PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM
Oleh:
Wayan Rideng *
ABSTRAK
Hukum adat beserta sanski adat merupakan fenomena yang ada di beberapa derah di Indonesia. Hukum Adat dan sanksi adat lahir dari upaya masyarakat adat untuk mengatasai persoalan yang dihadapi berkenaan upaya penciptaan keteraturan di masyarakat. Berbagai faktor berpengaruh terhadap pembentukan maupun pelaksanaan norma dan sanksi adat, di antaranya faktor nilai yang dianut oleh masyarakat adat.
Isu HAM telah menjadi isu global, yang tidak lagi dapat disampingkan oleh suatu negara jika ingin tetap berada dalam pergaulan internasional. Konsep-konsepnya yang dianggap universal dan mencerminkan masyarakat yang beradab, telah menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan maupun pelaksanaan norma di masyarakat., termasuk masyarakat adat. Dengan demikian pelaksanaan sanksi adatpun perlu dikaji dari sudut HAM, agar pelaksanaan sanksi adat tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai keadilan yang dianut masyarakat luas, dan
1 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
didukung oleh hukum nasional.
Kata-kata kunci: hukum adat, sanksi adat, HAM.
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Berbudaya berarti bahwa manusia makhluk yang ma mpu mengimplementasikan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karyanya dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Kuntjaraningrat, 1990: 180).
Sejarah kemanusiaan dimulai dari masa berburu, yaitu masa di mana manusia hidup dari berburu hewan–hewan, kemudian berlanjut ke masa bertani dan bercocok tanam yaitu masa di mana manusia mulai mengenal sistem bercocok tanam dan menetap di suatu wilayah tertentu dengan pranata sosial tertentu, lalu kemudian berlanjut kepada masa jaman logam yaitu masa di mana manusia mulai mengenal teknologi sederhana untuk membuat alat yang dipakai untuk kebutuhan hidupnya, hingga masa–masa selanjutnya sampai sekarang. Tampak jelas bahwa manusia selalu berkembang dari masa ke masa sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan dalam hidup yang dihadapi dengan menggunakan akal pikirnya.
Budaya menurut asal katanya berasal dari bahasa sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal sehingga dengan demikian budaya dapat pula diartikan dengan hal – hal yang bersangkutan dengan akal.
2 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
Isi pokok budaya atau kebudayaan berbentuk: bahasa; sistem pengetahuan; organisasi sosial; sistem peralatan hidup; sistem mata pencaharian hidup; sistem religi; dan kesenian. Bentuk isi pokok dari kebudayaan mempunyai corak yang berlainan antara satu tempat dengan lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan letak geografis suatu wilayah yang ditinggali.
Sistem aturan/ adalah perangkat penting dalam organisasi sosial kemasyarakatan. Sebagai wujud dari kebudayaan, aturan atau norma yang berlaku pada suatu masyarakat merupakan pencerminan dari nilai-nilai filosofis dan sosiologis masyarakat tersebut, sehingga dengan demikian dapat berbeda dengan norma yang dianut oleh masyarakat yang lain. Perbedaan ini dapat sedemikian rupa senjang, sehingga jika norma yang berlaku pada suatu masyarakat dijadikan tolok ukur untuk menilai norma masyarakat lain, akan dianggap tidak adil, bahkan mungkin dianggap tidak menghargai harkat dan martabat kemanusiaan, dan melanggar HAM.
Bahwa HAM merupakan unsur utama dari Negara Hukum merupakan suatu keniscayaan. Maka, jika ada suatu ugeran/ norma yang sifatnya lokal, tidak sejalan dengan konsep HAM, maka norma tersebut harus dihapuskan. Tetapi untuk sampai pada simpulan apakah suatu norma bertentangan dengan HAM atau tidak perlu dikaji dengan baik.
B. Konsepsi HAM
Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Penegasan ini juga dapat diartikan bahwa Indonesia adalan negara yang tidak dipimpin secara otoriter, tetapi merupakan negara yang pemerintahannya diselenggarakan dengan menjunjung prinsip-prinsip demokrasi. Hak asasi manusia berkaitan langsung dengan kedua hal ini, baik negara hukum maupun pemerintahan demokratis.
HAM merupakan unsur utama negara hukum, karenanya merupakan keharusan bagi penyelenggara negara untuk melindungi HAM. Pemerintahan yang demokratis harus menempatkan perlindungan HAM sebagai salah satu tujuan penting yang tidak dapat diabaikan. Negara yang demokratis selalu menempatkan perlindungan, penegakkan, dan pengembangan HAM dalam berbagai tindakan.
HAM adalah gagasan tentang perlindungan hak-hak alamiah manusia yang bersifat mendasar, yaitu hak yang dibawa manusia sejak lahir, bersifat melekat dan tidak terhapuskan (unalienable,
3 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
undispensable rights ). Hak ini mencakup hak-hak sosio kultur, agama, ekonomi, dan politik.
Penyerapan konsep HAM dari masyarakat Internasional umumnya dilakukan dengan melakukan penyerasian dengan kepribadian suatu bangsa. Dalam penyerapan ini tidak dapat semata-mata berpijak pada paham relativisme kebudayaan (cultural relativism). Penerapan paham ini semata-mata akan akan melahirkan konsep HAM ‘partikularis’ di mana ukuran dan pelanggarannya berbeda dengan standar umum yang ‘universal’.
Suatu pelanggaran hak termasuk kategori pelanggaran HAM apabila hak yang dilanggar itu termasuk dalam daftar hak (list of rights) yang dilindungi undang-undang yang mengatur HAM dan undang-undang lain yang mencakup hak-hak demikian itu, sebagimana ditentukan oleh konstitusi negara tersebut.
Berbeda dengan pengertian yang lazim digunakan oleh masyarakat internasional, di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, pelanggaran HAM diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang HAM, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Jadi, menurut Undang-undang HAM pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan oleh aparatur pemerintah/ negara, melainkan juga orang perorangan atau kelompok orang. Ketentuan ini menunjukkan bahwa setiap pelanggaran hak oleh siapa pun, aparatur pemerintah/ negara atau perorangan atau kelompok, sepanjang hak-hak yang dilanggar itu tercantum di dalam Undang-undang HAM, maka pelanggaran tersebut adalah pelanggaran HAM.
C. Hukum Adat, Sanksi Adat, dan HAM.
4 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
Secara teoretis antara adat dan hukum adat dibedakan. Christian Snouck Hurgronyo (dalam Wiranata, 2005: 9) menyatakan bahwa hukum adat (adatrecht) adalah sistem pengendali sosial yang bersanksi, sementara adat tidak memiliki sanksi. Van Vollen Hoven menggunakan kepatutan dan keterikatan warga masyarakat akan aturan itu serta adanya perasaan umum bahwa peraturan-peraturan itu harus dipertahankan oleh para pejabat hukum sebagai pembeda dengan adat.
Sukanto (dalam Surpha, 2002: 14) menyatakan bahwa kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dibutuhkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan (dwang), mempunyai akibat hukum ( rechtgevolg), disebut hukum adat. Hukum adat merupakan keseluruhan adat (yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman) yang mempunyai akibat hukum.
Untuk menjadi hukum adat, adat kebiasaan harus memenuhi beberapa hal. Menurut L. Pospisil (Dalam Koentjaraningrat, 1999) untuk menjadi aturan hukum harus terpenuhi 4 atribut, yaitu:
1. Attribute of authority.
Ciri ini merujuk pada suatu kondisi di mana hukum harus merupakan putusan penguasa (dalam hal ini dapat saja berupa putusan pemuka adat).
2. Attribute of intention of universal application.
Harus dapat diberlakukan pada situasi dan kondisi yang sama di kemudian hari.
3. Attribute of obligation.
Putusan hukum harus memuat tuntutan hak dan kewajiban bagi para pihak.
5 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
4. Attribute of sanction.
Sebagai penguat, putusan hukum harus mempunyai sanksi dalam arti seluas-luasnya, baik sanksi jasmaniah (hukuman badan, penyitaan harta) maupun sanksi rokhaniiah, seperti rasa takut, malu, diebenci, dan lain-lainnya.
Menurut Djoyodigoeno (dalam Wiranata, 2005: 23-24) unsur yang harus dipenuhi suatu kebiasaan untuk menimbulkan kewajiban hukum (opinio yuris necessitatis) adalah:
1. Unsur kenyataan. Adat kebiasaan itu dalam keadaan yang sama selalu diidahkan oleh rakyat/ pendukungnya.
2. Terdapat keyakinan pada rakyat/ pendukung hukum bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.
Hukum adat adalah endapan rasa kesusilaan masyarakat yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menjadi aturan Hukum Adat Bali setidaknya telah mengalami proses yang teruji oleh waktu (berulang dari waktu ke waktu) dengan penilaian berdasarkan Tri Samaya ( atita : penyesuaian dengan masa lampau; wartamana : penyesuaian dengan masa sekarang; nagata : penyesuaian dengan masa yang akan datang); Tri Pramana ( praktyasa : berdasarkan pengelihatan langsung; anumana : berdasarkan kesimpulan logis; agama : berdasarkan pemberitahuan orang yang layak dipercaya); serta rasa, utsaha, dan lokika
6 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
.
Meskipun demikian, mengingat masyarakat selalu mengalami dinamika, maka aturan hukum, termasuk hukum adat, harus mampu mengikuti dinamika tersebut. Jika batas fleksibilitas telah terlewati maka aturan tersebut harus berubah, menyesuaikan diri sesuai dengan desa, kala, patra . Dengan perubahan itu diharapkan aturan hukum adat tetap dapat memenuhi syarat yuridis (sesuai dengan hukum nasional), sosiologis (sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat), dan filosofis (sesuai dengan Pancasila).
Menurut theory of multiplicity legal system, yang dikemukakan oleh L. Pospisil (dalam Dharmayuda, 2001: 54) setiap orang terikat pada berbagai sistem hukum, karena terlibat lebih dari 1 lingkungan masyarakat hukum. Hukum adat adalah hukum yang tumbuh, berkembang, dan dipertahankan oleh masyarakat lokal disebut ‘hukum dari bawah’ ( customary law ). Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh negara ( Negara Mawa Tata ) disebut ‘hukum dari atas’ ( statutory law ). Hukum lapisan bawah harus menyesuaikan diri dengan hukum lapisan atas. Jika terdapat persoalan yang sama antara hukum adat dengan hukum negara, maka ketentuan hukum negaralah yang berlaku. Lebih-lebih jika ada ketentuan hukum adat yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (yang diasumsikan dibentuk berdasarkan penghargaan terhadap HAM) maka ketentuan hukum adatlah yang harus dikesampingkan.
Hukum Adat Bali selalu mengusahakan adanya keseimbangan triangulasi antara Tuhan, manusia, dan alam (Tri Hita Karana). Pelanggaran terhadap hukum adat dianggap menyebabkan terganggunya keseimbangan kosmis sekalanislaka . Setiap perbuatan yang menggangu perimbangan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan prajuru desa pakraman perlu mengambil tindakan-tindakan untuk memulihkan kembali harmoni yang terganggu. Maka pemulihan itupun mencakup dunia sekala (nyata) dan niskala (tidak nyata), yang berwujud pamidanda (hukuman) berupa sangaskara danda
7 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
(hukuman dalam bentuk pelaksanaan upacara), artha danda (hukuman berupa pembayaran sejumlah uang atau harta), dan jiwa danda (hukuman pisik dan psikis). Penjatuhan sanksi terhadap pelanggar hukum adat umumnya tidak dilakukan secara semena-mena, tetapi sudah disyaratkan wenang mesor singgih manut ring kasisipan ipun (berat ringannya hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahannya atau pelanggarannya). Dalam hal ini wiweka prajuru desa pakraman sangat menentukan. Pelaksanaan hukum adat termasuk sanksi adat selalyu mengutamakan kerukunan dan rasa kepatutan dalam masyarakat. Selain itu sanksi adat bersifat edukatif, mengutamakan upaya penyadaran dan tuntunan.
Dalam banyak hal, istilah sanksi untuk pelanggaran adat tidaklah sama dengan pengertian sanksi secara umum. Upaya pemulihan atas keseimbangan karena terjadinya pelanggaran hukum adat dapat saja dilakukan oleh seluruh krama desa secara bergotong royong (dalam hal terjadinya manak salah di Desa Padangbulia, misalnya). Dalam hal ini upaya penyeimbangan ni skala -nya saja yang masih ada.
Secara konseptual, karena pelangggar hukum adat tidak pernah ditempatkan sebagai ‘musuh’, tetapi selalu ditempatkan sebagai bagian dari ‘keluarga’ desa pakraman, maka penerapan sanksi adat mestinya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan HAM. Namun dalam pelaksanaannya banyak faktor yang berpengaruh. Kepekaan sosial, rasa kemanusiaan, dan keadilan yang berupa wiweka (pertimbangan rasa dan logika) prajuru desa pakraman sangat menentukan.
D. Penutup
Sebagai penutup perlu ditekankan bahwa untuk menentukan apakah suatu sanksi adat bertentangan dengan dengan konsep HAM atau tidak, perlu dicermati secara mendalam dengan melihat praktek pelaksanaannya secara langsung. Secara kasuistis dapat saja, terjadi penjatuhan sanksi yang kurang menghargai rasa keadilan dan kemanusiaan, karena kemampuan prajuru desa pakraman sangat menentukan. Jika ada aturan hukum adat yang secara nyata bertentangan dengan HAM yang didukung oleh
8 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
hukum negara (peraturan perundang-undangan), maka aturan hukum adat tersebut harus dikesampingkan.
Daftar Bacaan
Atmaja. Hak Asasi Manusia: Analisis Hak Sipil dan Politik. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas udayana.
Dharmayuda, I Made Suasthawa. 2001. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Di Propinsi Bali. Denpasar: Upada Sastra.
Koentjaraningrat. 1999. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Nickel, James, W. 1996. Hak Asasi Manusia Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Jakarta: PT Gramedia Utama Pustaka.
9 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
Soeseno, Franz Magnis. 1994. Hak Asasai Manusia Kontekstual atau Universal? Dalam Majalah Prism a Nomor 11.
Surpha, I Wayan. 2002. Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali. Denpasar: BP.
Usfunan, Yohanes. 2004. Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Denpasar: Makalah Dalam Rangka Loka Karya HAM diselenggarakan oleh Biro Hukum dan HAM Setda Propinsi Bali.
Wiranata, I Gede A.B. 2005. Hukum Adat Indonesia Perkembangan Dari Masa Ke Masa. Bandu ng : PT Citra Adutya Bakti.
10 / 11
PELAKSANAAN SANKSI HUKUM ADAT: DALAM PERSPEKTIF HAM Ditulis oleh W Rideng Selasa, 20 April 2010 12:23 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 19 May 2010 10:15
* Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti.
11 / 11