PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SAMARINDA (STUDI KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SAMARINDA)
ABSTRAK Arief Mulia Inal Zairi 07.1001.5249 Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Lingkungan, ”Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda”. Di bawah bimbingan Ibu Siti Kotijah SH., M.H., dan Bapak K.Wisnu Wardana, S.H., Jumlah pedagang kaki lima di Kota Samarinda yang relatif banyak memang mendatangkan segi positif bagi masyarkat yang tidak memiliki pekerjaan di sektor formal dan beralih ke sektor informal, namun disisi lain kegiatan pedagang kaki lima yang sebagian besar beraktivitas di kawasan Ruang Terbuka Hijau, juga dapat berdampak negatif terhadap kawasan ruang ruang terbuka hijau yang Secara umum Ruang Terbuka Hijau mempunyai atau memiliki fungsi utama (intrinsik) yakni fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui penegakan hukum lingkungan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda terhadap keberadaan pedagang kaki lima, di Jl. PM. Noor, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda serta untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda, sebagai Organisasi Pemerintah Daerah yang memiliki fungsi sebagai penegak Peraturan Daerah. Jenis Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu pendekatan studi pada peristiwa hukum yang dalam keadaan berlangsung atau belum berakhir. Pada tipe pendekatan ini, peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap proses berlakunya hukum pada peristiwa tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan, serta penelitian lapangan dengan cara wawancara mendalam dan observasi dengan analisis deskriptif kualitatif. Keberadaan pedagang kaki lima yang beraktifitas di kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda selain memberikan dampak positif bagi masyarakat juga memiliki dampak negatif langsung terhadap lingkungan, dimana dibutuhkanya pengawasan terhadap kegiatan ini, sebab bila tidak dikelola dan diawasi dengan baik akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan itu sendiri. Penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan pedagang kaki lima di ruang terbuka hijau kota Samarinda tidak sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik karna dalam penataannya, seringkali berbenturan dengan faktor social, ekonomi dan budaya dimana berdagang merupakan mata pencaharian satu-satunya dari para pedagang kaki lima.
1
PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (31) undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyebut ruang terbuka hijau adalah “adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”.1 Tujuan dari disediakannya kawasan ruang terbuka hijau adalah sebagai sarana bagi peningkatan mutu lingkungan hidup dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan manusia. Pasal (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memiliki fungsi : a. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; c. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; d. Pengendali tata air; dan e. Sarana estetika kota.
2
Kota Samarinda merupakan wilayah perkotaan dengan fungsi dan perkembangan yang lengkap. Pada kota ini terdapat pengembangan pusat pemerintahan dan perdagangan seperti sektor jasa, perdagangan, permukiman, industri, pendidikan, pariwisata, kesehatan dan pelayanan umum. Hal tersebut
1 Pasal 1 ayat (31) undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tantang Penataan Ruang. 2 http://werdhapura.penataanruang.net, diakses tanggal 22 Juli 2012.
2
mempengaruhi pola penggunaan lahan dengan semakin luasnya intensitas lahan terbangun pada areal perkotaan. Pengembangan lahan terbangun yang cepat sekali, merambat pada ruang terbuka hijau, mengakibatkan banyaknya lahanlahan yang seharusnya tetap dapat dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau kota
telah
berubah
fungsinya
sebagai
daerah
yang
disalahgunakan
peruntukannya. Pedagang Kaki Lima atau disingkat (PKL) adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Sebab itu kehadirannya selalu diawasi dan ditindak oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda apabila benar ada ketentuan hukum yang dilanggar, seperti pada Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang pengaturan dan pembinaan pedagang Kaki Lima dalam wilayah hukum Kota Samarinda. yang Menjelaskan : a. Lokasi yang diizinkan untuk berjualan. b. Lokasi yang tidak diizinkan untuk berjualan. c. Hari dan jam berjualan serta jenis dagangan.3
3
Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda.
3
Selanjutnya di dalam Pasal 4 Ayat (1) Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda, yang menyebutkan “ dimana setiap pedagang yang memakai lokasi dimaksud dalam pasal 3 huruf a peraturan ini, harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan serta keindahan, disekitar tempat berdagang atau berusaha”.
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Ruang Terbuka Hijau di Jl. PM. Noor, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda ? 2. Bagaimana kendala dan upaya Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengawasi dan menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang beraktivitas di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda ?
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis dari penelitian yang Penulis akan lakukan adalah penelitian yuridis empiris. Karena penelitian ini selain mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, juga mengkaji hukum dari aspek terapan atau implementasinya, atau sering disebut dengan penelitian yuridis empiris. Jenis penelitian yuridis empiris mengungkapkan
4
hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat dan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.4
Waktu dan Jenis Penelitian Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kurang lebih 3 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan juni tahun 2012, agar data yang diperoleh dari penelitian
ini
dapat
memberikan
gambaran-gambaran
dari
masalah
yang
dikemukakan dalam kegiatan penelitian ini.
Lokasi penelitian Berdasarkan judul penelitian ini, penulis melakukan penelitian di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Samarinda dengan dengan penelitian di wilayah kecamatan Samarinda Utara, yakni Jl. PM Nor lokasi penelitian tersebut dipilih dikarnakan terdapat banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan/beraktivitas di Ruang Terbuka Hijau Pada tempat tersebut.
Jenis Dan Sumber Data Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum skunder.5 Sumber data yang sebagaimana disampaikan di atas, penulis menerapkan sebagai berikut:
4 5
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, halaman 115. Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. halaman 141.
5
a. Data Primer Data hukum Primer adalah bahan-bahan yang mengikat. 6 dari hasil penelitian lapangan dan berupa hasil observasi dan wawancara terhadap pihak terkait, yakni Kantor satuan Polisi Pamong Praja kota Samarinda. a. Data Sekunder Data hukum sekunder bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Data yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari hasil studi pustaka terdiri dari Perundang-Undang, hasil penelitian hukum, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum,7 yang berkaitan erat dengan permasalahan yang ada, yaitu: 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke 4. 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Undang-Undang Republik Indoneesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 4. Undang- Undang Republik Indoneesia Nomor 32 Tahun 3004 tentang Pemerintah daerah. 5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. 6 Bambang Sunggono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. halaman 113. 7 Ibid.
6
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja. 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. 9. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 12 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. 10. Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda. 11. Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. 12. Buku-buku, penelusuran internet, jurnal serta literatur-literatur yang relevan, dan mendukung penelitian ini.
Teknik Penggumpulan Data Teknik pengumpulan data yang diperoleh oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Data Primer Dengan cara melakukan observasi langsung pada tempat penelitian serta melakukan interview atau wawancara terhadap pihak terkait, yaitu, Kantor satuan Polisi Pamong Praja kota Samarinda. b. Data sekunder
7
1. Studi Dokumentasi (Study document), yaitu dengan mengkaji berbagai dokumen resmi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti,
yakni
mengenai
penegakan
hukum
lingkungan
terhadap
keberadaan Pedagang Kaki Lima di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda. 2. Studi Kepustakaan (Bibliography Study), yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur, dimana data tersebut dianggap relevan terhadap permasalahan yang ada.
Metode Pengolahan Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah lengkap, sudah benar, serta sudah relevan dengan permasalahan yang diteliti. b. Rekontruksi data (reconstructing), yaitu menyusun data ulang secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami. c. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematis pembahasan berdasarkan urutan masalah dalam skripsi.
8
Analisis Data Sebagai langkah selanjutnya dalam menindak lanjuti teknik pengelolaan data, maka intinya ada didalam menganalisa data. Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Deskriptif Kualitatif. Pengertian
Deskriptif
yaitu
merupakan
suatu
metode
yang
banyak
dipergunakan dan dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, karna memang kebanyakan penelitian sosial bersifat deskriptif. Deskriptif dalam kajiannya akan banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang dalam ilmu sosial atau diangkat dalam kaitannya dengan persoalan tujuan penelitian. Pengertian kualitatif yaitu hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan, tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai kritis ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisanya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Deskriptif Kualitatif, maksudnya data yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, serta permasalahan penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan pedagang kaki lima di ruang terbuka hijau kota samarinda disajikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat yang benar, lengkap, sistematis, sehingga tidak menimbulkan
9
penafsiran yang beragam, dan kemudian disajikan sebagai dasar dalam menarik suatu kesimpulan.8
PEMBAHASAN 1. Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Samarinda. Diberikannya
kewenangan
pada
Satuan
Polisi
Pamong
Praja
untuk
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bukanlah tanpa alasan. Namun, didukung oleh dasar pijakan yuridis yang jelas, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 13 dan Pasal 14 pada huruf c, yang menyebutkan, “urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah meliputi penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat”. Demikian pula dalam Pasal 148 dan Pasal 149 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan, “dibentuknya Satuan Polisi Pamong Praja untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum serta katentraman masyarakat”. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasall 109 “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
8
http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/ diakses tanggal 29 Juli 2012.
10
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 69 ayat (1), Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
61
huruf
a
yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 3 Ayat (1), peraturan daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. Pelanggaran pada Pasal ini dapat dikenai sanksi Administratif sebesar Rp.100.000,(seratus ribu rupiah) dan dapat menahan barang dagangannya sampai batas waktu yang
bersangkutan
memenuhi
denda
tersebut,
adapun
ketentuan
pidana
pelanggaran atau tidak dipatuhinya ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini disebut pelanggaran pidana dan dikenakan sanksi pencabutan ijin dan diancam pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
2. Kendala Dan Upaya Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengawasi Dan Menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Beraktivitas Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda
11
A. Kendala Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengawasi Dan menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Beraktivitas Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda Melihat pada kewenangan yang diberikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Satuan polisi Pamong Praja sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya yakni pada fungsi yang mencakup fungsi operasi, fungsi koordinasi dan fungsi pengawasan, menunjukkan betapa penting dan strategisnya peran Polisi Pamong Praja dalam menyangga kewibawaan pemerintah daerah serta penciptaan situasi kondusif dalam kehidupan pembangunan daerah. Karena itu, eksistensi Polisi Pamong Praja, baik sebagai personil maupun institusi yang menangani bidang ketenteraman dan ketertiban umum, akan mengalami perkembangan sejalan dengan
luasnya
cakupan
tugas
dan
kewajiban
kepala
daerah
dalam
menyelenggarakan bidang pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Saat ini Mengingat kemampuan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda yang juga terbatas, dengan sarana dan prasarana dan jumlah personil yang minim, Selain itu jumlah pedagang kaki lima yang melakukan aktivitas baik itu yang berdagang kawasan Ruang Terbuka Hijau di Jl. PM. Noor ataupun diseluruh kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Samarinda, cukup banyak sehingga penertiban para pedagang ini tidak dapat selesai dalam waktu yang singkat, sebab kemampuan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda yang juga terbatas, di samping mengingat tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda mencakup
12
seluruh wilayah Kota Samarinda dengan cukup banyak Peraturan Daerah yang harus ditegakan. B. Upaya Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengawasi Dan menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Beraktivitas Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda Saat ini terjaganya fungsi utama dari Ruang Terbuka Hijau (RTH), yakni fungsi ekologis, di Kota Samarinda tergantung kepada kemampuan aparatur pemerintah Kota Samarinda dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup diwilayahnya, sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang ada, dan Pemerintah kota samarinda berwenang memberikan hukuman Administrasi, Perdata, maupun Pidana terhadap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan hukum lingkungan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu dalam melaksanakan kewenangannya guna menegakan
hukum
Lingkungan ini Pemerintah Kota Samarinda melalui Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Kota Samarinda juga turut serta untuk membantu Kepala Daerah dan instansi Pemerintah lainya yang membidangi pengelolaan lingkungan, sebagai alat pengawasan terhadap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, mengingat sebagian peraturan daerah Kota Samarinda juga mengatur mengenai pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
13
Saat ini pedagang kaki lima merupakan masalah tersendiri bagi Pemerintah Kota Samarinda kehadirannya yang tak dapat diprediksi dan dapat muncul dimanapun, sering sekali para Pedagang kaki lima berkegiatan di wilayah ruang terbuka hijau yang tidak diperuntukan bagi kegiatan illegal ini, dan tentu saja selalu melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah, baik itu Peraturan PerundangUndangan ataupun Peraturan daerah serta menimbulkan masalah masalah lingkungan yang bisa terjadi apabila keberadaannya tidak memperhatikan unsur lingkungan. Sebab itu kehadirannya selalu diawasi dan ditindak oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda apabila benar ada ketentuan hukum yang dilanggar, seperti pada Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang pengaturan dan pembinaan pedagang Kaki Lima dalam wilayah hukum Kota Samarinda. yang Menjelaskan : a. Lokasi yang diizinkan untuk berjualan. b. Lokasi yang tidak diizinkan untuk berjualan. c. Hari dan jam berjualan serta jenis dagangan.9 Selanjutnya di dalam Pasal 4 Ayat (1) Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda, yang menyebutkan “ dimana setiap pedagang yang memakai lokasi dimaksud dalam pasal 3 huruf a peraturan ini, harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan serta keindahan,
9
Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda.
14
disekitar tempat berdagang atau berusaha”. Namun dalam aktivitasnya sering sekali ditemui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, ini dikarnakan para pedagang kaki lima ingin menghemat waktu dan tenaga, jadi masalah lingkungan terabaikan sebagai contoh pedagang kaki lima yang berdagang di area jalur hijau di Jl. PM. Noor Kecamatan Samarinda Utara, para pedagang berjualan di atas parit dan jalur pejalan kaki, yang mengakibatkan berbagai masalah seperti tersumbatnya aliran drainase, sampah yang berserakan., seperti usaha kuliner yang menggunakan ditergen untuk mencuci peralatan makan dan minum serta membuangnya langsung ke parit atau aliran drainase, limbah makanan seperti plastik makanan ringan, dan limbah botol miniman juga banyak ditemui. Setidaknya dalam setiap tahun operasi Penegakan Peraturan Daerah Kota Samarinda yang di lakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja berhasil menjaring antara 600 sampai dengan 800 pedagang kaki lima di seluruh wilayah kota samarinda, sementara untuk tahun ini saja tercatat terhitung dari awal tahun sampai dengan bulan juni setidaknya satuan Polisi Pamong Praja telah menangkap sampai 458 orang pedagang kaki lima yang beraktivitas di wilayah Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda. Tentunya peran Satuan Polisi Pamong Praja tidak dapat diabaikan begitu saja, sebaliknya mempunyai tingkat profesionalisme yang tinggi dan selalu bersinergi dengan instansi pemerintah seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda, aparat Polri, serta bermitra dengan masyarakat, yang dapat diwujudkan melalui
15
berbagai
tindakan
preventif,
seperti
kegiatan
penyuluhan,
pembinaan
dan
penggalangan masyarakat. Khusus berkaitan dengan eksistensi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan hukum (represif), sebagai perangkat pemerintah daerah, kontribusi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda sangat diperlukan guna mendukung suksesnya pelaksanaan Otonomi Daerah. Dengan demikian aparat Polisi Pamong Praja diharapkan menjadi motivator dalam menjamin kepastian pelaksanaan peraturan daerah dan upaya menegakannya ditengah-tengah masyarakat, sekaligus membantu dalam menindak segala bentuk penyelewengan dan penegakkan hukum.
16
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur Buku
N. H. T. Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, PT. Glora Aksara Pratama, Jakarta Supriadi, 2005, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Penerbit Sinar Grafik, Jakarta. A. Hamzah, 1995 Penegakan Hukum Lingkungan, Arikha Media Cipta, Jakarta. Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi ke 3, Airlangga University Press, Surabaya. Sukanda Husin, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta. Mas Ahmad Santosa, 2001, Good Governance, Icel, Jakarta Junarsio Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat, 2007, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Cetakan 1, Nuansa, Bandung. Siswanto Sunarno, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Bambang Sunggono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Herman Hermit, 2008, Pembahasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Mandar Maju, bandung. Muchsin, et. al, 2008, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah & Penataan Ruang, Sinar Grafika, Jakarta.
17
Eko Budihardjo, 1997, Tata Ruang Perkotaan, Penerbit Alumni, Bandung.
B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Republik Indoneesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indoneesia Nomor 32 Tahun 3004 tentang Pemerintah daerah. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 12 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda. Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda.
18
C. Artikel Internet http://lindslp.blogspot.com/2011/01/pengelolaan-sektor-informal-kota-pkl, html. Diakses tanggal 10 Mei 2012. http://www.kaltimpost.co.id/index, diakses tanggal 10 mei 2012. http://werdhapura.penataanruang.net/index. Diakses tanggal 12 mei 2012 http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/06/54610/, diakses tanggal 12 Mei 2012. http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/Men_%20101203, pdf, diakses tanggal 15 Juni 2012.
Makalah.
http://newberkeley.wordpress.com/2011/06/23/tujuan-dan-fungsi-ruangterbuka-hijau/, diakses tanggal 20 Juni 2012. http://ejournal. unsrat. ac. id/index.php/lexcrimen/article/download/347/272, diakses tanggal 28 Juli 2012. http:// aldoranuary 26. blog. fisip. uns. ac. id/2012/02/29/deskriptifkualitatif/ diakses tanggal 29 Juli 2012. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita-indonesia/2010/04/100415satpolppkoja.shtml, diakses tanggal 25 Juli 2012.
19