Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 1
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN DAERAH
daerah,
pada
umumnya masyarakat mengharapkan peningkatan
dalam
bentuk
pelayanan
kesejahteraan
peningkatan
masyarakat,
mutu
partisipasi
masyarakat yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan publik, yang sejauh ini hal tersebut kurang mendapat perhatian
dari
Namun
pemerintahan
kenyataannya
pusat. sejak
diterapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun
1999
tentang
Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun
1999
tentang
Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak Januari 2001, belum menunjukkan
perkembangan
yang
signifikan bagi pemenuhan harapan masyarakat tersebut. Dalam era transisi desentralisasi kewenangan berbagai
itu
telah
melahirkan
penyimpangan
kekuasaan
atau korupsi, kolusi dan nepotisine (KKN)
termasuk
dan
belanja daerah (APBD) yang tidak
disalokasi anggaran, dan meningkatkan
Seiring dengan dilaksanakannya
adanya
pendapatan
tertentu di daerah yang menimbulkan
Pendahuluan otonomi
anggaran
banyak, penggemukan instansi-instansi
SUMIATI
program
daerah,
memihak pada kesejahteraan rakyat
Oleh:
A.
politik uang dalam pemilihan kepala
didalamnya
bidang
politik di daerah, KKN yang paling menonjol pasca otonomi daerah antara lain semakin merebaknya kasus-kasus
pungutan-pungutan melalui peraturanperaturan
daerah
(perda)
yang
memberatkan masyarakat dan tidak kondusif bagi pengembangan dunia usaha di daerah. Berbagai pihak menyoroti realitas otonomi daerah yang rawan terhadap terjadinya KKN tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a.
Program otonomi daerah hanya terbatas pada pelimpahan wewenang dalam
pembuatan
keuangan
dan
kebijakan,
administrasi
dari
pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai kepada
pembagian masyarakat
kekuasaan atau
tanpa
partisipasi masyarakat secara luas. Dengan
perkataan
lain,
program
otonomi daerah tidak diikuti dengan prograrn
demokratisasi
membuka
peluang
keterlibatan
dalam
pengambiian
masyarakat kebijakan
uraum
di
yang
daerah.
Karenanya, program desentralisasi ini hanya memberi peluang kepada para elit lokal (daerah) baik elit eksekutif maupun elit legislatif untuk mengakses sumber-sumber ekonomi
2 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
daerah dan politik daerah, yang
sementara
rawan
masyarakat masih sangat lemah.
terhadap
KKN,
perbuatan
sewenang-wenang, penyalahgunaan
Berkaitan
wewenang dan atau perbuatan yang
otonomi
rnelampui batas wewenang;
pemerintahan
Tidak adanya
b.
yang
mampu
institusi negara
mengontrol
secara
dari
dengan daerah,
kalangan
pelaksanaan
penyelenggaraan daerah
demokratis
dan
yang akuntabel,
merupakan isu yang sangat penting
efektif
dan
penyimpangan wewenang di daerah.
sesungguhnya
Program
konsekuensi logis otonomi daerah
otonomi
memotong
daerah
telah
struktur
hirarki
pemerintahan, sehingga tidak efektif
strategis.
(1)
Semakin
dekatnya
daerah
masyarakat;
tidak
ada
tersebut
yang semestinya memungkinkan: pemerintahan
karena
Hal
merupakan
lagi kontrol pemerintah pusat ke lagi
hubungan struktural secara langsung
(2)
pelayanan
daerah
kepada
Penyelesaian masalah-masalah
memaksakan kepatuhan pemerintah
di daerah menjadi lebih terfokus
daerah kepada pemerintah pusat.
dan mandiri;
Kepala daerah, baik bupati maupun
(3)
Partisipasi masyarakat menjadi
Walikota tidak lagi ditentukan oleh
lebih luas dalam pembangunan
pemerintah pusat, melainkan oleh
daerah;
mekanisme pemilihan kepala daerah oleh
DPRD
bertanggungjawab
dan kepada
DPRD.
Hubungan
antara
pemerintahan
pemerintahan
c.
kontrol
daerah
pemerintahan pusat
dan
tidak
lagi
(4)
Masyarakat
melakukan
pengawasan
lebih
terhadap
intensif
penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Keempat
faktor
tersebut
hanya dapat berlangsung dalam
struktural, melainkan fungsional yaitu
suatu
hanya kekuasaan untuk memberi
demokratis
dan
policy guidance kepada pemerintah
Pelaksanaan
otonomi
daerah.
tanpa
Terjadi indikasi KKN yang cukup
pemerintahan
akuntabel.
diimbangi
penyelenggaraan
daerah dengan
pemerintahan
krusial antara pemerintah daerah dan
daerah
DPRD, sehingga kontrol terhadap
akuntabel,
jalannya
otonomi daerah tersebut telah
penyelenggaraan
pemerintah daerah sulit terlaksana,
yang
yang
demokratis
pada
dan
hakekatnya
kehilangan jati diri dan maknanya.
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 3
Pemerintahan daerah yang
1.
Partisipasi Masyarakat Dalam
demokratis dapat dikaji dari dua
Pembuatan
aspek, yakni aspek tataran proses
Kcbijakan Daerah
maupun
aspek
substansinya.
tataran
Penyelenggaraan
Dan
Peluang
Evaluasi
dan
partisipasi
masyarakat dalam pembuatan dan
pemerintahan daerah dikatakan
evaluasi
demokratis secara proses, apabila
cukup
pemerintahan
tersebut pada hakekatnya telah diatur
daerah
yang
atas
kebijakan
besar
dan
bersangkutan mampu membuka
dalam
ruang
perundang-undangan,
bagi
masyarakat
keterlibatan dalam
semua
pembuatan maupun pengkritisan terhadap daerah
sesuatu yang
Penyelenggaraan daerah secara
kebijakan
daerah,
strategis.
berbagai
Hal
peraturan antara
lain
dalam : a. UU NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dilaksanakan.
b. PP No. 20 Tahun 2001 tentang
pemerintahan
Pembinaan dan Pengawasan atas
dikatakan
demokratis
substansial
Penyelenggaraan
Pemerintahan
apabila
Daerah dan Kepmendagri No 41
kebijakan-kebijakan daerah yang
Tahun 2001 tentang Pengawasan
dibuat oleh para penguasa daerah
Represif Kebijakan Daerah
mencerminkan
aspirasi
masyarakat.
Penyelenggaraan
Sesuatu daerah
c. UU No. 28 Tahun 1999 tentang
pemerintahan
Yang bersih dan Bebas dari KKN.
akuntabel,
Secara garis besar, amanat
apabila ia mampu menjalankan
bagi masyarakat untuk berpartisipasi
prosedur-prosedur
terhadap sesuatu kebijakan daerah
telah
dikatakan
Pemerintahan
ada
yang dan
dapat
mepertanggungjawabkannya kepada
publik
penyelenggaraan daerah.
dapat disistematisir sebagai berikut: a. Setiap
pembuatan
kebijakan
dalam
daerah yang baru, baik berupa
pemerintahan
keputusan kepala daerah maupuu peraturan wajib
daerah,
melibatkan
senantiasa masyarakat
daerah untuk berpartisipasi; b. Setiap kebijakan daerah yang B.
Pembahasan
baru,
yang
masyarakat
tidak
melibatkan
daerah
dapat
4 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
menyebabkan kebijakan daerah
daerah, antara lain karena (Prasetyo,
tersebut
2002 : 3-4):
dibatalkan
oleh
pemerintah atasan; c. Masyarakat
a. Berbagai peraturan perundangan
berhak
untuk
yang
berkaitan
erat
dengan
mengkritisi dan mengevaluasi atas
pembuatan dan evaluasi kebijakan
sesuatu kebijakan daerah yang
daerah,
telah ada, dan apabila dipandang
mekanisme partisipasi masyarakat
perlu dapat mengajukan usul agar
secara rinci dan tegas. Peraturan
kebijakan daerah yang dinilai oleh
perundang-undangan
masyarakat
antara lain :
sesuai
tidak
dengan
masyarakat
kepentingan
dan
tuntutan
tidak
mengatur
tersebut
- UU NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
keadaan /zaman, ditinjau kembali
- PP No. 20 Tahun 2001 tentang
dan apabila perlu dapat diusulkan
Pembinaan dan Pengawasan
untuk dicabut;
atas
d. DPRD
mempunyai
wewenang dan
tugas
untuk
menindak
dan
menampung
lanjuti
aspirasi
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
dan
Kepmendagri No. 41 Tahun 2001
tentang
Pengawasan
daerah dan aspirasi masyarakat;
Represif Kebijakan Daerah;
e. Masyarakat mempunyai hak untuk
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang
mencari,
memperoleh,
memberikan
informasi
dan
Penyelenggaraan
tentang
Pemerintahan Yang bersih dan
negara
Bebas dari KKN; PP No. 1
(termasuk
penyelenggaraan
Tahun 2001 tentang Pedoman
pemerintahan
daerah),
serta
Penyusunan Tata Tertib DPRD;
saran
dan
penyelenggaraan
menyampaikan pendapat
terhadap
kebijakan
penyelenggaraan
negara
(termasuk
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah). ( Prasetyo, 2002 : 3) Tantangan
yang
berkaitan
- Keppres No. 188 Tahun 1998 tentang
Tata
Cara
Mempersiapkan RUU; - Keppres No. 44 Tahun 1999 tentang Peraturan
Teknik
Penyusunan Perundang-
Undangan dan Bentuk RUU, R
dengan partisipasi masyarakat dalam
Keppres,
pembuatan dan evaluasi kebijakan
Rancangan Keputusan Kepala Daerah;
Raperda
dan
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 5
- Kepmendagri
dan
Otonomi
Daerah NO. 23 Tahun 2001
kalangan masyarakat. (Prasetyo, 2002 : 4-5)
tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; b. Belum
seluruh
Urgensi
Perda
mekanisme
komponen
tentang partisipasi
masyarakat, yakni berupaya untuk
masyarakat yang ada memahami
mensistematisasi
akan hak dan kewajibannya, untuk
komprehensif
berpartisipasi dalam pembuatan
mekanisme
dan
evaluasi kebijakan daerah dalam
evaluasi
atas
sesuatu
kebijakan daerah.
satu
secara dan
terpadu,
pembuatan
ketentuan.
dan
Nantinya
Suatu sikap dan langkah
diharapkan bahwa semua proses
yang telah ditempuh oleh DPRD
pembuatan dan evaluasi suatu
menyelenggarakan public hearing
kebijakan daerah mengacu pada
perlu
satu
diberikan
penghargaan.
sumber
saja,
sebagai
Public Hearing ini dimaksudkan,
konsekuensinya DPRD maupun
untuk mendapatkan masukan dari
eksekutif daerah wajib mengikuti
masyarakat,
dan
guna
membahas
melaksanakan
peraturan
tentang sesuatu kebijakan daerah.
daerah tersebut. (Suhardi, 2002 :
Namun disayangkan langkah ini
4)
belum
seluruhnya
tepat,
Perda tentang mekanisme
mengingat sifatnya sangat parsial,
partisipasi masyarakat tersebut,
tidak
diharapkan
menentu,
dan
sangat
dapat
memuat
terbatas. Sebagai konsekuensinya
substansi yang penting antara lain
banyak kebijakan daerah, baik
(Suhardi, 2002 :4-5):
oleh
a. Hak
DPRD
maupun
eksekutif
partisipasi
masyarakat
ternyata bermasalah, karena tidak
dalam
dapat diikuti oleh masyarakat.
daerah
Sehubungan dengan itu, maka
usulan pencabutan kebijakan
hadirnya
daerah
peraturan
daerah,
tentang mekanisme pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah, yang
dapat
mengakomodir
partisipasi
masyarakat
memadai
dan
secara
komprehensif,
sangat didambakan oleh banyak
pembuatan yang yang
baru
kebijakan maupun
sudah
tidak
relevan lagi; b. Meletakkan kewajiban kepada DPRD
maupun
eksekutif
daerah untuk menampung dan menindaklanjuti masyarakat;
usulan
6 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
c. Partisipasi masyarakat pembahasan
dalam
perundang-undangan
naskah
grondslag). Dengan landasan ini,
akademik dan Raperda; d. Sosialisasi
undang-
rencana
undang dalam arti formal dan
penyusunan dan pembahasan
UUD sendiri merupakan tumpuan
kebijakan
dasar
daerah
kepada
publik.
tindak
Dengan demikian partisipasi masyarakat
tersebut
pemerintahan.
hubungan
pada
ini
Dalam
pembentukan
undang-undang
dasarnya meliputi seluruh proses
merupakan bagian penting negara
yang relevan dalam pembuatan
hukum, (asas legalitas).
sesuatu kebijakan daerah. Dalam
b.
Kekuasaan negara tidak boleh
hal ini masyarakat diposisikan
hanya
sebagai
tangan.
subyek
pembuatan
kebijakan daerah, sejajar dengan eksekutif dan legislatif, dan bukan
bertumpu
pada
satu (asas
pembagian kekuasaan). c.
Hak-hak
dasar
merupakan
sekedar simbol legitimasi legislatif
sasaran perlindungan hukum bagi
dan eksekutif saja.
rakyat
Asas
2.
(wettelijke
Legalitas
dan
sekaligus membatasi kekuasaan
Perlindungan Konsep
dan
pembentukan negara
hukum
(prinsip
(rechtsstaat) diintrodusir melalui RR 1854 dan ternyata dilanjutkan dalam
undang-undang,
grondrechten) d.
Bagi
rakyat
tersedia
saluran
UUD 1945. (Wignjosoebroto, 1994 :
melalui pengadilan yang bebas
188, Hadjon, 1994 : 4) Dengan
untuk
demikian ide dasar negara hukum
(rechtmatigheidstoetsing)
Pancasila tidaklah lepas dari ide
pemerintahan,
dasar tentang "rechtsstaat". (Hadjon,
pengadilan) (Burkens, 1990 : 29,
1994 : 4)
Hadjon, 1994, ibid.,: 5, Sukismo,
Persyaratan dasar untuk dapat
a.
harus
tindak didasarkan
peraturan
pemerintahan atas
dasar
tindak
(pengawasan
Syarat-syarat seyogyanya
Setiap
keabsahan
2002,(a):2).
dikategorikan sebagai negara hukum yakni:
menguji
juga
dasar menjadi
dasar
negara
hukum
Untuk
hal
tersebut
dibutuhkan
suatu
tersebut syarat
Pancasila.
usaha
kiranya besar
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 7
berupa suatu kajian yang sangat
undang. Batas kekuasaan negara
mendasar
ditetapkan
terutama
tentang
ide
dalam
undang-undang.
bernegara bangsa Indonesia. Ada
Akan tetapi untuk dinamakan negara
beberapa tulisan awal tentang itu
hukum tidak cukup bahwa suatu
yang
dijadikan
negara hanya semata-mata bertindak
acuan awal, seperti : Negara Hukum
dalam garis-garis kekuasaan yang
Pancasila
Bernegara
diberikan kepadanya oleh undang-
Bangsa Indonesia. Disamping itu
undang. ( Gouw Giok Siong, 1955 :
tentunya kita tidak menutup mata
12-13, Sukismo, 2002 (a): 4) Sudah
terhadap
konsep
barang tentu bahwa dalam negara
negara hukum yang telah terjadi di
hukum setiap orang yang merasa
berbagai
hak-hak pribadinya dilanggar, diberi
barangkali Dan
dapat Teori
perkembangan negara,
seperti
konsep
negara hukum yang telah terjadi di
kesempatan
seluas-luasnya
berbagai
mencari
keadilan
negara
seperti
konsep
untuk dengan
rechlsstaat yang telah berkembang
mengajukan
dari konsep "liberal-democratische
hadapan
rechtsstaat" ke "sociale rechtsstaat"
mencari keadilan itu pun dalam
yang pada dewasa inipun sudah
negara hukum diatur dengan undang-
dirasakan bahwa konsep terakhir itu
undang. (Rochmat Soemitro, 1976 :
sudah
18, Sukismo, 2002 (a):4).
tidak
memadai.
(Hadjon,
1994 : 5, B. Sukismo, 2002 (a): 3) biasanya
digunakan
pengadilan.
itu
di
Cara-cara
Dalam negara hukum asas
Untuk mengkategorikan negara hukum,
perkaranya
dua
perlindungan nampak antara lain dalam
"Declaration
of
macam asas, yakni: asas legalitas
Independence", bahwa orang yang
dan
hidup di dunia ini sebenarnya telah
asas
perlindungan
atas
kebebasan setiap orang dan atas
diciptakan
hak-hak asasi manusia. (Utrecht,
dengan dikaruniai beberapa hak yang
1963 : 310, Sukismo, 2002 (a): 3)
tidak
Unsur
merdeka
dapat
oleh
dirampas
Tuhan, atau
utama suatu negara
dimusnahkan. Hak-hak tersebut yang
hukum, yakni asas legalitas. Semua
sudah ada sejak orang dilahirkan,
tindakan negara harus berdasarkan
perlu mendapat perlindungan secara
dan
undang-
tegas dalam negara hukum modern
undang. Penguasa tidak boleh keluar
(Soemitro, 1976 : 18, Sukismo, 2002
dari rel-rel dan batas-batas yang
(a): 4). Peradilan tidak semata-mata
telah
melindungi hak asasi perseorangan,
bersumber
ditetapkan
pada
dalam
undang-
8 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
melainkaa untuk
fungsi
hukum
mengayomi
adalah
Dalam
UUD
1945
ada
masyarakat
ketentuan yang menjamin hak-hak
sebagai totalitas, agar supaya cita-
asasi manusia. Ketentuan tersebut
cita
antara lain:
luhur
bangsa
terpelihara.
tercapai
Peradilan
dan
mempunyai
-
maksud membina, tidak semata-mata menyelesaikan perkara. Hakim harus mengadili
menurut
hukum
-
kesadaran
bahwa
-
dan
Bangsa,
membangun
dan
turut
serta
menegakkan
masyarakat adil dan makmur yang
Hak bekerja dan hidup (Ps. 27
-
Kemerdekaan agama (Ps. 29 ayat (2));
-
Hak untuk ikut mempertahankan negara (Ps. 30), disini nampak adanya asas perlindungan.
berkepribadian Pancasila. (Soemitro, 1976 : 20-21, Sukismo, 2002 (a): 5). Suatu negara
negara hukum,
didasarkan
pada
mengeluarkan
ayat (2));
jawab kepada diri sendiri dan kepada Nusa
Kemerdekaan (Ps. 28);
tugas
hakim ialah, dengan bertanggung
dan
pikiran dengan lisan dan tulisan
menjalankan dengan kesadaran akan Dengan
berserikat
berkumpul (Ps. 28);
dan
kedudukan, fungsi dan sifat hukum.
Kemerdekaan
Dengan Pertimbangan
adanya Pajak,
Majelis seseorang
merupakan
dapat mengajukan surat bandingnya
semata-mata
untuk hal-hal dimana ia merasa telah
asas
legalitas.
diperlakukan
tidak
sebagaimana
(Yamin, 1952 : 9, Sukismo, 2002 (a) :
mestinya oleh pejabat perpajakan.
5)
Orang dapat menuntut/mengajukan
Disisi
hanyalah
lainnya
asas
merupakan
legalitas, satu
gugatan kepada negara, bila oleh
unsur atau salah satu corak dari
negara dilakukan suatu perbuatan
negara hukum, karena disamping
yang
melawan
hukum
unsur asas legalitas tersebut, masih
(onrechtmatigedaad).,
bahwa
perlu juga diperhatikan unsur-unsur
seseorang dapat melakukan gugatan
lainnya,
antara
terhadap
hukum,
perasaan
lain
salah
kesadaran
keadilan
dan
Pemerintah
Republik
Indonesia, jika putusan pejabat yang
perikemanusiaan, baik bagi rakyat
berwenang
dirasa
tidak
maupun pimpinannya. (Siong, 1955 :
(Soemitro, 1976. : 25, Sukismo, 2002
23, Sukismo, 2002 (a) : 5, Yunanto,
(a) : 5, Ashari, 1999 : 6) Sudah
2000 : 4)
banyak
peraturan-peraturan
adil.
yang
memberi jaminan kepada para warga
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 9
negara, untuk menggunakan hak-
atau
haknya
tuntutan-
kriteria "the rule of law". Konsep
tuntutan di muka pengadilan, bila
"rechtsstaat" bertumpu atas sistem
hak-hak
atau
hukum kontinental yang disebut "civil
kebebasannya dilanggar. ( Ashari,
law" atau "Modern Roman Law",
1999 : 25 - 26, Sukismo, 2002 (a): 6)
sedangkan konsep "the rule of law"
mengajukan dasarnya
kriteria
"rechtssataat"
dan
Penghormatan, pengakuan dan
bertumpu atas sistem hukum yang
perlindungan terhadap hak-hak asasi
disebut "common law". Karakteristik
manusia, mendapat tempat utama
"civil
dan dapat dikatakan sebagai tujuan
sedangkan
dari pada negara hukum; sebaliknya
law" adalah "judicial". Perbedaan
dalam negara totaliliter tidak ada
karakter yang demikian disebabkan
tempat bagi hak-hak asasi manusia.
karena latar belakang dari pada
Istilah "rechisstaat" mulai populer
kekuasaan
sejak abad XIX, meskipun pemikiran
Romawi, kekuasaan yang menonjol
tentang itu sudah lama adanya.
dari raja yakni membuat peraturan
Istilah "the rule of law" mulai populer
melalui
tahun 1885. Dari latar belakang dan
kemudian
sistem hukum yang menopangnya,
pejabat-pejabat
terdapat perbedaan antara konsep
sehingga
"rechtsstaat" dengan konsep "the rule
administratif
of law", pada dasarnya kedua konsep
pengarahan
itu mengarahkan dirinya pada satu
tentang bagaimana menyelesaikan
sasaran yang utama yaitu pengakuan
suatu sengketa. Begitu besar peran
dan perlindungan terhadap hak-hak
administrasi
asasi manusia. Meskipun dengan
tidaklah mengherankan, kalau dalam
sasaran
tetapi
sistem kontinental-lah mula pertama
keduannya tetap berjalan dengan
muncul cabang hukum baru yang
sistemnya sendiri yaitu sistem hukum
disebut
"droit
sendiri. Konsep "rechtsstaat" lahir
intinya
adalah
dari suatu perjuangan menentang
administrasi negara dengan rakyat.
absulutisme
sifatnya
Sebaliknya di Inggris, kekuasaan
revolusioner, sebaliknya konsep "the
utama dari raja adalah memutus
rule of law" berkembang secara
perkara.
evolusioner. Hal ini nampak dari isi
kemudian berkembang menjadi suatu
yang
sama,
sehingga
law"
adalah "administratief', karakteristik
raja.
dekrit.
"common
Pada
zaman
Kekuasaan
didelegasikan
itu
kepada
administratif, pejabat-pejabat yang
tertulis
negara,
membuat bagi
sehingga
administratif”, hubungan
Peradilan
hakim
oleh
dan antara
raja
10 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
peradilan,
sehingga
hakim-hakim
dari John Locke, Montesquieu dan
peradilan adalah delegasi dari raja,
Immanuel Kant. Karakternya yang
tetapi
demokratis bertumpu atas pemikiran
bukan
kehendak
raja.
memutus
perkara
kebiasaan
umum
common
melaksanakan Hakim
harus
berdasarkan Inggris
custom
of
(the
England),
kenegaraan tentang
sebelumnya.
Dengan
J.J.
Rousseau
kontrak
sosial.
( Couwenberg. 1977 : 25, Daryadi, 2001 : 7)
sebagaimana dilakukan oleh raja sendiri
dari
Konsep liberal bertumpu atas "liberty"
(vrijheid)
dan
konsep
demikian nampak bahwa di Eropa
demokrasi bertumpu atas "equality"
peranan
(gelijkheid). "Liberty" adalah "the free
administrasi
bertambah
besar,
negara di
selfassertion of each-limited only by
Inggris peranan peradilan dan para
the like liberty of all". Atas dasar itu
hakim bertambah besar. Sehubungan
"liberty" merupakan suatu kondisi
dengan latar belakang tersebut, di
yang
Eropa
kehendak secara bebas dan hanya
dipikirkan
untuk
sedangkaa
langkah-langkah
membatasi
memungkinkan
pelaksanaan
kekuasaan
dibatasi seperlunya, untuk menjamin
administrasi negara, sedangkan di
koeksistensi yang harmonis antara
Inggris
langkah-langkah
kehendak bebas individu dengan
untuk mewujudkan suatu peradilan
kehendak bebas semua yang lain.
yang adil Dalam perjalanan waktu,
Dari
konsep "rechtsstaat" telah mengalami
selanjutnya yaitu : "freedom from
perkembangan dari konsep klasik ke
arbitrary and unreasonable exercise
konsep modern. Sesuai dengan sifat
of the power and authority (Pound,
dasarnya,
1957 : 1 - 2. Sukismo, 2002 (a) : 8)
dipikirkan
konsep
klasik
disebut
sinilah
mengalir
"klasiek liberale en democratische
Konsep
rechtsstaat", yang sering disingkat
makna yang abstrak dan formal
dengan "democratische rechtsstaat".
(abstract-farmal eguality) dan dari sini
Sedangkan konsep modern lazimnya
mengalir prinsip "one man-one vote)
disebut "sociale rechtsstaat" atau
(Hadjon, 1987 : 75, Sukismo, 2002
"sociale democratische rechtsstaat".
(a): 8)
(Hadjon, 1987 : 71 -74, Sukismo, 2002 (a): 7 Karakternya
"equality"
prinsip
Konsep-konsep
mengandung
dasar
yang
sifatnya liberal dari "rechtssataat" yang
liberal
bertumpu atas pemikiran kenegaraan
meliputi:
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 11
- adanya
jaminan
hak
atas
kebebasan
hak-
disalahgunakan, dia mengharapkan
sipil
kepatuhan dari rakyat pendukungnya.
(burgelijke vrijheidsrechten);
(Port - Donner, 1983 :143, Sukismo,
- pemisahan antara negara dengan gereja;
2002 (a): 9) Rechtsstaat mendasarkan atas
- persamaan
terhadap
undang-
asas-asas demokratis antara lain:
undang (gelijkheid voor de wet);
- asas hak-hak politik (het beginsel
- adanya konstitusi tertulis sebagai
van de politieke grondrechten);
dasar
kekuasaan negara dan
- asas mayoritas;
dasar
- asas perwakilan;
sistem hukum;
- asas pertanggung jawaban;
- pemisahan
kekuasaan
berdasarkan
trias
politica
dan
sistem "cheks and balances",
- asas
publik
(openbaarheids
beginsef). (Couwenberg, 1977 : 30,
- asas legalitas (heerschappij van de wet);
Sukismo,
2002 (a): 9) Ciri-ciri "rechtsstaat" adalah:
- ide tentang aparat pemerintah dan
1) Adanya Konstitusi yang memuat
kekuasaan kehakiman yang tidak
ketentuan
memihak dan netral;
hubungan antara penguasa dan
- prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap penguasa; - prinsip
pembagian
tertulis
tentang
rakyat; 2) Adanya
pembagian
kekuasaan
kekuasaan,
negara, yang meliputi : kekuasaan
baik teritorial sifatnya maupun
pembuatan undang-undang yang
vertikal
berada
(sistem
desentralisasi maupun
federasi). (Couwenberg,
1977 :
pada
parlemen,
kekuasaan kehakiman bebas yang tidak hanya menangani sengketa
30,
antara individu rakyat, tetapi juga
Sukismo, 2002 (a): 8)
antara rakyat dan penguasa, dan
Konsep
dasar
"rechtsstaat"
demokratis,
dikatakan
sebagai
"negara kepercayaan timbal balik" (de
staat
van
het
wederzijds
pemerintah
tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur); 3) Diakui dan dilingunginya hak-hak
vertrowen) yaitu kepercayaan dari
rakyat
pendukungnya,
"vrijheidsrechten
yang
bahwa
diberikan
kekuasaan
tidak
akan
mendasarkan
yang
sering
disebut
van
burger".
12 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
(Port - Donner, 1983 : 143,
adalah
Karman, 1992:9)
kebebasan individu. Setiap tindak
Ciri-ciri
diatas
menunjukkan
perlindungan
pemerintahan
terhadap
yang
melanggar
dengan jelas bahwa ide sentral
kebebasan individu, melahirkan hak
"rechtsstaat" adalah pengakuan dan
untuk menggugat di muka peradilan.
perlindungan terhadap hak-hak asasi
(Hadjon, 1987 : 76 - 77) Sebutan
manusia, yang bertumpu atas prinsip
"sociale rechtsstaat" lebih baik dari
kebebasan dan persamaan. Adanya
pada
konstitusi akan memberikan jaminan
(Verdam,
konstitusional
rechtsstaat" merupakan variant dari
terhadap
asas
sebutan 1976
"welvaartsstaat". :
17)
"Sociale
kebebasan dan persamaan. Adanya
"liberaal-democratische
pembagian
rechtsstaat"(Hadjon, 1987 : 77)
kekuasaan
menghindarkan
untuk
penumpukan
Variant
dari
"sociale
kekuasaan dalam satu tangan, yang
rechtsstaat"
sangat cenderung kepada penyalah
democratische rechtsstaat", antara
gunaan
berarti
lain : interpretasi baru terhadap hak-
pemerkosaan terhadap kebebasan
hak klasik dan munculnya serta
dan persamaan. Dengan adanya
dominasi hak-hak sosial, konsepsi
pembuatan
undang-undang
baru tentang kekuasaan politik dalam
dikaitkan
dengan
kekuasaan,
yang
parlemen,
terhadap
hubungannya
dengan
kekuasaan
dimaksudkan untuk menjamin bahwa
ekonomi,
hukum yaug dibuat adalah atas
makna kepentingan umum, karakter
kehendak rakyat; dengan demikian
baru
hukum
“wetgeving”(Couwenberg, 1977 ; 33)
tersebut
tidak
akan
memperkosa hak-hak rakyat, tetapi
konsepsi
"liberaal-
dari Semula
baru
tentang
"wet" kebebasan
dan dan
dikaitkan dengan asas mayoritas,
persamaan (vrijheid en gelijkheid)
kehendak rakyat diartikan sebagai
dalam konsep liberaal-democratische
kehendak
mayoritas.
rechtsstaat sifatnya yuridis formal,
Dengan prinsip "wetmatig bestuur"
dalam konsep sociale rechtsstaat
agar
tindak
memperkosa
golongan
pemerintahan
tidak
ditafsirkan
kebebasan
dan
kehidupan
secara
riil
dalam
masyarakat
(reele
persamaan (heerschappij van de
maatschappelijke gelijkheid), bahwa
wet). Dalam konsep "rechtsstaat"
tidak terdapat persamaan mutlak di
yang liberal dan demokratis, inti
dalam masyarakat antara individu
perlindungan
yang
hukum
bagi
rakyat
satu
dengan
yang
lain.
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 13
(Franken, 1983 : 273, Untung, 1991 : 6)
Wacana
murni
dan
sempit
mengenai "the rule of law", inti dari Dalam
"sociale
rechtsstaat"
tiga
pengertian
dasar
yang
prinsip perlindungan hukum terutama
diketengahkan adalah "common law",
diarahkan
perlindungan
sebagai dasar perlindungan bagi
sosial,
kebebasan
terhadap
kepada hak-hak
ekonomi
dan
hak-hak
hak
kultural.
individu
terhadap
kesewenang-wenangan
oleh
Dikaitkan dengan sifat hak, dalam
penguasa.
"rechtsstaat"
dan
peradilan administrasi negara adalah
demokratis adalah "the right to do”
sesuai dengan perkembangan hukum
dalam "sociale rechtsstaat" muncul
dan
"the
Dikaitkan
kekuasaan raja di Inggris semula
dengan sarana perlindungan hukum,
adalah kekuasaan memutus perkara,
maka
yang kemudian didelegasikan kepada
yang
right
to
liberal
receive".
makin
kompleks
sistem
Penolakan
kenegaraan
di
kehadiran
Inggris.
perlindungan hukum bagi rakyat.
hakim-hakim
(Meuwissen, 1975:140)
memutus perkara tidak atas nama
Tugas negara dalam konsep yuridis
"sociale
disamping
rechtsstaat",
melindungi
kebebasan
peradilan
Inti
raja, tetapi berdasarkan "the common custom
of
England",
karakteristik
dari
adalah
rakyat. (Idenberg, 1983 :27)
karakteristik
dari
(kontinental)
adalah
negara
terhadap
"judicial",
individu menjelma dalam tiga cara
( Hadjon, 1987: 82)
yakni : pertama, pengaruh langsung
Konsep
sebagai akibat dari pengakuan dan
maupun
perlindungan
keduanya
sosial,
terhadap
kedua,
langsung
pengaruh
sebagai
pembentukan
hak-hak
akibat
aparat
tidak dari
pemerintah
law"
sedangkan "civil
"the
law"
"administratif rule
konsep
of
law"
"rechtsstaat" menempatkan
perlindungan terhadap
sehingga
"common
sipil juga melindungi gaya hidup Pengaruh
yang
dan
hak-hak
pengakuan
asasi
manusia
sebagai titik sentralnya, sedangkan
yang dilengkapi dengan kekuasaan
bagi
jabatan dan keahlian, ketiga, harapan
yang menjadi titik sentralnya adalah
bahwa
"keserasian
masyarakat
problema-problema dapat
negara
Republik
Indonesia,
hubungan
antara
dipecahkan
pemerintah dan rakyat berdasarkan
melalui campur tangan penguasa.
asas kerukunan". Untuk melindungi
(Idenberg, 1983 :28 - 29)
hak-hak
asasi
manusia,
dalam
14 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
konsep
"the
rule
mengedepankan
of
prinsip
law"
"equality
d. Keseimbangan hubungan antara pemerintahan
dan
rakyat
before the law", dan dalam konsep
berdasarkan
"rechtsstaat" mengedepankan prinsip
asas kerukunan (Hadjon, 1987 :
"wetmatigheid"
82 - 90)
kemudian
menjadi
Untuk
negara
"rechtmatigheid", Republik
Indonesia
3. Asas Keterbukaan
yang
Rumusan
secara
menghendaki keserasian hubungan
tentang
antara pemerintah dan rakyat, yang
ditemukan dalam UUD 1945. Namun
mengedepankan
demikian
adalah
"asas
asas
eksplisit
isu
keterbukaan
tidak
keterbukaan
dalam
pemerintahan
telah
kerukunan" dalam hubungan antara
pelaksanaan
pemerintah dan rakyat. Dari asas
merebak di tanah air sejak tahun
ini .akan berkembang elemen. lain
delapan
dari
realisasinya dalam bidang politik dan
konsep
Pancasila,
Negara yakni
hubungan
Hukum terjalinnya
fungsional
kekuasaan-kekuasaan penyelesaian
antara negara,
sengketa
puluhan
sosial
pada
Tanpa mungkin
merupakan
masyarakat.
tentang
hak-hak
asasi
dan
manusia
1986
wakil
(Soemardjan, 1995 : 56)
secara
terakhir,
tahun
sebagai
Presiden membuka kotak pos 5000.
musyawarah, sedangkan peradilan sarana
dan
keterbukaan ada
peran
Meskipun
tidak serta
segi-segi
keterbukaan telah mulai mendapat
tidaklah hanya menekankan hak dan
perhatian
kewajiban saja, tetapi juga terjalinnya
suatu
suatu keseimbangan antara hak dan
makna dan prosedur keterbukaan
kewajiban. Elemen Negara Hukum
dalam
Pancasila adalah:
peraturan
a. Hubungan
belum
nampak
dasar
tentang
pengaturan pelaksanaan
pembentukan
perundang-undangan.
yang
Demikian juga halnya peran serta.
proporsional antara kekuasaan-
Tidak heran kalau ada sementara
kekuasaan negara;
kalangan
b. Prinsip
fungsional
namun
penyelesaian
secara
musyawarah
peradilan
merupakan
mengartikan
sengketa
peranserta sebagai bentuk partisipasi
dan
dalam arti gotong royong peran serta
sarana
secara fisik. Oleh karena melalui
terahkir; c. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
lebih
studi perbandingan dengan hukum tata negara dan hukum administrasi Belanda
ditelaah
konsep
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 15
keterbukaan. tidaklah
Studi
perbandingan
dimaksudkan
mengalihkan
hukum
untuk
Belanda
ke
Indonesia namun lebih-lebih untuk memahami konsep itu dan mudah-
keterbukaan dikemukakan
di
telah
atas)
dikumandangkan
sejak
telah
beberapa
tahun yang lalu. (Hadjon, 1999: 4) 4. Asas Demokrasi Partisipasi
mudahan akan dapat mempertajam, konsep kita sendiri. (Hadjon, 1999:4)
(seperti
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam hukum
Makna utama dari keterbukaan,
tata negara dan hukum administrasi
baik "openheid" maupun "apenbaar-
"keterbukaan"
heid" ("openheid" adalah suatu sikap
penyelenggaraan pemerintahan yang
mental
bertumpu
berupa
untukmemberi
kesediaan
informasi
dan
merupakan
atas
asas
asas
demokrasi
(partisipasi). Demokrasi perwakilan
kesediaan untuk menerima pendapat
sudah
pihak
memadai. Pernyataan seperti yang
lain;
"openbaar-heid"
lama
dirasakan
menunjukkan suatu keadaan) sangat
pernah
penting artinya bagi pelaksanaan
Boedisoesetio
pembentukan peraturan perundang-
inagurasinya sebagai Guru Besar
undangan yang baik dan demokratis.
Luar Biasa Hukum Tata Negara dan
Dengan
Hukum
demikian
dipandang
sebagai
keterbukaan suatu
ketatanegaraan
asas
diucapkan
Tata
Fakultas
Prof.
tidak Mr.
pada
pidato
Pemerintahan Hukum
R.
pada
Universitas
mengenai
Airlangga yang diucapkan pada hari
pelaksanaan wewenang secara layak
Rabu, tanggal 10 Nopember 1958
(staatsrehtelijk
kiranya sudah ketinggalan dalam
beginsel
van
behoorlijke
kehidupan demokrasi modern. Dalam
bevoegdheidsuitoefening).
(Haan,
pidato tersebut dikatakan:
1986 : 122, Hadjon, 1999 : 4) Begitu
Sekali
angguta-angguta
itu
pentingnya arti keterbukaan sehingga
terpilih dan terbentuk DPR, maka
dapat
rakjat
dikatakan
"Openbaarheid geheimbouding
bahwa is
: licht,
isduisternis".
(Hadjon, 1999 : 4) Dalam
yang
berdaulat
itu
tidak
mempunjai
wewenang lagi untuk menjatakan kemaunnja........(Budisoesetyo,
kenyataannya
1958 : 13, Hadjon, 1999 : 5)
kepustakaan hukum dalam bahasa
Apabila wacana itu diikuti maka
Indonesa masih langka membahas
setelah rakyat memberikan suaranya
soal keterbubukaan, meskipun usaha
pada
(hari
pemungutan
suara),
16 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
selanjutnya rakyat itu tidak tahu apa-
dimasukkan
apa
Dalam WOB dibedakan dua macam
lagi
tentang
pelaksanaan
dalam
wet
tersebut.
pemerintahan. Bagi suatu negara
keterbukaan
demokrasi
keterbukaan aktif dilaksanakan atas
pelaksanaan
pemilihan
pemerintahan,
umum bukan satu-satunya instrumen
prakarsa
demokrasi. Konsep demokrasi dan
keterbukaan pasif atas permintaan
instrumennya telah jauh berkembang.
warga
(Hadjon, 1999, ibid,: 5)
Konijnenbelt, 1984 : 42, Hadjon. 1999
Pada
dekade
tahun
enampuluhan-tujuhpuluhan
lahirlah
pemerintah
yaitu
sedangkau
masyarakat.
(Wijk-
: 6) Pada
dasarnya
keterbukaan
suatu konep demokrasi yang disebut
pemerintahan
demokrasi partisipasi, (Akkormans,
menyangkut informasi. Keterbukaan
1985 : 161, Hadjon, 1999 : 6) Dalam
meliputi keterbukaan sidang-sidang
konsep demokrasi partisipasi rakyat
badan
mempunyai
keterbukaan informasi; keterbukaan
hak
untuk
ikut
tidak
hanya
perwakilan
rakyat,
memutuskan (medebeslissingsrecht,
prosedur;
dalam
pengambilan
Dalam WOB Belanda hanya diatur
pemerintahan
tentang keterbukaan informasi saja
proses
keputusan (besluitvormingsproces)
(Haan,
1986 : 140, Hadjon, 1999:6)
sebagai
keterbukaan
dasar
register.
hubungan
antara
pemerintahaan dan rakyat. (Haan,
5. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
1986 : 124, Hadjou, 1999:6) Arti penting keterbukaan dalam
Sebagai
pelaksanaan
asas
sidang-sidang
badan
keterbukaan dalam pemerintahaan di
rakyat
Belanda,mula-mula melalui asas "fair
pengawasan
play" sebagai salah satu dari apa
perwakilan rakyat Keterbukaan dalam
yang disebut "algemene beginselen
pengambilan
van behoorlijk bestuur", yang dalam
politik memungkinkan pengawasan
praktek Peradilan TUN di Indonesia
dan bagi pembuat keputusan akan
dewasa ini dikenal dengan nama
mendorong sikap berhati-hati dalam
"Asas-Asas
pengambilan
yang lahirnya
Umum
Baik" wet
Pemerintahan
(AAUPB).
Dengan
openbaarheid
berkaitan
perwakilan
yang
dengan
fungsi
dimiliki
badan
keputusan-keputusan
keputusan
(Burkens,
1990 : 94, Hadjon, 1999 : 6-7)
van
Sebagai ilustrasi adanya asas
bestuur (WOB) yang efektif sejak
keterbukaan antara lain : "Rapat
tanggal 1 Mei 1980 asas "fair play"
Paripurna,
Rapat
Paripurna Luar
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 17
Biasa,
Rapat
Komisi,
Rapat
Gabungan Komisi dan Rapat Panitia husus
pada
dasarnya
secara
luas.
(Duk-Loeb-nicolai,
1981 : 157, Hadjon, 1999 : 7)
bersifat
Cukup
banyak
terbuka, kecuali apabila rapat yang
masyarakat
bersangkutan
atau
informasi tentang ketentuaa hukum,
Musyawarah
memutuskan
Badan rapat
karena
tidak
terjadi
disatu
pernah
sisi
kita
diberi hanya
tersebut bersifat tertutup". (Kep. DPR
berpegang pada fiksi hukum dan
RI.No.10/DPR-RI/III/82-83,
disisi lain mungkin karena niat untuk
Ps
96
ayat(l))
memanfaafkan
6. Konsep Partisipasi Masyarakat Sesuatu hal yang dirasa atau dipandang
sangat
penting
ketidak
tahuan
masyarakat tentang suatu aturan hukum. (Hadjon, 1999 : 7-8)
ialah
Eksistensi
keterbukaan
adanya saluran bagi rakyat untuk
prosedur
menyampaikan aspirasinya melalui
"besluitvormingsprocedures"
DPR
dengar
salah satu dari "besluit" yang sangat
pendapat umum, merupakan sarana
penting adalah "beschikking" yang
yang patut dioptimalkan sehingga
dalam UU No. 5 Tahun 1986 disebut
pembentukan undang-undang dan
keputusan
perumusan kebijakan lainnya betul-
(Hadjon, 1999 : 9) Keterbukaan
betul
penting
Ketentuan
tentang
mengikutkan
masyarakat.
berkaitan
tata
Keterbukaan
demokratis
pemerintahan
keterbukaan
mengenal
adanya
negara.
pemerintahan.
dalam
prosedur
memungkinkan
yang
masyarakat melakukan : meeweten
dibedakan atas keterbukaan aktif dan
(ikut mengetahui); meedenken (ikut
pasif berkaitan dengan dokumen-
memikirkan);
dokumen pemerintahan. Keterbukaan
(bermusyawarah); dan meebeslissen
informasi dimungkinkan dalam batas-
(ikut
batas tertentu bagi masyarakat untuk
pelaksanaan); medebeslissingsrecht
mengetahui
(hak ikut memutus) (Haan, 1986 :
pemerintah.
informasi
dan
usaha
dalam
(Hadjon, 1999 : 7) Pemerintahan
dengan
dokumen-dokumen Fiksi
hukum
yang
menyatakan bahwa "setiap orang dianggap
mengetahui
undang-
meespreken
memutuskan
dalam
rangka
138, Hadjon, 1999 : 8) Dalam prosedur pengambilan keputusan
pemerintahan suatu
baik
undang" tidaklah ada artinya apabila
menyangkut
rencana,
undang-undang tidak dipublikasikan
kebijakan, pembentukan peraturan perundang-undangan maupuu suatu
18 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
keputusan
tata
negara,
kewajiban pejabat yang berwenang
asas-asas
untuk mengumumkan isi permohonan
keterbukaan harus dituangkan dalam
di lokasi dimana usaha itu bakal
prosedur tersebut.
berdiri,
(misalnya
usaha
izin)
Asas keterbukaan dalam suatu
telah
persetujuan
diganti
dengan
tetangga.
Dengan
prosedur izin, pelaksaaaannya dapat
demikian asas keterbukaan telah
berupa:
digeser oleh asas tetangga, padahal
a.
tersedianya sarana "meedenken en
meespreken"
baik
berupa
asas
keterbukaan
berupa
pengumuman isi permohonan tidak
keberatan,
hanya untuk tetangga tetapi untuk
dengar pendapat atau bentuk lain;
siapa
saja
pihak
yang
juga
LSM)
b.
pengumuman keputusan izin.
berkepentingan
c.
keterbukaan
untuk mengajukan keberatan dalam
isi
permohonan.
(Hadjon, 1999: 8)
rangka
Keterbukaan prosedur izin di Indonesia sesungguhnya telah diatur
(bisa
ketiga
"meeweten-meedenken-
meespreken-meebeslissen". (Hadjon, 1999 : 8-9)
dalam ketentuan izin ganguan yang
Register mengenai kedudukan
lazimnya dikenal sebagai HO, namun
hukum
sangat
pendaftaran penduduk; peadaftaran
disesalkan.
keterbukaan
seseorang
prosedur begitu saja diabaikan dalam
pemilihan
PERMENDAGRI No. 7 tahun 1993
benda-benda tidak bergerak serta
dalam Rangka Paket Kebijaksanaan
pendaftaran bidang usaha disamping
Pemerintah
sebagai suatu bentuk informasi, pada
(PAKTO
23
1993).
PERMENDAGRI
Oktober Dalam
1993
Pasal
sisi
lain
memiliki
sebagai
"bestuurswaarborg".
kelengkapan suatu permohonan izin
137,Hadjon,1999:9)
undang-undang
tersebut
7
umum),
(misalnya
gangguan
pada
Keterbukaan
pendaftaran
sifat
sebagai
(Haan register
1986: di
huruf g diisyaratkan : Persetujuan
Indonesia dikenal antara lain dalam
tetangga/atau
hukum kadaster yaitu keterbukaan
masyarakat
yang
berdekatan.
buku tanah. Keterbukaan seperti itu
Ketentuan dalam Pasal 7 huruf
di satu pihak memang memberikan
g diatas disatu sisi bertentangan
informasi
dengan Ordonansi Gangguan dan
mengenai hak atas tanah yang sudah
disisi lain telah mengabaikan asas
didaftarkan
keterbukaan
memberikan jaminan perlindungan
pemerintah,
yaitu
kepada dan
masyarakat sekaligus
Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah 19
hukum terhadap hak-hak yang sudah
peran
didaftarkan itu. (Hadjon, 1999 : 9)
ekonomi global. Pembangunan yang
Salah satu perwujudan asas demokrasi
yakni
utama
dalam
lalu
lintas
hanya menempatkan posisi hukum
keterbukaan,
sebagai
sarana,
diragukan
bahkan merupakan conditio sine qua
kemampuannya untuk mewujudkan
non asas demokrasi. Keterbukaan
negara Hukum Republik Indonesia
memungkinkan
yang intinya adalah mewujudkan cita
masyarakat
partisipasi
secara
aktif
dalam
hukum (rechts idee). (Hadjon, 1999 :
pembentukan peraturan perundang-
9-10)
undangan. (Hadjon, 1999 : 9) Asas rangka
keterbukaan
dalam
pembentukan
peraturan
perundangan-undangan
yang
demokratis,
perlu
mendapat
perhatian, oleh karena demokrasi
C.
Penutup Berdasarkan analisis hasil dan
pembahasan antara lain : a. Perda
perwakilan saja dewasa ini sudah
partisipasi
tidak memadai.
mengkritisi
Dalam rangka hubungan antara pemerintah
dan
tentang
mekanisme
masyarakat
untuk
kebijakan-kebijakan
sampai saat ini belum eksis, namun
kiranya
telah ada usaha-usaha untuk merintis
prioritas
dan membuka jalan kearah dapat
pemikiran untuk mendapat perhatian
dilakukannya partisipasi masyarakat
khusus.
secara kritis dan konstruktif melalui
keterbukaan
rakyat,
dapatlah disimpulkan
merupakan Kodifikasi
administrasi, mengenai
umum,
prosedur
seyogyanya
hukum khususnya
pemerintahan
b. Harapan
untuk
terwujudnya
mendapat
penyelenggaraan pemerintahan yang
perhatian, yang membuka peluang
bersih terbebas dari KKN terayata
kodifikasi
secara
masih dihantui dan dibayang-bayangi
bertahap. Kodifikasi yang demikian
adanya indikasi praktek KKN tidak
punya arti bagi pelaksanaan asas
hanya dapat terjadi dalam jajaran
negara hukum untuk mewujudkan
pemerintahan pusat. melainkan dapat
asas kekuasaan berdasarkan atas
pula terjadi dalam jajaran Pemda.
hukum
perlu
email dan hot line;
administrasi
secara
nyata.
Dalam
c. Partisipasi masyarakat mempunyai
mengantisipasi era globalisasi usaha
kontribusi yang cukup signifikan
tersebut perlu mendapat prioritas
Untuk mencegah dan mengeliminir
karena hukumlah yang mempunyai
terjadinya
praktek
KKN
dalam
20 Hj. Sumiati, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan dan Evaluasi Kebijakan Daerah
pembentukan
kebijakan-kebijakan
daerah,
namun
patut
disesalkan
sampai
saat
ini
partisipasi
masyarakat
tersebut
belum
sepenuhnya dapat terealisir; d.
Keterbukaan memberikan akses yang
cukup
signifikan
untuk
pendidikan politik rakyat daerah guna menghasilkan kebijakan daerah yang aspiratif, partisipatif dan demokratis.
DAFTAR PUSTAKA Ashari 1999, Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa makalah disampaikan pada seminar sehari diselenggarakan oleh Forum Nusantara Bersatu, pada tanggal 10 April 1999 di Klaten Attamimi, A. Hamid S., 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia, disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta Akkormans, P.W.C., 1985, Algemene Begrippen Van Staatsrecht, deel I, W.EJ. Tjeenk, Zwole Burkens, M.C., 1990, Beginselen van de Democratische Rechtsstaat, Tjeenk Willink, Zwole Burkens, M.C., 1990, Beginselen van de democratische rechtsstaat, W.EJ. Tjeenk Willing, Zwolle in samenwerking met het Nederlans Institut voor Sociaal en Economisch Recht, NISER Budisoesetyo, R., 1958, Kedaulatan Rakyat Dalam Hukum Positip
indonesia, Pidato, diucapkan pada peresmian jabatan guru besar luar biasa dalan mata pelajaran hukum tata negara dan hukum tata pemerintahan pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, di Surabaya, pada hari Rabu tanggal 10 November 1958 Bruggink, J.J.H., (alih bahasa Arief Sidharta), 1996, Refleksi Tentang hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung Couwenberg, S.W., 1977, Westers Staatsrecht als Emancipatie Proces, Samson, Alphen aan de Rijn