JURNAL ILMU MANAJEMEN
ULTIMA MANAGEMENT ISSN 2085-4587 Volume 7, No.1, Juni 2015 KEBIJAKAN EDITORIAL DAN PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL ILMU MANAJEMEN ULTIMA MANAGEMENT
Jurnal Ilmu Manajemen Ultima Management adalah Jurnal Ilmu Manajemen yang diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Multimedia Nusantara secara berkala dua kali dalam setahun yaitu setiap bulan Juni dan Desember. Kata Ultima berasal dari bahasa Latin yang artinya dalam, bermutu dan berbobot. Ultima Management diharapkan menjadi wadah publikasi hasil riset manajemen dengan kualitas yang sangat baik, dalam, bermutu dan berbobot. Tujuan penerbitan Jurnal Ilmu Manajemen Ultima Management adalah untuk mempublikasi hasil riset, telaah ilmiah, analisis dan pemikiran terkait dengan keilmuan manajemen dengan topik seperti manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, manajemen operasional, manajemen stratejik, kewirausahaan, investasi dan technopreneurship. Jurnal ini tentunya ditujukan kepada praktisi manajemen serta segenap civitas akademika yang tertarik dengan keilmuan manajemen. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Manajemen Ultima Management adalah blind review oleh editor dengan mempertimbangkan substansi materi dan manfaatnya terhadap pengembangan keilmuan manajemen serta penerapan praktis penelitian tesebut. Editor bertanggung jawab memberikan saran konstruktif dan evaluasi atas konten artikel. Pedoman Penulisan Artikel: 1. Naskah merupakan hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan. 2. Jumlah halaman 10-25.
3. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar akademis dan diikuti dengan nama lembaga tempat kegiatan penelitian dilakukan 4. Artikel menggunakan jenis huruf Times New Roman dengan ukuran font 12 dan spasi 1. 5. Ukuran kertas A4. Sistematika penulisan meliputi: 1. Abstrak, ditulis dalam bahasa Inggris, tidak melebihi 200 kata. Abstrak merupakan ringkasan dari artikel yang terdiri dari 3 paragraf, yaitu: a. Paragraf 1 berisikan tujuan dan target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian. b. Paragraf 2 berisi metodologi penelitian yang digunakan dan unit analisis. c. Paragraf 3 berisi hasil uji hipotesis. Abstrak diikuti dengan kata kunci (keyword) yang terdiri atas 3 – 5 kata. 2. Naskah disusun dengan sistematika: a. Pendahuluan. b. Tinjauan Literatur dan Hipotesis c. Metode Penelitian. d. Hasil dan Pembahasan. e. Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran. f. Referensi. g. Lampiran. 3. Tabel dan Gambar (Grafik) a. Tabel dan Gambar disajikan bersama dengan naskah tapi diperbolehkan disajikan terpisah dari naskah sebagai lampiran. b. Tabel dan Gamber diberikan nomor urut dan judul lengkap serta disebutkan sumbernya jika merupakan kutipan. 4. Kutipan dalam teks ditulis diantara tanda kurung yang menyebutkan nama akhir penulis, tahun tanpa koma dan nomor halaman jika dipandang perlu. a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis, contoh: (Hartono, 2005); dua penulis, contoh: (Aris dan Hartono, 2006); lebih dari
dua penulis, contoh: (Hartono et.al.,2007); lebih dari dua sumber diacu bersamaan, contoh: (Ghozali,2006; Sylvia,2008); dua tulisan atau lebih oleh satu penulis, contoh: (Ghozali, 2006;2008). b. Kutipan disertai nomor halaman, contoh (Ghozali 2008,102). c. Pencantuman halaman karya yang diacu menggunakan tanda titik dua sebelum penomoran halaman, contoh: (Thomas, 2003:3) d. Jika pada referensi terdapat penulis dengan lebih dari satu artikel pada tahun penerbitan yang sama, maka kutipan menggunakan huruf a,b… setelah tahun, contoh: (Kusuma,2005a) atau (Kusuma,2004b; Utama et al., 2005a). e. Jika nama penulis disebutkan pada teks, maka nama tidak perlu disebutkan pada kutipan, contoh: Kusuma (2004) menyatakan ……. f. Sumber kutipan yang berasal dari pekerjaan suatu institusi sebaiknya menyebutkan akronim institusi yang bersangkutan misalnya: (IAPI 2008) 5. Referensi yang dicantumkan dalam daftar referensi hanya yang benarbenar disebutkan dalam artikel. Sebaliknya, semua referensi yang telah dicantumkan dalam artikel harus dicatat dalam daftar referensi. Referensi disusun alfabetis sesuai dengan nama belakang penulis atau nama institusi. Contoh: Buku: Satu Penulis Ghozali, Imam. (2012). Aplikasi Analsis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20. Semarang: Badan Penerbit Undip. Madura, Jeff. (2010). International Corporate Finance. New York: Cengage Dua Penulis Leach, J. Chris. & Melicher, Ronald W. (2009). Finance for Entrepreneurs. New York: Cengage. Tiga Penulis Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., & Jordan, Bradford D. (2011). Corporate Finance Fundamentals. New York: McGraw-Hill
Penulis Institusi Ikatan Akuntan Indonesia (2007). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Divisi Penerbitan IAI. Jurnal Brownlie, D. (2007). Toward effective poster presentations: An annotated bibliography. European Journal of Marketing, 41, 1245-1283. Website John, Dean. (2008). When the self emerges: Is that me in the mirror? Retrieved from http://www.spring.org.uk/the1sttransport Workshop/Seminar Wainwright, S.P. (2000). For Bordieu in Realist Social Science. Cambridge Realist Workshop 10th Anniversary Reunion Conference. Tesis/Disertasi Biswas, S. (2008). Dopamine D3 receptor: A neuroprotective treatment target in Parkinson's disease. Retrieved from ProQuest Digital Dissertations. (AAT 3295214) 6. Catatan kaki dipergunakan untuk memberi penjelasan/analysis tambahan yang jika dimasukan dalam naskah akan mengganggu kontinuitas naskah. Catatan kaki tidak digunakan untuk acuan/referensi. Catatan kaki diketik dua spasi dan diberi nomor urut dan dicetak superscript. Catatan kaki ditempatkan pada akhir artikel. 7. Penyerahan artikel yang dikirimkan ke Jurnal Ultima Management memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Artikel yang sedang dipertimbangkan untuk dipublikasi di jurnal lain atau di penerbit lain tidak dapat dikirim ke Jurnal Ultima Management. Penulis harus membuat pernyataan bahwa artikel tidak dikirim atau dipublikasi di mana pun.
b. Jika artikel menggunakan pendekatan survey atau eksperimental maka instrument (Kuisioner, kasus, dll) juga harus disertakan. c. Artikel dikirim ke: Program Studi Manajemen Universitas Multimedia Nusantara Scientia Garden, Jl. Scientia Boulevard Gading Serpong, Tangerang Telp 021-542-20808; Fax 021-542-20800 Email:
[email protected] www.umn.ac.id
JURNAL ILMU MANAJEMEN
ULTIMA MANAGEMENT Program Studi Manajemen, Universitas Multimedia Nusantara Scientia Garden, Jl. Scientia Boulevard, Gading Serpong, Tangerang Telp 021-542-20808; Fax 021-542-20800 FORMULIR BERLANGGANAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ………...……………………………………………………………………………
Instansi
: ………...……………………………………………………………………………
Alamat Pengirim
: ………...……………………………………………………………………………
Telepon
: ………...……………………………………………………………………………
Email
: ………...……………………………………………………………………………
Bermaksud untuk berlanggan Jurnal ilmu Manajemen Ultima Management:
Selama 1 (satu) tahun, Rp 50.000,- untuk 2 edisi
Selama 2 (dua) tahun, Rp 100.000,- untuk 4 edisi
Biaya langganan belum termasuk ongkos kirim. Biaya langganan dapat ditransfer ke rekening di bawah ini: Rekening BCA Cabang Gadjah Mada a.n. Yayasan Multimedia Nusantara No Acc. 012-301-6294 Bukti transfer di fax atau dikirim ke alamat redaksi Jurnal Ultima Management di bawah ini: Program Studi Manajemen Universitas Multimedia Nusantara Scientia Garden, Jl. Scientia Boulevard, Gading Serpong, Tangerang Telp 021-542-20808; Fax 021-542-20800 Email:
[email protected] www.umn.ac.id
Ultima Management Vol.7 No.1 / 2015
Jurnal Ultima Management merupakan Jurnal Ilmu Manajemen yang menyajikan artikel-artikel penelitian ilmiah dalam bidang manajemen serta isu-isu teoritis dan praktis terkini. Kajian mencakup Manajemen Stratejk, Manajemen Pemasaran,
Manajemen
Sumber
Daya
Manusia,
Manajemen
Keuangan,
Kewirausahaan, Investasi, Technopreneurship dan topik-topik lain yang berkaitan dengan manajemen perusahaan. Jurnal Ultima Management diterbitkan oleh Program Studi Manajemen – Universitas Multimedia Nusantara (UMN) secara berkala setiap enam bulanan.
Susunan Pengelola Ultima Management Pelindung Penanggungjawab Pemimpin Umum Ketua Dewan Redaksi Redaksi Pelaksana Dewan Redaksi
Sirkulasi & Distribusi Keuangan
: Dr. Ninok Leksono : Hira Meidia, Ph.D. : Dr. Ir. P.M. Winarno, M.Kom. : Anna Riana Putriya, S.E., M.Si. : Andreas Kiky, S.E., M.Sc. : Dewi Wahyu Handayani, S.E., M.M.; Ika Yanuarti, S.E., MSFIN; Purnamaningsih, S.E.,M.S.M.; Ir. Budi Susanto, M.M.; Felix Sutisna, S.E., M.M.; Tessa Handra, S.E., M.T.; Trihadi Pudiawan E, S.E, M.S.E. : Sularmin : I Gede Made Suteja, S.E.
Alamat Redaksi: Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Scientia Bouleverd Raya, Scientia Garden Gading Serpong, Tangerang 153333 Banten Telp. 021-5422-0808 Fax. 021-5422-0800
i
Ultima Management Vol.7 No.1 / 2015 JURNAL ILMU MANAJEMEN
ULTIMA MANAGEMENT ISSN 2085-4587 Volume 7, Nomor 1, Juni 2015
DAFTAR ISI Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013 ………… (1) Magdalena Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM ……………………………..(14) Andreas Kiky Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ ………………………………………(25) Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani Analisa Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation, dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction ……….(39) Steffi Weliani Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intention Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia ………………………....(62) Kevin Tasim
ii
Magdalena
1
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR TERHADAP INDEKS HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (IHPR) DI INDONESIA TAHUN 2002-2013 Magdalena Universitas Multimedia Nusantara Email:
[email protected]
Abstract This study aimed to analyze the macroeconomic factors such as exchange rate and interest rate in effect on the market price of the property and real estate in Indonesia (IHPR) during the years 2002-2013. Through the application of e-views, the causal relationship was found in time series data. VAR analysis and Granger Causality Test did not find any relationship between SBI and IHPR. However SBI affects EXCHANGE positively, and EXCHANGE affects IHPR. Every 1 point weakening of IDR in the previous period, assuming the IDR in the two previous periods fixed, the IHPR in year-t will increase by 0.004003 points. If IDR in two previous periods depreciated by 1 point with the assumption that the IDR at the previous period remains, then IHPR in year-t will increase by 0.007219 points. Keywords: SBI interest rates, IDR exchange rates, price of property, VAR, Granger Causality Test I. Pendahuluan Salah satu kebutuhan primer makhluk hidup adalah papan selain sandang dan pangan. Setiap manusia butuh makan dan minum. Selain itu, makhluk hidup memerlukan pelindung di luar tubuh dari kedinginan, kepanasan dan hal lainnya. Semua makhluk hidup memerlukan tempat tinggal. Industri properti merupakan industri yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila dibandingkan
dengan industri lainnya yaitu instrumen keuangan saham melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan logam mulia emas, industri properti dinilai sebagai investasi yang aman. Dapat dilihat melalui grafik pergerakan IHSG dari tahun ke tahun yang meningkat tetapi sangat fluktuatif. Investasi pada saham memang sangat menguntungkan bila mendadak melonjak naik, tetapi menjadi sangat beresiko bila mendadak turun.
Grafik 1.1 Tren IHSG
Sumber : Yahoo Finance – historical prices of JKSE Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
2
Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013
Pergerakan logam mulia lebih stabil bila dibandingkan dengan pergerakan harga saham gabungan dari tahun ke tahun. Tetapi pergerakan harga logam mulia tidak menentu. Hal itu berbeda dengan industri properti di Indonesia.
Dari tahun ke tahun, kebutuhan masyarakat terhadap sektor properti terus bertumbuh. Hal itu terlihat bahwa terdapat peningkatan kebutuhan perumahan di Indonesia. Hingga tahun 2014, Indonesia kekurangan persediaan rumah sebesar 15 juta unit rumah.
Grafik 1.2 Backlog Perumahan di Indonesia
Sumber : Surat Kabar Harian Kontan Setiap tahun terlihat bahwa harga tanah semakin meningkat. Harga bangunan pun meningkat. Menurut Panangian selaku Dirut PSPI, harga tanah dapat dipastikan tidak akan turun. Harga tanah akan naik dengan angka rata-rata 7-15 persen setiap tahunnya. Menurut Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI), pasar properti di Indonesia akan tumbuh mencapai 10 persen di tahun 2014. Salah satu sarana yang paling utama untuk membangun kekayaan di Indonesia adalah sektor properti. Investasi properti dinilai lebih menarik dibandingkan sektor lainnya. Berdasarkan data REI, investasi di sektor properti mencapai 42%, lebih tinggi dibandingkan dengan investasi lainnya seperti saham dan emas. Nampak pula banyaknya investor luar negeri yang mempercayakan uangnya untuk berinvestasi properti di Indonesia. Salah satu investor yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia adalah negara Singapura dan Australia. Berbeda dengan negara lain seperti Amerika, China, Australia, Singapura dan Malaysia, ketika jumlah penduduk menurun, harga properti biasanya menurun. Ditambah lagi pada saat pasar
oversupply, harga properti kian semakin terpuruk. Bagi negara di luar Indonesia, penurunan harga properti adalah hal yang biasa. Selain itu, nilai bangunan mengalami penurunan ketika cuaca buruk. Sebaliknya di Indonesia, penurunan nilai bangunan hampir dapat dikatakan mustahil karena setiap tahunnya harga bahan bangunan selalu meningkat 10%. Salah satu bahan baku utama dalam pembangunan properti adalah semen. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), konsumsi semen terbesar di Pulau Jawa tumbuh 11% pada tahun 2013 dibandingkan periode sama di tahun 2012. Rata-rata pertumbuhan permintaan semen sebesar 10%. Pada negara lain, pasar properti untuk kelas menengah ke bawah sepenuhnya dilayani oleh pemerintah, sehingga menutup kemungkinan bagi investor dan pengembang untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan. Bahkan hampir semua hal yang terkait dengan properti dikuasai dan dikontrol secara ketat oleh pemerintah, termasuk harga. Tingkat kenaikan harga bangunan pun tergolong rendah. Namun di Indonesia tidak hanya sektor pemerintah yang bisa Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Magdalena
3
mengembangkan industri properti, melainkan terbuka peluang bagi semua orang. Hal itu dikarenakan jumlah penduduk yang tinggi di Indonesia sehingga pemerintah kesulitan dalam menyediakan semua hunian yang diperlukan masyarakat. Terlihat pula melalui grafik berikut bahwa kontribusi sektor konstruksi
terhadap PDB terus bertumbuh dari tahun ke tahun dengan rata-rata sebesar 10%. Bila dibandingkan dengan industri sektoral manufacturing rata-rata pertumbuhannya kurang dari 10%. Sektor manufaktur mencakup subsektor yang penting bagi manusia yang terkait dengan makanan, farmasi, tekstil, transportasi, elektronik dan peralatan industri.
Grafik 1.3 Pertumbuhan Beberapa Subsektor Manufaktur VS Konstruksi
Sumber : Kementrian Perindustrian RI Semua subsektor manufaktur memiliki pertumbuhan kurang dari 10% yaitu pada kisaran rata-rata 6%. Bila dibandingkan dengan sektor konstruksi, beberapa subsektor tidak mengalami pertumbuhan tetapi penurunan. Bila dibandingkan pula dengan sektor lainnya seperti transportasi dan komunikasi dan sektor keuangan memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 6-7%. Sedangkan untuk sektor listrik, gas dan persediaan air, rata-rata pertumbuhannya terhadap PDB sebesar 0.7-0.8%. Menurut Panangian, ketika suku bunga KPR rendah, banyak konsumen yang akan berusaha untuk membeli rumah karena mereka tidak menjadi masalah bila harus meminjam uang ke bank. Banyaknya permintaan dari konsumen, menyebabkan banyak pengembang yang membangun properti guna memenuhi permintaan yang ada. Jumlah demand yang begitu banyak dan kurangnya supply produk properti menyebabkan adanya ketidakseimbangan. Properti memerlukan waktu yang panjang untuk siap dihuni, dan jumlah
permintaan yang lebih banyak dari yang disediakan, mendesak para pengembang untuk merespon permintaan dengan membangun properti. Pembangunan properti secara meluas, berdampak pula terhadap kenaikan semua bahan bangunan karena permintaan bahan bangunan meningkat, sehingga harga properti meningkat. Selain itu, nilai tukar sebuah negara akan berpengaruh bila suatu perusahaan melakukan ekspor dan/ atau impor dengan perusahaan negara lain. Biasanya perusahaan mendatangkan bahan baku lokal. Impor hanya dilakukan jika bahan baku yang diperlukan membutuhkan kualitas tinggi dan tidak tersedia di Indonesia dan peralatan sanitasi. Secara keseluruhan komponen yang diimpor dari suatu proyek properti sebesar 10%. Menurutnya, pelemahan nilai tukar tidak terlalu berpengaruh terhadap harga properti. Nilai tukar tidak hanya mempengaruhi ekspor-impor, tetapi juga mempengaruhi investasi asing secara Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
4
Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013
langsung (Direct Foreign Investment) dan investasi portofolio. Pergerakan nilai tukar yang semakin menguat dalam negara lokal akan mengubah pandangan masyarakat dalam dan luar negeri untuk mengambil keputusan investasi yang tepat. Nilai tukar lokal yang menguat memungkinkan investasi dapat sustainable dan mendapatkan income dari tahun ke tahun. Hampir semua faktor dalam sebuah negara dapat dikontrol oleh pemerintah dalam mempengaruhi pertumbuhan sektor properti dan real estate, kecuali makro ekonomi. Adanya fenomena kedua indikator makro ekonomi di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga dan nilai tukar yang mempengaruhi harga properti dan real estate, melatarbelakangi Peneliti untuk melakukan analisis lebih lanjut. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap harga pasar properti dan real estate di Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh antara tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap harga pasar properti dan real estate di Indonesia? 3. Bagaimana proyeksi harga pasar properti dan real estate di Indonesia pada masa mendatang berdasarkan tingkat suku bunga dan nilai tukar saat ini?
II. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Menurut Kwangkare (2009) yang menggunakan analisis VAR dalam studi literaturnya diperoleh kesimpulan bahwa tingkat suku bunga domestik, dividend yield dan expected inflation mempengaruhi house price return secara negatif, sementara real effective exchange rate,
interest rate spread dan produksi manufaktur mempengaruhi secara positif. Real effective exchange rate dan domestic interest rate mempunyai pengaruh secara bersamaan terhadap house price return. Li (2012) menemukan bahwa real interest rate memiliki dampak yang signifikan secara negatif terhadap harga properti. Sama halnya menurut Demewez (2011), ditemukannya hubungan terbalik yang sangat kuat antara tingkat suku bunga dan indeks harga perumahan. Ketika lending rate turun 1%, maka indeks harga perumahan akan meningkat sebesar 7,87%. Dalam studi literatur tersebut menggunakan analisis regresi multipel. Standish, dkk (2005) menggunakan analisis regresi dan terdapat hubungan negatif nilai tukar terhadap harga properti residensial. Setiap penurunan mata uang lokal terhadap mata uang asing akan meningkatkan harga properti residensial. Dalam literatur tersebut, interest rate tidak dimasukan dalam analisis regresi karena suku bunga dinilai secara tradisional telah berhubungan terhadap harga properti dalam studi tersebut. Mayer dan Hubbard (2009) menyatakan bahwa tingkat suku bunga riil mempunyai dampak penting terhadap perumahan dan harga real estate. Dengan analisis regresi ditemukan bahwa mortgage rate yang meningkat akan menurunkan harga rumah. Apergis (2003) menggunakan model ECVAR (Error Correction Vector Autoregressive) untuk menganalisis dampak variabel makro ekonomi terhadap harga perumahan riil. Ditemukan bahwa loan rate perumahan adalah variabel tertinggi yang mampu menjelaskan variasi harga perumahan riil, yang diikuti oleh inflasi dan ketenagakerjaan. Nampak bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh negatif terhadap harga perumahan, sementara kedua variabel lainnya berpengaruh positif. Dengan menggunakan pendekatan VAR, Kuttner Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Magdalena
5
(2012) menemukan bahwa terdapat sedikit pengaruh tingkat suku bunga terhadap harga perumahan. Benson, dkk (1997, 1999) menganalisis data dengan menggunakan analisis regresi, mereka berpendapat bahwa 10% kenaikan/ penurunan dalam nilai tukar, mendorong kenaikan/ penurunan indeks harga properti Point Robert lebih dari 14%. Pada tahun 1999, ditemukan bahwa harga real estate Bellingham akan meningkat sebesar 7,7% dalam waktu 3-6 bulan sesudah kenaikan exchange rate Canadian Dollar terhadap USD sebesar 10%. Menurut Liu dan Zhang (2013), terdapat hubungan kointegrasi jangka panjang (korelasi positif) antara harga real estate di China dan apresiasi nominal exchange rate RMB. Dalam studi literaturnya, Liu dan Zhang menggunakan analisis VAR untuk menguji data terkait. Miller, dkk (1988) menggunakan analisis regresi dan menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar dolar terhadap yen dengan rata-rata harga jual properti Waialae-Kahala di Honolulu. Diinterpretasikan bahwa kenaikan nilai tukar Yen terhadap Dolar sebesar 10%, diperkirakan akan meningkatkan harga properti Waialae-Kahala sekitar 27%. Dengan menggunakan analisis regresi, Xiuzhi dan Xiaoguang (2006) menemukan bahwa apresiasi nilai tukar Dolar Taiwan menyebabkan kenaikan harga rumah. Jika Dolar NT mengalami apresiasi sebesar 1%, maka harga rumah di Taipei akan meningkat 5,77%. Jie dan Juan (2005) menggunakan analisis fundamental dan menyatakan bahwa apresiasi nilai tukar akan meningkatkan harga properti dan real estate baik dari sisi demand maupun supply III. Metode Penelitian Sampel yang diambil adalah harga pasar properti dan real estate di Indonesia dengan menggunakan acuan IHPR, suku
bunga SBI dan nilai tukar triwulanan tahun 2002 sampai 2013 dari Bank Indonesia. Penelitian dimulai pada tahun ke 20022013 karena tahun 2002 merupakan pasca terjadinya ketidakstabilan politik karena adanya pergantian pemimpin di Indonesia serta adanya pengeboman di World Trade Center di AS pada 11 September 2011. Sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang memberikan gambaran yang menyeluruh dengan mengetahui perubahan variabel yang diteliti pada kondisi yang baik dan tidak menentu. IHPR atau Indeks Harga Properti Residensial merupakan indeks harga jual perumahan residensial yang diperoleh dengan pembobotan harga jual rumah berukuran besar, sedang dan kecil untuk 14 kota terpilih di Indonesia yang dianggap dapat mengukur pertumbuhan industri properti dan real estate di Indonesia. Properti residensial merupakan perumahan yang memiliki fungsi utama sebagai tempat tinggal dengan tanpa tujuan komersial. Penelitian ini menggunakan indeks untuk memudahkan peneliti dalam mengukur harga properti residensial di Indonesia. Banyaknya pengembang properti di Indonesia, menyebabkan harga jual properti beragam. Harga properti yang berbeda-beda akan menyulitkan dalam menganalisis pertumbuhan dan perkembangan industri properti dan real estate di Indonesia. Sehingga untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan industri properti dan real estate di Indonesia, peneliti menggunakan IHPR untuk mengetahui perubahan harga properti. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa variabel-variabel sebagai berikut. 1. Variabel dependen yang mau diukur adalah IHPR (Y) yang mewakili perubahan sektor properti dan real estate di Indonesia. Harga pasar properti dan real estate menggunakan IHPR (Indeks Harga Properti Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
6
Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013
Residensial) triwulanan tahun 20022013 diperoleh melalui Bank Indonesia. 2. Variabel independen dalam penelitian ini yang mengukur variabel dependen adalah suku bunga SBI (X1) dan nilai tukar (X2). Suku bunga SBI dan nilai tukar tengah triwulanan periode tahun 2002-2013 diperoleh melalui Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis VAR (Vector Auto Regression) karena data yang diolah dalam penelitian ini merupakan data time series sehingga tidak bisa diuji dengan menggunakan uji regresi biasa. Analisis regresi biasa untuk mengetahui dan menguji hubungan sebuah variabel terhadap variabel lainnya pada satu periode tertentu yang sama. Data dalam satu periode tertentu dapat diuji dengan menggunakan uji regresi dengan asumsi setiap data independen, tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sedangkan data yang dikumpulkan dalam beberapa periode waktu biasanya mempunyai hubungan antara data satu periode dengan periode yang lainnya, sehingga hanya dapat diuji dengan menggunakan analisis VAR. Analisis VAR berbeda dengan analisis lainnya, dapat diketahui hubungan sebab-akibat (interrelationship) antara variabel yang satu dengan variabel lainnya pada beberapa periode runtutan waktu. Analisis VAR juga memungkinkan adanya pengaruh dari variabel itu sendiri maupun variabel lainnya pada periode yang berbeda terhadap sebuah variabel dependen, selain variabel pada periode yang sama. Unit Root Test dalam analisis VAR dilakukan untuk menguji stasioneritas data yang bersifat urut waktu (time series). Data yang bersifat runtutan waktu harus diuji apakah data stasioner. Data yang stasioner memiliki nilai rata-rata dan varians yang konstan sehingga mudah diprediksi. Untuk mencegah hasil yang
bias, diperlukan Unit Root Test dengan menggunakan Uji Dickey Fuller. Prinsip pengujian dengan menggunakan Uji Dickey Fuller adalah sebagai berikut. Ho : terdapat unit root (tidak stasioner) Ha : tidak terdapat unit root (stasioner) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 (p-value < 0.05) maka tolak Ho yang berarti menerima Ha, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat unit root atau data stasioner. Jika data tidak stasioner (terdapat unit root), maka data tersebut harus dijadikan stasioner dengan mencari first differences, dan dilakukan running ulang. First differences adalah selisih data ke-t terhadap data ke t-1 dan seterusnya. First differences dapat diperoleh dengan menuliskan pada bagian command yaitu D (data yang mau dicari first differences), contohnya: D(KURS), berarti mencari first differences dari data kurs. Bila data tetap tidak stasioner, maka data harus dicari second differences dan seterusnya. Data yang stasioner dapat dilanjutkan ke proses analisis selanjutnya, uji asumsi klasik, analisis VAR dan Uji Granger Causality. Dalam penelitian data time series tidak diperlukan Uji Auto Correlation. Autokorelasi adalah korelasi atau hubungan antar data yang mau diuji. Uji autokorelasi untuk menguji data periode ke t-1 berhubungan dengan data periode ke-t. Sedangkan data time series memungkinkan data waktu sebelumnya (t1) mempengaruhi pergerakan data pada waktu selanjutnya (t). Sehingga data time series tidak perlu diuji korelasinya. Dalam penelitian ini, pengujian asumsi klasik yang dilakukan sama dengan penelitian pada umumnya, yaitu Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas dan Uji Normalitas. Sesudah data berhasil melewati pengujian asumsi klasik, maka dapat dilakukan pengujian VAR dan Granger Causality. Bentuk standar persamaan VAR Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Magdalena
7
yang terdiri dari 3 variabel dengan jumlah lagn adalah : Y1t = β10 + β1nY1t-n + α1nY2t-n + γ1nY3t-n + U1t Y2t = β20 + β2nY2t-n + α2nY3t-n + γ2nY1t-n + U2t Y3t = β30 + β3nY3t-n + α3nY1t-n + γ3nY2t-n + U3t atau dalam bentuk matriks sebagai berikut,
dengan keterangan : Yt = variabel endogen (variabel dependen) β0 = konstanta βn = koefisien dari Yt (variabel independen) dan n adalah panjang lag Ut = error term atau tingkat kesalahan antara masing-masing variabel Sebelum melakukan analisis VAR dan Uji Granger Causality, perlu ditetapkan jumlah lag maksimum. Jumlah lag maksimum diperoleh dengan menghitung T1/3. Estimasi VAR dilakukan dengan menggunakan lag maksimum. Hasil estimasi VAR diperlukan untuk menentukan model persamaan dan mengetahui peramalan di masa mendatang dengan menggunakan model yang ada. Dengan menggunakan Rule of Thumb, jika nilai t-statistik lebih besar dari 2.0 (t-stat > ±2.0) maka variabel independen secara signifikan mempengaruhi variabel dependen dalam model tersebut. Variabel dengan nilai t-stat yang signifikan dapat dimasukan dalam model persamaan. Model persamaan yang ada dapat dijadikan alat prediksi di masa mendatang. Uji Granger Causality untuk mengetahui bagaimana pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Uji Granger Causality untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Dengan pengujian ini akan diketahui
hubungan timbal balik setiap variabel dan variabel yang menjadi penyebab dan sebab dalam sebuah model. Prinsip pengujian uji Granger Causality adalah sebagai berikut. Ho : IV tidak mempengaruhi DV Ha : IV mempengaruhi DV Jika nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0.05 (p-value < 0.05), maka tolak Ho atau dengan kata lain Ha diterima, yang berarti variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Semakin jauh probabilitas IV terhadap DV (menjauhi 0.05 dan mendekati 0), maka hubungan yang ada antara IV dan DV semakin erat dan memiliki tingkat kesalahan/ eror yang kecil. Dalam penelitian ini, hipotesisnya adalah terdapat pengaruh antara tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap harga pasar properti dan real estate di Indonesia (IHPR). Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel penelitian tersebut, maka dirumuskan model penelitian sebagai berikut.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
8
Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013
Untuk menjelaskan model penelitian di atas, maka dibuat hipotesis statistik sebagai berikut. H01 : Suku Bunga tidak berpengaruh terhadap Harga Pasar Properti dan Real Estate (H01 : X1 = 0) Ha1 : Suku Bunga berpengaruh terhadap Harga Pasar Properti dan Real Estate (Ha1 : X1 ≠ 0) H02 : Nilai Tukar tidak berpengaruh terhadap Harga Pasar Properti dan Real Estate (H02 : X2 = 0) Ha2 : Nilai Tukar berpengaruh terhadap Harga Pasar Properti dan Real Estate (Ha2 : X2 ≠ 0) IV. Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian ini akan diuji pengaruh KURS dan SBI terhadap pergerakan IHPR yang merepresentasikan harga properti dan real estate di Indonesia. Setiap variabel diambil dari tahun 2002-2013 dengan runtutan waktu selama 12 tahun. Lamanya waktu diharapkan dapat meningkatkan keakuratan dalam memprediksi harga properti. Berikut merupakan data dan grafik pergerakan data IHPR, SBI dan KURS yang mau dianalisis. Sehingga untuk mengetahui dan memprediksi secara empiris dan teruji atas perkembangan industri properti dan real estate di masa mendatang, peneliti menggunakan acuan IHPR yang mewakili
harga pasar properti. Selain itu, nilai kurs dan suku bunga merupakan prediktor dari perubahan IHPR. Berikut merupakan tahapan pengujian yang dilakukan. a. Uji Stasioneritas Berikut merupakan prinsip pengujian Unit Root Test. Ho : IHPR, SBI dan KURS tidak stasioner Ha : IHPR, SBI dan KURS data stasioner Berdasarkan pengujian Unit Root seperti yang tampak pada tabel di bawah ini, diperoleh kesimpulan bahwa data yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu IHPR, suku bunga SBI dan nilai tukar merupakan data yang stasioner sehingga dapat dipercaya hasil analisis yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Tabel 4.1 Hasil Uji Unit Root Nama Tingkat Prob Kesimpulan Variabel IHPR Level 0.8405 Non Stasioner st IHPR 1 diff 0.0000 Stasioner SBI Level 0.0635 Non Stasioner st SBI 1 diff 0.0087 Stasioner KURS Level 0.8039 Non Stasioner KURS 1st diff 0.0000 Stasioner
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Magdalena
9
b. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Multikolinearitas Dengan prinsip pengujian sebagai berikut. Ho : tidak terdapat multikolinearitas Ha : terdapat multikolinearitas Menurut Gujarati (2004), jika korelasi antara variabel independen dibawah 0.8 maka tolak Ho. Setelah dilakukan pengujian pada variabel independen yaitu KURS dan SBI, diperoleh terdapat hubungan negatif antara variabel independen yaitu sebesar 0.786297 yaitu kurang dari 0.8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. 2) Uji Heteroskedastisitas Dalam penelitian ini digunakan Uji Breuch-Pagan-Gorfrey pada e-views. Prinsip pengujian heteroskedastisitas Breuch-Pagan-Gorfrey adalah sebagai berikut. Ho : tidak terdapat heteroskedastisitas Ha : terdapat heteroskedastisitas Nilai probabilitas untuk data IHPR, KURS dan SBI lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.2716, sehingga diperoleh kesimpulan terima Ho yaitu tidak terdapat heteroskedastisitas. 3) Uji Normalitas
Pengujian ini menggunakan Uji JarqueBera untuk menguji normalitas. Prinsip pengujian adalah sebagai berikut. Ho : tidak ada perbedaan dengan distribusi normal Ha : ada perbedaan dengan distribusi normal Nilai probabilitas yang diperoleh sebesar 0.880635, sehingga dapat diperoleh kesimpulan terima Ho karena nilai probabilitas yang dicari lebih besar dari 0.05. Berarti data dalam penelitian ini terdistribusi normal dan tidak terdapat perbedaan antara distribusi data dalam penelitian ini dengan distribusi normal. Sesudah melalui tahap pengujian asumsi klasik, maka dapat dilakukan analisis VAR dan Granger Causality Test. Tetapi sebelum dilakukan pengujian model VAR, terlebih dahulu perlu ditetapkan jumlah lag yang mau dipakai. Dengan menggunakan formula Dickey (1984), yaitu T1/3, maka diperoleh jumlah lag ≈ 4. Hasil estimasi VAR diperlukan untuk menentukan model persamaan dan menentukan prediksi di masa mendatang. Berdasarkan prinsip pengujian Rule of Thumb, dapat dirumuskan pula model VAR yang terdiri dari variabel independen dengan nilai t-statistik yang signifikan seperti berikut:
IHPRt = -0.126147 + 0.004003 KURS(t-1) + 0.007219 KURS(t-2) Model persamaan tersebut menunjukan bahwa kenaikan 1 poin KURS pada lag ke-1, mempengaruhi kenaikan IHPR sebesar 0.004003, dengan asumsi KURS pada lag ke-2 tetap. Setiap kenaikan 1 poin KURS pada lag ke-2, mempengaruhi kenaikan IHPR sebesar 0.007219, dengan asumsi KURS lag ke-1 tetap. Berdasarkan persamaan itu dapat disimpulkan bahwa KURS lag ke-2 lebih berpengaruh terhadap kenaikan IHPR daripada KURS lag ke-1. Model tersebut menunjukan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.365739 yang berarti model persamaan di
atas memiliki kemampuan penjelas sebesar 36.57%. Nilai R2 menunjukan bahwa variabel independen yang ada dalam model persamaan mampu menjelaskan pergerakan variabel dependen sebesar 36.57%, dan sekitar 63.43% dijelaskan oleh variabel lainnya di luar model. Setelah mengetahui model persamaan dan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, maka dilakukan uji Granger Causality untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara setiap variabel. Prinsip pengujiannya sebagai berikut.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
10
Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013
Ho : variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen Ha : variabel independen mempengaruhi variabel dependen Berdasarkan hasil pengujian Granger Causality, diperoleh kesimpulan bahwa KURS mempengaruhi IHPR dengan probabilitas sebesar 0.0095, SBI mempengaruhi KURS dengan probabilitas sebesar 0.022 dan tidak ada yang mempengaruhi SBI dengan probabilitas di atas 0.05. Pengaruh KURS terhadap IHPR cukup kuat karena probabilitas sebesar 0.0095 cukup jauh dari nilai 0.05, sehingga dapat dipastikan bahwa KURS memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap IHPR. Sedangkan SBI tidak mempengaruhi IHPR, karena nilai probabilitas SBI lebih dari 0.05 yaitu sebesar 0.5725. Penentuan suku bunga SBI dapat mempengaruhi perubahan suku bunga pinjaman. Ketika pihak bank menetapkan suku bunga pinjaman yang tinggi untuk mengikuti suku bunga SBI, akan terjadi masalah kredit macet. Untuk membeli properti dan real estate diperlukan dana yang cukup banyak, sehingga suku bunga pinjaman menjadi pertimbangan masyarakat. Suku bunga pinjaman yang rendah akan memudahkan masyarakat dalam membeli properti. Ketika suku bunga meningkat, harga properti di Indonesia tetap stabil meningkat. Suku bunga SBI yang meningkat, tidak mempengaruhi permintaan konsumen dalam membeli properti. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar konsumen membeli properti secara kas dengan pertimbangan kredit yang jauh lebih mahal untuk utang pokok dan bunga pinjaman. Sehingga suku bunga SBI tidak mempengaruhi IHPR. Namun, suku bunga SBI mempengaruhi KURS. Melalui hasil pengujian Granger-Causality ditemukan hubungan antara SBI dan KURS. Terdapat pengaruh IV terhadap DV yang tercermin
melalui nilai p-value yang kurang dari 0.05. P-value sebesar 0.0220 yang berarti kurang dari 0.05 menunjukan SBI mempengaruhi KURS. Ketika suku bunga SBI meningkat, nilai tukar Rupiah akan mengalami apresiasi. Ketika suku bunga SBI meningkat dengan asumsi bunga di US tetap, maka investor diharapkan memilih berinvestasi pada SBI dibandingkan di US. Permintaan terhadap Rupiah meningkat, karena investor memerlukan lebih banyak Rupiah untuk membeli SBI. Permintaan yang meningkat menyebabkan penguatan nilai mata uang Rupiah terhadap USD. SBI mempengaruhi perubahan KURS. Kemudian KURS mempengaruhi pergerakan IHPR. IHPR dipengaruhi oleh perubahan KURS karena beberapa bahan baku properti diimpor dari negara luar. Sehingga ketika nilai tukar Rupiah yang melemah, jumlah uang yang harus dibayarkan akan meningkat untuk memenuhi biaya bahan baku. Akibatnya, biaya operasional dalam pembangunan real estate akan menjadi semakin besar. Tingginya biaya operasional akan mengurangi jumlah margin yang diperoleh perusahaan. Jumlah margin akan semakin tergerus bila terdapat peningkatan biaya lainnya secara bersamaan selain biaya bahan baku. Lama kelamaan investor terdesak untuk menaikan harga. Selain itu, sebagian besar pengembang properti di Indonesia menggunakan kas internal perusahaan untuk membangun sebuah real estate sekitar 30%, dana dari masyarakat berupa DP awal sebesar 30% dari harga jual rumah dan sisanya berasal dari utang luar negeri. Utang luar negeri dipengaruhi oleh suku bunga pinjaman luar negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Sehingga perubahan suku bunga SBI tidak mempengaruhi pergerakan harga properti karena sebagian besar pengembang properti. Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Magdalena
11
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, membuat utang luar negeri perusahaan akan semakin tinggi. Biaya utang luar negeri yang semakin bertambah banyak untuk dilunasi akan mengurangi modal dan pendapatan perusahaan. Hal itu dapat ditutupi dengan peningkatan harga properti dan real estate dengan pertimbangan berkurangnya minat masyarakat ketika harga meningkat. Di sisi lain, perusahaan tidak dapat mengurangi jumlah utang karena dana pinjaman tersebut diperlukan untuk pembangunan properti. Jika jumlah utang dikurangi, maka pendapatan perusahaan akan berkurang. Sehingga terjadilah peningkatan harga properti. Selain karena kebutuhan, properti dijadikan investasi spekulatif. Sebagian besar orang membeli properti untuk dijual kembali pada harga yang lebih mahal. Harga yang terus meningkat dan ditambah adanya pengaruh yang sangat kuat oleh pihak pengembang dalam menentukan harga, memberikan sinyal positif bagi investor asing terhadap industri properti dan real estate. Sehingga banyak investor mau menanamkan modalnya di Indonesia ketika nilai tukar Rupiah melemah. Pada saat mata uang Rupiah melemah terhadap mata uang asing, investor asing dapat membeli mata uang Rupiah lebih banyak. Hal itu menguntungkan investor asing ketika membeli properti di Indonesia pada saat nilai tukar Rupiah melemah. Banyaknya pembelian, meningkatkan permintaan terhadap properti, sehingga menaikkan harga properti. Selain itu, banyaknya permintaan membuat pengembang secara dominan berperan dalam menetapkan harga. Dengan demikian, dapat diperoleh kesimpulan bahwa ketika nilai tukar Rupiah melemah, harga properti di Indonesia tetap meningkat V. Simpulan dan Saran Simpulan
Setelah melakukan penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut. a. Dengan menggunakan lag 4 menggunakan e-views pada hasil estimasi VAR, diperoleh model VAR : IHPRt = -0.126147 + 0.004003 KURS(t-1) + 0.007219 KURS(t-2) b. Perubahan SBI tidak mempengaruhi pergerakan IHPR. Perubahan SBI mempengaruhi pergerakan KURS. KURS mempengaruhi pergerakan IHPR. c. SBI tidak mempengaruhi IHPR karena sebagian besar pembeli properti di Indonesia membeli secara tunai, sehingga SBI sebagai representatif dari suku bunga pinjaman tidak mempengaruhi perubahan harga properti. Sedangkan pengembang properti yang berperan dalam menentukan harga membangun properti dan real estate dengan sebagian besar kas internal perusahaan, DP awal konsumen, dan dari utang luar negeri. Sehingga perubahan SBI tidak mengubah pergerakan harga properti yang ditetapkan pengembang properti. d. SBI mempengaruhi KURS secara positif karena ketika suku bunga SBI meningkat, banyak investor yang memilih berinvestasi dalam SBI di Indonesia dibandingkan dalam T-Bills di US. Sehingga permintaan terhadap mata uang Rupiah meningkat. Permintaan yang meningkat, membuat mata uang Rupiah mengalami apresiasi. e. Terdapat hubungan KURS dengan IHPR. Setiap 1 poin pelemahan nilai tukar Rupiah pada satu periode sebelumnya dengan asumsi nilai tukar Rupiah pada dua periode sebelumnya tetap, maka IHPR pada tahun ke-t akan meningkat sebesar 0.004003 poin. Dan jika nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi 1 poin pada dua periode sebelumnya dengan asumsi nilai kurs Rupiah pada satu periode sebelumnya
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
12
Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Indonesia Tahun 2002-2013
tetap, maka IHPR pada tahun ke-t akan meningkat sebesar 0.007219 poin f. KURS mempengaruhi IHPR karena sebagian besar pengembang dalam negeri mempunyai utang luar negeri. Sehingga ketika mata uang Rupiah melemah, maka jumlah utang pokok ditambah dengan bunganya menjadi semakin banyak yang harus dibayarkan ke luar negeri. Sehingga biaya modal meningkat karena nilai tukar yang melemah, dan akan meningkatkan harga properti. Selain itu, bahan baku impor yang diperoleh dari luar negeri dibayarkan dalam bentuk mata uang asing. Sehingga ketika mata uang lokal melemah, jumlah uang yang harus dibayarkan menjadi semakin mahal. Di samping itu, investor asing mau menanamkan modalnya di Indonesia ketika mata uang Rupiah melemah karena mata uang yang menguat dapat membeli mata uang yang mengalami pelemahan lebih banyak. Hal itu akan menguntungkan bagi investor karena dapat lebih banyak membeli mata uang asing. Sehingga diperoleh kesimpulan nilai tukar Rupiah yang melemah menyebabkan harga properti meningkat. Saran a. Penelitian yang menggunakan data longitudinal atau time series dimana data yang satu mempengaruhi data lainnya, maka analisis dapat menggunakan eviews maupun aplikasi lainnya yang mendukung data tersebut. b. Minimnya penelitian dalam negeri terkait harga properti dan real estate di Indonesia, dapat mempengaruhi kualitas penelitian di masa mendatang. Sehingga penelitian terkait harga properti dan real estate di Indonesia dapat dilanjutkan lebih mendalam. c. Dapat dilakukan penelitian selanjutnya terkait dengan industri properti dan real estate dengan menganalisis setiap kota di Indonesia untuk melihat
konsistensi pergerakan variabel independen terhadap variabel dependen. d. Investor dapat mengambil langkah untuk menanamkan modalnya pada kondisi nilai tukar Rupiah melemah maupun saat mengalami apresiasi. Investor juga dapat membeli properti yang terletak pada lokasi yang strategis seperti di daerah perkotaan kecil dengan lalu lintas yang padat karena potensi dan peluang industri properti di Indonesia masih sangat besar. Harga properti di Indonesia hampir jarang menurun. Sehingga industri properti dan real estate dapat menjadi peluang yang menguntungkan bagi investor dalam maupun luar negeri. VI. REFERENSI Apergis, Nicholas. (2003). Housing Prices and Macroeconomic Factors : Prospects within the European Monetary Union. International Real Estate Review, 63-74. Benson, Earl. D., Hansen, J. L., Schwartz, A. L., & Smersh, G. T. (1997). The Influence of Canadian Investment on US Residential Property Values. Journal of Real Estate Research, 231-249.
Benson, Earl. D., Hansen, J. L., Schwartz, A. L., & Smersh, G. T. (1999). Canadian/US Exchange Rates and Nonresident Investors : Their Influence on Residential Property Values. Journal of Real Estate Research, 433-461.
Chen, L. Y., & Shuai, Z. (2013). Econometric Analysis on the Relationship between RMB Exchange Rate and Real Estate Price by VAR Model. International Conference on Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Magdalena
Science and Social Research, 428430.
Chen, R. D., Gan, C., Hu, B., & Cohen, D. A. (2013). An Empirical Analysis of House Price Bubble : A Case Study of Beijing Housing Market. Research in Applied Economics.
Demewez, Getahun. H. (2011). The Effect of Interest Rates on Housing Prices in Sweden. Stockholm.
Deng, C., Ma, Y., & Chiang, Y. M. (2009). The Dynamic Behavior of Chinese Housing Prices. International Real Esttate Review.
13
Norman G. Miller, M. A. (1988). Japanese Purchases, Exchange Rates and Speculation in Residential Real Estate Markets. The Journal of Real Estate Research, 39-49.
Norman G. Miller, M. S. (2005). The Impact of Interest Rates and Employment on Nominal Housing Prices.
Ong, T. S. (2013). Factors Affecting the Price of Housing in Malaysia. Journal of Emerging in Economics, Finance and Banking.
Jie, S. Q., & Meijuan, L. (2005). The Correlation Research of RMB Exchange Rate and Real Estate Prices. 1-12.
Otrok, Christopher & Terrones, Macro E. (2005). House Prices, Interest Rates and Macroeconomic Fluctuations : International Evidence.
Kuttner, K. N. (2012). Low Interest Rates and Housing Bubbles : Still No Smoking Gun.
Standish, B., Lowther, B., Grenville, R. M., & Quick, C. (2005). The Determinants of Residential House Prices in South Africa. Investment Analysis Journal.
Kwangware, D. (2008). The Impact of Macroeconomic and Financial Factors on the Performance of the Housing Property Market in South Africa.
Li, Jing. (2013). What Causes China's Property Boom? Property Management, 4-21.
Mayer, C., & Hubbard, R. G. (2009). House Prices, Interest Rates and the Mortgage Market Meltdown. The National Bureau of Economic Research.
Muriuki, N. M. (2013). The Effect of Interest Rates Volatility on The Growth of Real Estate Market in Kenya.
Xiuzhi, Z., & Xiaoguang, W. (2006). The Analysis : The Influence of RMB Exchange Rate Fluctuation on Real Estate Price in China. Commercial Property Valuation, 1-13.
Yang, L., & Zhiqiang, H. (2012). On Correlation between RMB Exchange Rate and Real Estate Price based on Financial Engineering. Systems Engineering Procedia, 146-152.
Zhang, J., & Chen, W. (2011). Dynamic Impact of Interest Rate Policy on Real Estate Market. Asian Social Science.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
14
Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM
ANALISIS SEKTOR INDUSTRI PERTANIAN PADA MODEL CAPM Andreas Kiky Universitas Multimedia Nusantara
[email protected]
Abstract The most popular Asset Pricing that has been known for long time was CAPM. This model offers very simple approach and strong fundamental theory for financial literature. Base of previous research using time-series data, this model show very good explanation in explain variation of portfolio return. Aim of this research is to find some pattern in different industrial sector, especially agriculture sector. Keywords: CAPM, Empirical Evidence, Abnormal Return, Stock Return I. Pendahuluan Pasar Modal Indonesia didirikan sejak tahun 1912 yang sampai saat ini telah berkembang sangat pesat dan tumbuh menjadi pusat perputaran roda ekonomi Indonesia. Didukung oleh kuatnya infrastruktur dan membaiknya sistem serta kemudahan mengakses pasar modal, maka sekarang telah banyak investor-investor pemula yang mulai belajar dan melakukan perdagangan efek secara rutin. Belakangan ini berkembangnya kekuatan baru di Asia membuat pasar modal di kawasan ASEAN tumbuh pesat. Indonesia merupakan salah satu dari negara yang mengalami pertumbuhan tersebut. Hal ini juga didukung oleh tumbuhnya kekuatan negara G20 dan juga BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) permintaan akan komoditas juga menjadi tumbuh dan menggerakan roda ekonomi. Penelitian ini ingin secara khusus membahas sebuah model CAPM dengan pendekatan sektor industri. CAPM ini juga dikenal dengan Capital Asset Pricing Model merupakan model yang paling
sering diajarkan dalam studi keuangan. Adapun sektor industri yang akan diulas pada penelitian ini adalah sektor pertanian (Agriculture). Sektor ini pada akhir tahun 2011 memberikan gain sekitar 22.41% dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu motivasi utama penelitian ini mengulas sektor pertanian adalah Indonesia sendiri memiliki sumber daya alam yang sangat bagus dan memiliki sejarah panjang terkait dengan industri agribisnis ini. Oleh karena itu ada baiknya analisis ini dilakukan pada sektor ini terlebih dahulu sebelum sektor yang lainnya. Model ini diperkenalkan oleh Sharpe dan Lintner (1964), dan tetap menjadi sebuah model yang paling populer bagi para praktisi dan akademisi keuangan berbicara mengenai risiko dan tingkat pengembalian. Dari beberapa penilitian terkait dengan CAPM sendiri ternyata memang masih ada pro dan kontra terhadap model ini. Model ini memiliki kekurangan dalam penerapan secara empiris. Akan tetapi model ini kuat secara teoritis. Selain itu beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk mengamati fenomena return saham tersebut dan beberapa penelitian menawarkan beberapa Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Andreas Kiky
variabel tambahan sebagai penjelas variasi return saham. Banz (1981) memperkenalkan sizeeffect untuk menjelaskan ternyata perusahaan dengan kapitalisasi kecil malah memiliki return yang cukup tinggi. Keim (1986) menemukan January-effect yang menyatakan bahwa terjadi anomali pada bulan Januari, untuk sesaat harga saham cenderung tinggi pada bulan tersebut. Paulo (2010) membuat sebuah penelitian khusus dalam menelaah kesalahan empiris CAPM dan menemukan banyak kesalahan dan rendahnya nilai R2 dari CAPM. Hanya saja ternyata tidak semua temuan sejalan dengan penelitian tersebut. Kiky (2014) menemukan secara empiris ternyata CAPM memiliki nilai R2 yang tinggi. Hal ini dikarenakan analisis CAPM dilakukan dengan membentuk portofolio bulanan dari seluruh perusahaan yang terdaftar. Tertarik akan dua temuan yang pro dan kontra tersebut maka penelitian ingin menguji lebih dalam mengenai pembuktian CAPM di Bursa Efek Indonesia dengan pendekatan sektor industri. Penelitian ini secara khusus ingin menelaah CAPM dengan membentuk portofolio khusus yang dikategorikan sesuai dengan sektor industri, khususnya sektor pertanian. Sehingga penelitian ini berharap menemukan sebuah benang merah apakah CAPM masih bisa tetap superior setelah dianalisis menggunakan pendekatan sektor industri. Objek penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan terbuka yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2005 hingga tahun 2011. Selain itu sampel perusahaan hanya terbatas pada sektor pertanian saja (agriculture). Penelitian ini melanjutkan penelitian Kiky (2014) dengan menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda. Sampel dari perusahaan non keuangan dikeluarkan dengan alasan menghindari bias yang mungkin timbul sebagai akibat perbedaan struktur modal
15
dari kategori tersebut, sehingga dengan sendirinya penelitian ini hanya meneliti 1 sektor industri dari 9 sektor industri yang ada. Kedelapan sektor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sektor pertanian, pertambangan, industri dasar kimia, aneka industri, barang konsumsi, properti dan real estate, infrastrukturutilitas-transportasi, dan perdagangan-jasainvestasi. II. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Return merupakan reward ataupun tambahan kekayaan bagi investor yang biasanya dibagi menjadi 2 komponen utama menurut Jones (2010) yaitu Yield dan Capital Gain (loss). Kedua komponen tersebut jika digabungkan menjadi Total Return yang persamaannya:
Pt = Harga Saham pada periode t Pt-1 = Harga Saham pada periode t-1 Dt = Dividen Saham pada periode t Adapun Yield dalam saham dikenal juga dengan dividen yang dibagikan oleh perusahaan. Dan jika investor menjual sahamnya saat terjadi apresiasi, maka investor akan mendapatkan tambahan kekayaan dalam bentuk capital gain. Teori pasar modal efisien menurut Husnan (2009) menyatakan pasar sempurna maka harga dari saham-saham yang diperdagangkan telah mencerminkan informasi yang relevan dan aktual. Dengan kata lain tidak ada lagi informasi rahasia atau tertutup dari perusahaan yang memungkinkan terjadi arbitrase sebagai akibat informasi yang tidak simetris. Selain itu harga saham juga merefleksikan informasi seperti pengumuman pertumbuhan laba dan pembagian dividen untuk tahun ini naik sehingga menurut teori pasar yang efisien maka harga saham perusahaan tersebut akan dengan cepat juga mengalami perubahan merespon Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
16
informasi tersebut. Fama (1970) mengelompokan pasar modal efisien ini menjadi 3 bentuk: Weak Form Merupakan bentuk pasar di mana hargaharga dari saham mencerminkan informasi di masa lalu. Akibatnya informasi yang ada sekarang masih kurang aktual sehingga dengan kata lain harga yang telah terjadi tidak dapat dijadikan pedoman untuk memprediksi harga di masa yang akan datang. Bentuk ini berkaitan dengan teori Kendall (1953) yaitu random walk yang menyatakan harga sekuritas terbentuk secara acak. Semi Strong Form Merupakan bentuk pasar yang harga-harga dari sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang telah dipublikasikan termasuk informasi pada laporan keuangan. Jogiyanto (2010) menyatakan informasi tersebut dapat berupa: 1. Informasi yang dipublikasikan yang hanya mempengaruhi harga sekuritas dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut. Informasi ini contohnya adalah informasi yang berhubungan dengan perusahaan emiten (corporate event) seperti pengumuman laba, pengumuman pembagian dividen, pengumuman pengembangan produk baru, pengumuman merger dan akuisisi, pengumuman metode akuntansi juga pengumuman pergantian pemimpin perusahaan. 2. Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga sekuritas sejumlah perusahaan. Informasi ini dapat berupa peraturan pemerintah atau peraturan dari regulator yang hanya berdampak pada harga-harga sekuritas perusahaan yang terkena regulasi tersebut. Contoh untuk informasi ini adalah regulasi untuk meningkatkan kebutuhan cadang (reserve requirement) yang harus
Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM
dipenuhi oleh bank ataupun informasi terkait sektor industri tertentu. Pada bentuk semi strong ini masih memungkinkan untuk mengambil keuntungan dari informasi rahasia yang bisa bocor dari dalam internal perusahaan. Strong Form Merupakan bentuk pasar yang harga-harga sekuritasnya telah secara penuh mencerminkan semua informasi termasuk informasi privat perusahaan. Dengan kata lain investor tidak dapat mengambil keuntungan tidak normal (abnormal return) karena telah memperoleh informasi privat dari dalam perusahaan. Sehingga pada bentuk strong ini, para trader tidak bisa mengambil keuntungan sebagai akibat informasi yang tidak simetris. Penelitian Fama (1970) menemukan bahwa ketiga bentuk pasar ini berhubungan satu sama lain. Hubungan ketiga bentuk pasar efisien ini berupa tingkatan yang kumulatif yaitu weak form merupakan bagian dari semi strong form dan strong form. Dengan kata lain pasar efisien strong form juga merupakan pasar efisien semi strong dan weak form. Teori pasar efisien menjadi salah satu landasan teori utama dari penelitian ini. Berdasarkan teori ini peneliti berasumsi pasar sudah efisien sehingga harga yang sudah ada di pasar telah merefleksikan informasi yang terkadung dalam sekuritas tersebut. Sehingga itu bisa dijadikan acuan utama peneliti dalam menentukan return sekuritas. Telaah ini didasarkan pada fakta penelitian terdahulu yang dilakukan Fama & French (1993) yang menggunakan harga saham untuk menghitung return saham yang diteliti. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan investasi adalah risiko. Risiko sendiri dilambangkan dengan Beta yang merupakan pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Andreas Kiky
portofolio terhadap return pasar, Jogiyanto (2010). Berikut ini adalah model yang dikembangkan oleh Sharpe-Lintner-Black:
Di mana : Rs = tingkat return portofolio RRF = tingkat return aset bebas risiko RPm = return market risk premium bi = beta saham yang bersangkutan CAPM merupakan model yang telah lama dikenal dalam ilmu keuangan. Model ini secara sederhana memperkenalkan bahwa sebuah tingkat pengembalian suatu sekuritas sebanding dengan market premium sekuritas yang sekuritas tersebut ditambah dengan tingkat pengembalian bebas risiko. Model ini pada awalnya diperkenalkan oleh Sharpe dan Lintner (1964) sebagai tindak lanjut dari penelitian Markowitz (1952) mengenai pembentukan portofolio efisien dan merupakan salah satu langkah awal yang ditempuh para akademisi dunia keuangan dalam menyusun sebuah teori mengenai penilaian aset. Model ini dikembangkan dengan asumsi para investor adalah orang yang rasional dan juga beberapa hal terkait dengan biaya transaksi yang mungkin terjadi dianggap nol. Banz (1981) menyatakan bahwa ternyata perusahaan dengan ukuran kapitalisasi yang kecil memiliki risiko lebih tinggi sehingga cenderung memiliki return yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan besar. Hasil analisa Banz selama periode 10 tahun menunjukan ada perbedaan yang sangat besar derajat dari koefisien dari faktor size. Hal ini dikenal juga dengan istilah size effect. Munculnya size effect ini menjadi pertanyaan bagi ekonom sebab tidak ada landasan teoritis terhadap faktor size tersebut. Model CAPM sendiri yang menjadi dasar untuk penilaian aset dan diajarkan pada berbagai sekolah bisnis ternyata secara empiris
17
gagal. Hal ini tertulis dalam penelitian Paulo (2010) yang memuat daftar pembuktian empiris CAPM sejak tahun 2004. Daftar tersebut memuat penelitian Guo, H. (2004) yang menyatakan CAPM gagal untuk menjelaskan prediksi return saham, Arnott, R.D. (2005) menyatakan bahwa CAPM tidak lolos dari pengamatan secara empiris dan secara fakta tidak tepat baik empiris maupun teoritis, Bartholdy dan Peare (2005) tidak mampu secara empiris memberikan verifikasi CAPM sebagai estimasi expected return saham, Lewellen, J. dan Nagel (2006) baik conditional CAPM yang menekankan kenaikan risiko pada kondisi terburuk (krisis) maupun unconditional CAPM sama-sama tidak mampu menjelaskan expected return saham. Sebenarnya temuan anomali terkait dengan CAPM ini telah lama ditemukan, selain Banz, Keim (1983) menemukan tingkat pengembalian yang relatif tinggi pada bulan tertentu, dalam kasusnya yakni bulan Januari. Temuan Keim ini dikenal dengan Januari Efek. Roll (1988) juga memberikan kritik dan secara empiris nilai R2 dari model CAPM hanya sebesar 0.35 dengan penggunaan data bulanan. Sedangkan nilai itu turun menjadi lebih kecil lagi dan menjadi sebesar 0.2 dengan penggunaan data harian. Selain itu mulai muncul beberapa tandingan model CAPM seperti model APT yang diperkenalkan Ross (1976), model 3 faktor yang diperkenalkan Fama & French (1992) dan bahkan model 3 faktor sendiri berkembang menjadi model 4 faktor yang diperkenalkan Carhart (2002). Hanya saja sekalipun mengalami banyak tantangan dan kritik, Kiky (2014) berhasil membuktikan secara empiris ternyata CAPM masih valid. Tentu saja temuan ini didasarkan pada data return saham yang dikombinasikan dalam portofolio secara bulanan. Hasilnya adalah nilai R2 yang sangat tinggi. Hanya saja terdapat beberapa masukan terkait dengan Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
18
Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM
penelitian tersebut sehingga pengembangan selanjutnya adalah membentuk portfolio sesuai dengan sektor industri dari saham-saham tersebut. Tantangan terbesarnya adalah apakah model CAPM masih secara konsisten menunjukan nilai R2 yang tinggi? Apakah model yang secara fundamental menjadi kunci utama pada setiap pelajaran keuangan menjadi error secara empiris setelah dipecahkan secara spesifik untuk kategori industri pertanian yang ada. Apa yang menjadi penyebab hal tersebut dan penelitian ini bertujuan menjawab keabsahan model CAPM sekali lagi. Terdapat dua hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini yaitu; H1 = terdapat pengaruh excess return pasar terhadap excess return portofolio sektor industri. H2 = model CAPM memiliki nilai R2 yang cukup tinggi (>50%). III. Metode Penelitian Objek penelitian ini adalah model CAPM yang diuji dengan menggunakan analisis regresi. Data harga saham harian digunakan untuk mencari return sahamsaham yang dibentuk dalam kategori sektor industri. Sampel penelitian diambil dari perusahaan yang terdaftar di BEI dengan kategori industri pertanian selama periode 2005 hingga tahun 2011. Data
Di mana : Rs - RF RF Rm - RF ai bi ei
harian saham dan IHSG harian diperoleh dari ISMD (Indonesian Security Market Database), untuk data risk free rate penulis mengambil dari laporan bulanan Bank Indonesia berupa data SBI dari tahun 2005 sampai dengan 2011. Berikut ini adalah langkah-langkah penyusunan penelitian: 1. Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan publik pertanian yang secara konsisten terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 7 tahun (2005 sampai 2011). 2. Data SBI akan dikelompokan bulanan dan IHSG akan dirata-rata selama satu bulan. Sehingga akan diperoleh 12 data SBI dan IHSG selama satu tahun periode penelitian. 3. Sampel perusahaan juga akan dikumpulkan sesuai dengan kategori sektor industrinya dan dibentuk kelompok portofolio sektor industri. 4. Variabel Dummy akan membantu untuk menganalisis pengaruh dari sektor industri tersebut. 5. Model akan dianalis menggunakan analisis regresi sederhana dan akan diukur nilai F test dan t test. Selain itu penelitian ini juga ingin menilai nilai R2 dari model CAPM Model yang akan diuji pada penelitian ini adalah
= Excess return portofolio = tingkat return aset bebas risiko = Excess return market risk premium = konstanta = beta saham = error
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Andreas Kiky
19
IV. Hasil dan Pembahasan Analisis Deskriptif Berdasarkan hasil statistik deskriptif, terlihat pola pada tahun 2009 sektor pertanian mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan temuan pada penelitian Kiky (2014), yang menemukan gain yang tinggi pada portofolio semua sampel perusahaan pada tahun 2005 sampai tahun 2011. Ditemukan bahwa sektor pertanian ternyata sejalan dengan
pergerakan portofolio tersebut. Selain itu dari sampel yang membentuk portofolio ini ternyata kontribusi terbesar didistribusikan oleh UNSP. UNSP merupakan salah satu perusahaan milik Bakrie yang bergerak dalam bidang agribisnis. Pada umumnya pergerakan perusahaan milik Bakrie ini memang perlu dicermati dan memiliki pergerakan yang cukup drastis baik kenaikan ataupun penurunan yang terjadi.
Tabel 4.1. Tabel Ri Bulanan Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2005 0.04 0.01 0.01 -0.01 -0.00 0.02 0.01 -0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2006 -0.01 0.01 0.01 0.01 -0.00 -0.00 -0.01 0.00 -0.00 0.00 0.00 0.01
2007 -0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 -0.00 0.00 -0.01 0.01 0.00 0.00 0.00
Selain itu perusahaan AALI milik Astra Grup, IIKP, LSIP dan TBLA juga merupakan sampel perusahaan yang cukup aktif selama tahun berjalan. Untuk sampel yang lain seperti BTEK,CPDW, dan DSFI
2008 0.00 0.01 -0.01 -0.00 0.01 0.00 -0.01 -0.01 -0.01 -0.02 0.00 0.00
2009 0.06 0.07 0.08 0.10 0.11 0.12 0.00 0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00
2010 0.00 -0.00 0.00 0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00
2011 -0.00 -0.01 0.00 0.00 0.00 -0.01 0.00 -0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00
mengalami beberapa periode non aktif. Dari total sampel 7 perusahaan ternyata ada 4 perusahaan yang cukup konsisten aktif dalam perdagangan (>50%).
Tabel 4.2. Tabel Rm Bulanan Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2005 0.002 0.001 0.000 -0.002 0.003 0.001 0.003 -0.005 0.001 -0.001
2006 2007 0.003 -0.001 0.000 0.000 0.003 0.002 0.006 0.004 -0.004 0.002 0.000 0.001 0.002 0.004 0.003 -0.003 0.003 0.004 0.002 0.006
2008 -0.002 0.002 -0.005 -0.003 0.003 -0.002 -0.001 -0.003 -0.008 -0.019
2009 -0.001 -0.002 0.005 0.009 0.006 0.003 0.007 0.001 0.003 -0.002
2010 0.001 -0.001 0.004 0.003 -0.003 0.002 0.002 0.000 0.008 0.002
2011 -0.004 0.001 0.003 0.002 0.000 0.001 0.003 -0.004 -0.003 0.003
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
20
Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM
11 12
0.002 0.003
0.004 0.003
0.001 0.001
Pola yang sama juga ternyata ditemukan pada IHSG secara rata-rata per bulan. Kondisi pasar Indonesia ternyata menunjukan sinyal yang positif pada tahun 2009 sedangkan pada tahun 2008 memberikan sinyal yang negatif sebagai
0.000 0.005
0.001 0.002
-0.001 0.002
-0.001 0.001
respon terhadap ekonomi dunia yang sedang buruk. Adapun dibawah ini peneliti juga melampirkan grafik garis dari paparan tabel di atas untuk memudahkan pembaca melihat pola yang dibahas di atas.
Grafik 4.1. Pola Ri Tahunan sk. pertanian
Grafik 4.2. Pola Rm Bulanan Membandingkan kedua grafik di atas, maka dapat terlihat resistensi dari sektor pertanian cukup baik ketika pasar mengalami resesi pada tahun 2008. Hanya saja jika ditelaah per kategori perusahaan, perusahaan yang pada umumnya aktif dalam perdagangan akan memiliki pola yang sama dengan market. Perusahaan tersebut adalah AALI, IIKP, LSIP dan TBLA. Sedangkan untuk perusahaan UNSP memiliki return yang cukup tinggi sehingga membuat pola sektor pertanian
sedikit berbeda dengan pola market. Secara fundamental sektor ini adalah sektor paling basic yang sifatnya menyediakan komoditas dan barang penunjang industri konsumsi. Kebutuhan akan pangan masih merupakan kebutuhan utama sehingga bisa dikatakan penyebab sektor ini memiliki resistensi yang baik adalah karena karakteristik dari sektor tersebut
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Andreas Kiky
21
Uji Hipotesis & Pembahasan Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H01 = tidak terdapat pengaruh signifikan excess return pasar terhadap excess retur portofolio. Ha1 = terdapat pengaruh signifikan excess return pasar terhadap excess return portofolio. H02 = model CAPM tidak memiliki nilai R2 yang cukup tinggi. (>50%)
Ha2 = model CAPM memiliki nilai R2 yang cukup tinggi. (>50%) Kedua hipotesis tersebut akan diuji menggunakan F test dan t test untuk hipotesis pertama dan pada hipotesis kedua peneliti langsung menilai nilai R2 dari model CAPM. Berikut ini adalah tabel hasil analisis hipotesis terhadap model CAPM:
Tabel 4.3. Hasil Analisis Hipotesis Indikator value Sig F test 88.63 0.000 t test 9.41 0.000 t sig Intercept 0.020 0.067 Slope b 1.15 0.000 R2
0.519
Berdasarkan hasil dari regresi tersebut ternyata peneliti memiliki cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga dapat pertanian ini cukup tinggi. dikatakan ternyata market premium Temuan ini tentu saja memiliki pengaruh yang signifikan menimbulkan sebuah pertanyaan. Apakah terhadap return portofolio sektor memang CAPM sangat superior jika pada pertanian. Selain itu nilai F test juga portofolio pasar secara keseluruhan saja? menunjukan hasil yang serupa. Hanya saja Peneliti memiliki beberapa dugaan terkait karena model ini hanya terdiri atas satu dengan temuan ini. variabel saja, hasil F mengkonfirmasi Dugaan pertama mengkonfirmasi ternyata penelitian ini tidak menunjukan pertanyaan penelitian Kiky (2014) error. sebelumnya yakni karena data sampel dari Penelitian ini masih dapat penelitian ini dibentuk berdasarkan membuktikan secara empiris ternyata portofolio bulanan yang terdiri dari 200 CAPM tidak error. Hanya saja nilai dari perusahaan maka akibatnya adalah return 2 R dari model yang disusun dari data yang rata-rata dari sekuritas tersebut relatif kecil dibentuk berdasarkan portofolio sektor sebagai akibat dari penggabungan dari pertanian menunjukan nilai yang lebih berbagai macam perusahaan. Sehingga rendah dibandingkan portofolio bulanan. pada penelitian ini terbukti bahwa CAPM Dalam menerangkan variasi return ada menjadi kurang valid jika diterapkan pada sekitar 51.9% variasi return yang dapat perusahaan dengan sektor industri yang dijelaskan oleh model CAPM dengan spesifik. tingkat error sebesar 48.1%. Nilai variasi Menurut peneliti mungkin ada CAPM turun drastis jika dibandingkan baiknya penelitian ini dikembangkan hasil penelitian Kiky (2014) yang menjadi penelitian yang berbasis pada membentuk portofolio bulanan yang mana sekuritas tertentu saja yang mana 2 penurunan nilai R hingga sampai 40%. maksudnya adalah CAPM langsung Error yang terjadi pada sektor industri diterapkan pada perusahaan tertentu saja Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
22
Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM
tanpa membentuk portofolio terlebih dahulu. Dengan membuat data return yang hanya berbasis pada sekuritas tertentu maka mungkin penelitian tersebut akan mengkonfirmasi error atau anomali yang lebih tinggi sesesuai dengan kritik pada penelitian terdahulunya. Temuan peneliti juga menyimpulkan sektor pertanian, jika kita membentuk portofolio berdasarkan sektor ini saja, masih memiliki pola yang sama dengan market premium. Selain itu ternyata hasil deskriptif juga membuktikan ternyata sektor ini cukup baik saat terkena imbas krisis ekonomi global pada tahun 2008. Hal ini disebabkan kategori atau karakter dari sektor ini yang bersifat industri dasar ataupun pangan yang pasti dicari oleh konsumen karena merupakan kebutuhan primer. Hanya saja tentunya hal ini perlu dikritisi sebab masih butuh ada konfirmasi lain dari sektor sejenis seperti sektor barang konsumsi (Consumer Goods), yang mana jika memang seperti dugaan penulis maka seharusnya sektor barang konsumsi juga memiliki pola yang sama atau bahkan menunjukan resistensi yang lebih baik selama masa krisis. Hanya saja tentunya ini menjadi sebuah masukan untuk pengembangan riset ini dengan membandingkan sampel dari sektor tersebut. Kesimpulan akhir dari temuan ini adalah ternyata CAPM masih terbukti cukup baik dalam menerangkan return sekalipun kemampuan penjelasnya sekitar 51.9% saja. V. Simpulan, Keterbatasan, dan Saran Temuan penelitian ini membuktikan bahwa CAPM secara empiris pada sektor pertanian ternyata cukup baik tapi masih jauh jika dibandingkan portofolio bulanan semua sampel. Bahkan error yang ditemukan menjadi lebih besar, dengan nilai 48.1%. Tentunya temuan ini mengkonfirmasi temuan Kiky (2014) serta
kritiknya untuk membentuk sebuah portofolio yang lebih spesifik dan unik sehingga diperoleh aplikasi CAPM sesuai dengan perusahaan yang dibentuk diteliti. Akibatnya CAPM sebenarnya hanya mampu menangkap risiko pasar secara keseluruhan tapi tidak secara spesifik pada perusahaan tertentu. Saran untuk penelitian selanjutnya ada baiknya temuan ini dikonfirmasi dengan membandingkan dengan pembentukan data portofolio dengan karakteristik yang mirip seperti sektor barang konsumsi. Selain itu model CAPM ada baiknya jika mulai dibandingkan dengan model yang lain seperti APT, Fama French ataupun Carhart Four Factor Model pada sektor industri pertanian. Apakah memang ada faktor size, value atau momentum yang lebih baik dalam menerangkan varian return saham dibandingkan market premium setelah aplikasinya pada sektor industri. Pengembangan penelitian ini juga terbuka untuk penelitian terkait dengan anomali ataupun penelitian keuangan tentang psikologi pasar. Hal ini tentunya akan erat kaitannya dengan teori tentang behavioral finance. VI. REFERENSI Arifin, Zaenal. 2005. Teori Keuangan & Pasar Modal. Yogyakarta: Ekonisia. Banz, Rolf W. 1981. “The Relationship Between Return and market Value of Common Stocks”. Journal of Financial Economics, 9, 3 – 18. Bickford, Joel D. 2003. “Fama/French Three Factor Model”. Bickford Investment Management Service, Bickfordinvestment. Database online. Eugene Fama DFA Conference. Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Andreas Kiky
Connor, Gregory & Sanjay Sehgal. 2001. “Test of the Fama and French Model in India”. Working Paper, University of Dehli, India. Corrado, Charles J. 2009. Fundamental of Investment Valuation and Management. America: McGraw Hill Irwin. Fama, Eugene F. & Kennenth R. French. 1992. “ The Cross-Section of Expected Stock Returns”. Journal of Finance, 47, 427 – 465. Fama, Eugene F. & Kennenth R. French. 1993. “ Common Risk Factors in the Return on Stock and Bonds”. Journal of Financial Economics, 33, 3 – 56. Fama, Eugene F. & Kennenth R. French. 1996. “Multifactor Explanations of Asset Pricing Anomalies”. Journal of Finance, 51, 55 – 84. Fama, Eugene F. & Kennenth R. French . 1998. “Value Versus Growth: The International Evidence”. Journal of Finance , 53, 1975-1999. Gharghori, Philip. 2007. “ Are the FamaFrench Factor Proxying Default Risk?”, Australian Journal of Management, 32, 223-248, ABI/Uniform Research. Database on-line. Proquest. Gitman, Lawrence J. 2009. Principle of Managerial Finance. California: Pearson. Gujarati,
Damodar. 2004. Basic Econometrics. McGrawHill.
Hardianto, Damar & Suherman. 2007. “Pengujian Fama-French ThreeFactor Model di Indonesia”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 13, 198-208.
23
Hartono, Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE UGM. Homsud, Nopbhanon, dkk. 2009. “A Study of Fama and French Three Factor Model in Stock Exchange of Thailand”. International Research Journals of Finance and Economic, 25, 31-49, EuroJournals Publishing. Database on-line. Proquest. Husnan, Suad. 2009. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis sekuritas. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Jones,
Charles P. 2005. Investment Principles and Concept. North Carolina State: John Wiley.
Kiky, Andreas. 2014. “Studi Empiris CAPM pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2005 sampai Tahun 2011”. Jurnal Bina Manajemen. 2. Lam, Keith S. K., Frank K. Li & Simon M. S. So. 2010. “On Validity of the Augmented Fama and French’s (1993) Model: Evidance from the Hong Kong Stock Market”. Rev Quant Finan Acc, 35, 89 – 111. Li, Bin. Bejamin Liu & Eduardo Roca. 2011. “Stock Return and Consumption Factors in the Australian Market: CrossSectional Tests”.Australian Journal of Management, 36, 247266. Lind, Douglas A. , William G. Marchal, Samuel A. Wathen. 2008. Statistical Techniques in Business & Economics with Global Data Sets. International Edition: McGraw Hill. Markowitz, H. 1952. Portfolio Selection. The Journal of Finance, 7, 77–91. Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
24
Analisis Sektor Industri Pertanian pada Model CAPM
Moy, Ronald L. 2007. “Investor and Markets: Portfolio Choices, Asset Prices and Investment Advice. Financial Analysis Journal, 63, 84-84. Paulo,
S. “The United Kingdom’s Companies Act of 2006 and the Capital Asset Pricing Model”. International Journal of Law and Management, 52, 253-264.
Petrus. 2006. “Pengujian The Fama and French Model di BEJ pada Periode 2002 Sampai Dengan 2004”. Thesis. Jakarta: IBII. Ross, Stephen A. 1976. “The Arbitrage Theory of Capital Asset Pricing”. Journal of Economic Theory, 13, 341 – 360. Saputra, Dede Irawan & Umi Murti. 2008. “Perbandingan Fama and French Three Factor Model dengan Capital Asset Pricing Model”.
Jurnal Riset Akuntansi Keuangan, 4, 132-145.
dan
Sharpe, William F. 1964. “Capital Asset Prices: A Theory of Market Equilibrium under Condition of Risk”. Journal of Finance , 19, 425 – 442. Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta: CAPS. Tandelin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius. Walid, Elhaj Mabrouk . 2009. “New Evidence on Risk Factors, Characteristics and the CrossSectional Variation of Japanese Stock Returns”. Asia-Pasific Finan Market, 16, 33 – 50. Zubir, Zalmi. 2011. Manajemen Portofolio Penerapan dalam Investasi Saham. Jakarta: Salemba Empat.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
25
PENGARUH EKSTRINSIK REWARD DAN INTRINSIK REWARD TERHADAP EMPLOYEE PERFORMANCE : TELAAH PADA PT XYZ Raymond Januar Universitas Multimedia Nusantara Dewi Wahyu Handayani Universitas Multimedia Nusantara Abstract This research is to measure the influence of extrinsic reward and intrinsic reward againts employee performance. This research was performed in PT XYZ located in BSD city, Tangerang Selatan. Primary data was used for the collection of data. The data was obtained from 60 respondents, who are employees and permanent teachers of PT XYZ. The case study has been carried out by using a quantitative approach. The results are extrinsic reward and intrinsic reward does have a positive relationship to employee performance, but the two must be performed together. Keywords: Reward, Extrinsic Reward, Intrinsic Reward, Employee Performance I. Pendahuluan Pada zaman sekarang ini, dunia semakin berkembang dan untuk itu perlu didukung oleh tingkat pendidikan yang baik agar mampu mengikuti perkembangan zaman, khususnya pada anak-anak. Dimana dalam pendidikan untuk khususnya anak-anak sangatlah penting dan harus dimulai dari sedini mungkin. Hal ini berguna agar mereka dapat menggunakan teknologi
dengan tepat dan mampu bersaing dalam bidang teknologi. Pada gambar 1.1 sudah terlihat bahwa anak-anak yang hidup di zaman teknologi ini sudah mahir dalam menggunakan teknologi salah satunya smartphone. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Growth from Knowledge (GFK) Asia, pada gambar 1.1 tergambar bahwa anak-anak usia 10-14 tahun terus mengalami pertumbuhan dalam penggunaan smartphone.
Sumber : http://www.pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=254 Gambar 1.1 : Profil Indonesian Mobile Consumer are getting younger (Nielsen)
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
26
Selain itu bukan hanya untuk teknologi tetapi anak-anak juga harus dibantu dengan pendidikan robot, dengan melalui pendidikan robot tersebut mampu membawa anak menjadi lebih kreatif dan memiliki daya saing dengan yang lainnya, dan juga dengan melalui kursus tentang robot ataupun multimedia pula mampu membuka pintu bagi masyarakat yang ingin menigkatkan kemapuannya agar mampu menjadi manusia yang berkualitas. Menurut Mahendra Siregar, Kepala Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja akan memberikan peran besar terhadap posisi tawar pekerja untuk terjun di sektor formal, yang ditambah dengan momentum investasi yang sedang tinggi di Indonesia ini (Syahputra, 2014). Untuk mengatasi momentum tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu, bagaimana cara kita agar mampu untuk mengelola momentum itu dengan baik sehingga mampu memberikan pertumbuhan ekonomi selama mungkin di Indonesia. Dalam hal ini faktor demografi sebagai bonus bagi Indonesia, menjadi pasar dengan skala besar yang kompetitif serta menjadi sumber tenaga kerja yang produktif. Dengan melihat tenaga kerja yang produktif dan kompetitif pada saat sekarang ini, maka anak-anak dituntut untuk lebih mempersiapkan diri. Maka dibutuhkan sebuah kursus yang mampu membuat masyarakat memiliki kemampuan yang berbeda dengan yang lainnya salah satunya dengan pendidikan robot. Dengan munculnya hal tersebut pendidikan robotik dan multimedia di Indonesia terus berkembang. Hal tersebut tergambar dari banyaknya bermunculan tempat kursus robotik ataupun tempat kursus komputer, sehingga memunculkan persaingan yang cukup ketat antara satu dengan yang lainnya. Untuk membuat tempat kursus dibedakan dengan pesaing lainnya adalah dengan memberikan tenaga pengajar yang
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
berkualitas, berkemampuan mahir, profesional, selain itu bukan hanya tenaga pengajar saja yang perlu diperhatikan melainkan suasana lingkungan atau tempat kursus tersebut, tentang kenyamanan, kebersihan, desain ruangan kursus, dan juga keupdate-an dari teknologi yang digunakan untuk memberikan kursus kepada anak didiknya. PT XYZ adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan komputer dan robotik yang berlokasi di BSD City, Tangerang Selatan, yang memberikan pengajaran akan komputer dan robotik kepada anak-anak umur 3-15 tahun. Dalam hal ini PT XYZ harus mampu membedakan dengan yang lain yaitu, PT XYZ harus mampu memberikan pengajaran yang berbobot dan berkualitas bagi anak-anak didiknya agar dapat dibedakan dengan pesaing lainnya, maka dari itu haruslah dilengkapi dan dipersenjatai dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas agar mampu memberikan yang terbaik bagi perusahaan dan juga bagi anak didiknya, untuk mampu menjadikan para pengajar PT XYZ menjadi seorang pengajar yang berkualitas dan berkompeten maka, harus didukung pula oleh beberapa faktor yang mampu untuk memotivasi pengajar yaitu reward. II. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Menurut Dessler (2008) manajemen sumber daya manusia adalah proses dari mendapatkan, pelatihan, penilaian dan pemberian kompensasi karyawan, memperhatikan hubungan kerja karyawan, kesehatan dan keamanan, dan masalah keadilan. Menurut Bryars dan Rue (2008) manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan yang dirancang untuk menyediakan dan mengkoordinasi sumber daya manusia dari suatu organisasi. Menurut R. Wayne Mondy dan Judy Bandy Mondy (2008) manajemen sumber Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
daya manusia adalah Pemanfaatan dari individu untuk mencapai tujuan perusahaan. Reward (Aktar, 2012) adalah suatu elemen penting untuk memotivasi karyawan untuk berkontribusi menuangkan ide inovasi yang paling baik untuk fungsi bisnis yang lebih baik dan meningkatkan kinerja perusahaan baik secara financial dan non-financial. Menurut Baratton (1999) dalam Edirisooriya (2014) reward merujuk pada semua bentuk pengembalian financial, jasa berwujud, benefit, dan menerima karyawan sebagai bagian dari hubungan ketenagakerjaan. Menurut Colin (1995) dalam Edirisooriya (2014) reward adalah manfaat yang timbul ketika karyawan melakukan tugas, memberikan jasa atau pemakaian tanggung jawab. Sedangkan Menurut Bryars dan Rue (2008) reward adalah hasil dari kepegawaian dengan perusahaan, termasuk semua tipe reward intinsik dan ektrinsik. Menurut Aktar (2012) reward dapat berupa : 1. Ekstrinsik reward adalah penghargaan nyata dan manfaat yang diterima atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan oleh karyawan. Ekstrinsik reward seperti gaji atau upah, insentif, bonus, keamanan kerja. 2. Intrinsik reward adalah penghargaan yang tidak nyata, dalam hal ini berupa manfaat psikologis. Intrinsik reward seperti penghargaan, temuan tantangan baru, sikap positif, peduli dari atasan, dan rotasi kerja. Reward package dapat mempengaruhi employee performance. Berdasarkan penelitian Ajila dan Abiola (dalam Edirisooriya, 2014) bahwa reward system mampu membantu meningkatkan No. Peneliti Waruni Ayesha 1 Edirisooriya
Judul Penelitian Impact of Rewards On Employee Performance : With
27
kinerja karyawan dengan meningkatkan kemampuan karyawan, pengetahuan dan kebiasaan untuk mencapai tujuan perusahaan. (Eisenberger, 2011 dan Heng, 2012 dalam Edirisooriya, 2014) Dalam hal ini jika organisasi gagal dalam pemberian reward maka, secara langsung akan memberikan dampak pada penurunan kinerja karyawan. Dalam hal ini keefisienan reward system (ekstrinsik dan intrinsik reward) dapat menjadi motivator yang baik tetapi, jika reward system tidak efisiensi maka karyawan dapat tidak termotivasi yang menyebabkan rendahnya produktivitas, internal konflik, tingginya turnover, kurangnya komitmen dan loyalti karyawan, dan sering tidak tepat waktu. Untuk itu, organisasi membutuhkan strategi pengembangan reward system (ekstrinsik dan intrinsik reward) untuk karyawan agar mereka mempertahankan kemampuannya yang menghasilkan competitive advantage. Berdasarkan penelitian Gohari et al (2013) bahwa dengan memberikan reward yang menjadi bagian dari kebijakan perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya berguna untuk meningkatkan kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan. Menurut Aktar (2012) karyawan akan memberikan secara maksimum bagi perusahaan ketika mereka merasa atau percaya bahwa usaha mereka dihargai oleh manajemen. Ada banyak faktor yang berdampak pada employee performance seperti kondisi bekerja, pekerjaan, hubungan pekerja, peluang training and development, keamanan kerja, seluruh kebijakan perusahaan dan prosedur untuk menghargai karyawan. Diantara kesemua itu faktor yang paling berdampak pada employee performance, dan motivasi adalah rewards yang terpenting.
Temuan Inti Adanya hubungan positif antara extrinsic reward, intrinsic reward dan employee performance di perusahaan bidang Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
28
2
3
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
Serena Aktar, Muhammad K. Sachu, Md. Emran Ali
Payam Gohari, Akram Ahmadloo, Majid B. Boroujeni, Seyed J. Hosseinipour
Special Reference to ElectriCo.
Electric Co., Srilanka, dalam hal ini respondennya adalah para Kandy District.
The Impact of Rewards on Employee Performance in Commercial Banks of Bangladesh : An Empirical Study
Adanya hubungan yang signifikan antara extrinsic, intrinsic reward dengan employee performance dan semua independen variabel mempunyai pengaruh positif pada employee performance di komersial bank, Bangladesh.
The Relationship Between Rewards and Employee Performance
Semua tipe reward (termasuk tipe intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan yang positif dengan employee performance. Penelitian menunjukkan bahwa intrinsik rewards memiliki dampak yang lebih besar pada employee performance daripada ekstrinsik reward. Penelitian ini dilakukan di perusahaan travel, Malaysia.
Berdasarkan tinjauan literatur di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah: H1 : Adanya Hubungan positif antara Ekstrinsik Reward dan employee performance H2 : Adanya Hubungan positif antara Intrinsik Reward dan employee performance Rangka Pemikiran
Sumber : Adaptasi dari Edirisooriya.2014. Impact of Reward on Employee Performance : With Special Reference to ElectriCo., diolah oleh Raymond Januar, 2014 Gambar 2.1 : Rangka Pemikiran III. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada karyawan PT XYZ yang beralamat di ruko sektor IV
blok RD No. 69, BSD-City – Tangerang Selatan, Banten, Indonesia. PT XYZ merupakan tempat kursus untuk komputer dan juga robotik yang memberikan Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
suasana yang menyenangkan bagi anakanak yang berusia 3-15 tahun. PT XYZ sendiri didirikan oleh seorang wanita yang kuat, yang merupakan lulusan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga jurusan Teknik Elektro, yang didirikan pada tahun 2001. PT XYZ menggunakan filosofi untuk menjadikan PT XYZ tetap menjadi pilihan tempat kursus untuk anak-anak dan remaja. Hingga saat ini PT XYZ sudah memiliki 11 cabang perusahaan, diantaranya dari semua itu 3 cabang merupakan franchise. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif. Penelitian deskriptif (Sekaran & Bougie, 2010) dilakukan untuk mengumpulkan data dan mendeskripsikan karakteristik dari variable interest dalam suatu situasi. Dalam hal ini peranan peneliti adalah mengungkapkan fenomena yang terjadi di PT XYZ tentang Pengaruh Reward Ekstrinsik dan Intrinsik terhadap Employee Performance. Penelitian kuantitatif (Zikmund, Babin, Carr, dan Griffin, 2008) sendiri merupakan penelitian yang tujuannya adalah untuk melakukan penilaian empiris yang melibatkan pengukuran angka dan analisis. Dimana penelitian kuantitatif ini cukup banyak aktivitas langsung terhadap konsep skala pengukuran yang baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan nilai angka. Dalam metode penelitian ini penulis menggunakan 2 sumber data yaitu sumber data primer dan sekunder. Penelitian ini menggunakan 2 sumber data yaitu sumber data primer dan sekunder. (Sekaran dan Bougie, 2010) Dimana data primer merujuk pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti pada variabel tujuan untuk tujuan yang spesifik dari pembelajaran. Selanjutnya adalah data sekunder merujuk pada informasi yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. (Sekaran dan Bougie, 2010) Pengumpulan data ini dilakukan secara
29
cross-sectional atau hanya sekali pada saat tertentu. Untuk penelitian yang dilakukan penulis, populasinya adalah karyawan PT XYZ di Tangerang. Dalam hal ini, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah karyawan dan teacher PT XYZ yang berusia kurang dari 20 tahun dan maksimal berusia 40 tahun serta, minimal telah bekerja selama 1 tahun. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan selama 9 hari dimulai pada 31 Oktober 2014 dan berakhir pada 08 November 2014. Dalam penelitian ini juga penulis menggunakan sebanyak 60 responden yang diadopsi dari Hair et al (2010) bahwa jumlah item pertanyaan yang digunakan pada kuesioner tersebut dikalikan 5 atau n x 5. Pada penelitian ini penulis menggunakan 12 item pertanyaan, sehingga jika dikali 5 maka membutuhkan sebanyak 60 responden. Dalam kuesioner ini menggunakan skala pengukuran likert. (Kinnear, 1998 dalam Umar, 2002) Skala likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Alternatif pernyataanya, misalnya adalah dari setuju sampai tidak setuju, senang sampai tidak senang, puas sampai tidak puas atau baik sampai tidak baik. dimana responden diminta untuk mengisi pernyataan dalam skala interval berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu, bisa 5, 7 dan seterusnya. Variabel Bebas Ekstrinsik Reward(X1) Ekstrinsik reward (Zaman, 2011 dalam Edirisooriya, 2014) adalah biasanya berupa financial atau reward berwujud yang dimana termasuk pembayaran, promosi, interpersonal reward, bonus dan benefit. Ekstrinsik reward (Aktar, 2012) adalah penghargaan nyata dan manfaat yang diterima atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan oleh karyawan. Ekstrinsik reward seperti gaji atau upah, insentif, bonus, keamanan kerja. Indikator Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
30
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
pengukurannya untuk variabel ini adalah gaji, bonus, benefit, dan promosi. Intrinsik Reward (X2) Reward (Searle, 1990 dalam Edirisooriya, 2014) dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu Intrinsik dan Ekstrinsik reward. Intrinsik reward (Stoner dan Freeman,1992 dalam Edirisooriya, 2014) adalah psikologikal reward yang dirasakan secara langsung pengalamannya oleh karyawan. Atau (Bryars dan Rue, 2008) reward yang ada dalam individu dan normalnya berasal dari keterlibatan tugas atau aktivitas tertentu. Intrinsik reward (Abiola dan Ajila, 2004 dalam Edirisooriya, 2014) diistilahkan psikologi reward misalnya seperti, rasa tantangan dan prestasi, menerima apresiasi, pengakuan positif, kepedulian dan perhatian, dan lainnya. Indikator pengukurannya untuk variabel ini adalah Recognition, career Advancement, Reponsibility dan Learning opportunity.
bergerak maju, untuk mampu membuat kinerja karyawan baik tidaklah mudah sebab harus ada faktor yang mampu memotivasi karyawan untuk dapat bekerja dengan baik. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan di PT XYZ, BSD City. Dari populasi tersebut dapat kita tarik sebagai sampel yang dibutuhkan penulis untuk melakukan penelitian tersebut. Sampel yang diambil oleh penulis sebanyak 60 responden dari keseluruhan populasi yang ada. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah probability sampling. Probability sampling (Sekaran & Bougie, 2010) merupakan elemen dalam populasi yang mempunyai pengetahuan, peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Selain itu teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah simple random sampling. Simple random sampling (Sekaran & Bougie, 2010) sendiri merupakan setiap elemen di dalam populasi yang memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi subjek atau sampel. Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel bebas maka peneliti menggunakan persamaan regresi berganda yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini, yaitu :
Variabel Terikat Employee Performance ( Y) Menurut Mangkunegara (2013) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja yang baik akan mampu membuat perusahan dapat
Y = a + b1 X1 b2 X2 + e Keterangan : Y = Employee performance a = Kostanta b = Koefisien garis regresi
X1 = Ekstrinsik reward X2 = Intrinsik reward e = Error IV. Hasil dan Pembahasan
Berikut merupakan hasil uji validitas dari ekstrinsik reward, intrinsik reward, dan employee performance, yaitu :
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
31
Tabel 4.1 : Hasil uji validitas Berdasarkan tabel diatas, pengujian indikator tersebut menunjukkan nilai KMO, MSA dan component matrix ≥ 0,5, sehingga semua indikator dalam kuesioner dinyatakan valid.
Reliabilitas (Ghozali, 2009) digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Tabel 4.2 : Hasil Uji Reliabilitas Berdasarkan Tabel di atas, semua nilai Cronbach’s Alpha memiliki nilai ≥ 0,60 (Ghozali, 2009). Sehingga dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, semua variabel penelitian lolos dalam uji reliabilitas ini. Uji Multikoloniearitas (Ghozali, 2009) bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 (Ghozali,2009).
Tabel 4.3 : Hasil uji multikolonieritas
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
32
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
Tabel diatas menunjukkan bahwa, nilai tolerance pada variabel ekstrinsik reward dan intrinsik reward adalah 0.841 dan untuk nilai VIF 1,189. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam semua variabel dalam penelitian ini tidak terjadi multikolonieritas, karena nilai tolerance dalam penelitian ini memiliki nilai ≥ 0.10 dan nilai VIF ≥ 10, maka dengan demikian model regresi ini dapat
dilanjutkan karena, tidak terjadi korelasi antara variabel independen tersebut. Uji Heteroskedastisitas (Ghozali, 2009) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskesdatisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas.
Grafik 4.1 : Uji heteroskedatisitas Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa, titik-titik menyebar secara tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, dan tersebar diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas untuk variabel ekstrinsik dan intrinsik reward terhadap employee performance.
Uji normalitas (Ghozali, 2009) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.
Grafik 4.2 : Hasil uji normalitas
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa, semua data yang ada terdistribusi normal. Dan untuk tabel plot semua data menyebar sekitar garis lurus diagonal. Koefisien determinasi (R2) (Ghozali, 2009) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
33
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Tabel 4.4 : Hasil uji koefisien determinasi Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa, Adjusted R2 untuk variabel ekstrinsik dan intrinsik reward adalah .046 dengan nilai tersebut berarti employee performance dapat dijelaskan oleh ekstrinsik dan intrinsik reward sebesar 4,6%, sedangkan untuk sisanya dipengaruhi oleh variabel lain atau faktor lain.
Analisis regresi (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2009) adalah metode yang mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi ratarata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui.
Tabel 4.5 : Hasil uji regresi Berdasarkan uji regresi pada H1, dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi variabel ekstrinsik dan intrinsik reward berpengaruh terhadap employee performance. Hasil ini menunjukkan
bahwa kenaikkan 1 unit dari ekstrinsik reward maka akan ada peningkatan sebesar 0,074 sedangkan untuk intrinsik reward akan ada peningkatan sebesar 0,191.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
34
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
Tabel 4.6 : Hasil uji t Dari tabel diatas menunjukkan bahwa, variabel ekstrinsik reward menunjuk hasil thitung adalah 0,951 dengan tingkat signifikan 0,345, lalu untuk variabel intrinsik reward memiliki thitung adalah 1,442 dengan tingkat signifikan 0,155, kemudian ditetapkan tingkat sig.α = 0,10 dan df = 58. Maka didapat ttabel adalah 1,671, sehingga dengan hasil tersebut nilai thitung memiliki nilai positif dan lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai ttabel dan juga, tingkat signifikan lebih besar dari 0,10. Dalam hal ini peneliti menggunakan tingkat signifikan 0,10, berdasarkan hasil perhitungan sampel dengan menggunakan
Slovin’s formula (Tejada & Punzalan, 2012). Maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Dan hal ini menunjukkan bahwa, variabel ekstrinsik dan intrinsik reward tidak berpengaruh terhadap variabel employee performance. Uji statistik F (Ghozali, 2011) bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Tingkat signifikasi yang digunakan adalah 0.1 atau α = 10% atau tingkat keyakinan 90%.
Tabel 4.7 : Hasil uji F Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa nilai F lebih besar daripada 2,40 dan untuk nilai signifikan kebih kecil daripada 0,1. Maka, dengan hasil tersebut untuk variabel ekstrinsik dan intrinsik reward memiliki pengaruh terhadap employee performance. Dengan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, variabel ekstrinsik dan intrinsik reward harus dilakukan perhitungan bersama dan tidak dapat dilakukan sendiri-
sendiri agar mampu menghasilkan yang terbaik. Implikasi Manajerial Berikut ini pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ekstrinsik reward agar mampu mendorong employee performance, yaitu antara lain : 1. Dari hasil penelitian ini ekstrinsik reward rata-rata menghasilkan jawaban yang dalam kategori cukup, hal tersebut dikarenakan para Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
karyawan tidak ingin memperlihatkan akan masalah yang terjadi di PT XYZ untuk masalah ekstrinsik reward ini. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan haruslah mampu terbuka kepada para karyawannya sehingga perusahaan mampu untuk memahami akan keinginan karyawan dan juga untuk mengurangi tingkat turn over yang ada. Dalam hal ini pihak management harus terbuka dengan cara membuatkan email yang dikhususkan untuk mengemukakan pendapat ataupun komentar tentang perusahaan ataupun proses kerja dalam perusahaan yang nantinya dapat dilihat oleh owner ataupun management, atau dengan cara memberikan kotak saran yang berguna untuk menampung aspirasi karyawan, dan nantinya hanya boleh dibuka oleh head of operational dan owner. 2. Perusahaan harus mampu memberikan apresiasi yang lebih kepada setiap karyawan yang berprestasi dalam hal pencapaian target penjualan, kinerja yang baik atau pencapaian dalam suatu kompetisi. Apresiasi yang dapat diberikan kepada karyawan yang berprestasi tersebut dapat seperti, gadget, voucher belanja, pulsa, tiket menonton cinema XXI atau diberikan promosi jabatan, dan lainnya agar mereka mampu memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan, sehingga mampu membawa perusahaan maju dan berkembang. 3. Sebaiknya perusahaan mampu untuk mempertimbangkan kembali dalam hal pemberian reward kepada setiap karyawannya, agar karyawan mampu termotivasi dan menampilkan kinerja yang baik bagi perusahaan. Adapun komponen reward yang bisa diberikan seperti, bonus kepada karyawan yang berprestasi, insentif bagi para karyawan, promosi bagi karyawan yang memiliki kinerja baik, recognition dengan menampilkan foto karyawan yang memiliki kinerja yang
35
baik, dan reward lainnya yang mampu memotivasi para karyawan untuk bergerak maju. Berikut ini pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan intrinsik reward agar mampu mendorong employee performance, yaitu antara lain: 1. Dari hasil penelitian ini, untuk indikator variabel intrinsik reward dalam kategori setuju, oleh karena itu sebaiknya perusahaan terus mempertahankan pemberian reward intrinsik kepada setiap karyawannya agar setiap karyawan terus mampu menampilkan kinerja yang baik bagi perusahaan. 2. Sebaiknya perusahaan mampu untuk memberikan penghargaan kepada setiap karyawan yang memberikan kinerja yang paling baik bagi perusahaan. Perusahaan dapat memberikan penghargaan berupa employee of the month bagi karyawan yang mampu menampilkan kinerja yang baik bagi perusahaan, dengan itu mampu membawa karyawan untuk lebih termotivasi lagi untuk bekerja. 3. Sebaiknya management menunjukkan kepedulian kepada karyawannya dengan menyediakan waktu bagi karyawan untuk melakukan konseling, sehingga dengan hal tersebut mampu memacu akan kinerja yang baik perusahaan, karena dengan melalui konseling tersebut karyawan mampu untuk fokus terhadap setiap pekerjaan yang diberikan perusahaan. V. Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa hasil yang dapat di simpulkan yaitu, : 1. Berdasarkan hasil analisa deskripsi bahwa rata-rata karyawan yang bekerja di PT XYZ adalah laki – laki dan juga rata-rata usia yang bekerja di PT XYZ adalah 20 – 30 tahun, lalu untuk lama Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
36
2.
3.
4.
5.
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
bekerja karyawan PT XYZ rata – rata telah bekerja selama 1 – 3 tahun, dan tingkat pendidikan akhir karyawan PT XYZ rata rata adalah SMA/SMEA/SMK. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada responden tersebut dimana hasil dari variabel ekstrinsik reward menunjukkan hasil yang dalam kategori cukup dan setuju, dalam hal ini para karyawan PT XYZ tidak ingin memperlihatkan masalah yang terjadi di PT XYZ untuk hal ekstrinsik reward ini, dan juga karyawan tidak mau mengungkap lebih jauh lagi akan masalah yang terjadi di PT XYZ tersebut. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada responden tersebut dimana hasil dari variabel intrinsik reward menunjukkan hasil yang dalam kategori setuju. Lalu untuk hasil variabel employee performance menunjukkan hasil yang dalam hal ini dalam kategori setuju juga. Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 22, dimana untuk variabel ekstrinsik reward tidak memiliki pengaruh terhadap employee performance dikarenakan nilai thitung = 1,649 dan nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai ttabel = 1,671. Dan juga untuk tingkat signifikan menunjuk pada nilai 0,105 yang lebih besar jika dibandingkan dengan 0,10. Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 22, dimana untuk variabel intrinsik reward memiliki pengaruh terhadap employee performance, dengan menunjukkan nilai thitung = 1,988 dan tingkat signifikan 0,052.
Saran 1. Apabila peneliti selanjutnya ingin melanjutkan penelitian ini sebaiknya
ditambah variabel control demographic. Karena tidak hanya dengan reward saja untuk menampilkan employee performance yang baik, harus dilihat pula dari segi demograpich-nya, maka sebagai peneliti menyarankan untuk menambah variabel demographic (Gohari et al, 2013, the relationship between rewards and employee performance). Atau dapat pula diganti variabel dependennya menjadi employee motivation, dimana untuk mengetahui apakah dengan melalui reward yang diberikan karyawan akan termotivasi atau tidak (Zaman et al, 2011, relationship between rewards and employee’s motivation in the nonprofit organization of Pakistan). 2. Apabila ingin melanjutkan penelitian ini pula peneliti selanjutnya sebaiknya menambah jumlah sampel, agar mampu memberikan hasil yang lebih baik. 3. Peneliti selanjutnya sebaiknya memperbaiki dan memperbanyak mesurement ekstrinsik dan intrinsik reward agar mampu menghasilkan yang baik.
VI. REFERENSI Aguinis, Herman. 2009. Performance Management 2nd edition. New Jersey : Pearson Ajila, Chris, Awonusi Abiola. 2004. Influence of Rewards on Workers Performance in an Organization. J.Soc Sci, 8(1) : 7 – 12 (2004). Aktar, Serena, Muhammad K.Sachu, dan Md. Emran Ali. 2012. The Impact of Rewards on Employee Performance in Commercial Banks of Bangladesh :An Empirical Study. IOSR Journal of Business and Management.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Raymond Januar & Dewi Wahyu Handayani
Bryars, Llyod L. Dan Leslie W. Rue. 2008. Human Resources Management 9th edition. New York : McGrawHill. Dessler, Gary. 2008. Human Resources Management 11th edition. New Jersey : Pearson. Edirisooriya, Waruni Ayesha. 2014. Impact of rewards on employee performance: with special reference to ElctriCo. International Conference on Management and Economics. Gohari, Payam, Akram Ahmadloo, Majid B. Boroujeni,Seyed J. Hosseinipour. 2013. The Relationship Between Rewards and Employee Performance. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Ghozali. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro. Ghozali. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Universitas Diponegoro. Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta : PT.Bumi Aksara Lynch, Patrick, Robert Eisenberger, dan Stephen Armeli. 1999. Perceived Organizational Support : Inferior Versus Superior Performance by Wary Employees. Journal of Applied Psychology. Kazan, Halim, Sefer Gumus. 2013. Measurement of Employees Performance: A state Bank Application. Internasional Review of Management and Business Research Mangkunegara, Anwar Prabu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Rosda.
37
Mondy, R. Wayne. 2008. Human Resources Management 10th edition. New Jersey : Pearson. Robbins, P. Stephen dan Mary Coulter. 2009. Management 10th. New Jersey : Pearson. Sekaran, Uma dan Roger Bougie. 2010. Research Methods for Business A Skill Building Approach. John Wiley & Sons Ltd. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Tejada, Jeffry J.,Joyce Raymond B. Punzalan. 2012. On the Misuse of Slovin’s Formula. The Philippine Statistician. Umar, Husein. 2002. Metode Riset Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wekesa, Jane Nelima, Silas Nyaroo. 2013. Effect of Compensation on Performance of Public Secondary School Teachers in Eldoret Municipality Kenya. Zaman, Khalid, Nadia Sajjad Hafiza, Syed Sohaib Shah, dan Humera Jamsheed. 2011. Relationship Between Rewards And Employee’s Motivation in the Non- Profit Organizations of Pakistan. Business Intelligence Journal. Zikmund, William G, Barry J. Babin, Jon C. Carr, Mitch Griffin. 2010. Business Research Methods 8th edition. Canada : South-Western, Cengage Learning. Sumber Internet : Fatmawati, Endang “Trend Terkait MLibrary untuk Perpustakaan Masa Depan” Desember 2012 (http://www.pnri.go.id/MajalahOnlin eAdd.aspx?id=254).
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
38
Syahputra, Seftin “ Pendidikan Sebagai Fokus dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” 18 Maret 2014 (http://ekonomi.kompasiana.com/bis nis/2014/03/18/pendidikan-sebagaifokus-dalam-meningkatkanpertumbuhan-ekonomi-di-indonesia640395.html).
Pengaruh Ekstrinsik Reward dan Intrinsik Reward terhadap Employee Performance Telaah pada PT XYZ
Amarullah, Amril “ 2015, Teknologi Robot Masuk Kurikulum Pendidikan di Indonesia” 16 Juni 2014 (http://techno.okezone.com/read/201 4/06/16/56/999347/2015-teknologirobot-masuk-kurikulum-pendidikandi-indonesia)
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
39
ANALISA PENGARUH FOOD QUALITY, SERVICE PERSON CUSTOMER ORIENTATION, DAN PHYSICAL ENVIRONMENT, TERHADAP REPURCHASE INTENTION, MELALUI CUSTOMER SATISFACTION Steffi Weliani Universitas Multimedia Nusantara
[email protected] Abstract The purpose of this study to determine whether the proposed Repurchase Intention of B'Steak Gading Serpong restaurant’s consumers is affected by the Food Quality, Service Person Customer Orientation and Physical Environment through Customer Satisfaction. B'Steak Gading Serpong is a western style restaurant with an interesting concept of fine dining which is the object of this study. The theoretical model in this study presented with 4 hypotheses to be tested using Structural Equation Model, with sample of 110 respondents aged 17 years or older who had once come to visit B'Steak Gading Serpong. Results from the data analysis showed that the Food Quality, Service Person Customer Orientation and Physical Environment through Customer Satisfaction have positive influence on Repurchase Intention in B'Steak Gading Serpong restaurant. Keywords: Reward, Extrinsic Reward, Intrinsic Reward, Employee Performance I. Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan market potensial untuk tumbuhnya bisnis baru. Berdasarkan temuan riset Global Entrepreneur Indicator 2013, tercatat adanya peningkatan pendapatan usaha sebesar 61% selama 6 bulan terakhir. Sedangkan untuk 6 bulan kedepan, pendapatan usaha di Indonesia diprediksi mencapai 81% (Marketers, 2014). Peningkatan ini menandakan adanya pertumbuhan yang cepat pada bisnis di negara Indonesia. Hal ini tidak lepas dari mental positif pengusaha Indonesia yang meyakini perekonomian nasional sama kuat dengan daya beli dalam negeri. Respon positif dari daya beli dalam negeri, menandakan tumbuhnya perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Mentri Koordinator Perekonomian Indonesia, Hatta Rajasa mengungkapkan pola
konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi telah melahirkan istilah kelas menengah yang kini sedang tumbuh pesat dan sangat konsumtif (Marketers, 2013). Perubahan perilaku konsumen khususnya kelas menengah begitu terlihat seperti pada kebutuhan dasar manusia yaitu makanan dan minuman. Makanan tidak lagi sekedar alat mengenyangkan perut, namun sudah menjadi bagian dari lifestyle. Industri katering di Indonesia memiliki potensi yang besar, dikarenakan kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan yang variatif tidak diiringi dengan kemampuan yang terbatas dalam memproduksi menu tersebut (Wenas, 2012). Industri food and beverages tidak akan pernah mati, pasalnya makanan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pada tahun 2011 lalu, belanja konsumen untuk makanan dan minuman mencapai 73 miliar dollar US dan menggelembung hingga 194 Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
40
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
miliar dollar US (Marketers, 2014). Dengan pasar yang besar dan pertumbuhan yang pesat, membuat persaingan di bisnis makanan menjadi sangat ketat. Hasil penelitian Qraved.com yang berjudul Jakarta Dining Index 2014, mengungkapkan kunjungan orang Jakarta ke restoran sepanjang 2013 mencapai 380 juta kali serta mengabiskan total 1,5 miliar dolar US. Kebiasaan makan di restoran ini juga dipengaruhi oleh pertumbuhan bisnis restoran kelas menengah atas yang mencapai 250% dalam 5 tahun terakhir ini. Perubahan perilaku ini membentuk fenomena tren makan di restoran yang menjadi bagian dari aktivitas bersosialisasi seperti berkumpul dengan keluarga, bertemu dengan rekan bisnis, dan temanteman (Kim, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Qraved.com, restoran fine-dinning berkelas menengah menjadi prioritas konsumen sebesar 50% disusul dengan kelas bawah 32% dan 18% restoran kelas atas. B'Steak adalah restoran dengan masakan spesialisasi western food yang telah disesuaikan dengan selera orang Indonesia. B'Steak didirikan di awal tahun 2007 di Greenville, Jakarta. B'Steak adalah nama yang dipilih oleh Ridwan dan Fonny (owner B'Steak) karena mudah untuk diingat dan disebut. Steak menimbulkan kesan western yang cocok dengan konsep masakan B'Steak yang bernuansakan barat. Huruf B pada B'Steak dibaca "bi-stik" dipilih karena kebanyakan orang Indonesia menyebut steak dengan bistik. Di tengah persaingan yang ketat dalam bisnis restoran, owner B'Steak berharap B'Steak dapat bertahan unggul dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Owner B'Steak percaya bahwa food quality dari makanan yang disajikan, tampilan makanan, service dari pelayan, dan suasana restoran menjadi faktor yang penting dalam memuaskan konsumen di bisnis restoran. Oleh karena itu, owner B'Steak ingin tahu apa yang konsumen
harapkan dari B'Steak Gading Serpong ini dan bagaimana penilaian B'Steak di mata konsumen agar dapat meningkatkan penjualan dan mempertahankan konsumen untuk datang lagi ke B'Steak. Setahun setelah berdiri, B'Steak membuka cabang pertamanya di Muara Karang, disusul cabang ketiganya yang buka di Gading Serpong pada pertengahan tahun 2014 ini. Meskipun baru, namun B'Steak Gading Serpong dijadikan pusat dari B'Steak. B'Steak Gading Serpong adalah B'Steak yang terluas dengan konsep homey dibandingkan B'Steak sebelumnya. Semua makanan di supply dari B'Steak Gading Serpong ke cabang lainnya agar kualitasnya tetap terjaga. Rumusan Masalah Melihat persaingan industri restoran kelas menengah yang ketat, membuat pebisnis harus membuat konsumennya puas dan menarik pelanggan baru. Terdapat faktor faktor yang terdentifikasi mempengaruhi customer satisfaction, di antaranya adalah food quality, service customer orientation, dan physical environment. Diikuti oleh pernyataan berikutnya yang menyatakan bahwa customer satisfaction berpengaruh pada repurchase intention (Canny, 2014). Bryan Thamrin (2009), pemilik Takemori dan Shundobu yang kini sukses membuka bisnisnya di Grand Indonesia dan Senayan City berpendapat untuk jangka panjang, kualitas makanan yang baik, bahan makanan yang baik, serta pelayanan menjadi faktor utama yang harus dijaga dalam bisnis restoran. Produk utama dari restoran adalah makanan, konsumen pergi ke restoran dengan tujuan untama untuk makan. Maka kualitas makanan menjadi nilai utama yang harus dijaga untuk memuaskan konsumen, hal ini menandakan adanya pengaruh positif food quality terhadap customer satisfaction (Canny, 2014). Kualitas makanan yang baik akan membuat konsumen tersebut puas. Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
Tren makan di restoran untuk bersosialisasi bersama keluarga, rekan kerja, dan teman, membuat kualitas makanan bukanlah satu-satunya faktor konsumen tersebut merasa puas. Untuk bersosialisasi dibutuhkan kenyamanan dalam pelayanan restoran. Andrew Nugroho, Direktur Pemasaran Es Teler 77 percaya akan kualitas sumber daya manusia yang menjadi salah satu modal utama dalam memuaskan konsumen (Swa, 2011). Seluruh karyawan yang dibekali dengan kemampuan melayani pelanggan yang baik serta berkepribadian baik dapat membuat pelanggannya merasa nyaman dan puas berada di restoran tersebut. Service person customer orientation menjadi faktor yang mempengaruhi customer satisfaction (Hennig-Thurau, 2004). Secara keseluruhan, restoran dengan tampilan yang menarik menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Suasana yang nyaman juga dipengaruhi dari interior desain, pemilihan warna, dan konsep restoran. Ornamen- ornamen restoran yang dipilih akan membentuk atmosfir bagi konsumen yang sedang menikmati santapannya. Kenyamanan dari lingkungan restoran membuat konsumennya merapa puas. Maka dapat disimpulkan bahwa physical environment restoran berpengaruh positif terhadap customer satisfaction (Canny, 2014). Dengan kualitas makanan yang baik, pelayanan yang menyenangkan konsumen, dan lingkungan fisik desain restoran yang menarik, maka konsumen akan merasa puas sehingga konsumen akan kembali lagi ke restoran, customer satisfaction berpengaruh positif terhadap repurchase intention (Namkung, 2007). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin meneliti mengenai pengaruh food quality, service person customer orientation, physical environment, customer satisfaction, dan repurchase intention pada B'Steak Gading Serpong.
41
II. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Food Quality Makanan merupakan produk utama yang ditawarkan oleh sebuah restoran. Kualitas dari makanan tersebut harus konsisten dan merepresentasikan makanan dengan kualitas yang segar, suhu yang tepat, rasa makanan yang lezat, dan tampilan yang menggiurkan (Canny,2014). Namun restoran kini juga menjual jasa dalam melayani konsumen yang datang. Berbagai restoran menawarkan makanan andalannya dengan ciri khas rasa dan aromanya agar pelanggan tertarik untuk makan di restoran tersebut. Restoran kelas menengah, kualitas makanan sangat penting untuk kepuasan konsumen. Makanan adalah produk inti dari industri restoran (Canny, 2014) maka kualitasnya sangatlah mempengaruhi kepuasan konsumen. Makanan yang berkualitas mengandung unsur kebersihan, kesehatan, fresh, dan bervariasi (Qin dan Prybutok, 2008). Tentunya makanan yang bersih akan membuat konsumen tidak sakit sehingga konsumen dapat menilai makanan yang dikonsumsi dari restoran tersebut memiliki kualitas baik dan bersih. Kivela et al., (1999) dalam Namkung dan Jang, (2007) membagi komponen yang menentukan kualitas suatu makanan menjadi 4 bagian, yaitu presentation, tastiness, menu item variety, dan temperature. Maka dari itu, dalam penelitian ini food quality didefinisikan sebagai tampilan makanan, variasi makanan, dan cita rasa makanan (Namkung dan Jang, 2007). Hipotesis satu ingin menguji pengaruh Food Quality terhadap Customer Satisfaction: H1: Food Quality berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction.
Service Person Customer Orientation Pelayanan pada restoran menjadi hal yang penting bagi konsumen saat makan di Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
42
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
restoran. Kini restoran tidak hanya menekankan pada kualitas makanan saja, sebagai produk utamanya, namun juga menawarkan pelayanan dari waiters yang berkompetan dan memiliki kemampuan melayani dengan ramah serta membantu memenuhi kebutuhan konsumen (Canny, 2014). Service yang disukai konsumen adalah service yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen, sesuai dengan kebutuhan dari konsumen tersebut. Hal ini juga dapat disebut Service Person Customer Orientation yang menurut Hennig dan Thurau (2004) adalah perilaku waiters ketika berinteraksi dengan konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Customer Orientation menjadi peran yang krusial dalam kesuksesan sebuah bisnis. Goff (1997) menyatakan bahwa produk merupakan faktor penting dalam memberikan kepuasan kepada konsumen, namun untuk mencapai kesuksesan, juga perlu memahami hal yang diharapkan oleh konsumen melalui para karyawannya dengan memastikan agar setiap karyawannya memiliki kemampuan untuk memahami hal-hal apa saja yang diinginkan oleh konsumen. Maka dari itu, dalam penelitian ini service person customer oriented didefinisikan sebagai perilaku waiters ketika berinteraksi dengan konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Hennig, Thruau, 2004). Hipotesis dua ingin menguji pengaruh Service Person Customer Orientation terhadap Customer Satisfaction: H2: Service Person Customer Orientation berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Physical Environment Setiap restoran kini harus mempertahankan konsumennya dan menarik pelanggan baru untuk bertahan dalam persaingan industri restoran yang semakin kompetitif (Canny, 2014). Di
tengah persaingan ketat ini, konsumen tidak hanya mengutamakan makanannya saja, tetapi juga menikmati suasana lingkungan restoran tersebut. Physical environment yang unik dan nyaman dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan kesuksesan sebuah tempat makan (Bitner, 1992 dalam Han dan Ryu, 2009). Canny (2014) mengungkapkan konsumen tidak hanya mencari restoran yang menawarkan menu yang lezat dengan harga wajar, namun juga mencari pengalaman dengan suasana lingkungan fisik yang nyaman serta pelayanan yang memuaskan. Physical Environment tidak hanya dapat mempertahankan konsumen lama, namun juga dapat menarik konsumen baru. Menurut Mac Laurin (2000), suasana dapat dilihat dari dekorasi suasana restoran, kenyamanan dalam restoran, seragam dan penampilan pegawai yang bekerja. Physical Environment bertujuan tidak hanya untuk mempertahankan pelanggan, namun juga sebagai sarana untuk menarik pelanggan baru. Lampulampu dan lingkungan fisik yang inovatif, dekorasi interior dapat menciptakan kepuasan konsumen saat makan di restoran tersebut. Maka dari itu, dalam penelitian ini physical environment didefinisikan sebagai ruangan (interior desain, pemilihan warna pencahayaan, musik) yang merupakan faktor dalam memberikan kesan pada konsumen (Lin dalam Canny 2014). Hipotesis tiga ingin menguji pengaruh Physical Environment terhadap Customer Satisfaction: H3: Physical Environment berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Customer Satisfaction Kepuasan konsumen merupakan perasaan individu yang senang ataupun kecewa berdasarkan hasil dari membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
ekspektasi sebelumnya (Fang dan Chiu, 2011). Tujuan dari seluruh pelayanan dan produk yang berkualitas adalah untuk memenuhi kebutuhan dan expectation konsumen. Perasaan konsumen memerankan peranan yang penting dalam menentukan pilihan untuk makan di restoran tersebut. Konsumen yang merasa nyaman dan merasa senang akan mengeluarkan uang lebih untuk membeli sesuatu (Grace dan O'Cass 2006). Oliver (1999) dalam jurnal Namkung dan Jang (2007) menyebutkan bahwa customer satisfaction merupakan indikator yang mendasar dari kinerja sebuah perusahaan dari dulu, sekarang, dan nanti yan menjadi fokus penting market dalam pelaksanaan. Dalam jurnal ini juga menyebutkan bahwa kunci kesuksesan dari customer satisfaction adalah penilaian yang berdasarkan perbandingan antara harapan dengan performance yang dirasakan konsumen (Cardozo, 1965). Customer satisfaction memiliki peranan penting dalam restoran agar konsumen dapat merasa puas dengan memberikan hal-hal yang menjadi needs and wants dari konsumen (Han dan Ryu, 2009). Maka dari itu, dalam penelitian ini customer satisfaction didefinisikan sebagai keseluruhan tingkat kesenangan dan perasaan yang dirasakan konsumen, akan pelayanan dan pemenuhan kenginan konsumen. (Hellier dan Geursen, 2003). Hipotesis empat ingin menguji pengaruh Customer Satisfaction terhadap Repurchase Intention: H4: Customer Satisfaction berpengaruh positif terhadap Repurchase Intention. Repurchase Intention Menurut Anoraga (2000) dalam Halim (2014), repurchase intention merupakan suatu proses dalam pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen sesudah melakukan pembelian atas produk tersebut. Sutrisna (2001) dalam Halim (2014) berpendapat bahwa ketika seorang
43
konsumen memperoleh respon yang positif dari tindakan yang lalu, maka akan terjadi penguatan dengan dimilikinya pikiran positif atas apa yang diperolehnya, maka konsumen akan berpikir untuk melakukan pembelian secara berulang. Repurchase Intention dapat diukur dengan menggunakan tiga indikator (Fullerton,1990 dalam Halim, 2014) yaitu pilihan pertama untuk produk, akan tetap membeli produk, dan akan terus menjadi pelanggan setia produk tersebut. Repurchase Intention menjadi kunci sukses dalam kebanyakan bisnis dan dapat mempertahankan konsumen sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (Reichheld dan Sasser, 1990 dalam Kuenzel dan Halliday, 2008). Konsumen yang puas akan menimbulkan keinginan untuk kembali lagi ke restoran yang pernah dikunjunginya. Repurchase Intention merupakan penilaian individu mengenai pembelian kembali pada sebuah perusahaan yang sama, berdasarkan kejadian dan situasi yang pernah dialami (Hellier dan Geursen, 2002). Ketika kejadian yang dialami menyenangkan, dengan suasana nyaman dan cocok, sesuai harapan, maka konsumen akan ingin kembali lagi ke restoran tersebut. Dick dan Basu (1994) dalam Hui dan Zhao (2004) mengatakan repurchase intention bermula dari loyalitas, perasaan keterkaitan terhadap orang-orang di perusahaan, produk, dan jasanya. Konsumen yang loyal akan berkomitmen dalam untuk membeli lagi produk atau service dengan konsisten berikutnya. Sedangkan Davidow (2010) mengartikan repurchase intention sebagai seberapa sering konsumen menggunakan suatu produk dengan tingkat pemakaian yang sama seperti sebelumnya. Maka dari itu, dalam penelitian ini repurchase intention didefinisikan sebagai penilaian individu mengenai pembelian kembali dari perusahaan yang sama (Hellier dan Geursen, 2003) Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
44
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
Model Penelitian Berdasarkan jurnal yang berjudul Measuring the Mediating Role of Dining Experience Attributes on Customer Satisfaction and Its Impact on Behavioral Intentions of Casual Dining Restaurant in Jakarta yang ditulis oleh Ivyanno U. Canny (2014) dengan model penelitian yang terdiri dari variabel Food Quality, Service Quality, Physical Environment,
Customer Satisfaction dan Behavioral Intentions. Jurnal dengan model penelitian tersebut, dipakai peneliti sebagai utama yang menjadi pedoman, namun pada variabel service quality dan behavioral intention dimodifikasi dengan service person customer oriented dan repurchase intention dari jurnal penelitian lainnya. Maka berikut adalah model penelitian yang terdiri dari variable-variable yang penulis teliti:
Gambar 2.1 Model Penelitian III. Metode Penelitian Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan conclusive research design (quantitative), dengan jenis descriptive research design, menggunakan metode pengambilan data secara cross sectional design, dan dengan cara survey dan observasi. Conclusive Research merupakan jenis penelitian quantitative, hasilnya dapat digunakan untuk keputusan strategis perusahaan dan penyelesaian masalah. Conclusive research design terdiri dari descriptive research design dan causal research design. Penelitian descriptive dapat dilakukan dengan metode survey dan observasi. Pengambilan data dari conclusive research design dibagi menjadi dua cara yaitu cross sectional research design dan longitudinal design. Cross Sectional Design terdiri dari single cross sectional design dan multiple cross sectional design. Pengambilan data dari single cross sectional design dilakukan satu kali saja, sedangkan multiple cross
sectional dilakukan beberapa kali, berbeda dengan longitudinal yang dilakukan terus menerus selama perusahaan tersebut berdiri (Malhotra,2012). Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan beberapa prosedur yaitu: 1. Mengumpulkan berbagai literatur yang mendukung penelitian ini serta membuat model dan menyusun hipotesis penelitian. 2. Memperkenalkan diri dan meminta ijin kepada pemilik objek penelitian untuk melakukan penelitian serta mendapatkan informasi mengenai objek penelitian dan mengetahui kebutuhan dan masalah yang pada objek penelitian. 3. Menyusun draft kuesioner dengan melakukan wording pada kuesioner. Wording dilakukan agar pertanyaan yang dipakai dalam kuesioner dapat dipahami responden sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
45
4. Melakukan pre-test dengan cara menyebarkan kuesioner yang telah disusun kepada 30 responden ke lokasi penelitian yaitu B'Steak Gading Serpong. 5. Hasil data pre-test 30 responden tersebut dianalisa dengan menggunakan software SPSS versi 18. Ketika hasil dari 30 responden tersebut memenuhi syarat dinyatakan valid dan reliable, maka dilanjutkan penyebaran kuisioner ke lokasi penelitian secara langsung. 6. Data yang telah terkumpul kembali dianalisis dengan perangkat lunak SPSS 18 hingga hasilnya dinyatakan valid dan reliable. Kemudian dianalisa dengan menggunakan SEM software. Populasi dan Sample Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen pria atau wanita dengan usia minimal 17 tahun yang merupakan konsumen di B'Steak Gading Serpong yang baru satu kali datang untuk makan di B'Steak Gading Serpong. Time frame yang digunakan dalam penelitian adalah pada bulan Agustus sampai dengan Januari 2014. Penyebaran kuesioner dilakukan mulai dari 1 November 2014 sampai 24 Desember 2014. Peneliti menggunakan n x 5 pervariabel observasi, jumlah item pernyataan adalah 22 item pernyataan yang digunakan untuk mengukur 5 variabel, sehingga jumlah responden yang
digunakan adalah 22 item pernyataan dikali 5 sama dengan 110 responden. Peneliti menggunakan Hair et al., (2010) karena populasi dari konsumen yang datang ke B'Steak Gading Serpong tidak ada jumlah pastinya dan tak terbatas. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-probability, di mana tidak semua bagian dari populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel (Maholtra, 2010). Responden dipilih berdasarkan keputusan dari peneliti, sedangkan teknik yang digunakan adalah judgemental technique sampling yakni sample unit dipilih berdasarkan kriteria dari peneliti (Maholtra, 2010). Dimana responden yang dari penelitian harus memiliki beberapa kriteria diantaranya adalah pria atau wanita dengan usia minimal 17 tahun yang merupakan konsumen di B'Steak Gading Serpong , yang baru satu kali datang untuk makan di B'Steak Gading Serpong. Judgemental technique sampling ini dapat dilihat di dalam kuesioner yang melakukan screening lebih dalam untuk menentukan responden. Dalam penelitian, ini peneliti memperoleh data primer dengan mengumpulkan sendiri data-data yang diperlukan dengan menyebarkan kuesioner ke B'Steak Gading Serpong melalui beberapa karyawan B'Steak Gading Serpong dan data dari pemilik B'Steak Gading Serpong serta karyawan yang bekerja di B'Steak Gading Serpong.
Definisi Operasional Variabel No
1
Variabel
Food Quality
Definisi Operasional Variabel Tampilan makanan, variasi makanan, dan cita rasa (Namkung dan Jang, 2007)
Measurement
1. Menurut saya B'Steak Gading Serpong menyajikan tampilan makanan yang menarik (Canny, 2014). 2. Menurut saya B'Steak Gading Serpong menyajikan makanan yang bervariasi (Namkung dan Jang, 2007). 3. Menurut saya B'Steak Gading Serpong menyajikan makanan yang lezat (Canny, 2014).
Kode Measurement X1
Scaling Techniques Likert 1-7
X2
X3
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
46
2
3
4
5
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
Service Person Customer Orien-tation
Physical Environment
Customer Satisfac-tion
Repurchase Intention
Perilaku waiters ketika berinteraksi dengan konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Hennig, Thruau, 2004).
Ruangan (interior desain, pemilihan warna pencahayaan, musik) yang merupakan faktor penting dalam memberikan kesan pada konsumen (Lin 2004 dalam Canny 2014)
Keseluruhan tingkat kesenangan dan perasaan yang dirasakan konsumen, akan pelayanan dan pemenuhan kenginan konsumen. (Hellier dan Geursen, 2003) Penilaian individu mengenai pembelian kembali dari perusahaan yang sama, berdasarkan kejadian dan situasi yang pernah dialami. (Hellier dan Geursen, 2003)
4. Menurut saya makanan di B'Steak Gading Serpong dibuat dari bahan makanan berkualitas baik. 1. Menurut saya waiters restoran B'Steak Gading Serpong selalu bersedia melayani pesanan saya (Canny 2014). 2. Menurut saya waiters restoran B'Steak Gading Serpong menyajikan makanan yang sesuai pesanan saya (Canny, 2014). 3. Menurut saya waiters restoran B’Steak Gading Serpong ramah. 4. Menurut saya waiters restoran B'Steak Gading Serpong cepat tanggap. 1. Menurut saya jarak antar meja di B'Steak Gading Serpong memudahkan saya untuk bergerak(Canny, 2014) 2. Menurut saya suasana di B'Steak Gading Serpong menyenangkan (Canny, 2014) 3. Menurut saya B'Steak Gading Serpong memiliki ornament kaca yang menarik sebagai bagian dari interior desain (Canny, 2014). 4. Menurut saya B'Steak Gading Serpong memiliki pencahayaan lampu yang nyaman (Canny, 2014). 5. Menurut saya musik (pilihan musik, volume musik) di B'Steak Gading Serpong nyaman didengar. 1. Saya menikmati makan di restoran B'Steak Gading Serpong (Canny, 2014). 2. Saya merasa senang dengan pelayanan yang diberikan restoran B’Steak Gading Serpong (Grace dan O'Cass, 2004). 3. Pengalaman makan di B'Steak Gading Serpong sesuai dengan harapan saya. 4. Pengalaman makan di B'Steak Gading Serpong berkesan bagi saya (Grace dan O'Cass, 2004). 1. Saya berniat mengunjungi kembali B'Steak Gading Serpong dalam waktu dekat (Canny, 2014). 2. Ketika B'Steak Gading Serpong memiliki menu baru, saya akan memesan kembali makanan tersebut (Halim et al, 2014). 3. Saya memiliki pengalaman baik sebelumnya di B'Steak Gading Serpong (Halim et al, 2014). 4. Ketika ingin makan di restoran, B'Steak Gading Serpong menjadi pilihan saya. 5. Saya akan lebih sering datang ke B'Steak Gading Serpong.
X4
X5
Likert 1-7
X6
X7 X8 X9
Likert 1-7
X10 X11
X12
X13
Y1
Likert 1-7
Y2
Y3 Y4
Y5
Likert 1-7
Y6
Y7
Y8 Y9
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
47
Metode Analisis Data dengan Structural Equation Model Data pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode structural equation model (SEM) yang merupakan sebuah teknik statistic multivariate yang menggabungkan aspek-aspek dalam regresi berganda. Teknik ini bertujuan untuk menguji hubungan dependen dan analisis faktor yang menyajikan konsep faktor tidak terukur dengan variabel multi yang digunakan untuk memperkirakan
serangkaian hubungan dependen yang saling mempengaruhi secara bersamasama (Hair et al., 2010). Teknik pengolahan data pada penelitian ini menggunakan SEM dengan metode confirmatory factor analysis (CFA). Adapun prosedur dalam CFA yang membedakan dengan exploratory factor analysis (EFA) adalah model penelitian dibentuk terlebih dahulu, jumlah variabel ditentukan oleh analisis, pengaruh suatu variabel laten terhadap variabel indikator.
Model Keseluruhan Penelitian (Path Diagram) Model struktural dalam penelitian ini ditunjukkan dalam gambar 3.1:
Gambar 3.1 Model Keseluruhan Penelitian (path diagram) IV. Hasil dan Pembahasan Profil Responden Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin pria adalah 48% atau sebanyak 53 orang, sedangkan yang berjenis kelamin wanita sebesar 52% atau sebanyak 57 orang. Sehingga dapat disimpulkan bawha jumlah responden berjenis kelamin pria dan wanita hampir sama. Jumlah responden yang berusia antara 17 - 25 tahun sebesar 70% atau berjumlah 86 orang. Responden yang berusia 26 - 35 tahun berjumlah 15% atau sebanyak 16 orang, dan responden yang berusia 36 - 45 tahun sebesar 5% atau sebanyak 6 orang. Sedangkan responden yang berusia diatas 45 tahun sebesar 2%
atau sebanyak 2 orang. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berusia antara 17 hingga 25 tahun. Jumlah responden yang memiliki profesi sebagai mahasiswa adalah 50% atau sebanyak 55 orang. Responden yang berprofesi sebagai karyawan sebesar 18% atau 20 orang, profesi sebagai wiraswasta 17% atau 19 orang, profesi pelajar sebesar 8% atau 9 orang, auditor 1% atau 1 orang, profesional 2% atau 2 orang, dan lainnya sebesar 4% atau setara dengan 4 orang. Dapat disimpulkan bahwa 50% dari jumlah responden yang banyaknya 110 berprofesi sebagai mahasiswa. Jumlah responden yang berdomisili di BSD sebesar 28% setara dengan 31 orang, responden yang berdomisili di Gading Serpong sebesar 24% atau 27 Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
48
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
orang, sedangkan responden yang berdomisili di Jakarta sebesar 11% atau 12 orang, dan responden yang berdomisili di daerah Tangerang diluar BSD dan Gading Serpong adalah 40 orang. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berdomisili di Tangerang. Jumlah responden yang memiliki anggaran untuk satu kali makan di restoran mayoritas adalah 50.001 - 100.000 rupiah dengan jumlah responden 36% atau 39 orang. Selanjutnya responden dengan anggaran 100.001 - 150.000 rupiah sebesar 25% atau 28 orang, responden dengan anggaran 200.001 - 300.000 rupiah sebanyak 14% atau 15 orang, dan responden dengan anggaran 150.001 200.000 rupiah sebanyak 12% atau 13 orang dan responden dengan anggaran lebih dari 300.000 rupiah sebesar 7% atau 8 orang. Yang tersedikit adalah responden dengan anggaran kurang dari 50.000 rupiah dengan jumlah 6% atau setara dengan 7 orang. Analisis Deskriptif Untuk mengetahui respon atas pernyataan yang diajukan kepada responden, ditentukan dengan mencari mean (ratarata) dari jawaban responden terhadap masing- masing pertanyaan dengan kategori sebagai berikut: Food Quality Dari hasil pengelolahan data ditemukan bahwa responden menilai B'Steak Gading Serpong merupakan restoran dengan kualitas makanan yang cenderung baik dan lezat, namun belum maksimal. Responden merasa tampilan makanan yang dihidangkan B'Steak Gading Serpong cukup menarik dan makanan yang dihidangkan bervariasi. Service Person Customer Orientation Dari hasil pengelolahan data ditemukan bahwa pelayanan yang diberikan oleh B'Steak Gading Serpong sudah cenderung ke arah baik dari sisi waiters yang selalu bersedia melayani pesanan konsumen dan
menyajikan makanan yang sesuai dengan pesanan konsumen, namun perlu ditingkatkan lagi karena kurang maksimal. Responden merasa waiters B'Steak ramah dan cukup cepat tanggap dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Physical Environment Dari hasil pengelolahan data ditemukan bahwa tampilan ornament kaca yang menjadi bagian dari interior B'Steak Gading Serpong menarik bagi konsumen. Jarak antar meja yang cukup memudahkan konsumen untuk bergerak dan memiliki suasana yang menyenangkan. Pencahayaan lampu dinilai nyaman untuk makan di restoran, diiringi dengan alunan musik dengan volume dan pilihan lagu yang nyaman untuk di dengar, namun perlu lebih ditingkatkan agar lebih memuaskan konsumen. Customer Satisfaction Dari hasil pengelolahan data ditemukan bahwa konsumen yang datang ke B'Steak Gading Serpong merasa puas karena menikmati pengalaman makan di restoran B'Steak, dengan pelayanan yang baik dan sesuai dengan harapan konsumen, sehingga membuat pengalaman makan yang berkesan makan di B'Steak Gading Serpong. Repurchase Intention Dari hasil pengelolahan data ditemukan bahwa konsumen yang pernah datang ke B'Steak Gading Serpong memiliki pengalaman yang baik sebelumnya dan berkeinginan mencoba menu baru dari B'Steak. Responden berniat mengunjungi B'Steak dalam waktu dekat dan ketika ingin makan di restoran, maka B'Steak menjadi pilihan. Namun untuk intensitas yang lebih sering untuk datang ke B'Steak sebagian responden berniat untuk datang lebih sering, dan sebagian tidak. Uji Instrumen Pretest Saat melakukan pretest, peneliti membagikan kuesioner secara offline dan online, menyebarkan kuesioner pada 30 Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
49
responden. Uji instrumen yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas ini, menggunakan perangkat lunak SPSS
Version 19.0. Hasil dari uji tersebut dirangkum dalam tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Pretest Indikator
KMO
Sig.
MSA
Factor Loading
Kriteria Uji
0.709
0.929
Valid
0.666
0.845
Valid
0.742 0.672 0.766
0.906 0.885 0.957
Valid Valid Valid
0.826
0.791
Valid
X7
0.789
0.909
Valid
X8
0.847
0.935
Valid
X9
0.794
0.793
Valid
0.808
0.932
Valid
0.814 0.809 0.922 0.751 0.657 0.639 0.670 0.931 0.872 0.928 0.816 0.911
0.909 0.863 0.759 0.919 0.951 0.969 0.939 0.920 0.926 0.881 0.967 0.927
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
X1 X2
0.698
0.000
X3 X4 X5 X6 0.804
0.000
X10 X11 X12 X13 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9
0.822
0.000
0.675
0.000
0.886
0.000
Berdasarkan tabel 4.1, semua indikator dinyatakan valid karena memenuhi syarat KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) ≥ 0.50, Sig. ≤ 0.05, MSA (Measures of Sampling Adequacy) ≥ 0.50, dan Factor Loading ≥ 0.50 (Malholtra, 2010). Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Pretest Variabel Cronbach’s Alpha Kriteria Uji Food Quality 0.913 Reliabel Service Person 0.918 Reliabel Customer Orientation Physical Environment 0.905 Reliabel Customer Satisfaction 0.960 Reliabel Repurchase Intention 0.957 Reliabel Berdasarkan tabel 4.2, semua variabel dinyatakan reliabel karena
koefisien reliabilitas atau ditunjukkan dengan nilai cronbach’s alpha Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
50
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
menunjukkan angka ≥ 0.6 (Malholtra, 2010). Oleh karena itu penelitian dapat dilanjutkan.
terlebih dahulu dilakukan uji kecocokan pada model (Goodness of Fit). Hasil Analisis Kecocokan Keseluruhan Model Analisa SEM tidak hanya menggunakan uji kecocokan model tunggal, namun juga menggunakan beberapa fit index yang menunjukkan kesesuaian antara data yang disajikan dan model yang diajukan. Tabel 4.3 menunjukkan beberapa fit index untuk kecocokan keseluruhan model berdasarkan perhitungan SEM menggunakan perangkat Lisrel 8.80.
Hasil Analisis Data Structural Equation Model (SEM) Perhitungan analisis data SEM pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Lisrel 8.80. Program ini digunakan untuk menguji keterkaitan antara variabel sesuai dengan kerangka konseptual. Pada analisis SEM, model penelitian terdiri dari model pengukuran dan struktural. Sebelum melakukan analisis terhadap kedua model tersebut,
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kecocokan Seluruh Model Ukuran Goodness of Fit (GOF)
Tingkat Kecocokan yang Bisa Diterima
Kriteria Uji
Absolute Fit Measure Statistik Chi – Square ( P Non-Centraly Parameter (NCP)
324.01 (0.0000)
Poor Fit
122.01
Good Fit
Goodness-of-Fit Index (GFI)
0.79
Poor Fit
Standardized Root Mean Square Residual (SRMR)
0.076
Poor Fit
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
0.074
Good Fit
3.91
Poor Fit
Tucker-Lewis Index atau Non-Normed Fit Index (TLI atau NNFI)
0.97
Good Fit
Normed Fit Index (NFI)
0.93
Good Fit
Adjusted Goodness-of-Fit Index (AGFI)
0.73
Poor Fit
Relative Fit Index (RFI)
0.92
Good Fit
Incremental Fit Index (IFI)
0.97
Good Fit
Comparative Fit Index (CFI)
0.97
Good Fit
0.63 M = 426.01 S = 506.00 I = 5393.24
Good Fit
Expected Cross Validation Index (ECVI) Incremental Fit Measure
Parsimonius Fit Measure Parsimonius Goodness of Fit Index (PGFI) Akaike Information Criterion (AIC)
Good Fit
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
Consistent (CAIC)
51
Akaike
Information
Criterion
M = 614.73 S = 1442.22 I = 5374.65
Good Fit
M* = Model; S* = Saturated; I* = Independence Melalui tabel 4.3, dapat dilihat bahwa terdapat dapat dilihat bahwa terdapat lima ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan kurang baik (poor fit) dan terdapat 10 ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan baik (good fit). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan model secara keseluruhan adalah baik dan penelitian dapat dilanjutkan. Hasil Analisis Model Pengukuran Hasil Uji Validitas Keseluruhan Data Berikut ini merupakan path diagram dari keseluruhan data responden sebanyak 110 responden:
Gambar 4.1 Path Diagram Standarized Solution
Gambar 4.2 Path Diagram T-Values Dari path diagram terdapat hasil uji validitas keseluruhan data dengan 125 responden ditunjukan pada tabel 4.4: Tabel 4.4 Uji Validitas Keseluruhan Data Standar d tVariabel Variabel Kesimpulan Factor Value Laten Teramati Validitas Loadin ≥ 1.96 g ≥ 0.5 X1 0.65 7.26 Valid X2 0.73 8.40 Valid Food Quality X3 0.81 9.79 Valid X4 0.76 8.89 Valid Service X5 0.66 7.48 Valid Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
52
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
Person Customer Orientation
X6
0.61
6.70
Valid
X7
0.86
10.80
Valid
0.86 0.57 0.81 0.70 0.69 0.57 0.82
10.73 6.01 9.49 7.80 7.45 6.05 **
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0.78
9.30
Valid
X8 X9 Physical X10 Environment X11 X12 X13 Y1 Customer Satisfaction
Y2
Y3 0.83 10.17 Valid Y4 0.80 9.69 Valid Repurchase Y5 0.83 ** Valid Intention Y6 0.81 10.04 Valid Y7 0.72 8.58 Valid Y8 0.91 12.24 Valid Y9 0.89 11.75 Valid *SLF = Standardized Loading Factors. Target SLF ≥ 0.70 atau 0.50 ** = Ditetapkan secara default oleh LISREL, nilai-t tidak diestimasi. Target nilai t ≥ 1.96 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki nilai factor loading di atas 0.5. Nilai-t lebih dari atau sama dengan 1.96 sehingga dapat disimpulkan validitas seluruh variabel teramati terhadap variabel latennya adalah baik. Hasil Uji Reliabilitas Dalam pengukuran reliabilitas digunakan dua ukuran yakni, ukuran reliabilitas komposit (composite reliability measure) dengan nilai construct reliability ≥ 0.7 dan
ukuran ekstrak varian (varian extracted measure) dimana nilai extracted variance ≥ 0.5. Rumus penghitungan reliabilitas konstruk adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Kesimpulan dan Analisis Reliabilitas Variabel CR ≥ 0.70 VE ≥ 0.50 Kesimpulan Reliabilitas Food Quality 0.89 0.55 Reliabel Service Person Customer 0.84 0.45 Kurang Reliabel Oriented Physical 0.80 0.7518 Realibel Environment Customer 0.88 0.59 Reliabel Satisfaction Repurchase 0.95 0.69 Reliabel Intention Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
53
Dari tabel 4.5 semua nilai construct reliability (CR) lebih besar dari 0.7, dan tidak semua variance extracted (VE) lebih dari 0.5. Variabel Service Person Customer Orientatiom belum mencapai angka 0.5 melainkan 0.45, sehingga variabel tersebut kurang realibel untuk digunakan pada penelitian lanjutan.
Hasil Analisis Model Struktural Model struktural digunakan untuk melihat keterkaitan antar variabel yang sesuai dengan rerangka konseptual. Berdasarkan hasil perhitungan SEM dengan menggunakan perangkat lunak Lisrel 8.80 yang terdapat pada lampiran dapat ditentukan persamaan model struktural sebagai berikut: η1 = 0.51* ξ1 + 0.36* ξ2 + 0.21* ξ3, Errorvar.= 0.14 , R² = 0.86 (0.10) (0.083) (0.096) (0.049) 4.95 4.30 2.22 2.97 η2 = 0.84* η1, Errorvar.= 0.29 , R² = 0.71 (0.10) (0.069) 8.39 4.27 Keterangan: ξ1 (ksi 1) = Food Quality ξ2 (ksi 2) = Service Person Customer Orientation ξ3 (ksi 3) = Physical Environment η1 (eta 1) = Customer Satisfaction η2 (eta 2) = Repurchase Intention Dalam menentukan kriteria pengujian model struktural dilakukan perbandingan antara t-value dengan t-tabel seperti ditunjukan pada gambar path diagram berikut ini:
Gambar 4.3 Path Diagram Estimates
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
54
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
Gambar 4.4 Path Diagram T-Values
Hipotesis 1
2
3
4
Tabel 4.6 Hasil Analisis Model Struktural Nilai Nilai Path Estimasi t-value t-tabel Food Quality → Customer 0.51 4.95 1.96 Satisfaction Service Person Customer Orientation → Customer 0.36 Satisfaction Physical Environment → Customer 0.21 Satisfaction Customer Satisfaction → Repurchase Intention
Pada hasil perhitungan model struktural untuk hipotesis satu menunjukkan nilai t-value sebesar 4.95, nilai tersebut lebih besar daripada nilai ttabel. Maka secara signifikan data pada penelitian mendukung pernyataan bahwa terdapat pengaruh positif antara Food Quality terhadap Customer Satisfaction. Pada hasil perhitungan model struktural untuk hipotesis satu menunjukkan nilai t-value sebesar 4.3, nilai tersebut lebih besar daripada nilai ttabel, maka secara signifikan data pada penelitian mendukung penyataan bahwa
0.84
Kesimpulan Data mendukung H1
4.30
1.96
Data mendukung H2
2.22
1.96
Data mendukung H3
8.39
1.96
Data mendukung H4
terdapat pengaruh positif antara Service Person Customer Orientation terhadap Customer Satisfaction. Pada hasil perhitungan model struktural untuk hipotesis satu menunjukkan nilai t-value sebesar 2.22, nilai tersebut lebih besar daripada nilai ttabel, maka secara signifikan data pada penelitian mendukung penyataan bahwa terdapat pengaruh positif antara Physical Environment terhadap Customer Satisfaction Pada hasil perhitungan model struktural untuk hipotesis satu Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
menunjukkan nilai t-value sebesar 8.39. nilai tersebut lebih besar daripada nilai ttabel, maka secara signifikan data pada penelitian mendukung penyataan bahwa terdapat pengaruh positif antara Customer Satisfaction terhadap Repurchase Intention. Hasil Pengujian Hasil uji model struktural menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Food Quality terhadap Customer Satisfaction. Hal tersebut sesuai dengan temuan atas studi yang dilakukan Canny,2014 yang menyatakan bahwa Food Quality memiliki pengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Hasil uji model struktural menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Service Person Customer Orientation terhadap Customer Satisfaction. Hal tersebut sesuai dengan temuan atas studi yang dilakukan Henning dan Thurau,2004 yang menyatakan bahwa Service Person Customer Orientation memiliki pengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Hasil uji model struktural menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Physical Environment dan Customer Satisfaction. Hal tersebut sesuai dengan temuan atas studi yang dilakukan Canny,2014 yang menyatakan bahwa Physical Environment memiliki pengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Hasil uji model struktural menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Customer Satisfaction terhadap Repurchase Intention. Hal tersebut sesuai dengan temuan atas studi yang dilakukan Namkung,2007 yang menyatakan bahwa Emotional Value memiliki pengaruh positif terhadap Purchase Intention. Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil SEM terlihat bahwa terdapat pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation, dan Physical Environment terhadap
55
Repurchase Intention, melalui Customer Satisfaction. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi B'Steak Gading Serpong dalam meningkatkan keinginan konsumen untuk berkunjung kembali ke B'Steak Gading Serpong. Untuk itu, dilakukan dengan meningkatkan Food Quality, Service Person Customer Orientation, dan Physical Environment melalui Customer Satisfaction. Beberapa pendekatan yang dapat di gunakan untuk meningkatkan Food Quality sehingga Customer Satisfaction dapat meningkat, antara lain : 1. Kesegaran makanan menjadi faktor penting dalam menjaga kualitas makanan yang dihidangkan kepada konsumen. Konsumen B'Steak Gading Serpong kebanyakan memesan makanan yang menjadi andalan dari B'Steak, contohnya seperti steak. Beberapa makanan yang bernuansa vegetarian jarang dipesan konsumen. Untuk menjaga kesegaran makanan, maka menu makanan yang jarang dipesan konsumen dapat dibuat promo seperti diskon ataupun paket dengan makanan yang sering dipesan, sehingga kesegaran dari setiap makanan pada menu dapat merata. Contohnya Ribeye Steak dengan appetizer yang jarang dipesan seperti green bean baby dan icecream peach melba paket dengan harga ekonomis. Paket tersebut dapat dibuat bervariasi setiap minggunya untuk mempromosikan menu makanan B'Steak yang bervariasi. Paket dapat dipromosikan dengan meletakan paper di setiap meja yang berisi foto dan harga paket, serta melalui social media dengan foto makanan yang menarik agar konsumen tertarik mencoba menu makanan lainnya. 2. Kelezatan makanan menjadi salah satu hal yang penting dalam kualitas makanan. Untuk menjaga cita rasa yang lezat pada makanan B'Steak Gading Serpong, dapat dilakukan Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
56
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
tester pada menu baru yang akan dikeluarkan. Variasi menu baru seperti Roasty yang merupakan makanan yang berbahan dasar kentang, dapat dipromosikan dengan cara memberi tester kepada konsumen. Misalnya dengan memberi potongan kecil roasty untuk dicicipi rasanya. Menu Roasty dan yang bernuansa vegetarian lainnya juga dapat dipromosikan agar calon konsumen yang vegetarian dan yang sedang vegetarian dapat mengetahui bahwa B'Steak Gading Serpong memiliki menu makanan vegetarian. 3. Variasi makanan yang ditawarkan juga menjadi faktor penting dalam kualitas makanan. Variasi makanan yang dihidangkan B'Steak Gading Serpong salah satunya adalah Kids Menu. Kids Menu ini terdiri dari beberapa makanan seperti burger, sandwich, sausage, pancake, dan lainnya, namun Kids Menu ini peminatnya tidak sebanyak menu lain. Sebaiknya Kids Menu dapat dipromosikan keberadaan menunya dengan cara membuat menu yang terpisah sehingga pelanggan B'Steak Gading Serpong yang membawa anak kecil dapat tertarik memesan variasi makanan yang ada di kids menu. 4. Tampilan makanan kids menu seperti pada gambar 4.27 juga dapat dihidangkan dengan lebih menarik dengan ornamen yang lucu dan porsi yang memudahkan untuk dimakan oleh anak kecil. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan Service Person Customer Orientation sehingga Customer Satisfaction dapat meningkat, antara lain : 1. Pelayanan menjadi faktor penting dalam sebuah restoran. Keramahan para waiters dapat dirasakan dari awal masuk ke restoran tersebut. Sebelumnya di B'Steak Gading Serpong menugaskan waiters untuk
standby di pintu utama untuk membukakan pintu dan salam pada pelanggan, namun hal ini tidak secara rutin dilakukan. Sebaiknya waiters B'Steak Gading Serpong dapat menugaskan waiters agar standby di pintu utama B'Steak untuk membukakan pintu serta mengucapkan selamat datang dengan ramah ke pengunjung dan membantu membukakan pintu serta mengucapkan terima kasih dan sampai jumpa kembali ketika pelanggan keluar restoran secara rutin. Pengucapan sampai jumpa dapat dilakukan dengan mengucapkan "Terima kasih atas kunjungannya, hati-hati dijalan, sampai jumpa kembali" disertai dengan senyuman dapat membuat konsumen merasa senang dengan pelayanan yang diberikan waiters B'Steak Gading Serpong. 2. B'Steak Gading Serpong merupakan restoran dengan menu makanan yang terdiri dari appetizer, maincourse, dan, dessert. Mengingat tidak sedikit konsumen yang datang hanya memesan maincourse, konsumen yang datang dapat direkomendasikan untuk memesan dessert dan appetizer. Bagi konsumen yang baru pertama kali datang, waiters dapat menawarkan menu andalan B'Steak seperti abalone mushroom, skin potato, dan fried mac and cheese untuk appetizer. Untuk dessert dapat ditawarkan mad abaout chocolate pancake, nutty caramello, dan chocoberry devils. Sedangkan untuk konsumen yang sudah pernah datang ditawarkan untuk mencoba menu baru lainnya. 3. Waiters sebaiknya lebih peka ketika ada konsumen yang memanggil untuk meminta bantuan dengan cara standby di berbagai bagian ruangan B'Steak dan memperhatikan ketika ada yang melambaikan tangan. Selain itu keramahan pelayanan dan senyum Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
perlu dalam melayani permintaan konsumen. Sesekali waiters juga dapat menawarkan untuk mengambil foto pelanggan yang datang ketika suasana sedang tidak terlalu ramai dan sibuk. Hal ini juga dapat memberi kesan yang baik bagi konsumen serta hasil foto dapat konsumen promosikan di sosial medianya. 4. Sebagian dari konsumen B'Steak Gading Serpong adalah wanita. Ketika ada konsumen wanita yang berkunjung ke B'Steak membawa tas yang dipangku di tempat duduknya. Waiters B'Steak dapat memberikan pelayanan berupa dapat diberikan kursi tambahan untuk meletakan tasnya ketika sedang sepi, namun hal ini hanya dilakukan oleh sebagian kecil karyawan. Sebaiknya pelayanan ini dilakukan oleh seluruh karyawan. Selain memberikan tambahan kursi, alternatif untuk menaruh tas wanita dapat dilakukan dengan menyiapkan keranjang yang dibuat dari kayu berlapis kain sesuai nuansa B'Steak Gading Serpong, tentunya dengan pengawasan dan keamanan. Beberapa pendekatan yang dapat di gunakan untuk meningkatkan Physical Environment sehingga Customer Satisfaction dapat meningkat, antara lain : 1. Untuk hiasan meja B'Steak Gading Serpong dapat diberi tusuk gigi dalam tempat yang berbentuk vas kecil. Pada meja outdoor, di sebelah tusuk gigi dapat diberi hiasan dengan lilin kecil untuk malam hari untuk memperindah tampilan dan suasana. 2. Ornament kaca yang menarik disekeliling B'Steak dapat dihiasi dengan wishes card untuk even seperti valentine. Setiap pasangan atau keluarga yang datang diberi post it berbentuk hati warna pink untuk dituliskan ucapan manis di minggu valentine. Lalu ditempelkan di sekeliling kaca B'Steak Gading
57
Serpong sebagai dekorasi valentine yang melibatkan konsumen mengutarakan wishes manisnya. Kertas hati tersebut ditempelkan dengan perekat postit ataupun gluetape yaitu semacam plastisin untuk merekatkan di berbagai media seperti kaca, kertas, plastik namun tanpa berbekas ketika dicabut, sehingga tidak merusak properti dan keindahan kaca B'Steak Gading Serpong. Untuk even lainnya seperti Chinnese New Year dapat dihiasi dengan bunga sakura, lampion kecil, dan angpao. Untuk hari raya lebaran dapat diberi suasana ketupat ketupat pada dinding kaca B'Steak. 3. Musik menjadi bagian penting dari pembangun suasana di restoran. Sebelumnya B'Steak Gading Serpong memiliki musik yang bernuansa western dan oldish serta jazz. Contohnya seperti lagu Sleeping Child, Paint My Love, Right Here Waiting fo You, Hey Jude, dan berbagai lagu western oldish dan jazz lainnya baik yang hits maupun yang tidak. Mengingat jumlah konsumen yang banyak terdiri dari anak muda, dapat ditambahkan beberapa musik baru yang sedang hits yang tetap sesuai dengan nuansa restoran B'Steak. 4. Dengan tampilan restoran B'Steak Gading Serpong, maka tidak jarang anak muda datang untuk makan malam. Jika ada pasangan atau keluarga yang sedang dinner, bisa request untuk lagu moment romantis dan kebersamaan seperti lagu :A Thousand Years, Christina Perri ft. Steve Kaze; Marry Me, Train; Way Back Into Love, Hugh Grant and Haley Bennet Beberapa pendekatan yang dapat di gunakan untuk meningkatkan Customer Satisfaction sehingga dapat meningkatkan Repurchase Intention, antara lain : 1. Untuk menimbulkan kesan dan mengingat adanya B'Steak Gading Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
58
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
Serpong sebagai pilihan restoran dapat dilakukan dengan pemberian notebook ataupun kalender dengan desain menarik yang bernuansa B'Steak pada minimum pembelian tertentu. 2. Konsumen yang puas diharapkan akan kembali lagi ke restoran, untuk itu B'Steak dapat membuat Member Card yang dapat menjadi cara untuk memuaskan konsumen agar berkunjung kembali ke B'Steak Gading Serpong. Dengan desain yang menarik untuk menarik, member card dapat menjadi pengingat pengalaman yang berkesan saat makan di B'Steak Gading Serpong. Member Card juga dapat berfungsi sebagai potongan harga ataupun poin yang dapat ditukarkan dengan menu makanan ataupun dessert dan appetizer. Misalnya dengan memiliki member konsumen dapat mendapatkan diskon 50% untuk menu makanan yang ditentukan. Dengan berbagai benefit tersebut maka konsumen akan ingat untuk mengunjungi B'Steak kembali agar mendapatkan benefit yang ditawarkan. Untuk membuat member card tersebut dapat dilakukan secara gratis dengan minimum pembelian tertentu misalnya 250.000 rupiah. 3. Ditengah banyaknya persaingan restoran saat ini, maka diperlukan daya tarik lainnya agar B'Steak menjadi pilihan makanan ketika ingin makan di restoran. Live music yang biasanya hanya saat weekend, dapat dibuat pada weekday saat malam hari. Tujuannya agar pada weekday B'Steak Gading Serpong juga ramai dikunjungi konsumennya. Apalagi dengan adanya teman atau kerabat yang perform, secara tidak langsung mereka akan mempromosikan hari perform mereka pada teman dan kerabat sehingga mereka akan mengunjungi kembali B'Steak Gading Serpong.
4. Membuat website B'Steak yang diintegrasikan dengan social media instagram agar konsumen yang melihat foto makanan B'Steak yang di upload tertarik untuk datang lebih sering ke B'Steak Gading Serpong. V. Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil dari analisis data dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), menunjukkan bahwa seluruh data pada penelitian ini memiliki kecocokan dengan model penelitian yang diajukan. Model pengukuran seluruh indikator memenuhi kriteria valid seluruh variabel memiliki reliabilitas atau konsistensi pengukuran yang baik. Berdasarkan model struktural dari keempat hipotesis penelitian yang diajukan ternyata hasil hipotesis semuanya sesuai dengan hasil temuan Kumar and Kim (2008). Sehingga hasil dari model struktural tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Food Quality memiliki pengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Hal ini menunjukkan bahwa B'Steak Gading Serpong memiliki kualitas makanan yang baik dengan variasi makanan dan kesegaran makanan yang dihidangkannya sehingga dapat membuat konsumennya merasa puas makan di B'Steak Gading Serpong 2. Service Person Customer Orientation memiliki pengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pelayanan yang diberikan oleh waiters di B'Steak Gading Serpong baik, ramah, dan cepat tanggap, akan berpengaruh pada kesenangan dan kepuasan konsumen yang makan di B'Steak Gading Serpong. 3. Physical Environment memiliki pengaruh positif terhadap Customer Satisfaction. Hal ini menunjukkan bahwa desain interior berupa kaca Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
yang menarik serta ornamen dan pengaturan tata letak ruangan serta nuansa musik yang nyaman dapat mempengaruhi perasaan konsumen yang makan di B'Steak Gading Serpong menjadi puas. 4. Customer Satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap Repurchase Intention. Hal ini dapat diartikan bahwa jika konsumen merasa puas dan senang dengan pelayanan yang diberikan, kualitas makanan yang baik, dan suasana restoran yang nyaman yang diberikan B'Steak Gading Serpong, maka konsumen yang puas tersebut akan mengunjungi kembali B'Steak Gading Serpong. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini tentu jauh dari kesempurnaan dan memiliki berbagai keterbatasan sehingga memerlukan penyempurnaan untuk penelitian di masa yang akan datang. Berikut beberapa saran yang memungkinkan untuk penelitian selanjutnya : 1. Pada penelitian ini, variabel Physical Environment tidak membedakan pencahayan pada saat siang dan malam. Padahal suasana siang dan malam memiliki perbedaan. Untuk penelitian selanjutkan diharapkan untuk variabel Physical Environment memperhatikan mengenai pencahayaan pada waktu siang dan malam. 2. Pada penelitian ini, peneliti hanya fokus pada jenis makanan saja, sebaiknya penelitian selanjutnya meneliti mengenai makanan pada menu tertentu sehingga penelitian lebih fokus. 3. Pada penelitian ini, restoran B'Steak terdiri dari berbagai team waiters dan memiliki shift kerja yang bergantian. Kondisi ini memungkinkan restoran menghasilkan kualitas makanan dan layanan yang berbeda. Konsistensi dari tampilan makanan layanan dapat diteliti, karena menjadi salah satu
59
faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. 4. Pada penelitian ini, construct reliability (CR) pada variabel Service Person Customer Orientation belum mencapai angka 0.5 melainkan 0.45, sehingga variabel tersebut kurang realibel untuk digunakan pada penelitian lanjutan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbaiki indikator pada variabel Service Person Customer Orientation. VI. REFERENSI Andriati, Rias "3 Strategi Sukses Bersaing di Industri Katering" 1 Febuari 2012 (http:swa.co.id/businessstrategy/3-strategisukses0bersaing-di-industrikatering). Bachdar, Saviq "Kunjungan Orang Jakarta ke Restoran Capai 380 Juta Kali di 2013 " 28 Maret 2014 (http:www.themarketeers.com/archives/kunjunga n-orang-jakarta-ke-restoran-capai380-juta-kali-di2013.html#VBuRhi6Sxye) Bachdar, Saviq " OpenSnap, Rangkul Pecinta Kuliner Lewat Komunitas Online" 16 April 2014 (http:www.themarketeers.com/archives/opensnap -rangkul-pecinta-kuliner-lewatkomunitas-online.html) Canny, Ivyanno U. (2014), " Measuring the Mediating Role of Dinning Experience Attributing on Customer Satisfaction and Its Impact on Behavioral Intentions of Casual Dinning Restaurant in Jakarta", International Journal of Innovation, Management and Technology, Vol.5, No 1.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
60
Pengaruh Food Quality, Service Person Customer Orientation dan Physical Environment terhadap Repurchase Intention melalui Customer Satisfaction
Grace, Debra and O'Cass, Aron (2004), "Examining Service Experience and Post-Consumption Evaluation", Journal of Service Marketing, Volume 18, No.6, pp.450-461 Ha, J., & Jang, S. (. (2012). "The Effects of Dining Athmospherics on Behavioral Intention through Quality Perception". Journal of Services Marketing 26:3, 205-215. Hair, J., Black, W., Babin, B., Anderson, R., & Tatham, R. (2010). Multivariate Data Analysis (7th ed.). New Jersey: Pearson Education. Halim, Beatrice Clementia and Damayanti, Diah (2014), "Pengaruh Brand Identity Terhadap Timbulnya Brand Preference dan Repurchase Intention pada Merek Toyota", Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol.2, No.1, 1-11 Han, H., & Ryu, K. (2009). "The Roles of The Physical Environment, Price Perception, and Customer Satisfaction in Determining Customer Loyalty in The Restaurant Industry". Journal of Hospitality & Tourism Research Vol. 33, 487. Hellier, Philip.K and Geursen, Gus.M (2003), "Customer Repurchase Intention A General Structural Equation Model", European Journal of Marketing, Vol.37, No.11/12, pp.1762-1800 Henning, Thorsten and Thurau (2004), "Customer Orientation of Service Employees, Its Impact on Customer Satisfaction, Commitment, and Retention",
International Journal of Service Industry Management, Vol.15, No.5, pp.460-478 Hui
dan Zhao (2004), " Modeling Repurchase Frequency and Customer Satisfaction for Fast and Customer Satisfaction for Fast Food Outlets", International Journal of Quality and Reliability Management, Vol.21 No.5, 2004, pp545-563
Hutajulu, Rina "88% Pengusah Berminat Membuka Bisnis Baru di Indonesia" 16 Oktober 2013 (htpp:www.themarketeers.com/archives/88pengusaha-berminat-membukabisnis-baru-diindonesia.html#.VBuRhy6SxyE) Keller, K. L. (1993). “Conceptualizing, measuring, and managing customer-based brand equity”, Journal of Marketing, 57 (January), 1-22. Kotler, Philip. (2012). “According To Kotler” Kurniawan, Sigit " Tiga Alasan Mengapa Indonesia Makin Menarik Bagi Investor" 25 April 2012 (http://www.themarketeers.com/archives/marketeer s-dinner-seminar-tiga-alasanmengapa-indonesia-semakinmenarik-bagi-investor.html) Mahmudah, Rifatul "Situs Reservasi Online Qraved.com Marakkan Bisnis Kuliner" 3 April 2014 (http:swa.co.id/businessresearch/situs-reservasi-onlineqraved-com-marakkan-bisniskuliner)
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Steffi Weliani
Malholtra, N.K. (2012). Basic Marketing Research (4th ed.). New Jersey: Pearson Education.
61
2011(http:swa.co.id/listedarticles/perluas-jangkauan-bisnises-teler-77-kembangkan-sdm)
Meryana, Ester "Kusnadi Raharja :Persaingan Bisnis F&B Itu Ketat " 2 January 2014(http:www.themarketeers.com/kusnadi-raharjapersaingan-bisnis-FB-itu-ketat)
Ryu, K., & Jang, S. (2010). "Influence of Restaurants' Physical Environment on Emotion and Behavioral Intention". The Service Industries Journal 28:8, 1151-1165.
Namkung, Young and Jang, SooCheong (2007), "Does Food Quality Really Matter in Restaurants? Its Impact on Customer Satisfaction and Behavioral Intentions", Journal of Hospitality and Tourism, Vol.31, No.3, 387-410
Schiffman, L. G., Kanuk, L. L., & Wisenbilt, J. (2010). Consumer Behavior (10th ed). New Jersey: Pearson. Solomon (2009). Consumer Behavior Buying, Having and Being (8th ed). New Jersey : Pearson Education SWA "Bisnis Resto Bryan Thamrin" 2 April 2009. (http:swa.co.id/listedarticles/bisnis-resto-bryan-thamrin)
Perdana, Jaka " Kelas Menengah Indonesia Masih Konsumtif, Belum Produktif" 25 Oktober 2013 (http:www.themarketeers.com/archives/hattarajasa-kelas-menengah-indonesiamasih-konsumtif-belumproduktif.html#.VB2rOS6xye) Qin, H., Prybutok, V. R., & Zhao, Q. (2010). "Perceived Service Quality in Fast Food Restaurants: Empirical Evidence from China". Journal of Quality & Reliability Management Vol. 27 No. 4, 424437. Rahayu, Eva Martha, "Perluas Jangkauan Bisnis, Es Teler 77 Kembangkan SDM” 12 Oktober
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling Dengan Lisrel 8.8.Yogyakarta: Graha Ilmu. Wiraspati, Rangga "Farah Quinn : Profesi Chef di Indonesia Sangat Menjanjikan" 11 Febuary 2014 (http:swa.co.id/headline/farahquinn-profesi-chef-di-indonesiasangat-menjanjikan) Yuswohady (2012), Consumer 3000, Revolusi Konsumen Kelas Menengah di Indonesia, Be a Middle Brand: Gramedia Pustaka Utama
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
62
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA E-SERVICE QUALITY DAN TRUST PADA CUSTOMER SATISFACTION DAN BEHAVIORAL INTENTIONS TELAAH PADA NET GENERATION KONSUMEN LAZADA INDONESIA Kevin Taslim Universitas Multimedia Nusantara
Abstract Internet growing very fast nowadays. One of it’s widely known application is online transaction or usually called e-commerce. This research mainly discuss about factors which affect customer behavioral intentions, including word-of-mouth, repurchase intentions and site revisit. Those factors are e-service quality, satisfaction and trust. The study uses descriptive research design, which use non-probability sampling applying judgemental sampling techniques. The data collected by spreading the questionnaire with total sample of 228 respondents who are Lazada’s customer. The hypotheses are tested with structural equation modelling. The study showed that e-service quality has indirect relationship with behavioral intentions through satisfaction. However, e-service quality is not significantly directly related with behavioral intentions. While trust are strongly related with behavioral intentions.
Keywords: Electronic Commerce, E-Service Quality, Trust, Satisfaction, Online Retailing, Lazada Indonesia I.
Pendahuluan
Internet telah digunakan secara luas oleh milyaran pengguna di dunia atau menduduki proporsi 39% dari penduduk dunia dengan jumlah pengguna internet yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Aktivitas yang dapat dilakukan para pengguna internet sangat beragam, mulai dari mengakses informasi terbaru, melakukan social networking, bermain game online, hingga bertransaksi secara online atau dikenal juga sebagai ecommerce.
Penetrasi internet juga terjadi di Indonesia. Survei yang diselenggarakan oleh MarkPlus Insight sejak tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet mengalami peningkatan yang signifikan. Data survei menunjukkan angka pengguna internet di Indonesia mencapai 74,57 juta atau mengalami peningkatan sebesar 22% dari tahun 2012 ke 2013. Sekitar 42% dari pengguna Internet tersebut merupakan kategori “Netizen”, yaitu mereka yang menghabiskan lebih dari 3 jam sehari untuk online (Marketeers, 2013). Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia, market size e-commerce di Indonesia meningkat pesat sejak tahun 2011. Market size ecommerce diperkirakan sebesar $0.9 miliar pada tahun 2011 dan meningkat hingga mencapai $8 miliar pada tahun 2013 (VelaAsia.com, 2013). Namun, jika dibandingkan dengan total transaksi ritel di Indonesia, jumlah tersebut masih sangat kecil. Total transaksi ritel Indonesia tahun 2013 adalah $154.9 miliar, sehingga jumlah transaksi e-commerce baru mencapai 5% dari total transaksi ritel (TradingEconomics.com, 2014). Lazada, sebuah startup e-commerce asal Malaysia yang bekerja sama dengan Rocket Internet, merupakan pemain besar dalam e-commerce Indonesia. Dengan dukungan dana yang besar sekitar $100 juta dari berbagai mitra investor Rocket Internet, Lazada dikatakan sebagai Amazonnya Asia Tenggara (Venture Beat, 2013). Kesuksesan Lazada dalam membangun situs belanja online juga ditunjukkan dengan angka pertumbuhan revenue sebesar 593% dari tahun 2012 ke 2013 (Kinnevik Q1 2014 Presentation, 2014). Permasalahan bagi online retailer di Indonesia tidak berakhir pada kecilnya proporsi pengguna internet yang melakukan transaksi e-commerce saja. Survey MarkPlus Insight menunjukkan bahwa hanya 20% dari responden yang berbelanja di online shop sejenis Lazada, sisanya lebih banyak berbelanja di forum, jejaring sosial dan grup messenger. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa faktor kepercayaan masih menjadi tantangan pada e-commerce Indonesia, karena pelanggan dapat berhubungan langsung dengan penjualnya ketika berbelanja di website yang berbasis sosial. Sama halnya dengan toko tradisional, sebuah toko online dapat dikatakan hidup apabila banyak yang mengunjungi kembali (site revisit) toko tersebut. Memperoleh pelanggan di internet sangatlah mahal, dan
63
perusahaan sulit mendapatkan profit kecuali jika pelanggan tersebut bertahan dan melakukan banyak repurchase (Reichheld & Schefter, 2000). Maka, repurchase intention pelanggan penting bagi sebuah bisnis. Word-of-mouth (WOM) tidak kalah penting dengan faktor lainnya, karena WOM merupakan salah satu alat promosi yang efektif. Reichheld & Schefter (2000) menyebutkan bahwa perusahaan Vanguard menghabiskan hanya 10% dari biaya iklan yang dikeluarkan oleh kompetitornya, dan bahkan mendapatkan pelanggan baru lebih cepat dibandingkan kebanyakan kompetitornya karena rekomendasi melalui WOM. Site revisit, repurchase intention dan word-of-mouth merupakan bagian behavioral intentions, yakni faktor yang penting bagi kesuksesan sebuah perusahaan online (Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos, 2010). Kotler & Keller (2012) menyebutkan bahwa praktek wordof-mouth seperti ulasan dan rekomendasi dari pelanggan, merupakan salah satu faktor yang berperan penting pada kesukesan online retailer seperti Amazon dan Shop.com. Kassim & Abdullah (2010), memperoleh kesimpulan bahwa customer satisfaction dan trust memiliki efek yang signifikan pada kesetiaan melalui WOM yang merupakan antecedent dari repeat visits & repurchase intentions. Hal yang tidak kalah penting adalah para pelanggan yang tergolong dalam Net Generation atau Generasi Y yang lahir antara tahun 1977 hingga 1997. Profil pengguna internet pada tahun 2012 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia didominasi oleh pengguna berusia muda antara 12-34 tahun dengan proporsi sebesar 58.4% dari total pengguna internet. Hal ini berarti, pelanggan dari perusahaan-perusahaan online sebagian besar akan berasal dari Net Generation, sehingga mereka memiliki pengaruh besar bagi perusahaan online.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
64
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
Berdasarkan respon kualitatif dari 228 responden Lazada.co.id, ternyata masih banyak yang mengeluhkan mengenai halhal yang berkaitan erat dengan e-service quality. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan meminta responden untuk menuliskan komentar dan saran mereka tentang Lazada.co.id. Ternyata, cukup banyak yang menuliskan tentang masalah pengiriman di Lazada.co.id, mulai dari pengiriman terlambat lebih dari seminggu hingga keadaan packing yang rusak ketika sampai di tangan pelanggan. Hal ini berhubungan erat dengan variabel fulfillment yang merupakan salah satu dari dimensi e-service quality. Selain itu juga banyak yang mengeluhkan tentang sulitnya Lazada.co.id untuk diakses saat flash sale. Hal ini berhubungan erat dengan variabel system realibility sebagai dimensi dari eservice quality. Sejumlah pelanggan mengeluhkan tentang tampilan Lazada.co.id yang terlalu ramai dan menyebabkan loading-nya menjadi berat. Selain itu juga ditemukannya bugs dan error terutama pada sistem search filter. Hal ini sangat berhubungan dengan variabel efficiency dan aesthetics yang merupakan dimensi dari e-service quality. Maka, dapat dilihat adanya indikasiindikasi mengenai masalah e-service quality di Lazada.co.id. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menetapkan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah e-service quality berpengaruh positif terhadap satisfaction? 2. Apakah e-service quality berpengaruh positif terhadap behavioral intentions? 3. Apakah satisfaction berpengaruh positif terhadap behavioral intentions? 4. Apakah trust berpengaruh positif terhadap behavioral intentions?
II. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Retailer harus membangun hubungan yang dapat dipercaya untuk meningkatkan penjualan di internet dan menciptakan kesetiaan pelanggan. Tidak adanya kehadiran dan interaksi antara produk, pembeli dan penjual secara fisik, hubungan yang sulit diamati, dan cyberlaws yang tidak jelas, menjadikan online retailing sebagai hal yang unik dimana trust menjadi faktor yang sangat penting (Mukherjee & Nath, 2007). Pentingnya quality pada service maupun produk telah dijelaskan oleh berbagai literatur. Salah satunya menyatakan bahwa kualitas produk dan pelayanan saling berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi kualitas, pelanggan semakin puas, sehingga perusahaan dapat memberikan harga yang lebih tinggi (Kotler & Keller, 2012). Pemasaran banyak berbicara mengenai pelanggan, salah satu hal yang sering menjadi perhatian adalah mengenai kepuasan pelanggan. Tsiros, Mittal & Ross (2004) dalam Kotler & Keller (2012) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang dirasakan ketika membandingkan performa produk yang dirasakan dengan ekspektasi. Penelitian Keaveney & Parthasarathy (2001) menyatakan bahwa pada masa post-purchase, aktivitas pemasaran perlu didesain untuk meningkatkan customer satisfaction, involvement, dan service usage untuk mencegah pelanggan melakukan switching. Sedangkan Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010) menyebutkan bahwa para manajer perlu membuat strategi yang customer-oriented pada tahap postpurchase, yaitu strategi yang didesain untuk meningkatkan customer satisfaction. Riset menunjukkan bahwa pelanggan Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
online yang puas akan berbelanja lebih banyak, menghabiskan lebih banyak uangnya, dan lebih sering melakukan pembelian. Konsumen yang puas mempunyai perilaku yang berbeda dengan yang tidak puas, dimana perilaku konsumen yang puas memiliki efek positif pada berbagai aspek penting yang berhubungan dengan operating profit (Boston Consulting Group, 2001). Pada penelitian ini, definisi dari behavioral intentions adalah probabilitas subjektif seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Definisi tersebut merujuk pada teori Fishbein & Ajzen (1975). Penilitian ini mengukur behavioral intentions dengan tiga dimensi, yaitu repurchase intentions, site revisit dan word-of-mouth merujuk pada penelitian Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010). Repurchase intention diartikan sebagai kesediaan pelanggan untuk membeli lebih banyak melalui Internet (Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos, 2010). Sedangkan menurut Hellier, Geursen, Carr, & Rickard (2003) repurchase intentions adalah Keputusan seseorang untuk membeli kembali di perusahaan yang sama dengan mempertimbangkan situasi saat ini dan keadaan yang mungkin terjadi. Dengan memberikan informasi terpercaya mengenai kualitas produknya, maka customer trust akan meningkat dan besarnya kepercayaan pelanggan akan meningkatkan kesetiaan terhadap website, sedangkan salah satu indikator dari kesetiaan adalah customer intention to purchase (Brilliant & Achyar, 2013). Penelitian lain menemukan bahwa trust mempunyai dampak yang signifikan terhadap loyalitas melalui word-of-mouth (Kassim & Abdullah, 2010). Reichheld & Schefter (2000) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan kesetiaan dari pelanggan, yang terlebih dahulu harus didapatkan adalah trust dari mereka. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang membahas mengenai e-servicescape, yang salah satu
65
temuannya menjelaskan bahwa loyalty intentions pelanggan online berhubungan erat dengan tingkat kepercayaan mereka terhadap website (Harris & Goode, 2010). Hubungan variabel trust terhadap behavioral intention didukung oleh penelitian lainnya yang menemukan hubungan positif antara trust dengan behavioral intention (Cyr, 2008; Afsar, Nasiri, & Zadeh, 2013). Baik trust & commitment memiliki pengaruh yang signifikan pada customer behavioral intentions. Jika tingkat trust & commitment tinggi, maka positive word-ofmouth akan lebih mungkin terjadi, karena pelanggan akan memberikan rekomendasi positif pada orang lain ketika ia mempercayai sebuah online retailer. Selain itu, pelanggan yang telah memiliki trust pada suatu website, akan selalu mempertimbangkan untuk melakukan pembelian dengannya. Dalam hal ini, trust mempunyai pengaruh yang besar pada customer purchase intentions. (Mukherjee & Nath, 2007). Service quality dapat meningkatkan favorable behavioral intentions dan menurunkan unfavorable behavioral intentions (Zeithaml, Berry, & Parasuraman, 1996). Penelitian lebih lanjut oleh Zeithaml, Parasuraman, & Malhotra (2002) memberikan kesimpulan bahwa eservice quality mempengaruhi satisfaction, intent to purchase, dan purchase. Lebih lanjut dijelaskan bahwa didapatkan cukup data untuk menyatakan bahwa e-service quality merupakan key driver dari repeat purchase dari website. Pada umumnya, negative WOM disebabkan oleh ketidakpuasan yang dirasakan pelanggan karena e-service quality yang rendah (Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos, 2010). Sedangkan penelitian mengenai ES-QUAL menemukan bahwa keempat dimensinya yakni, efficiency, fulfillment, system availability serta privacy mempunyai pengaruh kuat pada persepsi pelanggan terhadap overall quality perception, perceived value dan loyalty Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
66
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
intentions, di mana loyaty intentions pada penelitian ini mencakup positive word-ofmouth dan repurchase intention (Parasuraman, Zeithaml, & Malhotra, 2005). Temuan ini didukung oleh penelitian Lee & Lin (2005) yang menemukan hubungan positif antara overall service quality, customer satisfaction dan purchase intentions dalam sebuah online store. Keempat key drivers dari e-service quality, yaitu information, user friendliness, adaptation dan aesthetics pada penelitian Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010), mempunyai dampak yang signifikan pada satisfaction. Temuan tersebut didukung oleh penelitian lain yang menyebutkan bahwa e-service quality mempengaruhi satisfaction, intent to purchase, dan purchase (Zeithaml, Parasuraman, & Malhotra, 2002). Studi lainnya oleh Yang & Fang (2004) yang membahas online service quality, menemukan bahwa dimensi service quality mengarah kepada customer satisfaction (Yang & Fang, 2004). Penelitian serupa dilakukan oleh Kassim & Abdullah (2010) menemukan bahwa Perceived service quality mempunyai pengaruh pada customer satisfaction. Temuan lainnya yang menunjukkan bahwa dimensi dari eservice quality yaitu website design, realibility, responsiveness dan trust mempengaruhi overall service quality serta customer satisfaction (Lee & Lin, 2005). Baik customer satisfaction dan trust mempunyai dampak yang signifikan terhadap loyalitas melalui word-of-mouth (Kassim & Abdullah, 2010). Pelanggan yang satisfied enggan untuk berpindah pada retailer alternatif hanya untuk benefit jangka pendek (Mukherjee & Nath, 2007). Penelitian oleh Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010) menunjukkan bahwa tingginya quality dan satisfaction mendorong site revisit serta word-of-
mouth. Hubungan mengenai satisfaction juga ditunjukkan oleh penelitian (Lee & Lin, 2005) yang menyatakan bahwa customer satisfaction berpengaruh secara signifikan pada customer purchase intentions. Penelitian lain menemukan hubungan positif antara satisfaction dengan perceived intention to visit dan purchase (Cyr, 2008). Penelitian tentang e-service quality yang dilakukan oleh Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010) digunakan sebagai jurnal utama dalam penelitian ini. Temuan inti dari penelitian Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010) menunjukkan hubungan antara e-service quality dengan behavioral intentions secara langsung maupun tidak langsung melalui satisfaction. Sedangkan modifikasi dilakukan terhadap model penelitian dengan menambahkan variabel trust berdasarkan penelitian Mukherjee & Nath (2007). Terdapat beberapa penelitian dan jurnal pendukung yang berkaitan dengan service quality, customer satisfaction, trust dan behavioral Intentions. III. Metode Penelitian Dalam penelitian ini digunakan Deskriptive Research Design, yaitu dengan metode survey. Dilaksanakan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden, dimana responden menjawab pertanyaan dengan memberikan nilai antara 1 sampai 5 skala likert. Element dari penelitian ini adalah pelanggan Lazada Indonesia yang merupakan Net Generation (berumur 1735 tahun), yang berbelanja melalui website Lazada.co.id dalam kurun waktu 3 bulan terakhir dan pernah berbelanja online di tempat lain. Sampling unit-nya adalah seluruh pelanggan Lazada.co.id yang berumur 17-35 tahun. Pelanggan yang berbelanja pada kurun waktu 3 bulan Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
67
diperkirakan masih dapat mengingat pengalaman berbelanja di Lazada dengan baik, dan diasumsikan belum ada perubahan yang besar pada Lazada dalam waktu 3 bulan. Maka, kriteria 3 bulan dianggap paling tepat dan memudahkan peneliti untuk mencari responden. Extent atau batas geografis dari penelitian ini adalah negara Indonesia. Pembatasan extent untuk negara Indonesia saja dimaksudkan untuk mengambil scope yang tidak terlalu luas, sehingga hasil penelitian ini dapat disimpulkan secara optimal dan lebih akurat. Selain itu, objek dari penelitian ini adalah Lazada.co.id, yang merupakan cabang dari online store Lazada yang beroperasi khusus untuk wilayah Indonesia saja. Pada penelitian ini, terdapat total 43 pertanyaan pada kuesioner, sehingga jumlah variabel teramati dalam penelitian ini adalah 43 indikator. Analisa hasil penelitian menggunakan metode SEM (Structural Equation Modeling) karena model penelitian ini
memiliki lebih dari 1 variabel endogen. Software yang digunakan adalah AMOS (Analysis Of Moment Structure) versi 22 untuk melakukan uji validitas, realibilitas, hingga uji hipotesis penelitian. Terdapat enam tahap dalam penelitian ini. Tahap pertama adalah mendefinisikan masing-masing construct dan indikatorindikator untuk mengukurnya. Kemudian tahap selanjutnya adalah membuat diagram measurement model atau model pengukuran. Tahap selanjutnya adalah menentukan kecukupan dari sample size dan memilih metode estimasi dan pendekatan untuk menangani missing data. Selanjutya adalah mengukur validitas atau kecocokan model pengukuran. Jika model pengukuran dapat dikatakan valid, maka dapat dilanjutkan ke tahap 5 dan 6. Tahap kelima adalah mengubah model pengukuran menjadi model struktural. Kemudian tahap terakhir adalah menilai validitas atau kecocokan model struktural. Jika model struktural memiliki tingkat kecocokan yang baik, maka selanjutnya dapat diambil kesimpulan penelitian.
Trust Efficiency
H1
System Availability Fulfillment
Privacy
e-Service Quality
H2
Repurchase Intentions
Behavioral Intentions
H3
H4 Satisfaction
Site Revisit
Positive Word-ofMouth
Aesthetics
Gambar 2.1 Model Penelitian Sumber : Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010); Parasuraman, Zeithaml, & Malhotra (2005); Mukherjee & Nath (2007)
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
68
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
IV. Hasil dan Pembahasan Terdapat 228 responden dalam penelitian ini. Mayoritas responden menghabiskan waktu kurang 30 menit ketika mengakses Lazada.co.id. Namun, hanya sedikit dari mereka yang biasa menghabiskan waktu dibawah 5 menit ketka mengakses
6%
3%
14%
Lazada.co.id, yaitu sekitar 3% dari total responden atau sejumlah 8 orang. Sebanyak 34% dari total responden menghabiskan waktu antara 5-15 menit ketika mengakses Lazada.co.id, 43% atau sebanyak 103 orang menghabiskan waktu antara 15-30 menit, dan sisanya menghabiskan lebih dari 30 menit.
15 - 30 menit 5 - 15 menit 43%
34%
30 - 60menit Lebih dari 1 Jam Kurang dari 5 menit
Grafik 4.1 Rata-Rata Waktu yang Dihabiskan untuk Mengakses Lazada.co.id Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Sebanyak 52% dari responden menghabiskan antara Rp 100.000 – Rp 499.000 dalam sekali berbelanja di Lazada.co.id, diikuti dengan responden yang menghabiskan antara Rp 1.000.000 – Rp 4.999.000 dalam satu kali berbelanja sebanyak 33% atau 79 orang. Diprediksikan bahwa pembelanja di rentang harga Rp 1.000.000 – Rp
4.999.0000 adalah mereka yang membeli produk Gadget, komputer, maupun laptop. Kemudian, sisanya menghabiskan antara Rp 500.000 – Rp 999.000 dan hanya 2% dari responden yang menghabiskan kurang dari Rp 100.000 ketika berbelanja di Lazada.co.id. Hal ini dapat dilihat pada grafik 4.2.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
69
2% Rp 100.000 – Rp 499.000 13% Rp 1.000.000 – Rp 4.999.000 33%
52%
Rp 500.000 – Rp 999.000 Kurang dari Rp 100.000
Grafik 4.2 Rata-Rata Pengeluaran dalam Sekali Berbelanja di Lazada.co.id Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa gadget adalah produk yang paling banyak dibeli di Lazada.co.id, yaitu sebanyak 72.27% dari responden membeli produk gadget pada transaksi terakhirnya di Lazada, kemudian disusul oleh produk
fashion dan aksesoris sebanyak 19.75%, produk audio sebanyak 16.39% dan sisanya produk peralatan rumah tangga, kesehatan kecantikan, otomotif dan hobi kemudian snack impor. Hal ini terlihat pada Grafik 4.3.
Grafik 4.3 Produk yang Terakhir Kali Dibeli oleh Konsumen Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Informasi yang ditunjukkan oleh Grafik 4.4 ternyata sejalan dengan hasil survey Netizen Indonesia 2013 bahwa konsumen lebih menyukai metode pembayaran transfer bank (57%) dan diikuti oleh metode COD (31%). Pembayaran menggunakan kartu kredit sangatlah kecil peminatnya, yaitu hanya sekitar 7% atau
sebanyak 16 responden memilih metode pembayaran tersebut. Responden juga ternyata belum terbiasa menggunakan alternatif pembayaran modern seperti BCA KlikPay, ditunjukkan oleh angka yang cukup kecil, yaitu hanya sekitar 5% dari total responden.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
70
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
7%
5% Transfer Bank COD (Cash On Delivery)
31%
57%
Kartu Kredit BCA Klik Pay
Grafik 4.4 Preferensi Metode Pembayaran Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Uji structural model dilakukan dengan mengukur goodness of fit model. Goodness of Fit dilihat berdasarkan kecocokan absolute measurement model, kecocokan incremental measurement model dan kecocokan parsimoniuos
measurement model. Pengolahan data untuk mendapatkan hasil estimasi, dilakukan dengan menggunakan aplikasi Amos versi 22. Hasil keseluruhan uji model disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Tabel Kecocokan Absolute Measurement Model Target Tingkat Tingkat Ukuran GOF Hasil Estimasi Kecocokan Kecocokan Ukuran Kecocokan Absolut Chi-Square Nilai yang kecil 1594.825 Poor Fit P ≥ 0,05 P ≥0,05 0.000 GFI ≥ 0,90 (GFI) 0,80 ≤ GFI < 0,90 0.758 Poor Fit GFI < 0,80 RMSEA ≤ 0,08 (RMSEA) 0,08 ≤ RMSEA < 0,10 0.069 Good Fit RMSEA ≥ 0,10 Nilai yang kecil dan DM : 7.854 (ECVI) dekat dengan nilai SM : 7.586 Poor Fit ECVI saturated IM : 33.466 Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Tabel 4.2 Tabel Kecocokan Incremental Measurement Model Target Tingkat Tingkat Ukuran GOF Hasil Estimasi Kecocokan Kecocokan Ukuran Kecocokan Incremental TLI ≥ 0,90 TLI 0,80 ≤ TLI < 0,90 0.868 Marginal Fit TLI < 0,80 NFI ≥ 0,90 NFI 0.788 Poor Fit 0,80 ≤ NFI < 0,90 Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
71
Ukuran GOF
RFI
IFI
CFI
Target Tingkat Kecocokan NFI < 0,80 RFI ≥ 0,90 0,80 ≤ RFI < 0,90 RFI < 0,80 IFI ≥ 0,90 0,80 ≤ IFI < 0,90 IFI < 0,80 CFI ≥ 0,90 0,80 ≤ CFI < 0,90 CFI < 0,80
Hasil Estimasi
Tingkat Kecocokan
0.773
Poor Fit
0.877
Marginal Fit
0.876
Marginal Fit
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Tabel 4.3 Tabel Kecocokan Parsimonious Measurement Model Target Tingkat Tingkat Ukuran GOF Hasil Estimasi Kecocokan Kecocokan Ukuran Kecocokan Parsimonious Norm ChiCMIN/DF < 5 2.079 Good Fit Square PGFI PGFI ≥ 0,50 0.675 Good Fit DM : 0.737 Nilai yang lebih tinggi PNFI SM : 0.000 Good Fit semakin baik IM : 0.000 Nilai yang kecil dan DM : 1782.825 AIC dekat dengan nilai AIC SM : 1722.000 Poor Fit saturated IM : 7596.846 Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Pada tabel 4.1 menunjukkan pengukuran Chi-Square, GFI, dan ECVI memiliki tingkat kecocokan poor fit dan RMSEA memiliki tingkat kecocokan good fit. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa TLI, IFI, CFI memiliki tingkat kecocokan yang cukup baik yaitu tergolong marginal fit dan hanya RFI dan NFI yang memiliki tingkat kecocokan poor fit. Tabel 4.3 menunjukkan Norm Chi-Square, PGFI, PNFI memiliki tingkat kecocokan good fit, dan AIC memiliki tingkat kecocokan poor fit. Dengan banyaknya tingkat kecocokan marginal fit dan good fit dibandingkan
dengan poor fit, dan RMSEA, CFI serta Norm-Chi Square tidak bernilai poor fit, maka dapat disimpulkan bahwa model memiliki goodness of fit yang cukup baik dengan mempertimbangkan nilai RMSEA, CFI dan Norm Chi-Square yang memadai serta jumlah poor fit yang lebih sedikit dibanding marginal fit dan good fit. Maka, dengan hasil uji kecocokan yang baik dapat dilanjutkan pengolahan datanya untuk mendapatkan kesimpulan penelitian. Pada gambar 4.1 ditampilkan path diagram hasil estimasi model berdasarkan output AMOS 22.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
72
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
Gambar 4.1 Path Diagram Sumber : Pengolahan Data Primer, 2014
Tabel 4.4 Hasil Uji Hipotesis Hipotesis
Pernyataan
Trust mempunyai pengaruh H1: TRU -> BI positif terhadap Behavioral Intentions e-Service quality memiliki pengaruh positif secara H2: eSQ -> BI langsung terhadap behavioral intentions e-Service quality memiliki H3: eSQ -> SAT pengaruh positif terhadap
Std. Coef +0.175
P Value Kesimpulan <0.05 Data 0.001 mendukung Hipotesis 1
-0.840
0.388
Data tidak mendukung Hipotesis 2
+1.194
0.0000
Data mendukung
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
Hipotesis
H4: SAT -> BI
73
Pernyataan satisfaction satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap Behavioral Intentions
Std. Coef
+1.690
P Value Kesimpulan <0.05 Hipotesis 3 Data 0.031 mendukung Hipotesis 4
Sumber : Pengolahan data primer, 2014
Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa H1 mempunyai standard coefficients yang bernilai positif, menandakan bahwa hasil uji hipotesis yang sedang diuji menunjukkan arah hubungan positif, sesuai dengan pernyataan hipotesis yang telah dibuat. Nilai P Value adalah 0.001 atau bernilai lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data mendukung Hipotesis 1. H2 mempunyai standard coefficients yang bernilai negatif, menandakan bahwa hasil uji hipotesis yang sedang diuji menunjukkan arah hubungan negatif, tidak sesuai dengan pernyataan hipotesis yang telah dibuat. Nilai P Value adalah 0.388 atau bernilai lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak mendukung Hipotesis 2. H3 mempunyai standard coefficients yang bernilai positif, menandakan bahwa hasil uji hipotesis yang sedang diuji menunjukkan arah hubungan positif, sesuai dengan pernyataan hipotesis yang telah dibuat. Nilai P Value adalah 0.0000 atau bernilai lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data mendukung Hipotesis 3. H4 mempunyai standard coefficients yang bernilai positif, menandakan bahwa hasil uji hipotesis yang sedang diuji menunjukkan arah hubungan positif, sesuai dengan pernyataan hipotesis yang telah dibuat. Nilai P Value adalah 0.031 atau bernilai lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data mendukung Hipotesis 4. Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa trust memiliki hubungan positif terhadap behavioral intentions. Standard coefficients yang bernilai 0.175
menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara trust dengan behavioral intentions. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat kepercayaan pelanggan terhadap Lazada.co.id, sangat mempengaruhi kecenderungan pelanggan untuk melakukan repurchase, menyebarkan positive word-of-mouth dan mengunjungi kembali website-nya. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Mukherjee & Nath (2007) yang menyatakan bahwa trust memiliki pengaruh yang signifikan pada customer behavioral intentions. Pelanggan akan memberikan rekomendasi positif pada orang lain ketka ia mempercayai sebuah online retailer dan pelanggan yang telah memiliki trust pada suatu website, akan selalu mempertimbangkan untuk melakukan pembelian dengannya. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin kuat trust pelanggan Lazada.co.id maka behavioral intentions juga semakin kuat. Pelanggan Lazada.co.id menginginkan toko online yang dapat dipercaya untuk bertransaksi. Artinya, toko online tersebut cukup profesional untuk menjaga keamanan informasi pribadi mereka, informasi pembayaran mereka, dan memberikan rasa aman bagi mereka dengan memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan. Rasa percaya yang dirasakan oleh pelanggan akan mendorong mereka untuk mengatakan hal positif tentang Lazada.co.id, berbelanja kembali dan mengunjungi kembali Lazada.co.id. Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa e-service quality tidak memiliki hubungan dengan behavioral intentions. Nilai p-value sebesar 0.388 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang cukup Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
74
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
signifikan dari e-service quality ke behavioral intentions secara langsung. Hal ini tidak sesuai dengan temuan Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010) yang menyatakan bahwa e-service quality memiliki hubungan dengan behavioral intentions secara langsung. Meskipun tidak memiliki hubungan secara langsung, e-service quality mempunyai hubungan secara tidak langsung dengan behavioral intentions melalui satisfaction. Artinya, pelanggan yang menilai baik eservice quality Lazada.co.id akan terlebih dahulu merasa puas, yang kemudian rasa puas tersebut akan meningkatkan kecenderungan pelanggan untuk menyebarkan hal positif tentang Lazada.co.id, melakukan repurchase dan site revisit. Hal ini sangat masuk akal, karena tentunya hanya mereka yang sudah merasa puas dan percaya dengan Lazada.co.id yang akan lebih cenderung untuk melakukan repurchase dan berani memberikan rekomendasi positif tentang Lazada.co.id. Memberikan kualitas navigasi website yang baik, menyediakan website yang menarik, memiliki sistem yang handal, akan menjadi sia-sia jika pada akhirnya tidak mampu membuat pelanggan puas dan percaya. Hal lain yang mungkin terkait adalah karena hampir 50% dari responden mempunyai rata-rata pengeluaran lebih dari Rp 500.000 dalam sekali berbelanja di Lazada.co.id dan sekitar 72% dari responden membeli kategori produk gadget pada pembelian terakhirnya. Karena transaksi-transaksi tersebut bernominal cukup besar, maka tentunya diperlukan lebih dari sekedar e-service quality yang dimensinya didominasi oleh variabel-variabel yang terkait dengan kualitas website. Trust dan satisfaction akan menjadi driver yang lebih penting untuk behavioral intentions pada kondisi transaksi bernominal besar.
Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa e-service quality memiliki hubungan positif terhadap satisfaction. Standard coefficients yang bernilai 1.194 menunjukkan adanya korelasi antara eservice quality dengan satisfaction, namun bukan merupakan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya eservice quality yang diterima pelanggan Lazada.co.id, dapat mempengaruhi kepuasan konsumennya. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian terdahulu oleh Kassim & Abdullah (2010) yang menyebutkan bahwa perceived service quality mempunyai pengaruh pada customer satisfaction. Dengan memastikan tingkat e-service quality yang tinggi, para manajer dapat memicu reaksi positif dari pelanggan yang merupakan kunci pertumbuhan yang sustainable untuk e-shop (Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos, 2010). Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin kuat e-service quality yang dirasakan oleh pelanggan Lazada.co.id, maka semakin tinggi tingkat satisfaction yang dirasakan pelanggan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sebagian besar responden memberikan penilaian yang baik terhadap e-service quality Lazada.co.id dan penilaian responden juga menunjukkan tingkat kepuasan yang cukup tinggi. Artinya, secara keseluruhan Lazada telah memberikan e-service quality yang baik pada pelanggannya, yaitu dari sisi kemudahan dan kecepatan untuk mengakses dan menggunakan website, reliabilitas sistem, pemenuhan pesanan, dan keamanan website. Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa satisfaction memiliki hubungan positif terhadap behavioral intentions. Standard coefficients yang bernilai 1.690 menunjukkan adanya korelasi antara satisfaction dengan behavioral intentions, namun bukan merupakan korelasi yang Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
kuat. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya satisfaction yang dirasakan pelanggan Lazada.co.id dapat mempengaruhi behavioral intentions mereka. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian terdahulu oleh penelitian Gounaris, Dimitriadis, & Stathakopoulos (2010) yang menyebutkan bahwa tingginya quality dan satisfaction mendorong site revisit serta word-ofmouth dan penelitian oleh Lee & Lin (2005) yang menyatakan bahwa customer satisfaction berpengaruh secara signifikan pada customer purchase intentions. Pelanggan yang puas, enggan untuk berpindah pada retailer lain hanya untuk benefit jangka pendek (Mukherjee & Nath, 2007). Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi satisfaction yang dirasakan oleh pelanggan Lazada.co.id, maka semakin tinggi behavioral intentions mereka. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepuasan yang baik terhadap Lazada.co.id dan penilaian responden juga menunjukkan behavioral intentions yang cukup baik, terutama pada word-of-mouth. Artinya, secara keseluruhan Lazada telah membuat pelanggannya puas, sehingga pelanggan Lazada.co.id bersedia untuk menyebarkan hal positif tentang Lazada.co.id, melakukan pembelian kembali dan mengunjungi kembali Lazada.co.id. V. Simpulan dan Saran Berdasarkan analisis hasil penelitian menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) untuk menganalisa pengaruh antara e-service quality, satisfaction dan trust terhadap behavioral intentions. Maka, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. E-Service quality mempunyai pengaruh positif terhadap satisfaction.
75
2. E-Service quality tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap behavioral intentions. 3. Satisfaction memiliki pengaruh positif dengan behavioral intentions 4. Trust mempunyai pengaruh positif terhadap behavioral intentions, Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mengajukan saran bagi Lazada.co.id sebagai berikut : 1. Lazada.co.id dapat meningkatkan kualitas pelayanan dari customer service-nya. Disarankan agar staf customer service memiliki ketrampilan yang lebih baik dalam menangani masalah teknis yang terjadi, serta lebih responsif dalam menangani masalah yang tengah dialami oleh pelanggan. Karena masih ada sejumlah pelanggan yang masih mengeluhkan tentang pelayanan dari customer service Lazada.co.id. Hal ini dapat meningkatkan profesionalitas Lazada.co.id di mata pelanggan, sehingga pelanggan dapat lebih percaya pada Lazada.co.id sebagai perusahaan profesional yang memahami kepentingan pelanggannya. 2. Akan lebih baik jika Lazada.co.id memberikan perhatian khusus pada fulfillment khususnya dalam hal pengiriman barang. Karena, cukup banyak konsumen yang mengeluhkan tentang keterlambatan pengiriman barang. Lamanya keterlambatan dapat mencapai hitungan minggu, sehingga dapat dianggap masalah yang cukup serius. Lazada.co.id perlu berkomunikasi dengan partner logistik pengiriman barangnya untuk menetapkan standar pengiriman yang lebih baik. Standar pengiriman dapat dikatakan baik apabila lamanya pengiriman dapat bersaing dengan kompetitorkompetitornya, lamanya Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
76
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
keterlambatan masih dalam batas wajar dan profesional dalam menghadapi keluhan pelanggan. Jika partner yang sekarang tidak mampu menyelesaikan masalah ini, maka solusi lain yang dapat diambil adalah mencari partner baru. Hal ini perlu dilakukan untuk tetap menjaga reputasi Lazada.co.id sebagai perusahaan yang nyaman untuk berbelanja online, sehingga pelanggan tetap percaya pada Lazada.co.id dan merasa bahwa Lazada.co.id memberikan pelayanan yang baik. 3. Lazada.co.id dapat mempertimbangkan untuk memperketat penyaringan merchant partner-nya. Karena beberapa pelanggan masih mengeluhkan bahwa ada merhant di Lazada yang tidak memberikan penjelasan yang jujur dan detil. Seperti yang ditemuinya bahwa ada produk KW atau palsu yang tidak diberi keterangan bahwa itu bukanlah produk original. Hal ini dapat merusak kepercayaan konsumen terhadap Lazada.co.id, sehingga pemilihan merchant perlu diperketat lagi agar sesuai dengan value Lazada.co.id. Untuk para merchant yang telah bergabung dengan Lazada.co.id, dapat disarankan untuk memberikan detil barang secara jujur dan siap untuk bertanggung jawab penuh jika nantinya ditemukan adanya penyimpangan., serta memberikan respon yang lebih cepat dalam pengiriman barang. Karena, beberapa pelanggan mengeluhkan produk-produk yang dibeli dari merchant sering terlambat dikirimkan. 4. Lazada.co.id dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan kapasitas server agar
dapat menangani traffic pengunjung yang besar. Cukup banyak responden yang mengeluhkan website Lazada.co.id yang sulit diakses pada saat diadakan flash sale. Hal ini sangat mengganggu mereka yang berpartisipasi maupun yang tidak berniat berpartisipasi dalam flash sale. 5. Berdasarkan masukan kualitatif dari responden, masih ada responden yang menemukan error ketika masuk ke laman pembayaran dan sistem filter produk yang terkadang tidak berfungsi dengan baik. Maka, akan lebih baik jika Lazada.co.id selalu mengecek kembali fungsi websitenya dan memperbaiki segala bugs dan error yang ada. Lazada.co.id dapat meminta masukan dari pelanggan yang memakainya untuk mendeteksi bugs dan error. 6. Masalah lain yang dialami pelanggan terkait fulfillment adalah lamanya verifikasi pembayaran melalui transfer bank, kesalahan input resi pengiriman, paket diterima dalam kondisi packing yang penyok hingga kesalahan pengiriman barang. Akan lebih baik jika Lazada.co.id melatih staf yang menangani masalah pesanan barang untuk dapat lebih teliti dan cepat dalam memproses pesanan. 7. Berdasarkan penilaian kualitatif responden, beberapa dari mereka ada yang menyebutkan bahwa penataan home page Lazada.co.id terlalu ramai dan perlu penataan yang lebih baik. Hal ini juga menyebabkan loading website menjadi berat. Lazada.co.id dapat mempertimbangkan agar penataan halaman utama atau homepage Lazada.co.id dapat dibuat lebih sederhana dan rapi, sehingga dapat membuat pelanggan lebih nyaman memandangnya. Hal ini Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
berpengaruh pada aspek aesthetics yang merupakan bagian dari eservice quality. 8. Beberapa responden menyarankan agar produk-produk di Lazada.co.id lebih lengkap dan variatif lagi. Selain itu, cukup banyak responden yang menginginkan agar jangkauan wilayah COD diperluas dan semua produk dapat menggunakan pilihan COD. Maka, Lazada.co.id dapat mempertimbangkan untuk memperlengkap lagi setiap kategori produk agar pelanggan dapat mencari seluruh produk yang dibutuhkan hanya dalam satu tempat. Selain itu, dapat dipertimbangkan juga untuk memperluas jangkauan COD, sehingga pelanggan lebih puas dalam berbelanja di Lazada.co.id. 9. Sejumlah pelanggan menginginkan adanya promosi diskon yang lebih banyak dan lebih sering. Harga yang menarik memang adalah keinginan pelanggan pada umumnya. Tetapi, memberikan potongan harga tentunya bukanlah saran yang menarik bagi perusahaan karena akan berdampak pada berkurangnya keuntungan perusahaan. Namun, Lazada.co.id dapat mempertimbangkan sebuah solusi yang dapat menjadi win-win solution atas hal ini. Salah satu cara yang dapat dipertimbangkan adalah membuat loyalty program. Jadi, potongan harga diberikan berdasarkan tingkat loyalitas pelanggan. Misalnya, semakin sering pelanggan membeli produk dari Lazada.co.id (dapat ditelusuri dari history pembeliannya), maka semakin besar tambahan diskon yang akan diterima oleh pelanggan. Hal ini dapat membuat para pelanggan lebih puas, sekaligus mendorong mereka untuk berbelanja lebih banyak di Lazada.co.id.
77
10. Akan lebih baik apabila Lazada.co.id membuat program kampanye untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan pada keamanan Lazada.co.id untuk berbelanja online. Karena berdasarkan penilaian pelanggan, mereka masih kurang percaya terhadap Lazada.co.id mengenai keamanan informasi pribadinya. 11. Sejumlah pelanggan masih menemukan ketidakcocokan antara informasi stok produk yang tertera di website dengan informasi stok aktualnya. Solusi yang mungkin dapat dilakukan adalah menerapkan sistem ERP logistik yang terintegrasi dengan website Lazada.co.id, misalnya dengan sistem RFID dan dihubungkan dengan website, sehingga informasi stok produk memungkinkan untuk di-update secara real time dan stok produk tidak perlu di-update secara manual untuk menghindari kesalahan memasukkan data. Selain itu peneliti juga mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya sebagai berikut : 1. Penelitian ini terbatas pada penilaian terhadap website Lazada.co.id saja. Namun, melihat tren kedepan bahwa semakin banyak pengakses internet dari mobile atau smartphone dibandingkan dengan desktop, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian dari sisi aplikasi mobile Lazada.co.id. Survey Markplus Insight tahun 2013 menunjukkan bahwa 86% responden mengakses internet melalui Smartphone, 42,3% yang mengaksesnya lewat laptop pribadinya, 15,2% mengaksesnya lewat laptop/pc kantor dan hanya 10,6% yang mengakses lewat laptop/pc di rumah (Markplus Insight, 2013). Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
78
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
Mempertimbangkan kemiripan elemen dari website dengan aplikasi mobile dan setiap variabel dan dimensi dari model penelitian ini relevan dengan elemen tersebut. Maka, penelitian selanjutnya pada sisi aplikasi mobile dapat menggunakan model penelitian yang sama. 2. Penelitian ini dibatasi pada empat variabel, yaitu e-service quality dengan dimensinya efficiency, system availability, fulfillment, privacy, dan aesthetics; satisfaction; trust; dan behavioral intentions dengan dimensinya word-of-mouth, repurchase intentions, dan site revisit. Pada penelitian selanjutnya, variabel penelitian dapat ditambahkan lagi dengan variabel-variabel baru yang terkait dengan satisfaction atau behavioral intentions, salah satunya adalah variabel Product Portfolio yang mempengaruhi satisfaction (Zeng, Hu, Chen, & Yang, 2009). Peneliti juga menyarankan untuk mengukur masing-masing dimensi eservice quality, yaitu efficiency, system avaliability, fulfillment, privacy, aesthetics dengan hubungannya pada word-of-mouth, repurchase intentions dan site revisit. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih detil dan dapat diketahui besarnya pengaruh masing-masing variabel tersebut pada word-of-mouth, repurchase intentions, site revisit dan satisfaction. Sehingga, disarankan agar tidak menggunakan variabel berdimensi, melainkan menjadikan masing-masing dimensi e-service quality dan intentions sebagai variabel yang berdiri sendiri. 3. Penelitian ini terbatas pada responden yang tergolong Net
Generation, yakni mereka yang berumur anatara 17-35 tahun. Penelitian selanjutnya dapat meneliti golongan Generasi X yang berumur lebih tua namun memiliki kondisi finansial yang lebih mapan, sehingga sangat potensial untuk menjadi pelanggan perusahaan online. 4. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan indikator-indikator baru untuk variabel fulfillment, karena pada penelitian ini ditemukan bahwa variabel fulfillment kurang reliabel. Sehingga, diperlukan indikator-indikator yang lebih reliabel untuk mengukur fulfillment. Salah satu jurnal acuan yang dapat dipakai adalah jurnal dari Zeng, Hu, Chen, & Yang (2009). 5. Peneliti menyarankan untuk meninjau kembali dan menambahkan indikator-indikator untuk variabel efficiency. Karena pada akhirnya, variabel efficiency hanya memiliki 3 indikator yang valid dan nilai AVEnya 0.505 yang mendekati kategori kurang reliabel. 6. Penelitian selanjutnya dapat menerapkan model pada objek penelitian lain dalam industri ecommcerce seperti OLX, Bhinneka.com, Zalora, Qoo10, Tokopedia dan lainnya. Objek-objek penelitian tersebut penting karena berdasarkan survey Nusa Research (2014), perusahaan-perusahaan tersebut memiliki market share yang cukup besar di pasar e-commerce Indonesia. VI. REFERENSI Afsar, A., Nasiri, Z., & Zadeh, M. O. (2013). E-loyalty Model in eCommerce. Mediterranean Journal of Social Sciences , 4 (9).
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
79
American Society for Quality. (2014). Quality Glossary. Dipetik Maret 29, 2014, dari ASQ: http://asq.org/glossary/q.html
George, D., & Mallery, P. (2003). SPSS for Windows step by step: A simple guide and reference. Boston: Allyn & Bacon.
APJII. (2012). Profil Pengguna Internet Indonesia 2012.
Ghozali, H. I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (Vol. 4). Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Boston Consulting Group. (2001). Winning the Online Consumer 2.0. The Boston Consulting Group. Brilliant, M. A., & Achyar, A. (2013). The Impact of Satisfaction and Trust on Loyalty of E-Commerce Customers. ASEAN Marketing Journal , 5 (1). Chaffey, D. (2007). E-Business and ECommerce Management. Harlow: Pearson. Cyr, D. (2008). Modeling Website Design across Cultures: Relationship to Trust, Satisfaction and E-loyalty. Journal of Management Information Systems , 24 (4). Dictionary: American Marketing Association. (2014). Dipetik Maret 23, 2014, dari American Marketing Association: https://www.ama.org/resources/Pag es/Dictionary.aspx?dLetter=E Egger, F. N. (2001). Affective Design of E-Commerce User Interfaces : How to Maximise Perceived Trustworthiness. Asean Academic Press . Egger, F. N. (2000). “Trust Me, I’m an Online Vendor”: Towards a Model of Trust for E-Commerce System Design. Extended Abstracts on Human Factors in Computing Systems . Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Addison-Wesley.
Gliem, J. A., & Gliem, R. R. (2003). Calculating, Interpreting, and Reporting Cronbach’s Alpha Reliability Coefficient for LikertType Scales. Midwest Research-toPractice Conference in Adult, Continuing, and Community Education, (hal. 87). Ohio. Gounaris, S., Dimitriadis, S., & Stathakopoulos, V. (2010). An examination of the effects of service quality and satisfaction on customers’ behavioral intentions in e-shopping. Journal of Services Marketing , 24 (2). Hair, J. F., Black, W. C., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis. Pearson. Harris, L. C., & Goode, M. M. (2010). Online servicescapes, trust, and purchase intentions. Journal of Services Marketing . Hellier, P. K., Geursen, G. M., Carr, R. A., & Rickard, J. A. (2003). Customer Repurchase Intention. European Journal of Marketing , 37 (11/12), 1762-1800. Kartajaya, H., Hermawan, M., Mussry, J., Taufik, Yuswohady, & Setiawan, I. (2010). Marketing in Indonesia. Kassim, N., & Abdullah, N. A. (2010). The effect of perceived service quality dimensions on customer satisfaction, trust, and loyalty in ecommerce settings. 22 (3). Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
80
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
Keaveney, S. M., & Parthasarathy, M. (2001). Customer Switching Behavior in Online Services: An Exploratory Study of the Role of Selected Attitudinal, Behavioral, and Demographic Factors. Journal of the Academy of Marketing Science , 42-58. (2014). Kinnevik Q1 2014 Presentation. (2014). Kinnevik Rocket Capital Markets Day Presentation. Kominfo.go.id. (2014, November 24). Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. Diambil kembali dari Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia: http://kominfo.go.id/index.php/cont ent/detail/4286/Pengguna+Internet+ Indonesia+Nomor+Enam+Dunia/0/s orotan_media#.VMSAHP6Uf6N Kompas.com. (2014, April 9). 4 Tantangan Bisnis "E-commerce" di Indonesia. Diambil kembali dari Tekno Kompas: http://tekno.kompas.com/read/2014/ 04/06/1203132/4.tantangan.bisnis.ecommerce.di.indonesia Kompas.com. (2013, April 15). Kasus Penipuan Dominasi Kejahatan "Cyber". Diambil kembali dari Kompas.com: http://tekno.kompas.com/read/2013/ 04/15/22095149/kasus.penipuan.do minasi.kejahatan.quotcyberquot Kompas.com. (2013, Juni 21). Lazada Dapat Suntikan Dana 100 Juta Dollar. Dipetik Mei 19, 2014, dari Kompas.com: http://tekno.kompas.com/read/2013/ 06/21/11123312/Lazada.Dapat.Sunt ikan.Dana.100.Juta.Dollar
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management (Vol. 14). Pearson. Lazada Indonesia. (2014, September). Lazada Indonesia Fan Page. Diambil kembali dari Facebook: https://www.facebook.com/LazadaI ndonesia?ref=br_tf Lazada.co.id. (2014). Diambil kembali dari Lazada.co.id. Lee, G.-G., & Lin, H.-F. (2005). Customer perceptions of e-service quality in online shopping. International Journal of Retail & Distribution Management , 33. Leiner, B. M., Cerf, V. G., Clark, D. D., Kahn, R. E., Kleinrock, L., Lynch, D. C., et al. (1999, Januari 23). A Brief History of the Internet. Dipetik Maret 23, 2014, dari Cornell University Library: http://arxiv.org/html/cs.NI/9901011 Limbu, Y. B., Wolf, M., & Lunsford, D. (2012). Perceived ethics of online retailers and consumer behavioral intentions. Journal of Research in Interactive , 133-154. Malhotra, N. K. (2009). Basic Marketing Research. New Jersey: Pearson. Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research : An Applied Orientation. New Jersey: Pearson. Marketeers. (2013, November 1). Konsumen Lebih Peduli Keamanan Bertransaksi Online Dibanding Harga. Diambil kembali dari Marketeers: http://www.themarketeers.com/archives/konsumen -lebih-peduli-keamananbertransaksi-online-dibandingharga.html#.UypvhPmSyrk Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
Kevin Taslim
Marketeers. (2013, Oktober 30). MarkPlus Insight: Hanya 20% Netizen yang Belanja Online. Dipetik Maret 23, 2014, dari Marketeers: http://www.themarketeers.com/archives/markplusinsight-hanya-20-netizen-yangbelanja-online-.html#.Uy50v_mSyrl Marketeers. (2013, Oktober 30). MarkPlus Insight: Pengguna Internet Indonesia 74 Juta di Tahun 2013. Dipetik Maret 23, 2014, dari Marketeers: http://www.themarketeers.com/archives/Indonesia %20Internet%20Users.html#.Uy5Vf fmSyrk Markplus Insight. (2013). Indonesia Netizen Survey. Mayer, R. C., Davis, J. H., & Schoorman, F. D. (1995). An Integrative Model of Organizational Trust. The Academy of Management Review , 709-734.
81
Electronic Service Quality. Journal of Service Research . Reichheld, F. F., & Sasser, J. W. (1990). Zero Defections: Quality Comes to Services. Harvard Business Review . Reichheld, F. F., & Schefter, P. (2000). ELoyalty: Your Secret Weapon on the Web. Harvard Business Review . Rosen, S. (2001, April 21). Sticky website is key to success. Communication World . Sahin, A., Zehir, C., & Kitapci, H. (2011). The Effects of Brand Experiences, Trust and Satisfaction on Building Brand Loyalty. Procedia Social and Behavioral Sciences , 1288-1301. Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2010). Consumer Behavior. New Jersey: Pearson.
Mukherjee, A., & Nath, P. (2007). Role of electronic trust in online retailing. European Journal of Marketing , 41 (9/10).
Startupbisnis.com. (2014, Juni 12). Hal Hal Menarik dari Riset Perilaku ECommerce Indonesia oleh IDEA @EcommerceID. Diambil kembali dari Startupbisnis.com: http://startupbisnis.com/hal-halmenarik-dari-riset-perilaku-ecommerce-indonesia-oleh-ideaecommerceid/
Nielsen. (2013). Global Trust in Advertising and Brand Messages.
Strauss, J., & Frost, R. (2009). EMarketing. New Jersey: Pearson.
Nusa Research. (2014). E-Commerce Indonesia.
SWA. (2013). Maximilan Bittner: Target Lazada Jadi E-Commerce Terbesar di Indonesia. Diambil kembali dari SWA: http://swa.co.id/ceointerview/maximilan-bittner-targetlazada-jadi-e-commerce-terbesar-diindonesia
Morgan, R. M., & Hunt, S. D. (1994). The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketin. The Journal of Marketing , 20-38.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1985). A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research. Journal of Marketing . Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Malhotra, A. (2005). E-S-QUAL a Multiple-Item Scale for Assessing
Tan, Y.-H., & Thoen, W. (2001). Toward a Generic Model of Trust for Electronic Commerce. International Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015
82
Analisis Hubungan antara E-Service Quality dan Trust pada Customer Satisfaction & Behavioral Intentions Telaah pada Net Generation Konsumen Lazada Indonesia
Journal of Electronic Commerce , 61-74. Tapscott, D. (2009). Grown Up Digital How the Net Generation Is Changing Your World. Techinasia.com. (2014, Desember 1). Lazada reels in $250M funding led by Temasek, bringing total to $650M. Diambil kembali dari Techinasia: https://www.techinasia.com/lazada250m-funding/
Venture Beat. (2013, June 20). Samwer brothers-backed Lazada nabs $100M to be the ‘Amazon of Southeast Asia’. Dipetik March 23, 2014, dari Venture Beat: http://venturebeat.com/2013/06/20/l azada-funding/ Wee, C. H., Lim, L. S., & Lwin, M. (1995). General Perception of Word-of-Mouth Communication as a Source of Information: The Case of Singapore. Asia-Australia Marketing Journal , 3 (1).
The Next Web. (2013, Agustus 13). Any small business in Southeast Asia can now set up a virtual shop on Amazon-like Lazada. Dipetik Mei 19, 2014, dari The Next Web: http://thenextweb.com/asia/2013/08/ 13/any-small-business-in-southeastasia-can-now-set-up-a-virtual-shopon-amazon-like-lazada/
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu.
TradingEconomics.com. (2014). Indonesia Retail Sales YoY. Retrieved from Trading Economics: http://www.tradingeconomics.com/i ndonesia/retail-sales-annual
Zeithaml, V. A., Berry, L. L., & Parasuraman, A. (1996). The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal of Marketing .
VelaAsia.com. (2013, June 11). Indonesian eCommerce market size to double in 2013 to $8 billion USD. Retrieved from Vela Asia: http://www.velaasia.com/indonesian -ecommerce-market-size-to-doublein-2013/
Zeithaml, V. A., Parasuraman, A., & Malhotra, A. (2002). Service Quality Delivery Through Web Sites: A Critical Review of Extant Knowledge. Journal of the Academy of Marketing Science .
Venture Beat. (2013, Juni 20). Samwer brothers-backed Lazada nabs $100M to be the ‘Amazon of Southeast Asia’. Dipetik Maret 23, 2014, dari Venture Beat: http://venturebeat.com/2013/06/20/l azada-funding/
Yang, Z., & Fang, X. (2004). Online service quality dimensions and their relationships with satisfaction. International Journal of Service Industry Management , 15 (3).
Zeng, F., Hu, Z., Chen, R., & Yang, Z. (2009). Determinants of online service satisfaction and their impacts on behavioral intentions. Total Quality Management , 953969.
Ultima Management Vol 7. No.1. Juni 2015