PEERAPA PRODUKSI BERSIH UTUK PEAGAA AIR TERPRODUKSI DI IDUSTRI MIYAK DA GAS
SILLAK HASIAY
SEKOLAH PASCASARJAA ISTITUT PERTAIA BOGOR BOGOR 2015
PERYATAA MEGEAI TESIS DA SUMBER IFORMASI SERTA PELIMPAHA HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Produksi Bersih Untuk Penanganan Air Terproduksi Di Industri Minyak Dan Gas benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Sillak Hasiany NIM P052110011
RIGKASA SILLAK HASIANY. Penerapan Produksi Bersih Untuk Penanganan Air Terproduksi Di Industri Minyak Dan Gas. Dibimbing oleh ERLIZA NOOR dan MOHAMMAD YANI Air terproduksi merupakan limbah cair utama dari proses produksi migas, memiliki komposisi senyawa yang kompleks dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola. Produksi bersih merupakan suatu proses terintegrasi yang berupa strategi pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Pendekatan produksi bersih dilakukan dengan peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku yang lebih ekonomis dan tidak berbahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Penerapan produksi Produksi bersih pada industri dapat dilakukan dengan aplikasi minimasi limbah dan teknologi bersih. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)mengidentifikasi proses air produksi dari awal terbentuk sampai dengan pembuangannya di Perusahaan X ; (2)mengidentifikasi upaya produksi bersih yang telah dilakukan dalam pengelolaan limbah air terproduksi; (3)menawarkan solusi atau rencana alternatif dalam konsep produksi bersih untuk pengelolaan limbah air terproduksi. Penelitian ini menggabungkan dua metode penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif. Analisis data dengan melakukan Quick Scan, analisis peluang produksi bersih dievaluasi dari kemungkinan pengurangan limbah langsung pada sumber, kemungkinan pemanfaatan serta pencegahan pencemaran limbah, evaluasi lingkungan dan Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa air terproduksi merupakan limbah cair terbesar yang dihasilkan dari proses produksi minyak dan gas bumi. Jumlah air terproduksi yang besar harus dikelola agar tidak merugikan baik bagi perusahaan maupun lingkungan, Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan teknologi produksi bersih. Teknologi alternatif produksi bersih yang dapat digunakan diantaranya adalah teknologi reinjeksi, Air Gap Membrane Distillation (AGMD), Waste stabilisation ponds (WSPs), membrane bioreactor (MBR), microelectrolysis dikombinasikan dengan anaerobik proses, electrocoagulation pretreatment dikombinasikan dengan Reverse Osmosis membranes. yang menguntungkan dari segi ekonomi dan lingkungan. Rekomendasi para ahli dengan menggunakan AHP menghasilkan tiga kriteria dalam memilih teknoloogi produksi bersih yang dapat diterapkan perusahaan. Tiga criteria tersebut adalah kemudahan operasional, manfaat yang diambil, dan daya tampung lingkungan. Perusahaan memilih cara reinjeksi dan praktek Good Housekeeping untuk mengelola air terproduksi yang dihasilkan Kata kunci: air terproduksi, industri migas, produksi bersih, sumur injeksi
SUMMARY SILLAK HASIANY. The Implementation of Cleaner Production to Manage Produced Water in the Oil and Gas Industry. Supervised by ERLIZA NOOR and MOHAMMAD YANI Produced water is the largest volume waste from oil and gas productions contaminated with complex mixture of organic and inorganic compounds. The untreated produced water discharges may be harmful to the surrounding environment, so is necessary to have produced water management that tend to have reduce a risk for the enviroment and human. Cleaner Production (CP) is a continuous application of an integrated, preventive, environmental management strategy to increase overall efficiency and to reduce risks to humans and environment. Cleaner production approach is done by improving the effieciency production process, the use of the techniques of recycling and reusable, the possibility of substitution of raw materials that is more economical and not harmful, as well as the improvement of the operating system and work procedures. Implementation of clean production in industrial production can be done with the application of waste minimization and clean technology.. The aims of this research are (1)to identify process produced water in the company; (2)to identify the alternative cleaner production to managed produced water which can be implemented in the company; (3) to find a good alternative process for produced water treatment. This study combines the two methods, namely qualitative and quantitative research.. Analysis were done by using Quick Scan that consisted in two phase, preparation and implementation, evaluation of Cleaner Production opportunities, evaluation of environmental and economic assessment and Analytic Hierarchy Process (AHP). The results showed that the produced water was the largest liquid waste from oil and gas production activities. The great amount of produced water must be managed to prevent harm for both of company and nature. One of method that can be used is cleaner production technology. there is a wide variety of clean production technologies such as reinjection, Air Gap Membrane Distillation (AGMD), Waste stabilization ponds (WSPs), membrane bioreactor (MBR), microelectrolysis combined with anaerobic process, combined with electrocoagulation pretreatment Reverse Osmosis membranes are advantageous in terms of economy and environment. The recommendations of the expert by using AHP produced three criteria for choosing clean production technologies that can be applied by the company. The three criteria was ease of operation, benefits are taken, and the environmental carrying capacity. The company chosed reinjection technology and good housekeeping for treating the generated produced water. Keywords: cleaner production, injection wells, Oil and Gas Industry, produced water
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEERAPA PRODUKSI BERSIH UTUK PEAGAA AIR TERPRODUKSI DI IDUSTRI MIYAK DA GAS
SILLAK HASIAY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJAA ISTITUT PERTAIA BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi :
Dr Ir Hefni Effendi
Judul Tesis : Penerapan Produksi Bersih Untuk Penanganan Air Terproduksi Di Industri Minyak Dan Gas Nama : Sillak Hasiany NIM : P052110011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Moh. Yani, M.Eng Anggota
Prof. Dr Ir Erliza Noor Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Cecep Kusmana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 18 Mei 2015
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah produksi bersih, dengan judul Penerapan Produksi Bersih Untuk Penanganan Air Terproduksi Di Industri Minyak Dan Gas. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Erliza Noor dan Bapak Dr. Ir Mohammad Yani selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Hefni Effendi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Rizal Siregar dan Ibu Indachi dari Perusahaan X, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan juga teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015 Sillak Hasiany
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 3 3 4
2 METODE Tahapan penelitian Metode Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data
5 5 5 5
Prosedur Analisis Data Quick Scan
6 6
Peluang Produksi Bersih
6
Evaluasi lingkungan
6
Analytic Hirarchy Process (AHP)
6
3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi Kegiatan Perusahaan Lapangan A
7 7 7
Lapangan B
7
Lapangan C
7
Lapangan D
7
Kegiatan Umum Perusahaan Department Health, Safety, Environment (HSE) Kebijakan Lingkungan
8 9 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Produksi dan Pengelolaan Limbah Air Terproduksi Proses Produksi
11 11 11
Teknologi pengelolaan limbah air terproduksi
12
Volume Produksi air terproduksi
15
Komposisi Air Terproduksi Beban Pencemaran Air Terproduksi
16 18
Peluang Produksi Bersih dalam Pengelolaan Air Terproduksi 19 Prioritas untuk Alternatif Penerapan Produksi Bersih menggunakan AHP 22 Alternatif Penerapan Produksi Bersih dalam Pengelolaan Air Terproduksi23 Penerapan Produksi Bersih Re- Injeksi Air Terproduksi
25 26
Volume Reinjeksi Air Terproduksi
28
Kendala dalam Pengelolaan Air Terproduksi dengan Sistem Injeksi
30
. Peluang Produksi Bersih untuk Pengelolaan Air Terproduksi dengan Sistem Injeksi
32
Praktek Good Housekeeping
33
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
34 34 34
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Komposisi air terproduksi di Lapangan A Nilai beban pencemaran air terproduksi di lapangan A Teknologi minimisasi air terproduksi Pilihan pengelolaan recycle/re-use dari air terproduksi Teknologi pembuangan air terproduksi Hasil prioritas kriteria untuk alternatif penerapan produksi bersih Hasil prioritas sub-kriteria untuk alternatif penerapan produksi bersih Perusahaan Migas di Indonesia yang melakukan Reinjeksi Air Terproduksi
17 18 20 21 22 22 23 25
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kerangka pikir Tahapan Penelitian Penampang dalam Three- phase separator (Esteves 2014) Volume produksi gas, kondensat dan air terproduksi di lapangan A tahun 2012 Kadar minyak pada air terproduksi di lapangan A periode 2012 Air terproduksi yang dihasilkan dan diinjeksikan di lapangan A periode 2012 Jumlah hari beroperasi sumur injeksi sampai dengan tahun 2012 Jumlah Insiden Kebocoran Pada Pipa Air Terproduksi Periode 20102012
4 5 11 15 27 29 31 31
DAFTAR LAMPIRA 1. Hasil Perhitungan AHP 2. Pengelolaan Pre-Treatment Air Terproduksi di Lapangan A 3. Peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 19 tahun 2010 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi
38 42
43
1 PEDAHULUA Latar Belakang Kegiatan produksi minyak dan gas bumi merupakan suatu rangkaian proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai kegiatan industri minyak bumi, mulai dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream). Kegiatan hulu meliputi kegiatan eksplorasi (pencarian), eksploitasi (pengangkatan) melalui kegitan pengeboran dan penyelesaian sumur, sarana pengolahan minyak mentah untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan minyak. Kegiatan hilir (downstream) meliputi kegiatan pengolahan melalui kilang minyak (refinery) untuk memproduksi bahan bakar beserta turunannya dan marketing (pemasaran) serta distribusi melalui kegiatan penyimpanan (storage). Minyak bumi di lapangan minyak umumnya diproduki dari beberapa sumur minyak (oilwell). Sumur-sumur minyak ini menghasilkan fluida yang mengandung campuran minyak bumi, gas bumi dan air. Secara ekonomi kegiatan migas memberikan pengaruh yang besar dalam peningkatan pendapatan daerah dan juga masyarakat sekitarnya karena dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat setempat. Namun bila dilihat secara ekologi, kegiatan industri minyak dan gas bumi umumnya berpotensi menimbulkan dampak pada lingkungan. Baik pada proses produksi, pengolahan minyak bumi, penyimpananan maupun industri yang menggunakan minyak bumi, akan dihasilkan bahan-bahan yang merupakan salah satu sumber pencemar lingkungan. Bahan-bahan pencemar ini pada akhirnya akan masuk ke dalam lingkungan sehingga jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah pada lingkungan. Departemen energi dan sumber daya mineral (ESDM) dalam rangka mendukung pembangunan pembangunan nasional yang berkelanjutan mempunyai salah satu kebijakan yang tertuang pada Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 yang memuat berbagai strategi dan program pengelolaan energi nasional. Salah satu strateginya adalah meningkatkan keamanan pasokan energi dengan memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini juga sudah ditindak lanjuti oleh Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas yang bertugas merumuskan dan melaksanakn kebijakan dan standarisasi teknis di bidang minyak dan gas bumi melalui program GOGII (Green Oil Gas Industry Initiative) untuk menjadikan industri migas yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan program zero flare, zero discharge, clean air and go renewable Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan hulu yang selain memproduksi minyak dan gas mentah juga menghasilkan limbah kegiatan yang berbentuk padat, cair , dan gas. Air terproduksi merupakan limbah cair utama yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Opsi pengelolaan air terproduksi ada 2 macam yaitu dibuang ke badan air atau direinjeksi( dimasukkan kembali kedalam sumur tidak terpakai). Kedua opsi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan juga belum adanya tindakan dalam hal pengurangan kuantitasnya, padahal limbah air terproduksi merupakan limbah dengan jumlah volume terbanyak dari kegiatan produksi minyak dan gas.
2 Tindakan pengelolaan lingkungan dalam sistem pengelolaan lingkungan dipioritaskan pada usaha pengurangan limbah pada sumbernya. Pendekatan tersebut memunculkan konsep produksi bersih. Proses produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku yang lebih ekonomis dan tidak berbahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Penerapan produksi Produksi bersih pada industri dapat dilakukan dengan aplikasi minimasi limbah dan teknologi bersih. Penerapan teknologi bersih merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang nantinya akan terkait dengan penilaian program PROPER (enviromental perfomance rating) yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Pengelolaan lingkungan berdasarkan end-of-pipe treatment terbukti hanya menambah biaya produksi dan tidak menyelesaikan permasalahan buangan atau limbah produksi. Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang dapat diterapkan oleh perusahaan karena menggunakan pendekatan win-win antara bisnis dan lingkungan. Pendekatan produksi bersih ini akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta memperbaiki citra lingkungan dan hubungan dengan stakeholders lainnya. Dengan demikian tujuan perusahaan yaitu laba, pertumbuhan dan keberlanjutan usaha akan tercapai. Perusahaan X adalah sebuah perusahaan pertambangan migas swasta asing yang tidak memproduksi minyak untuk dijadikan produk yang akan dikonsumsi oleh masyarakat umum akan tetapi produknya berupa minyak bumi dan gas alam mentah yang didistribusikan kepada perusahaan migas lain yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Dengan adanya undang-undang pemerintah Republik Indonesia dimana kekayaan alam beserta isinya adalah milik negara, maka dari itu seluruh perusahaan pertambangan asing yang ada di Indonesia harus memberikan 60% dari hasil produksinya kepada negara dan juga dibawahi oleh badan pengawas pertambanagan minyak bumi dan gas alam (BP Migas), sehingga Perusahaan X juga menjadi bagian dari pemerintah. Perusahaan X tetap menekuni bisnis utamanya dengan memproduksi gas alam dan minyak bumi adalah produksi keduanya. Perusahaan minyak X adalah perusahaan yang berkomitmen dimana pioritas utamanya adalah untuk menjalankan semua pekerjaan secara aman tanpa membahayakan manusia atau lingkungan. Sejak tahun 2001 Perusahaan X telah menetapkan Kebijakan Lingkungan Hidup yang terintegrasi dengan kebijakan Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan (K2LH). Kebijakan itu merefleksikan komitmen dan nilai-nilai perusahaan sehingga menjadi landasan utama perusahaan untuk membangun dan memelihara K2LH. Berdasarkan kebijakan K2LH maka dalam pengelolaan limbah terproduksi, Perusahaan X mempunyai tujuan yaitu praktek-praktek pengelolaan limbah yang dijalankan merupakan pilihan yang paling baik dalam praktek pengelolaan lingkungan. Perusahaan X memastikan bahwa aktifitas produksi dan pengembangan minyak dan gas alami mereka dilakukan dengan cara yang aman dan terpercaya untuk memaksimalkan nilai, untuk Indonesia dan mitra mereka, serta juga untuk meminimalkan dampak pabrik kepada lingkungan. Oleh karena itu perlu
3 dilakukan penelitian mengenai potensi dan penerapan produksi bersih pada indutri minyak dan gas bumi di Perusahaan X, Kalimantan Timur
Kerangka Pemikiran Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan hulu yang selain memproduksi minyak dan gas mentah juga menghasilkan limbah kegiatan yang berbentuk padat, cair , dan gas. Air terproduksi merupakan limbah cair utama yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Gambar 1). Proses produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku yang lebih ekonomis dan tidak berbahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Penerapan produksi bersih pada industri dapat dilakukan dengan aplikasi minimasi limbah dan teknologi bersih. Penerapan teknologi bersih merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang nantinya akan terkait dengan penilaian program PROPER (enviromental perfomance rating) yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Sejak tahun 2001 Perusahaan X telah menetapkan Kebijakan Lingkungan Hidup yang terintegrasi dengan kebijakan Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan (K2LH). Kebijakan itu merefleksikan komitmen dan nilai-nilai perusahaan sehingga menjadi landasan utama perusahaan untuk membangun dan memelihara K2LH. Berdasarkan kebijakan K2LH maka dalam pengelolaan limbah terproduksi, Perusahaan X mempunyai tujuan yaitu praktek-praktek pengelolaan limbah yang dijalankan merupakan pilihan yang paling baik dalam praktek pengelolaan lingkungan.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran, maka beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dijawab adalah : 1. Bagaimanakah proses produksi air terproduksi di Perusahaan X ? 2. Apakah upaya produksi bersih yang telah dilaksanakan dalam proses pengelolaan air terproduksi? 3. Adakah solusi atau rencana alternatif lain upaya produksi bersih dalam proses pengelolaan limbah air terproduksi?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi proses air terproduksi dari awal terbentuk sampai dengan pembuangannya di Perusahaan X 2. Mengidentifikasi upaya produksi bersih yang telah dilakukan dalam pengelolaan limbah air terproduksi
4 3. Menawarkan solusi atau rencana alternatif dalam konsep produksi bersih untuk pengelolaan limbah air terproduksi
Manfaat Penelitian 1. Memberikan emberikan informasi kepada pihak Perusahaan X mengenai penerapan produksi bersih berdasarkan efisiensi dan perlindungan lingkungan 2. Sebagai ebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pihak manajemen Perusahaan X dalam upaya penerapan produksi bersih bersi dan minimisasi limbah terproduksi di lingkungannya
Gambar 1 Kerangka pikir
5
2 METODE Tahapan penelitian Penelitian ini memerlukan beberapa tahapan proses dimulai dari tahap persiapan samapai dengan tahapan akhir yaitu penentun strategi alternatif produksi bersih. Alur dari setiap tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar.
Persiapan
Analisis Quick Scan
Identifikasi proses produksi
Penentuan strategi alternatif
AHP
Analisis penerapan produksi bersih
Selesai
Gambar 2 Tahapan Penelitian
Metode Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Data primer yang terkait dalam pemilihan peluang produksi bersih. Sumber data dari industri antara lain : • Data bahan yang masuk dan keluar proses, limbah, air dan limbah cair, energi, penyimpanan dan penanganan bahan, K3. • Data umum perusahaan termasuk data proses dari unit operasi yang ada dalam perusahaan, bahan baku, pembantu, utilitas, limbah, pengelolaan lingkungan yang sudah dilakukan. Data proses produksi dan limbah, baku mutu limbah air terproduksi • Data sekunder dari pustaka, internet, catatan-catatan yang ada di perusahaan, dan lain-lain:. • Catatan-catatan yang ada di perusahaan mengenai limbah, bahan-bahan yang masuk dan keluar proses, dan lain-lain. • Pengamatan lapangan dan wawancara. • Pengukuran dan analisa laboratorium
6 Prosedur Analisis Data Quick Scan Suatu analisis singkat yang diselenggarakan untuk menentukan proses yang paling utama mengenai aliran arus bahan dan energi suatu perusahaan & untuk menilai kualitas dari proses produksi dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Persiapan Pengumpulan data dari industri terkait terutama yang berkaitan dengan proses produksi dan sektor spesifik produksi bersih 2. Pelaksanaan Wawancara dan observasi lapangan dengan manajer produksi atau yang bertanggung jawab menentukan informasi penting yang menggunakan checklist (Indrasti, 2012) Peluang Produksi Bersih Peluang Produksi Bersih yang dapat diterapkan di perusahaan dievaluasi dari kemungkinan pengurangan limbah langsung pada sumber, kemungkinan pemanfaatan serta pencegahan pencemaran akibat limbah Evaluasi lingkungan Sebagai tolak ukur evaluasi pengelolaan lingkungan yang sudah dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan baku mutu limbah dan beban pencemaran yang dihasilkan. penghitungan beban pencemaran dilakukan dengan cara: L=C×Q Keterangan: L = beban pencemar kegiatan dalam satuan kg C = Kadar parameter air limbah, dalam satuan mg/L Q = Kuantitas air limbah, dalam satuan m3 Analytic Hirarchy Process (AHP) Pengumpulan Data Pada awal penelitian dilakukan brainstorming untuk menentukan kriteria dan subkriteria apa saja yang berperan dalam pencapaian tujuan dari penelitian ini,selanjutnya dicari alternatif apa saja yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut. Pemrosesan dengan AHP Kuesioner (Lampiran 3) dibuat berdasarkan AHP diagram yang telah dibuat dengan cara melakukan pairwise comparison di bagian kriteria, pairwise comparison di bagian sub kriteria untuk masing-masing kriteria, dan juga melakukan pairwise comparison untuk setiap alternatif dengan setiap sub kriteria. AHP dapat memberikan hasil yang memilki tingkat akurasi yang tinggi bila kuesioner dari AHP tersebut di isi oleh pakarnya (expert choice). Responden terdiri dari 3 orang pakar diantaranya 1 dari pihak perusahaan tempat penelitian dan 2 orang dari kalangan akademik. Kemudian dalam tahap lanjutan dilakukan input data dari kuesioner ke tabel pengolahan dan selanjutnya melakukan perhitungan prioritas untuk kriteria, sub kriteria dan juga alternatif.
7
3 GAMBARA UMUM LOKASI PEELITIA Lokasi Kegiatan Perusahaan Lapangan A Lapangan A beroperasi sejak tahun 1972 dengan luas wilayah 107.305 Ha dan menjadi pusat operasional utama kegiatan produksi gas dan minyak. Jumlah sumur produksi (gas dan minyak) di lapangan A hingga akhir Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 sebanyak 222 sumur dengan jumlah produksi selama Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 untuk produksi gas sebesar 109 Million Metric Standard Cubic Feet Per Day (MMSCFD), minyak mentah sebesar 14 Barrel Oil Per Day (BOPD), kondensat sebesar 540 Barrel Condensate Per Day (BCPD), dan air terproduksi sebesar 21008 Barrel Water Per Day (BWPD). Semua air terproduksi tersebut diinjeksikan ke sumur gas/minyak yang telah ditetapkan sebagai sumur injeksi, yaitu sumur injeksi A -01, A -74, A –119U, A -127, A -140, A -168 dan A –183. Lapangan B Luas lapangan B mencapai 40.000 Ha, dengan jumlah sumur yang telah dilakukan pemboran hingga akhir Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 mencapai 307 sumur ditambah 8 sumur di lokasi Lempake. Selama Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010, produksi gas 183 MMSCFD, minyak 1405 BOPD, kondensat 8825 BCPD dan air terproduksi 15380 BWPD. Gas dan minyak tersebut dikumpulkan di 5 stasiun pengumpul (Satellite 1, 2, 4, 5 dan 6) yang selanjutnya diproses di B Central Plant (NCP). Air terproduksi yang dihasilkan dari proses pemisahan di plant kemudian dilakukan pengolahan pada unit pollution control yang selanjutnya dipompakan ke lapangan A untuk diinjeksikan kedalam sumur yang telah ditetapkan sebagai sumur injeksi, ataupun dalam kondisi tidak normal maka air terproduksi diinjeksikan ke dalam sumur injeksi B-04U, B-08, B-118 dan B131. Lapangan C Lapangan C mempunyai luas 17.000 Ha. Lapangan ini ditemukan sejak tahun 1974 dan beroperasi secara penuh pada tahun 1991. Hingga akhir Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 jumlah sumur yang telah dilakukan pengeboran mencapai 92 sumur, jumlah produksi selama Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 untuk produksi gas 39 MMSCFD, minyak 1334 BOPD, kondensat 350 BCPD dan air terproduksi 4243 BWPD. Gas dan minyak dari lapangan Samberah selanjutnya dikumpulkan di plant C#13 dan C#14 untuk dilakukan proses pemisahan tiga fasa yakni gas, minyak dan air. Gas yang dihasilkan dialirkan ke jalur pipa A – Bontang, minyak dipompakan ke tanki pengumpul di A, dan air terproduksi dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (Polution Control Unit) di C-14 kemudian dipompakan ke A untuk diinjeksikan dan yang lainnya diinjeksikan di sumur injeksi Samberah-40 untuk aktivitas pressure maintenance. Lapangan D Lapangan D berproduksi sejak tahun 1985 dengan adanya peningkatan produksi minyak di lapangan Beras, maka areal produksi tersebut diubah namanya menjadi lapangan D-Beras, sehingga penamaan D untuk produksi gas dan penamaan Beras untuk produksi minyak. Disamping itu, untuk produksi gas dan
8 minyak lainnya ada juga di wilayah Pamaguan yang merupakan bagian dari lapangan D secara keseluruhan. Hingga akhir Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 jumlah sumur yang telah dilakukan pengeboran di D mencapai 122 sumur, Beras 9 sumur dan Pamaguan 44 sumur dengan jumlah produksi selama Triwulan ke-1 (Q1) Tahun 2010 untuk produksi total gas 134 MSCFD, minyak mencapai 9629 BOPD, kondensat 1005 BCPD, dan air terproduksi 13088 BWPD. Minyak yang dihasilkan dari sumur di kumpulkan kedalam tangki di Satellite sebelum dialirkan ke fasilitas produksi minyak di D Central, sedangkan gas yang dihasilkan dilakukan proses kompresi dengan kompressor sebelum diproses di D Central Gas Facilities. Air terproduksi dikelola dengan 2 (dua) cara yaitu dibuang ke lingkungan dan diinjeksikan ke sumur injeksi. Sebelum memasuki badan air penerima yaitu perairan Sungai Galendrong, air terproduksi terlebih dahulu diolah pada Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) di D Central untuk menurunkan konsentrasi pecemar sehingga memenuhi standar baku mutu yang tercantum pada Permen LH No. 4 Tahun 2007. Sumur minyak dan gas yang ditetapkan sebagai sumur injeksi di lapangan D dan Pamaguan antara lain adalah sumur Pamaguan 28, Pamaguan 15, D 13, D 25U, D 33, D 34, D 35L, D 36, D 37, D 45, D 48, D 59 dan D 80. Beberapa sumur lain sedang dalam tahap studi untuk dikembangkan lagi menjadi sumur injeksi, sehingga ditargetkan agar pembuangan ke air permukaan menjadi tidak ada lagi, melainkan semua air terproduksi diinjeksikan
Kegiatan Umum Perusahaan Kegiatan utama Perusahaan X sebagai perusahaan minyak dan gas bumi adalah melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Eksplorasi Tindakan pencarian sumber-sumber minyak bumi dan gas alam yang baru yang mencakup studi geologi dan seismik. 2. Pemboran (drilling) Kegiatan pemboran merupakan suatu kegiatan pengambilan gas dan minyak di lapangan menggunakan lumpur. Penggunaan lumpur dalam kegiatan pemboran melakukan sistem tertutup, dimana lumpur yang dihasilkan dipermukaan setelah disirkulasikan ke dalam sumurr akan dibersihkan. Lumpur berfungsi untuk mengangkat cutting hasil dari gerusan bit ke permukaan, mengontrol tekanan formasi,menjaga kestabilan lubang bor,melumaskan dan mendinginkan bit dan drillstring, menahan berat drill pipe dan casing, sebagai media logging, mebentuk well cake, serta melepaskan pasir dan cutting di permukaan. 3. Proyek Pengembangan Pengembangan terus menerus dilakukan oleh Perusahaan X untuk mencapai proses produksi yang lebih baik. Proyek pengembangan meliputi pemasangan instalasi pipa baru, instalasi fasilitas baru, serta fasilitas pendukung. Pada tahun ini, dengan ditemukannya sumber mineral baru yaitu CBM (Coal bed Methane), Perusahaan X sedang mengembangkan instalasi-instalasi serta mengurus izin produksi CBM agar bisa dijalankan. 4. Proses Produksi
9 Sebelum minyak bumi dan gas alam dialirkan menuju Bontang, yaitu PT. A NGL, dilakukan beberapa tahap proses produksi. Campuran gas dan fluida yang diproduksikan dari setiap sumur dialirkan melalui flow line (pipa produksi) menuju satelit (stasiun pengumpul) untuk mempermudah proses produksi sehingga lebih ekonomis. Dari satelit kemudian dialirkan kedalam separator untuk memisahkan antar gas, minyak, dan air. 5. Transportasi Minyak dan Gas Sumur-sumur produksi minyak dan gas yang dimilik Perusahaan X terletak pada lokasi-lokasi yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu A, B, C dan D. Minyak dan gas dari masing-masing sumur dikumpulkan pada suatu penampungan sementara yaitu satelit, kemudian dialirkan. Ada tiga jenis jalur pipa yaitu : a. Flowlines, yaitu pipa untuk mengalirkan minyak dan gas dari sumur ke satelit. b. Trunklines, yaitu pipa untuk mengalirkan minyak dan gas dari satelit ke plant. c. Pipelines, yaitu pipa untuk mengalirkan minyak dan gas dari plant dengan central plant 6. Inspeksi Inspeksi merupakan tindakan preventif, untuk mengetahui kondisi dari alat-alat yang berkoaitan dengan proses produksi. Dengan proses inspeksi secara berkala, diharapkan kondisi alat produksi tetap baik, kondisi limbah yang dibuang ke lingkungan juga harus sesuai baku mutu 7. Abandonment Proses ini meliputi penutupan sumur dan pembongkaran fasilitas. Dalam menjalankan kegiatannya, Perusahaan X menggunakan prinsip three safety golden rules yang terdiri dari : berpikir sebelum melakukan sesuatu, menghentikan pekerjaan yang tidak aman, melaporkan dengan sigap
Department Health, Safety, Environment (HSE) Health, Safety, and Environment merupakan salah satu kebijakan yang dibuat untuk menunjang terpenuhinya nilai-nilai dan tujuan perusahaan dan juga turut berperan aktif dalam kebijakan menyangkut lingkungan hidup serta lingkungan kerja. Departemen HSE memiliki tiga tujuan utama, yaitu : 1. Tidak ada kecelakaan 2. Tidak ada bahaya terhadap manusia 3. Tidak ada kerusakan lingkungan. Kebijakan Lingkungan Dalam menjalankan kegiatannya, Departemn HSE memiliki beberapa target di bidang lingkungan yaitu sebagai berikut : A. Tiga Tujuan Lindungan Lingkungan (General Environmental Objective) 1. Eko-Efisiensi Pemakaian bahan-bahan mentah secara efisien, hemat air dan energi, pengembangan konsep 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) dalam berbagai aspek kegiatan operasi Perusahaan X
10 2. Manajemen Resiko Manajemen resiko yang efektif diperlukan dalam semua jenis kegiatan. Dampak signifikan kepada lingkungan harus diperkecil dengan memperkirakan dan mengukur dampak yang mungkin terjadi. 3. Mentaati Peraturan Semua kegiatan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. B. Tiga Pedoman Hijau perusahaan 1. Mencegah Polusi Memastikan bahwa bahan-bahan pencemar di areal kerja Perusahaan X tidak mencemari tanah, air, atau udara. 2. Mengurangi Pemakaian Pemakaian sumber daya diminimalisasi sehingga hasil buangan juga dapat berkurang. 3. Memeriksa Tempat Kerja Memastikan tempat kerja berada dalam keadaan aman, bersih, dan sehat.
11
4 HASIL DA PEMBAHASA Proses Produksi dan Pengelolaan Limbah Air Terproduksi Proses Produksi Air terproduksi dihasilkan dari proses produksi gas dan minyak. Pada awal proses drilling sumur produksi, fluida yang didapatkan terdiri dari 3 fasa yaitu gas, minyak dan air. Ketiga fasa ini terlebih dahulu dipisahkan di dalam separator. Separator berfungsi untuk memisahkan multi fasa ini menjadi masing-masing satu fasa yang bebas. Proses pemisahan ini sangat penting, peralatan sejenis kompresor sangat sensitif terhadap jenis fluida lain selain gas. Terdapat dua jenis separator yaitu : 1. Two- phase separator, memisahkan fluida menjadi gas dan air 2. Three- phase separator, memisahkan fluida menjadi gas, minyak, dan air
Gambar 3 Penampang dalam Three- phase separator (Esteves 2014) Bagian dalam separator dapat dilihat pada Gambar 3. Inlet merupakan tempat masuknya fluida ke dalam separator dengan kecepatan yang tinggi yaitu 610 m/s. Bagian gravitiy settling merupakan tempat pemisahan fluida, dimana gas akan naik ke mist extractor sedangkan air akan dipindahkan secara gravitasi. Setelah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan maka gas, minyak/ kondensat , dan air masing-masing mengalami proses sebagai berikut : Gas Gas dialirkan ke dehidrator untik mengurangi cairan yang terkandung di dalam gas. Proses pemisahan dilakukan secara mekanik, kemudian pemisahan dilanjutkan secara kimia dengan penambahan Glycol. Pada proses ini Glycol berfungsi untuk menyerap air yang terkandung dalam gas, sehingga gas yang diperoleh tidak mengandung air dan dapat dikompres. Gas yang sudah tidak mengandung air dialirkan ke dalam kompresor untuk meningkatkan tekanan gas yang sangat rendah (Very Low Pressure Gas), tekanan gas rendah (Low Pressure Gas) maupun tekanan gas medium (Medium Pressure Gas) akan melalui kompresor, sedangkan gas bertekanan tinggi (High Pressure Gas) tidak perlu melalui kompresor.
12 Minyak/ Kondensat Kondensat adalah hasil sampingan dari gas yang mengalami perubahan tekanan dan temperatur dari tinggi menjadi rendah saat mengalir dari reservoir gas ke atas (well head). Minyak adalah hasil yang diperoleh dari reservoir minyak dan tidak mengalami perubahan fisik saat diproduksikan. Kedua fluida ini digabungkan kemudian dialirkan ke dalam heater treater untuk mengurangi kadar air dengan melakukan pemanasan. Air Air terbawa dari sumur dan ikut dalam proses produksi untuk dipisahkan dari minyak dan gas. Dari proses yang sudah disebutkan, maka air terproduksi dihasilkan. Air terproduksi yang berasal dari separator, heater dan glikol reboiler dikumpulkan menjadi satu untuk diolah dengan pollutrol kemudian diinjeksikan. Teknologi pengelolaan limbah air terproduksi Sistem buangan terbuka merupakan sarana pengolahan air terproduksi. Air yang dihasilkan selalu membawa lapisan/emulsi minyak atau kondensat sebagai akibat dari agitasi berlebih dan adanya emulsifier sehingga pembuangan air terproduksi secara langsung ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran dan oleh karena itu harus dikelola terlebih dahulu agar sesuai dengan standar lingkungan yang telah ditetapkan. Air terproduksi Perusahaan X berasal dari Lapangan C, B, maupun A yang diolah terlebih dahulu di produced water treatment plant yang tersedia di masing-masing plant. Fasilitas ini disebut unit pollution control (Lampiran 1) yang berfungsi sebagai pre-treatment bagi air terproduksi sebelum diinjeksikan. Unit ini berfungsi untuk mengurangi kandungan minyak yang terkandung di dalam air terproduksi, sehingga minyak dapat diproduksi lagi dan proses injeksi air terproduksi tidak mengalami plugging. Fasilitas unit pollution control ini terdiri dari: 1. Break Drum V-6500 Unit Break Drum berfungsi untuk memisahkan atau membebaskan gas yang terbawa di dalam air. Unit ini memiliki kapasitas sebesar 25.000 bpd dan dirancang untuk pembuangan gas ke flare. 2. Corrugated Plate Interceptor (CPI) CPI merupakan suatu unit yang berfungsi untuk memisahkan minyak dan air dengan menggunakan lempengan bergelombang yang menyudut sebesar 45°. Terdapat empat lempengan yang disusun menjadi satu rangkaian yang berfungsi untuk memperluas bidang pengumpulan dan mengurangi jarak tempuh butir minyak untuk naik ke atas. Prinsip kerjanya adalah minyak yang terkumpul bergerak ke atas sepanjang sisa lempeng hingga mencapai permukaan setelah itu minyak diambil kembali. Fungsi utama dari lempeng gelombang miring sejajar adalah mengurangi jarak tempuh partikel minyak sebelum mencapai permukaan tempat pengumpul hingga beberapa cm. CPI memiliki kapasitas sebesar 25.000 bpd dan desain outlet oil content sebesar 300 ppm. Hasil pengolahan dari CPI berupa air dan minyak. Air akan diolah lagi di GFU dan minyak akan masuk ke API Separator..
13 3. Gas Floatation Unit (GFU) / WEMCO GFU merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan air dengan kandungan minyak kurang dari 300 ppm yang berasal CPI menjadi kurang dari 25 ppm. Alat ini menggunakan sistem pengapung gas yang disalurkan secara mekanis untuk memisahkan zat padat, minyak, atau bahan organic dari air buangan. Kapasitas dari unit ini sebesar 25.000 Bpd. Gas yang dinjeksikan ke dalam unit membantu pengumpulan butiran-butiran minyak yang kemudian naik ke permukaan dalam bentuk busa. Busa ini kemudian dipisahkan oleh Rotary skimmer yang berputar ke dalam seksi pencucian di sisi-sisi unit. Dalam WEMCO gas dialirkan ke dalam air secara tersebar dengan cara diaduk oleh putaran balingbaling. Setelah dari GFU maka air dialirkan ke API Separtor. 4. API Separator API Separator merupakan kolam penampungan dan pemisahan minyak hasil keluaran dari CPI dan GFU. API Separator memiliki 4 jenis inlet yaitu yang berasal sump pit, CPI, GFU, dan over flow minyak T-1 atau T-2. API Separator terdiri dari beberapa bagian, yaitu : - Primary Bucket, - Secondary Bucket,. - Water box yang berfungsi sebagai tempat penampungan air hasil pemisahan, - Oil box yang berfungsi sebagai tempat penampungan minyak hasil pemisahan. Pada oil box, minyak yang sudah dipisahkan dari air akan dipompa kembali dengan pompa P-4380 A dan pompa P-4380 B menuju heater treater untuk dipanaskan. Sedangkan air terproduksi pada water box, akan dipompa dengan menggunakan pompa P-4380 C dan P-4380 D menuju tangki T-1. 5. T1 dan T2 T1 dan T2 merupakan 2 tangki penampungan terakhir dari air terproduksi. Tangki T1 dan T2 dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada tangki T1 dan T2 terjadi proses settling. Minyak akan berada di lapisan atas dan air dibagian bawah yang di bypass dari T1 ke T2, sedangkan minyak akan mengalami overflow jika mencapai ketinggian tertentu dan akan dialirkan kembali ke API Separator melalui pipa 6 dan 8 inch. 6. Gun Barrel (T-4400 dan T-4430) Gun Barrel merupakan unit yang berfungsi sebagai wash tank untuk memisahkan emulsi minyak dan air. Prinsip kerjanya yaitu emulsi dimasukkan dari dasar tangki bergerak naik ke atas melewati pipe conductor dimana butiran air akan tercuci dan secara alami minyak akan naik ke atas kemudian dialirkan ke recovery tank. Secara berurutan proses pre-treatment pada air terproduksi adalah sebagai berikut : a) Air terproduksi dari pengolahan gas dan minyak dialirkan ke heater treater yang sudah memecahkan emulsi minyak sehingga sebagian minyak yang teremulsi akan naik ke permukaan dan membentuk lapisan minyak di atas lapisan air. Lapisan minyak yang terbentuk pada tahap ini masih cukup banyak dan akan diolah lagi dengan cara memompakannya ke unit oil heater treater di oil plant. Sedangkan air yang terpisah masih harus diolah karena masih memiliki kandungan minyak jauh di atas ambang.
14 b) CPI memiliki tekanan operasi atmosferik dan suhu operasi 115oC. Laju aliran maksimum adalah 166 m3/ jam (25.000 BPS). Minyak yang terkandung dalam air dapat dikurangi kadarnya hingga 300 ppm. CPI terdiri dari dua tangki yang bersebelahan. Setiap tangki memiliki plat berombak-ombak (corrugated plate). Plat-plat ini tebuat dari lembaran aluminium yang menempel satu sama lain pada kerangka tertutup. Plat-plat ini disusun pada sudut 45o. Sudut yang terdapat pada plat menyebabkan lumpur yang mungkin terbawa dalam air meluncur ke dasar karena lebih berat. Pada bagian dasar ini terdapat suatu pengumpul untuk menampung lumpur yang terpisahkan . Sementara itu cairan mengalir melalui plat-plat. Minyak-minyak serta benda-benda yang lebih ringan berada dibagian atas karena adanya perbedaan specific gravity . Pada batas air tertinggi di saluran pengeluaran dipasang dengan menutup saluran pengeluaran. Hal ini akan menaikkan ketinggian air dan lapisan emulsi akan meluncur ke skimmer. c) Air yang terpisahkan dari CPI kemudian dialirkan ke GFU. Alat ini berfungsi untuk menyingkirkan minyak dan suspended solid yang masih terkandung dalam air. Unit ini mampu menurunkan kadar minyak hingga 25 ppm. Tekanan operasional normalnya adalah tekanan atmosferik dengan 115°C. Unit ini didesain dengan kapasitas 25.000 BPD. Pada unit ini minyak disisihkan dengan cara flotasi atau pengapungan dengan gas. Gas dilarutkan ke dalam air dengan tekanan kemudian dilepaskan dengan kondisi vakum ke dalam kolam sehingga terjadi gelembung-gelembung gas kecil. Gelembunggelembung gas ini menempel pada minyak tersebut sehingga minyak terapung di bagian atas dan ditangkap oleh skimmer dan dialirkan ke kolam API. Air kemudian dipisahkan dan dipompa untuk diinjeksikan ke sumur. Proses menurunkan kadar minyak pada unit GFU dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan kimia (water clarifier) d) Air berminyak yang keluar dari GFU ditampung di kolam API. Selain dari GFU kolam ini juga menerima air yang berasal dari sump pit. Air dan minyak akan terpisah karena perbedaan specific gravity. Di dalam kolam terdapat juga weir untuk menyingkirkan minyak dan kemudian dikumpulkan di oil pit dan dialirkan kembali ke oil heater treater. Sementara itu air yang masih mengandung minyak ke pompa menuju Gun Barrel. e) Gun Barrel menerima air di oil plant dan kolam API. Pada kolam ini terjadi proses pemisahan berdasarkan berat jenis minyak dan air. Minyak akan terkumpul dibagian atas tangki kemudian keluar menuju recovery tank lalu menuju ke oil heater treater. Sementara itu air keluar dari bagian dasar tangki lalu menuju CPI dan GFU sebelum akhirnya ditampung ke T1/T2 dengan menggunakan pompa 4385 A/B yang selanjutnya akan dipompakan ke sumur injeksi.
15 Volume Produksi air terproduksi Air terproduksi adalah air formasi yang naik ke permukaan tanah melalui sumur gas atau minyak dan juga air yang dihasilkan dari proses produksi gas dan minyak. Air terproduksi merupakan limbah cair terbesar yang dihasilkan oleh industri minyak dan gas dalam proses produksinya. Pada tahun 2012 volume air terproduksi yang dihasilkan perusahaan di lapangan A sebesar 3,9×106 barel sedangkan produksi minyak dan gasnya sebesar 240.860 barel untuk minyak dan 26×106 MMSCF untuk gas Volume air terproduksi dan minyak (×104barel) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Kondensat dan minyak (Barel)
Volume gas (×104MMSCF) 240 230 220 210 200 190 180
Air terproduksi (Barel)
Gas (MMSCF)
Gambar 4 Volume produksi gas, kondensat dan air terproduksi di lapangan A tahun 2012 Dari Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata volume air terproduksi yang dihasilkan di Lapangan A perbulannya adalah sebesar 328×103 barel atau dalam sehari rata-rata sebesar 10943 barel selama tahun 2012. Sedangkan jumlah total bahan bakar yang dihasilkan di Lapangan A selama tahun 2012 rata-rata perbulannya adalah sebesar 19563 barel untuk kondensat dan 217 ×104 MMSCFD untuk gas. Sehingga dapat diketahui bahwa jumlah air terproduksi selalu lebih besar dari kondensat yang dihasilkan pada tahun 2012 adapun untuk gas diketahui bahwa produksi gas yang dihasilkan rata-rata dalam sebulan sebesar 217 ×104 MMSCFD tidak dapat dibandingkan dengan besarnya air terproduksi dikarenakan satuan yang digunakan berbeda dimana satuan MMSCFD merupakan satuan untuk gas sedangkan barel merupakan satuan untuk cairan.
16 Komposisi Air Terproduksi Air terproduksi memiliki komposisi yang kompleks, tapi dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik dalam air terproduksi dibagi menjadi 2 bentuk yaitu dispersed oil dan senyawa organik yang bukan minyak. Kadar minyak merupakan campuran dari senyawa Dispersed and dissolved oil yang didalamnya terkandung senyawa BTEX (benzene, toluene, ethylbenzene and xylene), PAHs (polyaromatic hydrocarbons) dan fenol. Dissolved oil merupakan senyawa organik yang bersifat polar dalam air terproduksi, sedangkan tetesan minyak yang bersifat cair disebut sebagai dispersed oil (Chen dan Igunu 2012). Air terproduksi mengandung senyawa bromide dalam tingkatan yang bervariasi. Bromide merupakan senyawa penting yang bertindak sebagai precursor dari beberapa senyawa racun yang disebut dengan disinfection byproducts (DBPs) dan pengolahan air terproduksi yang dilakukan kemungkinan dapat meningkatkan kadar DBPs. Bromide yang terdapat dalam air terproduksi merupakan alasan dari pentingnya pengelolaan air terpoduksi yang baik sehingga tidak mencemari air tanah permukaan yang berfungsi sebagai sumber air bagi masyarakat lokal. Hladik et al. (2014) menyatakan bahwa hasil sampel air dari wastewater treatment plant (WWTP) outlet dari perusahaan migas mengandung kadar bromide sebesar 75mgL-1 dan organik DBP precursor yaitu fenol sebesar 15µgL-1. Data komposisi air terproduksi di Lapangan A selama tahun 2012 yang diukur berdasarkan delapan parameter dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar minyak pada air terproduksi di Lapangan A memiliki nilai rata-rata perbulannya sebesar 549,28 ppm perbulannya, dimana hal ini melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan sebesar 25 ppm. Kadar minyak pada air terproduksi bergantung pada beberapa faktor yaitu, jenis minyak yang diproduksi, volume air yang diproduksi, teknik pengangkatan minyak yang digunakan serta umur sumur berproduksi. Senyawa BTX khususnya senyawa Benzene dan Toluen diketahui sebagai senyawa yang bersifat karsinogenik (Cheremisinoff dan Rosenfeld, 2009), sedangkan efek utama yang dapat timbul dari menghirup uap xylen adalah depresi pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala, pusing-using, mual dan muntah (Haen dan Oginawati 2013). Chemical Oxygen Demand (COD) adalah suatu sarana pengukuran oksigen yang dikonsumsi dalam satu liter cairan, yang mengindikasikan adanya senyawa-senyawa High Carbon dalam suatu air (Guerra et all, 2011). Dari tabel 1 diketahui baik kadar minyak dan COD melebihi ambang batas baku mutu yang diperbolehkan, hal ini menunjukkan bahwa air terproduksi bersifat racun bagi makhluk hidup. Selain itu faktor yang paling menentukan adalah faktor pH, Guerra et all (2011) menyatakan bahwa pH menentukan banyaknya Total Organic Compound (TOC) atau kadar minyak yang terdapat pada air terproduksi.
17 Kadar fenol pada air terproduksi di Lapangan A memiliki rata-rata perbulannya sebesar 14 ppm dimana nilai ini melebihi ambang batas baku mutu yang sebesar 2 ppm. Fenol merupakan senyawa organik yang bersifat toksik dan merupakan polutan yang bersifat persisten di dalam air. Fenol dapat menyebabkan efek akut yaitu terganggunya sistem saraf pusat yang dapat mengakibatkan pingsan dan koma. Fenol juga dapat menyebabkan hipotermia (penurunan suhu tubuh) dan depresi miokardial. Efek akut fenol yang paling sering terjadi adalah iritasi kulit seperti luka bakar. Apabila fenol kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi, pembengkakan, pemutihan kornea, dan pada akhirnya kebutaan. Sementara itu, efek kronis lainnya yang ditimbulkan yaitu anoreksia, gangguan saluran pencernaan, muntah-muntah, nyeri otot, dan gangguan syaraf. Fenol juga diduga dapat menyebabkan kelumpuhan dan kanker. Fenol dapat bersifat karsinogenik bagi manusia pada konsentrasi 5-25 mg/L (Akmal 2010). Tabel 1 Komposisi air terproduksi di Lapangan A Kadar Minyak (ppm)
Salinitas (ppm )
COD (ppm)
Fenol (ppm)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Augustus September Oktober November
330,4 224,8 171,3 130,8 266 309,3 524,2 759,8 689,6 945,8 1024,2
1945 3187 1651 1598 1317 1935 1847 2104 1558 1773 1163
1032,5 1157,5 781,1 830,6 1230 660,5 692,2 1376,9 1251,2 513,3 1120,3
13,6 12,7 17,0 16,1 27,3 10,0 17,1 7,7 14,6 11,7 11,3
Desember
1215,4
2186
1887,4
Rata-rata
549,3
1855
Bulan
*
Baku Mutu
25 25**
Amon ia (ppm)
Sulfida (ppm)
8,0 8,1 7,6 8,0 7,5 8,1 8,1 8,1 8,1 7,6 7,7
10,6 13,2 10,3 7,8 8,8 7,7 8,1 7,7 10,3 10,0 10,7
0,1 1,4 0,0 0,0 1,1 1,9 0,1 0,2 0,5 0,3 0,4
3571 3675
8,8
7,8
10,7
1,2
3823
1044,5
14,0
7,9
9,7
0,6
3690
*
*
*
*
*
300 200**
2 2**
pH
6-9 6-9**
10 5**
1 0,5**
TDS (ppm)
4000**
*
KEP. 42/MENLH/10/96 (digunakan perusahaan) PERMEN LH No. 19 Tahun 2010 (Lampiran 3)
**
Garam bukanlah senyawa yang berbahaya bagi lingkungan dan dibutuhkan oleh makhluk hidup, tetapi jika melebihi baku mutunya maka akumulasi garam dapat menyebabkan penurunan kualitas air permukaan dan air tanah (Guerra et all. 2011). Kadar garam yang tinggi juga menyebabkan korosi pada pipa injeksi dan memicu terjadinya endapan pada sumur-sumur injeksi sehingga berpotensi mengakibatkan plugging. Menurunkan kadar garam dalam air terproduksi dapat dilakukan dengan mengelola air terproduksi menggunakan teknologi-teknologi seperti vapor compression, multi-effect distillation, forward osmosis, humidification dehumidification, membrane distillation,dan reverse osmosis.
18 Thiel (2014) dalam penelitiannya membandingkan beberapa teknologi yang digunakan untuk menurunkan kadar garam dalam air terproduksi. berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa teknologi yang paling efisien dalam menurunkan kadar garam air terproduksi adalah dengan menggunakan teknologi reverse osmosis (RO). Air terproduksi yang memiliki kadar garam tinggi lebih baik diolah dengan menggunakan RO dibandingkan dengan teknologi evaporasi standar karena air terproduksi yang diolah dengan teknologi RO memiliki kadar garam yang rendah dan memenuhi standar baku mutu untuk dibuang ke lingkungan. Beban Pencemaran Air Terproduksi Nilai beban pencemaran air terproduksi didapatkan dari hasil perhitungan evaluasi lingkungan. Tabel 2 menunjukkan rata-rata nilai beban pencemaran perbulan untuk senyawa-senyawa pencemaran yang melebihi ambang batas baku mutu adalah untuk kadar minyak sebesar 27×103 ton, untuk COD 54×103 ton dan untuk fenol sebesar 739 ton. Selain itu juga dapat diketahui bahwa air terproduksi rata rata perbulannya memiliki nilai beban pencemaran sebesar 178×103 ton berdasarkan dari penjumlahan nilai beban pencemaran 8 parameter pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai beban pencemaran air terproduksi di lapangan A Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Augustus September Oktober November Desember Rata-rata
Kadar Salinitas Minyak (ton) (ton) 20466 11377 9835 6416 14266 16953 32780 41416 31261 43927 46208 54530 27453
120491 161344 94819 78409 70646 106049 115523 114682 70628 82327 52448 98088 97121
COD (ton) 63956 58595 44861 40745 65966 36209 43285 75058 56720 23839 50542 84680 53705
Fenol (ton) 844 644 978 787 1464 549 1067 422 663 544 510 394 739
Amonia Sulfida (ton) (ton) 658 670 589 382 472 423 504 418 469 462 483 480 501
8 71 3 0 57 103 8 8 24 13 16 53 30
TDS (ton) 165873 165803 171523 167733
Pembuangan air terproduksi secara langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran. Bakke (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa air terproduksi mempunyai efek biologi kepada makhluk hidup di lingkungan terutama dengan adanya senyawa Alkylphenols (AP) dan polyaromatic hydrocarbons (PAH). Senyawa seperti APs, asam naphtenic, dan PAHs kemungkinan dapat menganggu fungsi reproduksi dari ikan Cod dan kerang serta berefek pada sistim biokimia dan genetik. Efek dari pembuangan air terpoduksi ke lingkungan secara langsung mempunyai efek yang berbeda-beda tergantung dari jarak lokasi pembuangan terhadap ekosistem makhluk hidup yang ada. semakin
19 jauh jarak ekosistem dari lokasi pembuangan air terproduksi maka semakin kecil juga efek yang ditimbulkan terhadap makhluk hidup di ekosistem. Efek pembuangan air terproduksi ke lingkungan dapat mempengaruhi berbagai jenis makhluk hidup seperti dinyatakan oleh Casanova (2012), pembuangan air terproduksi dengan kadar aqueous fraction of produced water (AFPW) sebesar 10-1000ppm ke lingkungan terbukti berpengaruh terhadap gen yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh pada ikan Atlantic cod. Akan tetapi AFPW ditemukan tidak berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan, kerusakan ginjal dan level antioksidan dari ikan Atlantic cod. Knag (2013) menyatakan bahwa air terproduksi yang mengandung senyawa alkylphenols (APs) dan aromatic hydrocarbons (PAHs) dapat mengganggu sistem endokrin dan memicu timbulnya stress pada berbagai makhluk hidup. Pada spesies Gasterosteus aculeatus, terbukti bahwa air terproduksi baik yang sudah diolah atau belum menimbulkan efek hyperglycemia yaitu suatu respon pada ikan yang mengalami kondisi stress. Kondisi stress tersebut disebabkan level cytochrome (CYP1A) and UDP-glucuronsyltransferase (UDP-GT) pada ikan melebihi batas normal. CYP1A dan UDP-GT merupakan dua jenis biomarkers yang berkaitan erat dengan kadar stress yang dialami oleh spesies Gasterosteus aculeatus. Selain terhadap makhluk hidup, pembuangan air terproduksi mempunyai efek terhadap kondisi fisik lingkungan. Skalak (2014) menyatakan bahwa air terproduksi yang dibuang ke lingkungan secara terus menerus menimbulkan akumulasi dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam air terproduksi. Akumulasi dari senyawa-senyawa tersebut dapat mencemari lingkungan dan menimbulkan dampak bagi ekosistem.
Peluang Produksi Bersih dalam Pengelolaan Air Terproduksi Karakteristik atau komposisi air terproduksi bervariasi dari satu tempat dengan tempat lainnya dan juga dari waktu ke waktu yang dipengaruhi dari perbedaan lokasi, iklim, kebijakan hukum, dan juga ketersediaan infrastruktur. Hasilnya adalah banyaknya variasi dari pilihan teknologi yang digunakan dalam pengelolaan air terproduksi yang sifatnya spesifik bergantung dari lokasi. Penggunaan teknik dan teknologi dalam pengelolaan air terproduksi pada suatu lokasi bergantung pada: a. Komposisi kimia dan fisik dari air terproduksi b. Volume, durasi, dan laju aliran dari air terproduksi yang dihasilkan c. Tujuan akhir dari pengelolaan air terproduksi d. Pilihan pengelolaan dan pembuangan air terproduksi yang diijinkan pemerintah e. Ketersediaan teknik dan ekonomi dari setiap pilihan pengelolaan air terproduksi f. Ketersediaan infrastruktur untuk pembuangan air terproduksi g. Kemampuan perusahan untuk menggunakan teknologi atau pengelolaan tertentu yang mempunyai potensi untuk diterapkan h. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan suatu teknologi baik dari infrastruktur maupun kebijakan yang dibuat.
20 Teknologi dan strategi pengelolaan air terproduksi dapat diurutkan menjadi 3 langkah pengelolaan atau tingkatan dalam pencegahan polusi, yaitu minimisasi, recycle/re-use, dan pembuangan. 1. Minimisasi. Dalam tingkatan ini diperlukan adanya modifikasi proses, adaptasi teknologi atau substitusi produk agar air yang diproduksi berkurang (Tabel 3) Jika dilakukan maka minimisasi air terproduksi ini dapat mengurangi biaya untuk perusahaan dan menghasilkan perlindungan bagi lingkungan yang lebih besar. Tabel 3 Teknologi minimisasi air terproduksi Pendekatan
Pengurangan volume air yang masuk ke sumur
Mengurangi pengelolaan air di permukaan dengan menggunakan pemisahan setempat
Teknologi Mechanical blocking devices
Kelebihan Harus digunakan dalam konstruksi baru, akan tetapi bisa ditambahkan belakangan
Water shut-off chemicals
Sangat efektif dalam penggunaan yang singkat
Dual completion wells
Sangat efektif dalam penggunaan yang singkat
Sea floor separation modules
Kemungkinan menjadi teknologi yang bagus di masa depan
Kekurangan Sulit digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sudah ada Membutuhkan tipe formasi sumur yang spesifik Keterbatasan penggunaan, membuat sumur menjadi lebih kompleks Biaya yang dibutuhkan sangat tinggi
Sumber : Arthur et al.( 2011) 2. Recycle/re-use. Untuk air terproduksi yang tidak dapat dikelola dengan pendekatan minimisasi, perusahaan dapat melanjutkan ke tingkatan kedua yaitu Recycle/re-use dari air terproduksi. Cara yang paling umum untuk re-use air terproduksi adalah dengan menginjeksikan kembali air terproduksi ke dalam formasi/sumur untuk meningkatkan produksi.pilihan pengelolaan air terproduksi yang termasuk dalam tingkatan Recycle/re-use dapat dilihat pada tabel 4.
21 Tabel 4 Pilihan pengelolaan recycle/re-use dari air terproduksi Pilihan pengelolaan
Penggunaan
Kelebihan
Kekurangan
Reinjeksi untuk peningkatan produksi
Water flood; steam flood; SAGD (steam assisted gravity drainage)
Umum digunakan untuk sumur yang berda di darat. Biaya yang diperlukan relatif murah
Harus memastikan keadaan sumur yang akan diinjeksi
Injeksi untuk digunakan di masa depan
Untuk kepentingan agrikultur
Penyimpanan air permukaan
Pilihan yang sangat baik jika memungkinkan
irigasi
Keuntungan yang yang sangat besar untuk areal pertanian
Air untuk hewan ternak dan liar
Constructed wetland
Industri minyak dan gas
Kepentingan Industri
Pengelolaan untuk mencapai standar air minum
Menyediakan sumber air untuk hewan Menyediakan bentuk alami dari pengelolaan air, menciptakan habitat untuk hewan liar Dapat menggantikan air tawar dalam membuat lumpur bor
Harus memastikan air yang diinjeksi sudah memenuhi standar air minum. Dapat memancing keberatan masyarakat. Air harus dikelola terlebih dahulusebelum dilepas ke dalam irigsi Harus memastikan air memenuhi standar untuk hewan Membutuhkan lahan yang luas dan juga pengawasan serta pengelolaan yang intensif Memerlukan pengelolaan agar dapat memenuhi standar operasi
Pembangkit listrik
Mungkin dapat mengganti sumber air untuk pendingin
Memerlukan pengelolaan lebih lanjut, ongkos transportasi dan penyimpanan.
Lain-lain (cuci mobil, pemadam kebakaran, menyemprot debu jalan)
Dapat menjadi air tambahan yang baik untuk areatersebut
Memerlukan fasilitas penyimpanan dan pengelolaan yang dibutuhkan
Digunakan untuk air minum dan kebutuhan air tangga
Dapat membantu suplai air di lingkungan masyarakat sekitar
Biaya untuk pengelolaan tinggi. Memerlukan kontol kualitas yang baik, dapat memancing keberatan masyarakat.
Sumber : Arthur et al. (2011)
22 3. Pembuangan. Air terproduksi tidak dapat lagi dikelola melalui minimisasi, Recycle/re-use , sehingga perusahaan harus membuangnya (Tabel 5) Tabel 5 Teknologi pembuangan air terproduksi Teknologi
Discharge
Injeksi
Evaporasi
Kelebihan
Kekurangan Tidak diperbolehkan Umum digunakan bagi fasilitas darat, jika pada fasilitas offshore. diperbolehkan Biaya tidak terlalu memerlukan mahal dan dampak pengelolaan agar pada lingkungan dapat memenuhi standar diterima yang diterapkan. Memerlukan ketersediaan sumur yang bisa diinjeksi. Kemungkinan Umum digunakan pada fasilitas onshore, memerlukan pengelolaan lebih cenderung memiliki lanjut untuk biaya yang murah. memastikan tidak terjadi penyumbatan pada sumur formasi. Harus di iklim kering, mengambil keuntungan dari alam
Tidak dapat diterapkan pada iklim basah
Sumber : Arthur et al. (2011)
Prioritas untuk Alternatif Penerapan Produksi Bersih menggunakan AHP Pada Tabel 6 diketahui prioritas kriteria paling penting dalam memilih alternatif Penerapan Produksi Bersih adalah kriteria lingkungan dengan nilai 0,476 atau 47,6% , kemudian untuk teknik sebesar 0,371 atau 37,1% dan yang terakhir adalah ekonomi dengan nilai 0,153 atau 15,3% Tabel 6 Hasil prioritas kriteria untuk alternatif penerapan produksi bersih Kriteria Teknik Ekonomi Lingkungan
Prioritas
(%)
0,371 0,153 0,476
37,1 15,3 47,6
23 Hasil perhitungan sub-kriteria (Tabel 7) menyatakan hasil alternatif penerapan produksi bersih untuk sub-kriteria teknik prioritas paling penting adalah kemudahan operasional dengan nilai 0,766 atau 76,6% dibandingkan dengan kemudahan kontruksi sebesar 0,234 atau 23,4%. Untuk sub-kriteria Ekonomi prioritas paling penting adalah manfaat yang diambil dengan nilai 0,818 atau 81,8% dan selanjutnya adalah kemurahan biaya sebesar 0,182 atau 18,2%. Untuk sub-kriteria lingkungan prioritas paling penting adalah daya tampung lingkungan dengan nilai 0,603 atau 60,3% dan selanjutnya adalah resiko kerusakan lingkungan sebesar 0,397 atau 39,7% Tabel 7 Hasil prioritas sub-kriteria untuk alternatif penerapan produksi bersih Kriteria Teknik Ekonomi
Lingkungan
Sub kriteria
Prioritas
(%)
Kemudahan Kontruksi
0,234
23,4
Kemudahan operasional
0,766
76,6
Kemurahan biaya
0,182
18,2
Manfaat yang diambil
0,818
81,8
Daya tampung lingkungan
0,603
60,3
Resiko kerusakan lingkungan
0,397
39,7
Maka berdasarkan hasil perhitungan tersebut, alternatif penerapan produksi bersih yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria lingkungan dan memperhatikan daya tampung lingkungan, kemudahan operasional serta manfaat yang didapat oleh perusahaan. Alternatif Penerapan Produksi Bersih dalam Pengelolaan Air Terproduksi Pengelolaan air terproduksi dengan menggunakan teknologi yang efisien dan efektif merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan migas. Teknologi yang digunakan harus mampu mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan juga efektif dari segi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Air terproduksi mempunyai karakteristik yang unik sehingga memungkinkan berbagai variasi teknologi digunakan dalam pengelolaannya. Fakhru’l-Raz et al. (2009) menyatakan, pemilihan teknologi terbaik untuk pengelolaan air terproduksi harus berdasarkan pada komposisi kimia air terproduksi yang dihasilkan, efektivitas biaya yang dikeluarkan, ketersediaan ruang, rencana pembuangan dan penggunaan kembali air terproduksi, kemudahan operasional dan produk samping yang dihasilkan. Hasil studi literatur yang dilakukan diketahui untuk alternatif teknologi bersih yang dapat dilakukan perusahaan dalam pengelolaan air terproduksi diantaranya adalah teknologi Air Gap Membrane Distillation (AGMD), Waste stabilisation ponds (WSPs), membrane bioreactor (MBR), microelectrolysis dikombinasikan dengan anaerobik proses, electrocoagulation pretreatment dikombinasikan dengan Reverse Osmosis membranes. Pemilihan teknologi ini didasarkan pada hasil perhitungan prioritas AHP yaitu memenuhi kriteria
24 lingkungan dan memperhatikan daya tampung lingkungan, kemudahan operasional serta manfaat yang didapat oleh perusahaan. Air Gap Membrane Distillation (AGMD) merupakan teknologi yang mempunyai banyak fitur seperti pengoperasian dalam suhu yang rendah, mampu mengurangi kadar garam dan menghilangkan senyawa volatile dari air terproduksi. AGMD juga dapat digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kadar kosentrasi tinggi dari NaCl, MgCl2, Na2CO3, dan Na2SO4. Alkhudhiri et al. (2013) meyatakan bahwa AGMD merupakan teknologi yang menjanjikan dan terbukti efektif secara biaya dalam proses pengelolaan air terproduksi. Waste stabilisation ponds (WSPs) adalah sebuah metode yang terbukti sukses dalam pengelolaan air limbah terutama di iklim panas. WSPs dengan hydraulic retention time (HRT) 6 hari dapat membuat COD berkurang sebesar 85% dan meningkat menjadi lebih dari 90% dengan penambahan waktu HRT. Kadar minyak berkurang sebesar 82% dan meningkat seiring dengan penambahan HRT. Apabila air terproduksi dikelola dengan standar WSPs dengan HRT yang lebih lama maka kemungkinan air terproduksi dapat digunakan untuk kepentingan pertanian yang membawa keuntungan dari segi ekonomi dan lingkungan. (Stuckey 2009) Sharghi et al. (2014) menyatakan bahwa penggunaan membrane bioreactor (MBR) denan konsorsium bakteri halophilic dapat menurunkan COD dan kadar minyak dengan nilai efisiensi sebesar 81,6-94,6% dan 84,8-94%. Hasil air terproduksi dari outlet MBR mempunyai nilai turbiditas sebesar 2 NTU. Penggunaan teknologi MBR dengan konsorsium bakteri halophilic dapat dikatakan sukses dalam mengolah air terproduksi yang mengandur kadar garam tinggi tanpa menyebabkan membrane pada MBR rusak. Proses anaerobik merupakan proses yang umum dilakukan dalam pengelolaan air limbah, yaitu mengubah polutan organik menjadi molekul kecil dalam berbagai variasi limbah air bersifat nonbiodegrdaation. Pproses tersebut memiliki kendala yaitu waktu yang lama dan rasio BOD5/COD yang rendah. Proses anaerobik yang dirangkai dengan micro-electrolysis dapat meningkatkan proses konversi dan biodegradasi dari molekul organik besar menjadi lebih kecil. hal ini membuktikan bahwa kombinasi dari kedua proses tersebut sangat efektif dalam mengubah hampir seluruh polutan organik dalam air terproduksi (Gang et al. 2010). Electrocoagulation (EC) merupakan suatu teknologi pretreatment sebelum penggunaan membran Reverse Osmosis (OR) dalam pengolahan air terproduksi. EC sudah diketahui sebagai salah satu teknologi yang menjanjikan dalam mengolah limbah yang mempunyai kadar minyak yang mengandung partikelpartikel minyak dalam bentuk kecil, dan juga mampu mengurangi dan mencegah timbulnya scale. Hasil penelitian dari Zhao et al. (2014) menunjukkan bahwa penggunaan EC dan RO sebagai suatu sistem pengelolaan air terproduksi dapat mengurangi komponen hardnes sebesar 85.81%, COD sebesar 66.64%, dan turbiditas sebesar 93.80%. air terproduksi yang dihasilkan setelah menggunakan system EC dan Ro dapat digunakan kembali baik untuk kepentingan reinjeksi ataupun kepentingan lain yang menguntungkan.
25 Penerapan Produksi Bersih Reinjeksi air terproduksi untuk peningkatan produksi merupakan salah satu metode dalam Enhanced Oil Recovery (EOR). EOR merupakan cara untuk meningkatkan produksi pada lapangan yang sudah berproduksi. Lapanganlapangan minyak memiliki tiga fase produksi, fase pertama atau fase primer merupakan fase ketika pengangkatan minyak ke permukaan bumi dapat dilakukan dengan menggunakan tekanan alami. Ketika tekanan alami tersebut berkurang dan produksi ikut turun, lapangan memasuki fase sekunder. Pada fase ini, lapangan perlu diinjeksi air atau gas untuk menambah tekanan. Saat injeksi air dan gas tidak lagi bisa meningkatkan produksi, lapangan minyak memasuki fase tersier. Pada fase ini, metode yang digunakan berbeda dibanding dua fase sebelumnya. Pada fase primer dan sekunder, injeksi dilakukan hanya untuk menambah daya dorong. Sementara pada EOR, injeksi dilakukan untuk mengubah karakter minyak, air, dan batuan (SKK Migas 2015). Tabel 8 Perusahaan Migas di Indonesia yang melakukan Reinjeksi Air Terproduksi Perusahaan
Wilayah
Exxonmobil a
Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu.
PT Chevron Pacific Indonesia (CPI)b
Lapangan Minas, Riau.
PT Pertamina EP
a. Sangatta Field, yang terletak di Desa Sangkima, Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timurc b. Limau Field, Desa Tebat Agung, Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatand
a
Sumber: Exxonmobil (2015) Sumber: Chevronindonesia (2015) c Sumber: Sagaria (2012) d Sumber: Lubis et al. (2014) b
Pengelolaan Air Terproduksi Pemanfaatan air terproduksi kembali sebagai media injeksi sumur-sumur injeksi untuk membantu menjaga tekanan pada resevoir dan mendorong minyak menuju sumur produksi. Optimalisasi pemanfaatan air terproduksi kembali sebagai media injeksi guna mempertahankan produksi di lapangan Pemanfaatan air terproduksi kembali sebagai media injeksi, bertujuan untuk menambah perolehan minyak serta mempertahankan atau meningkatkan tekanan reservoir agar produksi di suatu sumur tidak cepat turun.
26 Perusahaan menerapkan tingkatan kedua dan ketiga yaitu, reinjeksi untuk peningkatan produksi dan pembuangan air terproduksi dengan cara reinjeksi ke dalam sumur-sumur yang tidak terpakai lagi. Al-Hubail dan El-Dash (2006) menyatakan, injeksi air terproduksi ke dalam sumur-sumur dalam mempunyai keuntungan dari segi lingkungan dan efisiensi bagi perusahaan daripada teknologi pembuangan air terproduksi lainnya dan secara ekonomi merupakan teknologi yang paling murah dari segi biaya. Air terproduksi yang dihasilkan di Lapangan A akan diolah lagi untuk mencegah terjadinya penyumbatan pada sumur formasi. Hal ini dilakukan karena terdapat sumur yang memenuhi syarat, meminimalkan dampak pada lingkungan dan masyarakat serta biayanya relatif rendah baik dari pengadaan teknologi maupun perawatan. Re- Injeksi Air Terproduksi Sistem injeksi perusahaan sudah mendapatkan izin resmi dari Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2010. Sistem injeksi air terproduksi Perusahaan X terintegrasi untuk lapangan A, B, C dan tersentralisasi di Lapangan A dengan zona target injeksi Zona C-08. Metode penanganan air terproduksi dengan cara injeksi ke sumur injeksi ini memiliki tiga filosofi, yaitu : 1. Alternatif pembuangan air terproduksi yang rutin dalam usaha untuk mengurangi beban lingkungan di permukaan. Air terproduksi yang dihasilkan dalam proses produksi memiliki karakteristik limbah cair oleh sebab itu dibutuhkan pengolahan, namun jika dilihat dari jumlah air terproduksi yang diproduksi setiap harinya yaitu sekitar 54.000 barel/ hari maka cukup berat bagi air permukaan untuk menerima sumber pencemar yang banyak setiap harinya dan melakukan self purification. Oleh karena itu sistem injeksi merupakan salah satu solusi untuk mengelola air terproduksi yang ada. Selain itu sistem injeksi ini didukung dengan tersedianya formasi-formasi yang memungkinkan untuk menerima air terproduksi dalam jumlah besar dan adanya sumur-sumur produksi yang sudah mati yang dapat digunakan sebagai sumur injeksi. 2. Harapan untuk mendapatkan minyak mentah yang lebih besar. Air terproduksi masih mengandung kandungan minyak saat diinjeksikan. Harapan untuk menyatukan kembali kandungan minyak dalam air terproduksi dengan minyak yang ada di bumi, dapat memperbanyak kandungan minyak mentah di dalam bumi. 3. Sesuatu yang diambil dari bumi harus dikembalikan lagi ke bumi. Tujuan dari injeksi air teproduksi yang dilakukan Perusahaan X adalah untuk menginjeksikan kembali air terproduksi ke dalam formasi yang telah diambil kandungan fluidanya, sehingga tidak memperngaruhi lingkungan sekitar, selain mempengaruhi keadaan air permukaan jika dibuang ke badan air, sistem injeksi dilakukan untuk mengurangi potensi komplain masyarakat sekitar. Pada lapangan A, sistem injeksi dilakukan pada awal Desember 1990 dengan menggunakan pompa ke sumur A-127 (Maulina, 2011).
27 Proses pre-treatment yang dilakukan pada air terproduksi di unit pollution control (Lampiran 2) sebelum diinjeksikan ke dalam sumur injeksi pada prinsipnya adalah separasi antara minyak dan air untuk mengurangi kandungan minyak dalam air. Air mengalami serangkaian proses pemisahan yang berlangsung di tangki Gun Barrel, CPI, GFU, dan API Separator. Pada saat proses pemisahan, dilakukan juga penambahan bahan kimia berupa water clarifier secara kontinu dengan menggunakan pompa penginjek bahan kimia. Penambahan bahan kimia ini berfungsi sebagai demulsfier , yaitu untuk menurukan kekuatan ikatan antara minyak dan air sehingga fase terdispersi dapat terlepas dan bergabung dengan fase terdispersi lain membentuk kesatuan yang lebih besar komposisinya. Penambahan water clarifier diharapkan pemisahan minyak dengan air dapat berlangsung lebih cepat. Rata-rata penggunaan water clarifier adalah 4.5-5.6 Gpd . Namun menurut operator, penambahan jumlah bahan kimia semakin sedikit karena bahan kimia yang terbawa di dalam air terproduksi dapat menimbulkan masalah plugging pada saluran injeksi. Kadar minyak Sesudah treatment dan Baku Mutu (ppm)
Kadar Minyak Sebelum treatment (ppm)
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
100 80 60 40 20 0 JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AUG SEP OKT NOV DES
sebelum treatment
sesudah treatment
Gambar 5 Kadar minyak pada air terproduksi di lapangan A periode 2012 Dari Gambar 5 diketahui bahwa proses pengolahan air terproduksi mampu menurunkan kadar minyak hingga di bawah ambang baku mutu yang diharuskan. Hal ini menandakan bahwa sistem pollution control yang berada di Lapangan A berfungsi dengan baik, selain itu penurunan kadar minyak yang signifikan ini juga mengurangi potensi terjadinya penyumbatan pada sumur injeksi sehingga proses reinjeksi dapat terus berjalan. Terjadinya penyumbatan pada sumur injeksi dapat menimbulkan dampak yang besar bagi perusahaan, karena dapat mengakibatkan penghentian proses produksi. Proses produksi harus dihentikan untuk mencegah air terproduksi yang dihasilkan keluar dikarenakan tempat pembuangannya tersumbat sementara kapasitas penampungan perusahaan terbatas. Oleh karena itu adanya penyumbatan sumur injeksi merupakan insiden yang sangat tidak diharapkan oleh perusahaan. Berbagai macam teknologi dapat digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan kadar minyak dalam air terproduksi salah satunya menurut Zhixiong (2010) menyatakan bahwa pengelolaan air terproduki dengan menggunakan tekanan yang dibantu dengan ozonisasi dan filrasi pasir mampu menurunkan
28 kadar minyak dari 100ppm menjadi 20ppm dan menurunkan nilai turbiditas dari 200NTU menjadi 2 NTU. Teknologi ini dapat dijadikan salah satu pilihan alternatif dalam mengelola air terproduksi yang aman untuk dibuang ke lingkungan dan memberikan manfaat bagi perusahaan dengan adanya minyak yang dapat digunakan kembali. Sistem pollution control yang digunakan oleh perusahaan dalam menurunkan kadar minyak sudah berfungsi dengan baik, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian dari Da Silva et al. (2014) menyatakan ada teknik yang lebih maju dalam usaha menurunkan kadar minyak pada air terproduksi. Teknik itu adalah integrasi dari sistem flotasi dengan photo-Fenton. Teknik tersebut mampu menurunkan kadar minyak (oil dan grease) sebesar 99%, sehingga kadar minyak yang tertinggal pada air terproduksi sebesar 5ppm. Selain teknik photo-Fenton, kadar minyak pada air terpoduksi dapat diturunkan menggunakan teknologi integrasi dari proses coalescer bed dan microfiltration membranes (MFs). Motta et al. (2014) menyatakan bahwa teknologi integrasi ini menghasilkan tingkat efisiensi sebesar 93-100%, sehingga kadar minyak yang tertinggal pada air terproduksi bervariasi antara 0,1-14,8ppm. Hal ini menunjukkan bahwa tenik-teknik ini menjanjikan dalam menurunkan kadar minyak air terpoduksi sehingga perusahaan diharapkan mampu mengadopsi teknologi-teknologi tersebut. Sumur-sumur injeksi yang terdapat di lapangan A saat ini adalah A-01, A-74, A-168, A-183, A-127, A-178, A-140, dan A-119 L. Sumur-sumur injeksi ini merupakan bekas sumur produksi yang sudah tidak digunakan sebagai reservoir gas lagi. Setelah dilakukan pengolahan awal air terproduksi di unit pollution control, kemudian air terproduksi yang ada di T1/T2 dipompa dengan menggunakan lima pompa. Empat pompa disusun secara seri dansatu pompa terpisah. Pompa yang digunakan untuk proses injeksi adalah sebagai berikut : 1. P-7610 A / B / C / D Keempat pompa ini berfungsi untuk menginjeksikan air terproduksi menuju sumur injeksi A-01, A-74, A-127, A-183, A-168. Pompa A dan B berfungsi sebagai booster, sedangkan pompa C dan D sebagai pompa injeksi. P-7610 A (MP) dirangkai seri dengan P-7610 C (HP), P-7610 B (MP) dirangkai seri dengan P-7610 D (HP). Sehingga apabila pompa A mati maka pompa C juga tidak berfungsi, begitu juga dengan pompa A dan pompa D. 2. P-4820 Pompa P-4820 merupakan pompa yang digunakan untuk memompa air terproduksi ke sumur injeksi A-178, A-140, dan A-119L. Kapasitas volume air terproduksi yang dapat dipompa setiap hari maksimum 55.000 barel, pompa bekerja dengan tekanan 400-725 psi. Pompa memiliki motor driven dengan kecepatan yang dapat diset secara bervariasi,bselain itu pompa tersebut juga diberikan mechanical silt yang berfungsi untuk mencegah keluarnya air dari pompa Volume Reinjeksi Air Terproduksi Rata-rata volume air terproduksi perbulan yang terkumpul dan akan diinjeksikan di Lapangan A adalah 1,1×106 barel atau kurang lebih setiap harinya air terproduksi yang harus diinjeksikan sebesar 37×103 barel. ini merupakan jumlah yang tidak sedikit, sehingga keberadaan sistem injeksi ini menjadi vital. Tingginya volume air terproduksi dipengaruhi berbagai faktor, yaitu usia produksi
29 sumur, jenis minyak dan gas yang diproduksi, lokasi sumur atau lapangan minyak, dan struktur geologinya (Guerra et al. 2011).
Air Terproduksi (×104 barel)
120 115 110 105 100 95 90
Bulan air terproduksi yang dihasilkan
air terproduksi yang diinjeksi
Gambar 6 Air terproduksi yang dihasilkan dan diinjeksikan di lapangan A periode 2012 Dari Gambar ambar 6 diketahui terdapat selisih antara air terproduksi yang dihasilkan dengan air terproduksi yang diinjeksi setiap bulannya. Sebagai Se contoh pada bulan Januari 2012, air terproduksi yang dihasilkan sebesar 1175478,71 barel sedangkan air terproduksi yang diinjeksikan pada bulan itu sebesar 1139881,20 sehingga ada selisih sebesar 35597,50 barel. Selisih ini ditampung di dalam tangki T1 dan T2 yang berfungsi untuk menjaga tekanan pada tangki dan pompa sehingga pompa injeksi tidak rusak rusak. Pemantauan Sistem Injeksi Sistem injeksi di perusahaan selalu melakukan langkah-langkah langkah pemantauan untuk menjaga kestabilan sistem inj injeksi. Pemantauan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi penginjeksian air terproduksi ke sumur sumur-sumur sumur injeksi sesuai dengan standar pada Permen LH no 13 tahun 2007 tentang persyaratan dan tata cara pengelolaan air limbah bagi usaha dan atau kegiatan hulu minyak m dan gas serta panas bumi dengan cara injeksi injeksi.. Pemantauan yang dilakukan sebagai berikut : 1. Pemantauan tekanan injeksi sumur 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari 2. Tes tekanan selubung 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, bergilir untuk semua sumur 3. Pemantauan debit injeksi dan volume komulatif 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari 4. Pengecekan Kalifer 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun 5. Pemantauan karakteristik kimia kimia-fisika fisika limbah secara berkala 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. Dalam melakukan sistem injeksi perus perusahaan ahaan merancang rencana penanganan (contingency contingency plan plan)) apabila terjadi kasus darurat (incase ( of emergency), ), yaitu dimana pada saat tertentu tempat penampungan sementara di sistem integrasi melebihi kapasitasnya sehingga sebagian air terproduksi tidak dapat masuk ke dalam sistem integrasi, khususnya pada saat shut down dan
30 perbaikan pipa transmisi ataupun terjadi peningkatan air terproduksi dari lapangan A dan B secara tiba-tiba, maka contingency plan yang dilakukan adalah : 1. Masing-masing lapangan menyimpan sementara dalam tangki penyimpanan masing-masing 2. Melakukan penginjeksian air terproduksi di sumur injeksi cadangan yaitu sumur B-04. 3. Mematikan sumur-sumur produksi yang menghasilkan air terproduksi tinggi. Selain rencana penanganan (contingency plan), perusahaan membuat rencana tanggap darurat yang berfungsi untuk mengatasi kegagalan sumur injeksi dan mencegah terjadinya perpindahan fluida ke sumber air minum. Langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan penghentian sementara proses injeksi yang dilakukan 2. Bila fasilitas peralatan injeksi (pompa,pipa,sumur) mengalami kegagalan maka air produksi dialihkan ke pollution control untuk menurunkan kadar COD,Phenol,Oil content sampai memenuhi syarat baku mutu air buangan baru dibuang ke air permukaan /laut. 3. Melaporkan keadaan darurat ke pihak-pihak terkait sesuai dengan prosedur keadaan darurat yang ada. 4. Melakukan evaluasi terhadap keadaan darurat sesuai dengan prosedur tanggap darurat 5. Apabila kejadian darurat menjadi tidak terkendali maka dilakukan penutupan sumur (plugging) Kendala dalam Pengelolaan Air Terproduksi dengan Sistem Injeksi Sistem injeksi air terproduksi merupakan teknologi pembuangan air terproduksi yang efisien, sederhana, dan murah biayanya bila dibandingkan dengan teknologi pembuangan laiinya. Dari rangkaian proses yang dimulai dari pre-treatmen samapai dengan injeksi, berikut ini kendala-kendala dalam sistem injeksi yang ditemukan di dalam perusahaan: 1. Sumur yang semakin jenuh Semakin banyak air terproduksi yang diinjeksikan ke dalam sumur injeksi maka akan menyebabkan kejenuhan pada sumur, tekanan yang berasal dari bawah sumur akan semakin besar, sehingga semakin sulit untuk dapat menginjeksikan air terproduksi. Gambar 7 menunjukkan lama hari operasi sumursumur injeksi yang ada di Lapangan A. Lama operasi sumur injeksi berbeda-beda, yang terlama adalah sumur injeksi B-74 dengan 4374 hari.
Jumlah hari
31 5000 4000 3000 2000 1000 0
Sumur Injeksi
Gambar 7 Jumlah hari beroperasi sumur injeksi sampai dengan tahun 2012 Adanya perbedaan jumlah hari beroperasi ini dikarenakan tidak semua sumur dioperasikan secara sekaligus untuk reinjeksi air terproduksi. Beberapa sumur digunakan sebagai cadangan apabila sumur injeksi yang digunakan bermasalah, dan beberapa sumur lainnya tidak bisa diinjeksi dikarenakan tekanan dalam sumur terlalu besar sehingga air terproduksi tidak bisa diinjeksikan ke dalamnya.
Jumlah Insidem
2. Kebocoran pada pipa air terproduksi Pipa air terproduksi merupakan salah satu komponen penting dalam sistem injeksi. Pipa air merupakan sarana transportasi bagi air terproduksi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dimulai dari lapangan minyak sampai dengan ke sumur injeksi. Insiden kebocoran yang terjadi pada pipa air terproduksi dari tahun 2010-2012 ditunjukkan pada Gambar 8. 12 10 8 6 4 2 0
7
0 6 2010
Tumpahan 2 2
4
2011
2012
Bocor
Tahun
Gambar 8 Jumlah Insiden Kebocoran Pada Pipa Air Terproduksi Periode 20102012 Gambar 8 menunjukkan insiden kebocoran terdiri dari 2 jenis yaitu bocor dan tumpahan. perbedaan ini berdasarkan jumlah volume air terproduksi yang keluar dari pipa air. insiden dikatakan bocor jika volume air terproduksi yang keluar dari pipa kurang dari 1 barel, kategori tumpahan diberikan jika air terproduksi yang keluar dari pipa lebih dari 1 barel. Tahun 2012 merupakan tahun dimana insiden kebocoran paling sering terjadi yaitu 11 insiden yang terbagi menjadi 4 insiden bocor dan 7 kali insiden berkategori tumpahan. Adanya insiden kebocoran merupakan permasalahan yang serius karena dampaknya bagi lingkungan.
32 3. Korosi pada pipa injeksi Liu (2014) menyatakan bahwa penyebab utama korosi pada pipa injeksi adalah dissolved oxygen, Ca2+ and garam inorganic yang terlarut pada air terproduksi sehingga berakibat adanya resiko lingungan yang besar dan kerugian ekonomi apabila terjadi kerusakan pada pipa. Jing (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa endapan yang terjadi pada sumur injeksi terjadi akibat adanya korosi pada pipa injeksi. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui setiap 1 barel air terproduksi yang keluar ke lingkungan maka nilai beban pencemarannya sebesar 1138 kg, artinya adalah bocornya air terproduksi dari pipa sehingga keluar ke lingkungan maka nilai beban pencemaran yang harus ditanggung lingkungan minimal sebesar 1138 kg. Jika kebocoran yang terjadi tipe tumpahan maka nilai beban pencemaran akan semakin tinggi dan memperbesar dampak terhadap lingkungan. Perusahaan menerapkan kebijakan dimana jika terjadi insiden kebocoran, maka seluruh air terproduksi yang keluar beserta tanah yang tercemar akan diangkut seluruhnya untuk dikelola di A Pollution Control yang selanjutnya akan dikirim kepada PPLi. Harga yang ada untuk penanganan limbah pada kisaran US$50- US$500 per ton, tergantung pada tingkat bahaya dan treatment yang perlu dilakukan (Kabar bisnis, 2009). Air terproduksi merupakan limbah yang mengandung hidrokarbon dan BTX (Brant, 2013), maka penangananya kemungkinan akan membutuhkan biaya sekitar U$500 per ton . Sehingga semakin sering terjadi insiden kebocoran maka semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengatasi insiden tersebut . Peluang Produksi Bersih untuk Pengelolaan Air Terproduksi dengan Sistem Injeksi Cheremisinoff dan Rosenfeld (2009) menyatakan, terdapat beberapa peluang dalam proses pengelolaan air terproduksi yang dapat mengurangi beban dari pengelolaan air terproduksi yang juga dapat mengurangi volume limbah padat sehingga mengurangi biaya untuk pembuangan yang sesuai dengan konsep produksi bersih yaitu: 1. Memisahkan aliran limbah, karena pemisahan aliran limbah dapat mengurangi kandungan minyak dalam limbah padat yang dihasilkan serta dapat meningkatkan recovery minyak dari air terproduksi. 2. Mengontrol limbah padat yang masuk ke dalam saluran pembuangan limbah air terproduksi, karena jika padatan yang masuk terlalu banyak maka dapat merusak sistem pengelolaan limbah air terproduksi dan juga sistim air injeksi. 3. Mengurangi penggunaan pipa yang ditanam di tanah karena dapat menjadi sumber potensial terjadinya kebocoran limbah air terproduksi. Pemeriksaan, perbaikan dan penggantian pipa menjadi pipa yang berada di permukaan dapat mengurangi atau menghilangkan resiko adanya kebocoran dan pencemaran pada tanah. 4. Mengidentifikasi sumber-sumber penghasil senyawa benzene dan menerapkan sistem pengolahan air limbah khusus benzene. 5. Menerapkan dan memperkuat praktek Good Housekeeping. Praktek Good Housekeeping dapat mencegah limbah dengan lebih baik karena mencakup dua sisi yaitu dari sisi input dan limbah yang dihasilkan tanpa membuat
33 modifikasi yang signifikan pada teknologi pengelolaan limbah air terproduksi yang ada pada saat ini. Praktek Good Housekeeping Kendala yang dihadapi perusahaan dalam sistim reinjeksi salah satunya adalah adanya kebocoran pada pipa air terproduksi.Maka alternatif produksi bersih yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan praktek Good Housekeeping yang memenuhi kriteria dan prioritas yang didasarkan pada hasil perhitungan AHP yang telah dilakukan. Good Housekeeping adalah suatu pengelolaan yang bersifat internal dalam melakukan upaya-upaya produksi bersih berupa tindakan sederhana dengan langkah praktis yang dapat segera dilaksanakan oleh perusahaan (Moertinah, 2008). Salah satu praktek Good Housekeeping adalah dengan melakukan penggantian pipa air terproduksi. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, perusahaan sudah menganalisis penyebab dari kebocoran pipa air terproduksi tersebut. Kebocoran disebabkan adanya perbedaan merek dagang dari pipa yang digunakan yaitu pipa merek A dan pipa merek B. Insiden kebocoran banyak terjadi di pipa merek B sehingga seluruh pipa dengan merek B akan diganti menjadi pipa merek A. Hasil analisa ekonomi penggantian pipa adalah sebagai berikut: Harga Pipa A 12” = US$1100 dengan usia pakai 10 tahun Harga Pipa B 12” = US$600 dengan usia pakai <3 tahun Biaya investasi: Pipa A = US$ 1100/10 tahun = US$110 /tahun Pipa B = US$ 600/3 tahun = US$ 200 /tahun Pengehematan investasi = US$ 200 – US$ 110 = US$90 /tahun Penghematan biaya lingkungan: 1. Pengurangan nilai beban pencemaran sebesar minimal 1138kg beban pencemar/insiden 2. Penghematan biaya pengolahan limbah PPLI sebesar minimal $500/ton Keuntungan lingkungan: 1. Memperkecil resiko terjadinya kebocoran pada pipa air terproduksi 2. Menurunkan resiko dampak lingkungan akibat kebocoran pipa 3. Lingkungan terjaga 4. Menurunkan resiko klaim lingkungan dari masyarakat sekitar perusahaan
34
5 SIMPULA DA SARA Simpulan Air terproduksi merupakan limbah cair terbesar yang dihasilkan dari proses produksi minyak dan gas bumi. Jumlah air terproduksi yang besar harus dikelola agar tidak merugikan baik bagi perusahaan maupun lingkungan, Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan teknologi produksi bersih. Berbagai teknologi alternatif produksi bersih yang dapat digunakan diantaranya adalah teknologi reinjeksi, Air Gap Membrane Distillation (AGMD), Waste stabilisation ponds (WSPs), membrane bioreactor (MBR), microelectrolysis dikombinasikan dengan anaerobik proses, electrocoagulation pretreatment dikombinasikan dengan Reverse Osmosis membranes. yang menguntungkan dari segi ekonomi dan lingkungan. Rekomendasi para ahli dengan menggunakan AHP menghasilkan tiga kriteria dalam memilih teknoloogi produksi bersih yang dapat diterapkan perusahaan. Tiga criteria tersebut adalah kemudahan operasional, manfaat yang diambil, dan daya tampung lingkungan. Perusahaan memilih cara reinjeksi dan praktek Good Housekeeping untuk mengelola air terproduksi yang dihasilkan
Saran Teknologi integrasi dari sistem flotasi dengan photo-Fenton dan teknologi integrasi dari proses coalescer bed dan microfiltration membranes (MFs) telah terbukti mampu menurunkan kadar minyak dalam air terproduksi dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Teknik-teknik ini menjanjikan dalam menurunkan kadar minyak air terpoduksi sehingga perusahaan diharapkan mampu mengadopsi teknologi-teknologi tersebut sehingga air terproduksi yang dihasilkan setelah dikelola aman bagi lingkungan dan menguntungkan bagi perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Akmal. 2010. Biodegradasi Fenol Limbah Cair Industri Tekstil Oleh Candida tropicalis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Al-Hubail, J. dan K. El-Dash. 2006. Managing Disposal Of Water Produced With Petroleum In Kuwait. Journal of Environmental Management. 79:43-50. doi:10.1016/j.jenvman.2005.05.012 Alkhudhiri A, Darwish N, Hilal N. 2013. Produced water treatment: Application of Air Gap Membrane Distillation. Desalination. 309:46–51. 10.1016/j.desal.2012.09.017 Arthur, JD, Hochheiser HW, Bottrell MD, Brown A, Candler J, Cole L, DeLaO D, Dillon LW, Drazan DJ, Dusseault MB, Foerster CP et al. 2011. Management Of Producedwater From Oil And Gas Wells. 8PC 8orth American Resource Development [Working Document] 2-17.
35 Bakke T, Klungsøyr J, Sanni S. 2013. Environmental impacts of produced water and drilling waste discharges from the Norwegian offshore petroleum industry. Marine Environmental Research. 92:154-169. 10.1016/j.marenvres.2013.09.012. Brant, JA. 2013. Technical Brief Oil and Gas Produced Water Treatment Technologies. The Nexus Group: Stockholm Casanova JCP, Hamoutene D, Hobbs K, Lee K. 2012. Effects of chronic exposure to the aqueous fraction of produced water on growth, detoxification and immune factors of Atlantic cod. Ecotoxicology and Environmental Safety. 86: 239–249. 10.1016/j.ecoenv.2012.09.026 Cheremisinoff, NP dan Rosenfeld P. 2009. Handbook Of Pollution Prevention And Cleaner Production: Best Practices In The Petroleum Industry. Oxford (GB):Elsevier Inc. Chevronindonesia. Mengoptimalkan Pengembangan Sumber Daya di Sumatera. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID) Chevronindonesia; [diunduh 2015 Juli 9]. Tersedia pada: http://www.chevronindonesia.com/business/sumatra.aspx. Da Silva SS, Filho OC, Neto ELB, Foletto EL. 2014. Oil removal from produced water by conjugation of flotation and photo-Fenton processes. Journal of Environmental Management xxx:1-7. 10.1016/j.jenvman.2014.08.021 Esteves, DS. 2014 Technical and Economical Study About Usage Of Heat Exchangers On Oil Offshore Platforms. [Undergraduate Project]. Rio De Janeiro (SPA): Departamento de Engenharia Mecânica Universidade Federal Do Rio De Janeiro Exxonmobil. Pengembangan Penuh Lapangan Banyu Urip [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Cepu (ID) Exxonmobil; [diunduh 2015 Juli 9]. Tersedia pada: http://www.exxonmobil.co.id/IndonesiaBahasa/PA/about_where_cepu_ffd.aspx Fakhru’l-Razi A, Pendashteh A, Chuah L, Abdullah, Radiah D, Biak A,, Sayed Siavash Madaeni S.S, Abidin ZZ. Review of technologies for oil and gas produced water treatment. Journal of Hazardous Materials. 170: 530–551. 10.1016/j.jhazmat.2009.05.044 Gang L, Shuhai G, Fengmei L. 2010. Treatment of oilfield produced water by anaerobic process coupled with micro-electrolysis. Journal of Environmental Sciences. 22(12): 1875–1882. 10.1016/S10010742(09)60333-8 Guerra K, Katharine D, Steve, D .2011. Oil and Gas Produced Water Management and Beneficial Use in the Western United States. Amerika (US):Department of the Interior Bureau of Reclamation U.S. Haen, MT dan Katharina O.. Hubungan Pajanan Senyawa Benzena, Toluena Dan Xylen Dengan Sistem Hematologi Pekerja Di Kawasan Industri Sepatu. [tesis] . Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung Hladik ML, Focazio MJ, Engle M. 2014. Discharges of produced waters from oil and gas extraction via wastewater treatment plants are sources of disinfection by-products to receiving streams. Science of the Total Environment. 466–467:1085–1093. 10.1016/j.scitotenv.2013.08.008
36 Igunnu, ET dan George ZC. 2012. Produced Water Treatment Technologies. International Journal of Low-Carbon Technologies. 0:1-21. doi:10.1093/ijlct/cts049 Indrasti NS. 2012. Metodologi dan Prosedur Audit ProduksiBersih (Neraca Massa, Energi Dan Limbah).Bogor (ID): IPB Pr. Jing G, Tang S, Li X, Wang H. 2013. The analysis of scaling mechanism for water-injection pipe columns in the Daqing Oilfield. Arabian Journal of Chemistry [article in press]. 10.1016/j.arabjc.2013.02.023 Kabar bisnis. 2009 Des 10. Prasadha Operasikan Depo Penampungan Limbah Di Sidoarjo. Kabarbisnis.com. Knag AC dan Annette Taugbøl A. 2013. Acute exposure to offshore produced water has an effect on stress- and secondary stress responses in three-spined stickleback Gasterosteus aculeatus. Comparative Biochemistry and Physiology. Part C 158: 173–180. 10.1016/j.cbpc.2013.07.004 Lubis ITW, Arief AT, Prabu UA. 2014. Perencanaan Injeksi Waterflooding Dengan Metode Prediksi Buckley Leverett dan Craig Geffen Morse Pada Sumur Injeksi I di Lapisan W3 Struktur Niru Pt Pertamina Ep Asset 2 Field Limau. [ArtikelPalembang (ID): Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya . Maulina, I.P. 2011. Sistem Pengelolaan Air Terproduksi Dengan Metode Injeksi Di Lapangan A Perusahaan X [kerja praktek]. Bandung (ID): ITB Moertinah, S. 2008. Peluang-Peluang Produksi Bersih Pada Industri Tekstil Finishing Bleaching (Studi Kasus Pabrik Tekstil Finishing Bleaching PT. Damaitex Semarang) [Tesis]. Semarang(ID): Prodi Ilmu lingkungan UNDIP Motta A, Borges C, Esquerre K, Kiperstok A . 2014. Oil Produced Watertreatment for oil removal by an integration of coalescer bed and microfiltration membrane processes. Journal of Membrane Science. 469:371–378. 10.1016/j.memsci.2014.06.051 Sagaria, A. 2012 Aug 3. Memanfaatkan Air Terproduksi Sebagai Media Injeksi. Antara Kaltim. Artikel [Internet]. Tersedia pada: http://www.antarakaltim.com/berita/8539/memanfaatkan-air-terproduksisebagai-media-injeksi Sharghi EA, Bonakdarpour B, Pakzadeh M. 2014. Treatment of hypersaline produced water employing a moderately halophilic bacterial consortium in a membrane bioreactor: Effect of salt concentration on organic removal performance, mixed liquor characteristics and membrane fouling. Bioresource Technology. 10.1016/j.biortech.2014.04.099 Skalak KJ, Engle MA, Rowan EL, Jolly GD, Conko KM, Benthema AJ, Kraemer TF. 2014. Surface disposal of produced waters in western and southwestern Pennsylvania: Potential for accumulation of alkali-earth elements in sediments. International Journal of Coal Geology. 126:162–170. 10.1016/j.coal.2013.12.001. SKK Migas. 2015 Apr 5. SKK Migas Sosialisasikan PTK EOR. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID) SKK Migas; [diunduh 2015 Juli 9]. Tersedia pada: http://www.skkmigas.go.id/skkmigas-sosialisasikan-ptk-eor
37 Stuckey D.C, Shpiner R, Liu G. 2009. Treatment of oilfield produced water by waste stabilization ponds: Biodegradation of petroleum-derived materials. Bioresource Technology. 100: 6229–6235. 10.1016/j.biortech.2009.07.005 Thiel Gp, Tow EW, Banchik LD, Chung HW, Lienhard JH. Energy consumption in desalinating produced water from shale oil and gas extraction. Desalination [article in press]. 10.1016/j.desal.2014.12.038 Yucheng L, Zhang Y, Yuan J. 2014. Influence of produced water with high salinity and corrosion inhibitors on the corrosion of water injection pipe in Tuha oil field. Engineering Failure Analysis. 45:225–233. 10.1016/j.engfailanal.2014.06.010 Zhao S, Huang G,Cheng C, Wang Y, Fu H. 2014. Hardness, COD and turbidity removals from produced water by electrocoagulation pretreatment prior to Reverse Osmosis membranes. Desalination. 344:454–462. 10.1016/j.desal.2014.04.014. Zhixiong C, Cheng-FL, Cheng CJ, Hong APK. 2010. Removal of oil and oil sheen from produced water by pressure-assisted ozonation and sand filtration. Chemosphere. 78:583–590. 10.1016/j.chemosphere.2009.10.051
38 Lampiran 1 Hasil Perhitungan AHP Matriks Kriteria berpasangan Kriteria Teknik Ekonomi Lingkungan Teknik
1,000
1,913
1,000
Ekonomi
0,523
1,000
0,243
Lingkungan
1,000
4,121
1,000
Jumlah
2,523
7,034
2,243
Perhitungan Prioritas Kriteria
Teknik
Ekonomi Lingkungan Jumlah
Teknik
0,39639 0,27195
0,44590
1,11424 0,371
Ekonomi
0,20722 0,14216
0,10820
0,45757 0,153
Lingkungan
0,39639 0,58589
0,44590
1,42819 0,476
Jumlah
1,000
1,000
3,000
1,000
Prioritas
Perhitungan Eigen Value: Teknik
Ekonom i
Lingkunga n
Jumlah
Priorita s
λ
Kriteria
0,371
0,153
0,476
Teknik
1,000
1,913
1,000
1,139
0,371
3,067
Ekonomi
0,523
1,000
0,243
0,462
0,153
3,030
Lingkungan
1,000
4,121
1,000
1,476
0,476
3,101
Jumlah
9,198
Untuk n = 3, nilai random indeks (RI) = 0,033 maka bisa di cari nilai Rasio konsistensi (consistency ratio) atau CR sebagai berikut:
CR =
λmaks − n n −1
=
3,066 − 3 = 0,057 3 −1
Karena nilai CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten
39 1. SUB KRITERIA •
Teknik
Matriks Sub Kriteria berpasangan : Kemudaha Kemudaha Kriteria n Kontruksi n operasional Kemudaha 1,000 0,306 n Kontruksi Kemudaha 3,271 1,000 n operasional Jumlah 4,271 1,306 Perhitungan Prioritas : Kemudahan Kriteria Kontruksi Kemudahan 0,234 Kontruksi Kemudahan 0,766 operasional Jumlah 1,000
Perhitungan Eigen Value: Kemudahan Kontruksi Kriteria 0,234 Kemudahan 1,000 Kontruksi Kemudahan 3,271 operasional
Kemudahan operasional
Jumlah
0,234
0,468
0,766
1,532
1,000
2,000
Prioritas 0, 234 0, 766
Kemudahan operasional 0,766
Jumlah
Prioritas
λ
0,306
0,468
0,234
2,000
1,000
1,532
0,766
2,000
Jumlah
4,000
Untuk n = 2, nilai random indeks (RI) = 0,000 maka bisa di cari nilai Rasio konsistensi (consistency ratio) telah konsisten.
40 •
Lingkungan Matriks Sub Kriteria berpasangan : Daya tampung Kriteria lingkungan Daya tampung 1,000 lingkungan Resiko kerusakan 0,659 lingkungan Jumlah 1,659
Resiko kerusakan lingkungan 1,518 1,000 2,518
Perhitungan Prioritas : Kriteria Daya tampung lingkungan Resiko kerusakan lingkungan Jumlah
Daya tampung lingkungan
Resiko kerusakan lingkungan
Jumlah
Prioritas
0,603
0,603
1,206
0,603
0,397
0,397
0,794
0,397
1,000
1,000
2,000
Perhitungan Eigen Value: Daya tampung lingkungan 0,603 Kriteria Daya tampung 1,000 lingkungan Resiko 0,659 kerusakan lingkungan
Resiko kerusakan lingkungan 0,397
Jumlah
Prioritas
λ
1,518
1,206
0,603
2,000
1,000
0,794
0,397
2,000
Jumlah
4,000
Untuk n = 2, nilai random indeks (RI) = 0,000 maka bisa di cari nilai Rasio konsistensi (consistency ratio) telah konsisten.
41 •
Ekonomi Matriks Sub Kriteria berpasangan : Kriteria
Kemurahan biaya
Manfaat yang diambil
Kemurahan biaya
1,000
0,223
Manfaat yang diambil
4,481
1,000
Jumlah
5,481
1,223
Perhitungan Prioritas : Kemurahan Kriteria biaya Kemurahan 0,182 biaya Manfaat yang 0,818 diambil 1,000 Jumlah
Manfaat yang diambil
Jumlah
Prioritas
0,182
0,365
0,182
0,818
1,635
0,818
1,000
2,000
Perhitungan Eigen Value: Kemurahan Manfaat biaya yang diambil 0,182 0,818 Kriteria Kemurahan 1,000 0,223 biaya Manfaat yang 4,481 1,000 diambil Jumlah
Jumlah
Prioritas
λ
0,365
0,182
2,000
1,635
0,818
2,000 4,000
Untuk n = 2, nilai random indeks (RI) = 0,000 maka bisa di cari nilai Rasio konsistensi, (consistency ratio) telah konsisten.
42 Lampiran 2 Pengelolaan Pre-Treatment Air Terproduksi di Lapangan A
43 Lampiran 3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 19 tahun 2010 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi
44
45
RIWAYAT HIDUP Pnulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Mei 1987 sebagai anak kedua dari pasangan Mahmud Maratua Siregar dan Rukmini Adha. Pendidikan sarjana.ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Program Pasca Sarjana IPB. Penulis bekerja sebagai tenaga honorer pada UIN Ciputat, Tangerang. Bidang studi yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Biologi. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi Peserta dalam Simposium “Penelitian Perubahan Iklim dan Launching IPCC Indonesia” oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan IPB, 2011; Peserta dalam “Seminar Nasional Reklamasi Lahan Bekas Tambang” oleh SEAMAO BIOTROP dan IPB, 2012; Peserta dalam “Pelatihan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Berbasis Pertanian, Perikanan dan Kehutanan” oleh SEAMAO BIOTROP dan IPB, 2012; Peserta dalam “INDONESIA EBTKE CONEX 2012 Renewable Energy and Energy Conservation” oleh METI dan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, 2012. Penulis terpilih sebagai pemakalah dalam “Seminar Nasional Biodiversitas Dan Kearifan Lokal” di Universitas Sebelas Maret, 2012