PAPER JURNAL ONLINE
KONSTRUKSI MEDIA TENTANG MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR BANJARNEGARA (Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Bencana Tanah Longsor Banjarnegara di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos Edisi 1-23 Desember 2014)
Disusun oleh : ARDIANSYAH INDRA KUMALA D0209008
Jurnal Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
KONSTRUKSI MEDIA TENTANG MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR BANJARNEGARA (Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Bencana Tanah Longsor Banjarnegara di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos Edisi 1-23 Desember 2014)
Ardiansyah Indra Kumala Sri Hastjarjo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Framing can be understood as the process of selecting a number of information to be showed or eliminated by journalists, which presented to audiences of media in a form of reality. When there is a disaster, the mass media have an important role. The role of media is not merely to report events, but also contribute audiences to encounter the disaster by empowering them. The aim of this research is to observe about framing and the role of media on Banjarnegara Landslide in Kompas and Jawa Pos Newspaper, Edition of 1 to 23 December 2014. Method of this research is about the technique of framing analysis model by Pan Kosicki and the empowerment of audience through several broadcasting news by Ana Nadhya Abrar. The result of this research showed differences in the framing and role which is played by two media in constructing news of the landslides disaster of mitigation in Banjarnegara, Edition of 1 to 23 December 2014. Keywords: Framing, Disaster, Kompas, Jawa Pos, Landslide
Pendahuluan Bencana merupakan peristiwa besar, dan media massa mempunyai peran penting dalam memberitakannya. Dalam melakukan fungsi sebagai sumber informasi, media massa pada hakikatnya mengonstuksi realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media yang mengonstruksikan berbagai realitas (Morissan, 2010 : 7) 1
Proses mitigasi bencana atau tindakan yang bertujuan mereduksi dampak bencana baik jiwa, harta benda, dan infrastruktur di Indonesia masih tersengalsengal. Mitigasi tak mampu mengikuti ritme bencana yang menyebar dengan cepat (Arif, 2010 : 22). Mengingat besarnya ancaman bencana di Indonesia, sudah sepatutnya
media
mengambil
peran
pengawasan
terhadap
kehidupan
bermasyarakat, terutama masyarakat yang hidup di kawasan rawan bencana. Media mengikuti pola pemberitaan yang ajeg, yaitu laporan awal tentang happening, laporan lanjutan tentang dampak berdasarkan pejabat, dan laporan lanjutan tentang apa yang harus dilakukan masyarakat berdasar pejabat yang lebih tinggi, seperti gubernur, mentri, wakil presiden, dan presiden (Abrar, 2008 : 3-4). Peneliti memilih Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos karena kedua media merupakan media surat kabar di Indonesia dengan oplah tertinggi. Oplah mencerminkan kepercayaan pembaca. Sebagaimana diketahui, framing berkaitan dengan opini publik, isu tertentu ketika dikemas dengan bingkai tertentu bisa mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu (Eriyanto, 2012 : 169). Peneliti juga menemukan hal menarik mengenai pemberitaan surat kabar Kompas dan Jawa Pos, Kedua media yang sedianya memiliki ideologi yang sama, ternyata mempunyai gaya pemberitaan yang berbeda terhadap peristiwa. Harian Kompas menerapkan gaya jurnalisme kepiting yang bersikap hati-hati terutama dalam mengulas konflik. Harian Kompas juga menerapkan prinsip humanisme transendental agar bisa diterima semua pihak dan kalangan. Selain itu, keberadaan tim Penyelaras bahasa (BP) yang melakukan penyeragaman bahasa yang dimuat dalam Harian Kompas juga menjadikan gaya bahasa yang digunakan Kompas menjadi halus dan santun. Di sisi lain, Jawa Pos menggunakan gaya news telling, atau sebuah cara pengemasan berita dengan menyajikan berita yang mudah dimengerti dan menarik pembaca. Jawa Pos dikenal mengedepankan aspek human interest untuk menarik perhatian pembaca.
2
Rumusan Masalah Perumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah : Bagaimana Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos mengonstruksi pemberitaan bencana tanah longsor Banjarnegara di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos Edisi 1-23 Desember 2014?
Tujuan penelitian a.
Untuk mengetahui realitas yang ditampilkan pada pemberitaan media mengenai bencana tanah longsor Banjarnegara pada surat kabar Kompas dan Jawa Pos periode 1-23 Desember 2014
b.
Untuk mengetahu peran Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos saat terjadi peristiwa bencana
Tinjauan Pustaka a.
Media dan Bencana Bencana adalah peristiwa dahsyat yang dapat memiliki konsekuensi dengan cakupan sosial politik yang luas dan surat kabar memiliki peran penting dalam melaporkan bencana. Bencana dapat menyita perhatian media baik dari negara di mana bencana tersebut terjadi maupun di dunia (Liu, 2010: 1). Berbeda dengan berita politik, berita bencana alam yang disiarkan media pers tidak memiliki konteks perubahan politik yang terjadi. Namun, ia bisa menimbulkan kepanikan moral, semacam kecemasan berkepanjangan yang terjadi pada masyarakat (Abrar, 2010 : 2) Ketika
sebuah
bencana
terjadi,
peran
media
adalah
ikut
menginformasikan peringatan yang ada, menyediakan deskripsi apa yang terjadi, tetap membuat publik mendapat informasi mengenai kegiatan pascabencana, dan berkontribusi terhadap individu dan pemulihan komunitas dan untuk resiliansi komunitas (Prajarto, 2008: 2). Keterlibatan media dapat dilihat dari posisinya sebagai pembawa informasi dan sebagai bagian dari manajemen informasi bencana untuk 3
mendukung operasional manajemen, atau sebagai rekan pemerintah dalam mengahadapi bencana. Arah dari peran dan keterlibatan media pra, saat dan pascabencana
adalah
mengabdi
pada
kemanusiaan
dan
kehidupan.
Penanganan informasi bencana yang dilakukan media pun pada kapasitas sebagai sumber informasi yang harus mengacu pada strategi nasional penanganan bencana, karena ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan bencana baru di tengah bencana yang terjadi (Prajarto, 2008: 4). Dengan berbagai pertimbangan tentang news values, news worthiness serta penerapan standar professional jurnalistik, informasi tentang bencana yang disampaikan media massa dapatlah dimaklumi. Namun media massa seharusnya mampu menghadirkan bencana sebagai peristiwa yang harus disikapi secara bersama oleh masyarakat (Prajarto, 2008 : 14). Pada penelitian yang dilakukan oleh Houston (2012 : 1) tentang bencana alam di Amerika selama satu dekade dalam jurnal internasional berjudul Disaster News: Framing and Frame Changing in Coverage of Major U.S. Natural Disasters, 2000-2010, mereka mengungkapkan bahwa peliputan media massa cenderung fokus pada dampak bencana terhadap manusia, bangunan, dan lingkungan. Sementara berita mengenai bencana sebagian besar memberitakan tentang saat terjadi peristiwa bencana. Penelitian tersebut lebih lanjut mengemukakan bahwa media massa mendapatkan nilai memuaskan apabila peran media dipahami sebagai mengkomunikasikan atau menginformaiskan peringatan kepada publik, menjelaskan apa yang terjadi, dan menjaga informasi pascabencana. Namun apabila peran media dilihat dari kontrusibusi bagi individu dan masyarakat mengenai kesiapan, pemulihan, dan ketahanan terhadap bencana, hasilnya sangat mengecewakan (Houston, 2008 : 13). Media seharusnya mampu berkonstribusi terhadap khalayak media dalam menghadapi bencana. Dari kesiapan, media massa dapat membantu masyarakat mengidentifikasi potensi ancaman, advokasi untuk perubahan yang dibutuhkan dalam membangun lingkungan dan menginformasikan kesiapan bencana bagi individu maupun keluarga. Mengenai pemulihan 4
bencana, media massa dapat menginformasikan warga mengenai layanan pascabencana dan menyediakan forum bagi perencanaan masyarakat tentang pembangunan kembali. Dari ketahanan, media mempunyai tanggung jawab sebagai peran kunci dalam membuat “cerita” bencana untuk masyarakat (Houston, 2008 : 14). Secara sinis, Abrar (2008 : 1) dalam jurnal komunikasi bencana berjudul Memberdayakan Masyarakat Lewat Penyiaran Berita Bencana Alam mengatakan, “Segera setelah bencana alam melanda sebuah daerah, berbagai media pers menyiarkan berita tentang bencana alam tersebut. Masyarakat prihatin. Sebagian dari mereka berduka dan berdoa semoga para korban diberi kekuatan dan ketabahan. Sebagian lagi tergerak membantu para korban. Kemudian mereka melupakan bencana alam itu.” Menurut
Ana,
dalam
memberitakan
bencana,
media
harus
memberdayakan khalayak. Pertama, Media massa harus mendorong masyarakat berpikir kreatif, dengan berupaya melihat kejadian dari berbagai sudut pandang. media massa memberikan alternatif jalan keluar yang bisa ditempuh oleh masyarakat. Fakta tidak hanya tentang kejadian bencana alam, tetapi juga fakta tentang bagaimana masyarakat harus menghadapi bencana alam serta apa yang harus dilakukan masyarakat pascabencana alam. (Abrar, 2008 : 3). Kedua, menghindari pejabat pembuat berita. Wartawan harus melihat posisi pejabat sebagai pihak yang independen. Abrar (2008 : 4) mengemukakan, perlu untuk mengingatkan media pers untuk tidak menjadi corong pejabat. Dengan menjadi corong pejabat, media pers disebut tidak lagi menjadi alat profesional untuk melayani kepentingan publik. Ketiga, menghindari pengaruh birokrat atau lembaga bantuan. Saat terjadi bencana ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan sebagai ajang promosi mereka. Hal tersebut berakibat pada korban yang akan bergantung kepada bantuan. Media massa seharusnya membuat masyarakat bangkit dan bekerja untuk menghasilkan sesuatu. 5
Keempat, berhati-hati melemparkan wacana. Tidak semua masyarakat berhasil mengonstruksi wacana yang berkonteks pada kepentingan publik. Kelima, menjelaskan risiko pascabencana alam. Risiko yang dihadapi masyarakat pascabencana alam tentu tergantung dari seberapa parah bencana alam yang menimpa. Media massa mempunyai kewajiban untuk menjelaskan risiko tersebut dengan menyampaikan prediksi melalui narasumber media massa. Keenam, membantu memaknai rasa takut dengan benar. Media pers menempatkan masyarakat sebagai subyek, bukan obyek semata. Media pers harus memberikan kesempatan kepada masyarakat bicara perkara apa yang mereka rasakan, apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka harapkan. Semua kondisi ini selanjutnya disampaikan kepada narasumber untuk ditanggapi. Tanggapan narasumber inilah yang kelak perlu disiarkan media pers kepada masyarakat. b. Analisis Framing Framing dapat dipahamai sebagai proses jurnalis menyeleksi sejumlah informasi untuk ditonjolkan atau dihilangkan, yang disampaikan kepada khalayak media dalam bentuk realitas. Dalam penelitian framing, yang menjadi persoalan adalah bagaimana realitas dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Sehingga yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberitakan negatif atau positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media (Eriyanto, 2012 : 7). Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menyebutkan sejumlah pendekatan analisis framing sebagai metode analisis. Pertama, teks berita dilihat dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai dan akan dikonstruksi ke dalam memori khalayak. Kedua, analisis framing tidak melihat teks berita sebagai suatu pesan yang hadir begitu saja. Teks berita dibentuk lewat struktrur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks. Ketiga Validitas dari analisis framing
6
dilihat dari bagaimana teks menyimpan kode-kode yang dapat ditafsirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti (Eriyanto, 2012 : 290). Menurut Pan dan Kosicki ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan yaitu : Konsepsi psikologi yang menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Serta, konsepsi sosiologis yang melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu (bagaimana konstruksi sosial atas realitas). Model framing yang dikenalkan Pan dan Kosicki adalah salah satu model yang paling populer. Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologis dengan konsepsi sosiologis dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Hal tersebut bisa dilihat dari bagaimana suatu berita dipoduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh wartawan. Pendekatan untuk memahami atau melihat bagaimana suatu berita diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh wartawan, dapat dilihat dalam skema berikut.
Skema 1 Kerangka Framing Pan Kosicki
7
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Karya kualitatif melibatkan penelitian ontologism. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam kalimat atau gambar yang mempunyai arti lebih dari sekedar angka dan jumlah (Sutopo, 1988: 10). Objek penelitian ini adalah berita bencana tanah longsor Banjarnegara yang diberitakan Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos edisi 1-23 Desember 2014. Studi dokumen yang dilakukan oleh peneliti, posisinya dipandang sebagai nara sumber yang dapat menjawab pertanyaan. Dokumen dapat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Apa tujuan dokumen itu ditulis? Apa latar belakangnya? Apa yang dikatakan dokumen itu kepada peneliti? Untuk siapa ditulis? (Nasution, 1988: 85-87). Data relevan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam bentuk data primer dan data sekunder. a.
Data Primer Data primer adalah sumber data yang didapatkan langsung dari sumber aslinya. Data primer dalam penelitian ini adalah berita bencana tanah longsor yang dimuat Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos pada 1-23 Desember 2013.
b. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah pengalaman wartawan saat meliput bencana dan kebijakan redaksional Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos. Untuk pengalaman wartawan saat meliput bencana, penulis menggunakan buku Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme: Kesaksian dari Tanah Bencana yang ditulis oleh wartawan Kompas Ahmad Arif berdasar pengalamannya meliput bencana tsunami Aceh 2004. Peneliti dalam hal ini menganalisa data menggunakan model (analisis framing) kerangka Pan dan Kosick karena banyak diadaptasi pada pendekatan linguistik dengan memasukkan elemen, seperti pemakaian kata, pemilihan struktur, dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaimana peristiwa dibingkai oleh media (Eriyanto, 2012: 329). 8
Data primer hasil dokumentasi oleh peneliti diuraikan dalam empat struktur besar sebagaimana model analisis framing Pan dan Kosicki. Hasil analisis data tersebut dibandingkan dengan teori pemberdayaan khalayak dari ana nadhya abrar, pengalaman wartawan berupa data dari buku Ahmad Arif, dan kebijakan redaksional berupa visi dan misi kedua surat kabar untuk menarik kesimpulan.
Sajian Data dan analisis data a.
Sajian Data Penulis meneliti keseluruhan berita mengenai bencana tanah longsor di Banjarnegara dalam periode 1-23 Desember 2014 dan berita yang terkait dengan bencana longsor yang melanda pada Jumat 12 Desember 2014. Setelah pemilihan berita, terdapat 36 berita yang akan diteliti oleh peneliti dari Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos. Pada Surat Kabar Kompas terdapat 25 artikel berita dan 3 foto lepas. Sementara pada Surat Kabar Jawa Pos terdapat 8 artikel berita.
b. Perbandingan Frame Frame mengenai bencana longsor di Banjarnegara, Kompas memandang sebagai bencana dalam kategori bisa diprediksi, bisa diamati gejalanya, dan bisa dicegah. Dalam pemberitaan, selain memberikan informasi terkait perkembanganan penanganan bencana, Kompas memberikan pandangan berupa peringatan dini berupa ancaman bencana susulan serta ancaman bencana di sejumlah daerah dalam lingkup nasional, identifikasi gelaja longsor, memberi kritik kepada pemerintah, dan jalan keluar berupa penanganan longsor dengan cara mitigasi bencana. Kritik yang diberikan cenderung menyalahkan pemerintah yang tidak tanggap hingga bencana longsor dengan korban jiwa selalu berulang. Kompas menguatkan pandangan dengan pakar yang menyebutkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Mengenai mitigasi 9
bencana, Kompas menekankan pada revitalisasi kearifan lokal dari pada relokasi yang menjadi program penanganan korban bencana oleh pemerintah. Kompas juga memberikan pandangan perlunya edukasi bencana dan perbaikan tata guna lahan. Sementara, meskipun Jawa Pos juga memandang peristiwa bencana longsor di Banjarnegara sebagai peristiwa penting yang perlu diinformasikan kepada khalayak, namun banyak hal yang perlu dicermati dalam isi artikelnya. Berita yang ditampilkan Jawa Pos hanya dalam kategori kejadian bencana.
Mengenai
peristiwa
longsor
di
Banjarnegara
Jawa
Pos
menampilkan 8 artikel yang disajikan pada edisi 13 Desember 2014 hingga 17 Desember 2014. Berita terakhir yang ditampilkan Jawa Pos mengenai sejumlah korban tertimbun merupakan pengguna jalan. Jawa Pos sama sekali tidak menampilkan warga Jemblung dalam artikelnya, hanya ada narasumber dari pemerintah, dari instansi penanganan bencana, dan dua warga yang menjelaskan kejadian longsor memutuskan jalan di Demplok. Narasumber Jawa Pos dapai diamati di bawah ini. Minimnya narasumber yang diwawancarai tentu berpengaruh pada frame Jawa Pos. Jawa Pos memandang pemerintah telah berperan baik dalam penanganan bencana dengan segera memberikan bantuan kepada korban bencana. Jawa Pos juga terkesan menjadi corong pemerintah yang menampilkan peran instansi bahkan pejabat dalam memberikan bantuan. Hal itu terlihat tidak adanya pihak warga yang diwawancarai, serta menjelaskan dengan detail bangtuan yang diberikan. Sementara mengenai kejadian bencana, Jawa Pos memandang warga sebagai pihak yang bersalah karena menyalahgunakan alat deteksi dini longsor yang sudah disediakan pemerintah. Jawa Pos juga terkesan mendukung penuh obsi relokasi bagi warga yang jelas-jelas ditentang oleh Kompas. Namun pandangan dari Jawa Pos tidak diperkuat dengan data, hanya uraian dari narasumber tanpa pembanding. Perbedaan yang mencolok antara Jawa Pos dan Kompas juga dapat diamati dari inti penekanan penanganan bencana. Kompas lebih menekankan 10
pada cara penanganan bencana dengan revitalisasi berupa mitigasi bencana, edukasi bencana, serta perbaikan tata guna lahan, sementara Jawa Pos yang menjadi corong pemerintah jelas mengedepankan pada relokasi penduduk. Kompas mempunyai kesalahan dalam penyebutan nama salah satu narasumber, Kepala Desa Sampang disebutkan bernama Partono. Sementara Jawa Pos menyebut Kepala Desa Sampang bernama Purwanto. Berdasarkan penelusuran penulis diberbagai pemberitaan media massa, nama yang ditulis adalah Purwanto. Dalam hal peyebutan tim evakuasi Jawa Pos menggunakan kata “Tim Penyelamat” yang menggambarkan orang yang menyelamatkan korban, sementara Kompas menggunakan kata “Relawan” menggambarkan orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela. Dalam hal isi berita, Kompas mengungkap masalah, memberi kritik serta solusi dalam kejadian bencana longsor, sementara Jawa Pos lebih menampilkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah untuk korban maupun instansi lain seperti PMI.
Tabel 1 Perbandingan Frame
Elemen
Kompas
Jawa Pos
Frame
Bencana longsor merupakan bencana Pemerintah
telah
dalam kategori bisa diprediksi, bisa berperan baik dalam diamati gejalanya, dan bisa dicegah. penanganan Kejadian longsor dengan korban jiwa dengan yang
berulang
adalah
ketidakpedulian
bentuk sejumlah
bencana
memberikan bantuan.
pemerintah. Warga
Pemerintah mengabaikan peringatan menyalahgunakan alat dini. Perlu perubahan paradigma ke deteksi dini sehingga mitigasi bencana, perbaikan edukasi tidak berfungsi saat bencana
dan
Menekankan
tata
guna
perluya
lahan. terjadi
revitalisasi Melihat
longsor. sisi
yang
untuk penanganan bencana. Menyebut lebih menguntungkan 11
tim evakuasi sebagai relawan.
antara revitalisasi dan relokasi,
Jawa
lebih
Pos
menekankan
pada relokasi sebagai upaya
penaanganan
bencana sesuai dengan upaya
pemerintah.
Menyebut
tim
evakuasi
sebagai
penyelamat. Skematis Wawancara
pakar
longsor,
pakar Wawancara
hukum, LSM, dan warga korban birokrasi
pejabat
pemerintah
longsor
untuk
memperkuat dan
instansi
pandangan.
Kompas
mengungkap penanganan bencanan
masalah, memberi kritik dan solusi. untuk
memberikan
Kompas juga meminta keterangan dari informasi
dan
instansi penanganan bencana dan pandangan. Jawa Pos pemerintah
sebagai
pembanding. lebih
menekankan
Menampilkan peran instansi dalam pada
penyampaian
penanganan bencana.
bantuan
yang
diberikan pemerintah. Sementara sama sekali tidak memberi ruang bagi
warga
korban
longsor. Menampilkan peran birokrasi instansi
pejabat maupun dalam
penanganan bencana. Skrip
Menginformasikan
kondisi 12
warga Menginformasikan
serta penanganan bencana. Kompas bantuan juga
menjelaskan
yang
mengenai diberikan
peringatan dini, identifikasi gejala warga
kepada
serta
proses
longsor, jalan keluar berupa mitigasi penanganan bencana. bencana.
memberi
kritik
terhada Menampilkan
peran
pemerintah. Menekankan pada aspek pejabat dan instansi revitalisasi dalam proses mitigasi dalam
pemberian
bencana serta Undang-Undang Nomor bantuan. Menekankan 24
Tahun
2007
tentang pada aspek relokasi
penanggulangan bencana dan dalam dalam
penanganan
UU 1945, adalah hak konstitusional korban warga
neagara
memperoleh dengan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. dari Menyalahkan
bencana,
pemerintah
melihatnya
sisi
ekonomis
yang dibandingkan dengan
mengabaikan peringatan dini sehingga revitaliasi. ada korban jiwa saat kejadian longsor.
Menyalahkan
warga
yang menyalahgununakan alat
deteksi
dini
sehingga ada korban jiwa
saat
kejadian
longsor. Tematik
(1)
Memberikan
ancaman
peringatan
longsor
di
dini (1)Simpang siur data
kawasan informasi bencana (2)
Banjarnegara serta ancaman sejumlah Kemensos bencana
di
berbagai
daerah
di cepat
bergerak
memberikan
Indonesia (2) Membantu khlayak bantuan dan informasi untuk mengidentifikasi dan mengatasi mengenai gejala
longsor
terjadinya
untuk
bencana
mencegah evakuasi (3)
13
proses yang
Perlu terhambat cuaca (3)
pemberdayaan
masyarakat
dalam Presiden Jokowi akan
menghadapi bencana bukan relokasi kunjungi (4)
Menginformasikan
lokasi
kejadian bencana
(4)
peran
bencana longsor di Dusun Jemblung Gubernur
Ganjar
(5) Menginformasikan penanganan Pranowo
menjamin
bencana serta memberikan peringatan bantuan aman serta dini longsor susulan serta bencana informasi bantuan dari susulan di daerah lain , mengungkap PMI
(5)
Peran
masalah bahwa bencana longsor di presiden beri bantuan, Jemblung tinggal menunggu waktu, menguraikan bantuan serta
membantu
mengidentifikasi
khalayak dari
daerah
Kemensos
longsor Opsi relokasi sebagai
berupa menyajikan peta kerentanan langkah bencana
longsor(6)
masalah
bencana
(6)
antisipatif,
Mengungkap menampilkan longsor
di kementerian
Banjarnegara berupa pelanggaran tata PDT
Desa
Transmigrasi
guna lahan, pemerintah yang abai telah berperan aktif, terhadap
peringatan
memberikan
kritik
dini serta
dan serta membandingkan solusi opsi
yang
lebih
perlunya perubahan pemerintah dari menguntungkan antara perspektif tanggap darurat ke mitigasi relokasi
atau
bencana serta rekomendari melakukan revitalisasi
(7)
identifikasi daerah rawan longsor dan Pemerintah pemetaan
cepat
(7)
Memberikan menyalahan
warga
edukasi bencana kepada khalayak yang tentang penanganan korban longsor menyalahgunakan alat (8) Mengungkap permasalahan korban deteksi dini longsor selamat di pengungsian yang memiliki serta beban
pikiran
serta
kesehatan informasi
memberikan relokasi
terganggu (9) Memberikan informasi sebagai solusi utama 14
tanggap darurat hingga 19 Desember hindari
bencana
dan bisa diperpanjang hingga 14 hari longsor (8) informasi serta memberikan peringatan dini kejadian bencana yang ancaman longsor susulan di Dusun menutup Jemblung
dan
pencegahannya(10)
jalan
cara Demplok, Memberikan mengungkap sejumlah
informasi kepada khalayak mengenai korban identifikasi
longsor
bencana
berupa
longsor
mengungkapkan
di
tertimbun
tanda merupakan pengguna serta jalan,
longsor
serta
bisa menampilkan
dimitgasi dengan revitalisasi kearifan Bupati
peran
Banjarnegara
lokal (11) Mengungkap bahwa warga yang sebenarnya telah tidak mendapatkan pengenalan gejala menetapkan alam
serta
status
menginformasikan tanggap darurat pada 8
pemerintah akan melakukan relokasi hingga 21 Desember. (12) Memberikan informasi adanya 3 longsoran baru yang mengakibatkan jumlah pengungsi semakin banyak dan mengungkap kesulitan mencari lahan
relokasi,
Kompas
juga
menampilkan kondisi tempat relokasi korban longsor di Bnjarnegara tahun 2006 yang terkena longsor (13) Memberikan kritik pada pemerintah mengenai
penanganan
bencana
dengan perlunya belajar dari bencana yang
terjadi
serta
mengungkap
permasalahan lemahnya penanganan bencana
di
Indonesia
disebabkan
minimnya riset mengenai bencana, 15
Kompas memberikan jalan keluar berupa perbaikan manjemen bencana nasional (14) Memberikan informasi mengenai
pemerntah
yang
akan
memasang alat deteksi dini dan kerjasama mencari
dengan tempat
pakar
dalam
relokasi
serta
memberikan peringatan dini 34 titik rawan longsor (15) Mengungkapkan alasan pemerintah melakukan relokasi karena Dusun Jemblung tidak layak ditempati serta informasi mengenai warga yang ditempatkan rumah sewa sambil
menunggu
pembangunan
relokasi selesai (16) Mengungkap edukasi bencana kepada siswa sekolah yang masih lemah serta perlunya komitmen kepala daerah dan pemda dalam
edukasi
dan
sosialisasi
kebencanaan (17) Menginformasikan tempat relokasi yang belum positif serta secepatnya warga menempati rumah sewa (18) Pencarian ditutup dengan
penemuan
95
korban
ditemukan dan 13 lainnya dinyatakan hilang
serta
menginformasikan
longsor juga terjadi di sejumlah daerah (19) Kompas menutup dengan informasi keseluruhan korban telah tempati rumah sewa, tempat relokasi 16
pengungsi di Alian masih dihuni 1.200 warga terancam longsor, serta sejumlah daerah mulai mengantisipasi bencana dengan menyiapkan relawan dan peralatan Retoris
Label otoritas jabatan dan pakar dari Label otoritas jabatan narasumber
yang
diwawancarai, dan
pakar
dari
memberikan bukti serta klaim yuridis. narasumber
yang
Kompas menyebebut “relawan” bagi diwawancarai.
Jawa
tim yang memberikan bantuan dalam Pos menyebebut “tim penanganan bencana.
penyelamat” bagi tim yang bantuan
memberikan dalam
penanganan bencana.
c.
Peran Kompas dan Jawa Pos 1. Peran Kompas Dilihat rentang waktu pemberitaan, Kompas sudah memberikan peristiwa longsor di Banjarnegara sejak 1 Desember atau 11 hari sebelum longsor besar menimbun Dusun Jemblung. Dari hasil analis, Kompas sudah menjalankan perannya dalam memberitakan bencana longsor. Berita yang ditampilkan sudah masuk kategori prabencana, kejadian bencana, dan pascabencana. Dalam permberdayaan khalayak, Kompas sudah memenuhi enam poin yang harus dilakukan media massa, yaitu media harus mendorong masyarakat berfikir kritis, menyajikan fakta kejadian bencana alam dan juga fakta tentang bagaimana masyarakat harus menghadapi bencana alam serta apa yang harus dilakukan masyarakat pasca bencana alam. Kedua, menghindari pejabat pembuat berita, media jangan menjadi corong pejabat. Ketiga, menghindari pengaruh birokrat atau lembaga bantuan, 17
jangan sampai membuat warga bergantung pada bantuan. Keempat, berhati-hati melempar wacana. Kelima, menjelaskan risiko pascabencana alam dengan menyampaikan prediksi melalui narasumber. Keenam, membantu memaknai rasa takut dengan benar, media harus memberikan kesempatan kepada masyarakat bicara perkara apa yang mereka rasakan, harapkan, dan ditanggapi oleh narasumber lain seperti ahli. Implementasi ideologi Surat Kabar Kompas masih mengutamakan kepentingan publik dengan memberdayakan khalayak saat terjadi peristiwa bencana. Mengenai kepentingan kekuasaan, Kompas masih menjalankan fungsinya sebagai “anjing penjaga” dengan memberikan kritik serta saran dalam penanganan bencana tanah longsor. 2. Peran Jawa Pos Meskipun sudah memberitakan kejadian longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, namun Jawa
Pos
tidak
menampilkan
berita
kategori
prabencana
dan
pascabencana. Berita yang ditampilkan hanya kategori kejadian bencana. Dalam pemberdayaan, Jawa Pos mendapatkan nilai yang buruk. Hal itu dikarenakan tidak satupun warga korban longsor di Jemblung yang menjadi narasumber. Dari hasil analisis, Jawa Pos lebih berperan dalam menampilkan kinerja pejabat maupun instansi pemerintah dalam penanganan bencana berupa pemberian bantuan. Kunci utama perbedaan antara Kompas dan Jawa Pos terletak di sini. Menurut Anna, kalau pers sudah memberikan kesempatan kepada korban bencana alam telibat dalam berita, sebenarnya ia sudah mempraktikkan jurnalisme publik. Sementara itu, tujuan utama jurnalisme adalah menyediakan informasi yang diperlukan orang agar bebas dan bisa mengatur diri sendiri. Dilihat dari pemberitaan mengenai bencana, bisa diartikan tujuan utama jurnalisme adalah pemberdayaan khalayak. Mengenai Jawa Pos yang tidak menampilkan warga serta lebih mendompleng pemerintah, dapat disimpulkan Jawa Pos gagal mencapai tujuan utama jurnalisme. 18
Implementasi ideologi Surat Kabar Jawa Pos bertentangan dengan visi dan misinya. Jawa Pos melupakan kepentingan publik dengan lebih menampilkan kepentingan ekonomi, logika komersilnya mengakibatkan tak satupun warga korban longsor yang menjadi narasumber. Mengenai kepentingan kekuasaan, nyatanya Jawa Pos tidak menjalankan fungsinya sebagai “anjing penjaga” pemerintahan. Jawa Pos menampilkan embedded journalism, menjadi corong pemerintah, mendompleng peran pejabat dan sejumlah instansi seperti Kementerian Sosial dan PMI.
Kesimpulan a.
Surat Kabar Kompas Konstruksi Surat Kabar Kompas menonjolkan perlunya revitalisasi untuk penanganan bencana. Dalam pemberitaannya, Kompas mengutamakan kepentingan publik dengan memberdayakan khalayak. Kompas juga menjalankan fungsinya sebagai “anjing penjaga” dengan memberikan kritik, saran, dan solusi kepada pemerintah.
b. Surat Kabar Jawa Pos Konstruksi Surat Kabar Jawa Pos menonjolkan opsi relokasi untuk penanganan bencana, sesuai dengan upaya pemerintah. Jawa Pos melupakan kepentingan publik, logika komersilnya mengakibatkan tidak satupun warga korban longsor yang menjadi narasumber. Jawa Pos menampilkan embedded journalism, menjadi corong pemerintah dan mendompleng peran pejabat.
Saran a.
Saran Bagi Praktisi Media Lakukan pelatihan mengenai jurnalisme bencana terhadap wartawan, serta merancang kode etik terkait pemberitaan bencana mengingat Indonesia rentan dengan bencana alam terutama tanah longsor. Berita mengenai bencana seharusnya sudah berorientasi pada pemberdayaan khalayak serta bersinergi dengan strategi nasional penanganan bencana. 19
b. Saran Bagi Pemerintah Perlu memperbaiki strategi penanganan bencana. Melihat peristiwa dalam jangka panjang, serta tidak melihat dari sisi ekonomis. c.
Saran Bagi Peneliti Lain Belum banyak penelitian yang
membahas mengenai bencana alam.
Seperti yang dikemukakan Kompas, titik kelemahan utama Indonesia dalam penanganan bencana adalah minimnya riset terutama dalam memahami kejadian bencana. Kajian tentang media massa dan bencana perlu diperbanyak untuk berkontribusi dalam antisipasi maupun penanganan bencana alam.Penelitian framing tidak hanya dilakukan pada permasalahan politik, namun juga permasalahan sosial, dan budaya.
Daftar Pustaka Abrar, Ana Nadhya. (2008). Memberdayakan Masyarakat Lewat Penyiaran Berita Bencana Alam. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Arif, Ahmad. (2010). Jurnalisme Bencana, Benccana Jurnalisme: Kesaksian dari Tanah Bencana. Jakarta: PT Gramedia Eriyanto. (2012). Analisis Framing. Yoggyakarta: Lkis Houston, J. Brian., Pfefferbaum., Rosenholtz, Carhty Ellen. (2012). Disaster News: Framing and Frame Changing in Coverage of Major U.S. Natural Disasters, 2000-2010. Jurnal. United States. Association for Education in Journalism and Mass Communication Liu, Lian dan Stevenson, Marie. (2013). A Cross-Cultural Analysis of Stance in Disater Reports. Jurnal. Australia: Applied Linguistics Association of Australia Morissan., Corry, Andy., Hamid, Farid. (2010). Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Prajarto, Nunung. (2008). Bencana, Informasi dan Keterlibatan Media. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Sutopo. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
20