PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DAN PEMERINTAH AUSTRALIA
(BERTINDAK ATAS
SENDIRI DAN ATAS NAMA
NAMA
PEMERINTAH PAPUA NEW
GUINEA) TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN ADMINISTRATIP MENGENAI PERBATASAN ANTARA IN DONES IA DAN PAPUA NEW GUINEA
PEMERINTAH INDONESIA dan PEMERINTAH AUSTRALIA (bertindak atas nama sendiri dan atas nama PEMERINTAH PAPUA NEW GUINEA) Mengin9£t
Perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah
Australia tertanggal dua belas Pebruari 1973 yang
1
antara lain
1
menetapkan secara lebih tepat dalam hal-hal tertentu garis-garis batas darat di pulau Irian (New Guinea) dan menetapkan batas laut wilayah di tepi pantai-pantai sebelah utara dan selatan pulau itu Mengakui
perlunya melindungi hak-hak tradisionil dan kebiasaan
penduduk yang bertempat tinggal di dekat perbatasan yang ditetapkan oleh garis-garis batas itu Mengakui pula
semangat kerjasama
1
saling pengertian dan saling t
menghargai yang telah ada sehubungan dengan administrasi perbatasan dan daerah perbatasan serta pengaturan-pengaturan yang telah ada antara kedua Pemerintah untuk liaison dan tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan itu Mengakui pula kerjasama
1
diperlukannya peningkatan lebih lanjut tingkat
saling menghargai dan saling pengertian serta pengokoha
dan penyempurnaan lebih lanjut pengaturan-pengaturan yang telah ada dan untuk tujuan ini perumusan suatu kerangka kerja yang luas yang di kemudian hari akan mengatur perbatasan dan daerah-daerah
perbatasan tersebut Memperhatikan
bahwa Papua New Guinea sedang menjadi bangsa
yang merdeka Mengakui pula
bahwa hingga saat kemerdekaan pengaturan
perbatasan yang bertalian dengan perbatasan disebelah Papua New Guinea akan dilaksanakan oleh Pemerintah Papua New Guinea dengan pengertian bahwa setelah kemerdekaan 1 Australia akan mengakhiri tanggung jawabnya mengenai pengaturan-pengaturan seperti itu Sebagai tetangga-tetangga baik dan dalam semangat persahabatan serta kerjasama TELAH MENYETUJUI
sebagai berikut
PASAL 1
Untuk tujuan Persetujuan ini daerah perbatasan pada sebelah menyebelah perbatasan adalah daerah-daerah yang telah diberitahukan dengan surat-surat dan secara garis besar digambarkan dalam peta-peta yang dipertukarkan pada atau sebelum tanggal pertukaran piagam pengesahan Persetujuan ini. Daerah-daerah perbatasan dapat dirubah dari waktu ke waktu dengan cara pertukaran surat-surat dan peta-peta setelah konsultasi bersama.
PASAL 2
Pengaturan-pengaturan Liaison
1.
Pembentukan liaison yang berhubungan dengan masalah-
masalah perbatasan diterima sepenuhnya.
Pengaturan-pengaturan
dibuat untuk mengatur tugas dan tata cara kerja liaison pada tiap tingkat.
2.
Pengaturan-pengaturan liaison yang sudah ada
dilanjutkan hingga bersama-sama diatur lain kemudian dan pertemuan-pertemuan liaison diselenggarakan (a)
Oleh pejabat-pejabat senior dari Pemerintah Propinsi Irian Jaya dan Pemerintah Papua New Guinea apabila diminta oleh salah satu Pemerintah dengan pemberitahuan yang wajar, sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, untuk meninjau kembali dan mengembangkan kerjasama perbatasan ;
(b)
Oleh pejabat-pejabat Kabupaten Jayapura, Jayawijaya dan Merauke serta pejabat-pejabat West Sepik dan Western Districts dengan selang waktu yang teratur tetapi sekurang-kurangnya setiap dua bulan ; dan
(c)
Oleh pejabat-pejabat kecamatan-kecamatan dan sub-distriksub-distrik bersangkutan dengan selang waktu yang teratur tetapi sekurang-kurangnya setiap dua bulan, tempat pertemuannya ditentukan setempat .
3.
Tujuan-tujuan utama daripada pengaturan liaison
adalah : (a)
Pertukaran informasi mengenai seluruh perkembangan dalam daerah perbatasan yang merupakan kepent ingan bersama kedua Pemerintah ;
(b)
Merencanakan, merubah atau mengadakan pengaturan-pengat uran untuk memudahkan pelaksanaan praktis, khususnya pada tingkat daerah dan Distrik, ketentuan-ketentuan Persetujuan ini ;
(c)
Untuk menjamin agar kedua Pemerintah senantiasa diberitahu tentang perkembangan hal-hal penting yang be rhu bungan dengan daerah-daerah perbatasan dan bahwa perhat ian mereka diminta terhadap setiap masalah yang memerlukan ko nsul tasi sesuai dengan Pe rsetu juan ini.
PASAL 3
Lintas batas untuk tu juan-tujuan tradisionil dan kebiasaan
1.
Praktek-praktek tradisionil dan praktek-praktek
kebiasaan dari para penduduk, yang bertempat tinggal di daerah perbatasan dan merupakan warganegara dari negara yang bersangkutan, yang melintasi perbatasan untuk kegiatankegiatan tradisionil seperti hubungan sosial dan untuk keperluan lain, pengumpulan, berburu, penangkapan ikan dan penggunaan perairan untuk keperluan lain serta perdagangan barter tradisionil diakui dan tetap dihormati.
2.
Lintas batas demikian yang didasarkan atas tradisi
dan kebiasaan tunduk pada pengaturan-pengaturan khusus, dan syarat-syarat imigrasi biasa serta syarat-syarat lainnya tidak berlaku. 3.
Pengaturan-pengaturan khusus dirumuskan atas dasar
bahwa lintas batas demikian hanya bersifat sementara dan tidak untuk tujuan menetap.
PASAL 4
Hak-hak terhadap tanah dan perairan pada sebelah-menyebelah perbatasan
Hak-hak tradisionil yang dinikmati oleh warganegara dari suatu negara, yang bertempat tinggal dalam daerah perbatasannya, yang berhubungan dengan tanah dalam daerah perbatasan negara yang lain dan untuk tujuan-tujuan seperti
menangkap ikan dan penggunaan laut atau perairan untuk keperluan lain didalam atau disekitar daerah perbatasan negara yang lain, dihormati dan negara yang lain mengizinkan mereka untuk melaksanakan hak-hak mereka berdasarkan persyaratan-persyaratan yang sama seperti yang berlaku untuk warganegaranya sendiri. Hak-hak ini dilaksanakan oleh orang-orang bersangkutan tanpa berdiam secara permanen pada daerah perbatasan disebelahnya terkecuali orang-orang demikian memperoleh izin untuk memasuki negara yang lain guna berdiam sesuai dengan perundang-undangan dan tata cara imigrasi negara itu.
PASAL 5
P e r mu k i ma n
Menjadi tujuan yang disepakati untuk menganjurkan supaya tikak diadakan pembangunan perkampungan-perkampungan atau perumahan permanen dalam zone dua kilometer pada sebelahmenjebelah perbatasan.
PASAL 6
Lintas batas untuk tu juan-tujuan lain daripada tujuan tradisionil dan kebiasaan
1.
Lintas batas ya ng dilakukan oleh orang- orang yang
tidak t e rcantum pada Pasal 3 diatas harus me lalui tempattempat yang · telah ditentukan sebagai pelabuhan pendaratan dan sesuai de ngan pe rundang-undangan serta peraturan-peraturan biasa mengenai izin masuk.
t; ' I
2.
Akan diadakan pertukaran informasi mengenai
perundang-undangan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan imigrasi yang berlaku pada sebelah-menyebelah perbatasan guna memelihara pengawasan yang lebih effektip di daerah-daerah perbatasan.
3.
Orang-orang yang melintasi perbatasan, lain
daripada kenyataan-kenyataan sebagaimana tercantum pada Pasal 3 diatas atau perundang-undangan an peraturan-peraturan biasa yang berhubungan dengan izin masuk akan diperlakukan sebagai imigran yang tidak sah.
4.
Dalam melaksanakan perundang-undangan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan masing-masing mengenai i zi n masuk orang- orang kedalam wilayah melintasi perbatasan, masing-masing Pemer intah bertindak dalam semangat persahabatan dan bertetangga baik dengan mengingat dasar-dasar hukum internasional dan praktekpraktek internasional yang berlaku yang ada hubungannya dengan itu serta pentingnya untuk menghalang-halangi penggunaan lintas batas untuk tujuan-tujuan menghindarkan diri dari tuntu t an hukum dan penggunaan wilayah masing-masing dengan cara yang tidak sejalan dengan mukadimmah atau setiap ketentuan Persetujuan ini.
Masing-masing Pemerintah juga memperhatikan,
apabila diperlukan, diperlukannya pertukaran informasi dan konsultasi dengan pihak yang lain.
PASAL 7
Ke a ma n a n
1.
Dalam semangat sali ng menghargai dan saling penge r tia n
se rt a untuk meme lihara dan memperkokoh hubungan bertetangga baik
dan bersahabat yang telah ada, kedua pemerintah pada sebelah-menyebelah perbatasan bersepakat untuk melanjutkan kerjasama satu dengan yang lain guna mencegah penggunaan wil ayah masing-masing didalam atau didekat daerah perbatasan masingmasing untuk kegiatan-kegiatan yang memusuhi pihak lainnya. Untuk tujuan ini 1 masing-masing Pemerintah mengatur tatacara-kerjanya sendiri mengenai pemberi t ahuan dan pengawasan. 2.
Kedua Pemerintah senantiasa saling memberitahukan
dan apabila dianggap perlu berkonsultasi mengenai perkembangan didalam atau didekat daerah perbatasan 1 yang berhubungan dengan keamanan masing-masing.
PASAL 8
Perdagangan Lintas-batas
Kedua Pemerintah bersepakat untu k mengadakan pertukaran informasi mengenai perdagangan lintas-batas dan bilamana dianggap perlu mengadakan konsultasi yang berhubungan dengan itu.
PASAL 9
Kewarganegaraan
Diperlukannya pertukaran informasi secara te ratur yang berhubungan dengan perundang-undangan dan peraturanperaturan tentang kebangsaan dan kewarganegaraan diakui dan masing-masing Pemerintah bersepakat 1 apabila diminta 1 untuk mengadakan konsultasi mengenai tiap masalah yang dihadapi berhubungan dengan itu.
PASAL 10
Ka r a n t i n a
1.
Kerjasama yang telah ada dalam bidang kesehatan
dan karantina, termasuk kunjungan timbal-balik pejabatpejabat dan pertukaran-informasi serta laporan-laporan berkala akan dilanjutkan dan diperkembangkan. 2.
Bilamana wabah berjangkit atau menjalar di daerah
perbatasan, maka karantina dan pembatasan-pembatasan kesehatan dapat dikenakan terhadap lalu-lintas-perbatasan, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 diatas.
PASAL 11
Fasi litas-fas i litas navigasi
diperairan perbatasan
Pengaturan-pengaturan perlu diadakan guna memudahkan lalu-lintas navigasi pada jalur pelayaran utama diperairan perbatasan, khususnya
11
Tikungan Sungai Fly. 11
PASAL 12
P e n c e ma r a n Kedua Pemerintah bersepakat bahwa apabila kegiatankegiatan dibidang pertambangan , pe rind ustr i an , kehutanan, pertanian atau proyek-proyek lainnya dilakukan d i daerah perbatasan masing-masing, tindakan-tindakan pencegahan yang perlu harus diadakan guna menghindari pencemaran
serius dari sungai-sungai yang mengalir melintasi perbatasan. Konsultasi-konsultasi diadakan, apabi la diminta, mengenai tindakan-tindakan untuk mencegah pencemaran, yang terjadi karena kegiatan-kegiatan tersebut, di sungai-sungai pada sebelah-menyebelah perbatasan.
PASAL 13
Konsultasi dan Peninjauan kembali
1.
Kedua Pemerintah mengadakan konsultasi, apabi la
diminta, mengenai pelaksanaan, kegiatan dan ruang lingkup Persetujuan ini. 2.
Persetujuan ini ditinjau kembali pada saat lampau
waktu lima tahun sejak tanggal pertukaran piagam pengesahan.
SEBAGAI
BUKTI
DARIPADANYA
penanda-t angan di bawah
ini, yang cukup dikuasakan untuk itu, telah menandat angani Persetujuan ini.
DIBUAT tanggal
DALAM
RANGKAP
J.~.~t?f.~~e_r. ......
TIGA
di
f!qt':~!fqr_l.{ffe.
pada
tahun seribu sembilan ratus
tujuh puluh tiga dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Signed
UNTUK PEMERINTAH INDONESIA
Signed
UNTUK PE.MERI NTAH ' AU STRALIA Signed
UNTUK PEMERINTAH PAPUA NEW GUIN EA
I
1
I
AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA (ACTING ON ITS OWN BEHALF AND ON BEHALF OF THE GOVERNMENT OF PAPUA NEW GUINEA) CONCERNING ADMINISTRATIVE BORDER ARRANGEMENTS AS TO THE BORDER BETWEEN PAPUA NEW GUINEA AND INDONESIA
THE GOVERNMENT OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA (on its own behalf and on behalf of the GOVERNMENT OF PAPUA NEW GUINEA) Recalling the Agreement between the Indonesian and the Australian Governments dated the twelfth day of February 1973 which, among other things, demarcates more precisely in certain respects the land boundaries on the island of New Guinea (Irian) and delimits terri to rial sea boundaries off the northern and southern coasts of that is land Recognising the need to protect the traditional rights and customs of people living in proximity to t he border constituted by those boundaries Recognising also the spirit of co-operation, understanding and goodwill that already prevails with regard to the administration of the border and border areas and the existing arrangements between Governments for liaison and other purposes in relation thereto
Recognising also the desirability of further fostering co-operation~
goodwill and understanding and further
strengthening and improving existing arrangements and to this end of formulating a broad framework wi thin which the border and border areas shall be administered in the future Having in mind Papua New Guinea becoming an independent nation Recognising also that until independence the border arrangements in relation to the Papua New Guinea side of the border will be carried into effect by the Government of Papua New Guinea with the understanding that after independence Australia shall cease to be responsible in respect of such arrangements As good neighbours and in a spirit of friendship and co-operation HAVE AGREED as follows:-
ARTICLE 1
For the purposes of this Agreement the border area on each side of the border shall be those areas notified by letters and shown approximately on maps to be exchanged on or before the date of the exchange of instruments of ratification of this Agreement.
The border areas may be varied from time
to time by an exchange of letters and maps after mutual consultations.
ARTICLE 2
Liaison Arrangements 1.
The establishment of liaison on matters re lating
to the border is fully accepted.
Arrangements should be
made for regulating the functions and working proce du re s for each level of liaison.
2.
Until otherwise mutually arranged, existing
liaison arrangements shall continue and liaison meetings shal 1 be held: (a)
by senior officials of the Government of Papua New Guinea and of the Provincial Government of Irian Jaya when reques ted by either Government on reasonable notice, and at least once a year, to review and develop border co-operation;
(b)
by officials of West Sepik and Western Districts and the Jayapura, Jayawijaya and Merauke Kabupatens at regular intervals but at least every two months;
(c)
and
by officials of the sub-districts and kecamatans concerned at regular intervals but at least every two months, the location to be locally decided.
3.
The main purposes of the liaison arrangements
shall be: (a)
to exc hange information on all developments in the border areas which are of mutual interest to the Gove rnments ;
(b)
to devise, amend or establish arrangements to facilitate the practical operation, particularly at local and district levels, of the provisions of this Agreement;
(c)
and
to ensure that Governments are kept informed of developments of s ignificance r e lating to the border areas a nd that the ir attent ion is drawn to any matters which may require consultat ion in accordance with t his Agreement .
ARTICLE 3
Border Crossing for Traditional and Customary Purposes
1.
The traditional and customary practices of the
peoples, who reside in a border area and are citizens of the country concerned, of crossing the border for traditional activities such as social contacts and ceremonies including marriage, gardening and other land usage, collecting, hunting, fishing and other usage of waters, and traditional barter trade are recognised and shall continue to be respected.
2.
Such border crossings based on tradition and
custom shall be subject to special arrangements, and normal immigration and other requirements shall not apply.
3.
The special arrangements shall be for mulated on
the principle that such crossings shall be only temporary in character and not for the purpose of settlement.
ARTICLE 4
Cross Border Rights to Land and Waters
The traditional rights enjoy ed by the citizens of one country, who r es ide in its border area, in re lat io n t o land in the border area of the other country and fo r purposes such as fishing and other usage of the seas or waters in o r in the vicinity of the border area of the
other
country~
shall be respected and the other country
shall permit them to exercise those rights on the same conditions as apply to its own citizens.
These rights
shall be exercised by the persons concerned without settling permanently on that side of the border unless such persons obtain permission to enter the other country for residence in accordance with the immigration laws and procedures of that country.
ARTICLE 5
Settlement
It shall be an agreed objective to discourage the construction of villages or other permanent housing within a two kilometer zone on each side of the border.
ARTICLE 6
Border Crossing Other Than For Traditional and Customary Purposes
1.
The crossing of the border by persons not
coming within Article 3 above is to take place through designated points of entry and in accordance with the normal laws and regulations relating to entry.
2.
Information shall be exchanged with respect to
the migration laws and policies operating on each side of the border to maintain more effective control of the border areas.
3.
Persons who cross the border other than in
accordance with the practices recognised by Article 3 above or the normal laws and regulations relating to entry shall be treated as illegal immigrants.
4.
In administering its laws and policies relating
to the entry of persons into its territory across the border, each Government shall act in a sp irit of friendship and good neighbourliness bearing in mind relevant principles of international law and established international practices and the importance of discouraging the use of border crossing for the purpose of evading justice and the use of its territory in a manne r incons ist ent with the preamble or any provision of this Agreement.
Each Government shall
also take into account, whe re appropriate, the desirability of exchanging information and holding consultations with the other.
ARTICLE 7
Security
1.
In a spirit of goodwill and mutual understanding
and so as to maintain and st r e ng t hen the good neighbourly and fri endly relations al ready existing, the Governments on eithe r side of the border agree to continue to co- operate with one another in order to prevent t he use of their respective territories in or in the vicinity of their respective border areas for hostile activities against the other.
To this end, each Government shall maintain
its own procedures of notification and control.
2.
The Governments shall keep each other informed
and where appropriate consult as to developments in or in the vicinity of their respective border areas, which are relevant to their security.
ARTICLE 8
Border Trade
The Governments agree to exchange information concerning cross-border trade and when appropriate to consult in relation thereto.
ARTICLE 9
Citizenship
The desirability is recognised of having a regular exchange of relevant information regarding laws and regulations on nationality and citizenship and each Government agrees, if so requested, to have consultations on any problem being e ncountered in relation thereto.
ARTICLE 10
Quarantine
1.
The co- operat i o n already existing in the field
of health and quarantine, inc luding mutual v i sits of officials and exchange of information and periodical reports, shall be conti nu ed and developed.
2.
In the case of an outbreak or spread of an
epidemic in a border area, quarantine and health restrictions on movement across the border may be imposed, notwithstanding Art i cle 3 above.
ARTICLE 11
Navigational Facilities in Boundary Waters
Arrangements shall be made as appropriate in order to facilitate navigation of traffic in main wate rways in boundary waters, especially the
11
Fly River Bulge".
ART !CLE 12
Po 11 u ti on
The Governments agree that when mining, industrial, forestry, agricultural or other projects are being carried out in the respective borde r areas the necessary precautionary measures shall be take n to prevent serious pollution of rivers flowing across the border.
There shall be consu ltations, if so
requested, on measures to prevent pollu tio n, arising from such activities, of rivers on the other side of the border .
ARTICLE 13
Consultations and Rev iew
1.
The Governments shall, if so requested, consult
on the implementation, operation and scope of this Agreement.
2.
This Agreement shall be reviewed upon the
expiration of five years from the date of exchange of the instruments of ratification.
ARTICLE 14
Signature and Ratification
1.
This Agreement is subject to ratification
in accordance with the constitutional requ i rements of each country, and shall enter into force on the day on which the instruments of ratification are exchanged.
2.
It is understood that the concu rrence of the
Government of Papua New Guinea in this Agreement is a condition thereof and such concurrence is e v idenced by the signing of this Agreement on its behalf by Mao ri Kiki, Minister for Defence and Foreign Relations of Papua New Guinea.
t -
IN WITNESS WHEREOF the undersigned, be ing duly authorised, have signed this Agreemen t .
DONE IN TRIPLICATE at day of
?oil ;r/oresfr
this
One thousand nine hundred and
seventy-three in the English and Indonesian languages.
Signed
FOR THE GOVERNMENT (}f
I NOONE SI A:
Signed
FOR TH E GOVERNMENT OF AUSTRAL IA:
Signed
FOR THE GOVERNMENT OF PAPUA NEW GUINEA:
No. s The Embucsy of the Republic of Indonesia presents ita compliments to the Department ot Forei9n Arfai re and baa tbe honour to reter the latter to the Agreement on Border Arraf198••1rt aigned in Port Moresby on November 13, 1973. Aa it appears that the Indonesian Text of the above mentioned Agreement bear• eome ddicieneiee and printing mistakes, the Embassy kindly requests that rectifications o~ the tmrt should be applied aa follows 1 1. One Article 14 should be inserted following tbe word "• •• piagam
pengeaaban" of Article 13 paragraph 2, and should reads "Paeal 14 PentUlda ta29anan dan P•!19esahan 1. Persetujuan ini dieabkan menurut ketentuan-ketentuan konstituaionil negara masing-muing, dan berlaku pad.a tanggal pertukaran piagam pengeaaban. 2. Oimaklumi bahwa keaepakatan Pe•rintab Papua New Guinea dalam Peraetujuan ini aerupakan ayarat daripadanya dan keaepakatan teraebut dibu.ktikan oleb penandatanganan Peraetujuan ini ataa mmanya oleh Maori Kiki, Menteri Pertahanan dan Hubungan Luar Negeri Papua New Guinea. " 2. Article 2 paragraph 2 ahould read
t
"Hinyga beraaaa-•ama diatur la in kemudian, pengaturan-pengaturan lia son yang audah ada dilanjutkan dan pertemuan-perteauan liaison diaelenggaX"akant (•) Oleh pejabat-pejabat aenior ••• •••" 3. Article 3 paraQraph 1 should read: "Praktek•praktek tradiaionil dan praktek-praktek kebiasa.an dari para penduduic • • • • ••••• aeperti hubrm9an eosial dan upacaraupacara temauk perkawinan, borkebrm dan penggunaan tanah
untuk keperluan lain, berburu ••• ••• •••" 4. Article 5 should read
1
"Menjadi tujuan yang diaepak.ati ••• supaya tidak diadakan pembangunan perkampungan• perkampun9an • • • • • • • • • pada aebelah •nyebelah perbatasan."
s.
On the last paragraph of the Agreement in both the Indoneaian as well aa tbe Bngliah Text, the mme of the place and the date of signing should be filled up with "Port Moresby" an6 "13 November 1973" respectively.
The Ellbaaay will appreciate, if the rectifications as aentioned above will have the approval o'L tm appropriate au~horitiea and to be then inserted in the Indonesian Text of
tbe Agreement. The Embassy availa itself ot tbia opportunity to renew to the Depe.rtment of Foreign Affair• the aasurancea ot it• hi~heat consideration. Departmen~ ot Foreign Affairs Canberra, PJ:T 3.1.1974
-., .
..
--
PROCES - VERBAL of Exchange of Instruments of Ratification of the Agreement between Indonesia and Australia concerning Certain Boundaries between Papua New Guinea and Indonesia and of the Agreement between the Government of Indonesia and the Government of Australia (acting on its own behalf and on behalf of the Government of Papua New Guinea) concerning .Administrative Border Arrangements as to the Border between Papua New Guinea and Indonesia
The undersigned HAERUDDIN TASNIN:;, Ambassador for the Republic of Indonesia to Australia, DONALD ROBERT WILLESEE, Minister of State for Foreign Affairs of Australia and OALA OALA-R.ARUA, Papua New Guinea Government Commissioner have this day met together in Canberra for the purpose of exchanging the Instruments of Ratification of the Agreement between Australia and Indonesia concerning Certain Boundaries between Papua New Guinea and Indonesia, which was signed at Jakarta on 12 February 1973 and of the Agreement between the Government of Australia (acting on its own behalf and on behalf of the Government of Papua New Guinea) and the Government of Indonesia concerning Administrative Border Arrangements as to the Border between Papua New Guinea and Indonesia, which was
2.
signed at Port Moresby on 13 November 1973;
the respective
Instruments of Ratification of the said Agreements having been examined and found in due and good form, the said exchange took place this day • .
...
IN WITNESS WHEREOF, the said HAERUDDIN TASNING, DONALD ROBERT WILLESEE and OAIA OAIA-RARUA have signed the present Proces-Verbal. DONE in three originals at Canberra this tt -v-t..-v71-~ !f~ day of November, one thousand nine hundred and seventy-four.
For the Government of the Republic of Indonesia:
Signed
For the Government of Australia:
Signed
For the
Goverryne~f
Signed
Papua New Guinea:
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DAN PEMERINTAH AUSTRALIA
(BERTINDAK ATAS
SENDIRI DAN ATAS NAMA
NAMA
PEMERINTAH PAPUA NEW
GUINEA) TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN ADMINISTRATIP MENGENAI PERBATASAN ANTARA INDONESIA DAN PAPUA NEW GUINEA
PEMERINTAH INDONESIA dan PEMERINTAH AUSTRALIA (bertindak atas nama sendiri dan atas nama PEMERINTAH PAPUA NEW GUINEA) Mengingat
Perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah
Australia tertanggal dua belas Pebruari 1373 yang, antara lain, menetapkan secara lebih tepat dalam hal-hal tertentu garis-garis batas darat di pulau Irian (New Guinea) dan menetapkan batas laut wilayah di tepi pantai-pantai sebelah utara dan selatan pulau itu ~_gakui
perlunya me lindungi hak-hak tradisionil dan kebiasaan
penduduk yang bertempat tinggal di dekat perbatasan yang ditetapkan oleh garis-garis batas itu Mengakui pula
semangat kerjasama, saling pengertian dan saling
menghargai yang telah ada sehubu ngan dengan adrninistrasi perbatasan dan daerah perbatasan serta pengaturan-pengaturan yang telah ada antara kedua Pemerintah untuk liaison dan tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan itu MenQakui pula
diperlukannya peningkatan lebih lanjut tingkat
kerjasarna, saling menghargai dan saling penge rtian serta pengokohan dan penyempurnaan lebih lanjut pengaturan-pengaturan yang telah ada dan untuk tujuan ini perumusan suatu ke rangka kerja yang luas yang di kemudian hari akan mengatur perbatasan dan dae rah-dae rah
perbatasan tersebut Memperhatikan
bahwa Papua New Guinea sedang menjadi bangsa
yang merdeka Mengakui pula
bahwa hingga saat kemerdekaan pengaturan
perbatasan yang bertalian dengan perbatasan disebelah Papua New Guinea akan dilaksanakan oleh Pemerintah Papua New Guinea dengan pengertian bahwa setelah kemerdekaan, Australia akan mengakhiri tanggung jawabnya mengenai pengaturan-pzngaturan sepert i i tu Sebagai tetangga-tetangga baik dan dalam semangat persahabatan serta kerjasama IELAH MENYETUJUI
sebagai berikut
PASAL 1
Untuk tujuan Persetujuan ini daerah perbatasan pada sebelah menyebelah perbatasan adalah daera 1-daerah yang t elah diberi tahukan dengan surat-surat dan secara garis besar digambarkan dalam peta-peta yang dipertukarkan pada atau sebelum tanggal pertukaran piagam pengesahan Persetujuan ini. Daerah-daerah perbatasan dapat dirubah dari waktu ke waktu dengan cara pertukaran surat-surat dan peta-peta setelah konsultasi bersama.
PASAL 2
Pengaturan-pengaturan Liaison
1.
Pembentukan liaison yang be rhubungan dengan masalah-
masalah perbatasan diterima sepenuhnya.
Pengaturan-pengaturan
dibuat untuk mengatur tugas dan tata cara kerja liaison pada tiap tingkat.
Pengaturan-pengaturan liaison yang sudah ada
2.
dilanjutkan hingga bersama-sama diatur lain kemudian dan pertemuan-pertemuan liaison diselenggarakan (a)
Oleh pejabat-pejabat senior dari Pemerintah Propinsi Irian Jaya dan Pemerintah Papua New Guinea apabila diminta oleh salah satu Pemerintah dengan pemberitahuan yang wajar
1
sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun,
untuk meninjau kembali dan mengembangkan kerjasama perbatasan ; (b)
Oleh pejabat-pejabat Kabupaten Jayapura
1
Jayawijaya dan
Merauke serta pejabat-pejabat West Sepik dan Western Districts dengan selang waktu yang teratur tetapi sekurang-kurangnya setiap dua bulan ; dan (c)
Oleh pejabat-pejabat kecamatan-kecamatan dan sub-distriksub-distrik bersangkutan dengan selang waktu yang teratur tetapi sekurang-kurangnya setiap dua bulan, tempat pertemuannya ditentukan setempat.
Tujuan-tujuan utama daripada pengaturan liaison
3.
adalah (a)
Pertukaran informasi mengenai seluruh perkembangan dalam daerah perbatasan yang merupakan kepentingan bersama kedua Pemerintah ;
(b)
Merencanakan
1
merubah atau mengadakan pengaturan-pengaturan
untuk memudahkan pelaksanaan praktis
1
khususnya pada
tingkat daerah dan Distrik 1 ketentuan-ketentuan Persetujuan ini ; (c)
Untuk menjamin agar kedua Pemerintah senantiasa dibe ritahu tentang perkembangan hal-hal penting yang be rhubungan dengan daerah-dae rah perbatasan dan bahwa pe rhatian me r eka diminta t e rhadap
s e tia~masalah 1 yang
se suai dengan Perse tujuan ini.
meme rlukan konsultasi
PASAL 3
Lintas batas untuk tujuan-tujuan tradisionil dan kebiasaan
1.
Praktek-praktek tradisionil dan praktek-praktek
kebiasaan dari para penduduk, yang bertempat tinggal di daerah perbatasan dan merupakan warganegara dari negara yang bersangkutan, yang melintasi perbatasan untuk kegiatankegiatan tradisionil seperti hubungan sosial dan untuk keperluan lain, pengumpulan, berburu, penangkapan ikan dan penggunaan perairan untuk keperluan lain serta perdagangan barter tradisionil diakui dan tetap dihormati.
2.
Lintas batas demikian yang didasarkan atas tradisi
dan kebiasaan tunduk pada pengaturan-pengaturan khusus, dan syarat-syarat imigrasi biasa serta syarat-syarat lainnya tidak berlaku.
3.
Pengaturan-pengaturan khusus dirumuskan atas dasar
bahwa lintas batas demikian hanya bersifat sementara dan tidak untuk tujuan menetap.
PASAL !±
Hak-hak terhadap tanah dan perairan pada sebelah-menyebelah perbatasan Hak-hak tradisionil yang dinikmati oleh warganegara dari suatu negara, yang bertempat tinggal dalam daerah perbatasannya, yang berhubungan dengan tanah dalam daerah perbatasan negara yang lain dan untuk tujuan-tujuan seperti
menangkap ikan dan penggunaan laut atau perairan untuk keperluan lain didalam atau disekitar daerah perbatasan negara yang lain, dihormati dan negara yang lain mengizinkan mereka untuk melaksanakan hak-hak mereka berdasarkan persyaratan-persyaratan yang sama seperti yang berlaku untuk warganegaranya sendiri. Hak-hak ini dilaksanakan oleh orang-orang bersangkutan tanpa berdiam secara permanen pada daerah perbatasan disebelahnya terkecuali orang-orang demikian memperoleh izin untuk memasuki negara yang lain guna berdiam sesuai dengan perundang-undangan dan tata cara imigrasi negara itu.
PASAL 5
P e r mu k i ma n
Menjadi tujuan yang disepakati untuk menganjurkan supaya tikak diadakan pembangunan perkampungan-perkampungan atau perumahan permanen dalam zone dua kilometer pada sebelahmenjebelah perbatasan. I
PASAL 6
Lintas batas untuk tujuan-tujuan lain daripada tujuan tradisionil dan kebiasaan
1.
Lintas batas yang dilakukan oleh orang-orang yang
tidak tercantum pada Pasal 3 diatas harus melalui tempattempat yang telah ditentukan sebagai pelabuhan pendaratan dan sesuai dengan perundang-undangan serta peraturan-peraturan biasa mengenai izin masuk.
2.
Akan diadakan pertukaran informasi mengenai
perundang-undangan dan kebiJaksanaan-kebijaksanaan imigrasi yang berlaku pada sebelah-menyebelah perbatasan guna memelihara pengawasan yang lebih effektip di daerah-daerah perbatasan.
3.
Orang-orang yang melintasi perbatasan, lain
daripada kenyataan-kenyataan sebagaimana tercantum pada Pasal 3 diatas atau perundang-undangan dan peraturan-peraturan biasa yang berhubungan dengan izin masuk akan diperlakukan sebagai imigran yang tidak sah.
4.
Dalam melaksanakan perundang-undangan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan masing-masing mengenai izin masuk orang-orang I
kedalam wilayah melintasi perbatasan, masing-masing Pemerintah bertindak dalam semangat persahabatan dan bertetangga baik dengan mengingat dasar-dasar hukum internasional dan praktekpraktek internasional yang berlaku yang ada hubungannya dengan itu serta pentingnya untuk menghalang-halangi penggunaan lintas batas untuk tujuan-tujuan menghindarkan diri dari tuntutan hukum dan penggunaan wilayah masing-masing dengan cara yang tidak sejalan dengan mukadimmah atau setiap ketentuan Persetujuan ini.
Masing-masing Pemerintah juga memperhatikan,
apabila diperlukan, diperlukannya pertukaran informasi dan konsultasi dengan pihak yang lain.
PASAL 7
Ke a ma n a n
1•
Dalam semangat saling-menghargai dan saling pengertian
serta untuk memelihara dan memperkokoh hubungan bertetangga baik I
dan bersahabat yang telah ada
1
kedua pemerintah pada
sebelah-menyebelah perbatasan bersepakat untuk melanjutkan kerjasama satu dengan yang lain guna mencegah penggunaan wilayah masing-masing didalam atau didekat daerah perbatasan masingmasing untuk kegiatan-kegiatan yang memusuhi pihak lainnya. Untuk tujuan ini
1
masing-masing Pemerintah mengatur
tatacara-kerjanya sendiri mengenai pemberitahuan dan pengawasan.
2.
Kedua Pemerintah senantiasa saling memberitah•Jkan
dan apabila dianggap perlu berkonsultasi mengenai perkembangan didalam atau didekat daerah perbatasan
1
yang berhubungan
dengan keamanan masing-masing.
PASAL 8
Perdagangan Lintas-batas
Kedua Pemerintah bersepakat untuk mengadakan pertukaran informasi mengenai perdagangan lintas-batas dan bilamana dianggap perlu mengadakan konsultasi yang berhubungan dengan itu.
PASAL 9
Kewarganegaraan
Diperlukannya pertukaran informasi secara teratur yang berhubungan dengan perundang-undangan dan peraturanperaturan tentang kebangsaan dan kewarganegaraan diakui dan masing-masing Pemerintah bersepakat 1 apabila diminta 1 untuk mengadakan konsultasi mengenai tiap masalah yang dihadapi berhubungan dengan itu.
PASAL 10
Ka r a n t i n a
1.
Kerjasama yang telah ada dalam bidang kesehatan
dan karantina, termasuk kunjungan timbal-balik pejabatpejabat dan pertukaran-informasi serta laporan-laporan berkala akan dilanjutkan dan diperkembangkan.
2.
Bilamana wabah berjangkit atau menjalar di daerah
perbatasan, maka karantina dan pembatasan-pembatasan kesehatan dapat dikenakan terhadap lalu-lintas-perbatasan, de ngan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 diatas.
PASAL
11
Fasilitas-fasilitas navigasi diperairan perbatasan
Pengaturan-pengaturan perlu diadakan guna memudahkan lalu-lintas navigasi pada jalur pe layaran utama diperairan perbatasan, khususnya
11
Tikungan Sungai Fly. 11
PASAL 12
P e n c e ma r a n
Kedua Peme rintah be rse pakat bahwa apabila kegiatankegiat a n dibidang pe rtambangan, pe rindust rian, ke hutanan, pertanian atau proye k-proyek lainnya dilakukan di dae rah perbatasan masing-masing, tindakan-tindakan pencegahan yang pe rlu harus diadakan guna menghindari pence maran
serius dari sungai-sungai yang mengalir melintasi perbatasan. Konsultasi-konsultasi diadakan, apabila diminta, mengenai tindakan-tindakan untuk mencegah pencemaran, yang terjadi karena kegiatan-kegiatan tersebut, di sungai-sungai pada sebelah-menyebelah perbatasan.
PASAL 13
KonsuJtasi dan Peninjauan kembali
Kedua Pemerintah mengadakan konsultasi, apabila
1.
diminta, mengenai pelaksanaan, kegiatan dan ruang lingkup Persetujuan ini.
2.
Persetujuan ini ditinjau kembali pada saat lampau
waktu lima tahun sejak tanggal pertukaran piagam pengesahan.
SEBAGAI
BUKTI
DARIPADANYA
penanda-tangan di bawah
ini, yang cukup dikuasakan untuk itu, telah menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT tanggal
DALAM
RANGKAP
. .. .. .. .. .... . . . .....
TIGA
di
.•.•.•.••••. pada
tahun seribu sembilan ratus
tujuh puluh tiga dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Signed
UNTUK PEMERINTAH INDONESIA
Signed
UNTUK PE MERINTAH AUSTRALIA Signed
UNTUK PEMERINTAH PAPUAl\J EW GUINEA
AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA (ACTING ON ITS OWN BEHALF AND ON BEHALF OF THJi GOVERNMENT OF PAPUA NEW GUINEA) CONCERNING ADMINISTRATIVE BORDER
ARRANGE~NTS
AS TO THE BORDER BETWEEN PAPUA NEW GUINEA
AND INDONESIA
THE GOVERNMENT OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA (on its own behalf and on behalf of the GOVERNMENT OF PAPUA NEW GUINEA) Recalling the Agreement between the Indonesian and the Australian Governments dated the twelfth day of February 1973 which, among other things, demarcates more precisely in certain respects the land boundaries on the island of New Guinea (Irian) and delimits territorial sea boundaries off the northern and southern coasts of that island Recognising the need to protect the traditional rights and customs of people living in proximity to the border constituted by those boundaries Recognising also the spirit of co-operation, understanding and goodwill that already prevails with regard to the administration of the border and border areas and the existing arrangements between Governments for liaison and other purposes in relation thereto
Recognising also the desirability of further fostering co-operation, goodwill and understanding and further strengthening and improving existing arrangements and to this end of formulating a broad framework within which the border and border areas shall be administered in the future Having in mind Papua New Guinea becoming an independent nation Recognising also that until independence the border arrangements in relation to the Papua New Guinea side of the border will be carried into effect by the Government of Papua New Guinea with the understanding that after independence Australia shall cease to be responsible in respect of such arrangements As good neighbours and in a spirit of friendship and co-operation HAVE AGREED as follows:-
ARTICLE 1
For the purposes of this Agreement the border area on each side of the border shall be those areas notified by letters and shown approximately on maps to be exchanged on or before the date of the exchange of instruments of ratification of this Agreement.
The border areas may be varied from time
to time by an exchange of letters and maps after mutual consultations.
ARTICLE 2
Liaison Arrangements
1.
The establishment of liaison on matters relating
to the border is fully accepted.
Arrangements should be
made for regulating the functions and working procedures for each level of liaison.
2.
Until otherwise mutually arranged, existing
liaison arrangements shall continue and liaison meetings shall be held: (a)
by senior officials of the Government of Papua New Guinea and of the Provincial Government of Irian Jaya when requested by either Government on reasonable notice, and at least once a year, to review and develop border co-operation;
(b)
by officials of West Sepik and Western Districts and the Jayapura, Jayawijaya and Merauke Kabupatens at regular intervals but at least every two months;
(c)
and
by officials of the sub-districts and kecamatans concerned at regular intervals but at least every two months, the location to be locally decided.
3.
The main purposes of the liaison arrangements
shall be: (a)
to exchange information on all developments in the border areas which are of mutual interest to the Governments;
(b)
to devise, amend or establish arrangements to facilitate the practical operation, particularly at local and district levels, of the provisions of this Agreement;
(c)
and
to ensure that Governments are kept informed of developments of significance relating to the border areas and that their attention is drawn to any matters which may require consultation in accordance with this Agreement.
ARTICLE 3
Border Crossing for Traditional and Customary Purposes
1.
The traditional and customary practices of the
peoples, who reside in a border area and are citizens of the country concerned, of crossing the border for traditional activities such as social contacts and ceremonies including marriage, gardening and other land usage, collecting, hunting, fishing and other usage of waters, and traditional barter trade are recognised and shall continue to be respected.
2.
Such border crossings based on tradition and
custom shall be subject to special arrangements, and normal immigration and other requirements shall not apply.
3.
The special arrangements shall be formulated on
the principle that such crossings shall be only temporary in character and not for the purpose of settlement.
ARTICLE 4
Cross Border Rights to Land and Waters
The traditional rights enjoyed by the citizens of one country, who reside in its border area, in relation to land in the border area of the other country and for purposes such as fishing and other usage of the seas or waters in or in the vicinity of the border area of the
other country, shall be respected and the other country shall permit them to exercise those rights on the same conditions as apply to its own citizens.
These rights
shall be exercised by the persons concerned without settling permanently on that side of the border unless such persons obtain permission to enter the other country for residence in accordance with the irrnnigration laws and procedures of that country.
ARTICLE 5
Settlement
It shall be an agreed objective to discourage the construction of villages or other permanent housing within a two kilometer zone on each side of the border.
ARTICLE 6
Border Crossing Other Than For Traditional and Customary Purposes
1.
The crossing of the border by persons not
coming within Article 3 above is to take place through designated points of entry and in accordance with the normal laws and regulations relating to entry.
2.
Information shall be exchanged with respect to
the migration laws and policies operating on each side of the border to maintain more effective control of the border areas.
3.
Persons who cross the border other than in
accordance with the practices recognised by Article 3 above or the normal laws and regulations relating to entry shall be treated as illegal irrnnigrants.
4.
In administering its laws and policies relating
to the entry of persons into its territory across the border, each Government shall act in a spirit of friendship and good neighbourliness bearing in mind relevant principles of international law and established international practices and the importance of discouraging the use of border crossing for the purpose of evading justice and the use of its territory in a manner inconsistent with the preamble or any provision of this Agreement.
Each Government shall
also take into account, where appropriate, the desirability of exchanging information and holding consultations with the other.
ARTICLE 7
Security
1.
In a spirit of goodwill and mutual understanding
and so as to maintain and strengthen the good neighbourly and friendly relations already existing, the Governments on either side of the border agree to continue to co-operate with one another in order to prevent the use of their respective territories in or in the vicinity of their respective border areas for hostile activities against the other.
To this end, each Government shall maintain
its own procedures of notification and control.
2.
The Governments shall keep each other informed
and where appropriate consult as to developments in or in the vicinity of their respective border areas, which are relevant to their security.
ARTICLE 8
Border Trade
The Governments agree to exchange information concerning cross-border trade and when appropriate to consult in relation thereto.
ARTICLE 9
Citizenship
The desirability is recognised of having a regular exchange of relevant information regarding laws and regulations on nationality and citizenship and each Government agrees, if so requested, to have consultations on any problem being encountered in relation thereto.
ARTICLE 10
Quarantine
1.
The co-operation already existing in the field
of health and quarantine, including mutual visits of officials and exchange of information and periodical reports, shall be continued and developed.
2.
In the case of an outbreak or spread of an
epidemic in a border area, quarantine and health restrictions on movement across the border may be imposed, notwithstanding Article 3 above.
ARTICLE 11
Navigational Facilities in Boundary Waters
Arrangements shall be made as appropriate in order to facilitate navigation of traffic in main waterways in boundary waters, especially the "Fly River Bulge".
ARTICLE 12
Pollution
The Governments agree that when mining, industrial, forestry, agricultural or other projects are being carried out in the respective border areas the necessary precautionary measures shall be taken to prevent serious pollution of rivers flowing across the border.
There shall be consultations, if so
requested, on measures to prevent pollution, arising from such activities, of rivers on the other side of the border.
ARTICLE 13
Consultations and Review
1.
The Goverrunents shall, if so requested, consult
on the implementation, operation and scope of this Agreement.
2.
This Agreement shall be reviewed upon the
expiration of five years from the date of exchange of the instruments of ratification.
ARTICLE 14
Signature and Ratification
1.
This Agreement is subject to ratification
in accordance with the constitutional requirements of each country, and shall enter into force on the day on which the instruments of ratification are exchanged.
2.
It is understood that the concurrence of the
Goverrunent of Papua New Guinea in this Agreement is a condition thereof and such concurrence is evidenced by the signing of this Agreement on its behalf by Maori Kiki, Minister for Defence and Foreign Relations of Papua New Guinea.
IN WITNESS WHEREOF the undersigned, being duly authorised, have signed this Agreement.
DONE IN TRIPLICATE at day of
this
One thousand nine hundred and
seventy-three in the English and Indonesian languages.
Signed
}\0R THE GOVERNMENT OR INDONESIA:
1
Signed
FOR THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA:
Signed FOR:' THE GOVERNMENT
OF PAPUA NEW GUINEA:
,,,,