PAPARAN FISIS PENCAHAYAAN TERHADAP MATA DALAM KEGIATAN PENGELASAN (STUDI KASUS : PENGELASAN DI JALAN BOGOR) THE PHYSICAL EXPOSURE OF ILLUMINATION ON HUMAN EYES CAUSED BY WELDING ACTIVITY (CASE STUDY : WELDING ON JALAN BOGOR) Cory Angelina1 dan Katharina Oginawati2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak : Pengelasan skala kecil di Kota Bandung merupakan aktivitas yang beresiko tinggi khususnya bagi kesehatan mata pekerja. Sinar las yang dihasilkan dalam kegiatan pengelasan dapat meradiasikan sinar ultraviolet serta tingkat kesilauan tinggi yang menyebabkan ketidaknyamanan pekerja dalam melakukan aktivitasnya. Pemakaian alat pelindung diri yang biasa digunakan pekerja belum dapat mereduksi sinar ultraviolet-B sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik lingkungan tempat bekerjanya para pekerja berupa data fisik intensitas sinar ultraviolet yang dihasilkan dalam pengelasan yang diukur dengan alat radiometer ultraviolet-B serta tingkat kesilauan sinar yang diukur dengan alat luminansi-meter. Dari penelitian ini diketahui bahwa radiasi sinar ultraviolet melampaui nilai ambang batas yang ditentukan serta tingkat kesilauan yang tinggi yang diperoleh dari persamaan Skala deBoer. Analisis fisis ini merupakan rangkaian untuk mengkaji paparan pencahayaan terhadap mata pekerja yang ditinjau dari keselamatan dan kesehatan kerja. Kata kunci: pengelasan, radiasi ultraviolet ,kesilauan, alat pelindung, nilai ambang batas Abstract : Small welding industries in the Bandung City are the risky activity high especially for the health of the worker's eyes. The welding radiation that were produced in the welding activity could ultraviolet radiation as well as the level of the high glare that caused the worker's discomfort in carrying out his activity. The use of the protective equipment himself who was normal was used by the worker still could not reduce ultraviolet-B in accordance with the standard that was determined by Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 in 1999. The aim of this research is to learn the characteristics of the place environment of the working of the workers took the form of the physical data the intensity of ultraviolet rays that were produced in welding that was measured with the radiometer implement of ultraviolet-B as well as the level of the glare of the rays that were measured with the implement luminansi-metre. From this research was learnt that ultraviolet rays radiation exceeded threshold limit velue that was determined as well as the level of the high glare that was received from the equality of the scale deBoer. This physical analysis was the series to study the explanation of the illumination against the worker's eyes that was inspected from the safety and the health of the work. Key words: welding, ultraviolet radiation, luminance, persenonal protect equipment , threshold limit velue
PENDAHULUAN Kegiatan pengelasan berorientasi dalam menyatukan logam-logam yang akan menghasilkan percikan api dan pecahan-pecahan logam berupa partikel kecil. Pengelasan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena memiliki resiko fisik yang sangat tinggi sehingga dalam pengerjaannya memerlukan keahlian serta peralatan khusus agar seorang pengelas (welder) tidak terkena kecelakaan kerja. Pengelasan (welding) diartikan sebagai salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan, 2003).
EH6 - 1
Salah satu organ tubuh yang sangat sensitif dalam menanggapi respon dari sekitarnya terutama dalam menanggapi rangsangan intensitas cahaya yang terlalu lemah atau pun terlalu kuat adalah mata. Untuk seorang pekerja di bidang pengelasan, terlalu sering berhadapan dengan cahaya intensitas tinggi akan memberi dampak pada sistem kerja matanya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lyon (1977), fisikawan radiasi optik, terdapat sinar-sinar elektromagnetik yang dihasilkan selama proses pengelasan tersebut dan terkait dengan indra mata yaitu salah satunya sinar ultraviolet. Sinar ini dapat menembus alat pelindung diri sehingga mempengaruhi kesehatan mata pekerja. Penggunaan alat pelindung diri berupa kaca mata pelindung (google) akan mengurangi intensitas cahaya yang masuk, namun tidak diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kesehatan mata pekerja. Jurnal Canadian Centre for Accupational Health & Safety (2008) menambahkan bahwa kegiatan pengelasan akan menghasilkan radiasi non pengion. Radiasi merupakan transmisi energi melalui emisi berkas cahaya atau gelombang. Energi radiasi bisa terletak di rentang sinar tampak, tetapi dapat pula lebih besar atau lebih kecil dibandingkan sinar tampak. Tiga sinar utama nonpengion tersebut antara lain (Canadian Centre for Occupational Health & Safety, 2008): • Radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm • Radiasi cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm • Radiasi inframerah dengan panjang gelombang antara 700-1400 nm Sinar ultraviolet (UV) banyak terdapat pada saat mengelas, dari sinar matahari apabila ditatap dalam waktu yang lama, serta juga dari pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat dan dapat diserap oleh kulit, kornea dan epitel konjungtiva. Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nm. Sinar yang paling bayak yang dihasilkan dalam proses pengelasan adalah sinar ultraviolet. Radiasi UV mempunyai panjang gelombang yang pendek dengan frekuensi yang tinggi bila dibandingkan dengan cahaya tampak tetapi mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan sinar X. Radiasi UV dibagi ke dalam tiga jenis panjang gelombang yang berbeda (Canadian Centre for Occupational Health & Safety, 2008) yaitu : UV-A 315-400 nm; UV-B 280-315 nm; UV-C 100-280 nm. Menurut Alatas, dkk (2003), energi radiasi UV-B dengan panjang gelombang 280-315 nm sebagian besar diserap kornea dan dapat pula mencapai lensa. Pengukuran dikhususkan untuk sinar ultraviolet-B (UV-B) dikarenakan keterbatasan alat yang dimiliki oleh laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik TF-ITB walaupun sinar ultraviolet yang dimungkinkan terdapat pada saat pengelasan adalah UV-A, UV-B, dan UV-C. Selain itu menurut CCOHS (Canadian Centre for Occupational Health & Safety) sinar yang paling umum memberikan dampak nyata bagi mata manusia dan pekerja adalah sinar UV-B. Untuk melindungi pekerja dari pengaruh sinar ultraviolet, pemerintah telah menetapkan Nilai Ambang Batas yang dikeluarkan melalui surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep51/MEN/1999, dengan nilai paparan sesuai yang tertera di Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Waktu pemajanan radiasi sinar ultraviolet yang diperkenankan
Masa pemajanan per hari
Iridiasi Efektif (eff) µW/cm2
Masa pemajanan per hari
Iridiasi Efektif (eff) µW/cm2
8 jam 0.1 5 menit 10 4 jam 0.2 1 menit 50 2 jam 0.4 30 detik 100 1 jam 0.8 10 detik 300 30 menit 1.7 1 detik 3000 15 menit 3.3 0.5 detik 6000 10 menit 5 0.1 detik 30000 (Lampiran V, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999)
Pada pengelasan dihasilkan sinar las yang memercik dari batangan yang akan disatukan tersebut. Cahaya yang terlihat tersebut merupakan cahaya tampak dengan panjang EH6 - 2
gelombangnya berkisar antara 400-700 nm. Hadirnya cahaya ini akan membahayakan mata pekerja. Cahaya ini dapat membakar iris dan epitel pigmen retina (Ilyas, 2008). Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menimbulkan kelelahan pada mata (Nurdin, 1999). Kelelahan pada mata berdampak pada berkurangnya daya akomodasi mata. Silau dapat mengakibatkan terganggunya kemampuan penglihatan dan juga menyebabkan keletihan, perasaan tidak nyaman serta dapat pula menurunkan semangat kerja. Silau terutama disebabkan oleh beberapa hal, baik yang berasal dari sumber cahaya seperti matahari, cahaya lampu maupun refleksi dari obyek yang mengkilat. Faktor yang mempengaruhi silau adalah luminanasi, besarnya sumber cahaya, posisi pengamat terhadap sumber cahaya, letak sumber cahaya yang terdapat di depan sudut penglihatan dan kontras antara permukaan terang dan gelap (SNI 03-6575-2001). Silau dapat dinyatakan dalam beberapa jenis skala, antara lain Skala deBoer yang dikembangkan oleh Schmidt-Clausen dan Bindels (1974) yang dikarenakan sejumlah n sumber cahaya. Formula ini umum digunakan karena lebih jelasnya penerapan kriteria-kriteria yang menjadi aspek kesilauan yang dinyatakan dengan Persamaan 1: 5 2
. . . .
… … . 1
Keterangan : W
= nilai Skala deBoer
Emax = iluminansi (lux)
La
= luminansi (Cd/m2)
θ
= sudut sinar datang (menit, 1o = 60 menit)
Persamaan 1 di atas memperhatikan posisi sumber sinar, luminansi dari latar, dan iluminansi dari sinar yang datang. Hasil dari persamaan ini berupa angka dengan rentang antara 1-9. Berikut nilai yang dapat ditunjukkan dari hasil perhitungan persamaan 2.1 yang tertera pada Tabel 2 berikut. Skala 1 3 5
Tabel 2 Skala deBoer Keterangan Skala Keterangan Unbearable (sangat tidak tertahankan) 7 Satisfactory (memuaskan) Disturbing (mengganggu) 9 Just Noticeable (hanya dapat terlihat) Just Accepteble (dapat diterima) (Schmidt-Clausen dan Bindels, 1974)
Rata-rata pengelas informal di Bandung bekerja di ruang terbuka dan kurang peduli akan keselamatan kerjanya. Keadaan berbeda ditunjukkan oleh industri pengelasan yang ada di luar negeri yang mengutamakan keamanan kerja di ruang tertutup. Perbedaan ini tentunya akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan mata. Untuk itu dilakukan penelitian ini untuk diketahui adanya pengaruh dari sinar radiasi las di ruang terbuka terhadap kesehatan mata pekerja (welder), apakah kondisi pengelasan ini lebih buruk dengan pertimbangan kebiasaan industri informal yang kurang peduli dan tidak memahami Kesehatan dan Keselamtan Kerja (K3) terutama dalam hal pemakaian alat pelindung diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik lingkungan tempat bekerjanya para pekerja berupa data fisik intensitas sinar ultraviolet yang dihasilkan dalam pengelasan yang diukur dengan alat Radiometer UV-B serta tingkat kesilauan sinar yang diukur dengan alat Luminansi-meter. Data-data fisik ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh Kepmenaker No. 51 tahun 1999 serta mengkaji kesilauan dengan pendekatan Skala deBoer.
METODOLOGI Lokasi Sampling Sampling dilakukan di Jalan Bogor, wilayah Karees, Kelurahan Kacapiring, Kecamatan Batununggal, Bandung Timur. Jalan Bogor memiliki ketinggian 691,28 m di atas permukaan laut (Google Earth, 2009). Lokasi yang ditunjukkan pada Gambar 1 ini merupakan tempat EH6 - 3
pengelasan terpanjang jang di kota Bandung dan telah lama beroperasi. Sampling dilakukan di depan kios/bengkel tempat pengelasan berlangsung. Posisi pengambilan data dengan alat dilakukan sesuai dengan posisi pekerja dalam mengelas yaitu meletakkan sensor alat disamping mata pekerja. Pada penelitian ini dilakukan pada 15 kios/bengkel di Jalan Bogor yang diambil secara acak untuk menggambarkan kondisi fisis lingkungan kerja Jalan Bogor. Gambar 1 berikut merupakan gambaran lokasi sampling.
Gambar 1 Posisi dan kondisi Jalan Bogor
Waktu Sampling Pemeriksaan fisis dilakukan dengan mengambil sampel yang bekerja pada saat tersebut. Rentang waktu pemeriksaan antara pukul 10.00 hingga 13.00 WIB. Pemeriksaan dilakukan pada rentang waktu tersebut mengingat intensitas sinar yang masuk terpajan pada pengelas tidak hanya berasal dari sinar las, tetapi juga dari matahari yang merupakan sumber utama ultraviolet secara alami (Sliney, 2006). Intensitas sinar itu sendiri diprediksikan maksimum terjadi saat matahari pada posisi tertingginya yaitu sekitar pukul 11.00-15.00 11.00 15.00 ((Alatas dkk, 2003)) dan semakin sore kegiatan pengelasan sudah tidak banyak lagi maka penelitian difokuskan pada waktu tersebut. Alat dan Metode Sampling Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan alat-alat alat alat yang mendukung untuk mengetahui kondisi fisis dari daerah kerja pengelasan yang terdiri atas pengukuran intensitas radiasi sinar ultraviolet dengan Radiometer UV-B UV dengan sensitivitas 0,01 µW/cm2 serta tingkat kesilauan dari cahaya yang diukur dengan alat luxmeter dan luminansi luminansi-meter. Pemeriksaan dilakukan untuk dua kondisi yaitu menggunakan tanpa kacamata dan kacamata serta pengukuran sesaat sebelum pengelasan dan setelah pengelasan. Pengukuran dilakukan dengan mendekatkan sensor alat ke bagian mata pekerja dengan asumsi besar intensitas sinar UV-B B yang terdeteksi oleh alat sama dengan yang tertangkap oleh mata pekerja. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan di pada Gambar 2 di bawah.
Gambar 2 Alat ultraviolet-B ultraviolet (kiri), Luxmeter luminansi-meter (kanan)
Analisis data tersebut akan dibandingkan dengan standar yang ditetapkan. Untuk radiasi Data-data ultraviolet akan diperbandingkan dengan Kepmenaker No. 51 tahun 1999. Sedangkan untuk kesilauan dianalisis dengan persamaan 1 yaitu persamaan Skala deBoer.
EH6 - 4
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemeriksaan Intensitas Sinar Ultraviolet Berdasarkan data hasil kuesioner yang telah diolah diketahui bahwa rata-rata pengelas umumnya dapat bekerja dengan melihat sinar ultraviolet per hari selama 3-4 jam. Maka diambil rata-rata 3,5 jam untuk lamanya pajanan per orang dalam kerja per harinya. Intensitas yang diperbolehkan menurut Kepmenaker No.51 tahun1999 untuk lama kontak dengan sinar ultraviolet 3,5 jam adalah sebagai 0,239 µW/cm2. Nilai tersebut diperoleh dari persamaan ! 3014 % & yang diperoleh dari tabel 2 diplot terhadap waktu pemaparan per hari yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Intensitas radiasi µW/cm2
100000 10000
y = 3014.x-1.00 R² = 1
1000 100
Iridiasi Efektif (eff) 10 Power (Iridiasi Efektif (eff))
1
0.1
1 0.1
10
100
1000
10000
100000
Waktu pajanan detik
Gambar 3 Radiasi sinar ultraviolet sesuai dengan Kepmenaker No.51 tahun 1999
Intensitas UV-B ditunjukkan pada Tabel 3 di bawah ini dikelompokkan menjadi pengukuran sebelum dan sesudah pengelasan dilakukan dengan menggunakan kacamata dan tanpa kacamata. Tujuan hal tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar pengurangan intensitas sinar yang masuk dengan kacamata hitam yang biasa digunakan pekerja. Tabel 3 Hasil pengukuran intensitas sinar ultraviolet sebelum pengelasan saat pengelasan UV-B (µW/cm2) UV-B (µW/cm2) kondisi tdk tdk cuaca Menggunakan Menggunakan menggunakan menggunakan kacamata kacamata kacamata kacamata Cerah 1,5 3,5 25 80 Cerah 0,3 1 10 17 Cerah 0,1 3 0,9 25 Cerah 1,4 3 25 35 Cerah 0,1 1,5 0,3 30 Cerah 0,1 2 11 40
No.
No. kios
Pukul
1 2 3 4 5 6
36 74 68 60 55 23
11:05 10:15 10:40 10:50 11:15 11:41
7
45
12:00
Cerah
0,1
1,3
3
28
8* 9 10 11 12 13 14 15
46
12:15
0,3
1
20
67
77 46 17 46 68 17 2
10:14 10:25 10:40 10:53 11:00 11:10 11:23
Cerah Cerah Cerah
2 1 2 1.5 1 1 1
4 2 6 4 2 5 2
23 4 29 8 30 2 4
55 60 45 100 88 27 14
Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
* kondisi pengambilan data agak masuk ke dalam kios/bengkel EH6 - 5
Intensitas UV-B sebelum Pengelasan
Intensitas sinar µW/cm2
Nilai intensitas masing-masing sampel untuk data sebelum pengelasan diplotkan dengan membedakan antara saat tidak memakai kacamata, memakai kacamata, dan batas yang disarankan (NB) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini. Pekerja las di Jalan Bogor yang bekerja tanpa adanya pengelasan dengan tidak menggunakan kacamata dengan rata-rata terpapar radiasi ultraviolet sebesar 2.753 µW/cm2. Nilai ini berada di atas nilai ambang batas 0,239 µW/cm2. Nilai ini begitu besar bila dibandingkan dengan standar batas yang ditetapkan. Intensitas UV-B sebesar 2,753 µW/cm2 maka waktu lamanya waktu pemajanan yang diperbolehkan hanya 18,247 menit saja. Pemeriksaan intensitas sinar UV-B dengan menggunakan kacamata hitam milik pekerja, menunjukkan adanya peredaman intensitas jauh lebih rendah, yaitu rata-rata 0,893 µW/cm2. Intensitas UV-B sebesar 0,893 µW/cm2 maka waktu lamanya waktu pemajanan yang diperbolehkan hanya 56,25 menit saja. Kondisi yang disyaratkan tidak sesuai dengan keadaan lapangan. Dengan kebiasaan kerja setiap harinya tentu pekerja akan terpapar terus-menerus ke dalam mata. Tentunya kondisi ini akan membahayakan kondisi mata pekerja. 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
kacamata tanpa kacamata NAB
1
2
3
4
5
6
7 8 9 No. sampel
10
11
12
13
14
15
Gambar 4 Intensitas sinar ultraviolet sebelum pengelasan
Nilai intensitas yang ditunjukkan berada di atas NAB yang ditetetapkan, padahal kondisi lingkungan kerja tanpa adanya pengelasan. Hal ini disebabkan oleh sumber ultraviolet alami yaitu matahari yang memancarkan sinar tersebut dengan intensitas besar. Kondisi pengukuran pada siang hari, dimana posisi matahari tertinggi merupakan keadaan intensitas terbesar yang dapat sampai ke muka bumi. Ketinggian juga mempengaruhi intensitasnya karena berhubungan dengan ketebalan lapisan atmosfer yang berfungsi sebagai penahan sinar UV-B. Selain itu refleksi dari tanah juga dapat meningkatkan intensitas radiasi (Alatas dkk, 2003). Kondisi ini dapat saja terjadi karena kawasan Jalan Bogor memang tinggi yaitu berada pada ketinggian 691,28 m di atas permukaan laut. Kondisi tanah yang gersang dengan minimnya tanaman penutup tanah mengakibatkan refleksi dari sinar yang masuk dari matahari juga tinggi. Pekerja las di Jalan Bogor yang bekerja sebelum adanya pekerjaan pengelasan dan bekerja menggunakan kacamata hitam terpajan sinar ultraviolet yang tingkat intensitasnya lebih rendah dibandingkan dengan kondisi tidak menggunakan kacamata hitam dan nilai intensitasnya berada di bawah NAB. Ini menunjukkan bahwa kacamata hitam yang digunakan oleh pekerja cukup bagus untuk mengurangi intensitas radiasi sinar ultraviolet yang bersumber dari matahari. Adanya nilai yang lebih tinggi dari NAB disebabkan posisi dalam mengelas. Kondisi saat pengambilan data nilai intensitas tinggi tersebut disebabkan pengelas EH6 - 6
melakukan kegiatan tidak terlindungi oleh atap kios dan cahaya matahari dalam posisi tinggi langsung tertangkap oleh sensor alat. Nilai yang lebih rendah yang terdeteksi alat disebabkan pengelas membelakangi datangnya sinar matahari dan bekerja terlindungi oleh atap kios. Penggunaan kacamata hitam dapat mengurangi intensitas sinar ultraviolet dari sinar matahari yang masuk ke dalam mata. Namun harus menjadi catatan kepada pekerja bahwa sebelum adanya pengelasan, intensitas sinar ultraviolet cukup tinggi dan menggunakan kacamata pun masih menyisakan intensitas sinar ultraviolet yang besar juga dan bila masuk ke dalam mata tentu akan membahayakan kesehatan mata pekerja tersebut maupun orang lain yang beraktivitas di sana. Ini sesuai dengan pendapat Andryansyah (2000), dalam jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pengelasan dalam Ruang Terbatas yang menyatakan bahwa orang-orang di sekitar juru las juga akan menerima resiko walaupun tidak secara langsung menatap busur tersebut. Untuk itu siapa saja yang akan mendekati daerah kerja pengelasan harus menggunakan pengaman. Intensitas UV-B saat Pengelasan Intensitas radiasi sinar ultraviolet saat pengelasan ternyata bertambah tinggi dan sangat melampaui nilai ambang batas yang ditentukan. Pekerja las di Jalan Bogor yang bekerja saat pengelasan dengan tidak menggunakan kacamata dengan rata-rata terpapar radiasi ultraviolet sebesar 47,40 µW/cm2 dan nilai ini berada di atas nilai ambang batas 0,239 µW/cm2. Nilai intensitas ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan NAB-nya. Nilai yang tercatat merupakan nilai rata-rata yang ditunjukkan oleh alat, peneliti juga memperhatikan terkadang nilai yang tertangkap oleh sensor alat mencapai ratusan hingga melebihi 250 µW/cm2. Dengan demikian intensitas yang terdeteksi walaupun tidak terlalu sering tertangkap oleh sensor alat namun intensitas itu telah sampai ke mata pekerja. Nilai intensitas saat pengelasan dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. 110 100
Intensitas sinar µW/cm2
90 80 70
kacamata
60
tanpa kacamata
50
NAB
40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7 8 9 No. sampel
10
11
12
13
14
15
Gambar 5 Intensitas sinar ultraviolet saat pengelasan
Sedangkan pemakaian kacamata hitam ternyata dapat mengurangi intensitas radiasi UVB dengan rata-rata menjadi 13,013µW/cm2. Penurunan intensitas radiasi ini cukup tinggi kirakira menjadi sepertiga tanpa penggunaan kacamata. Walaupun demikian intensitas ini masih jauh di atas standar yang ditetapkan dengan lama paparan 3,5 jam. Kondisi ini tentu sangat mengganggu kenyamanan pekerja serta mengancam kesehatan mata pekerja. Nilai intensitas yang tercatat saat pekerja mulai mengelas merupakan akumulasi sinar ultraviolet yang bersumber dari matahari dan dari sinar percikan yang terjadi akibat gesekan EH6 - 7
antara bagian negatif dan positif kawat las. Lingkungan Jalan Bogor untuk keadaan tanpa pekerjaan las telah terpapar sinar UV-B yang melebihi standarnya, dengan adanya kegiatan pengelasan maka intensitas yang diterima pekerja akan jauh lebih tinggi. Besar intensitas ultraviolet sangat dipengaruhi oleh waktu pengelasan, apakah pagi, siang, ataupun sore. Ini disebabkan adanya akumulasi dari sinar matahari dimana posisi tertinggi matahari merupakan tingkat intensitas yang tinggi pula. Biasanya pekerja akan lebih intensif dan lebih fokus bekerja pada siang hari daripada pagi atau sore hari. Selain itu intensitas UV-B dipengaruhi dengan lamanya percikan antara kawat las dengan besi negatif. Seorang pengelas tidak akan terus-menerus mampu melihat sinar ultraviolet yang ada di depannya. Kecenderungan pengelas mampu menatap sinar tersebut kurang dari 2 menit untuk satu titik yang di las. Ini menunjukkan bahwa semakin lama pekerja menatap sinar las tersebut maka akan semakin merasa lelah matanya. Faktor alami lainnya yang menyebabkan tingginya intensitas radiasi UV-B sama dengan yang dipaparkan sebelumnya. Pekerja las di Jalan Bogor yang bekerja sebelum adanya pekerjaan pengelasan dan bekerja menggunakan kacamata hitam tingkat intensitasnya lebih rendah daripada tidak menggunakan kacamata hitam. Namun ini tidak menunjukkan bahwa penggunaan kacamata hitam sembarangan dalam pengelasan akan aman bagi mata pekerja. Sinar ultraviolet sangat besar yang diterima oleh mata. Kacamata hitam yang pekerja gunakan tidak mampu mengurangi intensitas sinar UV-B dari las listrik yang masuk dari sisi samping kacamata. Bahaya tersebut ada karena cahaya yang sangat menyilaukan yang masuk melalui sisi samping kacamata masih dapat mengakibatkan kerusakan pada mata. Pelindung mata yang mempunyai kaca dengan kemampuan mengubah warna kaca secara cepat dengan naiknya intensitas cahaya yang masuk sangat baik digunakan (Andryansyah, 2000). Kacamata hitam yang digunakan pekerja memiliki kemampuan mereduksi intensitas sinar ultraviolet dari matahari berbeda-beda karena kualitas kacamata pekerja tidak terjamin. Kacamata yang digunakan pekerja tidak ada spesifikasi khusus dan ternyata dengan semakin hitam kacamata pekerja belum menentukan semakin bagusnya kemampuan dalam mereduksi datangnya sinar ultraviolet. Nilai dari intensitas radiasi juga bervariasi yang disebabkan posisi pengelas yang tidak pernah tetap. Oleh karena itu nilai yang terdeteksi oleh sensor alat tidak pernah konstan. Nilai intensitas akan tinggi bila pengelas melakukan kegiatan tidak terlindungi oleh atap kios dan cahaya matahari dalam posisi tinggi langsung tertangkap oleh sensor alat. Nilai yang lebih rendah yang terdeteksi alat disebabkan pengelas membelakangi datangnya sinar matahari dan bekerja terlindungi oleh atap kios. Penggunaan kacamata hitam pekerja dapat mengurangi intensitas sinar ultraviolet dari sinar matahari yang masuk ke dalam mata namun tetap telah melewati NAB yang ditetapkan. Dari nilai rata-rata telah melewati batas yang ditentukan, dan tidak satu titik pun yang menunjukkan bahwa intensitas sinar ultraviolet saat mengelas dan telah menggunakan kacamata dalam kondisi di bawah NAB atau dalam kondisi aman. Keadaan ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja saat pengelasan tidak nyaman dan aman bagi kesehatan mata pekerja. B. Pemeriksaan Kesilauan Berikut hasil pengukuran kesilauan yang disajikan pada Tabel 4 untuk kondisi menggunakan kacamata dan Tabel 5 untuk kondisi tidak menggunakan kacamata di bawah ini. Data yang diambil di lapangan meliputi data sebelum dan sesudah pengelasan supaya dapat dilihat perubahan luminansi dan iluminansi. Sedangkan pengambilan data dengan objek memakai kacamata dan tidak menggunakan kacamata bertujuan untuk melihat tingkat kesilauan dengan berbagai kondisi yang umum dilakukan oleh pekerja las tersebut.
EH6 - 8
Tabel 4 Hasil pemeriksaan kesilauan tanpa menggunakan kacamata Luxmeter (lux) No.
No. kios
Pukul
kondisi cuaca
1
36
11:05
2
68
3
Luminansi-meter (cd/m2)
sebelum pengelasan
saat pengelasan
sebelum pengelasan
saat pengelasan
Cerah
1500
4200
450
800
10:40
Cerah
1800
1900
100
120
60
10:50
Cerah
4000
5000
240
500
4
55
11:15
Cerah
2000
18000
50
500
5
41
11:30
Cerah
4000
5000
600
700
6
23
11:41
Cerah
2000
4000
80
200
7
45
12:00
Cerah
1700
8000
200
300
8
46
12:15
Cerah
350
500
100
115
9
77
10:14
Cerah
6000
7000
150
200
10
46
10:25
Cerah
2000
5000
90
200
11
17
10:40
Cerah
2500
3000
170
250
12
46
10:53
Cerah
6000
8000
200
300
13
68
11:00
Cerah
500
1000
200
100
14
17
11:10
Cerah
3800
4200
300
700
15
2
11:23
Cerah
1500
4000
100
300
Keterangan
agak di dalam ruangan
Tabel 5 Hasil pemeriksaan kesilauan dengan menggunakan kacamata Luxmeter (lux) No.
No. kios
Pukul
kondisi cuaca
Luminasi- meter (cd/m2) Keterangan
sebelum pengelasan
saat pengelasan
sebelum pengelasan
saat pengelasan
1
36
11:05
Cerah
500
3800
50
200
2
68
10:40
Cerah
500
800
20
80
3
60
10:50
Cerah
2000
3000
100
120
4
55
11:15
Cerah
1000
8000
20
200
5
41
11:30
Cerah
3000
4000
150
200
6
23
11:41
Cerah
1000
2000
50
120
7
45
12:00
Cerah
1000
5000
50
100
8
46
12:15
Cerah
200
300
20
30
9
77
10:14
Cerah
4000
5500
70
100
10
46
10:25
Cerah
1800
3500
70
100
11
17
10:40
Cerah
1500
2700
50
70
12
46
10:53
Cerah
2000
5000
80
180
13
68
11:00
Cerah
120
700
20
50
14
17
11:10
Cerah
1000
1200
100
500
15
2
11:23
Cerah
500
1500
20
100
agak di dalam ruangan
Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan Skala deBoer yang dikembangkan oleh Schemidt-Clausen dan Bindels yang terdapat pada Persamaan 1. Formula ini digunakan berdasarkan posisi sumber, luminansi dari latar, dan iluminansi dari sinar yang datang (Schmidt-Clausen dan Bindels, 1974). Pada pengukuran kesilauan ini, nilai θmax diambil dari EH6 - 9
sudut minimum dan maksimum yang terbentuk saat pengelasan. Sudut maksimum diilustrasikan pada Gambar 6, 6 yaitu pada saat pengelas jongkok. berdiri a. Nilai sudutnya diasumsikan 56o. Sedangkan posisi minimum m terjadi saat berdiri, tepat di depan bahan yang akan dilasnya,, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 7 dengan besar sudut diasumsikan sebesar 5 o. 5o 56oo
56
0.6
1.68
0.5
Gambar 6 Posisi jongkok saat mengelas
Gambar 7 Posisi berdiri saat mengelas
Hasil pengolahan data yang tertera pada Tabel 6 di bawah ini menunjukkan karakteristik yang sama dengan pengukuran intensitas ultraviolet, yaitu tingkat luminansi dan iluminansi akan bertambah dengan adanya sinar yang muncul akibat percikan las listrik. Posisi pengukuran sangat mempengaruhi nilai yang terbaca pada tampilan alat. alat. Pada subjek yang terakhir dimana pekerja melakukan aktivitasnya agak masuk ke dalam bengkel/kios, bukan di depan teras bengkel/kios menunjukkan hasil yang sama kecilnya tetapi lebih besar bila dibandingkan dengan skala subjek yang lain. Ini membuktikan posisi posisi sinar yang dihasilkan dalam mengelas serta sinar latar belakang mempengaruhi kenyamanan kerja. Selain itu, nilai yang terbaca tidak bersifat konstan, apabila alat tergerakkan akan mempengaruhi pembacaan nilai. Sehingga nilai yang diambil merupakan rata-rata ra rata nilai yang terbaca dan sering ditunjukkan alat. Untuk sumber silau yang sama, semakin besar sudut datang maka Skala deBoer yang dihasilkan silkan semakin besar berarti kesan yang ditimbulkan semakin tidak silau (untuk sudut di antara 0o-90o). Artinya dengan sudut yang kecil yaitu ketika posisi pekerja berdiri, ketidaknyamanannya akan lebih tinggi dibandingkan saat pekerja duduk. Posisi duduk tidak dapat melebihi 90o, sehingga kondisi penilaian sudah pasti untuk sudut yang berada antara 00900. Tabel 6 Hasil skala kesilauan yang telah diolah Skala kesilauan saat tidak menggunakan kacamata hitam Emax
La
W
lux
cd/m2
5o
2700
350
100
Skala kesilauan saat menggunakan kacamata hitam Emax
La
W
56 o
lux
cd/m2
5o
56 o
<0
0.29
3300
150
<0
<0
20
0.97
1.94
300
60
<0
1.4
1000
260
0.06
1.02
1000
20
<0
<0
16000
450
<0
<0
7000
180
<0
<0
1000
100
<0
0.61
1000
50
<0
0.32
2000
120
<0
0.09
1000
70
<0
0.46
6300
100
<0
<0
4000
50
<0
<0
150
15
1.46
100
10
0.68
1.65
0.32 <0
1500
30
<0
<0
1700
30
<0
<0
1000
50
0.5 <0
3000
110
<0
500
80
1.12
1200
20
<0
<0
2000
100
0.16 <0
0.01
3000
100
<0
<0
500
100
0.26
1.22
580
30
<0
0.58
EH6 - 10
Skala rata-rata yang kecil dari 2 yang berarti “Disturbing” atau mengganggu, bahkan kecenderungan < 0 menunjukkan kondisi yang tertangkap oleh mata adalah sangat tidak tertahankan tingkat kesilauannya (Very Unbearable) sehingga menyebabkan ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan melihat ini tentu saja akan mengganggu mata saat berakomodasi. Kondisi intensitas cahaya yang terus-menerus tinggi menyebabkan kelelahan mata (Alatas dkk, 2003). Bila terjadi terus-menerus akan mengganggu konsentrasi kerja sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan trauma mata. Skala < 0 yang diperoleh dari persamaan di atas dapat disebabkan pengukuran yang dilakukan di siang hari, sedangkan Skala deBoer biasa diterapkan untuk kondisi malam hari dan di luar ruangan seperti silau lampu jalan atau lampu kendaraan. Skala yang kecil ini juga dapat disebabkan iluminansi latar belakang yang terlalu besar sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari. Penggunaan tanpa kacamata hitam ataupun menggunakan kacamata hitam dalam aktivitas mengelas cenderung tidak menunjukkan perubahan tingkat kesilauan. Skala yang ditunjukkan relatif sama dengan tingkat ketidaknyamanan tinggi. Ini berarti kacamata hitam yang digunakan pekerja belum dapat mengurangi kesilauan akibat cahaya dari pengelasan. KESIMPULAN Intensitas radiasi UV-B tanpa adanya kegiatan pengelasan berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Kepmenaker No. 51 tahun 1999, baik untuk kondisi tanpa memakai ataupun memakai kacamata hitam. Sedangkan saat pengelasan intensitas radiasi UV-B sangat tinggi dan jauh melampaui NAB baik untuk kondisi tanpa memakai ataupun memakai kacamata hitam. Penggunaan kacamata pekerja belum dapat meredam intensitas UV-B sesuai NAB yang ditetapkan. Tingkat kesilauan dari cahaya yang ditimbulkan sangat tinggi. Terbukti dari Skala deBoer dari hasil perhitungan yang menunjukkan angka <0. Artinya cahaya tampak yang dihasilkan menyebabkan kondisi mata pekerja tidak nyaman dan kondisi yang terus menerus dapat menyebabkan kelelahan mata sehingga berpotensi kecelakaan kerja. KETERANGAN Penelitian ini merupakan bagian dari kerja sama antara FTSL-ITB dengan pihak Labotarium Fisika Bangunan dan Akustik TF-ITB ITB, Asosiasi Pengelas Jalan Bogor, serta pihak RSM. Cicendo Bandung. DAFTAR PUSTAKA Alatas, Zubaidah dan Yanti Lusiyanti, 2003. Efek Kesehatan Radiasi Non-Pengion pada Manusia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir. BATAN : Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No.138 : 34-39 Andryansyah. 2000. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pengelasan dalam Ruang Terbatas. Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2 : 52-55 Canadian Centre for Occupational Health & Safety, 2008. Radiation and the Effects On Eyes and Skin. http://www.ccohs.ca/oshanswers/safety_haz/welding/eyes.html#_1_2 Google Earth, 2009 Ilyas, Sidarta.2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Nurdin, Ahmad. 1999. Peralatan Las Busur Manual. Bandung: Angkasa Schmidt-Clausen, and Bindels, J.Th.H, 1974. Assessment of Discomfort Glare in Motor Vehicle Lighting.Westphalian Metal Industry, Hueck & Co., KG, Lippstadt Sliney, David H. 2006 Environmental UV-Radiation : Impact on Ecosystems and Human Health and Predictive Models. Springer : Natherlands.91:259-278 SNI 03-6575-2001, Tata Cara Pencahayaan Buatan
EH6 - 11
Sonawan, Hery and Rochim Suratman. 2003. Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung : Alfabeta. Terry L. Lyon.1977 “Knowing the Dangers of Actinic Ultraviolet Emissions”. American Welding SocietyWelding Journal. http://www.aws.org/wj/dec02/feature.html
EH6 - 12