SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
GEOGRAFI
BAB VII
KEPENDUDUKAN
Drs. Daryono, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB VII KEPENDUDUKAN Kompetensi Inti
: Menunjukkan manfaat mata pelajaran geografi
Kompetensi Dasar
: Menganalisis dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya manusia di Indonesia untuk pembangunan
A. Dinamika Penduduk Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis yang diakibatkan oleh empat komponen, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), in-migration (migrasi masuk) dan out-migration (migrasi keluar). Selisih antara kelahiran dan kematian disebut reprproductive change (perubahan reproduktif) atau pertumbuhan alami. Selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi neto. 1. Menghitung Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dapat dibedakan atas pertumbuhan penduduk alami dan pertumbuhan penduduk total. a) Pertumbuhan Penduduk Alami (natural increase) Pertumbuhan penduduk alami adalah selisih jumlah kelahiran dengan jumlah kematian. Dalam pertumbuhan penduduk alami, jumlah imigran dan emigrant tidak dihitung. Rumus untuk menghitung pertumbuhan penduduk alami adalah sebagai berikut: T= (L-M) Keterangan: T= Pertumbuhan penduduk L= jumlah kelahiran M=jumlah kematian
b) Pertumbuhan Penduduk Total Pada pertumbuhan penduduk total nremperhitungkan migrasi (imigrasi dan emigrasi), dengan rumus sebagai berikut. T=(L-M)+(I-E) 1
Keterangan: T : pertumbuhan penduduk L: jumlah kelahiran M : jumlah kematian 1 : jumlah imigrasi E : jumlah emigrasi 2. Menghitung Proyeksi Penduduk Jumlah penduduk di masa yang akan datang dapat dihitung atau diproyeksikan. Informasi mengenai jumlah penduduk di masa yang akan datang sangat penting. Misalnya untuk merencanakan segala sesuatu yang bekaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana, untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Rumus proyeksi penduduk adalah sebagai berikut. Pn=Po(1 +r)n Keterangan: Pn = jumlah penduduk pada tahun n (ditanyakan) Po = jumlah penduduk pada tahun o atau tahun dasar (diketahui) n = jumlah tahun antara o dan n r = tingkat pertumbuhan penduduk per tahun (dalam %) 3. Kelahiran (natalitas) Kelahiran merupakan salah satu faktor kependudukan yang bersifat menambah jumlah penduduk. Kelahiran bayi dapat dibedakan menjadi lahir hidup dan lahir mati. Bayi dikatakan lahir hidup apabila sewaktu lahir mempunyai tanda-tanda kehidupan misalnya bernapas, gerakan-gerakan otot ataupun ada denyut jantung. Apabila sewaktu lahir tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan maka disebut lahir mati. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (antinatalitas) dan yang mendukung kelahiran (pronatalitas) (1) Faktor-faktor pronatalitas; (a) kawin usia muda; (b) Tingkat kesehatan; (c) Anggapan banyak anak banyak rezeki
2
(2) Faktor -faktor antinatalitas; (a) pernbatasan umur menikah (b) Program Keluarga Berencana; (c) pembatasan tunjangan anak; (d) Anak merupakan beban 4. Kematian (mortalitas) Tingkat kematian penduduk kelompok tertentu berbeda dengan tingkat kematian penduduk kelompok lainnya. Biasanya tingkat kematian laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Di Negara maju umurnnya tingkat kematian rendah dibandingakan di Negara berkembang. Tingkat kematian dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi sosial, ekonomi, pekerjaan, tempat tinggal, pendidikan dan jenis kelamin. semua faktor menurut sifatnya, dapat dibedakan menjadi faktor pendukung kematian (promortalitas) dan faktor penghambat kematian (antimortalitas). (1) Faktor-faktor yang termasuk antimortalitas: -
Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai
-
Lingkungan yang bersih dan teratur
-
Adanya ajaran agama yang melarang bunuh diri, dan
-
Tingkat kesehatan masyarakat yang tinggi sehingga penduduknya tidak mudah terserang penyakit
(2) Faktor-faktor yang promortalitas -
Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
-
Fasilitas kesehatan yang kurang memadai, misalnya kurangnya rumah sakit peralatan kesehatan, dan obat-obatan
-
Seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas
-
Adanya bencana alam yang memakan korban jiwa
-
Terjadinya peperangan
Pengukuran kematian dapat dilakukan melalui beberapa cara. 1). Angka Kematian Kasar Angka kematian kasar (crude death rate/CDR) adalah angka yang menunjukkan jumlah kematian setiap 1.000 penduduk setiap tahun dengan rumus sebagai berikut. CDR=D/P x k Keterangan: 3
D = jumlah kematian P = jumlah penduduk pada pertengahan tahun k = konstanta (1.000) 2). Angka kematian Menurut Umur Angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate (ASDR) adalah angka yang menyatakan banyaknya kematian pada kelompok umur tertentu setiap 1.000 penduduk Apabila
dibandingkan dengan
CDR, rnaka
ASDR lebih
teliti, sebab
sudah
memperhitungkan golongan umur. Adapun rumus yang digunakan adalah. ASDR = Di/Pi x k Keterangan: Di = jumlah kematian dalam kelompok umur i Pi : jumlah penduduk pada kelompok umur i k = konstanta (1.000) 5. Persebaran dan Kepadatan Penduduk Persebaran atau distribusi penduduk di suatu wilayah maupun negara sangat tidak merata. Artinya ada wilayah yang memiliki penduduk sangat padat, padat, dan jarang. Faktor yang mempengaruhi penyebaran dan kepadatan penduduk antara lain; 1) Faktor Fisiografis. Wilayah yang strategis, subur, relatif landai, cukup air, akan memiliki penduduk yang padat 2) Faktor Biologi. Perbedaan penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian dan angka perkawinan 3) Faktor kebudayaan dan teknologi. Daerah yang teknologinya maju, memiliki pola berpikir yang bagus, pembangunan fisiknya maju akan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang memiliki ciri-ciri sebaliknya Terdapat dua jenis kepadatan penduduk yaitu; 1) kepadatan penduduk aritmatis; 2) kepadatan penduduk agraris. Kepadatan penduduk aritmatis adalah jumlah rata-rata penduduk setiap km2. Rumus : Kepadatan Penduduk Aritmatis =
Jumlah penduduk (iiwa) 4
Luas Wilayah (km2) Sedangkan kepadatan penduduk agraris adalah rata-rata penduduk petani pada setiap saluan luas lahan pertanian. Rumus kepadatan penduduk agraris adalah :
Kepadatan Penduduk Agraris =
Jumlah penduduk petani Luas lahan pertanian (km2)
6. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) Adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan di suatu daerah atau negara pada suatu waktu tertentu.
Keterangan: SR=Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin) Pl = Jumlah Penduduk Laki-laki Pp = Jumlah Penduduk Perempuan 7. Rasio ketergantungan (depedency ratio) Adalah suatu angka yang menunjukkan besar beban tanggungan kelompok usia produktif atas penduduk usia nonproduktif. Untuk mengetahui berapa besar angka ketergantungan Dependency Ratio = jumlah penduduk usia non produktif x 100 jumlah penduduk usia produktif 8. Komposisi Penduduk Berdasarkan umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk adalah pengelompokkan penduduk atas dasar kriteria tertentu. Pengelompokkan data dan kriteria ini disesuaikan dengan tujuan tertentu. Misalnya secara geografis, biologis, sosial, atau ekonomi.
5
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk dapat dikelompokkan menjadi penduduk laki-laki dan perempuan. Sementara berdasarkan umur penduduk dapat dikelompokkan menurut ukuran rentang usia tertentu, misalnya satu tahun,lima tahun atau dua puluh lima tahun. Dengan mengetahui komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat menunjukkan jumlah tenaga kerja produktif dan non produktif, pertambahan penduduk dan angka ketergantungan. Sehingga di dalam mengambil kebijakan pemerintah mengetahui jumlah pengangguran, jumlah lapangan kerja dan lain-lain. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis keramin dapat disajikan dalam bentuk tabel atau dalam bentuk grafik. Piramida penduduk atau grafik susunan penduduk dapat dimanfaatkan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah laki-laki dan perempuan, jumlah tenaga kerja, dan struktur penduduk suatu negara secara cepat. Piramida penduduk dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu piramida penduduk muda, piramida penduduk stasioner, dan piramida penduduk tua. a. Piramida penduduk muda dapat menunjukkan bahwa penduduk di suatu Negara sedang mengalami pertumbuhan. Piramida ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda, dengan angka kelahiran dan kematian yang tinggi. Contoh negara yang tergolong piramida ini adalah Indonesia.
6
Gambar: Piramida Penduduk Muda (Ekspansif), Tetap (Stasionary), dan Tua (constriktif) b. Piramida Penduduk stasioner menunjukkan suatu Negara tersebut keadaan stasioner atau tetap. Piramida penduduk ini menunjukkan bahwa jumlah kelahiran dan kematian seimbang. Contoh negara yang tergolong ke dalam piramida ini adalah Swedia. c. Piramida penduduk tua menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk suatu Negara tersebut berada pada kelompok tua. Contoh yang memiliki piramida penduduk tua adalah Amerika serikat 9. Cara Menghitung Jumlah Penduduk Untuk mengetahui jumlah penduduk dalam sebuah daerah, provinsi, atau Negara dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti sensus penduduk, registrasi atau pencatatan, dan survey. a. Sensus Penduduk Sensus dilakukan dengan cara mengumpulkan, menghimpun, dan menyusun data penduduk baik penduduk asli maupun pendatang pada waktu tertentu dan wilayah tertentu. Sensus dapat dibedakan atas dua macam yakni sensus de facto dan de jure. Sensus de facto adalah penghitungan penduduk atau pencacahan penduduk yang dilakukan terhadap setiap orang yang pada waktu diadakan berada dalam wilayah sensus. Sedangkan sensus de jure merupakan pencacahan yang dikenakan pada penduduk yang benar-benar bertempat tinggal sesuai wilayah tersebut. b. Registrasi Registrasi merupakan kumpulan keterangan mengenai kelahiran, kematian dan segala kejadian penting manusia misalnya perkawinan, perceraian dan perpindahan penduduk. Kumpulan tentang keadaan penduduk tersebut dapat digunakan untuk menghitung jumlah penduduk. Registrasi penduduk biasanya dilakukan di Desa atau Kelurahan melalui Rukun warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). c. Survai
7
Kegiatan survei merupakan pencacahan penduduk dengan cara mengambil sampel daerah. Jadi pencacahan penduduk dengan metode ini tidak dilakukan di seluruh wilayah Negara melainkan hanya daerah tertentu yang dianggap mewakili seluruh wilayah.
10. Mobilitas Penduduk Mobilitas penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk vertical dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertical sering disebut dengan perubahan status misalnya perubahan status pekerjaan, sedangkan mobilitas penduduk horizontal disebut pula dengan mobilitas penduduk geografis, adalah gerak penduduk yang melintasi batas wilayah menuju ke wilayah lain dalam periode waktu tertentu ( Mantra, 1978). Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang mendasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu. Batas wilayah pada umumnya digunakan batas administrasi, namun hingga kini belum ada kesepakatan di antara para ahli dalam menentukan batas wilayah dan waktu tersebut. Hal ini sangat tergantung ada cakupan luas wilayah kajian. Biro Pusat Statistik (BPS) dalam melaksanakan sensus penduduk di Indonesia menggunakan batas propinsi sebagai batas wilayah, sedangkan batas waktu digunakan 6 bulan. Dengan demikian menurut difinisi yang dibuat BPS, seseorang disebut migran jika orang tersebut bergerak melintasi batas propinsi menuju propinsi lain dan lamanya tinggal di propinsi lain selama enam bulan atau lebih. Mantra (1978) dalam kajiannya mengenai mobilitas penduduk non permanen di sebuah dukuh di Bantul menggunakan batas wilayah dukuh dan batas waktu yang digunakan untuk meninggalkan dukuh asal adalah enam jam. Mengingat belum adanya batas wilayah dan waktu yang baku, maka penggunaan batas wilayah dan waktu dapat disesuaikan dengan luas wilayah kajian. Kajian yang cakupannya wilayah propinsi batas wilayah yang dapat digunakan dapat berupa batas wilayah kabupaten dengan batasan waktu selama enam bulan atau lebih. 8
Mantra (1999) membedakan mobilitas penduduk berdasarkan niatan untuk menetap di daerah tujuan. Berdasarkan hal ini mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non permanen. Jadi migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya mobilitas non permanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Gerak penduduk non permanen (sirkulasi, circulation) dapat dibagi menjadi dua, yaitu ulang-alik (commuting) dan menginap atau mondok di daerah tujuan. Ulang-alik adalah gerak penduduk daeri daerah asal menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dengan kembali ke daerah asal pada hari yang sama; menginap/mondok diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal lebih dari satu hari, tetapi kurang dari enam bulan; sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal enam bulan atau lebih, kecuali bagi orang yang sejak semula telah berniat untk menetap. Komponen perubahan penduduk ada tiga, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dari tiga komponen tersebut yang paling sulit merumuskan dan mengukur adalah migrasi. Hal ini disebabkan karena migrasi terkait dengan demensi fisik, sosial, ekonomi dan kultural. Berkaitan dengan migrasi ini banyak teori dan model yang berusaha untuk menerangkan fenomena tersebut, yaitu sebagai berikut. a. Teori dorong-tarik (puss-pull theory) Lee (1966) dalam menjelaskan terjadinya migrasi mengemukanan teori, yaitu teori dorong-tarik. Menurut teori ini terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap keputusan seeorang untuk melakukan migrasi, yaitu (1) faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan, (3) faktor-faktor rintangan, dan (4) faktor-faktor yang bersifat pribadi. Faktor-faktor di daerah asal maupun tujuan dapat bersifat positif, negatif, maupun netral terhadap migrasi. Faktor positif (+) di daerah asal berarti mempunyai daya dorong seseorang untuk pergi meninggalkan daerah tersebut, sedangkan faktor positif 9
di daerah tujuan berarti mempunyai daya tarik terhadap seseorang untuk datang ke daerah tersebut. Sebaliknya faktor negatif (-) di daerah asal akan berfungsi sebagai penghambat seseorang pergi ke daerah lain, sedangkan faktor negatif di daerah tujuan adalah faktor yang tidak menyenangkan bagi seseorang untuk mendatangi suatu daerah. Perbedaan nilai komulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk. Selanjutnya Lee juga menjelaskan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi oleh rintangan antara, misalnya berupa biaya perjalanan, peraturan perundangundangan, sarana transportasi, dan penghalang alami. Secara diagramatis teori dapat digambarkan sebagai berikut.
Daerah Asal
Daerah Tujuan
+-0-+-0
+-+-+- 0
+ - + - 0 Rintangan -0 antara
- -+- 0 -+
+-00+--
+-+0+ - -
b. Teori gravitasi Teori gravitasi dikemukakan oleh Ravenstain. Ravenstain (dalam Sunarto, 1985) menjelaskan hokum-hukum mengenai fenomena migrasi sebagai berikut. 1) Semakin jauh jarak, semakin berkurang volume migran. 2) Setiap arus migrasi yang benar akan menimbulkan arus balik sebagai penggantinya. 3) Adanya perbedaan desa dengan kota akan mengakibatkan timbulnya migrasi. 4) Wanita cenderung bermigrasi ke daerah-daerah yang dekat letaknya. 5) Kemajuan teknologi akan meningkatkan intensitas migrasi. 6) Motif utama migrasi alah ekonomi. c. Teori ekonomi Lee (1966) dan Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antara daerah. Todaro (1979) menyatakan bahwa keputusan untuk 10
bermigrasi adalah merupakan fenomena yang rasional. Walaupun pengangguran di kota telah bertumpuk, namun seseorang masih memiliki harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi daripada upah di sektor pertanian. Alasannya adalah bahwa di kota terdapat bermacam-macam pekerjaan, sehingga seseorang dapat memilih salah satu yang dapat memberi harapan penghasilanyang lebih tinggi. Besarnya harapan tersebut diukur dengan perbedaan upah riil di desa dan di kota, dan kemungkinan seseorang mendapatkan pekerjaan. Esensi dari teori Todaro adalah bahwa dalam jangka waktu tertentu haraan penghasilan di kota masih lebih tinggi daripada di desa walaupun telah diperhitungkan biaya untuk bermirasi.
d. Teori Berantai Berlangsungnya proses migrasi di suatu daerah tidak terlepas dari keberadaan famili atau kawan yang telah tinggal lebih dulu di suatu daerah. Migran pemula yang berperan sebagai pionir akan menarik penduduk dari daerah asal yang mengakibatkan timbulnya pola migrasi berantai (Sunarto, 1985). Salah satu akibat terjadinya moboitas desa-kota adalah terjadinya urbanisasi. Menurut Bintarto (1983), urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian sebagai berikut. 1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota, sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik karena kenaikan fertilitas penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa ke kota. 2. Bertambahnya jumlah kota dalam satu negara atau wilayah sebagai akibat dari perkembangan ekonomi, budaya, dan teknologi baru. 3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota. Urbanisasi dapat menimbulkan permasalahan, baik di desa mauun di kota. Bagi kota adanya tambahan jumlah penduduk yang besar yang berasal dari desa merupakan beban yang berat, terutama berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja, perumahan, transportasi, lingkungan, dan lain-lain. 11
Menurut Bintarto (1983), banyaknya perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke kota adalah karena adanya daya dorong dari desa seperti rendahnya pendapatan perkapita, pengangguran baik nyata maupun tersembunyi, kurangnya atau tidak adanya pemilikan tanah. Selain itu juga adanya daya tarik kota seperti kesempatan kerja dengan upah yang menarik, daya daya beli penduduk, kesempatan bersekolah atau kesempatanmengikuti kursus keterampilan di bidang teknik ataupun bidang administrasi.
B. Masalah Kependudukan di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya Ciri dan perilaku demografi penduduk Indonesia pada saat ini tidak hanya belum menguntungkan bagi terlaksananya pembangunan nasional, tetapi juga sudah menimbulkan fenomena kependudukan di berbagai bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup yang harus segera diatasi agar tidak merupakan hambatan dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu fenomena tersebut sebagian besar sudah dapat diidentifikasi dan merupakan masalah yang harus diatasi. Sebagai fenomena yang sudah menjadi masalah dapat disebut antara lain tekanantekanan pada usaha peningkatan ekonomi karena jumlah penduduk yang besar, dan laju pertumbuhan penduduk yang cepat, tekanan-tekanan pada usaha pembangunan pendidikan dan tenaga kerja karena komposisi yang muda dan pertumbuhan yang cepat dari golongan penduduk usia sekolah dan tenaga kerja, masalah-masalah pada usaha keamanan dan pembangunan daerah karena tidak terpenuhinya kesempatan kerja dan kepadatan penduduk yang cepat yang tidak merata dan masalah masalah lain yang komplek. Kebijakan dalam bidang pembangunan pada hakikatnya selain tertuju pada peningkatan kualitas hidup melalui sistem di luar sistem demografi, juga tertuju untuk mengatasi masalah kependudukan yang secara langsung dipengaruhi oleh sistem demografi. Terdapat empat masalah pokok dalam kependudukan di Indonesia yaitu, (1) jumlah penduduk yang besar, (2) tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, (3) kualitas penduduk yang relatif rendah, dan persebaran yang tidak merata. Muculnya masalah tersebut disebabkan karena adanya masalah pada faktor penyebab dari setiap masalah pokok 12
tersebut. Misalnya, penyebab dari besarnya jumlah penduduk dan tingginya tingkat pertumbuhan kerena masih tingginya tingkat fertilitas dan bervariasinya tingkat fertilitas pada setiap daerah yang berbeda, dan ini merupakan masalah tersendiri. Tidak meratanya persebaran penduduk disebabkan karena arah laju mobilitas penduduk yang hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu saja, ini pun juga merupakan masalah tersendiri yang mendapat perhatian. Pada abad ke 17 (tahun 1600 an), jumlah penduduk Indonesia diperkirakan hanya sekitar 10 juta jiwa. Pada awal abad ke 20 naik menjadi 40 juta jiwa, dan pada sensus yang terakhir (tahun2010) sebanyak 237,6 juta jiwa. Rata-rata laju pertumbuahan penduduk per tahun selama piriode 2000-2010 mencapai 1,49%. Angka ini termasuk tinggi karena laju pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu yang sama hanya sekitar 1,2%. Sejak tahun 1961 laju pertumbuhan penduduk Indonesia cenderung tidak stabil yakni 2,13% manjadi 2,34% pada tahun 1980, menurun 1,89% pada tahun 1990 dan 1,45% pada tahun 2000, kemudian naik lagi menjadi 1,49% pada tahun2010. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh faktor fertilitas. Sensus tahun 2000 tingkat fertilitas Indonesia sebesar 1,7 per wanita usia subur, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 2,5 per wanita usia subur. Kebijaksanaan kependudukan di Indonesia meliputi penyediaan lapangan kerja, memberikan
kesempatan
pendidikan,
meningkatkan
kesehatan
serta
menambah
kesejahteraan penduduk. Secara garis besar kebijaksanaan kependudukan di Indonesia meliputi : 1. Meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa 2. Pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, dan peningkatan harapan hidup, dan pemerataan penduduk dan tenaga kerja 3. Peningkatan jumlah peserta keluarga berencana, dan peningkatan kesejahteraan ibu dan anak 4. Peningkatan penanganan dan pendidikan mengenai masalah kependudukan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berancana Nasional (BKKBN) telah tuntas menyusun grand design Pengendalian kuantitas penduduk dan siap untuk 13
disinkronisasikan dengan aspek lain pada awal tahun2012. Grand design ini akan menjadi acuan dalam rencana pembangunan nasional sampai 35 tahunke depan. Skenario kuantitas ini akan disinkronisasikan dengan aspek kuaalitas yang menjadi tangguang jawab Kementerian Kesehatan dan Kementerian Penddidikan dan Kebudayaan, aspek administrasi kependudukan oleh Kementerian Dalam Negeri, serta aspek molitas oleh Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi. Grand design ini mengatur bagaimana mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, sehingga tercapai penduduk tumbuh seimbang 1,1% pada tahun2015. Target ini akan tercapai kalau program KB tetap stabil dan tidak mengurangi anggaran untuk program KB. Mengerem laju pertumbuhan penduduk bukan sekedar kebutuhan tetapi keharusan. Tanpa strategi yang tepat dan akurat, tahun 2050 Indonesia akan menghadapi beban ganda. Di satu pihak ada ledakan penduduk lansia yang diperkirakan berjumlah 80 juta, dan di pihak lain membengkaknya jumlah penduduk usia muda yang membutuhkan lapangan kerja. Program KB merupakan program prioritas nasional. Pemerintah seharusnya memberikan pemahaman terus-menerus kepada masyarakat menyangkut KB. Pengalaman masa lalu dalam mengatasi masalah kependudukan telah menjadikan Indonesia menjadi contoh dunia dan tempat belajar negara-negara lain menyangkut pengendalian penduduk. Jadi, Keluarga Berencana mutlak untuk direvitalisasikan.
14