Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
ii
iii
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Penyusun : Tim Penulis & Kontributor Artistik : Zariyal Penerbit : Puspa Swara Anggota IKAPI No. 104/DKI/92 Redaksi: Jatijajar Estate Blok D12 No. 1-2, Jatijajar, Tapos, Depok - 16451 Tlp. (021) 87743503, 87745418 Faks. (021) 87743530 Web: www.puspa-swara.com Cetakan I - Jakarta, 2015 Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Tim Penyusun & Kontributor Pedoman pemeriksaan laboratorium penyakit berpotensi wabah dalam mendukung sistem kewaspadaan dini dan respon/ Tim Penyusun & Kontributor --Cet. 1-- Jakarta: Puspa Swara, 2015 vi + 118 hlm.; 23 cm. ISBN 978 602 216 021 2
Buku ini dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Segala bentuk penggandaan, reproduksi, atau penerjemahan, baik melalui media cetak maupun elektronik harus seizin penerbit, kecuali untuk kutipan ilmiah.
Penulis Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
• Wiwi Ambarwati • Eva Dian Kusumawati • Ferdinandus Ferry Kandouw Direktorat Simkar Kesma
• Eddy Purwanto • Gunawan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan
• Vivi Setiawaty • Krisna Nur Andriana P • Kambang Sariadji
iv
Kontributor Balai Besar Laboratorium Kesehatan Jakarta
• Rina Sitanggang • Yarne Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat
v
DAFTAR ISI
Penyunting Subdit Bina Pelayanan Mikrobiologi dan Imunologi
• Agus Susanto • Ira Irianti • May Syafni • Ratna Juwita
• Isak Solihin • Aida Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung
• Soetardji Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya
• Nanang Wordl Health Organization (WHO)
• Wita Larasati • Endang Wulandari CDC - USAID
• Esther
Pendahuluan
1
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan
3
C. Sasaran dan Ruang Lingkup
3
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON
5
A. Pengertian
5
B. Alur Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
6
PERAN LABORATORIUM DALAM SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON
10
PROSEDUR UMUM LABORATORIUM
13
Perhimpuan Ahli Mikrobiologi Indonesia
• Budiman Bella PARKI
• Agnes Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat
A. Prosedur Pengambilan, Penanganan, serta Pemeriksaan di Laboratorium terhadap Spesimen Berpotensi Wabah
14
B. Prosedur Pelabelan, Pengemasan, dan Pengiriman
26
C. Sistem Pelaporan
28
D. Daftar Penyakit-Penyakit yang Diprioritaskan Berpotensi KLB
28
E. Algoritma Pemeriksaan Penyakit Potensi Wabah
30
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
vi
1
I P E N D A H U LU A N
MANAJEMEN LABORATORIUM
111
A. Peningkatan Kapasitas Laboratorium
111
B. Pengembangan Jejaring
111
C. Jaminan Mutu dan Keamanan Laboratorium
112
D. Pengendalian Mutu
112
E. Indikator Kinerja
112
F. Data Manajemen
113
Penutup
115
Surveilans penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah merupakan kegiatan yang sistematis mulai dari pengumpulan, analisis, interpretasi data kasus penyakit potensial KLB menjadi suatu informasi yang berguna, digunakan sebagai dasar untuk menentukan prioritas kegiatan (seperti perencanaan, implementasi, evaluasi, pemantauan, pencegahan, pengendalian, maupun kewaspadaan dini) sehingga penyakit potensial KLB tersebut dapat dikendalikan dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Kepustakaan
116
A. Latar Belakang Program pengendalian penyakit menular terutama untuk penyakit yang berpotensi wabah sangat penting. Surveilans epidemiologi memegang peran penting baik data KLB/wabah rutin dan rekomendasi kepada pengambil keputusan untuk mengatur strategi yang tepat dan pasti untuk memerangi atau untuk menangani masalah penyakit tersebut. Bila Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berjalan dengan baik dan optimal maka akan terdeteksi sinyal/peringatan dini adanya ancaman akan terjadi KLB. Bila peringatan dini itu dapat dilakukan respon cepat oleh Dinas Kesehatan maupun puskesmas maka KLB dapat dicegah, berarti banyak orang yang dapat dicegah agar tidak sakit karena penyakit tersebut, berarti sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menangani masalah penyakit tersebut. Sejak 2009
2
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
sampai dengan 2012 Indonesia telah mengembangkan SKDR di 21 provinsi. Pemantauan evaluasi SKDR tahun 2012 menunjukkan adanya kesenjangan antara sinyal peringatan dini yang dideteksi dan dukungan laboratorium untuk konfirmasi. Oleh karena itu, adanya kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendukung SKDR dan meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara staf laboratorium dan petugas surveilans untuk mendeteksi dan menanggapi indikasi KLB melalui peringatan dini yang muncul dalam sistem. Adapun jenis penyakit atau gejala yang ada dalam SKDR adalah sebagai berikut: 1. Diare Akut 2. Malaria Konfirmasi
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3
18. Klaster Penyakit yang tidak lazim 19. Tersangka Meningitis/Ensefalitis 20. Tersangka Tetanus Neonatorum 21. Tersangka Tetanus 22. ILI (Influenza Like Illness) 23. Tersangka HFMD (Hand, Foot and Mouth Disease). Pada SKDR, sebagian besar penyakit potensial KLB di atas diagnosanya berdasarkan gejala dan tanda-tanda klinis, sehingga suspect atau tersangka perlu dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, laboratorium sangat penting perannya dalam sistem ini.
3. Tersangka Demam Dengue 4. Pneumonia
B. Tujuan
5. Diare Berdarah atau Disentri
Tujuan Umum: Sebagai acuan laboratorium dalam melaksanakan SKDR untuk penyakit berpotensi KLB/wabah.
6. Tersangka Demam Tifoid 7. Sindrom Jaundis Akut
Tujuan Khusus:
8. Tersangka Chikungunya
1. Peningkatan kapasitas laboratorium
9. Tersangka Flu Burung pada Manusia
2. Penguatan jejaring laboratorium
10. Tersangka Campak
3. Mendukung pengendalian penyakit berpotensi KLB/wabah
11. Tersangka Difteri 12. Tersangka Pertussis
C. Sasaran dan Ruang Lingkup
13. Acute Flacid Paralysis (AFP)/Lumpuh Layuh Mendadak
Sasaran dalam kegiatan ini dapat dicapai melalui:
14. Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR)
1. Pengembangan strategi yang memperkuat surveilans penyakit menular;
15. Tersangka Anthrax 16. Tersangka Leptospirosis 17. Tersangka Kolera
2. Kerja sama antara klinisi dan laboratorium untuk mendapatkan penanganan spesimen, diagnosis dan pengobatan yang cepat dan lebih baik;
4
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3. Membakukan prosedur-prosedur laboratorium;
5
II S I ST E M K E W A S PA DA A N DINI DAN RESPON
4. Melaksanakan pengendalian mutu; 5. Pengembangan sistem pelaporan yang berbasis laboratorium; 6. Meningkatkan kapasitas, memperkuat jejaring laboratorium dalam SKDR. Ruang lingkup: Yang dimaksud dengan laboratorium pelaksana SKDR adalah laboratorium pemerintah. ***
A. Pengertian Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan salah satu sistem surveilans yang dibuat untuk tujuan: 1. Menyelenggarakan deteksi dini sebelum terjadi KLB penyakit menular (Pre-KLB); 2. Memberikan peringatan dini untuk melakukan verifikasi dan respon cepat terhadap sinyal yang muncul; 3. Meminimalkan jumlah kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB; 4. Memonitor tren atau kecenderungan penyakit menular setiap minggu; 5. Menilai dampak program pengendalian penyakit potensial KLB. SKDR merupakan optimalisasi laporan mingguan penyakit potensial KLB/wabah yang selama ini telah berjalan di puskesmas yang kita kenal selama ini adalah laporan W2 atau PWS KLB. Sistem ini telah mengalami beberapa pengembangan, yaitu: menggunakan aplikasi komputer, laporan dapat dikirim cepat melalui SMS dari unit pelapor, otomatis analisis data, kemampuan untuk menghasilkan grafik, peta yang diperlukan maupun sinyal peringatan dini yang dihasilkan.
6
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Dengan demikian, petugas secara cepat dan efektif melakukan verifikasi, respon cepat, penyelidikan epidemiologi, pencegahan, penanggulangan terhadap tanda atau sinyal peringatan dini adanya indikasi KLB.
B. Alur Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
7
Untuk kategori penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) seperti flu burung dan MERS-CoV, hasil pemeriksaan dari laboratorium nasional dikirim ke Direktorat Jenderal PP&PL. Unit Pelapor Sumber pelapor dalam SKDR di komunitas/masyarakat adalah fasyankes. Fasyankes mengirimkan laporan SKDR secara berkala satu minggu sekali melalui SMS secara berjenjang sampai ke tingkat kabupaten. Data diterima di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dientri dan dianalisa secara rutin seminggu sekali untuk melihat sinyal peringatan dini penyakit potensial KLB. Unit Surveilans Kabupaten/Kota Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan setiap minggu terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri dalam sistem aplikasi. Apabila ditemukan alat atau sinyal peringatan terhadap suatu penyakit maka petugas Kabupaten/Kota menghubungi petugas fasyankes untuk melakukan klarifikasi terhadap sinyal tersebut. Apabila hasil klarifikasi benar menunjukkan sebagai KLB maka selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa spesimen tersebut. Apabila Laboratorium Provinsi tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka dapat meminta bantuan Laboratorium Rujukan Nasional. Unit Surveilans Provinsi dan Kementerian Kesehatan Unit surveilans provinsi maupun Kementerian Kesehatan lebih banyak melakukan analisa data maupun verifikasi sinyal/alert yang muncul setiap minggu. Bila diperlukan kabupaten didorong turun ke lapangan
8
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
9
untuk melakukan penyelidikan epidemiologi bersama dengan penanggung jawab program.
• Tes hipotesis, • Menulis laporan dan rekomendasi.
Alert atau Sinyal Peringatan Dini Alert atau sinyal peringatan dini adalah tanda yang dihasilkan adanya peningkatan kasus melebihi nilai ambang batas maupun bermakna secara statistik. Sinyal peringatan dini ini secara otomatis muncul dalam aplikasi SKDR. Alert yang muncul harus diverifikasi dan dinilai apakah perlu turun ke lapangan untuk penyelidikan epidemiologi maupun pengambilan spesimen untuk konfirmasi laboratorium.
Melakukan tindakan pengendalian awal dengan segera meliputi:
Verifikasi dan Investigasi Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan verifikasi, konfirmasi KLB dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim Provinsi dan Kabupaten/Kota akan bergabung dengan petugas dari puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus secara aktif.
Laboratorium Bila sinyal peringatan dini muncul dalam sistem di Kabupaten/Kota, Provinsi ataupun Kementerian Kesehatan, maka laboratorium atas permintaan Dinas Kesehatan berdasarkan jenjang kemampuan melakukan pemeriksaan dan konfirmasi untuk membantu penegakan diagnosis terhadap sinyal penyakit potensial KLB tersebut. Apabila sinyal tersebut benar maka tindakan upaya pencegahan maupun penanggulangan dapat dilaksanakan secara tepat dan efisien.
Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB sesuai dengan algoritma penyakit menular. Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam program spreed sheet (sebagai contoh program Microsoft Excel). Kemudian melakukan analisa data diprogram seperti Epi Info atau Epi Data untuk menghasilkan analisis deskriptif menurut waktu, tempat, dan orang. Tindakan Respon Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan: • Rencana pengambilan spesimen klinis dan lingkungan, • Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan,
• • • • • •
Tatalaksana kasus Pengendalian infeksi Pencarian kontak kasus Pengendalian lingkungan Mobilisasi sosial Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Mekanisme Umpan Balik Umpan balik kepada sumber pelapor adalah komponen penting untuk diagnosa. Umpan balik disampaikan kepada semua sumber pelapor pada semua tingkat, dengan memperhatikan mekanisme pelaporan baku yang telah ditentukan. ***
10
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
III PERAN LABORATORIUM DA LA M S I ST E M K E W A S PA DA A N DINI DAN RESPON
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
11
e. Mendeteksi adanya perubahan-perubahan pola penyakit pada praktek pelayanan kesehatan. Dalam kegiatan surveilans, hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipakai untuk upaya tindak lanjut: a. Melaksanakan investigasi dan pengawasan kejadian kesehatan b. Merencanakan program pencegahan c. Mengevaluasi pencegahan dan mengukur pengawasan
Diagnosis yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan pada kasus-kasus penyakit infeksi agar penganggulangannya dapat diberikan dengan cepat dan tepat serta dapat mencegah terjadinya penularan. Untuk itu diperlukan laboratorium kesehatan yang dapat menghasilkan diagnosis bermutu dengan hasil yang cepat. Laboratorium yang melakukan pemeriksaan untuk diagnosis meliputi Laboratorium Puskesmas, Laboratorium Rumah Sakit, Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan, Laboratorium Klinik, balai pengobatan, laboratorium universitas dan laboratorium penelitian, Laboratorium Kesehatan Daerah serta beberapa Laboratorium Dinas Kesehatan. Peran laboratorium diagnostik untuk kewaspadaan dini adalah untuk memantau masalah kesehatan: a. Mengidentifikasi pola penyakit b. Mengikuti kecenderungan penyakit, sesaat, jangka menengah dan jangka panjang serta pola penyakit c. Mendeteksi perubahan mendadak kejadian dan penyebaran penyakit d. Mengidentifikasi perubahan-perubahan agen, inang, dan faktor lingkungan
d. Menghasilkan hipotesa dan merangsang penelitian di bidang kesehatan masyarakat. Setiap penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tidak dapat dilakukan oleh puskesmas atau laboratorium tingkat kabupaten, maka laboratorium provinsi berfungsi sebagai rujukan bagi setiap Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk bertindak. Dan jika Laboratorium Provinsi juga belum mampu maka harus dirujuk ke Laboratorium Rujukan Nasional. Pada umumnya pemeriksaan laboratorium yang mampu dilakukan oleh puskesmas dan laboratorium Kabupaten/Kota adalah pemeriksaan mikroskopis, sedang pemeriksaan biakan, imunologi dilakukan oleh laboratorium tingkat propinsi (Balai Besar/Balai laboratorium Kesehatan). Pemeriksaan khusus yang belum dapat dilakukan di propinsi dapat dirujuk ke Laboratorium Rujukan Nasional, misalnya untuk pemeriksaan virologi (polio, campak) yang memerlukan isolasi virus pada biakan jaringan atau tes sekuensing. Pada kegiatan surveilans, sebagian besar pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan. Dinas
12
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kabupaten/Provinsi melakukan pengambilan dan pengumpulan spesimen dan mengirimkan ke Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan. Selain pemeriksaan spesimen penyakit menular, kegiatan surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan, B/BTKL-PP juga meliputi pemantauan lingkungan seperti pemeriksaan spesimen air minum, air bersih, air kolam renang, pemeriksaan pestisida, zat warna, pemeriksaan usap alat masak, makan dan kegiatan jasa boga lainnya. Pada beberapa propinsi, kegiatan pemeriksaan laboratorium untuk surveilans juga dilakukan bersama laboratorium lain seperti BPOM (Balai Pemeriksaan Obat & Makanan) untuk pemantauan spesimen makanan minuman milik produsen. Setiap petugas surveilans Kabupaten/Kota perlu memiliki daftar nama dan nomor telepon dari staf laboratorium terkait seperti bagian: Bakteriologi, Virologi, Serologi, Parasitologi dan Toksikologi. Perencanaan pemeriksaan laboratorium untuk mendukung SKDR yang akan dilakukan harus dikoordinasikan antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan sehingga dapat dibuat rencana yang tepat untuk penganggarannya. ***
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
13
IV PROSEDUR UMUM LABORATORIUM
Dalam setiap tindakan pengambilan, penanganan, pemeriksaan dan pengemasan spesimen harus memperhatikan prinsip Kewaspadaan Standar untuk mencegah terjadinya penularan, seperti: • Penggunaan alat pelindung diri antara lain: - Jas laboratorium - Sarung tangan disposable - Masker disposable - Goggle (pelindung mata) - Tutup kepala - Sepatu tertutup • Mencuci tangan dengan menggunakan desinfektan sebelum dan sesudah tindakan; • Menjaga kebersihan ruangan dengan menggunakan desinfektan sebelum dan sesudah tindakan.
14
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Persiapan pemeriksaan Setiap saat spesimen dikumpulkan oleh petugas di lapangan, perlu: - Membuat pengaturan lebih lanjut dengan penerima spesimen termasuk investigasi, keperluan untuk ijin impor jika ada transpor ke luar negeri. - Membuat pengaturan lebih lanjut dengan pembawa spesimen agar yakin bahwa pengiriman akan diterima sesuai dengan alat transportasinya.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
15
ml. Untuk pasien-pasien yang lebih muda jumlah spesimen yang diambil setengah dari dewasa. Petunjuk umum untuk pengambilan spesimen biakan darah: 1) Desinfeksi kulit dengan kapas alkohol dan lakukan pengambilan darah secara aseptik.
perihal
2) Desinfeksi tutup dari botol biakan darah dengan alkohol dan suntikkan spesimen ke dalam botol bifasik atau Trypticase soy broth (atau Brainheart infusion) dengan perbandingan 1 : 10 (darah : medium).
- Menghindari kedatangan spesimen diakhir pekan bila mungkin dan menghindari perubahan dalam transpor jika mungkin.
Tergantung usia anak volume darah dapat diambil sebanyak 3-5 ml dan dimasukkan ke dalam 30 ml media pengaya atau 7-10 ml darah ke dalam 70 ml media pengaya untuk orang dewasa.
- Memperhatikan Biosafety.
peraturan
penerbangan
domestik
- Menyiapkan dokumen yang diperlukan, seperti syarat pengiriman, termasuk izin bila diperlukan, berita acara, dan dokumen pengiriman. - Memberitahukan kepada penerima spesimen di laboratorium perkiraan waktu kedatangan spesimen.
A. Prosedur Pengambilan, Penanganan, serta Pemeriksaan di Laboratorium terhadap Spesimen Berpotensi Wabah 1. Spesimen darah a. Prosedur pengambilan Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum pemberian antibiotik. Dua kultur darah yang dikumpulkan pada hari yang berlainan atau interval waktu tertentu diharapkan dapat mengesampingkan kemungkinan kontaminasi dan dapat menegakkan diagnosa bakteriemia. Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5
b. Prosedur penanganan • Untuk pemeriksaan bakteri: Darah dimasukkan ke dalam botol-botol kultur yang berisi media pengaya dengan segera (sebelum membeku) dan dikirim ke laboratorium tanpa didinginkan atau dibekukan. • Untuk isolasi virus dan pemeriksaan serologi: Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serum (minimum 1,5 cc), dikirim dalam suhu dingin (2-8oC), untuk beberapa jam (dalam cool box dengan dry ice). c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Biakan darah penting untuk diagnosis, pengobatan, dan perawatan. Biakan darah sebanyak dua atau tiga kali (berbedabeda interval atau hari pengambilan darah) akan mendeteksi lebih dari 95% kasus bakteremia dan membantu laboratorium dalam membedakan dengan kontaminan.
16
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
1) Botol kultur yang berisi darah diinkubasi pada 35-37oC selama 7-21 hari (Salmonella sp. akan tumbuh dalam 7 hari dan Brucella sampai 3 minggu). 2) Periksa setiap hari untuk melihat adanya pertumbuhan. Tanda-tanda pertumbuhan berupa kekeruhan, perubahan warna darah, atau timbulnya gas. 3) Jika terdapat tanda pertumbuhan, selanjutnya ditanam pada lempeng Medium Agar: a) Lempeng Agar Darah (berisi 5% butir-butir darah merah domba), b) Coklat Agar (CHOC), c) MacConkey (MAC), diinkubasi pada 35-37oC selama 18-24 jam. 4) Terhadap koloni yang tumbuh pada agar dilakukan pengecatan Gram. 5) Lakukan identifikasi bakteri lebih lanjut terhadap koloni yang tumbuh. Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai bagan (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik). Hasil pemeriksaan oleh laboratorium diverifikasi oleh petugas laboratorium kemudian divalidasi oleh penanggung jawab laboratorium.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
17
2. Spesimen dari luka, jaringan, abses, aspirat, dan drainage a. Prosedur pengambilan Spesimen Jaringan atau cairan diambil dari lokasi infeksi/bengkak. Jaringan harus disimpan dalam wadah yang steril bermulut lebar dan bertutup ulir dan segera dikirim ke laboratorium. Agar jaringan tidak kering dapat ditambahkan cairan isotonik (NaCl fisiologis). Spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam fisiologis (yang sudah diinkubasi dalam anaerobic jar >4 jam untuk mengeliminasi oksigen) atau dalam thioglycolate broth. Jika diperlukan isolasi anaerob, cairan diambil dengan alat suntik, kemudian sampel dimasukkan ke dalam media thioglycholate atau jarum ditusukkan ke dalam karet atau sumbat untuk mencegah masuknya udara. Sampel yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam anaerobik jar dan masukkan gaspak anaerob ke dalamnya. Disarankan kultur anaerob dilakukan ditempat pengambilan sampel dan sampel dibawa ke laboratorium dalam anaerobik jar. b. Prosedur penanganan Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak boleh terpapar udara lebih dari 5 menit. Untuk pemeriksaan mikrobiologi, direkomendasikan pengambilan spesimen sebanyak mungkin dan ditanam ke dalam media sebelum 2 jam. Untuk pemeriksaan virus, maka swab lesi dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi virus transport medium (VTM) steril.
18
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin. • Lakukan Pewarnaan Gram. • Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob dan anaerob: 1) Media Agar Darah 2) Media Agar MacConkey 3) Media BAP dengan disk Metronidazole (khusus untuk anaerob) • Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan amati koloni yang tumbuh. • Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau thioglycolate broth jika ada dengan catatan: 1) Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cara disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob selama >4 jam untuk mengurangi tekanan oksigen. 2) Pemrosesan spesiman harus selesai dalam waktu beberapa menit untuk meminimalkan kontak dengan oksigen. 3) Media yang sudah ditanam (BAP dengan disk Metronidazole) diinkubasi pada suhu 37oC selama 1-2 hari pada kondisi anaerob, sedangkan media agar darah dan MacConkey dengan kondisi aerob. 4) Koloni yang tumbuh pada kondisi anaerob harus dilakukan subkultur secara aerob dan anaerob (aerotolerance test). 5) Hanya bakteri fakultatif anaerob tumbuh di udara, sedangkan bakteri anaerob murni tidak akan tumbuh. 6) Koloni yang tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob dilakukan identifikasi. (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
19
3. Spesimen tinja a. Prosedur pengambilan 1) Untuk Pemeriksaan Bakteri : Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot steril bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid). Bila tinja tidak bisa didapatkan, diambil dengan tehnik rectal swab menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi harus melalui sphincter anal, dan secara hati-hati diputar, ditarik mundur dan segera dimasukkan ke dalam media transport Carry-Blair/ Amies. 2) Untuk Pemeriksaan Parasit: Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot steril bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid). 3) Untuk Pemeriksaan Virus: Spesimen tinja segar (5 gram) dimasukkan ke dalam wadah pot yang bersih, transparan dan kering, dengan sendok tertempel pada tutup dengan tutup ulir diluar, dibalut parafilm. b. Prosedur penanganan 1) Untuk Pemeriksaan Bakteri: spesimen segera diproses karena beberapa bakteri, seperti Shigella sp. dan Campylobacter sp. tidak dapat bertahan hidup dengan adanya perubahan pH dan penurunan temperatur (Campylobacter sp hanya bertahan hidup 2 jam dan bakteri yang lain 12 jam atau lebih). 2) Untuk Pemeriksaan Parasit: spesimen tinja dapat diawetkan dalam merthiolate Iodine formalin (MIF) atau larutan 10% formalin untuk pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan amuba harus dengan tinja segar.
20
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3) Untuk Pemeriksaan Virus: spesimen segera dikirim ke laboratorium rujukan dalam cool box (2-8oC) atau sebelum dikirim disimpan sementara dalam lemari pendingin (2-8oC). Pengiriman harus sampai ke laboratorium tidak boleh lebih dari 3 hari. c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium 1) Spesimen tinja diamati dalam keadaan segar untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid): Tambahkan lugol yodium ke atas sediaan basah untuk membedakan sel darah putih dan kista parasit. Kista akan menangkap yodium dan muncul warna cokelat terang, objek lain akan tampak bersih. Sebagai alternatif: Dapat digunakan methiolate yodium formalin (MIF) noda untuk mengkonfirmasikan adanya lekosit pada tinja, Giardialamblia dan E. histolytica. Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium sp. yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol. 2) Untuk mendeteksi darah samar: Sediaan apus diberi larutan guaiac. Larutan ini jernih, jika kontak dengan peroksidase (terdapat dalam sel darah dan beberapa makanan) warnanya akan berubah menjadi biru. 3) Jika tinja tidak bisa diperoleh, ambil apus dubur 1-2 (atau lebih) hapusan, masukkan ke dalam Cary-Blair/Amies simpan dalam suhu ruang sampai diproses. Bakteri dapat bertahan hidup di dalam medium ini untuk 1-2 hari, tapi Campylobacter sp. hanya tahan beberapa (2-3) jam.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
21
4) Biakan langsung: Tinja diinokulasi pada agar: MacConkey (MAC), SalmonellaShigella (SS atau Hektoen Enterik Agar) dan Campylobacter agar-agar (CAMPY). Semua media yang sudah diinokulasi kuman diinkubasi selama 24 jam pada 37oC, kecuali Campylobacter yang harus diinkubasi pada 42oC selama 48 jam dengan CO2 (5-10%) menggunakan sungkup lilin atau gaspak Campylobacter. 5) Kultur dengan pengayaan: Inokulasi pada Selenit F broth sebagai media pengayaan untuk Salmonella spp. kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Untuk Vibrio cholera gunakan alkali peptone, inkubasi 6 jam pada suhu 37oC. Dari Selenite F. tanam ke agar MAC/ SS. Dari alkali peptone ke Thiosulfate Citrate Bile Salt (TCBS). Selanjutnya lakukan identifikasi sesuai bagan (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik). 4. Spesimen cerebrospinal fluid (CSF) a. Prosedur pengambilan Organisme-organisme penyebab radang selaput otak harus dikenali dengan cepat untuk menyelamatkan pasien (hasil pengecatan Gram atau tahan asam dapat sangat bermanfaat). Spesimen CSF diambil dengan melakukan punksi lumbal oleh tenaga dokter yang berpengalaman. Untuk biakan dan analisa biokimia, spesimen harus dikumpulkan di dalam beberapa tabung steril dan ditangani secara aseptik. Untuk pemeriksaan mikrobiologi volume CSF harus cukup, terutama jika dicurigai fungal sebagai penyebab radang selaput otak. Jika spesimen dikumpulkan dalam dua tabung atau lebih secara berurutan, tabung pertama jangan digunakan untuk
22
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
analisa mikrobiologi, tetapi jika spesimen hanya satu tabung maka pemeriksaan mikrobiologi dilakukan yang pertama. Tabung dibuka di laboratorium secara aseptik dan selanjutnya spesimen diambil untuk pemeriksaan kimia, serologi, dan sitologi. b. Prosedur penanganan Biakan cairan otak harus dilaksanakan segera karena organisme di dalam CSF bersifat mudah mati dan jumlahnya sangat sedikit. Sebagai media transport dan media pertumbuhan cairan otak, direkomendasikan Trans-Isolate medium (TIM). Untuk isolasi virus, sebagian dari CSF diambil secara aseptik dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, sedangkan untuk pemeriksaan antibodi (JE-IgM antibodi), CSF dapat dikirim dengan cool box (suhu 2-8oC). Untuk pemeriksaan bakteriologis, jangan menyimpan CSF dalam refrigerator, CSF harus segera dikirim ke laboratorium untuk diproses, karena mikroorganisme akan cepat mati. Sedangkan untuk pemeriksaan virologis, CSF harus disimpan dalam refrigerator atau dalam freezer (untuk penyimpanan yang lebih lama). c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Dua tabung dari CSF yang pertama digunakan untuk pemeriksaan virus. Tabung kedua digunakan untuk pemeriksaan bakteri dan jamur. CSF mungkin hanya berisi sedikit mikroorganisme, direkomendasikan untuk dikonsentrasikan dengan cara disentrifus. Sedimen disuspensikan kembali dengan beberapa tetes supernatan dan digunakan untuk biakan serta pemeriksaan mikroskopis. Semua mikro organisme yang tumbuh dari biakan ini potensial patogen. Direkomendasikan untuk menginokulasikan spesimen dengan segera ke dalam Trans-Isolate Medium (TIM), yang digunakan sebagai medium transport dan media pertumbuhan pada waktu yang sama.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
23
5. Spesimen saluran pernapasan a. Prosedur pengambilan Spesimen dari saluran pernapasan bagian atas (pharyng dan nasopharyng) serta dahak harus disimpan dalam tempat yang steril, tertutup dan diolah dengan segera. Pengambilan bahan dapat menggunakan, kapas lidi steril. Bahan diambil dengan cara mengapus daerah tonsil dan faring posterior jangan menyentuh lidah dan uvula. Spesimen harus segera ditanam, jangan dibiarkan lebih dari 4 jam. b. Prosedur penanganan Untuk pemeriksaan virologis (flu burung, campak, dll), spesimen swab nasopharyng atau swab pharyng harus dimasukkan dalam wadah yang berisi VTM steril. Dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin (cool box, 2-8oC). c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Hasil pemeriksaan dari spesimen saluran pernapasan harus diinterpretasikan secara hati-hati karena adanya flora normal dan sering terjadinya infeksi nosokomial. Penyebab radang tenggorok paling umum adalah S. pyogenes (Streptococcus grup A), Staphylococcus aureus dan Streptococcus viridans tertentu. Banyak bakteri Gram-negatif yang dapat diisolasi seperti Legionella sp., Pseudomonas sp., Bordetella pertussis, Hemophilus sp., dan Corynebacterium diphtheriae. Pemilihan media berdasarkan penyakit yang dicurigai. Media diinkubasi secara aerob dengan penambahan 5-10% CO2 (kuman tertentu). 1) Media Rutin: a) Agar cokelat untuk Hemophilus dan Neisseria sp. (dengan catatan bahwa Neisseria terdapat juga pada carier).
24
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
b) Agar darah untuk Staphylococcus, Streptococcus bhemolitikus, dan Streptococcus viridans. 2) Media Selektif: a) Blood-tellurite atau agar Loefflers untuk C.diphtheriae. b) Bordet-Gengou (harus selalu segar) untuk B.pertussis. Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan Albert/Neisser tampak memiliki granula yang metakromatik. 6. Spesimen dahak a. Prosedur pengambilan Spesimen dahak (bukan air liur) harus diambil pagi hari dimasukkan ke dalam wadah yang steril dan diproses dalam waktu 2 jam. b. Prosedur penanganan Jika terjadi penundaan dapat disimpan di dalam lemari es (suhu 2-8oC) untuk satu hari saja. Untuk pembuatan apus dan biakan sputum dilakukan di laboratorium Biosafety Level 2. c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Pemeriksaan dahak: 1) Pewarnaan Gram 2) Inokulasi ke agar darah Blood Agar Plate (BAP), agar cokelat, dan MacConkey Agar (MCA) 3) Inkubasi dalam lingkungan 5-10% CO2 (untuk BAP dan agar cokelat), sedangkan MCA pada inkubator suhu 35-37oC selama 18-24 jam. Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai bagan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
25
7. Spesimen urin a. Prosedur pengambilan Untuk pemeriksaan virologis (campak) spesimen urin sewaktu dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc pada saat pasien panas atau timbul ruam. Urin ditampung dalam wadah yang steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar. b. Prosedur penanganan Biakan urin pada sistem kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk pemeriksaan campak. Spesimen urin segera dikirim dalam waktu 1-2 hari ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8oC). c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium Pilih bagian sputum yang purulen, ambil satu sengkelit penuh, tanam pada media agar. Media agar yang disarankan untuk digunakan secara rutin adalah agar MacConkey, agar darah dan agar cokelat. Sedangkan penanaman pada Ogawa dilakukan atas permintaan khusus. Agar MacConkey dan Agar Darah diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam aerob, sedangkan agar cokelat diinkubasi dengan tambahan CO2 5-10%. Dari koloni yang tumbuh pada agar darah, agar cokelat maupun agar MacConkey dilakukan pewarnaan Gram. 8. Spesimen lingkungan a. Prosedur pengambilan Spesimen diambil sesuai kebutuhan pemeriksaan, dimasukkan dalam wadah steril atau bermedia transpor dan ditutup rapat. Pengambilan menggunakan alat steril dan dilakukan secara aseptik.
26
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
27
b. Prosedur penanganan Masukkan ke dalam cool box (suhu 2-8oC) dan segera diperiksa (<24 jam).
2) Masukkan ke dalam plastik dan tutup agar kedap air dan udara.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium • Pewarnaan Gram • Biakan dalam media yang disesuaikan dengan etiologi yang dicurigai.
4) Masukkan lembaran rujukan spesimen yang sudah dilengkapi (lihat lampiran 7 pada “Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon”) kirim ke dalam cool box/styrofoam.
B. Prosedur Pelabelan, Pengemasan, dan Pengiriman 1. Pelabelan Pemberian label pada kontainer dan tabung menggunakan stiker anti-air, atau ditulis menggunakan spidol anti-air. Informasi yang harus ada di setiap label: 1) Nomor spesimen 2) Nama pasien 3) Usia pasien 4) Jenis kelamin pasien 5) Alamat pasien 6) Jenis spesimen (rectal swab, darah, urine, dll) 7) Lokasi spesimen (darah vena, darah perifer, hidung, dll) 8) Tanggal dan jam pengambilan spesimen (contoh: Tanggal 20/03/13 jam 08.00 WIB). 2. Pengemasaan Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu: 1) Tutup kontainer dan tutup tabung lapisi dengan parafilm untuk mencegah kebocoran dalam perjalanan.
3) Masukkan spesimen yang sudah siap kirim ke dalam cool box/ styrofoam berisi ice-pack secukupnya.
5) Bungkus cool box/styrofoam box dengan kertas coklat yang agak tebal. 6) Tulisan alamat lengkap laboratorium yang dituju dan nama petugas penanggung jawab laboratorium yang dituju beserta nomor telepon yang dapat dihubungi. 3. Pengiriman Pengiriman harus dilakukan secepatnya (paling lama 24 jam). Sebelum mengirim spesimen harus ada: 1) Perjanjian atau persetujuan yang telah dibuat antara pengirim, pembawa dan penerima spesimen termasuk format permintaan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan yang akan digunakan. Pada kegiatan surveilans format baku demikian pada umumnya sudah tersedia di Dinas Kesehatan setempat. 2) Konfirmasi dari laboratorium penerima bahwa siap untuk menerima spesimen. 3) Bila spesimen tiba di luar jam kerja, maka petugas laboratorium harus diberitahukan agar siap menerima spesimen. Apabila spesimen dikirimkan ke luar negeri untuk pelayanan kesehatan harus disertai surat keterangan alih material dengan tembusan ke Dinas Kesehatan setempat.
28
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
C. Sistem Pelaporan Hasil pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium untuk Kewaspadaan Dini penyakit menular berpotensi wabah selain disampaikan kepada dokter yang mengirim unt uk kepentingan diagnosa, juga dilaporkan secara berkala sesuai ketentuan kepada Direktorat Jenderal P2PL Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan setempat menggunakan format baku yang telah disepakati untuk kegiatan surveilans. Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti AFP, Flu Burung, TB, Campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman Nasional yang telah ditetapkan. Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien, laboratorium harus pro-aktif melaporkan dengan segera kepada petugas Dinas Kesehatan setempat yang bertanggung jawab dan berkompeten untuk segera ditindak lanjuti.
D. Daftar penyakit-penyakit yang diprioritaskan berpotensi KLB No
Penyakit potensi KLB
Laboratorium pemeriksa
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3
Tersangka demam dengue
Puskesmas/RS
Rumah Sakit setempat
4
Pneumonia
RS
Laboratorium Provinsi
5
Diare berdarah atau disentri
RS
Laboratorium Provinsi
6
Tersangka demam tifoid
Puskesmas/RS
Laboratorium Provinsi/Rumah Sakit setempat
7
Sindrom jaundis akut (hepatitis A dan E)
RS
Laboratorium Provinsi
8
Tersangka chikungunya
RS
9
Tersangka flu burung pada manusia
Laboratorium Rujukan flu burung
Balitbangkes
10
Tersangka Campak
-
BBLK Surabaya, Biofarma, Badan Litbangkes, BLK Yogyakarta
11
Tersangka difteri
RS/Lab Provinsi
BBLK Surabaya
12
Tersangka pertusis
RS/Lab Provinsi
Balitbangkes dan BBLK Jakarta
Laboratorium rujukan
1
Diare akut
RS
Laboratorium Provinsi
2
Malaria konfirmasi
PUSKESMAS/RS setempat
Laboratorium Provinsi : Nasional (review)
29
Laboratorium Provinsi
30
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
13
AFP (lumpuh layuh mendadak)
-
BBLK Surabaya, Biofarma, Badan Litbangkes
14
Kasus gigitan hewan penular rabies
-
Tidak memerlukan konfirmasi laboratorium
15
Tersangka antraks
-
Laboratorium veteriner untuk konfirmasi pada spesimen hewan tertular
16
Tersangka leptospirosis
RS/ Lab Provinsi
SK Nasional: RSUP Kariadi Semarang, B2P2VRP Salatiga (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit)
E. Algoritma Pemeriksaan Penyakit Potensi Wabah 1. DIARE AKUT Diare adalah suatu gejala penyakit menular yang ditandai oleh buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer. Penyebabnya adalah: Entero Toxin Escherichia coli (ETEC), Enteropathogenic Escherechia coli (EPEC), Vibrio cholera, Shigella disentriae, Salmonella typhi, Rotavirus (paling sering pada anak-anak),
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
31
Cryptosporidium dan Giardia lamblia. Umumnya tidak disertai oleh demam. Namun, demam dapat terjadi jika penderita mengalami dehidrasi. Algoritma Pemeriksaan Diare Akut
32
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibadingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer atau diare sehingga dalam waktu singkat tubuh kehilangan cairan (dehidrasi), dengan atau tidak disertai adanya demam dan muntah. Pengambilan Spesimen: • Tinja cair (stool) dari pasien atau carrier 2-3 gram, dimasukkan ke dalam tabung/kontainer steril bertutup ulir. Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril. • Usap dubur diambil dengan pasien atau carrier dalam posisi Sim. Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter ani, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport universal (Cary & Blair/Amies media untuk tersangka bakteri atau Hank’s media untuk tersangka virus). • Muntahan dapat diambil (untuk kecurigaan keracunan makanan) dimasukkan ke dalam wadah steril. • Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang dicurigai. Dimasukkan ke dalam wadah steril. Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Pemberian label pada wadah dan tabung media transport sesuai prosedur. • Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu 24 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat dan tidak
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
33
menggunakan media transport, harus sudah diperiksa dalam 2 jam) di dalam cool box/styrofoam box. Jika spesimen tidak dapat dikirim pada hari yang sama, simpan tabung di dalam lemari es (2-8oC) atau suhu ruang sampai saat akan dikirimkan secepatnya ke laboratorium pemeriksa.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah bakteri maka pemeriksaan dilakukan dengan kultur. b. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah parasit (Giardia intestinalis, dan Cryptosporidium parvum). c. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah virus (Rotavirus dan Norovirus) lakukan pemeriksaan PCR (bila diperlukan, untuk konfirmasi dapat dilakukan di laboratorium rujukan yang ditunjuk). d. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah keracunan makanan, maka spesimen diperiksa dengan metode kultur bakteri untuk beberapa uji terhadap bakteri penyebab intoksikasi (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, V. cholera, Shigella sp., E. coli, Salmonella typhi, dll). Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
34
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
2. MALARIA KONFIRMASI Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Ada lima spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu: P. vivax, P. falciparum, P. malariae, P. ovale, dan P. knowlesi. Jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah P. vivax dan P. falciparum. KLB malaria masih sering terjadi di Indonesia. Untuk itu diagnosis yang tepat sangat diperlukan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi dan mikroskopis. Hingga saat ini pemeriksaan mikroskopis dari sediaan darah tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa masih merupakan standar baku emas di Indonesia. Pada daerah yang terpencil, atau kemampuan pemeriksaan mikroskopis belum ada dan dalam keadaan darurat, dapat digunakan pemeriksaan diagnosis cepat (RDT = Rapid Diagnostic Test). Bila hasil positif dan dicurigai P. knowlesi, dilakukan konfirmasi dengan menggunakan metode PCR dimana spesimen darah yang diperiksa dengan sediaan dried blood spot (DBS), yang dikirim ke laboratorium rujukan selambat-lambatnya 1 minggu setelah pengambilan spesimen.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Malaria Konfirmasi
35
36
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala demam >37,5oC disertai mengigil, berkeringat, sakit kepala di puskesmas/rumah sakit dan dikonfirmasi hasil laboratorium malaria positif. Khusus untuk daerah yang sudah memasuki tahap eliminasi, maka 1 kasus sudah merupakan sinyal KLB. Di daerah yang masih dalam tahap pemberantasan dan pre-eliminasi, jika terjadi peningkatan kasus malaria konfirmasi maka dilakukan Mass Fever Survey (MFS) (Pemeriksaan Demam Massal) untuk memastikan apakah benar KLB. MFS dilakukan dengan mengambil darah seluruh orang demam di unit epidemiologi tempat peningkatan kasus tersebut (desa atau dusun) untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik ataupun RDT. Dinyatakan KLB jika dari hasil MFS didapatkan 20% yang positif.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
37
- Buat larutan pewarnaan dari campuran Giemsa stack 3 tetes dengan 1 ml larutan pH 7,2. - Setelah preparat kering, teteskan Giemsa hingga menutupi semua darah, biarkan 15 menit. - Bilas dengan air mengalir. - Letakan sediaan dalam posisi vertikal dan biarkan mengering - Baca preparat dengan mikroskop binokuler. Untuk pemeriksaan darah tipis • Tujuan: digunakan untuk menemukan parasit malaria. • Langkah kerja: - Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering. - Tusuk jari dengan lancet, darah pertama dihapus dengan tisu. - Teteskan darah pada objek gelas. - Dengan objek gelas lain, darah tadi dihapus ke arah kiri. - Biarkan sediaan kering sendiri.
Pengambilan Spesimen: Untuk pemeriksaan darah tebal • Tujuan: Preparat darah tebal digunakan untuk melihat apakah tipe/ jenis malarianya. • Langkah kerja: - Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering. - Tusuk jari dengan lancet, darah pertama dihapus dengan tissue. - Kemudian ambil tetes darah dengan cara memutar objek gelas pada jari. - Biarkan preparat ±15 menit sampai kering.
- Fiksasi dengan methanol, biarkan kering sendiri. - Setelah kering tetesi dengan giemsa. - Biarkan 15 menit. - Cuci dengan air mengalir. - Amati dengan mikroskop binokuler (100x) dengan minyak emersi. Untuk pemeriksaan dengan RDT Darah vena dapat digunakan untuk membuat sediaan pemeriksaan malaria, tetapi setelah diambil dengan menggunakan syringe/ wing needle, darah dimasukkan ke dalam tabung darah tanpa antikoagulan.
38
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Jika fasyankes setempat mempunyai kemampuan pemeriksaan preparat malaria secara mikroskopis, preparat langsung dibaca di tempat sehingga hasil langsung dapat diperoleh pada hari yang sama. • Jika MFS dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis, maka hapusan darah yang sudah dibuat di lapangan dibawa segera ke Puskesmas, kemudian diwarnai Giemsa dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Bila akan dirujuk, harus sudah diwarnai Giemsa, dikemas dalam boks sediaan, dengan padding pada kaca preparat. • Namun jika MFS dilakukan dengan pemeriksaan RDT, maka pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan. • Setiap preparat pengambilan.
diberi
label
nomor
spesimen,
tanggal
• Spesimen dapat dikirim dengan kotak preparat dalam suhu ruang. • Masukkan lembaran rujukan spesimen yang sudah dilengkapi (lihat lampiran 7 pada “Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons”) ke dalam kotak preparat. • Masukkan kotak preparat ke dalam styrofoam box yang sudah diberi pengganjal agar kaca preparat di dalamnya tidak mudah pecah. • Tulisan alamat lengkap laboratorium rujukan dan nama petugas penanggung jawab laboratorium yang dituju beserta nomor telepon yang dapat dihubungi.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
39
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Malaria konfirmasi dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium baik secara mikroskopik maupun menggunakan RDT.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
3. TERSANGKA DEMAM DENGUE Virus dengue (Flavivirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agepty dan Aedes albopictus dapat menyebabkan Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. Pada Demam Dengue tidak menimbulkan gejala perdarahan dan gejala klinis lebih ringan dari pada Demam Berdarah Dengue. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena mempunyai morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) yang tinggi dan sering terjadinya KLB penyakit ini.
40
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Spesimen Tersangka Demam Dengue
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
41
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala demam mendadak tanpa sebab yang jelas 2-7 hari, mual, muntah, sakit kepala, nyeri di belakang bola mata (nyeri retro orbital), nyeri sendi, dan adanya manifestasi perdarahan sekurang-kurangnya uji torniquet positif. Pengambilan Spesimen: • Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan 3-5 ml dari anak-anak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti beku darah (anti koagulan). Untuk pemeriksaan hematologi menggunakan tabung dengan anti koagulan (EDTA). •
Serum diambil dua kali, pertama pada saat akut, dan berselang 3 minggu kemudian, diambil kembali (serum konvalesens).
•
Bila diperlukan untuk isolasi virus, serum dimasukkan ke dalam tabung cryotube.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Serum dimasukkan ke dalam cryotube menggunakan pipet steril. •
Jika akan dilakukan beberapa jenis uji laboratorium, serum langsung dialikuot ke dalam beberapa vial (jika ketersediaan serum memadai) untuk menghindari proses pembekuan dan pencairan berulang.
•
Melakukan pelabelan pada vial sesuai prosedur.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
42
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen serum harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum dikirim ke laboratorium pemeriksa, sementara tabung darah disimpan pada suhu 2-8oC.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk tersangka DBD adalah pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai penurunan jumlah trombosit (<100.000/µL) dan juga leukosit (trombositopenia dan leukopenia), hematokrit meningkat (naik >20%), enzym transaminase hati meningkat (SGOT dan SGPT), kadar albumin menurun, elektrolit sering terjadi gangguan keseimbangan. b. Pemeriksaan ICT rapid di fasyankes setempat untuk memeriksa antigen NS1 (demam hari 1-3) dan pemeriksaan IgM-IgG (demam hari 3-7) untuk mengetahui adanya infeksi akut virus. c. Uji ELISA (Enzyme Link Immuno Assay) IgM-IgG DBD. Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. d. Identifikasi virus dengue dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), digunakan untuk mengetahui genotipe dari virus dengue ini (DEN-1, DEN-2, DEN-3 DEN-4).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
43
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium : Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 4. PNEUMONIA Infeksi pernafasan akut (ISPA) diperkirakan telah menyebabkan 4,2 juta kematian per tahun di seluruh dunia, kebanyakan disebabkan oleh infeksi pernapasan bawah, yaitu penumonia. Yang banyak terjangkit adalah anak-anak, kaum manula, dan pasien immunocompromised. Setengah dari kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan di negara-negara berpendapatan rendah, pneumonia merupakan lima penyebab teratas kematian. Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib) diperkirakan menjadi setengah penyebab kematian akibat SARI (Severe Acute Respiratori Infection) tertutama di negara-negara berkembang di mana bakteri-bakteri tersebut merupakan jenis patogen terpenting yang ditemukan pada bayi dan awal masa anak-anak. Selain itu, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella pneumophilla, Respiratory syncytial virus, Rhinovirus, Influenza A, B and C merupakan beberapa jenis bakteri dan virus penyebab pneumonia yang umum ditemukan di negara-negara berkembang.
44
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Pneumonia
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
45
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala pneumonia. Pada kasus dengan usia <5 tahun gejalanya: batuk dan tanda kesulitan bernapas (adanya napas cepat, kadang disertai tarikan dinding dada), frekuensi napas berdasarkan usia penderita:
•
<2 bulan : 60/menit
•
2-12 bulan : 50/menit
•
1-5 tahun : 40/menit
dan kadang disertai demam. Atau kasus usia >5 tahun dengan gejala demam >38oC, batuk dan kesulitan bernapas, dan nyeri dada saat bernapas. Pengambilan Spesimen: • Usap tenggorok atau usap nasofarings (bila dicurigai penyebabnya virus) diambil dan dimasukkan ke dalam 1 tabung Falcon steril berisi 1,5-2 ml VTM/Hank’s media tranpor. Setelah itu, secara aseptis spesimen dialiquot ke dalam 2-3 cryotubes untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium. •
Spesimen saluran napas bawah (sputum, aspirat saluran napas bawah, broncho alveolar lavage (BAL) dll (bila dicurigai penyebabnya bakteri). Spesimen sputum (pada umumnya mudah diambil dari kasus dewasa), pengambilan spesimen dapat dilakukan dengan alat nebulizer (dengan NaCl 3%)/expectorant atau dibatukkan secara spontan, dimasukkan ke dalam kontainer steril. Spesimen langsung dialiquot ke dalam 2-3 cryotube untuk beberapa pemeriksaan laboratorium.
•
Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika. 5-10 ml darah vena kasus dewasa menggunakan syringe atau VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak menggunakan wing
46
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Spesimen yang dibekukan dan akan dikirim ke laboratorium rujukan harus di pertahankan dalam keadaan beku sampai laboratorium rujukan.
needle diambil dan dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup karet merah tanpa zat anti koagulan. Darah kasus dewasa langsung diproses untuk menghasilkan serum. Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium. Darah kasus anak-anak dipisah menjadi 2 bagian : 2 ml darah langsung dipipet dan dimasukkan ke dalam media kultur darah sementara sisa darah diproses untuk menghasilkan serum. Jika memungkinkan serum dialiquot ke dalam 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium. •
- Spesimen tersangka Streptococcus pneumoniae harus dikirim sesegera mungkin bila akan dilakukan pemeriksaan kultur dan disimpan pada suhu ruang atau menggunakan media transport apabila pemeriksaan dilakukan lebih dari 2 jam setelah pengambilan spesimen. - Bila akan dilakukan pemeriksaan mikroskopik, molekuler atau imunologi, spesimen dapat disimpan pada suhu 2-8oC.
Tinja (bila dicurigai penyebabnya Anthrax) 1-2 gram dapat diambil pada minggu pertama, kedua atau ketiga dari masa onset, dimasukkan ke dalam wadah steril.
•
Urine (bila dicurigai penyebabnya Legionella) dapat diambil dimasukkan ke dalam wadah steril.
•
Pengambilan spesimen lingkungan dapat dilakukan sesuai dengan sumber penularan yang dicurigai (sesuai etiologi pneumonia, contoh: untuk Legionella dapat diperiksa spesimen air bak penampungan, air buangan AC, air dari alam, dll).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
47
- Spesimen tersangka infeksi virus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC (1-2 hari). •
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Spesimen lingkungan dikirim dalam wadah steril ke laboratorium rujukan yang telah ditentukan, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: 1. Pemeriksaan Gram (harus dilanjutkan dengan kultur) untuk spesimen saluran napas bawah, BAL, dan urine.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
2. Kultur bakteri spesimen saluran napas bawah, tinja, dan urin.
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama ke laboratorium pemeriksa, spesimen disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC (1-2 hari), atau disimpan di dalam freezer (-20oC) jika pengiriman baru akan dilakukan >2 hari kemudian.
4. Pemeriksaan uji sensitivitas pada kultur yang positif dengan diskus terhadap beberapa jenis antibiotika.
3. Kultur bakteri penyebab pneumonia dengan sistem kultur darah otomatis terhadap spesimen darah kasus anak-anak.
5. RT-PCR pada spesimen usap tenggorok dan usap hidung/usap nasofarings (pada tersangka infeksi virus).
48
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
6. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada spesimen sera, uji imunofluoresence dari spesimen saluran napas dilakukan di laboratorium rujukan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
49
Algoritma Spesimen Diare Berdarah atau Disentri
7. Pemeriksaan antigen/antibodi terhadap kuman spesifik (rapid tes). Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
5. DIARE BERDARAH ATAU DISENTRI Diare berdarah adalah diare lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai dengan darah dan lendir. Gejala lain dapat berupa rasa tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi wabah. Diare berdarah dapat disebabkan oleh Shigella, Salmonella, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Entamoeba histolytica.
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus diare, (1,5 kali dibandingkan ratarata kasus 3 minggu periode sebelumnya) lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai dengan darah dan lendir. Gejala lain dapat berupa rasa
50
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi wabah. Pengambilan Spesimen: • Tinja cair (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril bertutup ulir. •
Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril. Usap dubur diambil dengan pasien dalam posisi Sim. Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport universal (Cary & Blair/Amies).
•
Muntahan dapat diambil (untuk kecurigaan keracunan makanan) dimasukkan ke dalam wadah steril. Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang dicurigai. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: • Melakukan pelabelan pada kontainer dan tabung sesuai prosedur. • Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu 24 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat dan tidak menggunakan media transport, harus sudah diperiksa dalam 2 jam) di dalam cool box/styrofoam box. • Jika spesimen belum akan dikirim/diperiksa pada hari yang sama, simpan tabung atau kontainer tinja di dalam lemari es (2-8oC) sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa. • Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
51
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: • Kultur bakteri Shigella sp, Salmonella sp. menurut standar pemeriksaan mikrobiologi. •
Kultur Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) menurut standar pemeriksaan mikrobiologi.
•
Sediaan langsung untuk pemeriksaan amoeba.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
6. TERSANGKA DEMAM TIFOID Demam Tifoid adalah satu infeksi/peradangan akut sistemik disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini termasuk juga demam paratifus yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi (A, B, atau C). Gejala khas dari penyakit ini didahului oleh gastroentritisis akut dan diikuti demam, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak badan, rasa dingin, batuk dan mual. Salmonella typhi merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob, oksidase negatif, motil (dengan flagela peritrichous), tidak meragi laktose, urease negatif, indol negatif, tidak berkapsul, dan tidak membentuk spora.
52
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Demam Tifoid
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
53
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, dengan gejala khas demam, gangguan saluran cerna dan tanda gangguan kesadaran di puskesmas/rumah sakit Pengambilan Spesimen: •
Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika. Spesimen darah diambil pada pekan pertama demam, bila pengambilan spesimen dilakukan pada pekan 2-3 demam maka yang diambil adalah spesimen tinja.
•
Sedikitnya 3-5 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa dan anakanak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti beku darah (anti coagulant). Darah disentrifus agar menjadi serum dan dimasukkan ke dalam cryotube.
•
Whole blood diambil dari kasus dewasa sebanyak 10 ml.
•
Pada kasus anak-anak whole blood sebanyak 2-5 ml.
•
Masukkan darah ke dalam media biakan secara aseptis.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: -
Melakukan pelabelan pada botol medium biakan darah dan cryotube berisi serum sesuai prosedur
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: •
Kultur darah
•
Uji resistensi antibiotik
54
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
55
•
Widal tes 2x memakai produk (kit) yang sama dan dilihat adanya serokonversi atau peningkatan sebesar 4x kenaikan titer fase konvalesen (5-7 hari setelah pengambilan serum fase akut) dibanding fase akut.
untuk Hepatitis A akut adalah Anti HAV-IgM yang diperiksa dengan metode ImmunoComb Anti HAV-IgM ataupun dengan metode ELISA IgM-Anti HAV. Pemeriksaan PCR dapat dilakukan untuk mengetahui sumber penyebab penularan.
•
Pemeriksaan Ig M dengan menggunakan RDT/EIA atau pemeriksaan Inhibitor Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Sindrom Jaundis Akut
•
Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan PCR.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 7. SINDROM JAUNDICE AKUT Keadaan jaundice (ikterik) akut adalah terjadinya peningkatan bilirubin yang meningkat dalam darah (>2mg/ml) dan juga bisa dilihat dari peningkatan bilirubin urine. Penyakit infeksi akut yang bisa menyebabkan terjadinya keadaan jaundice (ikterik) akut adalah virus hepatitis A akut dan Leptospira. Kedua jenis penyakit infeksi ini dapat menyebabkan terjadinya wabah ataupun kejadian luar biasa. Penyakit Hepatitis A akut ditularkan melalui fecal-oral (saluran pencernaan) dengan kebersihan perseorangan yang kurang sedangkan penyakit infeksi Leptospira banyak terjadi berhubungan dengan musim hujan dan banjir, sehingga wabah penyakit ini harus diwaspadai dengan datangnya musim tersebut. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit tersebut di atas adalah pemeriksaan darah rutin, bilirubin total dan direk, enzyme transaminase hati (SGOT dan SGPT) dan fungsi ginjal untuk pemeriksaan penunjang, sedangkan pemeriksaan serologi
56
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, timbul secara mendadak (<14 hari) ditandai dengan demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal penyakit. ± 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala kuning disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna pucat. Pengambilan Spesimen: •
Pengambilan spesimen darah diambil pada kasus dan carrier.
•
5-10 ml darah vena kasus dewasa diambil dengan menggunakan syringe atau sistem VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak menggunakan wing needle.
•
Darah langsung langsung diproses untuk menghasilkan serum. Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium.
•
Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang dicurigai. Dimasukkan ke dalam tabung/kontainer steril bertutup ulir.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
57
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Pemeriksaan Anti HAV IgM (rapid/EIA); b. Anti HEV IgM (rapid/EIA) Pemeriksaan untuk leptospira melihat algoritma leptospira. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 8. TERSANGKA CHIKUNGUNYA Penyakit Chickungunya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus chikungunya, menyerang pada semua umur, dengan gejala spesifik panas dan ngilu pada seluruh sendi badan. Masa inkubasi 3-12 hari, kemudian diikuti dengan panas dan ngilu pada sendi, dan biasanya sakit pada bokong dan tulang sangat berat sehingga pasien tidak bisa bergerak.
•
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti. Virus berkembang biak dalam nyamuk kemudian berada di saliva, dan bila nyamuk menggigit manusia maka virus yang ada di saliva nyamuk masuk ke dalam tubuh manusia. Virus kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan beredar ke dalam organ tubuh yang lainnya.
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen sera harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC, tidak lebih dari 7 hari.
Virus berada dalam darah selama 1-3 hari setelah infeksi, tapi kadangkadang masih dapat ditemukan sampai 1 minggu. Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus chikungunya adalah darah/sera, yang
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
58
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
diambil 1 kali pada saat panas. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB chickungunya adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibodi berarti diagnostik terjadi “recent infection” atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus chikungunya. Penyakit chikungunya dapat dicegah dengan membasmi nyamuk Aedes. Sampai saat ini vaksin chikungunya belum ada. Yang dilakukan program untuk mencegah meluasnya penyakit chikungunya hanyalah kebersihan lingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik nyamuk A. Aegypti. Surveilans chikungunya adalah satunya cara untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus chikungunya di masyarakat. Akan tetapi surveilans chikungunya belum ada programnya kecuali hanya investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi KLB di suatu daerah tertentu, kemudian diambil spesimen darah/ serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB disebabkan oleh virus chikungunya. Pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan menggunakan RDT dan pemeriksaan konfirmasi laboratorium lainnya adalah ELISA, Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test, isolasi virus dari darah, Reverse transcriptase–polymerase chain reaction (RT–PCR).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
59
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Chikungunya
60
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, dengan gejala demam yang mendadak dengan nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, nausea, rasa lelah dan timbulnya bintik kemerahan pada kulit yang mirip gejala demam berdarah dengue.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
61
- Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC. - Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Pengambilan Spesimen:
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
•
1. Sekurang-kurangnya salah satu di antara pemeriksaan berikut:
•
Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan 3-5 ml dari anak-anak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti-beku darah (anti-koagulan). Whole blood digunakan untuk pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT). Serum diambil dua kali, pertama pada saat akut (0-8 hari setelah onset), dan berselang 1-14 hari kemudian diambil kembali (serum konvalesen).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
2. Uji cepat (RDT) dengan berbagai kit yang tersedia di laboratorium Puskesmas/Rumah Sakit. 3. Isolasi virus (bila diperlukan) 4. Deteksi viral-RNA dengan PCR (bila diperlukan) 5. Serologis IgG dan IgM dengan ELISA (bila diperlukan) 6. Hemaglutinasi Inhibisi (bila diperlukan) 7. Sekuensing virus (bila diperlukan) Keterangan: Jenis pemeriksaan no. 2-5 dilakukan di laboratorium propinsi dan Balitbangkes, sedangkan no. 6 dan 7 dilakukan di Balitbangkes.
•
Spesimen didiamkan pada suhu ruang selama 30-45 menit sampai darah membeku.
•
Serum dimasukkan ke dalam cryotube menggunakan pipet setril.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
•
Jika akan dilakukan beberapa jenis uji laboratorium, serum langsung dialiquot ke dalam beberapa cryotube (jika ketersediaan serum memadai) untuk menghindari proses pembekuan dan pencairan berulang.
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
- Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur. - Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam) di dalam cool box yang diisi dengan ice pack untuk menjaga kestabilan suhu selama pengiriman.
62
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
9. TERSANGKA FLU BURUNG PADA MANUSIA Flu burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan oleh virus yang biasanya hanya menginfeksi unggas dan terkadang babi. Penyebabnya adalah virus influenza tipe A dan dapat dibedakan menjadi banyak subtipe, berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit Avian Influenza dapat dilakukan di laboratorium dengan fasilitas keamanan tingkat 2. Pemeriksaan dilakukan dengan PCR. Pemeriksaan PCR dilakukan di jejaring laboratorium pemeriksa flu burung dan konfirmasi hasil pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Rujukan Nasional (Pusat Biomedis & Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes) Jakarta. Bahan pemeriksaan yang diambil untuk pemeriksaan PCR adalah apus hidung dan tenggorok, menggunakan kapas lidi steril dengan tangkai dacron dan segera dimasukkan ke media transpor: Hank’s media.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
63
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Flu Burung pada Manusia
64
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan 1 kasus tersangka flu burung yaitu panas ≥38oC, sesak napas/sulit napas, sakit tenggorokan, batuk dan ada riwayat kontak dengan unggas sakit/mati mendadak atau produk unggas dalam 7 hari. Pengambilan Spesimen: Spesimen sekret saluran napas, yaitu usap hidung (nasofarings) kiri dan kanan dan usap tenggorok (orofarings).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
65
spesimen berikutnya dapat dilakukan dalam selang waktu 1-2 hari. d. Bilasan bronchoalveolar (aspirasi trakheal atau cairan pleural). Setengah bagian cairan disenfrifus (dalam laboratorium BSL 2+) dan endapan selnya difiksasi dalam formalin. Sisa cairan dimasukkan ke dalam botol steril bertutup ulir luar yang bagian dalamnya terdapat cincin karet penahan agar tidak bocor. Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
a. Pengambilan usap hidung dengan cara memasukkan lidi dacron/ poliester steril ke dalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas, biarkan beberapa saat agar cairan hidung terserap dalam dacron, putar tangkai dacron 1-2x, berikan sedikit penekanan pada lokasi yang diusap. Lakukan pada lubang hidung kiri dan lubang hidung kanan. Segera masukkan spesimen usap hidung ke dalam vial bertutup ulir (cryotube) berisi 2 ml media transpor Hank’s BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup dengan rapat. Pengambilan spesimen dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut, hingga hasil RT-PCR negatif pada 3x pemeriksaan berturut-turut.
-
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi spesimen usap hidung, usap tenggorok dan serum sesuai prosedur.
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
-
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC kurang dari 48 jam.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
b. Pengambilan spesimen usap tenggorok dengan melakukan usapan pada bagian belakang farings dan derah tonsil dan hindarkan menyentuh bagian lidah. Segera masukkan spesimen usap tenggorok ke dalam cryotube berisi 2 ml media transport Hank’s BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup dengan rapat.
1. RT-PCR dengan menggunakan primer influenza yang sesuai.
c. Spesimen serum dimasukkan ke dalam cryotube dan tutup rapat. Spesimen diambil pada saat fase akut dan jika memungkinkan, pengambilan spesimen fase konvalesens diambil 10-14 hari kemudian. Tetapi jika pasien sudah dalam fase kritis, pengambilan
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: 2. Kultur virus jika hasil RT-PCR positif. 3. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dengan darah kuda. 4. Sekuensing virus influenza. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
66
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
10. TERSANGKA CAMPAK Penyakit campak atau Measles adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus campak dengan gejala panas, batuk, pilek, radang mata, takut sinar dan rash, dengan komplikasi radang selaput telinga dan bronchopneumonia. Penyakit campak terutama menyerang pada anak balita. Penyakit ini ditularkan melalui saluran pernapasan, yaitu melalui udara yang tercemar oleh virus campak atau kontak dengan anak yang terinfeksi virus campak. Virus masuk ke dalam saluran pernapasan anak kemudian berkembang biak dalam kelejar limfe dan jaringan epitel mukosa. Virus dapat ditemukan di cairan tubuh, air mata, throat swab (usap tenggorok), urine, dan darah. Humoral antibodi (IgM) dapat dideteksi pada saat rash dan mencapai puncaknya pada hari ke-10, sedangkan IgG terbentuk lebih lambat tapi dapat bertahan lama. IgA juga dapat ditemukan pada cairan sekresi. Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus campak adalah throat swab atau urin anak, yang diambil 1 kali pada saat rash sampai 2 minggu setelah rash. Spesimen paling baik diambil dalam waktu 14 hari setelah gejala rash. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB campak adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibodi, berarti diagnostik terjadi “recent infection” atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus campak.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
67
Penyakit campak dapat dicegah dengan vaksinasi. Ada 2 jenis vaksin yang dipakai, yaitu vaksin campak hidup dan yang inaktif (mati). Saat ini vaksin campak sudah digunakan oleh negara berkembang dan negara maju untuk imunisasi rutin. Vaksin campak dapat juga dikombinasi dengan vaksin untuk penyakit mump dan rubella, yaitu vaksin MMR. Surveilans campak adalah satu-satunya cara untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus campak di masyarakat. Sejak tahun 2000, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program eliminasi virus campak secara nasional dengan tujuan menurunkan kejadian KLB campak. Strategi eliminasi campak yang dilaksanakan pemerintah Indonesia adalah dengan peningkatan program imunisasi dan investigasi KLB campak. Sejak tahun 2008, secara terbatas program juga melakukan surveilans campak untuk provinsi tertentu yang disebut dengan case base surveilans aktif campak.
68
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Campak
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
69
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan 1 kasus pada anak-anak dengan gejala batuk, demam yang tinggi setelah 1-2 hari dan fluktuatif (38-40oC) selama 5 hari, mata merah dan berair, timbul bintik-bintik putih di bagian dalam mulut (bercak Koplik) selama 3-4 hari, kadang-kadang disertai diare, demam sangat tinggi di hari ke-5 dan timbul bintik-bintik merah secara bertahap, mulai dari belakang telinga, leher, dada ke bawah, tangan, kaki, muka, dan akhirnya ke sekujur tubuh dan sangat gatal. Pengambilan Spesimen:
•
Sedikitnya 1,5-2 ml serum dimasukkan ke dalam cryotube.
•
Usap tenggorok diambil dengan lidi dacron steril dengan tangkai plastik, dan dimasukkan ke dalam cryotube yang berisi 1,5 ml media transpor virus (Hank’s BSS + Antibiotika).
•
Diperlukan 10-50 ml urine dan ditampung pada wadah yang steril, ditutup rapat lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat kuat (saat yang optimal pengambilan sampel adalah hari 1-5 hari timbulnya rash).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: - Melakukan pelabelan pada tabung serum dan tabung berisi spesimen usap tenggorok sesuai prosedur (no. epid, tanggal demam, rash, dan tanggal ambil spesimen). -
Masukkan serum ke dalam cryotube dan melakukan pelabelan.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur. Spesimen harus dikirim dengan es (2-8oC) dengan maksimum lama pengiriman 2 hari. Tuliskan alamat lengkap Laboratorium Rujukan untuk campak pada box/styrofoam kontainer. Spesimen boleh disimpan dalam lemari es (bukan freezer) maksimum 7 hari sebelum diperiksa laboratorium.
70
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: •
Deteksi antibodi IgM spesifik Campak dengan teknik ELISA
•
Kultur virus dari spesimen urin
•
RT-PCR bila diperlukan
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
71
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Difteri
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 11. TERSANGKA DIPHTERI Diphteri adalah suatu penyakit infeksi pernapasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae, dapat menular dengan cepat dan berpotensi menimbulkan wabah serta berakibat fatal. Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri berbentuk batang Grampositif pleomorf. Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class II. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi pada Media cystein selektif tellurite Agar Darah. Koloni berwarna kelabu atau hitam agak berbau khas sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan temperatur 37°C. Dengan pewarnaan khusus Neisser terlihat bakteri berbentuk batang yang mempunyai granula metakromatik. Lapor kepada dokter dengan segera bila dijumpai hasil yang positif agar pasien segera diberikan anti diphteri serum (ADS).
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan 1 tersangka difteri dengan demam >38oC, gejala laringitis, nasofaringitis, atau tonsilitis ditambah pseudo membrane putih keabuan yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring, dan tonsil.
72
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pengambilan Spesimen: •
Usap tenggorok dan nasofarings dengan menggunakan lidi kapas steril, kemudian masukkan aplikator tersebut ke dalam tabung steril berisi media transpor Amies pada suhu ruang.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: -
Melakukan pelabelan pada tabung sesuai prosedur.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
-
Sampel segera dikirim ke laboratorium pemeriksa sebelum 24 jam.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Spesimen usap tenggorok/usap nasofarings dikultur pada media cystein selektif tellurite Agar Darah. b. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi dari koloni berwarna kelabu atau hitam sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan temperatur 37oC. c. Dengan pewarnaan khusus Neisser dan Albert terlihat bakteri berbentuk batang; bila dikultur dalam media Loeffler akan nampak granula metakromatik.
Catatan: Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class II.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
73
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 12. TERSANGKA PERTUSIS (BATUK REJAN) Pertusis merupakan penyakit menular infeksi saluran napas yang banyak menyerang anak-anak yang disebabkan oleh Bordetella pertusis mengakibatkan batuk yang hebat dan berkepanjangan sampai sesak napas dan dapat berakibat fatal. Bordetella pertusis merupakan suatu bakteri berbentuk kokobasilus yang bersifat Gram-negatif. Ada tiga jenis Bordetella yang patogen terhadap manusia, yaitu Bordetella bronchiseptica, Bordetalla pertusis, dan Bordetella parapertusis.
74
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Tersangka Pertusis
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
75
Pengambilan Spesimen: Bahan pemeriksaan untuk kultur B.pertusis adalah apusan nasofarings dengan memasukkan lidi dacron kecil lewat hidung ke nasofarings posterior dan membiarkannya selama 10-30 detik, kemudian tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi medium transpor, yaitu 1% asam amino dalam phosphate buffered saline. Penanganan dan Pengiriman Spesimen: •
Melakukan pelabelan pada tabung sesuai prosedur.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Pemeriksaan serologi - Tes antibodi fluoresen langsung (DFA= direct fluoresent antibody) pada apusan sekret nasofarings yang bermanfaat untuk diagnosa cepat. - Tes antibodi tidak banyak membantu diagnosis dini. Titer aglutinin yang tinggi (>1:512) merupakan petunjuk infeksi baru. b. Kultur bakteri
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan kasus pada anak-anak dengan batuk lebih dari 2 minggu disertai dengan batuk yang khas (terus-menerus/paroxysmal), napas dengan bunyi “whoop” dan kadang muntah setelah batuk.
- Merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard). Bordetella pertusis merupakan bakteri yang sukar tumbuh (fastidious), sehingga biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis Pertusis terutama pada keadaan epidemi. Juga bila sudah diberikan antibiotik sebelumnya akan menyebabkan hasil kultur negatif. Angka isolasi bakteri paling tinggi pada masa 3-4 minggu awal penyakit. c. Polymerase chain reaction (PCR)
76
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
77
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka AFP
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 13. AFP (LUMPUH LAYUH MENDADAK) AFP adalah suatu gejala dari beberapa penyakit-penyakit, termasuk poliomyelitis, Guillain-Barre Sindrom, Transverse Myelitis, penyakitpenyakit neurologis lain, dan trauma. Poliomyelitis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus Polio, mengakibatkan reaksi peradangan di dalam sistem saraf pusat, sehingga menimbulkan kelumpuhan yang bersifat layuh (AFP = Acute Flacid Paralyse). Spesimen harus ditangani secara aseptik dalam biosafety cabinet kelas II. Spesimen harus dikirim ke laboratorium rujukan untuk diagnosis. Dua spesimen tinja (masing-masing 5-10 g) harus dikumpulkan dari penderita yang dicurigai dengan interval 24 jam ke dalam pot tinja yang bersih, steril dan kering. Spesimen dalam lemari pendingin (2-8oC) tahan selama 2-3 hari (selama transportasi yang singkat) atau dibekukan pada -20oC (tahan beberapa bulan). Virus ini bisa juga diisolasi dari apus tenggorok atau CSF.
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan 1 kasus lumpuh layuh mendadak, bukan disebabkan oleh ruda paksa/trauma pada anak < 15 tahun.
78
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
79
Pengambilan Spesimen:
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Pengambilan spesimen dilakukan 2x:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
a. Pertama: tinja (± 5-10 g) dikumpulkan dari penderita yang dicurigai ke dalam pot tinja yang bersih, steril dan kering. b. Kedua: spesimen tinja diambil lagi dari penderita yang sama setelah 24 jam dari pengambilan yang pertama. Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
14. KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES
-
Rabies atau penyakit anjing gila adalah suatu penyakit menular yang menyerang sistem syaraf manusia dan binatang berdarah panas dan berakibat fatal. Penyebabnya adalah single stranded RNA virus dari golongan Rhabdoviridae. Semua spesimen harus dikumpulkan secara hati-hati baik penanganan maupun pengirimannya dan harus sesuai prosedur tetap.
Spesimen tinja dimasukkan ke dalam wadah pot yang bersih, transparan dan kering, dengan sendok tertempel pada tutup dan bertutup ulir diluar, segera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Polio (Jakarta, Bandung, Surabaya) dalam cool box (2-8oC) atau sebelum dikirim disimpan sementara dalam temperatur (2-8oC). Pengiriman harus sampai ke laboratorium tidak boleh lebih dari 3 hari.
-
Melakukan pelabelan pot tinja sesuai prosedur.
-
Spesimen dalam lemari pendingin (2-8oC) tahan selama 2-3 hari (segera dikirimkan).
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
-
Tuliskan alamat lengkap Laboratorium Rujukan Nasional untuk polio (Jakarta, Bandung, Surabaya).
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan spesimen AFP mengikuti SOP yang telah ditentukan oleh pedoman dari WHO di laboratorium rujukan nasional untuk polio. •
Pemprosesan spesimen
•
Isolasi dan identifikasi virus
•
Diagnosa ITD (Intratypic differentiation) polio virus: RT-PCR dan Sekuensing
Gejala Stadium Prodromal (demam, mual, malaise/lemas), atau kasus dengan gejala Stadium Sensoris (rasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka gigitan, cemas dan reaksi berlebihan terhadap rangsangansensorik). Untuk pengambilan, penanganan dan pemeriksaan spesimen rabies (hewan) dilakukan oleh Laboratorium Veteriner. Apabila ditemukan kasus gigitan hewan terindikasi rabies maka harus dilakukan koordinasi dengan dinas peternakan setempat untuk pengambilan, penanganan dan pemeriksaan spesimen rabies (hewan) Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan kasus gigitan hewan yang terindikasi rabies, yaitu kasus gigitan hewan (anjing, kucing, tupai, monyet, kelelawar) yang dapat menularkan rabies pada manusia. Pengambilan Spesimen: Pengambilan spesimen pada manusia tidak perlu dilakukan.
80
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: Penanganan spesimen pada manusia tidak perlu dilakukan. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Untuk pemeriksaan sampel laboratorium hewan, harus dilakukan koordinasi dengan balai laboratorium veteriner. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 15. TERSANGKA ANTHRAX Penyakit anthrax merupakan penyakit yang endemis di daerah peternakan dan pertanian. Di Indonesia penyakit antraks ditemukan sejak tahun 1832 dan setiap tahun kasusnya bervariasi antara 20-55 kasus, dimana yang banyak dijumpai adalah anthrax kulit dan saluran pencernaan. Penularan anthrax pada manusia terjadi apabila endospora anthrax yang bisa hidup sampai puluhan tahun masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu pertama bersentuhan dari hewan yang terinfeksi atau produk hewan tersebut seperti kulit dan bulu, kedua melalui pernapasan (inhalasi) dan ketiga dengan memakan hewan yang terinfeksi anthrax. Etiologinya adalah Bacillus anthracis, bakteri besar Gram positif, bersifat aerob, berkapsul, non-motile, mempunyai kemampuan untuk membentuk spora dan toksin, berukuran 1–1,5 µm hingga 3–10 µm, non-hemolitik pada agar darah domba, tumbuh pada suhu 37oC dengan gambaran seluler joint bamboo-rod dan membentuk gambaran koloni curled hair yang unik.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Spesimen Anthrax
81
82
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan pasien dengan tersangka anthrax: Cutaneous/kulit, Digestive/saluran pencernaan, atau Inhalasi/paru di Puskesmas/ RS dengan gejala: mual, pusing, muntah, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah berwarna cokelat atau hitam, buang air besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat/melilit (setelah mengkonsumsi daging yang terinfeksi anthrax; untuk anthrax saluran pencernaan) atau lesi pada kulit berupa jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi oleh kerak berwarna hitam, kering yang disebut Eschar (pathognomonik). Jaringan di sekitarnya membengkak, dan lesi gatal tetapi agak terasa sakit (setelah terkena daging yang terinfeksi anthrax). Pengambilan Spesimen: a. Untuk pemeriksaan tersangka anthrax kulit:
Diambil usap/swab dari lesi di kulit dan dibuat apusan pada gelas obyek (2-3 slide). Spesimen yang diambil:
• Stadium vesikuler cairan vesikula yang belum pecah
• Stadium Eschar jaringan di bawah Eschar dari bagian tepinya
• Stadium ulcer usap bagian ulcus
b. Untuk pemeriksaan tersangka anthrax digestive:
Usap dari lesi di orofaring, usap dubur, tinja segar (5 gram) dalam wadah steril.
c. Untuk pemeriksaan tersangka anthrax inhalasi:
Cairan pleura, cairan bronchial 1 ml dalam wadah steril.
d. Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika. Kurang lebih 5 ml darah vena diambil secara aseptik dengan syringe atau VacutainerTM Serum sebisa mungkin langsung dipisahkan dari darah (whole blood) kurang dari 60 menit. Tabung darah didiamkan
83
dahulu selama ± 30 menit pada suhu ruang agar serum terpisah secara alami dari endapan darah untuk menghindari hemolisis, kemudian tabung disentrifus. Kurang lebih 2-3 ml serum akan dapat diperoleh dan dimasukkan ke dalam cryotube.
Spesimen darah 10 ml untuk kultur darah dimasukkan dalam media pengaya kultur darah.
e. Cairan cerebrospinal 0,5 ml, dapat diambil bila terdapat gejala meningitis. Penanganan dan Pengiriman Spesimen: -
Pada spesimen usap/swab dimasukkan dalam media transpor bakteri pada suhu ruang.
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam) pada suhu 2-8oC.
-
Tetapi jika spesimen belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama, spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin paling lama 2 hari pada suhu 2-8oC kecuali spesimen usap.
-
Melakukan pelabelan pada vial berisi serum/slide usap lesi kulit sesuai prosedur.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Semua pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas minimum Biosafety Level II (BSL II). Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis penyakit anthrax dilakukan : a. Secara morfologis dengan pewarnaan Gram untuk spesimen lesi kulit (Anthrax cutaneous/kulit). b. Secara kultur-isolasi bakteriologik dan identifikasi agen penyebab.
84
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
c. Secara serodiagnostik (melalui uji Ascoli). d. Dengan cara mengukur antibodi yang ada dalam serum penderita, yaitu dengan teknik ELISA untuk kasus antraks pencernaan dan anthrax inhalasi. Untuk pemeriksaan sampel laboratorium hewan, harus dilakukan koordinasi dengan balai laboratorium veteriner. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 16. TERSANGKA LEPTOSPIROSIS Leptospirosis merupakan salah satu penyakit emerging zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia, disebabkan oleh bakteri Leptospira sp. Bakteri ini endemik pada hewan liar dan hewan peliharaan yang dapat berperan sebagai reservoir, walaupun tikus dan jenis rodensia lainnya merupakan hewan penular yang terpenting melalui sekresi urinnya. Penularan ke manusia dapat terjadi melalui kontak dengan tanah, tanaman, air yang terkontaminasi, atau tidak sengaja bersentuhan dengan cairan tubuh hewan yang terkontaminasi. Melalui adanya luka/ lecet pada kulit atau membran mukosa, bakteri Leptospira sp masuk ke dalam aliran darah. Pada manusia, manifestasi klinis penyakit ini mirip dengan pada dengue, riketsia, malaria dan hepatitis. Kriteria suspek dapat diketahui dengan demam akut ≥38,5oC, dengan sakit kepala hebat disertai myalgia, malaise, dan conjunctival suffusion dengan disertai kontak atau terpapar faktor risiko. Gejala spesifik pada leptospirosis adalah conjunctival suffusion, nyeri betis dan jaundis akut. Pada kasus yang
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
85
lebih berat dapat mengakibatkan gagal ginjal akut dan pendarahan pada paru-paru. Ada 2 phase dalam perkembangan penyakit ini, yaitu fase akut atau fase septikemik sekitar seminggu setelah infeksi, diikuti oleh produksi antibodi pada fase imun. Diagnosis awal dan kemampuan untuk membedakan leptospirosis dari penyakit-penyakit lainnya sangat penting untuk mencegah perburukan yang berakibat pada kematian. Algoritma Pemeriksaan Tersangka Leptospirosis
86
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
87
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Jika ditemukan kasus penyakit dengan gejala demam akut ≥38,5oC, dengan atau tanpa sakit kepala hebat disertai myalgia, malaise, dan atau conjunctival suffusion disertai kontak atau terpapar faktor resiko (hewan terinfeksi atau lingkungan yang tercemar bakteri Leptospira dalam 2 minggu sebelumnya).
•
Rapid diagnostic test (Lateral Flow) untuk melihat IgM (dilakukan 5 atau 6 hari setelah onset).
•
Kultur bakteri dan PCR.
Pengambilan Spesimen: •
Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika. 5-10 ml darah vena kasus dewasa diambil dengan menggunakan syringe atau sistem VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak menggunakan wing needle.
•
Darah langsung langsung diproses untuk menghasilkan serum. Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa jenis pemeriksaan laboratorium.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: •
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam) atau jika masih dalam proses menunggu, simpan pada 2-8oC di lemari pendingin.
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirmkan pada hari yang sama, spesimen sera harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum dikirim ke laboratorium pemeriksa.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Untuk konfirmasi dilakukan pemeriksaan MAT (microscopic agglutination test) (gold standard) di laboratorium rujukan. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 17. TERSANGKA KOLERA Kolera merupakan penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera dan ditandai oleh diare akut (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) dengan konsistensi tinja sangat cair seperti air cucian beras dan bau yang sangat khas. Penyakit ini paling sering menimbulkan KLB/wabah di Indonesia.
88
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Kolera
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
89
Pengambilan Spesimen: •
Tinja segar (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril. Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril.
•
Usap dubur diambil dengan pasien dalam posisi Sim. Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sphincter, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport Cary & Blair/Amies.
•
Selain itu, spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan kasus penderita menjadi dehidrasi berat karena diare akut cair secara tiba-tiba (biasanya disertai muntah dan mual), tinjanya cair seperti air cucian beras.
•
Melakukan pelabelan pada wadah tinja dan tabung Cary & Blair/ Amies sesuai prosedur.
•
Spesimen tinja segar segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu 2 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat) di dalam cool box/styrofoam box.
•
Pada spesimen usap dubur, jika spesimen belum akan dikirim/ diperiksa pada hari yang sama, simpan tabung di dalam lemari es (2-8oC) sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Pengiriman harus dilakukan dalam 1-3 hari.
90
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: a. Kultur bakteri Vibrio cholera. b. Uji biokimia. c. Uji serotipe Inaba, Ogawa, atau Non-O1 (seperti Vibrio cholera 0139). Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 18. KLASTER PENYAKIT YANG TIDAK LAZIM Kewaspadaan dini (SINYAL) adalah kondisi ditemukannya tiga atau lebih kasus/kematian dengan gejala sama di dalam satu kelompok masyarakat/desa dalam satu periode waktu yang sama (kurang lebih 7 hari), yang tidak dapat dimasukkan ke dalam definisi kasus penyakit yang lain.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
91
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Klaster Penyakit yang Tidak Lazim
92
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
93
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Jika ditemukan tiga atau lebih kasus/kematian dengan gejala sama di dalam satu kelompok masyarakat/desa dalam satu periode waktu yang sama (kurang lebih 7 hari), yang tidak dapat dimasukkan ke dalam definisi kasus penyakit yang lain.
Pemeriksaan disesuaikan dengan gejala klinis dan hasil penyelidikan investigasi.
Pengambilan Spesimen: Pengumpulan spesimen klinis sebanyak mungkin jenis sampel yang dapat diambil (swab, sputum, serum, CSF, tinja, urine, dll), dan spesimen lingkungan yang relevan dengan gejala klinis dan data epidemiologi. Penanganan dan Pengiriman Spesimen: -
Bila gejala klinis dan data epidemiologi mengarah pada keracunan makanan atau akibat zat kimia maka spesimen dari lingkungan dapat diperiksa di laboratorium setempat. Bila belum mampu untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium berdasarkan informasi klinis dan data epidemiologi yang ada, maka spesimen dapat dirujuk ke laboratorium rujukan nasional (Badan Litbangkes).
-
Melakukan pelabelan pada cryotube yang berisi spesimen sesuai prosedur.
- -
-
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 19. TERSANGKA MENINGITIS/ENCEPHALITIS Merupakan radang meningen yang disebabkan oleh bakteri. Diagnosis etiologi sangat penting untuk pengobatan pasien. CSF dari pasienpasien yang dicurigai menderita meningitis perlu segera diproses untuk menentukan etiologik. Bakteri penyebab: Hemophilus influenzae type b adalah yang paling umum penyebab meningitis pada anak-anak di bawah 6 tahun. Di atas usia itu penyebabnya mungkin meningococcal atau pneumococcal. Bakteri yang paling umum sebagai penyebab meningitis akut adalah: •
Streptococcus pneumoniae (concern WHO)
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam).
•
Hemophilus influenzae (concern WHO)
•
Neisseria meningitidis (concern WHO) & concern SKDR 2012
Tetapi jika belum bisa langsung dikirmkan pada hari yang sama, spesimen harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum dikirim ke laboratorium pemeriksa.
•
Kelompok streptococci (S. agalactiae)
•
Staphylococcus sp.
•
E. coli (pada neonates)
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
94
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Virus penyebab: •
Japanese encephalitis
Jamur penyebab: •
Cryptococcus neoformans
Spesimen CSF harus ditangani dan diproses di dalam safety cabinet untuk menghindari kontaminasi dan penularan oleh bakteri penyebab menigitis. Semua organisme yang tumbuh pada biakan CSF adalah patogen pada manusia dan berpotensi wabah bila tidak ditangani dengan benar. Deteksi DNA dengan Polymerase Chain Reaction dari spesimen CSF (PCR jika tidak ada pertumbuhan pada medium TI), dapat dilakukan di Laboratorium Rujukan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Meningitis/Encephalitis
95
96
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
97
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
•
Melakukan pelabelan pada tabung sesuai prosedur.
•
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam minggu tertentu, dengan gejala khas yang didahului:
•
•
Pada orang dewasa dengan demam yang tiba-tiba >38,5oC suhu rektal atau 38oC suhu aksilar dan salah satu dari gejala berikut: kaku kuduk, kesadaran menurun atau gejala meningeal lainnya.
•
Pada anak-anak/bayi dengan demam yang tiba-tiba >38,5oC suhu rektal atau 38oC suhu aksilar dan salah satu dari gejala berikut: kaku kuduk, atau leher yang tidak bisa digerakkan, tonjolan keluar di bagian tengkorak (bulging fontanel), kejang, atau gejala meningeal lainnya.
Spesimen yang sudah ditanam dalam medium TI segera dikirim ke laboratorium pemeriksa sesegera mungkin dalam waktu 24 jam karena kuman dalam spesimen CSF tidak dapat bertahan lama. Kuman meningokokus sangat rentan terhadap suhu rendah, sama sekali tidak dibenarkan menyimpan bahan pemeriksaan ini pada lemari pendingin.
•
Untuk pemeriksaan virologis spesimen CSF minimal 0,5 ml, segera dikirim ke Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan pada suhu 2-8oC maksimal 3 hari.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Pengiriman harus dilakukan dalam kurang dari 2 jam.
•
Spesimen CSF harus ditangani dan diproses di dalam safety cabinet untuk menghindari kontaminasi dan penularan oleh bakteri penyebab meningitis.
•
Serum dikirim pada suhu 2-8oC.
Pengambilan Spesimen: •
Cairan Cerebro Spinal (CSF) diambil dengan metoda lumbal punksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli, secara aseptis, sebanyak 0,5-1 ml.
•
Cairan langsung dimasukkan ke dalam 2 tabung steril yaitu: -
Spesimen darah dapat diambil bila: -
Terdapat kontra indikasi pengambilan spesimen CSF
Pewarnaan Gram dan pemeriksaan sitologi CSF.
-
Bila dicurigai terjadi bakteremia
•
Rapid latex test untuk mengetahui NmW135 (serogroup dari Neisseria meningitides yang paling sering menyebabkan KLB) pada fase awal KLB.
•
ELISA.
•
Kultur dengan media Trans-isolate (TI) dan serogrup.
•
Uji resistensi antibiotika.
Tabung tanpa media.
Diambil spesimen darah sebanyak 10 ml untuk dilakukan kultur. Serum minimum 1 ml dapat diambil untuk pemeriksaan antibodi (Japanese encephalitis). Penanganan dan Pengiriman Spesimen: •
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Berdasarkan karakteristik dari CSF (bila keruh diperiksa ke arah bakteri, bila bening ke arah virus).
- •
Tabung berisi Trans-isolate (TI) media (media transport dan media pertumbuhan).
Spesimen dapat langsung diperiksa di laborotarium sesegera mungkin (kurang dari 1 jam) pada suhu ruang.
98
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 20. TERSANGKA TETANUS NEONATORUM Tetanus neonatorum disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang masuk ke dalam tubuh bayi, melalui tali pusat yang dipotong dengan menggunakan alat yang tidak steril atau pada tali pusat yang dirawat tidak steril. Awalnya bakteri masuk dalam bentuk spora. Kemudian bila di daerah potongan tali pusat tidak mengandung oksigen yang cukup, maka spora akan berkembang menjadi bentuk vegetatif yang dapat menghasilkan racun neorotoksin (tetanospasm). Toksin bersifat neurotropik menyerang sistem saraf yang dapat menyebabkan kekakuan/ketegangan dan spasme otot. Kekakuan dimulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot yang kecil seperti otot pipi/ masseter disebut: trismus). Toksin tersebut dapat menghancurkan sel darah merah dan merusak leukosit. Jika toksin masuk ke sum-sum tulang belakang, maka terjadi kekakuan yang makin berat pada anggota gerak, otot-otot bergaris di dada, perut dan timbul kejang seluruh tubuh, jika toksin mencapai sistem saraf pusat. Toksin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernapasan, metabolisme, hemodonamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular, penyempitan jalan napas, hipertensi, gangguan irama jantung, demam tinggi, merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
99
Penyakit tetanus neonatorum biasanya baru memperlihatkan gejalagejala tetanus pada hari ketiga setelah kelahiran. Hal ini disebabkan karena adanya masa inkubasi tetanus yang umumnya antara 3-12 hari. Penyakit tetanus neonatorum terjadi mendadak dengan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus. Tanda dan gejala sebagai berikut: a. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat mengisap). b. Mulut mencucut seperti mulut ikan. c. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis. d. Kaku kuduk sampai opistotonus. e. Dinding Abdomen kaku, mengeras, dan kadang-kadang terjadi kejang. f. Dari berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardunikus. g. Ekstermitas biasanya terulur atau kaku. h. Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadangkadang menangis lemah. i. Terjadi penurunan kesadaran. Kewaspadaan Dini (SINYAL): Jika ditemukan kasus bayi lahir hidup umur 3-28 hari sulit menyusu/ menetek, mulut mencucu, dan disertai dengan kejang rangsang. Pengambilan Spesimen: Tidak dilakukan pengambilan spesimen pada kasus tetanus neonatorum, karena penegakan diagnosis cukup berdasarkan kondisi klinis.
100
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
101
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Tetanus
Tidak perlu Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Tidak perlu Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindak lanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. 21. TERSANGKA TETANUS Tetanus adalah satu penyakit menular yang disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) bakteri anaerob Clostridium tetani yang ditandai oleh kejang otot (tidak disertai demam) di sekitar mulut, rahang dan otot pernapasan sehingga kesulitan untuk dan bernapas. Masa inkubasi antara 3-12 hari (rata-rata 8 hari) waktu dari timbulnya gejala pertama sehingga terjadi kejang adalah 24-72 jam. Clostridium tetani merupakan bakteri anaerob yang membentuk spora terminal menyerupai bentuk tongkat, bersifat Gram positif. Spora resisten terhadap pengeringan, panas, dan pasteurisasi yang tidak sempurna, dapat dibunuh oleh autoclaving atau penggunaan larutan iodium 2% atau gluteraldehyde selama 3 jam.
Kewaspadaan dini (SINYAL): Jika ditemukan kasus dengan gejala kontraksi dan kekejangan otot mendadak, dan sebelumnya ada riwayat luka.
102
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pengambilan Spesimen: Spesimen luka diusap dengan lidi kapas steril atau diaspirasi dengan syringe dan dimasukkan ke dalam tabung steril berisi Stuart’s media transport atau 1 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) yang sudah diinkubasi dalam gas pack jar > 4 jam untuk menghilangkan O2 atau dalam thioglycolate broth. Penanganan dan Pengiriman Spesimen: -
Spesimen tidak boleh terpapar di udara lebih dari 5 menit karena tersangka bakteri penyebab infeksi bersifat anaerob.
-
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi usap luka sesuai prosedur.
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24 jam) pada suhu ruang.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: Tetanus merupakan salah penyakit yang dapat ditegakkan dengan diagnosis klinis. Tetapi jika diperlukan konfirmasi laboratorium, uji sebagai berikut dapat dilakukan: a. Isolasi dan identifikasi bakteri Clostridium tetani dengan metode kultur bakteri pada agar darah. b. Isolat bakteri kemudian diberi pewarnaan Gram untuk memastikan morfologi sel vegetatif dan spora bakteri. c. Uji biokimia. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
103
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS. (Sumber: Tetanus Laboratory Case Definition (LCD) oleh The Public Health Laboratory Network)
22. ILI (INFLUENZA-LIKE-ILLNESS) Influenza-like illness adalah penyakit gangguan pernapasan yang tidak spesifik yang ditandai oleh demam, kelelahan fisik, batuk, dan gejala lainnya yang umumnya sembuh adalam beberapa hari saja. Sebagian besar kasus ILI bukan disebabkan oleh virus influenza melainkan virus jenis lain seperti rhino virus dan respiratory syncytial virus, adenovirus, dan virus-virus para influenza. Tetapi ILI dapat juga disebabkan oleh beberapa jenis bakteri walaupun lebih jarang dibandingkan infeksi oleh virus, seperti Legionella, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Streptococcus pneumoniae. Infeksi yang disebabkan virus influenza, RSV, dan beberapa jenis bakteri merupakan penyebab penting ILI karena infeksi ini dapat berakibat pada komplikasi yang lebih berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Penyelidikan terhadap kasus ILI harus menggunakan kombinasi data epidemiologi dan data klinis (informasi tentang adanya kasus sejenis sebelumnya, riwayat kontak, dll), dan jika perlu melakukan uji laboratorium untuk menentukan penyebab pasti kasus ILI. Untuk kewaspadaan dini, kriteria inklusi yang diterapkan adalah jika ditemukan kasus dengan kondisi demam ≥38oC dan batuk dan/atau sakit tenggorokan. Jika ada kasus dengan tambahan gejala lainnya, seperti muntah, sakit persendian, dll, tetap dimasukkan ke dalam kasus ILI sepanjang memenuhi kriteris inklusi tersebut di atas, kecuali ada pembuktian laboratorium bahwa kasus tersebut bukan kasus ILI.
104
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Tersangka Influenza Like Illness (ILI)
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
105
tambahan gejala lainnya, seperti muntah, sakit persendian, dll, tetap dimasukkan ke dalam kasus ILI sepanjang memenuhi kriteria inklusi tersebut di atas, kecuali ada pembuktian laboratorium bahwa kasus tersebut bukan kasus ILI. Pengambilan Spesimen: Spesimen sekret saluran napas, yaitu usap hidung (nasofarings) kiri dan kanan dan usap tenggorok (orofarings). a. Pengambilan usap hidung dengan cara memasukkan lidi dacron/ poliester steril ke dalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas, biarkan beberapa saat agar cairan hidung terserap dalam dacron, putar tangkai dacron 1-2 x, berikan sedikit penekanan pada lokasi yang diusap. Lakukan pada lubang hidung kiri dan lubang hidung kanan. Segera masukkan spesimen usap hidung ke dalam vial bertutup ulir (cryotube) berisi 2 ml media transport Hank’s BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup dengan rapat. b. Pengambilan spesimen usap tenggorok dengan melakukan usapan pada bagian belakang farings dan derah tonsil dan hindarkan menyentuh bagian lidah. Segera masukkan spesimen usap tenggorok ke dalam cryotube berisi 2 ml media transport Hank’s BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup dengan rapat. Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Kewaspadaan dini (SINYAL): Ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali atau lebih dibadingkan rata-rata kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan kondisi demam ≥38oC dan batuk, onset demam tidak lebih dari 7 hari. Jika ada kasus dengan
•
Melakukan pelabelan pada cryotube sesuai prosedur.
•
Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu 2 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat) di dalam cool box/ styrofoam box.
106
•
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Jika spesimen belum akan dikirim/diperiksa pada hari yang sama, simpan tabung di dalam lemari pendingin 2-8oC sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Pengiriman harus dilakukan dalam 1-3 hari.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: 1. RT-PCR untuk deteksi virus influenza. 2. Isolasi virus influenza dengan kultur. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
107
23. TERSANGKA HFMD (HAND, FOOT, AND MOUTH DISEASE) Hand-foot-mouth disease (HFMD) adalah penyakit yang umum pada bayi dan anak-anak di bawah 10 tahun, walau usia dewasa juga bisa berisiko terjangkit dari binatang peliharaan maupun tertular orang yang sedang sakit. Penyebabnya adalah Enterovirus yang tergolong famili picornavirus yang memiliki 67 serotipe manusia, 3 serotipe poliovirus, 23 serotipe Coxsackie virus A, 6 serotipe Coxsackie virus B, 31 serotipe Echovirus dan Enterovirus 68 sampai 71. Namun, penyebab yang paling sering ditemukan adalah Coxsackie virus A16. Penyebab yang menimbulkan KLB adalah Enterovirus 71. Penyakit ini sudah menyebar ke seluruh dunia dan menjadi penyebab serius dari aseptic meningitis dan febris yang tidak diketahui penyebabnya pada bayi-bayi yang baru lahir. Periode inkubasi berkisar antar 3 sampai 6 hari. Virus paling banyak ditemukan di tenggorokan dan dapat diisolasi dari tinja, karena umumnya cara penularan entrovirus adalah melalui jalur fekal-oral. Kontak dengan bahan terinfeksi yang berasal dari lendir tenggorokan, hidung, saliva dan cairan luka lepuh, bahkan tinja, merupakan jalur transmisi yang sering terjadi. Infeksi yang terjadi pada minggu pertama adalah yang paling mudah menular. Gejala umum HFMD adalah demam, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, sakit tenggorokan, ruam berupa makulopapular/vesikel di telapak tangan, kaki, daerah yang tertutup pampers (pada bayi) yang sakit jika kena sentuhan. Jika diperiksa lebih saksama, terdapat luka seperti sariawan yang memerah di dalam area mulut, tenggorokan, lidah dan tonsil. Umumnya HFMD dapat sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan medis yaitu antara 7-10 hari, tetapi attack ratenya dapat mencapai 100% di kalangan anak-anak.
108
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Hand Food and Mouth Disease (HFMD)
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
109
Kewaspadaan dini (SINYAL): Ditemukan kasus dengan kondisi demam 38-39oC dalam 3-7 hari, nyeri telan, nafsu makan turun, muncul vesikel di rongga mulut dan atau ruam di telapak tangan, kaki dan bokong. Biasanya terjadi pada anak dibawah 10 tahun. Pengambilan Spesimen: •
Pengambilan spesimen dilakukan di fasyankes.
•
Tinja (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril.
•
Usap dubur (rectal swab) menggunakan dacron/kapas lidi steril dengan tangkai plastik. Usap dubur diambil dengan pasien dalam posisi Sim. Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport VTM.
•
Vesikel swab diambil dengan lidi dacron steril pada vesikel, biarkan beberapa saat agar cairan hidup terserap dalam dacron, putar tangkai dacron 1-2x, berikan sedikit penekanan pada lokasi yang diusap, dimasukkan dalam cryotube/tabung berisimedia transport virus (VTM)
•
Usap tenggorok diambil menggunakan lidi dacron steril dengan tangkai plastik, dan dimasukkan ke dalam cryotube yang berisi media transport virus (VTM).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen: •
Spesimen dikirimkan ke laboratorium rujukan Badan Litbangkes untuk dilakukan pemeriksaan.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
110
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu 2 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat) di dalam cool box/ styrofoam box.
•
Jika spesimen belum akan dikirim/ diperiksa pada hari yang sama, simpan cryotube/tabung di dalam lemari es (2-8oC) sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
•
Pengiriman harus dilakukan sesegera mungkin dalam waktu 1-2 hari pada 2-8oC, menggunakan cool box/styrofoam box.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium: •
Isolasi virus.
•
Deteksi RNA dengan RT-PCR dilakukan di Laboratorium Rujukan (Badan Litbangkes).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
***
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
111
V MANAJEMEN LABORATORIUM
A. Peningkatan Kapasitas Laboratorium Dalam pelaksanaan pemeriksaan laboratorium penyakit yang berpotensi KLB/wabah, diperlukan peningkatan kapasitas laboratorium yang bermutu mulai dari ketersediaan sarana, prasana, alat, SDM, reagen dan bahan habis pakai, serta metode pemeriksaan sesuai dengan epidemiologi penyakit di wilayahnya masing-masing. Biaya operasional untuk mendukung penanggulangan penyakit yang berpotensi KLB/wabah mulai dari pengambilan, penanganan, pengiriman sampai pemeriksaan sampel termasuk kebutuhan alat dan bahan harus terintegrasi dalam perencanaan laboratorium dan dapat diajukan ke pemerintah daerah setempat.
B. Pengembangan Jejaring Kemampuan setiap laboratorium dalam melakukan pemeriksaan penyakit berpotensi KLB/wabah tidak sama, maka diperlukan sistem rujukan dalam jejaring laboratorium. Dinas Kesehatan kabupaten/ kota dan provinsi harus mengetahui kemampuan laboratorium yang ada di wilayahnya sehingga dapat menjalankan sistem rujukan secara berjenjang. Alur rujukan pemeriksaan mulai dari laboratorium Puskesmas, laboratorium RS, laboratorium kabupaten/kota, laboratorium provinsi, maupun ke laboratorium rujukan nasional tertentu yang sesuai dengan jenis penyakitnya.
112
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
C. Jaminan Mutu dan Keamanan Laboratorium Laboratorium harus memastikan bahwa pelayanannya bermutu terhadap pasien, ketepatan dan pelaporan yang cepat. Suatu laboratorium harus mempunyai program jaminan mutu yang dirancang untuk memonitor dan mengevaluasi mutu dan hasil pemeriksaan yang memadai. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan metode standar dalam pengambilan, pengiriman, dan pengolahan bahan pemeriksaan. Reagen yang baik (tidak kadaluarsa) dan peralatan yang berfungsi dengan baik sangat perlu untuk diperhatikan.
D. Pengendalian Mutu Pengendalian Mutu merupakan pemantauan aktivitas laboratorium, merupakan suatu proses mulai dari pre-analitik, dengan menilai kesegaran, mutu dan kecukupan dari spesimen-spesimen melalui informasi tentang pengambilan, pengiriman dan metoda analisis sampai pada post-analitik memberikan hasil pemeriksaan bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Indikator Kinerja Indikator kinerja laboratorium untuk SKDR adalah sebagai berikut: 1. Laboratorium harus mampu untuk menyeleksi bahan pemeriksaan serta mengidentifikasi spesimen yang tepat. 2. Penggunaan tanda terima dari laboratorium untuk meminta hasil analisis. 3. Pengembangan SOP. 4. Tata ruang, lingkungan dan jumlah pegawai laboratorium yang memadai. 5. Pelatihan dan upgrading berkelanjutan bagi keterampilanketerampilan karyawan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
113
6. Pengawasan pekerjaan sehari-hari, evaluasi pegawai secara berkala, validasi pemeriksaan laboratorium 7. Kemampuan laboratorium dalam memonitor dan mengevaluasi penampilan secara keseluruhan dengan cara memberikan bahan pemeriksaan yang sama kepada analis sebagai bahan pemeriksaan kedua atau dikirim ke laboratorium lain. 8. Pembuangan bahan pemeriksaan yang tepat. 9. Penggunaan prosedur-prosedur yang aman di dalam laboratorium dan pengembangan rencana penanganan terhadap percikan, kebakaran, dan kasus-kasus darurat lainnya. 10. Pengendalian mutu internal dan eksternal laboratorium. • Pengendalian mutu internal termasuk pemantauan mutu media, reagen, kalibrasi peralatan dan mutu hasil pemeriksaan. • Dokumentasi pengendalian mutu sama pentingnya dengan kinerja laboratorium. • Aktivitas pengendalian mutu eksternal termasuk pemeriksaan berkala oleh Badan yang bertanggung jawab untuk akreditasi laboratorium dan proficiency tesing. 11. Tanggung jawab untuk monitoring efektivitas pelayanan laboratorium termasuk pemeriksaan nosokomial infeksi, sterilisasi ruang dan peralatan operasi, bank darah, serta pelayanan dialisis.
F. Data Manajemen Data manajemen termasuk sistem pencatatan, sistem pelaporan, penyimpanan dokumen pencatatan dan pelaporan maupun spesimen pemeriksaan, serta prosedur-prosedur yang digunakan dan hasil pemeriksaan adalah sangat penting. Dokumen harus mencakup seluruh aktivitas laboratorium, sistem pencatatan dan pelaporan
114
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
serta sistem arsiparis. Dokumen pencatatan prosedur pemeriksaan, uji mutu serta kalibrasi peralatan harus dievaluasi setiap tahun dan diperbaharui, walaupun tidak terdapat perubahan. Sistem Informasi kearsipan dan penyimpanan serta pemusnahan spesimen serta bahan lainnya perlu terus dikembangkan. ***
115
VI PENUTUP
Dalam pengendalian penyakit menular terutama untuk penyakit yang berpotensi wabah memerlukan sistem yang baik untuk dapat mendeteksi sinyal/peringatan dini adanya ancaman terjadi KLB. Bila KLB dapat dicegah, maka biaya untuk menangani masalah penyakit dapat berkurang. Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon memerlukan kerjasama antara Dinas kesehatan maupun puskesmas serta dukungan dari laboratorium dengan kapasitas yang memadai. Diperlukan juga koordinasi antara petugas laboratorium yang mendukung sistem ini dengan petugas surveilan dalam mendeteksi dan menanggapi indikasi KLB. Pengetahuan tentang gejala penyakit, kemampuan petugas dalam pengambilan, penanganan spesimen yang baik, serta pemeriksaan laboratorium yang bermutu dan sesuai dengan prosedur akan sangat menentukan status dari sinyal/peringatan dini suatu penyakit yang ada. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Untuk Laboratorium Rujukan yang direkomendasikan WHO dapat diterapkan dalam rangka penguatan jejaring laboratorium penyakit berpotensi wabah serta penanganan sinyal untuk mencegah terjadinya KLB. ***
116
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
117
KEPUSTAKAAN
1. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Pelayanan Medik, Depkes RI, 2003.
Mikrobiologi,
Ditjen
7. Pedoman Pengamanan Virus Polio Liar di Laboratorium, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes RI, 2009.
2. Pedoman Pemeriksaan Mikrobiologi untuk Pencegahan Infeksi di Sarana Kesehatan, Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI, 2005.
8. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan, Ditjen P2PL, 2011.
3. Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium Kesehatan, Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI, 2006.
9. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus, Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012.
4. Pedoman Penanganan Spesimen Tinja pada Kasus Acute Flaccid Paralysis, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes RI, 2007.
10. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Ditjen P2PL, Kemenkes RI, 2012.
5. Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan yang Benar, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes, 2008.
11. Algoritma Diagnosis Penyakit dan Respon Serta Format Penyelidikan Epidemiologi, Ditjen P2PL, Kemenkes RI, 2012.
6. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes RI, 2009.
12. Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon, Ditjen P2PL, Kemenkes RI, 2012. ***