Indonesia
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
STEP
STAMP OUT
TORTURE
AMNESTY INTERNATIONAL
Nopember 2000 Al Index: ASA 21/61100 Distr: SCICOIGR INTERNATIONAL SECRETARIAT, I EASTON STREET, LONDON WCIX ODW, UNITED KINGDOM
amnesty international INDONESIA Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko Nopember 2000
RINGAKASAN
Al INDEX: ASA 21161/00 DISTR: SCICO!GR
Ketika protes yang dilakukan rakyat memaksa mantan Presiden Suharto untuk mengundurkan din di bulan Mei 1998, ada harapan besar bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang banyak teijadi dan dilakukan secara sistematis. yang menjadi ciii masa pemerintahan Suharto selama 32 tahun. akan berakhir. Di Aceh. pelanggaran hak asasi manusia berat terhadap para penduduk sipil banyak dilakukan dalam konteks operasi-operasi penumpasan pemberontakan terhadap kelompok oposisi pro-independen bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Selama periode tahun 1990 sampai 1998 ketika Aceh dijadikan Daerah Operasi Militer diperkirakan beberapa ribu rakvat sipil dibunuh di Iuarjalurhukum. termasuk diantaranva anak-anak dan orang-orang yang sudah ma. Penahanan secara sewenang-wenang. “penghilangan atau adanya orang-orang yang hilang serta penviksaan juga banyak terjadi. Di Aceh. di pertengahan tahun 1998. timbul rasa optimis ketika sejumlah pernyataan serta gagasan pemerintah menunjukkan adanya kesediaan dan pihak pemerintah baru untuk memperbaiki keadaan hak asasi manusia di propinsi tersebut. Dalam usaha-usaha mi termasuk pula adanya unsur penting berupa gagasan untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu dan komitmen untuk mengajukan mereka yang bertanggungjawab ke pengadilan. Namun. pada akhir tahun 1998 keadaan hak asasi manusia di Aceh mulai memburuk lagi. Sejak Januari 1999. terdapat serangkaian operasi keamanan terus menerus yang dilakukan terhadap GAM oleh polisi Indonesia dan militer. Operasi-operasi mi juga diwarnai dengan pelanggaran hak asasi manusia berat di banyak tempat termasuk adanva pembunuhan pembunuhan di luarjalurhukum. adanya orang-orang yang hilang. penahanan sertapenyiksaan secara sewenang-wenang. GAM juga tin-ut ikut bertanggung jawab atas pelanggaran pelanggaran tersebut. Sejumlah besarkorban adalah warga sipil. termasuk perempuan dan anak anak. Para pembela hak asasi manusia. para pekerja kemanusiaan dan yang lain-lainnya yang mencoba mendokumentasikan tindak kekerasan atau membantu para korban sendiri menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia.
Kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan GAM untuk menghentikan operasi operasi penyerangan yang diberlakukan di bulan Juni 2000 hanyamembawa sedikitketenangan. Dan memang situasi hak asasi manusia di sana makin memburuk dalam bulan-bulan terakhir mi. Sementara itu. usaha-usaha guna membawa para pelaku pelanggaran baik di masa lalu maupun dewasa mi ke pengadilan juga macet. Laporan mi dipusatkan pada para pembela hak asasi manusia serta para aktifis lainnya yang menjadi korban pelanggaran berat yang dilakukan pasukan keamanan dan GAM. Laporan mi menyertakan kasus-kasus yang dialami para pembela hak asasi manusia, para pekerja kemanusiaan dan para pegiat politik yang juga terkena pelanggaran hak asasi manusia berat termasuk penyiksaan, “penghilangan dan penahanan secara sewenang-wenang. Bagian kedua laporan mi memuat keterangan tambahan mengenai keadaan hak asasi manusia di Aceh serta juga memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia. GAM dan masyarakat internasional.
Laporan mi meringkas dokumen sepanjang 20 halaman (5818 kata). INDONESIA: Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko (Al Index: ASA 21/61/00) dikeluarkan oleh Amnesty International pada bulan Nopember 2000. Mereka yang ingin mendapatkan keterangan lebih terperinci atau melakukan tindakan-tindakan mengenai masalah mi haruslah terlebih dahulu membaca dokumen lengkapnya. Rangkaian laporan kami mengenai masalah mi dan pokok pokok bahasan lainnya juga tersedia di: http://www.amnestv.org dan siaran pers Amnesty International bisa pula didapatkan melalui email. dengan menghubungi: http ://www.arnnestv .orn/news/emailnws .htm
INTERNATIONAL SECRETARIAT, I EASTON STREET, LONDON WCIX ODW, UNITED KINGDOM
INDONESIA Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko Pada tanggal 5 September 2000, Amrisaldin (24 tahun), seorang reI satu organisasi kemanusiaan yang berkedudukan di Aceh, yakni Emergency for Aceh (SEFA) ditahan oleh para anggota Polisi Brimc pada saat ddakukan operasi pemeriksaan di Kecamatan Meukek di, Selatan. Amrisaldind11ejskan keesokan harinya setelah ditonjok, ditendangi, diIris-pn pisau dan rambut alat kelam serta bulu ketiaIdr dengan menggunakan korek ..
-
Seminggu sebeIumjggaI 27 Agustus 2000, tiga St kemanusiaan interirbnai Oxfam menderita luka i: dan salah stau dan mereka kukunya dicabuti serta dengan rokok oleh para anggota Brimob di Ladang -
-
Tangg6Januari 2000, Munir, seorang aktifis hak as bekerjäW(ntuk Forum Peduli Hak Asasi Manusia (FP dan rumahnya di kecamatan Tangse, kabupaten Pidie, o Brimob dan TN!. Sejak saat itu tidak ada lagi keterangan keberadaannya.
Pendahuluan
Kasus-kasus semacam itu tidaklah aneh di Propinsi Aceh, dimana pelanggaran hak asasi manusia berat masih terus dilakukan pada saat berlangsungnya operasi-operasi yang dilancarkan oleh pasukan keamanan Indonesia terhadap kelompok oposisi pro independen bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam keadaan dimana pelanggaran hak asasi manusia banyak dilakukan baik oleh pasukan keamanan maupun GAM terhadap penduduk sipil, para pekerja kemanusiaan dan para pembela hak asasi manusia terutama menghadapi resiko dalam pekerjaan mereka. Paling tidak mereka harus mengaiami operasi pemeriksaan” yang sering dilakukan pasukan keamanan di sepanjang jalan, mengalami rasa takut akan terjebak dalam tembak menembak senjata secara tidak sengaja den resiko-resiko lainnya yang berkaitan dengan bekerja di daerah yang mengalami konflik bersenjata. ‘
Namun sering kali para pekerja kemanusiaan dan pegiat hak asasi manusia memang sengaja dijadikan sasaran. Seiama dua tahun terakhir, Amnesty international telah mencatat adanya 60 kasus pelanggaran hak asasi manusia berat yang ditujukan kepada para aktifis, termasuk diantaranya dugaan adanya pembunuhan di luar jalur hukum serta “penghilangan” dan juga kasus-kasus lain seperti penahan secara sewenang-wenang, penyiksaan dan perlakuan buruk. Juga ada laporan-laporan Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
2
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
mengenal kasus pelecehan dan intimidasi terhadap para aktifis yang dilakukan oleh GAM. Seperti pada umumnya di Indonesia, penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Aceh, termasuk yang mengenai para pembela hak asasi manusia dan aktifis Iainnya, sangat jarang dilakukan. Hanya dalam sedikit perkecualian saja para pelakunya dihadapkan ke pengadilan. Meskipun penyelidikan terhadap sejumlah kasus masih terus dilakukan, tidak ada satu kasus pelanggaran pun terhadap pembela hak asasi manusia, pekerja kemanusiaan atau aktifis politik yang dicatat oleh Amnesty International dalam dokumen mi yang telah menghasilkan keadilan atau pemberian ganti rugi bagi para korban atau sanak keluarga mereka.
Meningkatnya penyerangan terhadap para pembela hak asasi manusia dan aktifis-aktifis Iainnya Sampai pada tahun 1998, pem batasan-pembatasan dalam hak kebebasan berkumpul, berserikat dan berekspresi yang telah menjadi ciri pemerintahan mantan Presiden Suharto, menyebabkan organisasi organisasi non pemerintah (ornop) tidak bisa bekerja secara terbuka. Meskipun menghadapi resiko besar untuk din mereka sendiri, sejumlah kecil pembela hak asasi manusia dan Seorang mahasiswa mendorong polisi anti huru-hara di Banda Aceh kelom pok-kelom pok © Reuters, 26 Maret 1999 kemanusiaan bekerja aktif di Aceh. Namun, membesarnya penentangan rakyat terhadap Presiden Suharto serta pemerintahannya pada tahun 1998 Iah, terutama di kalangan mahasiswa di seluruh Indonesia, yang memberikan dasar bagi tumbuhnya komunitas para aktifis hak asasi manusia, kemanusiaan dan politik yang sangat bergairah di Aceh. Para mahasiswa yang tadinya begerak untuk menentang pemenntah kemudian meneruskannya dengan membentuk kelompok-kelompok untuk bekerja dengan orang orang yang harus mengungsi serta untuk mengawasi pelanggaran-pelanggaran hak Al Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
3
asasi manusia. Para aktifls mendirikan pos-pos di pedesaan dengan maksud untuk mencatat kejadian-kejadian serta bertindak sebagai pencegah adanya perbuatan pasukan keamanan yang keterlaluan. Namun, pada saat keadaan hak asasi manusia di Aceh memburuk pada akhir tahun 1998 dan awal tahun 1999, makin terlihatjelas bahwa para aktifis itu sendiri dipandang sebagai ancaman oleh pasukan keamanan dan serangan-serangan terhadap para aktifis politik, kemanusiaan dan hak asasi manusia pun mulai meningkat.
Penyiksaan terhadap An war Yusuf, seorang pembela hak asasi manusia Anwar Yusuf, seorang relawan di kelompok hak asasi manusia Forum Peduli HAM, saat itu tengah menyelidiki kejadian yang berlangsung tanggal 3 Februari 1999 dimana pihak militer melancarkan tembakan ke sekerumunan warga sipil tak bersenjata yang sedang pulang menuju rumah mereka setelah menghadiri rapat di desa Matang Ulim, Idi Cut, kecamatan Simpang Ulim, Aceh Timur. Di pertemuan itu memang ada pidato pidato untuk pro-kemerdekaan. 1 Dalam penyelidikan ml ia juga mendatangi sungai Arakundo dimana mayat para korban ditemukan kemudian. Pada tanggal 7 Februari 1999, Anwar Yusuf ditangkap di rumahnya di Aceh Timur oleh orang-orang yang mengaku anggota Koramil kecamatan Idi Rayeuk. Ia lalu dibawa ke Koramil dan kemudian ke sebuah rumah dimana ia diinterogasi oleh empat orang anggota TNI mengenai kunjungannya ke sungai Arakundo serta dituduh menjadi anggota GAM. Selama diinterogasi itu, menurut Anwar Yusuf, Ia disiksa. Ia mengatakan ia dipukuli dengan sepotong kayu, sapu dan kursi. Ia juga disiram kopi panas dan dipaksa berjongkok di Iantai dengan sepotong kayu dijepitkan di belakang Iututnya. Ia juga diancam akan ditembak. Keesokan harinya Ia dipindahkan ke Kodim Aceh Timur sebelum kemudian dibawa ke tahanan polisi pada tanggal 10 Februari 1999. Ia lalu dibebaskan pada han yang sama tanpa didakwa apa-apa. Pada saat Anwar Yusuf masih dalam penahanan, ibunya mencoba mencarmnya balk di Koramil maupun di tahanan polisi yang kemudian membebaskannya. Baik pejabat polisi maupun Koramil mem bantah mengetahui keberadaannya.
‘Kasus Idi Cut merupàkan salah satu dan lima kasus yang direkomendasikan untuk segera dituntut oleh Komisi Independen Penyelidikan Tindak Kekerasan Aceh (KPTKA). Badan mi merupakan badan resmi Yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bulan Juli 1999. Menurut KPTKA, tujub orang diburnth di Iuarjalur hukum dalam kejadian mi Yang dipercaya dilakukan sebagai pembalasan atas penculikan serta pembunuhan terhadap tujuh orang tentara di bulan Desember 1999. Sumber sumber dan omop vakin bahwajumlah total mereka yang terbunuhjauh lebih besar. Beberapa mayat juga diketemukan di sungai Arakundo di dekat daerah itu. Beberapa dan mavat itu dilaporkan diikat dengan barn untuk memberatkan dan mereka masth hidup ketika dibenamkan ke dalam sungai. Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
4
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
“Menghilangnya” Fachrurazzi, rela wan pekerja kemanusiaan Amnesty International mencatat meningkatnya penyerangan terhadap para aktifis pada bulan-bulan awal tahun 2000. Pada bulan Februari 2000, Lembaga Bantuan Hukum Aceh (LBH Aceh) mengeluarkan laporan yang menyatakan adanya perubahan yang kentara dalam hal mereka yang menjadi sasaran operasi-operasi pasukan keamanan dan bahwa para pekerja kemanusiaan, paramedis serta wartawanlah yang lalu terutama menghadapi resiko. LBH Aceh menganggap hal mi sebagai kebijakan yang disengaja untuk mencegah dilakukannya pekerjaan kemanusiaan dan hak asasi manusia. Tingkat intimidasi begitu besarnya sehingga para aktifis tidak bisa melakukan perjalanan di propinsi itu guna melaksanakan pekerjaan mereka. Penye)idikan atas laporan-laporan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi d propinsi itu seringkali tidak mungkin dilakukan sebab tempat-tempat dimana kejadian berlangsung ditutup oleh pasukan keamanan. Pada masa-masa itulah, tepatnya tanggal 6 Januari 2000, Fachrurazzi, (25 tahun) mahasiswa lnstitut teknik Iskandar Thani di ibukota Banda Aceh dan juga sukarelawan satu kelompok kemanusiaan yang bernama Pemuda Mahasiswa Rakyat ke Aceh, Pemraka, terlihat ditahan oleh para petugas Brimob yang sedang melakukan operasi “pemeriksaan” di dekat markas Pemraka di Simpang Mamplam, kecamatan Samalanga, kabupaten Bireun. Menyadari bahwa putra mereka menghilang, orang tua Fachrurazzi berusaha sekuat tenaga untuk menemukannya. Selama bulan Januari dan Februari 2000, mereka sudah mendatangi lima kantor Polsek di kecamatan-kecamatan yang berbeda beda, kantor Polres di Aceh Utara dan di Pidie, dua Koramil di dua kecamatan dan kantor Kodim Aceh Utara. Setiap kali mereka diberitahu oleh petugas polisi dan militer bahwa mereka tidak menahan Fachrurazzi. Pada tanggal 11 Februari 2000, mereka diberitahu di Polda bahwa Fachrurazzi dibebaskan han itu. Namun sampai pada bulan Oktober 2000, organisasi-organisasi hak asasi manusia di Aceh yang mengurusi kasus mi belum juga menerima kabar Iebih lanjut mengenai keberadaannya.
Penyiksaan serta pembunuhan di luarfalur hukum terhadap Jafar Siddiq Hamzah dan Nashiruddin Daud Pada bulan Agustus 2000, para pembela hak asasi manusia serta aktifis kemanusiaan melaporkan makin meningkatnya intimidasi dan ancaman terhadap mereka. Rasa ketakutan diantara para aktifis makin diperkuat dengan kenyataan “menghilangnya” Jafar Siddiq Hamzah di Medan, Sumatra Utara, pada tanggal 5 Agustus 2000. Jafar Siddiq Hamzah, seorang pengacara Aceh yang juga aktifis hak asasi manusia tengah mengunjungi Indonesia karena iatinggal di Amerika Serikat. Di Amerika serikatiajuga Al Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
5
mendirikan International Forum for Aceh (IFA), yaitu satu ornop yang memusatkan perhatian pada pemajuan hak asasi manusia dan demokrasi di Aceh. Jafar Siddiq Hamzah tidak muncul pada satu pertemuan yang sudah dijanjikannya di Medan pada siang han tanggal 5 Agustus 2000 dan kemudian tidak ad kabar beritanya lagi sampai * kemudian mayatnya berhasil diidentifikasi diantara lima mayat lain yang ditemukan di sebuah jurang di luar kota Medan, di kecamatan Merek, kabupaten Tanah Karo, Sumatra Utara pada Jafar [Halnzah©’I tanggal 2 September 2000. Mayatnya dilaporkan dililiti kawat berduri dan ada tanda-tanda bekas penyiksaan. Balk pasukan keamanan mau pun GAM menolak bertanggung jawab atas kematiannya mi. Penyelidikan yang dilakukan polisi sampai saat mi tidak berhasil menemukan identitas para petaku. Jafar Siddiq Hamzah merupakan tokoh terkenal kedua yang bekerja untuk pelanggaran hak asasi manusia di Aceh yang menghilang di Medan dan kemudian ditemukan sudah meninggal pada tahun 2000 mi. Anggota DPR, Nashiruddin Daud, anggota Partal Persatuan Pembangunan (PPP) dan wakil ketua komisi DPR untuk penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia di Aceh, terakhir kali terlihat pada tanggal 24 Januari 2000 sedang memasuki sebuah kendaraan bersama seorang pria tak dikenal di Medan. Mayatnya ditemukan keesokan harinya. Seorang anggota polisi militer dan seorang warga sipil ditangkap di bulan September 2000 dan dituduh terlibat dalam pembunuhan Nashiruddin Daud. Tapi keduanya tidak dikenai dakwaan dan dipercaya bahwa mereka telah dibebaskan lagi. Meskipun identitas mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan dan penyiksaan terhadap Jafar Siddiq Hamzah dan Nashiruddin Daud tetaplah tidak diketahui, ada kekhawatiran bahwa kematian mereka berhubungan dengan kegiatan hak asasi manusia mereka.
Penyiksaan terhadap Amrisa!din, seorang pekerja kemanusiaan Lebih banyak lagi penyerangan terhadap para aktifis dilaporkan terjadi pada bulan September dan Oktober 2000. Amrisaldin (24 tahun), seorang relawan organisasi kemanusiaan Save Emergency forAceh (SEFA), ditangkap oleh para anggota Brimob dalam satu operasi “pemeriksaan” di kecamatan Meukek, Aceh Selatan. Amnesty International Nopember 2000
A/Index: ASA 21/61/00
6
Para aktifis di Aceh k/ni menghadapi resiko
Penangkapannya mi kelihatannya berhubungan dengan laporan yang dibawa-bawanya mengenai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pasukan keamanan terhadap para pengungsi di Aceh Selatan dan juga karena ia membawa pasokan medis untuk dibagi-bagikan diantara para pengungsi di kabupaten itu. Amrisaldin dijadikan sasaran penyiksaan hampir lima jam dan pukul 9.45 malam tanggal 5 September 2000 sampai pukul 2.15 pagi di Polsek Meukek, Aceh Selatan. Menuçut pengakuannya, mulutnya ditonjok dan telinga serta perutnya ditendang. Dahinya dilukai dengan pisau, rambut alat kelamin, bulu dada serta bulu ketiaknya dibakar dengan korek api dan ia diancam akan dibunuh. Perlakuan terhadapnya agak membaik setelah rekan-rekan Amrisaldin dan Banda Aceh menelpon Polsek Meukek dan penyiksaan langsung dihentikan secara total ketika para petugas itu sadar bahwa kasusnya mi ditangani oleh satu organisasi hak asasi manusia nasional yang berkedudukan di Jakarta. Walaupun demikian, penginterogasian terus berlangsung sampai pukul 4 pagi dan saat itu Amrisaldin dituduh sebagai aktifis GAM. Ia dibebaskan han itu namun diperintahkan untuk tetap tinggal di kecamatan Tapaktuan di Aceh Selatan selama lima han serta harus melapor ke Poires Aceh Selatan. Sebelum dibebaskan, ia harus menandatangani sebuah surat yang isinya bahwa Ia berjanji tidak akan menyebarluaskan kasusnya mi.
Penyiksaan terhadap Muhammad Sa!eh dan Muzakkir, para aktifis politik Para aktifis potitik dan kelompok-kelompok yang mengadvokasikan diadakannya referendum di Aceh guna menentukan masa depan status politik propinsi itu juga termasuk diantara mereka yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia selama bulan-bulan terakhir mi. Pada tanggal 19 September 2000, dua aktifis dan kelompok yang pro-referendum, yakni Sentral lnformasi Referendum Aceh (SIRA), diculik oleh dua orang berpakaian sipil dan membawa senjata dan sebuah bengkel mobil di Banda Aceh. Muhammad Saleh, anggota dewan presidium SIRA dan Muzakkir, sekretaris satu penerbitan SIRA, dibawa ke markas besar Brimob di Jilingke, Banda Aceh, dimana mereka kemudian dilucuti pakaiannya dan dipukuli dengan kabel antene, popor senjata, sabuk serta kursi. Para petugas Brimob itu juga mengancam Muhammad Saleh dengan menggunakan sebuah pisau dan mengatakan lehernya akan dipenggal dan matanya akan dicungkil. Setelah sekitartiga setengah jam, kedua orang itu ditutup matanya dan dibawa ke Polda Aceh. Pada saat mereka keluar dan kendaraan, mereka dipukuli dan ditendangi. Pernukulan masih terus berlangsung pada saat mereka diinterogasi kern udian.
Al Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kin! men ghadapi resiko
7
Pagi han tanggal 20 September 2000, Muhammad Saleh dan Muzakkir diperbolehkan menemul keluarga serta pengacara mereka, dan dibebaskan pada pukul 5.30 sore han yang sama. Seorang pejabat polisi mengatakan bahwa kedua orang itu ditangkap sehubungan dengan adanya perkelahian mengenai sebuah kendaraan. Polisi itu juga membantah bahwa kedua orang tersebut disiksa ketika berada dalam penahanan. Kedua aktifis itu lalu harus dirawat di rumah sakit, termasuk karena menderita patah tulang rusuk dafam kasus Muhammad Saleh.
Serangan-serangan terhadap para aktifis oleh GAM GAM juga bertanggung jawab daiam mengintimidasi serta mengancam para aktifis. Satu kelompok kemanusiaan di Band a Aceh melaporkan di bulan Mei 2000 bahwa para anggotanya diancam akan dibunuh dan diberitahu bahwa kantor mereka akan dibom oleh orang-orang yang menyebutkan din mereka sebagai anggota GAM. Semenjak saat itu beberapa staff kelompok kemanusiaan tersebut serta relawannya menenima ancaman melalui surat dan telepon. Beserta beberapa kelompok Iainnya, organisasi mi juga dimasukan dalam daftar hitam yang dipercaya diedarkan oleh GAM kepada para kepala desa dan para pejabat setempat Iainnya di sejumlah kabupaten beserta penintah yang melarang mereka menerima bantuan dan organisasi-organisasi tersebut.
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
8
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
1rnsiatf PBB baru-baru
mi yang
ditujukan untuk meIlnungi para pemb&a hak asasi manusia
Sebagal pengakuan atas pentingnya pekerjaa1:para pembela hak asas manusia serta perlunya adanya usaha yang lebih besar lagi untuk rnenjàmin keselarnatan mereka, Majelis Umum PBB telah menenma DekiarasI mengenai Hak dan Tanggung Jawab Individu, KeJompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Mempromosikan dan Melindwigi Hak-hak Asasi Manusia serta Kebebasan Dasar yang Diakuisecara Universal (secara informal juga dikenal dengan nama Deklarasi mengenai Para Pembela Hak Asasi Manusia) pada tanggal 9 Desember 1998, untuk menandal 50 tahunnya Dekiarasi Universal mengenal HakAsasi Manusia. Selain menegaskan kembali bahwa semua orang mempunyal hak. dan negara mempunyai kewajiban, untuk memprornosikan dan memperjuangkan perlindungan bagi hak asasi manus:a. Dekiarasi ml juga menggarisbawahi langgung jawab negara untuk menjamin adanya perliadungan bagi para pembela haai manusia. Pasal 12 berbunyl sebagal berikut: 1. Sernua orang liki hak, baik secara perseorangan maupun dalam hubungannya dengan orang lain, untukpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara damal untuk menentang pelanaran hak asasi manusia dan kebebasan mendasar. 2. Negara harus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjammn adanya perlindungan dan pihak yang bemienang yang berkompeten terhadap semua orang. balk secara perseorangan maupun dalam .hubungannya dengan orang lain. dan segala tindak kekerasan, ancaman, pembalasan. diskniminasi yang merugikan balk secara de facto atau de jure. tekanan atau tindakan lain yang sewenang-wenang yang muncul akibat dilaksanakannya secara sah hak-hak orang itu seperti yang dirujuk dalam dekiarasi ml. 3. Sehubungan dengan hal ml. semua orang berhk, balk secara perseonangan maupuni dalan hubungannya dengan orang lain, untuk dilindungi secara efekf berdasarkan hukurn nasional dalam bereaksi melawan atau menentang, dengan cara yang damai, kegiatan dan tindakan tindakan, termasuk juga kelalaian, yang berhubungan dengan negara yang rnenyebabkan adanya pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, serta juga tindakan4indakan kekenasan yang dilakukan oieh kelompok-kelompok atau perseorangan yang berakibat pada terganggunya kemampuar untuk menikmatj hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Pada bulan April 2000, Komisi Hak Asasi Manusia PBB menyerukan agar semua negara mempromosikan serta memberlakukan Deklarasi ni. Kornisi tersebutjuga rneminta agan Sekretanis Jendral PBB, Kofi Annan. menunjuk untuk periode waktu tiga tahun, seorang perwakilar; khusus yang harus melaporkan keadaan para pembela hak asasi manusia di seluruh dunia serta cara-cara untuk rneningkatkan perlindungan terhadap mereka. Pada tanggal 18 Agustus 2000, Seien PBB menunjuk seorang pengacara hak asasi manusia asal Pakistan. Hina Jilani sebagai Wakil Khusus untuk Pai Pembela Hak Asasi Manusia.
.4! Inde... AS,4 21/51/00
.4mnescv International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
9
Latar Belakang Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatra, sekitar 1600 km dan ibukota Jakarta. Penduduknya sekitar tiga setengah juta orang. Orang Aceh sening dipandang memiliki tradisi yang sudah berakar dalam menentang dominasi yang dilakukan penguasa dali luar daerah itu. Selama seperempat abad terakhir mi rasa tidak puas pada pemerintahan Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh adanya keluhan dalam masalah ekonomi yang berhubungan dengan tidak seimbangnya pembagian pendapatan yang didapatkan dan sumber daya alam yang besar di propinsi itu. Penentangan terhadap pemerintah Indonesia makin bertambah akibat digunakannya kebijakan yang represif oleh pasukan keamanan di Aceh. Pada bulan Desember 1976 gerakan oposisi bersenjata yang banu didirikan, yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM), menyatakan bahwa Aceh akan menjadi negara independen. Pemenintah menjawab ml dengan menggunakan kekuatan dan GAM sebagian besar bisa dilumpuhkan dalam waktu beberapa tahun saja. Namun, pada tahun 1989 GAM muncul kembali dan melakukan sejumlah serangan terhadap polisi dan instalasi militer yang menyebabkan kembali diadakannya operasi militer di propinsi tersebut. Operasi-operasi pembasmian pemberontakan yang dilakukan pasukan keamanan Indonesia mengakibatkan adanya pelanggaran hak asasi manusia berat, sebagian besar dilakukan terhadap penduduk sipil. Amnesty International memperkirakan antaratahun 1989 dan 1993, dua ribu warga sipil, termasuk anak-anak dan orang yang sudah tua, dibunuh di luarjalur hukum dan paling tidak 1000 orang ditahan secara sewenang-wenang. Banyakdiantaranya ditahan dalarrincommunicado atau tidak bisa berhubungan dengan siapapun dan dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan yang buruk. 2 Meskipun tingkat pelanggaran kemudian berkurang dalam tahun-tahun benkutnya, laporan secara teratur mengenai adanya pembunuhan di luar jalur hukum, “penghilangan”, penahanan secara sewenang-wenang dan penyiksaan masih terus diterima. Pemerintahan otoniter selama 32 tahun berakhir di bulan Mei 1998 ketika mantan Presiden Suharto terpaksa harus mengundurkan din karena menghadapi penentangan secara besar-besanan dan rakyat. Jatuhnya pemenintahan Suharto membuka satu era baru reformasi yang menimbulkan adanya harapan agar ada perubahan di seluruh Indonesia, termasuk di Aceh. Sejumlah pernyataan dan gagasan yang dikeluarkan pemenintah membenikan dasar bagi rasa optimisme. Pada tanggal 7 2
Untuk lebthjelasnva bacalah Indonesia: “Shock Therapy” Sebagai Petnulihan Keterti ban di Aceh 1989-93 (Al Index: ASA 21/07/93. Juli 1993)
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
10
Para aktitis di Aceh kini menghadapi resiko
Agustus 1998, Jendral Wiranto, Panglima TNI waktu itu, meminta maaf atas tindakan para anggota angkatan bersenjata di Aceh. lajuga mengumumkan bahwa status Aceh sebagai daerah Operasi Militer akan dicabut dan semua pasukan non-organik akan ditarik mundur. 3 Sejumlah penyelidikan atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan selama sepuluh tahun sebelumnya juga dimulai, sehingga memberikan harapan kepada para korban dan keluarga mereka bahwa keadilan akan ditegakan. Namun harapan itu hanya berumur pendek. Pada akhir tahun 1998, keadaan hak asasi manusia mulai memburuk lagi sesudah terjadinya sejumlah serangan terhadap anggota dan instalasi militer serta potisi di bulan Desember. Meskipun ada keraguan mengenai siapa yang bertanggung jawab, pihak yang berwenang menyalahkan GAM atas serangan-serangan itu dan menjawabnya dengan meluncurkan Operasi Wibawa 99 pada awal Januari 1999, dimana banyak orang ditangkap dan puluhan dibunuh. Hal mi diikuti dengan serangkaian operasi lainnya sepanjang tahun 1999 dan 2000. Meskipun operasi-operasi itu dikepalai oleh polisi, pola operasinya hanya sedikit saja berbeda dan operasi-operasi militer sebelumnya yang bercirikan adanya banyak pelanggaran berat hak asasi manusia terhadap warga sipil. Sifat pelanggaran juga sangat mirip dengan pelanggaran yang dilakukan di awal tahun 1990an dan termasuk juga pembunuhan di luar jalur hukum, ‘penghilangan” dan penahanan sewenang wenang. Angka-angka yang ada sulit untuk dibuktikan keakuratannya, namun diperkirakan bahwa ratusan orang telah dibunuh di luarjalur hukum selama dua tahun terakhir. Penyiksaan dan perlakuan buruk rutin terjadi baik di dalam ataupun di luar tahanan polisi atau militer sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan atau sebagai bentuk penghukuman atau intimidasi. Meskipun banyak dan mereka yang dituduh sebagai anggota GAM telah ditangkap dalam dua tahun terakhir mi, hanya beberapa kasus saja yang sudah dibawa ke pengadilan. Tingkat penekanan yang makin tinggi juga banyak dipandang sebagai penyebab bertambahnya dukungan bagi diadakannya referendum mengenai masa depan politik Aceh diantara penduduk Aceh. Tekanan untuk mendukung referendum mencapai puncaknya pada akhir tahun 1998 ketika pada tanggal 8 November 1998, lebih dan satu juta orang menghadini demonstrasi pro-referendum di ibukota Banda
Status Aceh sebagai DOM tidak pernah secara terang-terangan diumumkan, namun pada umuinna dianggap berlaku sejak tahun 1990. Status DOM memberi.kan kekuasaan besar bagi militer. Penarikan mundur pasukan non-organik merujuk kepada semua unit yang tidak berada dalam struktur komando wilayah itu. Kira-kira 900 pasukan tempur, sebagian besar dan unit Kopassus dan Kostrad, ditanik mundur pada bulan Agustus 1998. Namun penarikan mundur mi lalau dihentikan sementara pada awal bulan September 1998 setelah pecahnva kekacauan di Lhokseumawe. Aceh Utara, menvusul di1angsungkanna upacara penarikan mundur. A/Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
11
Aceh. Demonstrasi kedua berlangsung pada tanggal 10-11 November 2000. Namun, pasukan keamanan mencegah rakyat yang melakukan perjalanan ke Banda Aceh untuk ikut berpartisipasi dengan diantaranya melakukan tembakan ke inng-iringan kendaraan. Jumlah total yang terbunuh tetap tidak bisa dikonflrmasi, tetapi diduga lebih dan 20 orang. Sementara itu, pemenintah terlibat dalam gagasan-gagasan untuk mengadakan dialog dengan GAM. Pada bulan Mel 2000, satu perjanjian ditandatangani dimana kedua pihak setuju untuk menghentikan operasi-operasi penyerangan guna memungkinkan pembagian bantuan kemanusiaan dan mempersiapkan dasar bagi perundingan lebih jauh untuk mengakhini konflik. Kesepakatan itu dikenal dengan nama Penjanjian Jeda Kemanusiaan bagi Aceh dan mulal diterapkan pada tanggal 2 Juni 2000 untuk tiga bulan lamanya. Penjanjian ml mula-mula kelihatannya berhasil menurunkan tingkat pelanggaran hak asasi manusia. Namun, dalam waktu beberapa minggu saja laporan mengenal adanya pelangganan yang dilakukan balk oleh pasukan keamanan maupun GAM sekali lagi memuncak. Pada tanggal 24 September 2000, penjanjian itu diperpanjang tiga bulan sampai tanggal 15 Januani 2001. Pada saat yang sama kedua pihak juga setuju untuk mengambil semua Iangkah-langkah yang diperlukan guna meningkatkan keefektifan Jeda Kemanusiaan” dan menegaskan kembali komitmen mereka bagi segera kembalinya dengan selamat para pengungsi, serta mencegah adanya perpindahan penduduk besar-besaran lagi serta untuk menjamin keselamatan para pekerja kemanusiaan. Amnesty International menyambut balk kesadaran dan kedua pihak mengenal pentingnya langkah-langkah untuk melindungi mereka yang berkerja bagi para pengungsi serta korban pelanggaran hak asasi manusia Iainnya di Aceh. Namun, meskipun adanya komitmen-komitmen ni, pelanggaran terus berlangsung, menyebabkan masih adanya orang-orang yang harus mengungsi dan kasus-kasus pelanggaran terhadap para pembela hak asasi manusia, pekerja kemanusiaan dan aktifis Iainnya masih terus dilaporkan tenjadi setelah penjanjian itu diperpanjang. Satu unsur penting bagi adanya penlindungan yang efektif adalah bahwa mereka yang dicunigal melakukan pelanggaran terhadap para aktifis kemanusiaan dan hak asasi manusia diajukan ke pengadilan.
Pelanggaran yang dilakukan GAM Para anggota GAM juga bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Aceh balk sebelum maupun sesudah tahun 1998. Keterangan mengenal pelanggaran yang dilakukan GAM seringkali sulit untuk dicek dan dikacaukan oleh banyaknya Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
12
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
laporan mengenai pelanggaran yang disebutkan oleh pihak yang berwenang di media massa sebagai dilakukan pihak ketiga yang tidak diketahui. Namun, ada pula laporan laporan yang bisa dipercaya mengenai pembunuhan di luarjalur hukum, penculikan serta penyiksaan yang dilakukan oleh para anggota GAM balk terhadap para anggota pasukan keamanan maupun warga sipil. Korban Iainnya termasuk mereka yang dituduh menjadi mata-mata militer dan orang-orang yang dicurigai GAM sebagal para kriminal. Juga ada laporan-laporan yang bisa dipercayai mengenai ancaman, intimidasi dan pelanggaran Iainnya yang dilakukan GAM terhadap para pejabat pemerintah setempat, pemimpin keagamaan, para pekerja kemanusiaan dan lain-lainnya. GAM juga dflaporkan bertanggung jawab atas banyaknya pengrusakan terhadap gedung-gedung pemerintah, termasuk sekolah, serta telah memaksa banyak pegawal negeri untuk tidak bekerja sehingga sebagian besar kantor administrasi pemerintahan tidak lagi berfungsi. Pemerasan juga dilaporkan dHakukan kelompok itu dalam skala besar serta didukung oleh ancaman dan intimidasi. “Jeda Kemanusiaan’ dianggap oleh beberapa pengamat memberikan kesempatan bagi GAM untuk memperbaiki kelompoknya. Kegiatan perekrutan, termasuk perekrutan anak-anak, disebutkan oleh beberapa pengamat makin meningkat sejak diterapkannya perjanjian “Jeda Kemanusiaan” itu. GAM juga dikabarkan memperluas pengaruhnya di tingkat desa dan di beberapa daerah sudah mengambil alih fungsi pemerintahan, termasuk pengaturan peradilan lagi.
Penyelidikan dan Pengadilan ‘Mungkin satu hal yang paling penting yang menyebabkan adanya fenomena orang
orang yang hilang adalab adanya pembebasari dan hukuman atau impunftas. Pengalaman kelompok Keija ml selama lebih dan sepuluh tahun membuktikan kebenaran pepatah tua bahwa pembebasan dan hukuman membiakan penghinaan terhadap hukum. Para pelaku pelanggaran hak asasi manusia ,b4 tu warga sipil ataupun militer akan menjadi bertambah kurang ajar jikaaiak dimantai pertanggungjawaban di depan pengadICaqukurn ..
Kelompok kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenal penghilahgan secara paksa atau tidak sukarela, laporan tahun 1990, paragraf 344.
Sejak bulan JuN 1998, sejumlah penyelidikan resmi atas pelanggaran hak asasi manusia di Aceh telah dimulai. Setiap penyelidikan mi mengumpulkan bukti-bukti dan ratusan kasus pelanggaran yang dilakukan sejak tahun 1989 dan menunjuk pada A! Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Pare aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
13
adanya keterlibatan pasukan keamanan Indonesia dalam pelanggaran-pelanggaran tersebut. Namun, sepengetahuan Amnesty International hanya ada dua kasus yang sudah dituntut di pengadilan dalam waktu dua tahun terakhir ml. Salah satunya dilakukan di pengadilan militer dan satu lainnya di pengadilan koneksitas. Penyelidikan •
Juli 1998: Tim Gabungan Fakta -DPR dibentuk. Pada bulan Oktober 1998 tim itu mengumumkan hash penemuan sementaranya yang mengatakan bahwa tim itu menerima laporan lebih dan 1700 kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk diantaranya 426 kasus “orang yang menghilang” dan 320 kasus pembunuhan di luarjalur hukum.
•
Juli dan Agustus 1998: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan penyelidikan di Aceh. Laporan pendahuluannya menyebutkan telah menemukan bukti-bukti adanya paling tidak 781 orang yang meninggal, 163 yang “menghilang”, 368 kasus penyiksaan dan 102 kasus pemerkosaan yang dilakukan antara tahun 1989 dan 1998.
•
Juli 1999: Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh (KPTKA) didirikan dengan sebuah dekrit presiden. Dilaporkan bahwa Komisi itu telah mengumpulkan keterangan mengenai 5000 kasus pelanggaran hak asasi manusia di Aceh yang dilakukan selama sepu!uh tahun terakhir, termasuk diantaranya berupa pembunuhan di luarjalur hukum, penyiksaan, “penghilangan”, penahanan secara sewenang-wenang, pemerkosaan dan tindak kekerasan seksual. Komisi itu merekomendasikan agar lima kasus segera diajukan ke pengadilan.
•
November 1999: Sidang Komisi DPR mengenai Aceh dilakukan dimana pejabat senior militer dan pemerintah ditanyai mengenai peranan mereka dalam pelanggaran hak asasi manusia sejak tahun 1989.
•
November1999: Kantor J aksa Agung melakukan penyelidikan terhadap lima kasus yang direkomendasikan untuk dituntut oleh KPTKA. Lima kasus itu masing-masing adalah kasus pemerkosaan di Pidie yang terjadi di bulan Agustus 1996; kasus penyiksaan dan “penghilangan” antara tahun 1997 dan 1998 di satu tempat yang dikenal sebagai Rumoh Geudong di Pidie; pembunuhan secara tidak sah atau di luarjalur hukum terhadap tujuh warga sipil di Idi Cut, Aceh Timur, Dl bulan Februari 1999; pembunuhan di luarjalur hukum terhadap 35 warga sipil di Simpang KKA di Aceh Utara bulan Mei 1999; dan pembunuhan di luarjalur hukum terhadap seorang ulama dan para pengikutnya di desa Blang Meurandah, Aceh Barat, bulan Juli 1999.
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
14
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
Sidang-sidang pengadilan •
Februari 1999: Lima orang tentara dijatuhi hukuman antara dua sampai enam setengah tahun penjara oleh satu pengadilan militer karena memukuli sampai mati lima orang tahanan di Lhokseumawe, Aceh Utara, bulan sebelumnya.
•
April 2000: Kasus pertama dan lima kasus yang diinvestigasi oleh Kantor Jaksa Agung diajukan ke pengadilan koneksitas di Banda Aceh. Seorang warga sipil dan 24 orang tentara dinyatakan bersalah membunuh seorang ulama, Tengku Bantaqiah, bersama Iebih dan 50 pengikutnya di Aceh Barat bulan Juli 1999. Mereka dijatuhi hukuman antara delapan setengah tahun sampai sepuluh tahun penjara.
Al Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
15
Rekomendasi-Rekomendasi Para pembela hak asasi manusia, para pekerja kemanusiaan dan aktifis politik termasuk diantara ribuan warga sipil yang telah menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia di Aceh. Balk pemerintah Indonesia maupun GAM diserukan untuk mengambil Iangkah-Iangkah guna mencegah terjadinya pelanggaran semacam itu serta untuk menjamin adanya perhndungan bagi para pembela hak asasi manusia serta aktifis Iainnya di Aceh. Masyarakat internasional juga diimbau untuk membahas masalah khusus yang dihadapi para pembela hak asasi manusia, termasuk dalam dialog mereka dan dalam hubungan sebagal negara donor dengan pemerintah Indonesia. Amnesty International mengimbau pemerintah Indonesia untuk:
•
melakukan penyelidikan yang bisa dipertanggungjawabkan mengenal tuduhan adanya pelanggaran hak asasi manusia DI masa lalu dan dewasa mi di Aceh; menjamin bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk mereka yang memberikan perintah untuk melakukannya, dibawa ke pengadilan yang sidangnya memenuhi standar internasional mengenal keadilan (fair);
•
membentuk program-program yang efektif bagi perlmndungan terhadap para korban dan para saksi yang dipanggil untuk memberikan keterangan atau kesaksian pada saat proses pengadilan;
•
menjamin bahwa para anggota pasukan keamanan berada di bawah perintah serta dilatih untuk melakukan tugas mereka sesuai dengan standar internasional mengenal hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan; terutama, menjamin bahwa para aktifis hak asasi manusia, kemanusiaan dan politik tidak menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penahanan secara sewenang-wenang, “penghilangan”, hukuman mati di luarjalur hukum dan penyiksaan atau perlakuan buruk;
•
mengambil Iangkah-Iangkah kongkritguna menjamin keamanan para pembela hak asasi manusia di Aceh sebagaimana telah dijamin oleh Deklarasi mengenal Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Mempromosikan dan Melmndungi Hak-hak Asasi Manusia serta Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal (Dekiarasi mengenai Para Pembela Hak Asasi Manusia); terutama untuk menjamin bahwa para pembela hak asasi manusia mendapatkan akses yang aman, tidak dihalangi dan tidak diganggu ke semua bagian Aceh serta bisa menjalankan pekerjaan mereka tanpa merasa khawatir akan keamanan mereka.
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
16
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
Amnesty International mengimbau GAM untuk: •
menyatakan komitmen di depan umum akan mematuhi hukum kemanusiaan internasional sebagaimana dijabarkan dalam Pasal Umum 3 Konvensi Jenewa, terutama bahwa mereka yang tidak ikut ambil bagian secara aktif dalam permusuhan harus diperlakukan secara manusiawi dan tidak boleh dijadikan sasaran tindakan kekerasan seperti pembunuhan, penyiksaan atau penyanderaan:
•
menyatakan penentangan secara menyeluruh terhadap pelanggaran hak asasi manusia atas para aktifis hak asasi manusia, kemanusiaan dan politik serta menjamin bahwa mereka akan bisã melakukan pekerjaan mereka secara bebas tanpa adanya ancaman atau intimidasi;
Amnesty International mengimbau masyarakat internasional, terutama negara donor untuk Indonesia, untuk: •
menanyakan mengenai kasus-kasus yang dibahas di atas kepada pemerintah Indonesia serta memberikan tekanan pada pemerintah Indonesia untuk melindungi keamanan para pembela hak asasi manusia serta aktifis Iainnya di Aceh sesuai dengan rekomendasi-rekomendasi di atas;
•
mengembangkan strategi bantuan dan investasi untuk Indonesia yang bisa memperkuat perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia, termasuk dukungan bagi program-program yang ditujukan untuk meminta pertanggungjawaban militer di pengadilan sipil;
•
mempertimbangkan pemberian dana, pelatihan dan bantuan teknis bagi organisasi organisasi non-pemerintah untuk hak asasi manusia di Aceh, termasuk bagi mereka yang terlibat dalam pengawasan dan penyelidikan atas pelanggaran serta mereka yang bekerja dengan para korban pelanggaran hak asasi manusia, termasuk korban pemerkosaan serta bentuk penyiksaan Iainnya.
Al Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini men ghadapi resiko
17
Lampiran: Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap para pembela hakasasi manusia, pekerja kemanusiaan dan aktifis politik di Aceh.
Anwar Yusuf. Pembela hak asasi manusia. Forum Peduli Hak Asasi Manusia
Ditahan/ disiksa
7 Feb 1999
Iman Sentosa & Zulfan. Aktifis mahasiswal pekerja kemanusiaan. People Crisis Centre PCC Muhammad Haikal & lima aktifis mahasiswa lainnyalpekerj a kemanusiaan. Yayasan Kaiya Bersama YASMA Zairi Karnaini. M. Dinar. Ahmad Fadli. Razikin. Rizal Sabri. Haikal. Aktifis Mahasiswal pekerja kemanusiaan.
Ditahan
21 Oct 1999
Ditahan/djsjksa
17 Nov 1999
Dilaporkan ditahan oleh para anggota militer di Bakongan. Aceh Selatan. Disebutkan juga disiksa dalam tahanan.
Ditahan/disjksa
18 Nov 1999
Diambil oleh militer dan kamp pengungsi di mesjid Ujoing Pub, kecamatan Bakongan. Aceh selatan oleh militer. Disekap di tahanan militer sebelum dipindahkan ke Polsek Bakongan. Lima orang dilepaskan pada han yang sama. Haikal dibebaskan tanggal 19 November 1999. Semuanva dipukuli.
Ditangkap dan rumahnva di Aceh Timur oleh seorang anggota militer. Ditahan dalam penahanan incommunicado (tidak diperbolehkan berhubungan dengan dunia luar) serta disiksa oleh militer sebelum dipindahkan ke tahanan polisi. Dibebaskan tanpa dikenai dakwaan pada tanggal 10 Februari 1999. Kedua orang mi ditahan ketika mencoba untuk mencegah para anggota militer dan Brimob memasuki kamp pengungsi di kecamatan Samalanga. Aceh Utara.
-
-
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
18
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
Juanda + 12 lainnya. Aktifis mahasiswa. Solidaritas Mahasiswa untuk Ralcyat SMUR
DisiksaJ diperlakukan dengan buruk
3 Jan 2000
Syaifuddin Gani dan Nazaruddin Ibrahim. Pengacara hak asasi manusia. Fachrurrazi. Aktifis mahasiswal pekerja kemanusiaan. anggota Pemuda Mahasis wa Rakyat ke Aceh Pemraka Rizanur + lainna. Aktifis mahasiswal pekerja kemanusiaan di People Crisis Centre PCC Tgk Nashiruddin Daud. Pohitisi& anggota komisi DPR untuk penyelidikan mengenai Aceh Munir. Pembela hak asasi manusia dan Forum Peduli Hak Asasi Manusia
Ditahan
3 Jan 2000
Kemungkinan “menghilang’
6 Jan 2000
Terakhir kali terlihat sedang ditanyai dan dibawa oleh para anggota Brimob di Simpang Mamplam. kecamatan Samalanga. Bireun. Tidak ada keterangan lebih lanjut.
Disiksal diperla.kukan dengan buruk
19 Jan 2000
Rizanur berserta relawan lainnya di pos PCC di Cot Ijue, Matang Geulumpang Dua, Aceh Jeumpa. dipukuli ketika kantor mereka dirazia oleh Brimob dan Poiri.
Kemungkinan hukuman mati di luarjalur hukum
25 Jan 2000
Diculik di Medan tanggal 24 Januani 2000. Mayatnya ditemukan keesokan harinya dengan tanda luka-luka bekas penyiksaan.
“Menghilang”
26 Jan 2000
Diambil dan rumahnya di desa Blang Dhot. kecamatanTangse. Pidie oleh para anggota Brimob dan TNI. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai keberadaannya.
-
Para mahsiswa anggota SMUR mi dipukuli Brimob pada saat melakukan upacara han peringatan bagi warga sipil yang dibunuh oleh pasukan keainanan di Lhokseumawe, Aceh Utara tanggal 3 Januari 1999. Ditangkap oleh polisi di kota Sigh, kabupaten Pidie pada saat dilakukan operasi “pemeriksaan”. Dibebaskan tanggal 7 Januari 2000.
-
-
Al Index: ASA 21/61/00
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
Sukardi. Aktifis lingkungan dan Yayasan Rumpun Bambu Indonesia YRBI M. Salah. Amri. Zakaria. Umar. Saiful. M Beni. Taufik. Aktifis politik dan Komite Masyarakat untuk Reformasi KOMUR Effendi Hasan. Ridwan M. Amri. Zulkamaen. Abdul Manaf +supir. Aktifis mahasiswa anggota Farmidia
19
Disiksal dihukum mati di luarjalur hukum
31 Jan 2000
Menghilang tanggal 31 Januari 2000. Mayatnya yang dipotong potong ditemukan keesokan harinva di kecamatan Sawang. Aceh Selatan.
DjtahanJdjsjksa
14 Feb 2000
Ditangkap oleh para anggota YONIF 11 1 di desa Jambo Reuhat. kecamatan Idi Raveuk. Aceh Timur. Ditahan di satu tempat milik perusahaan perkebunan negara dan dilaporkan disiksa. Dibebaskan tanggal 15 Februari 2000.
Ditahan/disiksa
6 Mar 2000
Ditangkap pada saat dilakukan razia di Aceh Timur. Disekap dalam tahanan polisi dua han. Ada laporan bahwa Ridwan M dan juga mungkin yang lainnya disiksa dalam tahanan.
Ditahan
27 Juli 2000
Kemungkinan dihukum mati di luarjalur hukum/disiksa
5 Agustus 2000
Ditangkap sekitar tengah malam oleh Brimob pada saat dilakukan operasi pemeriksaan di Sigh. kabupaten Pidie. Dibebaskan pada han yang sama Jafar Siddiq Hamzah menghilang tanggal 5 Agustus 2000 di Medan. Sumatra Utara. Mayatnya yang dipotong-potong ditemukan tanggal 2 September 2000 di kabupaten Tanah Karo. Sumatra Utara.
-
-
Radhi Darmansyah. Aktifis mahasiswa anggota Farmidia Jafar Siddiq Hamzah. Pembela hak asasi manusia anggota International Forum forAceh IFA -
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00
20
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
Tiga anggota Oxfam.
Disiksa
Syaukas Rahmatillah. Aktifis
DjtahanJdisiksa
Amrisaldin. Pekeija kemanusiaan/ SEFA
Ditahan/disiksa
5 Sept 2000
Muhamed Saleh dan Muzakir. Aktifis politik /SIRA
Ditahan/disiksa
19 Sept 2000
Herman. Mahasiwalaktifis politik di
Ditahan
30 Sept 2000
M Yusuf. Aktifis hak asasi manusia
Ditahan
1 Nov 2000
Israiliddin. Aktifis hak asasi manusia
Ditahan
7 Nov 2000
27 Agustus 2000 31 Agustus 2000
Mahasiswa Pemuda Pejuang Referendum Aceh MAPPRA
Tiga staff lokal disiksa oleh pam anggota Brimob di Ladang Rimba, Aceh Selatan. Diambil dan rumahnya pada malam han oleh kira-kira 10 orang anggota Brimob. Ditemukan keesokan harinya dengan luka-luka akibat penyiksa.an. Ditahan oleh Brimob di kecamatan Meukek. Aceh Selatan. Disekap dalam tahanan polisi dimana ia disiksa. Dibebaskan tanggal 6 September 2000. Diculik dan sebuah bengkel mobil di Banda Aceh. Ditahan baik di markas besar Brimob di Banda Aceh dan di Poires Aceh Besar dimana mereka disiksa. Dibebaskan tanggal 20 September 2000. Ditahan oleh Brimob pada saat ada operasi pemeriksaan di depan Polsek Ulee Glee, kecamatan Bandar Dua. kabupaten Pidie. Dibebaskan tanggal I Oktober 2000.
-
Al Index: ASA 21/61/00
Ditahan oleh polisi dalam satu operasi “pemeriksaan’ di kecamatan Nurrussalarn. Aceh Timur. kelihatannya karena ia tengah membawa berkas-berkas yang berkaitan dengan Kongres bagi Korban Hak Asasi Manusia di Banda Aceh yang berlangsung bulan November. Ia dibebaskan kembali pada han yang sama. Anggota panitia penyelenggara Kongres bagi Korban Hak Asasi Manusia. Ditahan oleh Bnmob di Banda Aceh.
Amnesty International Nopember 2000
Para aktifis di Aceh kini menghadapi resiko
21
Rush & Sofyan. Aktifis mahasiswal pekerja kemanusiaan di People Crisis Centre PCC
Ditahan
7 Nov 2000
Ditahan oleh polisi dan militer di kecamatan Julok, Aceh Timur ketika sedang membantu merencanakan demonstrasi pro independen di Banda Aceh tanggal 10-11 November 2000.
Taufik Abda, Bustami and Iqbal. Aktifis Politik
Ditahan
10 Nov 2000
Ditahan sehubungan dengan keterlibatan mereka dalam menyelenggarakan demonstrasi pro-independen di Banda Aceh pada tanggal 1 1 November 2000. Sudah dibebaskan.
-
Amnesty International Nopember 2000
Al Index: ASA 21/61/00