Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus
ABSTRAK Latar belakang: Pencabutan atau pembedahan gigi mencapai 48,5 % dari semua tindakan perawatan gigi di Indonesia, dimana tindakan ini memiliki berbagai risiko pasca pencabutan seperti rasa nyeri, pembengkakan, trismus dan disfungsi rongga mulut secara general selama masa penyembuhan. Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) anggota dari protein innate immunity yang dapat menghambat aktivasi makrofag. Sehingga diharapkan pemberian SLPI menurunkan respon inflamasi yang berlebih pada penyembuhan pasca pencabutan gigi. Tujuan: Untuk membuktikan pemberian SLPI dapat menurunkan ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1β pada sel makrofag jaringan luka pasca pencabutan gigi tikus. Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental in vivo. Terdapat 4 kelompok penelitian yaitu kelompok kontrol setelah dilakukan pencabutan gigi tikus tanpa pemberian SLPI langsung dilakukan penjahitan, kelompok 2 sampai 4 kelompok perlakuan dilakukan pemberian SLPI dengan tiga dosis yang berbeda yaitu dosis 1 (0,1 µM), dosis 2 (0,5 µM), dan dosis 3 (2,5 µM) kemudian dijahit. Kemudian diobservasi dan dibandingkan efek SLPI terhadap jumlah persentase ekspresi NF-kβ dan IL-1 pada sel makrofag soket gigi tikus secara imunohistokimia. Hasil: Hasil penghitungan didapatkan penurunan ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1β yang signifikan (p<0,05) pada pemberian SLPI. Kesimpulan: Pemberian SLPI dapat menurunkan ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1β pada sel makrofag jaringan luka pasca pencabutan gigi tikus secara dose-dependent manner.
PENDAHULUAN Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket pada tulang alveolar, merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi. Menurut survey yang dilakukan RISKENDAS 2013, dilaporkan bahwa tindakan pencabutan atau pembedahan gigi mencapai 48,5 % dari semua tindakan perawatan gigi. Pencabutan gigi memiliki berbagai risiko pasca pencabutan. Pencabutan gigi biasanya diikuti oleh rasa nyeri, pembengkakan, trismus dan disfungsi rongga mulut secara general selama masa penyembuhan.
Pada luka pasca pencabutan terjadi pendarahan yang memicu terjadinya agregasi trombosit yang dapat menghasilkan kemokin untuk menarik neutrofil ke tempat jejas. Setelah 48 jam neutrofil akan mengalami apoptosis dan digantikan oleh makrofag. Makrofag akan semakin aktif diinduksi oleh LPS bakteri rongga mulut yang berada di sekitar luka, hal ini dapat menstimulasi aktivasi makrofag ke tempat jejas. Makrofag yang teraktivasi dapat mensekresikan sitokin proinflamatory, seperti Tumor Necrosis Factors α (TNF α), Interleukin-1 (IL1), Interleukin-6 (IL6), Interleukin-8 (IL8) dan Interleukin-12 (IL12)1. Pada prolonged inflammation dan delay wound healing, aktivasi makrofag akan mensekresikan sitokin TNF-α dan IL1 yang berlebih sehingga dapat mengganggu keseimbangan dan menyebabkan inflamasi yang berlebihan. Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) merupakan protein kationik 11,7 kDa dan anggota dari protein innate immunity. SLPI merupakan protein non glikosilat, asam-stabil, kaya sistein, 107-asam amino, dan rantai polipeptida tunggal3. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tikus yang defisiensi SLPI maupun delesi gen SLPI akan mengalami gangguan atau delay wound healing4,5. SLPI dapat menurunkan regulasi respon makrofag terhadap lipopolisakarida bakteri (LPS)3. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sano et al (2003)6 SLPI menghambat aktivasi NF-Kβ dan produksi TNF-α pada makrofag yang distimulasi oleh LPS secara in vitro. Beberapa penelitian lain juga telah membuktikan bahwa pemberian SLPI menghambat sekresi mediator inflamasi TNF-α pada injury cold spinal dan arthritis7,8. Penurunan ekspresi IL1 oleh makrofag pada luka diharapkan dapat membawa luka memasuki fase proliferasi penyembuhan dengan lebih cepat, dengan meningkatnya sintesis fibroblast, kolagen dan ECM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian SLPI terhadap terhadap sitokin proinflamasi pada proses penyembuhan pasca pencabutan gigi pada model in vivo tikus percobaan (Rattus novergicus) dengan melihat jumlah aktivasi NFKβ pada sel makrofag dan sel makrofag yang mengekspresikan IL1. METODE PENELITIAN Desain Penelitian. Pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah dengan rancangan eksperimental in vivo. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Post Test Only Control Group Design dimana subyek dibagi menjadi 4 kelompok (I sampai dengan IV) secara random. Tiap kelompok terdiri dari 5
tikus, dan semua tikus akan dicabut gigi Insisivus kiri rahang bawah. Kelompok I adalah tikus tanpa pemberian SLPI (kelompok kontrol) kemudian soket dijahit dan kelompok II sampai dengan IV merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian SLPI dengan tiga dosis yang berbeda yaitu dosis 1 (0,1 µM), dosis 2 (0,5 µM), dan dosis 3 (2,5 µM) kemudian dijahit. Kemudian diobservasi dan dibandingkan efek SLPI terhadap jumlah presentase translokasi NF-Kβ dan ekspresi IL-1 pada sel makrofag soket gigi tikus Pencabutan Gigi Tikus. Tikus dianestesi dengan Ketalar dengan dosis 60 mg/kg BB dicampur dengan Diazepam 10 mg/kgBB menggunakan syringe berukuran 1 ml secara intraperitoneal. Setelah teranestesi dengan sempurna, dilakukan asepsis pada daerah pencabutan. Pencabutan gigi insisif rahang bawah kiri tikus dilakukan dengan menggunakan klem yang dimodifikasi khusus untuk pencabutan gigi tikus dengan cara menggoyang gigi tersebut memakai lecron yang dimodifikasi sebagai bein. Setelah goyang gigi dijepit dengan klem dan diekstraksi. Pemberian SLPI. Pemberian SLPI diberikan setelah pencabutan gigi. Pada kelompok dosis 1, 2, dan 3 pada masing-masing kelompok, soket pasca pencabutan diberi SLPI sebesar 0.1 µM, 0.5 µM dan 2.5 µM dengan cara terlebih dahulu SLPI dicampur dengan darah yang diambil dari soket dengan siring dan dimasukkan kembali dalam soket dengan memakai pipet khusus setelah soket dibersihkan dengan kassa. Kemudian luka dijahit dengan silk, jarum half moon (Mani 1,8) dan needle holder khusus untuk eksperimen ini. Pada kelompok Kontrol sebanyak 5 sampel, setelah pencabutan langsung dilakukan penjahitan. Pengambilan Sampel. Pada hari ke-5 tikus dikorbankan, rahang bawah tikus kemudian di masukkan ke dalam tabung berisi larutan formalin 10 % untuk fiksasi jaringan, kemudian direndam dalam larutan EDTA 14 % selama 30 hari dan diberi label. Pewarnaan IHC. Setelah melalui proses pembuatan sediaan HPA, slide dilakukan pewarnaan IHC dengan kit IHC dan antibody NF-kβ (anti-NF-kB/p65 Ab-1 LOT:1638P8031, Neomarker).) dan IL-1β (anti- IL-1β 7884, Santa Cruz). Hasil pengecatan dibaca dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x. Ekspresi seluler subunit p65 NF-κB dinyatakan dengan penghitungan jumlah sel makrofag yang tercat kromagen DAB (coklat) pada sitoplasma dan inti dalam bentuk persentase dari rerata sepuluh lapang pandang (Gambar 3). Ekspresi seluler IL-1β dinyatakan dengan
jumlah sel makrofag yang tercat kromagen DAB (coklat) pada sitoplasma dan sekitar sel dalam bentuk persentase dari rerata sepuluh lapang pandang (Gambar 4).
HASIL PENELITIAN Efek SLPI pada Ekspresi Seluler NF-kβ Hasil penghitungan persentase sel makrofag yang mengkspresikan NF-kβ terbanyak terdapat pada perlakuan kontrol yaitu dengan rata-rata persentase sel makrofag yang terekspresi sebanyak 38,86 % makrofag sedangkan persentase sel makrofag terekspresi paling sedikit adalah pada perlakuan D3 sebesar 18,77 % (Grafik 1) yang memiliki beda yang signifikan (p=0.00). Uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat secara signifikan antara konsentrasi SLPI dengan persentase sel makrofag yang mengekspresikan NF-Kβ yang menunjukkan pemberian SLPI berbanding terbalik dengan ekspresi seluler NF-Kβ (p=-0.940). Efek SLPI pada Ekspresi Seluler IL-1β Hasil
penghitungan
diketahui
bahwa
persentase
sel
makrofag
yang
mengkspresikan IL-1β terbanyak terdapat pada perlakuan kontrol yaitu dengan rata-rata persentase sel makrofag yang terekspresi sebanyak 51,10 % makrofag sedangkan persentase sel makrofag terekspresi paling sedikit adalah pada perlakuan D3 sebesar 23,52 % (Grafik 2) yang memiliki perbedaan signifikan (p=0.00). Uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat secara signifikan antara konsentrasi SLPI dengan persentase sel makrofag yang mengekspresikan IL-1β yang menunjukkan pemberian SLPI berbanding terbalik dengan ekspresi seluler IL-1β (p=-0.906). Korelasi antara ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1β Uji korelasi Pearson pada hubungan antara ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1β, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang kuat secara signifikan antara ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1β (p=0.954) dengan arah yang positif menunjukkan ekspresi NFkβ berbanding lurus dengan ekspresi IL-1β.
PEMBAHASAN Sel makrofag merupakan sel yang paling berperan dalam proses penyembuhan luka. Pada tahap awal makrofag menghasilkan sitokin proinflamasi yang menghasilkan respon inflamasi dengan merekrut dan mengaktifkan leukosit. . Hasil akhir dari sinyal
yang dihasilkan oleh LPS di makrofag adalah aktivasi faktor transkripsi. Aktivasi NF-kβ telah dikaitkan dengan produksi TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, COX2, intraseluler molekul adhesi (ICAM) -1 dan kolagenase9. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi seluler NF-kβ dan IL-1 tertinggi terdapat pada kelompok kontrol dimana dalam kelompok ini setelah dilakukan pencabutan gigi tikus hanya dijahit dan tidak dilakukan pemberian SLPI. Trauma fisik dan jejas jaringan setelah pencabutan dapat mengaktifkan signaling faktor transkripsi NF-kβ. Selain itu, Lipopolisakarida (LPS) bakteri, yaitu endotoksin yang dihasilkan bakteri gram negatif yang berada disekitar luka dapat dikenali oleh TLR4 akan memicu pelepasan agen proinflamatori oleh makrofag dan mengaktifkan signaling faktor transkripsi NF-kβ. Peningkatan aktivasi NF-Kβ melalui jalur canonical yang disebabkan oleh pencabutan gigi tikus dapat menginduksi sekresi sitokin proinflamatori salah satu yang utama adalah IL-1β. Pada prolonged inflammation dan delay wound healing, aktivasi makrofag akan mensekresikan sitokin IL-1β yang berlebih sehingga dapat menganggu keseimbangan dan menyebabkan inflamasi yang berlebihan. Sejumlah kecil IL-1 diperlukan untuk pertahanan tubuh dan penyembuhan luka, sedangkan kelebihan IL-1 dapat menghambat fase awal penyembuhan luka11. Hasil penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan bahwa terdapat penurunan ekspresi seluler NF-kB dan IL-1β yang signifikan dengan pemberian SLPI, dimana besarnya ekspresi seluler NF-kB dan IL-1β berbanding terbalik dengan besarnya dosis SLPI yang diberikan. Penurunan ekspresi seluler NF-kB dan IL-1β yang paling signifikan terjadi pada pemberian SLPI sebesar 2,5 µM. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murata (2003)13 melalui pemberian SLPI secara topikal pada alergi conjungtivitis, terbukti dapat menghambat perkembangan alergi conjungtivitis. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan SLPI dapat menurunkan regulasi respon makrofag terhadap lipopolisakarida bakteri (LPS). SLPI dapat berikatan dengan reseptor Annexin II yang terdapat di permukaan sel makrofag dan dapat menghambat aktivasi maupun downstream dari nuclear factor kappa B (NFKβ) dengan melindungi degradasi Inhibitor of Kappa β (I-kβ) dari degradasi oleh jalur ubiquitin-proteosom14-16. Selain itu SLPI dapat berkompetisi dengan NF-Kβ (p65) untuk
berikatan dengan binding site NF-Kβ di nukleus17. Dengan demikian, SLPI akan menghambat aktivasi makrofag, sehingga tidak dapat mensekresikan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL1 dan nitric oxide (NO). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sano et al (2003)6 SLPI menghambat aktivasi NF-Kβ dan produksi IL-1 pada makrofag yang distimulasi oleh LPS secara in vitro. Beberapa penelitian lain juga telah membuktikan bahwa pemberian SLPI menghambat sekresi mediator inflamasi TNF-α pada injury cold spinal dan arthritis7,8. Nuclear Factor-Kβ sendiri telah lama dianggap sebagai target kunci sebagai terobosan obat anti-inflamasi yang baru. Namun, data dari studi genetik di tikus menunjukkan bahwa sulitnya mentargetkan NF-Kβ dalam penyakit inflamasi. Jalur NFKβ memang mengatur produksi sitokin pro-inflamasi, perekrutan leukosit, atau kelangsungan hidup sel, yang berperan penting dalam respon inflamasi. Namun, fungsi apoptosis NF-Kβ juga bisa melindungi terhadap inflamasi, dalam kasus kelangsungan hidup sel epitel, barrier mukosa, dan menjaga respon inflamasi melalui aktivasi leukosit yang persisten.18 Sebaliknya, NF-Kβ bisa mempromosikan apoptosis leukosit dalam konteks tertentu yang berkontribusi pada resolusi inflamasi. Hal ini jelas bahwa NF-Kβ mengontrol inflamasi melalui berbagai mekanisme. Sehingga masih membutuhkan banyak penelitian dan evaluasi di masa depan dalam menjadikan jalur aktivasi NF-Kβ sebagai target terapi