JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
Panorama 360o untuk Virtual Touring pada Museum Tugu Pahlawan Surabaya Dyah Kartikawati(1), Ahmad Zaini,(2) dan Muhtadin (3). Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected](2),
[email protected](3)
Abstrak— Pengenalan tempat bersejarah merupakan salah satu subjek pendidikan yang kurang begitu diminati oleh pelajar dan masyarakat pada umumnya. Salah satu tempat bersejarah yang kurang diminati adalah museum. Menurut data dari direktorat kebudayaan, pariwisata, pemuda, dan olahraga didapatkan bahwa jumlah pengunjung museum dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Telah dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan jumlah pengunjung yakni dengan adanya brosur dan website yang mengenalkan museum dengan cara menampilkan informasi berupa teks dan gambar museum namun hal itu belum bisa meningkatkan jumlah pengunjung dikarenakan gambar museum yang ditampilkan tidak menunjukkan keadaan museum secara keseluruhan. Sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, pada penelitian ini dilakukan pembuatan virtual touring pada museum Tugu Pahlawan Surabaya dengan menggunakan panorama 360o. Pembuatan citra panorama dilakukan dengan menggabungkan citra 2D dengan cara menentukan titik-titik (control point) yang sama antara citra yang saling berkesinambungan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa semakin kompleks objek yang ada pada lokasi panorama maka control point yang digunakan semakin banyak pula. Untuk menjalankan virtual touring, citra panorama yang digunakan memiliki ukuran antara 2700x1350 hingga 5927x2964 piksel karena jika terlalu besar ukuran citra panorama yang digunakan maka virtual touring akan terasa berat saat dijalankan.
Akan tetapi, adapula masyarakat yang memiliki minat dan ketertarikan yang tinggi akan museum, tetapi memiliki keterbatasan baik terhadap jarak, waktu, dan biaya Telah dilakukan beberapa macam cara untuk mengenalkan museum kepada masyarakat diantaranya yaitu dengan membuat seminar tentang pentingnya mengenal museum, membuat poster, website yang berbentuk teks dan gambar, membuat suatu gerakan yang mengajak masyarakat untuk mengenalkan dan menarik minat masyarakat untuk mengunjungi museum. Beberapa cara tersebut telah dilakukan akan tetapi masih kurang dapat menarik minat masyarakat dan pelajar untuk dapat lebih mengenal museum. Dengan demikian untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu metode yang dapat menimbulkan minat pelajar dan masyarakat yakni dengan cara menvisualisasikan museum tersebut secara 3D dan secara virtual yang nantinya diharapkan dapat mengenalkan museum yang lebih menarik kepada masyarakat.
II. DESAIN SISTEM DAN IMPLEMENTASI A. Desain Sistem
Kata Kunci— Virtual touring, Panorama 360o, Citra panorama.
I. PENDAHULUAN
P
ENGENALAN tempat bersejarah merupakan salah satu subjek pendidikan yang kurang begitu diminati oleh pelajar dan masyarakat pada umumnya. Salah satu tempat bersejarah yang kurang diminati adalah museum. Museum merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan pemahaman dan penanaman nilai-nilai sejarah kepada masyarakat. Akan tetapi, jumlah pengunjung museum dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Berdasarkan data dari Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar 2009, pengunjung museum pada tahun 2006 berjumlah 4,56 juta, tahun 2007 menurun menjadi 4,20 juta pengunjung dan pada tahun 2008 mengalami penurunan kembali menjadi 4,17 juta pengunjung.[1] Hal ini dikarenakan cara untuk mengenalkan museum yang terlalu monoton dan kurang menarik (biasanya berupa poster) yakni hanya menggunakan teks atau gambar yang sulit untuk dipahami oleh para pelajar dan masyarakat.
Gambar 1 Desain Sistem
Virtual touring dibuat dengan model touring panorama museum dan diberikan penjelasan mengenai objek yang ada pada panorama. Pembuatan virtual touring dilakukan dengan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 pengambilan citra museum yang kemudian dilakukan proses stitching untuk menggabungkan citra museum menjadi citra panorama. Pembuatan virtual touring menggunakan beberapa citra panorama dan menghubungkan citra panorama tersebut sehingga terbentuk suatu rute touring. Hasil virtual touring kemudian dipublikasikan melalui website sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif media promosi museum nantinya. Alur desain sistem virtual touring ditunjukkan pada Gambar1. B. Implementasi Sistem Implementasi sistem dibagi menjadi tiga tahapan. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan pada implementasi sistem: 1) Proses Pengambilan Citra Pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital SLR. Kamera yang digunakan bisa difokus secara manual sehingga jarak pandang tidak terbatas. Sebelum dilakukan proses pengambilan citra terlebih dahulu dilakukan studi denah museum. Hal ini dilakukan untuk mempermudah saat proses pengambilan citra dalam menentukan spot (lokasi). Spot harus memiliki nilai sejarah dan memiliki area yang luas sehingga pada saat pengambilan citra tidak mengalami kesulitan. Dengan adanya penentuan spot nantinya akan terbentuk rute touring pada virtual touring. Oleh karena itu, pada penelitian ini telah ditentukan beberapa spot yang akan dilakukan proses pengambilan citra. Untuk bagian luar museum telah ditentukan sepuluh spot dan untuk bagian dalam museum telah ditentukan delapan spot yang akan dilakukan proses pengambilan citra yakni tiga spot untuk museum bagian dalam pada lantai satu dan lima spot untuk museum bagian dalam pada lantai dua Dalam pengambilan citra panorama suatu spot, posisi kamera berada ditengah spot sehingga spot harus memiliki area yang luas. Gambar 2 merupakan teknik pengambilan citra pada penelitian ini.Untuk mendapatkan citra panorama secara 360o, pengambilan citra dilakukan secara 360o pada bidang horizontal dan 180o pada bidang vertikal. Pada Gambar 2a menunjukkan teknik pengambilan citra dengan menggunakan overlapping. Hal ini dilakukan agar dapat memudahkan dalam proses penggabungan citra.
2 vertikal maka dilakukan pula pengambilan citra dengan memutar kamera secara 360o pada bidang horizontal. Begitu pula untuk pengambilan citra dengan posisi sudut kamera yang lain maka akan dilakukan pula pengambilan citra secara 360o pada bidang horizontal.[2] Hal ini dilakukan agar mendapatkan citra-citra yang dibutuhkan sehinga terbentuk panorama yang memiliki bentuk spherical dari sebuah spot. 2) Proses Stitching Proses stitching merupakan proses untuk menggabungkan citra 2D dengan cara menentukan titik-titik (control point) yang sama antara citra satu dengan citra yang lain, sehingga menghasilkan citra panorama. Proses stitching dibagi menjadi tiga tahapan. Berikut tahapan pada proses stitching: a)
Detection and Matching
Pada proses detection and matching, citra dicari titik persamaan (control point) dengan citra yang saling berkesinambungan. Dalam menentukan control point harus tepat karena apabila control point antar citra yang berkesinambungan tidak sesuai maka hasil yang didapatkan setelah dilakukan proses selanjutnya akan bermasalah. Semakin banyak control point yang ditentukan secara tepat maka semakin bagus pula hasil citra panorama yang dihasilkan. Pada Gambar 3menunjukkan proses penentuan control point pada dua citra yang saling berkesinambungan. Garis merah pada Gambar 3a menunjukkan control point pada citra pertama yang diletakkan pada ujung objek yang ada pada lokasi panorama. Karena control point merupakan sepasang titik sehingga pada Gambar 3b untuk citra kedua juga terdapat pasangan dari control point yang ada pada Gambar 3a yang ditunjukkan pada garis merah. Garis biru dan kuning menunjukkan pasangan control point yang ada pada Gambar 3a dan Gambar 3b. Penentuan control point antar dua citra harus memiliki tingkat kecocokan yang paling mendekati.
a) Gambar 3 Proses Detection and Matching a ) Citra pertama; b) Citra kedua a)
b)
Gambar 2 Teknik Pengambilan Citra a)Dengan overlapping; b) Posisi Sudut Kamera
Pengambilan citra dilakukan dengan mengubah posisi kamera kemudian kamera akan diputar secara 360o pada bidang horizontal. Untuk bidang vertikal posisi sudut kamera berada pada posisi 90o,45o,0o,-45o,-90o. Posisi sudut kamera pada saat pengambilan citra ditunjukkan pada Gambar 2b. Pada saat posisi sudut kamera berada pada posisi 0o di bidang
b)
b)
Warping
Proses ini dilakukan untuk mentransformasikan beberapa citra menjadi sebuah citra panorama yang berbentuk spherical. Pada proses warping, penentuan control point pada tahapan sebelumnya sangat berpengaruh pada saat citra ditransformasi. Apabila kurang tepat saat penentuan control point maka akan terjadi pergeseran posisi citra dan kesalahan dalam transformasi citra. Sehingga perlu dilakukan penentuan control point kembali. Pergeseran posisi ini sering terjadi pada saat penentuan control point pada objek yang bergerak dan detail.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
3 sehingga perlu dilakukan proses fade,blend agar warna pada citra 2D yang digabungkan memiliki warna yang sama dan tidak terlihat perbedaan warna. Citra panorama pada Gambar 5b tidak terlihat adanya perbedaan warna yang mencolok antar citra 2D saat penggabungan citra. Hal ini dikarenakan pada Gambar 5b citra panorama telah dilakukan proses fade,blend
a)
b)
Gambar 4 Proses Warping a) Sebelum dilakukan proses warping; b) Sesudah dilakukan proses warping
Garis merah yang terdapat pada Gambar 4a menunjukkan bahwa terjadi pergeseran posisi citra pada saat proses stitching sehingga perlu dilakukan perbaikan citra yakni dengan mengubah posisi control point. Apabila pada saat merubah posisi control point berada diposisi control point yang tepat maka citra panorama tidak akan mengalami pergeseran posisi dan tidak ada kesalahan dalam transformasi citra. Garis merah yang ada pada Gambar 4b menunjukkan bahwa setelah dilakukan proses warping, tidak terjadi pergeseran posisi pada citra. c)
Fade,Blend
Dalam proses fade,blend warna citra akan disesuaikan dengan citra yang saling berkesinambungan dikarenakan pada saat pengambilan citra biasanya ditemukan perbedaan tingkat kecerahan warna pada objek pada titik sekitar control point. Pada proses fade,blend proyeksi citra panorama dapat dipilih sesuai dengan yang diinginkan. Dalam penelitian ini, proyeksi untuk citra panorama menggunakan bentuk spherical. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan bentuk spherical citra panorama dapat dilihat secara 360o dalam bidang horizontal dan 180o pada bidang vertikal. Dalam proses fade,blend untuk membentuk citra yang saling berkesinambungan menjadi citra panorama yang memiliki bentuk spherical ini memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk melakukan proses fade,blend dan menghasilkan sebuah citra panorama sekitar 30-45 menit. Hasil citra panorama pada tahapan ini memiliki size yang besar biasanya berkisar 19564x 9782 piksel hingga 20420x10210 piksel.
3) Proses Pembuatan Virtual Touring Citra panorama yang dihasilkan dari proses stitching dimasukkan ke sebuah simulasi touring agar dapat diproses sehingga dapat menampilkan panorama 360o. Citra panorama yang digunakan merupakan citra panorama yang telah diproyeksikan ke bentuk spherical. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan citra panorama yang berbentuk spherical, citra panorama nantinya pada saat dijalankan dengan simulasi touring dapat dilihat secara 360o pada bidang horizontal 180o pada bidang vertikal. Dalam pembuatan virtual touring diperlukan denah dan radar. Hal ini digunakan untuk menunjukkan posisi user berada pada saat menjalankan virtual touring. Pada saat user menjalankan virtual touring dan memutar citra panorama secara 360o pada bidang horizontal maka radar pada denah juga akan ikut berputar secara 360o. Dalam pembuatan virtual touring juga diperlukan penentuan hotspot. Hal ini digunakan untuk menghubungkan citra panorama yang saling berkesinambungan. Penentuan hotspot dilakukan dengan melihat denah lokasi citra panorama. Simbol panah digunakan sebagai indikator untuk hotspot. Dengan menekan simbol panah yang terletak pada citra panorama maka pengguna virtual touring ini dapat berpindah ke citra panorama yang dihubungkan dengan citra panorama sebelumnya.[3] Gambar 6 menunjukkan virtual touring pada museum tugu pahlawan Surabaya.
a) Gambar 6 Virtual Touring
III. PENGUJIAN DAN ANALISIS
b) Gambar 5 Proses fade, blend a) Citra hasil proses stitching; b) Citra hasil proses fade,blend
Gambar 5a menunjukkan citra panorama hasil dari proses stitching. Pada Gambar 5a terlihat bahwa citra panorama memiliki perbedaan warna pada saat penggabungan citra 2D
A. Pengujian dan Analisis Pengambilan Citra Pengambilan citra dilakukan dengan overlapping diantara citra-citra. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam menggabungan citra 2D menjadi citra panorama agar dalam proses penggabungan nantinya perbedaan warna antara citra tidak terlihat secara mencolok.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 Pada Gambar 7a menunjukkan pengambilan citra dengan teknik pengambilan citra kurang dari 50% overlap. Pada saat dilakukan penggabungan citra, posisi citra mengalami penggeseran (citra tidak tepat posisi) dan terjadi perbedaan intensitas warna diantara citra yang saling berkesinambungan. Gambar 7b merupakan hasil penggabungan citra yang saling berkesinambungan.
a)
4 Berbeda dengan pengambilan citra yang dilakukan didalam ruangan, waktu pengambilan citra dapat dilakukan kapan saja. Hal ini dikarenakan pengambilan citra didalam ruangan tidak menggunakan sinar matahari sebagai sumber cahaya. Pengambilan citra didalam ruangan menggunakan cahaya ruangan seperti lampu yang relatif stabil akan tetapi cahaya ruangan harus cukup merata di setiap sudut ruangan. B. Pengujian dan Analisis Proses Stitching `Dari sistem yang telah dibuat dilakukan pengujian untuk mendapatkan hasil citra panorama yang bagus dengan melakukan tahapan yang ada pada proses stitching. Ada beberapa hal yang dilakukan sebagai berikut: 1) Pengujian Detection and Matching Pada proses pembuatan citra panorama perlu dilakukan proses detection and matching yakni suatu proses yang dilakukan untuk menentukan control point. Hal ini digunakan untuk menentukan titik yang sesuai antara citra yang saling berkesinambungan sehingga akan menghasilkan citra panorama yang diinginkan.
b) Gambar 7 Pengambilan Citra kurang dari 50% Overlap a) Pengambilan Citra; b) Hasil Penggabungan Citra
Pada gambar 8a menunjukkan pengambilan citra dengan teknik pengambilan citra secara 50% overlap. Posisi citra tidak mengalami pergeseran dan intensita warna diantara citra yang saling berkesinambungan tidak terlihat perbedaan yang mencolok pada saat dilakukan penggabungan citra. Hasil penggabungan citra yang saling berkesinambungan ditunjukkan pada gambar 8b.
Gambar 9 Penentuan Control Point a)
b) Gambar 8 Pengambilan Citra dengan 50% overlap a) Pengambilan citra; b) Hasil penggabungan citra
Waktu pengambilan citra dilakukan sekitar jam 10.30-14.00 WIB. Akan tetapi setelah dilakukan proses pengujian, pengambilan citra yang baik dilakukan sebelum kondisi matahari cerah yakni sebelum jam 11.00 WIB. Hal ini dikarenakan intensitas matahari tidak sekuat pada siang hari dalam membentuk shadow dari objek.
Pada gambar 9 merupakan proses detection and matching dengan menentukan control point antara citra yang saling berkesinambungan. Control point yang dipilih merupakan titik yang sesuai antara citra satu dengan citra yang selanjutnya. Untuk membuat citra panorama yang bagus membutuhkan banyak control point. Semakin banyak control point yang ditentukan secara tepat maka semakin bagus citra panorama yang dihasilkan. Penentuan control point dilakukan dengan mencari titik yang sesuai antar dua citra dan titik tersebut harus memiliki nilai untuk jarak yang kecil. Semakin kecil nilai jarak yang diperoleh maka tingkat keberhasilan untuk mendapatkan citra panorama yang bagus semakin besar. Jika semakin besar nilai yang diperoleh untuk jarak pada control point untuk dua citra yang saling berkesinambungan maka citra panorama yang dihasilkan akan kurang maksimal dan akan terlihat adanya pergeseran citra dibeberapa tempat.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 2) Pengujian Warping Pada proses pembuatan citra panorama sering terjadi kesalahan dalam penentuan control point sehingga akan terjadi pergeseran posisi koordinat pada citra. Untuk mengatasi kesalahan dan pergeseran pada posisi koordinat pada citra maka dilakukan proses warping. Dengan dilakukannya proses warping maka objek yang ada pada panorama memiliki bentuk perspective. Objek yang ada pada panorama saat dilakukan penggabungan citra dapat melengkung ataupun membentang sesuai dengan penentuan control point dan bentuk proyeksi yang digunakan. Gambar 10 menunjukkan citra yang telah dilakukan proses warping. Saat dilakukan penggabunga citra maka citra mengalami perubahan bentuk yakni citra menjadi melengkung.
5 19564x 9782 piksel hingga 20420x10210 piksel. Sehingga memerlukan waktu penggabungan yang cukup lama berkisara 30-45 menit untuk satu proses penggabungan citra panorama. 4) Pengujian Pembuatan Virtual Touring Ukuran resolusi piksel citra panorama yang besar dapat mempengaruhi dalam pembuatan virtual touring. Semakin besar ukuran citra panorama maka akan semakin lama pula saat akan menjalankan virtual touring. Telah dilakukan pengujian saat pembuatan virtual touring dengan menggunakan sebuah citra panorama yang memiliki ukuran 19756x9878 piksel, untuk membuka aplikasi membutuhkan waktu sekitar 4-5 menit. Sedangkan saat citra panorama tersebut dilakukan kompresi citra dengan ukuran 5927x2964 hanya membutuhkan waktu tidak sampai dengan 1menit untuk membuka aplikasi virtual touring. Sehingga untuk memudahkan saat pembuatan dan menjalankan virtual touring, citra panorama perlu dilakukan kompresi citra.
Gambar 10 Citra yang telah dilakukan proses warping
3) Pengujian Fade,Blend Pada penggabungan citra menjadi citra panorama diperlukan proses fade, blend untuk meminimalisasi perbedaan tingkat intensitas warna pada objek panorama. Gambar 11a menunjukkan citra sebelum dilakukan proses fade,blend. Terlihat perbedaan intensitas warna pada objek panorama. Untuk mendapatkan citra panorama yang memiliki intensitas warna pada objek panorama yang sama maka perlu dilakukan proses fade,blend. Citra yang telah dilakukan proses fade,blend tidak terlihat perbedaan intensitas warna pada objek panorama. Gambar 11b merupakan citra yang telah dilakukan proses fade,blend.
a)
a) b) Gambar 12 Citra panorama saat dijalankan di aplikasi virtual touring a) Citra panorama asli; b) Citra panorama yang telah dikompresi
b) Gambar 11 Proses fade,blend a)Citra sebelum dilakukan proses fade,blend; b) Citra setelah dilakukan proses fade,blend
Pada proses fade,blend, citra panorama yang dihasilkan memiliki resolusi piksel yang cukup besar mencapai antara
Pada Gambar 12a merupakan citra panorama yang belum dikompresi (citra panorama asli). Sedangkan untuk Gambar 12b merupakan citra panorama yang telah dikompresi. Dari kedua hasil citra panorama yang sedang dijalankan pada virtual touring dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan warna antara Gambar 12a dan Gambar 12b. Hal ini dikarenakan citra panorama pada Gambar 11a memiliki piksel yang lebih besar daripada Gambar 12b dan aplikasi memiliki batas piksel maksimal untuk citra. Oleh karena itu, citra panorama dilakukan kompresi agar pada saat dijalankan pada virtual
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
6
touring tidak memiliki piksel yang melebihi batas maksimal dari aplikasi. C. Pengujian dan Analisis Hasil Citra Panorama Pada sistem yang telah dibuat, citra 2D akan dilakukan suatu proses untuk menghasilkan citra panorama sebuah spot. Citra panorama yang dihasilkan merupakan citra panorama yang diproyeksikan kedalam bentuk spherical. Pada kenyataannya jumlah citra 2D yang dibutuhkan untuk membentuk citra panorama untuk setiap spot berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap spot memiliki tingkat kerumitan, kompleksitas, dan intensitas cahaya pada objek yang ada pada spot berbeda-beda. Berikut jumlah citra yang digunakan untuk membuat sebuah citra panorama untuk setiap spot di museum tugu pahlawan ditunjukkan pada tabel1.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Tabel 1 Jumlah Citra Panorama Nama Panorama Jumlah Citra Patung Proklamator Patung Jenderal Sudirman Patung Mayjend Sungkono Patung HR. Muhammad Patung Gubernur Suryo Patung Doel Arnowo Patung Bung Tomo Mobil Bung Tomo Lapangan Upacara Tugu Pahlawan Identitas Tugu Pahlawan Sosiodrama Pidato Bung Tomo Koleksi HR. Muhammad Koleksi Foto dan Lukisan Koleksi Pribadi Bung Tomo Koleksi Senjata Koleksi Replika Ultimatum Sekutu Diorama Statis I Diorama Statis II
48 49 54 57 53 51 52 44 46 46 43 47 41 55 45 55 40 40
Dari tabel 1 ditunjukkan bahwa untuk spot yang memiliki tingkat kerumitan,kompleksitas, dan intensitas cahaya pada objek yang tinggi rata-rata membutuhkan antara 50-60 citra 2D sehingga terbentuknya citra panorama. Sedangkan spot yang memiliki tingkat kerumitan, kompleksitas, dan intensitas cahaya pada objek yang sedang rata-rata membutuhkan antara 40-50 citra 2D untuk membentuk citra panorama. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada penelitian ini dilakukan pengambilan citra secara 360o pada bidang horizontal dan 180o pada bidang vertikal sehingga saat dilakukan proses stitching dihasilkan citra panorama dengan bentuk spherical. Citra panorama dimasukkan ke sebuah simulasi touring agar dapat menampilkan citra panorama secara 360o. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pengambilan citra sebaiknya dilakukan pada waktu sebelum jam 11.00. Hal ini dikarenakan pada saat setelah jam 11.00 sinar matahari akan mempengaruhi
2.
3.
4.
5.
intensitas cahaya pada objek yang ada pada lokasi pengambilan citra. sehingga hasil citra yang diperoleh kurang maksimal. Pengambilan citra dapat dilakukan dengan 50% overlap atau lebih dari 50% overlap untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Semakin kecil nilai jarak pada control point untuk dua citra maka semakin bagus pula hasil citra panorama yang dihasilkan. Citra panorama memiliki size antara 2700x1350 hingga 5927x2964 piksel agar memudahkan saat menjalankan virtual touring. Semakin kompleks objek yang ada pada lokasi panorama maka akan semakin banyak pula control point yang dibutuhkan.
B. Saran Untuk pengembangan lebih lanjut ada beberapa saran mengenai penelitian ini sebagai berikut: 1. Saat pengambilan citra perlu menggunakan kamera yang memiliki resolusi yang tinggi dan lensa yang sesuai. 2. Pengambilan citra hendaknya pada saat sebelum jam 11.00 atau setelah jam 15.00
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3]
Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, 2009. Jumlah Pengunjung Museum di Indonesia. (http://kppo.bappenas.go.id/preview/225.html). Diakses 28 Mei 2013. Baki Koyuncu, Pınar Kocabaşoğlu, “Virtual Campus”, International Journal of Computers, Issue 4, Vol.1,2007. Issue 4, Volume 1, 2007 Aznoora Osman, Nadia Abdul Wahab, Mohammad Hafiz Ismail, “Development and Evaluation of an Interactive 360° Virtual Tour for Tourist Destinations”, Journal of Information Technology Impact, Vol. 9, No. 3, pp. 173-182, 2009.