Pedang Keadilan Karya: Tjan ID Pedang Keadilan Bagian Pertama BAB 1. Pil Mustika tercuri. Kanglam di bulan tiga terhitung bulan yang paling permai, Aneka bunga tumbuh dengan indahnya, pohon nan hjau berdesakan memanjang di sepanjang sungai Tiang kang. Di karesidenan Kang-poh yang terletak dekat sungai Tiang kang, terhampar sebuah hutan seluas ratusan hektar yang bernama hutan Tho-hoa-lin. Tiap hari banyak pelancong yang mampir di hutan tersebut sambil 2 menikmati satu dua cangkir embun bunga Tho yang tersohor Pesanggrahan Tho-hoa-kit merupakan sebuah penginapan dan rumah makan yang termashyur di wilayah itu. Pemilik pesanggrahan dengan minuman khususnya Embun Bunga Tho menambah kepopuleran tempat itu. Pemilik pesanggrahan tersebut bukan hanya mempopulerkan tempatnya dengan minuman khas tersebut jauh di tengah hu-tan Tho-hoa-lin, iapun mendirikan bangunan-bangunan loteng yang sangat megah dengan aneka bunga menghiasi sekeliling bangunan. Rangkaian bambu yang membentuk jembatan, sungai-sungai kecil dengan air jernih membuat panofama tempat itu makin memikat untuk didatangi. Dari deretan bangunan-bangunan megah itu, boleh dibilang loteng "Gi-hong", loteng "Hui-jui-lo" serta loteng "Thia-chan-thay" merupakan bangunan yang paling terkenal di sana. Hari ini menjelang tengah hari dari jalan raya sebelah Selatan muncullah dua ekor kuda yang dilarikan kencang. Lelaki yang berada di depan adalah seorang bocah lelaki berusia dua atau tiga belas tahunan, ia mengenakan baju hitam pekat dengan rambut yang dikuncir, sambil melarikan kudanya bocah itu menengok ke kiri kanan 3 dengan wajah riang gembira, sekan-akan apa yang dilihatnya sepanjang jalan merupakan hal baru baginya. Kuda yang ditungganginya berwarna merah darah. Bulunya mulus tanpa campuran warna lain, dalam sekejap pandangan saja-orang segera tahu kalau kuda itu merupakan seekor kuda jempolan. orang yang mengikuti di belakang kuda merah tadi adalah seorang pemuda berbaju putih berusia dua puluh tahunan, wajahnya sangat tampan dengan tubuh yang tinggi, tegap dan kekar. sayangnya wajah tampan itu kelihatan serius, alisnya selalu berkerut dan tak nampak secuwil senyumanpun menghiasi bibirnya. Agaknya ia sedang di-rundung banyak masalah. Kuda yang ditunggangi pemuda itu berwarna putih bagaikan saiju. Biarpun sudah menempuh perjalanan jauh, binatang itu masih dapat berlari dengan tegap dan penuh semangat. Kedua orang ini, meski datang berbareng namun jelas menunjukkan sikap yang berbeda. Kalau si bocah selalu menampakkan senyum dikulum dan mendatangkan rasa
sayang bagi yang melihat, sebaliknya pemuda itu amat murung, Keningnya selalu berkerut sehingga mendatangkan kesan berat bagi yang memandang. Ketika tiba di depan papan nama "Tho hoa-kit", mendadak bocah berbaju hitam itu menarik tali les 4 kudanya sambil memutar ke belakang, kepada pemuda berbaju putih itu ia berbisik: "Toako, pemandangan tempat ini sungguh indah, Bagaimana kalau kita minum teh dulu sebelum melanjutkan perjalanan?" "Ehm...." Pemuda itu berpikir sebentar, "Baiklah" Bocah berbaju hitam itu tertawa girang, dia segera melompat turun dari kudanya, Lalu sambil menuntun kuda pemuda berbaju putih itu, ia kembali berseru. "Hayo toako, turun" Perlahan-lahan pemuda itu turun dari kudanya, Gerak geriknya amat lamban, bagaikan orang yang tak punya tenaga saja. Dua orang pelayan segera maju menyambut. "silahkan masuk tuan berdua" katanya sambil menerima tali les kuda dari kedua tamunya. "Jangan" tampik bocah berbaju hitam itu seraya menggeleng, "Kuda tunggangan kami bukan binatang sembarangan Mana bisa kalian menuntunnya. Kalau sampai kena sepak. wah bisa runyam" Dengan agak kaget kedua pelayan itu menarik kembali tangan mereka, Lalu setelah mengamati kuda-kuda itu sekejap, salah seorang menyahut sambil tertawa: " Yaa, 5 sudahlah kalau begitu, silahkan tuan cilik menuntun sendiri" Pesanggrahan Tho-hoa-kit dibangun agak jauh menjorok ke dalam hutan, kira-kira tiga empat kaki jauhnya dari tepi jalan raya, sebuah jalan beralas batu putih membentang dari sana hingga ke depan pintu Pesanggrahan, sementara bunga Tho yang harum semerbak tumbuh di kedua sisinya. Bocah berbaju hitam itu menambatkan kedua ekor kudanya di sebuah pohon Tho besar, lalu melangkah masuk. Tiba-tiba seorang pelayan maju menghadang jalan pergi bocah tadi sambil serunya: "Tuan kecil, harap lewat sini." sambil berkata, ia menuding sebuah jalan setapak yang membentang di samping jalan utama. "Heei, bagaimana kamu?" Bocah itu mendelik, "Mengapa kami harus melewati jalan setapak?" "Maaf, Tuan kecil," pelayan itu tertawa, " Ruang utama sebelah kiri amat ramai dan gaduh. Pada umumnya dipakai kaum pedagang keliling dan kuli kasar, sedang jalan setapak ini khusus diperuntukkan tamu terhormat" 6 "ooooh, begitu rupanya" Bocah itu tersenyum. Dengan langkah lebar dia menelusuri jalan setapak tadi menuju ke tengah hutan. Pelayan itu membawa kedua orang tamunya ke sebuah ruang kecil yang amat artistik selain bersih dan rapi, di luar jendela belakang terbentang sebuah sungai kecil dengan air yang jernih.Jauh di belakang sana, samar-samar terlihat sudut bangunan loteng.
"Tuan berdua ingin pesan apa?" tanya sang pelayan kemudian. Pemuda berbaju putih itu hanya membungkam, Bukan saja pemandangan alam yang begitu indah tidak membuyarkan kemurungannya, bahkan mimik mukanya pun tetap dingin, kaku dan murung, Bocah berbaju hitam itu berpikir sejenak. lalu jawabnya: "Apa sajalah yang enak boleh dikeluarkan" Mula-mula pelayan itu agak. tertegun, lalu ujarnya sambil tertawa: "Tampaknya tuan berdua datang dari jauh sehingga tidak mengenal kepopuleran tempat kami. Bukan hamba sengaja membual, tak satu pun hidangan kami yang tak enak. terutama Embun Bunga Tho, betul-betul sudah populer sampai di mana-mana...." 7 "sudahlah, tak usah banyak bicara, cepat keluarkan" potong bocah tadi tak sabar. sambil menyahut, buru-buru pelayan itu berlalu. Tak lama kemudian, sayur dan arak telah dihidangkan. Perlahan-lahan pemuda berbaju putih itu memenuhi cawannya dengan arak. Tapi sebelum diteguk isinya, tiba-tiba ia meletakkan kembali cawannya ke meja. "Toako... toako" bisik bocah berbaju hitam itu sambil menggeleng, "Mengapa sih kau murung sepanjang hari? Bukan cuma membungkam, wajahmu kelihatan kusut, benar-benar membuat perasaan orang tak sedap melihatnya." Dengan wajah menyesal pemuda berbaju putih itu memandang bocah itu sekejap, tiba-tiba ia berkata: "Coba dengar, dari mana dagangnya suara orang belajar di tempat keramaian semacam ini?" Bocah berbaju hitam itu coba memusatkan perhatiannya, Betul juga. Dari balik hutan bunga Tho itu lamat-lamat terdengar suara orang membaca, bahkan diiringi suara tali kecapi, Hal ini segera menimbulkan rasa heran dalam hatinya. "Hemmm, rupanya ada orang gila di situ," dengusnya, "Masa mau belajar malah datang ke tempat ramai macam ini. Betul-betul merusak suasana. Coba dengar, 8 dia malah memetik kecapi untuk mengiringi syairnya. Benar-benar sinting" "Adik Liong, jangan memaki orang lain," tegur si pemuda berbaju putih sambil menengok ke luar jendela, "Suara kecapi datangnya dari arah Barat, sedang suara syair datang dari Barat Daya, Kedua suara itu berasal dari dua tempat yang berbeda." Bocah berbaju hitam itu mencoba memperhatikan dengan seksama, sesaat kemudian serunya: "Betul juga Heran, mengapa dari balik hutan Bunga Tho dapat muncul suara kecapi dan syair? Bagaimana kalau kuperiksa?" "Kau ingin mencari gara-gara?" "Tak usah kuatir, Aku kan cuma menengok sebentar, ditanggung tak akan mencari gara-gara." kata si bocah sambil ter-tawa. Biarpun pemuda berbaju putih itu tidak menyetujui namun ia pun tidak berusaha mencegah. Dengan sekali tekan ke permukaan meja, bocah berbaju hitam itu segera melesat keluar dari jendela dengan kecepatan luar biasa. Tampak bayangan manusia
berkelebat lewat di antara bunga-bunga, tahu-tahu ia sudah lenyap dari pandangan. 9 Memandang bayangan tubuh yang menjauh itu, pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang: "Aaai.... dasar bocah nakal" Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang tergesagesa, lalu tirai disingkap dan muncullah seorang gadis berambut panjang yang masuk dengan wajah gelisah. Belum lagipemuda berbaju putih itu menegur, gadis baju hijau itu sudah menggoyangkan tangannya berulangkali melarang ia berbicara. Gadis itu cepat-cepat bersembunyi di belakang tubuhnya, menarik jubahnya yang panjang dan menutupi sepasang kakinya yang nampak dari luar. Biarpun ia sebenarnya merasa kesal tapi dasar pemuda ini memang tak suka banyak bicara maka dia pun tidak menggubris lagi, Perlahan-lahan ia angkat cawannya dan menikmati Embun Bunga Tho. Belum habis secawan embun diteguk. kembali tirai bergoyang, seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan melangkah masuk ke dalam ruangan, Lelaki itu bermata besar Alis matanya tebal. Mulutnya lebar dan wajahnya tampan, sewaktu melangkah masuk. tak terdengar langkahnya, jelas ia memiliki ilmu silat yang tinggi. Dengan matanya yang besar tajam ia memandang sekejap ke sekeliling ruangan Kemudian tanpa 10 mengucapkan sepatah kata pun ia duduk di bangku yang dipergunakan bocah berbaju hitam tadi. Terhadap tingkah laku lelaki tersebut, pemuda berbaju putih itu tidak menegur atau pun menggubris, ia hanya memandangnya sekejap lalu perlahan-lahan meneguk isi cawannya, sebaliknya lelaki itu pun tidak mau bertegur sapa. Tanpa sungkan ia sambar poci arak di hadapannya, Diisinya cawan kosong di hadapannya sampai penuh, sekali teguk saja isi cawan itu langsung habis tak tersisa. Kedua orang itu saling berpandangan tanpa berbicara apa-apa, seakan-akan mereka kuatir ucapan mereka akan merusak suasana tegang dan misterius yang sedang mencekam tempat itu. Angin berhembus membawa harum bunga nan semerbak. suara petikan kecapi di kejauhan sana pun kedengaran semakin nyaring. Tiba-tiba lelaki itu menyambar poci arak di meja, kemudian tanpa berhenti ia teguk semua isi poci itu hingga ludas. Menyaksikan tingkah polah orang itu, kembali pemuda berbaju putih tadi mengerutkan dahinya, tapi ia tetap membungkam. "Hahahaha...." sambil meletakkan poci arak ke meja, lelaki itu tertawa keras. 11 "Nama besar Embun bunga Tho benar-benar bukan nama kosong belaka, betul-betul minuman enak" Pemuda itu tidak menggubris. ia sumpit sepotong kentang, mengunyahnya perlahan-lahan dan kembali membuang pandangannya ke luar jendela. sekali lagi lelaki itu tertawa tergelak. Kali ini dia menyambar sumpit dan menyapu bersih semua hidangan di meja, seakan-akan dialah yang memesan hidangan
tersebut. sekejap mata kemudian semua hidangan telah berpindah ke dalam perutnya, Pemuda berbaju putih itu tetap tidak bicara. ia hanya bangkit berdiri, menjura lalu membuat gerakan menghantar tamu. "Mengapa?" Lelaki itu terbatuk-batuk, "Kau mengusir aku?" Pemuda berbaju putih itu mengangguk. la tetap membungkuk "Tidak usah sungkan kalau ingin aku pergi," kata lelaki itu sambil tertawa, "Tapi kau harus memberi kesempatan kepadaku untuk makan dan minum sekenyangnya lebih dulu." Dengan sikapnya lelaki tersebut seolah menyatakan bahwa dia tak akan pergi dari situ sebelum dibiarkan makan minum sepuasnya. 12 Tampaknya pemuda berbaju putih itu sudah tak dapat mengungkap isi hatinya dengan gerakan tangan saja, perlahan-lahan ujarnya: "Kau harus tahu, aku punya seorang saudara yang agak berangasan wataknya, jika ia keburu datang aku-takut kau tak bisa pergi lagi dari sini dalam keadaan selamat." "Ooh, masa iya? Kalau begitu aku harus menunggunya sampai dia balik. ingin kulihat sampai di mana sih kehebatannya." Dengan mata mendelik pemuda berbaju putih itu mengawasi orang yang tampak bersikap menantang, lalu serunya lagi: " Kalau kau tetap membandel jangan salahkan aku kalau menderita kerugian nanti" Tiba-tiba lelaki itu menundukkan wajahnya, lalu bergumam: "Menyembunyikan buronan, melarikan gadis orang, apa kau sudah tak menggubris soal hukum?" Ucapan tersebut kontan membuat pemuda itu tertegun, tanpa sadar ia menunduk dan menengok ke bawah, saat itulah sambil tertawa terbahak-bahak lelaki tersebut menjulurkan tangannya menyambar ke muka. Dengan perawakannya yang jangkung dan tangannya yang panjang, biarpun terhalang sebuah meja, ternyata sekali sambar ia telah mencengkeram tubuh nona berbaju hijau itu dan menyeretnya keluar. 13 Belum sempat pemuda berbaju putih itu menghalangi si nona berbaju hijau itu telah menjerit: "Kakak..." "Hahaha... budak binal, ayoh ikut aku pulang" seru lelaki itu sambil tertawa, Kemudian sambil memberi hormat kepada pemuda berbaju putih itu, katanya lagi, " Kalau kami dua bersaudara telah mengganggu ketenangan tuan, mohon dimaafkan" Pemuda berbaju putih itu manggut-manggut sebagai balasan hormat, sementara dalam hatinya ia berpikir: " Rupanya mereka adalah dua bersaudara, kalau begitu aku si orang luar lebih baik jangan mencampuri urusan orang." sementara ia masih berpikir, lelaki tadi sudah menyeret si nona meninggalkan ruangan dengan langkah cepat Memandang mangkuk dan cawan yang berserakan di meja, mendadak satu ingatan melintas dalam benak pemuda itu, cepat-cepat ia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan secarik kertas. Di atas kertas itu tertera beberapa kalimat surat yang berbunyi sebagai berikut:
"Kami dua bersaudara membawa tugas untuk mencuri pil musiika berusia seribu tahun yang sedang tuan bawa. Untung jalanan kami tidak sia sia. Kutinggalkan secarik sapu tangan sebagai tanda terima kasih, harap 14 dimaafkan dunia persilatan amat berbahaya dan menakutkan semoga tuan bisa menjaga diri baik-baik" Di bawah surat itu tidak tercantum nama, tapi terpampang sebuah gambar burung elang bermata besar dan seekor kupu-kupu yang sedang mementangkan sayap. Tampaknya pemuda berbaju putih itu menjadi sangat terkejut oleh tulisan di atas kertas tersebut hingga kehilangan semangat ia termangu- mangu dan gelagapan, tak tahu apa yang mesti diperbuatnya, selang berapa saat kemudian ia baru merogoh ke dalam sakunya untuk memeriksa. Benar juga .Botol porselen putih berisi pil mustika yang disimpan di situ, kini sudah lenyap tak berbekas, Sebagai gantinya ia menemukan selembar sapu tangan. sapu tangan itu berwarna putih bersih. Pada sudut bawah sebelah kanan terdapat sebuah sulaman berwarna hijau yang membentuk sebuah kupu-kupu sedang mementang sayap. sulamannya sangat indah dan hidup, jelas hasil karya seorang seniman kenamaan. Bau harum semerbak keluar dari sapu tangan itu dan menusuk penciuman. Lama sekali pemuda berbaju putih itu memandang sapu tangan tersebut dengan wajah tertegun, sementara paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, jelas sudah ia sedang merasa sedih, pedih, dan 15 amat emosi. setiap huruf yang tertera di atas kertas bagaikan beribu-ribu batang pisau tajam yang menghujam telak di atas ulu hatinya. sinar matanya seolah memancarkan cahaya yang menakutkan Perlahan-lahan darah segar menetes keluar dari ujung kelopak matanya dan membasahi wajah serta bajunya yang putih. Entah berapa lamanya sudah lewat, tiba-tiba bocah berbaju hitam itu menyusup masuk lewat jendela dengan wajah berseri-seri, Namun begitu melihat rekannya penuh darah, dengan rasa kaget ia berteriak lalu menubruk ke hadapannya. Teriakan keras itu seketika mengejutkan pelayanpelayan pesanggrahan tersebut, seorang pelayan lari masuk sambil berseru: "Tuan, apa yang terjadi.,.?" Tapi begitu menyaksikan keadaan pemuda berbaju putih itu, cepat-cepat dia menambahkan: "Tuan ini pasti kesurupan. jangan diusik, hamba segera mencari tabib.,." seraya berkata, cepat-cepat dia lari ke luar. Tak terlukiskan rasa panik, kesal dan marah si bocah berbaju hitam itu, dengan penuh kegusaran serunya: "Hmmmm jika terjadi sesuatu atas toakoku, akan kuhancur lumatkan pesanggrahan Tho-hoa-kit ini..." 16 Cepat-cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangan, lalu secepat kilat menotok beberapa jalan darah penting di tubuh pemuda berbaju putih itu. Tak berapa lama setelah bocah berbaju hitam itu melakukan hal tersebut, terdengar pemuda berbaju putih
itu menghembuskan napas panjang-panjang. ia putar dulu biji matanya beberapa kali, kemudian baru mengeluh. "Aaai.. Habis sudah, habis sudah...." "Toako, apa yang telah terjadi?" tanya si bocah berbaju hitam itu agak cemas, meski dia lega juga sesudah melihat rekannya sadar Perlahan-lahan kesadaran pemuda beri baju putih itu pulih kembali, diambilnya sapu tangan serta secarik kertas dari meja, kemudian setelah menghela napas panjang, ia berkata pada bocah tersebut: "Adik Liong, hari ini sudah tanggal berapa?" "Rasanya sudah tanggal tujuh" sahut si bocah setelah berpikir sebentar. "Hmmm.,." pemuda itu manggut-manggut sambil bergumam. " Kalau kita tempuh perjalanan tanpa berhenti, dalam sehari sudah bisa mencapai bukit Ciong san, itu berarti kita masih punya waktu tiga hari." "Hay, apa yang sedang kau katakan?" si bocah agak tertegun, "Aku sama sekali tak mengerti maksudmu" 17 Perlahan-lahan pemuda itu menyeka darah dari wajahnya, setelah itu bisiknya lirih: "Pil mustika seribu tahun kita telah dicuri orang" "Apa? Dicuri orang?" Bocah berbaju hitam itu amat terkejut. "Yaa, dicuri orang" "Lantas, bagaimana sekarang?" Pemuda berbaju putih itu termenung dan berpikir sebentar, kemudian ujarnya lagi lirih: "Kita masih punya waktu selama tiga hari, Tapi dunia begini luas, ke mana kita harus kejar pencuri itu..?" pandangannya dialihkan ke atas sapu tangan tersebut, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, kembali ia berkata: "Adik Liong, aku punya sebuah cara, sekalipun belum tentu mendatangkan hasil, tapi dalam keadaan terdesak begini tak ada salahnya kalau kita coba dulu." "Apa caramu itu, cepat katakan?" "Pil mustika seribu tahun itu menyangkut mati hidup supek kita, kalau sampai tak ditemukan, aku mesti menebus dosa besar ini dengan kematian...." 18 "Toako," bisik si bocah sambil melelehkan air mata, "Apabila kau mati, aku pun tak ingin hidup terus di dunia ini." Pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang, ia membisikkan sesuatu ke sisi telinga si bocah, setelah itu ia berteriak keras, dan tahu-tahu tubuhnya beserta bangku yang didudukinya terjengkang ke belakang. "Toako.. Toako,." jerit bocah berbaju hitam itu keraskeras sambil menangis sedih. Kegaduhan tersebut dengan cepat memancing perhatian pemilik pesanggrahan maupun pelayanpelayannya. Begitu mendengar jerit tangis bocah berbaju hitam itu, berbondong-bondong mereka lari masuk ke dalam sambil bertanya: "Tuan kecil, apa yang terjadi? KaU jangan menangis dulu, sebentar tabib sampai di sini...." "Huhuhuhu,., hidangan di pesanggrahan Tho-hoa-kit ini pasti ada racunnya." teriak bocah itu sambil menangis tersedu-sedu, "sekarang toako sudah mati keracunan... oooh, Toako Matimu sungguh mengenaskan."
sambil menangis, dengan marah ia tendang meja kursi di hadapannya, Mangkuk cawan segera mencelat dan hancur berserakan di atas lantai, sedang meja di 19 hadapannya mencelat keluar lewat jendela, menumbuk di atas pohon dan menggugurkan bunganya. "Waaah, hebat amat tendangan bocah ini," pikir para pelayan agak tertegun karena kaget. " Kalau aku yang kena tendangan itu, niscaya tubuhku akan mencelat sejauh tiga empat tombak...." Cepat-cepat mereka menjura berulang kali sambil berseru: "Tuan kecil, kaujangan ribut-ribut dulu, Yang penting sekarang bagaimana menyelamatkan saudaramu, biar tabib melakukan pemeriksaan dulu. Kita lihat penyakit apa yang diderita saudara-mu...." "Aku tak ambil perduli penyakit apa yang dideritanya," kata bocah berbaju hitam itu sambil menurunkan tangannya dari wajah, "Pokoknya saudaraku tewas dalam pesanggrahan Tho-hoa-kit kalian, bagaimana pun hutang ini kucatat atas nama kalian, Hmmm, jangan dilihat aku Yu siau-liong masih kecil, jangan harap aku bisa dipermainkan seenaknya" "Tuan Yu, minggirlah dulu. Biar tabib melakukan pemeriksaan atas saudaramu itu." "Toakoku sudah tewas" seru Yu siau-liong sambil mundur. "Tabib ong, silahkan" ujar sang pelayan sambil memberi jalan, 20 Dengan sepasang kaca mata yang tebal bertengger di atas batang hidungnya, tabib ong berjongkok dan mulai memeriksa denyut nadi pada pergelangan tangan pemuda berbaju putih itu, kemudian sambil menggeleng katanya. "Aaah, terlambat sudah Anggota tubuhnya mulai mendingin, denyutan nadinya juga sudah berhenti, aaaai Lebih baik siapkan saja upacara penguburan baginya...." Lalu tanpa bicara lagi dia ngeloyor pergi dari situ. "ooooh, masa secepat itu" seru si pelayan tertegun. Dengan geram Yu siau-Liong menyambar perg elangan kiri si pelayan, sambil menariknya keras-keras ia berteriak: "Pasti ulah pesanggrahan Bunga Tho kalian,.." "Aduhh... Tuan Yu Perlahan sedikit," teriak pelayan itu kesakitan, "Pergelanganku itu bisa patah oleh cengkeramanmu itu...." "Hmmm, kau harus menebus nyawa toako- ku lebih dulu, kemudian baru aku mencari majikanmu untuk membuat perhitungan. Akan kubakar pesanggrahan Bunga Tho ini sampai rata dengan tanah" "Yu siauya... jangan emosi dulu, ada urusan dapat dirundingkan," cegah si pelayan mulaipanik, "Aduuh,., aduh... harap perlahan sedikit, lengan kiriku bisa cacad...." Melihat pelayan itu kesakitan sampai peluhnya bercucuran, Yu Siau-liong mengendorkan 21 cengkeramannya, serunya: "Kalau begitu cepat panggil ke mari majikan kalian, Bagaimana pun toakoku tewas di pesanggrahan Bunga Tho ini, aku tak bisa berpangku tangan belaka tanpa menuntut kerugian" setelah merasakan pahit getir di tangan bocah tersebut, sudah barang tentu pelayan itu tak berani
berlama-lama lagi di sana, Cepat-cepat dia menjura sambil berkata: "Harap tuan kecil menunggu sebentar di sini, aku segera memanggil majikanku asal dia sudah sampai di sini pasti ada pertanggungan-jawab untukmu." Tanpa mengunggu jawaban lagi, cepat-cepat dia ngeluyur pergi dari situ diikuti rekan-rekannya . Menyaksikan para pelayan berlarian meninggalkan tempat itu, tak tahan Yu siau-liong tertawa geli, ia segera berjongkok sambil bisiknya: "Bagaimana sekarang?" "Adik Liong." kata pemuda berbaju putih itu sambil membuka matanya kembali "Persoalan ini amat penting dan serius, jangan kau anggap seperti permainan kanakkanak. Paling tidak kau mesti tunjukkan wajah yang sedih dan kehilangan" Lalu tanpa menanti jawaban dia pejamkan kembali matanya. selang beberapa saat kemudian, pelayan tadi muncul kembali dengan membawa seorang kakek berusia enam puluh tahunan, Kakek itu mempunyai dahi yang tinggi dan dagu yang lancip. sekejap pandangan saja siapa pun 22 akan tahu kalau orang ini ulet dan punya perhitungan yang amat mendalam. Dengan pandangan dingin Yu siau-liong memandang kakek itu sekejap. lalu tegur-nya: "Jadi kaulah pemilik pesanggrahan Bunga Tho ini?" "Benar" jawab si kakek sambil mengangguk "sekarang kakakku tewas dalam Pesanggrahan Bunga Tho ini, Aku tak bisa menerima kejadian seperti ini." "Aaaai...." Kakek itu menggeleng sambil menghela napas panjang, "cuaca saja sukar diramalkan apalagi nasib manusia, Aku turut berduka cita atas kematian kakakmu di tempat kami, tapi sebab-sebab kematiannya toh sukar diduga, Dari mana tuan Yu bisa menuduh kalau kematiannya disebabkan keracunan hidangan kami? jelas tuduhan tanpa dasar seperti ini sangat merugikan nama baik perusahaan kami...." Biarpun Yu siau-liong termasuk seorang bocah yang pintar, bagaimanapun juga usianya. masih sangat muda, lagi pula pengalamannya masih rendah. sudah barang tentu tak bisa menang berdebat dari si kakek yang sudah kenyang makan asam garam itu, Perkataan tersebut kontan saja membuatnya amat marah, Dengan mata membara ia membentak keras. 23 "Aku tak mau tahu Pokoknya kakakku tewas di pesanggrahan Bunga Tho ini Jadi kalau kau tak mau bertanggung jawab, selain kubunuh dirimu, akan kubakar juga tempat usaha ini hingga rata dengan tanah" "Hahahaha..." sambil mengelus jenggotnya kakek itu tertawa. "Dipandang dari dandanan tuan kecil, rasanya kau tentu punya asal usul yang luar biasa. Ketahuilah aku membuka usaha pesanggrahan Bunga Tho ini hanya tahu mencari untung, Aku tak pernah menipu langganan, kedua aku pun tak melakukan kejahatan apa pun, jadi kata-kata semacam tuan kecil tak akan membuat aku menjadi jeri...." Dibantah semacam ini, Yu siau-liong jadi gelagapan Untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuatnya, Kembali kakek itu menghela napas panjang. "Aku tahu, banyak kesulitan akan dijumpai mereka yang sedang bepergian Jadi apabila tuan kecil menjumpai kesulitan, aku bersedia memberi bantuan
secukupnya." Dengan usia semuda itu, boleh dibilang Yu siau-liong belum pernah menjumpai hal semacam ini. sekalipun tadi ia sudah mendapat petunjuk dari pemuda berbaju putih itu, tapi tak urung dibuat gelagapan juga. 24 untuk sesaat Dia tak tahu bagaimana caranya menyampaikan beberapa pesan titipkan pemuda tersebut kepadanya tadi. "Tuan kecil" Kakek itu berkata lagi sambil menggeleng dan tertawa. "sudah hampir empat puluh tahun lamanya aku berusaha di sini, mulai dari pangeran, saudagar kaya, para pengawal barang sampai kuli kasar dan perampok boleh dibilang pernah singgah di Pesanggrahan kami...." Tiba-tiba ia merendahkan suaranya dan meneruskan: "Jika kulihat dari dandanan kalian berdua yang membawa senjata dan menungang kuda jempolan, jelas kalian bukan saudagar, Bisa jadi kematian kakakmu ada sangkut pautnya dengan perselisihan dunia persilatan. Eh saudara kecil, aku tahu meski umurmu masih kecil tapi ilmu silatmu sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, aku harap kau mau mempertimbangkan kembali perkataanku tadi." " Licik benar orang tua ini." pikir Yu siau-1iong. "Untung dia belum tahu kalau kakakku cuma pura-pura mati...." Maka dengan berlagak sedih katanya: "soal dendam atas kematian kakakku, aku bisa mengatasinya sendiri dan kakek tak usah turut campur, cuma... aku mempunyai satu permintaan harap kakek bersedia mengabulkan." "Katakan saja tuan kecil" 25 "Terus terang saja bagi kami orang-orang persilatan, mati hidup bukan persoalan besar karena kami sudah terbiasa hidup di bawah ancaman senjata, tapi sebabsebab kematian kakakku sangat aneh. Dia bukan mati karena terkena senjata rahasia, dia pun bukan terbunuh dalam suatu pertempuran, jadi kami harus menunggu sampai ketua kami tiba di sini dan menyelidiki sebabsebab kematiannya baru bisa meninggalkan tempat ini, jadi aku berharap kakek bersedia meminjamkan tempat yang sepi untuk menyimpan jenazah kakakku sementara waktu, Begitu ketua kami tiba dan berhasil mengetahui sebab-sebab kematiannya, jenazah kakakku segera kami kuburkan." Kata-kata itu segera memberikan reaksi yang cukup besar, Buru-buru kakek itu manggut berulang kali, "Tak usah kuatir tuan kecil, segala sesuatunya akan kuatur hingga beres" sambil menitahkan anak buahnya untuk menggotong pergi jenazah pemuda berbaju putih itu, dia berkata lagi kepada Yu siau-liong sambil terawa: "Soal jenazah kakakmu pasti akan kami selesaikan sesuai dengan tata cara, cuma... aku pun mengharapkan bantuan dari tuan kecil" Biarpun hati kecilnya keheranan, Yu siau-liong tidak menunjukkan reaksi apapun. Katanya kemudian: "Kalau kakek ingin menyampaikan sesuatu, silahkan diutarakan." 26 "Apabila ketua kalian sudah sampai di sini, aku harap
tuan kecil bersedia memberi kabar kepadaku hingga aku bisa menyiapkan perjamuan untuk menyambut kedatangannya." Dengan pengalamannya yang puluhan tahun, kakek itu sadar betapa menakutkannya peristiwa bunuh membunuh di dalam dunia persilatan, siapa saja kalau sampai terlibat niscaya keluarganya akan tertimpa bencana. "Ehmm... Kalau soal ini...." Yu siau liong berpikir sejenak, "Begini saja, akan kuberi kabar setelah melaporkan persoalan ini kepada ketua kami." "ooh... tentu saja, tentu saja." sementara pembicaraan masih berlangsung, jenazah pemuda berbaju putih itu sudah digotong menelusuri hutan menuju sebuah bangunan terpencil yang sepi tapi bersih. Bangunan itu berdiri sendiri dengan pintu berwarna merah dan atap berwarna hijau, Perabot dalam ruangan amat sederhana, selain kain tirai berwarna putih, di ruang tengah telah membujur sebuah peti mati berwarna merah, sesaji dan lilin sudah tersedia lengkap. Kakek itu memerintahkan anak buahnya menggotong jenasah pemuda berbaju putih itu ke dalam peti mati, 27 kemudian sambil menjura kepada Yu Siau liong, ia berkata: "Bila tuan kecil masih membutuhkan sesuatu, perintahkan saja kepada pelayan kami tanpa sungkan." Yu siau-liong pura-pura berpikir sebentar, kemudian katanya: "Tolong siapkan kain putih sepanjang satu kaki, peralatan tulis menulis, bambu panjang yang lebih tinggi satu kaki dari hutan bunga Tho, kain belacu serta lampu teng-tengan..." "Baik, baik...." Kakek itu mengangguk berulang kali, "Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu, sebentar aku pasti akan mengajak anak istriku untuk datang melayat" "oya,., soal kuda-kuda kami." "soal ini tak usah tuan kecil kuatirkan, Telah kuperintahkan para pelayan untuk membawanya ke istal dan diberi makan...." " Kalau begitu terima kasih banyak. Tolong senjata kami diantar sekalian ke sini...." Bicara sampai di situ, dia menjura dalam-dalam, Lalu tambahnya: "Atas bantuan ini, suatu ketika pasti akan kubayar." 28 Ketika sepasang tangannya merangkap di depan dada, segulung angin pukulan segera dilancarkan ke luar, langsung menghantam sebatang pohon bunga Tho yang berada di hadapannya, Pohon Tho itu seketika terguncang keras, Beribu-ribu kuntum bunga Tho segera berguguran ke atas tanah bagaikan hujan gerimis. Mulamula kakek itu nampak tertegun, lalu sambil menjura katanya: "Luar biasa Luar biasa Tak kusangka dengan usia semuda tuan kecil, ternyata sudah memiliki ilmu silat yang begitu daksyat." Tergopoh-gopoh ia meninggalkan ruangan tersebut Tak lama kemudian seorang pelayan dengan pakaian berkabung muncul dalam ruangan sambil menyerahkan keperluan yang dipesan tadi. Yu siau-liong segera menggelar kain putih itu di atas
tanah, lalu ditulisnya beberapa huruf di atas kain tersebut dengan tulisan besar: "TEMPAT JENAZAH LIM HAN KIM" Lampu Teng dipasang di sisi kain tadi, lalu diikatkan pada bambu panjang dan ditegakkan diluar-ruangan. Dengan demikian siapa saja yang berada di sekitar pesanggrahan Bunga Tho dapat membaca tulisan di atas kain putih itu dengan amat jelas, Kepada pelayan itu Yu siau-liong berkata: "sampaikan kepada majikan kalian, cukup aku seorang saja yang menjaga di depan layon kakakku" 29 " Kalau memang begitu hamba mohon diri" kata si pelayan segera meminta diri "sampaikan juga kepada majikanmu, tolong agak cepat mengambilkan senjata kami." Tak lama pelayan itu sudah muncul lagi dengan membawa dua bilah pedang dan sebatang pena baja. setelah menerima senjatanya, Yu siau-liong berpesan: "sebelum mendapat panggilan dariku, siapa saja dilarang mendekati ruangan ini, mengerti?" Pelayan itu mengiakan berulang kali dan segera mengundurkan diri, setelah sekeliling tempat itu tak ada orang lain, Yu siau-liong baru mendekati peti mati sambil ber-bisik: "Toako, mirip tidak lakonku?" "Adik Liong, kau tak boleh gegabah," kata Lim Han kini memperingatkan, " Ketahuilah musuh kita sangat licik dan pintar. Ayo cepat mundur" setelah mundur dua langkah, kembali Yu siau-liong berbisik: "Toako, aku jadi teringat suatu kejadian yang sangat mencurigakan" "Kejadian apa yang mencurigakan?" "Dua orang pelajar yang berada di loteng Tia-chanthay rata-rata memiliki sinar mata yang amat tajam dan 30 dahi yang menonjol tinggi sudah jelas mereka memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, Anehnya, ketika aku mendekati bangunan tersebut ternyata mereka tidak menengok sekejap pun ke arahku, seolah-olah mereka tidak menyadari kedatanganku. ... " "oya?" sela Lim Han kim, "Berapa usia mereka? Laki atau perempuan?" "Kedua-duanya lelaki seorang berusia empat puluh tahunan, sedang yang lain berusia antara dua puluh tiga, empat tahunan." "Aah, salah orang yang mencuri pil mustika kita adalah seorang pria dan seorang wanita...." Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Ayo cepat mundur, jangan sampai perbuatanmu ketahuan orang, jika sampai dicurigai sia-sia saja usaha kita selama ini." "Tapi sekarang kan masih pagi. Lagipula tak seorang manusia pun di sekeliling tempat ini Apa salahnya kalau kita bercakap-cakap dahulu, dan lagi orang yang telah mencuri obat kita toh belum tentu balik ke mari." Lim Han kim tidak menggubris lagi dia pejamkan mata dan mulai mengatur pernapasan Terbentur batu terpaksa Yu siau-liong angkat bahu dan masukkan sebilah pedang 31 ke dalam peti mati, lalu menuju Ke depan sembahyang
membakanr sedikit dupa dan mulai duduk termenung. Entah berapa saat sudah lewat, langit perlahan-lahan menjadi gelap. cahaya lentera yang tergantung di sisi kain putih di depan ruangan sana kelihatan bertambah terang dan Mendadak kedengaran suara orang berbatukbatuk, disusul kemudian suara langkah kaki memasuki ruangan seorang pemuda tampan berbaju biru, sambil menggoyangkan kipasnya perlahan-lahan berjalan masuk ke ruangan. BAB 2. Keluarga persilatan Dari Hong-san Dalam sekali pandang Yu siau-liong sudah mengenali orang ini sebagai salah satu pelajar yang ditemuinya di loteng Tia-chan-thay tadi, Dengan sinar matanya yang tajam bagaikan pisau pemuda berbaju biru itu menyapu sekejap seluruh ruangan, kemudian tegurnya dingin: "Siapa yang sedang tidur dalam peti mati?" Yu siau-liong agak tertegun, tapi segera jawabnya: "Kurang ajar benar bicaramu itu Kau anggap peti mati dipakai untuk tiduran?" "Oooh... kalau begitu orang yang berada dalam peti mati itu adalah orang mati?" 32 "Tentu saja orang mati, kalau masih hidup buat apa berbaring dalam peti mati?" "Kalau memang sudah mati, mengapa peti mati itu tidak ditutup?" "Aku tak senang melihat kau mencampuri urusanku." teriak Yu siau-liong marah. "Lebih baik cepat-cepat pergi dari sini." "Waaah.,, berangasan amat watak saudara kecil ini," kata si pemuda berbaju biru sambil tersenyum, Perlahanlahan ia berjalan mendekati peti mati. "Hey, mau apa kau?" teriak Yu siau-liong sambil mementangkan tangan kanannya menghalangi perjalanan orang itu. " Kematian maupun perkawinan merupakan kejadian besar bagi tiap manusia, belum pernah ada yang menolak." kata pemuda itu tertawa, ia berkelit ke samping, lalu dengan lincahnya sudah tergelak dan melanjutkan terjangannya ke muka. Yu siau-liong bertambah geram, dengan gerakan cepat dia cengkeram bahu pemuda itu. seakan-akan kepalanya bermata, tanpa berpaling barang sekejap pun pemuda berbaju biru itu miringkan bahunya ke samping, lalu dalam sekali lompatan sudah melayang turun ke sisi peti mati. 33 Begitu cengkeramannya gagal dan melihat lawan sudah melayang turun di samping peti mati, Yu siau-liong amat terperanjat cepat-cepat dia melompat ke muka menerkam musuhnya. Gerak gerik pemuda berbaju biru itu kelihatan sangat lamban, padahal cepatnya bukan kepalang, sekali menggeser langkah-nya, tahu-tahu ia sudah menyingkir ke sisi lain dan melongok ke dalam peti mati itu. "Waah, ternyata betul-betul sudah mati" serunya kemudian. "Tentu saja sudah mati, buat apa aku membohongimu?" Pemuda berbaju biru itu mengawasi Yu siau-liong sekejap. lalu ujarnya lagi: " Kalau memang sudah mati, lebih baik tutup saja peti mati itu. Kalau tidak orang
tentu akan curiga dan menyangka saudaramu itu masih hidup." Biar sepintar apa pun usia Yu siau-liong masih amat muda, untuk berapa saat ia tak dapat mengerti apa makna di balik ucapan pemuda berbaju biru itu, diamdiam pikir-nya: "Benar juga perkataan ini Jika peti mati itu tidak kututup, orang lain tentu akan menaruh curiga...." 34 Ketika angkat kepalanya kembali, ia jumpai pemuda berbaju biru itu sedang melangkah keluar dari ruangan sambil menggoyangkan kipasnya, ia seperti bergumam tampak juga seperti bersenandung, hanya tak kedengaran apa yang sedang diucapkan. Memandang hingga bayangan orang itu lenyap dari pandangan Yu siau-liong tetap merasa kuatir, dia ke luar dan memeriksa sekejap tempat itu, setelah yakin pemuda itu pergi, ia baru balik ke samping peti dan bertanya: "Toako, perlukah kututup peti mati ini?" Perlahan-lahan Lim Han-Kim membuka matanya, jawabnya: "Aku lupa berpesan kepadamu tadi, seharusnya kau tutup peti mati ini sejak tadi" Kemudian setelah berhenti sebentar, lanjutnya: "Ilmu silat yang dimiliki orang itu bagus sekali, mungkin saja ia satu komplotan dengan gadis pencuri obat mustika itu. Adik Liong, Kau mesti berhati-hati-." Yu siau-liong termenung dan berpikir sebentar, tibatiba katanya sambil menghela napas: "Ya... benar, dua kali aku gagal mencengkeram bahunya. jelas sudah kalau ilmu silat yang dimilikinya amat tangguh dan jauh di atas kemampuanku." "setelah kau tutup peti mati ini, lebih baik jangan dibuka-buka lagi, semisalnya ada orang ke mari, kau pun 35 tak perlu menunjukkan sikap tegang atau panik, daripada menimbulkan kecurigaan orang lain." Yu siau-liong tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki saudaranya jauh lebih sempurna ketimbang kepandaiannya, maka ia tutup peti mati itu sambil ujarnya: "Apa yang mesti kulakukan andaikata ada persoalan penting yang perlu kusampaikan?" "Asal kau perkeras nada pembicaraan- mu, aku pasti ikut mendengar" "Seandainya komplotan pencuri obat itu yang ke mari?" "Lebih baik kau berlagak tidak kenal mereka Jaga saja pintu keluar, sedang soal lain serahkan penyelesaiannya kepadaku. Aaaai.... Celakalah jika mereka tak datang..." setelah menutup rapat peti mati itu, Yu siau-liong duduk bersila di sampingnya sambil meng atur pernapasan setelah pengalamannya menghadapi pemuda berbaju biru tadi. Kini sikapnya jauh lebih berhati-hati, pedangnya segera dipersiapkan di sampingnya. Matahari semakin tenggelam di langit Barat, Kegelapan malam pun mulai menyelimuti jagad raya. pemandangan dalam ruangan mulai bertambah suram dan takjelas, Tiba-tiba kedengaran suara langkah kaki 36 manusia bergema mendekat. Cepat-cepat Yu siau-liong menyambar pedangnya bersiap sedia. Ternyata yang muncul adalah pemilik pesanggrahan
Bunga Tho. Dia disertai seorang nyonya berusia empat puluh tahunan. Di belakang kedua orang itu menyusul seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahunan yang mengenakan baju berwarna hijau. seorang pelayan dengan membawa lilin berwarna putih, berjalan paling depan membuka jalan. "Aaah... merepotkan kakek saja" kata Yu siau-liong sambil cepat-cepat menyingkir ke samping. "Aaah, mana boleh...." pemilik pesanggrahan itu menjura, "Terlepas apa yang menyebabkan kematian kakakmu, yang jelas aku turut berduka cita atas kematian saudaramu di pesanggrahan Bunga Tho kami, Semoga salam hormat kami sekeluarga dapat meringankan penderitaan anda." Yu Siau-liong mencoba memperhatikan nona berbaju hijau itu. Ternyata ia mempunyai paras yang cantik, kulit tubuhnya putih bersih, kepalanya tertunduk agak malumalu menambah daya pesonanya. Setelah memberi hormat kepada peti mati, pemilik pesanggrahan itu berbisik kepada anak buahnya: "Sulut lilin putih dan persembahkan krans bunga" 37 Pelayan itu mengiakan, ia letakkan bunga di meja, menyulut lilin putih, kemudian setelah menjura dalamdalam ke hadapan peti mati, baru ia mengundurkan diri keluar dari ruangan. Yu Siau-liong hanya mengawasi semua gerak gerik orang dari samping, Terlihat olehnya Pemilik pesanggrahan dan istrinya memberi hormat dalamdalam, tapi si nona berbaju hijau tidak turut memberi hormat, dia hanya berdiri diam di belakang kedua orang tuanya. Selesai memberi hormat, pemilik pesanggrahan baru berpaling ke arah Yu Siau-liong sambil ujarnya: "Apabila ketua kalian sudah datang, tolong saudara cilik bersedia menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan tolong bantu aku untuk memberi keterangan." "Soal ini kakek tak usah kuatir" "Apakah tuan cilik masih ada permintaan lain? Biar kuperintahkan orang untuk segera menyiapkan" "Terima kasih banyak atas perhatian kakek. aku tak berani mengganggu lagi...." " Kalau begitu aku mohon diri" Bersama istri dan putrinya ia memohon diri dari situ. 38 Tiba-tiba Yu siau-liong teringat sesuatu, teriaknya: " Kakek. tunggu sebentar." ia segera menyusul ke luar ruangan dengan langkah lebar. "Tuan Yu masih ada pesan lagi?" tanya si kakek sambil berpaling. "Jejak ketua kami sukar di lacak. Ia seperti naga sakti di tengah awan, siapa tahu malam ini dia bisa muncul secara tiba-tiba di sini, jadi semisalnya malam nanti terdengar suara gaduh, harap kakek jangan gugup atau bingung...." Lalu setelah berhenti sebentar, terusnya: "Paling baik kalau di sekitar lima kaki dari ruang jenasah ini, bebas dari keluyuran orang luar." "Baik Akan kuperintahkan mereka untuk menutup pesanggrahan Tho-hoa-kit lebih awal" Memandang hingga bayangan punggung beberapa orang itu lenyap di balik hutan sana, Yu siau-liong baru balik ke dalam ruangan, melihat lilin putih yang menyala
serta uang kertas yang dibakar, tanpa terasa ia tertawa geli sendiri Rembulan dan bintang sudah mulai menampakkan dirinya, langit yang semula gelap pun mulai bercahaya, Di bawah sorotan sinar lilin di depan meja sembahyang, pemandangan seluas empat lima kaki dari pintu gerbang dapat terlihat dengan jelasnya. suara kentongan 39 dibunyikan bertalu-talu, menandakan pukul dua tengah malam sudah menjelang tiba. Yu Siau-liong mulai menggeliat mengendorkan otototot badannya, lalu menyandarkan diri di samping peti mati dan memejamkan matanya, Bagaimanapun juga sifat kekanak-kanakan bocah ini belum hilang, apalagi dia pun tahu kalau kakaknya cuma berlagak mati, dengan sendirinya tidak terpancar sinar kesedihan apapun di wajah-nya. setelah duduk berlama-lama, rasanya mengantuk pun mulai menyerang datang. Entah berapa waktu sudah lewat, tiba-tiba ia dikejutkan suara gemerincingan lirih yang bergema di samping tubuhnya. Ketika membuka mata, ia jumpai seorang gadis cantik telah berdiri di depan meja sembahyang dengan wajah serius. Yu siau-liong segera merasakan semangatnya bangkit kembali, rasa kantuknya hilang seketika, diam-diam ia meraba pedang yang tergeletak di sisi tubuhnya, Mendadak terlihat bayangan manusia berkelebat lewat, sesosok manusia tinggi besar telah menyusup masuk ke dalam ruangan itu. Ketika diamati, ternyata adalah seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan yang membawa golok di punggungnya, Ketika melihat Yu siau-liong terjaga dari tidurnya, lelaki itu segera berbisik: "Nona, bocah itu sudah terjaga" 40 Tampaknya gadis berbaju hijau itu sama sekali tak memandang sebelah mata pun terhadap Yu siau-liong, tanpa berpaling jawabnya: "Ehmmm, aku sudah tahu." Ia merangkap tangannya di depan dada untuk memberi hormat, lalu sambil membakar uang kertas gumamnya lirih: "Lim siang kong, apabila arwahmu di alam baka masih mengetahui kehadiranku, harap kau sudi memaafkan perbuatanku yang telah mencuri obat mustika itu...." Tak terlukiskan rasa girang Yu Siau-liong mendengar perkataan itu, segera pikirnya: "oooh, rupanya perbuatan dia" sambil menyambar pedangnya ia segera melompat bangun. "Braaak.,." Diiringi suara benturan yang amat keras, mendadak penutup peti mati itu mencelat ke atas menyusul kemudian Lim Han- kim melompat keluar dari peti mati. Meskipun gerakan mereka berdua amat cepat, namun gerakan nona berbaju hijau itu jauh lebih cepat lagi, Begitu sadar kalau, terjebak, cepat-cepat dia melompat mundur dari sana. Baru saja Yu siau-liong melompat bangun dan Lim Han- kim melompat keluar dari peti matinya, gadis berbaju hijau itu sudah sampai di muka pintu. Dalam kegelapan malam yang mencekam, ditambah lagi dengan pepohonan bunga Tho yang begitu lebat, 41
andaikata gadis tersebut sampai dapat kabur ke luar ruangan, jelas untuk menangkapnya bukan suatu pekerjaan mudah. Dalam cemasnya Lim Han- kim membentak: "Berhenti" Dengan sekali totokan ke atas tanah, bagaikan burung manyar menyambar ikan di laut ia sudah melesat ke luar ruangan dengan kecepatan luar biasa. Gerakan tubuh si nona berbaju hijau itu tak kalah cepat-nya, sekali melejit dia pun sudah berada di luar ruangan, "saudara Lim tak usah kuatir," Kedengaran seseorang berseru sambil tertawa ringan, "Dia tak akan bisa lolos dari sini" seg ulung angin pukulan yang amat keras segera menyambar tiba. serangan itu datangnya sangat mendadak dan sama sekali di luar dugaan. Baru saja gadis berbaju hijau itu hendak kabur ke dalam hutan, tahu-tahu serangan dahsyat itu sudah menerkam ke dadanya. Dalam posisi begini, mau tak mau terpaksa dia mesti sambut datangnya pukulan itu dengan kekerasan. "Plaaaak..." Menyusul bentrokan sepasang telapak tangan, terdengar bunyi nyaring bergema memecahkan keheningan Tubuh si nona berbaju hijau itu segera terpental ke belakang dan meluncur turun ke tanah. Terhadang oleh pukulan itulah, Lim Han- kim dan Yu siau-liong tahu-tahu sudah menyusul ke luar ruangan dan mengepung gadis tersebut sementara itu lelaki 42 berbaju hitam itu sudah mencabut goloknya dan siap melancarkan serangan. Dengan pandangan dingin nona berbaju hijau itu memandang sekejap sekeliling arena, lalu ujarnya kepada Lim Han- kim: "Hmmm sebagai seorang lelaki sejati, apakah kau tak malu dengan berlagak mampus?" Lim Han- kim berkerut kening, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu namun akhirnya diurungkan. sebagai pemuda yang tak suka bicara, kalau dapat tak menjawab dia memang memilih lebih baik membungkam. Lain halnya dengan Yu siau-liong, sejak tadi ia sudah tak mampu menahan amarahnya, dengan garang teriaknya: "Bagus sekali sudah mencuri barang milik kami, sekarang kau masih memaki kakakku, Hmmm Kau sendirilah perempuan tak tahu malu" Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris makian Yu siau-liong, ia lolos pedangnya sambil diputar membentuk sekilas cahaya tajam, kemudian katanya lagi kepada Lim Han- kim: " Kalau dilihat kau sudah mempersiapkan jagoan di sekeliling hutan, nampaknya kau telah memperhitungkan bahwa aku pasti akan datang ke mari." "Nona Gwat" Tiba-tiba lelaki bergolok itu menukas, "Seandainya kau menuruti permintaanku tak mungkin kita terjebak oleh perangkap mereka." 43 Dengan tatapan tajam Lim Han- kim tiada hentinya mengamati wajah si nona berbaju hijau dan lelaki bergolok itu, tampaknya ia berusaha mengenali apakah mereka berdualah orang yang telah mencuri obat mustikanya, setelah itu ia berkata: "Di sini hanya ada kami berdua..." " omong kosong" teriak gadis berbaju hijau itu marah, " Kalau cuma kalian berdua lantas siapa yang telah melancarkan serangan bokongan ke arahku tadi?" Lim Han- kim tertegun seketika, ia tak mampu
menjawab sepotong kata pun. Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa ringan lalu menyela: " Harap nona jangan marah, yang melancarkan serangan terhadapmu tadi hanya orang luar yang ingin nonton keramaian." Menyusul ucapan tadi, seorang pemuda ganteng berkipas perlahan-lahan muncul dari balik kegelapan, lalu dengan santainya berjalan mendekati arena pertarungan. Lim Han- kim coba mengamati wajah orang itu, namun dia tak kenal siapakah orang tersebut sementara itu si nona telah mendengus: "Hmmm Kalau memang ingin nonton keramaian, mengapa kau mesti mencampuri urusan orang lain?" Yu siau-liong segera mengenali pemuda itu sebagai salah satu pelajar dari loteng Tia-chan-thay yang telah dijumpainya siang tadi. sambil menggoyang-goyangkan kipasnya, pemuda berbaju biru itu menjawab: "Tepat 44 sekali perkataanmu itu, satu hobbi yang paling kugemari adalah mencampuri urusan orang lain" "Hmm, mungkin kau anggap umurmu kelewat panjang?" Tiba-tiba Lim Han- kim menukas: "Maaf saudara, urusan ini timbul dari masalahku pribadi, aku tak ingin orang lain ikut menjadi repot" "ooooh, rupanya kaupun pandai bicara." ejek si nona berbaju hijau itu sambil berpaling, " Kukira kau bisu" Lim Han- kim menjulurkan tangan ke hadapannya, lalu katanya: "Mari, kembalikan kepadaku Aku tak ingin bertarung dengan siapa pun." "Apanya?" ejek si nona sambil tertawa dingini "Pil jinsom seribu tahun Ketahuilah obat itu teramat penting bagiku..- cepat kembalikan". "Maaf, pil jinsom itu pun teramat penting bagiku, kalau tak penting, buat apa aku mesti mencurinya darimu?" "Tapi obat itu akan kupakai untuk menyelamatkan jiwa seorang tua yang amat kuhormati" "sama saja, aku pun akan memakai obat tersebut untuk menyelamatkan jiwa nona kami" 45 "Nona" kata Lim Han- kim agak tertegun, "Meskipun kau membutuhkan obat itu, tapi... benda itu kan milikku" "sekarang sudah berada di tanganku, berarti obat mustika itu sudah menjadi milikku" jelas sudah ia ngotot hendak mempertahankan barang curiannya. Dengan alis berkerut dan penuh amarah Lim Han- kim menghardik: "Nona, sebetulnya hendak kau kembalikan tidak obat itu?" "Kalau tidak, mau apa kau?" Dengan gerakan sangat cepat Lim Han- kim mendesak maju ke muka, telapak tangan kanannya dipersiapkan melancarkan serangan, Gadis berbaju hijau itu segera menyarungkan kembali pedangnya, lalu sambil menyilangkan tangan kirinya di depan dada, ia berkata: "Aku tak ingin menggunakan senjata untuk melawan kau yang bertangan kosong, Aku tak ingin meraih kemenangan dengan mengandalkan senjata, mari, kalau ingin bertarung dengan tangan kosong, akan kulayani...." Dalam beberapa saat paras muka Lim Han-kim berubah beberapa kali, tapi akhirnya dia menghela napas panjang: "Aku tak terbiasa bertempur melawan kaum wanita, Nona Asal kau bersedia mengembalikan pil
mustika itu, aku pun tak akan menuntut perbuatan mencurimu itu" 46 "Huuuh, besar amat bicaramu" teriak gadis berbaju hijau itu gusar, Dengan mata melotot menahan marah, dia ayunkan tangannya melepaskan sebuah pukulan ke tubuh lawan. Dengan gesit Lim Han-kim mengepos ke samping, namun ia tetap tidak membalas. Gagal dengan serangan pertamanya, gadis berbaju hijau itu bertambaii gusar, secara beruntun sepasang tangannya melancarkan bacokan dan babatan berulang kali Dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh buah pukulan dahsyat. Lim Han-kim sama sekali tidak membalas, tubuhnya ber-gontai di antara bayangan pukulan yang menyelimuti tubuhnya. Begitu ringan ia bergerak. sekalipun tidak bergeser lebih jauh dari satu depa ternyata ketujuh buah pukulan gadis itu dapat dihindarinya semua. Habis sudah kesabaran Yu siau-liong ketika melihat kakaknya belum juga mau membalas, tak tahan ia berteriak: "Toako, jika kau tak cepat-cepat membekuknya, kalau sampai berhasil kabur susah bagi kita untuk merampas kembali obat mustika itu." Terkesiap Lim Han-kim mendengar teguran itu, tibatiba saja sebuah sodokan keras dilepaskan ke muka. serangan balasan ini betul-betul cepat dan dahsyat bukan kepalang, gadis berbaju hijau itu merasakan pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, tahu-tahu seluruh kekuatan tubuhnya telah punah. 47 Pemuda berbaju biru yang menonton di tepi arena itu menghela napas panjang goyangan kipasnya juga berhenti secara mendadak jelas perasaan hatinya turut bergetar oleh pukulan dahsyat yang dilancarkan Lim Han-kim barusan. Dalam pada itu Lim Han-kim sudah melompat mundur sambil berbisik: "Adik Liong, cepat geledah sakunya" Bentakan menggeledek menggema membelah keheningan malam, sambil mengayunkan goloknya tahutahu lelaki berbaju hitam itu sudah menerjang ke muka melancarkan bacokan. "Traaang..." Dengan jurus "Awan Gelap Menelan Rembulan" Yu siau-liong menyapukan pedangnya menangkis serangan tersebut, lalu dengan sebuah tendangan kilat dia paksa musuhnya mundur, jangan dilihat umurnya masih muda, ternyata gerak serangannya betul-betul cepat dan ganas. Berbarengan dengan tendangan kilat itu, pedangnya memakai jurus "Membelah Bunga Membelai Pohon Liu" menyapu ke dada musuh, terasa selapis bunga pedang membias di udara, serangan yang begitu cepat datangnya itu memaksa lelaki berbaju hitam itu menyurut mundur sejauh lima depa dengan perasaan kaget. 48 Dengan cepat Lim Han-kim melangkah ke depan, lalu hardiknya: "Adik jangan melukai orang, yang penting jin som berusia seribu tahun itu." Yu siau-liong tertawa terkekeh, sekali membalikkan badan ia menyusup ke sisi tubuh gadis berbaju hijau itu, lalu serunya: "Di mana kau simpan pil mustika itu?" sekalipun urat nadi si nona berbaju hijau itu sudah
terluka oleh totokan jari tangan Lim Han-kim, namun sikapnya yang angkuh sama sekali tidak mengendor "Hemm, pil mustika?" jengeknya dingin, "Mungkin sudah berada ratusan li dari sini.,,." "Sebenarnya kau simpan di mana? Cepat katakan" bentak Yu siau-liong semakin gusar, Dengan sorot mata yang dingin seperti es, gadis berbaju hijau itu mengawasi Yu siau-liong sekejap. mulutnya tetap membungkam . "Bagus" teriak Yu siau-liong, "Rupanya kau memang lagi mencari penyakit buat dirimu sendiri..." Dia sarungkan kembali pedangnya. lalu dengan tangan kiri mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona, tangan kanannya mulai mencengkeram ruas-ruas tulang gadis tersebut, ujar-nya: "Jadi kau ingin merasakan bagaimana kalau ruas-ruas tulang sikutmu terlepas...?" 49 Dalampada itu, lelaki berbaju hitam tadi sudah menerjang kembali ke depan sambil mengayunkan goloknya, sekali lompat Lim Han-kim menghadang jalan pergi lelaki itu, kembali bentaknya lirih: "Adik Liong, jangan bertindak sembarangan, cepat geledah saku-nya, asal pil mustika itu sudah ditemukan, kita segera tinggalkan tempat ini...." Tiba-tiba lengan kirinya menerobos maju ke depan, lalu sambil membalik badan melepaskan satu pukulan. Terdengar lelaki berbaju hitam itu menjerit kesakitan, tahu-tahu goloknya sudah teriepas dari genggaman, Secepat kilat Lim Han-kim memutar ke belakang tubuhnya, lalu sekali sodok ia totok jalan darah Ciankenghiat di bahu lelaki itu. Melepaskan serangan, menjatuhkan golok lawan lalu melepaskan totokan jalan darah, boleh dibi-lang beberapa gerakan itu dilakukan begitu cepat hampir bersamaaan waktunya. Yu Siau-liong tak berani membuang waktu lagi, meski masih muda, ia sadar akan situasi yang amat serius. Tanpa banyak bicara ia mulai menggeledah isi saku gadis berbaju hijau itu. Dengan wajah tegang Lim Han-kim mengikuti semua gerakan Yu Siau-liong, ia bernarap pil mustika miliknya dapat segera ditemukan. Pada saat itu pemuda ganteng berbaju biru itu hanya menonton semua kejartian tanpa berbicara apa-apa. 50 Si nona berbaju hijau yang keras hati, tiba-tiba saja menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil pejamkan mata, ia biarkan Yu Siau-liong menggeledah seluruh isi sakunya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ketika selesai menggeledah isi saku gadis itu dan ternyata pil mustika yang dicari belum ditemukan juga, Yu Siau-liong jadi naik pitam, teriaknya penuh amarah: "Kau sembunyikan di mana pil mustika itu?" Periahan-lahan gadis berbaju hijau itu membuka matanya kembali, sinar amarah memancar dari balik matanya, ia tatap wajah Lim Hah-kim tajam-tajam lalu katanya: "Sedari tadi aku toh sudah terangkan bahwa pil mustika itu sudah kusuruh orang mengirimnya pulang, lebih baik kalian tak usah membuang tenaga lagi. Hmm, kami sadar bahwa ilmu silat yang kami miliki masih belum memadai, mau bunuh mau cincang silahkan...." "Dunia persilatan memang amat licik dan berbahaya." tukas lelaki berbaju hitam itu, "Nona Gwat, coba kau
menuruti nasehatku, mungkin saat ini kita sudah berada ratusan li dari sini Aaaai... Apa mau dibilang kau berhati lemah, sudah mencuri barang orang, masih menyesali kematiannya dan ngotot hendak menyambangi jenazahnya, Coba lihat sekarang, apa akibatnya bagi kami berdua...." "Hmmm siapa suruh kau ikut ke mari, pengecut yang takut mampus" bentak gadis itu marah. 51 sementara itu Lim Han-kim sudah bertanya kepada saudaranya: "Adik Liong, sudah kau periksa dengan teliti?" "Yaaa, sudah kuperiksa semua" "Kalau begitu bebaskan totokan jalan darahnya dan biarkan mereka pergi dari sini" "Apa?" teriak Yu siau-liong tertegun. "Lepaskan dia, biarkan ia pergi dari sini" Kali ini Yu siau-liong dapat mendengar semua katakata tersebut dengan jelas, sekali pun hatinya diliputi kebingungan, namun ia tak berani membangkang perintah kakaknya. Maka setelah menepuk bebas tototokjalan darah di tubuh gadis tersebut, ia segera menyingkir ke samping. Dengan langkah lebar Lim Han-kim menghampiri lelaki berbaju hitam itu, di-pungutnya golok yang tergeletak di tanah itu lalu disarungkan kembali ke punggung pemiliknya, kemudian sambil membebaskan totokan jalan darahnya ia berkata: "Silahkan kalian berdua pergi dari sini, maaf kalau aku tak bisa menghantar...." Tidak menunggu jawaban lagi, ia membalikkan badan dan melangkah masuk ke dalam ruangan, Dengan termangu- mangu gadis berbaju hijau dan lelaki berbaju hitam itu mengawasi bayangan punggung Lim Han-kim, 52 mereka tak tahu mesti terkejut atau gembira menghadapi kenyataan ini. Dari kejauhan terlihat baju putih yang dikenakan Lim Han-kim bergetar keras, rupanya ia sedang merasakan guncangan hati yang luar biasa. Tak lama kemudian, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan. Lelaki berbaju hitam itu segera menghadiri gadis berbaju hijau itu, bisiknya kemudian: "Nona Gwat, kita harus pergi dari sini" Gadis berbaju hijau itu manggutmanggut, ia membalikkan badannya lalu melangkah pergi dari situ dengan lamban, sebentar kemudian bayangan tubuhnya juga lenyap di balik pepohonan. "Kongcu" seru lelaki berbaju hitam itu kemudian sambil menjura ke arah ruangan, "Budi kebaikanmu hari ini tak akan kamu lupakan, suatu ketika nanti, kebaikan ini pasti akan kami balas." Yu siau-liong menghela napas panjang. "Lebih baik kau cepat-cepat meninggaikan tempat ini, jangan sampai membuat gusar hatiku. Hmmm Kalau sampai aku tak dapat mengendalikan diri, jangan salahkan kalau kau sampai kubunuh" Lelaki berbaju hitam itu sadar bahwa apa yang diucapkan bocah tersebut kemungkinan bisa benar-benar terjadi, maka tanpa membuang waktu lagi ia membalik 53 badan dan pergi dari situ. Memandang hingga bayangan tubuh kedua orang itu lenyap daripandangan, Yu siauliong
baru kembali ke ruangannya. "saudara cilik, tunggu sebentar" Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara rendah. Yu siau-liong berhenti sambil berpaling, sambil tersenyum dan menggoyangkan kipasnya, pemuda ganteng itu melangkah ke muka dan manggut-manggut. "Ada apa kau memanggilku?" tegur bocah itu sambil berkerut kening. Lantaran pikirannya sedang gundah, otomatis nada suaranya juga tak sedap didengar Pemuda ganteng itu tersenyum. "Eeei, saudara cilik Usiamu masih muda, buat apa emosimu meledak-ledak macam begitu...?" "Mengapa? Ketahuilah, hatiku sedang gundah, paling baik jangan mengganggu ketenanganku. " Agaknya pemuda ganteng itu memang sengaja hendak mencari gara-gara, sambil berjalan mendekat, kembali ujarnya sambil tersenyum: "Tolong sampaikan kepada kakakmu, katakan Li Bun-yang dari Hong-san ingin berjumpa dengannya." "Bagaimana sih kamu ini? Bukankah kau telah tahu bahwa kakakku sedang murung dan kesal karena 54 kehilangan pil mustika, mau apa kau mengganggunya sekarang?" Li Bun-yang tertawa tergelak "sejak terjun ke dalam dunia persilatan, banyak sudah jago tangguh yang pernah kujumpai, tapi tak seorangpun tokoh-tokoh silat kenamaan itu berani bertindak kurang ajar kepadaku...." "Harap saudara Li jangan marah." Tiba-tiba terdengar Lim Han-kim berseru dengan nada murung, "Adik seperguruanku ini memang sudah terbiasa latah, Bila ia sudah bersikap kurang sopan, harap memandang di atas wajahku. Maafkanlah kali ini." "saudara Lim." kata Li Bun-yang tertawa, " Aku rasa bendera duka citamu sudah waktunya diturunkan sebab kalau dibiarkan terus bisa memancing rasa ingin tahu jago-jago persilatan yang kebetulan sedang lewat di tempat ini" "Terima kasih banyak atas petunjuk saudara Li...." sahut Lim Han-kim. setelah memandang Yu siau-liong sekejap. ia meneruskan bicaranya, "Adik Liong, cepat turunkan bendera duka cita itu Kita harus segera meneruskan perjalanan." Yu Siau-liong mengiakan dan segera melaksanakan perintah kakak seperguruannya itu. "saudara Lim...." kembali Li Bun-yang menyapa. 55 "Apakah saudara Li masih ada persoalan lain?" Li Bun-yang maju menghampirinya, setengah berbisik katanya: "sebetulnya aku punya sebuah masalah yang ingin mohon bantuan dari saudara Lim, aaai sesungguhnya sudah hampir sebulan aku berdiam di loteng Tiachan-thay gara-gara urusan ini..." "Maaf saudara Li." tampik Lim Han-kim sambil menggeleng, "Aku sendiri pun sedang menghadapi masalah penting dan harus segera pulang ke kota Kimleng...." "Yaa sudahlah." kata Li Bun-yang dengan wajah berubah, "Kalau toh saudara Lim enggan membantu, aku pun tak ingin mengganggumu lebih lama lagi." ia segera membalikkan badan dan berlalu dari situ. "Tunggu sebentar saudara Li" Lim Han-kim menghela
napas. "Apa yang ingin saudara Lim sampaikan?" Sambil menghampiri pemuda itu, Lim Han-kim berkata: "Sering kudengar ibuku membicarakan tentang keluarga persilatan dari Hong-san yang katanya merupakan keluarga pendekar nomor wahid di kolong langit" "Terima kasih, terima kasih." 56 "Keluarga persilatan dari Hong-san amat tersohor di kolong langit, entah bantuan macam apa yang saudara butuhkan?" Li Bun-yang berpikir sebentar, lalu bisik-nya: "Sekilas pandangan pesanggrahan bunga thotak lebih hanya sebuah rumah penginapan dan rumah makan, Tahukah kau bahwa di balik kesemuanya itu tersembunyi suatu rencana besar yang amat keji, jahat dan mengerikan yang diatur justru dari dalam hutan bunga tho ini." "Aaah, masa iya?" Lim Han-kim berkerut kening. "Saudara Lim baru kali ini berkunjung ke mari, tentu saja kau belum tahu tentang rahasia pesanggrahan Thohoakit ini. sepintas lalu gadis-gadis yang tersedia di loteng Gi-hong-kek dan Hui-jui-lo memang rata-rata cantik, lemah lembut dan pandai menari, tapi... tahukah kau bahwa gadis lemah lembut itu justru memiliki ilmu silat yang amat tinggi? Tak sedikitjago-jago tangguh persilatan yang terbuai di balik lemah gemulainya tubuh gadis-gadis itu kemudian musnah tanpa sempat mengeluarkan suara apa pun...." Berkilat sepasang mata Lim Han-kim setelah mendengar uraian itu, jelas ia sudah tertarik oleh kasus tersebut, Dengan senang hati Li Bun-yang memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan. 57 "Di dalam loteng Tia-chai-thay tersedia beribu- ribu jilid buku yang boleh dibaca siapa pun, tapi siapa yang akan menduga bahwa mereka justru menggunakan umpan kitab-kitab itu untuk memancing kedatangan jago-jago silat dan kemudian menjebaknya ke dalam perangkap mereka." "saudara Li, atas dasar apa kau menuduh demikian? Menurut pendapatku, meski pemilik pesanggrahan itu agak licik dan susah diraba isi hatinya, agaknya ia tidak termasuk anggota dunia persilatan" Li Bun-yang tersenyum. "Kedatangan saudara Lim tepat waktunya. Hari ini adalah saat pertemuan yang mereka selenggarakan setiap tiga bulan satu kali, Boleh dibilang semua pimpinan yang punya kedudukan akan berdatangan ke mari, Menurut hasil penyelidikanku pertemuan yang diselenggarakan sekali setiap tiga bulan ini mempunyai arti penting bagi mereka. sampai sekarang, walaupun aku telah mengerahkan banyak pikiran dan tenaga pun belum berhasil mendapat tahu siapakah pemimpin di balik organisasi rahasia itu, itulah sebabnya saat kedatangan saudara Lim, keadaan di sini sangat tenang...." "saudara Li, menurut penuturanmu tadi, di balik pesanggrahan Bunga Tho ini sedang disusun suatu 58 rencana keji yang akan mempengaruhi dunia persilatan
Boleh aku tahu, apa yang kau maksudkan?" "Panjang sekali untuk dibicarakan, aku rasa tempat ini bukan tempat yang cocok untuk bercakap. Begini saja, apabila saudara Lim berminat, mari kita pergi berpesiar sambil menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya." Lim Han-kim termenung sebentar, akhirnya dia mengangguk "Baiklah, akan kuturuti kemauanmu" sementara itu Yu siau-liong telah selesai menurunkan bendera duka cita dan sedang melangkah masuk ke dalam ruangan. "Adik Liong." Lim Han-kim segera berbisik, "Cepat kau tuntun ke luar kuda-kuda kita...." Tapi sebelum perkataan itu selesai, tiba-tiba terdengar ada suara langkah kaki manusia yang berjalan mendekat Ketika menengok ke luar, ia saksikan dua orang pelayan dengan membawa lampu lentera berjalan di muka mengiringi pemilik pesanggrahan yang menyusulnya di belakangnya dengan langkah tergesa-gesa. "Toako" bisik Yu siau-liong, "Pemilik pesanggrahan datang lagi, cepat kau berbaring ke dalam peti mati" "Aku rasa kemunculanku sudah diketahui mereka," 59 "Tidak apa-apa." bisik Li Bun-yang. "Tadi aku sudah mewakili saudara Lim untuk memeriksa keadaan di sekeliling sini, semua jago-jago yang mereka siapkan di situ sudah kuhabisi semua, memang ada baiknya jika untuk sementara waktu saudara Lim bersembunyi lagi dalam peti mati, mari kita lihat permainan apa lagi yang hendak mereka perlihatkan" Lim Han-kim mengangguk tanda setuju, kepada adiknya ia berpesan: "Adik Liong, jangan lupa minta balik kuda-kuda tunggangan kita, sebab kita akan melanjutkan perjalanan malam ini juga." Selesai berkata, ia totokkan kakinya ke tanah dan seperti sambaran petir tubuhnya sudah meluncur ke depan, langsung menyusup masuk ke dalam peti mati, Baru saja ia selesai menyembunyikan badan, dengan langkah terburu-buru pemilik pesanggrahan itu sudah muncul di dalam ruangan. Li Bun-yang segera menyembunyikan diri di belakang pintu, sementara Yu siau-liong maju dengan langkah lebar menghadang di depan pintu, Dengan pedang melintang di depan dada dan mata mencorong sinar tajam, Yu siau-liong menegur: "Di tengah malam buta begini, ada urusan apa kalian datang ke mari?" Dengan cepat dua orang pelayan itu menyebar ke kedua belah sisi, sementara pemilik pesanggrahan maju dengan langkah lebar, setelah mengamati bocah itu 60 sekejap ujarnya: "Di depan orang berpengalaman lebih baik jangan main tipu muslihat. Aku tak pingin terjungkal dalam selokan, Harap saudaramu segera tampil di depan, aku ingin mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadanya." Bagaimana pun Yu siau-liong masih muda dan tidak mengenal kelicikan dunia persilatan Termakan gertak sambal kakek itu, tanpa sadar ia melirik sekejap ke arah peti mati, lalu jawabnya seraya menggeleng: "Tidak bisa, kalau kau ada urusan lebih baik sampaikan saja kepadaku" Li Bun-yang yang bersembunyi di belakang pintu
kontan saja mengerutkan dahi-nya, pikirnya: " Goblok amat bocah ini, bukankah ia sama saja sudah mengaku?" Kedengaran pemilik pesanggrahan itu mendehem berulang kali, kemudian tanya-nya: "saudara cilik, kau masih muda, aku takut kau tak dapat mengambil keputusan." "Hey, bagaimana sih kamu ini, mana ada orang yang sudah mati sanggup berbicara lagi?" Pemilik pesanggrahan itu tertawa dingin "saudara cilik, lebih baik minum arak kehormatan dari pada arak hukuman jika kau enggan menyingkir, jangan salahkan kalau aku si orang tua akan bertindak kasar kepadamu." 61 "Mengapa?" teriak Yu siau-liong sambil mendelik. "Kaupingin berkelahi? Bagus, itu malah kebetulan sekali bagiku" Agaknya pemilik pesanggrahan itu tak menyangka bahwa dalam usia semuda itu ternyata Yu siau-liong amat kasar dan susah dilayani, untuk sesaat dia malah termangu dibuatnya, "Ehmm... jarang sekali ada bocah kecil yang begitu keras kepala dan tak tahu diri macam kau...." "Tak usah banyak bicara lagi dengan-nya...." Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis menukas. Menyusul suara itu, dari balik pepohonan muncullah seorang gadis berambut panjang yang memakai baju serba hijau. Ketika Yu siau-liong amati gadis itu, ia segera mengenalinya sebagai gadis yang datang melayat mengikuti pemilik pesanggrahan tadi, sementara itu gadis berbaju hijau itu sudah melangkah datang dengan lemah gemulai. Baru saja Yu siau-liong hendak menghardik tiba-tiba ia dengar Li Bun-yang berbisik dengan suara lembut: "saudara cilik, sementara waktu tahan dulu emosimu, lebih baik kita ikuti saja kemauan mereka, Kalau dugaanku tak salah? kedatangan mereka tentu ada maksud-maksud tertentu, dan lagi kau pun tak usah banyak melayani pembicaraan mereka, daripada rahasiamu terbongkar" 62 Melihat Yu siau-liong sama sekali tidak menggubris perkataannya, bahkan lagaknya seolah-olah tidak mendengar sama sekali, tak tahan lagi meluaplah amarah gadis berbaju hijau itu. Tanpa membuang waktu ia melejit ke depan, langsung menerjang masuk ke dalam ruangan. Pedang Yu-Siau liong yang semula melintang di depan dada, secepat kilat menyambar miring ke samping. Terasa cahaya tajam berkilauan membentuk seberkas bianglala berwarna perak, sebuah babatan maut menyapu kedepan menghadang jalan masuk gadis berbaju hijau itu. Si nona yang sedang menerkam ke muka serentak menghentikan gerak badannya lalu mundur dua langkah, sambil tertawa dingin jengeknya: "Tak heran kau latah dan sombong, nampaknya ilmu silat yang kau miliki cukup tangguh". Baru saja Yu Siau-liong hendak meradang, tiba-tiba ia teringat dengan nasehat Li Bun-yang, maka sambil menahan hawa amarah, jawabnya seraya tertawa tergelak: "Ha, ha, ha, ha.... Tak mudah kalau pingin nerobos masuk ke dalam, begini saja, coba kau jelaskan apa maksud kedatangan kalian. Asal masuk di akal, tentu
kuijinkan kalian masuk ke mari." Diam-diam Li Bun-yang tertawa geli, pikirnya: "Tak kusangka bocah ini susah dihadapi..." 63 Dalam pada itu gadis berbaju hijau tersebut sudah bertanya lagi sesudah berpikir sebentar: "Apakah kalian datang dari Hua-san?" Yu Siau-liong tertegun, tapi segera jawabnya: "Betul, darimana kau bisa tahu?" Nona berbaju hijau itu tersenyum. "Apakah kakakmu yang pura-pura mati bernama Lim Han kim..." "Betul juga, mengapa?" "Kalau begitu tak salah lagi" kata si nona sambil manggut-manggut. "Apanya yang tak salah?" "Tak ada salahnya kuterangkan, bukankah kakakmu yang berlagak mati membawa sebotol jinsom berusia seribu tahun? Kami sudah periksa semua bekalan dan pelana kudamu, tapi obat itu belum juga ditemukan. Aku pikir pasti ada di sakunya, bukan begitu?" BAB 3. Sapu tangan penyelamat. "Aneh benar kejadian ini." Diam-diam Yu siau liong berpikir sambil berkerut kening. "Darimana mereka tahu kalau kami membawa obat mustika seribu tahun? Padahal kejadian ini amat dirahasiakan..." 64 sementara ia masih berpikir, gadis berbaju hijau itu sudah melanjutkan kata-katanya: "Sebenarnya kami siapsiap hendak merampasnya di dermaga penyeberangan sungai Tiang kang. Tak nyana ternyata kalian malah menginap di pesanggrahan Tho Hoa kit ini..." Berbicara sampai disini, tiba-tiba dengan suara lebih keras dan nyaring serunya: "Sekarang aku telah menjelaskan kepada kalian. Nah, tinggal kamu berdua pilih sendiri jalan kehidupan atau jalan kematian yang hendak dipilih. Kalau ingin pergi darisini dalam keadaan selamat, lebih baik serahkan pil jinsom seribu tahun itu kepadaku..." "Waah... seram amat" ejek Yu siau-liong sambil tertawa, "sayang, aku tak pernah takut mati, jadi bagaimana kalau kupilih jalan kematian saja?" " Kecil orangnya besar amat lagaknya, hmmm Tampaknya susah amat melayani manusia macam kau...." "Terima kasih, terima kasih." kata Yu Siau-liong sambil angkat bahu, "Aku rasa umur nona tak lebih tua beberapa tahun dariku, ditambah pula kau adalah kaum wanita, Tak nyana perempuan muda macam kau pun berani merampok orang... sayang sekali kau telah salah mencari sasaran." 65 "salah mencari sasaran?" tanya gadis berbaju hijau itu tertegun, "jadi perkataanmu tadi cuma bohongan...." "Bukan, bukan begitu" Yu siau-liong menggeleng sambil tertawa, "Aku tak pernah berbohong, apa yang kalian katakan memang sudah betul semua dan tepat, Hanya saja... meskipun kami membawa sebotol pil mustika seribu tahun, yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah kau merampasnya dari tangan kami." Gadis berbaju hijau itu mengernyitkan keningnya,
sambil mencabut pedangnya ia menjengek dingin: " Kalau begitu aku harus mencobanya dulu" Baru saja ucapannya selesai diutarakan, tubuh beserta pedangnya sudah menerjang ke tubuh Yu siau-liong yang menghadang di depan pintu. Memandang cahaya pedang yang menyambar dadanya, Yu siau-liong segera bentangkan senjatanya dengan jurus "Angin Puyuh Menyapu saiju" untuk membendung serangan itu. Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menarik kembali senjatanya di tengah jalan, sambil mundur dua langkah, ujarnya: "Aku harus mengajukan pertanyaan dulu sebelum melanjutkan pertempuran denganmu^ " Kalau tak mampu mengalahkan aku, buat apa bertanya lagi. Huuuh Benar-benar manusia tak tahu malu" 66 Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris sindiran tersebut, kembali tanyanya lantang: "Benarkah pil mustika seribu tahun itu masih tersimpan dalam saku kakakmu yang berlagak mampus itu?" "Apa gunanya cerewet terus, kalau tak