PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN: STUDI KASUS BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Oleh: AHMAD NAWAWI NIM: 10.30.33.22.77.77
JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN : STUDI KASUS BUPATI
PEREMPUAN
KARANGANYAR”
DALAM
telah
PEMERINTAHAN
diujikan dalam
sidang
KABUPATEN
munaqasyah
Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Pemikiran Politik Islam.
Jakarta, 26 Juni 2009 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Masri Mansoer, MA NIP.19621006 199003 1 002
Dra. Wiwi Sajaroh, MA NIP. 19690210 199403 2 004 Anggota
Penguji I
Penguji II
Dr. Sirojuddin Aly, MA NIP. 19540605 200112 1 001
Dr. A. Bakir Ihsan, MA NIP. 19720412 200312 1 002
Pembimbing skripsi
Dr. Agus Nugraha, M.Si. NIP. 19680801 200003 1 001
ABSTRAK
Ahmad Nawawi, Partisipasi Politik Perempuan: studi Kasus Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar, Skripsi, Pemikiran Politik Islam, Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Januari 2009. Perempuan sering kali dipandang sebagai mahluk kelas dua yang lebih mengedepankan perasaan, sehingga keikutsertaannya dalam dunia politik diprediksi akan sangat buruk prestasiya. Namun demikian, feminisme semakin menyadarkan akan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam aspek perpolitikan. Kesadaran itu kemudian menjadi semangat yang mendorong perempuan untuk turut tampil dan mengatur pemeritahan. Tampilnya perempuan di muka umum, dalam dunia politik, menunjukkan adanya geliat partisipasi politik perempuan. Gejala yang memperlihatkan kemampuan perempuan dalam menekan perasaan dan bersikap profesional dalam menyusun program kepemerintahan. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas (1) Bagaimana partisipasi politik perempuan dalam kepemerintahan Kabupaten Karanganyar, (2) Bagaimana isu gender mempengaruhi strategi politik yang dibuat oleh Bupati Karanganyar. Hasil Kajian ini adalah perempuan di era globalisasi seperti saat ini telah memiliki peluang untuk tampil dalam perpolitikan. Sebagai konkretisasi penyetaraan gender, perempuan bahkan dapat memegag peranan penting dalam sebuah kepemerintahan. Hal itu sebagaimana yang tercermin dari kepemimpinan Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum., dalam pemerintahan kabupaten Karanganyar. Tujuan dipilihnya judul penelitian tentang partisipasi Politik Perempuan yang mengambil Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar ini adalah ingin mengetahui realisasi dari sebuah argumentasi, bahwa sosok perempuan lemah dalam memimpin atau terlibat langsung dalam dunia politik, sekaligus berapa besarkan tingkat partisipasi politik semenjak terpilihnya Bupati Karanganyar. Sedangkan metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodoloogi penelitian dengan menggunakan tipe kualitatif, sehingga akan dihasilkan data-data deskriptif, yang menggambarkan dengan masalah yang sedang diteliti. Sebagai seorang bupati perempuan, Rina merepresentasikan kemampuan perempuan dalam mengambil kebijakan kepemerintahan. Lewat programprogramnya (yang meskipun masih terasa pengaruh gender dalam pemilihan namanya), Rina mencoba menunjukkan eksistensi perempuan dalam dunia publik. Dengan demikian, kesetaraan kewargaan di Indonesia semoga semakin terealisasi dengan baik.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan manusia kepada jalan kebenaran, Amiin. Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar sarjana Strata Satu (S1) diperguruan tinggi termasuk Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis membuat skripsi dengan judul “PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN : STUDI KASUS BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR”. Tersusunnya skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih khususnya kepada : 1. Ketua Sidang Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ; Bapak Dr. Masri Mansoer, MA 2. Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam, Bapak Drs. Agus Darmadji, M.Fils. 3. Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam, Ibu Wiwi Siti Sajaroh, MA. 4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Agus Nugraha, Ma yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, mencurahkan tenaga dan fikirannya untuk membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pemikiran Politik Islam, untuk segala perhatian dan bantuannya. 6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas pustaka guna melengkapi literatur yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Marsan dan Ibu Hj. Siti Maimunah atas segala do’a dan kasih sayang serta jasanya. Semoga do’a dan jasa beliau mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. 8. Kakak-kakakku, Ida Farida, Nurasia, Siti Masitoh, Taufiq Hidayat. “Semoga kita semua selalu akur dan romantis” 9. Keponakan tercinta, Lulu,Sohibul Wafa, Ubaidillah, yang selalu “mijitin Om” saat lelah. “Tetaplah kalian menjadi mutiara semangat bagi Om yach….!” 10. Untuk yang telah mengisi hatiku saat suka maupun duka, Imas Uliah tercinta. Semoga Allah SWT selalu meridho’i jalinan kasih kita. Amiiiiin!. 11. Sahabatku seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan semangat, Asep, Ato, Ghofur, Sa’I (Condet), Thank’s atas kontribusi dan motivasinya. Semoga persahabatan kita abadi .”Ayo dong semangat, selesaikan skripsi, jangan kerjaan yang diprioritaskan!” 12. Semua pihak dan Jajaran Birokrat Pemerintahan Kabupaten Karanganyar yang turut memberikan dorongan dan dukungan yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu (terimaksih banyak Bapak dan Ibuu untuk semua
data-datanya) semoga Kabupaten Karanganyar selalu Prima dan konsisten dalam memberikan pelayanan kepada rakyatnya. semoga Allah SWT membalasnya dengan segala kebaikan yang berlimpah. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis berdo’a semoga kebaikan mereka yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda, dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya, Amin Yaa Robbal ‘Alamien
Jakarta,
Juni 2009
Penulis Ahmad Nawawi
.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iv
ABSTRAKSI ...........................................................................................
vi
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................
1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ................................
4
C. Tujuan Penelitian ........................................................
4
D. Metode Penelitian ........................................................
5
E. Sistematika Penulisan ..................................................
7
PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN ........................
8
A. Pengertian Partisipasi Politik ......................................
8
B. Perempuan dan Partisipasi politik ...............................
11
C. Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan ................
18
BAB II
BAB III
BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR ..................................
26
A. Bupati Perempuan di Karanganyar ..............................
26
A. Profil Kabupaten Karanganyar .............................
26
B. Profil Bupati Karanganyar ....................................
29
B. Program Bupati Karanganyar ......................................
32
1.
Program Kerukunan Antar Masyarakat ................
32
2.
Program Kerukunan Umat Beragama ..................
34
BAB IV
3.
Program Ratna ......................................................
40
4.
Program Larasita ...................................................
45
5.
Program Desisera ..................................................
50
ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN BUPATI RINA IRIANI SRIRATNANINGSIH ..............
54
A. Strategi Kepemimpinan Politik ..................................
54
B. Strategi dalam Meraih Kepemimpinan ......................
55
C. Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan ............
57
D. Strategi dalam mempertahankan Kepemimpinan .....
58
PENUTUP .......................................................................
63
A. Kesimpulan ................................................................
63
B. Saran ..........................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
68
BAB V
LAMPIRAN
ABSTRAK
Ahmad Nawawi, Partisipasi Politik Perempuan: studi Kasus Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar, Skripsi, Pemikiran Politik Islam, Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Januari 2009. Perempuan sering kali dipandang sebagai mahluk kelas dua yang lebih mengedepankan perasaan, sehingga keikutsertaannya dalam dunia politik diprediksi akan sangat buruk prestasiya. Namun demikian, feminisme semakin menyadarkan akan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam aspek perpolitikan. Kesadaran itu kemudian menjadi semangat yang mendorong perempuan untuk turut tampil dan mengatur pemeritahan. Tampilnya perempuan di muka umum, dalam dunia politik, menunjukkan adanya geliat partisipasi politik perempuan. Gejala yang memperlihatkan kemampuan perempuan dalam menekan perasaan dan bersikap profesional dalam menyusun program kepemerintahan. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas (1) Bagaimana partisipasi politik perempuan dalam kepemerintahan Kabupaten Karanganyar, (2) Bagaimana isu gender mempengaruhi strategi politik yang dibuat oleh Bupati Karanganyar. Hasil Kajian ini adalah perempuan di era globalisasi seperti saat ini telah memiliki peluang untuk tampil dalam perpolitikan. Sebagai konkretisasi penyetaraan gender, perempuan bahkan dapat memegag peranan penting dalam sebuah kepemerintahan. Hal itu sebagaimana yang tercermin dari kepemimpinan Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum., dalam pemerintahan kabupaten Karanganyar. Tujuan dipilihnya judul penelitian tentang partisipasi Politik Perempuan yang mengambil Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar ini adalah ingin mengetahui realisasi dari sebuah argumentasi, bahwa sosok perempuan lemah dalam memimpin atau terlibat langsung dalam dunia politik, sekaligus berapa besarkan tingkat partisipasi politik semenjak terpilihnya Bupati Karanganyar. Sedangkan metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodoloogi penelitian dengan menggunakan tipe kualitatif, sehingga akan dihasilkan data-data deskriptif, yang menggambarkan dengan masalah yang sedang diteliti. Sebagai seorang bupati perempuan, Rina merepresentasikan kemampuan perempuan dalam mengambil kebijakan kepemerintahan. Lewat programprogramnya (yang meskipun masih terasa pengaruh gender dalam pemilihan namanya), Rina mencoba menunjukkan eksistensi perempuan dalam dunia publik. Dengan demikian, kesetaraan kewargaan di Indonesia semoga semakin terealisasi dengan baik.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iii
ABSTRAKSI ...........................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................
1
F. Latar Belakang Masalah ..............................................
1
G. Batasan dan Perumusan Masalah ................................
4
H. Tujuan Penelitian ........................................................
4
I. Metode Penelitian ........................................................
5
J. Sistematika Penulisan ..................................................
7
PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN ........................
8
D. Pengertian Partisipasi Politik ......................................
8
E. Perempuan dan Partisipasi politik ...............................
11
F. Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan ................
18
BAB II
BAB III
BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR ..................................
25
C. Bupati Perempuan di Karanganyar ..............................
25
A. Profil Kabupaten Karanganyar .............................
25
B. Profil Bupati Karanganyar ....................................
28
D. Program Bupati Karanganyar ......................................
31
6.
Program Kerukunan Antar Masyarakat ................
31
7.
Program Kerukunan Umat Beragama ..................
33
8.
Program Ratna ......................................................
39
9.
BAB IV
Program Larasita ...................................................
44
10. Program Desisera ..................................................
49
ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN BUPATI RINA IRIANI SRIRATNANINGSIH ..............
53
A. Strategi Kepemimpinan Politik ..................................
53
B. Strategi dalam Meraih Kepemimpinan ......................
54
C. Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan ............
56
D. Strategi dalam Mempertahankan Kepemimpinan .....
57
PENUTUP .......................................................................
62
C. Kesimpulan ................................................................
62
D. Saran ..........................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
67
BAB V
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini, perempuan yang berperan dalam politik sangat kecil, sehingga usulan yang dibuat menghadapi ketentuan dan hambatan, terutama untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Diskriminasi perempuan membuat sebagian perempuan trauma untuk memberikan peluang bagi dirinya untuk menempuh jalur kekuasaan di legislatif. Peran politik perempuan dalam menentukan arah kebijakan selalu terbungkam dan kalah oleh dominasi kekuasaan dan kepentingan laki-laki. Artinya, dalam sosial masyarakat, perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan. Perempuan dianggap sebagai sosok yang lebih mengutamakan perasaan dibandingkan rasionalitas. Konstruksi yang demikian membuat masyarakat berpikir bahwa perempuan adalah mahluk lemah yang tak berdaya dalam menguasai sesuatu, termasuk dalam hal berpolitik. Hal tersebut merupakan akibat dari penyalahartian konsep gender. Gender pada dasarnya menuntut adanya kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Hal tersebut sebenarnya bukan tanpa dasar, karena secara formal perempuan mempunyai kewargaan yang sama dengan laki-laki dalam sistem demokrasi. Mengikuti perkembangan isu kesetaraan gender tersebut, keinginan perempuan untuk turut tampil dalam ranah politik semakin meningkat. Saat itu merupakan langkah para perempuan dalam menunjukkan eksistensinya dalam perpolitikan, misalnya dalam kursi parlementer. Para perempuan tersebut
kemudian dapat menjadi perwakilan bagi perempuan lainnya dalam menyuarakan aspirasi di arena politik. Pada umumnya, sepanjang periode meluasnya perwakilan politik perempuan, perubahan-perubahan cenderung terjadi baik dalam struktur negara maupun dalam hubungan-hubungan gender. Dalam bentuk struktur, negara perlahan mulai melimpahkan beberapa kapasitasnya pada unit-unit daerah yang dipengaruhi oleh perempuan. Dengan demikian, muncul indikasi bahwa akan terjadi peningkatan jumlah perempuan dalam perwakilan politik, sehingga feminisasi politik1 tidak dapat dihindarkan. Sejak tahun 2002, wacana peningkatan jumlah perempuan di panggung politik sudah mulai terdengar gaungnya. Sampai akhirnya di pemilu 2004, isu tersebut terealisasi meskipun hanya sebatas penetapan kuota 30% atas perempuan dalam parlemen. Jumlah tersebut merupakan gambaran umum dari minimnya partisipasi perempuan Indonesia dalam dunia perpolitikan. Partisipasi perempuan dalam politik Indonesia tidak cukup siginifikan dalam semua tingkatan pengambilan keputusan di pemerintahan.
Artinya, partisipasi perempuan di
bidang politik selama ini terkesan hanya memainkan peran sekunder setelah lakilaki pada peran primer. Sebagai peran sekunder, perempuan dalam dunia politik seakan memiliki peran yang beraneka ragam. Wilayah politik yang mampu dimainkan masih sebatas wacana dalam diskusi dan pelatihan. Akan tetapi dalam pergumulan politik, sebenarnya perempuan bisa menembus apa saja dengan kualitas yang 1
Joni Lovenduski, Politik Berparas Perempuan, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 32
dimilikinya. Ia mampu menjadi pemimpin dari tingkat kepala desa sampai presiden dan wilayah publik yang signifikan. Hal yang demikian, sebagaimana direpresentasikan oleh Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum. sebagai bupati Kabupaten Karanganyar. Sebagai seorang perempuan, Rina mampu menunjukkan eksistensinya dalam politik dengan menjadi orang nomor satu di Karanganyar. Sebuah pencapaian yang lebih dari sekedar peran sekunder yang selama ini dibayangkan oleh banyak masyarakat. Suatu pembuktian bahwa di masa ini, perempuan mempunyai peluang untuk memperlihatkan keunggulannya dalam hal tampil di publik dan turut berpolitik. Keseriusan Rina membangun Karanganyar adalah pembuktian bahwa perempuan cukup profesional dan mampu meredam emosinya kala ia tengah berada dalam ruang politik. Harus diakui peranan perempuan dalam dunia politik, sedikit banyak tentu masih dipengaruhi oleh keperempuanan yang melekat dalam dirinya. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa sisi keperempuanan seorang pemimpin perempuan terkadang dapat menjadi sebuah keunggulan, tentunya jika kondisi itu disikapi dengan baik. Hal tersebut sebagaimana yang ditunjukkan kepemimpinan Rina. Sebagai
pemimpin
keperempuanannya
perempuan, menjadi
Rina
mampu
program-program
yang
mentransformasikan kemudian
dapat
mensejahterakan warga Karanganyar. Keperempuanan itu sangat terasa terutama dalam penggunaan DESISERA.
nama program,
seperti RATNA,
LARASITA,
dan
Berkenaan dengan hal-hal di atas maka penulis mencoba untuk mengkaji partisipasi politik yang telah dilakukan oleh Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum., selaku Bupati Kabupaten Karanganyar sebagai objek kajian dalam penulisan skripsi ini dengan judul “Partisipasi Politik Perempuan: Studi Kasus Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar.” B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada partisipasi politik Bupati perempuan Karanganyar dalam pemerintahan Kabupaten Karanganyar dan kaitannya dengan isu gender yang mempengaruhi strategi kebijakan politiknya. Berikut adalah rumusan masalah dalam penelitian ini: 1. Bagaimana
partisipasi
politik
perempuan
dalam
kepemerintahan
Kabupaten Karanganyar? 2. Bagaimana isu gender dapat mempengaruhi strategi kebijakan politik yang dibuat oleh Bupati Karanganyar (Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum.)? C. Tujuan Penelitian Secara umum, penilitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perempuan memberikan partisipasi dalam pemerintahan, khususnya sebagai pemimpin perempuan di kabupaten Karanganyar. Dengan kata lain, melalui analisis ini diharapkan dapat menjadi sebuah alat ukur dalam memandang sepak terjang perempuan dalam meramaikan perpolitikan di Indonesia di masa reformasi.
Tujuan teoretis dalam penelitian ini adalah untuk memgembangkan dan memperkaya ilmu pemikiran politik Islam dalam bidang partisipasi politik perempuan. Lebih jauh, penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi politik perempuan Indonesia saat ini termasuk saat menjadi pemimpin, seperti yang ditunjukkan oleh Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd.,M.Hum., sebagai Bupati Kabupaten Karanganyar. Adapun tujuan praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar masyarakat dapat lebih membuka diri dalam hal keterlibatan perempuan dalam panggung politik. Perempuan akan semakin dapat bergerak dengan leluasa menampilkan partisipasi politiknya. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk kepedulian penulis terhadap persoalan partisipasi politik perempuan di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan menjadi
salah satu bukti bahwa
perempuan mampu berpartisipasi dalam politik. D. Metode Penelitian D.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif, yaitu menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, dalam hal ini partisipasi politik perempuan. Dengan demikian, fenomena kepemimpinan bupati perempuan di Kabupaten Karanganyar dapat dimunculkan sebagai sebuah geliat pembuktian partisipasi politik perempuan. D.2 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai masalah bersangkutan melalui literatur buku, surat kabar, majalah, dan internet.2 2. Observasi, yaitu sebuah teknik pengumpulan data dengan melakukan peninjauan secara cermat. Dengan teknik ini, peneliti akan mengamati setiap fenomena yang berkaitan dengan objek penelitian. D.3 Teknik Analisis Analisis secara harfiah berarti uraian, namun dalam hal ini analisis berarti suatu bahasan dengan cara mengolah data, memberikan interpretasi terhadap datadata yang terkumpul dan tersusun. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah terkumpul dan tersusun dengan cara
memberikan
interpretasi terhadap
data
tersebut.3
Dengan
menggunakan teknik ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta seputar partisipasi politik perempuan, khususnya seputar kepemimpinan bupati perempuan di Kabupaten Karanganyar. Untuk pedoman penulisan skripsi, penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 206. 3 Masri Singarinbun dan Sofian Effendi (ed), Metode Peneletian Survei, (Jakarta : LP3ES, 1989), h. 63.
E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah proses pembacaan skripsi ini, berikut adalah sistematika penulisan dalam skripsi ini: Bab I adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II membahas tentang partisipasi Politik Perempuan. Analisis tersebut meliputi Pengertian Partisipasi Politik, Perempuan dan Partisipasi politik, dan Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan di Karanganyar Bab III membahas tentang Bupati Perempuan dalam Pemerintahan Kabupaten Karanganyar, dalam pembahasannya meliprti; Bupati Perempuan di Karanganyar, Profil Kabupaten Karanganyar, Profil Bupati Karanganyar, yang dilanjutkan dengan beberapa programnya,diantaranya, , Program Kerukunan Antar Masyarakat, Program Kerukunan Umat Beragama, Program Ratna, Program Larasita, dan Program Desisera Bab IV merupakan analisis terhadap kepemimpinan Bupati Karanganyar, diantaranya analisis tentang; Strategi Kepemimpinan Politik, Strategi dalam Meraih Kepemimpinan, Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan, dan Strategi dalam mempertahankan Kepemimpinan Bab V merupakan Kesimpulan dan Saran dari penulis
BAB II PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN G. Pengertian Partisipasi Politik Berbicara tentang partisipasi sedikit banyak akan menyentuh persoalan sejauhmana seseorang (dalam hal ini perempuan) telah memberikan kontribusi dalam sebuah tatanan. Menunjukkan partisipasi mengindikasikan adanya perbuatan dan pergerakan yang nyata, sehingga muncul perubahan dan pembaharuan dalam bentuk sekecil apa pun. Dengan demikian, partisipasi perempuan dalam ranah politik dapat dilihat pergerakan yang dilakukan oleh perempuan itu sendiri untuk negara Indonesia. Peran serta masyarakat merupakan kata lain dari istilah standar dalam ilmu politik, yaitu partisipasi politik. Dalam ilmu politik partisipasi diartikan sebagai upaya warga masyarakat baik secara individual maupun kelompok, untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembentukan kebijakan publik dalam sebuah negara.4 Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap individu pertanggungjawaban bersama.5
4
Afan Gaffar,”Merangsang Partisipasi Politik Rakyat”, dalam Syarofin Arba (editor), Demitologi Politik Indonesia: Mengusung Elitisme Dalam Orde Baru (Jakarta : Pustaka Cidesindo, 1998), h. 240 5 Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Persoektif Struktural Fungsional (Surabaya : Penerbit SIC, 2002), h. 240
Menurut Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.6 Beriringan dengan Huntington; Ramlan Subakti, sebagaimana dikutip oleh Arifin Rahman mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan ikut serta dalam menentukan pemimpin pemerintahan.7 Dengan partisipasi politik kita mengacu pada semua aktivitas yang sah oleh semua warga negara untuk mempengaruhi pemilihan pejabat pemerintahan dan tindakantindakan yang mereka ambil. Pada umumnya partisipasi politik ada yang bersifat mandiri (autonomous) dimana individu dalam melakukan kegiatannya atas dasar inisiatif dan keinginan sendiri. Hal ini boleh jadi atas dasar rasa tanggungjawabnya dalam kehidupan politik, atau karena didorong oleh keinginan untuk mewujudkan kepentingannya ataupun kepentingan kelompoknya. Namun tidak jarang pula partisipasi yang dilakukan bukan karena kehendak individu yang bersangkutan, akan tetapi karena diminta atau digerakkan oleh orang lain dan buka dipaksa oleh kelompoknya. Partisipasi dalam bentuk yang terakhir ini adalah partisipasi yang digerakkan atau sering disebut dengan mobilized political participation. Partisipasi politik masyarakat biasanya bersumber pada basis-basis sosial-politik tertentu. Kecuali partisipasi yang mengambil bentuk contacting, partisipasi politik pada umumnya merupakan sebuah tindakan kolektif.8
6 Samuel P. Huntington dan John M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), h. 6 7 Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, h. 129 8 Afan Gaffar, Merangsang Partisipasi Politik Rakyat, h. 241
Setidaknya ada lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik, seperti yang disampaikan Myron Weiner, yaitu : 1.
Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, meyebarnya kepandaian baca tulis, pengembangan media komunikasi massa.
2.
Perubahan-perubahan struktur kelas sosial, ketika terbentuk suatu kelas baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik
3.
Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern; kaum intelektual seperti sarjana, wartawan dan penulis sering mengeluarkan gagasan dan ide kepada masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan politik. Dan sistem transportasi dan komunikasi modern memudahkan dan mempercepat penyebaran ide dan gagasan tersebut.
4.
Konflik diantara kelompok-kelompok pemimpin politik; jika timbul kompetisi perebutan kekuasaan, salah satu strategi yang digunakan adalah mencari dukungan rakyat untuk melegitimasi mereka melalui gerakan-gerakan partisipasi rakyat.
5.
Campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam masalah sosial, ekonomi dan budaya; jika pemerintah terlalu mengkooptasi masalah-
masalah sosial masyarakat, maka lambat laun akan merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk berpartisipasi.9 H. Perempuan dan Partisipasi politik Membahas tentang partisipasi politik perempuan diranah perpolitikan nasional, selama ini selalu mengalami dinamika dan konstelasi yang tidak dapat difahami oleh kaum laki-laki yang selalu memiliki persepsi bahwa perempuan adalah makhluk yang diciptakan dengan memiliki kodrat dan naluri lemah serta terlalu halus. Sehingga kemungkinan untuk dapat terlibat secara langsung dan aktif dilapangan memiliki peluang yang sangat tipis. Jika menilik perjalanan sejarah dan dikaitkan dengan peran serta aktifitas seorang tokoh kenamaan asal Jepara R.A Kartini yang telah mengawali bahwa persamaan gender dan peran perempuan yang sudah semestinya disetarakan dengan posisi kaum laki-laki dalam berbagai ruang lingkup serta dimensi kehidupan, baik dalam hal memperoleh pendidikan, beraktivitas dalam lingkungan sosial-masyarakat, sosial, budaya bahkan dalam ranah politik. Dengan adanya gerakan reformasi serta tuntutan rakyat akan segera diadakannya berbagai perubahan dalam tatanan sistem politik dan pemerintahan di Indonesia, sampai pada diselenggarakannya otonomi daerah pada awal Januari 2001 yang berbarengan dengan dirumuskan dan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, setidaknya dapat diambil suatu pelajaran yang sangat berharga terutama dalam hal partisipasi publik didalam pemerintahan. Hingga sampai pada direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32
9
Ibid., h. 130-131
Tahun 2004, sehingga keberadaan masyarakat dalam berpartisipasi dalam dunia pemerintahan semakin terbuka. Begitu pula kondisi kaum perempuan yang semula berada pada level terbawah sedikit-demi sedikit mulai terangkat keatas permukaan, hingga sampai pada obsesi untuk meraih kekuasan, baik dalam posisi di eksekutif maupun legislatif. Kekuasaan merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pemikiran maupun tingkah laku seseorang, dengan cara menggunakan hak dan kewenangan yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan. Pada prinsipnya, kekuasaan merujuk pada potensi, dedikasi tinggi, serta profesionalisme baik dalam hal teoritis, praktis dan manajemen. Sedangkan wewenang merujuk pada hak. Dengan demikian, jika pengaruh kaum perempuan dalam mengendalikan situasi sosial dalam hal kekuasaan, termasuk di dalamnya termasuk pengambilan kebijakan yang berpihak pada gen yang sama yakni kaum perempuan, semua itu sangat ditentukan oleh seberapa besar dan kuat keterlibatan mereka pada posisi-posisi strategis untuk merumuskan serta mengesahkan kebijakan tersebut. Singkatnya, seberapa besar potensi yang dimiliki oleh perempuan untuk mempengaruhi orang lain bahkan gen yang nantinya disesuaikan dengan posisi sistem maupun siklus keberadaannya dalam sebuah sistem sosial, politik, agama serta budaya, dan semuanya itu tergantung pada seberapa besar kekuasaan yang dimilikinya untuk meyakinkan bahkan memaksa pihak lain melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya.10
10
Riane Elean, Perempuan dan Kekuasaan, artikel diakses pada tanggal 13 Agustus 2008, dari http://www.parliament.net.ac.id/pdffile/perempuandankekuasaan _index.php?action=view.
Merujuk pada beberapa penelitian tentang keterwakilan perempuan yang memiliki kadar yang cukup tinggi didalam struktur pemerintahan baik dilegislatif maupun eksekutif pada gilirannya memiliki daya tanggap positiv terhadap kebijakan yang lebih responsif terhadap pemenuhan sumber daya dan hak-hak perempuan yang belum terpenuhi. Dengan demikian, jika daya tanggap kaum perempuan terhadap kebijakan yang kurang responsif terhadap kepentingan yang dapat mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, bisa jadi posisi perempuan yang lainnya akan terdapat kesulitan untuk meraih berbagai kebijakan yang hendak memperjuangkan dan memproteksi hak-hak perempuan karena lemahnya posisi kebijakan untuk memberikan daya dorong yang dapat memajukan kaum perempuan, seperti: perlindungan perempuan dari kekerasan, sampai pada perluasan akses terhadap ekonomi dan pendidikan.11 Selama masih ada pemetaan posisi perempuan dalam hal dimensi kehidupan, baik dalam pembagian kerja yang diseuaikan dengan jenis kelamin, sehingga menempatkan perempuan pada posisi kerja yang kerap mengintimidasi kaum perempuan, seprti penempatan perempuan untuk bekerja hanya berada didalam wilayah domestik, sedangkan adanya fasilitas wilayah publik tempatnya laki-laki, sehingga kebutuhan perempuan yang masih banyak ditentukan oleh laki-laki sebagai pihak yang mendominasi kekuasaan, merupakan dua hal yang dinilai beberapa pihak merupakan dampak dari pembagian kekuasaan yang belum berimbang. Sebab terjadinya pembedaan posisi kerja antara kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam pembagian ruang kerja, semua itu terjadi bisa saja 11
63
Samuel P. Huntington dan John M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,, h.
disebabkan oleh sistem budaya masyarakat yang cenderung patriarkat, sehingga dengan
tumbuh
dan
bertahannya
sistem
kebudayaan
masyarakat
ini
mengakibatkan sebagian besar perempuan masih dikungkung kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan, atau bisa juga dilema seperti ini diakibatkan oleh sikap apriori perempuan itu sendiri untuk membangun kekuatan penyeimbang dengan cara terjun langsung ke dunia politik praktis kian melemah. Namun satu hal yang pasti, jika kaum perempuan mampu memanajemen posisinya untuk mendapatkan porsi kekuasaan sederajat dengan porsi yang dimiliki oleh kaum laki-laki, maka tidak akan menjadi sesuatu yang mustahil posisi dan kemudahan hidup perempuan dalam memenuhi kebutuhan, hak yang pada akhirnya mampu menguatkan posisinya melalui pengimplementasian kewenangannya melalui terjunnya perempuan di tengah masyarakat dengan cara masuk kedalam struktur kekuasaan. Jika perkembangan keberadaan posisi perempuan didalam kekuasaan telah muncul kesadaran bahwa porsi kekuasaan yang diperoleh turut menentukan posisi tawar perempuan dalam suatu sistem sosial, beriringan dengan hal tersebut akan memunculkan
pertanyaan;
bagaimana
prosesi
kaum
perempuan
dalam
memperoleh kekuasaan tersebut. feodalisme, jabatan, birokrasi, dan kemampuan khusus di bidang ilmu pengetahuan, secara sosiologis merupakan sumber kekuasaan. Namun, yang paling umum kekuasaan tertinggi berada pada negara. Jika ingin mencapai posisi yang menjanjikan dalam meraih kekusaan posisi tawar perempuan harus bisa merambah sampai pada ranah tersebut, dengan tujuan untuk
mendapatkan posisi tawar yang kuat dan akhirnya dapat menghasilkan pengaruh yang signifikan dalam bermasyarakat. Di Indonesia isu tentang keterwakilan perempuan yang sangat rendah di ruang publik; dimana komitmen partai politik yang belum sensitif gender sehingga kurang memberikan akses memadai bagi kepentingan perempuan; dan kendala nilai-nilai budaya dan interpretasi ajaran agama yang bias gender dan bias nilai-nilai patriarkhi, dan animo para perempuan untuk terjun dalam kancah politik rendah; merupakan inti pokok permasalahan yang dihadapi saaat ini. Akan tetapi, animo kaum perempuan untuk terjun secara praktis dalam ranah politik masih memerlukan kajian khusus dan penelitian yang matang. Terpenuhinya hak politik perempuan di Indonesia, di samping mengacu kepada draft instrumen internasional mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) juga harus mengacu kepada Pancasila sebagai ideologi dan konstitusai
negara
(khususnya UUD 1945 hasil amandemen kedua, pada pasal-pasal 28 A sampai J tentang Hak Asasi Manusia).12 Penduduk Indonesia yang berada pada kisaran 211 juta lebih, dengan prediksi populasi kaum perempuan berkisar 50, 2 %. Akan tetapi, hasil dari Pemilu 2004 yang dinilai paling demokratis selama ini, tetap saja tidak mampu mengubah potret keterwakilan perempuan dalam struktur kekuasaan dalam suatu pemerintahan serta proses pengambilan keputusan serta perumusan kebijakan publik pada tiga lembaga formal negara: legislatif, eksekutif dan yudikatif. Khusus di legislatif, pada porsi lembaga DPR-RI, perempuan caleg yang harus 12
Mujibur Rahman Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem), Malang : Bayumedia publishing, 2007), h. 79
melebihi kuota 30% namun yang berhasil melenggang ke kursi parlemen hanya 11% dari jumlah populasi kaum perempuan yang ada di Indonesia, dan calon perempuan di DPD hanya mencapai 10%. Adapun jumlah keterwakilan kaum perempuan diparlemen dalam tingkatan DPRD Provinsi rata-rata hanya mencapai 8%. Bahkan di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, hasil perolehan lebih rendah lagi yaitu hanya mencapai tingkat rata-rata 5% jatah kursi yang ada.13 Ketiika terlahir pertanyaan, kemana arah demokrasi sebenarnya, Yang selama ini digembor-gemborkan dalam gerakan reformasi yang berlangsung pada mei 1998 lalu? Dengan tujuan menginginkan untuk diadakannya perombakan dalam berbagai dimensi politik maupun pemerintahan, sampai diamandemennya UUD 1945 dan dicetuskannya suatu term emansipasi wanita dan persamaan gender dalam dunia politik maupun dalam dunia kerja, yang selama ini selalau menganggap bahwa perempuan merupakan kaum yang selalu berada pada level terbawah atas dominasi kaum laki-laki. Dalam hal ini kaum perempuan posisinya lebih pantas hanya sebagai seorang ibu rumah tangga, pengasuh bagi anakanaknya. Sedangkan, menyangkut posisi bidang yang berlaga dimedan yang cukup keras seperti didunia pemerintahan, bisnis sampai pada arena politik itu merupakan hak dan kewenangan kaum laki-laki. Terjadinya fenomena seperti ini, ternyata ada argumenyasi yang cukup kuat yang telh menempatkan posisi perempuan sebagai makhluk yang kurang begitu menginginkan kekuasaan manakala yang dilanggengkan di masyarakat adalah gagasan kekuasaan versi laki-laki yang sarat dengan ciri-ciri keperkasaan,
13
Mujibur Rahman Khairul Muluk, h. 123-127
kejantanan, dan kekerasan. Kini, sudah saatnya mempromosikan kekuasaan Yakni, kekuasaan yang mencakup kemampuan memberdayakan, kemampuan melihat dan menciptakan masyarakat yang lebih harmoni dan bermartabat. Dengan demikian definisi baru kekuasaan merupakan gabungan dari ciri-ciri maskulinitas dan feminitas yang dapat dicapai oleh keduanya: antara kaum lakilaki dan kaum perempuan.14 Dengan mengembangkan definisi kekuasaan yang berbasis pengalaman perempan, perempuan dapat menjadi politisi yang handal. Politisi yang tidak akan menyakiti lawan politiknya, apa pun alasannya. Politisi yang tidak akan menggunakan intrik politik sebagaimana biasa digunakan laki-laki. Seorang politisi perempuan dapat mengasah sisi keibuannya yang selalu tanggap terhadap kebutuhan orang lain untuk menyelesaikan setiap agenda politiknya. Perjuangan perempuan Indonesia umumnya dan lokal khususnya menuju kemandirian politik masih sangat panjang, tetapi perempuan tidak boleh apatis dan bersikap skeptis. Selanjutnya apa yang mesti dilakukan menjelang pemilu legislatif, ada beberapa solusi yang mungkin dianggap efektif untuk menjawab persoalan ini, yaitu: Pertama, menggalang networking antarkelompok perempuan dari berbagai elemen, tentu perjuangan menuju sukses selalu membutuhkan strategi yang handal dan solidaritas yang kuat. Kedua, kelompok perempuan harus berani mendorong dan melakukan upaya-upaya rekonstruksi budaya, khususnya mengubah budaya patriarki menjadi budaya yang mengapresiasi kesetaraan gender dan kesederajatan 14
The Liang Gie, Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jilid I (Jakarta : Gunung Agung, 1968), h. 12
perempuan dan laki-laki dalam seluruh aspek kehidupan. Ketiga, kelompok perempuan harus berani mendorong dan melakukan upaya-upaya reinterpretasi ajaran agama sehingga terwujud penafsiran agama yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, penafsiran agama yang ramah terhadap perempuan dan yang pasti penafsiran agama yang rahmatan lil alamin (komprehensif), ajaran yang menebar rahmat bagi seluruh makhluk. Keempat, secara internal perempuan itu sendiri harus selalu berupaya meningkatkan kapasitas dan kualitas diri mereka melalui pendidikan dalam arti yang luas.15 Berangkat dari realita di atas, maka seyogyanya saat ini sudah waktunya para perempuan berbenah, terus kreatif dan melakukan eksplorasi potensi kita sehingga dapat berkompetisi secara sehat dan harmonis dalam segala aspek kehidupan termasuk politik, tentunya dengan mengedepankan nilai-nilai serta norma/ajaran agama yang terajut dalam sanubari kita. Selamat berjuang para perempuan, ditunggu kiprah dan kepeduliannya dalam politik. I.
Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan Sejak diselenggarakannya pemilihan pertama tahun 1955. keterwakilan kaum
perempuan diparlemen hanya mencapai kisaran 3,8 %, kemudian meningkat prosentaseenya pada tahun 1960-an pada kisaran 6,3%. Perjalanan sejarah yang menunjukkan tingginya angka keterwakilan kaum perempuan dalam dunia politik yakni pada periode 1987-1992 yaitu 13 persen. Akan tetapi posisi tersebut dipertahankan hingga harus turun kembali hingga 12,5 % tahun 1992-1997, 10,8 persen menjelang Soeharto jatuh, dan hanya 9 persen pada periode 1999-2004. 15
Syarif Hidayat dan Bhenyamin Hoessein, “Desentralisasi dan otonomi Daerah”, dalam Syamsudin Haris dkk., Paradigma Baru Otonomi Daerah (Jakarta : Puslit Politik LIPI PGRI, 2003), h. 123-125
Rendahnya keterwakilan perempuan di dunia pemerintahan semakin terlihat pada masa pemerintahan dibawah Kabinet Indonesia Bersatu. Dimana dari 36 jabatan yang ada diparlemen, perempuan hanya menduduki empat posisi, yakni Menteri Keuangan (Dr. Sri Mulyani Indrawati), Menteri Perdagangan (Marie Pangestu), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan(Meutia Hatta), Menteri Kesehatan(Siti Fadillah Supari), dan Sisanya didominasi oleh kaum laki-laki. Sedangkan di lembaga MPR, jumlah keterwakilan perempuan hanya 18 orang wakil atau sekitar mencapai kisaran 9,2 persen, dan laki-laki 177 orang. Sedangkan di DPR ada 45 perempuan dan 455 laki-laki (9 persen), di lembaga MA hanya ada 7 perempuan dan 40 laki-laki (14,8 persen), di BPK sama sekali tidak ada kaum perempuan yang iktu berpartisipasi lain halnya dengan keterwakilan kaum
laki-laki sebanyak 7 orang, dan di Dewan Pertimbangan
Agung hanya ada 2 orang perempuan yang mewakili sedangkan laki-laki ada 43 orang (4,4 persen), di lembaga KPU juga hanya 2 perempuan dan laki-laki 9 orang (18,1 persen).16 Beberapa daerah mulai melihat bahwa perempuan merupakan stakeholder yang perlu dipertimbangkan, walaupun semu yakni perempuan dilirik untuk mendulang perolehan suara. Pada tahun 2000, dari 7710 Kepala desa di jawa Timur, hanya 220 orang (2,85%) yang perempuan. Sementara dari 682 kepala kelurahan hanya 10 orang (1,47%) yang perempuan.17 Sedangkan di Jawa Timur saat ini hanya sekitar 3 Bupati perempuan, padahal terdapat kurang lebih seratus 16
Tri Ratnawati, et.al., Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Otonomi Daerah di Indonesia, Lapoaran Penelitian (Jakarta : Proyek Pengembangan Riset Kompetitif Program Isu LIPI, 2003), h. 45-46 17 Eni Haryati, “Perempuan di dalam Pemilihan Kepala Daerah,”Kompas, 20 Januari 2004, h. 5
Kabupaten. Rendahnya representasi perempuan pada kepemimpinan local dikarenakan oleh pemahaman bahwa politik ada pada kecenderungankecenderungan mengurus yakni dominasi kekuasaan oleh laki-laki selain keberanian dan kapabilitas perempuan masih rendah. Hal ini bisa dicermati dari pilkada yang diselenggarakan di beberapa kabupaten. 18 Pilkada yang di gelar tahun 2005 menghasilkan dua hal penting bagi politik perempuan dan perspektif gender. Pertama, sebagai bagian dari masyarakat, pemilih perenpuan akan sangat menentukan suara bagi si calon. Perempuan sebagi pemilih lebih dipertimbangkan sebagai peran pendukung untuk perolehan suarakandidat daripada dipertimbangkan aspirasinya, misalnya, isu gender tidak menjadi perhatian utama
dari para kandidat. Disisi lain perempuan sebagai
pemimpin, karena pendidikan politik perempuan masih sangat rendah, lebih di manipulasi oleh elit-elit politik untuk memenangkan atau mendapat dukungan dari kaum perempuan. Kedua, sebagai person politik, individu otonom, perempuan sebagai calon dalam pilkada sangat rendah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pintu masuk bagi calon bupati/walikota/gubernur adalah partai politik.19 Secara logika, sulit bagi perempuan untuk menembuas dominasi parpol yang masih sangat maskulin. Sementara logika demokrasi, tampilnya perempuan merupakan pemenuhan bagi demokrasi itu sendiri.20
18
M. Zaki Mubarak, et.all., Blue Print Otonomi Daerah Indonesia (Jakarta : The YHB Center, 2006), h. 51-55 19 Eni Haryati, “Perempuan di dalam Pemilihan Kepala Daerah,”Kompas, 20 Januari 2004, h. 6 20 Dwi Windyastuti, “Perempuan dalam Konstelasi Politik Lokal,” h. 51-55
Dengan merujuk pada problem-problem diatas maka untuk merubah situasi yang tidak kondusif bagi kesetaraan gender dalam pilkada adalah memasukkan perspektif gender dalam UU yang mengatur pilkada, yang sampai saat initidak mengakomodasi perempuan baik sebagai pemilih maupun sebagai kandidat. Cara ini akan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan menghapus dikotomi gender dalam politik. Strategi yang bisa ditempuh adalah menghilangkan akses kemunculan kandidat hanya lewat parpol. Dengan strategi ini akan memunculkan kandidat yang diusung oleh organisasi non partai, misalnya oleh kelompok kepentingan perempuan yang tentunya akan mampu memunculkan kandidat perempuan yang peduli pada kesetaraan gender. Dan kelompok perempuan, khususnya yang ada di legislative mesti memberikan pandangan gendernya dalam revisi UU yang berkaitan dengan Pilkada. Di tingkat daerah. Tiga puluh gubernur yang ada di Indonesia saat ini di jabat oleh kaum laki-laki, sementara dari 336 Bupati yang ada di Indonesia, hanya lima di antara mereka atau 1,5 persen saja yang diduduki oleh perempuan.21 Perkembangan histories menunjukkan bahwa dalam struktur politik yang di dominasi laki-laki, maka laki-laki dominan dalam merumuskan aturan main politik, dan mereka yang menyusun standar untuk evaluasinya. Eksistensi model dominasi laki-laki ini melahirkan penolakan politik dari kaum perempuan yang bergaya laki-laki. Salah satu penolakan tersebut datang dari uni antar parlemen. Dalam pernyataannya melalui Deklarasi New Delhi tahun 1997 menegaskan bahwa hak
21
M. Zaki Mubarak, et.all., h. 123-124
politik perempuan harus dianggap sebagai satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan dari kerangka hak asasi manusia. Deklarasi tersebut dilandasi oleh asumsi bahwa : a. Dari segi demokrasi ; jumlah perempuan sekitar 50% yang memiliki hak suara dan menentukan pilihannnya, dari polpulasi yang ada, sehingga menjadi sebuah bangunan teoritis demokrasi yang wajar apabila wakil rakyat merefleksikan konstituennya. b. Dari segi kesetaraan ; keterwakilan perempuan untuk perempuan tidak ada bedanya dengan tuntutan atas keterwakilan rakyat untuk rakyat. c. Dari penggunaan sumber daya ; penggunaan kemampuan intelektual perempuan. d. Dari segi keterwakilan ; riset empiris menunjukkan bahwa bila perempuan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan maka kepentingan mereka tidak dipertimbangkan secara sungguh-sungguh.22 Secara teoritik hak untuk pemilu, menjadi kandidat pada pemilu lebih didasarkan pada hak dalam pemilu. Akan tetapi realitasnya bahwa hak untuk dipillih bagi perempuan tetap terbatas yang pada akhirya berdampak pada tingkat representasi perempuan diranah politik. Ketidaksamaan representasi tersebut menandakan bahwa representasi perempuan lebih sekadar sebagai fungsi pemerintahan status quo (laki-laki) daripada fungsi demokrasi kelompok perempuan berupaya untuk menghapuskan ketidakseimbangan gender dengan politik afirmasi. Politik afirmasi ini juga diratifikasi di banyak Negara dalam bentuk pemberian kuota perempuan di lembaga legislative. Indonesia telah meratifikasi tentang kesetaraan gender dalam pasal 65 ayat (a) UU Pemilu No. 12/2003
meskipun
menegaskannya,
UU
sebab
tersebut dalam
lebih UU
bersifat
tersebut
“malu-malu”
hanya
tercantum
untuk kata
“mempertimbangkan” 30% kepada perempuan. Namun representasi perempuan di tingkat nasional tidak serta-merta di ikuti di aras lokal. 22
Dwi Windyastuti, “Perempuan dalam Konstelasi Politik Lokal,” dalam M. Zaki Mubarak, et.all., Blue Print Otonomi Daerah Indonesia (Jakarta : Yayasan Harkat Bangsa, 2006), h. 49-50
Penerapan system pemilu distrik proporsional yang diterapkan di Indonesia memungkinkan pemilihan perwakilan rakyat yang mempunyai basis masa. Karena, rakyat langsung memilih nama wakilnya beserta tanda gambar. Kuota 30% untuk perempuan masih menyisakan perdebatan tentang keadilan yang perlu diberikan, seperti lipstick yang menghiasi perhelatan pemilihan umum berbasis distrik proporsional. Wacana ini, berasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan yang menyuarakan kepentingan rakyat akan bersama-sama memperbaiki aspirasi separuh penduduk Indonesia yang 56% perempuan.23 Sikap optimistis dalam memberdayakan diri perempuan sendiri perlu diwujudkan guna memperoleh kesadaran untuk memperoleh hak-hak politiknya. Penyusunan daftar calon legislative yang mempersyaratkan adanya 30% kuota perempuan merupakan kemajuan yang harus diwujudkan oleh semua parpol. Pressure penetapan caleg perempuan telah dilakukan oleh banyak pihak, antaralain iklan di televise agar memilih partai yang mempunyai calon perempuan yang di sponsori oleh pemberdayaaan perempuan. Urutan calon perempuan dilegislatif memang tidak semudah janji yang disampaikan. Seperti perkataan bijak menyebutkan “tidak ada manusia yang sempurna, yang ada hanyalah rencana yang sempurna”. Perkataan ini sama dengan semangat menggebu untuk mewujudkan pemberian kesempatan yang luas dan bebas kepada perempuan untuk bersaing dalam dunia politik. Namun, fakta dilapangan sulit sekali mewujudkan rencana tersebut. Kepentingan kaum laki-laki yang mendominasi perebutan kekuasaan masih enggan memberikan kesempatan pada perempuan. 23
Dwi Windyastuti, Perempuan dalam Konstelasi Politik Lokal, dalam M. Zaki Mubarak, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia (Jakarta : The YHB Center, 2006), h. 48-53
Hal tersebut tampak pada benturan social budaya dan ekonomi yang mempersepsikan perempuan tidak pantas masuk kewilayah politik. Gagasan mengenai kuota bagi perempuan yang telah di tawarkan kepada partai politik untuk menciptakan representasi yang lebih adil, kenyataannya sampai sekarang memang masih merupakan sebuah perjuangan yang sangat panjang. Tampaknya belum ada political will dan apalagi political action dari politisi dan tokoh partai yang kebanyakan laki-laki untuk mengubah keadaan ini. Hingga kini, minimnya Jumlah politisi perempuan yang ada dan terbatasnya representasi perempuan dihampir semua lembaga pengambil keputusan. Karena minimnya jumlah perempuan di dalam struktur penentu kebijakan banyak tuntutan yang disuarakan, aspirasi serta kepentingan perempuan tidak bias di akomodir. Semua factor tersebut saling berkaitan sebagaimana layaknya sebuah hukum ekonomi yaki antar supply (persediaan) dan demand (permintaan).24 Stigma dan anggapan bahwa politik itu panas, kotor, dan penuh fitnah membuat sebagian perempuan tidak berani melawan intimidasi, cercaan, dan perkataan kasar dari orang sekitarnya. Selama ini, perempuan yang telah berperan dalam politik sangat kecil, sehingga usulan yang dibawa menghadapi kebutuhan dan hambatan, terutama untuk memperjuangkan kepentingan perempuan.25 Minoritas perempuan yang duduk di kekuasaan legislative tidak mampu mempengaruhi kebijakan, sehingga jauh dari keadilan yang melindungi perempuan.
24 25
Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, h. 20-21 Najilah Naqiyah, Otonomi Perempuan (Malang : Banyumedia Publishing, 2005) h. 60-63
Diskriminasi perempuan yang menyakitkan membuat sebagian perempuan trauma untuk memberikan ppeluang dirinya menempuh jalur kekuasaan di legislative. Peran politisi perempuan dalam menentukan arah kebijakan selalu terbungkam dan kalah oleh dominasi kekuasaan dan kepentingan kaum laki-laki. Wacana keterlibatan perempuan dalam dunia politik dengan memberikan kuota 30% masih menjadi wacana kontroversi. Selama ini hanya 12% perempuan yang berkiprah dalam ruang senayan. Permintaan kuota 30% untuk perempuan di parlemen memang bernuansa pembatasan peran, namun, jika menilik sejarah dan realitas peran perempuan yang hanya 12% di parlemen menunjukkan kemajuan pola berpikir dan gerakan yang progresif.26
26
Najilah Naqiyah, Otonomi Perempuan, h. 64-67
BAB III BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN KABUPATEN KARANGANYAR E. Bupati Perempuan di Karanganyar A. Profil Kabupaten Karanganyar Kabupaten Karanganyar adalah sebuah mozaik Indonesia yang telah memberikan sumbangan sangat berarti bagi sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis Kabupaten Karanganyar terletak antara titik kordinat 6018.0 – 6 047.10 Lintang Selatan dan 106023.45 – 107013.03’ Bujur Timur, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup tinggi, Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah ± 77.378,6430 Ha27, dengan batasan wilayah sebagai berikut : -
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen
-
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali
-
Sebelah Timur Berbatasan dengan Tawangmangu
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Sukoharjo Secara administratif Kabupaten Karanganyar terbagi atas 17 kecamatan
dengan 15 kelurahan. Selain itu wilayah Kabupaten karanganyar hamper sebagian besar adalah pedesaan, dan kini di Kabupaten Karanganyar sudah terklasifikasi 162 desa.
27
Dinas Pertanahan Kabupaten Karanganyar, Pengembangan Sistem Informasi Profil
Daerah dan Laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Karanganyar : Dinas Pertanahan Kab. Karanganyar) h. 1-4
Ibu Kota Kabupaten Karanganyar berada di Kecamatan Karanganyar Jawa Tengah. Luas Kabupaten Karanganyar secara keseluruhan mencapai 77.378,6430 Ha. Dengan rincian luas kemiringan lahan 12.654,52 yang terbagi kepada beberapa kecamatan diantaranya kecamatan karanganyar, Tasikmadu, Jaten, Colomadu, Goondengrejo, Kebakkramat, dan Mojonggedanng, sedangkan dari segi lahan bergelombang mencapai seluas 18.570,93 dengan definisi pada beberapa kecamatan, diantaranya kecamatan Jatipuro, Jatiyoso, Jumapolo, matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karangpandan, karanganyar, Tasikmadu, kerjo dan kecamatan Jenawi. Sedangkan lahanyang curam dan sangat curam mencapai sekitar 13.194,35 dan 32.958,79 Ha. Sedangkan ketinggian daratan diatas permukaan laut mencapai 511 m/dpl. egi penggunaan lahan, di Kabupaten Karanganyar penggunaan lahannya antara lain; wilayah hutan lindung seluas 9.729, 4927 Ha, hutan suaka alam seluas 81.20000Ha, hutan produksi tetap seluas 81,20000 Ha, Hutan produksi terbatas seluas 1.625,8000 Ha, lahan persawahan seluas 21.221, dan masih terbagi lagi kepada beberapa lahan yang didasarkan pada fungsi serta penggunaan lahan yang ada berdasarkan pada jenis dan fungsi lahan yang ada di kabupaten karanganyar tersebtut.28 Penggunaan lahan tersebut sebagai satu kawasan yang fungsi utamanya dalam rangka untuk memajukan perekonomian masyarakat guna
28
Dinas Pertanahan Kabupaten Karanganyar, Pengembangan Sistem Informasi Profil
Daerah dan Laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Karanganyar : Dinas Pertanahan Kab. Karanganyar) h. 1-4
mencapai tingkat kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, pembangunan di Kabupaten karanganyar sangat terkendali, setiap lahan ditata sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yaitu, Pembangunan Penataan Ruang yang diprioritaskan demi terpenuhinya seluruh rencana tata ruang secara detail untuk kota dan kawasan serta daerah yang tumbuh dengan pesat; serta terkendalinya secara optimal pemanfaatan ruang sesuai dengan kaidah pengelolaan ruang dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pembangunan Penataan Ruang Kabupaten Karanganyar diprioritaskan agar terpenuhinya seluruh rencana tata ruang secara detail untuk kota dan kawasan serta daerah yang tumbuh dengan pesat, serta terkendalinya
dengan optimal
pemanfaatan ruang sesuai dengan kaidah
pengelolaan ruang dan lingkungan hidup yang berkelanjutan atau dengan dimensi berbeda Urusan Perencanaan Pembangunan, diprioritaskan pada optimalisasi peran
serta masyarakat
dan
lembaga-lembaga masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan daerah dan pengawasan pembangunan daerah yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain itu, perencanaan pembangunan diarahkan pada upaya yang mendukung semakin mantapnya kenaikan nilai tambah PDRB dan struktur ekonomi
telah berada dalam sektor
tersier dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berada di atas angka inflasi regional dan
rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah; serta
pendapatan per kapita dan upah minimum kabupaten serta upah minimum regional mampun memenuhi kebutuhan hidup minimum. Faktor demografi atau yang berupa aset Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan factor vital yang sangat menentukan kemajuan suatu daerah. Jumlah
penduduk pada satu sisi bila dikelola dengan baik akan menjadi modal utama majunya pembangunan. Namun, disisi lain jika factor yang satu ini diabaikan atau tidak diberdayakan secara maksimal, maka akan menjadi beban pembangunan yang sangat pelik. Apapun dan bagaimanapun program pembangunan dapat dinyatakan gagal manakala masyarakat yang bersangkutan hanya diorientasikan sebagai obyek, apalagi sampai termarginalkan dari kebijakan pembangunan yang ada. Berdasarkan data statistik Kabupaten Karanganyar tahun 2006 tercatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar berjumlah 416.108 jiwa penduduk Karanganyar atau terdiri atas 118.415 KK, sebelumnya terdapat 48.345 KK tergolong keluarga pra sejahtera, dan pada tahun 2005 mencapai 237.962 jiwa atau 10,32% dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah (dengan jumlah sekitar 137.594 jiwa). Dari besarnya jumlah penduduk di Kabupaten karanganyar, penduduk laki-lakinya berjumlah 416.108 jiwa dan perempuan berjumlah 425.579 jiwa dengan ratio jenis kelamin 105.29
B. Profil Bupati Karanganyar Hj. Rina Iriani Sri Ratnaningsih adalah seorang
perempuan kelahiran
Karanganyar- Solo–Jawa Tengah pada tanggal 3 Juni 1962, Irna atau sapaan akrab dari bupati Karanganyar ini pernah mengenyam pendidikan dasar di suatu sekolah dasar di Karanganyar pada tahun 1974, setamatnya dari sekolah dasar Irna melanjutkan sekolahnya di SLTP Negeri 1 Karanganyar (Tahun 1978), setelah
29 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Karanganyar, RATNA (Rakyat Terdaftar Negara Aman), (Karanganyar : DISDUKCAPIL Kabupaten Karanganyar, 2009)
lulus dari SLTP ketertarikan Irna dalam mengabdi di dunia pendidikan yang kemudian membulatkan tekadnya untuk melanjutkan pendidikannya di SPG Negeri Salatiga (1981) yang dilanjutkan dengan masuknya Irna pada suatu Perguruan Tinggi dengan mengambil program Diploma II pada tahun 1995, yang kemudian dilanjutkan dengan Program Strata satu di Universitas Widya Darma Klaten. Semangat yang tinggi dari sosok perempuan ini terlihat dengan semangatnya dalam mengenyam pendidikan setelah ia lulus dari program strata satu, yakni masuknya irna di Universitas Sebelas Maret Surakarta ( lulus tahun 2003 ), kemudian menempuh kembali program S3 di Universitas yang sama yang hingga saat ini masih dalam proses penyelesaian.30 Sedangkan riwayat pekerjaan dari Irna sendiri cukup beragam. Selain sebagai seorang Ibu rumah tangga sosok irna pernah menjadi seorang Guru pada satu sekolah dasar di Karanganyar, sebagai seorang wiraswaatawai irna juga pernah menggeluti usaha salon, penyelenggara kursus musik, kecantikan, senam, tari bahkan sampai terjun pula dalam dunia property, sampai akhirnya ia terpilih sebagai orang nomor satu di karanganyar untuk periode 2002-2007. sebagai investasi awal irna dalam berkiprah didunia pendidikan maupun politik, irna juga pernah terlibat dalam organisasi public, pendidikan maupun politik, diantaranya : Pengurus Tiara Kusuma Karanganyar, Sekretaris HIPKI Karanganyar, Ketua sanggar senam “Hemara”, Pengurus PPM, Pengurus AMPI, Sekretaris PTDI Jawa Tengah, Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan LSM AKRAB, Penasehat pada Yayasan Pendidikan, dan Ketua Bidang Humas BKKSI. 30
“Sapu Tangan Basah ,” artikel diakses http://www.kapanlagi.com/h/0000229733.html - 20k -
tanggal
24
maret
2009
dari
Sosok perempuan yang merupakan istri dari Ir. Toni Iwan Haryono, MM yang sekaligus seorang ibu dari empat orang putra dan putri ini adalah sesosok perempuan yang suka bekerja keras walaupun dia merupakan orang nomor satu di daerahnya, beberapa pengalaman kerja sebelum dia terpilih sebagai seorang bupati di Karanganyar telah menunjukkan sinergik yang cukup signifikan yang telah mampu menunjukkan bahwa sosok pemimpin perempuan seperti Rina Iriani Ratnaningsih bukanlah merupakan seorang pemimpin perempuan yang identik dengan hanya mementingkan diri sendiri, keluarga bahkan golongan. Jiwa social dan kedekatan dengan masyarakat telah ditunjukkan oleh Bupati Irna Riani Ratnaningsih ini, ketika ia masih menjadi seorang guru sekolah dasar sekaligus penyanyi. Sosok bupati perempuan seperti Rina Iriani Ratnaningsih yang pernah menjadi seorang penyanyi ini bukanlah semata-mata kecintaan Irna kepada dunia musik yang penuh dengan komersialisasi. Kecintaan Irna terhadap musik yang lebih tradisonal ini bukan tanpa sebab. Akan tetapi dia ingin ikut melestarikan kesenian daerah agar lebih merakyat. Keterlibatan Irna dalam dunia tarik suara, bukanlah semata-mata untuk meraih keuntungan secara financial, akan tetapi keterlibatannya dalam dunia tarik suara karena ia senang dan suka. Dan melalui kesenangannya itu, Irna berharap kesenangannya tersebut dapat bermanfaat bagi rakyat yang dipimpinnya. Memang keuntungan yang diperoleh Irna dalam dunia tarik suara tergolong besar. Ini terlihat ketika peluncuran albumnya yang pertama ia mampu meraup keuntungan sebesar 475 juta rupiah ditambah dengan peluncuran album ke dua
sebesar 600 juta rupiah, dan hasil penjualan buku biografi dirinya mencapai 610 juta rupiah.31 Sedangkan, hasil dari pekerjaannya tersebut tidak semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan seluruh dana hasil penjualan buku dan albumnya ia serahkan kepada Kantor Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk disalurkan menjadi dana untuk keperluan kaum dhuafa di wilayahnya. Begitulah sosok seorang bupati perempuan di Karanganyar Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum ini menggeluti dunia politik. Walupun seorang perempuan ia mencoba bahkan sudah nyata telah menepis persepsi yang terlontar kepada kaum perempuan, bahwa medan politik adalah medan yang tak cocok digeluti oleh kaum perempuan. Karena, dikhawatirkan jika seorang perempuan memimpin suatu wilayah/daerah maka akan mudah hancur karena perempuan terlalu mengedepankan perasaan. Lain halnya, dengan perasaan yang haluslah Bupati Irna bias sukses dalam memajukan daerahnya menjadi daerah yang terdepan dan maju yang mampu menghargai kebudayaan dan cirri khas yang ada di daerahnya. F.
Program Bupati Karanganyar
1. Program Kerukunan Antar Masyarakat Salah satu pembentuk karakter masyarakat yang harmonis dalam suatu daerah sudah tentunya tidak terlepas dari peran dan program kepala daerah yang dapat memotivasi jalannya suatu target yang hendak dicapai dalam suatu pemerintahan didaerah. Tercapai tidaknya suatu program yang pro dengan 31
“Program Larasita di Karanganyar akan dikembangkan Nasional,” artikel diakses tanggal 29 Maret 2009 dari http://www.kapanlagi.com/h/0000229733.html - 20k -
masyarakat kecil yang identik hidup didaerah pedesaan yang kehidupannya lebih menonjol dalam hal kehidupan yang penuh kebersamaan sehingga kerukunan antar masyarakat terlihat kental sekali dalam keragaman. Melihat dari latar belakang kehdupan bermasyarakat, seperti sosok Bupati Rina Iriani Sri Ratnaningsih yang mengawali karirnya dengan menjadi seorang penyanyi latar yang identik dengan menghibur masyarakat melalui cara menjual kemerduan suaranya, namun disisi lain, sosok Rina Iriani Sri Ratnaningsih ini selain sebagai seorang penyanyi dia juga pernah menjadi seorang guru sekolah dasar di tempat kelahirannya. Menyanyi bagi Bupati Irna bukan semata-mata untuk mengeruk keuntungan materi belaka, akan tetapi selain sebagai hobi, pekerjaan yang satu ini menjadi sesuatu yang sangat mulia tatkala dia mampu meraup keuntungan lebih dari enam puluh juta rupiah setiap tri wulannya. Namun, dari keuntungannya dalam menyanyi Irna tidak lantas mepergunakan keutungan yang diperolehnya dengan mengumpulkannya menjadi kekayaan pribadinya semata. Akan tetapi seluruh hasil dari keuntungannya dalam menyanyi diserahkan semua kepada Pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui kantor dinas social untuk
benar-benar
disalurkan
kepada
masyarakat
yang
benar-benar
membutuhkan.32 Melalui beberapa program unggulan yang telah diprogramkan oleh Bupati Irna atas nama pemerintah Kabupaten Karanganyar, banyak sekali program yang
32
Rina Iriani Sri Ratnaningsih, “Tirakat Sebagai Penyeimbang Hidup” , artikel diakses pada tanggal 26 Januari 2009 dari http://www.suara-karyaonlinecom/news-html?id-129495
hendak menciptakan suasana yang penuh kerukunan diantara masyarakat setempat, khususnya di kabupaten Karanganyar. Dari beberapa program yang diprioritaskan oleh Bupti Irna bersama dengan Pemkab Karanganyar beserta masyarakat selaku watchdognya pemerintahan dalam menciptakan suasana yang rukun dalam setiap lapisan masyarakat diantaranya adalah : 1. Memelihara serta melestarikan budaya masyaraka setempat melalui terjun langsungnya bupati sebagai actor dalam berbagai pertunjukan dalam hal seni, seperti yang pernah dilakoni oleh Bupati Irna dalam pergelaran wayang di Karanganyar. pergelaran wayang kulit semalam suntuk yang juga
menghadirkan
empat
dalang
professional,
sehingga
secara
keseluruhan dalang yang bakal pentas sebanyak enam orang. "Ini pertunjukan wayang kulit kolaborasi. Enam dalang, termasuk dua bupati yang malam itu mendalang, akan tampil bersamaan, sedangkan Bupati Karanganyar Rina Iriani Ratnaningsih menjadi sinden,"33 2. Keterlibatan langsung seorang pimpinan daerah dalam aksi-aksi social, seperti aksi Bupati Rina dalam mengantisipasi korban bencana alam yang terjadi di Karanganyar pada tahun 2006 silam 2. Program Kerukunan Umat Beragama Kebijakan pemerintahan Kabupaten Karanganyar dalam pembangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dqan 33
“Bupati Wonogiri dan Sragen Mendalang, Bupati Rina "Nyinden," artikel diakses pada tanggal 10 Desember 2008 dari http://www.antara.co.id/arc/2007/10/31/bupati-wonogiri-dansragen-mendalang-bupati-rina-nyinden/
pemahaman agama dalam perikehidupan beragama serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama. Kerukunan umat beragama merupakan bagian paling penting dari kerukunan nasional, untuk dapat mewadahi demi terbentuknya kerukunan agama yang solid antar masyarakat. Pemerintah Kabupaten Karanganyar berupaya mewadahinya melalui pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama di kabupaten Karanganyar, yang kemudian dikukuhkan dengan adanya keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati karanganyar. Di Karanganyar Forum Kerukunan Umat Beragama sudah terorgaisir dalam suatu wadah keagamaan dengan struktur organisasi sebagai berikut : Susunan Keanggotaan Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Karanganyar No.
Nama
Unsur Agama
Jabatan Dalam FKUB
1. Drs. H. Badaruddin, M.Ag
Islam
Ketua
2. Drs. H. Abdul Mu’id, MM
Islam
Wakil Ketua I
3. Pdt. N.E. Adnan
Kristen
Wakil Ketua II
4. Drs. Rusdan Arif
Islam
Sekretaris
5. Drs. Baidi, M.Pd
Islam
Wakil Sekretaris
6. H. Achmad Busyairi, M.Ag
Islam
Anggota
7. Hastono, S.ag
Islam
Anggota
8. H. Fachruddin, S.Ag., MM
Islam
Anggota
9. H. Ngadiman Nurhasan, A.Ma
Islam
Anggota
10. Ir. A. Sunarjo
Islam
Anggota
11. H. Rochmat Abdullah
Islam
Anggota
12. Sudana
Islam
Anggota
13. Drs. Ahmad Hudaya, M.Ag
Islam
Anggota
Katolik
Anggota
Islam
Anggota
14. Drs. Y. Herdinarso, MBA., MM 15. KH. Agus muh. Yusron
16. Sudjarwo Adi Pura
Hindu
Anggota
17. Pdt. Sigit Sutoyo
Budha
Anggota
Sumber : Keputusan Bupati Karanganyar No. 450/312 Tahun 2007 Dengan terbentuknya kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama sebagaimana yang terdapat dalam Diktum pertama dalam Keputusan Bupati Nomor 450/312 Tahun 2007 adalah : a. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, b. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan hubngan antar umat beragama, c. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati, d. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat, dan e. Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat. DIKTUM PERTAMA dalam Forum Kerukunan Umat Beragama yang keluar keputusannya pada tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2012 akan di biaya mengenai hal pendanaannya melalui pembiayaannya yang bersumber dari dan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Karanganyar.34
34
Bupati Karanganyar, Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 450/312 Tahun 2007 Tentang Pengukuhan Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Karanganyar Masa Bhakti 2007 – 2012. (Kabupaten Karanganyar, 2006)
Didalam sosialisasi sebagai bentuk realisasi dari program Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ini, dalam suatu acara kepentingan politik, Barangkali sudah jamak dan lumrah bila di jumpai seorang pejabat pemerintah setingkat Bupati atau yang lebih tinggi datang ke ulama atau tokoh agama hanya sekedar untuk minta restu atau minta didoakan, bahkan yang lebih banyak lagi ulama hanya dibutuhkan bagi umara hanya untuk memimpin doa pada acara-acara resmi kenegaraan. Namun, lain halnya seperti seorang Hj. Rina Iriani Ratnaningsih, MHum., Bupati Karanganyar ini datang silaturahim kepada Al-Ustadz untuk mensosialisasikan program-progarm kerjanya sekaligus mohon dukungan dari AlUstadz dan warga MTA khususnya yang berasal dari perwakilan dan cabangcabang di Karanganyar.35 Pada kesempatan yang pertama kalinya pertemuan ini, Al-Ustadz maupun Bupati Karanganyar saling memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang sedang dijalankan masing-masing. Al- Ustadz menyampaikan bahwa di MTA pada setiap ahad ada kegiatan rutin yang sudah berjalan bertahun-tahun yaitu pengajian ahad pagi dan Munas yaitu pertemuan para pengurus tingkat nasional. Khusus di bulan Ramadhan. Sejak tahun 2007 sampai dengan saat ini, MTA mempunyai kegiatan yang dinamai Nafar Ramadhan yang terbagi dalam tiga periode, dimana pada saat kunjungan kali ini sudah berjalan dua periode sehingga tinggal menyisakan satu periode lagi.36
35
Sutikno, “Umara Bertemu Ulama : Bupati Karanganyar Sowan ke Al-ustadz Drs. Ahmad Sukina”, artikel diakses pada tanggal 11 april 2009 dari http://mta online.com/v1/indexphp?option=com_content&task-view&id-244&-Itemid-37 36 Wardoyo, “Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani : “Ngemong, Momong Rakyat,” artikel diakses tanggal 23 Januari 2008, dari http://harianjoglosemar.com/indexphpoption=com_content&task=view&id=4470&Itemid=1
Sementara itu Bupati Karanganyar Hj. Rina Iriani MHum, di hadapan AlUstadz maupun seluruh pengurus yang hadir pada siang itu menyampaikan permohonan maaf karena baru pertama kalinya bisa sowan ke Al-Ustadz, dan juga menyampaikan terima kasih kepada Al-ustadz yang telah berulang kali rawuh ke Karanganyar untuk melakukan pembangunan moral terhadap masyarakat Karanganyar. Bupati juga sangat “Nggumun” atau heran dengan adanya kegiatan Munas MTA yang diadakan setiap Minggu dengan sangat sederhana ini, karena biasanya setiap organisasi yang mengadakan munas itu digelar di hotel selama beberapa hari. Mudah-mudahan Kabupaten karanganyar bisa mengambil contoh yang ada di MTA ini. Selanjutnya Bupati juga mensosialisasikan program-program kerjanya yang sedang digalakkan di wilayah Karanganyar guna menjadikan Karanganyar menjadi Kabupaten Beriman dan bertaqwa. Dari beberapa program yang ada pada FKUB Karanganyar yang sedang diupayakan dan sudah berjalan sampai saat ini ialah ; pertama, adanya program Tarling (Tarawih Keliling), dimana setiap pejabat sampai dengan tingkat kepala desa (lurah) wajib untuk memimpin kegiatan tarawih keliling ini sekaligus ikut mensosialisasikan program-program pemerintah daerah. Selama bulan Ramadhan ini Pendhopo Kabupaten disulap menjadi rumah rakyat yaitu dijadikan Base camp
bagi anak-anak muda untuk kegiatan pengajian dan ibadah lainnya dalam rangka menuju beriman dan bertaqwa.37 Program yang lain yang termasuk dalam program FKUB dalam formasi FKUB kepengurusan MTA adalah “Rumah Zakat” dimana setiap warga masyarakat yang sudah berkemampuan agar mengeluarkan zakat 2,5% dari penghasilannya. Ketika program ini dijalankan banyak sekali tantangannya, bahkan didemo oleh warga masyarakat yang tidak setuju adanya Zakat 2,5% ini, maka beliau mengatakan, “ Kalau demo ke saya masalah zakat itu salah alamat, tetapi kalau demo ya kepada Allah, karena Allah yang mewajibkan membayar Zakat”38. Untuk mengawali program rumah zakat ini bupati Karanganyar bersama dengan jajaran Pemda karanganyar setiap bulannya menyerahkan seluruh gajinya kepada rumah Zakat, dan akhirnya dapat tanggapan yang baik dari warga masyarakat, sehingga saat ini setiap bulan bisa terkumpul sebanyak Rp. 70 juta, sedangkan harapannya bisa mengumpulkan sebesar Rp. 250 juta. Perkataan Bupati Karanganyar yang mengatakan jika target dari rumah zakat bisa terkumpul seperti yang ditargetkan, maka di Karanganyar tidak akan ada lagi “Tumin” (tukang minta-minta), karena dengan uang zakat tersebut dapat digunakan untuk memberdayakan mereka. Program yang lain yang Bupati Karanganyr sampaikan, adalah “PERKUIS” (Persatuan Kerukunan Umat Islam) yaitu forum kerukunan antara organisasi-
37
“Bupati Karanganyar Mundur,” artikel diakses tanggal 17 Juli 2009, dari http://www.kompas.com/readxml/2008/07/17/2152534bupatikaranganyarmundur 38 http://harianjoglosemar.com/indexphp-option=com_content&task=view&id447-0Itemid1
organisasi dan lembaga
Islam
yang
ada di Karanganyar
diantaranya
Muhammadiyah, NU, MTA dan LDII. Ada lagi program yang benar-benar tidak umum dan sangat kontemporer adalah gerakan “STOP MUNJUNG”, yaitu meniadakan kebiasaan yang tidak baik namun sudah mengakar yaitu budaya munjung atau memberikan makanan yang berupa ayam ingkung (ayam utuh yg dipanggang) kepada orang yang lebih kaya seperti pejabat. Karena biasanya orang yang munjung ini pasti ada pamrihnya, sedangkan orang yang dipunjung itu orang yang kaya dan sibuk, sehingga tidak sempat membuka atau makan punjungan tersebut, maka kebiasaan ini sangat “Mubadzir”. Pada kesempatan terakhir pada pertemuan ahad siang dihadapan seluruh pengurus MTA kali ini beliau melaporkan bahwa MTA di Karanganyar sangat baik dan beliau mengharapkan agar setiap cabang MTA bisa mendukung dan memberikan masukan terhadap program-programnya, namun beliau sangat menyayangkan kenapa dari 19 Kecamatan yang ada di Karanganyar masih ada 2 kecamatan yang belum ada cabang MTA.39 3. Program Ratna RATNA adalah singkatan dari “Rakyat Terdaftar Negara Aman”, merupakan salah satu program kerja Bupati dalam hal kependudukan dan catatan sipil. Program kerja dari “Rakyat Terdaftar Negara Aman” atau yang lebih dikenal dengan sebutan program RATNA ini adalah salah satu program kelanjutan dari
39
Sutikno, “Umara Bertemu Ulama : Bupati Karanganyar Sowan ke Al-ustadz Drs. Ahmad Sukina”, artikel diakses pada tanggal 11 april 2009 dari http://mta online.com/v1/indexphp?option=com_content&task-view&id-244&-Itemid-37
bupati yang sama yaitu Rina Iriani Ratna Ningsih sebelum dia mengikuti kembali bursa pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Karanganyar. Hingga sampai pada terpilihnya kembali Rina iriani Ratna Ningsih untuk kedua kalinya dalam kontes pemilu bupati di Karanganyar-Solo. Sedangkan jika ditelusuri dari Latar belakang terbentuknya program RATNA ini antaralain ; untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka tertib administrasi kependudukan, sehingga tingkat kesadaran masyarakat tersebut akan semakain tinggi bersamaan dengan tingginya tuntutan masyarakat terhadap aparatur pemerintahan yang ada di daerah., Ide awal dari lahirnya program RATNA ini dilatar belakangi oleh beberapa hal, antara lain : Kondisi geografis Kabupaten Karanganyar yang begitu luas dan banyak wilayah yang jauh dari pusat pelayanan, Masih lemahnya tingkat kesadaran penduduk dalam mengurus dokumen kependudukan khususnya Akta Kelahiran, KTP, dan Kartu Keluarga (KK), dan masih banyaknya penduduk yang belum memiliki akta kelahiran dan KTP serta Kartu Keluarga. Untuk mengatasi permasalahan public tersebut diatas melalui program RATNA ini maka pemerinrtahan daerah bersama dengan petugas DISDUKCAPIL perlu menyiapkan service front office yang nantinya dapat melakukan pelayanan jemput bola, sehingga masyarakat akan mendapat pelayanan langsung dari petugas DISDUKCAPIL.40 Dengan di galangkannya program “Rakyat Terdaftar Negara Aman” atau RATNA ini, Pemerintah Kabupaten Karanganyar memiliki tujuan yang hendak dicapai, yaitu : melalui program RATNA ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar 40
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Karanganyar, RATNA (Rakyat Terdaftar Negara Aman), (Karanganyar : DISDUKCAPIL Kabupaten Karanganyar, 2009)
akan berupaya mendekatkan pelayanan pembuatan Akta Kelahiran, Kartu Tanda Penduduk
(KTP), Kartu Keluarga (KK), sehingga dengan adanya program
RATNA ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar akan lebih memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan mengenai kependudukan melalui kantor dinas kependudukan pencatatan sipil, Pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui program RATNA ini akan mempercepat terwujudnya tertib administrasi di bidang kependudukan terutama dalam hal Akta Kelahiran, KTP, dan KK. Selain dua tujuan tersebut diatas, program RATNA juga bertujuan mengurangi beban biaya transport masyarakat untuk mengurus Akta Kelahiran, KTP dan KK, dan memberikan pelayanan secara cepat, tertib, murah serta terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan dari program RATNA (Akta Kelahiran, kartu Keluarga, dan Kartu Tanda Penduduk) ini harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Pembuatan Akta Kelahiran - Mengisi formulir
permohonan
yang diketahui oleh Kepala
Desa/Lurah dan Camat, - Surat pengantar dari Kepala Desa/lurah dan diketahui oleh Camat, - Surat kelahiran dari Kades/Lurah asli, - Foto copy surat nikah dilegalisir, - Foto copy KTP dan KK, - Foto copy KTP pemohon, dan - Menghadapkan dua orang saksi dan melampirkan foto copy KTP.
2. Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) -
Surat keterangan dari ketua RT,
-
Mengisi formulir yang disediakan Desa/Kelurahan,
-
Fotocopy KK dilegalisir Kepala Desa/Lurah,
-
Foto copy Akta Kelahiran/Ijazah dilegalisir, dan
-
Pemohon KTP dating sendiri untuk difoto.
3. KTP Perpanjangan -
Surat keterangan dari ketua RT,
-
Mengisi formulir yang disediakan Desa/kelurahan,
-
Fotocopy KK dilegalisir Kepala Desa/Lurah,
-
Membawa KTP yang habis masa berlakunya, dan
-
Pemohon KTP dating sendiri untuk di foto.
4. Pembuatan Kartu Keluarga -
Surat pengantar dari ketua RT, Desa/Kelurahan,
-
Mengisi blangko permohonan,
-
Mengisi formulir isian biodata untuk WNI,
-
Fotocopy surat nikah,
-
Fotocopy Akta Kelahiran, dan
-
Fotocopy data penunjang lain yang diperlukan. 41
Melalui program RATNA (Rakyat Terdaftar Negara Aman), setidaknya begitu banyak manfaat yang diperooleh masyarakat setempat maupun manfaat
41
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Karanganyar, RATNA (Rakyat Terdaftar Negara Aman), (Karanganyar : DISDUKCAPIL Kabupaten Karanganyar, 2009)
untuk pemerintah. Diantara manfaat yang diperoleh dari program RATNA yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten karanganyar diantaranya : a.
Manfaat bagi pemerintah Dengan adanya pelayanan secara langsung yang dapat menjangkau
masyarakat di kecamatan / desa, sehingga tuntutan terhadap peningkatan pelayanan dari aparatur pemerintah dapat terpenuhi. Jika selama ini programprogram yang pro-rakyat belum begitu prima, kini, dengan adanya program yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten karanganyar dalam bentuk program RATNA aparatur pemerintah dapat terpenuhi melalui pelayanan di kecamatan dan tingkat desa, meningkatnya pendapatan daerah melalui reribusi pelayanan administrasi kependudukan, terwujudnya kepastian status hokum seseorang, dan terwujudnya tertib administrasi kependudukan. b.
Manfaat bagi masyarakat Bagi masyarakat, program RATNA yang di selenggarakan oleh Pemerintah
Kabupaten Karanganyar telah begitu banyak bermanfaat bagi masyarakat. Pada awalnya masyarakat hanya tahu masalah kependudukan hanya sampai pada tingkat desa dan kecamatan saja, semenjak di canangkannya program RATNA kini masyarakat Karanganyar idak lagi berhadapan pada aparatur pemerintahan tingkat kecamatan atau desa saja, melainkan akan berhadapan langsung dengan petugas dari Dinas kependduukan dan Catatan Sipil. Sehingga informasi dan halhal yang berkaitan dengan pelayanan administrasi kependudukan dapat diterima dari tangan pertama, tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparatur makin meningkat, karena penyerahan berkas dan biaya langsung kepada petugas dari
Dinas kependduukan dan Catatan Sipil dapat dipertanggungjawabkan serta dapat menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang kelak dapat merugikan masyarakat, masyarakat mendapatkan serta memiliki jaminan kepastian hokum atas hak sipilnya, kemudahan untuk mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan dengan prosedur sederhana dan biaya yang ringan, dan dengan dokumen KK, KTPdan Akta Kelahiran masyarakat dapat mengetahui identitasnya. 4. Program Larasita Program Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam bentuk Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah (LARASITA) bukanlah semata-mata karena prakarsa pemkab Karanganyar sendiri, program LARASITA di kabupaten Karanganyar ada karena terbitnya perpresNo. 10 Tahun 2006 yang merupakan awal kebangkitan Badan Pertanahan Nasional baru, yaitu Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Saat ini paling tidak ada tiga tugas besar yang harus dilaksanakan kantor pertanahan, yaitu melaksanakan Program Pembaruan Agrarian Nasional (PPAN), menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan serta mewujudkan pelayanan public yang prima. Keberhasilan dalam melaksanakan tugas tersebut akan mendukung tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pengemban amanat konstitusi yang digariskan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) dan UU No. 5 tahun 1960 (UUPA).42 Kantor pertanahan Kabupaten Karanganyar yag merupakan kepanjangan tangan dari badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Kabupaten 42
Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar, LARASITA”Layanan Rakyat untukSertifikasTanah” (Upaya Membangun Public Trust Menuju BPN Baru), (Kabupaten Karanganyar : Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar, 2007), h. 1
Karanganyar, bertekad melaksanakan tuntutan tersebut dengan berbagai upaya dan berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tanah sebagai sumber kemakmuran rakyat yang berkeadilan. Mengingat selama ini sudah menjadi opini umum di tanah air menyangkut rumitnya pengurusan surat sertifikat tanah, lama, berbelit-belit, tidak jelas dan segudang permasalahan lain yang mewarnai setiap pengurusan surat-surat tanah. Hal-hal semacam ini terkesan disengaja oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan, sehingga membawa dampak terhadap kualitas pelayanan pertnahan. Keadaan ini pada gilirannya menyebabkan orang enggan mengurus hak atas tanah yang dikuasai/dimilikinya. Berdasarkan evaluasi terhadap jumlah bidang tanah yang sudah bersertifikat di Karanganyar pada kurun waktu 2002 – 2004, diketahui bahwa ada 36 desa di 10 kecamatan, selama kurun waktu tersebut penambahan bidang tanah yang bersertifikat kurang dari 100 bidang. Desa-desa tersebut umumnya terletak di kecamatan-kecamatan yang cukup jauh dari pusat kota Karanganyar, keadaan ini sangat memprihatinkan, karena banyak pemilik tanah yang tidak bisa dating sendiri ke kantor dinas pertanahan, dengan kata lain mereka hanyalah “meminta tolong” pada pihak ke-tiga/calo. Cara seperti ini selain mahal, juga bisa mengecewakan pemilik tanah. Banyak keluhan yang ditujukan kepada kantor pertanahan karena tanah yang diurus tak kunjung selesai sertifikatnya, sementara itu kantor pertanahan tidak bisa memproses karena berkas tersebut belum atau
tidak diserahkan atau di daftarkan ke kantor pertanahan. Untuk menghindari hal semacam itu terjadi lagi, diperlukan cara jemput bola.43 Dengan digagasnya sebuah kegiatan yang memanfaatkan tekhnologi informasi yang dinamakan LARASITA atau Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah, berupa layanan front mobile yang online dengan kantor pertanahan. Nama LARASITA diberikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republic Indonesia DR.Ir.H. Joyo Winoto yang sekaligus meresmikan system pelayanan ini bersama dengan Bupati Karanganyar Hj. Rina Iriani Sri Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum., pada tanggal 19 Desember 2006 di Karanganyar. ”System pelayanan ini juga sebelumnya sudah di uji cobakan di hadapan Menteri Negara Pendayagunaan yang berjarak ± 20 km udara dari lokasi Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar. Pada tahun anggaran 2007, selain penambahan unit mobil akan di pasang juga 2 unit outdoor repeater di lokasi tertentu, sehingga system ini diperkirakan dapat menjangkau dan melayani masyarakat diseluruh wilayah kabupaten Karanganyar”. Sampai saat ini program LARASITA terus berkeliling dari desa ke desa untuk melayani masyarakat Kabupaten Karanganyar. Jika sebelum ada program LARASITA untuk mengurus sertifikat tanah pemilik tanah paling tidak harus datang 3 kali ke kantor pertanahan di lokasi Kabupaten dengan menghabiskan biaya transportasi dan lain-lain yang cukup besar, maka dengan adanya program LARASITA biaya tersebut di tiadakan. Di masa depan, program LARASITA yang sambil berjalan dan terus disempurnakan sistemnya, dan di tingkatkan kemampuan peralatan teknologinya, dapat dikembangkan sebagai model pelayanan pertanahan diseluruh Indonesia secara nasional. 43
Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar, h.2-4
Program Layanan untuk Sertifikasi Tanah dengan sistem layanan keliling yang selama ini diterapkan Kabupaten Karanganyar dinilai berhasil. Oleh sebab itu, program yang diberi nama LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) tersebut akan dikembangkan menjadi program nasional dan diterapkan secara meluas di seluruh Indonesia.44 “Program LARASITA sangat baik. karena program LARASITA yang diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Karanganyar selama ini terbukti mampu memberikan akses kemudahan dalam meningkatkan percepatan layanan bagi masyarakat terkait proses sertifikasi tanah. Untuk pertama kali Kantor BPN tercatat dalam rekor MURI dalam hal kecepatan dan kemudahan layanan,” Program LARASITA yang dilaunching Pemerintah Kabupaten Karanganyar yang bekerjasama dengan BPN Kabupaten Karanganyar pada akhir tahun 2006 lalu mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Program LARASITA masuk catatan rekor MURI yang ke-2.974 sebagai rekor pelayanan sertifikasi tanah dengan mobil keliling pertama di Indonesia. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Taufik Effendi) menilai, “keberhasilan program ini merupakan inovasi baru dalam hal layanan publik yang akan mengubah
paradigma
lama
dalam
sistem
birokrasi
pemerintahan”.45
”Program LARASITA Ini merupakan bentuk reformasi birokrasi utamanya dalam hal layanan kepada masyarakat. Sebab selain memberi akses kemudahan bagi masyarakat, sistem jemput bola yang diterapkan dalam layanan sertifikasi tanah
44
Taufik Effendi, “Program Larasita di Karanganyar Akan Dikembangkan Nasional”, Artikel tanggal 17 Mei 2009, dari ttp://harianjoglosemar.com/index.php?option=com _content&task=view&id=4281 - 35k 45 Yok, “Bupati Karanganyar’Hj. Rina Iriani, Momong Rakyat”, Artikel diakses tanggal 17 Mei 2009, dari ttp://www.kapanlagi.com/h/0000229733.html-20kdiakses
juga akan menutup peluang munculnya praktek pungutan liar yang selama ini masih terjadi,”.
Sementara itu, Kepala BPN Karanganyar, M Rukhyat Noor
menambahkan, program LARASITA telah mengubah paradigma baru dalam percepatan layanan sertifikasi tanah. Hal itu terbukti dengan peningkatan jumlah sertifikat yang diterbitkan setiap bulan yang mencapai 2.500 lembar sertifikat per bulan. Sebab itu, Rukhyat yang segera bertugas di BPN pusat ini menyatakan, sistem layanan sertifikasi keliling tersebut akan dikembangkan ke seluruh daerah di Indonesia secara bertahap. Untuk tahap terdekat, sistem tersebut akan difokuskan untuk diterapkan di daerah padat penduduk yang tingkat kebutuhan sertifikatnya tinggi. “Sementara dalam waktu dekat sistem ini akan diterapkan di 30 kabupaten/kota di 11 provinsi di Indonesia. Selanjutnya secara bertahap akan dikembangkan ke seluruh daerah di Indonesia, Untuk mengembangkan sistem layanan, lanjut dia, nantinya layanan sertifikasi keliling akan diarahkan menggunakan teknologi internet. Selain mempermudah dan mempercepat layanan, penggunaan teknologi internet diharapkan dapat memperluas jangkauan layanan ke pelosok daerah.
Bahkan, jika memungkinkan pemerintah akan
menggagas layanan sertifikasi sistem online yang nantinya dapat mengakses sertifikasi lintas daerah. 46 “Jadi suatu saat nanti masyarakat yang punya tanah di luar daerah jika ingin mengurus sertifikat tidak perlu datang ke daerah itu. Cukup dengan mendaftar melalui sistem online saja,”jelasnya. Sementara itu, Bupati
46
M Rukhyat Noor, “Program Larasita Telah Menciptakan Paradigma Baru dalam Percepatan Layanan Sertifikat Tanah di Karanganyar”, Artikel diakses tanggal 10 Mei 2009, dari http://harianjoglosemar.com/index.php?option=com _content&task=view&id=4281 - 35k -
Karanganyar, Rina Iriani mengatakan program Larasita merupakan gagasan yang berangkat dari keluhan masyarakat terkait dengan proses sertifikasi tanah. Dikatakannya, sebelum ada program ini, ia sering mendapatkan keluhan warga yang kesulitan dalam memproses pembuatan sertifikat tanah. 5. Program Desisera Desa Sehat Sejahtera yang selanjutnya disingkat menjadi DS3 / DESISERA dimana suatu desa telah mempunyai kesiagaan bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakatnya, sesuai dengan perumusan system kesehatan desa. (SKD). DS3 atau DESISERA berasal dari masyarakat, dibentuk dan dilaksanakan masyarakat serta bermanfaat untuk masyarakat pula. Sedangkan pondasi dasar dari penerapan konsep DESISERA di karanganyar ini adalah sebagai pemikiran dasar Perintah Kabupaten Karanganyar untuk dapat melakukan pembangunan kesehatan yang merupakan tanggung jawab bersama dari segenap masyarakat, bukan hanya tanggung jawab insane kesehatan. Dalam perumusan konsep Desa Siaga Sehat Sejahtera ini karena atas dasar pemikiran bahwa masyarakat Karanganyar memerlukan pendampingan agar arah dan tata laksana implementasinya dapat terlaksana dan efisien. Di Kabupaten Karanganyar, pada tahun 70-an telah dikembangkan model pembangunan kesehatan masyarakat di tingkat Desa (PKMD) melalui pendekatan edukatif dan partisipatif. Di Kabupaten Karanganyar monument dari kegiatan tersebut yang masih terlaksana sampai saat ini yaitu berbagai bentuk UKBM antara lain : Posyandu, kelompok dana sehat, kelompok dana kesehatan
(promokesa) dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut memberikan kontribusi yang nyata terhadap perbaikan derajat kesehatan masyarakat dengan partisipasi masyarakatnya.47 Dengan dicanangkannya program Desa Siaga Sehat Sejahtera ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar bersama dengan Kantor Dinas Kesehatan memiliki maksud untuk menggerakkan pembangunan desa yang berwawasan kesehatan, ingin memberdayakan desa menuju kemandirian dalam upaya pembangunan khususnya kesehatan masyarakat, membudayakan masyarakat agar dapat berperilaku hidup sehat, serta mengkondisikan pemberdayaan/pemanfaatan segenap sumber daya yang ada di desa secara efektif, efisien dan bertanggung jawab secara komprehensif dan holistic. Sedangkan tujuan dengan di adakannya program Desa Sehat Siaga Sejahtera ini secara umum memiliki tujuan untuk mewujudkan desa yang sehat dan sejahtera., secara khusus tujuan dari program tersebut adalah untuk mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat yang ramah lingkungan, dapat menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan harmonis, agar terselenggaranya upaya kesehatan masyarakat paripurna secara komprehensif dan holistic, pemkab bersama dengan kantor dinas kesehatan Kabupaten Karanaganyar mampu memberikan motivasi kepada masyarakat guna terselenggaranya system pembiayaan pemeliharaan kesehatan masyarakat yang berkualitas dan terkendali,
47
M Rukhyat Noor, “Program Larasita Telah Menciptakan Paradigma Baru dalam Percepatan Layanan Sertifikat Tanah di Karanganyar”, Artikel diakses tanggal 10 Mei 2009, dari http://harianjoglosemar.com/index.php?option=com _content&task=view&id=4281 - 35k -
dan berusaha untuk dapat menciptakan kondisi kehidupan masyarakat desa yang harmonis. Program Desa Siaga Sehat sejahtera yang ada di kabupaten Karanganyar memiliki visi dan misi sebagai berikut: Visi : Terwujudnya Desa Sehat Sejahtera Misi : 1. Mewujudkan komitmen stake holder dalam upaya mencapai desa sehat sejahtera yang mandiri 2. Mewujudkan wadah partisipasi masyarakat yang dapat memberikan kontribusi dalam mencapai desa sehat sejahtera 3. Menciptakan dan melaksanakan mekanisme partisipasi masyarakat yang bertanggung jawab dalam upaya kemandirian hidup sehat 4. Membangun kemandirian untuk hdup sehat mulai dari individu, keluarga dan masyarakat. 5. Membudayakan perilaku hidup sehat. Sedangkan parameter dengan diprogramkannya program Desa Sehat Sejaherta ini adalah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), adanya komitmen peperwujudan, pemeliharaan dan terjaganya desa sehat dan sejaherta, forum fasilitator desa dapat berfungsi secara maksimal dan prima, tersedianya SDM yang siaga serta dapat berfungsi secara optimal, tersedianya penanggungjawab setiap kegiatan, poliklinik kesehatan desa berfungsi, dan UKBM berfungsi.
Subdin Kesehatan Keluarga dan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar Tahun 2005 SKD System Kesehatan Desa
Nakes Siaga Keluarga Siaga Warga Siaga
♦ ♦
DS3 Desa Siaga Sehat Sejahtera (Pendekatan PKMD)
Fasilitator Desa (FFD) Penanggung Jawab Kegiatan
Lokasi Kegiatan
Forkomnas Media Promkes Wadah sumber daya
Kegiatan : o Skema bantuan keuangan/dana (mekanisme pendanaan) o Skema bantuan transportasi (mekanisme transport) o Skema kemitraan o Skema kegiatan prioritas o Mekanisme pemberitahuan : Upaya pendataan, pemetaan Posyandu (Revipos) Polindes (PKD)
PKD POSYANDU UKBM lainnya
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar Tahun 2006
BAB IV ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN BUPATI RINA IRIANI SRIRATNANINGSIH A. Strategi Kepemimpinan Politik Beberapa daerah mulai melihat bahwa perempuan merupakan stakeholder yang perlu dipertimbangkan, walaupun klise yakni perempuan dilirik untuk mendulang perolehan suara. Namu lain halnya dengan Rina Iriani Sriratnaningsih yang terpilih sebagai seorang kepala daerah di Kabupaten Karanganyar hingga saat ini. Adapun beberapa strategi politik yang digunakan oleh Rini iriani Sriratnaningsih, yakni; 1.
Tidak
menjadikan
jabatan
sebagai
satu-satunya
tujuan
untuk
mendapatkan kekayaan. Akan tetapi jabatan sebagai kepala daerah dimata Rina adalah merupakan amanah yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, tanpa harus menajdikan jabatannya sebagai kepala daerah sebagai media untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. 2.
Selain itu dilihat dari background Rina dalam kehidupan sosialmasyarakatnya bisa dijadikan sebagai barometer untuk meraih kekuasaan ataupun pendulangan suara yang besar, serta ketika dia masih menggeluti dunia tarik suara, dimana rina telah mampu meraup keuntungan yang besar secara materi. Namun dari keuntungannya itu dia tidak menggunakan sebagai pemuas kehidupan keluarga dan dirinya semata. Namun, dia menyalurkan keuntungannya itu pada Dinas sosial Kabupaten Karanganyar untuk dapat disalurkan bagi orang-orang yang
benar-benar membutuhkan. Suatu sikap seperti inilah terpilihnya Rina melalui suara terbanyak di DPRD. Walaupun sempat terganjal masa pelantikannya selama 14 bulan lamanya Kabupaten Karanganyar vakum adari kepemimpinan. B. Strategi dalam Meraih Kepemimpinan Ketika terpilihnya Rina sebagai bupati Karanganyar berdasarkan pemilihan yang dilakukan DPRD, sempat terjadi kontroversial. Sebab, lebih dari satu tahun setelah proses pemilihan dilakukan, dirinya tidak langsung dilantik oleh Gubernur Jawa Tengah H Mardiyanto. Sehingga menyebabkan kedudukan Bupati dan Wakil Bupati sempat mengalami kevakuman. Setelah terkatung-katung selama 14 bulan, akhirnya pada tanggal 15 Desember 2003 Rina Iriani Sri Ratnaningsih beserta pasangannya KRMTH Drs Sri Sadoyo MM dilantik Gubernur Jawa tengah sebagai Bupati dan Wakil Bupati Karanganyar. Keterlambatan pelantikan dirinya bukan semata-mata karena ia cuma seorang perempuan desa yang berprofesi sebagai guru di sekolah dasar, sehingga dipandang tidak layak memimpin sebuah wilayah yang cukup strategis. Namun semua konflik itu muncul karena adanya perseteruan politik yang amat tajam. Dalam meraih kekuasaan Rina tidaklah mengedepankan ambisi semata untuk meraih kekuasaan guna mendapatkan kepemimpinan sebagai Kepala Daerah. namun dalam berpolitik Rina bermain terbuka dan tidak menggunakan politik uang, sebagaimana dituduhkan banyak kalangan. Kalau dalam Pilkada Rina mampu meraih 25 suara dari 45 anggota dewan yang ada, itu merupakan kondisi
riil dari masyarakat Karanganyar yang ingin dipimpin oleh seorang bupati perempuan.48 Peristiwa itu telah terjadi dua tahun lalu. Rina, kini berkonsentrasi untuk membangun Karanganyar untuk tiga tahun ke depan, dengan prioritas utama peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat miskin, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di beberapa wilayah. Karena masih banyak warga yang hidup di bawah garis kemiskinan.. Keseriusan Rina dalam bekerja telah mengundang decak kagum bukan saja warganya, tetapi juga DPRD Karanganyar yang sebelumnya sempat "menjegal". Seperti juga beberapa kepala daerah lainnya, Rina memang sosok yang pandai dan pintar membaca serta memanfaatkan peluang. Alasannya, dia menginginkan di wilayahnya masyarakat dapat hidup sejahtera. Kemiskinan harus dikikis habis dan itu mendapat perhatian khusus dari pemerintahan daerah Karanganyar. Banyak kemajuan yang dialami Kabupaten Karanganyar, selain pembangunan fisik, warga miskin di daerah itu telah berkurang hingga lebih dari setengahnya. Dari 799.461 jiwa penduduk Karanganyar atau terdiri atas 218.425 KK, sebelumnya terdapat 48.345 KK tergolong keluarga pra sejahtera.49 "Kemiskinan di Kabupaten Karanganyar telah dan terus ditangani secara komprehensif dan berkelanjutan oleh pemerintah setempat," kata peraih penghargaan Citra Kartini Tahun 2003 lalu. Dalam meraih kepemimpinan, meskipun Riona seorang perempuan dia bagaikan seorang politikus ulung. Kedekatannya dengan
48 49
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=129495 BPS Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2006, (BPS Kab.
Karanganyar : BPS Kab. karanganyar, 2006) h. 6
masyarkat mampu menyedot perolehan suara yang cukup signifikan pada pelaksanaan Pilkada yang dilaksanakan secara LUBER. Dengan mengangkat issue gender Rina tidak lantas patah arang, dia justeru ingin membuktikan bahwa perempuan tidak seharusnya selalu dikesampingkan dalam hal kekuasaan didunia politik terutama dalam hal meraih kekuasaan. C. Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan Rendahnya representasi politik perempuan di tingkat lokal, seperi yang ada di Kabupaten karanganyar didalam pemerintahannya dikemudikan oleh seorang kepala daerah perempuan seperti Rina Iriani Sriratnaningsih telah menjalankan amanah rakyat yang berat yakni mengemban tugas untuk membangun daerahnya baik dalam segi infrastruktur maupun SDA dan SDMnya, memang suatu kenyataan statemen bahwa kemajuan suatu daerah dapat ditopang dengan handalnya indikator serta faktor SDA yang berkualitas dalam bidangnya masingmasing. Didalam menjalankan masa kepemimpinan di daerahnya Bupati rina setidaknya telah mencanangkan beberapa program yang dianggap sebagai program yang pro-rakyat sekaligus mencerdaskannya. Diantara program tersebut yakni Larasita, kerukunan nasional, Desisera (DS3), sampai pada program kerukunan antar umat beragama. Selain itu tingkat loyalitas Bupati Rina terhadap masyarakat yangdipimpinnya dapat dijadikan sebagai barometer kedekatan antara rakyat dengan pimpinan daerahnya. Terlihat sangat jelas strategi yang digunakan oleh Bupati Rina yang pro rakyat yakni ketika terjadinya bencana alam yang meluluh lantakkan daerah
karanganyar, tanpa melihat dia sebagai seorang kepala daerah sekaligus sebagai orang nomor satu didaerahnya, Bupati Rina ini terjun langsung untuk mengantisipasi korban bencana yang ada didaerahnya, sehingga dengan sikap seorang pimpinan daerah seperti Bupati rina ini rakyat mampu menilai ketegasan, kelembutan, serta kesigapan dan luhurnya seorang kepala daerah seperti Rina ini. Sehingga jika memang Rina kembali terpilih pada Pilkada di karanganyar pada tahun 2008 lalu itu merupakan suatu upaya dan usaha yang maksimal dalam mengapresiasikan sekaligus mengintegrasikan sesuatu yang layak diberikan kepada rakyatnya. Selain itu loyalitas serta loby politik yang relatif bersih praktek Korupsi, kolusi dan nepotisme juga dapat dikatakan sebagai suatu strategi yang handal ketika dia terpilih kembali pada masa kepemimpinannya untuk periode 2008-2013 saat ini. D. Strategi dalam mempertahankan Kepemimpinan Dalam mempertahankan kepemimpinannya, usaha serta upaya agar tetap eksis Rina tidak lah terlalu berambisi untuk tetap mempertahankannya dengan kekuasaan yang telah dipangkunya. Menurut Rina kekuasaan bukanlah sematamata tujuan. Namun, kekuasaan adalah amanah yang harus diperjuangkan dengan segenap tenaga dan fikiran. Dengan bermodalkan masa-masa sebelum Rina menjadi seorang nomor satu di Kabupaten karanganyar membuat Rina dengan masyarakat yang dipimpinnya terasa begitu sangat romantis. Ini terlihat ketika Kabupaten Karanganyar di landa bencana yang telah begitu banyak memakan korban. Baik secara materi maupun immateri.
Ketika masa-masa kepemimpinan Rina akan berakhir, dan di Kabupaten Karanganyar akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, Rina tidaklah begitu respon dengan kondisi seperti itu. Bahkan sikapnya yang santai telah membuat rina mampu menerima keputusan apapun dari rakyatnya. Baik dia sebagai seorang kader salah satu partai politik (PDIP) maupun sebagai seorang kepala daerah. Jabatan cumalah amanah, bukan tujuan dalam meraih kepentingan apalagi untuk memperkaya diri. Menjelang digelarnya Pilkada Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, pada Oktober 2007, suhu politik di Kabupaten yang terletak di bawah kaki gunung Lawu, semakin memanas. Desakan agar Bupati Karanganyar, Jawa Tengah yang saat ini masih dijabat Rina Iriani untuk mundur dari jabatannya semakin menguat. Salah satu mantan anggota DPRD yang kebetulan mantan pengurus DPC PDIP Karanganyar, Aryadi mengatakan, sejak Rina Iriani mendapatkan surat rekomendasi persetujuan kembali maju dalam pilkada Bupati Karanganyar periode 2008 - 2013 melalui PDIP, sudah selayaknya mundur dari jabatannya, agar netralitas pemerintahaan di Kabupaten Karanganyar tetap terjaga dan tidak berpihak kepada satu partai saja. Menurut Aryadi, apabila yang bersangkutan (dalam hal ini bupati Rina) tidak mundur dari jabatannya sebagai bupati, jelas akan mempengaruhi jalannya pemerintahaan. Pasalnya, kepentingan partai lebih mendominasi dari pada kepentingan mengabdi kepada masyarakat. "Contoh kongkretnya saja, dalam pilkada Gubenur lalu yang mana alat peraga calon lain, dicopot satpol PP. Namun
partai pemberi rekomendasi alat peragaannya tidak dicopot. Tentu saja mendapat protes tim sukses calon gubenur partai lainnya." Selain itu, Aryadi juga meyayangkan pihak PDIP memberikan surat rekomendasi pencalonan kepada Rina Iriani saat yang bersangkutan masih menjabat sebagai Bupati. Seharusnya, surat rekomendasi tersebut diberikan saat tidak menjabat sebagai bupati. "Terlepas dari kepentingan partai, rekomendasi seharusnya diberikan saat tidak menjabat lagi sebagai bupati," terangnya. Lebih lanjut, pihaknya akan meminta kepada DPRD untuk segera mengirimkan surat kepada Mendagri agar mempercepat proses pengunduran Rina Iriani sebagai Bupati. Hal senada juga dilontarkan Ketua LSM Koalisi Rakyat Karanganyar Baris Lamhot. Menurut Lamhot penolakan Rina Iriani mundur dari jabatannya 14 hari sebelum pendaftaran Bakal calon Bupati oleh KPUD menunjukan arogansi seorang pemimpin.50 Sementara itu Bupati Karanganyar Rina Iriani ketika di konfirmasi lewat telepon dengan santai mengatakan, pihaknya sudah mengetahui banyaknya desakan agar dirinya mundur dari jabatannya. Secara tegas, Rina pun mengaku siap mundur dari jabatannya sebagai bupati. "Saya tidak usah menunggu Juli, sekarangpun kalau aturannya Mendagri begitu, dengan gagah perkasa, saya siap mundur," tandasnya. Ketika ditanyakan adanya larangan seorang PNS berpolitik dengan surat rekomendasi PDIP yang diterimannya? Menurut Rina, pihaknya telah lama mengajukan cuti diluar tanggungan negara. "Saya cuti diluar
50
RINA IRIANI SRI RATNANINGSIH, Tirakat Sebagai Penyeimbang Hidup, artikel diakses tanggal 16 Juni 2009 dari http://groups.yahoo.com/group/suarakorbanbencana/message2510
tanggungan negara. Saya sudah tidak digaji dengan status saya sebagai PNS sejak lama. Jadi saya boleh ikut berpolitik."51 Kabupaten Karanganyar pada masa Pemerintahan Bupati Rina Iriani Sri Ratnaningsih kondisi ekonomi maupun pendidikan, social, budaya mapun dalam dimensi lainnya banyak sekali mengalami perubahan. Kondisi seperti ini dapat dilihat jika sebelum kepemimpinan Bupati Rina Iriani Sri Ratnaningsih, masyarakat Kabupaten Karanganyar jarang bahkan sama sekali tidak tahu sosok dari pemimpin daerahnya. Lain halnya dimasa pemerintahan Bupati Rina Sri Ratnaningsih, masyarakat Kabupaten Karanganyar dapat mengenal lebih dekat sosok pemimpinnya secara langsung. Melalui program-program yang memasyarakat, seperti ; Larasita, Desisera, dan Kerukunan Nasional yang ada di Kabupaten Karanganyar.52 Secara ekonomi Kabupaten Karanganyar dapat dikatakan masyarakatnya cukup sejahtera, dan pengentasan pengangguran sudah mencapai 87%, pencerdasan kepada masyarakatpun cukup mengalami kemajuan yang signifikan. Melalui peminjaman modal tanpa agunan yang diselenggarakan secara bergilir oleh Kantor
Dinas Sosial Kabupaten Karanganyar
taraf
kesejahteraan
masyarakatpun mulai memperlihatkan angka yang menggembirakan. Dari dimensi pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Karanganyar, bahwa ; pembangunan infrastruktur tata ruang kota dan wilayah, kini Pemerintah Kabupaten karanganyar mulai memprioritaskan pada
51
http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/06/25/1/122000/desakan-rinamundur-dari-bupati-karanganyar-menguat 52 Wawancara pribadi dengan Nunung Keyno, Karanganyar, 15 Maret 2009
pembangunan
di
pusat
kota
Kabupaten
Karanganyar
sebagai
pusat
pemerintahan. 53 Berdasarkan rencana tata ruang, selain sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Karanganyar akan diprioritaskan sebagai pusat perdagangan dan kawasan bisnis yang pada gilirannya diharapkan akan mampu menyerap minat investor domestic maupun mancanegara. Sedangkan kawasan yang berada di utara dan selatan Kabupaten akan dijadikan sebagai kawasan pertanian holtikultura yang berada dalam naungan Kantor Dinas Pertanian dan Irigasi Wilayah yang memiliki tujuan untuk tetap mempertahankan ciri khas daerah yang bernuansa pedesaan yang alami.54
53 54
Wawancara pribadi dengan Widodo, Karanganyar, 25 Maret 2009 Wawancara pribadi dengan Nunung Keyno
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis meneliti, mendeskripsikan dan kemudian menganalisa datadata yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, maka dapat disimpulkan bahwa : 1.
Tidak semestinya persepsi tentang kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan didaerah maupun skala nasional seorang perempuan selalu dianggap sebagai sosok yang lemah, sehingga jika dia terlibat dengan politik, maka kekhawatiran akan hadir, karena gaya kepemimpinan yang mengedepankan genderisasi akan berakibat pada lemahnya pemerintahan yang dikelolanya.
2.
Bupati Rina Iriani Sri Ratnaningsih, melalui kehadirannya dimedan politik semenjak tahun 1996, telah menapak tilaskan bahwa kesetaraan gender sudah semestinya diangkat kepermukaan untuk disepadankan dengan kaum laki-laki yang ada diparlemen (khususnya politisi yang ada di DPRD). Melalui sikap yang lemah lembut dalam bernegara, berpolitik Bupati Rina Iriani Sri Ratnaningsih telah membawa paradigma politik di Kabupaten Karanganyar, bahwa kinerja seorang perempuan dalam berpolitik tidak serta-merta harus diidentikkan dengan kata ‘lemah’ dalam semua dimensi. Akan tetapi kata ‘lemah’ dalam gaya
kepemimpinannya haruslah disetarakan dengan bahwa perempuan seharusnya jadi makhluk yang disayangi, bukan untuk disakiti. 3. Melalui
kepemimpinan
Rina
Iriani
Sri
Ratnaningsih
Kabupaten
Karanganyar dapat dijadikan contoh teladan bagi daerah-daerah lain, bahwa keberadaan perempuan dalam dunia politik tak selamanya harus dipandang dengan sebelah mata. Akan tetapi melalui kerja keras, ulet, kontinuitas, dan kapabilitas tinggi yang dimiliki oleh seorang bupati perempuan di Kabupaten Karanganyar seperti Bupati Rina Iriani Sriratnaningsih telah menjadikan kedudukan perempuan dalam hal kesetaraan gender lebih dihargai oleh kaum politisi kaum laki-laki 4. Melalui kepemimpinan Rina Iriani Sri Ratnaningsih secara langsung maupun tidak langsung kaum laki-laki seharusnya dapat menjadikan penentuan sikap kepemimpinan yang lemah lembut, sigap, siaga, cermat dan siplin dalam kerja, ibadah maupun bermasyarakat yang telah dilakukan oleh Bupati perempuan tersebut sebagai tamparan keras sekaligus sikap politik yang nyata dan tegas bagi kaum laki-laki yang sedang atau akan menjadi seorang pemimpin disuatu daerah maupun dalam keluarganya dengan tujuan memajukan pembangunan didaerahnya. Dalam rangka memberdayakan potensi yang ada di daerahnya. Baik dalam hal sumber daya alam, terlebih dalam potensi sumber daya manusianya. 5. Selain itu, sebagai taktis untuk berpolitik, dengan program yang sudah berjalan atau tinggal melanjutkan dari program yang belum sepenuhnya terlaksana di tahun sebelumnya; seperti Desisera, Ratna maupun
kerukunan nasional, masyarakat maupun beragama untuk tujuan pembangunan daerah Karanganyar agar lebih maju dan bermartabat, ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari gaya kepemimpinan Bupati Irna ini, diantaranya : a. Kedekatan seorang pimpinan daerah yang benar-benar relevan dengan apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya melalui program-program yang dicanangkannya dengan cara terjun langsung ke lapangan bersama masyarakat, agar masyarakat lebih mengenal sosok pemimpin daerahnya yang mereka cintai yang dihasilkan dari pemilihan secara langsung (dibawah naungan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah yang dikaitkan dengan pelaksanaan PILKADA pada tiap-tiap daerah). b. Dengan adanya sosok Bupati perempuan di Karanganyar seperti Rina Iriani Sri Ratnaningsih, setidaknya selain sebagai seorang negarawan, politisi, yang kesehariannya disodorkan dengan tugas-tugas yang cukup berat, akan tetapi Bupati Rina tidak lupa bahwa dia adalah seorang ibu rumah tangga bagi suami dan anak-anaknya. Sehingga optimalisasi kinerja dalam rumah tangga dengan pemerintahan dapat berjalan secara balance karena dimotivasi oleh keluarga dan masyarakatnya. c. Selain itu sebagai jawaban atas penelitian yang telah dilaksanakan, pasca terpilih kembalinya Rina
Iriani Sriratnaningsih tingkat
partisipasi politik perempuan di Karanganyar setidaknya dapat
diperhitungkan dalam tingkatan perpolitikan nasional. Dengan pengertian melalui kelembutan hati, kesigapan, tegas, cepat tanggap terhadap maslah yang ada dilapangan, serta keterlibatan langsung kepala daerah dalam daerah bencana, dan criteria ini yang dapat dijadikan sebagai referensi tambahan bagi kepala daerah-kepala daerah lainnya selain dari golongan perempuan itu sendiri. d. Masalah genderisasi di kabupaten Karanganyar dapat terangkat ke atas dunia pemerintahan berkat terpilihnya Rina Iriani Sriratnaningsih pada Pilkada
Kabupaten
Karanganyar
2008
lalu.
Sehingga
telah
menempatkan posisi perempuan pada level yang sederajat dengan para birokrat laki-laki yang ada pada institusi pemerintahan di Karanganyar. B. Saran Sedangkan saran dari penulis jika pembangunan di Karanganyar ingin lebih sukses dalam pelaksanaan program-programnya maka perlu ditumbuhkan beberapa sikap masyarakatnya selaku watchognya pemerintahan daerah, diantaranya adalah : 1. Partisipasi masyarakat Kabupaten Karanganyar seharusnya lebih pro aktif dalam memberikan motivasi, dukungan terhadap program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah Karanganyar. 2. Masyarakat Kabupaten Karanganyar harus lebih mengetahui sosok pemimpinnya
melalui
digalakkannya
program
RATNA
dengan
menggunakan system jemput bola yang sudah digalakkan oleh pemkab Karanganyar.
3. Hendaknya jika pemerintah daerah sudah tanggap terhadap apa yang dibutuhkan oleh masyrakatnya, penyermpurnaan atas agenda maupun program kerja pemda itu sendiri akan tidak menjadi sesuatu yang klise dan menghadirkan beragam tuntutan dari masyarakat yang belum begitu faham dengan yang sudah maupun sedang diagendakan oleh pemda Karanganyar karena sebelumnya sudah diselenggarakan berbagai penyuluhan terhadap masyarakat. Agar masyarakat dikemudian hari dapat lebih mengetahui apa yang seharusnya dilakukannya baik itu dari segi kewajibannya sebagai element masyarakat maupun sebagai elemen politik.
2239}}{\*\listoverridetable{\listoverride\listid1137332822 \listoverridecount0\ls1}{\listoverride\listid473908397\listoverrid ecount0\ls2}{\listoverride\listid587344599\listoverridecount0\ls3} {\listoverride\listid1760717254\listoverridecount0\ls4}{\listoverr ide\listid1764842239\listoverridecount0\ls5}} {\*\rsidtbl \rsid2784905\rsid4272170\rsid6385169\rsid7088893\rsid9328580\rsid1 0645540\rsid11682183\rsid12204349\rsid14375965}{\*\generator Microsoft Word 11.0.5604;}{\info{\title DAFTAR ISI}{\author Trackin9}{\operator Bulux} {\creatim\yr2009\mo6\dy24\min12}{\revtim\yr2009\mo6\dy28\hr17\min3 1}{\printim\yr2009\mo6\dy24\hr2\min2}{\version5}{\edmins43}{\nofpa ges2}{\nofwords404}{\nofchars2305}{\*\company Quito}{\nofcharsws2704}{\vern24689}} \paperw11907\paperh16840\margl2268\margr1701\margt2268\margb1701 \widowctrl\ftnbj\aenddoc\pgnstart3\noxlattoyen\expshrtn\noultrlspc \dntblnsbdb\nospaceforul\hyphcaps0\formshade\horzdoc\dgmargin\dghs pace180\dgvspace180\dghorigin2268\dgvorigin2268\dghshow1 \dgvshow1\jexpand\viewkind1\viewscale90\pgbrdrhead\pgbrdrfoot\sply twnine\ftnlytwnine\htmautsp\nolnhtadjtbl\useltbaln\alntblind\lytca lctblwd\lyttblrtgr\lnbrkrule\nobrkwrptbl\snaptogridincell\allowfie ldendsel\wrppunct \asianbrkrule\rsidroot10645540\newtblstyruls\nogrowautofit \fet0{\*\ftnsep \pard\plain \ql \li0\ri0\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0 \fs24\lang1033\langfe1033\cgrid\langnp1033\langfenp1033 {\insrsid4272170 \chftnsep \par }}{\*\ftnsepc \pard\plain \ql \li0\ri0\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0 \fs24\lang1033\langfe1033\cgrid\langnp1033\langfenp1033 {\insrsid4272170 \chftnsepc \par }}{\*\aftnsep \pard\plain \ql \li0\ri0\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0 \fs24\lang1033\langfe1033\cgrid\langnp1033\langfenp1033 {\insrsid4272170 \chftnsep \par }}{\*\aftnsepc \pard\plain \ql \li0\ri0\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0 \fs24\lang1033\langfe1033\cgrid\langnp1033\langfenp1033 {\insrsid4272170 \chftnsepc \par }}\sectd \psz9\pgnrestart\pgnstarts3\pgnlcrm\linex0\endnhere\sectlinegrid36 0\sectdefaultcl\sectrsid7088893\sftnbj {\footer \pard\plain \s15\ql \li0\ri0\widctlpar \tqc\tx4320\tqr\tx8640\pvpara\phmrg\posxc\posy0\faauto\adjustright \rin0\lin0\itap0\pararsid7088893 \fs24\lang1033\langfe1033\cgrid\langnp1033\langfenp1033 {\field{\*\fldinst {\cs16\insrsid4272170 PAGE }}{\fldrslt { \cs16\lang1024\langfe1024\noproof\insrsid7088893 iv}}}{\cs16\insrsid4272170 \par }\pard \s15\ql \li0\ri360\widctlpar\tqc\tx4320\tqr\tx8640\faauto\adjustright\rin3 60\lin0\itap0\pararsid7088893 {\insrsid4272170 \par }}{\*\pnseclvl1\pnucrm\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxta .}}{\*\pnseclvl2\pnucltr\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang
{\pntxta .}}{\*\pnseclvl3\pndec\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxta .}}{\*\pnseclvl4\pnlcltr\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxta )}}{\*\pnseclvl5\pndec\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxtb (}{\pntxta )}}{\*\pnseclvl6\pnlcltr\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxtb (}{\pntxta )}}{\*\pnseclvl7\pnlcrm\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxtb (}{\pntxta )}} {\*\pnseclvl8\pnlcltr\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxtb (}{\pntxta )}}{\*\pnseclvl9\pnlcrm\pnqc\pnstart1\pnindent720\pnhang {\pntxtb (}{\pntxta )}}\pard\plain \qc \li0\ri0\sl480\slmult1 \widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0\pararsid10645540 \fs24\lang1033\langfe1033\cgrid\langnp1033\langfenp1033 {\b\fs28\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid11 682183 DAFTAR ISI}{ \b\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid11682183 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 KATA PENGANTAR}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 .................................................................. ........... }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 i}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par DAFTAR ISI}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 .................................................................. ........................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid1 1682183 }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 iii}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204 349 \par ABSTRAKSI}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 .................................................................. .........................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid 11682183 }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 v}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par BAB\tab I\tab PENDAHULUAN}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ............................................................ }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 1}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 A.\tab}}\pard \qj \fi340\li1758\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1758\faauto\ls1 \adjustright\rin0\lin1758\itap0\pararsid10645540 { \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Latar Belakang Masalah}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183
.............................................. }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 1}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 B.\tab}Batasan dan Perumusan Masalah}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 4}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 C.\tab}Tujuan Penelitian}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ........................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 4}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 D.\tab}Metode Penelitian}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ........................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 5}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 E.\tab}Sistematika Penulisan}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 7}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 BAB\tab II\tab PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ........................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4 272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 8}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455
40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 A.\tab}}\pard \qj \fi340\li1758\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1758\faauto\ls2 \adjustright\rin0\lin1758\itap0\pararsid10645540 { \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Pengertian Partisipasi Politik}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ......................................}{\lang1053\langfe1033\langn p1053\insrsid4272170 \tab }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 8}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid1220434 9 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 B.\tab}Perempuan dan Partisipasi politik}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...............................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 11}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 C.\tab}Kepemimpinan Kepala Daerah Perempuan}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 18}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid11682183 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 BAB\tab III\tab BUPATI PEREMPUAN DALAM PEMERINTAHAN }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par }\pard \qj \li1422\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin142 2\itap0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 KABUPATEN KARANGANYAR}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..................................}{\lang1053\langfe1033\langnp105 3\insrsid6385169 }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid4272170 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 25}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 A.\tab}}\pard \qj \fi-
340\li1758\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1758\faauto\ls3 \adjustright\rin0\lin1758\itap0\pararsid10645540 { \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Bupati Perempuan di Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..............................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\in srsid4272170 \tab }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 25}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 1.\tab}}\pard \qj \fi454\li2160\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx2160\faauto\ls3 \ilvl3\adjustright\rin0\lin2160\itap0\pararsid6385169 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Profil Kabupaten Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 .............................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\ins rsid14375965 \tab 25}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 2.\tab}}\pard \qj \fi-406\li2156\ri0\sl480\slmult1\widctlpar \jclisttab\tx2156\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\ri n0\lin2156\itap0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Profil Bupati Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ....................................}{\lang1053\langfe1033\langnp1 053\insrsid14375965 \tab 28}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 B.\tab}}\pard \qj \fi340\li1758\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1758\faauto\ls3 \adjustright\rin0\lin1758\itap0\pararsid10645540 { \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Program Bupati Karanganyar}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...................................... }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 31}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 1.\tab}}\pard \qj \fi152\li1871\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\jclisttab\tx1871\faauto\ls4 \adjustright\rin0\lin1871\itap0\pararsid10645540 {
\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Program Kerukunan Antar Masyarakat}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 31}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 2.\tab}Program Kerukunan Umat Beragama}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 33}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 3.\tab}Program Ratna }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ......................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 39}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 4.\tab}Program Larasita}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ...................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 44}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 5.\tab}Program Desisera}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 49}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 BAB\tab IV\tab ANALISIS TERHADAP KEPEMIMPINAN }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par }\pard \qj \li1449\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin144 9\itap0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 BUPATI RINA IRIANI SRIRATNANINGSIH}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..............}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 53}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49
\par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 1.\tab}}\pard \qj \fi360\li1800\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\tx1827\faauto\ls3\ilvl3\adj ustright\rin0\lin1800\itap0\pararsid6385169 { \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi Kepemimpinan Politik }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ..................................}{\lang1053\langfe1033\langnp105 3\insrsid14375965 \tab 53}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 2.\tab}}\pard \qj \fi-1518\li2974\ri0\sl480\slmult1\widctlpar \tx1827\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\rin0\lin2974 \itap0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi dalam Meraih Kepemimpinan}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ......................}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid143 75965 \tab 54}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 3.\tab}}\pard \qj \fi-1518\li2974\ri0\sl480\slmult1\widctlpar \tx1827\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\rin0\lin2974 \itap0\pararsid6385169 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi dalam Menjalankan Kepemimpinan}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ............}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 56}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40\charrsid12204349 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 4.\tab}}\pard \qj \fi-1518\li2974\ri0\sl480\slmult1\widctlpar \tx1827\jclisttab\tx2974\faauto\ls3\ilvl3\adjustright\rin0\lin2974 \itap0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 Strategi dalam }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid7088893 M}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 empertahankan Kepemimpinan }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 .....}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 \tab 57}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap
0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 BAB\tab V\tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 PENUTUP}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 .................................................................. .....}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 62}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 A.\tab}}\pard \qj \fi360\li1827\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\ls5\adjustright\rin0 \lin1827\itap0\pararsid10645540 { \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 Kesimpulan }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ................................................................}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 62}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par {\listtext\pard\plain\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid106455 40 \hich\af0\dbch\af0\loch\f0 B.\tab}Saran}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 .................................................................. ........}{ \lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 65}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid122043 49 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 DAFTAR PUSTAKA}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid11682183 ................ .............................................................. }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid6385169 \tab }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid14375965 67}{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par }\pard \qj \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid11682183 {\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 LAMPIRAN }{\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540\charrsid12204349 \par }\pard \qc \li0\ri0\sl480\slmult1\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap 0\pararsid10645540 {\b\lang1053\langfe1033\langnp1053\insrsid10645540 \par \par \par \par \par \par \par
\par \par }\pard \ql \li0\ri0\widctlpar\faauto\adjustright\rin0\lin0\itap0 {\insrsid10645540 \par }}