Century, dan kerugian tersebut harus dibuktikan, ada BPK dan BPKP yang akan menjelaskan berapa kerugian negara dan kenapa negara mengalami kerugian. Pasti Sinaga (PT Bandung) Pertanyaan: Dari data rekening-rekening gendut nasabah bank, yang sudah ditindak lanjuti atau di follow up berapa? Antara Follow the money dan follow the saspect mana yang paling mudah untuk pengembalian aset negara? Jawaban: Sudah banyak rekening-rekening gendut nasabah bank yang kita tindak lanjuti, kita meminta bantuan Kepolisian dan KPK untuk melakukan supervisi terhadap rekening-rekening gendut nasabah bank. Kalau mau optimal dipakai dua-duanya, kalau cuma satu yang dipakai tidak akan optimal
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
183
SESI VII
Tindak Pidana lingkungan Prof. dr. daud silalahi, s.h., m.h.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
185
Tindak Pidana Lingkungan
Prof. Dr. Daud Silalahi, S.H., M.H.
Tindak Pidana Lingkungan Dalam Sistem Hukum Lingkungan Indonesia A. Pendahuluan Sistem hukum lingkungan mencakup rejim hukum administrasi negara, hukum perdata, hukum pidana dan hukum internasional melalui perjanjian internasional yang telah diratifikasi pemerintah dari negara yang bersangkutan. Secara ekologis berdasarkan prinsip-prinsip hukum pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat holistik, dalam praktek tidak dengan mudah memisahkan aspek hukum yang satu dengan aspek hukum lainnya berdasarkan lokasi kejadian yang tunduk pada hukum alam berdasarkan konsep ekoregion yang tidak bertindih secara bersamaan. Oleh karena itu, ukuran secara wajar (reasonable) mengenai lingkup terjadinya dampak lingkungan baik positif maupun negatif sangat tergantung pada peran ilmu sebagai model analisis ilmiah seperti penerapan AMDAL dalam sistem perizinan, penetapan kriteria ilmiah tentang baku kerusakan lingkungan dan baku mutu lingkungan, analisis risiko lingkungan (ecological risk assessment atau ERA). PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
186
Dampak lingkungan dapat berupa penurunan kualitas lingkungan (mutu lingkungan pada saat terjadinya peristiwa) yang menjadi dasar pembentukan baku mutu lingkungan, sehingga dampaknya secara hukum disebut pencemaran lingkungan dan perusakan fungsi lingkunga atau perusakan lingkungan diukur dari dapat kembali (reversible) atau tidak dapat kembali (irreversible) fungsi lingkungan hidupnya sesuai dengan peruntukannya. Pada tahap ini dampaknya secara hukum disebut ‘perusakan lingkungan’ atau ‘eco-crime’. Dari sudut pandang keahlian, perusakan fungsi lingkungan yang masih dapat dipulihkan (reversible) seperti: hutan bakau (mangrove) dan terumbu karang (coralreefs) yang tercemar sehingga fungsinya dalam budidaya perikanan terganggu, bilamana masih dapat dipulihkan masih dikategorikan sebagai pencemaran dan dapat dikenakan hukum perdata. Besarnya pengaruh ilmu dan teknologi disertai dengan makin majunya model analisis risiko lingkungan membawa pengaruh pada peran hakim sebagai pembentuk hukum baru, termasuk pengertian tindak pidana lingkungan dilihat dari makin pentingnya peran ahli untuk memberikan argumentasi kausa yang cermat secara ilmiah untuk mengukur dampak atau perusakan lingkungan dibidang hukum pidana lingkungan. Berdasarkan laporan berbagai lembaga penelitian dan kajian para ahli serta pengalaman para pengusaha di bidang angkutan dan industri meningkatnya risiko lingkungan sebagai ongkos produksi merupakan pengaruh yang sangat signifikan pula dari perubahan iklim terhadap kegiatan usaha dalam pembentukan hukum pidana baru. Atas dasar PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
187
ini, kesadaran akan pentingnya difahami implikasi dari perubahan iklim terhadap risiko lingkungan, termasuk pidana lingkungan perlu mendapat perhatian. B. Tindak Pidana Lingkungan Dalam Sistem Hukum Lingkungan Uraian tentang tindak pidana lingkungan dilihat dari berbagai sudut pandang ilmu hukum. Pertama: dari sudut prinsip hukum, khususnya hukum lingkungan terkait dengan penerapan asas subsidiaritas. Prinsip ini menegaskan bahwa hukum pidana dalam sengketa lingkungan wajib memberikan jurisdiksi primer (primary jurisdiction) pada hukum administrasi negara dengan alasan (legal reasoning) bahwa terjadi tidaknya perusakan lingkungan sangat tergantung pada alat ukur teknis dan ilmiah (syarat-syarat) pemberian izin kegiatan oleh instansi yang berwenang yang memiliki keahlian menilai secara teknis dan ilmiah kelayakan lingkungan SPLH’ yang pada kegiatan yang berdampak penting didasarkan pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL; Kedua: apakah dampak lingkungan bersifat dapat dipulihkan (reversible) atau tidak dapat dipulihkan (irreversible) seperti contoh di atas tentang pencemaran hutan bakau dari tumpahan minyak dari kapal. Bilamana fungsi lingkungan ekosistem mangrove seperti tempat pembiakan ikan tidak dapat lagi berfungsi sebagai lazimnya, maka dapat dikategorikan telah terjadi perusakan (fungsi) lingkungan dan oleh karenannya dapat diartikan sebagai tindak pidana lingkungan (eco-crime); Ketiga: karena tindak pidana umumnya dilakukan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
188
oleh perusahaan besar, termasuk perusahaan multinasional, tindak pidana lingkungan dapat mengancam keberlanjutan peran pelaku bisnis dalam pembangunan/pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, di berbagai negara, terutama negara yang mulai tumbuh menjadi negara maju, sanksi pidana yang maksimum 5 tahun dapat diselesaikan dengan mekanisme negosiasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Atas alasan di atas makin maju suatu negara, dan makin tinggi kesadaran lingkungan masyarakat dan aparat penegak hukum cenderung mengurangi peran tindak pidana dalam sistem penegakan hukum lingkungan. Keempat: keterlibatan ilmu lingkungan dan teknis lingkungan pada proses pembuktian, pengetahuan hakim diharapkan tidak terbatas pada ilmu hukum, juga memperhatikan pengertian ilmu-ilmu lain seperti: ekonomi, kimia, geologi terhadap longsor akibat pembalakan liar (illegal logging). Rusaknya hutan bakau (mangrove) yang menyebabkan rusaknya fungsi mangrove sebagai tempat budidaya ikan, dan risiko lingkungan karena perubahan iklim, seperti rusaknya produksi pertanian dan sebagainya. Kelima: proyek-proyek pembangunan yang tidak sesuai dengan studi kelayakan serta mutu konstruksi bangunan (engineering design) yang menimbulkan risiko lingkungan pada pihak ketiga telah membawa perkembangan baru dibidang pidana lingkungan dilihat dari tingkat bahayanya pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan uraian di atas telah dapat diperlihatkan dengan jelas, bahwa dengan meningkatnya peran ilmu dan teknologi dalam pembentukan hukum baru, maka peran undang-undang sebagai sumber hukum utama akan menghadapi tantangan terhadap PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
189
kebutuhan hukum baru, sehingga pembentukan hukum baru melalui putusan pengadilan (case law), termasuk hukum pidana lingkungan didasarkan makin penting. Agar hal ini dapat dilakukan secara sistematis dan menyeluruh, peran hakim dibidang tindak pidana lingkungan juga harus didukung oleh proses penyidikan yang baik dan profesional dalam sistem penegakan hukum lingkungan terpadu (one roof of integrated crimal law enforcement system) yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang penyidikan, yaitu POLRI dan Kejaksaan Agung, dan Kementerian Lingkungan yang bertanggung jawab terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibidang sengketa lingkungan (lihat, “Pedoman Teknis Yudisial Penanganan Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup”, oleh Kejaksaan Agung RI dan Kementerian Lingkungan Hidup tentang model spesifik sistem segi-tiga Terpadu Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup (Triangle integrated environmental Criminal Justice System), Tahun 2003). C. Masalah Tanggung Jawab Dan Pemulihan Lingkungan Secara hukum bentuk tanggung jawab lingkungan dapat digolongkan kedalam tanggung jawab perdata (civil liability) dan tanggung jawab publik (state responsibility). Meskipun dalam prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional lebih menekankan tanggung jawab negara (state responsibility), namun dalam pelaksanaan hukum, tanggung jawab publik (negara) tidak mudah dirumuskan secara operasional, sehingga dalam praktek prinsip tanggung jawab negara yang walaupun doktrinnya PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
190
secara hukum kuat, tanggung jawab negara ini cenderung ditransformasikan menjadi tangggung jawab korporasi melalui instrumen ekonomi yang mudah dirumuskan secara hukum keperdataan. Dilihat dari bentuk tanggung jawab perdata (civil law liability) atas tiga tipe, yaitu: 1. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability ), seperti pasal 1365 KUH Perdata/BW; based 2. Tangggung jawab mutlak (strict liability) seperti yang dianut pada pasal 88 UU no. 32 Tahun 2009 dan tanggung jawab penuh (absolute liability), seperti pada pencemaran laut dalam hal “accident occurred as a result of the actual fault or privity of the owner” (Komar Kantaatmadja, 1981). Dilihat dari perusakan fungsi lingkungan secara hukum publik, dalam arti besarnya ganti rugi diterjemahkan ke dalam biaya pemulihan lingkungan, yang meliputi: biaya penelitian, tenaga ahli, penggunaan bahan-bahan kimia, seperti: dispersant, penyewaan alat-alat penanggulangan pencemaran (boom), dan analisis laboratorium terhadap sampel hukum sebagai alat bukti ilmiah (Showa Maru Case, 1975). Masalah lingkungan dan sumberdaya alam secara internasional lebih menekankan tanggung jawab negara (public law), sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang telah diamandemen. Sebagaimana dijelaskan di atas dengan terdapatnya kesulitan dalam praktek, tanggung jawab publik atau tanggung jawab negara ini umumnya diterjemahkan kedalam rumusan yang bersifat operasional. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan dalam sistem hukum lingkungan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
191
tanggung jawab ini didelegasikan menjadi tanggung jawab korporasi, termasuk pidana korporasi (corporate crime) Hal ini telah diatur dengan tegas pada psl 114-120 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. D. Peran Hukum Alam Dan Ilmu Dalam Pembentukan Ketentuan Hukum Lingkungan Sebagaimana dikemukakan oleh para pakar hukum lingkungan di berbagai negara, sumber hukum lingkungan terutama berasal dari hukum alam (the rule of nature), seperti: hukum termodinamika terhadap pencemaran dari penggunaan energi, hukum gravitasi terhadap terjadinya longsor, banjir, dan sebagainya) dan ilmu yang menjadi alat ukur dampaknya, seperti: penerapan AMDAL sebagai analisis ongkos dan manfaat suatu rencana kegiatan. Sebagai konsekwensi peran ilmu dalam kajian dampak secara hukum maka proses pembuktian terhadap peristiwa pencemaran dan atau perusakan lingkungan sangat sulit dibuktikan tanpa klarifikasi atau verifikasi ilmiah (scientific verification, Minamata case, Jepang, 1971) dari para ahli yang bersangkutan. Hal ini merupakan alasan dikeluarkannya keputusan bersama tentang prosedur pelaksanaan penyidikan kasus lingkungan berdasarkan prinsip keterpaduan tiga lembaga proses penyidikan tindak pidana lingkungan oleh Kepolisian RI, kejaksaan Agung, dan Kementerian Lingkungan pada tahun 2004, yaitu meliputi unsur kepolisian sebagai penyidik, unsur keahlian/ahli untuk melakukan verifikasi ilmiah alat bukti ilmiah (sampel hukum) dan instansi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
192
teknis melakukan veifikasi persyaratan teknis dalam sistem perizinan lingkungan, seperti: peran AMDAL dalam sistem perizinan. Banyak kasus lingkungan terjadi dengan mempersoalkan AMDAL sebagai dasar izin kegiatan, yang dalam proses pembuktiannya melibatkan berbagai ahli terkait dengan berbagai ilmu lain, seperti: hidrologi, geologi, ekologi dan teknologi lingkungan. E. Peran Hakim Dalam Pembentukan Ketentuan Hukum Lingkungan Baru Implikasi dari pengaruh analisis ilmiah dari sistem perizinan, seperti: studi AMDAL, dan verifikasi ilmiah dari saksi ahli di pengadilan terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Pada kegiatan pembangunan dan bisnis yang menggunakan teknologi tinggi, pengertian hukum dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya telah dirasakan ketinggalan jauh dari pengertian ilmu pengetahuan baru yang menyertainya. Akibatnya, terdapat jurang yang makin besar di antara pengertian hukum tertulis (UU, PP dan Perda) dengan pengertian yang berkembang dalam praktek tentang arti dan bentuk hak kebendaan (property rights) terkait dengan disain, standar dan unsur-unsur lainnya dari konstruksi, bangunan, kemasan barang dagang yang dipersoalkan dari peristiwa perbuatan melawan hukum yang terjadi pada kasus lingkungan, seperti pencemaran oleh limbah B3 sebagai hasil proses produksi termasuk angkutan, pengumpulan dan penyimpanan yang mengandung bahan-bahan kimia yang bersifat toksis dan risiko tinggi serta penggunaan alatalat baru yang berkembang dipasar. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
193
Oleh karena itu, sesuai dengan klausula dalam undangundang tentang kekuasaan kehakiman yang memberikan wewenang pada hakim melakukan pembentukan hukum baru (case law) berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi, maka peran hakim dalam pembentukan hukum baru yang paling aseptabel dan sesuai dengan tuntutan pasar dalam perspektif ekonomi, teknologi dan ilmu pengetahuan sangat penting. Model kajian ilmiah terhadap hubungan kausal antara tindak pidana lingkungan karena pencemaran dan akibatnya yang menyebabkan bahaya pada pihak lain (korban) hanya dapat difahami secara ilmiah yang membutuhkan verifikasi ilmiah oleh ahli dihadapan hakim. Hal ini untuk memperkuat ‘legal reasoning’ bagi pertimbangan hakim dengan argumentasi yang meyakinkan. Hal ini membawa kita pada pernyataan Holmes, bahwa “The life of the law has not been logic; it has been experience”. Oleh karena itu, “a legal system should make some adjustment to the orders of reason and reality”. Meskiupun demikian suatu putusan hakim dikatakan haruslah logis, dapat diterima akal sehat. (logical decision, O.W. Holmes, “The common law”, 1963). F. Penegakan Hukum Lingkungan Dan Proses Pelaksanaannya Berdasarkan kepustakaan hukum lingkungan modern, sistem penegakan hukum lingkungan meliputi: a) rejim hukum administrasi negara pada tahap pemantauan penaatan hukum (compliance monitoring) dan b) rejim hukum penegakan hukum lingkungan dari segi hukum PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
194
perdata danpidana lingkungan melalui proses peradilan (rex judicat, court proceeding) pada ‘law enforecement procedure’. Sistem hukum lingkungan menyebutnya sebagai yurisdiksi primer (primary jurisdiction) mendahului jurisdiksi peradilan (rex judicata). Doktrin inilah yang mengharuskan diterapkannya asas subsidiaritas pada penegakan hukum lingkungan yang dianut dalam UULH Amerika Serikat, tahun 1970 (EPA-USA, 1970). Artinya, dalam penyelesaian sengketa lingkungan, terdapat keharusan untuk memberikan peran utama dan pertama pada fungsi hukum administrasi negara kepada instansi yang memberikan izin kegiatan bertalian dengan syaratsyarat teknis-ilmiah (a.l. a)berdasarkan AMDAL, BML, AMRIL/ERA dan Proper, dsb) yang ditetapkan oleh instansi tersebut, sebelum tahap penyidikan dan proses pembuktian dalam sistem peradilan dilakukan. b)Pada tahap proses pembuktian dalam sistem peradilan juga mengharuskan adanya tahap verifikasi ilmiah terhadap alat-alat bukti teknis dan ilmiah, meliputi tingkat akurasi pengambilan, pengemasan dan penyimpanan sampel hukum (legal sample) yang diambil dari peristiwa pencemaran. Agar ‘legal sample’ ini dianggap sahih (valid) sebagai alat bukti pada proses ‘penelitian dan penyidikan’. Juga dilakukan analisis ilmiah melalui pengujian laboratorium hukum (legal laboratory) oleh ahli yang berkompeten, sesuai dengan Panduan Teknis (Protocol, EPA-USA) berdasarkan ,a.l. Peraturan/Keputusan Menteri Lingkungan Hidup atau Peraturan/Keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota. Dengan asas subsidiaritas sebagaimana telah diadopsi melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
195
Lingkungan Hidup, kegiatan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai bila telah dilaksanakan tindakan hukum sebagai berikut: 1. Aparat yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif sudah menindak pelaku dengan menjatuhkan suatu sanksi administratif, tetapi tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau, 2. Antara perusahaanyang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme alternatif diluar pengadilan dalam bentuk musyawarah/perdamaian/ negosiasi/mediasi, namun upaya yang dilakukan jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru kegiatan dapat dimulai/instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup dapat digunakan. Kedua syarat asas subsidiariatas dalam bentuk upaya tersebut diatas dapat dikesampingkan, apabila dipenuhi syarat/kondisi tersebut di bawah ini: 1. Tingkat kesalahan pelaku relatif berat; 2. Akibat perbuatannya relatif besar; 3. Perbuatan pelanggaran menimbulkan keresahan masyarakat Untuk mencegah tindakan sepihak terhadap syarat/ kondisi yang mengecualikan asas subsidiaritas (unfairness), diperlukan kesepakatan diantara pihak penyidik/Penuntut Umum, pernyataan pejabat instansi teknis/sektoral tentang tindakan sanksi administratif dan pimpinan pemerintah daerah. Demikian pula halnya dengan kualifikasi saksi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
196
ahli dalam proses pembuktian agar memenuhi fungsinya sebagai yang berkompeten melakukan verifiksi ilmiah terhadap sampel hukum dan analisis laboratorium hukum berdasarkkan prinsip-prinsip dan metode ilmiah yang sahih (valid).Dengan uraian di atas, prinsip ultimum remedium pada tindak pidana lingkungan dianut secara tegas. G. Beberapa Komentar Dan Pokok Bahasan Dalam Diskusi Kasus Pengertian tindak pidana lingkungan berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim di pengadilan (case law), dilakukan melalui proses pembuktian dengan verifikasi ilmiah, peran dan kualifikasi saksi akhli (expert witness) di pengadilan dalam memberikan paparan sampel hukum dan hasil pengujian oleh laboratorim hukum untuk mendukung dalil hukum; membangun logika dalam putusan di pengadilan (model simulasi, model deskripsi ke preskripsi dalam perkembangnya): daya artikulasi saksi ahli menerjemahkan hasil analisis untuk membantu argumentasi hukum kepada majelis hakim di pengadilan (dalam proses pembuktian berdasarkan verifikasi ilmiah agar menjamin validitas alat bukti secara ilmiah). Bedah kasus sengketa lingkungan lingkungan atas Putusan PN Manado tentang PT Newmont MNR pada Tahun 2006 tentang tindak pidana lingkungan meliputi: 1. Keterkaitan antara pidana lingkungan dengan hukum administrasi negara terhadap pelaksanaan asas subsidiaritas di pengadilan; 2. Penerapan delik korporasi atau pidana korporasi (corporate crime); PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
3.
4.
5.
197
Masalah perizinan terkait dengan surat Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal no. B-1456/ BAPEDAL/o7/2000 tanggal 11 Juli 2000 ditujukan kepada PT NMR perihal Pembuangan Limbah Tailing ke Teluk Buyat dalam bentuk surat izin deklartif, dimana tidak ada sanksi bilamana surat tersebut tidak dilaksanakan dengan bunyi, antara lain, “diperkenankan PT NMR membuang....”. Artinya diperkenankan membuang limbah meskipun sebenarnya dilarang membuang ke laut tanpa izin. Pertanyaannya, apakah ‘surat izin deklaratif’ tanpa disertai sanksi dapat dikenakan pidana lingkungan? Surat izin deklaratif dengan tujuan a.l. melakukan ‘ecological risk assessment’ (ERA) yang pada saat kasus diajukan mengadilan belum mempunyai landasan hukum. ERA diatur sebagai instrumen ‘analisis Risiko Lingkungan Hidup’ pada pasal 47 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memuat: 1) pengkajian risiko; 2) pengelolaan risiko; dan/atau komunikasi risiko. Selain itu, pada saat kasus ini diajukan ke Pengadilan Negeri di Manado, dokumen laporan PROPER PT NMR dinyatakan memperoleh kualifikasi sertifikat hijau. Keterkaitan di antara UU LH no. 4 Tahun 1982, UU No. 23 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH beserta ketentuan pelaksanaannya dan peran ketentuan peralihannya. Pendapat para pakar: a.l. 1) prosedur pidana sebagai prosedur pamungkas (ultimum remedium); 2) sanksi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
198
6.
7.
8.
9.
pidana sebagai sanksi alternatif (tidak perlu terlebih dahulu menjatuhkan sanksi-sanksi lain); 3)sanksi pidana sebagai sanksi kumulatif (dengan sanksi-sanksi lain); 4) sanksi pidana sebagai sanksi alternatif yang berdiri sendiri, artnya penggunaan prosedur sanksi pidana tidak dihubungkan dengan dengan sanksi cabang hukum yang lain. Tetapi ditambahkan bahwa prosedur pidana ditempuh apabila memenuhi syarat baik alternatif maupun kumulatif terkait dengan tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatan pelaku relatif besar dan/atau perbuatan pelaku menimbulkan keresahan masyarakat. Prof. Muladi, dengan meningkatnya kualitas kejahatan lingkungann hidup tindak pidana lingkungan bersifat independen sesuai dengan pasal 41-42 dan tindak pidana dependent pada ketentuan administratif berdasarkan pasal 43-44 UU No. 23 Tahun 1997 Prof. Dr. Indriyanto Senoadji, SH, Prof. Dr. Kusnadi Hardjasoemantri dan Prof. Dr. M. Daud Silalahi lebih berpegang pada asas subsidiaritas dalam sistem hukum lingkungann hidup sebagaimana dianut dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang PPLH Pendapat Majelis hakim PN Menado Tahun 2006: tidak terbukti secara sah bersalah melakukan tindakm pidana lingkungan. Pokok bahasan tentang dipenuhinya syarat/kondisi tentang: a. tingkat kesalahan pelaku relatif berat; b. akibat perbuatannya relatif berat; dan c. perbuatan pelanggaran menimbulkanm PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
10.
199
keresahan masyarakat. Sistem hukum lingkungan AS (EPA_USA) juga menggunakaan pengertian lain, seperti: risiko atau bahaya tinggi, nilai ekonominya sangat besar dan menyangkut kepentingan masyarakat yang sangat luas, sebagai dasar penyimpangan dari asas subsidiaritas.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
201
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA A. Pendahuluan Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia dalam tulisan ini mencakup penaatan dan penindakan (compliance and enforcement) yang mencakup bidang Hukum Administrasi Negara, bidang Hukum Perdata, dan bidang Hukum Pidana.1 Pengertian peningkatan kesadaran masyarakat mencakup kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi dan pendidikan baik formil maupun non-formil tentang hukum dan lingkungan. Pendekatan yang saya lakukan untuk memaparkan sistem penegakan hukum lingkungan demikian adalah pendekatan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu baik non hukum maupun hukum dalam sistem hukum lingkungan Indonesia berdasarkan UULH-82 yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, selanjutnya disebut UULH saja. Sejak repelita II 1974-1979, pembangunan Indonesia menganut konsep pembangunan berwawasan lingkungan (eco-development) yang antara lain menyebutkan: “Dalam pelaksanaan pembangunan, sumbersumber alam Indonesia harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang 1
Progran Penegakan Hukum Lingkungan Nasional mencakup: Pengembangan sistem penegakan hukum; penentuan kasus-kasus prioritas yang perlu diselesaikan secara hukum; peningkatan kemampuan aparat penegakan hukum; peninjauan kembali undang-undang gangguan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
202
menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.” Konsep pembangunan berwawasan lingkungan (ecodevelopment) ini kemudian diadopsi sebagai rumusan hukum lingkungan Indonesia melalui pasal 1 Ayat (3) UULH-97, yang bebunyi sebagai berikut: “Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan”. Disamping pengaruhnya pada konsep pembangunan dengan masuknya pertimbangan lingkungan dalam setiap keputusan rencana pembangunan, juga membawa pengaruh pada konsep pendidikan tinggi yang menyebabkan ilmu lingkungan dan hukum lingkungan masuk dalam berbagai kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan terbentuknya Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH), sekarang Kantor Menteri Negara KLH, pada tahun 1978, di beberapa perguruan tinggi dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) sebagai mitra kerja kantor MENEG PPLH/KLH. Keterlibatan para pakar perguruan tinggi melalui PSLPSL, seperti disebut di atas merupakan peristiwa penting dalam pengembangan konsep pengaturan hukum dan penegakan hukum di Indonesia saat ini. Sebab pengalaman di negara maju memperlihatkan bahwa pengembangan hukum lingkungan termasuk penegakan hukumnya, tidak mungkin berjalan baik dan efektif tanpa keterlibatan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
203
para ahli di berbagai bidang. Hal ini jelas diperlihatkan dalam proses pembentukannya sejak naskah akademis, hingga pembahasan rancangan pasal-pasalnya di DPR, dan kemudian diuji melalui keterangan saksi ahli di depan hakim sebagai dasar pertimbangan hakim dalam proses pembuktian kausa fakta (factual causae). Dengan berlakunya UU Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982 UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, perhatian dan kesadaran lingkungan berdasarkan hukum yang berlaku meningkat. Hal ini diperlihatkan oleh pemberitaan yang luas di media massa tentang masalah lingkungan di Indonesia. hampir setiap hari terdapat berita tentang masalah atau kasus lingkungan. Bahkan beberapa kasus telah diajukan ke pengadilan dan disidangkan. Apabila diperhatikan pemberitaan media massa tentang masalah yang dipersoalkan, argumentasi yang dikemukakan berbagai pihak atas pokok gugatan dan sanggahan, alat bukti dan keterangan saksi, serta hasil penelitian yang dijadikan bahan bukti atau pertimbangan hakim, terdapat keanekaragaman pendapat yang tidak berdasarkan pemahaman yang baik atas UULH dan ketentuan perundang-undangan yang terkait. Keadaan ini dapat menyebabkan UULH dengan ketentuan hukum yang menyertainya menjadi tidak efektif dan ditafsirkan lain dari apa yang dikehendaki oleh pembuat UU sendiri. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, antara lain meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan (singkat) bagi para penegak hukum dan aparatur pemerintah yang akan melaksanakan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
204
UULH ini, serta anggota masyarakat yang tugas pokoknya di bidang hukum. Pendidikan dan pelatihan singkat telah dilakukan, antara lain oleh Diklat MA, Diklat Kejagung, dan para penyidik kepolisian sebagai bagian dari peningkatan penegakan hukum lingkungan. Sebagai bidang hukum yang baru yang asas dan sistemnya sangat dipengaruhi oleh ilmu lingkungan dan teknis lingkungan, penyebarluasan dan pengembangannya harus dilakukan secara sistematis pula disertai dengan pengetahuan dasar akan prinsip-prinsip ekologi dan tehnik lingkungan. B. Beberapa Masalah dalam Kasus-Kasus Lingkungan 1. Masalah Lingkungan secara umum Masalah lingkungan yang dipersoalkan dalam perundang-undangan kita menyangkut masalah yang luas. Dalam tulisan ini, masalah tersebut menyangkut pencemaran dan perusakan lingkungan yang akan menjadi fokus pembahasan kita. Meskipun kedua masalah di atas lazimnya saling terkait, pendekatan dan pembahasan atas masing-masing masalah dalam proses pembuktiannya mengandung perbedaan tertentu. Hal ini dapat diterangkan dengan memperlihatkan perbedaan rumusan hukum kedua pengertian tersebut, Pasal 1 butir 12 berbunyi: “Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
205
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.” Pasal 1 butir 14: “Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.” Apabila rumusan hukum tersebut diatas diperhatikan penerapannya dalam kasus-kasus lingkungan di Indonesia, terdapat kesulitan dalam penerapannya untuk melakukan proses membuktikan. Hal ini antara lain diperlihatkan dalam kasus lingkungan antara WALHI yang menggugat BKPM dan beberapa departemen terhadap kerusakan akibat penebangan sebagian dari hutan di Sibatuloteng di Sumatera Utara untuk tanaman hutan industri. Kemudian kesulitan ini makin signifikan dalam kasuskasus perindustrian tahun 1990-an, pertambangan dan MIGAS yang terjadi sejak tahun 2000 Penebangan hutan tersebut sifatnya sementara sebagai tindakan antara untuk kemudian ditanami lagi dengan tanaman hutan, seperti halnya penebangan hutan untuk kemudian ditanami perkebunan. Sejauh mana penebangan sebagian hutan tersebut mempunyai akibat terhadap berfungsi atau tidaknya hutan, jelas tidak mudah untuk membuktikannya dan memerlukan penelitian yang PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
206
lama.
2.
Apabila kemudian dalam selang waktu 1 bulan sudah mulai ditanami lagi dengan tanaman hutan industri. Dari sebagian kecil contoh diatas tersebut, maka untuk menentukan bentuk dan jenis kerugian perusakan dan pencemaran lingkungan hidup adalah tindakan yang tidak mudah. Masalah hukum yang dijadikan pokok perdebatan pada umunya menyangkut masalah isu standi, masalah pembuktian yang terkait dengan verifikasi ilmiah untuk menjelaskan hubungan kausal, asas ganti rugi, cakupan dan luas (magnitude) isu lingkungan untuk menetapkan jumlah gantirugi, kriteria pemulihan lingkungan, tindak pidana lingkungan, kesaksian ahli, peranan lab dan metoda analisis zat pencemar untuk menetapkan ada tidaknya pencemaran dalam arti hukum dan pertimbangan yang didasarkan pada perkembangan ilmu dan teknologi. Masalah ini tidak saja menjadi pokok perdebatan yang menarik di kalangan ahli hukum (diluar maupun dalam negeri), tetapi juga telah mempengaruhi secara mendasar konsep hukum yang berlaku, khususnya pada konsep dan teori penafsiran dalam praktek hukum di Indonesia akhir-akhir ini yang memberikan pandangan penafsiran yang tidak seragam atas ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat ekologis. Masalah Hukum Lingkungan Masalah hak menggugat (ius standi) Perkembangan baru yang penting dikemukakan dalam kaitannya dengan pembentukan hukum PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
207
lingkungan nasional adalah peranan hakim untuk melakukan pembaharuan hukum melalui penafsiran hukum, pengembangan doktrin sebagai sumber hukum baru, peran serta masyarakat sebagai refleksi kesadaran hukum masyarakat terutama untuk mengatasi kelambanan pembentukan hukum baru melalui perundang-undangan. Pembentukan hukum lingkungan baru yang demikian akan diuraikan berdasarkan beberapa putusan hakim (baik nasional maupun hukum asing) yang mempengaruhi perkembangan hukum lingkungan nasional salah satu perkembangan tentang konsep Penegakan Hukum Lingkungan ialah hak menggugat masyarakat (ius standi/standing to sue) atau gugatan perwakilan kelompok (class-action) dalam perkara lingkungan. Masalah ius standi atau lazim disebut sebagai standing to sue di negara-negara yang menganut sistem common law merupakan salah satu pokok perdebatan yang mempengaruhi tata peradilan (court system) di bidang hukum lingkungan, seperti di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Persoalan ius standi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam kasus lingkungan terjadi pula di Negara kita pada tahun 1980-an, saat undang-undang kita menghadapi ujian dalam praktek dalam berbagai kasus lingkungan. Perbedaan penafsiran yang disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi, terutama konsep lingkungan atau ekologi membawa pengaruh yang sangat mendasar pada teori penafsiran yang lazim dalam praktek, termasuk di Indonesia. Hal ini akan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
208
diuraikan lebih lanjut di bawah ini. Menurut sistem hukum lingkungan Amerika Serikat Kasus LSM Sierra Club v. Morton (USA, 1972) merupakan salah satu contoh kasus penting yang banyak dibahas karena mempersoalkan keterlibatan LSM. Persoalan yangmenjadi fokus adalah apakah suatu organisasi yang kegiatannya bertujuan melindungi lingkungan dapat memiliki ius standi atau tidak. Secara garis besar kasus ini dapat diterangkan sebagai berikut: Walt Disney Enterprises, Inc, yang memenangkan tawaran (bid) dalam suatu proyek, diberikan izin 3 tahun mengadakan survey dan eksplorasi untuk menyusun Master Plan rencana pembangunannya. Rancangan final Walt Disney disetujui pada tahun 1969, dan diperkirakan akan menelan biaya sekitar 35 juta dolar Amerika untuk pembangunan daerah motel, restoran, kolam renang, tempat parkir serta bangunan-bangunan lainnya sehingga kompleks ini dapat menampung 14.000 tamu setiap hari. Konstruksi bangunan akan memerlukan tanah seluas 80 ha di lembah ini, dengan hak pakai (use permit) selama 30 tahun dari Dinas Kehutanan. Semua kegiatan di atas dipantau dengan cermat oleh Sierra Club. Sejak rencana ini dibuat pada tahun 1965, Sierra Club tidak melihat adanya proses public hearing. Surat menyurat mereka dengan Dinas Kehutanan dan Deparetemen Dalam Negeri tentang keberatan atas rencana ini secara keseluruhan dan halhal tertetu dari proyek ternyata tidak membawa hasil. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
209
Atas dasar ini, pada tahun 1969, Sierra Club, dengan kegiatan (a special interest) di bidang konservasi dan pertaanan (national parks), game refuges, dan hutan lindung negara telah mengajukan keberatan atas pembangunan Taman Rekreasi Disneyland oleh Walt Disney Enterprises, Inc. antara lain mengatakan bahwa pembangunan ini: “would destroy or otherwise adversely affect the scenery, natural, and historic objects and wild life of the park and would impair the enjoyment of the park for future generation.” Hal ini dikategorikan banyak pengamat hukum dan lingkungan sebagai an organizational interest in the problem of environmental protection. Kemudian, Sierra Club mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri (District Court) di wilayah Utara California. Materi gugatan antara lain menyatakan keberatan atas berbagai aspek dari usul pembangunan yang dianggap bertentangan dengan undang-undang Federal dan peraturan yang bertalian dengan the preservation of national parks, forest, and game refuges, juga menuntut diambilnya suatu keputusan sela yang menolak pejabat federal memberikan persetujuan atas usulan dan dikeluarkannya izin proyek Mineral King. Sierra Club menggugat atas alasan bahwa organisasi ini sebagai badan hukum mempunyai: “a special interest in the conservation and the sound maintenance of the national parks, game refuges, and forest of the country” Dalam sidang pertama di Pengadilan Negeri, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
210
permohonan Penggugat terhadap putusan sela dikabulkan kemudian Tergugat mengajukan banding pada Pengadilan Banding. Sebaliknya Pengadilan Banding dalam putusannya justru menolak ius standi dari Penggugat, Sierra Club, yang antara lain menyatakan bahwa: “no allegation in the complaint that members of the Sierra Club would be affected by the actions of [the respondent] other than the fact that he actions are personally displeasing or distateful to them.” Selanjutnya mengatakan: “We do not believe such club concern without showing of more direct interest can constitute standing in the legal sense sufficient to challenge the exercise of responsibilities on behalf of all the citizens by two cabinet level officials of the government acting under conressional and constitutional authority.” Dengan pernyataan di atas, Pengadilan Banding berpendapat bahwa: “The Sierra Club had not made an adequate showing of irreparable injury and likelihood of success on the merits to justify issuence of a preliminary injuction.” Dengan demikian putusan sela dibatalkan. Dengan uraian di atas, persoalan pokok yang ingin dijawab adalah tentang apakah Sierra Club mempunyai hak menuntut di pengadilan atau tidak? Gugatan Sierra Club didasarkan pada $10 of the Administrative Procedure Act (APA), 5 USCA $702 PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
211
yang menyatakan bahwa: “A person suffering legal wrong because of agency action, or adversely affected of aggrieved by agency action within the meaning of a relevant statute, is entitled to judicial review thereof.” Terhadap ketentuan ini, beberapa putusan hakim terdahulu telah memberikan interpretasi yang tidak seragam dalam rumusan legal interest dan legal wrong. Dalam kasus Association of Data Processing Service Organization, Inc. v. Camp (USA) diambil keputusan yang menetapkan bahwa setiap orang mempunyai standing untuk menggugat Pemerintah (agency) di pengadilan berdasarkan $10 APA di atas, apabila tindakannya menyebabkan “injury in fact” terhadap kepentigan yang berada dalam lingkup zone of interest si penggugat yang dilindungi oleh undangundang. Kasus-kasus diatas, seperti halnya kasus Data Processing atau Barlow telah menampilkan serangkaian pertanyaan tentang apa yang harus dijadikan dasar tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang tidak bersifat ekonomis yang dimiliki oleh banyak orang (noneconomic nature to interest that are widely shared). Kecenderungan dari penyelesaian kasus-kasus yang berdasarkan APA dan statute telah memberikan wewenang untuk menggugat aparat federal dan telah mengakui teori bahwa pokok gugatan tidak lagi terbatas pada kerugian ekonomis (economic injury). Sehingga dalam kasus Data Processing (USA) PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
212
misalnya gugatannya dapat meliputi: aspek aesthetic, conservational, and recreational as well as economic value. Bahkan dalam beberapa putusan pengadilan telah dapat diperlihatkan kesediaan untuk menerima teori bahwa organisasi dapat memiliki standing apabila ia memperlihatkan an organizational interest in the problem of environmental or consumer protection. Saya katakan dapat, karena dengan adanya insterest in a problem saja belum merupakan adversely affected atau aggrieved menurut APA, USA. Terhadap kasus diatas terdapat berbagai komentar yang penting. Dalam komentarnya secara terpisah, Hakim Brennan dan Hakim Blackmun masing-masing sampai pada kesimpulan – meskipun dengan argumentasi dan teori yang berbeda – dapat disimpulkan bahwa LSM Lingkungan seperti Sierra Club mempunyai Ius Standi. Di dalam mengomentari kasus ini secara pribadi (dissenting), Hakim Blackmun telah memberikan pernyataan yang sangat menarik – dan sangat diperhatikan oleh hakim kemudian – yang mengatakan antara lain: “Bilamana kita menghargai lingkungan hidup, terhadap mana ada ancaman, bahaya, dan pemburukannya yang akan mengakibatkan kerusakan ekologis”, maka patut dipertanyakan, “Must our law be so rigid and our procedural concepts so inflexoble that the render ourselves helpless when the existing methods and the PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
213
traditional concepts do not quite fit and do not prove to be entirely adequate for new issues.” Menurut sistem hukum lingkungan Indonesia Teori tentang ius standi dari suatu LSM Lingkungan di Indonesia dalam masalah lingkungan juga mendapat perhatian yang besar dan cenderung meningkat pada akhir-akhir ini. Perkembangan ini dicatat sebagai suatu hal yang menarik dan patut diperhatikan bagi penegak hukum lingkungan di Indonesia di masa yang akan datang. Untuk kepentingan analisis masalah konkrit kasus lingkungan di Indonesia, di bawah ini disajikan beberapa bagian dari argumentasi hukum dalam keputusan hakim tentang Kasus WALHI v. Pemerintah (BKPM/ KLH/Pem. Dan PTIU, 1990), dan kasus-kasus lain yang relevan bagi pengujian ketentuan-ketentuan hukum UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997 dalam kasus-kasus lingkungan di Indonesia. Kasus WALHI v. PTIU (Porsea, Sumatera Utara). Suatu perkembangan yang menarik dalam praktek hukum lingkungan Indonesia adalah pengaruh putusan hakim tentang masalah ius standi LSM (dalam hal ini WALHI) yang mengingatkan kita pada persoalan yang sama dalam kasus Sierra Club v. Morton (proyek Disney Land, Los Angeles, California, USA, 1971). Meskipun produk sengketa tentang rusaknya lingkungan tidak dapat dibuktikan atau lemahnya argumentasi penggugat pada waktu itu, disertai PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
214
dengan kurangnya atau kurang memadainya upaya atau data ilmiah yang ditampilkan untuk meyakinkan tim hakim dan instansi terkait termasuk LSM, namun pengakuan atas ius standi LSM merupakan langkah maju bagi pengadilan Indonesia dilihat dari sudut teori interpretasi hukum lingkungan di Indonesia. Sangat disayangkan, perkembangan baru ini kurang mendapat perhatian dari hakim-hakim yang menangani perkara lingkungan yang terjadi kemudian. Hal ini dapat dilihat dari penolakan Pengadilan Negeri Medan atas gugatan masyarakat melalui kuasa hukum mereka, Lembaga Bantuan Hukum melawan PTIU, 1989, dengan alasan antara lain dalil delatoir exeptie atau penggugat belum waktunya mengajukan perkara ini disebabkan belum ada peraturan perundangundangan untuk melaksanakannya, dan belum terbentuk tim peneliti dan yang akan menetapkan jenis dan besarnya ganti rugi akibat pencemaran. Menurut pendapat saya, penolakan ini tidak beralasan disebabkan Pasal 23 UULH-82 memberikan jalan penyelesaian melalui ketentuan perundangundangan yang sudah ada sebelum UULH-82 disahkan. Disamping itu, bentuk tim sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UULH-82 sudah berkembang dalam praktek, dan prosedur ini bukanlah hal baru dalam praktek pengadilan di Indonesia, dan dapat dilakukan dalam praktek tanpa menunggu peraturan perundang-undangannya. Praktek semacam ini telah dijadikan sebagaimana pertimbangan hukum pada kasus WALHI v. PTIU pada tahun 1989 sehubungan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
215
dengan masalah ius standi LSM. Diterimanya ius standi LSM menurut UULH di Indonesia dalam praktek dapat diuraikan sebagai berikut: Persyaratan formal dalam suatu gugatan perkara perdata adalah keharusan adanya kepentingan hukum (rechtsbelangen) bagi seseorang untuk mengajukan gugatan, sebagaimana yang telah digariskan dalam doktrin ilmu hukum, hanya tuntutan hak yang mempunyai kepentingan hukum yang cukup dapat diterima oleh pengadilan. Pokok pemikiran yang demikian itu menimbulkan ungkapan hukum yang tidak asing lagi dalam hukum acara perdata, yaitu “Tiada gugatan dalam kepentingan hukum”. Dalam pertimbangan Majelis, menurut hemat Majelis yang harus dikaji lebih lanjut khususnya dalam perkara ini, ialah kepentingan peggugat dalam pengajukan gugatan ini. Atas kualitas apakah penggugat bertindak dan untuk mempertahankan hak apa ia mengajukan gugatan ini? Bertitik tolak dari isi surat gugatan Penggugat, maka jelaslah bahwa penggugat menggugat para tergugat I s/d V atas dasar dalil-dalilnya bahwa para tergugat pada pokoknya telah tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam UULH-82, yang telah (diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, didalam mengeluarkan surat-surat keputusan atau memberikan persetujuan bagi pembangunan pabrik milik tergugat VI dan pihak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
216
tergugat VI telah melaksanakan keputusan-keputusan dari tergugat I s/d V tersebut, keputusan-keputusan mana bertentangan dengan UULH-82, yang telah diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997 dihubungkan dengan Pasal 38 dan Pasal 39 PP No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PP-AMDAL); Oleh karenanya pokok persengketaan dalam perkara ini adalah mengenai penerbitan keputusan-keputusan Penguasa (Pemerintah) dan pelaksanaannya, yang menyangkut masalah lingkungan hidup, dengan berdasarkan pada UULH82, yang telah diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997 dan PP-AMDAL tersebut; Dalam penjelasan umum UULH-82, yang telah diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, disebutkan pada pokoknya bahwa terpeliharanya lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem yang baik dan sehat, merupakan tanggung jawab yang menuntut peran serta setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan daya dukung lingkungan; Secara tegas dalam Pasal 5 UULH-82, yang dibaharui dan disempunakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, disebutkan bahwa: ayat (1) Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; ayat (2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
217
Bahwa selanjutnya pasal 6 menentukan bahwa: ayat (1) Setiap orang mempunyai berkewajiban memelihara pelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup ayat (2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar anakurat mengenai pengelolaan linkungan hidup. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa hak informasi sebagai konsekuensi logis dari hukum, berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup yang belandaskan pada asas keterbukaan. Hal ini bertalian dengan keterbukaan terhadap akses masyarakat pada dokumen AMDAL, sistem pengelolaan lingkungan, sistem pelaporan dalam kerangka sistem pemantauan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagai pertangung jawaban kepada publik. Sedangkan penjelasan dari ayat (2) menyatakan bahwa kewajiban setiap orang sebagaimana tersebut dalam ayat ini tidak terlepas dari kedudukan sebagai anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan mahluk sosial. Dengan mekanisme ini diharapkan masyarakat dapat memberikan umpan balik terhadap informasi lingkungan dan pelaksanaan analisisi dampak linkungan sebagai dokumen hukum. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan adanya kedudukan yang penting dari manusia sebagai seseorang yang mandiri dan sekaligus juga sebagai PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
218
mahluk sosial yang tidak terlepas dari lingkungan dan mempunyai kewajiban-kewajiban sesama manusia lainnya di dalam ikatan kemasyarakatan (asas kemitraan). Oleh karenanya, sebagaimana yang ditulis oleh sarjana Heinhard Steiger cs, bahwa hakhak subjektif (subjective rights) untuk perlindungan seseorang, memberikan kepada yang mempunyai suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum dengan perlindungan hukum oleh Pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya. Tidaklah disangkal bahwa penegakan peraturan perundangundangan adalah perlu sekali bagi perlindungan hukum lingkungan hidup seseorang. Penggugat sebagai kelompok orang yang tergabung dalam Yayasan LSM Indonesia harus dilihat dalam konteks tersebut di atas, yang memang berdasarkan anggaran dasarnya mempunyai maksud dan tujuan: Mendorong peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat dalam usaha pengembangan lingkungan hidup, serta menyalurkan aspirasinya dalam lingkungan nasional. Meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai pembina lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana (vide bukti P.1 Anggaran Dasar LSM Indonesia Pasal 5). Menarik untuk dibahas dari sisi keputusan ini PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
219
adalah bahwa memang benar, peran serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud oleh pasal b ayat (1) tersebut, menurut ayat (2) masih akan diatur dengan peraturan perundangundangan, namun hal itu tidaklah berarti bahwa penggugat tidak mempunyai kepentingan sehingga tidak ada dasarnya untuk mengajukan suatu gugatan. Sebab yang akan diatur dengan suatu peraturan perundang-undangan adalah mengenai bentuk peran sertanya dan tata caranya, tetapi hal tersebut harus dibedakan dengan kriterium “kepentingan” untuk menggugat, yang harus dikaitkan dengan hak-hak subjektif seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum, sehubungan dengan hak dan kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup; Bahwa bentuk peran serta dalam kenyataannya sekarang sudah tampak dalam berbagai bentuk, antara lain juga dalam bentuk pusat studi lingkungan hidup di universitas-universitas, ataupun juga seperti Yayasan LSM Indonesia (Penggugat) dan sebagainya, sebagai salah satu bentuk lembaga swadaya masyarakat yang dimaksud oleh Pasal 19 UULH-82, yang telah diubah dan disempurnakan dengan pasal 37 dan 38 UULH NO 23 Tahun 1997 tentang gugatan perwakilan (classaction) dan peran organisasi lingkungan sebagai perwakilan lingkungan. Ditinjau dari segi Ilmu Perbandingan Hukum (comparative law study), apalagi dilihat pada beberapa ketentuan yang berlaku di berbagai negara dalam masalah lingkungan hidup maka oleh karena PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
220
pengelolaan lingkungan hidup itu berkaitan dengan hak dan kewajiban setiap orang, dimungkinkan atau dibuka kemungkinan bagi setiap orang untuk mengajukan gugatan (ius standi) karena sehat dan bersihnya lingkungan hidup adalah merupakan kepentingan umum dan juga kepentingan setiap orang. Menimbang, bahwa oleh karena masalah pengelolaan lingkungan hidup juga banyak berkaitan dengan Hukum Tata Usaha Negara (Administratiefrecht), terutama dalam kasus perkara ini yang pokok sengketanya adalah mengenai penerbitan surat-surat Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Pemerintah (Administratief beschikking), maka dalam hal-hal tertentu dikenal adanya prosedur actio popularis dimana undangundang memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengajukan gugatan, karena kepentingan yang hendak dilindungi itu menyangkut setiap orang. Atas dasar hal tersebut undang-undang memberikan kriteria yang sangat luas tentang siapa yang berhak mengajukan suatu gugatan sehingga masalah tentang dapat diterima atau tidaknya gugatan ditinjau dari kualitas penggugat tidak dipersoalkan lagi. Bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang terurai di atas, Majelis berpendapat bahwa dalam kasus ini WALHI (LSM Indonesia) dapat bertindak sebagai penggugat untuk melindungi kepentingan setiap orang dalam pengelolaan lingkungan hidup PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
221
yang ketentuan pokoknya tertuang dalam Pasal 5 UULH-82 (sekarang pasal 5 sd 7 UULH-97); Sebagaimana terurai dalam kedua kasus di atas, salah satu masalah pokok yang diperdebatkan dalam kasus lingkungan ialah tentang ada atau tidaknya hak menuntut/menggugat (ius standi) dari Sierra Club (LSM) sebagai badan hukum yang memiliki kepeduliannya terhadap lingkungan yang terancam oleh suatu proyek atau kegiatan pembangunan dan sekaligus merupakan perwujudan peran serta masyarakat sebagian diatur masyarakat tersebut. Di sini terjadi perkembangan istilah dan penafsiran interest, public interest, zone of interest, organizational interest in the problem of environmental, special interest, dan sebagainya sebagai dasar pertimbangan ada atau tidaknya ius standi untuk menggugat pemerintah sebagaui manager sumber daya dan lingkungan.2 Selain itu, tindakan ini harus menimbulkan injury in fact, baik bersifat ekonomi (economic loss or economic injury, maupun kepentingan yang bersifat non-economic, seperti perubahan estetika dan ekologi alam, yang dimiliki oleh orang banyak. Injury in fact dalam arti tradisional (economic loss atau direct damages) sudah ditinggalkan. Sebab aesthetic and environmental well-being, like economic well-being, are important ingredients of the quality of life in our society, and the fact that particular environmental 2
Lihat Peradilan Tata Usaha Negara PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
222
interest are shared by the many rather than the few does not make them less deserving of legal protection through the judicial process. Tetapi alat penguji injury in fact memerlukan penafsiran lebih luas daripada yang lazim dipergunakan, agar dapat berfungsi secara layak bagi kepentingan umum dalam masalah estetika, konservasi, dan aspek-aspek wisata yang dapat terancam. C. Masalah Beban Pembuktian (Burden of Proof) Salah satu masalah yang diperdebatkan dalam kasuskasus lingkungan ialah mengenai beban pembuktian dan masalahnya lazim disebut sebagai problems of proof tentang ada tidaknya unsur kesalahan (fault), kelalaian (negligence), ketidakhati-hatian (careless), apakah ada kesengajaan (intentionality), apakah ada perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad; tort), kerusakan (damages), injury, apakah ada hubungan kausal (causality; the burden of proving a cause and effect relationship), dan sebagainya. Meskipun nuisance theory telah digunakan untuk membuktikan terjadinya personal injury atau property damages pada pencemaran udara, namun kesukaran penggugat untuk menerangkan berbagai aspek dari masalah ini ke dalam bahasa hukum yang dapat dipahami oleh hakim tetap menjadi suatu hambatan (WALHI v. BKPM/KLH/ Pem.). Sumber pencemaran mana yang paling berbahaya bagi si penggugat dari berbagai sumber di suatu kawasan industri mungkin tidak dapat dibuktikannya. Oleh karena itu beban pembuktian yang dipikul oleh si korban untuk mengatakan bahwa pelaku telah lalai, atau dilakukan dengan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
223
sengaja atau melalaikan suatu upaya yang tidak memadai (unreasonable) merupakan sebagian dari persoalan yang ada. Karena seorang komentator mengatakan bahwa suatu kesulitan mendasar dari proses peradilan untuk menangani pencemaran adalah: “The inherent inability of courts to deal efficiently with issues of a scientifically complex nature. The chemical, biological, physiological, and other scientific evidence required to prove the causal connection between the alleged polluter’s discharge and the plaintiff’s harm is often highly technicaland next to impossible for even the most conscientious and alert judge or layman to assimilate and evaluate.” Pernyataan ini membuktikan perlunya sumber daya manusia yang berkualitas, berpendidikan akademis atau latihan khusus tentang hukum dan lingkungan. Karena itu, masalah pembuktian dalam kasus pencemaran/perusakan lingkungan akan tetap menjadi perhatian dan pokok pembahasan yang menarik kalangan akademis. Sementara itu, ilmu dan teknologi akan terus berkembang, hal baru akan muncul dan diperdebatkan. Dapatkah hukum berpacu dengan disiplin ilmu lain seperti teknologi, ekonomi, dan sebagainya? Dalam kajian ini, pertimbangan hukum yang menarik untuk dijadikan alasan dari sudut pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi pada pembentukan kaidah hukum baru adalah pendapat hakim yang memutuskan perkara Trail Smelter, antara USA v. Canada (1941), yang antara lain mengatakan: “Great progress in the control of fumes has been made by science in the last few years and this progress PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
224
should be taken into account.” Atas dasar pertimbangan perkembangan ilmu dan teknologi itu: “constitute an adequate basis for its conclusions, namely, that , under the principles of international law, as well as of the law of the United States, no State has the right to use or permit the use of its territory in such a manner as to cause injury by fumes in or to the territory of another or the properties or persons therein, when the case is of serious consequence and the injury is established by dlear and convincing evidence.” Dengan alasan pertimbangan teknologi diatas, suatu kegiatan yang diduga masih akan menimbulkan bahaya, gangguan atau kerugian, kecuali suatu upaya dapat dilakukan untuk mencegahnya atau modifikasi dapat dilakukan untuk mengatasinya. Suatu Tim yang melakukan pemantauan agar keputusan itu dipatuhi dapat dibentuk. Fasilitas yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya kewajiban itu dapat diadakan. Dalam sistem yang berlaku sekarang, sebagaimana diatur antara lain dalam BW, penggugat (plaintiff) (umumnya masyarakat berpenghasilan rendah) masih tetap memikul beban pembuktian, suatu tugas yang paling berat dari keseluruhan proses pembuktian dalam kasus pencemaran. Kaum miskin kurang mempunyai kemampuan melindungi lingkungan ke arah yang lebih baik karena masih terpusat pada soal makan, sandang, dan papan). Masalah pembuktian adanya hubungan kausal Salah satu masalah penting dalam kasus lingkungan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
225
seperti dalam hal terjadinya pidana lingkungan ialah untuk membuktikan ada (atau) tidaknya hubungan kausal (cause and effect relationship) dengan bantuan ilmu medis. Penyakit itai-itai dalam kasus Komatsu v. Mitsui Kinzoku Kogyo .K.K., Jepang, 1972, disebabkan oleh kandungan cadmium, timah hitam, senyawa zinc dalam konsentrasi yang tinggi pada tanaman padi di sekitar korban. Limbah ini berasal dari Kamioka Mining Facility Mitsui Metal Mining K.K. melalui air minum atau produksi pangan di kawasan ini masyarakat sekitarnya menderita penyakit itai-itai. Dalam kasus ini epidemicological proof of causality telah dianggap memadai untuk melaksanakan tuntutan penggugat. Menurut hakim dalam keadaan demikian tidak diperlukan unsur kelalaian atau kesalahan si pelaku, dan karenanya bagi si pelaku atau pemilik industri dianggap strictly liable berdasarkan UU Pertambangan (Mining Law). Kasus ini juga memberikan bukti yang jelas pada kita bahwa asas tanggung jawab mutlak yang dianut oleh Pasal 21 UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dalam pasal 35 UULH NO 23 Tahun 1997, yang dirumskan sebagai berikut: “Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan”. (ayat 1) PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
226
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibe-baskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu di bawah ini: Adanya bencana alam atau peperangan; Adanya keadaan tepaksa di luar kemampuan manusia atau Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. (Ayat 2) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi. Ayat (3)” Penjelasan umum pasal 35 Ayat (1) menyatakan bahwa pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yaitu unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Batas tertentu yang dimaksud adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup. Dari rumusan pasal 35 dengan penjelasan umumnya memberikan pengertian tanggung jawab mutlak (strict liability) yang terbatas pada sistem hukum lingkungan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
227
Indonesia, baik luasnya (magnitude) maupun pengertiannya. Pertama pasal 35 membatasi kegiatan atau usaha yang wajib AMDAL dan/atau yang menggunakan B3 yang jatuh dibawah asas tanggung jawab mutlak. Masalah kesaksian ahli (expert witness) Menarik untuk dibahas dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah kesaksian ahli/ ilmuwan sebagai alat bukti ilmiah untuk menerangkan adanya hubungan kausal antara sumber penyebab dan akibatnya. Menurut sistem hukum lingkungan Jepang Sebagaimana diketahui bahwa dalam kasus Ono v. Showa Denko K.K. timbulnya penyakit disebabkan oleh limbah industri kimia yang mengandung senyawa methyl mercury yang telah merusak sistim syarat pusat manusia, melalui ikan yang dimakan dari hasil tangkapan di Sungai Agano. Dalil tergugat yang mengatakan bahwa: “No causal relation between the metyhl mercury released and the injury sustained by the plaintiffs and that the defendant had not acted with any willful negligance.” telah ditolak oleh hakim. Sebab dalam kasus ini tidak diperlukan point by ponit scientific verification in order to establish causality. Hal itu dapat menimbulkan hambatan bagi pemulihan hak-hak perorangan (civil relief). Yang diperlukan di sini adalah mengenai dapat atau tidaknya… “… characteristic symptoms of the disease dan route PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
228
by which pathogenic substances were transmitted to the victims could be explained by an accumulation of circumstantial evidence, supported by accumulation of circumstantial evidence, supported by the relevant fields of science, which traced the source of pollution to the ‘doorstep of the enterprise’, then proof of legal causality would be considered to have been made unless the injuring business should prove that in discharging causal substances, its plant could not in discharging causal substances, its plant could not have been the source of pollution.” Selanjutnya dikatakan bahwa “In cases where there is the possibility of danger, even with equipment of the highest technological quality; partial or even total suspension of operation is required.” Sebab menurut putusan ini, pada prinsipnya suatu industri hanya diperkenankan berproduksi apabila kegiatan ini in harmony with the integrity of the environment of the area’s resident. Dikatakan bahwa: “There is no reason to protect business interest to the point of sacrificing human health and life, which can be rightfully said to be the most fundamental rights of the residents.” Dari argumentasi ilmiah diatas, telah dapat diperlihatkan pentingnya ilmu dalam masalah pembuktian, terutama dalam masalah pencemaran/perusakan lingkungan. Untuk memberikan gambaran perkembangan pengertian hubungan kausal dalam arti kerusakan ekologis PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
229
atau pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bahan berbahaya dan beracun (B3), di Indonesia, putusan Hakim Tanjung Pinang atas perkara pencemaran lingkungan/ kerusakan ekologis karena B3, 1989, merupakan kasus lingkungan yang pertama di Indonesia yang menjadikan pencemaran/kerusakan lingkungan (kerusakan ekologis) sebagai argumentasi yuridis bagi putusan hakim, dan diakui sebagai tindakan pidana lingkungan. Dalam kasus ini tidak saja kesaksian ahli digunakan secara luas dan mendasar, tetapi juga keterlibatan laboratorium untuk membuktikan terjadinya kerusakan/pencemaran lingkungan. Hal ini mengingatkan kita para peristiwa kandasnya kapal tangki Showa Maru, di Selat Malaka/ Selat Singapura pada tahun 1975 yang mendorong perhatian dan kepedulian masyarakat pada masalah lingkungan di Indonesia pada saat itu. Sumbangan dari kasus ini pada referensi hukum internasional adalah kemajuan dan kesediaan para ahli hukum dan lingkungan untuk menerima kerusakan ekologis sebagai bagian dari tuntutan ganti rugi. Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa kebutuhan akan pengetahuan yang lebih dari sekedar hukum, seperti ilmu kimia, biologi, fisika, dan ekonomi serta sosial dan sebagainya bagi jaksa, hakim, dan para penegak hukum lainnya untuk menyelesaikan kasus pencemaran lingkungan tidak dapat disangkal lagi. Dengan demikian suatu kegiatan pemantauan akan dapat memberikan kualitas dan kuantitas limbah atau emisi, efek atau dampaknya, serta kecenderungannya (forseeable) di masa yang akan datang.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
230
D. Asas Tanggung Jawab (Liability Principle) Dari sudut hukum perdata sistem dan asas tanggung jawab dalam kasus lingkungan (terutama pencemaran atau perusakan lingkungan yang disebabkan oleh bahan berbahaya atau beresiko tinggi) merupakan perkembangan baru yang patut diperhatikan. Hal ini dianggap penting karena hingga sekarang asa tanggung jawab (asas ganti rugi) yang dianut masih didasarkan pada KUH Perdata (BW) suatu asas ganti rugi yang dibentuk jauh sebelum teknologi berkembang seperti sekarang. Karena letak geografis industri dan arah angin yang membawa zat pencemar, menurut teori biologi, hubungan sebab akibat ini dapat diterangkan berdasarkan penelitian epidemologis. Satu hal menarik dari putusan pengadilan di Jepang mengenai hal ini ialah dalil yang memungkinkan tanggung jawab bersama antar beberapa pelaku (the joint liability of the defendants) berdasarkan anggapan bahwa: “even where activities of any one aprty alone may not have produced the effect in question, the effects was produced in combination with activities of the other parties, and thus it woul be sufficient to establish that had it not been for the activities of one party. … it would be sufficient, according to the decision, to prove the existence of other activities and the predictability of the effect of these activities when combined with such single activity. … joint, not separate liability would stand even when the amount of smoke and soot emitted was small, even if there was no obligation to take precautions in locating plants so as not to PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
231
endanger the lives and health of residents in the area, and even if there was no effective methods to remove all sulfur, one could not claim that it was impossible to avoid pollution.” Dalil tergugat bahwa: “The industry was for good of community; it was socially approproate; sulfure dioxide emissions were neglible in amount; the companies had observed authorized emission levels; the victims were hypersensitive; and so forth” Kasus ini merupakan kasus pertama di Jepang yang mengakui joint liability of industrial firms for atmospheric pollution. Sehingga putusan ini membawa pengaruh besar bagi pembangunan masyarakat serta kebijakan mengenai lokasi industri. Meningkatnya kegiatan industri yang mempunyai dampak penting pada lingkungan telah ikut mendorong pembentukan konsep tata ruang dalam masalah peruntukkan tanah (tata guna tanah) pada masa pembangunan. Dalam pada itu, konsep tata ruang telah diakui sebagai salah satu alat pengendalian dan perencanaan pembangunan. Atas dasar hal diatas, maka: “Land use planning is the process of conscieously exercising rational control over the development of the physical environment, and of certain aspect of the social environmenbt, in the light of a common scheme of values, goals, and assumption.” Perlunya ditingkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan hukum lingkungan dalam arti di atas sudah jelas. Hal ini dibuktikan pula oleh argumentasi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
232
hakim dalam putusan di bawah ini. Dalam kasus ini ilmu dan teknologi harus dapat membantu meramalkan aspek futuris dari pengaturan hukum lingkungan.3 Dalam kasus Watanabe v. Chisso K.K. mengenai kasus the Kumamoto Minamata Disease, 1973, pada tahun 1953 telah diperdebatkan timbulnya gejala peracunan syaraf otak manusia (central nerves system of a toxic type) di kawasan Teluk Minamata dan sekitarnya. Kucing yang mati di kawasan ini ternyata akibat makan ikan mati yang terdampar di tepi pantai. Penyakit Minamata penduduk yang tinggal di kawasan ini ternyata juga disebabkan makan ikan yang berasal dari kawasan tersebut. setelah penelitian dilakukan terhadap limbah industri Chisso Company’s Minamata Plant, terbukti air limbah mengandung mangan, selenium, thalium, kimia, kemudian berakumulasi pada tubuh ikan dan lalu dimakan oleh manusia yang tinggal di daerah ini. Dari hasil penelitian Kumamoto University dan keterangan aparatur pemerintah setempat, dapat dipastikan bahwa senyawa methyl mercury yang digunakan oleh Pabrik Acetaldehyde merupakan penyebab pathogenic penyakit Minamata dan hal ini telah dibuktikan dengan memperlihatkan hubungan kausal antara limbah buangan dan penyakit yang terjadi. Pengadilan menyatakan bahwa: “To ensure safety, the waste water should have been tested to see if it was toxic, and the defendant’s negligence lay in its failure to foresee injury to human beings.” 3
Lihat konsep AMDAL PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
233
Selanjutnya dikatakan bahwa: “The residents of the area were ignorant as to what products were being produced in the factory and in what manner, and since they were not informed of these matters, the factory had the duty to ensuring the safety of life and health of the residents.” Oleh karena itu, konsep kawasan industri yang berlaku sekarang dikaitkan pula dengan ketentuan AMDAL yang mengharuskan penyajian informasi lingkungan (PIL) diajukan sebelum rencana kegiatan (eg. Izin lokasi) disetujui. Sebagaimana diketahui dokumen AMDAL suatu rencana kegiatan wajib diumumkan oleh pemrakarsa kegiatan dan dinyatakan terbuka untuk umum.4 Peranan ilmu dan saksi ahli dalam proses pembuktian Salah satu unsur pendukung penting dalam penyelesaian kasus-kasus lingkungan di atas, ialah peranan saksi ahli dari disiplin ilmu tertentu sesuai dengan sifat kasusnya. Agar peranannya efektif diperlukan persyaratan tertentu. Praktek dalam kasus lingkungan di negara maju menunjukkan bahwa untuk menetapkan saksi ahli dalam kasus lingkungan setidak-tidaknya ada 4 hal yang harus diperhatikan: tingkat pendidikannya; spesialisasinya; pengalamannya; dan pengakuan dari asosiasi keahlian yang sejenis. Kesaksian ahli dan persyaratan yang dituntut daripadanya makin mempengaruhi kasus-kasus 4
Lihat Pasal 31 PP No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
234
pencemaran/perusakan lingkungan dalam masalah pembuktian.5 Telah diuraikan di atas, karena masalah pencemaran/ perusakan lingkungan mengandung pengertian teknis dan ilmiah yang sangat mendasar, maka kesulitan utama yang dihadapi para hakim, jaksa, polisi, dan pengacara dalam proses pengadilan ialah untuk merumuskan pengertian dan teknis dan ilmiah itu ke dalam rumusan-rumusan hukum yang mudah dipahami. Tidak semua ahli dapat menerangkan bahasa ilmiah ini ke dalam “bahasa hukum praktis”, sehingga diperlukan keahlian khusus untuk mengalih bahasakan istilah-istilah teknis/ilmiah tersebut ke dalam “bahasa hukum” menurut sistem hukum yang berlaku di pengadilan. Dengan uraian diatas, jelaslah bahwa tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap tingkat kesadaran/ perhatian terhadap hukum dan lingkungan. Menurut sistem hukum lingkungan Amerika Serikat Dalam perkara Martin v. Reynolds metals Comp, 1952, dikemukakan argumentasi bahwa: “It is stipulated by the parties that in the course of defendant’s legitimate use of property, that gases, fumes, and particulates emanate into the atmosphere from said plant, consisting primarily of hydrogen fluoride, cryolite, calcium fluoride, iron fluoride, and silicon tetrafluoride, which are in the form of gases, liquids, and solids, and are immediately diffused into the air, and that portions thereof have settled at various times upon the lands occupied 5
Vide kasus Pulau Bintan, Riau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
235
by the plaintiffs. Furthermore, it is agreed by all the experts who appeared here that the majority of these compounds are toxic or poisonous, but debate between the experts and the question the jury is going to have to determine, is at what point or quantity do these compounds become poisonous or are likely to become poisonous and harmful to humans. It is a matter of quantity of degree as they point out.” Dalam kesaksian ahli kasus Martin di atas, diterangkan bahwa: One of the expert witness, the British doctor who had some prior experience with similar etching of glass located near industrial plants abroad, testified that the glass from the Martin window which he was shown during the testimony was an indication of excessive quantities of fluoride contamination in the atmosphere. Kesaksian ahli medis ini telah banyak membantu menerangkan sebab dari kelumpuhan, cacat yang terjadi akibat gas fluoride dari pabrik. Sehingga dikatakan pula bahwa: “Their qualification to testify was not only adequate but their experience with the subject upon which they testified was outstanding.” (Krier, 1971) Dalam kasus penyakit Minamata di Jepang (1973), Guru Besar Tomohei Taniguchi mengomentari bahwa “untuk memperoleh keadilan pada saat ini, dengan tidak adanya bantuan bahasa ilmiah (kesaksian ahli) tidak lagi memuaskan”. Peranan laboratorium dalam kasus lingkungan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
236
Masalah lain yang makin penting dalam kasuskasus lingkungan adalah peranan laboratorium sebagai laboratorium rujukan untuk menetapkan terjadi tidaknya pencemaran dalam arti hukum. Beberapa kasus pencemaran di Indonesia6 telah memperlihatkan pentingnya laboratorium rujukan ini, agar terdapat persepsi dan penafsiran yang sama tentang terjadi tidaknya pencemaran. Belum dipahaminya peranan laboratorium dan implikasinya pada proses pembuktian terjadinya pencemaran lingkungan menyebabkan kasus ini dijadikan contoh keterlambatan sistem hukum mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Menurut sistem hukum lingkungan Amerika Serikat Sebenarnya peranan laboratorium ini pernah digunakan dalam kasus New York v. new Jersey pada tahun 1921, jauh sebelum masalah lingkungan dikenal seperti sekarang. Diantara pernyataan Hakim Clark dalam kasus tersebut bahwa: “Only one point upon which all the experts called for the opposing parties agree, viz.; that in the present state of learning upon the subject the amount of dissolved oxygen (DO) in water is the best index or measure of the degree to which it is polluted by organic substances, it seemingly being accepted by them all tat upon the oxygen content of water depends its capacity for digesting sewage – that is, for converting organic matters into inorganic and harmless substances by direct oxygen and substaining bacteria which assist in such conversation.” 6
Lihat kasus Sidoarjo, Jawa Timur PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
237
Dengan memperhatikan putusan hakim tentang kasus-kasus lingkungan yang terjadi di negara-negara penganut common law system, sebagai salah satu sarana pembentukan hukum baru seperti di Amerika Serikat dan Inggris sebagaimana diuraikan di atas, meskipun proses ini terjadi jauh sebelum ilmu dan teknologi berkembang seperti sekarang, telah membuktikan peranannya yang efektif. Dari sudut ilmu hukum perbandingan, apa yang terjadi di negara ini membuktikan pada kita bahwa peranan putusan hakim dalam proses pembentukan hukum modern, meskipun telah dibantu dengan ilmu-ilmu lainnya, termasuk laboratorium masih kurang diberikan peranan. Akibatnya, hukum tertulis sebagai sumber hukum utama dan sarana pembangunan/ pembaharuan telah melampaui kemampuannya yang wajar dalam sistem pembentukan hukum nasional. Tingkat perkembangan ini menempatkan para ahli hukum dan para penegak hukum sebagai penjaga gawang saja. Menurut sistem hukum lingkungan Indonesia Peranan laboratorium dalam kasus lingkungan barulah mendapat tempat yang tegas melalui PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Dengan dikeluarkannya PP tersebut, wewenang untuk menetapkan laboratorium rujukan baik di tingkat pusat maupun di daerah tidak dipersoalkan lagi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 34 yang menyatakan: Menteri menunjuk laboratorium tingkat pusat dalam rangka pengendalian pencemaran air; Kepala Daerah Tingkat I menunjuk laboratorium di daerah untuk melakukan analisis kualitas air dan kualitas limbah cair dalam rangka pengawasan dan pemantauan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
238
pencemaran air. Jelaslah bahwa ketentuan diatas mengharuskan tingkat pendidikan yang mampu melakukan analisis laboratoris yang diawasi oleh seorang pendidik akademis. Menurut Gordon Thompson, ahli dari Kanada yang membantu Kantor Meneg KLH untuk mengembangkan peranan laboratorium dalam sistem peradilan di Indonesia menyatakan bahwa: “Alat bukti yang paling vital adalah surat dari laboratorium yang memeriksa sampel limbah. Sebelum sampai ke laboratorium, sampel harus terlebih dahulu melalui proses pengambilan sampel yang cermat.”7 Sampel dalam arti ini disebut sebagai sampel hukum (legal sample, UULH-AS, 1969). 1. Masalah analisis data dan interpretasi hukum lingkungan Telah saya jelaskan diatas, teori mengenai interpretasi akan tetap memainkan peranan penting untuk menyesuaikan kaidah hukum lama dengan perkembangan hukum baru, terutama pengaruh dari prinsip-prinsip ekologi. Masalah interpretasi perlu dan telah dilakukan dengan memperhatikan perkembangan hukum lingkungan di negara-negara lain berdasarkan putusan hakim. Ilmu dan teknologi tidak lagi dipandang sebagai hal yang netral dalam perkembangan hukum dewasa 7
Lokakarya Penegakan Hukum Lingkungan, Batu Malang, 1990 PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
239
ini. Pendapat para pakar terkenal (doktrin) telah ikut pula mempengaruhi pembentukan hukum baru. Pengaruh dari kerumitan teknologi pada hukum lingkungan pada saat ini dikemukakan pula oleh seorang pakar hukum perminyakan lepas pantai (offshore drilling technology law) yang antara lain mengatakan: “The increasing complexity of the technology involved together with the more hostile settings from which the oil will be produced, inevitably lead to greater risk and hazards. The minimization of these risk is very expensive. Just as the technology has become more sophisticated, so too have the legal relations become more important and more intricate.” Diatas telah dikemukakan bahwa masalah tanggung jawab pencemar/perusak lingkungan dan masalah ganti kerugian merupakan salah satu perkembangan baru dalam hukum lingkungan. Masalah pembuktian dan teori dasar yang mendukungnya akan mempengaruhi sifat, bentuk dan besarnya tanggung jawab dan ganti kerugian yang dibebankan kepada si pencemar/perusak lingkungan. Setelah memberikan uraian tentang peranan hakim dalam pembentukan hukum lingkungan, terutama di negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon (common law system), harus dicatat bahwa hukum lingkungan Indonesia terutama didasarkan pada ketentuan perundang-undangan meskipun tidak dapat disangkal bahwa keputusan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
240
pengadilan serta komentar para hakim yang berpengaruh, tetap merupakan sumber hukum penting. Hal ini terlihat jelas dalam UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997. Berdasarkan Pasal 20 UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan pasal 34 UULH NO 23 Tahun 1997, diatur mengenai tanggung jawab atas akibat pencemaran/perusakan lingkungan: Lingkungan hidup memikul tanggung jawab dengan kewajiban membayar ganti kerugian kepada penderita yang telah dilanggar haknya atas lingkungan yang baik dan sehat. Tata cara pengaduan oleh penderita, tata cara penelitian oleh tim ahli tentang bentuk, jenis, dan besarnya kerugian, serta tata cara penuntutan ganti kerugian diatur dengan peraturan perundangundangan. Barang siapa merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup memikul tanggung jawab membayar biaya pemulihan lingkungan hidup kepada negara. Tata cara penetapan dan pembayaran biaya pemulihan lingkungan hidup diatur dengan peraturan perundang-undangan. Konsep hukum tanggung jawab disini merupakan konsekuensi dari kewajiban setiap orang untuk melestarikan kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
241
(sustainable development).8 Konsep hukum tanggung jawab membayar ganti kerugian dan biaya pemulihan di atas masih tergantung pada pertanyaan berapa permissible levels of injury yang diperkenankan. Menurut penjelasan UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, bentuk dan jenis kerugian akan menentukan besarnya kerugian. Bentuk, jenis, dan besarnya kerugian ini ditetapkan berdasarkan hasil penelitian dari suatu tim yang dibentuk khusus untuk ini. Penelitian bersifat interdisipliner dari ilmu medis, ekologi, sosial budaya, dan lain-lainnya. Tim ini terdiri dari pihak/kuasa penderita, pihak/kuasa pencemar dan unsur pemerintah. Apabila tidak diperoleh kesepakatan dalam batas waktu tertentu, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan negeri.9 Konsep hukum tanggung jawab diatas, apabila ditelusuri lebih jauh menurut perundang-undangan, termasuk UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, memberikan beban tanggung jawab yang makin besar kepada Pemerintah sebagai manager kekayaan alam dan pengelola lingkungan hidup. Sebab pencemaran lingkungan oleh proses alam dimasukkan dalam kewajiban negara (UULH-82),yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997. Karena itu, pada waktu 8
Penjelasan Pasal 20 UULH-82.
9
Penjelasan UULH-82. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
242
Rancangan Deklarasi Stocholm dirumuskan, konsep tanggung jawab baik oleh individu (perdata) maupun oleh negara (publik) dengan jelas nampak dalam rumusan berikut: “Everyone has a responsibility to protect the environment.” Kemudian prinsip ini diambil alih dalam Pasal 5 ayat (2) UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan pasal 7 UULH NO 23 Tahun 1997: “Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya.” Di samping tanggung jawab yang bersifat perdata, negara mempunyai tanggung jawab publik (state responsibility) sebagai pengelola kepentingan umum (public interest). “State shall carefully husband their natural resources and shall hold in trust for present and future generations the air,water,land, plants, and animals on which all life depends;” dan selanjutnya: “Each state has the responsibilty to compensate for damage to the environment caused by activities carried on within its territory”. Prinsip ini kemudian menjadi Principle 21 dari Deklarasi Stockholm dan menjadi Pasal 4 huruf e UULH-82, diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997. Hal lain yang penting dikemukakan dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
243
masalah tanggung jawab adalah perubahan dari asas tanggung jawab dari liability based on fault ke asas tanggung jawab mutlak atau lazim disebut sebagai strict liability principle10. “Dalam beberapa kegiatan yang menyangkut jenis sumber daya tertentu tanggung jawab timbul secara mutlak pada perusak dan atau pencemar pada saat terjadinya perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang pengaturannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.” Tanggung jawab secara mutlak dalam pasal ini merupakan asas tanggung jawab yang berbeda dari apa yang dianut oleh ketentuan perundang-undangan seperti Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Asas ini disebut sebagai liability based on fault. Sebaliknya dengan tanggung jawab mutlak sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan pasal 35 UULH NO 23 Tahun 1997 dengan rumusan sebagai berikut: “Tanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan 10 Pasal 21 UULH-82 PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
244
hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan bebahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak (strict liability catatan dari penulis) atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. Dengan rumusan ini si pencemar segera memikul tanggung jawab membayar kerugian tanpa mempersoalkan ada tidaknya unsur kesalahan (lihat, penjelasan pasal 35 UULH-97). Sebagaimana diuraikan diatas, dalam masalah pencemaran (air, udara, dsb) sulit memperoleh data yang akurat dan memadai, sehingga sulit pula menganalisanya apalagi membuktikannya. Hal lain yang penting diketahui ialah lingkup (magnitude) dan sifat kerusakan (damages) yang dipertanggung jawabkan kepada si pencemar. Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran dan atau perusakan lingkungan dapat meliputi kerusakan langsung (direct damages), kerusakan ekologis (ecological damages), biaya pencegahan, dan penanggulangan pencemarannya termasuk pemulihan lingkungan. Apabila dianut pengertian pencemaran/ kerusakan dalam arti luas seperti diatas, makin luas masalah yang harus diperdebatkan, makin sulit pula menghitung kerugian yang tepat. Kesulitan ini juga disebabkan oleh tidak adanya keseragaman dari para PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
245
ahli tentang model analisis ilmiah akibat biologis (scientific analysis) dari beberapa jenis pencemaran seperti minyak di laut, limbah yang bersifat toksis dan aspek geo-bio-fisik lainnya. Pengaruh konsep lingkungan (ecology) terhadap konsep hukum sejak tahun 1960-an sangat dominan dan bersifat global. Pengaruh ini kemudian mencapai klimaksnya pada konferensi Stockholm-72. sebagaiman diketahui, Deklarasi Stockholm-72 yang memuat prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang bersifat ekologis telah menjadi model bagi konsep perundang-undangan lingkungan nasional di berbagai negara. Karena itu, Maurice Strong yang menjadi Sekjen Konferensi PBB tentang Linkungan Hidup di Stockholm mengatakan bahwa Dekalrasi Stockholm-72 menjadi: “a new important – indeed and dispensible – beginning of an attempt to articulate a code of international conduct for the age of environment.” Banyak perundang-undangan lingkungan nasional, termasuk Indonesia telah menjadikan Deklarasi sebagai acuan pembinaan hukum lingkungan nasional, yang bersifat ekologis. Banyak pakar lingkungan (environmentalists) mempromo-sikan konsep ecocentric ethic karena keterbatasan konsep homocentric ethics menjawab tantangan pembangunan. Dengan meletakkan peranan sentral pada fungsi ekosistem dalam sistem pendukung kehidupan, maka pengaruhnya pada PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
246
perlindungan ada tidaknya pengauh langsung pada manusia. Dalam pengertian ini, hak lingkungan (environmental right) dapat mempengaruhi hukum, termasuk hukum pidana (sekarang dikenal pidana lingkungan atau eco-crime). Apabila masalah lingkungan ini dikaitkan dengan konsep pembangunan yang sedang dilaksanakan di seluruh dunia, maka hukum cenderung makin bersifat futuris mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Menanggapi hal ini Cry California, yang dipublisir tahun 1976 antara lain mengatakan: “Government must seek always to deal with the future consequences of actions – and not only plan, but plan comprehensively, recognizing that the divisions between agencies do not reflect any equally distinct demarcations in the world they deal with. Transportation planning is land-use planning, water planning is agriculture planning, waste-management planning is energy planning. The boundary lines are crossed in so many ways that, sooner or later, we have to admit that they simply don’t work very well. They may have some administrative convenience, but when we come to grappling with the question of what we want to do with our present and our future, we have to think in broader terms.” Terbentuknya konsep hukum mengenai AMDAL berdasarkan PP No. 29 Tahun 1986, diperbaharui dan dikembangkan berturut-turut dengan PP PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
247
No. 51 Tahun 1993 dan PP No. 27 Tahun 1999 dan di Indonesia merupakan perkembangan yang revolusioner dilihat dari sistem hukum administasi Indonesia. Pengaruhnya pada hukum lingkungan nasional, meskipun dipersoalkan kasus per kasus, secara menyeluruh baru dapat diketahui pada masa yang akan datang. Pengaruh dari ilmu lingkungan/ekologi pada konsep hukum baru telah dikemukakan pula oleh Ketua Commision on Environmental Policy, Law, and Administration dari IUCN, antara lain mengatakan: “International policies relating to the nature environment were not initially based upon environmental concept perse. Most international, and all global, policies relating to the protection of nature, of nature resources, and of the environment have been developed in the twentieth century. The earlier attempts at international cooperation on behalf of environmental issues were shaped more by legal rather than ecological consideration. In the earlier treaties, arbitrations, and adjudifications involving environment related disputes, established principles of international law were extended to environmental related issues rather than legal concepts being modified or enlarged by environmental concepts.” Dengan uraian diatas telah diperlihatkan pergeseran dari pendekatan hukum yang lebih mengedepankan pertimbangan lingkungan sebelum PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
248
pertimbangan hukum diberikan (eco-ethics). Sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan Indonesia: Asas subsidiaritas dan peran saksi ahli dalam pembentukan hukum baru. a. Sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan (compliance and enforcement legal system) Sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan menurut UULH-97 diatur dalam sistem hukum lingkungan secara sistematis, menyeluruh, meliputi rejim hukum administrasi negara yang diatur dalam pasal 25 sd 29 tentang, rejim hukum perdata diatur dalam pasal 30 sd 39 dan rejim hukum pidana lingkungan termasuk penyidikan tindak pidana lingkungan dalam pasal 40 sd 48 tindak pidana lingkungan. Sistem hukum lingkungan dalam sistematika diatas, terkait dengan asas subsidiaritas yang akan dijelaskan dibawah ini. Untuk memaham sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan Indonesia dalam arti diatas, perlu dipahami doktrin ilmu hukum lingkungan yang menjadi dasar pembentukan kaidah hukum ini secara konseptual, yang secara ekologis mempunyai persamaan diseluruh dunia. Dalam buku Eva H. Hanks, A.D. Tarlock dan John L. Hanks, yang berjudul “Environmental law and policy, Cases and Materials, 1974 hal. 812-813 tentang primary jurisdiction, Doktrin primary juisdiction mengharuskan kasus lingkungan yang sarat dengan masalah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
249
kriteria dan baku mutu lingkungan (a.l. pasal 14 UULH-97 tentang kewajiban menjamin pelestarian fungsi lingkungan berdasarkan baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup) memperhatikan peran utama “lead agency” atau expertise agency yang mengatur tentang baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan sebagai regulator. Proses AMDAL sebagai instrumen penting dalam analisis dapak lingkungan merupakan kajian keahlian dengan model analisis ilmiah (scientific analysis) (Konsultan AMDAL dan Komisi AMDAL) di bawah pengawasan dan penetapan instansi teknis yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang dalam proses pengambilan keputusan tentang kegiatan yang dianggap layak lingkungan dan dapat diterima secara sosial (socially acceptable) Sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan dalam UULH-97 secara sistematis dirancang dengan mengutamakan pendekatan hukum administratif (sanksi administrasi) dalam pasal 25 sd 27didukung dengan pendekatan quasi administratif berdasarkan pasal 28 dan 29, yang dikenal sebagai audit lingkungan Disebut quasi administratif, sebab tindakan pemerintah untuk mewajibkan audit lingkungan baru dilakukan bilamana pada tingkat keadaan tertentu, perilaku penanggung jawab kegiatan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang diatur dalam UULH, dan yang bersangkutan tidak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
250
berupaya melakukan audit lingkungan secara sukarela, sesuai dengan pasal 28 (management audit). Dalam keadaan tersebut, Menteri berwenang memerintahkan penaggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan, sesuai dengan pasal 29 (compliance audit). Secara konseptual, rancangan ini harus dilihat dari doktrin primary jurisdiction, yang dalam sistem hukum lingkungan Indonesia dikembangkan dengan apa yang disebut sebagai asas subsidiaritas. Deskripsi dari teori ini menyatakan bahwa dalam kasus ini hukum lingkungan memberikan administrative agency terlebih dahulu menetapkan status kausa fakta (factual causae) atau status hukum (legal determination) in the first instance (E.H.Hanks at al, 1974) Atas dasar pikiran diatas, maka dikeluarkanlah pedoman penyidikan tindak pidana lingkungan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung Muda bidang pidana umum No.:B-60/E/ Ejp/01/2002 pada tahu 2002 yang memberikan interpretasi proses penyidikan sesuai dengan pasal 40 UULH-97, bahwa penyidikan tindak pidana lingkungan baru dapat dimulai bila telah dilaksanakan tindakan hukum tersebut dibawah ini: Aparat yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif sudah menindak pelanggar dengan menjatuhkan suatu sanksi adminisratif tersebut PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
251
tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi atau; Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akbat tejadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme alternatif diluar pengadilan dalam bentuk musyawarah/ perdamaian/ negosiasi/ mediasi namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru kegiatan dapat dimulai/instrumen penagakan hukum pidana lingkungan hidup dapat digunakan. Kedua syarat asas subsidiaritas dalam bentuk upaya tersebut diatas dapat dikesampingkan, apabila dipenuhi tiga syarat/ kondisi tersebut di bawah ini: 1) tingkat kesalahan relatif berat; 2) akibat perbuatannya relatif besar; 3) perbuatan pelanggaran menimbulkan keresahan masyarakat. Penjelasan dari tiga syarat/kondisi diatas menyatakan bahwa pengecualian ini seyogianya tidak ditentukan secara sepihak oleh penyidik atau Penuntut Umum, namun harus diupayakan adanya statement tertulis dari pejabat instansi teknis sektoral dan pimpinan pemerintah daerah yang berwenang melalui suatu hubungan konsultasi dan koordinasi. Disini ditegaskan perlunya koordinas/konsultasi antara penegak PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
252
2.
hukum dengan aparat teknis sekoral dan aarat pemerintah daerah yang berkompeten. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang pentingnya memahami peran doktrin pimary jurisdiction UULH Amerika Serikat sebagaimana saya uraikan diatas terhadap asas subsidiaritas UULH-97 di Indoneia. Asas tanggung jawab mutlak (strict liability) Penyelesaian sengketa lingkungan dalam hukum perdata sebagaimana diatur dalam pasal 30 sd 39 UULH-97 juga merupakan bagian dari asas subsidiasritas. Pasal 30 diawali dengan ketentuan yang mengutamakan pendekatan sukarela untuk memilih forum diluar pengadilan atau melalui pengadilan. Pasal 31 sd 33 dimulai dengan forum diluar pengadilan (ADR), setelah itu, diatur mekanisme pengadilan bertalian dengan masalah ganti rugi dengan prinsip pencemar membayar (ps. 34) dan tanggung jawab mutlak (strict lability) dalam pasal 35. Asas tangung jawab mulak dalam pasal 35 tersebut meliputi kegiatan yang wajib AMDAL dan kegiatan yang menggunakan B3 saja. Asas tanggung jawab mutlak (strict liability) menurut UULH Amerika Serikat lebih luas dari pasal 35 UULH-97. Dengan pengertian secara gramatikal (dianut oleh sistem hukum Eropa kontinental, termasuk Indonesia) pasal 35 UULH-97, maka kegiatan Kuasa Pertambangan pada tahap KP Eksplorasi dalam sistem hukum pertambangan dan MIGAS tidak dapat dikenakan asas tanggung jawab PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
253
mutlak, karena kegiatan ini termasuk non-AMDAL atau SOP dengan kewajiban melakukan UKL & UPL saja. Oleh karena ketentuan tentang asas tanggung jawab mutlak diatur dalam rejim hukum perdata, maka asas ini juga tidak dapat diberlakukan tehadap rejim hukum lain, termasuk rejim hukum pidana. Hukum acara sengketa linkungan dalam sistem hukum lingkungan Indonesia (ps. 39 UULH-97) Masalah lain yang dapat timbul dalam praktek, bertalian dengan hukum acara yang berlaku pada sengketa perdata lingkungan. Sesuai dengan pasal 39, tatacara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/ atau organisasi lngkungan hidup mengacu pada hukum acara perdata yang berlaku. Dengan ketentuan ini, pasal 163 HIR tentang prosedur pembuktian dalam sengketa perdata wajib membuktikan adanya kesalahan pencemar untuk memperoleh gantirugi. Dalam pada itu, pasal 35 UULH-97 berdasarkan asas tanggung jawab mutlak, yang menetapkan bahwa prosedur pembuktian tentang perbuatan melanggar hukum tidak perlu membuktikan adanya kesalahan pencemar. Oleh karena itu, dengan adanya pasal 39 ini terbuka peluang perdebatan tentang hukum acara yang berlaku pada sengketa perdata masalah lingkungan menurut sistem hukum lingkungan Indonesia. Tindak pidana korporasi dalam sistem hukum lingkungan Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal 45 sd 47 terkait dengan konsep perusakan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
254
lingkungan, sebagaimana diatur dalam pasal 14 tentang kewajiban menjamin pelestarian fungsi pelestarian lingkungan berdasarkan baku mutu dan kritaria baku kerusakan linkungan hidup. Apakah tindak pidana korporasi telah terjadi, selain didasarkan pada pasal 14 tentang pelestarian fungi lingkungan hidup, juga memperhatikan ketentuan dalam pasal 38 tentang gugatan oganisasi lingkungan terhadap isu pelestarian fungsi lingkungan hidup. Gugatan organisasi lngkungan tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan terhadap tindakkan hukum tertentu bertalian dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup, menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena mencemarkan atau merusak linkungan hidup dan/atau memerintahkan seseorang yang melakukan usaha atau kegiatan untuk membuat atau memperbaiki unit pengolahan limbah dengan biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi lingkungan hidup. Organisasi lingkungan secara selektif diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atasnama lingkungan. Apabila ketentuan dalam pasal 14 jo pasal 38 dan memperhatikan peran ahli memberikan analisis ilmiah, dengan antara lain melalui proses AMDAL, maka pencemaran dan/atau perusakan linkungan baru dianggap terjadi bilamana verifikasi ilmiah telah dilakukan berdasarkan: Adanya pelanggaran terhadap baku mutu, sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 12 dan/atau PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
255
kriteria baku kerusakan lingkungan, sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 14 dengan mempehatikan pasal 14 UULH-97. Dengan demikian kawasan kegiatan terlebih dahulu ditetapkan peruntukannya berdasarkan hukum tataruang (Perda tentang RTRW); Analisis ilmiah (verifikasi ilmiah, kasus Minamata, Jepang, 1973) yang menjadi dasar proses pembuktian kausa fakta (hubungan kausal) antara pelaku dengan sumber terjadinya pencemar, sehingga prinsip pencemar membayar (pasal 35) dapat dikenakan. tindak pidana lingkungan dan/atau pidana korporasi baru dapat dikenakan, bilamana analisis ilmiah telah membuktikan adanya hubungan kausal diantara pencemar (kegiatan/usaha) dengan akibat atau korban, dan akibat dari pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, termasuk kategori tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible) sebagaimana diatur dalam pasal 5 PP-AMDAL/99 yang memberikan kriteria mengenai dampak besaran penting tehadap lingkungan hidup yang tidak dapat dipulihkan kembali. Berdasarkan ketiga butir diatas, pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup berdasarkan ketentuan pasal 41 dan/atau pasal 42 dijadikan dasar pembuktian tindak pidana lingkungan dalam UULH97. Apabila telah dibuktikan telah terjadi tindak pidana lingkungan dengan proses pembuktian ilmiah diatas, barulah gugatan tindak pidana korporasi dapat dilakukan. Dengan uraian diatas, telah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
256
3.
dapat dijelaskan bahwa tindak pidana lingkungan, termasuk pidana korporasi sangat berbeda dengan sistem hukum konvensional (pidana umum) yang bersifat antroposentris. Hal ini telah diuraikan dalam Pedoman Teknis Yustisial penanganan perkara tindak pidana lingkungan hidup, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum No.:B-60/E/Ejp/01/2002. Peran saksi ahli dalam pembentukan model analisis ilmiah. Peran saksi ahli dalam pengembangan model deskripsi kausa fakta (factual causae) dan model analisis ilmiah terhadap data (sampel dan lab) sebagai sarana untuk menyesuaikan interpretasi hukum sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Praktek pengadilan Indonesia terhadap saksi ahli dalam kasus lingkungan hidup masih jauh dari memuaskan. Hal ini terutama disebabkan: kriteria tentang saksi ahli, khususnya lingkungan hidup tidak mudah dilakukan, karena terbatasnya ahliahli yang dapat memberikan pemahaman keterkaitan hukum dengan ilmu-ilmu lingkungan dan/atau ilmuilmu terkait lainnya, sehingga hakim dapat diyakinkan dengan keterangan saksi ahli tersebut; dalam praktek, saksi ahli umumnya memenuhi syarat-syarat minimal, yaitu pendidikan khusus dibidang ilmu terkait (ekologi, geologi, hidrologi, konservasi air, kimia, dsb.), mempunyai pengalaman yang cukup sehingga keterangannya dapat menggambarkan keadaan nyata dilapangan secara terukur, membantu hakim memahami kausa fakta PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
257
yang menimbulkan akibat, dan seberapa mungkin pakar dibidangnya dengan tulisannya yang dapat pengakuan umum dibidang tersebut. saksi ahli tidak boleh menilai fakta, seperti seseorang yang menyaksikan kejadian atau fakta, tetapi keterangannya dalam perspektif ilmu terkait yang diuraikan secara ilmu pengetahuan; Para pihak atau pengacaranya dan hakim harus menguji keahlian yang bersangkutan, terutama dari perspektif pengalaman profesionalnya. Sebab, seorang ahli tehnik industri, mungkin tidak pernah bekerja di bidang industri, karena sejak lulus telah bekerja di bank sebagai evaluator proyek. pengalamannya harus konsisten, dan sebagai ahli pada dasarnya tidak berpihak, sebab informasi seorang ahli terbatas pada kajian ilmiah (scientific verificaion). Pelajaran yang diperoleh dalam kasus-kasus lingkungan dalam pengembangan hukum lingkungan Indonesia. Kasus PT IIU, Porsea, Sumatra Utara Pengalaman dari kasus ini pada sistem hukum lingkungan Indonesia, bahwa pengertian pencemaran atau perusakan lingkngan tidak mudah dilakukan tanpa bantuan para saksi ahli yang berkompeten, dan memadainya kajian aspek sosial-budaya dalam studi AMDAL. Pada kasus ini kajian kelayakan AMDAL dipersoalkan untuk pertamakalinya; Putusan pengadilan tentang ius standi Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM pada saat itu, dalam PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
258
UULH-97 disebut sebagai organisasi lingkungan telah membawa pengaruh penting dalam sistem hukum lingkungan Indonesia dalam praktek. Banyak kasus-kasus lingkungan Indonesia diangkat ke forum pengadilan berkat peran organisasi lingkungan Indonesia. Pelajaran yang diperoleh dari peran LSM atau organisasi lingkungan dalam kasus-kasus lingkungan, selain membantu menerjemahkan informasi lingkungan dan kepentingan kelompk masyarakat ke dalam pengertian hukum melalui model model konsultasi publik secara praktis, juga memperkuat posisi organsasi lngkungan ini sebagai perwakilan lingkungan untuk menjamin pelestaran fungsi lingkungan, sebagaimana diatur dalam pasal 14 UULH-97. Pelaksanaan Audit lingkungan PTIIU telah diadopsi dan dijadikan pengalaman menyusun rumusan hukum model Audit lingkungan dalam rangka Penaatan (compliance audit) sebagaimana diatur dalam pasal 29 UULH-97; Dengan pengalaman dari kasus lingkungan PTIIU, dibuktikan bahwa kajian kelayakan lingkungan harus terintegrasi dengan kajian aseptibilitas sosial, sebagai faktor yang sangat signifikan dalam kajian AMDAL. Perkembangan ini juga mempengaruhi perumusan hukum berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang meliputi pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Kasus lingkungan Laut Teluk Buyat, Sulawesi Utara. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
259
Kasus lingkungan Laut Teluk Buyat, Menado, memberikan pengalaman tentang pentingnya peran laboratorium hukum (legal laboratory) dan saksi ahli didalam melakukan analisis kausa fakta (legal sample analysis) sebagai alat bukti bagi hakim di pengadilan dalam pembentukan hukum sebagai dasar keputusan. Hal ini dapat diuraikan lebih lanjut sebagai beikut: analisis ilmiah atau lazim disebut sebagai verifikas ilmiah, menurut versi hakim Jepang dalam kasus Minamata, 1973, telah mermberikan pelajaran yang sangat berharga bagi para ahli hukum lingkungan laut di Indonesia. Prinsip dan metoda pengambilan sampel dan analisis ilmiah tehadap hasil laboratorium hukum merupakan kunci keberhasilan proses pembuktian. Analisis ekologi laut dalam perspektif ilmu kelautan, seperti model analisis hubungan kausal diantara sumber pencemar, zat pencemar, media lingkungan laut dan akibat (atau korban), akurasi analisis laboratorium hukum terhadap sampel hukum sebagai salah satu mata rantai hubungan kausal proses pembuktian sangat signifikan. Transformasi deskripsi teknis lingkungan laut, terkait dengan syarat-syarat buangan limbah ke laut, dengan daya dukung lingkungan laut, dan cermatnya evaluasi terhadap laporan RKL & RPL secara berkala oleh instansi yang bertanggung jawab, merupakan sebagian dari peluang keberhasilan pembuktian kausa fakta di pengadilan. Peran ahli hukum terkait menerjemahkan data dan infromasi ilmu kelautan, sampel hukum dan hasil analisis laboratorium hukum, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
260
sangat membantu hakim memahami dan memberikan keyakinan untuk menimpulkan terjadinya perbuatan melanggar hukum pencemar. Pelatihan hakim sesuai dengan UULH Indonesia dan dokumen kasus-kasus lingkungan, termasuk lingkungan laut sangat diperlukan. Bahkan pelatihan penyegaran (refreshing course) sesuai dengan perkembangan ilmu lingkungan dan teknis lingkungan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan hakim untuk menyelesaikan kasus-kasus lingkungan di Indonesia. Kasus lingkungan pengeboran minyak (WKP) di Indonesia. Kasus lingkungan dalam kegiatan MIGAS terjadi sejak eksplorasi s.d. pengangkutan. Pada setiap tahapan, sesuai dengan UU MIGAS no. 22 tahun 2001, berlaku sistem penaatan dan penegakan hukum yang bebeda pula. tahap eksplorasi kegiatan berdasarkan KP eksplorasi tidak diwajibkan melakukan AMAL. Sistem pengelolaan lingkungan didasakan pada UKL & UPL atau Standard of Procedure (SOP) dalam sistem hukum pertambangan, temasuk MIGAS di Indonesia. Oleh karena itu, tanggung jawab gantirugi hanya didasarkan tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault) sesuai dengan pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Per definisi, eksplorasi termasuk kategori penelitian yang ditujukan untuk mengetahui besanya kandungan minyak, aspek-aspek geologis, planologi, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
261
serta aspk-aspek teknis sesuai dengan SOP atau panduan teknis perminyakan. Karena kegiatan ini termasuk penelitian, sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk perencanaan kegiatan, termasuk kemungkinan kegiatan usaha, maka kegiatan ini tidak lazim dikenakan ketentuan pidana lingkungan. Kegiatan ini lebih bersifat akademis (LIPI dan Lembaga penelitian Perguruan Tinggi) dan kegiatan profesional untuk mengembangkan sistem informasi dan kajian geografis untuk merencanakan rencana strategis tindakan aksi yang sangat bemanfaat bagi kalangan profesional. Apabila hal ini diancam dengan pidana orang (kecuali pidana denda), maka program penelitian dan pengembangan sebagai sarana akademis meningkatkan kapasitas akademis para ahli terancam dan perkembangan ilmu dan pengetahuan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pengalaman dari kasus-kasus lingkungan perminyakan, membeikan pengalaman yang menarik tentang pentingnya difahami peran ahli dan analisis ilmiah kasus-kasus lingkungannya. Kasus Santa Barbara di Negara Bagian California, USA Pengalaman kasus semburan minyak yang terjadi di Santa Barbara, California, USA, 1969 memberikan pelajaran yang berharga bahwa kegagalan pemasangan casing selalu bisa terjadi dengan berbagai faktor terkait (distributing factors), baik aspek geologis, seismik, dan aspek teknis pemasangan casing. Oleh karena hal sangat erat terkait dengan analisis ilmiah, pengujian PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
262
terhadap aspk-aspek atau formasi geologis, pengaruh seismik, gempa, dan tekanan dari gas yang ada, dan keahlian serta pengalaman dalam pemasangan casing perlu diberikan prioritas. Tindakan ini dilakukan untuk, tanpa mengurangi tanggung jawab publik pada orang atau kelompok orang yang terkena akibat semburan, dan upaya untuk melakukan pencegahan atau penanggulangan pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Terhadap kasus ini dikenakan sanksi pdana denda, bukan pidana orang atau pidana korporasi, sebab peristiwa ini lebih terkait dengan kompetensi keahlian, dan tim pengeboran sebagai kelompok E. Beberapa Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem penegakan hukum lingkungan Indonesia, dilihat dari peningkatan kualitas sumber daya manusia menghadapi berbagai tantangan. Pertama, pengakuan ius standi lembaga Swadaya Masyarakat (LSM-UULH-82) atau organisasi lingkungan (UULH-97) yang tujuan dan bidang kegiatannya khusus mengenai perlindungan lingkungan dan memperlihatkan kepeduliannya pada lingkungan merupakan mitra kerja pemerintah yang dapat berlangsung langgeng, karena didasarkan pada idealisme sebagai pembina lingkungan dan mempunyai landasan hukum yang kuat baik perundangundangan maupun putusan hakim harus disertai dengan pembinaan kualitas sumber daya manusianya. Perkembangan organisasi lingkungan atau LSM yang makin PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
263
bersifat lintas batas nergara membawa perkembangan baru dalam persoalan ius standi. Kedua, masalah pembuktian akan tetap menjadi pokok bahasan yang menarik, karena mempersoalkan berbagai kepentingan dan telah merupakan salah satu masalah pokok dan mendasar dalam pelaksanaan hukum lingkungan yang baru. Masalah ini terkait dengan sifat teknis yang rumit, ragam disiplin ilmu yang terlibat terkait dengan pembuktian hubungan kausal secara ilmiah (scientific verification) dan syarat-syarat sahnya suatu alat bukti (mis. Sampel hukum) dan kesaksian ahli serta peranan laboratorium (laboratorium hukum). Ketiga, asas tanggung jawab mutlak (strict liability), meskipun telah diterima sebagai asas ganti rugi yang luas di berbabagi negara dan telah diterima dalam perundang-undangan Indonesia, karena pemahaman yang kurang terhadap sejarah dan tujuan diberlakukannya asas ini pada pencemaran/perusakan lingkungan, apabila tidak diberlakukan secara tegas, penegakan hukumnya akan lebih banyak menguntungkan pihak yang ekonominya kuat. Rumusan hukum tanggung jawab mutlak sebagaimana diatur dalam pasal 35 ULH-97 masih menganut kriteria terbatas, yaitu hanya kegiatan yang wajib AMDAL, menggunakan B3 dan/atau limbahnya B3. Keempat, masalah interpretasi kaidah hukum lingkungan masih tetap menjadi perdebatan di antara para pakar dan penegak hukum. Atas dasar hasil penafsirannya harus tetap memperhatikan ilmu lingkungan sebagai dasar penilaian dan penyeragaman persepsinya. Selain itu perlu dipahami bahwa konsep hukum yang bersifat ekologis, PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
264
bukan lagi sistem atau konsep hukum yang lazim dianut oleh penegak hukum sebelum tahun 1970-an, karena konsep hukumnya yang bersifat ekologis mmenganut budaya atau etika lingkungan secara mendasar, termasuk proses pembuktiannya. Kelima, sesuai dengan pola pembangunan/ pembinaan hukum nasional (lihat REPELITA II, 1974), pembentukan hukum lingkungan di samping melalui ketentuan perundang-undangan berdasarkan UULH-82, yang diubah dan disempurnakan dengan UULH NO 23 Tahun 1997, perlu dikembangkan pembentukan hukum lingkungan berdasarkan putusan hakim dengan melibatkan saksi ahli dan laboratorium hukum (rujukan). Keenam, untuk melaksanakan kaidah hukum lingkungan secara baik dan efektif perlu pendidikan atau latihan (training di bidang lingkungan & tehnik lingkungan) dan meningkatkan penyuluhan serta penyebarluasan pengetahuan, informasi dibidang hukum dan lingkungan secara berkala. Ketujuh, keterbatasan saksi ahli dalam proses pembentukkan dan penegakan hukum lingkungan dapat diatasi, antara lain, melibatkan para pakar/ahli perguruan tinggi dan asosiasi disiplin ilmu sejenis, seperti asosiasi ahli toksikologi Indonesia, termasuk melalui lembaga internasioal.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
265
BEDAH KASUS : PT Newmont MR (no.284/ Pid.B/2005/PN.Mdo) A. Fakta Tempat Buangan Tailing ke Laut Proses pembuangan tailing ke laut dengan tehnik pertambangan Standar kedalaman buangan tailing kedasar laut terkait dengan thermoclin Kandungan Hg dan Ars sebagai produk ikutan secara alami dalam limbah Moonsoon type climate Penerapan AMDAL dalam proses ijin Laporan RKL/RPL sebagai alat evaluasi terhadap ketaatan pada peraturan Pemeriksaan sampling buangan tailing oleh laboratorium hukum (legal laboratory) Sertifikasi PROPER hijau berdasarkan laporan RKL/RPL setiap tahun Penggunaan ERA sebagai ijin penetapan thermoclin buangan ke laut Masalah Pengelolaan B3 Kandungan Hg, Ar sebagai indikator kualitas buangan limbah yang berbahaya Perlu pengujian karakteristik sebelum ditetapkan sebagai B3 dalam arti hukum Terdapatnya PETI yang menggunakan Hg dalam proses pemurnian emas oleh masy Peranan Laboratorium dlm Proses Pembuktian PMH PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
266
Lembaga WHO, Minimata Jepang, Australia yang bersifat internasional membuktikan idak terjadi pencemaran Lembaga PT (UNSRAT) membuktikan tidak melampaui ambang batas yang diperkenankan. Verifikasi kajian bersama Tim Ahli yang anggotanya berasal, a.l. UGM, UI, IPB, ITB, dan UNPAD menunjukkan tidak meyakinkan adanya pencemaran. Laboratorium MABES POLRI menyatakan terjadi pencemaran B. Isu Lingkungan Pencemaran laut dari buangan tailing ke laut pasti terjadi sampai tingkat tertentu. Apakah dimungkinkan Sertifikasi RKL & RPL peringkat hijau melampaui ambang batas? Indikasi, dugaan dan sangkaan terjadinya pencemaran oleh masyarakat dikawasan Pantai ikan mati dan kejanggalan lain yang dipersoalkan masyarakat. Isu lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat Tuntutan JPU Tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sebagai dalil tuntutan Jaksa (UULH sbg dasar) Alat-alat bukti (sampling, hasil laboratorium/POLRI, dan bukti-bukti lain) Terdakwa I PT NMR dinyatakan sah dan meyakinkan Pres.Dir sbg terdakwa II dituntut dengan 3 (tiga) tahun pidana penjara Putusan PN Menado Tahun 2006 Dengan pertimbangan: pemeriksaan terhadap terdakwa, keterangan para saksi, hasil laporan laboratorium dan saksi PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
267
ahli, alat-alat bukti yang diajukan keduabelah pihak Dengan mengingat UU No. 23 tahun 1997 dan pasal 191 ayat (1) KUHAP serta peraturan lainnya yang bersangkutan Putusan Hakim: 1. Terdakwa I PTNMR dan Terdakwa II RBN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana lingkungan dst; 2. Menyatakan membebaskan Terdakwa I PT NMR dan Terdakwa II RBN dari seluruh dakwaan dan tuntutan JPU; dan 3. Memulihkan Hak Terdakwa I PT NMR dan Terdakwa II RBN dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; 4. Membebankan biaya perkara kepada Negara. (Menado, 17/11/2006).
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
269
Tanya Jawab Anonym Pertanyaan: Pengerusakan dan pencemaran itu berbeda. Pencemaran dampaknya adalah ke perdata dan pengrusakan itu dampaknya kriminal. Kadang kala sulit apabila satu perkara diajukan secara perdata. Padahal, ada dua konteks yang berbeda dalam kasus tersebut. Apalagi scientific prosedurnya harus melalui satu ilmu. Dalam praktik, prosedurnya sesuatu pencemaran ataupun pengerusakan itu harus berdasarkan penelitian laboratorium. Namun kesulitannya kadang-kadang masuk perusahaan itu sangat sulit. Pengadilan kadang-kadang ingin turun ke lapangan untuk meneliti suatu kasus dan mencari tahu bagaimana sebenarnya pencemaran/pengerusakan itu terjadi. Namun untuk mengambil sampel saja, penyidik maupun pengadilan sangat sulit. Jadi itulah kesulitannya, kadang-kadang hakim karena tidak mau kerja ekstra, sehingga karena tidak ada hasil laboratorium, akhirnya Niet Ontvankelijk Verklaard (NO). Jadi pada umumnya kesulitannya memang pada penerapan scientific prosedurnya dilapangan. Bagaimana sebenarnya untuk memilah pencemaran dan pengerusakan dihubungkan dengan penelitian laboratorium. Jawaban: Pencemaran dan pengerusakan ada dua hal disini dari sudut data kalau pencemaran lebih mudah. kalau kita bicara data tadi dikatakan ada dua proses yaitu pertama, pengambilan sampling (legal sampling yang diambil dengan prosedur yang sesuai). Jadi kalau prosedur mengambilnya dengan tidak benar, itu gagal PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
270
karena tidak sahih cara mengambilnya. Kedua adalah proses analisis oleh laboratorium, Ini juga namanya legal laboratory, kenapa harus dikatakan legal laboratory, karena harus ada keputusan menteri. Tidak boleh sembarangan laboratorium. Pada waktu kasus newmont tidak boleh, karena saat polisi ditanya oleh hakim, apa ada aturan untuk lingkungan hidup? Kalau manusia yang mati masuknya undang-undang pidana sedangkan ini kan lingkungan yang mati. Kalau pencemaran, samplingnya lebih mudah. tapi kalau pengerusakan, jangan dominan scientific verifikatifnya karena ada model tersendiri namanya ERA. Pada undang-undang yang baru namanya analisis resiko lingkungan. Pada undang-undang ini terdapat faktor-faktor yang berbeda dengan Amdal. Pada amdal faktornya scientific (pasti), namun pada ERA banyak ketidakpastian. Tidak tahu mau diarahkan kemana. Probility teori yang dipakai, teori kemungkinan, asumsi-asumsi. Ini semua bisa meleset. Anonym Pertanyaan: Saya masih bingung dalam hal pidana dan perdata. Namun demikian yang didahulukan selalu negosiasi, yang diutamakan mengenai pemulihan daripada dampak yang ditimbulkan dari pengerusakan. Masih bingung ranah pidana dan mana yang ranah perdata. Demikian pula dalam hal pemulihan, disini ada tanggung jawab berdasarkan kesalahan, namun demikian ada tanggung jawab mutlak. Disini tidak diperlukan bukti adanya satu kesalahan. Bisakah seseorang itu dituntut bertanggung jawab terhadap perbuatan tanpa kesalahan? Dari segi hukum sepertinya masih PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
271
abu-abu. Begitu telah melaksanakan proses pidana, bagaimana pemulihannya? Apakah masih dimungkinkan untuk menuntut perusahaan secara perdata untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup? Sedangkan yang bersangkut telah dipidana. Saya kira itu yang masih sangat membingungkan, ada tanggung jawab mutlak tapi diwajibkan juga untuk mengadakan tanggung jawab pemulihan. Lalu prosedurnya bagaimana? Apakah melalui suatu perkara atau negosiasi saja. Jawaban: Ada kasus Amerika di India yang diasuransikan. Padahal asuransi sebenarnya masuk ranah perdata, bisa negosiasi. Namun sejak awal ini tidak bisa, ini merusak lingkungan. Jadi pengertiannya seolah-olah irreversible. Oleh karena masuk pengadilan dan diterima. Dipengadilan proses perdebatan memakan waktu lama. Pada pidana terdapat prinsip yang mengatakan, kalau ragu, tidak yakin ada alat bukit, jangan dong. Walaupun bukti mengatakan sudah bisa dipidana, namun bila saudara ragu dan terikat pada prinsip pidana, lebih cenderung membebaskan. Namun karena membebaskan menjadi masalah, maka diserahkan lagi ke negosiasi. Dapat dibayangkan, sudah dari bawah keatas lagi. Tidak mudah kasus seperti ini, kuncinya bila reversible, perdata langsung, tapi kalau irreversible, masih abu-abu. Kalau saudara merasa ilmu pengetahuan belum tergali sepenuhnya dan belum yakin, maka jangan dulu diputus. Datangkan lagi saksi ahli. Kasus–kasus lingkungan hidup memerlukan pengalaman dan ahli, keduanya dapat digunakan, karena memang kasus seperti ini tidak mudah. Pada prinsipnya ahli di Indonesia kurang mampu sehingga kasus seperti PT N yang mendatangkan ahli dari Amerika dan Australia.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
272
Nardiman (PT Medan) Pertanyaan: Kita secara nyata telah banyak melihat ada perusahaan yang jelas-jelas sudah menimbulkan kerusakan dan pencemaran namun secara perdata maupun pidana itu tidak ada gugatan dari warga setempat ke pengadilan, yang ada hanya demodemo, bahkan telah menimbulkan korban jiwa, baik dari pihak keamanan maupun masyarakat. Dalam permasalahan ini pemerintah ngotot mempertahankan izin agar perusahaan tersebut tetap ada di daerahnya. Apakah disini juga tidak termasuk hukum politik pemerintah atau bagaimana? Jawaban: Kalau hukum lingkungan sudah jelas-jelas telah terjadi pengerusakan dan pencemaran, dalam bahasa umum itu tidak benar, mungkin hanya secara kasat mata. Harus bedakan dulu bahasa pencemaran dan pengerusakan. Pengerusakan dalam bahasa hukum sudah jelas. Walaupun sudah longsor namun apabila masih bisa diperbaiki dan masih bisa berfungsi kembali ini berarti perdata, terkecuali jika longsornya tidak bisa diperbaiki lagi. Kalau secara substansial tidak dimuat dalam gugatan, agak susah juga. Oleh karena bisa juga diartikan kenapa pemerintah tetap memberikan izin, karena teknis masih bisa dipulihkan. Tergantung pada data kesulitan yang saudara hadapi. Masalahnya data yang diajukan atau diperoleh tidak selalu akurat. Isinya selalu oke-oke saja, baik-baik saja dan perusahaan itu melaporkan baik-baik saja. Oleh karena itu harus dicek dulu atau perbaiki dulu amdal dan administrasinya, agar tidak terjadi lagi kerusakan sebab ketika masuk keperadilan harus hati-hati, karena persoalan lingkungan itu harganya terlalu mahal. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
273
Widyino (PT Banten) Pertanyaan: Saya ingin mengilustrasikan saja sesuatu peristiwa yang agak kompleks karena di pengadilan menjadi muara suatu kasus. Seperti yang dijelaskan bahwa hal-hal yang menyangkut lingkungan adalah pertama alam itu sendiri, kedua kegiatan manusia, ketiga akibatnya akan berdampak pada alam itu meliputi alam beserta isinya. Ilustrasi konkritnya adalah bahwa, jika dalam suatu aliran sungai yang sekian panjang dihulunya terdapat beberapa perusahaan atau pabrik. sehingga pabrik yang sekian banyak itu sangat pasti akan menimbulkan pencemaran maupun kerusakan. Boleh diilustrasikan bahwa pada jarak tempuh tertentu akibat masih terjadi pencemaran, tetapi pada jarak tempuh atau kemudian dihilirnya sudah berdampak pada kerusakan, tentu level-level itu akan berpengaruh pada penyelesaian kasusnya, tentu secara tehnis akan mengalami kesulitan jika kemudian tidak dipastikan. Perusahaan mana yang akibat pencemaran dan perusahaan mana yang mengakibatkan kerusakan pada hilirnya. Ada kesulitan untuk memilah-milah kesalahan pada pihak mana yang berakibat pencemaran dan akhirnya berakibat kerusakan, karena resiko yuridisnya juga berbeda antara akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan. Penyelesaian kasusnya secara konkrit di pengadilan tentu akan sulit. Jadi sejauh mana bisa kemudian hakim memutuskan bahwa perusahaan ini yang melakukan pencemaran mana pengerusakan dan mana pencemaran. bagaiamana langkahlangkah yang ditempuh pihak pengadilan apabila menemukan kasus-kasus seperti ini. Jawaban: Ini saya kira suatu kasus yang menarik. Persoalan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
274
sungai itu karena prinsip one river one manajement, kalau kita mau mengatakan pengelolaan lingkungan hidup tidak ada pengotakan-pengotakan seperti itu, karena one manajement. Namun bagaimana mengaturnya jika terjadi pada daerah industri, pertanian dan perikanan. Artinya dengan bahasa lingkungan dikatakan peruntukkan airnya berbeda. Berbeda peruntukkan kualitas airnya, baku mutu airnya berbeda, jadi bisa perdata. Kalau kabupaten A misalkan daerah industri, mungkin baku mutunya lebih rendah, itu tidak melanggar hukum, tapi kalau pada lahan pertanian dan perikanan baku mutu airnya harus ditingkatkan. Kebetuhan industri di hulu. Sungai seharusnya dimenejemen, dimonitoring. Ketika sungai itu masuk daerah industri harus dimonitor, dibuat baku dam untuk pengecekannya. Harus ada titik buang, kalau sampai dilahan pertanian dan perikanan jangan dicemari. Oleh karena itu one river, one manajement. Sebenarnya sudah ada peraturan Menteri PU, ada sistemnya, ada biaya buangan limbah yang untuk dipakai pengolahan. Sistem hukumnya sudah baik, pengolaannya sudah baik, hanya saja pengawasan dan pemantauannya tidak jalan. Anonym Pertanyaan: Menurut saya tidak ada keseriusan saja. Mohon kami diberikan informasi tentang corporate yang melakukan tindak pidana illegal loging, illegal mining. Jawaban: Isu lingkungan itu adalah isu yang paling mahal harganya. Jika mahal pasti uangnya besar. Kenapa mengurusi hal yang lain PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
275
kalau ada sumber yang lebih besar begitu. Lingkungan terlalu mahal, begitu orang melihat langsung tertarik. Mengenai pasal 108 dengan pasal 48 itu berbeda. Pasal 48 lingkungannya instrument. Jadi pendekatannya pluntry roles, tetapi keduanya bisa dihubungkan. Artinya antara pidana dan perdata selalu bertumpuk begitu. Pasalnya boleh berbeda-beda tetapi akan bertemu pada satu titik tertentu. Lalu bagaimana kita memilah-milah asas subsideritasnya. Oleh karena itu dalam pidana banyak sekali unsur-unsur administrasi negara. Memang saat undang-undang dibuat akan selalu ada kelemahankelemahan. Masalah intrepertasi kan bisa didorong-dorong, digiring tergantung ahlinya. Aswedi (PT Pontianak) Pertanyaan: Jika dilihat dari pada pasal 329 sebenarnya apa yang diprioritaskan untuk lingkungan hidup? Apakah pencegahan terhadap lingkungan atau bagaimana. Kerusakan lingkungan saat ini telah dilakukan oleh corporate dan ini jarang sampai ke tingkat peradilan. Apakah karena ini hanya semata-mata mengedepankan masalah proses administrasi? Kalau hanya sampai negoisasi administrasi yang diagung-agungkan, maka tujuan dari undang-undang No. 32 tahun 2009 untuk pencemaran lingkungan tidak akan pernah tercapai. Dampak lingkungan yang begitu berat banyak di Indonesia ini betul-betul ekosistem banyak yang rusak dan tidak teratasi itu bisa di cegah. Namun saya melihat undang-undang 32 tahun 2009 ini belum bisa belum efektif mencegah adanya tindakan pengerusakan lingkungan yang begitu hebat di Indonesia. PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
276
Apakah ini kan delik aduan? Kalau bukan seharusnya pemerintah dalam hal ini kepolisian harus segera bertindak. Apakah harus menunggu laporan masyarakat atau tindakan dari pada Menteri Lingkungan Hidup. Begitu juga terhadap gugatan, gugatan itu siapa sebenarnya yang harus mengajukan. Apakah harus masyarakat? Atau Negara yang diwakili oleh menteri lingkungan hidup yang harus menggugat suatu perusahaan tertentu atau corporate? Jawaban: Kalau diperhatikan secara cermat Undang-undang 32 mempunyai dua mata pisau, dua pedang katakanlah begitu, karena undang-undang lingkungan hidup di Indonesia secara konseptual adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan, Ini berarti proses pembangunan mempertimbangkan lingkungan. Jadi tujuan pokoknya sebenarnya adalah pembangunan, membantu pembangunan. Oleh karena itu disini dikembangkan instrumen ekonomi, agar bahasanya bahasa ekonomi. Masalah kemiskinan dan lingkungan tidak bisa dipisah. Ketergantungan manusia pada sumber daya itu tinggi. Apapun alasannya, oleh karena itu pada negara miskin, kemiskinan dan lingkungan hidup itu selalu dicoba diseimbangkan. Pelestarian hutan tidak bisa ditawar-tawar, oleh karenanya konsep dasarnya, dibuat kawasan hutan lindung dan kawasan budidaya. Kalaupun ada peruntukan membuat kegiatan, akan dilihat dulu apa kegiatannya. Misalnya eksplorasi minyak, akan tentukan mana fungsi-fungsi lestari, jalur hijau, bantaran sungai, garis sempadan dan sebagainya. Akan tetapi menentukan berapa persen dari luas lahan eksplorasi yang diberikan untuk kawasan indistri dan berapa persen untuk ekonomi scientificnya. Menggunakan ilmiah saja tidak cukup untuk menentukan PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
277
berapa oksigen yang diperlukan untuk sekian banyak penduduk pada satu daerah tertentu. Oleh karena itu maka dikatakan dunia harus menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Disatu sisi harus ada efesiensi penggunaan sumberdaya alam ekonomi yang harus tumbuh berkelanjutan sehingga sumberdaya alam ekonomi ini juga dapat dinikmati sampai di generasi-generasi yang akan datang. Jadi harus terus mencari. Tapi namanya manusia, menganggap rusak-rusak sedikit tidak apa-apa, tawar-menawar, kompromi-kompromi. Jadi walaupun sudah ditentukan prinsip, pada kenyataan dilapangan menjadi lain. Dan oleh karena itu dinamika pembangunan. Perubahan paradigma manusia dapat dilihat dari tiga dimensi dinamika pembangunan, artinya beragam budaya, kesadaran manusia atau cara berpikir manusia, mindset manusia dan Penataan ruangan atau kawasan tidak selalu konsisten. Contohnya, dalam salah satu pasal undang-undang, penataan ulang tata ruang dapat ditinjau secara berkala sesuai dengan teknologi. Ada istilah in causa yang dapat memiliki 2 arti, pertama sesuatu dapat ditinjau apabila teknologinya belum tersedia. Dalam undang-undang Kehutanan pasal 8 ayat (4) dilarang melakukan penambangan terbuka di hutan lindung. Kenapa dilarang? Karena membahayakan, misalnya dapat terjadi tanah longsor. Tapi ternyata dengan adanya teknologi manusia dapat saja memberikan argumentasi/alasan bahwa tidak membahayakan. Sitanggang (PT Medan) Pertanyaan: Di Sumatera Utara ada satu kasus tentang pembuangan limbah pertambangan emas dari PT M. Perusahaan ini telah PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
278
memilki ijin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedal untuk membuang membuang limbah, namun tidak disebutkan kemana di buangnya. Akan tetapi dalam surat izin tersebut tidak disebutkan sanksi pidana atau sanksi lain. Hal ini juga berlaku pada perusahaan N di Sulawesi Utara dan dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan disana. Untuk PT M dengan didukung oleh pemerintah dan keamanan, seolah-olah memaksakan diri untuk membuang limbah melalui sungai untuk dialihkan ke teluk. Mohon penjelasan kalimat “diijinkan membuang limbah”. Jawaban: Kalau sebenarnya undang-undang pertambangan itu sudah menganut hukum perlindungan, terutama adanya amdal untuk menentukan limbah dibuang dimana. Tidak mungkin tidak ada. Ada dua kategori buangan limbah yaitu: darat atau laut yang berbeda sifat airnya dan karakter lingkungannya. Untuk membuat limbah ke sungai itu merupakan pilihan yang terakhir. Pembuangan limbah di sungai memiliki sistim pengendalian tersendiri. Sebenarnya sistem sudah baik, tinggal pengawasannya apakah sudah baik.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
279
Penutup
S
asaran akhir penerbitan Buku Proceeding Pelatihan Tematik “Hukum Pidana Khusus” Bagi Hakim Tinggi ini adalah hakim yang tidak mengikuti pelatihan tersebut secara langsung, dengan harapan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan. “Tiada gading yang tak retak” demikian diungkapkan oleh pepatah, begitu pula usaha penyusunan buku proceeding ini, yang pastinya banyak kekurangan dan tidak lepas dari kesalahan. Namun demikian hal tersebut tidak akan dijadikan hambatan bagi penyusun untuk terus berupaya menuju kearah yang lebih baik. Akhir kata semoga penerbitan Buku Proceeding Pelatihan Tematik “Hukum Pidana Khusus” Bagi Hakim Tinggi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
lampiran foto kegiatan
Lampiran
283
Susunan Acara Waktu
Materi
Nara Sumber
Keterangan
Selasa, 11 September 2012 14.00 – 22.00
Chek In Peserta
08.00 – 10.00
Sambutan: 1. Ketua MA (Diwakili) 2. Wakil Ketua KY (Pembukaan)
Djoko Sarwoko, S.H., M.H. H. Imam Anshori, S.H., M.Hum.
Pengrahan Pretest
Dirjen Badilum MA
18.00 – 21.00
Makan Malam
Rabu, 12 September 2012
10.00 – 10.15 10.15 – 11.45 11.45 – 12.30 12.30 – 13.15 13.15 – 15.15 15.15 – 15.30 15.30 – 18.00 19.00 – 21.30
Coffe Breaks
Keynote Speech dan Pengantar Pelatihan Ishoma
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Coffe Breaks
Tindak Pidana Korupsi Kejahatan Korporasi
Kamis, 13 September 2012 08.30 – 11.30
Tindak Pidana Narkotika
15.30 – 16.00
Coffe Breaks
11.30 – 13.00 13.00 – 15.30
Ishoma
Tindak Pidana Perbankan
16.00 – 18.30
Tindak Pidana Pencucian Uang
10.30 – 12.30
Evaluasi dan Penutupan
Jumat, 14 September 2012 08.00 – 10.30 13.00
Tindak Pidana Lingkungan Check Out
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.H.
1. Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. 2. H. Abas Said, S.H., M.H.
Fasilitator
Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M.
Fasilitator
Prof. Dr. H. Abdul Latif, S.H., M.H.
Fasilitator Fasilitator
KBP. Sundari, S.Sos., M.H.
Fasilitator
Dr. Yunus Husen, S.H., M.H.
Fasilitator
1. KPT Medan 2. Sekretaris Jenderal KY
Fasilitator
Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H.
Prof. Dr. M. Daud Silalahi, S.H.
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
Fasilitator
Fasilitator
284
Daftar Peserta NO
NAMA PESERTA
INSTANSI
PESERTA INTI 1
Margono, S.H.
Pengadilan Tinggi Medan
2
Dr. Manaha Malontige Pardamean
Pengadilan Tinggi Medan
Sitompul, S.H., M.Hum. 3
Sudi Wardono, S.H., M.Hum.
Pengadilan Tinggi Medan
4
Untung Widarto, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Medan
5
Johny Santosa, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Banda Aceh
6
Amsar Yoenaga, S.H.
Pengadilan Tinggi Banda Aceh
7
Mustari, S.H., M.Hum.
Pengadilan Tinggi Bandung
8
Pasti Serefina Sinaga, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Bandung
9
Ismail, S.H.
Pengadilan Tinggi Bangka Belitung
10
Dortianna Pardede, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Bangka Belitung
11
H. Widodo, S.H., M.B.A., M.H.
Pengadilan Tinggi Banten
12
Elnawisah, S.H.
Pengadilan Tinggi Banten
13
Suswanto, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Bengkulu
14
Marsup, S.H.
Pengadilan Tinggi Bengkulu
15
I Gede Sumitra, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Jakarta
16
Amiryat, S.H.
Pengadilan Tinggi Jakarta
17
Sudiyanto, S.H.
Pengadilan Tinggi Padang
18
Effendi, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Padang
19
DAniel Rimpan, S.H.
Pengadilan Tinggi Palembang
20
Respatun Wisnu Wardoyo, S.H.
Pengadilan Tinggi Palembang
21
Wagiah Astuti, S.H.
Pengadilan Tinggi Pekanbaru
22
Dahlia Brahmana, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Pekanbaru
23
Subeki, S.H.
Pengadilan Tinggi Pontianak
24
Achmad Subaidi, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Pontianak Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
25
Nurhaidi Betty Aritonang, S.H.
26
Guntur Purwanto Joko Lelono, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
27
Tjaroko Imam Widoadi, S.H.
Pengadilan Tinggi Yogyakarta
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN
LAMPIRAN
NO
285
NAMA PESERTA
INSTANSI
28
Purnomo Rijadi, S.H.
Pengadilan Tinggi Yogyakarta
29
Hardjono C, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Semarang
30
FAthurahman, S.H.
Pengadilan Tinggi Semarang
PESERTA TAMBAHAN 31
Dr. H. Nadiman, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Medan
32
Ohan Burhanudin P, S.H., M.H.
Pengadilan Tinggi Medan
33
Karel Tuppu, S.H.
Pengadilan Tinggi Medan
34
H. Lexsy Mamoto, S.H.
Pengadilan Tinggi Medan
35
Elang Prakoso W, S.H.
Pengadilan Tinggi Medan
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MEDAN