PANDUAN
PERKUNJUNGAN
SUB BIDANG PEMBINAAN WARGA GEREJA SINODE GEREJA KRISTUS YESUS
KATA PENGANTAR Pelayanan perkunjungan adalah pelayanan yang tidak bisa dipisahkan dari pelayanan gerejawi. Pelayanan ini mewujudkan kehadiran serta pemeliharaan Allah terhadap umat yang dikasihi-Nya. Dalam Perjanjian Lama, Kitab Yehezkiel 34 memaparkan bahwa Allah murka kepada para pemimpin Israel karena mereka “sibuk menggembalakan dirinya sendiri dan menelantarkan domba-dombanya, umat Israel”. Dalam Yehezkiel 34:4 jelas dikatakan tegoran ini : “Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari.” Karena itu Allah sendiri akan memperhatikan umat-Nya, Ia sendiri akan mencari dan menyelamatkan mereka dan membawa mereka ke padang yang berumput hijau. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberi teladan bagaimana Ia melayani sebagai seorang Gembala yang baik. Dalam Yohanes 10, digambarkan gembala yang baik adalah yang mengenal domba-dombanya, menuntun mereka, dan domba-dombanya mengenal dan mendengarkan suaranya. Ia menjaga dan membela mereka terhadap serigala-serigala dengan taruhan nyawanya. Dari sini jelas, dalam seluruh Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru pelayanan pastoral merupakan pelayanan yang dilakukan oleh Allah terhadap umat-Nya; dan sebaliknya Allah menghendaki agar umat-Nya melakukannya juga. Mengenal, memperhatikan, memelihara, menuntun domba itulah pelayanan perkunjungan. Tugas gereja selain mengabarkan Injil, membawa manusia berdosa diselamatkan masuk menjadi umat Allah, gereja juga dipanggil untuk memberi pelayanan pastoral ini, yaitu
perkunjungan kepada jemaat-Nya untuk mewujudkan kasih dan lawatan Allah bagi umat-Nya. Oleh karena tujuan itulah buku panduan perkunjungan ini dibuat. Saya berdoa kiranya buku sederhana ini membawa manfaat bagi pelayanan saudara-saudara seiman dalam penggembalaan jemaat Tuhan. Kiranya segala kemuliaan hanya bagi Tuhan. Soli Deo Gloria. Jakarta, Juni 2012 Pdt Joni Sugicahyono Ketua Sub Bidang Pembinaan Warga Gereja Sinode Gereja Kristus Yesus
DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................... 3 Bab 1. Pentingnya Perkunjungan/Visitasi ........................... 6 Bab 2. Dasar Pelayanan Perkunjungan: Allah Mengasihi Umat-Nya ................................................................ 8 Bab 3. Bentuk Dan Macam Perkunjungan ......................... 10 Bab 4. Syarat-syarat bagi Pelayan Perkunjungan . ............ 12 Bab 5. Bagaimana melakukan Perkunjungan ..................... 14 Bab 6. Fungsi Alkitab Dalam Perkunjungan ........................ 24 Bab 7. Fungsi Doa Dalam Perkunjungan ........................... 28 Bab 8. Laporan Dan Evaluasi . ........................................... 30
Bab 1 Pentingnya Perkunjungan/Visitasi Perkunjungan adalah aktivitas yang penting dalam kehidupan jemaat. Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, maka setiap orang membutuhkan kehadiran orang lain di dalam hidupnya. Setiap orang mendambakan perhatian dari orang lain, tidak hanya dari suami/istri dan anggota keluarga lainnya, tetapi juga dari orang lain di luar keluarganya. Di luar rumah tangganya, orang membutuhkan relasi dengan tetangga, dengan teman-teman di lingkungan kerjanya, dengan teman-teman yang mempunyai minat atau hobi yang sama. Di dalam gereja, orang juga membutuhkan suatu relasi yang cukup erat diantara saudara seiman. Kehidupan yang keras dan kompetitif membuat orang semakin individualistik. Kecenderungan ini bukan hanya menjadi masalah kota besar, tetapi juga sudah mempengaruhi kota-kota kecil, bahkan pedesaan. Orang semakin enggan mengunjungi dan dikunjungi, pelayanan perkunjungan semakin berkurang dilakukan oleh gereja-gereja saat ini. Perkunjungan tidak lagi menjadi kegiatan rutin, tetapi hanya dilakukan bila ada masalah. Gereja mengganggap jemaat yang tidak bermasalah atau jemaat yang dalam keadaan “biasa-biasa saja” tidak perlu dikunjungi. Karena itu timbul kesan, seakan-akan kunjungan hanya diperlukan bagi orang yang sedang bermasalah. Padahal perkunjungan kepada warga jemaat secara rutin perlu dilakukan, apalagi kenyataannya orang yang sedang menghadapi masalah tidak selalu tampak dari luarnya. Seringkali kita baru mengenal kehidupan seseorang secara lebih mendalam melalui kunjungan ke tempat tinggalnya. Sebagian orang juga memerlukan pertolongan, pendampingan, serta penguatan. Karena itu pelayanan perkunjungan hendaknya
sanggup mengubah suasana yang tidak menggembirakan, yang diliputi ketidakpastian dan kecemasan, menjadi suasana damai sejahtera di dalam Kristus. Dalam hal ini pelayanan perkunjungan melaksanakan pelayanan pastoral dengan Kristus sendiri sebagai Gembala yang Agung.
Manfaat Pelayanan Perkunjungan Perkunjungan terutama ditujukan untuk melayani warga jemaat dalam berbagai aspek, yaitu pelayanan pastoral, pembinaan, dan sebagai jembatan komunikasi antara pimpinan dan pengurus gereja dengan anggota jemaat. Dalam hal pastoral dan pembinaan, perkunjungan bermanfaat membantu warga jemaat untuk menemukan arti dan tujuan hidup, dan untuk menerima kasih dan pemeliharaan Allah, serta untuk menghidupkan firman yang telah didengarnya. Perkunjungan juga bermanfaat untuk mensosialisasikan program gereja, agar pelayanan gereja diketahui dan dipahami dengan benar oleh anggota jemaat, dan dapat memenuhi kebutuhan jemaat.
•••••
Bab 2 Dasar Pelayanan Perkunjungan: Allah Mengasihi Umat-Nya Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya dan membiarkannya menjalani hidup sendirian. Allah selalu melawat kita, karena Allah mengasihi umat-Nya. Inilah dasar pelayanan perkunjungan gerejawi. a. Di Taman Eden Allah mengunjungi Adam yang sendirian, kemudian Allah memberikan kepadanya teman/penolong yang sepadan. b. Allah juga tetap mengunjungi Adam dan Hawa sesudah mereka jatuh dalam dosa. Perhatian Allah kepada manusia terus berlangsung walaupun manusia makin menjauhi Allah. Allah senantiasa memberikan perhatian kepada manusia yang hidup di dalam dunia yang memprihatinkan ini. c. Tuhan Yesus tidak hanya berkhotbah dan mengajar, tetapi Dia selalu menyempatkan diri mengunjungi orang-orang. Ia mengunjungi Lewi si pemungut cukai di “kantor”nya, Ia juga menghampiri perempuan Samaria di tepi sumur Yakub. Yesus juga mengunjungi Maria dan Marta di rumah mereka, baik ketika mereka dalam keadaan “baik-baik saja”, maupun pada saat mereka berduka karena Lazarus, saudara mereka meninggal. Kasih Allah inilah yang menjadi landasan pelayanan perkunjungan kita kepada sesama saudara seiman. Kita mengunjungi sesama warga jemaat karena kita mengasihi mereka, bukan karena ditugaskan oleh majelis atau pengurus komisi, juga bukan karena sekedar mengisi waktu luang. Kasih Allah yang memberikan kemungkinan kepada kita untuk menyisihkan waktu mengunjungi. Kasih Allah juga yang menjadikan kita diliputi sukacita dalam melakukan perkunjungan, bukan karena terpaksa. Cinta kasih itu juga yang memungkinkan kita rendah hati melayani orang yang kita kunjungi.
Bab 3 Bentuk dan Macam Perkunjungan Tuhan menghendaki semua anggota tubuh Kristus terlibat dalam persekutuan yang indah di dalam gereja-Nya. Persekutuan itu tidak hanya berupa pertemuan-pertemuan di gedung gereja di dalam kebaktian atau acara-acara gerejawi, tetapi seharusnya juga terwujud di dalam kehidupan di luar (gedung) gereja. Karena itu, saling berkunjung seharusnya mewarnai kehidupan setiap warga gereja. Akan tetapi, perkunjungan yang bersifat sosial atau pertemanan harus dibedakan dengan perkunjungan. Perkunjungan dilakukan dengan motif tertentu yang bertujuan melayani orang yang dikunjungi. Di dalam pelayanan perkunjungan, yang menjadi fokus adalah kepentingan orang yang dikunjungi.
Bentuk-Bentuk Perkunjungan: 1. Perkunjungan formal. Perkunjungan formal adalah pelayanan perkunjungan yang ditugaskan oleh majelis atau suatu komisi tertentu. Penugasan itu dilakukan berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh warga jemaat tertentu, atau dilakukan untuk memperoleh informasi menyangkut pribadi yang bersangkutan, atau untuk suatu kepentingan jemaat secara keseluruhan. Ada target tertentu yang ingin dicapai melalui perkunjungan formal ini, dengan waktu yang telah ditentukan. Hasil kunjungan dilaporkan kepada yang memberikan tugas. 2. Perkunjungan non-formal. Perkunjungan non-formal adalah perkunjungan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa anggota jemaat kepada anggota lainnya. Perkunjungan dilakukan mungkin karena ia mengetahui
orang tersebut memerlukan dukungan moral atau bantuan material, atau ia sudah menyadari pentingnya perkunjungan diantara saudara seiman. Perkunjungan ini dapat dilakukan dengan santai, tanpa target apapun. Karena itu waktunya pun tidak kaku. Pelawat dapat mengatur sendiri waktu yang diperlukan.
Macam-macam Perkunjungan: 1. Perkunjungan Rutin. Mengingat pentingnya perkunjungan, setiap jemaat perlu dikunjungi secara rutin. Sama seperti sesama anggota keluarga yang tinggal terpisah, tetap saling mengunjungi secara rutin, demikian juga sesama anggota keluarga Allah. Melalui perkunjungan rutin, kita menjaga hubungan antar jemaat selalu terjalin erat. Di dalam perkunjungan itu kita juga dapat mengetahui kondisi kehidupan jemaat, dan bisa saling berbagi di dalamnya. Sukacita dirayakan bersama, duka ditanggung bersama. Kunjungan rutin dilaksanakan oleh setiap Wilayah Persekutuan Kelompok Kecil, dikoordinasikan oleh Sub Bidang Pemerhati/Pelawatan yang mengatur jadwal perkunjungan. 2. Perkunjungan kepada jemaat baru. Jemaat baru adalah orang yang datang pertama kali dalam kebaktian umum atau kebaktian doa, maupun dalam persekutuan kategorial. Jemaat baru dalam kebaktian umum atau kebaktian doa diminta mengisi formulir data jemaat baru, agar dapat segera ditindaklanjuti. Data jemaat baru akan diserahkan kepada ketua Wilayah Persekutuan Kelompok Kecil dimana dia tinggal. Jemaat baru harus dikunjungi dalam waktu dua minggu sejak kedatangannya pertama kali di gereja. Untuk jemaat baru yang datang dalam persekutuan kategorial, ditidaklanjuti dan dilayani oleh pengurus dan pembina komisi bersangkutan. 3. Perkunjungan kepada orang sakit atau keluarga yang berkabung. Perkunjungan kepada warga jemaat yang sakit dan keluarga yang berkabung menjadi kewajiban semua jemaat, karena sebagai sesama anggota tubuh Kristus hendaknya kita ikut merasakan pen10
deritaan dan kesedihan yang dialami oleh saudara seiman. Tetapi secara khusus, Persekutuan Kelompok Kecil yang membawahi warga jemaat yang bersangkutan adalah yang paling bertanggungjawab atas kunjungan ini. 4. Perkunjungan kepada warga jompo. Perkunjungan kepada orang jompo adalah pelayanan rutin dan dapat dijadwal. Pelayanan ini menyangkut kebutuhan-kebutuhan khusus yang tidak boleh tertunda pengadaannya, dan kemungkinan memerlukan bantuan gereja untuk mencukupi kebutuhan warga jompo ini. Karena itu pelayanan ini menjadi tanggung jawab dari Bidang Diakonia. 5. Perkunjungan kepada orang/keluarga yang memiliki masalah khusus. Orang atau keluarga yang sedang mengalami masalah khusus, misalnya, perceraian, terkena PHK, tidak naik kelas, tidak lulus ujian, kecelakaan, dan sebagainya, seringkali butuh orang lain untuk mengatasi gejolak emosinya. Tim Perkunjungan yang melayani perlu disertai oleh konselor atau Rohaniwan, untuk menguatkan orang yang dikunjungi.
•••••
11
Bab 4 Syarat-syarat Bagi Pelayan Perkunjungan Semua pelayan Tuhan dipanggil untuk suatu tugas tertentu yang diberikan oleh Tuhan, bukan atas keinginan pribadi atau dorongan hati. Tuhan memberikan talenta-talenta khusus untuk setiap jenis pelayanan tertentu. Karena itu untuk setiap pelayanan, ada persyaratan yang harus dipenuhi. Demikian juga dengan pelayanan perkunjungan, ada empat syarat yang harus dipenuhi: 1. Sudah lahir baru. Ini adalah syarat mutlak karena perkunjungan gerejawi adalah pelayanan yang berdasarkan firman Tuhan di dalam Alkitab, yang seharusnya dituntun oleh Roh Kudus. 2. Memiliki relasi yang baik dengan Tuhan. Orang yang tidak mempunyai relasi yang baik dengan Tuhan, tidak mempunyai kepekaan terhadap tuntunan Roh Kudus, dan tidak mempunyai kehidupan yang dituntun oleh firman Tuhan. Pelawat yang demikian tidak dapat memberikan dukungan, kekuatan dan penghiburan berdasarkan firman Tuhan. Mungkin dia pandai menasehati orang, dia juga mungkin bisa menjadi pendengar yang baik, tetapi kekuatannya tidak didasarkan pada firman Tuhan. 3. Memiliki relasi yang baik dengan sesama. Orang yang tertutup, tidak suka bergaul, dan egosentris tentunya tidak dapat menjalin relasi yang baik dengan orang lain. Dia tidak mungkin memberi perhatian kepada orang lain, karena pusat hidupnya adalah diri sendiri. Namun demikian, tidak berarti karakter seperti ini tidak dapat dipakai Allah untuk pelayanan perkunjungan. Karena kasih Allah sanggup mengubah orang, dan memampukan orang untuk melaksanakan kehendak-Nya. Yang paling penting 12
orang tidak bersandar pada kemampuannya sendiri, tetapi bersandar kepada karunia Allah yang memanggil dan memberi tugas pelayanan berdasarkan kehendak-Nya. 4. Anggota jemaat yang setia. Anggota jemaat yang sering tidak hadir di dalam ibadah akan menimbulkan tanda tanya tentang relasinya dengan gereja dan dengan sesama warga jemaat. Harus diingat bahwa perkunjungan gerejawi bukan kunjungan sosial, yang dapat berlaku dimana saja, dari siapa saja kepada siapa saja. Pelayanan ini ditujukan kepada warga jemaat, meskipun tidak menutup kemungkinan kita juga melakukan kepada orang lain, tetapi tujuan utamanya adalah warga jemaat.
•••••
13
Bab 5 Bagaimana Melakukan Perkunjungan? Kunjungan pastoral berbeda dengan kunjungan sosial yang sekedar menjaga hubungan. Lebih daripada itu, di dalam kunjungan pastoral kita memberi perhatian akan kehidupan orang yang dikunjungi. Apakah kebutuhan hidupnya cukup terpenuhi, apa suka atau duka yang dialaminya, dan sebagainya. Perkunjungan tidak perlu dibatasi oleh tempat. Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh Yesus dalam perjumpaan-Nya dengan orang lain, Ia tidak selalu melakukan perkunjungan ke rumah seseorang. Ia tidak selalu sengaja mendatangi seseorang atau sekelompok orang. Perjumpaan itu tidak selalu terjadi di suatu rumah, tetapi dapat terjadi di tempat-tempat lain. Terkadang perjumpaan itu dapat terjadi dalam rumah ibadat diantara banyak orang, di tepi danau ketika Ia menjumpai Petrus dan teman-temannya, atau di sebuah sumur kepada seorang perempuan Samaria. Cara perjumpaan Yesus pun berbeda-beda, terkadang Yesus berinisiatif menjumpai langsung, namun terkadang karena seseorang menjumpai Dia (Nikodemus), atau terkadang Ia berjumpa atas permintaan orang itu atau keluarganya (saudara-saudara Lazarus). Dimanapun tempat perjumpaan maupun dengan cara apapun, yang terpenting Yesus selalu menyediakan waktu untuk berjumpa dengan mereka dan memperhatikan kebutuhan mereka.
14
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan perkunjungan: 1. Mengenal siapa yang akan dikunjungi. a. Mencari tahu sebanyak mungkin data mengenai orang yang dikunjungi sebelum perkunjungan berlangsung. • Siapa nama lengkapnya dan nama panggilannya, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. • Apa pekerjaannya: pekerjaan tetap atau tidak, karyawan atau wiraswasta. • Dimana tempat tinggalnya: rumah sendiri atau bukan, bagaimana lingkungannya. • Sudah berkeluarga atau belum, berapa anaknya, siapa saja yang tinggal bersamanya. • Berasal dari keluarga Kristen atau bukan, dan lain-lain. b. Mengamati hal-hal penting selama perkunjungan berlangsung, antara lain: • Bagaimana perasaannya: suka atau tidak suka saat dikunjungi. • Bagaimana raut wajahnya (mimik): gembira, sedih, cemas, putus asa, atau gelisah. • Bagaimana nada bicaranya: menyenangkan, menjengkelkan, terbata-bata, lancar, meninggi, menurun, dan sebagainya. • Bagaimana perhatiannya: terpusat atau terbagi karena ada anak yang rewel atau sakit, sedang memasak atau melakukan pekerjaan yang harus segera diselesaikan. • Bagaimana situasi rumah tangganya: damai sejahtera atau sedang ada konflik dengan istri atau suami. 2. Membangun Percakapan. Percakapan dalam perkunjungan bukanlah sekedar berkata-kata dan asal diucapkan. Dalam perkunjungan, percakapan perlu diatur sedemikian rupa sehingga menjadi perkataan yang membangun. Proses percakapan memang tidak dapat kita ramalkan. Kita tidak tahu percakapan itu akan berjalan dengan baik, lancar, atau tersendat-sendat. Bahkan mungkin kita masih memikirkan kata-kata apa 15
yang harus kita ucapkan dalam perkunjungan itu; masih merabaraba, sebab percakapan akan berkembang sejalan dengan interaksi yang terjadi. Percakapan dapat berjalan lancar bila kedua belah pihak sama-sama aktif, sebaliknya percakapan itu akan tersendat bila salah satu pihak atau bahkan kedua pihak tidak aktif. Di dalam kondisi apapun kita harus berusaha mengambil inisiatif dalam percakapan, supaya kunjungan itu efektif. Percakapan yang aktif harus dijaga supaya tidak melebar dan tidak terarah, dan percakapan yang “dingin” harus diaktifkan untuk menghidupkan suasana. Untuk mengaktifkan percakapan dibutuhkan keterampilan untuk memulai percakapan.
16
Percakapan biasanya diawali dengan bertanya mengenai keadaan sehari-hari orang yang dikunjungi: kesehatan, keluarga, anak-anak, pekerjaan, dan sebagainya. Informasi itu mengenai keadaan secara umum yang berkaitan dengan kehidupannya seharihari. Sangat penting, namun jangan berhenti disitu. Jangan hanya berputar-putar pada informasi yang umum itu. Melalui perhatian yang sungguh-sungguh dan kepekaan kita, dari percakapan yang umum itu dapat diarahkan ke percakapan yang khusus yang lebih dalam. Pelawat dapat melanjutkan percakapan yang lebih terarah pada hal-hal yang dirasa penting bagi orang yang dikunjungi. Mungkin melalui informasi yang kita peroleh ada sinyal-sinyal tertentu yang harus segera kita tangkap. Sinyal-sinyal itu mungkin tanda bahwa orang yang dikunjungi itu memerlukan nasehat sebab tidak tahu berbuat apa; mungkin memerlukan penguatan sebab merasa tak berdaya; mungkin memerlukan pengharapan sebab sedang putus asa; mungkin memerlukan pengajaran karena merasa belum mendalami imannya; mungkin memerlukan bimbingan karena harus memutuskan sesuatu; mungkin memerlukan pengarahan sebab sedang dalam kebingungan; mungkin memerlukan simpati dan empati kita karena sedang dalam kesulitan atau penderitaan; mungkin memerlukan teman bicara sebab kesepian; dan sebagainya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam percakapan: - Bersedia Mendengarkan. Mendengarkan sering menjadi hambatan bagi seseorang yang melakukan perkunjungan. Yang sering terjadi adalah sebaliknya. Pelawat bukan mendengarkan orang yang dikunjungi, melainkan mendominasi pembicaraan, sedangkan orang yang dikunjungi malah harus menjadi pendengar yang baik bagi dia. Pelawat yang tidak mau mendengarkan orang yang dikunjungi terkesan tidak memberikan perhatian kepadanya, sebaliknya justru orang yang dikunjungi itulah yang harus memerhatikan dia. Pelawat yang tidak mau mendengarkan orang yang dikunjungi tidak akan dapat memberikan tanggapan yang tepat, sehingga mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung. Akibatnya, orang yang dikunjungi merasa tidak ditanggapi dengan baik dan komunikasi terputus, tidak mau terbuka. Mendengarkan mempunyai arti mencari makna dari katakata yang diucapkan, sebab tidak setiap kata sudah diucapkan dengan jelas. Kadang-kadang perlu dicari makna yang sebenarnya di balik kata-kata yang diucapkan itu. Karena ada sebagian orang tidak mampu menyusun kata-kata dengan teratur. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan untuk mendengarkan dengan baik. Matius 8:5-13 menunjukkan contoh bagaimana Yesus mendengarkan permintaan seorang perwira yang hambanya sakit lumpuh. Dengan hanya mendengarkan saja, Yesus tahu bahwa perwira itu memiliki iman yang besar, sehingga Yesus berkata kapadanya bahwa hambanya pasti sembuh. - Sabar. Pepatah mengatakan bahwa kesabaran adalah kunci keberhasilan. Sabar berarti tidak tergesa-gesa, termasuk tidak tergesagesa memberikan reaksi jika orang yang kita kunjungi menampakkan sikap yang kurang baik; mau menanti apabila orang yang kita kunjungi tidak segera menyambutnya, karena masih ada urusan yang harus dia selesaikan. Sabar juga berarti mau mendengarkan keluhan atau kegembiraan yang diungkapkan, walaupun kita sudah lelah mendengarkannya. Akan tetapi, kalau kita benar-benar lelah, sebaiknya dilanjutkan pada kesempatan lain atas persetujuan ber17
sama, daripada tetap meneruskannya tanpa konsentrasi penuh. Kita tak perlu tergesa-gesa mengarahkan orang yang dikunjungi ke akhir percakapan, misalnya karena kita pandang ia sangat lamban dalam mengambil keputusan. Kita tidak boleh terburu-buru karena dikejar waktu untuk keperluan lain atau karena mengejar target yang telah ditetapkan oleh yang mengutus, seperti yang sering terjadi dalam perkunjungan secara formal. Memang kadangkadang tanggapan orang yang dikunjungi menjengkelkan, bahkan mungkin mencaci-maki kita; namun kita tetap dituntut bersabar demi orang yang kita kunjungi. Untuk itu diperlukan pengorbanan yang tidak kecil. Alkitab juga mencatat bahwa dengan penuh kesabaran Allah menghadapi manusia yang menolak kehadiran-Nya dalam diri Yesus yang menjadi manusia (bandingkan dengan penolakan Yesus di Nazaret dalam Matius 13:53-58; Markus 6:1-6; Lukas 4:16-30). - Memiliki Kepercayaan Diri. Kepercayaan diri seorang pelawat dapat luntur pada saat berhadapan dengan orang yang dikunjungi yang bersikap tidak ramah, menjengkelkan, kurang menghargai, bahkan menolak kehadiran pelawat. Menghadapi hal itu, dapat timbul keragu-raguan dalam dirinya mengenai tugas yang diserahkan kepadanya, atau menghambat keinginannya untuk melanjutkan percakapan yang sedang berlangsung. Muncul pertanyaan dalam dirinya: Mampukah aku menyelesaikan tugas ini? Kepercayaan diri dapat dipertahankan apabila kita sadar dan yakin bahwa perkunjungan adalah tugas yang diberikan Allah kepada kita melalui majelis, komisi, panitia, atau atas kemauan sendiri karena kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari jemaat. Kepercayaan diri dapat dibina melalui kesadaran bahwa setiap orang memiliki keterbatasan; bahwa setiap orang tidak lepas dari emosi yang kadang-kadang tak terkendalikan; bahwa setiap orang kadang-kadang memerlukan sasaran untuk melampiaskan kemarahan atau ketidakpuasannya. Demikian pula orang yang dikunjungi, tidak lepas dari kemungkinan-kemungkinan tersebut. Justru dalam keadaan seperti itulah ia memerlukan perhatian dan perto18
longan. Surat-surat pastoral Rasul Paulus menjadi contoh bagi kita mengenai hal ini. Kepada Timotius dan Titus, Paulus menasehati agar mereka tidak dianggap rendah sehingga kehilangan kepercayaan diri. Mereka harus tetap setia kepada Tuhan yang mengutus mereka kepada orang-orang yang dipercayakan kepada mereka (1 Timotius 4:12 dan Titus 2:16). Nasihat Rasul Paulus itu tentu diharapkan akan menumbuhkan dan memelihara kepercayaan diri Timotius dan Titus dalam melaksanakan tugas panggilan Tuhan. - Keterlibatan Tuhan dalam Percakapan. Dalam percakapan, kita harus menyadari bahwa bukan hanya dua orang yang bercakap-cakap, melainkan tiga. Percakapan dalam perkunjungan adalah percakapan segitiga, yaitu percakapan antara pelawat, orang yang dikunjungi, dan Tuhan, Sang Gembala Agung. Ini berarti Tuhan harus selalu diperhitungkan dalam percakapan itu. Pelawat harus selalu ingat bahwa Tuhan ikut berbicara, sehingga ia tidak dapat berbicara semaunya sendiri. Percakapan itu hendaknya selalu mengarah kepada kehendak Tuhan demi kebaikan orang yang kita kunjungi. 3. Perkunjungan dan Kerahasiaan. Banyak orang yang tidak ingin masalah pribadinya diketahui orang lain, baik karena sifat orang itu tertutup dan enggan membuka diri, atau berbagai alasan lainnya. Tujuan perkunjungan adalah mendatangkan shalom bagi orang yang dikunjungi. Karena itu bila orang itu terlihat berbeban berat, pelawat perlu menjadi sahabat yang dapat ikut menanggung bebannya. Pelawat itu perlu mendorong agar orang yang dikunjungi dapat menceritakan kesulitannya untuk meringankan beban di hatinya. Syarat utama untuk orang bersedia membagi perasaannya adalah kepercayaan kepada orang itu. Apabila orang yang dikunjungi bersedia membagikan persoalannya kepada kita dan itu bersifat rahasia, hendaknya kita betul-betul menjaga rahasia itu. Pelawat wajib menjaga rahasia itu dan tidak menceritakannya kepada orang lain, sekalipun kepada istri atau suaminya sendiri. Rahasia itu tidak hanya harus disimpan selama masa tugas kita dalam pelayanan perkunjungan ini, tetapi 19
juga menjadi tanggung jawab kita untuk menjaganya sampai kapan pun. Ada orang yang tidak tahan menyimpan rahasia dan menceritakannya kepada orang lain dengan pesan: “Ini rahasia, jangan bilang siapa-siapa yah!” Orang ini menipu diri sendiri, karena bagaimanapun dia telah berpesan wanti-wanti, tidak ada jaminan rahasia itu tidak diteruskan kepada orang lain. Biasanya justru kasus itu lalu diceritakan kepada orang lain, lalu diteruskan kepada orang lain lagi. Begitu seterusnya sehingga masalah itu akhirnya menjadi rahasia umum, suatu yang bersifat rahasia tetapi diketahui orang banyak. Akhirnya yang terjadi adalah timbulnya konflik dan rusaknya hubungan persaudaraan. Relasi yang rusak karena hal ini lebih sulit diperbaiki, karena perasaan dikhianati menimbulkan sakit hati yang mendalam. Akibatnya, perkunjungan dituduh menjadi biang keladi timbulnya konflik diantara warga jemaat. Perkunjungan yang semula memiliki maksud membangun persaudaraan dan persekutuan serta mewujudkan damai sejahtera Allah, malah mendapat arti yang jelek. Bukan damai sejahtera yang terjadi, melainkan permusuhan. Menyimpan rahasia memang bukan hal yang mudah. Ada orang yang suka mengungkapkan apa yang diketahuinya kepada orang lain supaya ia dikenal sebagai orang yang tahu segala sesuatu. Hal itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi dia, termasuk kebanggaan dapat mengetahui rahasia orang lain, sebab hal itu menunjukkan bahwa dia dipercaya. Namun kebanggaan itu pasti tidak akan lestari sebab orang tidak akan percaya lagi kepadanya. Oleh sebab itu dibutuhkan keteguhan hati untuk memegang rahasia itu dengan kesadaran bahwa semua itu dilakukan demi orang yang dikunjungi karena kasih kepadanya. Bisa terjadi pelawat terlalu banyak menyimpan rahasia orang. Situasi ini dapat membahayakan seperti tanggul yang menahan agar bendungan tidak bobol. Kita menyadari bahwa kemampuan kita untuk menyimpan rahasia terbatas, sehingga ada kemungkinan tanggul itu bobol. Apa yang perlu kita lakukan agar tanggul kita tidak bobol? Tentu saja diperlukan saluran untuk mengu20
rangi beban rahasia itu. Siapa yang dapat menjadi saluran? Tidak ada yang lain kecuali Allah sendiri yang menugasi kita melakukan perkunjungan itu. Di dalam doa kita dapat menumpahkan semua beban kita kepada-Nya. Mungkin juga dapat melakukan pengosongan dengan cara menuliskannya pada secarik kertas, tetapi dibakar setelah selesai dituliskan, agar tidak dibaca orang lain. Kalau hal ini kita lakukan secara teratur, maka ”gudang” kita tidak akan pernah penuh, sehingga selalu ada tempat bagi rahasia baru. Kita tidak akan tergoda untuk menumpahkan atau membocorkan kepada orang lain apapun yang terjadi, dengan alasan apapun. 4. Apa yang Perlu Dibawa Dalam Perkunjungan. Orang biasanya membawa “buah tangan” ketika mengunjungi seseorang, terutama ketika mengunjungi orang sakit. Di dalam pergaulan seringkali orang melakukannya demi sopan santun, jadi kurang memperhatikan apa yang dibawa. Orang sakit sering dibawakan makanan yang belum tentu baik bagi pemulihan pasien. Membawa buah tangan sangat baik secara etika pergaulan, tetapi lebih penting lagi ketulusan hati kita memberikannya. Pemberian itu harus ditinjau dari kebutuhan orang yang menerimanya, bukan dari keinginan kita memberi. Yang penting adalah buah tangan itu betul-betul bermanfaat bagi orang yang kita kunjungi dan jangan sampai menjadi keharusan yang memberatkan pelayanan ini. Kehadiran Yesus di dunia ini tidak membawa apa-apa kecuali diri-Nya sendiri. Kehadiran-Nya untuk mengunjungi manusia hanya bertujuan membawa manusia kembali kepada Allah, kembali beriman kepada-Nya. Kepada Zakheus yang ingin melihatNya, Yesus singgah di rumahnya, dan perjumpaan itu menjadikan Zakheus menyadari keberadaan dirinya (Lukas 19:1-10). Kepada anak-anak yang dibawa kepada-Nya, Yesus menjamah, mendoakan, dan memberkati mereka (Matius 19:13-15; Markus 10:1316; Lukas 18:15-17). Kepada Nikodemus yang bergumul dengan imannya, Yesus menunjukkan kasih Allah yang besar di dalam diriNya. Kepada seorang perempuan yang kepergok berzinah, Yesus memberikan pengampunan serta melindunginya dari kemarahan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Kepada para murid yang cemas dan takut setelah kematian-Nya, Ia memberikan kepastian 21
dan penghiburan, serta kekuatan. Yang paling penting dalam perkunjungan sebenarnya adalah membawa diri kita sendiri. Kita perlu menyadari bahwa kita bukanlah orang yang memiliki kebaikan yang sempurna. Ketidaksempurnaan kita tidak perlu kita sembunyikan di balik buah tangan yang kita bawa. Kehadiran kita yang penuh ketulusan merupakan pemberian yang tidak ada taranya. Yang penting, kehadiran kita dapat membawa kesejukan bagi orang yang kita kunjungi; memberikan kesempatan kepada orang yang kita kunjungi untuk merenungkan hidup dan iman mereka, serta kasih Allah yang tiada taranya; menolong mereka untuk makin menyadari arti penting persaudaraan dan persekutuan di dalam Yesus Kristus.
•••••
22
Bab 6 Fungsi Alkitab Dalam Perkunjungan Alkitab kita percayai sebagai kesaksian tentang karya Allah bagi manusia dan dunia. Dari dalamnya kita dapat mengenal Allah dan karyaNya melalui kehidupan dan karya Kristus. Melalui Alkitab kita dapat mengenal kehidupan orang-orang percaya sebelum kita. Melalui Alkitab kita dapat memperoleh bimbingan, petunjuk, nasehat, penghiburan, penguatan dari Allah. Kita semua mengakui bahwa Alkitab adalah pedoman bagi hidup orang Kristen. Dalam perkunjungan seringkali kita perlu menyampaikan penghiburan, perkataan yang menguatkan atau nasehat. Semua percakapan yang menyangkut kerohanian harus didasarkan pada firman Tuhan di dalam Alkitab. Orang yang kita kunjungi pasti memerlukan sapaan Allah yang menghibur, menguatkan, memberi pengharapan seperti yang tercantum dalam Alkitab, bukan berdasarkan hikmat bijaksana yang berasal dari pikiran kita sendiri. Kita juga perlu mengingatkan orang yang melakukan kesalahan agar menyadari kesalahannya dan kembali kepada Tuhan. Namun demikian, jangan menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk menghakimi dan menjatuhkan orang. Sikap yang penuh pengertian dan hati yang tulus serta ucapan yang menghibur, menguatkan, dan memberi pengharapan berdasarkan kasih Allah merupakan wujud perbuatan yang Allah kehendaki. Oleh karena itu, sebelum melakukan perkunjungan alangkah baiknya kita merenungkan bagian tertentu dari Alkitab yang berkaitan dengan kunjungan itu, lebih-lebih bila orang yang dikunjungi memerlukan pelayanan khusus yang sudah kita ketahui pokok permasalahannya.
23
Mengingat pemahaman tersebut, maka Alkitab berfungsi antara lain sebagai berikut: 1. Alkitab Sebagai Pedoman Hidup. Setiap ucapan dan sikap seseorang pelawat harus didasarkan pada maksud isi Alkitab yaitu mengingatkan, mengajar, menasehati, membimbing, mendorong, membesarkan hati, menunjukkan kesalahan, menghibur, mewartakan pengampunan dan pengharapan. Dengan demikian, pemahaman tentang isi Alkitab menjadi sangat penting agar pelawat dapat melakukan perkunjungannya dengan berdaya guna. Oleh karena itu, mempelajari maksud Tuhan yang tertulis dalam Alkitab yang terkait dengan perkunjungan dapat membantu menciptakan suasana yang menyenangkan dan menyejukkan. Kita tidak menggunakan ayat-ayat untuk memojokkan orang yang dikunjungi, misalnya agar orang tersebut mengakui dosanya, atau untuk membenarkan argumentasinya sendiri. Kita tidak menggunakan ayat-ayat untuk menakut-nakuti atau membuat orang yang dikunjungi tak berdaya karena dipandang melakukan kesalahan. Kita juga tidak menggunakan ayat-ayat untuk memberikan penghiburan dan pengharapan yang semu, misalnya kepada orang yang menderita sakit tak tersembuhkan kita mengatakan bahwa pasti sembuh, atau kepada yang sedang mengalami kedukaan yang dalam kita mengatakan bahwa di dalam Tuhan ada sukacita. 2. Alkitab Sebagai Penguat Iman. Kadang-kadang seorang pelawat merasa bahwa pekerjaannya sia-sia, tanpa hasil; tidak ada sambutan yang simpatik, bahkan ditolak; tidak diterima dengan tulus; tidak dapat memberikan nasihat dengan tepat; dan sebagainya. Alkitab mengingatkan bahwa Allah tetap menyertai dengan Roh-Nya yang membimbing dan mengarahkan kita; bahwa Allah tetap mempercayakan tugas itu kepada kita; bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita sendirian. Allah yang sudah mengutus kita, Ia juga yang akan menolong dan yang akan menyempurnakan pekerjaan kita yang tidak lepas dari kekurangan. Dengan demikian, kita akan tetap memiliki semangat tinggi untuk menunaikan perkunjungan dengan ketetapan dan keteguhan hati, penuh percaya akan campur tangan Tuhan dan kuat 24
kuasa Tuhan yang telah mengutus kita. 3. Alkitab Sebagai Pemberi Arah. Ada bahaya dalam perkunjungan, yaitu bila pelawat beraksi sebagai top figure, menjadi orang utama dan mendapat nama; merasa “sombong rohani,” sehingga semuanya diarahkan kepada dirinya. Keberhasilan dalam perkunjungan menjadikannya terkenal dan menerima pujian. Sedangkan kegagalan yang dialaminya menjadikannya putus asa, merasa tidak berguna atau dilecehkan. Arah perkunjungan yang benar adalah mengajak orang yang dikunjungi sampai kepada Allah yang peduli kepada mereka, agar orang tersebut dapat merasakan kasih dan penyertaan Allah; agar orang tersebut dapat mengalami kemurahan Allah; agar orang tersebut menyadari siapa dirinya di hadapan Allah. Arah yang demikian itu menjadikan kita berusaha sekuat mungkiin untuk memusatkan perhatian kepada orang yang kita kunjungi, dan sedapat mungkin “menghadirkan” Allah, memberikan kesempatan kepada Allah untuk hadir dalam perkunjungan itu, sehingga ia dapat menemukan Allah. Orang-orang kota Samaria yang diberi warta tentang Yesus oleh seorang perempuan Samaria seperti dikisahkan oleh Yohanes, berkata, “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kau katakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia” (Yohanes 4:42). Ini tidak berarti orang-orang Samaria meremehkan perempuan Samaria yang telah menyampaikan berita itu, sebagaimana mereka sudah mendengar Yesus dari dia. Karena melalui perempuan Samaria itulah mereka dapat bertemu dengan Yesus dan percaya kepada-Nya sebagai Juruselamat mereka.
•••••
25
Bab 7 Fungsi Doa Dalam Perkunjungan Doa adalah suatu bentuk komunikasi kita dengan Allah. Di dalam doa, kita membuka diri di hadapan Allah, menyatakan apa saja tentang diri kita dan tentang orang lain, juga tentang situasi di sekitar kita. Melalui doa kita menaikkan permohonan dan harapan kita, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Doa bagi diri sendiri tidak menjadi soal apakah diucapkan atau tidak, tetapi doa bagi orang yang sedang dalam kesulitan dan pergumulan, yang diucapkan di hadapannya, dapat menguatkan dan melegakan hati orang itu. Dengan maksud yang sama, kadang-kadang pendoa menggunakan doa untuk tujuan yang salah, yaitu untuk menasehati, mengoreksi, atau menegur orang lain. Pelawat juga kadang-kadang menggunakan doa untuk menetralisir “ketegangan” dalam percakapan sebelumnya, atau untuk meredakan kemarahan orang yang dikunjungi, bahkan untuk menutupi ketidakmampuan pelawat menghadapi orang yang dikunjungi. Ini pun adalah tujuan salah yang harus dihindari. Doa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan situasi kondisi akan dapat memberikan kekuatan kepada orang yang dikunjungi dan si pelawat itu sendiri. Yang dimaksud dengn sesuai situasi kondisi adalah kita harus mempertimbangkan situasi kondisi dimana kita akan mendoakan seseorang. Ada situasi kondisi dimana kita berdoa dengan suara lembut saja, tidak mengganggu orang lain, atau situasi kondisi lain. Adakalanya kita perlu menanyakan apakah orang tersebut berseda untuk didoakan. Yang penting dalam pelayanan perkunjungan ini ialah kita perlu berdoa pribadi sebelum dan sesudah melakukan perkunjungan. Dalam doa sebelum melakukan perkunjungan itu, kita menyerahkan kepada Tuhan apa yang akan kita lakukan dan mohon penyertaan26
Nya; berdoa bagi orang yang akan kita kunjungi dengan segala keadaannya, baik yang sudah kita ketahui maupun yang belum kita ketahui. Sesudah perkunjungan selesai, kita berdoa lagi mengucap syukur bahwa perkunjungan sudah berlangsung dan menyerahkan kembali orang yang kita kunjungi kepada pemeliharaan Tuhan. Kita juga berdoa untuk perkunjungan berikutnya, apabila perkunjungan hari itu ternyata kita pandang belum cukup. Bahkan pada saat perkunjungan berlangsung pun kita dapat berdoa dalam hati menyerahkan proses yang sedang berjalan itu kepada Tuhan. Sebelum melakukan pekerjaan-Nya dan di tengah-tengah pekerjaan-Nya, Yesus juga berdoa. Sebelum menyeberangi danau Genesaret dan melaksanakan tugas di Genesaret, Yesus berdoa di bukit (Matius 14:23). Sebelum disalib, Yesus berdoa di taman Getsemani memohon kekuatan dari Bapa-Nya (Matius 26:36, 39; Markus14:32; Lukas 22:40). Sebelum memberi makan empat ribu orang (Matius 12:32-39; Markus 8:1-10) dan lima ribu orang (Matius 14:13-21; Markus 6:30-44; Lukas 9:10-17; Yohanes 6:13) Yesus berdoa mengucap syukur.
•••••
27
Bab 8 Laporan Dan Evaluasi Perkunjungan adalah pelayanan yang sangat penting dan strategis, bukan sekedar pelayanan sampingan. Tanpa pengelolaan yang baik, akan terjadi in-efisiensi dan in-efektif. Tanpa koordinasi dapat terjadi pelayanan yang tumpang tindih, ada orang yang dikunjungi berkalikali dan berturut-turut, sementara orang lain tidak terlayani. Atau bisa terjadi kesalahan prioritas, yang harus dilayani lebih dulu, justru terlambat dilayani. Karena itu perkunjungan perlu dilakukan dengan sengaja, terencana, dan berkesinambungan. Artinya, perkunjungan itu tidak dilakukan secara spontan, sekedar didorong oleh intuisi dan menurut kata hati. Dengan demikian kegiatan perkunjungan harus terencana dengan baik, sejak persiapan sampai pada pelaksanaannya. 1. Tahap Persiapan. Sebelum melaksanakan perkunjungan, tim Perkunjungan perlu berkumpul untuk membicarakan dan merencanakan pelaksanaan perkunjungan, antara lain: a. Siapa yang akan dikunjungi dan apa kebutuhan mereka. Pada dasarnya setiap warga gereja perlu mendapatkan perkunjungan. Namun demikian, kita tidak dapat melakukan itu secara berurutan, karena kebutuhan setiap warga gereja tidak selalu sesuai dengan jadwal perkunjungan yang kita atur secara berurutan. Oleh karena itu, dalam menentukan siapa yang akan dikunjungi, perlu dibicarakan apa kebutuhan yang akan diprioritaskan agar tidak kehilangan momentum. Secara garis besar, ada tiga kelompok kebutuhan, yaitu: • Kebutuhan berdasarkan siklus hidup manusia, seperti: lahir, dewasa, menikah, memiliki keturunan, lanjut usia, dan meninggal. • Kebutuhan yang timbul karena adanya perubahan atau transisi 28
dalam pekerjaan, tempat tinggal, keanggotaan gereja, agama, dan perkembangan iman. • Kebutuhan yang diakibatkan oleh krisis yang terjadi dalam diri seseorang, dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam bergereja, dan dalam bermasyarakat. b. Jumlah orang/keluarga yang akan dikunjungi dalam suatu hari tertentu. Dalam mengatur jumlah orang/keluarga yang akan dikunjungi, perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, agar dalam pelaksanaannya setiap orang yang dikunjungi mendapat cukup waktu. Pertimbangkan juga kepadatan lalu lintas di jalur yang dilalui. c. Dimana dan kapan pelaksanaan perkunjungan itu akan dilakukan. Dalam kaitannya dengan tempat, perlu dikumpulkan data alamat tempat tinggal dan bagaimana situasi rumahnya. Data ini perlu kita miliki, agar kita dapat merencanakan perkunjungan secara efisien. Misalnya, diatur orang-orang yang saling berdekatan tempat tinggalnya atau sejalan. Berkaitan dengan waktu perkunjungan, diperlukan data tentang pekerjaan orang yang akan dikunjungi, suasana keluarganya, agar kita dapat memperkirakan waktu yang dimungkinkan untuk dilakukan perkunjungan. Juga orang/keluarga yang akan dikunjungi diklasifikasikan, mana yang dapat dikunjungi berdasarkan jadwal rutin yang kita tentukan, mana yang perlu dikunjungi di luar jadwal rutin. d. Penanggung Jawab. Tim Perkunjungan perlu memilih penanggung jawab perkunjungan rutin dan perkunjungan tidak rutin (perkunjungan yang sifatnya mendadak). Penanggung jawab yang dipilih harus memperlengkapi pelayanannya dengan data-data dari tim perkunjungan, seperti alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi. e. Sarana dan dana. Tidak dapat dipungkiri, dalam melaksanakan perkunjungan juga diperlukan sarana dan dana pendukung. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan sarana apa saja dan berapa dana yang diperlukan, seperti 29
kendaraan, dana transportasi, dan lain-lain. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu dipersiapkan: a. Pertemuan Awal. Percakapan awal sebelum dilakukan perkunjungan merupakan persiapan yang penting, apalagi kalau perkunjungan itu dilakukan terhadap orang/keluarga yang belum begitu dikenal. Percakapan awal ini bermanfaat bagi anggota tim yang akan terlibat dalam perkunjungan untuk mempertimbangkan hal-hal yang dapat diketahui tentang orang/keluarga itu, hal-hal yang perlu dilakukan, dan hal-hal yang perlu dihindari. Untuk itu, sebelum melakukan perkunjungan, tim berkumpul dulu di suatu tempat, membicarakan secara garis besar tentang orang-orang/keluarga-keluarga yang akan dikunjungi, serta berdoa bersama. b. Membuat Catatan Perkunjungan. Meskipun setiap orang diberi kemampuan untuk mengingat, namun daya ingat manusia terbatas. Oleh karena itu, tim perkunjungan perlu mencatat perkunjungan ataupun informasi yang didapat dari perkunjungan, seperti: pergumulan dan pokok doa jemaat yang dikunjungi dalam formulir perkunjungan yang tersedia. Catatan itu tidak selalu ditulis pada saat perkunjungan, tetapi bisa dilakukan sesegera mungkin setelah perkunjungan dilakukan. Catatan itu sangat penting, sebagai data untuk keputusan tindak lanjut bagi orang yang dikunjungi itu. Dengan adanya data ini, pelayanan lanjutan tidak kembali ke titik yang sama, jadi ada progress yang maju. Data ini juga berguna bagi pelayanan pastoral pendeta kepada warga jemaat itu, atau bagi penatua yang akan mengadakan kunjungan lanjutan kepada yang bersangkutan. Catatan ini harus disimpan dengan baik dan dijaga kerahasiaannya. 3. Evaluasi Dan Tindak Lanjut Program. Evaluasi dilakukan segera setelah perkunjungan selesai, agar tidak ada yang terlupakan. Sebelum masing-masing anggota tim pulang, adakan pertemuan sebentar di suatu tempat, membahas 30
perkunjungan yang baru saja dilakukan, sekaligus mengisi formulir tersebut bersama-sama. Apabila ada yang perlu segera ditindaklanjuti, dapat segera direncanakan tindak lanjutnya: • Ditindaklanjuti secara pribadi. • Ditindaklanjuti bersama tim perkunjungan lainnya. • Ditindaklanjuti oleh majelis atau Rohaniwan. Selain itu, evaluasi secara periodik dan rutin perlu dilakukan untuk membahas laporan kegiatan-kegiatan perkunjungan yang telah dilakukan, siapa yang masih perlu dikunjungi, siapa yang perlu dilimpahkan kepada majelis, dan sebagainya. Rapat ini melibatkan semua anggota tim Perkunjungan.
—soli deo gloria—
31