Makalah Seminar Kerja Praktek
EFISIENSI TG-UNITS PADA PLTA LARONA, PLTA BALAMBANO, DAN PLTA KAREBBE SERTA OPTIMALISASI PENGATURAN BEBAN DAN PEMBANGKIT , Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang Email :
[email protected]
peleburan (furnace). Ada empat buah furnace yang masing-masing bisa beroperasi dengan daya hingga 90 MW. Walaupun rata-rata total penggunaan daya untuk furnace adalah sekitar 250 MW. Sedangkan rata-rata daya yang dikonsumsi oleh peralatanperalatan lain (auxiliary) di plant site yaitu sekitar 50 MW. Artinya untuk plant site saja dibutuhkan daya minimal 300 MW. Serta ditambah penggunaan listrik untuk area di luar plant site (mining area dan kota Sorowako), dan daya sebanyak 10 MW yang dijual ke PLN. Sehingga diperlukan total daya terpasang sekitar 400 MW agar semuanya dapat berjalan dengan baik. Untuk memenuhi semua itu PT. VALE harus dapat menyediakan sistem kelistrikan yang kompleks dibandingkan industri besar lainnya yang hanya mengandalkan suplai listrik dari PLN. Oleh karena itu, PT. VALE memiliki sistem kelistrikan yang lengkap mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, hingga pemakaiannya. Secara umum sistem kelistrikan pada PT. VALE INDONESIA, Tbk terbagi tiga, yaitu sistem pembangkitan, sistem transmisi dan sistem distribusi. Sistem pembangkitan terbagi tiga berdasarkan sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan turbin yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Sedangkan sistem distribusi yang digunakan pada PT. VALE INDONESIA, Tbk yaitu sitem distribusi 11 KV dan 33 KV dan sistem transmisi 150 KV.
Abstrak - Unit turbin generator (TG-Units) pada pembangkit listrik tenaga air merupakan mesin listrik yang mengkonversi energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik pada suatu sistem plta menjadi energi listrik yang kemudian dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik. Pada dasarnya, TG-Units memiliki nilai efisiensi yang tinggi pada tiap unitnya. Nilai efisiensi yang tinggi merupakan harapan dari suatu sistem operasional plta. Efisiensi yang dimaksud ialah memanfaatkan debit air yang mengalir pada runner turbin air untuk menghasilkan energi listrik sesuai dengan daya maksimum generator. Perubahan beban yang ekstrim pada sistem kelistrikan di PT. Vale Indonesia Tbk. memerlukan sistem pengaman yang handal untuk mengatur keseimbangan antara pembangkit dan beban. Optimalisasi pengaturan beban dan pembangkit dapat dilakukan dengan Load shedding. Kata kunci : Efisiensi, TG-Units, Load Shedding.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia, yang merupakan penghasil devisa besar bagi negara. Salah satu perusahaan besar di Indonesia yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi nikel adalah PT. VALE INDONESIA Tbk yang di dulunya di kenal dengan PT. INCO Tbk.. Salah satu prosedur yang sangat penting dalam proses produksi nikel ini adalah penyediaan tenaga listrik termasuk dengan sistem transmisi dan distribusinya agar tenaga listrik dapat tersalurkan sampai ke beban di pabrik. Energi listrik dalam jumlah yang sangat besar dibutuhkan oleh PT. VALE agar proses produksi pengolahan nikel dapat berlangsung. Semua peralatan yang ada dalam proses pengolahan bijih nickel tersebut beroperasi dengan pemakaian daya listrik yang sangat besar, dimana yang membutuhkan daya paling besar adalah tungku
Gambar 1.1 Tiga PLTA di sungai Larona
1
1.2 Tujuan Pembuatan laporan kerja praktek ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi pengoperasian pada plta bersusun dan pengaturan beban generator.
2.2 Generator Generator adalah suatu sistem yang menghasilkan energi listrik dengan masukan tenaga mekanik. Generator berfungsi untuk mengubah energi mekanis (putaran shaft turbin yang di teruskan ke rotor generator) menjadi energi listrik pada stator generator setelah rotor mendapat energi DC dari excitation system.
1.3 Batasan masalah Pada laporan kerja praktek ini, dibatasi pada pembahasan keandalan dan efisiensi TG-units PLTA Larona, PLTA Balambano, dan PLTA Karebbe serta sistem pengaturan beban generator.
Tabel 2.2 Perbandingan data Generator PLTA LARONA
II. DASAR TEORI 2.1 Turbin Air
N o
Turbin adalah suatu alat penggerak di mana energi fluida kerja diperlukan langsung untuk memutar roda turbin (runner) dan menjadi tenaga mekanis, yang selanjutnya dapat diubah menjadi tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan industri maupun rumah tangga. Bagian turbin yang berputar disebut rotor dan bagian turbin yang diam disebut stator. Untuk pemanfaatan energi air diperlukan suatu bangunan yang khusus. Perbedaan antara permukaan air diperoleh dengan membangun suatu dam dimana ketinggian air akan bergantung pada kondisi dan tempat. Pada sungai-sungai dataran rendah, rumah turbin ditempatkan dekat dam, sedangkan pada sungai-sungai dataran tinggi, maka damnya memilki jarak tertentu dari rumah turbin (power house). Air tiba ke turbin melalui saluran yang dinamakan pipa penstock. Konversi energi yang terjadi pada turbin adalah air mengalir dari tempat yang lebih tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah. Dalam hal ini air ini memiliki energi potensial, selanjutnya didalam pipa energi potensial berubah menjadi energi kinetik. Didalam turbin energi kinetik air diubah menjadi energi mekanik dimana air memutar roda turbin. Kemudian melalui shaft yang dikopel dengan generator energi mekanik tadi diubah menjadi energi listrik.
1
Type
2
Manufacturer
3
Rated output
4
Rated voltage
5
Power Factor
6
Frequency
Pembanding
7
Rated Speed
8
Poles
PLTA BALAMBAN O
PLTA KAREBBE
Umbrella Ver. Sync.
Umbrell a Ver. Sync.
General Electric
Andritz
70 MW
68.5 MW
65 MW
11 KV
11 KV
11 KV
0.85
0.85
50 Hz
50 Hz
50 Hz
272.7 rpm
214.28 rpm
200 Rpm
22
28
30
LGS1 & LGS2
LGS 3
Umbrella Andrit z
0.85
GE
0.8
2.3 Beban Pembangkitan Pada Departemen Utilities PT VALE INDONESIA Tbk. Departemen Utilities mempunyai tugas utama yaitu menyediakan atau menyuplai kebutuhan energi listrik untuk operasi di Process Plant. Energi listrik yang dihasilkan juga digunakan untuk keperluan listrik pada fasilitas perusahaan seperti perumahan karyawan serta digunakan untuk pasokan listrik kebutuhan masyarakat sekitar area penambangan. Selain itu ketersediaan steam (uap panas), air dan udara bertekanan merupakan tanggung jawab dari departemen ini.
Tabel 2.1 Perbandingan data Turbin PLTA
PLTA
BALAMBANO
KAREBBE
Vertical Francis
Min. Net Head
Sulzer 150.3 m (67 MW) 148 m (65,4 MW) 146.7 m (65,4 MW)
Vertical Francis General Electric 86.5 m (68.5 MW) 84.5 m (67.7 MW) 83.5 m (67.7 MW)
6
Speed
272.7 Rpm
214.3 Rpm
7
Run Way Speed
504 Rpm
386 Rpm
386 Rpm
8
Rate Flow
51 Cumens
92 Cumecs
98.41 cumens
Pembanding
PLTA
1
Type
Vertical Francis
2
Manufacturer
3 4
Max. Head rate Rating Net Head
5
No
LARONA
Andritz 76 m (65 MW) 70.8 m (45 MW) 200rpm
Gambar 2.1 Sistem Kelistrikan Di Plant Site 2
2.4 Keandalan Turbin-Generator (TG-Units) 3.1 Flowchart Secara umum proses analisa optimasi pembangkit pada saat beroperasi ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini. Dimulai dari mengumpulkan data real time kemudian menghitung nilai efisiensi dan keandalannya. Setelah diperoleh data nilai efisiensi selanjutnya dilakukan analisa apakah operasi pembangkit sudah efisien dan optimal.
Pengertian keandalan TG-Units adalah besarnya MW yang dihasilkan setiap meter kubik air yang mengalir menuju runner setiap detik. Sehingga satuan dari keandalan TG-units ialah MW/M3/detik. Nilai keandalan untuk masingmasing turbin pada tiap plta memiliki nilai yang berbeda. PLTA Larona (1.22 MW/M3/detik), PLTA Balambano (0.92 MW/M3/detik), dan PLTA Karebbe (0.76 MW/M3/detik), Besarnya nilai efisiensi TG-Units dapat diperoleh melalui persamaan matematis berikut (i) Menghitung Ketinggian H = Rwl- Twl (1) Dengan, H = ketinggian air (meter) Rwl = reservoir water level Twl = Tailrace water level (ii) Daya Teoritis Turbin Pteo Dengan, Pteo Q
=QxHx (2) = daya teoritis (MW) = Debit air (m3/s) = berat jenis air = 9.8 KN / m³
(iii) Daya Output berdasarkan debit air yang digunakan Pq= K x Q (3) Dengan, Pq = Daya output berdasarkan debit air (MW) K = nilai ketetapan (MW/M3/detik) Q = Debit air (m3/s) (iv) Keandalan TG-units berdasarkan debit air yang digunakan. (MW/M3/detik) Keandalan
=
Pout Pq
(v) Effisiensi teoritis generator ηteo = Pteo
(4)
Gambar 3.1 Diagram Alir 3.2 Analisis Data Pengambilan data pada berbagai ketinggian reservoir dalam waktu yang berbeda, untuk
(5)
P max
mengetahui pengaruhnya pada kinerja turbin air. Dalam hal ini efisiensi yang dihasilkan untuk menghasilkan daya output ke generator. Data yang diambil adalah pada PLTA Larona, PLTA Balambano, dan PLTA Karebbe dari tanggal 24 Maret sampai 30 Maret 2012. Namun, untuk lebih akurat maka data yang dianalisa dikumpulkan setiap sekitar dua menit, dari pukul 10.30 AM sampai 10.50 AM di control room PLTA Balambano. Dengan menggunakan persamaan matematis maka didapat hasil data perhitungan nilai efisiesi TG-Units
(vi) Efisiensi TG units (%) = Keandalan Q Efisiensit eoritis x100% 2
(6)
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN 3
pada masing-masing pembangkit yang ditunjukkan pada grafik sebagai berikut
Gambar 4.3 Grafik Hasil Perhitungan Data
Efisiensi TG-Units Pada PLTA Karebbe Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai efisiensi TG-Units pada PLTA Karebbe, khususnya unit #2 memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Pada waktu uji ke empat Unit#2 KGS2 berhenti beroperasi (shutdown) . Nilai efisiensi terendah KGS1 yaitu 81.5 % dan tertingi pada 84.2 %. Untuk nilai efisiensi tertinggi KGS2 yaitu 86.9 % dan KGS2 menunjukkan nilai terendah 82.8 %. Sangat jelas terlihat pada grafik di atas, nilai efisiensi pada KGS1 sangat stabil rata-rata pada 83.13 %, berbeda dengan unit KGS2 dengan nilai efisiensi yang terus meningkat namun berhenti beroperasi dikarenakan pergantian carbon brush. Dalam pengoperasiannya TG-Units memiliki beberapa indikator yang harus selalu diperhatikan yaitu Capability, beban, frekuensi, putaran, suhu, ketersediaan air, dan banyak faktor lainnya yang harus selalu berada dalam kondisi aman agar tidak mengaktifkan relay mencegah unit mengalami trip.
Gambar 4.1 Grafik Hasil Perhitungan Data Efisiensi TG-
Units Pada PLTA Larona Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai efisiensi TGUnits pada PLTA Larona berada pada penggunaan di atas 50% ke atas. Nilai efisiensi terendah LGS2 yaitu 72.2% dan LGS3 menunjukkan 64.3%. Untuk nilai efisiensi tertinggi LGS2 yaitu 89.6 % dan LGS3 menunjukkan nilai tertinggi 86.6 %.
3.3
Hubungan Pembangkit
Antara
Beban
Furnace
dan
Hal terpenting dalam suatu sistem pembangkit ialah adanya tersedianya daya listrik sesuai dengan permintaan beban. Dalam sistem kelistrikan yang terdapat pada PT. VALE INDONESIA Tbk. tidak tergantung pada waktu seperti layaknya pada Perusahan Listrik Negara (PLN) yang akan mengalami kenaikan beban secara signifikan antara pukul 17.00 – 22.00 dan pada kisaran jam tersebut PLN akan mengalami kondisi beban puncak. Berbeda dengan sistem kelistrikan di pabrik nikel milik PT. VALE INDONESIA Tbk., operasi pabrik dalam menghasilkan nikel matte tidak tergantung pada waktu dan sewaktu-waktu beban dapat dinaikkan atau diturunkan. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hubungan antara beban dan pembangkit yang dibedakan menjadi dua yaitu untuk beban furnace dan auxiliary.
Gambar 4.2 Grafik Hasil Perhitungan Data Efisiensi TG-Units Pada PLTA Balambano
Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai efisiensi TG-Units pada PLTA Balambano khususnya unit #1 berada pada operasi yang tidak seimbang antara debit air dan daya. Nilai efisiensi terendah BGS1 yaitu 24.6 % dan BGS2 terendah pada 65.7 % . Untuk nilai efisiensi tertinggi BGS1 yaitu 27.4 % pada pukul dan BGS2 menunjukkan nilai tertinggi 84.4 %. Sangat jelas terlihat pada grafik di atas, nilai efisiensi pada BGS1 sangat buruk yaitu ratarata pada 26.31 %.
4
Tabel 3.4 Hubungan antara Beban Furnace Dan Pembangkit PEMBANGKIT
BEBAN TOTAL
Waktu
HYDRO
FCE#1
THERMAL
KGS2
BGS2
LGS2
LGS3
MBDG#2
MBDG#4
10:31:38AM
17.44
33.61
40.95
10.54
5.89
10:33:14 AM
8.36
39.96
45.39
13.86
10:35:32 AM
11.49
57.16
51.32
10:36:54 AM
0.00
63.16
10:38:52 AM
0.00
10:42:24 AM
FCE#4 BEBAN
SP
Pa
SP
Pa
5.92
70.40
64.40
61.00
44.80
109.20
114.35
5.92
6.11
70.40
59.80
61.00
47.40
107.20
119.60
16.14
5.92
5.97
70.40
73.60
61.00
64.20
137.80
148.00
55.94
21.70
5.90
5.96
70.40
67.50
61.00
69.90
137.40
152.66
48.61
49.20
13.15
5.74
6.26
70.40
57.70
61.00
65.00
122.70
122.96
0.00
67.97
57.55
22.18
5.89
6.16
70.40
87.30
71.10
62.40
149.70
159.75
10:43:02 AM
0.00
52.24
53.83
15.51
5.82
6.12
70.40
68.00
75.10
61.50
129.50
133.52
10:45:44 AM
0.00
56.90
55.54
17.90
5.79
5.98
70.40
71.90
75.10
58.70
130.60
142.11
10:46:50 AM
0.00
61.45
54.88
17.02
5.85
6.10
70.40
74.60
75.10
58.20
132.80
145.30
10:49:00 AM
0.00
42.05
37.79
13.86
6.01
6.08
70.40
51.80
75.10
53.70
105.50
105.79
Sesuai dengan sistem interkoneksi yang terlihat pada gambar single line diagram 150 kv,menunjukkan bahwa pembangkit yang mensuplai beban pada furnace ialah KGS2, BGS2, LGS2, LGS3,MDBG#2, dan MDBG#4. Dikarenakan pasokan listrik dari hydro power tidak mencukupi kebutuhan beban furnace, maka sebagai cadangan untuk menambah pasokan daya maka dinyalakan dua buah unit Mirrless Blackstone Diesel Generator yaitu MDBG#2 dan MDBG#4 masing-masing 5.89 MW dan 5.92 MW. Data pada tabel 4.3 menunjukkan keseimbangan antara beban dan pembangkit dimana daya pembangkit selalu lebih tinggi dari kebutuhan beban. Pada sisi beban furnace memiliki setpoint yang berbeda-beda untuk tiap unit dan nilai setpoint selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan pabrik. Yang menjadi kendala utama bagi sisi pembangkit ialah adanya perubahan daya aktif dan daya reaktif yang sangat besar secara tiba-tiba dalam hitungan sepersekian detik. Dari pengamatan langsung pada man machine interface(MMI) menunjukkan dalam 1 detik saja dapat terjadi perubahan daya aktif sebesar 30 MW untuk satu unit. Dalam kondisi normal selama melaksanakan kerja praktek, FCE#1, FCE#3, dan FCE#4 beroperasi bersamaan dan apabila masing-masing mengalami kenaikan daya atau penurunan daya secara tiba-tiba dan setelah diakumulasikan dapat mencapai kenaikan atau penurunan rata-rata 70 MW dalam satu detik. Dengan kondisi operasional seperti inilah yang mengakibatkan unit pembangkit maupun unit beban dapat trip dimana hal ini sangat dihindari dalam sistem kelistrikan untuk menunjang aktifitas pabrik.
PEMBKIT
3.4 Hubungan Antara Beban Auxiliary dan Pembangkit Selain beban furnace, unit pembangkit pada PT. VALE INDONESIA Tbk. Memiliki beban auxiliary. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hubungan antara beban dan pembangkit sesuai dengan single line diagram dimana unit #1 Balambano (BGS1) dan unit #1 Karebbe (KGS1) terhubung ke bus A22 untuk beban auxiliary. Tabel 5.18 Hubungan antara beban auxiliary dan pembangkit MW Waktu
PEMBANGKIT
BEBAN
TOTAL
BGS1
KGS1
AUX.
PLN
BEBAN
Pbgkt
10:31:38AM
3.42
26.52
9.10
10
19.10
29.94
10:33:14 AM
3.61
26.11
9.50
10
19.50
29.72
10:35:32 AM
3.36
26.38
9.70
10
19.70
29.74
10:36:54 AM
3.38
26.33
9.20
10
19.20
29.71
10:38:52 AM
3.54
26.36
9.30
10
19.30
29.90
10:42:24 AM
3.60
26.59
9.10
10
19.10
30.19
10:43:02 AM
3.47
26.70
8.90
10
18.90
30.17
10:45:44 AM
3.37
26.83
9.30
10
19.30
30.20
10:46:50 AM
3.23
27.10
9.20
10
19.20
30.33
10:49:00 AM
3.52
26.58
9.40
10
19.40
30.10
Beban auxiliary cenderung stabil dan konstan sehingga tidak memerlukan perhatian lebih dalam sistem pengaturan dan proteksinya.
5
3.5 Sistem Poteksi Load Shedding Untuk lebih memahami cara kerja Load shedding pada sistem kelistrikan PT. VALE INDONESIA Tbk. Maka penulis mencoba mensimulasikan ketika terjadi gangguan pada sisi pembangkit dan beban.
IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Pengertian Efisiensi TG-Units adalah seberapa besar persentase suatu pembangkit yang dalam hal ini ialah turbin air dan generator pada PLTA dimanfaatkan untuk menghasilkan daya berbanding dengan kemampuan TG-Units tersebut untuk menghasilkan daya maksimum. 2. Dalam pengoperasiannya TG-Units memiliki beberapa indikator yang harus selalu diperhatikan yaitu Capability, beban, frekuensi, putaran, suhu, ketersediaan air, dan banyak faktor lainnya yang harus selalu berada dalam kondisi aman agar tidak mengaktifkan relay mencegah unit mengalami trip. 3. Dengan mengatur pada water balance ketersediaan daya mencapai sekitar 238 MW sedangkan pada kondisi water unbalance daya yang dapat dihasilkan dari hydro mencapai 286 MW. 4. Mekanisme water balance dilakukan pada saat ketersediaan air terbatas, dan mekanisma water unbalance dapat dilakukan pada saat air melimpah. 4.2 Saran 1. Sistem kontrol otomatis sangat diperlukan untuk mengatur optimalisasi pembangkit hydro-termal yang berada di PT. VALE INDONESIA.
Gambar 4.4 Tampilan Load shedding pada sisi pembangkit. Pada sisi pembangkit terdapat prioritas untuk men-tripkan furnace, yaitu prioritas I dan prioritas II. Ketika terjadi gangguan pada sisi generator yang berindikator status “QUALIFY” hijau maka yang menjadi prioritas pertama ialah prioritas I dan ketika tidak terjadi trip maka prioritas II akan trip, apabila sistem load shedding gagal maka akan dilakukan tindak pengamanan secara manual.
2. TG-Units pada PLTA harus dapat dioperasikan dengan maksimal dengan meningkatkan nilai efisiensinya. 3. Sangat penting untuk seorang operator selalu memperhatikan keseimbangan antara beban, pembangkit, level air dan grafik capability, agar unit beroperasi dengan aman dan optimal dengan keandalan yang tinggi.
Gambar 4.5 Tampilan Load shedding pada sisi beban Pada sisi beban juga berlaku sistem logic yang sama tetapi hal ini difungsikan secara manual. Ketika terjadi gangguan pada furnace, sistem load shedding tidak dapat memerintahkan unit pembangkit untuk ikut trip untuk menjaga agar sistem pada sisi pembangkit tetap stabil dan mencegah terjadinya blackout sistem. Urutan prioritas trip pada pembangkit dan beban berdasarkan pada nilai daya aktif pada masing-masing sisi. Urutan akan otomatis berubah dan mengikuti nilai beban dan nilai pembangkit yang paling mendekati.
DAFTAR PUSTAKA [1] _. DAFTAR PUSTAKA -Moedjiono, ” Catatan Kecil Hydro_1”. Hydro Power Plant, Utilities Department. PT VALE INDONESIA,Tbk -Moedjiono, ”Catatan Kecil Bagian 2”. Hydro Power Plant, Utilities Department. PT VALE INDONESIA,Tbk -HYDRO BALAMBANO OPERATION MANUAL (Bano Manual) -HYDRO LARONA OPERATION MANUAL (Larona Manual)
6
BIOGRAFI Deskiniel. Dilahirkan di Langkea Raya, 22 Desember 1989, menempuh pendidikan dasar di SDN Matompi, kemudian dilanjutkan di SMPS YPS Singkole. Lalu dilanjutkan di SMAN 17 Makassar. Dan saat ini sedang menempuh pendidikan Strata-1 di Universitas Diponegoro Konsentrasi Ketenagaan.
Semarang, Juni 2012 Mengetahui dan Mengesahkan, Dosen Pembimbing
Agung Warsito, Ir. DHET. NIP. 19590105 198703 1 002
7