PANCASILA DAN N INDEKS KOTA TO OLERAN Halili, M.A. Peneliti di Setara Institute dan Akademisi di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
[email protected]. 081931752746
PENDAHULUAN Pancasila P il
merupakan k Phil Philosophisc hi che h gronslag l d dan Weltanschaung
Pancasila
harus “ditarik ke atas” dan “ditarik ke bawah”
Pancasila
sudah dipraktikkan dala am kebudayaan nusantara, termasuk dalam bentuk penghorm matan terhadap hak-hak dasar manusia dan praktik toleran nsi. Maka, pemerintah daerah harus mempertahankan dan d merevitalisasi itu. itu
Dalam
kerangka implementasi hak asasi manusia, khususnya toleransi sebagai “tiang pancang” kebebasan beragama/berkeyakinan, perlu kitta lihat bagaimana potret indeks kota kota-kota kota di Indonesia dala am mempraktikkan toleransi. toleransi
NILAI DASAR PANCASILA A-Versi Pidato 1 Juni 1945
Kekeluarrgaan bangsa-b bangsa
Kesetaraan sesama manusia; penjajahan j j anti p
Sila a Ked dua “Bergandengan erat” sesama manusia
Hidup berdampingan secara damai
Politik beb bas aktif
INDEKS KOTA TOLERAN 2015 2 Tujuan
pengindeksan ini adalah dalam d rangka mempromosikan kota kota yang dianggap berhassil membangun dan kota-kota mengembangkan toleransi di wila ayahnya masing-masing, sehingga dapat menjadi pemicu bagi kota a-kota a kota lain untuk turut bergegas mengikuti, membangun dan men ngembangkan toleransi di wilayahnya.
Laporan
tentang Indeks Kota Tole eran oleh SETARA Institute disusun dengan mengutamakan praktik-p praktik terbaik kota-kota di Indonesia, dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama/berkeyakinan dijamin n dan dilindungi.
INDEKS KOTA TOLERAN 2015 2 Pengukuran
menggunakan paradigma negative rights, sesuai g karakter kebebasan bera agama/berkeyakinan g y yang y g dengan merupakan rumpun kebebasan sipil s politik dalam disiplin hak asasi manusia, yang diukur secara neg gatif. Semakin negara (b (baca:pemerintah i t hk kota) t ) tidak tid k me encampurii urusan k kehidupan hid beragama/berkeyakinan maka semakin s toleran suatu kota.
Selain i
pendekatan negative i right i ts, Indeks Kota Toleran juga j memeriksa tindakan positif peme erintah kota dalam mempromosikan toleransi toleransi, baik ya ang tertuang dalam kebijakan, pernyataan resmi, resp pons atas peristiwa, maupun membangunan g budaya y toleransii di masyarakat. y
KERANGKA PENGUKURA AN TOLERANSI Pengukuran P k
toleransi t l i sudah d h bany b yak k dilakukan dil k k oleh l h lembagal b lembaga studi di dunia, baik yang g berfokus pada toleransi, kebebasan beragama/berkeyak kinan maupun yang mengukur kinan, toleransi sebagai bagian dari prin nsip yang harus ada dalam demokrasi. Beberapa p diantarany y ya adalah Freedom House (Amerika), Pew Forum, dll.
Di
Indonesia,, sudah beberapa p tahun terakhir jjuga g disusun Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) oleh Ba appenas yang di dalamnya terdapat indikator kebebasan be eragama. Dari 4 variabel k b b kebebasan sipil, i il k kebebasan b b b bera agama/berkeyakinan /b k ki di diturunkan k menjadi 3 indikator: aturan tertuliss, tindakan pejabat pemerintah, dan ancaman kekerasan masyarrakat rakat.
KERANGKA PENGUKURA AN TOLERANSI Secara
lebih spesifik, Grim dan Fin nke (2006) menyusun 3 indikator utama untuk mengukur tingkat ke ebebasan beragama/ derajat toleransi sebuah negara. Tiga varriabel yang digunakan adalah (1) peraturan negara p g terhadap p aga g ma, ((2)) favoritisme, dan ((3)) peraturan sosial suatu negara.
Variabel
y g dipopulerkan yang p p Grim m dan Finke ini jjuga g diadopsi p oleh Bappenas dalan banyak lembag ga studi lain. Dalam mengukur Tndeks Kota Toleran (IKT) 2015, SETTARA Institute juga menggunakan k kerangka k Grim G i dan d Finke i k yang diimodifikasi i difik i d dengan variabel i b l llain, i yaitu komposisi penduduk berdassarkan agama.
METODOLOGI Objek penelitian ini adalah 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia. Indonesia Penggabungan kota-kota administrasi di DKI D Jakarta menjadi Kota DKI Jakarta karena kota-kota tersebut tidak memiliki ke ewenangan untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan. perundang undangan Variabel Pengukuran: Variabel 1: Regulasi Pemerintah (RPJMD da an Perda Diskriminatif) Variabel 2: Tindakan Pemerintah (Pernyata aan dan Respon atas Peristiwa) V i b l3 Variabel 3: Regulasi R l i SSosial i l (P (Peristiwa) i ti ) Variabel 4: Demografi Agama (komposisi penduduk p berdasarkan agama) 4 variabel i b l tersebut t b t diturunkan dit k dalam d l 6 Ind I dikator. dik d t Indexing ini dilakukan dengan menggunakan skal 1-7. 1 untuk nilai terbaik (paling toleran) dan 7 untuk nilai terburuk (paling ttidak toleran), toleran)
METODOLOGI Sumber Data: 1.
RPJMD Kota
2 2.
Peraturan Daerah/Kebijakan Lainnya
3.
Respons/ Tindakan Pemerintah; berbasis b media
4 4.
Peristiwa Pelanggaran Kebebasa an Beragama; bersumber dari Data Setara Institute
5.
Perda Diskriminatif; Dihimpun p ole eh Komnas Perempuan p
6.
Sensus Penduduk BPS, 2010
METODOLOGI Tahapan:
FGD untuk menentukan metodologi dan model pengukuran
Pengumpulan data dari berbagai sum mber
Pengkajian dan pengklasifikasian data a
Indput data berdasarkan indikator pad da masing-masing variabel
Pembobotan indikator
Scoring pada masing-masing indikatorr, untuk kemudian dikalikan nilai bobot yang telah ditetapkan. Jumlah tersebut kemudian dibagi dengan nilai bobot secara keseluruhan. keseluruhan
FGD Hasil Scoring
HASIL
10 KOTA TOLERAN TERA ATAS 2015 ATAS
10 KOTA TOLERAN TERB BAWAH 2015 BAWAH
CATATAN AKHIR Toleransi
merupakan salah satu parameter untuk mengukur kesungguhan Pe emerintah Daerah dalam mempraktikkan p Pan ncasila sebagai g filososi dasar negara dan pandan ngan hidup bangsa
Konfigurasi
Indeks Kota Tole eran menunjukkan bahwa kota-kota di Indone esia belum memiliki langgang yang kurang leb bih sama dalam memaknai dan mengimple ementasikan nilai-nilai dasar Pancasila dalam ben ntuk regulasi g maupun p praktik keberagaman
PEMERINTAH DAERA AH SEBAGAI AKTOR
LALU APA?
Pertama, restorasi ide konstitusi tentang g Kebebasan Beragama, g melalui perubahan, perbaikan, atau bahkan penghapusan p peraturan perundangundangan dan/atau institusi-institusi ya ang memunggungi ketentuan UUD 1945.
Kedua, K d menyelesaikan l ik k kompleksitas l k it pe ersoalan l pendirian di i rumah h ibadah ib d h yang nyata-nyata restriktif terhadap “kemerd dekaan untuk beribadah menurut agama dan keparcayaan” sebagai se epaket hak dengan “kemerdekaan untuk memeluk agama”, sebagaimana a Pasal 9 Ayat (2) UUD 1945.
Ketiga, menghentikan kriminalisasi terhadap keyakinan dan segera membebaskan para “tahanan tahanan nurani nurani” (prisoners of conscience) yang dipenjara karena pandangan dan key yakinannya yang berbeda dengan pandangan dan keyakinan mayoritas.
Keempat, menghadirkan negara—melalui penegakan hukum untuk meminta pertanggungjawaban legal para pelaku pelanggaran dan memulihkan hakhak korban. korban
TERIMA K KASIH ASIH