Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit Indonesia 2050 Pathway Calculator
Daftar Isi 1.
Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia ........................................................................................... 3
2.
Asumsi ............................................................................................................................................. 7
3.
Metodologi...................................................................................................................................... 9
4.
Hasil Pemodelan ........................................................................................................................... 11
5.
Referensi ....................................................................................................................................... 13
1
Daftar Tabel Tabel 1. Tren produktivitas kelapa sawit Indonesia ............................................................................... 6 Tabel 2. Perbandingan kandungan karbon di atas tanah untuk kelapa sawit dan tutupan lahan lain... 8
Daftar Gambar Gambar 1. Pembagian tutupan lahan Indonesia dan Malaysia .............................................................. 4 Gambar 2. Tren perubahan luas areal kelapa sawit Indonesia............................................................... 5 Gambar 3. Tren total produksi kelapa sawit Indonesia ......................................................................... 5 Gambar 4. Produktivitas kelapa sawit dunia .......................................................................................... 7 Gambar 5. Proyeksi luas perkebunan kelapa sawit hingga tahun 2050 ............................................... 11 Gambar 6. Proyeksi produktivitas kelapa sawit hingga tahun 2050..................................................... 11
2
Pendahuluan Panduan Pengguna (User Guide) ini ditujukan bagi para pengguna Indonesia 2050 Pathway Calculator, khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit. Ada empat bagian dalam Panduan Pengguna ini. Pertama, bagian Ikhtisar yang berisi informasi dasar mengenai perkembangan produksi kelapa sawit di Indonesia hingga menjadi produsen terbesar di dunia. Kedua, bagian Asumsi yang berisi pilihan data acuan yang digunakan. Ketiga, bagian Metodologi yang berisi perhitungan dan level yang akan digunakan. Keempat, bagian Hasil Pemodelan yang berisi presentasi tentang proyeksi perubahan luas lahan dan produktivitas kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2050.
1. Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia Sektor kelapa sawit Indonesia telah berkembang pesat selama tiga dekade terakhir. Perkembangan ini sering kali dikaitkan dengan pembukaan tutupan hutan dan peningkatan emisi. Perkembangan ini tampaknya masih akan berlanjut di masa yang akan datang. Oleh karena itu, proyeksi perkembangan sektor kelapa sawit perlu diperhatikan sebagai suatu bentuk antisipasi terhadap peningkatan emisi. Menurut Wicke dkk (2011, hal. 201), luasan lahan kelapa sawit cenderung bertambah dalam tiga dekade terakhir, yaitu periode tahun 1975-2005. Perluasan lahan untuk kelapa sawit selama tiga dekade tersebut cenderung diperoleh dari konversi area hutan (Gambar 1). Kecenderungan pembukaan tutupan hutan ini tentunya sangat berpengaruh pada potensi pengurangan emisi Indonesia dari sektor kelapa sawit.
3
Gambar 1. Pembagian tutupan lahan Indonesia dan Malaysia (sumber: Wicke dkk 2011, hal. 201)
Selanjutnya, data dari PUSDATIN pertanian menunjukkan bahwa selama 30 tahun terakhir sektor kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam tiga aspek utama, antara lain: luas total lahan yang digunakan, total produksi CPO (Crude Palm Oil), dan tingkat produktivitas. Pertama, lonjakan peningkatan luas lahan kelapa sawit paling pesat terjadi selama satu dekade terakhir, yaitu lebih dari dua kali lipat – dari sekitar 4 juta hektar pada tahun 2000 menjadi sekitar 9 juta hektar pada tahun 2011 (Gambar 2).
Kedua, selama tiga dekade terakhir, terjadi peningkatan signifikan produksi CPO Indonesia yang terdiri dari produksi Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Rakyat (PR) – dari ratusan ribu ton pada tahun 1980an hingga mencapai sekitar 28 juta ton pada tahun 2013 (Gambar 3). Kemudian, mengacu pada data dari World Growth (2011), Indonesia yang merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit sejak dua puluh tahun yang lalu, akhirnya berhasil melampaui Malaysia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia pada tahun 2006 (hal. 6-7). 4
Gambar 2. Tren perubahan luas areal kelapa sawit Indonesia (sumber: PUSDATIN 2013a, hal. 1)
Gambar 3. Tren total produksi kelapa sawit Indonesia (sumber: PUSDATIN 2014, hal. 12)
5
Tabel 1. Tren produktivitas kelapa sawit Indonesia
Sumber: PUSDATIN 2014, hal. 55
Ketiga, seiring dengan bertambahnya total luas lahan yang digunakan dan total produksi CPO, produktivitas kelapa sawit Indonesia cenderung meningkat pula. Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa luas Tanaman Menghasilkan (TM) di Indonesia saat ini adalah sekitar 70% dari total luas tanam yang telah ditunjukkan dalam Gambar 2. Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan bahwa tingkat produktivitas kelapa sawit Indonesia terus meningkat dengan angka rata-rata saat ini mencapai sekitar 3,8 ton/ha. Meskipun demikian, Kongsager & Reenberg (2012) menyatakan bahwa walaupun Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia, tingkat produktivitasnya masih lebih rendah daripada Tiongkok, Kolombia, atau Malaysia (Gambar 4). Mereka juga menyatakan bahwa 6
rata-rata produktivitas sekitar 5,5 ton/ha telah dicapai oleh beberapa perkebunan swasta di Malaysia (hal. 12). Selanjutnya, mereka menunjukkan bahwa pemanfaatan minyak inti sawit dapat meningkatkan produktivitas hingga 0,5 ton/ha (hal. 12). Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa beberapa uji coba pembiakan telah berhasil menghasilkan hingga 10 ton/ha, suatu kemajuan yang cukup signifikan mengingat bahwa secara teoretis produktivitas maksimum kelapa sawit adalah 18 ton/ha (hal. 12). Semua ini menunjukkan bahwa masih banyak ruang untuk perbaikan dalam hal produktivitas kelapa sawit Indonesia tanpa harus menimbulkan perluasan lahan yang eksesif.
Gambar 4. Produktivitas kelapa sawit dunia (sumber: Kongsager & Reenberg 2012, hal. 12)
2. Asumsi Berdasarkan tren perkembangan sektor kelapa sawit yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dilihat bahwa sektor ini kemungkinan besar masih akan berkembang pesat di masa yang akan datang. Kesimpulan serupa juga dikemukakan dalam dua stakeholder consultations untuk sektor kelapa sawit yang telah dilaksanakan dalam proses pembuatan model I2050PC ini. Meskipun para pemangku kepentingan cenderung setuju bahwa total luas yang diperlukan akan terus meningkat, mereka mengatakan bahwa tren perkembangan ini ke depannya akan lebih landai jika dibandingkan dengan lonjakan besar yang terjadi selama satu dekade terakhir sebelum tahun 2010.
Selanjutnya, para pemangku kepentingan juga sangat tertarik dengan pembahasan potensi pengembangan produktivitas sektor kelapa sawit. Menurut paparan mereka dalam kedua stakeholder consultations tersebut, Indonesia dapat saja mengejar produktivitas Malaysia saat ini, tetapi untuk mencapai nilai yang lebih tinggi mungkin akan lebih susah. Walaupun demikian, para pemangku 7
kepentingan cukup setuju dengan sejumlah temuan studi literatur yang menyatakan bahwa hasil manajemen perkebunan sawit intensif dapat saja mencapai peningkatan lebih dari 100% dibandingkan dengan nilai saat ini. Oleh karena itu, level empat di dalam pilihan produktivitas akan dianggap sebagai best possible scenario di mana rata-rata nasional produktivitas minyak sawit Indonesia mencapai 8 ton/ha.
Nilai yang digunakan untuk kandungan karbon di atas tanah (AGC) adalah nilai rata-rata yang diajukan oleh BAPPENAS (2015), yaitu 63 ton/ha. Nilai ini dipilih karena masih serupa dengan rentang AGC yang diajukan oleh literatur lainnya seperti Agus dkk (2013) dan Carre dkk (2010). Sebagai acuan, Tabel 2 menyajikan perbandingan nilai AGC yang dipilih dengan nilai AGC dari Agus dkk (2013).
Tabel 2. Perbandingan kandungan karbon di atas tanah untuk kelapa sawit dan tutupan lahan lain
Sumber: Agus dkk 2013
8
3. Metodologi Dengan pertimbangan ease of use dan user-friendliness, maka emisi dari sektor kelapa sawit akan dihitung berdasarkan peningkatan stok kandungan karbon. Oleh karena itu, persamaan yang akan digunakan adalah: Emisi = Luas Area x Kandungan Karbon atau E = A x AGC di mana E = Emisi (dalam ton CO2eq) A = Luas Area (dalam hektar atau ha) AGC = Kandungan karbon di atas tanah (dalam ton CO2eq per hektar)
Berdasarkan latar belakang dan asumsi yang telah dijabarkan di atas, maka pemodelan sektor kelapa sawit dalam I2050PC dibagi menjadi dua tuas (lever): satu untuk luas lahan dan satu untuk produktivitas. Walaupun perhitungan kontribusi emisi dari sektor kelapa sawit hanya akan dipengaruhi tuas luas lahan, tuas produktivitas juga akan disajikan kepada pengguna. Hal ini untuk mengakomodasi pengguna yang ingin mengetahui trajektori peningkatan luas lahan yang paling minimal namun tetap ingin terus meningkatkan total produksi minyak kelapa sawit, sehingga skenario tersebut dapat direalisasikan melalui tuas produktivitas. Oleh karena itu, pemodelan kedua tuas untuk sektor kelapa sawit akan dilakukan sebagai berikut:
Luas Perkebunan Kelapa Sawit
Level 1 Level 1 mengasumsikan luas perkebunan kelapa sawit bertambah hingga mencapai 20 juta ha pada tahun 2050. Walaupun terdengar sangat besar, hal ini sangat mungkin terjadi apabila laju pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit dalam dua dekade terakhir terus meningkat hingga tahun 2050.
Level 2 Level 2 mengasumsikan luas perkebunan kelapa sawit bertambah hingga mencapai 18 juta ha pada tahun 2050. Hal ini dapat terjadi apabila ada pengaruh internasional dan nasional. Pengaruh internasional adalah permintaan pasar global yang cenderung melandai. Pengaruh nasional adalah 9
penerapan berbagai kebijakan nasional seperti insentif untuk intensifikasi produktivitas sektor kelapa sawit dan penentuan batasan pembukaan lahan hutan baru.
Level 3 Level 3 mengasumsikan luas perkebunan kelapa sawit bertambah hingga mencapai 16 juta ha pada tahun 2050. Hal ini dapat dicapai apabila kebijakan-kebijakan pembukaan lahan baru benar-benar diperketat bersamaan dengan persyaratan rotasi peremajaan yang jelas bagi semua perkebunan kelapa sawit.
Level 4 Level 4 mengasumsikan luas perkebunan kelapa sawit hanya bertambah hingga mencapai 14 juta ha pada tahun 2050. Hal ini dapat dicapai apabila regulasi pembukaan lahan benar-benar diperketat, program-program KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) diperkuat, serta kebijakan dan dukungan untuk peremajaan perkebunan disalurkan secara merata.
Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit
Level 1 Level 1 mengasumsikan produktivitas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2050 masih sama dengan tahun dasar 2011 yaitu 3,5 ton/ha. Hal ini dapat terjadi apabila manajemen perkebunan kelapa sawit pada tingkat nasional tidak mengalami perbaikan signifikan. Tanpa adanya kebijakan-kebijakan yang mendorong perbaikan produktivitas nasional secara terarah, produktivitas kelapa sawit nasional tidak akan mengalami banyak perubahan.
Level 2 Level 2 mengasumsikan produktivitas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2050 mengalami peningkatan hingga 4,2 ton/ha. Hal ini dapat dicapai melalui beberapa kebijakan yang mendukung perbaikan manajemen perkebunan rakyat seperti penyuluhan dan bantuan peremajaan.
Level 3 Level 3 mengasumsikan produktivitas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2050 telah mencapai 5,6 ton/ha. Hal ini dapat dicapai melalui dukungan nyata dari pemerintah bagi sektor kelapa sawit seperti insentif dan bantuan peremajaan untuk Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN).
10
Level 4 Level 4 mengasumsikan terjadinya peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2050 hingga mencapai 8 ton/ha dengan cara memberikan bantuan input pertanian lebih besar ke PR dan PBN serta dukungan akses infrastruktur pengangkutan dan pengolahan TBS (Tandan Buah Segar).
4. Hasil Pemodelan Berdasarkan paparan ikhtisar, asumsi, dan metodologi di atas, maka diperoleh hasil pemodelan dalam bentuk proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dan produktivitas kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2050 yang disajikan pada Gambar 5 & 6. Luas Perkebunan Kelapa Sawit
Level 1 (2050) 20 juta ha
20,0
Level 2 (2050) 18 juta ha
Luas (juta ha)
17,5
Level 3 (2050) 16 juta ha
15,0 12,5
Level 4 (2050) 14 juta ha
10,0 7,5 5,0 1990
2000
2010
2020
2030
2040
2050
Gambar 5. Proyeksi luas perkebunan kelapa sawit hingga tahun 2050 (sumber: Penulis) Produktivitas Kelapa Sawit Level 4 (2050) 8 ton/ha
Produktivitas (ton/ha)
8,00 7,00
Level 3 (2050) 5,6 ton/ha
6,00
5,00 4,00
Level 2 (2050) 4,2 ton/ha
3,00
Level 1 (2050) 3,5 ton/ha
2,00 1990
2000
2010
2020
2030
2040
2050
Gambar 6. Proyeksi produktivitas kelapa sawit hingga tahun 2050 (sumber: Penulis) 11
Selanjutnya, proyeksi potensi kontribusi emisi sektor kelapa sawit Indonesia untuk tiap-tiap level dapat dihitung sebagai berikut:
Level 1 Pembukaan lahan kelapa sawit hingga 20 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sebesar sekitar 1,412 miliar ton CO2eq.
Level 2 Pembukaan lahan kelapa sawit hingga 18 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sebesar sekitar 1,152 miliar ton CO2eq.
Level 3 Pembukaan lahan kelapa sawit hingga 16 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sebesar sekitar 887,1 juta ton CO2eq.
Level 4 Pembukaan lahan kelapa sawit hingga 14 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sebesar sekitar 622,3 juta ton CO2eq.
Walaupun angka potensi emisi dari semua level menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, perlu diingat bahwa jangkauan keempat level yang dipresentasikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan apa yang mungkin terjadi. Dari semua level tersebut, kita bisa membuka sejumlah opsi kemungkinan berbagai skenario pengendalian emisi dari sektor perkebunan kelapa sawit. Berbagai skenario pengendalian emisi ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh berbagai pelaku, baik dari tingkat global maupun lokal.
12
5. Referensi Agus, F, Henson, IE, Sahardjo, BH, Haris, N, van Noordwijk, M & Killeen, TJ 2013, “Review of Emission Factors for Assessment of CO2 Emission From Land Use Change to Oil Palm in Southeast Asia”, Reports from the Technical Panels of the 2nd Greenhouse Gas Working Group of the Roundtable on Sustainable Palm Oil, hal. 7-28. BAPPENAS (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional) 2015, “Pembentukan BAU Baseline Bidang
Berbasis
Lahan”,
Sekretariat
RAN-GRK,
diunduh
30
Maret
2015,
. Carre, F, Hiederer, R, Blujdea, V & Koeble, R 2010, Background Guide for the Calculation of Land Carbon Stocks in the Biofuels Sustainability Scheme – Drawing on the 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Office for Official Publications of the European Communities, Luxembourg. Kongsager, R & Reenberg, A 2012, Contemporary land-use transitions: The global oil palm expansion, GLP Report No. 4, GLP-IPO, Copenhagen. PUSDATIN (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian) 2013, “Kelapa Sawit”, Informasi Ringkas Komoditas Perkebunan, No. 01/01/I, 7 Januari 2013, diunduh 28 Januari 2015, . Wicke, B, Sikkema, R, Dornbug, V & Faaij, A 2011, “Exploring land use changes and the role of palm oil production in Indonesia and Malaysia”, Land Use Policy, no. 28, hal. 193-206. World Growth 2011, The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia, World Growth, Arlington.
13