PEDOMAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN BANTUAN KEMANUSIAAN DI INDONESIA
Public Interest Research and Advocacy Center Humanitarian Forum Indonesia 2011
Penulis: APBK (Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan PAPBK T im Penyusun P Kemanusiaan), 2011. Cetakan Pertama : Oktober 2011 ISBN : 978-979-3597-67-6 Penyelaras : Kristanto Sinandang, MSi Maria R. Nindita Radyati, PhD Design & Lay Out Moelanka Penerbit: PIRAMEDIA Jl. M. Ali No. 2 RT. 003/04, Kel. Tanah Baru Beji Depok 16426 Telp/Fax: 021 - 7756071 e-mail:
[email protected]
Kata
PENGANTAR
Sejatinya, akuntabilitas merupakan kewajiban setiap lembaga pengelola bantuan kemanusiaan. Apakah pihak pemerintah maupun institusi lainnya, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal maupun internasional, media massa, lembaga pendidikan, perusahaan, dan organisasi keagamaan. Sebagian organisasi pengelola bantuan kemanusiaan memahami bahwa akuntabilitas sebatas pada pemberian laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Padahal, akuntabilitas tidak hanya mengacu pada laporan, hukum dan kebijakan nasional tapi juga pada aspek-aspek seperti keterlibatan penerima manfaat, kecepatan pendistribusian, ketepatan menentukan penerima manfaat maupun kedayagunaan bantuan, juga terkait bagaimana organisasi tersebut mampu merespon permasalahan baru yang muncul berkaitan dengan pengelolaan bantuan yang diberikan. Artinya akuntabilitas (kemanusiaan) adalah bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan tidak hanya kepada lembaga donor/donatur tetapi juga kepada masyarakat umum dan penerima manfaat.
Dalam perspektif akuntabilitas, kedua unsur non-donor tersebut, yang merupakan sasaran dari program, berhak untuk turut serta, dilibatkan dalam perencanaan, pengawasan, evaluasi, pelaksanakan program, pelaporan, memberikan respon atas kritik, masukan dan pertanyaan kepada lembaga pengelola dana dalam menjalankan program mereka di masyarakat.
Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) dan Humanitarian Forum Indonesia (HFI) didukung oleh the Ford Foundation menginisiasi penyusunan pedoman akuntabilitas di dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Inisiatif ini didahului dengan penelitian dan pemetaan praktik dan persoalan akuntabilitas di dalam pengelolaan bantuan bencana di empat lokasi bencana, yaitu di Bandung-Jawa Barat, Padang Pariaman-Sumatera Barat, Aceh Besar-Aceh dan Bantul-Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, PIRAC dan HFI mengkaji enam pedoman pengelolaan bantuan kemanusiaan internasional yang di dalamnya tercakup aspek-aspek akuntabilitas yang sangat kental. Hasil pemetaan dan kajian tersebut telah disosialisasikan ke berbagai organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dan publik untuk mendapat masukan perbaikan dan jangkauan penyadaran yang lebih luas. Selanjutnya, PIRAC dan HFI bersama anggota dan mitra menyusun Pedoman Akuntabilitas yang melibatkan beragam unsur organisasi yang berperan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan, seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), OPZ (Organisasi Pengelola Zakat), Ormas, media massa, dan pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Beragam unsur organisasi tersebut diwakili oleh Tim Penyusun dengan keanggotaan sebagai berikut:
iv
Koordinator Tim: 1. 2.
Hamid Abidin (Public Interest Research and Advocacy Center/PIRAC) Hening Parlan (Humanitarian Forum Indonesia/HFI)
Anggota Tim: 1.
A. Eddy Sutedja (KOMPAS)
2.
Apri Sulistyo (HFI)
3.
Catur Sudira (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia/MPBI)
4.
Dear N. B. Sinandang (HFI)
5.
Dian Lestariningsih (KARINA)
6.
Hari Eko Purwanto (LAZIS Muhammadiyah)
7.
Husnan Nurjuman (MUHAMMADIYAH/Universitas Prof. Hamka)
8.
Joyce Manarisip (Yayasan Tanggul Bencana di Indonesia/YTBI)
9.
Ninik Annisa (PIRAC)
10. Nor Hiqmah (PIRAC) 11. Robby Reppa (YEU) 12. Sigit Budhi Setiawan (PIRAC) 13. Syahri Ramadhan / Adhong (Catholic Relief Services) 14. Syamsul Ardiansyah (Yakkum Emergency Unit/YEU) 15. Tomy Hendrajati (PKPU/FOZ) 16. Victor Rembeth (HFI) 17. Vincentia I. Widyasari (Karina) 18. Yus Rizal (Badan Nasional Penanggulangan Bencana/ BNPB)
v
Tim ini secara intensif melakukan pertemuan dan FGD untuk melakukan penyusunan pedoman. Dalam pertemuan dan FGD tersebut, Tim Penyusun berupaya untuk mendapatkan masukan berkenaan dengan pengalaman-pengalaman terkait akuntabilitas dan pemikiran mengenai konsep-konsepnya di dalam akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan. Tim Penyusun akhirnya menyepakati dan menetapkan 13 (tiga belas) prinsip dasar pengelolaan bantuan kemanusiaan. Prinsip-prinsip dasar itu selanjutnya diturunkan dalam indikator, alat dan cara memverifikasinya, disertai pula beberapa pengalaman lapangan atau pembelajaran dari lembaga-lembaga anggota Humanitarian Forum Indonesia (HFI), seperti Muhammadiyah, PKPU/FOZ, Wahana Visi Indonesia, Karina (Caritas Indonesia), Yakkum Emergency Unit (YEU), dan Perkumpulan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat (PPKM), dan juga dari lembaga di luar anggota HFI, yaitu Catholic Relief Services (CRS), (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia/MPBI). Tim ini juga dibantu oleh beberapa narasumber yang turut menyumbangkan ideide, yaitu: Lusi Herlina (Konsil LSM Indonesia), Whisnu Yonar (CARE Indonesia), Ari Wibowo dan Indra Y. Meira (Karina), dan Surya Rahman Muhammad (HFI). Pedoman akuntabilitas ini sejak tahap gagasan tidak dimaksudkan menjadi acuan tunggal bagi lembaga kemanusiaan yang berkiprah di Indonesia. Melainkan ditujukan sebagai self-assessment bagi lembaga pengelola bantuan kemanusiaan, yang hasilnya bisa dipakai menjadi dasar untuk peningkatan kapasitas organisasi/lembaga tersebut. Pedoman ini disusun sebagai upaya memfasilitasi organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dalam menilai akuntabilitas kinerjanya masing-masing. Akan tetapi, pemanfaatan pedoman ini bersifat terbuka, dalam arti bisa digunakan oleh organisasi masyarakat sipil lainnya.
vi
Kami berharap semoga pedoman ini dapat meningkatkan pemahaman, sikap dan praktik akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan di Indonesia lebih baik lagi, dimana bantuan yang diberikan dapat membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih bermartabat.
Jakarta, Agustus 2011
Hamid Abidin Direktur PIRAC
Hening Parlan Direktur HFI
vii
viii
Daftar Isi Kata Pengantar Dafar Isi Bagian Satu Bagian Dua
Bagian Tiga
........................................................................ iii ........................................................................ ix Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas? .................................................. 1 Bagaimana Menggunakan Pedoman ini? ........ 9 1: Sebagai Pedoman Akuntabilitas ................ 10 2: Sebagai Alat pengukur Akuntabilitas .......... 11 Alur Proses Fasilitasi ...................................... 16 Penghitungan Hasil Penilaian ......................... 16 Beberapa Pengertian Pokok .......................... 21 Pedoman ................................................. 21 Akuntabilitas (Kemanusiaan) .................... 21 Pedoman Akuntabilitas ............................ 22 Prinsip ..................................................... 22 Pengelola Bantuan Kemanusiaan ............ 22 Bantuan Kemanusiaan ............................ 22 Penanggulangan Bencana ....................... 22 Tanggap Darurat Bencana ....................... 23 Mitigasi Bencana ..................................... 23 Rehabilitasi Bencana ............................... 23 Rekonstruksi Bencana ............................. 23 Kerentanan .............................................. 24 Pemangku Kepentingan .......................... 24 Pemberi Bantuan ..................................... 24 Bencana .................................................. 25 Kapasitas................................................. 25 Masyarakat terdampak ............................ 25 Penerima Manfaat ................................... 25 Respon .................................................... 25 Keterlibatan ............................................. 26 Pelaporan ................................................ 26 Mobilisasi Sumber Daya .......................... 26
ix
Bagian Empat
Bagian Lima
Bagian Enam
x
Prinsip-prinsip dan Definisinya ....................... 1: Independensi ........................................... 2: Komitmen Organisasi ............................... 3: Kompetensi ............................................. 4: Non Diskriminasi ...................................... 5: Partisipasi ................................................ 6: Transparansi ............................................ 7: Koordinasi ............................................... 8: Pembelajaran dan Perbaikan ................... 9: Kemitraan ................................................ 10. Non-Proselitis .......................................... 11. Mekanisme Umpan Balik ......................... 12. Kemandirian ............................................ 13. Keberpihakan Terhadap Kelompok Rentan ..................................................... Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas ................................ Prinsip No. 1: Independensi ..................... Prinsip No. 2: Komitmen Organisasi ......... Prinsip No. 3: Kompetensi ....................... Prinsip No. 4: Non Diskriminasi ................ Prinsip No. 5: Partisipasi .......................... Prinsip No. 6: Transparansi ...................... Prinsip No. 7: Koordinasi.......................... Prinsip No. 8: Pembelajaran dan Perbaikan ................................................ Prinsip No. 9: Kemitraan .......................... Prinsip No. 10: Non-Proselitis .................. Prinsip No. 11: Mekanisme Umpan Balik ........................................................ Prinsip No. 12: Kemandirian .................... Prinsip No. 13: Keberpihakan Terhadap Kelompok Rentan ..................... Lembar Penilaian: Lembar Penilaian Penerapan Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan ..............
29 29 29 30 30 30 30 30 30 31 31 31 31 31 33 33 35 38 39 41 43 45 46 48 50 52 53 54
59
Lampiran
1. Code of Conduct IFRC ........................... 2. Form Volunteer dari Karina ...................... 3. Acuan Kemitraan Setara Yakkum Emergency Unit (YEU) dengan Lutheran World Relief (LWR) ................... 4. Profil Organisasi Kontributor ....................
69 74
77 80
Referensi Pustaka .................................................................... 91
xi
xii
BAGIAN SATU Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas? Relief aid must strive to reduce future vulnerabilities to disaster as well as meeting basic needs S alah satu kemajuan penting pasca tsunami Aceh 2004 dalam hal penanggulangan bencana (selanjutnya disingkat PB) di Indonesia adalah adanya inisiatif penyusunan UndangUndang Penanggulangan Bencana yang diterbitkan dalam Undang-Undang No.24 tahun 2007. Undang-Undang ini menjadi landasan berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang disusul dengan lahirnya badan-badan penanggulangan bencana daerah, selaku instansi yang secara khusus mengelola PB di Indonesia. Selain lahirnya badan-badan tersebut, muncul pula forum-forum multi pihak mengenai kebencanaan, serta berkembangnya wacana pengurangan risiko bencana dalam berbagai khazanah akademis perguruan tinggi dan perencanaan pembangunan di Indonesia. Peran masyarakat sipil juga tidak bisa dipandang kecil. Dari pengalaman respon bencana akhir-akhir ini, telah muncul berbagai organisasi kemasyarakatan yang secara khusus menempa kapasitasnya dalam hal pengelolaan bencana.
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
Organisasi-organisasi tersebut kerap menjadi garda terdepan dalam respon bencana. Selain kelompok-kelompok masyarakat yang secara profesional menempa kapasitas dalam hal kebencanaan, terdapat pula kelompok-kelompok lain yang bertindak secara sukarela dalam semangat gotong royong turut memberikan respon yang tidak kalah besar dan juga signifikan. Kelompokkelompok tersebut, seperti kelompok ibu rumah tangga, karang taruna tingkat desa, paguyuban ketua RT, seringkali justru menjadi elemen yang paling awal memberikan respon manakala terjadi bencana. Contoh nyata dari peran kelompok-kelompok tersebut adalah gerakan nasi bungkus yang dikelola kelompok ibu rumah tangga pada saat respon Merapi 2010 serta berbagai upaya advokasi kreatif yang dilakukan paguyuban ketua RT di bantaran Kali Code dalam merespon banjir lahar dingin Merapi pada 2010-2011. Dua hal tersebut merupakan contoh kecil dan positif tentang adanya keterlibatan masyarakat dalam hal kebencanaan. Meningkatnya kapasitas dan meluasnya perhatian pada masalah-masalah kebencanaan adalah momentum yang baik untuk terus memperkuat resiliensi masyarakat dan bangsa yang hidup di kawasan “cincin api” (ring of fire) yang tergolong paling rentan terhadap bencana. Momentum ini hendak dimanfaatkan dengan menciptakan lingkungan yang memungkinkan seluruh aktor PB (Penanggulangan Bencana) bisa memainkan peranan dan kontribusinya secara maksimal. Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi1. 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana
2
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
John Cosgrave menuliskan beberapa poin penting dari Tsunami Evaluation Coalition report2, yang salah satunya adalah :
In line with humanitarian principles of aid, we must do better at delivering aid that is based on sound and commonly-owned assessments. Assistance should be proportionate to need, and must be carried out with those we aim to support at the heart of spending decisions taken. Salah-satu upaya yang disadari sebagai bagian terpenting dalam hal peningkatan kapasitas kerja kemanusiaan adalah memastikan akuntabilitas atas karya kemanusiaan yang selama ini dilakukan. Akuntabilitas adalah kata yang berulangkali tertera dalam beberapa dokumen pokok panduan kerja-kerja kemanusiaan, baik dalam Piagam Kemanusiaan (Humanitarian Charter) maupun dalam Kode Etik (Code of Conduct) Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Di dalam Humanitarian Charter atau Piagam Kemanusiaan, tertera kalimat berikut.
We expect to be held accountable to this commitment and undertake to develop system for accountability within our respective agencies, consortia and federations. We acknowledge that our fundamental accountability must be to those we seek to assist.3
Mengapa prinsip akuntabilitas menjadi begitu penting bagi kerja kemanusiaan? Mengacu pada Kode Etik (Code of Conduct) Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional poin 9 (sembilan) terdapat 2 Cosgrave, J (2007). Synthesis Report: Expanded Summary. Joint evaluation of the international response to the Indian Ocean tsunami. London: Tsunami Evaluation Coalition. 3
Humanitarian Charter dalam SPHERE Edisi 2004.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
3
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
rumusan normatif tentang pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Kode Etik tersebut menekankan peranan umum lembaga-lembaga pengelola bantuan kemanusiaan sebagai institusi yang menghubungkan kemitraan antara pihak-pihak yang hendak membantu dengan pihak-pihak yang membutuhkan bantuan. Transparansi dan keterbukaan sebagai kunci utama akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan tentunya ditujukan agar bantuan kemanusiaan benar-benar mampu mengurangi kerentanan di masa yang akan datang, di samping memenuhi kebutuhan dasar yang dibutuhkan pada saat terjadinya bencana. Prinsip-prinsip akuntabilitas menjadi inspirasi bagi berbagai organisasi kemanusiaan di Indonesia untuk mencoba dengan pedoman-pedoman akuntabilitas yang telah ada pada saat ini. Studi yang dilakukan PIRAC dan HFI mencatat, setidaknya terdapat enam pedoman tentang standar akuntabilitas kerjakerja kemanusiaan, yaitu: 1. People in Aid, Code of Good Practice in the Management and Support of Aid Personnel 2. Humanitarian Accountability and Quality Management Standard 2007 (kini sudah tersedia versi 2010) 3. Impact Measurement and Accountability Emergencies: The Good Enough Guide
in
4. ALPS (Accountability, Learning and Planning System of ActionAid International) 5. The Active Learning Network for Accountability and Performance in Humanitarian Action (ALNAP) 6. The Sphere Project, Humanitarian Charter and Minimum Standard in Disaster Response
4
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
Selain beberapa pedoman di atas, Indonesia juga memiliki beberapa peraturan yang dapat menjadi rujukan penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan, seperti : 1. UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang. 2. Keputusan Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial RI No. 57/BJS/2003 tentang Pedoman Umum Bantuan Sosial Korban Bencana Alam. 3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/SK/I/ 2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. 4. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 5. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing NonPemerintah dalam Penanggulangan Bencana. 6. Peraturan Presiden No. 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 7. Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. 8. Peraturan Kepala BNPB No. 7 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. 9. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pedoman dan peraturan di atas sudah mulai diadopsi dan diterapkan oleh organisasi-organisasi pengelola bantuan kemanusiaan di Indonesia. Adanya inisiatif mandiri dari organisasi-organisasi pelaku PB di Indonesia untuk mengikatkan Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
5
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
diri dalam standar-standar akuntabilitas yang berlaku tersebut di atas menunjukkan itikad positif dan kesadaran dini dalam pengejewantahan prinsip “relief aid must strive to reduce future vulnerabilities to disaster as well as meeting the basic needs” (Bantuan darurat harus berusaha keras untuk mengurangi kerentanan di masa datang sambil memenuhi kebutuhan dasar). Jika memang sudah ada pedoman-pedoman tersebut, lantas mengapa merumuskan panduan akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan di Indonesia? Berdasarkan penelitian bersama yang dilanjutkan dengan rangkaian diskusi kelompok terarah yang difasilitasi Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) dan Humanitarian Forum Indonesia (HFI) ditemukan beberapa temuan pokok yang melatarbelakangi pentingnya penyusunan pedoman akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan di Indonesia. Pertama, belum semua lembaga pengelola bantuan kemanusiaan berpijak pada standar-standar akuntabilitas yang diakui oleh berbagai pemangku kepentingan. Hal ini menunjukkan perlunya upaya sosialisasi secara terus-menerus tentang pentingnya penerapan standar akuntabilitas untuk menjamin efektivitas kerja-kerja kemanusiaan. Kedua, selain sosialisasi, hampir semua standar-standar akuntabilitas yang berlaku berpegang pada prinsip “kesukarelaan”. Oleh karenanya, kepatuhan sebuah lembaga terhadap pedoman akuntabilitas tertentu, seringkali bergantung pada dorongan dari lembaga penyandang dana. Ketiga, adalah aspek user-friendliness atau kemudahan pemakaian. Pedoman ini disusun untuk mengisi kebutuhan akan suatu pedoman yang memuat ilustrasi dan refleksi praktis dan empiris berdasarkan konteks Indonesia sehingga diharapkan
6
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
lebih memudahkan pemahaman dan penerapannya dan sekaligus bisa menjadi inspirasi bagi pihak lain yang belum memiliki acuan standar akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan. Perlu dicatat bahwa pedoman ini merupakan “dokumen tumbuh” (living document) yang akan dan perlu ditinjau kembali secara periodik, sebab sudah pasti akan muncul berbagai pengalaman, pembelajaran, umpan balik, dan temuan-temuan baru yang bisa memperkaya dan memperbaiki pedoman ini untuk pemahaman dan penerapan akuntabilitas yang lebih baik dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan di Indonesia.
Tujuan 1. Memberikan rujukan standar minimum akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan yang sesuai dengan keadaan konkret Indonesia. 2. Memberikan media pembelajaran bagi organisasiorganisasi kemanusiaan, khususnya pelaku PB dalam meningkatkan akuntabilitas lembaganya.
Fungsi Fungsi utama dokumen ini adalah pedoman umum untuk menilai/mengukur akuntabilitas lembaga-lembaga kemanusiaan dan pelaku penanggulangan bencana. Selain fungsi di atas, dokumen ini juga diharapkan bisa berfungsi sebagai instrumen edukasi internal bagi lembaga-lembaga kemanusiaan dan sosialisasi tentang akuntabilitas dalam hal pengelolaan bantuan kemanusiaan.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
7
Bagian Satu Mengapa Menyusun Pedoman Akuntabilitas?
8
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
BAGIAN DUA Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini? Pedoman ini memuat prinsip-prinsip akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan beserta indikator dan instrumen pengukurannya yang saling terkait satu dengan lainnya. Keterkaitan antara prinsip, indikator, dan instrumen pengukurannya memungkinkan pedoman ini dapat lebih mudah untuk dipahami. Untuk memperoleh pemahaman yang runut, pedoman ini sebaiknya dibaca secara berurutan. Selain itu, pedoman ini juga bisa dipahami dengan membacanya per bagian secara moduler berdasarkan kebutuhan pembaca. Secara umum, penggunaan pedoman ini berfungsi sebagai: 1.
Pedoman atau acuan kerja. Buku ini berisi prinsipprinsip dasar akuntabilitas, dimana pengguna dapat memanfaatkannya sebagai acuan dan rambu-rambu yang harus diikuti oleh pengelola bantuan kemanusiaan yang ingin atau untuk bekerja dengan akuntabel.
2.
Pengukuran dan penilaian praktik akuntabilitas untuk pengelola bantuan kemanusiaan. Fungsi ini akan dijabarkan pada penjelasan di bawah ini. Pada Bagian Lima, secara detil dijabarkan indikator, alat dan cara
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman ini?
verifikasinya dari masing-masing prinsip akuntabilitas, dan dilengkapi lembar penilaian pada Bagian Enam. 3.
Pengawasan internal pengelola bantuan kemanusiaan dalam hal akuntabilitas melalui metode Focus Group Discussion (FGD) yang partisipatif.
4.
Upaya peningkatan akuntabilitas lembaga-lembaga pengelola bantuan kemanusiaan. Dari empat fungsi yang sudah dijabarkan di atas, pada dasarnya ada dua fungsi utama dari buku ini, yaitu pertama: sebagai pedoman akuntabilitas, dan kedua: sebagai alat pengukuran pelaksanaan akuntabilitas lembaga dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan.
1. Sebagai Pedoman Akuntabilitas Buku ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi setiap lembaga yang menggalang dan mengelola bantuan kemanusiaan dalam menjalankan mandatnya. Beberapa prinsip dan indikator dalam buku ini dapat menjadi acuan pada setiap fase tanggap kebencanaan mulai dari kesiapsiagaan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pemberdayaan, maupun pada saat tidak ada bencana. Sebagai contoh prinsip kompetensi, bahwa organisasi memiliki dan mengembangkan kapasitas yang relevan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan sesuai standar bantuan kemanusiaan. Selanjutnya untuk melihat dan mengukur kompetensi ini dengan menguji apakah organisasi memiliki tenaga kerja yang cukup? Apakah staf yang melaksanakan program memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai? Apakah organisasi memiliki standar manajemen yang berhubungan dengan personalia, penggalangan hingga pendistribusian sumber daya, dan daya dukung operasional; logistik, administrasi, dan keuangan yang
10
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini?
memadai? Untuk lebih jelasnya, prinsip-prinsip dan definisinya terdapat pada Bagian Lima dan dieksplorasi dalam pengalaman lapangan di Bagian Enam.
2. Sebagai Alat Pengukuran Akuntabilitas Sebagai alat pengukuran akuntabilitas, buku ini memberikan cara penilaian akuntabilitas kinerja lembaga dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Ada beberapa cara dalam penilaian akuntabilitas, yaitu:
a) Review dokumen lembaga Penilaian akuntabilitas lembaga dapat dilihat melalui review dokumen lembaga. Beberapa dokumen yang dapat menunjukkan akuntabilitas dalam lembaga ini diantaranya: Dokumen kebijakan lembaga (Standard Operational Procedure/SOP, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Surat Keputusan pengangkatan pegawai, Rencana Strategis lembaga, Perencanaan program, dan lain-lain) dan juga dokumen laporan pelaksanaan program (Monitoring & Evaluation Report, Progress Report, evaluator eksternal/internal, audit, notulensi petemuan, dan lain-lain).
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
11
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman ini?
Berikut kekuatan dan kelemahan untuk menilai akuntabilitas sebuah lembaga dengan me-review dokumen lembaga KEKUATAN Penilaian lebih akurat/ otentik karena ada bukti dokumennya Penilaian lebih mudah ketika semua dokumen tersedia
KELEMAHAN Tidak semua kebijakan lembaga terdokumentasi dengan baik, banyak konsensus yang terjadi sehingga seringkali akuntabilitas sudah dipraktikkan namun tidak disahkan dalam kebijakan lembaga Tidak semua lembaga memiliki sistem dokumentasi yang baik
b) Wawancara Penilaian akuntabilitas lainnya bisa dilakukan dengan metode wawancara kepada pimpinan dan staf di lembaga. Metode wawancara ini dapat memperkaya informasi yang tidak tertuang dalam dokumentasi lembaga. Materi wawancara meliputi kebijakan lembaga (baik konsensus maupun yang terdokumentasi secara tertulis dan resmi) atas prinsip/indikator akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Prinsip dan indikator sebagai materi wawancara bisa dibaca di Bagian Empat dan Lima. Ber ikut kelemahan dan kekuatan Berikut metode wawancara ini KEKUATAN Dapat memperkaya informasi yang disediakan oleh dokumen lembaga Dapat mengklarifikasi temuan atas review dokumen lembaga Menyajikan data langsung dari pelaku lapangan
12
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
KELEMAHAN Bias subyektif karena perspektif orang tertentu Sulit untuk mengklarifikasi pendapat satu narasumber dengan narasumber lainnya bila terjadi perbedaan penilaian
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini?
c) FGD (Focus Group Discussion) sebagai selfassessment Cara lain penilaian akuntabilitas lembaga adalah dengan FGD. Hal ini merupakan ciri khas dari penilaian pedoman akuntabilitas ini, dimana prosesnya sangat partisipatif dengan melibatkan seluruh staf dan pimpinan lembaga. Dalam FGD inilah, proses sharing informasi, klarifikasi atas review dokumen dan wawancara terjadi, sehingga peningkatan pengetahuan peserta FGD atas pelaksanaan akuntabilitas lembaga dalam pengelolaan program dapat bertambah.
Pilihan Fasilitator FGD Dalam pelaksanaan FGD, ada 2 pilihan yang masingmasing memberikan konsekuensi tersendiri terhadap hasil penilaian. Dua pilihan ini adalah pertama mengunakan fasilitator FGD dari internal lembaga dan pilihan kedua Fasilitator FGD dari pihak luar (eksternal lembaga). Sebagai sebuah Pedoman yang mengukur akuntabilitas lembaga, penilaian ini bisa digunakan oleh lembaga secara internal dengan melakukan selfassessment . Di sisi lain Pedoman ini juga bisa difungsikan untuk melakukan evaluasi eksternal penerapan akuntabilitas lembaga.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
13
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman ini?
Ber ikut pertimbangan penilaian oleh Berikut fasilitator inter nal dan fasilitator ekster nal internal eksternal ASPEK
FASILITATOR INTERNAL EKSTERNAL Pelaku yang menerapkan akuntabilitas dalam lembaga dikhawatirkan menjadi subyektif dan memberi penilaian yang bias
Tidak memiliki keterkaitan dalam penerapan akuntabilitas lembaga yang akan dinilai, sehingga bisa obyektif dalam menfasilitasi proses penilaian
Diskusi dan eksplorasi lebih terbuka karena tidak ada orang luar
Ada kecanggungan untuk terbuka dalam memberikan informasi kondisi lembaga karena fasilitator dari pihak luar
Capaian lain
Ajang peningkatan kapasitas staf dalam menilai internal lembaga
Ajang evaluasi untuk mendapatkan perspektif pihak luar
Keberlanjutan
Dapat berkelanjutan dan pengukurannya sewaktu-waktu (ditentukan sendiri)
Tergantung dari kesediaan pihak luar
SDM
SDM dari internal lembaga dengan memanfaatkan aset internal lembaga
SDM dari luar lembaga
Kedekatan emosi
Keterbukaan informasi
Proses Fasilitasi FGD dalam Penilaian Akuntabilitas FGD penilaian akuntabilitas akan dihadiri oleh seluruh staf dan pimpinan lembaga. Fasilitator akan memandu tahapan dalam FGD yang pada intinya akan membahas hal-hal berikut: a) Komponen alat yang mengukur akuntabilitas lembaga. b) Kondisi lembaga yang akan diukur sesuai dengan masing-masing prinsip dalam Pedoman akun– tabilitas.
14
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini?
c)
d)
Proses penilaian individu (skoring) atas kondisi lembaga dikaitkan dengan prinsip dan indikator dalam pedoman akuntabilitas. Ini memberikan kesempatan kepada masing-masing individu untuk dapat menilai kondisi lembaganya. Mengkompilasi hasil skoring dan mendis– kusikannya. Memberikan justifikasi/alasan/ gambaran kondisi lembaga atas skor/penilaian di masing-masing prinsip/indikator.
Setelah fasilitator memaparkan alat penilaian akuntabilitas lembaga, ada dua pilihan proses fasilitasi penilaian akuntabilitas lembaga yaitu pilihan pertama adalah peserta FGD langsung menilai kondisi lembaga berdasarkan prinsip dan indikator. Sedangkan pilihan kedua adalah mendiskusikan terlebih dahulu kondisi lembaga, kemudian dilakukan penilaian. Beberapa konsekuensi yang timbul atas pilihan ini Konsekuensi
Penilaian langsung Penilaian diawali tanpa mendiskusikan dengan mendiskusikan kondisi lembaga kondisi lembaga
Hasil Penilaian
Perspektif penilaian murni, tanpa dipengaruhi oleh informasi pihak luar
Terjadi pertukaran informasi sehingga penilaian tidak murni dari pengalaman sendiri
Dominasi Informasi
Mencegah terjadinya dominasi oleh orang-orang yang relatif vokal dan berpengaruh besar pada organisasi
Ada dominasi informasi orangorang yang berpengaruh dan vokal
Berbagi Pembelajaran
Tidak terjadi proses saling berbagi pembelajaran atas kondisi lembaga
Terjadi proses saling berbagi pembelajaran
Tingkat Kesepakatan
Gap (kesenjangan tingkat kesepakatan) penilaian bisa besar
Meminimalisir gap (kesenjangan tingkat kesepakatan) penilaian
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
15
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman ini?
Alur Proses Fasilitasi4 Pembukaan
Penjelasan Alat dan Proses Penilaian Langsung Elaborasi Kondisi lembaga pada Prinsip/indikator yang dinilai
Penilaian masing-masing individu (skoring)
Hasil Penilaian masing-masing prinsip/ indikator Hasil rekomendasi & perbaikan
Pengolahan dan presentasi hasil Interpretasi hasil Penilaian
Rekomendasi Untuk Perbaikan
Strategi perbaikan dan Tindak Lanjut
Penghitungan Hasil Penilaian Proses penilaian dilakukan melalui wawancara dan FGD di lembaga yang bersangkutan yang terdiri dari pimpinan dan pelaksana program (staf dan relawan). Untuk wawancara, setiap personil akan menggunakan lembar penilaian masing-masing. Setiap personil menilai kondisi lembaga dengan skor 1-5. Nilai satu merupakan penilaian terendah sementara nilai 5 4 Diadaptasi dari Panduan Peninjauan Kapasitas dan Kinerja OMS (Organizational Capacity and Performance Assessment Tools - OCPAT) yang disusun oleh Yappika
16
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini?
merupakan nilai tertinggi. Penilaian 1-5 dijelaskan dalam kalimat-kalimat pernyataan seperti berikut: 1 =
Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi (tertulis dan resmi) dan belum dipraktikkan.
2 =
Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasi, namun belum dipraktikkan.
3 =
Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi, namun sudah ada beberapa praktik baik yang menjadi konsensus lembaga, sudah ada praktik-praktik, namun belum dibakukan menjadi kebijakan organisasi.
4 =
Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasikan, namun pelaksanaannya masih belum konsisten. Atau Pelaksanaannya sudah berjalan secara konsisten, namun ada beberapa praktik yang belum didokumentasikan dalam kebijakan lembaga.
5 =
Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah didokumentasikan, dipraktikkan, bahkan sudah diadaptasi sesuai dengan perkembangan situasi lembaga.
Proses penilaian dilakukan setelah selesai pembahasan pada masing-masing indikator. Secara umum, pembahasan per indikator dilakukan secara partisipatif dengan urutan sebagai berikut: 1. Dimulai dengan pembahasan per indikator dari setiap prinsip yang terdapat dalam Bagian Lima. Dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
17
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman ini?
2.
3.
4.
a. Seperti apa kondisinya saat ini? b. Ada bukti-bukti terhadap kondisi tersebut? c. Apakah kondisi ini diketahui oleh semua orang secara merata? Ini dimaksudkan sebagai langkah menghasilkan data dasar sehingga dipahami oleh semua orang. Proses assessment individual – memberi kesempatan masing-masing personil bersuara (one person one vote) sebagai salah satu cara untuk uji coba demokrasi (exercising democracy) dan mencegah terjadinya dominasi oleh orangorang yang relatif vokal dan berpengaruh besar pada organisasi. Proses kompilasi dan penilaian sampai terlihat skor total untuk kategori indikator dan sub indikator tertentu dan tingkat kesepakatan atas skor tersebut (misal: skor = 2,5, dengan tingkat kesepakatan dibawah 0.5) Diskusi hasil (skor total), dengan cara mempertanyakan kembali skor yang didapat dan tingkat kesepakatannya.
Proses penilaian akhir adalah dengan menjumlahkan skor dari masing-masing indikator yang telah dinilai kemudian membaginya dengan jumlah indikator seluruhnya.
Nilai Akhir = Jumlah Skor : Jumlah Indikator
18
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini?
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
19
Bagian Dua Bagaimana Menggunakan Pedoman ini?
20
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
BAGIAN TIGA Beberapa Pengertian Pokok Pedoman Hal pokok yang menjadi dasar (pegangan/petunjuk) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu.
Akuntabilitas (Kemanusiaan) Kewajiban dari individu maupun lembaga yang mengelola sumber daya publik untuk mempertanggungjawabkan secara fiskal, manajerial dan kegiatan program pemberian bantuan baik logistik atau material, tenaga dan bentuk lainnya. Kewajiban ini ditujukan sebagai tanggapan terhadap suatu kondisi krisis kemanusiaan dengan tujuan utama untuk menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan, dan menjaga martabat manusia.
Pedoman Akuntabilitas Hal pokok yang menjadi dasar (pegangan/petunjuk) untuk menentukan atau melaksanakan kewajiban-kewajiban dari individu maupun lembaga, yang mengelola sumber daya publik untuk mempertanggungjawabkan secara fiskal, manajerial dan program kegiatan pemberian bantuan kemanusiaan.
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
Prinsip Suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh orang atau kelompok sebagai pedoman untuk berpikir dan bertindak.
Pengelola Bantuan Kemanusiaan Organisasi/lembaga yang melakukan serangkaian upaya untuk mencari, memberikan, menyalurkan, dan mempertang– gungjawabkan sumber daya (dalam bentuk sarana, tenaga, uang dan bentuk lainnya) yang dikumpulkan dari berbagai pihak yang diberikan kepada pihak yang membutuhkan bantuan atau pertolongan yang ditujukan sebagai tanggapan terhadap suatu kondisi krisis kemanusiaan dengan tujuan utama untuk menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan, dan menjaga martabat manusia.
Bantuan Kemanusiaan Sumber daya (dalam bentuk sarana, tenaga, uang dan bentuk lainnya) yang dikumpulkan dari berbagai pihak yang diberikan kepada pihak yang membutuhkan bantuan atau pertolongan yang ditujukan sebagai tanggapan terhadap suatu kondisi krisis kemanusiaan dengan tujuan utama untuk menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan, dan menjaga martabat manusia.
Penanggulangan Bencana Serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.5 5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana
22
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
Tanggap Darurat Bencana Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.6
Mitigasi Bencana Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.7
Rehabilitasi Bencana Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.8
Rekonstruksi Bencana Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan 6
Ibid
7
Ibid
8
Ibid
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
23
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.9
Kerentanan Karakteristik dan kondisi sebuah komunitas, sistem atau aset yang membuatnya cenderung terkena dampak merusak yang diakibatkan ancaman bahaya.10
Pemangku Kepentingan Individu atau sekelompok individu yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak oleh proyek atau program, sebagaimana juga yang memiliki kepentingan dalam sebuah proyek/program tersebut dan/atau kemampuan untuk mempengaruhi dampaknya, baik secara positif maupun negatif. Pemangku kepentingan dapat termasuk individu atau komunitas lokal terdampak dan perwakilan formal dan informalnya, pemerintah lokal maupun nasional, politisi, pemuka agama, organisasi masyarakat sipil dan kelompok-kelompok dengan kepentingan tertentu, komunitas akademis, atau bisnis lainnya.
Pemberi Bantuan Individu atau lembaga yang memberikan bantuan berupa barang, uang atau jasa baik disalurkan secara langsung kepada orang-orang terdampak ataupun melalui perantara pihak lain.
9
Ibid
10
United Nations International Strategy for Disaster Reduction – Terminology on DRR, www.unisdr.org/we/inform/terminology
24
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
Bencana Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.11
Kapasitas Gabungan antara semua kekuatan, ciri yang melekat, dan sumber daya yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat, atau organisasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disepakati
Masyarakat terdampak Masyarakat yang terkena dampak suatu bencana sehingga mengalami kerugian baik jiwa, fisik maupun harta benda.
Penerima Manfaat Individu atau kelompok masyarakat yang mendapatkan manfaat dari bantuan kemanusiaan.
Respon 1.
Kemampuan dalam menanggapi kebutuhan dan persoalan akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan.
11
Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
25
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
2.
Penyediaan akses dan mekanisme klaim bagi masyarakat terkena dampak dan pemangku kepentingan untuk melakukan pengaduan, pertanyaan, kritik, saran atau komplain terkait intervensi program dalam bencana.
Keterlibatan 1.
Keikutsertaan pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan program pengelolaan bantuan kemanusiaan.
2.
Keterlibatan dan pelibatan perempuan, anak, laki-laki dan kelompok rentan dalam setiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaaan, dan pengawasan dalam pengelolaan bantuan.
Pelaporan 1.
Pertanggungjawaban secara tertulis maupun lisan atas apa yang telah diamati, didengar, dilakukan dan dianalisis, serta didukung oleh bukti yang jelas dan terpercaya.
2.
Pemberian informasi dan akses informasi terkait intervensi bencana serta kegiatan rutin yang harus dilaporkan kepada donor, pemerintah dan penerima manfaat.
Mobilisasi Sumber Daya Suatu kegiatan yang meliputi penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya publik untuk tujuan kemanusiaan.
26
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
27
Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok
28
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
BAGIAN EMPAT Prinsip-Prinsip dan Definisinya Di dalam pedoman ini, disepakati dan dirumuskan sejumlah 13 (tiga belas) prinsip dan penjelasannya yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal terkait akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan.
Ke-13 (tiga belas) Prinsip-Prinsip Tersebut Adalah: 1. Independensi bahwa: Organisasi adalah otonom dan bebas dari pengaruh dan kepentingan-kepentingan pemerintah, partai politik, donor/ lembaga penyandang dana, sektor bisnis dan siapapun yang dapat menghilangkan independensi organisasi dalam bertindak bagi kepentingan umum.
2. Komitmen Organisasi bahwa: Organisasi memiliki perangkat kebijakan yang jelas dan tegas terkait kualitas dan akuntabilitas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan.
Bagian Empat Prinsip-Prinsip dan Definisinya
3. Kompetensi bahwa: Organisasi memiliki dan mengembangkan kapasitas yang relevan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan sesuai standar bantuan kemanusiaan.
4. Non Diskriminasi bahwa: Organisasi pengelola bantuan selalu menerapkan asas tidak membedakan orang menurut jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik.
5. Partisipasi, bahwa: Organisasi melibatkan pemangku kepentingan terkait dan penerima manfaat dalam semua tahapan pengelolaan bantuan.
6. Transparansi bahwa: Organisasi menyediakan informasi yang jelas dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan pengelolaan bantuan kemanusiaan.
7. Koordinasi, bahwa: Organisasi berkomunikasi dengan pemangku kepentingan dan organisasi pengelola bantuan kemanusiaan lainnya melalui wadah koordinasi yang ada dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan.
8. Pembelajaran dan Perbaikan bahwa: Setiap pengalaman yang pernah dialami dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan menjadi bahan pembelajaran untuk perbaikan.
30
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Empat Prinsip-Prinsip dan Definisinya
9. Kemitraan bahwa: Kerjasama pengelolaan bantuan kemanusiaan dilakukan dengan asas kesetaraan.
10. Non-proselitis bahwa: Organisasi tidak melakukan upaya penyebarluasan agama, keyakinan, paham, dan ideologi politik melalui distribusi bantuan kemanusiaan.
11. Mekanisme Umpan Balik bahwa: Organisasi memiliki mekanisme untuk menerima saran, kritik dan tanggapan dari pemangku kepentingan untuk peningkatan dan perbaikan pengelolaan bantuan.
12. Kemandirian bahwa: Organisasi mampu melakukan upaya-upaya mobilisasi sumber daya dan distribusi bantuan kemanusiaan yang tidak menimbulkan ketergantungan.
13. Keberpihakan terhadap kelompok rentan bahwa: Organisasi memiliki keberpihakan yang jelas kepada kelompok rentan (ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, lansia, difabel/penyandang cacat, pengidap HIV AIDS, minoritas seks) di setiap tahapan dan dampak pengelolaan bantuan kemanusiaan.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
31
Bagian Empat Prinsip-Prinsip dan Definisinya
32
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
BAGIAN LIMA Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas Pr insip No. 1: Independensi Prinsip Indikator 1. Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap jabatan sebagai pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dengan jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota partai politik, ataupun organisasi lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis. 2. Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas.
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
Dokumen kebijakan independensi organisasi Visi dan misi organisasi Nilai-nilai yang dianut organisasi
Wawancara dan FGD Review dokumen
Catatan Keterangan
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
PKPU: “Maaf Teungku, Tidak Bisa!” Pada saat hendak memberikan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana long– sor di Tangse, Tim Pendahulu yang dikirim PKPU sempat diha– dang oleh sekelompok bersenjata yang meminta PKPU mendistribusikan bantuannya melalui kelompok tersebut. Berkat pendekatan yang baik disertai dengan ketegasan dalam menyampaikan prinsip kerja kemanusiaan, bantuan yang disalurkan PKPU tidak berhasil dikuasai kelompok tersebut dan berhasil disalurkan bantuan penerima manfaat secara langsung. “Maaf Teungku, kami dari PKPU. Kebijakan kami, harus diserahkan langsung dalam penyaluran bantuan ini,” ujar Wayir Nuri, Kabid Pendayagunaan PKPU Aceh.
Karina: Pakta IntegritasKarina Memiliki Pakta Integritas yang menjadi acuan dan mengikat segala aktivitas organisasi. Salah satu butir dalam Pakta Integritas mengatur tentang dengan siapa Karina bisa/tidak bisa bekerjasama, serta posisi Karina.
34
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Saat respons di Wasior, Karina tegas mengatur donatur dari perusahaan agar tidak memanfaatkan warga terdampak demi kepentingan perusahaan. Ketika ada tanda-tanda salah satu donatur menyimpang, Karina tegas menegur dan tidak memberikan ruang bagi donatur tersebut.***
Pr insip No. 2: Komitmen Organisasi Prinsip Indikator 1. Adanya dokumen tertulis dan resmi mengenai visi dan misi organisasi. 2. Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan, serta program strategis dari kegiatan atau proyek. 3. Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam pelaksanaan kegiatan. 4. Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf dan penerima manfaat.
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
AD/ART organisasi Rencana strategis organisasi dan/atau program SOP Profil organisasi Website
Catatan Keterangan
Wawancara Review dokumen
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
35
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
PKPU: Manual Penjaga Komitmen PKPU berupaya mengembangkan budaya orga–nisasi yang jujur, tanggung jawab, kerja sama, cepat dan peduli yang diterjemahkan ke dalam prosedur teknis sebagaimana telah diatur dalam Buku Manual Implementasi 7 Program Unggulan PKPU (dicetak 2010). Dalam implementasi tahap emergency response adalah membagi tahapan pemberian bantuan ke dalam fase 3 jam pertama, 3 hari pertama, dan aksi 9 hari dengan melibatkan berbagai pihak. Protap tersebut menunjukan semangat budaya cepat dalam memberikan bantuan, budaya bertanggung jawab, budaya kerjasama, budaya jujur yaitu menyampaikan bantuan sesuai dengan amanah yang diberikan dan rangkaian kegiatan tersebut merupakan wujud budaya peduli.***
36
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
CRS: Bukan Cuma Komitmen Direktur Sebagai lembaga kemanusiaan, Catholic Relief Services (CRS) memiliki tiga komitmen, yakni (1) Memelihara dan menjunjung tinggi keluhuran dan martabat setiap orang; (2) Mendukung dan melaksanakan praktik praktik perdamaian dan rekonsiliasi; (3) Mensyukuri dan melindungi integritas semua ciptaan. CRS juga memiliki delapan Guiding Principles yang harus diketahui dan diinternalisasi oleh semua staf. Prinsip-prinsip tersebut adalah; (1) martabat dan persaman hak semua orang; (2) hak dan kewajiban; (3) menghargai sifat sosial kemanusiaan; (4) kebaikan bersama; (5) Memberikan keputusan di tangan yang berkepentingan; (6) solidaritas atau belarasa; (7)berpihak pada yang miskin; (8) Menggunakan sumber daya secara bertanggung jawab. Ada satu masa dalam sejarah CRS di Indonesia di mana seorang direktur setiap hari secara acak menguji pengetahuan stafnya tentang prinsip-prinsip tersebut. Tujuannya, supaya prinsip-prinsip tersebut benar-benar dicamkan oleh seluruh staf dan bukan cuma jadi pengetahuan direktur semata.***
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
37
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 3: Kompetensi Prinsip Indikator 1. Tersedianya tenaga kerja yang cukup. 2. Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan program. 3. Adanya standar manajemen, kemampuan mengelola bantuan, personal dan distribusinya (sumber daya manusia, sistem, dan daya dukung operasional; logistik, administrasi, dan keuangan). 4. Memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi para staf dan relawan di lapangan.
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
Bagan struktur organisasi (jumlah dan komposisi) Laporan tahunan dan/atau Laporan program Dokumen uji kelayakan staf dan relawan (pada rekrutmen) Dokumen deskripsi kerja (job description)
Catatan Keterangan
Wawancara dan FGD Review dokumen
YEU: Peer Review untuk Mengasah Kompetensi Memastikan kompetensi dan etika dasar staf merupakan tantangan bagi YEU selaku lembaga kemanusiaan yang akuntabel. Tantangan ini berlaku untuk seluruh staf, baik yang bekerja di level manajemen maupun staf operasional. Upaya membangun budaya organisasi YEU menunjukkan hasil ketika dilaksanakan survey oleh anggota Steering Committee for Humanitarian Response
38
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
(SCHR) dalam Peer Review on Accountability to Affected Population (PRAAP) tahun 2009. Salah-satu butir temuan dalam survey tersebut menerangkan bahwa “YEU dalam berbagai hal dapat dilihat sebagai model NGO yang berhasil menunjukkan praktik baik dalam mempromosikan akuntabilitas terhadap populasi terdampak. Yang mana, budaya organisasi memegang peranan penting sebagaimana kebijakan-kebijakan dan pedoman-pedomannya. Kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur internal YEU sama pentingnya dengan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur ACT”. Laporan tersebut tertera dalam Peer Review on Accountability to Affected Population Report, 2009, yang dipublikasi ACT Alliance.***
Pr insip No. 4: Non-Diskr iminasi Prinsip Non-Diskriminasi Indikator 1. Informasi yang jelas tentang prosedur pemilihan target penerima manfaat. 2. Informasi yang jelas tentang prosedur rekrutmen staf dan relawan. 3. Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat dalam pelibatan kegiatan/ proyek.
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
Dokumen prosedur dan kriteria calon penerima manfaat Dokumen prosedur dan kriteria rekrutmen staf dan relawan
Wawancara dan FGD Review dokumen
Catatan Keterangan Indikator no.3 mengacu pada Prinsip No. 9 Indikator No. 2: Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
39
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
4. Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan semua kelompok dan golongan.
Notulensi dan Daftar hadir
YEU: Memegang Prinsip Kemanusiaan Yakkum Emergency Unit (YEU) adalah lembaga kemanusiaan yang berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Salah-satu upaya mengintegrasikan prinsip kemanusiaan dilakukan di dalam penyusunan Kode Etik YEU, khususnya Pasal 2 yang berbunyi “Bekerja dengan Masyarakat Korban/ Penyintas, Etika dan Sikap Dasar ayat G, Tidak membeda-bedakan orang yang ditolong”. Selain terus-menerus diinteralisasi di kalangan staf, pemahaman atas prinsip di atas juga diberikan kepada masyarakat terdampak sehingga dapat menjadi pemahaman bersama. Upaya ini tercermin dalam komentar salah-seorang responden dalam Penelitian Akuntabilitas Kegiatan Kemanusiaan YEU di Padang Pariaman, Sumatera Barat, Ustadz Nazarudin yang menyatakan: “sebenarnya, dalam bidang bantuan, itu kan ndak pandang (perbedaaan) agama. Kalau ada yang ngasih, (kami) terima. Begitu pun sebaliknya, kalau ada orang yang kesulitan, meskipun (agamanya) Kristen, kita akan bantu juga. Itu sesuai dengan ajaran Nabi (Muhammad SAW), junjungan kita”. Sumber: Hairus Salim dan Firdaus. 2011. Akuntabilitas Kegiatan Kemanusiaan YEU di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Yakkum Emergency Unit (YEU).
40
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 5: Partisipasi Prinsip Indikator
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
1. Adanya keterlibatan laki- laki, perempuan, dan anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan). 2. Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pemenuhan kebutuhan. 3. Aktif dalam berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain.
Laporan kegiatan, yang memuat: * Proses dan mekanisme yang digunakan dalam menentukan identifikasi kebutuhan. * Pola koordinasi dan struktur pengorganisa sian pengelola program. Notulensi dan Daftar hadir
Catatan Keterangan
Wawancara dan FGD Review dokumen
YEU: Partisipasi Penyintas dalam Bencana Yakkum Emergency Unit (YEU), erupsi Gunung Merapi 2010 dijadikan momentum untuk menguji kembali sistem internal dalam pengembangan sistem pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Salah-satu ciri khas program intervensi YEU adalah membangun sistem dan memperkuat kapasitas masyarakat terdampak menghadapi ancaman bencana.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
41
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
“Kita tidak boleh menganggap kecil partisipasi penyintas dan perlu dicatat, apa yang dilakukan YEU hanyalah mengembangkan berbagai potensi penyintas yang sudah terlebih dulu berkembang, khususnya dalam hal penanggulangan bencana,” jelas Arshinta, Direktur YEU. Arshinta mencontohkan, selama Erupsi Merapi 2010, para pemuda, ibu rumah tangga, dan berbagai kalangan penyintas yang mengungsi di pos pengungsian Salam, warga Dusun Ganden, Kecamatan Srumbung, aktif terlibat dalam pengambilan keputusan manajemen barak pengungsian. Demikian pula dengan penyintas dari Dusun Boyong, Harjobinangun, Sleman yang sejak Oktober hingga Desember 2010 telah bersama-sama YEU. Aparat dusun yang dibantu oleh ibu-ibu rumah tangga dan pemuda setempat saling bahu-membahu mengelola berbagai urusan terkait dengan pengungsian. Bagaimanapun, organisasi-organisasi seperti YEU, sudah pasti memiliki banyak keterbatasan. Karenanya, alihpengetahuan tentang penanggulangan bencana dari kita ke masyarakat harus sesegera dilakukan. Momentum seperti erupsi Merapi yang lalu adalah saat yang baik untuk mensistematisasikan pengetahuan-pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan sehingga tersusun suatu sistem penanggulangan bencana berbasis masyarakat yang lebih lestari. “Semua itu hanya bisa dicapai jika paham betul bahwa penyintas memiliki potensi untuk berdaya yang bisa dikembangkan secara partisipatif,” tandas Arshinta.***
42
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 6: T ransparansi Prinsip Transparansi Indikator 1. Adanya informasi yang mudah dipahami dan mudah diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program). Contoh: bahwa pembangunan hunian sementara juga akan mempertimbangkan lingkungan sekitar. 2. Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan (termasuk jumlah donasi dan nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum, dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain. 3. Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain.
Alat Ukur
Laporan tahunan Website dan/atau media publikasi organisasi SOP / Pedoman dalam penyebaran informasi atau pelaporan program.
Cara Veritifikasi
Catatan Keterangan
Wawancara
Indikator No. 3 mengacu pada Prinsip No. 8 Indikator No. 2: Mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan melalui briefing, review berkala
dan FGD
Review dokumen
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
43
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
WVI: “Sekarang Saya tahu Bagaimana Cara Sampaikan Masukan”‘ “Sekarang saya tahu bagaimana cara menyampaikan masukan dan keluhan’’, ujar Imran, 47 tahun. Komentar tersebut disampaikan dalam sebuah diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD). Imron merupakan salah seorang penyintas yang melihat adanya manfaat atas tersedianya papan informasi publik yang dibangun WVI. Selama ini, WVI memang menggunakan media Papan Informasi yang diletakkan di tempat-tempat umum yang ramai dikunjungi masyarakat untuk mendistribusikan informasi-informasi mengenai kegiatan-kegiatan WVI di suatu wilayah. Seperti halnya saat melaksanakan kegiatan kemanusiaan merespon gempa bumi Sumatera Barat 2009, WVI membangun sejumlah papan informasi di tempattempat seperti kantor-kantor Wali Nagari, Puskesmas, dan UPTD di lokasi kegiatan kemanusiaan WVI. Papan tersebut dilengkapi dengan informasi layanan telepon (hotline) dan kotak saran sehingga memudahkan masyarakat terdampak memberikan masukan, kritik, maupun saran terhadap kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan WVI. Selain digunakan WVI, Papan Informasi Publik tersebut juga bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyampaikan berbagai informasi tentang program maupun kegiatan-kegiatan pemerintahan. Papan informasi tersebut dipilih karena bentuknya sederhana dan mudah diakses oleh masyarakat terdampak.***
44
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 7: Koor dinasi Prinsip Koordinasi Indikator 1. Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan departemen terkait). 2. Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan sharing informasi kepada pemangku kepentingan terkait lainnya. 3. Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon.
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
SOP Nilai-nilai yang dianut organisasi Laporan Program dan/atau Situation Report
Catatan Keterangan
Wawancara dan FGD Notulensi dan Daftar hadir Review Dokumen
HFI: “Progress through Partnership” Humanitarian Forum Indonesia (HFI) mempunyai delapan lembaga anggota, dimana tujuh di antaranya adalah lembagalembaga yang biasa melakukan respon pada saat terjadi bencana. Salah-satu fungsi utama sekretariat HFI adalah membangun dan mengembangkan mekanisme koordinasi di antara lembaga-lembaga anggota dan antara lembagalembaga anggota dengan pemerintah untuk mengefektifkan kegiatan kemanusiaan yang tengah diselenggarakan. Salah-satu output dari kegiatan koordinasi yang diselenggarakan Sekretariat HFI adalah keluarnya Laporan Situasi (Situation Report) yang berisi kegiatan-kegiatan aksi kemanusiaan yang diselenggarakan anggota-anggota HFI. Selaku perwakilan organisasi masyarakat sipil dalam
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
45
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Humanitarian Country Team, Laporan Situasi yang dirilis HFI tidak hanya ditujukan sebagai media sharing informasi antar anggota, melainkan juga menjadi salah-satu masukan ke bagi UN-OCHA dan badan-badan PBB yang bekerja di Indonesia. Koordinasi yang difasilitasi HFI juga diarahkan kepada instansi-instansi pemerintah, baik lokal maupun pusat. Misalnya pada saat merespon erupsi Gunung Lokon, Sulawesi Utara, Sekretariat HFI menginisiasi penyusunan mekanisme koordinasi antara anggota-anggota HFI dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Utara. Upaya ini dilakukan untuk menyelaraskan kegiatan respon yang dilakukan anggota-anggota HFI dengan kebutuhan-kebutuhan lokal melalui instansi pemerintah daerah terkait. Upaya ini tentu saja bermanfaat, tidak hanya untuk anggota melainkan juga pemerintah.*** Pr insip No. 8: Pembelanjaran dan Perbaikan Prinsip Indikator 1. Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan). 2. Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan melalui briefing dan review berkala.
46
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
Laporan kegiatan lapangan Dokumen mekanisme monev (monitoring dan evaluasi) + RTL (Rencana Tindak Lanjut)
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Wawancara dan FGD Review Dokumen
Catatan Keterangan
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
3. Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan.
Dokumen hasil riset (praktik baik dan lesson learned)
Karina: Mentradisikan “Learning Review” Sejak gempa Padang, Karina mengadakan Learning Review yaitu refleksi dari aksi tanggap darurat. Learning Review melibatkan tim lapangan, tim manajemen, lembaga mitra. Hasilnya untuk perbaikan aksi ke depan. Contoh: setelah Learning Review Padang, ada perbaikan SOP Tanggap Darurat dan pengesahan Panduan Relawan. Review ini menjadi suatu praktik yang harus dilakukan, termasuk untuk Wasior dan Merapi.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
47
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 9: Kemitraan Prinsip Indikator 1. Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan mitra pelaksana dengan memperhatikan asas kesetaraan 2. Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan. 3. Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima manfaat dalam pelaksanaan program.
Alat Ukur
MOU atau dokumen kerjasama Acuan kemitraan setara
Cara Veritifikasi
Catatan Keterangan
Wawancara dan FGD Notulensi dan Daftar hadir Review dokumen
Contoh acuan kemitraan setara dapat dilihat dalam Lampiran 3
PKPU dan Muhammadiyah: Bermitra untuk Saling Mengisi Seusai memberikan bantuan dan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat terdampak tsunami Mentawai 2010, tim PKPU bertemu dengan sebuah organisasi dari Australia, Shelter Box. Dalam pertemuan tersebut, dicapai kesepakatan kerjasama antara PKPU dengan Shelter Box Australia dalam pemberian bantuan.
48
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Dengan berpegang pada hasil asesmen kebutuhan yang di selenggarakan PKPU, Shelter Box Australia dan PKPU sepakat untuk saling berbagi peran. “PKPU menyediakan tenda doom sedangkan Shelter Box menyiapkan tempat tinggal sementara bagi pengungsi, peralatan pertukangan, perlengkapan sekolah darurat, alat memasak, sleeping bag, dan matras,” jelas Suharjoni, Emergency Response Team PKPU. Pengalaman serupa juga dialami LPB Muhammadiyah. Pada saat menangani gempa bumi Yogyakarta 2006, LPB Muhammadiyah bermitra dengan Direct Relief International (DRI) untuk program pelayanan korban gempa di pengungsian. DRI berperan dalam pengadaan obat-obatan dan satu unit mobil ambulan. Sementara LPB Muhammadiyah menyediakan tenaga dokter dan paramedis serta obat-obatan dan 30 unit ambulan yang diambil dari rumah sakit-rumah sakit Muhammadiyah. Saat menangani dampak gempa bumi Sumatera Barat 2009, LPB Muhammadiyah bermitra dengan AusAID untuk beberapa program rehabilitasi, pelayanan medis, pendampingan anak, sanitasi. Program tersebut diselenggarakan dengan bantuan dana bersama AusAID, LAZIS MUhammadiyah dan Dana yang dikumpulkan oleh beberapa Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dari masyarakat. Kemitraan yang dimaksud bahwa untuk sebuah program, bantuan dana tidak satu sumber dari donor eksternal, tapi ada juga counterpart bantuan dana mandiri dari Muhammadiyah. Strategi kemitaraan yang dilakukan PKPU dan Muhammadiyah diarahkan untuk mengoptimalkan keunggulan dan keterbatasan masing-masing pihak. Dengan demikian, respon yang dilakukan, tidak hanya efektif, melainkan juga efisien.*** Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
49
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 10: Non-Pr oselitis Prinsip Non-Proselitis Indikator 1. Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program. 2. Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan.
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
Formulir kesediaan dan komitmen sebagai relawan dan staf yang menjunjung tinggi HAM
Wawancara dan FGD Notulensi dan Daftar hadir
Catatan Keterangan Contoh form volunteer dari Karina (dapat dilihat dalam lampiran 2)
HFI: Kesepakatan pekerjaan antariman dalam emergency
Ketika terjadi gempa di Padang pada bulan Desember 2009, lembaga-lembaga anggota HFI melakukan emergency response . Saat itu, masyarakat Sumatera Barat yang terkenal sebagai masyarakat yang religious dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam menyampaikan penolakan
50
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
kepada lembaga non-Islam yang akan memberikan bantuan. Hal ini dipicu isyu ‘kristenisasi’ yang menyebar cukup kuat di masyarakat. Yang kemudian dilakukan oleh keluarga HFI adalah melakukan pertemuan di Jakarta yang kemudian dilanjutkan dengan dua kali pertemuan dengan MUI Provinsi Sumatera Barat untuk mendapatkan saling kesepahaman atas isu dan penyelesaian ini. Tak hanya itu, dilakukan pertemuan antar iman di Sumatera Barat yang dihadiri berbagai lembaga kemanusiaan untuk saling terbuka, memahami situasi serta saling membantu dalam tugas-tugas kemanusiaan tanpa membedakan suku maupun agama. Sebagai output dari kesepakatan itu adalah HFI dengan berbagai lembaga yang ada di Sumatera Barat membuat MoU yang berisi kesepakatan pekerjaan antar iman dalam emergency. Kegiatan ini juga ditindaklanjuti dengan workshop tentang Sinergi Lembaga Agama dan Lembaga Adat dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
51
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pr insip No. 11: Mekanisme Umpan Balik Prinsip Indikator 1. Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi penerima manfaat 2. Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan) 3. Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan dan tanggapan
Alat Ukur
Dokumen prosedur (umpan balik dan Rencana Tindak Lanjut/ RTL) Laporan lapangan Filing penanganan penyelesaian umpan balik
Cara Veritifikasi
Catatan Keterangan
Wawancara dan FGD Wawancara dan FGD Review dokumen
Wawancara kepada staf lapangan dan penerima manfaat terkait kememadaian prosedur
CRS: Testimoni Penerima Manfaat Ibu Desmaiti, 44 tahun, desa Pauh Kambar Hilir, Padang Pariaman: “Saya dan orang-orang dalam komunitas saya di sini, menyadari adanya pelayanan pengaduan 24-jam, nomor teleponnya jelas dan dapat terbaca dari jalanan di desa-desa kami. Jika mereka tidak menghubungi CRS hal itu berarti mereka tidak memiliki masalah. Banyak orang dalam masyarakat datang untuk berbicara dengan saya atau orang lain pada komite desa setiap kali mereka memiliki masalah atau isu-isu atau pertanyaan tentang proyek. Kebanyakan dari pertanyaan mereka adalah tentang tanggal distribusi pencairan tunai. Karena CRS sering mengunjungi kita, kami juga bisa menghubungi
52
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
mereka. Saya terlibat dalam pemilihan penerima manfaat dan juga dalam pemantauan teknis “ (Dari program respon bencana gempa bumi di Sumatera Barat 2009- distribusi tunai untuk hunian sementara kepada 11,000 Korban bencana).***
Pr insip No. 12: Kemandir ian Prinsip Kemandirian Indikator 1. Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas dan berkelanjutan. 2. Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan non-materi) lokal dalam pelaksanaan program. 3. Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam penentuan program.
Alat Ukur
Profil organisasi Laporan tahunan dan/atau laporan program berkala lainnya Notulensi dan Daftar hadir
Cara Veritifikasi
Catatan Keterangan
Wawancara dan FGD Wawancara dan FGD
Yang harus dipastikan adalah bahwa bantuan tidak akan mempertinggi kerentanan
PKPU: Menggerakkan potensi penyintas gempa Tasikmalaya Pada saat tim PKPU menangani bantuan korban gempa di Desa Cigorowong, Suka Mukti, Kec. Cisayong, Tasikmalaya tahun 2009. Warga Cigorowong secara mandiri membuat pos menerima bantuan namun belum teratur. Bersama PKPU disepakati membuat dapur umum, namun PKPU mensyaratkan harus dikelola secara swadaya dan akan membekali cara pengelolaannya. Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
53
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
PKPU menyampaikan jumlah dana yg disiapkan setiap harinya hingga 2 pekan. Ternyata dapur umum mampu bertahan 1 bulan setelah mereka mengorganisir diri, melakukan pengaturan menu makanan setiap harinya, menjadwal ibu-ibu yang memasak secara bergantian dan menggerakkan potensi yang masih dimiliki diantara mereka. “Pada awalnya kami sangsi bisa mengelola bantuan ini, tetapi setelah mendapatkan pembekalan dari Tim PKPU, akhirnya saya dan warga di sini bisa bersama- sama mengelola dapur umum, mengelola bantuan yang datang, mendistribusikan secara merata dan tertib kepada warga disekitar kami. Ibu- ibu bergiliran memasak dengan jadwal menu yg telah disepakati, sedangkan bapak- bapaknya membagikan ke seluruh warga. “Alhamdulillah, posko kami bisa bertahan lebih lama karena adanya partisipasi diantara kami.”, ungkap Pak Budi, koordinator posko bantuan di Desa Cigorowong, Suka Mukti ini. Pr insip No. 13: Keberpihakan Kepada Kelompok Rentan Prinsip Indikator 1. Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan. (yang termasuk dalam kelompok rentan dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok) 2. Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi adalah sebagian besar
54
Cara Veritifikasi
Alat Ukur
Dokumen kebijakan Laporan tahunan atau berkala lainnya Dokumen penerima manfaat program atau organisasi
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Wawancara dan FGD Wawancara dan FGD
Catatan Keterangan Di dalam dokumen penerima manfaat di dalamnya terdapat keterangan apakah termasuk kelompok rentan
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Indikator
Alat Ukur
Cara Veritifikasi
Catatan Keterangan
merupakan kelompok rentan. 3. Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaa
WVI: Mengedepankan kepentingan anak Sebagai organisasi yang memusatkan perhatian pada anak, Wahana Visi Indonesia (WVI) mengedepankan kepentingan anak sebagai kelompok rentan, ketersediaan pre-positioning items, seperti children kits , dan sebagainya, dan juga memastikan pemenuhan kebutuhan anak pada saat darurat. Program tanggap bencana di Sumatera Barat didasarkan pada hasil kajian cepat dan juga hasil kajian mendalam yang dilakukan 2 bulan setelah masa tanggap bencana. Hasil kajian tersebut kemudian menjadi salah satu panduan untuk pemilihan jenis intervensi maupun kelompok penerima manfaat. Sebagai organisasi yang fokus kepada anak, WVI memberikan fokus total kepada anak-anak yang merupakan salah satu kelompok paling rentan dalam suatu keadaan darurat. Namun demikian, WVI tidak hanya memberikan bantuan kepada anak-anak saja secara langsung melainkan juga dengan membantu sekolah serta orang tua mereka sehingga akhirnya anak-anak dapat bertumbuh kembali secara normal dalam lingkungan hidup maupun sekolahnya.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
55
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Anak-anak yang menjadi sasaran penerima manfaat adalah anak-anak yang hidup di daerah yang terkena dampak paling parah setelah terjadinya gempa tahun 2009. Walaupun WVI tidak secara khusus bekerja untuk anakanak dengan kebutuhan khusus (anak-anak cacat, penderita HIV/AIDS, ataupun anak jalanan), WVI tetap bekerja untuk memberdayakan lembaga yang ada yaitu KPA Sumatera Barat dan Forum Anak sehingga dalam jangka panjang mereka dapat menjadi ujung tombak upaya perlindungan anak di Sumatera Barat. Contoh lain adalah ketika WVI melakukan pembangunan kembali gedung sekolah permanen, WVI memastikan anakanak penyandang cacat dapat menggunakan fasilitas yang ada (penyediaan toilet duduk atau landasan yang landai untuk pengguna kursi roda).***
56
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
57
Bagian Lima Indikator dan Pengalaman Lapangan Penerapan Akuntabilitas
58
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
BAGIAN ENAM Lembar Penilaian Penerapan Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan
Berikut adalah lembar penilaian terhadap lembaga yang menerapkan pedoman akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan. Lembar ini berfungsi untuk memberikan penilaian kepada performa akuntabilitas dari lembaga-lembaga pengelola bantuan kemanusiaan, baik dilakukan secara mandiri (selfregulatory) atau penilaian silang oleh lembaga lain (external regulatory). Penilaian dilakukan dengan menggunakan scoring system yang mengacu pada besaran nilai sebagai berikut: 1.
=
Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi (tertulis dan resmi) dan belum dipraktikkan.
2.
=
Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasi, namun belum dipraktikkan.
Bagian Enam Lembar Penilaian
60
3.
=
Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi, namun sudah ada beberapa praktik menjadi konsensus lembaga, atau sudah ada praktik-praktik, namun belum dibakukan menjadi kebijakan organisasi.
4.
=
Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasikan, namun pelaksanaannya masih atau Pelaksanaannya sudah berjalan secara konsisten, namun ada beberapa praktik yang belum didokumentasikan dalam kebijakan lembaga.
5.
=
Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah didokumentasikan, dipraktikkan, bahkan sudah diadaptasi sesuai dengan perkembangan situasi lembaga.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
II
I
NO
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan, serta program strategis dari kegiatan atau proyek
Adanya dokumen tertulis dan resmi visi dan misi organisasi
Komitmen Organisasi
Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas
Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap jabatan sebagai pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dengan jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota partai politik, ataupun organisasi lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis
Independensi
ASPEK PENILAIAN
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Nama Institusi: ________________Fasilitator: ______________________Tanggal: _____________________
LEMBAR PENILAIAN PENERAPAN PEDOMAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN BANTUAN KEMANUSIAAN
Lembar Penilaian
Bagian Enam
61
62
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
IV
III
NO
Informasi yang jelas tentang prosedur pemilihan target penerima manfaat
Non Diskriminasi
Memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi para staf dan relawan di lapangan
Adanya standar manajemen, kemampuan mengelola bantuan, personal dan distribusinya (sumber daya manusia, sistem, dan daya dukung operasional; logistik, administrisasi, dan keuangan)
Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan program
Tersedianya tenaga kerja yang cukup
Kompetensi
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf dan penerima manfaat
Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam pelaksanaan kegiatan
ASPEK PENILAIAN
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Bagian Enam Lembar Penilaian
VI
V
NO
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Adanya informasi yang mudah dipahami dan
Transparansi
Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain
Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan keputusan dalam pemenuhan kebutuhan.
Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan, dan anak-anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan)
Partisipasi
Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan semua kelompok dan golongan
Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat dalam pelibatan kegiatan/ proyek
Informasi yang jelas tentang prosedur kemitraan rekrutmen staf dan relawan
ASPEK PENILAIAN
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Lembar Penilaian
Bagian Enam
63
64
VII
NO
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan sharing/berbagi informasi kepada pemangku kepentingan terkait lainnya
Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan departemen terkait)
Koordinasi
Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam perkem–bangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain
Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan (termasuk jumlah donasi dan nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain
mudah diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program) Contoh: pembangunan rumah sementara juga mempertimbangkan lingkungan sekitar.
ASPEK PENILAIAN
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Bagian Enam Lembar Penilaian
Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon
ASPEK PENILAIAN
IX
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima manfaat dalam pelaksanaan program
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan
Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan mitra pelaksana dengan memperhatikan asas kesetaraan
Kemitraan
Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan
Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan melalui briefing dan review berkala
Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan)
VIII Pembelajaran dan perbaikan
NO
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Lembar Penilaian
Bagian Enam
65
66
XI
X
NO
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan dan tanggapan
Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi penerima manfaat
Mekanisme umpan balik
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan
Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program
Non-proselitis
ASPEK PENILAIAN
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Bagian Enam Lembar Penilaian
XIII
XII
NO
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaat
Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi adalah sebagian besar merupakan kelompok rentan
Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan (yang termasuk dalam kelompok rentan dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok)
Keberpihakan kelompok rentan
Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam penentuan program
Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan non-materi) lokal dalam pelaksanaan program
Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas dan berkelanjutan
Kemandirian
ASPEK PENILAIAN
HASIL PENILAIAN ATAU SKORING
CATATAN FASILITATOR
Lembar Penilaian
Bagian Enam
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
67
Bagian Enam Lembar Penilaian
68
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
LAMPIRAN 1 Code of Conduct IFRC KODE PERILAKU GERAKAN PALANG MERAH Dan BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL Dan ORGANISASI NON-PEMERINTAH Dalam BANTUAN BENCANA12 Kebutuhan akan aksi kemanusiaan yang berkualitas semakin berkembang, kompleks, menantang dan berbahaya. Kesalahan dalam melakukan aksi kemanusiaan berakibat fatal. Dalam kerangka inilah, sebuah kode etik atau kode perilaku diperlukan bagi para pekerja kemanusiaan. Kode Perilaku untuk Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional merupakan alat yang mengatur standar perilaku lembaga-lembaga kemanusiaan; terutama untuk mereka yang bekerja dalam penanganan bencana. Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan International Committee of the Red Cross/ICRC 12
penerjemahan Code of Conduct mengikuti terjemahan buku Sphere edisi tahun 2004
Lampiran
menyusunnya bersama-sama pada tahun 1994, dengan didukung oleh delapan organisasi kemanusiaan internasional. Kode Perilaku bertujuan mempertahankan standar kemandirian, kefektifan dan dampak bantuan kemanusiaan. Isinya, nilai-nilai umum kemanusiaan dan pelajaran praktis yang didapatkan dari praktik kerja kemanusiaan selama bertahuntahun; bukan rincian operasional. Dalam lampiran Kode Perilaku, tertera pula tiga rekomendasi untuk pemerintah negara yang terkena dampak bencana, pemerintah donor, dan lembagalembaga antar-negara. Ketiga rekomendasi tersebut merupakan panduan yang tidak mengikat secara hukum dan merupakan tawaran bentuk hubungan kerjasama yang ideal. Karena bersifat sukarela, pelaksanaan Kode Perilaku berdasarkan atas kesadaran dari organisasi-organisasi yang telah setuju dan menandatanganinya. Hingga kini, lebih dari 400 organisasi kemanusiaan di dunia telah menandatangani Kode Perilaku dan berkomitmen menjalankannya.
Prinsip-prinsip Perilaku untuk Palang Merah Internasional dan Gerakan Bulan Sabit Merah dan ORNOP dalam Program Respons Bencana (*)
70
1.
Panggilan Kemanusiaan diutamakan terlebih dahulu.
2.
Bantuan diberikan tanpa memandang ras, kepercayaan atau kebangsaan dari penerima dan tanpa membedabedakan atas dasar apapun yang akan merugikan. Prioritas bantuan ditentukan semata-mata berdasarkan pada kebutuhan.
3.
Bantuan tidak akan digunakan untuk mewakili kepentingan politik atau keagamaan tertentu. Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
4.
Kami akan berusaha untuk tidak bertindak sebagai piranti politik luar negeri pemerintah kami.
5.
Kami harus menghargai budaya dan adat istiadat.
6.
Kami harus berusaha membangun respons bencana berdasarkan kapasitas lokal.
7.
Harus ditemukan cara-cara untuk melibatkan penerima manfaat program dalam pengelolaan bantuan darurat.
8.
Bantuan darurat harus berusaha keras untuk mengurangi kerentanan di masa datang sambil memenuhi kebutuhan dasar.
9.
Kami menganggap diri kami akuntabel, baik kepada mereka yang kami upayakan untuk dibantu, maupun mereka yang memberikan sumberdaya kepada kami.
10. Dalam kegiatan informasi, publikasi dan kampanye kami harus memperlakukan korban bencana sebagai manusia yang bermartabat, bukan sebagai objek yang tidak berdaya.
Lampiran I: Rekomendasi untuk Pemerintah Negara yang Terkena Dampak Bencana (*) 1.
Pemerintah harus mengakui dan menghormati tindakan-tindakan kemandirian, kemanusiaan dan ketidakberpihakan NGHA (Non-Governmental Humanitarian Agencies/ Lembaga Kemanusiaan NonPemerintah).
2.
Pemerintah negara tempatan harus memfasilitasi NGHA untuk mempunyai akses yang cepat kepada korban bencana. Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
71
Lampiran
3.
Pemerintah harus memudahkan kelancaran keluar masuknya barang bantuan dan informasi selama bencana.
4.
Pemerintah harus berusaha untuk memberikan informasi mengenai bencana dan bantuan perencanaan yang terkoordinasi.
5.
Bantuan darurat bencana dalam konflik bersenjata.
Lampiran II: Rekomendasi untuk Pemerintah Donor (*) 1.
Pemerintah donor harus mengakui dan menghormati tindakan-tindakan kemandirian, kemanusiaan dan ketidakberpihakan NGHA ( Non-Governmental Humanitarian Agencies/ Lembaga Kemanusiaan NonPemerintah).
2.
Pemerintah donor harus memberikan dana dengan jaminan untuk kemandirian operasional.
3.
Pemerintah donor harus mempergunakan pengaruh baik mereka untuk membantu NGHA memperolah akses terhadap korban bencana.
Lampiran III: Rekomendasi untuk Lembaga-Lembaga Antar-Negara (*)
72
1.
IGO ( Inter-Governmental Organizations /LembagaLembaga Antar-Negara) harus menerima NGHA, baik NGHA tempata dan asing, sebagai mitra-mitra yang berharga.
2.
IGO harus membantu pemerintah negara tempatan dalam menyusun kerangka kerja koordinasi menyeluruh untuk bantuan darurat bencana tingkat setempat dan internasional. Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
3.
IGO harus memberikan perlindungan kemanan yang disediakan untuk lembaga-lembaga PBB kepada NGHA.
4.
IGO harus memberikan NGHA akses yang sama atas informasi yang relevan seperti yang diberikan kepada lembaga-lembaga PBB.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
73
Lampiran
LAMPIRAN 2 Form Volunteer Dari Karina B.4. Contoh Form Kesepakatan Kerjasama Dengan Relawan Form ini dibuat oleh Lembaga Jaringan Karina. Relawan menandatangani kesepakatan ini sebelum memulai melakukan tugas-tugasnya di dalam Jaringan Karina. Kesepakatan ini merupakan ikatan moral, bukan ikatan hukum (sehinggat tidak perlu bermeterai).
Kesepakatan Jaringan Karina dan Relawan Saya, .......................... (nama lengkap relawan), secara sukarela mengajukan diri untuk bertugas sebagai ...................... (posisi relawan – misalnya anggota tim SAR) untuk periode waktu ........... (lamanya bertugas).
Sebagai relawan, saya bersedia untuk: 1.
74
Mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku dalam. (nama lembaga)
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
2. 3.
Menjalankan tugas seperti yang tertera dalam deskripsi tugas Bersikap seperti yang tertera dalam kode etik relawan
Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, lembaga (nama lembaga) akan: 1. 2. 3. 4.
Memberikan deskripsi tugas yang jelas Memberikan orientasi dan penguatan kapasitas yang terkait Memantau tugas yang dilakukan relawan Memberikan perlindungan dan jaminan ........ (misalnya transportasi, makan, dll)
Kesepakatan ini berlaku selama ......... (sebutkan durasi waktu relawan bertugas). Demikian kesepakatan kerjasama ini dibuat, ........... (lokasi), ................ (tanggal) .......................... ........................
................................ ...............................
.............................. ...............................
(Nama Relawan) Relawan) (Nama
(Nama (Nama Koordinator Relawan) Koordinaror Relawan)
(Nama (Nama Direktur Lembaga) Direktur Lembaga)
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
75
Lampiran
Lampiran: Deskripsi Tugas (tuliskan tugas-tugas relawan tersebut) Kode Etik Relawan Jaringan Karina
76
1.
Tidak memilih penerima manfaat berdasarkan SARA (suku, agama, ras, antar-golongan), tetapi berdasarkan pertimbangan kemanusiaan
2.
Saling menjaga keselamatan sesama anggota tim
3.
Menjaga nama baik organisasi
4.
Bertanggung jawab atas tugas yang diberikan
5.
Tidak meminta imbalan dari penerima manfaat
6.
Mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan dialog
7.
Tidak membawa kepentingan pribadi atau golongan, baik secara politis, ekonomi atau agama
8.
Menghargai budaya dan adat istiadat setempat
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
LAMPIRAN 3 Acuan Kemitraan Setara Yakkum Emergency Unit (YEU) Dengan Lutheran World Relief 1.2.1 Accompaniment 30 September, 2008 - 05:34 — rghuma
LWR defines accompaniment as a dynamic relationship among diverse partners with complementary resources and skills working together to empower poor communities to improve their lives. This partnership is based on shared values and objectives, and uses a jointly-developed strategy with flexibility and openness to achieve sustainable results. Characterized by mutual trust, respect, accountability, and transparency, the relationship contributes to the growth and learning of each partner while carrying out its primary goal of improving the well being of the poor. Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
77
Lampiran
Accompaniment involves much more than grant making. Unlike the traditional ‘donor-recipient’ model, accompaniment values relationships over resources. It assumes that all parties have something to give and to receive and does not prioritize the difference in gifts. As a process and methodology, accompaniment means establishing a relationship based on mutual trust, transparency and learning between three parties; LWR, the partner we fund and the impoverished community that both organizations exist to serve. The tools of accompaniment focus both on organizational and programmatic issues. They include, but are not limited to:
78
z
Open dialogue between LWR and the partner from the beginning of the relationship;
z
Working with the partner to assess what each brings to the relationship;
z
Helping the partners to assess its capacity in specific areas and to address its capacity-strengthening needs;
z
Carefully reviewing the progress, financial, audit and evaluation reports submitted by the partner;
z
‘Walking with’ the partner by providing support and advice throughout project implementation and after;
z
Providing training and hosting conferences and workshops;
z
Making periodic visits to the partner to document and share lessons learned.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
To assist staff with the process of accompaniment LWR developed the Accompaniment Tool Kit , to be used in conjunction with the project cycle. The LWR Project Cycle and the Accompaniment Tool needed to facilitate the process is discussed in greater detail in the next section.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
79
Lampiran
LAMPIRAN 4 Profil Organisasi Kontributor 1. Humanitarian Forum Indonesia Alamat Telepon Faksimili Website Email Twitter
: Jl. KH. Wahid Hasyim No.2 Jakarta Pusat 10340 : 021-3928756 : 021-39837302 : www.humanitarianforumindonesia.org :
[email protected] : @HF_Indonesia
Humanitarian Forum Indonesia (HFI) adalah sebuah forum lintas agama bagi delapan lembaga kemanusiaan yang terdiri dari Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Muhammadiyah, Karina, Wahana Visi Indonesia (WVI), Dompet Dhuafa, Yayasan Tanggul Bencana di Indonesia (YTBI), Yakkum Emergency Unit (YEU), Perhimpunan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat (PPKM), dan PKPU. Dalam tugasnya, HFI lebih banyak ke koordinasi dan berurusan dengan kegiatan yang memiliki semangat untuk menyebarluaskan nilai, norma dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Selain itu, HFI melakukan kegiatan advokasi, pengembangan platform, penguatan kapasitas, pengembangan sistem informasi dan komunikasi, serta fasilitasi kegiatan.
80
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
2. Public Interest Research and Advocacy Center Alamat
Telepon Faksimili Website Email
: Jl. M. Ali No.2 RT 003/RW 04 Kel. Tanah Baru, Beji, Depok 16426 : 021-7756071 : 021-7756071 : www.pirac.org, www.sekolahfundraising.com :
[email protected]
Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) adalah organisasi yang memberikan pelayanan dalam bentuk penelitian, pelatihan, advokasi, dan penyebaran informasi di bidang filantropi, mobilisasi sumber daya, dan penguatan organisasi masyarakat sipil di Indonesia.
3. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Alamat Telepon Faksimili Email Website
: Jl. Ir.H.Juanda No. 36 : Telp. 021-3442734,3442985, 3443079 : 021-3505075 :
[email protected] : www.bnpb.go.id
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebuah lembaga Pemerintah Indonesia non departemen setingkat menteri yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana, yang mencakup upaya-upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. Susunan organisasi BNPB adalah Kepala, Unsur Pengarah
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
81
Lampiran
Penanggulangan Bencana, Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana berjumlah 19 orang yang terdiri dari 10 pejabat pemerintah eselon 1 atau yang setingkat yang diusulkan oleh Pimpinan Lembaga Pemerintah (Kemenko Bidang Kesra, Kemendagri, Kemensos, Kemen PU, Kemenkes, Kemenkeu, Kemenhub Kemen ESDM, POLRI dan TNI), dan 9 orang anggota masyarakat professional. Sedangkan Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana terdiri dari Sekretariat Utama, Deputi Bidang-Bidang yaitu Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Penanganan Darurat, Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Peralatan dan Logistik; Inspektorat Utama, Pusat, dan Unit Pelaksana Teknis. Kepala BNPB saat ini sejak tahun 2008 adalah Dr. Syamsul Ma’arif, S.IP, M.Si.
4. Muhammadiyah Alamat
Telepon Faksimili Website Email Twitter
: Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Jl. Cik Ditiro No.23 Yogyakarta 55262 : 021-3903021, 0274-553132 : 021-3903024, 0274-553137 : www.muhammadiyah.or.id :
[email protected] : @muhammadiyah
Muhammadiyah secara bahasa diartikan sebagai “Pengikut Nabi Muhammad”. Didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan sejak tahun 1912, Muhammadiyah didirikan dengan semangat gerakan sosial keagamaan. Muhammadiyah bergerak dalam bidang Dakwah, Pendidikan, Kesehatan, Sosial kemasyarakatan dengan lebih dari 85 Rumah Sakit dan 300 Fasilitas kesehatan, 375 Panti Sosial, 197 Perguruan Tinggi, Ribuan Sekolah dari SD, SMP, SMA dan Madrasah. Dalam kebencanaan, Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) yang berkembang menjadi Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB), telah mengkoordinir Tim
82
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
Deploy Kesehatan, Tim Children Centre, psikososial, dan menggalang bantuan masyarakat melalui LAZISMU untuk program-program penanggulangan Bencana.
5. Lazis Muhammadiyah Alamat
Telepon Faksimili Website Email Twitter
: Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 : 021-3150400 : 021-3143230 : www.lazismu.org :
[email protected] : @lazismu
Sebagai lembaga yang berdiri di bawah PP Muhammadiyah, Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS), atau lebih dikenal dengan nama LazisMU, adalah lembaga nirlaba tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf, dan dana kedermawanan lainnnya, baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Berdirinya LazisMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern. Dalam operasional programnya, LazisMU didukung oleh Jaringan Multi Lini, sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh propinsi yang menjadikan program-program pendayagunaan LazisMU mampu menjangkau seluruh wilayah secara cepat terfokus dan tepat sasaran. Kebijakan strategis program gerakan LazisMU tahun 20102012 difokuskan pada pendayagunaan produktif yang terdiri atas: pemberdayaan ekonomi masyarakat (micro economic empowerment), pemberdayaan pertanian dan peternakan (agriculture and livestock empowerment), pengembangan pendidikan (education development), dan pelayanan social dan dakwah (social and dakwah services).
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
83
Lampiran
6. FORUM ZAKAT (FOZ) Alamat Telepon Fax Email Website
: Jl. Kebonsirih Raya No. 57 Jakarta 10340 : 021-3148444 : 021-3148444 :
[email protected]. : www.forumzakat.net
Forum Zakat, atau disingkat FOZ adalah asosiasi lembaga pengelola Zakat yang berfungsi sebagai wadah berhimpunnya Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di seluruh Indonesia. Lembaga ini didirikan pada hari Juma’at tanggal 19 September 1997 oleh 11 lembaga yang terdiri Dompet Dhuafa Republika, Bazis DKI Jakarta, Baitul Mal Pupuk Kujang, Baitul Mal PT. Pupuk Kaltim, Baitul Mal Pertamina, Telkom Jakarta, Bapekis Bank Bumi Daya, Lembaga Keuangan Syariah Bank Muamalat Indonesia, PT. Internusa Hasta Buana dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIE) Jakarta. Pada awal berdirinya, Forum Zakat berbentuk yayasan, namun sejak Musyawarah Kerja Nasional I (Mukernas I) tanggal 7-9 Januari 1999 status yayasan tersebut dirubah menjadi asosiasi dengan Ketua Umumnya Drs. Eri Sudewo. Perubahan badan hukum dari Yayasan menjadi asosiasi, kemudian dicatatkan di notaris sebagai perkumpulan. Badan hukum perkumpulan inilah yang sampai sekarang dimiliki oleh Forum Zakat, dan sudah dicatatkan di lembaran Negara.
7. PKPU Alamat
Telepon Faksimili Website Email Twitter
84
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
: Jl. Raya Condet No.27-G Batu Ampar Jakarta Timur 13520 : 0804 100 2000 : 021-87780013 : www.pkpu.or.id :
[email protected] : @pkpu
Lampiran
PKPU sebagai lembaga kemanusiaan nasional yang kiprahnya sebagai penggiat kemanusiaan terukir jelas dalam partisipasinya berdampingan dengan NGO internasional manca negara mengatasi keadaan tanggap darurat bencana serta fase pembangunan kembali bencana-bencana besar yang terjadi di Indonesia. PKPU diterima sebagai “NGO in Special Consultative Status with The Economic and Social Council of the United Nations”, pada 21 Juli 2008, yang menuntut akuntabilitas kinerja kemanusiaan secara periodik sebagai konsekuensi status yang disandang.
8. Catholic Relief Services (CRS) Alamat
Telepon Faksimili Email
: Jl. Wijaya 1 No.35 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12170 : 021-7253339 : 021-7251566 :
[email protected]
Catholic Relief Services (CRS) adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki 60 tahun pengalaman dalam tanggap darurat di seluruh dunia. Dalam kegiatan tanggap daruratnya, CRS mentaati standar-standar internasional untuk menjamin bahwa masyarakat yang terkena dampak bencana mampu mencukupi kebutuhan dasar untuk hidup dengan bermartabat. CRS bekerja langsung dengan masyarakat dan mitra lokal untuk membantu pemulihan dan penguatan kapasitas mereka seperti sebelum terjadi bencana. Belajar dari respon tsunami di Aceh dan makin meningkatnya frekuensi dan skala bencana di Indonesia, pada akhir tahun 2007 CRS Indonesia membentuk tim permanen untuk Emergency Response meningkatkan kualitas dan kecepatan kapasitas organisasi dalam tanggap bencana. CRS Indonesia juga bekerja dengan lebih dari 10 mitra lokal di Sumatera, Jawa, NTT dan NTB serta Sulawesi untuk melaksanakan kegiatan pengurangan resiko bencana. Untuk mencapai keseluruhan tujuan dan strategi program, CRS Indonesia akan memperkuat dan meningkatkan kapasitas mitramitra lokal dan masyarakat di dalam kesiapsiagaan, mitigasi, dan tanggap darurat, serta pengurangan resiko bencana.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
85
Lampiran
9. Karina (Caritas Indonesia) Alamat
Telepon Faksimili Website Email
: Jl. Matraman No.31 Kel. Kebon Manggis, Kec. Matraman, Jakarta Timur 13150 : 021-85906534, 85906540 : 021-85906763 : www.karina.or.id :
[email protected]
Karina-Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) adalah yayasan kemanusiaan milik KWI. Yayasan ini menjadi badan pusat koordinasi gereja Katolik dan memberikan respon untuk, dan memberikan bantuan berupa pelayanan terhadap segala bentuk bencana, baik yang disebabkan manusia maupun alam, isu pelanggaran hak asasi, konflik, jender, ketidakadilan sosial dan bertindak sebagai organisasi yang meningkatkan pembangunan kapasitas (capacity building) bagi seluruh 37 keuskupan di Indonesia.
10. Yakkum Emergency Unit (YEU) Alamat Telepon Faksimili Website Email Twitter
: Jl. Sam Ratulangi No.8 Yogyakarta 55223 : 0274-551457 : 0274-7102600 : www.yeu.or.id :
[email protected],
[email protected] : @yeu2001
Yakkum Emergency Unit (YEU) adalah lembaga kemanusiaan di Indonesia yang lahir dari kepedulian dari YAKKUM (Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum) terkait efektivitas respon terhadap situasi darurat sementara masih mempertahankan fokus pada pekerjaan pengembangan masyarakat. Dalam hal kebencanaan, YEU memiliki tiga area utama pekerjaan, yaitu merespon bencana lingkungan dengan perencanaan yang disertai dengan strategi pembangunan berjangka panjang, merespon korban konflik yang disertai dengan usaha perdamaian di komunitas, dan melindungi hak-hak dan martabat
86
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
korban. Intervensi yang dilakukan YEU berkonsentrasi pada enam isyu, yaitu kesehatan medis, kesiapsiagaan bencana dan perlindungan lingkungan, sanitasi dan kebersihan (kesehatan lingkungan), pemberdayaan ekonomi, konseling psiko-sosial, dan pelayanan informasi-hubungan media-penggalangan dana.
11. Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Alamat Telepon Faksimili Website Email
: Jl. Cempaka Putih Tengah No.13 Jakarta Pusat : 021-44588079 : 021-44588079 : www.mpbi.org :
[email protected]
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) adalah organisasi nirlaba yang berdiri pada tanggal 3 Maret 2003 di Jakarta. MPBI lahir karena adanya kesadaran bahwa Indonesia rawan bencana, sementara penanganan bencana yang ada selama ini belum terkelola dengan baik sehingga timbul kesenjangan informasi, koordinasi, ketidaktepatan bantuan dan kebijakan belum koheren antar berbagai sektor. Dilandasi oleh misi untuk ikut mendukung perwujudan masyarakat yang aman dan terlindungi dari bencana, maka MPBI berupaya melakukan kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana terutama pra-bencana yang melibatkan para pemangku kepentingan agar penanganan bencana menjadi lebih baik, dan rasa aman dan terlindungi dari bencana masyarakat terpenuhi, karena hal itu merupakan hak asasi rakyat.
12. Wahana Visi Indonesia (WVI) Alamat
Telepon Faksimili Website Email
: Gedung 33, Jl. KH. Wahid Hasyim No.33 Jakarta Pusat 10340 : 021-31927467 : 021-3107846 : www.worldvision.or.id :
[email protected] Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
87
Lampiran
Wahana Visi Indonesia adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang bekerja untuk membawa perubahan berkelanjutan pada kehidupan anak, keluarga dan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Wahana Visi adalah mitra organisasi kemanusiaan World Vision Indonesia dan mengimplementasikan sebagian besar program World Vision. Didasari oleh nilai-nilai Kristiani, Wahana Visi mendedikasikan diri bekerja bersama masyarakat yang paling membutuhkan pendampingan. Wahana Visi melayani semua orang tanpa membedakan latar belakang agama, ras, suku, atau jender.
13. Perhimpunan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Alamat
Telepon
Faksimili Website Email
: (kantor pusat) Jl. H. Umaidi No. 39 A, Rawa Bambu 2 RT 010/ RW 007 Pasar Minggu, Jakarta Selatan (untuk PNPM Peduli) Jl. Saleh Abud No.6 Otista Jakarta Timur 13330 : (kantor pusat) 021-78834309 (untuk PNPM Peduli) 021-85912945, 85912967 : (untuk PNPM Peduli) 021-8520483 : www.indoace.or.id :
[email protected]
Perhimpunan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat (PPKM) atau Association for Community Empowerment (ACE) adalah organisasi nirlaba (non profit) yang bekerja melalui mitra dan aliansi strategis untuk memfasilitasi masyarakat yang miskin dan rentan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan sosial dasarnya. PPKM beranggotakan 27 (dua puluh tujuh) organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional.
88
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
Lampiran
14. Kompas Alamat
Telepon Faksimili Website Twitter Facebook
: Gedung Kompas-Gramedia Jl. Palmerah Selatan No.26-28 Jakarta 10270 : 021-5347710, 5302200, 5347720 : 021-5488085, 5483581 : www.kompas.com www.kompas.co.id : @hariankompas : www.facebook.com/kompasfb
Kompas adalah surat kabar nasional yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Surat kabar ini kini berkembang dan masuk kedalam berbagai platform, termasuk media online (Kompas.Com) dan televisi. Sebagai perluasan program kemanusiaan Harian Kompas, Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) tampil sebagai pelaksana di lapangan untuk melakukan kegiatan dan bantuan kemanusiaan.
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
89
Lampiran
90
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia
REFERENSI PUSTAKA Act Alliance. 2009. Peer Review on Accountability to Affected Population Report. ALPS (Accountability, Learning and Planning System of ActionAid International). Code of Conduct IFRC Cosgrave, J (2007). Synthesis Report: Expanded Summary. Joint evaluation of the international response to the Indian Ocean tsunami. London: Tsunami Evaluation Coalition. http://www.ifrc.org.id.mk.gd/en/publications-and-reports/ code-of-conduct/, diakses pada tanggal 11 Agustus 2011 Hairus Salim dan Firdaus. 2011. Akuntabilitas Kegiatan Kemanusiaan YEU di Padang Pariaman, Sumatera Barat . Yakkum Emergency Unit (YEU) Humanitarian Accountability and Quality Management Standard 2007 (kini sudah terdapat versi 2010). Panduan Peninjauan Kapasitas dan Kinerja OMS (Organizational Capacity and Performance Assessment Tools OCPAT), disusun oleh Yappika People in Aid
Referensi Pustaka
The Active Learning Network for Accountability and Performance in Humanitarian Action. The Good Enough Guide The SPHERE Project. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana United Nations International Strategy for Disaster Reduction – Terminology on DRR, www.unisdr.org/we/inform/terminology, diakses pada tanggal 11 Agustus 2011
92
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia