i
ii
iii
Pedoman Umum Pemanfaatan
Kawasan KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari III Lt. 10, Jakarta 10110 Telp/Fax : (021) 3522045 © 2010 iv
1
Kata Pengantar
Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN
Dengan mengucapkan Puji syukur kehadirat Allah SWT, tim penyusun pedoman umum pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penangkapan ikan dapat menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. Penyusunan buku ini sesuai dengan sasaran yang akan dicapai yakni tersedianya pedoman penangkapan ikan di Kawasan Konservasi Perairan dan tata cara memperoleh izinnya serta alat tangkap yang diperbolehkan untuk digunakan di Kawasan Konservasi Perairan.
PENGARAH : Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan PENANGGUNG JAWAB : Drs. Riyanto Basuki, M.Si PENYUSUN : Ir. Pingkan Roeroe, M.Si Ir. Ikram Sangaji, M.Si Tjahyo Tri Hartono, S,Hut.,M.Si Drs. Kusnadi, MA Dr. Ir. Etty Riani, MS Suraji, SP, M.Si Sri Rahayu, S.Pi, M.Si Yusra, S.Si, M.Si Leny Dwihastuty, S.Pi
Tulisan ini disusun sesederhana mungkin, agar mudah dipahami dan diterapkan di lapangan, sehingga dapat membantu tugas-tugas tenaga teknis bidang perikanan, pengawas bidang penangkapan ikan serta praktisi yang terkait hubungan dengan perikanan dan khususnya Unit Pelaksana Teknis (UPT) selaku pemangku kawasan konservasi perairan. Kepada para pembaca, diharapkan adanya saran dan masukan untuk perbaikan dimasa mendatang sangat diharapkan dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya dalam mendukung program Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan.
A. Darwis, S.Sos Muschan Ashari, S.Hut Ahmad Sofiullah, S.Pi Diterbitkan Oleh :
Jakarta, 2010
Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan,
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan ISBN 978-602-98450-1-3 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16
Ir. Agus Dermawan, M.Si
Gedung Mina Bahari III Lt. 10, Jakarta Pusat 10110 Telp/fax. (021) 3522045 www.kkp.go.id © 2010
2
3
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................. 3 DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... 5 BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................................... 7 1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................... 7 1.2. Tujuan................................................................................................................................................. 9 1.3. Sasaran ............................................................................................................................................. 9
Pe Kaw
BAB II LANDASAN HUKUM DAN KONSEPSI PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN .............................................................................................................................. 11 2.1 Landasan Hukum................................................................................................................................... 11 BAB III KONSEPSI PENANGKAPAN IKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN . .............................. 13 3.1 Konservasi Sumber Daya Ikan................................................................................................................ 13 3.2 Penangkapan Ikan secara Umum........................................................................................................... 14 3.3 Penangkapan Ikan dalam Kawasan Konservasi Perairan ....................................................................... 15 3.4 Karakter Alat Tangkap Ikan di Dalam Kawasan Konservasi Perairan....................................................... 17 3.5. Metode dan Jenis Alat Tangkap ............................................................................................................ 18 A. Alat Tangkap Ikan Kategori Jaring ..................................................................................................... 18 B. Alat Tangkap Ikan Kategori Pancing (Hook and Line).......................................................................... 20 C. Alat Tangkap Ikan Kategori Perangkap (Trap)................................................................................... 21 3.6 Penguatan dan Pengembangan Kearifan Lokal...................................................................................... 22 BAB IV PROSEDUR DAN TATA CARA PERIZINAN PENANGKAPAN IKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN .............................................................................................................. 25 4.1 Kewenangan Perizinan ........................................................................................................................... 25 4.2 Tata Cara Memperoleh Izin...................................................................................................................... 25 PENUTUP ................................................................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................... 32 LAMPIRAN
4
................................................................................................................................................... 33
5
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
6
Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang. Konservasi ekosistem dilakukan melalui perlindungan habitat dan populasi ikan, rehabilitasi habitat dan populasi ikan, penelitian dan pengembangan, pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan, pengembangan sosial ekonomi masyarakat, pengawasan dan pengendalian, dan/ atau monitoring dan evaluasi. Kegiatan konservasi ekosistem dilakukan berdasarkan data dan informasi sumber daya ikan dan lingkungan sumber daya ikan. Konservasi ekosistem dilakukan pada semua tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan, yang terdiri atas: laut, padang lamun, terumbu karang, mangrove, estuaria, pantai, rawa, sungai, danau, waduk, embung, dan ekosistem perairan buatan. Satu atau beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan tersebut dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan. Konservasi sebagai salah satu instrumen yang didesain untuk mengendalikan sakaligus memulihkan sumberdaya ikan dan lingkungannya dan instrumen ini sangat praktis diterapkan pada perikanan tangkap dan budidaya laut di kawasan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Desain ini menentukan suatu kawasan perairan dapat dijadikan sebagai kawasan konservasi (marine reserve atau marine protected area), tempat masukan (in put) dan keluaran (out put) produksi perikanan diatur dengan membatasi sebagian kawasan untuk daerah perlindungan terhadap aktivitas perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
Daerah yang dilindungi berfungsi bioekologis dalam jangka panjang dan menjaga keseimbangan ekonomis dan sosial terhadap kawasan pemanfaatan karena setiap kawasan konservasi akan meningkatkan kelimpahan sebesar dua kali lipat dan biomass ikan sebesar tiga kali lipat. Kenyataan demikian jika dihubungkan dengan perikanan tangkap dan budi daya, maka kawasan konservasi perairan dalam setiap tahun akan memberikan manfaat ekonomi yang diukur berdasarkan peningkatan rasio tangkap per unit upaya, sebesar 30 % - 600 % dibandingkan dengan kawasan nonkonservasi. Keuntungan sosial dapat diukur berdasarkan tingkat pemahaman 7
dan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan konservasi tentang manfaat dan fungsi sumberdaya dan lingkungan serta manfaat perlindungan dan konservasi.
Dalam konteks pengelolaan bersama, suatu kawasan konservasi perairan yang di dalamnya terdapat sumberdaya ikan dan lingkungan fisiknya tidak dapat diproteksi untuk kepentingan orang per orang atau kelompok tertentu, bersifat terbuka, dan lebih banyak menerima tekanan dibandingkan dengan kawasan perairan laut lainnya. Karena itu, untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan ekologis, perlindungan biota dari kepunahan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara lestari, telah dilakukan berbagai upaya penyelamatan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengembangkan kawasan konservasi perairan karena konservasi memberikan asas manfaat dan keadilan bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya ikan melalui kegiatan penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan sehingga regulasi ini akan menjadi acuan bersama untuk mengatur seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatannya. Konservasi kawasan perairan memiliki makna yang kompleks dan kontribusi positif bagi kelestarian sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan (Supriharyono, 2007:246-247).
Demikian juga, Undang-Undang RI No. 32, Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengatur kewenangan daerah atas wilayah pesisir dan laut, serta Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan juga menjadi landasan hukum untuk mengelola, memanfaatkan, dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya untuk kesejahteraan masyarakat. Asas manfaat bagi masyarakat menjadi dasar konsepsi kawasan konservasi perairan sehingga dalam pemanfaataannya tidak menimbulkan konflik sosial, yang dapat merusak ekosistem dan sumberdaya yang ada dalam kawasan konservasi. Dengan adanya ketentuan-ketentuan dalam buku pedoman ini diharapkan akan meningkatkan pemahaman bersama di antara para pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan melakukan kegiatan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan.
1.2. Tujuan
Tujuan disusunnya buku “Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penangkapan Ikan” adalah sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah, pengelola dan penyelenggara, serta masyarakat dalam memanfaatkan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penangkapan ikan.
1.3. Sasaran
8
Sasaran yang menjadi capaian dari penyusunan buku “Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penangkapan Ikan” sebagai berikut :
1. tersedianya acuan tentang kriteria dan jenis alat tangkap yang dapat dioperasikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan; dan
2. tersedianya tata cara memperoleh izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan.
9
BAB II LANDASAN HUKUM DAN KONSEPSI PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN 2.1. Landasan Hukum • Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
• Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; • Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
• Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
• Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah terakhir menjadi Undang-Undang No.45 Tahun 2009; • Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; • Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan;
• Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
BAB III 10
11
KONSEPSI PENANGKAPAN IKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
3.1 Konservasi Sumber Daya Ikan
12
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan , kawasan konservasi perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Sebagaimana dipertegas dalam Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 bahwa konservasi sumber daya ikan mengatur lebih rinci tentang upaya pengelolaan konservasi ekosistem atau habitat ikan termasuk di dalamnya pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem. Kegiatan konservasi perairan mencakup lebih dari satu ekosistem atau semua tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan, seperti:: laut, padang lamun, terumbu karang, mangrove, estuaria, pantai, rawa, sungai, danau, waduk, embung, dan ekosistem perairan buatan. Karena keterkaitan ekologis, biologis, dan fisik dengan sumber daya ikan, suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan. Kegiatan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem mencakup kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan, rehabilitasi habitat dan populasi ikan, penelitian dan pengembangan, pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan, pengembangan sosial ekonomi masyarakat, pengawasan dan pengendalian, dan/atau monitoring dan evaluasi.
Kegiatan konservasi tersebut dilaksanakan berdasarkan data dan informasi sumber daya ikan dan lingkungan sumber daya ikan. Konservasi sebagai salah satu instrumen yang didesain untuk mengendalikan dan memulihkan sumberdaya ikan dan lingkungannya sangat praktis diterapkan pada perikanan tangkap dan budidaya laut di kawasan laut, pesisir, dan pulaupulau kecil. Instrumen ini menentukan suatu kawasan perairan dijadikan sebagai kawasan konservasi laut (marine reserve atau marine protected area), tempat masukan (in put) dan keluaran (out put) pada produksi perikanan diatur dengan membatasi sebagian kawasan untuk daerah perlindungan dan sebagian kawasan yang lain sebagai tempat aktivitas perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Kawasan untuk daerah perlindungan memiliki fungsi bioekologis dalam jangka panjang dan menjaga keseimbangan sosial ekonomis terhadap kawasan pemanfaatan karena setiap
13
faktor terkait, seperti penangkapan berlebihan (over fishing), pencemaran limbah industri dan limbah domestik, kerusakan habitat mangrove, padang lamun dan terumbu karang, serta penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem, sehingga terjadi perebutan sumber daya perikanan dan berpotensi menimbulkan konflik nelayan. Masalah demikian harus diatasi agar sektor penangkapan tetap memberikan kontribusi terhadap dinamika perekonomian masyarakat pesisir. Langkah strategis lain yang dapat dilakukan adalah mengubah perilaku nelayan, dari yang semula berorientasi pada kuantitas hasil tangkapan ikan, ke orientasi kualitas (mutu), sehingga hasil tangkapan mereka mempunyai daya saing di pasar dalam negeri dan mancanegara.
kawasan konservasi akan meningkatkan kelimpahan sebesar 2 kali lipat dan biomass ikan sebesar tiga kali lipat. Dalam kaitannya dengan perikanan tangkap dan budidaya, setiap kawasan konservasi dalam setahun akan memberikan manfaat ekonomi yang dapat diukur berdasarkan peningkatan rasio tangkap per unit upaya sebesar 30 % - 600 % dibandingkan dengan kawasan nonkonservasi. Keuntungan sosial dapat diukur berdasarkan tingkat pemahaman dan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan konservasi tentang manfaat dan fungsi sumberdaya dan lingkungan serta manfaat perlindungan dan konservasi. 3.2 Penangkapan Ikan secara Umum
14
Menurut penjelasan Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan, yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Dalam FAO-Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), etika dan pedoman pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dinyatakan bahwa “States should apply theprecautionary approach widely to conservation, management, and exploitation ofaquatic resources in order to protect them and preserve the aquatic environment”. Sudah saatnya mengedepankan konservasi dan menjaga stabilitas lingkungan demi kelestarian sumberdaya ikan, sehingga usaha perikanan tangkap dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Usaha penangkapan sebagai penggerak utama kegiatan ekonomi nelayan diarahkan untuk mengatasi kemiskinan, sehingga diperlukan cara pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) dalam pengelolaannya. Charles A.T. (1993) dalam tulisannya berjudul Towards Sustainability : The Fishery Experience Ecological Economic menyatakan bahwa kegiatan penangkapan ikan mengalami evolusi, dari paradigma konservasi (biologi), ke paradigma rasionalisasi (ekonomi), kemudian ke paradigma sosial/komunitas. Pemikiran ini masih relevan diterapkan untuk mengangkat harkat hidup dan kesejahteraan nelayan. Dalam hal ini, ada aspek-aspek yang perlu diperhatikan antara lain : (1) ecological sustainability, mengandung makna memelihara keberlanjutan stok/biomas sehingga tidak melampaui daya dukung, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem; (2) sosioeconomic sustainability yang artinya harus tetap memperhatikan peningkatan pendapatan dan keberlanjutan sosial ekonomi pelaku perikanan; dan (3) community sustainability, yaitu keberlanjutan kesejahteraan sosial komunitas atau masyarakat pada umumnya (lihat juga, Damanik, 2006: 72-73). Ketiga hal tersebut merupakan aspek-aspek yang integralistik dalam manajemen sumber daya perikanan, sehingga potensi sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara lestari dan berkesinambunan dalam jangka panjang (Nuitja, 2010: 6-7). Kegiatan penangkapan ikan tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan kelembagaan yang sinergis menyangkut pemeliharan aspek finansial dan administrasi (institutional sustainability). Karena sumberdaya ikan mempunyai keterbatasan memperbaiki dirinya sebagai reneable resources, dibutuhkan keseimbangan antara eksploitasi dan konservasirehabilitasi. Rasionalisasi armada perikanan sesuai daya dukung sumberdaya ikan dapat dilakukan dengan pembatasan perizinan guna mengurangi tekanan eksploitasi sumberdaya ikan. Pengaturan pola penangkapan demikian diperlukan karena ratusan ribu nelayan tradisional menggantungkan hidup keluarganya di perairan yang mulai menurun kualitasnya. Sumber daya perikanan menghadapi situasi kelangkaan yang disebabkan oleh berbagai
Kegiatan penangkapan memerlukan penyesuaian dengan kapasitas dan keadaan sumberdaya ikan dan lingkungan, baik fisik maupun sosial. Pemanfatan sumberdaya ikan harus mengacu keterpaduan dan penyesuaian peranan pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dalam pengelolaan sumberdaya ikan, posisi pemerintah sebagai pengambil kebijakan bergeser sebagai fasilitator, penyedia infrastruktur publik, serta merancang kebijakan dan struktur insentif ke arah peningkatan produktivitas usaha perikanan. Masyarakat dan swasta menjadi pelaku usaha dan penerima transfer informasi untuk menghindari intervensi pemerintah yang berakibat terhadap kegagalan kebijakan pemerintah (failure policy government) dan kegagalan usaha perikanan (fisheries effort failure). Kegagalan ini akan berakibat langsung terhadap kelestarian sumberdaya perikanan (fisheries resources) dan daya dukung lingkungan (carrying capacity), seperti peningkatan upaya tangkapan yang tidak lestari, tangkapan nontarget (by catch), dan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (enviromental ill disposed).
3.3. Penangkapan Ikan dalam Kawasan Konservasi Perairan
Pemanfaatan sumberdaya ikan tidak lagi cukup dilandasi oleh adanya potensi serta keunggulan komparatif dan kompetitif, melainkan memerlukan suatu keseimbangan (balance) antara tingkat pemanfaatan dan dampak yang ditimbulkannya, sehingga dapat dihindari terjadinya eksternalitas negatif. Untuk memperoleh keseimbangan ini diperlukan pengendalian (forces) enviromental rent dan social rent, serta kesesuaian (suitability) berbagai aktivitas usaha penangkapan ikan. Beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan dalam kegiatan penangkapan ikan mencakup: a) kesamaan hak
b) efisiensi dan alokasi upaya pemanfaatan sumberdaya ikan
c) resolusi konflik dan aksi kolektif untuk menghindari terjadinya ekstraksi berlebihan dan kerusakan lingkungan. Implementasi prinsip-prinsip ini memberi arah pada upaya pemanfaatan sumberdaya ikan, konservasi, dan pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan yang berpotensi merusak lingkungan, karena efek kerusakan tersebut bisa berdampak global.
Kawasan konservasi perairan memiliki batasan dan zona yang dapat diakses melalui kegiatan penangkapan ikan terutama di zona perikanan berkelanjutan. Namun demikian, semua kegiatan penangkapan ikan di zona ini harus memiliki batasan upaya tangkap, kapasitasnya, dan bersifat ramah lingkungan. Dalam memberikan akses penangkapan ikan di kawasan konservasi perairan, pengelola harus mempertimbangkan daya dukung yang dimiliki kawasan konservasi perairan. Pengukuran daya dukung lingkungan didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan sumberdaya ikan memiliki kapasitas maksimum untuk
15
daya dukung lingkungan dan ketersediaan sumberdaya ikan di suatu kawasan perairan. Meningkatnya upaya penangkapan akan semakin memperbesar tekanan terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dan daya dukung lingkungan. Untuk penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan, khususnya di zona perikanan berkelanjutan haruslah disesuaikan dengan prinsip konservasi, yaitu : a) pendekatan kehati-hatian;
b) pertimbangan bukti ilmiah;
c) pertimbangan kearifan lokal;
d) pengelolaan berbasis masyarakat;
e) keterpaduan pengembangan wilayah pesisir; f) pencegahan tangkap lebih;
g) pengembangan alat penangkapan ikan, cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan; h) pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat;
i) pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan; mendukung proses pertumbuhan ikan. Ikan sebagai organisme hidup yang memiliki dimensi ukuran yang hidup dan berkembangbiak di suatu kawasan akan tumbuh dan berkembang secara positif jika daya dukung lingkungan masih lebih besar dan tumbuh terus-menerus dan akan mengakibatkan timbulnya kompetisi terhadap ruang dan lahan sampai daya dukung lingkungan tidak lagi mendukung pertumbuhan. Jika daya dukung lingkungan akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan sumberdaya ikan, semakin berkurang daya dukung lingkungan maka semakin terbatas ruang dan waktu untuk pertumbuhan ikan sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakannya menjadi negatif dan menurunnya populasi ikan di suatu kawasan perairan.
Kegiatan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam suatu kawasan konservasi perairan dapat dibagi menjadi dua kategori berikut ini. a. Penangkapan ikan untuk tujuan komersial
Penangkapan ikan untuk tujuan komersial adalah kegiatan penangkapan ikan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual.
Penangkapan ikan dalam kawasan konservasi yang bukan untuk tujuan komersial adalah kegiatan penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan dalam rangka pendidikan, penyuluhan, penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya, kesenangan (hobi), dan/atau wisata. Kegiatan tersebut tidak didasarkan pada nilai tukar ekonomis dan/ atau nilai tambah ekonomis dan mengutamakan tujuan serta pencapaian kegiatan pendidikan, penyuluhan, penelitian, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
j) perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan; k) perlindungan jenis dan kualitas genetik ikan; dan
16
Karena itulah kawasan konservasi perairan memegang peran penting dalam meningkatkan
Dari 12 (kedua belas) prinsip konservasi di atas memperlihatkan dengan jelas bahwa kegiatan penangkapan ikan di kawasan konservasi perairan untuk tujuan komersial hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok nelayan yang secara ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh usaha menengah ke atas tidak diizinkan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi perairan.
3.4. Karakter Alat Tangkap Ikan di Dalam Kawasan Konservasi Perairan
b. Penangkapan ikan bukan untuk tujuan komersial
l) pengelolaan adaptif.
Meskipun suatu alat tangkap telah mengalami modifikasi, perkembangan, dan penambahan berbagai peralatan bantu, klasifikasi suatu alat tangkap tetap disesuaikan dengan karakteristik dasar dari alat tangkap tersebut. Berdasarkan Statistika Perikanan Indonesia dan FAO, alat tangkap yang dioperasikan di Indonesia sebanyak 11 kelompok. Alat tangkap yang ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Artinya, alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, kemungkinan mengakibatkan hilangnya alat tangkap yang lain, dan tidak berkontribusi terhadap timbulnya polusi. Dalam kaitannya dengan penggunaan di lingkungan perairan, alat tangkap dapat digolongkan menjadi dua, yaitu alat tangkap yang destruktif atau tidak ramah lingkungan, dan alat tangkap yang konservatif atau ramah lingkungan. Alat tangkap yang destruktif atau tidak ramah lingkungan adalah alat tangkap yang dapat merusak kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan perairan, serta membahayakan bagi yang mengoperasikannya. Alat
17
Alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dapat berubah menjadi yang ramah lingkungan apabila dilakukan pengaturan yang tepat. Sepuluh klasifikasi alat tangkap yang terdapat di Indonesia pada umumnya termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan, karena telah dibuatkan aturan-aturan dalam pengoperasiannya. Namun demikian, aturanaturan tersebut sering dilanggar, sehingga penggunaan alat tangkap tersebut merusak kelestarian sumberdaya ikan, ekosistem, dan keanekaragaman hayati, serta berbahaya bagi yang mengoperasikannya. Akibat lainnya adalah konflik nelayan, adanya by catch (hasil tangkapan sampingan), dan tertangkapnya ikan-ikan muda atau belum matang telur. Faktafakta demikian berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup sumber daya perikanan. Alat tangkap ramah lingkungan secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. selektivitas tinggi;
2. hasil tangkapan sampingan rendah; 3. hasil tangkapan berkualitas tinggi;
4. tidak merusak lingkungan/habitat;
5. mempertahankan keanekaragaman hayati;
6. tidak menangkap spesies yang dilindungi; dan
7. pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan nelayan. 3.5. Metode dan Jenis Alat Tangkap
Pada umumnya alat penangkapan ikan yang dalam pengoperasiannya bersifat pasif dengan ukuran mesh size yang disesuaikan dengan target spesies di masing-masing wilayah perairan adalah alat tangkap yang sangat ramah lingkungan dan selektif sehingga dapat dimanfaatkan untuk menangkap ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perarain (lihat, Sudirman dan Mallawa, 2004). A. Alat Tangkap Ikan Kategori Jaring • Jaring angkat (lift net) adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bambu(bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong.
18
ikan ini memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil. Dengan bantuan alat pemikat ikan dan cahaya lampu, alat penangkapan ikan ini efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil. Agar tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan karena tergolong tidak selektif, diperlukan pengaturan dan pengawasan yang ketat. Hasil tangkapannya adalah ikan dalam kondisi hidup sehingga mudah untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan, yaitu dengan melepaskan kembali juvenil dan jenis ikan yang dilindungi. Khusus untuk bagan tancap, bekas bambu/ kayu yang dipergunakan yang masih tertinggal di perairan dapat merusak alat penangkapan ikan lainnya yang dioperasikan di perairan tersebut, sehingga posisi dari bagan tancap tersebut harus diatur agar tidak mengganggu alur pelayaran atau aktivitas lainnya.
tangkap yang konservatif atau ramah lingkungan adalah alat tankap yang tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan perairan serta tidak membahayakan orang yang mengoperasikannya.
Pada umumnya alat penangkapan
• Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada taliris atas dan sejumlah pemberat pada aliris bawah.
Ada beberapa gill net yang mempunyai penguat bawah(srampat/selvedge) terbuat dari saran sebagai pengganti pemberat. Tinggi jaring insang permukaan 5-15 meter&bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium terbalik, tinggi jaring insang pertengahan 5-10 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang serta tinggi jaring insang dasar 1-3 meter dan bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium. Bentuk gill net tergantung pada panjang taliris atas dan bawah.
• Bagan perahu/rakit (boat/raft lift net) adalah alat tangkap pasif berupa sebuah gubuk untuk menangkap ikan yang berdiri di atas perahu. Dalam penggunaannya, alat tangkap ini bila dipergunakan secara benar, tidak merusak sumber daya ikan. Pada wilayah tertentu dilakukan modifikasi dalam penggunaan alat di atas, dengan memodifikasi pada perahu atau lampu penerang.
• Bagan tancap (bamboo platform lift net) adalah jenis alat tangkap jaring angkat (lift net) yang mengunakan alat bantu cahaya. Bentuknya persegi yang disusun dari bambu yang di tancapkan ke dasar perairan. • Jaring serok (scoop net) adalah alat tangkap yang dibuat dari bingkai kawat berbentuk melingkar yang kedua ujungnya dipilin dan disambungkan pada tongkat kayu (besi) sebagai pegangan serta dipadukan dengan jaring kantong sehingga membentuk perangkap (crap). Ukuran jaring serok bervariasi bergantung pada jenis ikan yang
19
akan ditangkap.
• Jaring angkat lainnya (other lift net) adalah alat penangkap ikan lainnya dan/atau jaring yang belum termasuk dalam klasifikasi alat penangkap ikan jaring di atas.
B. Alat Tangkap Ikan Kategori Pancing (Hook and Line)
Pancing adalah alat penangkapan ikan yang terdiri atas sejumlah tali dan pancing. Setiap pancing menggunakan umpan atau tanpa umpan, baik umpan alami ataupun umpan buatan. Alat pancing terdiri atas dua komponen utama, yaitu tali dan mata pancing. Jumlah mata kail bisa tunggal hingga mencapai ratusan, tergantung pada jenis pancingnya. Selain dua komponen utama tali dan mata pancing, alat pancing dapat dilengkapi dengan komponen lainnya, misalnya tangkai (pole), pemberat, pelampung dan kili-kili (swivel).
• Rawai Hanyut (drift long line), adalah alat tangkap yang bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan, kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya, mata pancing diangkat kembali ke atas kapal.
• Rawai tetap (set long line), Rawai (long line) terdiri atas rangkaian tali utama dan tali pelampung; tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan berdiameter lebih kecil dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing yang berumpan. Rawai yang dipasang di dasar perairan secara tetap dalam jangka waktu tertentu disebut rawai tetap atau bottom long line atau set long line digunakan untuk menangkap ikan-ikan demersal.
20
• Pancing tonda (troll line) adalah pancing yang dalam operasinya ditarik dengan perahu. Tipe pancing ini dapat diterapkan pada zona perikanan berkelanjutan, termasuk dalam alat tangkap yang semi aktif awalnya bersifat pasif karena ada gerakan disentak atau ditarik sehingga ikan tertangkap.
Pada umumnya, mata pancing diberikan umpan, baik dalam bentuk mati maupun hidup, atau umpan tiruan. Banyak macam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang digunakan untuk perikanan industri. Alat penangkapan ikan yang termasuk dalam klasifikasi pancing, yaitu rawai (longline) dan pancing, diantaranya adalah :
• Rawai tuna (tuna long line) adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000 – 2.000 mata pancing untuk sekali turun. Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera.
• Huhate (pole and line), adalah alat pancing yang dipakai khusus untuk menangkap cakalang, sehingga alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan. Beberapa keunikan dari alat tangkap huhate adalah bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing.
Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air. Umpan yang digunakan adalah umpan ikan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya, dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga ikan tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (stolephorus spp.). Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing.
• Pancing ulur (hand line) adalah alat pancing yang dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (thunnus spp.). Kecenderungan alat penangkapan ikan di atas sangat selektif sehingga merupakan alat penangkapan ikan yang sangat ramah lingkungan. Jenis alat penangkapan ikan ini dapat menangkap jenis biota yang dilindungi oleh undang-undang perikanan, seperti penyu, lumba-lumba, dan lain-lain.
C. Alat Tangkap Ikan Kategori Perangkap (Trap)
Perangkap adalah salah satu alat tangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan sehingga ikan akan mudah masuk tanpa adanya paksaan dan sulit keluar karena dihalangi dengan berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk membuat perangkap : bambu, rotan, kawat, jaring, plastik, besi, dan sebagainya. Pengoperasiannya di dasar perairan, di permukaan perairan, di daerah sungai yang berarus kuat, dan di daerah pasang surut selama jangka waktu tertentu. Umumnya untuk ikan demersal terperangkap atau tertangkap secara alami tanpa cara penangkapan khusus. Contoh perangkap adalah sero (guiding barrier), jermal (stow net), bubu (portable trap) dan perangkap lain (other trap). Alat penangkapan di atas memiliki kecenderungan selektif karena ikan yang tertangkap adalah yang terperangkap di dalamnya. Meskipun cenderungan ramah lingkungan, namun untuk jermal perlu diatur ukuran mesh size jaringnya dan juga lokasi
21
pemasangannya. Selain itu, untuk mengatasi permasalahan ghost fishing yang sering ditimbulkan oleh jenis alat tangkap bubu, maka perlu diatur lebih lanjut. 3.6. Penguatan dan Pengembangan Kearifan Lokal
22
Istilah kearifan lokal (local wisdom) sering disebut juga sebagai kearifan budaya (cultural wisdom), kearifan tradisional (traditional wisdom), kecerdasan lokal (local genius), atau pengetahuan lokal (local knowledge) (Geertz, 1983; Rahyono, 2009). Kearifan lokal merupakan bagian dari kebudayaan suku bangsa dan komunitas-komunitas lokal yang hidup dan berkembang di berbagai ranah kehidupan, seperti nelayan di kawasan pesisir, petani di dataran rendah, peladang di daerah pegunungan, serta peramu dan pemburu di daerah pedalaman. Sebagai sistem pengetahuan budaya, kearifan lokal mengatur hubunganhubungan fungsional antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, serta manusia dengan sumber daya alam dan lingkungan.
budaya tentang pengelolaan dan penangkapan yang bersifat lestari dan berkelanjutan. Penguatan nilai-nilai budaya yang sudah berakar dan pengembangan nilai-nilai baru dalam membangun kearifan lokal merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga kelangsungan hidup keseluruhan sumber daya lingkungan dan ekosistemnya di kawasan konservasi perairan.
BAB IV
Dalam konteks hubungan manusia dengan sumber daya alam dan lingkungan, kearifan lokal merupakan pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat atau komunitas tertentu, yang di dalamnya mencakup model-model pengelolaan sumber daya alam secara lestari, termasuk bagaimana menjaga hubungan dengan alam melalui pemanfaatan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Dengan demikian, kearifan lokal adalah sebuah sistem yang mengintegrasikan pengetahuan, budaya, institusi, dan praktik mengelola sumber daya alam (Kartodiharjo dan Jhamtani, 2006: 174-175).
Kearifan lokal merupakan refleksi dari hubungan yang selaras antara manusia dengan lingkungannya. Manusia merupakan bagian integral dari keseluruhan alam semesta, sehingga dalam menjalani kehidupan harus menyesuaikan diri dengan hukum-hukum alam. Karena itu, komunitas-komunitas yang memiliki kearifan lokal akan selalu mengembangkan prinsip-prinsip keadilan, kesederhanaan, dan kebertanggungjawaban terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Pengabaian terhadap prinsip-prinsip hidup tersebut, yang kemudian berakibat pada kerusakan ekologi dipandang sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia. Sikap-sikap tamak dan rakus terhadap alam, yang semata-mata untuk memenuhi pemupukan kebutuhan material, konsumtif, dan hanya memuaskan kebutuhan duniawi, merupakan perilaku yang bertentangan dengan kearifan lokal (Keraf, 2002:151-152).
Masyarakat pesisir di berbagai wilayah tanah air mengembangkan kearifan lokal dalam kaitannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir, kelautan, dan perikanan. Kearifan lokal yang demikian merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya yang dihasilkan melalui proses sosial yang panjang antara masyarakat pesisir dan lingkungannya. Mereka menjaga dengan baik pranata-pranata pengelolaan sumber daya laut yang dimilikinya, seperti sasi di Maluku, ondoafi di Papua Barat, bati di Ternate, rompong di Sulawesi Selatan, tonass di Sulawesi Utara, awig-awig di Nusa Tenggara Barat, patenekan di Banten, atau gogolan di Tegal. Klaim pemilikan atas sumber daya komunal dan model pengelolaannya sering dilegitimasi oleh sejarah sosial dan unsur-unsur identitas etnisitas yang mereka miliki (Kusnadi, 2009: 127). Dalam kaitannya dengan kegiatan pengelolaan dan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan kawasan konservasi perairan, para pengguna sumber daya perikanan, khususnya nelayan, berpotensi mengembangkan nilai-nilai baru dan pengetahuan
23
PROSEDUR DAN TATA CARA PERIZINAN PENANGKAPAN IKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN 4.1 Kewenangan Perizinan 1. Kewenangan pengelolaan kawasan konservasi perairan dibagi menjadi tiga, yaitu kewenangan pengelolaan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah pusat dalam penerapan perizinannya dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang mendelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya. 2. Izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah provinsi dalam penerapan perizinannnya dikeluarkan oleh Gubernur yang mendelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya. 3. Izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh kabupaten/kota dalam penerapan perizinannnya dikeluarkan oleh Bupati/Walikota yang mendelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya. 4.2 Tata Cara Memperoleh Izin A. Prosedur Permohonan 1. Penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi perairan untuk tujuan komersial.
a. Permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan diajukan oleh pemohon kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Individu/Perseorangan
a) Surat permohonan tertulis
24
25
2. Penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan bukan untuk tujuan komersial.
b) Kartu Tanda Penduduk (KTP) setempat
c) Jenis dan jumlah unit penangkapan yang digunakan
a. Permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan diajukan oleh pemohon kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk berdasarkan kewenangannya.
d) Surat pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan 2. Kelompok Masyarakat
a) Surat permohonan tertulis
b. Surat izin harus menjelaskan metode penangkapan, jenis dan unit penangkapan ikan yang digunakan.
b) Nama kelompok usaha (pengesahan dari pemerintah)
c. Permohonan izin harus melampirkan surat penyataan kesanggupan tidak melanggar ketentuan yang berlaku, sebagai berikut :
c) Jumlah anggota kelompok (dilengkapi KTP)
1. alat tangkap yang digunakan sangat tinggi selektivitasnya;
d) Jenis dan jumlah unit alat tangkap yang digunakan
2. tidak menghasilkan hasil tangkapan sampingan;
e) Kapasitas dan unit armada yang digunakan
3. hasil tangkapan harus berkualitas tinggi;
f) Surat pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan
4. alat tangkap digunakan tidak secara langsung merusak lingkungan/ habitat;
b. Permohonan izin harus menjelaskan metode penangkapan, jenis dan jumlah unit alat tangkap yang digunakan, serta jumlah nelayan (orang) yang terlibat dalam operasi penangkapan ikan. c. Pemberian izin penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan didasarkan pada beberapa pertimbangan:
• izin hanya untuk kegiatan penangkapan di zona perikanan berkelanjutan; • izin penangkapan ikan untuk tujuan komersial hanya diberikan kepada nelayan kecil; • masa berlaku izin penangkapan untuk tujuan komersial diberikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat ditinjau kembali; dan • tidak diperkenankan menangkap ikan yang dalam status dilindungi.
d. Permohonan izin harus melampirkan surat penyataan kesanggupan tidak melanggar peraturan yang berlaku, sebagai berikut : • menggunakan alat tangkap yang seletif sesuai ciri-ciri selektivitas alat tangkap ikan;
• tidak menambah jumlah dan kapasitas unit penangkapan ikan yang telah diizinkan; • tidak menambah jumlah nelayan (orang) dalam kegiatan operasi penangkapan sesuai dengan yang telah diizinkan;
• tidak melakukan operasi penangkapan ikan per hari lebih dari 3 (tiga) kali operasi; dan • harus melaporkan perkembangan kegiatan menyampaikan jumlah produksi penangkapan. 26
usaha
dengan
5. menjaga keanekaragaman hayati dan spesies endemik; 6. tidak menangkap spesies yang dilindungi; dan
7. pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan diri sendiri/orang lain.
B. Prosedur Penerbitan Izin
Untuk memperoleh izin kegiatan penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan, baik untuk kepentingan komersial, maupun nonkomersial, dilakukan oleh individu/perseorangan atau kelompok usaha, tata cara penerbitan izin adalah sebagai berikut.
1. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya melakukan kajian atau penelaahaan terhadap permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak permohonan tersebut dinyatakan lengkap. 2. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya berdasarkan data-data yang disampaikan oleh pemohon, selanjutnya menunjuk petugas yang berkompetensi untuk melakukan verifikasi di lapangan, sesuai permohonan yang telah disampaikan.
3. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan hasil verifikasi, selanjutnya menyatakan menerima/menolak permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan, selambatlambatnya tiga (3) hari kerja. 4. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya, dalam hal penerbitan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan, yang telah disetujui akan diterbitkan selambat-lambatnya dua (2) hari kerja setelah permohonan disetujui.
27
5. Berkaitan dengan penerbitan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan, maka dapat ditetapkan pungutan jasa konservasi untuk biaya pengelolaan kawasan konservasi perairan. 6. Nilai (besaran) pungutan jasa konservasi ditentukan oleh pejabat berwewenang yang ditunjuk sesuai kewenangannya, dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi dan budaya masing-masing lokasi.
pemerintah pusat, maupun pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, menjadi sangat penting untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfataan sumberdaya ikan di zona perikanan berkelanjutan. Implikasi dari kegiatan pengawasan dan pengendalian adalah pemberian sanksi kepada setiap pemegang izin yang melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku. Sanksi yang dimaksudkan adalah sanksi administrasi mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin dengan tata cara sebagai berikut. 1. Peringatan tertulis
Diagram Alur Prosedur Perizinan Penangkapan Ikan di Kawasan Konservasi Perairan C. Pengendalian Izin Diagram Alur Prosedur Perizinan Penangkapan Ikan di Kawasan Konservasi Perairan
Dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi perairan, baik yang menjadi kewenangan Pemohon
Badan Hukum
Perorangan
PROSES IZIN
PROSEDUR PENERBITAN PROSEDUR PENGAJUAN PERIZINAN
2. Pembekuan Izin
KKP/KKPD
Menteri KP
Gubernur/Bupati/ Walikota Pejabat Berwenang
1. Penelaahan
Permohonan
Peringatan tertulis disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk, kepada pemegang izin yang tidak memenuhi kewajibannya paling banyak tiga (3) kali secara berurutan dalam jangka waktu paling lama empat belas (14) hari kalender untuk setiap peringatan. Pembekuan izin dapat dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk kepada pemegang izin yang tidak memenuhi kewajibannya sampai dengan berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga tidak melaksanakan kewajibannya dan dikenakan masa berlakunya selama enam (6) bulan sejak sanksi dijatuhkan.
3. Pencabutan Izin
Sanksi administrasi pencabutan izin dapat dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk kepada pemegang izin apabila dalam kurun waktu pembekuan izin telah berakhir, pemegang izin belum juga melaksanakan kewajibannya.
2. Verifikasi Data 3. Hasil Verifikasi
Komersial
Non Komersial
a. Diajukan ke Menteri KP, Gubernur, Walikota/Bupati dan/atau pejabat berwenang b. Menjelaskan metode, jumlah, dan jenis alat tangkap yang digunakan c. Melampirkan surat pernyataan kesanggupan tidak melanggar peraturan yang berlaku
BAB V
Diterima Penerbitan Izin
Ditolak
28
29
PENUTUP Penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di berbagai wilayah dan rencana pencapaian luasan kawasan sekitar 20 juta hektar pada tahun 2020 merupakan upaya serius Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mewujudkan penyediaan kawasan perikanan yang produktif, dengan didukung sistem zonasi pengelolaannya yang berkelanjutan. Pemerintah juga memberi kewenangan dan memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk berpartisipasi mewujudkan KKP di daerahnya, dalam wujud Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya dan ekosistem di dalam KKP merupakan tanggung jawab semua pihak.
Aktivitas yang berpeluang dilakukan di dalam KKP tidak hanya terfokus pada kegiatan perikanan budi daya dan perikanan tangkap, tetapi juga kegiatan pariwisata, penelitian, dan pendidikan, dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang lebih luas. Ini berarti KKP bukan merupakan wilayah ”eksklusif” yang hanya bisa dimanfaatkan oleh pihakpihak tertentu. Perspektif ini untuk menegaskan kepada kita semua bahwa KKP dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai keperluan kehidupan manusia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, diharapkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan KKP memiliki kesadaran kolektif untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap kelangsungan hidup sumber daya perikanan dan kelautan, serta kelestarian ekosistem di dalam KKP.
Buku ”Pedoman Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penangkapan” berisi uraian mengenai pengertian konservasi perairan, kriteria alat penangkapan ikan yang dioperasikan, prosedur dan tatacara izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan, serta sanksi atas pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pemegang izin penangkapan. Pedoman ini akan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pedoman teknis, dengan memperhatikan karakteristik lokalitas setiap kawasan konservasi perairan.
DAFTAR PUSTAKA
30
31
Lampiran Damanik, Riza; Budiarti Prasetiamartati; Arif Satria. 2006. Menuju Konservasi yang Pro Rakyat dan Pro Lingkungan. Jakarta: WALHI.
Geertz, Clifford. 1983. Local Knowledge: Further Essays in Interpretive Anthropology. New Yor: Basic Books. Kartodiharjo, Hariadi dan Hira Jhamtani. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing.
Keraf, Sonny A. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Nuitja, I Nyoman Sumerta. 2010. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Bogor: IPB Press.
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Penerbit Wedatama Widya Sastra.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudirman dan Achmar Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.
32
33
34
35
36
37
38
39
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya ikan sebagai bagian kekayaan bangsa Indonesia perlu dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, dengan mengusahakannya secara berdaya guna dan berhasil guna serta selalu memperhatikan kepentingan dan kelestariannya; b. bahwa mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000 belum mampu menampung perkembangan dan kebutuhan di bidang usaha Perikanan, sehingga dipandang perlu mengatur kembali Usaha Perikanan dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943) ; 3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3260); 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); 6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647); 7. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3687); 8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
40
9. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG USAHA PERIKANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. 2. Perusahaan perikanan Indonesia adalah perusahaan yang melakukan usaha perikanan dan dilakukan oleh Warga Negara Republik Indonesia atau Badan Hukum Indonesia. 3. Perusahaan perikanan Asing adalah perusahaan yang melakukan usaha penangkapan ikan dan dilakukan oleh warga negara asing atau badan hukum asing. 4. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. 5. Petani ikan, yang selanjutnya disebut Pembudidayaan Ikan, adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. 6. Izin Usaha Perikanan (IUP) adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. 7. Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk untuk melakukan survey atau eksplorasi perikanan. 8. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan. 9. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan. 10. Perluasan usaha penangkapan ikan adalah penambahan jumlah kapal perikanan dan/atau penambahan jenis kegiatan usaha yang berkaitan, yang belum tercantum dalam IUP. 11. Perluasan usaha pembudidayaan ikan adalah penambahan areal lahan dan/atau penambahan jenis usaha kegiatan usaha kegiatan usaha yang belum tercantum dalam IUP.
41
12. Surat Penangkapan Ikan (SPI) adalah surat yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUP. 13. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah surat izin yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan pengangkutan ikan. 14. Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM) adalah rekomendasi tertulis untuk menangkap ikan yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kepada perusahaan perikanan dengan fasilitas penanaman modal. 15. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan. BAB II PERIZINAN USAHA PERIKANAN Pasal 2 (1) Usaha perikanan terdiri dari: a. usaha penangkapan ikan; dan/atau b. usaha pembudidayaan ikan. (2) Usaha pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi jenis kegiatan: a. pembudidayaan ikan di air tawar; b. pembudidayaan ikan di air payau; dan/atau c. pembudidayaan ikan di laut. Pasal 3 (1) Usaha perikanan di wilayah perikanan Republik Indonesia hanya boleh dilakukan oleh perorangan Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia termasuk koperasi. (2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan di bidang penangkapan ikan, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban Negara Republik Indonesia berdasarkan ketentuan persetujuan internasional atau hukum internasional yang berlaku. (3) Wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. perairan Indonesia; b. sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia; c. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Pasal 4 Perusahaan perikanan Indonesia bekerjasama dengan nelayan dan/atau pembudidaya ikan dalam suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 5 (1) Perusahaan yang melakukan usaha perikanan, wajib memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP).
42
(2) IUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan untuk masing-masing usaha perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan berlaku selama perusahaan melakukan kegiatan usaha perikanan. (3) Izin usaha bagi perusahaan perikanan dengan fasilitas penanaman modal yang akan melakukan usaha penangkapan ikan, diterbitkan berdasarkan Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM) dan persyaratan lain di bidang penanaman modal. (4) Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan koordinat daerah penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis alat penangkap ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan. (5) Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan ikan, dicantumkan daerah pengumpulan/pelabuhan muat, pelabuhan pangkalan, serta jumlah dan ukuran kapal perikanan. (6) Dalam IUP untuk usaha pembudidayaan ikan dicantumkan luas lahan atau perairan dan letak lokasinya. Pasal 6 (1) Kewajiban memiliki IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dikecualikan bagi kegiatan: a. penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan sebuah kapal perikanan tidak bermotor atau menggunakan motor luar atau motor dalam berukuran tertentu; b. pembudidayaan ikan di air tawar yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di kolam air tenang dengan areal lahan tertentu; c. pembudidayaan ikan di air payau yang dilakukan oleh pembudidaya ikan dengan areal lahan tertentu; d. pembudidayaan ikan di laut yang dilakukan oleh pembudidaya ikan dengan areal lahan atau perairan tertentu. (2) Ukuran kapal perikanan dan luas areal lahan atau perairan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. (3) Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatatkan kegiatan perikanannya kepada dinas perikanan daerah atau instansi yang berwenang di bidang perikanan daerah. Pasal 7 (1) Perusahaan perikanan asing yang akan melakukan kegiatan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia wajib memiliki IUP. (2) IUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku sesuai dengan jangka waktu berlakunya persetujuan internasional antara pemerintah negara Republik Indonesia dengan pemerintah negara asing yang bersangkutan. Pasal 8 (1) Kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan atau kapal perikanan berbendera asing yang melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia wajib dilengkapi dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI). (2) SPI untuk kapal perikanan berbendera Indonesia berlaku selama:
43
a. 3 (tiga) tahun, untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin, rawai tuna, jaring insang hanyut, atau huhate; b. 2 (dua) tahun, untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan dapat diberikan perpanjangan oleh pemberi izin. (3) Dalam SPI dicantumkan ketetapan mengenai daerah penangkapan ikan, jenis alat penangkap ikan, dan spesifikasi kapal yang digunakan. (4) SPI untuk kapal perikanan berbendera asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diberikan perpanjangan oleh pemberi izin. Pasal 9 (1) Kapal perikanan yang berfungsi sebagai kapal pendukung penangkapan ikan dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan (kelompok) wajib dilengkapi dengan SPI. (2) Kapal perikanan yang berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan wajib dilengkapi dengan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). (3) SPI dan SIKPI untuk kapal perikanan berbendera Indonesia yang dioperasikan dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku selama: a. 3 (tiga) tahun, untuk kesatuan armada penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin, rawai tuna, jaring insang hanyut, atau huhate; b. 2 (dua) tahun, untuk kesatuan armada penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a; (4) SPI dan SIKPI untuk kapal perikanan berbendera asing yang dioperasikan dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku selama 1 (satu) tahun. (5) Kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan dapat melakukan pengangkutan dari daerah penangkapan ikan ke pelabuhan dan/atau dari pelabuhan ke pelabuhan. (6) Kapal pengangkut ikan berbendera asing dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan dapat melakukan pengangkutan dari daerah penangkapan ikan ke pelabuhan di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan. Pasal 10 (1) Kapal perikanan berbendera asing hanya dapat digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. (2) Kapal perikanan berbendera asing dapat digunakan oleh perusahaan perikanan atau perusahaan bukan perusahaan perikanan untuk mengangkut ikan. (3) Pengaturan lebih lanjut penggunaan kapal perikanan berbendera asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 11 (1) Kapal perikanan yang digunakan oleh perusahaan perikanan Indonesia untuk melakukan pengangkutan ikan yang tidak dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan wajib dilengkapi dengan SIKPI. (2) SIKPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
44
(3) (4) (5) (6)
a. untuk kapal perikanan yang berbendera Indonesia berlaku selama 3 (tiga) tahun; b. untuk kapal perikanan berbendera asing berlaku selama 1 (satu) tahun. Kapal perikanan yang digunakan oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan wajib dilengkapi dengan SIKPI dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun. Kapal pengangkut ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan ayat (3) digunakan mengangkut ikan dari pelabuhan ke pelabuhan di wilayah Republik Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan. Kapal perikanan berbendera asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b yang digunakan oleh perusahaan perikanan Indonesia hanya untuk melakukan pengangkutan ikan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan. Dalam SIKPI kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing paling kurang memuat: a. lokasi pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan; b. perusahaan dan armada penangkap ikan yang didukung pengangkutannya; c. nakhoda dan Anak Buah Kapal; d. identitas kapal.
Pasal 12 Untuk kepentingan kelestarian sumber daya ikan, pemberi izin: a. mempertimbangkan daya dukung sumber daya ikan sebelum memberikan IUP, SPI, dan APIPM; b. mengevaluasi setiap tahun ketetapan mengenai jumlah kapal perikanan, daerah pengangkapan ikan, dan/atau jenis alat pengangkap ikan sebagaimana tercantum dalam IUP, SPI, SIKPI dan APIPM. Pasal 13 (1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk memberikan: a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran di atas 10 Gross Tonnage (GT.10) dan tidak lebih dari 30 Gross Tonnage (GT.30) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 90 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing; b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing. (2) Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan: a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran tidak lebih 10 Gross Tonnage (GT.10) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak
45
lebih dari 30 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing; b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing. (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian IUP, SPI, dan SIKPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dengan berpedoman kepada tata cara pemberian perizinan usaha perikanan yang diatur oleh Menteri. Pasal 14 (1) Kecuali terhadap kegiatan-kegiatan yang menjadi kewenangan Gubernur, Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Menteri atau pejabat yang ditunjuk memberikan IUP, SPI, SIKPI dan APIPM. (2) Kewenangan menerbitkan IUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk perusahaan perikanan dengan fasilitas penanaman modal dilimpahkan oleh Menteri kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. (3) Ketentuan mengenai pemberian IUP, SPI, SIKPI, dan APIPM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maupun pelimpahan kewenangan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri. Pasal 15 (1) Pemegang IUP berkewajiban: a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP; b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian IUP kepada pemberi izin dalam hal akan dilakukan perubahan data dalam IUP; c. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali kepada pemberi izin; (2) Pemegang SPI berkewajiban: a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SPI; b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SPI kepada pemberi izin dalam hal SPI hilang atau rusak, atau akan dilakukan perubahan data yang tercantum dalam SPI; c. menyampaikan laporan kegiatan penangkapan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada pemberi izin; d. mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan. (3) Pemegang SIKPI berkewajiban: a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIKPI; b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SIKPI kepada pemberi izin dalam hal SIKPI hilang atau rusak, atau akan dilakukan perubahan data yang tercantum dalam SIKPI; c. menyampaikan laporan kegiatan pengangkutan ikan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada pemberi izin; d. mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan.
46
(4) Pemegang APIPM berkewajiban: a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam APIPM; b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian kepada pemberi APIPM melalui BKPM dalam hal akan dilakukan perubahan data dalam APIPM; c. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali. BAB III PENCABUTAN IUP, SPI, DAN SIKPI Pasal 16 (1) IUP dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal perusahaan perikanan: a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP; b. melakukan perluasan usaha tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin; c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar; d. menggunakan dokumen palsu; e. selama 1 (satu) tahun sejak IUP dikeluarkan tidak melaksanakan kegiatan usahanya; atau f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) SPI dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal perusahaan perikanan: a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP dan/atau SPI; b. menggunakan kapal perikanan di luar kegiatan penangkapan ikan; c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar; d. menggunakan dokumen palsu; e. IUP yang dimiliki perusahaan perikanan tersebut dicabut oleh pemberi izin; atau f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (3) SIKPI dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal perusahaan perikanan: a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP dan/atau SIKPI; b. menggunakan kapal pengangkut ikan di luar kegiatan pengumpulan dan/atau pengangkutan ikan, atau melakukan kegiatan pengangkutan ikan di luar satuan armada penangkapan ikan (untuk kapal dalam satuan armada/kelompok); c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar; d. selama 1 (satu) tahun sejak SIKPI dikeluarkan tidak melakukan kegiatan pengangkutan ikan; e. IUP yang dimiliki perusahaan perikanan tersebut dicabut oleh pemberi izin; atau f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (4) APIPM dapat dicabut dalam hal perusahaan perikanan: a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam APIPM; b. melakukan perubahan data tanpa persetujuan tertulis dari pemberi APIPM c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar;
47
d. menggunakan dokumen palsu; e. tidak merealisasikan rencana usahanya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya APIPM;atau f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 17 Ketentuan mengenai tata cara pencabutan IUP, SPI, SIKPI, dan APIPM ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. BAB IV PUNGUTAN PERIKANAN Pasal 18 (1) Perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan atau usaha pembudidayaan ikan di laut atau perairan lainnya di wilayah perikanan Republik Indonesia, serta perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dikenakan pungutan perikanan. (2) Pungutan perikanan tidak dikenakan bagi: a. Usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah menjadi hak tertentu dari yang bersangkutan; b. Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1). Pasal 19 (1) Pungutan perikanan dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan usaha perikanan dan atas ikan hasil penangkapan atau pembudidayaan. (2) Pungutan perikanan dikenakan kepada perusahaan perikanan asing atas manfaat yang dapat diperoleh dari penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pasal 20 (1) Pungutan perikanan di bidang penangkapan ikan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia terdiri dari: a. Pungutan Pengusahaan Perikanan; b. Pungutan Hasil Perikanan. (2) Pungutan perikanan di bidang penangkapan ikan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan asing adalah Pungutan Perikanan Asing. Pasal 21 Pungutan Pengusahaan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang digunakan.
48
Pasal 22 (1) Pungutan Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b ditetapkan: a. Untuk kegiatan penangkapan ikan: 1) Bagi perusahaan perikanan skala kecil berdasarkan rumusan 1 % (satu perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan; 2) Bagi perusahaan perikanan skala besar berdasarkan rumusan 2,5 % (dua setengah perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan. b. Untuk kegiatan pembudidayaan ikan sebesar 1 % (satu perseratus) dikalikan harga jual seluruh ikan hasil pembudidayaan. (2) Kriteria perusahaan perikanan skala kecil dan skala besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 23 (1) Pungutan Perikanan Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal yang dipergunakan. (2) Pungutan Perikanan Asing bagi kapal dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan, ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan total GT kapal penangkap ikan dan kapal pendukung yang dipergunakan. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 24 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha perikanan, nelayan dan pembudidaya ikan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pembinaan iklim usaha, sarana usaha, teknik produksi, pemasaran dan mutu hasil perikanan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap dipenuhinya ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan serta penanganan hasil perikanan. BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 25 Setiap perusahaan perikanan yang melanggar ketentuan Pasal 5 dipidana menurut ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
49
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 Seluruh perizinan yang telah diberikan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu perizinan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka: a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3408) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 256, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4058), dinyatakan tidak berlaku. b. Segala peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 28 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 100
50
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN UMUM Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan agar pemanfaatan sumber daya ikan diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Dengan demikian pemanfaatan sumber daya ikan tersebut pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh Warga Negara Republik Indonesia, baik secara perorangan maupun dalam bentuk badan hukum, dan harus dapat dinikmati secara merata, baik oleh produsen maupun konsumen. Pemerataan pemanfaatan sumber daya ikan hendaknya juga terwujud dalam perlindungan terhadap kegiatan usaha yang masih lemah seperti nelayan dan petani ikan kecil agar tidak terdesak oleh kegiatan usaha yang lebih kuat. Oleh karena itu dalam rangka pengembangan usahanya perlu didorong ke arah kerja sama dalam wadah koperasi. Di samping itu diharapkan pula adanya kerja sama antara perusahaan perikanan yang kuat dengan nelayan/pembudidaya ikan kecil dengan dasar saling menguntungkan, misalnya dalam bentuk kemitraan atau kelompok usaha bersama. Walapun sumber daya ikan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, namun demikian dalam memanfaatkan sumber daya ikan tersebut harus senantiasa menjaga kelestariannya. Ini berarti bahwa pengusahaan sumber daya ikan harus seimbang dengan daya dukungnya sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus dan lestari. Dengan kata lain pemanfaatan sumber daya ikan harus dilakukan secara rasional. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui perizinan. Penerapan perizinan tersebut tidak hanya ditujukan bagi perusahaan perikanan yang didirikan oleh orang atau badan hukum Indonesia, akan tetapi juga ditujukan bagi perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Sedangkan bagi nelayan dan pembudidaya ikan kecil, dibebaskan dari kewajiban untuk memiliki izin. Meskipun demikian, untuk keperluan pembinaan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya ikan tetap diperlukan pencatatan terhadap usahanya. Perizinan selain berfungsi untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan juga berfungsi untuk membina usaha perikanan dan memberikan kepastian usaha perikanan. Untuk mendorong pengembangan usaha perikanan, kepada para pengusaha baik perorangan maupun badan hukum, diberikan kemudahan berupa berlakunya izin usaha perikanan selama perusahaan masih beroperasi. Hal ini tidak berarti memberi keleluasaan bagi pengusaha, terutama penangkapan ikan, untuk memanfaatkan sumber daya ikan tanpa kendali. Pengendalian tetap dilakukan dengan penentuan jangka waktu tertentu beroperasinya kapal yang dikaitkan dengan tersedianya sumber daya ikan. Di samping itu masih ada kemudahan lain yaitu untuk semua kegiatan dalam satu bidang usaha perikanan hanya diperlukan sebuah izin. Sebagian besar usaha penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang dalam memasarkan hasil tangkapannya berada dalam posisi yang lemah, sehingga sering mendapatkan harga yang tidak wajar. Di lain pihak, harga ikan pada tingkat konsumen relatif tinggi karena
51
panjangnya mata rantai pemasaran. Oleh karena itu untuk mewujudkan harga yang wajar bagi konsumen dan menguntungkan bagi nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan usahanya sekaligus memperpendek mata rantai pemasaran, Pemerintah memberi bimbingan dan dorongan agar hasil tangkapannya dijual melalui pelelangan. Untuk itu pemerintah menyediakan tempat pelelangan ikan. Sumber daya ikan pada hakekatnya merupakan kekayaan negara. Oleh karena itu perusahaan perikanan Indonesia yang telah memperoleh manfaat dari pemanenan sumber daya ikan maupun usaha pembudidayaan di laut dan di perairan lainnya di wilayah Republik Indonesia, dikenakan pungutan perikanan atas hasil kegiatan perikanannya. Pungutan Perikanan juga dikenakan kepada perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atas manfaat yang dapat diperoleh dari penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Namun bagi para nelayan dan pembudidaya ikan yang hasil usahanya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah menjadi hak tertentu dari yang bersangkutan dibebaskan dari pungutan perikanan. Pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu hal yang penting dalam upaya mengembangkan usaha perikanan. Melalui upaya pembinaan dan pengawasan, Pemerintah menciptakan iklim usaha secara sehat dan mantap, serta melakukan upayaupaya pencegahan penggunaan sarana usaha (produksi) yang tidak sesuai dengan ketentuan, penerapan teknik berproduksi yang efektif dan efisien, serta penerapan pembinaan mutu hasil perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing di pasaran internasional dan melindungi konsumen dari hal-hal yang dapat merugikan serta membahayakan kesehatan. Dari pembinaan dan pengawasan seperti itu diharapkan dapat merangsang perkembangan perusahaan perikanan yang pada akhirnya akan dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa negara dan meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil. Beberapa perkembangan kebutuhan di bidang usaha perikanan tersebut di atas, dalam kenyataannya belum seluruhnya ditampung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang usaha perikanan dengan Peraturan Pemerintah ini. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Usaha pembudidayaan ikan terdiri dari pembudidayaan ikan di air tawar, di air payau dan di laut, yang mencakup seluruh kegiatan pembudidayaan jenis ikan yang dapat dibudidayakan menurut masing-masing kegiatan tersebut, termasuk kegiatan pembenihannya. Apabila dalam permohonan Izin Usaha Perikanan (IUP) rencana usahanya telah mencakup kegiatan pembudidayaan ikan di air tawar, di air payau dan di
52
laut, maka IUP yang diberikan meliputi ketiga kegiatan tersebut. Namun apabila hanya salah satu kegiatan saja, maka IUP hanya diberikan untuk kegiatan tersebut. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pengecualian yang dimaksud adalah pemanfaatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum asing hanya dapat diizinkan di bidang penangkapan ikan sepanjang Negara Republik Indonesia terikat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan persetujuan internasional atau ketentuan–ketentuan hukum internasional yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 4 Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan/atau efisiensi usaha, perusahaan perikanan Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan nelayan dan/atau pembudidaya ikan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pencatatan diperlukan dalam rangka pengumpulan data produksi untuk menentukan pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Perpanjangan izin dapat diberikan dengan mempertimbangkan daya dukung sumber daya ikan yang tersedia. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) SPI dapat diperpanjang selama kebijakan pemerintah terbuka untuk hal tersebut dan sesuai dengan daya dukung sumber daya ikan yang tersedia. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas
53
Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Wilayah administrasi yang dimaksud adalah wilayah administrasi sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pemerintahan Daerah. Ayat (2) Wilayah administrasi yang dimaksud adalah wilayah administrasi sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pemerintahan Daerah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) APIPM diberikan dalam bentuk surat persetujuan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk kepada perusahaan dengan fasilitas penanaman modal melalui BKPM selaku instansi yang mengajukan permohonan alokasi penangkapan ikan. Ayat (2) Penanaman modal dimaksud dilakukan dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Laporan kegiatan usaha tersebut disampaikan kepada pemberi APIPM. Laporan kegiatan usaha dimaksud antara lain memuat hasil tangkapan, produktivitas, pengoperasian kapal, dan penggunaan tenaga kerja. Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas
54
Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4230
55
-24.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
6.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh);
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pengesahan Agreement for Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia);
8.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (Konvensi tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan);
9.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.18/MEN/2010 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Mengingat
:
a.
bahwa dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan, diperlukan data dan informasi perikanan yang akurat terkait dengan kegiatan penangkapan ikan dalam log book penangkapan ikan;
b.
bahwa dalam rangka meningkatkan kegiatan pelaporan harian nakhoda dan kelancaran tugas syahbandar di pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan log book penangkapan ikan, perlu meninjau kembali Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu mengatur Log Book Penangkapan Ikan dengan Peraturan Menteri;
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260);
2.
3.
56
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden 56/P Tahun 2010; 12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/ MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan; 13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009; 57
-4-
-314. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan Pengangkutan Ikan di Laut Lepas; 15. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; Memperhatikan: 1.
2.
Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessel on the High Seas 1993; Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2009; MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN.
PERIKANAN
9.
Sistem Informasi adalah salah satu bentuk sistem pengolahan data perikanan yang dipergunakan dalam proses verifikasi, pengisian data (entry data), validasi data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan log book penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan yang telah ditentukan.
10. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. 11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Pasal 2 (1)
Setiap kapal perikanan yang memiliki SIPI wajib mengisi penangkapan ikan.
(2)
Pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap operasi penangkapan ikan.
(3)
Pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tanggung jawab Nakhoda.
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
2.
Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
3.
Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
4.
58
Kapal Perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian eksplorasi perikanan.
5.
Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
6.
Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
7.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pimpinan tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8.
Log Book Penangkapan Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai kegiatan penangkapan ikan.
log book
Pasal 3 (1)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta standar internasional yang diterima secara umum yang disusun berdasarkan jenis alat penangkapan ikan.
(2)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a.
Log book rawai tuna dan pancing ulur (long line and hand line);
b.
Log book pukat cincin, huhate, dan pancing tonda (purse seine, pole and line, and trolling line); dan
c.
Log book alat penangkapan ikan lainnya. Pasal 4
(1)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berisi informasi mengenai: a. b. c. d.
data kapal perikanan; data alat penangkapan ikan; data operasi penangkapan ikan; dan data ikan hasil tangkapan.
(2)
Pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan data yang sebenarnya (objective) dan tepat waktu (up to date).
(3)
Bentuk, format, dan tata cara pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
59
-5-
-6-
Pasal 5
Pasal 9
(1)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib diserahkan oleh Nakhoda kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Pelabuhan Perikanan sebagaimana tercantum dalam SIPI sebelum dilakukan pendaratan ikan hasil tangkapan.
(2)
Dalam hal pelabuhan yang tercantum dalam SIPI bukan merupakan Pelabuhan Perikanan maka Nakhoda wajib menyerahkan log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal melalui pejabat yang ditunjuk yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(1)
Pasal 6 Kepala Pelabuhan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 melakukan verifikasi dan/atau pengisian data (entry data) log book penangkapan ikan yang diserahkan oleh Nakhoda.
(2)
Verifikasi dan/atau pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Pelabuhan Perikanan atau pelabuhan lain yang tercantum dalam SIPI.
(3)
Pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan bagi Pelabuhan Perikanan atau pelabuhan lain yang tercantum dalam SIPI yang belum mempunyai sistem informasi.
(1)
(2)
(3)
Pasal 7 Hasil verifikasi dan pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaporkan kepada Direktur Jenderal secara periodik setiap 1 (satu) bulan. Direktur Jenderal melakukan validasi data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan terhadap hasil verifikasi dan pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Direktur Jenderal menyampaikan laporan hasil validasi data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan terhadap hasil verifikasi dan pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri sebagai bahan pertimbangan terhadap kebijakan pengendalian sumber daya ikan.
Dalam rangka pelaksanaan log book penangkapan ikan Direktur Jenderal melakukan pembinaan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan, Nakhoda kapal perikanan dan pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan log book penangkapan ikan. Pasal 10 Bagi kapal perikanan yang memiliki SIPI yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, ketentuan mengenai log book penangkapan ikan diatur oleh pemerintah daerah masing-masing dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini. Pasal 11 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, ketentuan yang mengatur mengenai log book penangkapan ikan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2010 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. FADEL MUHAMMAD
Pasal 8
60
(1)
Direktur Jenderal bertanggung jawab atas pelaksanaan dan kerahasiaan data log book penangkapan ikan untuk masing-masing kapal perikanan.
(2)
Dalam rangka pelaksanaan dan kerahasiaan data log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal wajib menyiapkan sarana yang aman untuk penyimpanan log book penangkapan ikan.
61
Log Book Penangkapan Ikan Alat Tangkap Rawai Tuna dan Pancing Ulur di Indonesia
II
Log Book Penangkapan Ikan Alat Tangkap Pukat Cincin, Huhate, dan Pancing Tonda di Indonesia
III
Log Book Penangkapan Ikan di Indonesia
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. FADEL MUHAMMAD
62
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
I
INDONESIAN LONG LINE AND HAND LINE FISHING LOG BOOK
ISI LAMPIRAN
DI INDONESIA
NOMOR LAMPIRAN
ALAT TANGKAP RAWAI TUNA DAN PANCING ULUR
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
TENTANG
Lampiran I : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER. 18/MEN/2010 tentang Log Book Penangkapan Ikan
DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.18/MEN/2010
63
64 65
2
(14) TANGGAL KEBERANGKATAN/DATE OF DEPARTURE Tanggal, bulan dan tahun keberangkatan dari pelabuhan menuju lokasi penangkapan (The day, month and year (ddmmyyyy) of the departure from a port at the start of the fishing trip)
(13) PELABUHAN KEBERANGKATAN/PORT OF DEPARTURE Pelabuhan tempat kapal berangkat menangkap ikan (The full name of the port of departure where the fishing trip begins)
(12) RADIO PANGGIL/CALL SIGN Tanda panggil radio kapal (International radio call sign of the vessel)
(11) DK (DAYA KUDA)/HP (HORSE POWER) Kekuatan / daya motor penggerak utama, diukur dalam daya kuda (horse power) dari mesin utama yang digunakan oleh kapal untuk melakukan penangkapan (The engine power, measured in horse power, of the propultion engine used on the fishing trip)
(10) PANJANG KAPAL/LOA (LENGTH OVER ALL) Panjang total kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan, diukur dalam meter (Length overall in meters according to ship registration certificate)
(9) GT (GROSS TONNAGE) Gross tonnage kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan sesuai yang tercantum pada gross akte kapal (The gross tonnage of the vessel used on the fishing trip according to Ship Registration certificate)
(8) ALAT TANGKAP/FISHING GEAR (LL or HL) LL untuk long line dan HL untuk hand line /pancing ulur (LL or HL: Print the name of the gear used by this vessel – it must be either long line or hand line)
(7) TRIP KE TAHUN INI/TRIP NUMBER THIS YEAR Menyatakan jumlah trip dalam tahun ini (Amount this vessel departed from port at the start of the trip and the number of trips the vessel has been taken this year)
(6) TAHUN/YEAR Tahun saat melakukan trip penangkapan (Print the year in which the vessel departed from port at the start of the trip)
1
(5) NOMOR ID SISTEM PEMANTAUAN KAPAL/VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) ID Cantumkan nomor ID transmitter/VMS (VMS Number ID)
(4) NOMOR SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI)/FISHING LICENSE NUMBER Nomor surat izin penangkapan ikan yang digunakan dalam melakukan penangkapan (The license number of the fishing used on the fishing trip)
(3) NAMA PERUSAHAAN/NAME OF FISHING COMPANY Nama perusahaan yang mengoperasionalkan kapal penangkap ikan (The company’s name of the owner /operator of the vessel)
(2) NAMA KAPAL/NAME OF VESSEL Nama kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Print the name of the vessel where the unloaded catch came from)
(1) HAL__ DARI__/PAGE__OF__ Halaman dari lembar log book yang diisi dari jumlah keseluruhan lembar log book yang diisi dalam satu trip penangkapan (If the trip report consists of several pages fill in the number of this page and the number of all pages).
Lembar log book harus diisi dengan lengkap sesuai alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur (long line dan hand line) yang mempunyai target hasil tangkapan ikan tuna untuk di ekspor. Baik saat trip dimulai, penangkapan, pembongkaran atau pun transit menuju daerah penangkapan sampai trip berakhir. (Logsheets must be completed for each trip. This logsheet must be used by all tuna long line vessels and hand line vessels that target large tunas for export and/or for loining. The start of a trip is defined to occur when a vessel leaves port to transit to a fishing area or to transit to another port to complete unloading. The end of a trip is defined to occur when a vessel unloads part or all of the catch, regardless of whether the unloading took place in port or at sea).
INSTRUCTION OF RECORDING THE INDONESIAN LONG LINE OR HAND LINE LOG BOOK
DENGAN ALAT TANGKAP RAWAI TUNA DAN PANCING ULUR
TATA CARA PENGISIAN FORMULIR LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
66 67
(27) JUMLAH PANCING/NUMBER OF HOOKS
4
(26) WAKTU MULAI SETTING/START FISHING TIME Waktu (jam) setempat ketika long line mulai diturunkan ke laut atau saat hand line mulai beroperasi (for long line, print the local time (hours:minutes) when the crew started placing the long line gear in the water. for hand line, print the time when fishing commenced on that day).
(25) POSISI SETTING/SETTING POSITION Posisi kapal ikan pada saat rembang atas sesuai aktivitas dengan mencantumkan posisi lintang dan bujur (For long line, if a set was made, print the position when the gear was first put in the water (i.e. the start of the set). Otherwise for long line and hand line, print the noon position on that day. The position should be recorded to the nearest minute of latitude and longitude (e.g. “06–22 S” and “125–45 E”).
(24) KODE AKTIVITAS/ACTIVITY CODE Kode aktivitas ditulis nomor kodenya: 1 Setting hanya untuk alat long line/setting (long line only) 2 Penangkapan hanya untuk hand line /Fishing long line only 3 Singgah (tidak melalukan penangkapan)/Transit (no fishing) 4 Penitipan di laut/Transhipping catch at sea 5 Di pelabuhan/In port
(23) BULAN/MONTH Bulan dimulainya setting/menebar alat (Specify the month when the activity started)
(22) TANGGAL/DAY Tanggal dimulainya setting/menebar alat (Specify the day the activity started. The day should correspond to the day on which the crew started the set; record the day number and not the day of the week)
(21) TANGGAL KEDATANGAN/DATE OF ARRIVAL IN PORT Tanggal kedatangan ( hari, bulan dan tahun) di pelabuhan setelah selesai penangkapan. (The day, month and year (ddmmyyyy) of the arrival to a port where the fishing trip ended)
(20) PELABUHAN PENDARATAN/LANDING PORT Pelabuhan tempat kapal membongkar hasil tangkapan (Specify the name of the port where the catch was unloaded)
3
(19) DAERAH/WILAYAH PENANGKAPAN/FISHING GROUND Nama laut tempat operasi penangkapan ikan termasuk apabila menangkap di laut lepas (Name of fishing ground, or high sea area, Not mandatory)
571 Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman 572 Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda 573 Perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa sampai dengan sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Laut Timor bagian barat 711 Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan 712 Perairan Laut Jawa 713 Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali 714 Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda 715 Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau 716 Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera 717 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik 718 Perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur
(18) WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP)/FISHERIES MANAGEMENT ZONE Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan. Harus diisi sesuai daerah penangkapan secara geografis sama dengan daerah pendaratan. Tulis nomor kodenya seperti pada peta. (Fishery Management Zone. Write the code for one of these zones)
(17) ABK ASING/FOREIGN CREW NUMBER Jumlah awak kapal warga negara asing (The number of foreign crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(16) ABK LOKAL/LOCAL CREW NUMBER Jumlah awak kapal warga negara Indonesia (The number of local crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(15) TANDA SELAR/SHIP REGISTRATION NUMBER Nomor dari tanda daftar kapal yang tertera di gross akte kapal (registration number issued by the country in which the vessel is registered)
68 69
6
(35) TANGGAL/DATE Tanggal saat penyerahan log book ke petugas pelabuhan / Date when the log book was finish.
(34) NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS / NAME AND SIGNATURE OF THE INSPECTOR Tanda tangan petugas pada log book untuk menyakinkan bahwa informasi pada log book adalah benar dan lengkap (The inspector signs the log book and ensures that everything in the log book is correct. This field should be filled in when the log book is completed)
(33) NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA/NAME AND SIGNATURE OF THE MASTER Tanda tangan dan nama Kapten Kapal yang mengisi log book (The signature is a validation of given information on fishery) 5
(32) CATATAN/REMARKS Merupakan tempat catatan hal-hal penting yang akan disampaikan ke pihak-pihak yang berwenang dan dapat digunakan sebagai tindak lanjut (Here may important notes to the authorities be registered and it can also be used for notes from inspection)
(31) JUMLAH TOTAL TANGKAPAN/TOTAL CATCH LANDED Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis dalam seluruh masa penangkapan, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summery of all catches by species for the whole fishing period, observe that all species shall be recorded in kilograms)
(30) JUMLAH TANGKAPAN HALAMAN INI/TOTAL CATCH THIS PAGE Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis pada halaman ini, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summary of all catches by speciesin this page, observe that all species shall be recorded in kilograms)
(29) KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN/CATCH COMPOSITION Semua jenis ikan hasil tangkapan Albakor, Mata besar, Madidihang, Tuna, Setuhuk, dan Ikan Pedang harus dicatat sesuai kolom jenis ikan dalam jumlah ekor dan berat (Kg), kelompok jenis ikan lainnya diisi nama atau kode nomor ikan, ekor dan berat (kg). Jika kolom yang tersedia kurang maka diisi pada lembar log book berikutnya (Albacore, Bigeye, Southern Bluefin, Yellowfin, Striped Marlin, Blue Marlin, Black Marlin, and Swordfish: Print the total number of fish by species caught under “NO.”. Print the total estimated whole weight for all fish by species, in kilograms, under “KG”. Other species: For catch of other species not specifically listed, print the full name of the species under “NAME”, or print the FAO species code (refer to table provided). Print the number of fish by species or species group that were caught under “NO”. Print the total estimated whole weight of all fish by species or species group that were caught, in kilograms, under “KG”. When more than one ‘other’ species occurs in a set/day, use additional lines on the logsheet. If a species of special interest (such as a marine turtle, marine mammal or sea bird) is caught, then record the capture on a separate line).
(28) JARAK ANTAR PANCING/HOOKS BETWEEN FLOATS Hanya diisi oleh kapal long line, jarak antara pancing pertama ke pancing berikutnya yang digunakan (for long line only – print the number of hooks used between successive floats for that set)
Jumlah pancing yang dipakai dalam operasi penangkapan ikan (The total number of hooks used in average per set)
70 71
S (DDDº MM') B
BUJUR
U
LINTANG (DDº MM')
ACTIVITY CODES (23) 1 SETTING (LONGLINE ONLY) 2 FISHING (HANDLINE ONLY) 3 TRANSIT (NO FISHING ON THIS DAY) 4 TRANSHIPPING CATCH AT SEA 5 IN PORT - PLEASE SPECIFY PORT
HOOKS BETWEEN FLOATS (27)
KG
m. FMA (17)
HP (10)
NO
KG
ALBACORE
NAME AND SIGNATURE OF MASTER (32)
NOTE (31)
EKOR
FOREIGN CREW (16)
TOTAL LANDED (30)
PAGE TOTAL (29)
POSITION AT NOON (24) NUMBER MONT ACTIVIT START OF H Y CODE TIME (25) HOOKS (22) (23) LATITUDE N LONGITUDE E (26) (DDº MM') S (DDDº MM') W
IND CREW (15)
LLYOD'S REGISTRATION NUMBER (14)
LOA (9)
NAME OF FISHING COMPANY (3) GT (8)
WPP (17)
ALBAKOR
m.
DK (10)
EKOR
KG
MATABESAR KG
MADIDIHANG EKOR
PELABUHAN PENDARATAN (19)
PELABUHAN KEBERANGKATAN (12)
EKOR
KG
EKOR
NO
KG
BIGEYE
NO
KG
YELLOWFIN
FISHING GROUND (18)
CALL SIGN (11)
LANDING PORT (19)
PORT OF DEPARTURE (12)
EKOR KG
HITAM
SETUHUK
STRIPED MARLIN NO KG
BLUE MARLIN NO KG
NAME AND SIGNATURE OF INSPECTOR (33)
SOUTHERN BLUEFIN NO KG
BLACK MARLIN NO KG
KG
THIS YEAR (6)
NO
OTHER SPECIES NAME/NO
DATE (34)
_____
KG
KG
TRIP NO …………..
DATE OF ARRIVAL IN PORT (20)
SWORDFISH NO
EKOR
(1) PAGE _____ OF
TANGGAL (34)
NAMA / N0
DATE OF DEPARTURE (13)
YEAR (5)
KG
JENIS LAIN
TANGGAL KEDATANGAN (20)
TANGGAL KEBERANGKATAN (13)
TAHUN INI (6)
TRIP KE …….
(1) HAL AL _____ DARI _____ TAHUN (5)
IKAN PEDANG (MEKA) EKOR
CATCH COMPOSITION (KILOGRAMS) (28)
FSIHING LICENSE NO (SIPI) (4)
KG
BIRU
SETUHUK
NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS (33)
KG
LORENG
EKOR
SETUHUK
TUNA SIRIP BIRU
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN (KILOGRAM) (28)
DAERAH PENANGKAPAN (18)
RADIO PANGGIL (11)
INDONESIAN LONGLINE / HANDLINE - FISHING LOG BOOK
NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA (32)
CATATAN (31)
JUMLAH TOTAL TANGKAPAN (30)
FISHING GEAR (LL or HL) (7)
DAY (21)
JARAK ANTAR PANCING (27)
ABK ASING (16)
PANJANG KAPAL (9)
JUMLAH TANGKAPAN (HALAMAN INI) (29)
JUMLAH WAKTU PANCING MULAI (26) SETTING (25) T
POSISI PADA REMBANG ATAS JAM 12.00 (24)
SETTING PANCING(HANYA LONGLINE) PENANGKAPAN (HANYA HANDLINE) SINGGAH (TIDAK ADA PENANGKAPAN HARI INI) PENITIPAN HASIL TANGKAPAN DI LAUT DI PELABUHAN - NAMA PELABUHAN
NAME OF VESSEL (2)
1 2 3 4 5
KODE AKTIVITAS (23)
KODE BULAN AKTIVIT (22) AS (23)
ABK LOKAL (15)
TANDA SELAR (14)
TGL (21)
GT (8)
NO. SIPI (4)
LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN - ALAT TANGKAP RAWAI TUNA DAN PANCING ULUR DI INDONESIA NAMA PERUSAHAAN (3)
ALAT TANGKAP (7)
NAMA KAPAL (2)
72 73
1
(5) NOMOR ID SISTEM PEMANTAUAN KAPAL/VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) ID Cantumkan nomor ID transmitter/VMS (VMS Number ID)
(4) NOMOR SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI)/FISHING LICENSE NUMBER Nomor surat izin penangkapan ikan yang digunakan dalam melakukan penangkapan (The license number of the fishing used on the fishing trip.)
(3) NAMA PERUSAHAAN/NAME OF FISHING COMPANY Nama perusahaan yang mengoperasionalkan kapal penangkap ikan (The company’s name of theowner /operator of the vessel)
(2) NAMA KAPAL/NAME OF VESSEL Nama kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Print the name of the Vessel where the unloaded catch came from)
(1) HAL___ DARI___/PAGE___OF___ Halaman dari lembar log book yang diisi dari jumlah keseluruhan lembar log book yang diisi dalam satu trip penangkapam (If the trip report consists of several pages fill in the number of this page and the number of all pages).
Lembar log book harus diisi dengan lengkap sesuai alat tangkap pukat cincin, huhate dan pancing tonda (purse seine, pole & line and trolling line) yang mempunyai target hasil tangkapan ikan tuna untuk diekspor . Baik saat trip mulai, penangkapan, pembongkaran atau transit menuju daerah penangkapan sampai trip berakhir. ( Logsheets must be completed for each trip. This logsheet must be used by all purse seine, pole & line and trolling line vessels that target PELAGIC TUNAS (e.g. Skipjack and Yellowfin) and not small pelagic fish which typically use nets with smaller mesh sizes. The start of a trip is defined to occur when a vessel leaves port to transit to a fishing area or to transit to another port to complete unloading. The end of a trip is defined to occur when a vessel enters port to unload part or all of the catch. Note that the end of a trip can be defined as the point when a carrier vessel in a group purse seine operation returns to port to offload the catch from a catcher vessel in that group seine operation).
INSTRUCTION OF RECORDING THE INDONESIAN PURSE SEINE, POLE & LINE AND TROLLING LINE LOG BOOK
DENGAN ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN, HUHATE DAN PANCING TONDA
TATA CARA PENGISIAN FORMULIR LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
INDONESIAN PURSE SEINE, POLE AND LINE AND TROLLING LINE
DI INDONESIA
PUKAT CINCIN, HUHATE DAN PANCING TONDA
ALAT TANGKAP
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
Lampiran II : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.18/MEN/2010 tentang Log Book Penangkapan Ikan
74 75
3
(19) DAERAH/WILAYAH PENANGKAPAN/FISHING GROUND Nama laut tempat operasi penangkapan ikan termasuk apabila menangkap di laut lepas (Name of fishing ground, or high sea area, Not mandatory)
571 Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman 572 Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda 573 Perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa sampai dengan sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Laut Timor bagian barat 711 Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan 712 Perairan Laut Jawa 713 Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali 714 Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda 715 Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau 716 Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera 717 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik 718 Perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur
(18) WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP)/FISHERIES MANAGEMENT ZONE Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan. Harus diisi sesuai daerah penangkapan secara geografis sama dengan daerah pendaratan. Tulis nomor kodenya seperti pada peta. (Fishery Management Zone. Write the code for one of these zones)
(17) ABK ASING/FOREIGN CREW NUMBER Jumlah awak kapal warga negara asing (The number of foreign crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(16) ABK LOKAL/LOCAL CREW NUMBER Jumlah awak kapal warga negara Indonesia (The number of local crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(15) TANDA SELAR/SHIP REGISTRATION NUMBER Nomor dari tanda daftar kapal yang tertera di gross akte kapal (registration number issued by the country in which the vessel is registered)
(14) TANGGAL KEBERANGKATAN/DATE OF DEPARTURE Tanggal, bulan dan tahun keberangkatan dari pelabuhan menuju lokasi penangkapan (The day, month and year (ddmmyyyy) of the departure from a port at the start of the fishing trip) 2
(13) PELABUHAN KEBERANGKATAN/PORT OF DEPARTURE Pelabuhan tempat kapal berangkat menangkap ikan (The full name of the port of departure where the fishing trip begins)
(12) RADIO PANGGIL/CALL SIGN Tanda panggil radio kapal (International radio call sign of the vessel)
(11) DK (DAYA KUDA)/HP (HORSE POWER) Kekuatan/daya motor penggerak utama, diukur dalam daya kuda (horse power) dari mesin utama yang digunakan oleh kapal untuk melakukan penangkapan (The engine power, measured in horse power, of the propultion engine used on the fishing trip)
(10) PANJANG KAPAL/LOA (LENGTH OVER ALL) Panjang total kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan, diukur dalam meter (Length overall in meters according to ship registration certificate)
(9) GT (GROSS TONNAGE) Gross tonnage kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan sesuai yang tercantum pada gross akte kapal (The gross tonnage of the vessel used on the fishing trip according to Ship Registration certificate)
(8) ALAT TANGKAP / FISHING GEAR (PS, PL or TL) PS untuk purse seine (pukat cincin) dan PL untuk pole & line (huhate) serta TL untuk trolling line ( Pancing tonda) (PS, PL or TL): Print the name of the gear used by this vessel – it must be either purse seine, pole-and-line or trolling line)
(7) TRIP KE TAHUN INI/TRIP NUMBER THIS YEAR Menyatakan jumlah trip dalam tahun ini (Print the number of trips the vessel has taken this year, including this trip (See the definitions of the start and end of a trip)
(6) TAHUN/YEAR Tahun saat melakukan trip penangkapan (Print the year in which the vessel departed from port at the start of the trip)
76 77
4
Tanpa gerombolan/ Unassociated Sedang makan umpan /Feeding on bathfish Diantara sampah atau binatang yang mati/Drifting log Di rumpon yang bebas/Drifting fad or payao Di rumpon yang tetap berlabuh/Anchored fad or payao Diantara ikan paus / Live whale Diantara hiu-paus/Live whale shark Lainnya/Other
5
(29) KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN /CATCH COMPOSITION Semua jenis ikan hasil tangkapan,Cakalang, Madidihang, Tuna mata besar, Lisong, Sunglir dan Lemadang harus dicatat sesuai kolom jenis ikan dalam jumlah ekor dan berat (kg). Kelompok jenis ikan lainnya diisi nama atau kode nomer ikan, ekor dan berat (kg). Jika kolom yang tersedia kurang maka diisi pada lembar log book berikutnya (Catch: Skipjack, Yellowfin, Bigeye, Frigate, Bullet, Rainbow Runner, Mahi-mahi and Other: Print the estimated weights of fish (by species) caught in the set, kilograms. If a species other than skipjack, yellowfin, bigeye, frigate, bullet, rainbow runner, mahi-mahi was caught, print the name of the species in the column under Other Species, Name, (or print the FAO species code–refer to table provided) and the estimated amount caught under Other Species, KGS. If a
(28) WAKTU SELESAI MENANGKAP/END TIME FISHING Waktu /jam dan menit saat selesai operasi penangkapan pada hari itu (end time [set or fishing]: For purse seine, print the local time when the set operation ended (e.g. when the net was completely onboard). For pole & line and trolling line, print the time when ended started on that day)
(27) WAKTU MULAI SETTING/ START FISHING TIME Waktu (jam) setempat ketika purse seine mulai diturunkan ke laut atau saat pole & line serta trolling line mulai beroperasi (start time [set or Fishing]: for purse seine, print the local time when the set operation started (e.g. when the skiff was put in the water). For pole & line, print the time when fishing started on that day)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kode gerombolan ikan pada saat ditangkap oleh pukat cincin, ditulis nomor kodenya ( For purse seine vessels only. Schools of tuna are often associated with a floating object or an animal. If the school was not associated with anything, then use School Association)
(26) KODE GEROMBOLAN IKAN/SCHOOL ASS CODE
(25) POSISI SETTING/SETTING POSITION Posisi kapal ikan pada saat rembang atas sesuai aktivitas dengan mencantumkan posisi lintang dan bujur pada jam 12.00 (For purse seine, if a set was made, print the position of the set, otherwise if no sets were made during the day, print the the noon position on that day. For pole & line, in all cases, print the position at noon. The position should be recorded to the nearest minute of latitude and longitude (e.g. “06–22 S” and “125–45 E”), usually referring to GPS units).
(24) KODE AKTIVITAS/ACTIVITY CODE Kode aktivitas ditulis nomor kodenya: 1 Setting hanya untuk alat purse seine ( pukat cincin) /setting ( purse seine only) 2 Penangkapan hanya untuk pole & line (huhate) / Fishing (pole and line only) 3 Singgah (tidak melalukan penangkapan)/Transit No Fishing 4 Penitipan di laut/Transhipping catch at sea 5 Di pelabuhan (nama pelabuhan)/In port, please specify port 6 Mencari / Searching 7 Tidak menangkap/No Fishing but not in transit
(23) BULAN/MONTH Bulan dimulainya setting/menebar alat (Specify the month when the activity started)
(22) TANGGAL/DAY Tanggal dimulainya setting/menebar alat (Specify the day the activity started. The day should correspond to the day on which the crew started the set; record the day number and not the day of the week)
(21) TANGGAL KEDATANGAN/DATE OF ARRIVAL IN PORT Tanggal kedatangan (hari, bulan dan tahun) di pelabuhan setelah selesai penangkapan. (The day, month and year (ddmmyyyy) of the arrival to a port where the fishing trip ended)
(20) PELABUHAN PENDARATAN/LANDING PORT Pelabuhan tempat kapal membongkar hasil tangkapan (Specify the name of the port where the catch was unloaded)
78 79
KODE AKTIVIT AS (23)
1. TANPA GEROMBOLAN 2. MAKAN PADA UMPAN 3. PUING, SAMPAH ATAU BINATANG YANG MATI 4. RUMPON YANG BEBAS 5. RUMPON YANG TETAP (BERLABUH) 6. IKAN PAUS YANG HIDUP 7. HIU PAUS YANG HIDUP 8. LAINNYA
KODE GEROMBOLAN IKAN (25)
POSISI REMBANG ATAS PADA KODE JAM 12.00 (24) GEROMBOLAN LINTANG U BUJUR T IKAN (25) (DDº MM') S (DDDº MM') B
1. SETTING JARING (PURSE SEINE) 2. PENANGKAPAN (POLE & LINE) 3. SINGGAH (TIDAK ADA PENANGKAPAN HARI INI) 4. PENITIPAN HASIL TANGKAPAN DI LAUT 5. DI PELABUHAN - NAMA PELABUHAN 6. MENCARI 7. TIDAK PENANGKAP (TIDAK SINGGAH)
KODE AKTIVITAS (23)
BULAN (22)
ABK LOKAL (15)
TANDA SELAR (14)
TGL (21)
GT (8)
JUMLAH TOTAL TANGKAPAN (30)
NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA (32)
CATATAN (31)
WPP (17)
DK (10)
PELABUHAN PENDARATAN (19)
PELABUHAN KEBERANGKATAN (12)
NAMA/NO
KG
NAMA/NO
NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS (33)
LEMADANG
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN (KILOGRAM) (28)
DAERAH PENANGKAPAN (18)
RADIO PANGGIL (11)
NO. SIPI (4)
WAKTU TONGKOL LISONG SUNGLIR CAKALANG MADIDIHANG MATABESAR SELESAI (27) KRAI
m.
JUMLAH TANGKAPAN (HALAMAN INI) (29)
WAKTU MULAI (26)
SETTING/MENANGKAP
ABK ASING (16)
PANJANG KAPAL (9)
NAMA PERUSAHAAN (3)
LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN - ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN, HUHATE DAN PANCING TONDA DI INDONESIA ALAT TANGKAP (7)
NAMA KAPAL (2)
6
(35) TANGGAL/DATE Tanggal saat penyerahan log book ke petugas pelabuhan / Date when the log book was finish.
TRIP KE ……… TAHUN INI (6)
(1) HAL_____ DARI _____
KG
NAMA/NO
JENIS LAIN NAMA/NO KG
TANGGAL (34)
KG
TANGGAL KEDATANGAN (20)
TANGGAL KEBERANGKATAN (13)
TAHUN (5)
(34) NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS / NAME AND SIGNATURE OF THE INSPECTOR Tanda tangan petugas pada log book untuk menyakinkan bahwa informasi pada log book adalah benar dan lengkap (The inspector signs the log book and ensures that everything in the log book is correct. This field should be filled in when the log book is completed)
(33) NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA/NAME AND SIGNATURE OF THE MASTER Tanda tangan dan nama Kapten Kapal yang mengisi log book (The signature is a validation of given information on fishery)
(32) CATATAN/REMARKS Merupakan tempat catatan hal-hal penting yang akan disampaikan ke pihak-pihak yang berwenang dan dapat digunakan sebagai tindak lanjut (Here may important notes to the authorities be registered and it can also be used for notes from inspection)
(31) JUMLAH TOTAL TANGKAPAN/TOTAL CATCH LANDED Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis dalam seluruh masa penangkapan, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summery of all catches by species for the whole fishing period, observe that all species shall be recorded in kilograms)
(30) JUMLAH TANGKAPAN HALAMAN INI/TOTAL CATCH THIS PAGE Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis pada halaman ini, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summary of all catches by speciesin this page, observe that all species shall be recorded in kilograms)
species of special interest (such as a marine turtle, marine mammal or sea bird) is caught, then record the capture Other Species, Name. When more than three ‘other’ species occurs in a set, use additional lines on the logsheet)
80 81
(DDº MM')
LATITUDE
FOREIGN CREW (16)
LOA (9)
SCHOOL ASSOCIATION CODES
SKIPJACK
FMA (17)
HP (10)
NAME/NO
KG
NAME/NO
NAME AND SIGNATURE OF INSPECTOR (33)
MAHI-MAHI
THIS YEAR (6)
KG
NAME/NO
OTHER SPECIES NAME/NO
DATE (34)
KG
DATE OF ARRIVAL IN PORT (20)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010
(INDONESIAN FISHING LOG BOOK)
KG
(1) PAGE_____ OF _____ TRIP NO ……………
DATE OF DEPARTURE (13)
YEAR (5)
Lampiran III : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.18/MEN/2010 tentang Log Book Penangkapan Ikan
RAINBOW RUNNER
CATCH COMPOSITION (KILOGRAMS) (28) FRIGATE BULLET TUNA TUNA
LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN DI INDONESIA
BIGEYE
LANDING PORT (19)
PORT OF DEPARTURE (12)
FISHING LICENSE NO (SIPI) (4)
FISHING GROUND (18)
CALL SIGN (11)
YELLOWFIN
NAME AND SIGNATURE OF MASTER (32)
NOTE (31)
TOTAL LANDED (30)
PAGE TOTAL (29)
SET or FISHING SCHOOL N LONGITUDE E ASSOCIATIO START END S (DDDº MM') W N CODE (25) TIME (26) TIME (27)
1. SETTING (PURSE SEINE ONLY)) (25) 2. FISHING (POLE AND LINE ONLY) 1. UNASSOCIATED 3. TRANSIT (NO FISHING ON THIS 2. FEEDING ON BAITFISH DAY) 3. DRIFTING LOG 4. TRANSHIPPING CATCH AT SEA 4. DRIFTING FAD OR PAYAO 5. IN PORT - PLEASE SPECIFY PORT 5. ANCHORED FAD OR PAYAO 6. SEARCHING 6. LIVE WHALE 7. NO FISHING (BUT NOT IN TRANSIT) 7. LIVE WHALE SHARK 8. OTHER
ACTIVITY CODES (23)
(23)
TY DAY MONTH (21) (22) CODE
POSITION AT NOON (24)
IND CREW (15)
LLOYD'S REGISTRATION NUMBER (14)
ACTIVI
GT (8)
NAME OF FISHING COMPANY (3)
INDONESIAN PURSE SEINE, POLE & LINE AND TROLLING LINE - FISHING LOG BOOK FISHING GEAR (PS, PL or TL ) (7)
NAME OF VESSEL (2)
82 83
Hal ini mengakibatkan tidak tertutupinya biaya operasi penangkapan atau dengan kata lain
Jika pelaku penangkapan merugi, Pemerintahpun ikut rugi karena selain pendapatan bukan pajak dari
Bisa dibayangkan bahwa bila data hasil tangkapan yang
2
Nomor surat izin penangkapan ikan yang digunakan dalam melakukan penangkapan (The licence number of the vessel used on the fishing trip.)
(4) NOMOR SIPI / FISHING LICENSE NUMBER (SIPI)
(3) NAMA PERUSAHAAN / NAME OF FISHING COMPANY Nama perusahaan yang mengoperasionalkan kapal penangkap ikan (The company’s name of the owner /operator of the vessel)
(2) NAMA KAPAL / VESSEL NAME Nama kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan. (Print the name of the Vessel where the unloaded catch came from).
(1) HAL___ DARI/PAGE__OF Halaman dari lembar log book yang diisi dari jumlah keseluruhan lembar logbook yang diisi dalam satu trip penangkapam (If the trip report consists of several pages fill in the number of this page and the number of all pages).
ISTILAH DALAM PENGISIAN FORM LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN INSTRUCTION OF RECORDING THE INDONESIAN LOGBOOK
E. Kolom pada setiap nomor diisi sesuai dengan petunjuk istilah di Form Log book Penangkapan Ikan secara lengkap
D. Pengisian Logbook penangkapan ikan sesuai dengan kolom yang telah disediakan
C. Form isian logbook merupakan dokumen yang terdiri dari 2 (dua) rangkap, Form berwarna putih diserahkan kepada petugas pelabuhan perikanan tempat kapal mendarat, sedangkan yang berwarna merah disimpan di kapal / perusahaan.
B. Pengisian dilakukan secara hati-hati dan dihindari adanya coretan kesalahan.
A. Lembar Logbook diisi dengan menggunakan pensil atau ballpoint bertinta hitam.
TATACARA PENGISIAN LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN PROSEDUR TO FILL IN INDONESIAN LOG BOOK
1
Pelabuhan Perikanan tempat Pelaku penangkapan membongkar hasil tangkapan kepada petugas di Pelabuhan Perikanan.
diwajibkan mengisi logbook penangkapan secara rutin pada setiap operasi penangkapan dan menyampaikan isian logbook penangkapan di
No. 5 tahun 2008 sebagaimana diubah dalam Permen 12 tahun 2009. Dalam rangka mendukung kebijakan di atas para pelaku penangkapan
Kewajiban memberikan data hasil tangkapan kepada Pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Permnen
dan pelaku perikanan merugi.
kapal menjadi terlalu banyak, yang berakibat langsung pada hasil tangkapan menjadi menurun, tidak tertutupnya biaya operasi penangkapan
satu kebijakan dimaksud berkaitan dengan alokasi jumlah kapal yang diijinkan, maka menjadi tidak benar dan dapat mengakibatkan jumlah
diberikan oleh pelaku penangkapan tidak benar dan atau tidak tersedia, maka kebijakan pengelolaan akan menjadi tidak tepat atau jika salah
data yang disampaikan salah maka hasil analisa yang dihasilkan akan tidak benar.
sumberdaya ikan, hasil analisa yang dilakukan pemerintah sangat tergantung oleh data yang masuk dari para pelaku, hal ini disebabkan jika
hasil tangkapan oleh pelaku penangkapan kepada Pemerintah, data hasil tangkapan yang terkumpul dipakai sebagai dasar dalam menganalisa
antara pemerintah dengan pelaku usaha perikanan dalam mengelola sumberdaya ikan. Kerjasama ini ditandai dengan disampaikannya data
Agar Usaha penangkapan dapat berkesinambungan dikarenakan adanya pengelolaan perikanan yang tepat, diperlukan kerjasama
pelaku penangkapan akan menurun juga mencerminkan ketidak mampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya perikanan.
merugikan pelaku penangkapan.
akan rendah.
hasil tangkapan per kapal
dengan
Namun bila jumlah pelaku penangkapan lebih banyak dari sumberdaya ikan yang tersedia, maka
disertai
meningkatnya hasil tangkapan per operasi.
Pelaku penangkapan senang bila hasil tangkapannya senantiasa menghasilkan tangkapan yang kontinyu dan
PENDAHULUAN
84 85
Pukat hela pertengahan lainnya
Pukat dorong berkapal satu jaring Pukat dorong berkapal dua jaring Pukat dorong lainnya Penggaruk berkapal Penggaruk tanpa kapal Muro ami
04.2.2 04.9.0 05.1.0 05.2.0 20.1.0
Pukat hela dasar berpalang Pukat hela dasar berpapan Pukat hela dasar dua kapal Pukat hela dasar lainnya Pukat dorong tanpa kapal
Pukat cincin dua kapal Jaring lingkar tanpa tali kerut/Lampara Pukat Tarik Pantai Payang Dogol Cantrang Lampara dasar Pukat tarik lainnya Pukat Hela Pertengahan Berpapan Pukat hela pertengahan dua kapal
Nama Alat Tangkap
Pukat cincin satu kapal
04.2.1
01.1.2 01.2.0 02.1.0 02.2.1 02.2.2 02.2.3 02.2.4 02.9.0 03.1.1 03.1.2 03.1.9 03.2.1 03.2.2 03.2.3 03.2.9 04.1.0
No kode
01.1.1
3
Alat penjepit dan melukai (grapping and wouding gears)
Perangkap (traps)
09.3.0 09.9 1 11.1.0 11.2.0 11.3.0 11.9.0
09.2.2
08.3.0 08.4.0 08.9.0 09.1.0 09.2.1
Kelompok No kode Jaring angkat 06.1.1 (lift net) 06.1.2 06.2.1 06.2.2 06.2.3 06.9.0 Alat yang 07.1.0 dijatuhkan dan 07.2.1 di tebarkan 07.2.2 (falling gears) 07.9.0 Jaring insang ( 08.1.0 Gill net) 08.2.0
gombong,apong) Perangkap tanpa sayap (ambal, togo, jermal, pengerih) Bubu Perangkap ikan peloncat Ladung Tombak Panah Alat penjepit dan melukai lainnya
Jaring insang berlapis Jaring insang berlapis Jaring insang lainnya Perangkap berpenaju Perangkap bersayap (pukat labuh,
Bagan tancap Bagan rakit Bagan perahu Anco berkapal/bouke ami Jaring angkat lainnya Jala tebar Jala jatuh tanpa kapal Jala jatuh berkapal Alat jatuh lainnyat Jaring insang hanyut Jaring insang tetap
Nama Alat Tangkap Anco tanpa kapal
4
(16) ABK LOKAL / LOCAL CREW NUMBER Jumlah awak kapal warga negara Indonesia (The number of local crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(15) TANDA SELAR /SHIP REGISTRATION NUMBER Nomor dari tanda daftar kapal yang tertera di Gross akte kapal (registration number issued by the country in which the vessel is registered )
(14) TANGGAL KEBERANGKATAN / DEPARTURE DATE Tanggal keberangkatan dari pelabuhan menuju lokasi penangkapan (The day, month and year (ddmmyyyy) of the departure from a port at the start of the fishing trip)
(13) PELABUHAN KEBERANGKATAN / PORT OF DEPARTURE Pelabuhan tempat kapal berangkat menangkap ikan (The port where the fishing trip begins)
(12) RADIO PANGGIL/CALL SIGN Tanda panggilan radio kapal (The call sign of the vessel)
(11) DK- DAYA KUDA / HP- HORSE POWER Kekuatan / daya motor penggerk utama, diukur dalam daya kuda (horse power) dari mesin utama yang digunakan oleh kapal untuk melakukan penangkapan (The engine power, measured in Horsepower, of the propultion engine used on the fishing trip)
(10) PANJANG KAPAL /LOA (LENGTH OVER ALL) Panjang total kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan, diukur dalam meter (Length overall in meters according to ship regristation certificate)
(9) GT (GROSS TONNAGE) Grosstonase kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan (The Gross tonnage of the vessel used on the fishing trip)
Penggaruk(dred ged) Muro ami
push net)
Pukat dorong (
Pukat hela (trawl)
Pukat tarik ( seine net)
Jarring Lingkar ( Sourrond net)
Kelompok
(8) KODE JENIS ALAT TANGKAP/TYPE OF FISHING GEAR Ditulis no kode alat tangkapnya.
Menyatakan jumlah trip dalam tahun ini (Amount this vessel departed from port at the start of the trp and the number of trips the vessel has been taken this year)
(7) TRIP KE TAHUN INI/TRIP NUMBER THIS YEAR
Tahun saat melakukan trip penangkapan (Print the year in which the vessel departed from port at the start of the trip)
(6) TAHUN/YEAR
(5) NOMOR ID SYSTEM PEMANTAUAN KAPAL /VESSEL MONITORING SYSTEM ( VMS) ID Cantumkan nomor ID transmiter / VMS (Number ID VMS)
86 87
6
(32) TANGGAL/DATE Tanggal saat penyerahan log book ke petugas pelabuhan ( Date when the log book was finished)
(31) NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS/NAME AND SIGNATURE OF THE INSPECTOR Tanda tangan pada log book untuk menyakinkan bahwa informasi pada log book adalah benar dan lengkap (The master signs the logbook and ensures that everything in the log book is correct. This field should be filled in when the logbook is completed)
(30) NAMA DAN TANDATANGAN NAKHODA/ NAME AND SIGNATURE OF THE MASTER Tanda tangan nahkoda pada logbook untuk menyakinkan bahwa informasi pada logbook adalah benar dan lengkap (The master signs the logbook and ensures that everything in the logbook is correct. This field should be filled in when the logbook is completed)
(29) CATATAN / REMARKS Merupakan tempat catatan hal hal penting yang akan disampaikan kepihak – pihak yang berwenang dan dapat digunakan sebagai tindaklanjut (Here may important notes to the authorities be registered and it can also be used for notes from inspection)
(28) TOTAL JENIS IKAN YANG DIJUAL / TOTAL CATCH SOLD Merupakan jumlah keseluruhan ikan tertangkap yang dijual setiap jenis dalam seluruh masa operasi (This is a summery of all catches sold by species for the whole fishing period. Observe that all species shall be recorded in kilograms)
(27) TOTAL JENIS IKAN YANG DIDARATKAN / TOTAL CATCH LANDED Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis dalam seluruh masa penangkapan, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summery of all catches by species for the whole fishing period. Observe that all species shall be recorded in kilograms)
(26) JENIS IKAN LAINNYA / OTHER SPECIES Kelompok jenis ikan yang tidak termasuk target, diisi dalam kg (Group of other non species targeted)
(25) JENIS IKAN / CATCH Semua jenis ikan hasil tangkapan harus dicatat , jika kolum yang tersedia tidak cukup menampung jumlah jenis ikan yang tertangkap dilanjutkan diisi pada lembaran log book baru, dicatat dalam kilogram (Kg). (All quantity caught during the fishing trip shall be recorded here. If the columns are outnumbered by the species caught, continue on a new logbook. Observe that all quantities shall be recorded in kilograms Nama jenis ikan yang tertangkap diisi dengan urutan hasil tangkapan utama saja ,ditulis nomor ikannya dibagian paling atas diikuti kg hasil tangkapan (Name all catches by species)
(24) LAMA OPERASI ALAT TANGKAP/ FISHING TIME Lama operasi penangkapan dicatat seluruhnya dalam (Duration of the fishing operations. Given in number of whole hours)
5
(23) POSISI/POSITION Posisi kapal ikan pada saat menebar alat tangkap (setting) dengan mencantumkan posisi lintang dan bujur (Optional information about the positions for setting the gear, given in longitude and latitude )
(22) TANGGAL PENANGKAPAN / FISHING DATE Tanggal penangkapan ( hari dan bulan) (Every day of fishing shall be recorded here (Day and month). If the rows are out numbered by the activities, continue on a new logbook)
(21) TANGGAL KEDATANGAN / ARRIVAL DATE Tanggal kedatangan ( hari, bulan dan tahun ) di pelabuhan setelah selesai penangkapan. Kapal yang menangkap kurang dari 24 jam tidak perlu mengisi (The day, month and year (ddmmyyyy) of the arrival to a port where the fishing trip ends. However, those vessels that are out fishing for less than 24 hours do not need to record anything here)
(20) PELABUHAN PENDARATAN / LANDING PORT Pelabuhan tempat kapal membongkar hasil tangkapan (The port where the catch is landed)
(19) DAERAH/ WILAYAH PENANGKAPAN / FISHING GROUND Nama laut tempat operasi penangkapan ikan termasuk apabila menangkap dilaut lepas (Name of fishing ground, or high sea area Not mandatory)
(18) WPP / FISHERIES MANAGEMENT ZONE (WPP) Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan. Harus diisi sesuai daerah penangkapan secara geografis sama dengan daerah pendaratan Tulis nomor kodenya. (Fishery Management Zone WPP. Write the code for one of these zones 571 Perairan Selat malaka & laut Andaman 572 Perairan S. Hindia sebelah barat sumatera & sel. Sunda 573 Perairan S. Hindia sebelah selatan Jawa s/d Selatan Nusa Tenggara, L Sawu, L. Timor Bag. Barat 711 Perairan S.Karimata, L Natuna dan L Cina Sekatan 712 Perairan Laut Jawa 713 Perairan S. Makasar, Tl.Bone, L Flores dan D. Bali 714 Perairan TelukTolo dan Laut Banda 715 Perairan Teluk Tomini, L. Maluku, L. Halmahera, L. Seram, & Tl. Berau 716 Perairan L. Sulawesi & Sebelah Utara P. Halmahera 717 Perairan Tl. Cendrawasi & Samudera Pasifik 718 Perairan L Aru L Arafuru & L Timor Bag Timur
(17) ABK ASING / FOREIGN CREW NUMBER Jumlah awak kapal warga negara Asing (The number of foreign crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
88 89
POSISI (22)
NAME & SIGNATURE OF THE MASTER (29)
NOTE (28)
TOTAL LANDED (27)
PAGE TOTAL (26)
LATITUDE
FISHING TIME (23)
IND CREW (15)
LLYOD'S REGISTRATION NUMBER (14)
LONGITUDE
GT (8)
FISHING DATE (21) (DD,MM)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
DK (10)
RADIO PANGGIL (11)
No Ikan / Kg
No Ikan / Kg
No Ikan / Kg
DAERAH PENANGKAPAN (18)
m.
PELABUHAN KEBERANGKATAN (12)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
FISHING GROUND (18)
CALL SIGN (11)
NAME & SIGNATURE OF THE INSPECTOR (30)
Fish No / Kg
FMA (17)
HP (10)
FISHING LICENSE NO (SIPI) (4)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
CATCH (KG) (24)
LANDING PORT(19)
PORT OF DEPARTURE (12)
No Ikan / Kg
JENIS IKAN (KILOGRAM) (24)
PELABUHAN PENDARATAN (19)
INDONESIAN FISHING LOG BOOK
NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS (30)
No Ikan / Kg
WPP (17)
Fish No / Kg
FOREIGN CREW (16)
LOA (9)
No Ikan / Kg
m.
NO. SIPI (4)
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN INDONESIA
PANJANG KAPAL (9) ABK ASING (16)
NAME OF FISHING COMPANY (3)
LAMANYA OPERASI ALAT TANGKAP (23)
TYPE OF FISHING GEAR (7)
NAME OF VESSEL (2)
POSITION (22)
JUMLAH TOTAL TANGKAPAN (27)
NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA (29)
CATATAN (28)
BUJUR (DDDº MM')
LINTANG (DDº MM')
JUMLAH TANGKAPAN (HALAMAN INI) (26)
TANGGAL PENANGKAPAN (21) (TGL, BLN)
GT (8) ABK LOKAL (15)
TANDA SELAR (14)
NAMA PERUSAHAAN (3)
KODE JENIS ALAT TANGKAP (7)
NAMA KAPAL (2)
Fish No / Kg
DEPARTURE DATE (13)
YEAR (5)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
DATE (31)
Fish No / Kg
KG
KG
OTHERS SPECIES (25) NO/NAME
………….
(1) PAGE________ OF _________
NAMA / NO
JENIS IKAN LAINNYA (25)
(1) HAL__________ DARI __________
THIS YEAR (6)
TRIP NO.
TANGGAL (31)
No Ikan / Kg
TAHUN INI (6)
TRIP KE ………
DATE OF ARRIVAL IN PORT (20)
No Ikan / Kg
TANGGAL KEDATANGAN (20)
TANGGAL KEBERANGKATAN (13)
TAHUN (5)
sebagaimana telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
PERATURAN
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
6.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement For The Implementation of The Provisions of The United Nation Convention on The Law of The Sea of 10 December 1982 Relating To The Conservation and Management of Straddling Fish Stock and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5024);
7.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
8.
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
9.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pengesahan Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia);
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Mengingat:
a.
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, perlu mengatur mengenai pendaftaran dan penandaan kapal perikanan;
b.
bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260);
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
10. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (Konvensi tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan);
3.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2009;
4.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) 1
14. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia;
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
90
2 91
15. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas; Memperhatikan:1. Food and Agriculture Organization Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas, 1993; 2.
Code of Conduct for Responsible Fisheries, Food and Agriculture Organization of the United Nations, 1995;
3.
Convention for the Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stock for Western and Central Pacific Ocean;
Buku kapal perikanan adalah buku yang memuat informasi hasil pendaftaran kapal perikanan yang berisi data kapal perikanan dan identitas pemilik serta perubahan– perubahan yang terjadi terhadap fisik dan dokumen kapal perikanan.
9.
Buku induk kapal perikanan adalah buku yang memuat informasi kapal perikanan yang telah didaftarkan.
10. Surat izin usaha perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. 11. Surat izin penangkapan ikan, yang selanjutnya disebut SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SIUP. 12. Surat izin kapal pengangkut ikan, yang selanjutnya disebut SIKPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
8.
13. Wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia adalah wilayah perairan yang meliputi perairan Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN.
14. Laut lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia.
BAB I
15. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
KETENTUAN UMUM
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: Pendaftaran kapal perikanan adalah kegiatan pencatatan kapal perikanan yang dimuat dalam buku kapal perikanan.
2.
Penandaan kapal perikanan adalah kegiatan untuk memberi tanda atau notasi kapal perikanan.
3.
Usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan.
4.
Orang atau badan hukum adalah orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan tangkap.
5.
Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
6.
Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan dan/atau mengawetkan.
KEWENANGAN PENDAFTARAN KAPAL PERIKANAN
7.
Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan, dan/atau mengawetkan.
Dalam rangka kegiatan pendaftaran kapal perikanan, Menteri memberikan kewenangan kepada:
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
92
BAB II
1.
KEWAJIBAN PENDAFTARAN KAPAL PERIKANAN Pasal 2 (1)
Kapal perikanan milik orang atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan Indonesia.
(2)
Pendaftaran kapal perikanan selain yang berfungsi untuk kegiatan usaha perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundangundangan tersendiri. BAB III Pasal 3
3
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
4 93
a. Direktur Jenderal untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas, dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT.
(2)
b. Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. c. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran sampai dengan 10 (sepuluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. Pasal 4 Pendaftaran kapal perikanan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dan huruf c berpedoman pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. BAB IV
(1)
PERSYARATAN PENDAFTARAN KAPAL PERIKANAN Pasal 5 (1)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan mengoperasikan kapal perikanan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib melakukan pendaftaran kapal perikanan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
(2)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan kapal perikanan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas yang telah memiliki SIPI dan/atau SIKPI wajib mengajukan permohonan pendaftaran kapal perikanan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan: a. fotokopi SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI; b. fotokopi bukti kepemilikan kapal (grosse akte) dan/atau perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan menunjukkan aslinya; c. fotokopi KTP pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan grosse akte, dengan menunjukkan aslinya; d. fotokopi hasil pemeriksaan fisik kapal, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan terakhir dalam hal tidak terdapat perubahan terhadap fungsi, spesifikasi teknis kapal dan/atau alat penangkapan ikan; e. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan atau fotokopi sertifikat keselamatan untuk kapal pengangkut ikan; f. Surat pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan. Pasal 6 Khusus kapal perikanan yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri dan sudah terdaftar di negara asal, selain dilengkapi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, harus pula dilengkapi dengan surat keterangan penghapusan dari daftar kapal yang diterbitkan oleh negara asal. Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan surat keterangan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
a. fotokopi SIUP;
BAB V
b. fotokopi bukti kepemilikan kapal (grosse akte) dan/atau perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan menunjukkan aslinya; c. fotokopi KTP pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan grosse akte, dengan menunjukkan aslinya; d. fotokopi surat ukur kapal; e. fotokopi surat laut atau pas tahunan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; f. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan atau fotokopi sertifikat keselamatan untuk kapal pengangkut ikan; g. permohonan pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan, dan/atau kapal pengangkut ikan; h. surat pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan. SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
PENERBITAN BUKU KAPAL PERIKANAN Pasal 7 Direktur Jenderal selambat-lambatnya 60 (enampuluh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan pendaftaran kapal secara lengkap, telah menerbitkan buku kapal perikanan. Pasal 8
5
(1)
Direktur Jenderal selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan pendaftaran kapal perikanan secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, menerbitkan surat pemberitahuan kepada pemohon apabila permohonannya ditolak.
(2)
Dalam hal permohonan pendaftaran kapal perikanan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon dapat mengajukan keberatan kepada Menteri selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat penolakan yang dibuktikan dengan tanda terima.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
94
95
6
(3)
(4)
Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan keberatan, Menteri memberi jawaban secara tertulis mengenai dikabulkan atau ditolaknya permohonan keberatan dimaksud dengan disertai alasan.
Pasal 11
Dalam hal permohonan keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal menerbitkan buku kapal perikanan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan dikabulkan.
(1)
Dalam rangka pendaftaran kapal perikanan dilakukan pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan.
(2)
Pemeriksaan fisik kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kapal perikanan yang belum mempunyai SIPI dan/atau SIKPI.
(3)
Ketentuan lebih lanjut tentang petunjuk teknis pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 9 (1)
Buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sekurang-kurangnya memuat informasi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
(2)
nama kapal; nomor register; tempat pembangunan kapal; tipe kapal; jenis alat tangkap; tonnage; panjang kapal; lebar kapal; kekuatan mesin; foto kapal; nama dan alamat pemilik; nama pemilik sebelumnya; dan perubahan – perubahan yang terjadi dalam buku kapal perikanan.
(1) (2)
BAB VI PERUBAHAN, PENGGANTIAN, DAN/ATAU PENGHAPUSAN BUKU KAPAL PERIKANAN Pasal 13 Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang telah memiliki buku kapal perikanan dapat mengajukan permohonan perubahan, penggantian, dan/atau penghapusan buku kapal perikanan.
Buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 2 (dua), asli diberikan kepada pemilik kapal dan salinannya disimpan oleh Direktur Jenderal.
(3)
Buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama kapal dipergunakan sebagai kapal perikanan.
(4)
Bentuk dan format buku kapal perikanan sebagaimana tersebut dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 14 (1)
(2)
Pasal 10 (1)
(2)
Buku kapal perikanan diterbitkan dengan sampul warna: a.
merah, untuk buku kapal perikanan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal;
b.
kuning, untuk buku kapal perikanan yang diterbitkan oleh Gubernur;
c.
hijau, untuk buku kapal perikanan yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
96
Permohonan perubahan buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan apabila terdapat perubahan, yang meliputi: a.
perubahan identitas pemilik kapal;
b.
perubahan identitas kapal perikanan;
c.
perubahan tanda pengenal kapal perikanan.
Perubahan buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan memuat alasan perubahan serta melampirkan buku kapal perikanan yang akan diubah. Pasal 15
(1)
Pemberian warna sampul buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk kepentingan pengadministrasian kapal perikanan.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
Pasal 12 Kapal perikanan yang telah terdaftar diberi nomor urut pendaftaran dan dicatat dalam Buku Induk Pusat yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal. Direktur Jenderal mengadministrasikan/membukukan pendaftaran kapal perikanan yang dicatat dalam Buku Induk Pusat, Buku Induk Propinsi dan Buku Induk Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya di dalam Buku Induk Kapal Perikanan.
7
Dalam hal kapal perikanan yang telah terdaftar dalam buku kapal perikanan yang dikeluarkan oleh provinsi dan/atau kabupaten/kota dan akan melakukan perpindahan ke provinsi dan/atau kabupaten/kota lain wajib melakukan pendaftaran ke provinsi dan/atau kabupaten/kota yang dituju dengan melampirkan surat keterangan dari tempat pendaftaran/registrasi kapal perikanan yang lama.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
8 97
(2)
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa penggantian buku kapal perikanan dan diberi tanda berupa keterangan dengan stempel.
b. c. d.
Pasal 16 (1)
Penggantian buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dilakukan apabila buku kapal perikanan hilang atau rusak.
(2)
Penggantian buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan: a.
surat keterangan hilang dari kepolisian dalam hal buku kapal perikanan hilang; atau
b.
buku kapal perikanan yang rusak. Pasal 17
Apabila kapal perikanan berganti bendera, tenggelam, hilang, rusak, dan/atau tidak dioperasikan lagi sebagai kapal perikanan, maka pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan wajib melaporkan dan mengembalikan Buku Kapal Perikanan kepada Direktur Jenderal guna dihapuskan dari Buku Induk Kapal Perikanan.
(3)
Pemberian tanda selar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan berdasarkan GT, angka yang menunjukkan besarnya tonnage kotor, nomor surat ukur, dan kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat ukur.
(4)
Pemberian tanda daerah penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
(5)
Pemberian tanda jalur penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan berdasarkan kewenangan pengelolaan perikanan tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
(6)
Pemberian tanda alat penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan berdasarkan kodefikasi jenis alat penangkapan ikan. Pasal 20
(1) BAB VII KEWAJIBAN PEMEGANG BUKU KAPAL PERIKANAN Pasal 18 Pemegang buku kapal perikanan berkewajiban: a.
melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam buku kapal perikanan;
b.
mengajukan permohonan perubahan buku kapal perikanan kepada pemberi izin dalam hal akan melakukan perubahan identitas pemilik kapal perikanan dan kapal perikanan;
c.
mengajukan permohonan penggantian buku kapal perikanan dalam hal buku kapal perikanan hilang atau rusak; dan
d.
mengajukan permohonan penghapusan buku kapal perikanan dalam hal kapal perikanan berganti bendera, tenggelam, hilang, rusak, dan/atau tidak dioperasikan lagi sebagai kapal perikanan.
(2)
Tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
b.
dicat warna dasar hitam dengan ukuran panjang sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) centimeter dan lebar 40 (empat puluh) centimeter;
c.
penulisan notasi huruf kapital/angka dengan warna putih dengan sekurangkurangnya ukuran tinggi huruf/angka 25 (dua puluh lima) centimeter jika kurang dari dua puluh karakter, dan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) centimeter jika lebih dari dua puluh karakter.
Pembuatan dan pemasangan tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemilik kapal sesuai ketentuan yang berlaku selambat-lambatnya sebelum kapal melakukan kegiatan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan.
Kapal perikanan Indonesia yang beroperasi di wilayah Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional selain diberi tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat diberikan tanda khusus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional.
tanda selar;
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
98
dibuat dan dipasang pada bagian atas sisi kiri dan kanan lambung haluan kapal di bawah nama kapal;
Pasal 22
Pasal 19
(2)
a.
Spesifikasi, kodefikasi, dan tata cara penulisan tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
PENANDAAN KAPAL PERIKANAN Kapal perikanan yang telah dilengkapi dengan buku kapal perikanan dan SIPI/SIKPI diberi tanda pengenal kapal perikanan.
Tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1):
Pasal 21
BAB VIII
(1)
tanda daerah penangkapan ikan; tanda jalur penangkapan ikan; dan/atau tanda alat penangkapan ikan.
9
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
10 99
BAB IX SANKSI
Bagian Kedua Sanksi Pidana
Bagian Pertama
Pasal 24
Sanksi Administratif
(1)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan kapal perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya dikenakan sanksi pidana.
(2)
Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23 (1)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan tertulis, pembekuan, atau pencabutan Buku Kapal Perikanan.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan: a. diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Direktur Jenderal kepada yang melakukan pelanggaran; b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pembekuan buku kapal perikanan tersebut selama 1 (satu) bulan;
BAB X PEMBINAAN Pasal 25 (1)
Pembinaan terhadap kegiatan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain pelaksanaan kegiatan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan di provinsi dan kabupaten/kota.
c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak diindahkan, selanjutnya dilakukan pencabutan buku kapal perikanan. (4)
BAB XI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pencabutan buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan apabila: a. kapal perikanan berganti bendera, tenggelam, hilang, rusak, dan/atau tidak dioperasikan lagi sebagai kapal perikanan;
Pasal 26 (1)
Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan dilakukan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pendaftaran dan penandaan kapal perikanan.
(2)
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan sistem pemantauan, pengendalian, dan pemeriksaan lapangan terhadap operasional dan dokumen kapal perikanan oleh pengawas perikanan.
b. kapal perikanan terbukti digunakan dalam tindakan kriminal/pelanggaran; c. orang atau badan hukum yang bersangkutan menggunakan dokumen palsu; d. orang atau badan hukum yang bersangkutan melakukan perubahan data tanpa persetujuan tertulis Direktur Jenderal; e. orang atau badan hukum yang bersangkutan menyampaikan data yang berbeda dengan fakta di lapangan; f. orang atau badan hukum yang bersangkutan tidak melaksanakan penandaan kapal perikanan dan ketentuan lain yang tercantum dalam buku kapal perikanan; dan/atau g. orang atau badan hukum yang bersangkutan terbukti memindahtangankan buku kapal perikanan tanpa seizin Direktur Jenderal.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 (1)
Pendaftaran dan penandaan kapal perikanan terhadap kapal perikanan yang telah memiliki SIPI/SIKPI dilaksanakan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
(2)
Pendaftaran dan penandaan kapal perikanan terhadap kapal perikanan yang belum memiliki SIPI/SIKPI dilaksanakan selambat-lambatnya 9 (sembilan) bulan sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
11 SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
100
12 101
BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 28 Pendaftaran kapal perikanan digunakan untuk memenuhi persyaratan penerbitan SIPI/SIKPI, kecuali kapal perikanan yang berukuran di bawah 5 (lima) GT. Pasal 29 Pelaksanaan pendaftaran kapal tanpa dikenai biaya.
Pasal 30 (1)
Pencetakan buku kapal perikanan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri ini.
(2)
Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya wajib melaporkan realisasi pendaftaran kapal perikanan kepada Menteri setiap 1 (satu) tahun. BAB XIV PENUTUP Pasal 31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 November 2009 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN R.I, ttd. FADEL MUHAMMAD Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi ttd. Supranawa Yusuf
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
102
13