SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
GEOGRAFI
BAB I PENGETAHUAN DASAR DAN PENELITIAN GEOGRAFI
Drs. Daryono, M.Si.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB I PENGETAHUAN DASAR DAN PENELITIAN GEOGRAFI Kompetensi Inti
: Membedakan pendekatan-pendekatan geografi,
Kompetensi Dasar
: Memahami pengetahuan dasar geografi dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Inti
: Menguasai hakikat struktur keilmuan, ruang lingkup, dan objek geografi
Kompetensi Dasar
: Memahami pengetahuan dasar geografi dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Inti
: Memahami pengetahuan dasar geografi dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Dasar
: Mampu melakukan penelitian geografi
A. Pengertian Geografi Usia geografi sudah sangat tua. Sebutan geografi pertama kali dikemukakan oleh Erastostenes (276-196 SM) dalam buku hasil karyanya yang berjudul Geographika. Cakupan bidang kajian geografi sangat luas, sehingga tidak mudah untuk merumuskan bidang kajiannya. Luasnya bidang kajian geografi menyebabkan banyaknya difinisi geografi di dalamnya terdapat keanekaragaman pandangan yang menunjukkan adanya perbedaan penekanan perhatian dan pendekatan para ahli Geografi. Roger Minshull dalam Suharyono dan Amin (1994) mengutip sebagian dari sekian banyak definisi geografi, antara lain disebutkan sebagai studi tentang: 1) Tempat-tempat di muka bumi (James, Lukerman) 2) Ruang, khususnya pada muka bumi (Kant) 3) Efek-efek parsial ligkungan alami atas manusia (Houston, Martin) 4) Pola-pola kovariasi kedaerahan ( Lewthwaite) 5) Lokasi, distribusi, saling bergantungan sedunia dan interaksi dalam keteraturan (Lukerman). 6) Hubungan-hubungan dan pengaruh timbal balik daam skosistem (Morgan dan Moss)
2
7) Diferensiasi areal fenomena-fenomena yang bertautan di muka bumi dalam arti pentingnya bagi manusia (Hartshorne). Bintarto (1977) mengemukakan, bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitra, menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam ruang dan waktu. Banyaknya definisi tentang geografi, menyebabkan orang awam sulit untuk memahami apa sebenarnya geografi itu. Guru geografi di sekolah menghadapi persoalan yang sama dalam pembelajaran. Mereka sulit menjelaskan kepada peserta didik untuk menjelaskan geografi itu apa. Hal ini di sadari oleh para pakar geografi di Indonesia. Untuk memantapkan kedudukan geografi, dan meningkatkan kualitas pembelajaran geografi di sekolah, pada pakar geografi yang tergabung dalam Ikatan Geograf Indonesia (IGI) mengadakan serangkaian pertemuan untuk merumuskan hal-hal penting terkait dengan perkembangan geografi di Indonesia. Salah satu dari serangkaian pertemuan tersebut adalah berupa seminar dan lokakarya (Semlok) yang diadakan di Semarang tahun 1988 di IKIP Semarang. Dalam Semiloka tersebut disepakati bahwa Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. B. Objek Studi Geografi Objek studi geografi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Objek material berkaitan dengan substansi materi yang dikaji, sedangkan objek formal berkaitan dengan cara pandang dan cara berfikir terhadap suau fenomena. Objek material syudi geografi adalah fenomena geosfer, sedangkan objek formalnya adalah cara pandang dan cara berfikir (pendekatan) yang digunakan dalam memahami fenomena geosfer tersebut. Objek material studi geografi adalah fenomena geosfer yang meliputi litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer. Melihat objek formal ini, cakupan objek studi geografi sangat luas, karena fenomena apapun di permukaan bumi bisa 3
dikaji oleh geografi. Objek material geografi bisa menjadi objek kajian ilmu-ilmu yang lain. Litosfer bisa menjadi objek kajian ilmu geologi, petrografi, atau mineralogy, hidrosfer bisa menjadi objek kajian hidrologi atau oceanografi, atmosfer bisa menjadi objek kajian klimatologi atau meterorologi, biosfer bisa menjadi objek kajian biologi atau ilmu pertanian, antroposfer bisa objek kajian sosiologi, ilmu ekonomi, dan lain-lain. Dari uraian di atas diketahui bahwa antara objek material geografi dan ilmu-ilmu yang lain bisa sama. Fenomena geosfer yang merupakan jenis flora yang tumbuh di suatu wilayah misalnya, bisa menjadi objek material geografi, namun objek yang sama juga bisa menjadi objek ilmu yang lain seperti biologi, pertanian, dan ekonomi. Terkait dengan hal ini, maka objek objek formal dari masing-masing ilmu tersebut yang membedakannya. Geografi memiliki objek formal atau pendekatan yang secara spesifik membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan tersebut adalah pendekatan keruangan (spatial approach). Selain itu, dalam geografi juga dikenali adanya pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). C. Pendekatan Geografi Menurut Goodall, sebagaimana yang dikutip oleh Yunus (2007), menyatakan bahwa apapun pengayaan yang diadopsi dan apapun spesialisasi keilmuan yang dilakukan, kajian Geografi harus selalu mengacu pada pada tiga tema utama studi Geografi, yaitu (1) penekanan pada pendekatan keruangan dengan mengangkat ruang sebagai variable (spatial approach); (2) pendekatan pada interrelasi antara hubungan manusia dengan dengan lingkungannya (ecological approach), dan (3) penekanan pada sintesis antara pendekatan spasial dan pendekatan ecological (regional complex approach). Yunus (2007) menjelaskan pendekatan geografi sebagai berikut. 1. Pendekatan Keruangan Pendekatan keruangan adalah merupakan suatu metode analisis yang menekankan analisisnya pada eksistensi ruang (space) sebagai wadah untuk mengakomodasikan kegiatan manusia dalam menjelaskan fenomena geosfer. Oleh karena objek studi geografi adalah fenomena geosfer, maka segala sesuatu yang terkait dengan objek dalam ruang dapat disoroti dari berbagai matra, antara lain pola (pattern); 4
struktur (structure); proses (process); interaksi (interaction); organisasi dalam system keruangan (organization within the spatial system); asosiasi (association); tendensi atau kecenderungan (tendency or trends); pembendingan (comparation); dan sinergisme keruangan (spatial synergism). Dalam mengaplikasikan pendekatan keruangan, seseorang tidak cukup hanya menyebutnya saja, namun harus secara eksplisit dan jelas menyebutkan tema apa yang akan dianut serta penjelasan mengenai operasionalisasi pendekatannya. Aplikasi analsisis pendekatan keruangan, minimal meliputi sembilan macam dan apabila kesembilan macam tema analisis tersebut harus dilaksanakan maka akan menghabiskan waktu yang lama, tenaga yang banyak, biaya yang besar, penguasaan teknik analisis yang mendalam serta kemantapan keilmuan yang memadai. Masing-masing tema analisis mempunyai spesifikasi sendiri yang terkait dengan spesifikasi objek kajian yang akan dilaksanakan. Salah satu atau gabungan dari beberapa di antaranya sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan tanpa mengurang kadar keilmuannya. Oleh karena alat indera manusia sangat terbatas kemampuannya, untuk mengamati kenampakan geografis di suatu wilayah atau di permukaan bumi, maka untuk maksud analisis keruangan seseorang memerlukan alat bantu. Disinilah peranan model visualisasi permukaan bumi diperlukan kehadirannya. Kehadiran peta, foto udara, maupun citra satelit sangat diperlukan dalam analisis. Namun demikian gambaran yang ditampilkan dalam peta, foto udara maupun citra satelit kadang-kadang masih sangat rumit
dan
kompleks
sifatnya,
sehingga
kita
dituntuk
untuk
mampu
mengabstraksikannya dalam bentuk visualisasi yang sederhana, yaitu berupa symbol yang dapat berujut titik, garis maupun bidang. Sembilan tema analisis dalam pendekatan keruangan yang dikembangkan oleh disiplin geografi, yaitu sebagai berikut. a. Analisis pola (spatial pattern analysis) Penekanan utama dari analisis ini adalah pada sebaran elemen-elemen pembentuk ruang. Taraf awal adalah identifikasi mengenai aglomerasi sebarannya dan kemudian dikaitkan dengan upaya untuk menjawab pertanyaan geografi (geographic questionsi). Pertanyaan geografi adalah meliputi what, where, when, 5
why, who, and how atau terkenal dengan 5W dan 1H. Sebagai contoh dapat dikemukakan adanya sebaran kenampakan tertentu (misalnya permukiman) yang mengelompok pada bagian tertentu dan menyebar pada bagian lain. Dalam hal menjawab 5W1H, akan timbul pertanyaan yang utama, yaitu (1) fenomena apa yang akan diteliti (what), (2) dimana gejala tersebut terjadi (where), (3) kapan kenampakan gejala tersebut ada (when), (4) mengapa terjadi pengelompokan seperti itu (why), (5) siapa yang mendiami (who), dan (6) bagaimana proses pengelompokan tersebut dapat terjadi (how). Dalam konsep keruangan geografi, terdapat tujuh konsep yang esensial, yaitu (1) aglomerasi, (2) jarak, (3) letak, (4) keterjangkauan, (5) interaksi, (6) distribusi atau deferensiasi keruangan, (7) keterpaduan atau sintesis. (1) Aglomerasi Aglomerasi merupakan kecenderungan pengelompokan pada suatu kegiatan serupa, misalnya kegiatan pertanian, industri, dsitribusi penduduk, dan sebagainya. (2) Jarak Fenomena geografi dapat dijelaskan dengan jarak, misalnya lokasi industri akan mencari jarak yang dekat dengan pasar, bahan mentah, tenaga kerja dan lainlain. Jarak dapat bersifat absolute maupun relative. (3) Letak Letak sangat penting dalam menjelaskan fenomena geografi, sehingga dikenal ada istilah letak geografis, letak astronomis, letak administrative, dan sebagainya. (4) Keterjangkauan Keterjangkauan memiliki arti penting terhadap suatu fenomena geografi yang ada di suatu tempat. Keterjangkauan ini sangat erat kaitannya dengan jarak, baik jarak rekatif maupun absolute. (5) Interaksi
6
Fenomene geografi dapat dijelaskan dengan interaksi, terutama pada geografi manusia. (6) Distribusi/ deferensiasi Perbedaan tempat akan menyebabkan terjadinya perbedaan fenomena yang ada, dengan kata lain bahwa di permukaan bumi ini terdapat variasi keruangan. Terjadinya variasi keruangan inilah yang kemudian mendorong terjadinya interaksi inter wilayah. (7) Keterpaduan Pada dasarnya geografi merupakan sintesis dari berbagai fenomena di suatu daerah maupun keterpaduan antar daerah. b. Analisis struktur keruangan (spatial structure analysis) Analisis ini menekankan pada analisis susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa struktur elemen-elemen keruangan dapat dapat dikemukakan dari berbagai fenomena baik fenomena fisikal maupun non fisikal. Sebagai contoh, misalnya struktur ruang atas dasar komposisi bentuk pemanfaatan atau dari struktur mata pencaharian penduduk. Misalnya, dari pemanfaatan ruang tertentu terdiri dari 15 % hutan, 10 % permukiman, 67 % pertanian, 5 % industri, dan 3 % lain-lain. Selanjutnya dengan analisis struktur keruangan, tugas utama yang pertama adalah mengidentifikasi susunan keruangan yang ada baru kemudian dikaitkan dengan dengan upaya untuk menjawab pertanyaan geografi (5W 1H). Pertanyaan what, when, dan where merupakan pertanyaan yang bersifat deskriptif sedangkan pertanyaan why, who, dan how merupakan pertanyaan yang bersifat analitis. c. Analisis proses keruangan (spatial process analysis) Analisis ini menekankan pada proses keruangan yang biasanya divisualisasikan pada perubahan ruang. Perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dapat dikemukakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Setiap analisis perubahan tidak dapat dilaksanakan tanpa mengemukakan dimensi waktu, sehingga dimensi temporal mempunyai peranan utama dalam hal ini. Minimal diperlukan dua titik 7
waktu untuk mengenali perubahan. Misalnya perkembangan fisik Kota Sidoarjo tahun 1990 – 2008. Dengan membandingkan dua buah peta, foto udara, atau citra yang dibuat pada kedua tahun tersebut, maka perubahan kota Sidoarjo secara fisik pada kurun waktu tersebut dapat diketahui. Pertanyaan analitis yang perlu dijawab adalah mengapa terjadi perubahan, bagaimana perubahan itu terjadi dan dampak apa saja yang mungkin timbul dari perubahan tersebut? d. Analisis interaksi keruangan (spatial interaction analysis) Analisis ini menekankan pada interaksi antar ruang. Hubungan timbal balik antara ruang yang satu dengan yang lain memiliki variasi yang sangat besar, sehingga upaya mengenali faktor-faktor pengontrol interaksi menjadi sedemikian penting. Tahap selanjutnya adalah menjawab mengapa terjadi interaksi dan bagaimana interaksi terjadi. e. Analisis organisasi dalam system keruangan (spatial organization analysis) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen lingkungan mana yang berpengaruh terhadap terciptanya tatanan spesifik dari elemen-elemen pembentuk ruang. Penekanan utamanya pada keterkaitan antara kenampakan satu dengan yang lain secara individual. Analisis ini kebayakan diaplikasikan pada organisasi keruangan system kota-kota atau system permukiman disuatu daerah yang luas. f. Analisis asosiasi keruangan (spatial association analysis) Analisis ini bertujuan untuk mengungkapkan terjadinya asosiasi keruangan antara berbagai kenampakan pada suatu ruang. Apakah ada keterkaitan fungsional atas sebaran keruangan atau gejala tertentu dengan sebaran keruangan gejala yang lain? Apakah ada hubungan antara berkurangnya lahan pertanian dengan pertumbuhan penduduk di suatu wilayah? Apakah ada hubungan antara berkurangnya lahan hutan dengan banyaknya mata air di suatu wilayah? g. Analisis tendensi atau kecenderungan (spatial tendency/trend analysis) Analisis ini menekankan pada upaya kecenderungan perubahan suatu gejala. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan analisis yang berbasis ruang dan analisis yang berbasis waktu. Sebagai contoh adalah untuk mengetahui apakah Kota Sidoarjo 8
memiliki kecenderungan perkembangan ke arah tertentu? Faktor-faktor apa yang secara dominan berpengaruh, bagaimana proses terjadinya dan konsekuensi keruangan apa yang akan terjadi pada masa mendatang? h. Analisis pembandingan (spatial comparison analysis) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan atau kelebihan suatu ruang dibandingkan dengan ruang yang lain. Hal ini penting dilaksanakan sebagai dasar penentuan kebijakan pengembangan wilayah. i. Analisis sinergisme keruangan (spatial sunergism analysis) Analisis ini bertujuan untuk menganalisis sinergi antara suatu wilayah dengan yang lain. Hal ini diperlukan karena semakin majunya system transportasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya mobilitas orang, informasi, barang dan jasa semakin tinggi. Akibatnya dinamika keruangan juga semakin tinggi. Dalam era teknologi informasi yang mengglobal seperti saat ini, batas-batas wilayah dalam kegiatan manusia menjadi semakin kabur. 2. Pendekatan ekologikal Pendekatan ini mengacu pada kajian ecology, maka terlebih dahulu perlu dipahami makna dari ekologi tersebut. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya. Geografi adalah ilmu yang bersifat human oriented sehingga manusia dan kegiatan manusia selalu menjadi focus analisis dalam keterkaitannya dengan lingkungan biotic, abiotik, maupun lingkungan social, ekonomi, dan kulturalnya. Manusia dalam hal ini tidak diartikan sebagai makluk biologis semata, tetapi juga sebagai sosok yang dikaruniai daya cipta, rasa dan karya . Dengan demikian interelasi antara manusia dan lingkungannya akan menjadi tekanan analisis dalam pendekatan ekologi yang dikembangkan dalam disiplin geografi. Pendekatan ekologi dalam geografi mempunyai 4 tema analisis utama, yaitu sebagai berikut. a. Tema analisis interaksi antara perilaku manusia -- lingkungan. Sebagai fokus adalah perilaku manusia, baik perilaku sosial, ekonomi, kultural, dan perilaku politik yang dilakukan seseorang atau komunitas tertentu. Contohnya di suatu daerah tertentu terdapat sekelompok penduduk yang selalu menebangi kayu 9
pada hutan lindung. Untuk mencari jawaban mengenai latar belakang kejadian tersebut harus dicari unsur-unsur internal maupun eksternal yang terkait dengan perilaku tersebut. Apa latar belakangnya, bagaimana prosesnya, apa dampaknya serta apa dan bagaimana upaya mengatasinya menjadi bahasan sentral dari analisis ini. b. Tema analisis aktivitas manusia -- lingkungan. Analisis ini menekankan pada keterkaitan antara aktivitas manusia dengan lingkungan. Latar belakang perilaku bukan menjadi pembahasan sentral namun kegiatan manusianya yang menjadi sentral. Kegiatan terkait dengan tindakan mansia dalam menyelenggarakan kehidupannya sedangkan perilaku terkait dengan sikap batiniah dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap lingkungannya. Dalam hal ini dikenal sebagai kegiatan manusia dalam menyelenggarakan kehidupan antara lain kegiatan pertanian, pertambangan, perikanan, industri, pembangunan perumahan, dan sejenisnya. Contoh misalnya ada industri mebel di berbagai daerah. Di daerah yang satu berkembang dengan pesat sedangkan di tempat lain cenderung stagnan. Dalam hal seperti ini seseorang dituntut untuk mampu mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya, misalnya dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang merupakan elemen-elemen lingkungannya dan kemudian menganalisisnya, sehingga ditemukan faktor-faktor mana yang paling menentukan dan faktor-faktor mana yang tidak. c. Tema analisis keterkaitan antara kenampakan fisikan alami – elemen-elemen lingkungan. Analisis ini menekankan pada keterkaitan antara kenampakan fisikal alami dengan elemen-elemen lingkungannya. Sebagai contoh misalnya sebuah danau alami yang menunjukkan gejala peningkatan polusi air dan kemudian menakibatkan banyaknya biota danau, khususnya ikan banyak yang mati. Gejala menurunnya kualitas air danau dapat ditelusuri dengan menganalisis keterkaitan antara faktorfaktor internal (danau itu sendiri) maupun faktor-faktor eksternal (lingkungan di sekitar danau) seperti curah hujan, tata guna lahan, kondisi hutan, cara membuang 10
limbah/sampah, permukiman yang ada di sekitar danau, dan sebagainya. Dengan meneliti keterkaitan faktor-faktor tersebut diharapkan akan dapat diperoleh jawaban, mengapa kualitas air danau mengalami penurunan. d. Tema analisis keterkaitan antara fisikal buatan – lingkungan. Analisis ini memfokuskan pada keterkaitan antara kenampakan fisikal buatan dengan lingkungan. Sebagai contoh misalnya di daerah tertentu ada permukiman mengalami genangan yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Kompleks permukian adalah merupakan bentukan artifisial (buatan) yang bersifat fisikal. Dalam hal ini dapat bertitik tolak dari faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang diperkirakan memiliki keterkaitan erat dengan munculnya genangan. Variabelvariabel yang perlu diperhatikan antara lain perubahan iklim/curah hujan, alur-alur sungai atau saluran, kondisi laut, kerusakan hutan, kantong-kantong resapan air, kebijakan pembangunan, cara pembuangan limbah/sampah, dan sebagainya. Dengan meneliti keterkaitan variabel-variabel tersebut penyebab terjadinya genangan dapat dianalisis. 3. Pendekatan kompleks wilayah Pendekatan ini merupakan integrasi dari pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis. Pengunaan istilah regional kompleks mengisyaratkan adanya adanya pemahaman yang mendalam tentang property yang ada di suatu wilayah yang bersangkutan dan merupakan kesatuan regional. Kompleksitas gejala menjadi dasar pemahaman utama dari eksistensi wilayah di samping efek internalitas dan eksternalitas dari padanya. Contoh untuk mengendalikan banjir tahunan di Jakarta tidak mungkin dapat ditangani secara internal di dalam kota Jakarta sendiri, tetapi juga harus dianalisis dalam kaitannya dengan daerah lain yang lebih luas. Karena banjir yang terdapat di Jakarta bukan semata-mata disebabkan oleh hal-hal yang terdapat di Jakarta itu sendiri, tetapi juga terkait dengan wilayah di sekitarnya, seperti misalnya Bogor.
11
D. Konsep Dasar Geografi Seperti halnya definisi geografi, konsep dasar yang menggambarkan struktur ilmu geografi juga bervariasi. Biddle memodifikasi gagasan Peter Greco, sebagaimana dikutip oleh Suharyono dan Amin ((1994), mengemukakan konsep-konsep dasar yang menggambarkan struktur disiplin geografi sebagai berikut. 1) adanya lokasi fenomena pada ruang dan waktu tertentu; 2) yang melalui observasi (secara langsung atau tidak langsung) akan menghasilkan fakta geografi; 3) yang dapat digambarkan pada peta untuk menunjukkan adanya persebaran keruangannya; 4) yang pada skala tertentu akan dapat diperoleh konsep atau pengertian asosiasi keruangan dan asosiasi kewilayahan hingga sampai pada pengertian region atau kawasan; 5) yang dengan demikian akan membantu pemahaman adanya hubungan manusia-alam dan juga adanya interaksi kewilayahan, dan diferensiasi kewilayahan. Daldjoeni (1982) mengemukakan konsep dasar geografi meliputi hal-hal sebagai berikut. 1) penghargaan budayawi atas bumi 2) konsep regional 3) pertautan wilayah 4) interaksi keruangan 5) lokalisasi 6) pentingnya arti skala 7) konsep perubahan Untuk kepentingan pembelajaran geografi di sekolah, dalam Seminar dan Lokakarya di IKIP Semarang tahun 1989 dan 1890 diusulkan 10 konsep dasar geografi, yaitu konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, keterkaitan, keruangan, defernsiasi areal, interaksi/interdependensi, dan kegunaan.
12
1. Konsep Lokasi Konsep lokasi merupakan ciri khusus ilmu geografi sejak awal pertumbuhannya. Dalam kajian geografi ada dua macam lokasi, yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut menunjukkan letak suatu tempat/wilayah dipermukaan bumi yang secara eksak dapat dipastikan dan tidak berubah. Letak ini ditunjukkan oleh letak lintang dan bujur (letak astronomis). Letak lintang atau bujur (koordinat) suatu tempat/wilayah dapat dilihat atau dihitung pada peta. Dewasa ini koordinat suatu wilayah bisa langsung dibaca pada GPS. Letak lintang antara lain dapat digunakan untuk mengetahui iklim matahari yang berlaku di suatu wilayah, sedangkan letak bujur dapat digunakan untuk menentukan waktu yang berlaku di suatu wilayah tertentu. Letak relatif merupakan letak suatu tempat/wilayah dikaitkan dengan wilayah yang lain. Letak relatif ini memiliki arti yang cukup penting dalam pengembangan wilayah dan perencanaan pembangunan baik untuk kepentingan politik, pertahanan, maupun ekonomi. Berdasarkan letak ini dapat dianalisis daerah-daerah mana yang strategis untuk dikembangkan untuk pertahanan, seperti pangkalan militer, dikembangkan untuk kepentingan ekonomi seperti untuk untuk kawasan perdagangan, industri, dan lain-lain. 2. Konsep Jarak Suharyono dan Amien (1994) menjelaskan bahwa jarak sebagai konsep geografi mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Jarak berkaitan erat dengan arti lokasi dan upaya pemenuhan kebutuhan atau keperluan pokok kehidupan (air, tanah subur, pelayanan), pengangkutan barang dan penumpang. Karena itu jarak tidak hanya dinyatakan dengan ukuran jarak secara lurus di udara yang mudah diukur di peta, tetapi dapat pula dinyatakan sebagai jarak tempuh baik yang dikaitkan dengan waktu perjalanan yang diperlukan maupun satuan biaya angkutan. Suhardjo (1988) menjelaskan Ada tiga demensi dalam ukuran jarak, yaitu (1) jarak fisik/ geometrik yang diukur dengan satuan panjang seperti kilometer, mil, yard dan lain-lain; 2) jarak waktu dengan satuan ukuran jam, menit, hari, dan sebagainya; (3) 13
jarak ekonomi yaitu dihitung dengan ongkos/biaya dalam rupiah yang diperlukan untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain. 3. Konsep Keterjangkauan Keterjangkauan memiliki arti penting peranannya dalam perkembangan suatu wilayah. Keterjangkauan tidak selalu identik dengan jarak. Konsep keterjangkauan (accessibility) tidak selalu berkait dengan jarak, tetapi lebih berkaitan dengan kondisi medan atau ada tidaknya sarana angkutan atau komunikasi yang dapat dipakai. Suatu wilayah yang jaraknya dekat dengan wilayah yang lain, namun jika di terdapat rintangan alam, seperti relief yang kasar atau rawa-rawa menyebabkan wilayah tersebut sulit dijangkau. Keterjangkauan tidak saja ditentukan oleh kondisi alam, namun juga
oleh
perkembangan
teknologi.
Kemajuan
dibidang
transportasi
dapat
meningkatkan keterjangkauan suatu wilayah. Sebelum ada pesawat terbang, Wamena di Papua merupakan wilayah yang tingkat keterjangkauannya sangat rendah. Dengan adanya pesawat terbang, wilayah tersebut aksesibilasnya meningkat. Bintarto (1979) menyatakan bahwa aksesibilitas menunjuk adanya kemudahan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak. Hagerstrand dalam Moseley (1974) membedakan adanya dua jenis aksesibilitas, yaitu aksesibilitas sosial yang meliputi persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk mendapatkan pelayanan yang diinginkan dan aksesibilitas fisikal, yaitu jarak fisik yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai pelayanan. 4. Konsep Pola Pola menggambarkan bentuk persebaran fenomena yang ada pada ruang di permukaan bumi, baik yang bersifat alamiah maupun hasil karya manusia. Fenomene yang berkaitan dengan fisik permukaan bumi antara lain berupa pola aliran sungai, persebaran gunung api, curah hujan, sedangkan yang terkait dengan hasilkarya manusia antara lain pola persebaran penduduk, penggunaan lahan, kawasan industri.
14
5. Konsep Morfologi Morfologi atau bentuk muka bumi memiliki peranan penting dalam mewarnai fenomena geografi di suatu tempat. Morfologi di suatu wilayah, antara lain akan berpengaruh terhadap pola persebaran penduduk, aktivitas penduduk penduduk dalam pengelolaan lahan, dan lain-lain. Penduduk yang tinggal di dataran rendah di Indonesia, sebagian besar memanfaatkan lahan untuk persawahan. Hal ini sesuai dengan karakteristik wilayahnya, yaitu kesesuaian iklim dan kemudahan untuk melakukan irigasi. Sementara penduduk yang tinggal di daerah pegunungan akan mengelola lahannya sebagai tanah tegalan yang menghasilkan palawija, sayuran, maupun tanaman perkebunan. 6. Konsep Aglomerasi Aglomerasi merupakan kecenderungan pengelompokan suatu fenomena tertentu pada suatu wilayah. Hal ini didorong oleh adanya faktor-faktor yang menguntungkan dari adanya pengelompokan tersebut. Pengelompokan industri di suatu kawasan akan lebih menguntungkan daripada tersebar di berbagai tempat. Adanya aglomerasi industri dalam sebuah kawasan industri antara lain akan memudahkan penyediaan infrastruktu dan pengelolaan limbah yang dihasilkan Pengelompokan seringkali juga terjadi pada pemukiman penduduk. Dewasa ini bermunculan perumahan di berbagai wilayah di daerah perkotaan. Perumahanperumahan tersebut pada umumnya dihuni oleh masyarakat dengan strata sosial ekonomi yang setara. Di daerah pengelompokan penduduk terutama terjadi di daerahdaerah yang lahannya subur, sedangkan di daerah karst pengelompojan penduduk terjadi di sekitar mata air. 7. Konsep Nilai Kegunaan Nilai kegunaan berkaitan dengan manfaat fenomena atau sumber daya alam tertentu. Jenis sumber daya alam yang sama tidak selalu memberikan manfaat yang sama bagi penduduknya. Aliran sungai yang deras di suatu wilayah baru dapat dimanfaatkan untuk irigasi atau perikanan, sementara di wilayah lain yang lebih maju, 15
aliran tersebut disamping untuk keperluan yang sama dapat pula digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air. Nilai guna suatu sumberdaya alam kadang-kadang dipengaruhi aksesbilitas suatu wilayah. Batuan gamping di Gresik dengan tingkat aksesbilitasnya yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen yang pabriknya ada di kota tersebut. Sementara itu, batuan yang sama di Pacitan dengan aksesbilitas yang relatif rendah penggunaannya masih sangat terbatas, yaitu sebagai kapur tohor. 8. Konsep Interaksi/Interdependensi Tidak ada satu wilayah di permukaan bumi ini yang bisa memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Itulah sebabnya maka diperlukan interaksi bahkan interdependensi. Antara desa dan kota selalu terjadi interaksi. Desa menghasilkan bahan pangan, kota menghasilkan produk industri. Keduanya saling membutuhkan bahkan ada saling ketergantungan. Penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan yang tinggal di daerah pantai menggantungkan bahan makanan pokok seperti beras atau jagung, maupun sayuran yang dihasilkan oleh petani di daerah pedalaman. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan ikan, petani memperolehnya dari ikan yang ditangkap oleh nelayan yang tinggal di daerah pantai. 9. Konsep Diferensisi Areal Setiap wilayah memiki kharakteristik yang mebedakannya dengan wilayah yang lain. Karakteristik ini bisa berupa fisik, sosial budaya, maupun karakteristik sebagai hasil interaksi antara unsur alam dan manusia dalam suatu wilayah. Secara fisik, terdapat perbedaan-perbedaan seperti jenis iklim, jenis tanah, jenis batuan, keadaan hidrologi, potensi bahan tambang, atau sumberdaaya alam yang lain. Adanya perbedaan sumberdaya alam yang dimiliki akan menimbulkan perbedaan aktivitas penduduk dan jenis kebutuhan hidup yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Inilah maka, adanya diferensisi areal akan mendorong terjadinya interaksi antar wilayah.
16
10. Konsep Keterkaitan Keruangan Dalam suatu ruang tertentu terdapat keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain. Keterkaitan tersebut bisa berupa fenomene yang bersifat alami atau sosial budaya. Keterkaitan antara fenomena alami, misalnya anatara ketinggian suatu tempat, suhu, dan jenis tumbuhan yang ada di suatu wilayah tertentu.
E. Tema-tema Kajian Geografi Menurut Yunus (2007) ada delapan tema utama dalam kajian geografi, yaitu sebagai berikut. 1. Tema verifikasi Tema ini bertitik tolak dari dari keinginan untuk mengadakan verifikasi terhadap suatu teori yang sudah diuji di tempat tertentu apakah juga berlaku di tempat lain. 2. Tema inquiri Tema ini bertitik tolak dari adanya keingin tahuan terhadap gejala yang dianggap istimewa atau mencolok. 3. Tema eksplorasi Tema ini bertujuan untuk mencari kemunkinan-kemungkinan ditemukannya sesuatu yang diinginkan dan biasanya mempunyai nilai pembangnan atau nilai ilmu pengetahuan yang besar. 4. Tema evaluasi Tema ini bertitik tolak dari keinginan untuk mengetahui efektivitas dari suatu kebijakan tertentu, misalnya kebijakan pembangunan. 5. Tema Kesenjangan antara harapan dan kenyataan Tema ini bertitik tolak dari suatu realitas bahwa kenyataan di masyarakat sering terjadi bahwa kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. 6. Tema solusi Tema ini didasarkan pada suatu upaya untuk mencari pemecahan atas suatu fenomena yang dianggap mengancam kesejahteraan manusia dalam lingkup yang lebih luas maupun jiwa manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang. 17
7. Tema inovasi Tema ini didasarkan pada usaha untuk mencari bentuk baru dari pemanfaatan teknologi. 8. Tema rehabilitasi Tema ini didasarkan pada upaya untuk memperbaiki kinerja suatu hal agar memiliki kinerja yang lebih efektif dan efisien.
F. Prinsip Geografi Prinsip merupakan dasar sebagai landasan untuk menjelaskan suatu fenomena, berfungsi sebagai pedoman untuk memahami fenomena tersebut. Terdapat 4 prinsip dalam geografi, yaitu prinsip penyebaran, prinsip interelasi, prinsip deskripsi dan prinsip korologi. 1. Prinsip Penyebaran Fenomena yang terdapat pada geosfer, baik terkait dengan unsur fisik maupun manusia tersebar di permukaan bumi. Penyebaran fenomena tersebut tidak merata, masing-masih wilayah memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Sumberdaya alam, seperti kekayaan bahan tambang, kesuburan tanah, flora, fauna, dan fenomena-fenomena yang lain tersebar secara tidak merata di permukaan bumi. 2. Prinsip Interelasi Fenomena yang terjadi di permukaan bumi, baik terkait dengan unsur fisik maupun manusia terdapat keterkaitan antara satu dengan yang lain. Tidak ada suatu fenomena di permukaan bumi yang berdiri sendiri. Keterkaitan bisa antara unsur fisik satu dengan unsur fisik yang lain, unsur fisik dengan manusia atau antara manusia dengan manusia. Keterkaitan antara unsur fisik dengan fisik yang lain, misalnya terjadinya tanah longsor di suatu wilayah yang disebabkan oleh tingkat kemiringan lereng yang curam, terdapat lapisan tanah yang berada diatas batuan yang licin sebagai bidang luncur, dan terjadinya curah hujan yang deras dengan durasi waktu yang lama. Sementara itu terjadinya banjir di suatu wilayah dapat terjadi bukan hanya karena curah hujan yang tinggi, tetapi juga bisa disebabkan oleh ulah manusia yang menggunduli hutan di wilayah hulu. 18
3. Prinsip Deskripsi Fenomena geosfer yang tersebar di permukaan bumi dan adanya interelasi diantara fenomena-fenomena yang ada, geografi bertugas untuk mendeskripsikan halhal tersebut. Suatu fenomena dideskripsikan secara jelas melalui tulisan, tabel, gambar, peta, grafik, dan lain-lain dengan penjelasan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 4. Prinsip Korologi Prinsip Korologi merupakan gabungan atau perpaduan dari ketiga prinsip diatas. Dalam prinsip ini gejala dan permasalahan geografi dianalisis persebarannya, interaksi dan interelasinya dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Prinsip korologi, merupakan prinsip geografi yang komprehensip, karena memadukan prinsip-prinsip lainnya. Prinsip ini merupakan ciri dari geografi modern. Prinsip korologi merupakan gabungan atau keterpaduan antara prinsip penyebaran, interelasi dan deskripsi. Fenomena geosfer dikaji penyebarannya, interelasinya, dan interaksinya dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Prinsip korologi merupakan prinsip yang komprehensif dalam menjelaskan fenomena geosfer di suatu wilayah. G. Penelitian Geografi Langkah-langkah dalam penelitian geografi sama dengan penelitian pada umumnya. Perbedaan antara penelitian geografi dengan penelitian ilmu yang lain adalah terletak pada objek formalnya. Seperti telah disampaikan di atas, Geografi memiliki objek formal atau pendekatan yang secara spesifik membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan tersebut adalah pendekatan keruangan (spatial approach). Selain itu, dalam geografi juga dikenali adanya pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Tema-tema penelitian yang relevan dikembangkan dalam geografi dapat dilihat kembali pada penjelasan yang telah diuraikan di bagian atas pada bab ini. Proses penelitian merupakan suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis, satu sama lain harus saling mendukung, dan secara keseluruhan 19
merupakan satu keterkaitan. Adapun langkah-langkah penelitian tersebut pada umumnya adalah sebagai berikut (Suryabrata, 1989). 1. Identikasi, pemilihan, dan perumusan masalah. 2. Penelaahan kepustakaan (teori, konsep, dan hasil penelitian). 3. Penyusunan hipotesis. 4. Identifikasi, klasifikasi, dan pemberian definisi operasional variabel-variabel. 5. Pemilihan, pengembangan alat pengambil data atau instrumen. 6. Penyusunan rancangan penelitian. 7. Penentuan sampel. 8. Pengumpulan data. 9. Pengolahan dan analisis data. 10. Interpretasi hasil analisis. 11. Penyusunan laporan. H. Identifikasi, Pemilihan, dan Perumusan Masalah 1. Masalah Penelitian diawali keinginan untuk memecahkan suatu masalah. Itulah sebabnya maka dalam usulan penelitian atau dalam laporan hasil penelitian selalu didahului oleh pernyataan mengenai latar belakang masalah. Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan. 2. Perumusan Masalah Menurut Sumadi (1989), tidak ada aturan umum mengenai cara merumuskan masalah itu, namun dapat disarankan hal-hal berikut: 1. Masalah hendaklah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. 2. Rumusan ini hendaklah padat dan jelas. 3. Menautkan hubungan antara dua atau lebih variabel. 4. Rumusan itu hendaklah memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu.
20
3. Penelaahan Kepustakaan 1. Menemukan konsep-konsep yang relevan dengan pokok maslaah yang dibahas dalam penelitian. 2. Menggali teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian dan melakukan komparasi-komparasi. 3. Menelaah hasil-hasil penelitian yang lampau yang sangat erat kaitannya dengan pokok-pokok masalah yang akan dibahas. 4. Menyusun suatu kerangkan yang akan digunakan sebagai tumpuan semua kegiatan berikutnya. 5. Menyusun dugaan-dugaan (hipotesis) yang dapat memberikan arah yang jelas bagi pengumpulan data dan analisisnya (Sutrisno Hadi, 1991). Dari kajian pustaka dapat dihasilkan suatu kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan, baik untuk penyusunan hipotesis penelitian, cara-cara penelitian, maupun kegiatan-kegiatan penelitian lainnya. 4. Penyusunan Hipotesis Hipotesis dapat juga dipandang sebagai suatu kesimpulan yang sifatnya sementara. Sebagai kesimpulan, meskipun sifatnya masih sementara, tentu hipotesis tidak dibuat dengan sembarangan, tetapi atas dasar pengetahuan tertentu yang sebagian dapat diambil dari hasil-hasil penelitian terdahulu, dan teori-teori yang relevan. Menurut Mantra (2000), suatu hipotesis penelitian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat tertentu, diantaranya yang sangat penting adalah sebagai berikut. 1. Hipotesis adalah hasil konstruksi dari gagasan-gagasan yang dapat diterangkan berdasarkan teori-teori atau hasil-hasil pengamatan tertentu. Hipotesis yang diciptakan dari gagasan-gagasan liar akan dianggap tidak sah. 2. Hipotesis harus dirumuskan dalam bentuk pernyataan, dan sama sekali tidak boleh merupakan kalimat pernyataan. I. Identifikasi, Klasifikasi, dan Pemberian Definisi Operasional Variabel-Variabel 1. Definisi Variabel 21
Variabel (ubahan) adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai. Misalnya, jenis kelamin adalah variabel karena terdiri dari dua atribut yaitu laki-laki dan perempuan. Jadi, variabel tidak lain adalah pengelompokan yang logis dari dua atau lebih atribut (Hagul et al, 1989). 2. Sekala Variabel a. Variabel nominal ialah variabel yang ditetapakn berdasarkan atas proses penggolongan. Misalnya untuk variabel jenis kelamin. b. Variabel ordinal ialah variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut. Mislanya mengukur kelas ekonomi, diberi kode 1 untuk kelas ekonomi bawah, kode 2 untuk kelas ekonomi menengah, dan kode 3 untuk kelas ekonomi atas. c. Variabel interval (misalnya umur, pendapatan, indeks prestasi, dan lain-lain) adalah variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang sama. Sebagai contoh kita mengukur indeks prestasi (IP) lima orang mahasiswa dan mendapatkan bahwa mahasiswa A mempunyai IP=4; B=3,5; C=3; D=2,5; E=2. d. Variabel rasio adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol mutlak. Karena ada titik nol, perbandingan rasio dapat ditentukan. Sebagai contoh, Balita A beratnya 3 kilogram, Balita B beratnya 6 kilogram, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Balita B 2 kali lebih berat daripada Balita A. 3. Pemilihan dan Pengembangan Alat Pengambil Data Dalam penelitian sosial, data dapat dikumpulkan melalui bermacam-macam cara dan alat seperti: wawancara (interview), pengamatan (observasi), kuisioner, dan skala penilaian (rating scale) (Sutrisno Hadi, 1991). 4. Penentuan Sampel (Cuplikan) Menurut Mantra (2000), ada tiga hal yang sangat menentukan tingkat representativitas sampel, yaitu (1) kecermatan kerangka sampel; (2) besarnya sampel; dan (3) teknik pengambilan sampel. 5. Pengumpulan Data 22
Seperti telah disebut di atas, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurannya. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah kualitas pengambil data. Data yang diambil dari sumber pertama disebut data primer. Disamping data primer tersebut, ada pula data sekunder yang terdapat pada instansiinstansi tertentu yang sudah berbentuk tabel-tabel ataupun dokumen-dokumen yang lain. 6. Analisis Data (Pengolahan Data) Setelah data dikumpulkan, selanjutnya data itu diolah atau dianalisis setelah itu baru menjadi informasi. Sebelum diolah, data yang terkumpul perlu diseleksi terlebih dahulu atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya digugurkan atau dilengkapi dengan substitusi. Data yang telah lulus dalam seleksi lalu diolah atau dianalisis merupakan suatu informasi yang siap untuk dievaluasi dan diinterpretasi. Setelah diolah data dapat berupa: a. Tabel frekuensi tunggal b. Rata-rata, median, modus, korelasi, regresi, dll c. Grafik d. Peta 7. Penyusunan Laporan Penulisan laporan merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang merupakan laporan hasil penelitian secara lengkap. Kerangka isi laporan penelitian pada umumnya berisi hal-hal sebagai berikut. 1) Judul 2) Nama Peneliti 3) Kata Pengantar 4) Abstrak 5) Daftar Isi 6) Daftar Tabel 7) Daftar Gambar 23
8) Daftar Lampiran 9) Bab I Pendahuluan 10) Bab II Telaah Pustaka dan Kerangka Teoritis 11) Bab III Metode Penelitian 12) Bab IV Hasil penelitian dan Pembahasan 13) Simpulan dan saran 14) Daftar Pustaka 15) Lampiran-lampiran
24