PRODUKSI ENZIM PEKTINASE OLEH Aspergillus niger DAN APLIKASINYA PADA PELEPASAN PULP DAN SELAPUT BIJI KAKAO
PECTINASE ENZYME PRODUCTION BY Aspergillus niger AND ITS APPLICATION ON PULP AND MEMBRANE EXTRICATION OF COCOA BEANS
Sitti Nadirah, Amran Laga, Elly Ishak, Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian
Alamat Korespondensi : Sitti Nadirah, S.Tp Jl. Ujung Pandang Baru 8, No.21 Makassar, 90215 HP : 085 255 992 018 Email :
[email protected]
Abstrak Kulit kakao dapat dimanfaatkan sebagai media fermentasi untuk menghasilkan enzim pektinase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi substrat yang diperlukan untuk menghasilkan enzim pektinasi yang optimal melalui fermentasi media padat Aspergillus niger, pengaruh enzim pektinase terhadap pelepasan pulp dan selaput biji kakao, dan pengaruh enzim pektinase terhadap kandungan polifenol biji kakao. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan perbandingan konsentrasi substrat kulit kakao dan urea untuk memperoleh enzim pektinase yang optimal, yang selanjutnya digunakan dalam perendaman biji kakao, Kemudian dilakukan analisa polifenol biji kakao setelah perendaman. Hasil penelitian diperoleh rasio karbon berbanding urea yang optimal adalah kulit kakao 55% berbanding urea 4% dengan rendemen enzim yang diperoleh adalah 0.28 g dan aktivitas enzim 0.0074 unit/mg protein. Waktu perendaman enzim pektinase optimal adalah 4 jam, dengan penggunaan optimal sebanyak 4 kali. Kadar polifenol biji kakao dengan perendaman enzim pada suhu 30 oC adalah 4.23%, dan pada suhu 50 oC adalah 3.24%. Sesuai hasil penelitian, enzim pektinase dapat digunakan dalam perendaman untuk pelepasan pulp biji kakao. Disimpulkan bahwa enzim pektinase optimal dapat digunakan dalam perendaman biji kakao untuk pelepasan pulp dan selaput biji kakao. Kata Kunci : Aspergillus niger, Enzim pektinase, polifenol biji kakao
Abstract Cacao shell can be used as a medium for fermentation and produce pectinase enzyme. The research aimed to investigate the concentration of substrate needed to produce the optimal pectinase enzyme through the solid medium fermentation of Aspergillus niger, the impact of the pectinase enzyme on the cocoa bean pulp extrication, the impact of the pectinase enzyme on the chemical characteristic of the cocoa beans, in this case, the polyphenol content of cocoa beans. The research was carried out in the Laboratory of Food Science and Technology, Agricultural Technology Department, Faculty of Agriculture, Hasanuddin University. The research used an experimental method with the comparison of concentration of cocoa shell substrate and urea to obtain the optimal pectinase enzyme which was then used in the submersion of the cocoa beans, then analyzed polyphenol of the cocoa beans after the submersion was conducted. The research results indicates that the carbon ratio of cocoa shell is 55% compared with 4% urea, the enzyme yield obtained is 28 g/l and the enzyme activity is 0.0074 unit/mg protein. The optimal submersion time of the pectinase enzyme is 4 hours, with the optimal use as many as 4 times. The polyphenol content of the cocoa beans with the enzyme submersion on the temperature of 30 oC is 4.23%, and on the temperature of 50 °C is 3.24%. Based on the research result, the pectinase enzymes can be used in the submersion for the extrication of cocoa bean pulp. The conclusion of this study are pectinase enzyme can be used on submersion for the extrication of cocoa bean pulp and membrane. Key words : Aspergillus niger, pectinase enzyme, cocoa bean polyphenol
PENDAHULUAN Limbah hasil pertanian memiliki potensi besar dalam pemanfaatannya. Limbah ini dapat digunakan sebagai media pertumbuhan bagi mikrooranisme untuk memproduksi enzim. Penelitian dengan memenfaatkan limbah hasil pertanian telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Patil, et al., (2006), yang menunjukkan bahwa dengan substrat kulit lemon, bunga matahari, dan sorghum, dapat diperoleh enzim pektinase dengan produksi aktivitas pektinase optimal pada periode fermentasi 72 jam. Faktor ketersediaan substrat merupakan hal yang penting dalam produksi enzim (Tanyildizi, et al., 2007) Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting sebagai komoditi ekspor. Kulit kakao merupakan bagian yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi sehingga pemanfaatannya dapat memberikan nilai tambah tersendiri.. Kandungan nutrisi yang banyak terdapat dalam kulit kakao ini dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan bagi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim. Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Pahlevi (1987), dengan memanfaatkan kulit kakao sebagai media untuk memproduksi enzim pektinase. Pemanfaatan kakao selama ini lebih banyak dari aspek bijinya, dimana biji kakao mengandung polifenol yang cukup tinggi. Polifenol merupakan salah satu komponen bioaktif yang terdapat dalam biji kakao. Zat ini merupakan salah satu senyawa fenolik yang memiliki aktiitas antioksidan yang tinggi (Jalil, et al., 2008), dimana komponen dominan yang berkonstribusi cukup besar dalam kemapua antioksidannya adalah dari segi struktur polifenolnya (Redovnikovic, et al., 2009). Kandungan senyawa fenol ini menjadikannya sebagai salah satu komoditi yang penting, yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan produk makanan fungsional. Akan tetapi kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan, dimana proses fermentasi itu sendiri menyebabkan
kandungan senyawa
kimia dalam biji kakao menjadi berubah,
terutama senyawa flavonoid yang dapat memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi, et al., (2003), kandungan polifenol dalam biji kakao menurun sampai 50% selama proses fermentasi. Penurunan pada kadar polifenol biji kakao setelah fermentasi karena adanya penguraian senyawa polifenol. Selain itu, pemanasan biji kakao yang relatif lama juga dapat mengakibatkan polifenol mengalami kerusakan, sehingga aktivitas antioksidatif produk kakao yang dihasilkan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto, et al., (2007), diperoleh bahwa selama penyangraian biji kakao menggunakan energi gelombang mikro (EGM)
dan konvensional, kadar polifenol berubah menjadi lebih kecil. Hal ini mungkin disebabkan karena peristiwa oksidasi polifenol yang dipercepat oleh pengaruh suhu dan lama penyangraian. Pada penelitian ini, substrat yang digunakan adalah kulit kakao sebagai sumber karbon dan urea sebagai sumber nitrogen dalam fermentasi media padat untuk menghasilkan enzim pektinase. Kemudian enzim ini akan dimanfaatkan dalam perendaman biji kakao untuk pelepasan pulp biji kakao, yang nantinya akan dilakukan analisa kadar polifenol pada biji kakao tersebut. Sehingga dapat diketahui pengaruh perendaman enzim pada biji kakao terhadap kandungan polifenol biji kakao. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari produksi filtrat enzim pektinase optimal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pelepasan pulp dan selaput biji kakao saat perendaman, dan pengaruhnya terhadap kadar polifenol biji kakao tersebut.
BAHAN DAN METODE Bahan Kulit kakao dan biji kakao yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kakao jenis kakao lindak (Forastero) yang diperoleh dari kabupaten Sinjai. Kulit kakao yang diperoleh selanjutnya dikeringkan secara konvensional, kemudian dihaluskan. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah perbandingan konsentrasi kulit kakao 37%, 55%, dan 64% berbanding konsentrasi urea 2%, 3%, dan 4%, dimana enzim pektinase yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisa terhadap rendemen dan aktivitas enzim. Kemudian dilakukan perendaman biji kakao dengan menggunakan air dan enzim pektinase optimal yang diperoleh pada suhu 30 oC dan 50 oC selama waktu optimal perendaman yang diperoleh. Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah, perlakuan kombinasi konsentrasi kulit kakao 37%, 55%, dan 64% berbanding urea 2%, 3%, dan 4%, dimana tiap perlakuan diulang sebanyak dua kali. Rancangan Acak Lengkap digunakan terhadap hasil perhitungan rendemen enzim, dan hasil analisa aktivitas enzim. Perbandingan perendaman biji kakao dengan menggunakan air dan enzim pada suhu 30 oC dan 50 oC dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.
Metode Penelitian Produksi Enzim Pektinase Produksi enzim pektinase menggunakan Aspergillus niger dengan substrat kulit buah kakao melalui proses sistem fermentasi padat, dilakukan dengan perlakuan kombinasi Konsentrasi kulit kakao 37%, 55%, dan 64% dari berat total media, dan konsentrasi urea 2%, 3%, dan 4% dari berat total media. Media
disterilkan
di
dalam
autoclave
kemudian
didinginkan.
Suspensi spora kemudian disebar merata pada media tersebut. Kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 4 hari. Pengambilan enzim dilakukan dengan menambahkan air suling sebanyak 100 ml dan larutan tween 0.1 % ke dalam erlenmeyer yang berisi substrat dan dikocok dengan magnetic stirrer selama satu jam. Filtrat dan padatan dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Aktivitas Enzim (unit / mg protein) Aktivitas enzim dihitung dengan rumus : Aktivtas Enzim Pektinesterase (unit /ml enzim) Aktivitas Enzim =
Protein enzim (mg protein / ml enzim)
Analisa Aktivitas Enzim Pektinesterase (unit/ml enzim) Prosedur analisa aktivitas enzim pektinesterase dilakukan dengan metode titrasi keasaman akibat gugus rnetil yang dibebaskan dengan menggunakan NaOH. Satu unit pektinesterase didefinisikan sebagai mikrornol ester yang dapat dibebaskan per rnenit per gram substrat padat (Kertezs, 1955). Larutan yang akan diuji ditambahkan 20 ml larutan pektin, dikalibrasi pada suhu 30 oC. Diatur pHnya hingga 7.5 dengan menambahkan reagen NaOH. Kemudian ditambahkan 0.2 ml enzim yang akan diuji. Direaksikan selama 1 – 5 menit. Dilakukan perhitungan terhadap waktu larutan hingga larutan tersebut mencapai pH 7.5. Ditambahkan reagen NaOH untuk mempertahankan pH larutan. Kemudian dihitung volum reagen NaOH dan waktu
yang digunakan untuk
mempertahankan pH. Analisa Protein Enzim (mg protein / ml enzim) Protein enzim dianalisa menggunakan spektrofotometri dengan metode Biuret. Dipipet 0.05 ml filtrat enzim yang telah diencerkan 1 kali dengan aquadest ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2.5 ml pereaksi biuret, lalu dibiarkan selama 30 menit. Larutan dibaca dengan menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang
550 nm. Larutan standar dibuat menggunakan protein standar BSA pada kisaran 400 sampai 2400 ppm, Rendemen Enzim (Khairnar, 2009) Rendemen enzim dianalisa dengan menggunakan metode Khairnar (2009). 10 ml filtrat enzim dipresifitasi dengan menggunakan 20 ml etanol dingin, kemudian dilakukan sentrifugasi kecepatan 5000 rpm selama 10 menit, sehingga diperoleh padatan yang terpisah yang merupakan rendemen enzim. Pelepasan Pulp dan Kulit Biji Kakao Enzim pektinase yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk pelepasan pulp dan kulit biji kakao dengan merendam biji kakao dalam larutan enzim pada suhu 50 oC. Kemudian dilakukan pengamatan setiap 1 jam selama 5 jam. Selanjutnya dilakukan perendaman pada suhu 30 oC waktu optimal perendaman. Analisa Kadar Polifenol Biji Kakao Biji kakao dihilangkan lemaknya dengan menggunakan petroleum eter (40 – 60
o
C). Total polifenol dalam biji kakao ditentukan berdasarkan metode
Folin-Dennis. 2.5 g biji kakao yang telah dihilangkan lemaknya diekstrak dengan menggunakan metanol HCl (12.5 metanol yang mengandung 1% HCl). Dibiarkan selama 24 jam pada suhu ruang. Metanol selanjutnya diuapkan dengan menggunakan waterbath pada suhu 65 oC. Filtrat yang diperoleh kemudian disaring. 1 ml filtrat ekstrak diencerkan 3 kali dengan menggunakan aquadest. Sebanyak 1 ml hasil pengenceran dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Folin dan 1 ml larutan Na2CO3. Larutan divorteks, kemudian didiamkan selama 1 jam di suhu ruang. kadar polifenol dianalisa menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 640 nm. Larutan standar dibuat dari asam tanat pada konsentrasi 40 – 200 ppm. HASIL Hubungan antara perlakuan dengan rendemen enzim yang ditunjukkan pada Gambar
1,
memperlihatkan
adanya
perbedaan
jumlah
enzim
yang
dihasilkan.
Dimana perlakuan yang menghasilkan enzim paling tinggi adalah perlakuan konsentrasi kulit kakao 55% berbanding konsentrasi urea 4%. Sedangkan perlakuan yang menghasilkan rendemen enzim yang paling rendah adalah perlakuan konsentrasi kulit kakao 37% berbanding urea 2%, kulit kakao 37% berbanding urea 4%, dan kulit kakao 55% berbanding urea 2%.
Hasil perhitungan aktivitas enzim pada Gambar 2 menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan enzim paling tinggi adalah perlakuan konsentrasi kulit kakao 37% berbanding konsentrasi urea 4%, dan konsentrasi kulit kakao 55% berbanding konsentrasi urea 4%. Sedangkan perlakuan yang menghasilkan aktivitas enzim yang paling rendah adalah perlakuan konsentrasi kulit kakao 55% berbanding konsentrasi urea 2%. Hasil perendaman pada berbagai perlakuan perendaman pada Tabel 1 menunjukkan, pada perendaman 1 jam, pulp biji kakao masih belum terlepas setelah pengucekan, sehingga selaput yang terdapat di bagian dalam pulp biji kakao tersebut juga belum terlepas. Pada perlakuan perendaman 2 jam, pulp biji kakao agak mudah terlepas setelah pengucekan, dan selaput yang terdapat dalam pulp biji kakao juga masih belum terlepas. Pada perlakuan perendaman 3 jam, pulp biji kakao mudah terlepas setelah pengucekan, tetapi selaput tetap masih sulit terlepas. Setelah perendaman selama 4 jam, pulp biji kakao menjadi amat mudah terlepas setelah pengucekan, kemudian dilakukan pengucekan untuk melepas selaput, dan diperoleh selapit tersebut bisa terlepas setelah pengucekan. Pada perendaman 5 jam, pulp biji kakao menjadi amat mudah terlepas setelah pengucekan, kemudian dilakukan pengucekan untuk melepas selaput, dan diperoleh selaput tersebut bisa terlepas setelah pengucekan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2, dimana pada perendaman dengan air suhu 30 oC pulp biji kakao belum terlepas. Perendaman dengan menggunakan enzim suhu 30 oC, pulp biji kakao agak mudah terlepas pada saat pengucekan. Pada suhu perendaman 50 oC dengan menggunakan air, pulp biji kakao masih sulit terlepas, sedangkan pada suhu
perendaman 50 oC dengan menggunakan enzim, pulp biji kakao mudah terlepas
saat pengucekan. Hasil analisa kadar polifenol biji kakao lindak pada Gambar 3 menunjukkan kadar polifenol biji kakao yang paling tertinggi adalah biji kakao tanpa perlakuan yaitu sebesar 5.13%. Kadar polifenol tersebut kemudian menurun menjadi 4.23% pada biji kakao yang direndam dengan menggunakan enzim suhu 30 oC selama 4 jam, kadar tersebut semakin menurun pada biji kakao yang direndam dengan enzim suhu 50 oC selama 4 jam menjadi 3.24%. Kadar polifenol pada biji kakao yang direndam dengan menggunakan air pada suhu 30 oC dan suhu 50 oC selama 4 jam juga menunjukkan penurunan. Dimana pada suhu 30 oC, akdar polifenolnya adalah 4.11%, sedangkan pada suhu 50 adalah 2.99%.
o
C kadar polifenolnya
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa pada konsentrasi kulit kakao 37%, rendemen enzim yang dihasilkan rendah pada berbagai konsentrasi urea, jika dibandingkan dengan konsentrasi kulit kakao 55% dan 64%. Perlakuan konsentrasi kulit kakao 55% berbanding urea 4%, merupakan konsentrasi terbaik dalam menghasilkan rendemen enzim. Hal ini dijelaskan melalui teori Jacobs (1961), bahwa kulit kakao itu sendiri merupakan induser bagi sintesa enzim. Ketika ketersediaan pektin dalam hal ini konsentrasi kulit kakao sendiri yang tidak mencukupi, maka sintesa enzim akan sedikit, dan konsentrasi urea yang berlebih akan digunakan oleh Aspergillus niger tersebut untuk menghasilkan enzim lain yang tidak memerlukan pektin sebagai indusernya. Pada konsentrasi kulit kakao 64%, pektin jumlahnya cukup tersedia digunakan oleh Aspergillus niger untuk dirombak, sehingga rendemen enzim yang dihasilkan juga lebih banyak. Hal ini juga terlihat jelas dari hasil perhitungan rendemen enzim pada konsentrasi kulit kakao 37%, rendemen enzim yang dihasilkan rendah. Pada konsentrasi kulit kakao 55% berbanding urea 3%, rendemen enzim yang dihasilkan mulai meningkat. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada konsentrasi kulit kakao 37%, aktivitas enzim pektinesterase yang diperoleh cukup tinggi, sementara pada konsentrasi kulit kakao 64% aktivitas enzim pektinesterase yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi kulit kakao 37% dan 55%. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi 37%, substrat kulit kakao yang sedikit dapat dirombak secara maksimal oleh kapang Aspergillus niger, sehingga aktivitas enzim yang diperoleh cukup tinggi. Sementara pada konsentrasi 64% aktivitas enzim pektinesterase yang dihasilkannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi kulit kakao 64% sudah terjadi penghambatan pada sintesis enzim pektinesterase. Konsentrasi kulit kakao berbanding urea memegang peranan penting agar diperoleh aktivitas filtrat enzim yang tinggi. Hal ini karena pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur karbon yang terdapat dalam kulit kakao, dan nitrogen yang terdapat dalam urea dalam pembentukan enzim. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakuka oleh Mrudula, et al., (2011), yang mengungkapkan bahwa nitrogen memiliki peran
yang
sangat
penting
dalam
pertumbuhan
mikroba
dan
produksi
enzim.
Pada penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan nitrogen dapat meningkatkan produksi enzim.
Waktu fermentasi dan suhu fermentasi juga sangat berperan penting, dimana waktu fermentasi
yang
berlebih
akan
menyebabkan
enzim
yang
dihasilkan
rendah.
Pada penelitian ini digunakan waktu fermentasi selama 4 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suresh, et al., (2010), bahwa waktu fementasi optimal dari Aspergillus niger pada berbagai media adalah sebanyak 100 jam. Dimana setelah lebih dari 100 jam, aktivitas pektinasenya akan menurun. Sedangkan suhu yang digunakan dalam fermentasi adalah suhu 30 oC dimana menurut Kumar, et al., (2010), dan Janani, et al., (2011), bahwa temperatur inkubasi berpengaruh terhadap aktivitas pektinase yang diperoleh, dan temperatur optimal untuk menghasilkan ektivitas pektinase yang optimal adalah suhu 30 o
C. Hasil pengamatan pada proses perendaman enzim menunjukkan, pada suhu 30 oC dan
suhu 50 oC pada perlakuan perendaman air, pulp biji kakao masih sulit terlepas. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan enzim pada suhu 30 oC pulp biji kakao agak mudah terlepas, sedangkan pada suhu 50 oC pulp biji kakao mudah terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan perendaman enzim, enzim yang terdapat dalam filtrat dapat merombak senyawa – senyawa yang terdapat dalam pulp biji kakao sehingga mengakibatkan pulp tersebut lebih mudah terlepas saat pengucekan dibandingkan dengan biji kakao yang direndam dengan air. Hasil analisa kandungan polifenol menunjukkan bahwa pada perendaman suhu 50 oC selama 4 jam dapat menurunkan kandungan polifenol pada biji kakao. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh perlakuan suhu perendaman dan lamanya perendaman yang mengakibatkan kandungan
polifenol
berkurang.
Hal
ini
terkait
dengan
hasil
penelitian
Supriyanto, et al., (2007), dimana konsentrasi polifenol mengalami penurunan seiring dengan waktu penyangraiannya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perisitiwa oksidasi polifenol yang dipercepat oleh pengaruh suhu. Pada oksidasi polifenol, atom H pada gugus OH diambil oleh senyawa pengoksidasi, sehingga menjadi tidak dikenal sebagai polifenol pada hasil analisis kandungan polifenol. Biji kakao yang digunakan adalah biji kakao lindak yang memiliki kadar polifenol yang tinggi. Kadar polifenol yang diperoleh pada biji kakao kontrol (tanpa perlakuan) pada penelitian ini masih masuk dalam kategori, dimana menurut Misnawai et al. (2003), bubuk kakao tanpa fermentasi mengandung polifenol 120 – 180 g/kg. Kandungan polifenol pada bubuk kakao yang telah terfermentasi memiliki kandungan polifenol terendah diantara bubuk kakao yang dianalisa pada penelitian ini. Hal ini karena fermentasi dapat menurunkan kandungan polifenol. Penelitian yang dilakukan oleh Aikpokpodion, et al., (2010)
menemukan bahwa semakin lama waktu fermentasi biji kakao, kandungan polifenolnya semakin berkurang. KESIMPULAN DAN SARAN Keseimbangan antara karbon dan nitrogen sangat diperlukan untuk menghasilkan enzim pektinase yang optimal. Pada penelitian ini enzim pektinase yang optimal diperoleh pada konsentrasi kulit kakao 55% berbanding konsentrasi urea 0.7 g. Enzim pektinase yang dihasilkan dapat digunakan dalam perendaman biji kakao untuk pelepasan pulp, dimana biji kakao hasil perendaman dengan enzim masih memiliki kandungan polifenol yang tinggi. Untuk itu perlu adanya optimalisasi waktu dan suhu perendaman biji kakao yang tepat agar diperoleh kadar polifenol yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA Aikpokpodion, P. E., and L. N. Dongo. (2010). Effect of Fermentation Intensity on Polyphenols and Antioxidant Capacity of Cocoa Beans. Int. J. Sustain. Crop Prod, Vol. 5, Pages 66- 70. Jacobs, M.B. (1961). The Chemistry and Technology of Food and Food Products. Vol. II. Interscience Publ.Inc., New York. Jalil, A.M., and A. Ismail. (2008). Polyphenols in Cocoa Products : is there a link between Antioxidant Properties and Health?. Molecules, 13, 2190-2219 ; DOI : 10.3390/molecules13092190. Janani, L. Karthik, G. Kumar, and K. V. Bhaskara. (2011). Screening of Pectinase Producing Microorganisms from Agricutural Waste Dump Soil. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research, Vol. 1, Issue 2, Pages 329 – 337. Khairnar, Y., V. Krishna, and A. Boraste. (2009). Study of Pectinase Production in Submerged Fermentation Using Different Strains of Aspergillus niger. International Journal of Microbiology Research, International Journal of Microbiology Research, ISSN: 0975-5276, Volume 1, Issue 2, 2009, Pages 13-17. Kertesz, Z. I. (1955). Methods in Enzymology, Vol. I. 158 – 162. Kumar, D. P., B. Thangabalan, P. Venkateswara, and N.M Yugandhar. (2010). Production of Pectinase Enzyme by Aspergillus niger Using Ficus Religiosa Leaves in Solid State Fermentation. International Journal of Pharmacy & Technology. Vol.3, Issue No.1, Pages 1351 - 1359. Misnawi, S. J., B. Jamilah, and S. Nazamid. (2003). Activations of Remaining Key Enzymes in Dried Under Fermented Cocoa Beans and its Effect on Aroma Precursors Formation. J Food Chem 78: 407- 417. Mrudula, S., and R. Anitharaf. (2011). Pectinase Production in Solid State Fermentation by Aspergillus niger Using Orang Peel as Sustrate. Global Journal of Biotechnology, Vol. 6, Pages 64 – 71. Pahlevi, I. (1987). Pemanfaatan Kulit Buah Coklat Sebagai Media untuk Memproduksi Enzim Pektinase oleh Aspergillus niger dengan Cara Fermentasi Media Padat. Skripsi Tidak Diterbitkan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Patil, S. R., and A. Dayanand. (2006). Exploration of regional Agrowastes for the production of pectinase by Aspergillus niger. Food.Technol, Biotechnol.44 (2) 289-292. Redovnikovic, I. R., K.. Delonga, and S. Mazor. (2009). Polyphenolic Content and Composition, and Antioxidative Activity of Different Cocoa Liquors. Czech J. Food Sci, Vol. 27, Pages 330 – 337. Supriyanto, H., B. Rahardjo, D.W. Marseno. (2007). Perubahan Suhu, Kadar Air, Warna, Kadar Polifenol dan Aktivitas Antioksidatif Kakao Selama Penyangraian dengan Menggunakan Enerji Gelombang Mikro. Jurnal Agritech, Vol.27, No 1 Maret 2007.
Suresh, B., and T. Viruthagiri. (2010). Optimization and Kinetics of Pectinase Enzyme using Aspergillus niger by Solid State Fermentation. Indian Journal of Science and Technology Volume 3, No. 8 August 2010, Pages 867 – 870. Tanyildizi, M.S., D. Özer, and M. Elibol. (2007). Production of bacterial α-amylase by B. amyloliquefaciens Under Solid Substrate Fermentation. Biochemical Engineering Journal Volume 37, Issue 3, 15 December 2007, Pages 294-297.
LAMPIRAN ]Tabel 1. Hasil Perlakuan Perendaman Biji Kakao Perlakuan Pulp Selaput 1 jam Masih sulit terlepas Masih belum telepas 2 jam Agak mudah terlepas Masih belum terlepas 3 jam Mudah terlepas Sulit terlepas 4 jam Amat mudah terlepas Bisa terlepas 5 jam Amat mudah terlepas Bisa terlepas. Sumber : Data Hasil Pengamatan Perendaman Biji Kakao, 2012 Tabel 2. Hasil Perbandingan Perlakuan Perendaman Antara Air dengan Enzim pada Suhu 30oC dan Suhu 50oC Perlakuan Kemudahan Warna biji kakao setelah terlepas pelepasan Air Suhu 30oC Sulit terlepas Berwarna kecoklatan Suhu 50oC Sulit terlepas Berwarna kecoklatan o Enzim Suhu 30 C Agak mudah Berwarna agak putih terlepas Suhu 50oC Mudah terlepas Berwarna agak putih Sumber : Data Hasil Pengamatan Perendaman Biji Kakao, 2012
28
Rendemen enzim (g/l)
30
25.67
25 20
25.33
27
21.67
15
16.33
15
15
15 10 5 0 37% : 2%37% : 3%37% : 4%55 %: 2%55% : 3%55% : 4%64% : 2%64% : 3% 64% : 4%
Perbandingan kulit kakao dan urea
Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Perbandingan Kulit Kakao dan Urea terhadap Rendemen Enzim
Aktivitas enzim (unit / mg protein)
0.0078
0.008 0.007
0.0074
0.0062
0.006 0.005 0.0035
0.004
0.0027
0.0024
0.003
0.0016
0.002
0.0011
0.0012
0.001 0 37% : 2% 37% : 3% 37% : 4% 55 %: 2% 55% : 3% 55% : 4% 64% : 2% 64% : 3% 64% : 4%
Perbandingan kulit kakao dan urea Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Perbandingan Kulit Kakao dan Urea terhadap Aktivitas Enzim.
Kadar Polifenol Biji Kakao dalam (%)
6 5.13 5
4.23
4.11
4
3.24 2.99
3
perendaman dengan enzim
2
perendaman dengan air
2.87
1 0 Kontrol
Suhu 30 °C
Suhu 50 °C
Fermentasi
Biji Kakao
Gambar 3. Pengaruh Perendaman Biji Kakao dengan Enzim dan Air pada Suhu 30 oC dan 50 oC selama 4 jam terhadap Kadar Polifenol Biji Kakao (dalam 2.5 g)