Kamis, 25 Juni 2015 Edisi
2
Dari meja redaksi…. Halooo rekan remaja sekalian…
Peserta KIN dari berbagai tempat.
Orang Bodoh Mengatakan: “Tidak Ada Allah!” Roma 1:18-20 Seorang pemuda dapat surat dari dokter “engkau dapat penyakit TBC, tidak boleh sekolah, harus ke pegunungan yang oksigennya banyak. Periksa kembali di sini untuk lihat apakah ada kemajuan.” Dia sedih sekali karena tidak boleh sekolah, maka dia ke gunung. Dia sewa 1 mobil ke gunung. Sampai satu tempat dia lihat satu batu besar. Dia turun dan menikmati udara di sana. Dia jengkel sekali hatinya, jikalau ada Tuhan, kenapa saya kena TBC! Orang yang tidak percaya ada Tuhan, tetapi marah sama Tuhan. Lalu dia memahat di batu itu “Tidak ada Tuhan.” Dia pahat namanya supaya orang tahu dia penulisnya. Dia terus naik ke gunung. Dia tiap pagi menghirup udara segar. Dia rasa enak waktu hirup udara, rasa bau waktu keluarkan udara. Satu kali, dia
KIN Flash
A
tanya kenapa masuk udara enak dan keluarkan yang bau? Semua orang keluarkan yang bau. Tapi kenapa tetap ada udara yang tetap segar? Bukankah sejak nenek moyang sampai sekarang, yang bau terus dikeluarkan? Siapa yang mengatur, membersihkan? Yang kotor diapain, yang bersih dari mana? Maka dia ingat bahwa CO2 yang bau dan kotor diserap oleh pohon lalu pohon mengeluarkan oksigen yang bersih dan segar. Dengan sirkulasi ini akhirnya dunia tetap segar, oksigen tetap banyak. Semua sehat. Yang atur ini siapa? Kalau ada yang atur, siapa dia? Mungkin itu yang disebut orang Kristen Allah. Allah di mana? Saya tidak lihat. Dia mulai pusing, lebih baik saya percaya ada Allah atau tidak ada Allah? Fakta dalam alam semesta lebih membuktikan ada Allah. Dalam hatinya sendiri, dalam lubuk hatinya, dia percaya ada Allah. 3 bulan kemudian dia
fter months of prayers and preparations, the 2015 National Gospel Convention (KIN) for Teenagers commenced yesterday. Rev. Dr. Stephen Tong preached the opening session to more than 3200 teenagers gathered from all over Indonesia in RMCI (Kemayoran, Jakarta). In his opening session, Rev. Tong delivers a fitting and a much needed message to these teenagers: that our faith in the existence of God is a rational faith. It is because God is the Creator God that his existence must not be judged according to our empirical standards; because He is immaterial, He alone can create all things materials. It is Rev. Tong’s hope and prayer that the God who called him when he was a teenager 58 years ago will continue to work among these teenagers during this five-day KIN. We look forward to a new generation of servants of God raised up through this KIN!
Selamat pagi, selamat menikmati hari yang baru… Berbagai berkat telah menanti untuk kita nikmati hari ini. Seperti kemarin tentu kita sudah merasakan dan menikmati pemberitaan firman Tuhan yang mendorong kita semakin kembali kepada Tuhan dan hidup bagi Tuhan. Mungkin ada beberapa teman yang masih belum terbiasa dan merasa sulit mengerti. Itu hal yang lumrah. Harap hari ini kita bisa lebih terlatih belajar mengerti firman Tuhan yang dibahas dengan mendalam oleh para pembicara. Begitu banyak hal yang mungkin belum pernah kita tahu dan pelajari selama ini, akan kalian dapatkan di dalam retreat ini. Dan yang terpenting, kiranya di dalam retreat ini kalian boleh mengenal Tuhan Yesus dengan benar melalui firman-Nya dan mau sungguh-sungguh hidup bagi Dia. Jangan lupa juga berkenalan dengan teman-teman seiman dari tempat-tempat yang lain, sehingga kalian bisa saling menguatkan satu-samalain. Ayo menjadi muridmurid Tuhan Yesus dengan setia mau belajar firmanNya. Salam, Tim Redaksi.
SEKILAS sewa mobil turun periksa ke dokter. Mendadak lihat batu yang dia tulis. Dia mulai menyesal, kok berani ngomong tidak ada Allah, tapi sudah terlanjur diukir, mau dihapus tidak bisa. Akhirnya dia dapat kesimpulan: percaya ada Allah itu adalah hal yang sulit, tetapi percaya tidak ada Allah jauh lebih sulit. Percaya ada Allah banyak hal tidak bisa jelaskan tetapi percaya tidak ada Allah lebih banyak hal tidak bisa jelaskan. Maka dia tambahkan kata “Orang bodoh mengatakan: Tidak ada Allah!” Banyak orang mengatakan tidak ada Allah sewaktu muda, tetapi bilang ada sewaktu tua. Tetapi sudah terlambat. Setan sudah memakainya merusak iman orang lain. Kalau engkau seorang atheis tidak percaya Tuhan, hanya dari kecil merasa ditipu papa mama pergi ke gereja. Adakah yang tidak kelihatan kamu percaya? Waktu engkau lihat ada kabel listrik, dan di dalamnya guru mengatakan ada listrik. Engkau bilang saya tidak lihat. Guru bilang engkau tidak lihat tapi ada listrik. Engkau mengatakan, ada listrik tapi saya tidak lihat. Guru bilang, kalau tidak percaya pegang kabel itu. Maka engkau begitu pegang, engkau tidak lihat lagi, karena matamu langsung buta dan mati. Jadi engkau percaya tidak ada Allah karena tidak lihat? Kalau engkau lihat baru percaya, engkau bodoh.
Tuhan menciptakan apa? Materi. Tuhan sendiri materi? Pasti bukan. Orang yang bikin meja, apakah sendirinya meja? Orang bikin meja pasti bukan meja. Manusia tidak bikin manusia, manusia melahirkan manusia. Allah bukan membikin manusia, Allah menciptakan manusia. Semuanya lain. Yang menciptakan materi dia sendiri bukan materi. Yang bisa menciptakan hal yang kelihatan, dia sendiri tidak kelihatan. Allah menciptakan seluruh alam semesta yang materi adalah Allah yang tidak bisa dilihat. Kalau Allah bisa dilihat, itu bukan Allah. Kalau Allah bisa dilihat, Allah lebih kecil dari pandangan mata saya. Allah adalah Allah, justru karena Dia tidak bisa dilihat. Allah yang bukan materi menciptakan materi. Merdeka bisa dilihat? Tidak. Kebebasan, kehormatan, kemuliaan juga tidak bisa dilihat. Kalau mau lihat dalam air ada bakteri harus pakai mikroskop. Kalau mau lihat bintang yang jauh harus pakai teleskop. Melihat benar harus pakai alat yang benar. Yesaya 1:1. Umat-Ku tidak mengenalKu. Tuhan marah pada manusia yang tidak tahu arah. Yesaya 55:6 mengatakan kita seperti domba yang tersesat, tidak tahu jalan pulang. Karena Allah adalah pemilik kita maka kita harus kembali kepada Allah. Kalau kita mau lihat Tuhan tidak bisa pakai mikroskop, harus pakai hati yang suci. Yesus mengatakan berbahagialah
KIN
orang yang suci hatinya karena ia akan melihat Allah. Carilah Tuhan dengan hati yang murni, hati yang suci, engkau pasti akan melihat Tuhan. Biarlah dalam 5 hari ini kita jadi orang yang suci hatinya, bersih dari segala kenajisan. Karena Tuhan itu suci adanya, Tuhan itu Roh adanya, dan berjanji yang suci hatinya akan menemukan Dia. Itu sebab mari kita merendahkan diri, membersihkan hati dan dengan segala kerendahan mengatakan “Tuhan, saya ingin mencari Engkau, saya ingin mengenal Engkau. Berilah kesempatan padaku.” Kita beriman bukan berdasarkan penglihatan tetapi berdasarkan iman kepada Dia. Kita bukan berohani melalui mata tetapi melalui kepercayaan dalam hati. Tuhan melihat ke dalam hatimu, pikiranmu, sudut yang tersembunyi. Engkau tidak lihat Tuhan tapi Tuhan lihat engkau. Materi tidak bisa lihat Roh. Tapi Roh Tuhan Allah bisa lihat materi. Ke mana saja engkau, Tuhan melihat dan mengetahui apa yang engkau kerjakan. Kalau begitu, minta kepada Tuhan, “berikan aku kebijaksanaan untuk mengakui kekuranganku!” Maukah engkau minta Tuhan ampuni dosamu dan lebih dekat kepada-Nya, supaya dalam berapa hari ini kita bisa melihat Dia?
”Alangkah ajaibnya bila seseorang dapat percaya kepada Tuhan, dan alangkah bahagianya bila ia dapat mengerti apa yang ia percaya.” - Pdt. Dr. Stephen Tong
Lobby Katedral Mesias pada saat makan malam
2
Sesi Pembukaan di Katedral Mesias
SEKILAS
KIN
Bagaimana Saya Mengetahui Bahwa
Pertobatan Saya Sejati?
Saya takut bahwa saya telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Bagaimana saya mengetahui bahwa pertobatan saya adalah pertobatan yang sejati, dan bukan lahir dari kepicikan hati yang memberikan keyakinan palsu dengan berkata bahwa saya sedang berada di jalan yang benar bersama Tuhan?
H
al di atas terlihat sebagai dua pertanyaan yang berbeda bagi saya. Mari kita lihat jika saya dapat menjawabnya secara terpisah dan kemudian mencoba untuk menemukan hubungan di antara keduanya. “Saya takut bahwa saya telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni” adalah satu hal. Kekhawatiran bahwa pertobatan kita bukanlah pertobatan yang sejati dan bahwa hati kita sedang memberikan keyakinan yang palsu, adalah sebuah masalah bagi banyak orang tanpa merujuk kepada dosa yang tidak dapat diampuni sama sekali. Dalam kata lain, setiap saat kita akan bertanya, “apakah saya bersungguhsungguh? Apakah saya sedang bermain-main? Apakah saya hanya mewarisi kekristenan dari orang tua saya? Apakah iman saya sejati?” Dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan menyelesaikan pertanyaan yang pertama. Ketika sebuah pertanyaan muncul, “Apakah iman saya sejati?” – yang memang seharusnya ditanyakan, karena Alkitab berkata, “Ujilah dirimu sendiri untuk melihat, apakah kamu tetap di dalam imanmu” – jawaban atas pertanyaan tersebut hampir tidak dapat ditemukan dengan jenis kepastian kepuasan-jiwa yang Anda inginkan dengan mencari dan mengupas bawang yang ada di dalam hati Anda. Jonathan Edwards menelanjangi saya pada tahun 1971 dan 1972 ketika
saya sedang membaca bukunya “Kasih sayang yang religius” (Religious Affections). Saya dapat mengingat beberapa malam di mana di dalam bab Kerendahan Injili (Evangelical Humiliation), dia mulai mengupas kembali lapisan bawang dalam jiwa saya. Dia akan berkata, “Jadi engkau berpikir bahwa engkau adalah seorang yang rendah hati? Bagaimana jika engkau membanggakan diri di dalam kerendahan hatimu?” dan engkau mengakuinya, “Ya, aku mungkin berbangga dalam kerendahan hatiku.” Dan dia akan bertanya, “Jadi, bagaimana jika pengakuanmu bahwa engkau membanggakan diri di dalam kerendahan hatimu adalah sebuah sandiwara, dan engkau tetap berbangga di dalam kerendahan hatimu?” Dia memberikan pertanyaan demi pertanyaan yang membuat Anda menyadari, “Tidak ada pusat dari bawang ini.” Anda mengupas dan mengupas dan mengupas, dan kupasan yang terakhir hanyalah akan menghilang, karena Anda dapat selalu bertanya kepada
diri sendiri, “Bagaimana engkau tahu?” Anda dapat selalu meragukan diri Anda sendiri. Tidak ada jalan, bagi analisis diri yang sia-sia, untuk sampai pada sebuah titik di mana Anda dapat melihat pada suatu hal dan berkata: “Pasti Sejati!” karena otak manusia selalu memiliki kemampuan untuk meragukan segala sesuatu.
Jadi, di dalam dunia ini, dari manakah jaminan itu datang? Jawabannya adalah bahwa meskipun introspeksi diri dianjurkan dan menyadarkan kita akan satu hal, inti dari jaminan itu datang ketika Anda berhenti menganalisis dan melihat kepada Kristus dan melihat dan melihat dan melihat sampai Kristus sendiri dalam kemuliaan dan kecukupan-Nya, membangunkan “Ya” kepada-Nya yang telah dilupakan oleh dirimu. Momen terbaik tentang kepastian Anda bukanlah momen di mana Anda berpikir sendiri mengenai jaminan keselamatan Anda, karena Anda memiliki kemampuan untuk meragukan kepastian tersebut setiap kali Anda memikirkannya. Suara kecil ini, entah berasal dari suara hati Anda atau dari iblis, berkata, “Engkau berpikir engkau memiliki kepastian, tapi…” Dan jawaban itu datang, “Pandanglah salib! Pandanglah Kristus!” dan jika Anda mampu memandang salib, dan jika Anda mampu melihat-Nya sebagai Pribadi yang mencukupkan dan memuaskan dan berkuasa membawa semua dosa Anda, dan Anda menemukan diri Anda sendiri ditarik keluar untuk berkata “Ya” kepada-Nya, itulah apa yang Anda inginkan. Anda dijamin. Dia adalah jaminan Anda saat itu. Hal ini dinyatakan oleh Paulus di dalam Roma 8, bahwa “ Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Saya mungkin berhadapan dengan masalah ini lebih sering dibandingkan dengan masalah yang lainnya saat berdoa bersama jemaat setelah kebaktian di Betlehem. Dan inti dari jawaban saya kepada mereka adalah, Bersambung ke hal.6
3
SEKILAS
J
ika ditanya apakah saya sudah lahir baru atau belum, saya sendiri tidak bisa menjawab pasti. Saya tidak begitu yakin apakah saya sudah benar-benar lahir baru atau belum, karena kenyataannya saya masih sering melawan Tuhan. Namun, saya bisa mengatakan bahwa saya sudah mengalami perubahan. Mungkin belum lahir baru, tapi mendekati lahir baru. Semuanya terjadi ketika saya duduk di kelas 3 SMP. Saat itu ada satu sekolah yang sedang gencar-gencarnya mengadakan kelas tambahan dan try out untuk mempersiapkan kami dalam menghadapi Ujian Nasional. Saya sendiri adalah murid yang kira-kira nilainya berada di atas rata-rata, nilai saya sekitar 87 sampai 90, jarang di bawah itu. Kebetulan saya adalah satu dari ratusan murid di sekolah saya yang mau melanjutkan ke SMA negeri, yang merupakan golden ticket untuk bisa masuk ke universitas ternama. Tentu saja, sebagai murid dengan nilai yang relatif baik, saya lumayan percaya diri untuk bisa masuk ke SMA Negeri yang lumayan baik. Apalagi jika dibandingkan dengan teman-teman saya yang sampai harus masuk ke kelas khusus untuk bisa memperbaiki nilainya, jelas saya jauh lebih baik dibanding mereka. Akhirnya, saya jadi terlalu percaya diri akan kemampuan saya. Tetapi, kenyataan berkata lain. NEM saya yang seharusnya 36 ke atas malah mentok di 35,1. Ya, 35,1 yang mana adalah luar biasa teramat rendah di sekolah saya yang memiliki rata-rata nilai baik. Saya benar-benar bingung begitu mendengar nilai saya, “masa serendah itu?” Masalahnya, temanteman saya yang sampai harus masuk kelas khusus saja NEM-nya minimal 36, itu artinya NEM 35 adalah aib. Rasa malu saya bertambah parah ketika saya mengetahui bahwa teman dekat
4
saya mendapat NEM 39 lebih, hingga tercatat sebagai 5 besar NEM UN tertinggi se-Indonesia pada tahun 2014. Hati saya hancur, benar-benar hancur. Kok bisa begini? Saya bukanlah anak yang kelewat sombong sampai tidak belajar sama sekali. Saya ingat saya belajar bersama-sama dengan ‘si-anaklima-besar’, dan bahkan mengajarkan anak-anak kelas khusus. Tetapi kok jadi begini? Saat itu saya benar-benar marah. Marah terhadap diri saya dan juga pada Tuhan. “Memangnya saya salah apa, hingga dipermalukan habis-habisan di depan teman-teman dan, yang paling
Saya luar biasa belagu kalau mengatakan bahwa saya “berkuasa” atas hidup saya, padahal satu ketombe pun tidak akan jatuh dari kepala saya kalau Tuhan tidak mengizinkan. parah, di depan orang tua?” Saat itu saya bukan hanya marah, tapi juga kaget. Selama ini (sejujurnya) saya merasa bahwa Tuhan itu sangat pasif, Ia tidak pernah “muncul” dalam hidup saya, dan pekerjaan-Nya begitu samar hingga seolah-olah tidak ada. Kalau mau jujur, saat itu saya hanyalah “orang Kristen KTP (Kristen Tanpa Pertobatan)”. Labelnya saja yang “orang Kristen”, tapi kenyataannya? Malah lebih ke penganut deisme, percaya bahwa Tuhan itu “ketinggian”, tidak pernah berinteraksi dengan manusia, dan tidak akan pernah “terasa” oleh manusia. Namun, begitu dihadapkan dengan hal seperti ini, langsung terasa efeknya. Secara scientific, statistik, atau apalah itu namanya, seharusnya saya
KIN
bisa mendapatkan nilai minimal 36,5. Kenyataannya, 36 saja tidak sampai… Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi (apalagi karena nilai UN dihitung dengan perhitungan komputer), tapi hal ini terjadi begitu saja. Mau bilang kayak apa, tetap saja kenyataannya ya begitu. Dalam hati saya bertanya, “kenapa bisa begini?” Dan dalam waktu kurang dari 1 detik, saya langsung menyadari jawabannya. Ya apa lagi kalau bukan pekerjaan Tuhan? Apa lagi yang bisa “menghancurkan” nilai saya kalau bukan Tuhan? Tuhan hidup, secara literal. Tuhan ada, dan pekerjaanNya pun nyata. Efeknya begitu besar, tapi terkadang tersembunyi. Rasanya seolah-olah tidak ada, tapi kenyataannya Tuhan ada di situ. Entah bagaimana caranya bisa terjadi, tapi kenyataannya ya begitu. Di titik itulah, saya menyadari bahwa di situ salahnya saya. Saya merasa bahwa Tuhan itu pasif dan saya memiliki kontrol penuh akan hidup saya. Mau bagaimana pun saya melawan, saya tidak akan bisa berkutik melawan kedaulatan Allah. Saya luar biasa belagu kalau mengatakan bahwa saya “berkuasa” atas hidup saya, padahal satu ketombe pun tidak akan jatuh dari kepala saya kalau Tuhan tidak mengizinkan, sama halnya dengan kejadian ini. Jika Tuhan tidak mengizinkan saya masuk SMA Negeri, ya sudah, tidak akan terjadi. Di situlah saya belajar untuk lebih tahu diri. Saya belajar menyadari keberadaan Tuhan dan juga untuk tidak menyangkal bahwa Tuhan ada, Tuhan melihat, dan Tuhan bekerja. Inilah titik balik saya. Mungkin belum 180°, bahkan 90° saja belum, tapi at the very least, saya sudah tahu diri untuk mengatakan pada diri saya bahwa saya salah arah dan harus putar balik. Jujur, mungkin saya belum sepenuhnya lahir baru, tapi inilah permulaan dari “kelahirbaruan” saya. Saya berumur 15 tahun
SEKILAS
P
Mengenal Pdt. Dr. Billy Kristanto
dt. Billy adalah seorang Doktor Theologi dan sekaligus Doktor Musik. Seorang yang sangat mencintai Tuhan dan memiliki talenta musik yang luar biasa. Ia lahir di Surabaya dalam keluarga Kristen. Dari kecil, ia mendapatkan bimbingan dari bibinya untuk mengenal ceritacerita Alkitab. Bibinya adalah seorang yang suka berdoa. Setiap malam Billy menyaksikan bibinya berdoa kepada Tuhan sekurangnya 30 menit. Hal itu memberikan kesan yang mendalam kepadanya. Selain cerita-cerita Alkitab
dan kehidupan doa, Billy juga belajar menghafal lagu-lagu Sekolah Minggu. Pada awalnya, ia tidak menyadari kalau Tuhan memberikan talenta musik dalam dirinya. Ia baru menyadari ketika orang tuanya membeli sebuah piano dan Billy muda mulai belajar alat musik itu. Saat itu adalah usianya yang ke-9, jadi agak terlambat sebenarnya untuk ukuran rata-rata, namun Tuhan memakai seorang tanpa mengenal usia. Billy pun mulai melayani dalam bidang musik gereja sejak Sekolah Minggu itu. Setelah menyelesaikan SD di sekolah sangat sederhana di Porong, Billy melanjutkan SMP di Surabaya. Di situ ia tinggal bersama kakeknya dan hanya berjumpa dengan orang tuanya pada akhir minggu. Tuhan sebetulnya sedang mendidiknya untuk belajar hidup lebih
mandiri dan bertanggungjawab kepada Tuhan. Pada saat ia di bangku SMA, kakeknya dipanggil Tuhan sehingga sejak saat itu Billy harus tinggal kembali bersama orang tuanya di Gempol dan setiap hari ia perlu menempuh perjalanan sekurangnya 1 jam ke Surabaya pada pagi hari. Sungguh satu perjalanan yang melelahkan dan perlu perjuangan. Selain ke Surabaya, ia menempuh perjalanan ke Malang setiap minggu untuk belajar piano. Setelah lulus
SMA, Tuhan memimpin Billy untuk studi musik di Berlin, Jerman. Datang tanpa persiapan yang cukup, ia gagal menempuh ujian masuk yang pertama dengan komentar dari Profesor yang kurang lebih berbunyi, “Sebaiknya Anda tidak melanjutkan rencana untuk sekolah musik, karena kami tidak mendapati bakat musik dalam diri Anda.” Meskipun sedih secara manusia, Billy tidak menjadikan perkataan Profesor itu sebagai penilaian terakhir atas dirinya karena dia tahu penilaian terakhir diberikan oleh Tuhan. Ia kembali mempersiapkan diri untuk ujian berikutnya dan akhirnya berhasil diterima di Sekolah Tinggi yang sama di Berlin. Selama studi di Berlin itu, Billy beribadah di salah satu gereja Indonesia dan melayani di sana. Di
KIN
situlah, melalui khotbah, pemahaman Alkitab, dan buku-buku rohani yang ia baca, ia mulai mendapatkan panggilan Tuhan. Billy terus melanjutkan studinya sampai selesai dan setelah itu ia masih melanjutkan studinya di Den Haag, Belanda. Di sana ia menyaksikan banyak orang hidup tanpa Tuhan dan tidak beribadah. Minggu adalah hari paling tenang di mana banyak orang bangun siang setelah sabtu malam menghabiskan waktu bersenangsenang. Billy sadar bahwa tanpa Tuhan, manusia akan mengejar kesenangan sia-sia yang tidak mungkin memberi kepuasan yang terdalam. Selesai dari Belanda, Billy memutuskan untuk studi theologi di Tübingen, sebuah universitas yang pernah tersohor karena aliran theologinya yang liberal. Namun, Tuhan ternyata tidak memimpinnya ke sana. Billy jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit di Belanda. Di situ Tuhan mulai menyadarkan dia kembali untuk rendah hati mengikuti pimpinan Tuhan dan bukan hikmat sendiri. Billy memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Tak lama setelah itu, ia berjumpa dengan Pdt. Stephen Tong yang kemudian merekrutnya untuk melayani sebagai Penginjil Musik di GRII Jakarta. Di situ juga ia pertama kalinya studi theologi secara formal. Billy menjadi dosen musik sekaligus mahasiswa theologi. Ia tidak pernah menyesal mengambil keputusan ini karena jika Tuhan memanggil seseorang, tidak ada pilihan yang lebih baik bagi orang tersebut. Setelah selesai, ia dipercayakan untuk melayani di GRII Singapura kebaktian pagi. Dalam masa pelayanan itu, Tuhan mengaruniakan istri yang kemudian melahirkan empat anak. Tuhan kembali menggerakkan dia untuk memperdalam pendidikan theologinya sehingga pada tahun 2005, ia memutuskan untuk mendaftar di beberapa universitas di Jerman dan diterima di universitas tertua di Jerman yatu Universitas Heidelberg. Universitas Heidelberg berkali-kali mendapatkan posisi tertinggi di antara universitas yang
5
SEKILAS lain di Jerman namun bukan ini yang menjadi alasan Billy memilih universitas ini melainkan karena ia mengetahui ada seorang theolog konservatif yang sangat dipengaruhi oleh Theologi Reformed sedang mengajar di sana. Di Heidelberg, Billy harus mulai studi dari bawah lagi namun ini tidak membuatnya berputus asa. Sebaliknya, ia sangat bersyukur dan menikmati pelajaranpelajaran baru yang diterimanya. Selama studinya di Heidelberg, Billy melayani cabang-cabang GRII yang ada di Berlin, Hamburg, Munich, dan Stockholm. Setiap minggu ia
menempuh perjalanan antara 3-5 jam untuk mencapai kota-kota itu. Rupanya Tuhan sudah mempersiapkannya sejak masa SMA ketika ia harus menempuh perjalanan Gempol-Surabaya setiap hari. Setelah enam tahun, Tuhan menolongnya menyelesaikan program doktoral dalam bidang Musikologi dan Theologi. Ia kembali ke Indonesia dan melayani di Jakarta dan Singapura. Sekalipun telah lulus kuliah, Billy selalu memiliki kerinduan untuk terus belajar karena ia sadar seorang hamba Tuhan pun tidak boleh berhenti bertumbuh
KIN
dalam pengenalannya kepada Tuhan dan kasihnya kepada sesama. Ia berkeyakinan bahwa hamba Tuhan dipanggil untuk menghidangkan makanan rohani yang terbaik bagi domba-domba Tuhan. Pelayanan Pdt. Billy sangat disukai banyak anak remaja dan pemuda karena pengetahuan dan wawasannya yang begitu luas. Kita berharap para peserta KIN juga akan menikmati dan mendapat banyak berkat dari Tuhan melalui pelayanannya.
“Panggilan sorgawi bukan hanya arah, tetapi seluruh hidup, seluruh pikiran, seluruh jiwa, dan seluruh tindakan kita kembali kepada Tuhan. Setiap inci hidup kita harus dikuasai kembali oleh Tuhan.” -Pdt. Dr. Stephen Tong Sambungan dari hal.3 Bagaimana Saya...
“Anda tahu, saya dapat menceritakan kepada Anda banyak hal mengenai mengapa Kristus cukup bagi Anda, dan mengapa dosa Anda tidak meletakkan Anda melampaui batas pengampunan. Tetapi pada akhirnya, pekerjaan Allah di dalam hidup Andalah yang membangunkan Anda untuk melihatNya benar-benar cukup bagi Anda secara personal.” Dan saya pikir, itulah kesaksian Roh Kudus. Roh Kudus tidak berbisik di dalam telinga Anda, “Engkau adalah seorang Kristen”, karena Anda mungkin dapat meragukan suara tersebut, bukan? Anda dapat berkata, “Saya pikir bisikan itu berasal dari diri saya sendiri” atau “itu adalah bisikan iblis”. Kesaksian Roh Kudus bukanlah suatu bisikan di dalam telingamu. Kesaksian Roh Kudus adalah pekerjaan Roh Kudus yang memampukan Anda untuk melihat kepada Kristus, merasakan-Nya sebagai milik Anda, melihat-Nya sebagai Pribadi yang berharga, dan mengucapkan Galatia 2:20 secara personal: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di
6
dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Untuk “aku” itulah jaminan Tuhan ditetapkan. Sekarang, berhubungan dengan dosa yang tidak dapat diampuni, menurut saya, dosa yang tidak dapat diampuni adalah dosa yang meletakkan Anda pada satu posisi yang melampaui kemampuan untuk melihat kepada Kristus. Jika Anda dapat melihat kepada Kristus dan mengenal-Nya sebagai milik Anda, Anda belum melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Dosa yang tidak dapat diampuni adalah dosa yang menjadikan Anda seorang Esau. Hal tersebut membawa Anda pada satu titik di mana, menurut Ibrani 12, Esau mencari pertobatan, dan dia tidak dapat menemukannya. Dia tidak dapat melihat kepada Kristus, melepaskan dosanya, memeluk Kristus, dan beristirahat dalam kecukupan-Nya. Jadi peperangan saya dengan seseorang yang berkata bahwa mereka telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni adalah bukanlah berkata “Anda belum melakukannya.” Saya tidak tahu! Tetapi saya mendesak
mereka untuk melihat kepada Kristus. Saya mendesak mereka untuk terbang kepada Kristus dan berdoa agar mata mereka dapat dicelikkan. Dan jika Allah mengabulkan doa tersebut, hal ini berarti mereka belum melakukan dosa yang tidak dapat diampuni tersebut. Hal di atas merupakan suatu ujian yang menjadi indikator Anda, karena dosa yang tidak dapat diampuni bukanlah satu perkataan seperti, “Terkutuklah Engkau Roh Kudus”. Ada orang yang mengucapkan perkataan tersebut saat berusia 13 tahun, ketika mereka marah kepada orang tua mereka lalu naik ke kamar mereka dan mengucapkan perkataan tersebut. Dan saya berkata, “Bukan itu. Hal itu mungkin, tapi saya tidak berpikir seperti itu”. Pertanyaannya adalah, “Dapatkah Anda hari ini menyelesaikan semua dosa Anda di masa lalu Anda dan memeluk Kristus?” John Piper
Sumber http://www.desiringgod.org/interviews/how-can-iknow-if-my-repentance-is-genuine
SEKILAS Sambungan dari hal.8 A.W. Tozer...
telah dibacanya. Ia sering mengatakan, “Saya tidak mengizinkan siapa pun memasang kaca matanya pada saya dan memaksa saya untuk melihat segala sesuatu seperti yang ia lihat… Engkau harus berpikir 10 kali lipat lebih banyak daripada yang engkau baca.” Tetapi Tozer tidak pernah mengandalkan kepandaian atau pikirannya sendiri untuk memahami tulisan orang-orang agung tersebut. Sebelum membaca sebuah karya agung dari Shakespeare, Tozer akan menekuk lututnya terlebih dahulu untuk berdoa, memohon agar Tuhan memberi pengertian yang benar akan karya tersebut. Hal demikian ia lakukan pula sebelum membaca karya literatur lainnya. Tozer juga tidak pernah membaca hanya demi membaca itu sendiri. Ia menganggap setiap buku yang ia baca haruslah menuntun ia lebih dekat dalam pencariannya akan Allah. Kurangnya pendidikan formal tidak dapat menghalangi karya Allah yang luar biasa dalam diri Tozer, sehingga dunia akademik pun mengakui kualitas dari karya tulis dan pelayanan khotbah Tozer. Pada tahun 1950, Wheaton College memberikan gelar doktor kehormatan “Doctor of Letters” (setara dengan, bahkan mungkin melampaui gelar Ph.D) kepada Tozer. Pada tahun yang sama, Tozer diminta mengisi posisi sebagai editor dalam sebuah terbitan mingguan Injili “Alliance Weekly” (yang sekarang disebut Alliance Life). Dengan kemampuan menulisnya, jumlah penerbitan majalah tersebut bertambah dua kali lipat. Dikatakan bahwa banyak orang berlangganan terbitan tersebut
khusus untuk membaca tulisan-tulisan Tozer yang sangat inspiratif dan berpusat pada Injil Kristus. Dua tahun kemudian, Houghton College juga memberikan gelar doktor kehormatan lainnya pada Tozer. Dari 30 buku yang ditulisnya, dua karyanya, “The Pursuit of God” dan “The Knowledge of the Holy” kemudian menjadi karya tulis Kristen klasik lainnya, berdampingan dengan karya-karya klasik yang pernah dipelajarinya secara otodidak. Pada tahun 1951 sampai 1959, Tuhan memperluas pelayanan Tozer, dari
“Jika kau tidak tahu caranya diselamatkan… panggillah Tuhan dan katakan: Ya Tuhan, berbelaskasihanlah pada hamba ini, seorang pendosa!” menulis dan berkhotbah, kepada pelayanan berbasis radio. WMBI, stasiun radio Moody, menyiarkan program mingguan yang berasal dari studi gerejawi Tozer. Selain itu, Tozer juga melayani seminari-seminari terdekat yang ada di sekitarnya. Kesenangannya untuk menginjili juga membawanya berkeliling ke banyak kota untuk berkhotbah pada Kebaktiankebaktian Kebangunan Rohani. Walaupun dipandang sebagai tokoh yang mewakili kaum Kristen Injili, gaya hidup dan hati Tozer sangat dekat dengan kaum mistik. Di tengah kesibukannya dalam berbagai pelayanan, Tozer tidak pernah melupakan relasinya dengan Tuhan. Bahkan bagi Tozer,
Penjemputan peserta dari Bandara Soekarno Hatta
KIN
doa dan kedekatannya dengan Tuhan merupakan sumber inspirasinya. Kawan dekatnya, Francis Chase, bersaksi, “Ia (Tozer) pernah berkata kepadaku bahwa ia sering pergi ke bagian atas gereja yang tinggi untuk menulis sebuah artikel majalah. Ia berkata bahwa hati dan pikirannya sama keringnya dan tanpa inspirasi, seperti sebuah kerikil yang terbakar. Lalu ia akan membuka Alkitabnya, atau mungkin sebuah buku pujian, berlutut pada sebuah sofa tua, mengambil pensil, dan kemudian Roh Kudus akan mendatanginya.... Untuk bisa mengejar kecepatan aliran yang membanjiri jiwanya tersebut, ia harus menulis dengan sangat cepat. Dalam suatu waktu itu, 4 atau 5 artikel akan diselesaikannya sekaligus.” Dalam berbagai tulisan dan khotbahnya, Tozer sangat menekankan perenungan akan hal-hal ilahi yang menghasilkan suatu kehidupan Kristen yang sadar akan kehadiran Allah di setiap aspeknya. Tozer bertemu dengan Tuhan, yang selama hidupnya terus dirindukannya dan yang telah dilayaninya selama 44 tahun dengan setia, pada bulan Mei 1963 di usianya yang ke-66. Di akhir hidupnya, Tozer berkata, “ Saya menemukan bahwa Allah adalah Allah yang sangat baik dan murah hati – dalam segala hal, sangat mudah untuk hidup bersama-Nya.” Tozer bukanlah manusia yang sempurna. Sama seperti manusia berdosa lainnya, ia memiliki banyak kelemahan dan dosa. Namun, sama seperti para martir, reformator, misionaris, dan hamba Tuhan sepanjang sejarah, Tozer sejak usia remaja telah memilih jalan yang terbaik – jalan yang juga ditapaki oleh para nabi dan rasul: jalan bersama dengan Allah.
Koper peserta yang baru datang
7
SEKILAS
KIN
Aiden Wilson Tozer (1897-1963)
The Man of God “No man should desire to be happy who is not at the same time holy. He should spend his efforts in seeking to know and do the will of God, leaving to Christ the matter of how happy he should be.” (Seharusnya tidak seorang pun menginginkan kebahagiaan jika tidak pada saat yang sama hidup dengan suci. Ia seharusnya memakai segala usahanya untuk mengetahui dan melakukan kehendak Allah, menyerahkan kepada Kristus persoalan mengenai seberapa bahagia ia seharusnya.) Kalimat di atas diucapkan oleh seorang hamba Tuhan yang menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dalam masa remajanya. Beliau adalah seorang Kristen yang juga dikenal karena kesungguhannya dalam kehidupan spiritualnya dan keseriusannya dalam berdoa. Beliau menulis lebih dari 30 buku yang menjadi inspirasi dan kekuatan bagi banyak orang Kristen lainnya sepanjang sejarah. Beliau bernama Aiden Wilson Tozer, yang sering disingkat menjadi A. W. Tozer. Tozer dilahirkan di pegunungan Pennsylvania, Amerika Serikat, pada tanggal 21 April 1897. Dilahirkan di keluarga yang miskin dan pekerja keras, membentuk Tozer menjadi orang yang memiliki semangat bekerja keras semenjak ia masih kecil. Sayang, ayah Tozer bukanlah orang beragama dan keluarganya tidak pernah mengikuti ibadah di gereja. Tetapi kehidupan Tozer yang tanpa Tuhan ini mulai berubah ketika suatu hari keluarganya ditimpa kemalangan. Seluruh rumah keluarga Tozer beserta isinya terbakar ketika Tozer berumur 10 tahun. Ini mengakibatkan keluarga Tozer terpaksa pindah ke Akron, Ohio,
di mana Aiden mengikuti kakaknya bekerja di sebuah pabrik ban. Di kota inilah A. W. Tozer, yang belumlah berumur 17 tahun, bertemu dengan Tuhan. Ia sedang berjalan pulang dari pekerjaannya di pabrik ban ketika ia mendengar seorang pengkhotbah jalanan berseru, “Jika kau tidak tahu caranya diselamatkan… panggillah Tuhan dan katakan: Ya Tuhan, berbelas kasihanlah pada hamba ini, seorang pendosa!” Kalimat pengkhotbah jalanan tersebut sangat membekas di hatinya, sehingga sesampainya di rumah, Aiden segera naik ke loteng. Ia berlutut, berdoa memanggil Tuhan, meminta diselamatkan, dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Lima tahun kemudian, Tuhan memakai A. W. Tozer, seorang pemuda yang tidak memiliki pendidikan theologia formal – bahkan hanya duduk 8 tahun di bangku sekolah, untuk melayani sebuah jemaat gereja kecil di Nutterfort, Virginia Barat. Inilah permulaan pelayanan A. W. Tozer dan istrinya di The Christian and Missionary Alliance. Pada tahun 1928, Tozer diminta untuk berkhotbah di gereja yang bernama The Southside Alliance Church di Chicago. Awalnya ia enggan untuk meninggalkan jemaatnya di Indianapolis tetapi setelah khotbahnya yang pertama, Tozer merasa Tuhan memang menghendakinya untuk menggembalakan jemaat di Chicago tersebut. Tozer akhirnya memutuskan untuk melayani gereja tersebut dan pelayanannya di sana berlangsung selama 30 tahun. Jemaat gereja tersebut hanya sekitar 80 orang ketika Tozer pertama kali berkhotbah di sana, namun khotbahnya begitu menarik perhatian jemaat, sehingga pada tahun 1941 gereja tersebut harus memperluas bangunannya agar dapat menampung 800 jemaat.
Sepanjang pelayanannya, A. W. Tozer sangat mengandalkan pimpinan Tuhan. Ia menghabiskan banyak waktunya untuk berdoa dan mencari kebenaran dalam firman Tuhan. Tozer sering kali berkata, “As a man prayed, so is he.” Tozer berpendapat bahwa keberadaan seseorang ditentukan oleh kehidupan doanya. Tozer sendiri sangat terkenal dengan kehidupan doanya yang sangat serius. Kehidupan spiritualnya yang sangat kuat ini terpancar pula dalam tulisan-tulisannya. Dalam tulisannya, Tozer menekankan pentingnya ibadah dan relasi dengan Tuhan dalam perjalanan hidup seorang Kristen. Kalimat-kalimat yang ditulis Tozer, baik dalam buku-bukunya maupun khotbahnya, dapat menggerakkan begitu banyak orang Kristen, bukan saja karena maknanya yang begitu dalam, namun juga karena penggunaan kata dan gaya tulisannya yang sangat hidup, jelas, dan menarik. Walaupun tidak mengecap pendidikan formal yang cukup, Tozer – yang biasa bekerja keras, mendidik dirinya sendiri untuk membaca karya-karya klasik dalam bidang sastra, filsafat, literatur, serta bapa-bapa gereja dan mistik-mistik Kristen yang agung. Selain banyak menghabiskan waktu untuk membaca, Tozer menghabiskan lebih banyak waktu lagi untuk merenungkan apa yang Bersambung ke hal.7
TIM REDAKSI SEKILAS KIN: Penasihat: Pdt. Dr. Stephen Tong; Redaktur umum: Pdt. Sutjipto Subeno M.Th.; Tim Redaksi: Vic. Edward Oei M.C.S., Vic. Dr. David Tong, Mitra Kumara, Johan Murjanto; Rubrik: Vic.Elsa Pardosi, Simon Lukmana; Layout: Johannes Kornelius, Adhya Kumara, Nanie K.; Produksi: Adi Lou, Iwan Darwins, Evalina Kwok, Saut P., Yohanes Irwan, Ryan Putra
8