OPTIMISASI UKURAN UTAMA BULK CARRIER UNTUK PERAIRAN SUNGAI DENGAN MUATAN BERSIH MAKSIMAL 10000 TON Yopi Priyo Utomo(1), Wasis Dwi Aryawan(2). Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan bulk carrier telah berkembang pesat pada beberapa tahun terakhir ini. Bulk carrier tidak hanya berlayar di laut, namun juga perairan sungai. Hal tersebut dikarenakan karena muatan yang akan di angkut berada di hulu sungai. Masalah yang terjadi di sungai adalah pendangkalan sehingga kedalamannya terus berkurang. Hal ini mengakibatkan kapal yang bisa berlayar hanya kapal dengan sarat kecil. Jika hal ini dibiarkan akan mengganggu distribusi muatan. Oleh karena itu diperlukan sebuah desain kapal baru dengan sarat kecil yang mampu berperasi di sungai yang dangkal tersebut. Untuk mendapatkan sarat yang kecil perlu dilakukan optimisasi ukuran utama. Selain itu juga bisa dengan mengurangi berat konstruksi kapal agar seminimum mungkin. Berat konstruksi kapal berfungsi sebagai fungsi obyektif yang akan diminimumkan dalam proses optimisasi. Selain mengubah ukuran utama, optimisasi yang dilakukan juga dilakukan dengan memilih material yang akan digunakan antara mild steel dan high tensile steel, memilih jarak gading dan pembujur yang sesuai agar diperoleh berat konstruksi yang seminimum mungkin. Dari proses optimisasi tersebut diperoleh ukuran utama berupa panjang kapal (L) 137.41 m, lebar (B) 21.14 m, sarat (T) 4.50 m, dan tinggi (D) 9.98 m. Selain itu juga diperoleh jarak gading optimum 0.5 m dan jarak pembujur optimum 0.5 m. Material yang digunakan adalah high tensile steel. Meskipun harganya lebih mahal namun memiliki berat yang lebih ringan jika dibandingkan dengan mild steel.
Kata kunci: Optimisasi, Ukuran Utama, Bulk Carrier, Perairan Sungai.
I. PENDAHULUAN
L
aboratorioum Perancangan Kapal Jurusan Teknik Perkapalan ITS telah mengembangkan kapal Bulk Carrier untuk
pelayaran sungai. Namun masih perlu penyempurnaan lebih lanjut. Optimisasi ukuran utama masih perlu dilakukan agar desain Bulk Carrier tersebut lebih sempurna. Optimisasi ini juga memperhitungkan kapasitas muatan yang akan diangkut agar bisa sebesar mungkin. Pengembangan Bulk Carrier tersebut dilakukan mengingat pentingnya pelayaran sungai di Indonesia. Bulk Carrier dibutuhkan untuk mengangkut muatan curah yang diproduksi di daerah di sekitar hulu sungai. Tentu saja tidak semua sungai bisa dilayari oleh kapal berukuran besar apalagi Bulk Carrier. Salah satu contoh sungai yang bisa dilayari di Indonesia adalah Sungai Musi di mana distribusi urea dilakukan. Salah satu faktor penting yang menjadi pokok permasalahan pada pelayaran sungai adalah kedalaman sungai tempat kapal akan beroperasi. Kapal berukuran besar hanya bisa beroperasi di sungai yang cukup dalam. Namun akhir-akhir ini pendangkalan kerap terjadi di sungai sehingga kapal-kapal yang dulu bisa berlayar dengan bebas kini tidak bisa lagi berlayar. Jika hal ini dibiarkan akan menghambat proses distribusi muatan yang diangkut kapal tersebut. Untuk tetap menjaga proses distribusi muatan maka diperlukan kapal yang memiliki sarat kecil sehingga masih mampu berlayar di sungai yang dangkal tersebut. Untuk itu dibangunlah kapal-kapal baru yang memenuhi kualifikasi tersebut. Proses optimisasi yang dilakukan tidaklah sederhana. Kapal harus memiliki sarat yang sesuai sehingga mampu berlayar. Ukuran utama lainnya disesuaikan dengan sarat. Selain itu kapal juga harus mengoptimalkan kapasitas ruang muat. Jika ukuran kapal terlalu kecil maka secara tidak langsung muatan yang bisa diangkut juga kecil. Padahal semakin besar muatan yang bisa diangkut maka akan semakin besar keuntungan yang bisa diperoleh. Maka kapal didesain memiliki B/T yang lebih besar dibandingkan dengan kapal-kapal pada umumnya. Pengurangan sarat kapal dilakukan dengan cara mengurangi berat konstruksi kapal. Hal-hal
yang bisa dilakukan adalah memperbesar jarak gading ataupun pembujur. Hal itu tentu saja juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Jika jarak gading dan pembujur terlalu besar juga akan menambah besarnya modulus profil yang digunakan sehingga kapal juga menjadi semakin berat. Maka proses optimisasi juga perlu dilakukan pada tahap ini. Selain itu, penggunaan wing tank ataupun upper side tank dan hopper side tank juga harus diperhatikan. Ketiga hal tersebut juga mempengaruhi berat struktur kapal. Jika menggunkan wing tank jelas akan menambah berat struktur kapal. Tapi di sisi lain juga akan menambah kekuatan memanjang kapal. Begitu pula dengan hopper side tank. Meskipun membantu dalam proses bongkar muat, tapi juga akan menambah berat struktur kapal. Maka perlu dianalisis lebih dalam mengenai masalah ini.
dalam sebuah diagram alir akan tampak seperti pada gambar 1. Dari gambar 1 diketahui jika hal pertama yang dilakukan adalah menentukan parameter yang akan digunakan pada proses optimisasi. Parameter tersebut adalah material, jarak gading, dan jarak pembujur. Dari ketiga parameter tersebut masingmasing akan divariasikan. Jumlah variasi tersebut menentukan jumlah proses optimisasi yang akan dilakukan. Material yang dipakai ada 2 macam yaitu mild steel dan high tensile steel, jarak gading divariasikan menjadi 5 mulai dari 0.5, 0.6, 0.7, 0.8 dan 0.9 m, terakhir adalah jarak pembujur yang jugadivariasikan menjadi 5 yaitu 0.5, 0.6, 0.7, 0.8 dan 0.9 m. Jika masing-masing variasi parameter tersebut dijadikan satu maka akan diperoleh 50 variasi seperti pada gambar 2 dan 3. Proses optimisasi yang dilakukan memang memiliki banyak variasi, namun semua itu memiliki proses dan alur yang sama, yang membedakan hanya parameternya.
II. OPTIMISASI
Gambar 1 Diagram alir optimisasi Tugas akhir ini tidak bisa lepas dari proses optimisasi. Optimisasi dilakukan untuk mendapatkan sebuah output yang terbaik dari beberapa variasi yang ada. Tahap-tahap yang dilakukan selama proses optimisasi digambarkan
Gambar 2 Variasi parameter high tensile steel
dihitung berat baja penampang melintang kapal sepanjang 1 meter setelah mengalikannya dengan massa jenis baja sebesar 7.8 ton/m3. Berat baja yang didapatkan selanjutnya diminimumkan dengan cara mengubah ukuran utama awal yang merupakan desain variabel. Saat mengubah ukuran utama batasan-batasan yang telah ditentukan sebelumnya (perbandingan ukuran utama dan sarat maksimum) juga harus diperhatikan.Jika ukuran utama berubah maka perhitungan konstruksi juga berubah sehingga ukuran profil dan tebal pelat juga berubah. Namun jika berat baja sudah minimum maka proses optimisasi akan masuk ke tahap selanjutnya, yaitu memeriksa kekuatan kapal.
Gambar 3 Variasi parameter mild steel Langkah kedua adalah menentukan desain variabel yang merupakan ukuran utama kapal. Ukuran utama kapal merupakan input yang sangat penting untuk perhitungan konstruksi yang akan dilakukan ke depannya. Setelah itu batasan-batasan dalam proses optimisasi ditentukan. Gambar 3.2 menjelaskan apa saja batasan yang ada dalam proses optimisasi yang akan dilakukan. Desain variabel yang dalam hal ini adalah ukuran utama kapal harus memenuhi batasan-batasan tersebut. Jika tidak maka desain variabel harus diubah agar masuk dalam batasan. Jika ukuran utama sudah memenuhi batasanbatasan yang ditentukan selanjutnya dilakukan perhitungan konstruksi.Pada tahap perhitungan konstruksi batasan-batasan juga harus diperhatikan. Rule yang dipakai adalah Biro Klasifikasi Indonesia tahun 2006. Daerah operasi adalah sungai yang merupakan perairan air tawar sehingga massa jenis air yang digunakan pada perhitungan adalah 1 ton/m3. Selain itu muatan yang diangkut adalah urea sehingga dalam perhitungan konstruksi massa jenis muatan adalah 1.32 ton/m3. Data-data tersebut nantinya akan mempengaruhi hasil perhitungan. Hasil dari perhitungan konstruksi adalah berupa tebal pelat dan ukuran profil yang digunakan pada kapal. Dari ukuran tersebut dapat
Kekuatan kapal yang dianalisis adalah tegangan pada alas dan geladak pada kondisi air tenang, sagging, dan hogging, modulus penampang kapal pada midship section, dan momen inersia. Jika seluruk riteria dalam analisis kekuatan tersebut tidak terpenuhi maka ukuran utama akan diubah kembali. Perbandingan ukuran utama yang berpengaruh dalam analisis kekuatan memanjang adalah L/D. Jadi kedua desain variabel itulah yang nantinya akan berubah. Akibat lain dari perubahan ukuran utama tersebut adalah ukuran profil dan tebal pelat yang bertambah besar sehingga modulus penampang midship section juga berubah. Jika hasil analisis kekuatan kapal sudah memenuhi kriteria maka ukuran utama yang digunakan dalam proses tersebut merupakan ukuran utama optimum. Sampai di sinilah proses optimisasi berlangsung untuk satu parameter. Selanjutnya proses optimisasi yang sama dilakukan dengan parameter yang berbeda hingga didapatkan sebanyak 50 variasi. Dari 50 macam ukuran utama tersebut kemudian dipilih satu ukuran utama yang memiliki berat yang paling ringan.
III. ANALISIS PEMBAHASAN 1.
HASIL
DAN
Berat Baja serta Jarak Gading Dan Jarak Pembujur Optimum
Jika material divariasikan antara high tensile steel dan mild steel, jarak gading dan jarak pembujur divariasikan maka akan didapatkan beberapa variasi berat baja kapal yang berbedabeda.
Jarak Gading
Tabel 1 Variasi berat baja kapal dengan material high tensile steel
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.5 10.501 10.925 11.331 11.809 12.200
Jarak Pembujur 0.6 0.7 0.8 11.070 11.557 12.255 11.409 11.848 12.570 11.753 12.251 12.902 12.151 12.511 13.210 12.510 12.864 13.586
gambar 5.Namun berat baja yang paling ringan didapatkan pada jarak gading 0.5 m dan jarak pembujur 0.5 m.
0.9 12.364 12.559 12.809 13.072 13.339
Jarak Gading
Tabel 2 Variasi berat baja kapal dengan material mild steel
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.5 12.291 13.013 13.655 14.476 15.310
Jarak Pembujur 0.6 0.7 0.8 12.483 12.735 12.738 13.146 13.164 13.202 13.600 13.780 13.745 14.264 14.412 14.347 14.944 14.763 15.043
Gambar 4 Grafik optimisasi jarak pembujur dengan material high tensile steel
0.9 13.454 13.830 14.276 14.825 15.110
Dari tabel 1 dan 2 didapatkan bahwa kapal dengan jarak gading 0.5 m dan jarak pembujur 0.5 m dengan menggunakan material high tensile steel menghasilkan berat baja paling ringan. Jika jarak pembujur kecil maka tebal pelat yang dipakai akan lebih tipis. Selain itu ukuran profil yang dipakai akan lebih kecil. Namun jumlah profil akan bertambah. Sebaliknya jika jarak pembujur besar maka pelat yang dipakai akan lebih tebal dan ukuran profil juga akan lebih besar. Namun jumlah profil akan berkurang. Untuk itulah jarak pembujur juga perlu dioptimumkan.Gambar 4menunjukkan bahwa jarak pembujur memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada berat baja kapal. Jarak pembujur divariasikan mulai 0.5 – 0.9 m dengan selisih 0.1 m. Jarak tersebut dipilih karena jarak-jarak tersebut merupakan jarak jarak pembujur yang lazim dipakai pada proses pembangunan kapal. Secara umum dapat dilihat jika semakin besar jarak pembujur maka berat baja cenderung semakin besar. Namun bukan berarti jarak pembujur terkecil akan menjadikan berat baja juga paling kecil. Dari grafik pada gambar 4 dapat dilihat bahwa jarak pembujur 0.5 m merupakan jarak pembujur yang paling optimum pada material high tensile steel karena menghasilkan berat baja yang paling kecil. Jarak pembujur 0.5 m berlaku pada jarak gading berapapun.Sedangkan pada material mild steel jarak pembujur yang optimum bervariasi pada setiap jarak gadingseperti pada
Gambar 5 Grafik optimisasi jarak pembujur dengan material mild steel Pada gambar 4 jarak pembujur 0.5 m pada jarak gading berapapun menghasilkan berat baja paling kecil. Jika jarak gading optimum juga dibuat grafik maka akan tampak seperti gambar 6 dan 7. Pada gambar 6 jarak gading divariasikan mulai dari 0.5 – 0.9 m dengan selisih 0.1 m. Jarak gading tidak hanya mempengaruhi penumpu yang berupa pelintang sisi dan balok besar geladak, namun juga penumpu geladak dan profil. Jika jarak gading bertambah maka panjang profil juga akan bertambah sehingga beratnya pun juga akan bertambah. Meskipun ukuran dan berat profil bertambah namun jumlah profil tetap.Untuk itulah jarak gading juga perlu dioptimumkan untuk mendapatkan berat baja yang paling minimum.
Gambar 6 Grafik optimisasi jarak gading pada material high tensile steel
Tabel 3 menunjukkan perbandingan antara harga kapal yang menggunakan high tensile steel dengan mild steel.Berat baja pada tabel tersebut merupakan berat optimum penampang melintang kapal pada masing-masing material. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa kapal jika dibangun menggunakan mild steel akan lebih murah, namun berat kapal akan lebih besar. Jika lebih mengutamakan harga maka material yang digunakan adalah mild steel.Namun, jika harga material tidak terlalu dipedulikan dan fokus terhadap berat baja kapal maka high tensile steel yang digunakan. 3.
Ukuran Profil dan Tebal Pelat
Perhitungan konstruksi yang dilakukan menghasilkan output berupa tebal pelat dan ukuran profil-profil yang dipakai pada kapal. Tebal pelat hasil perhitungan konstruksi dapat dilihat pada tabel 4 sedangkan ukuran profil dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 4 Rekapitulasi tebal pelat
Gambar 7 Grafik optimisasi jarak gading pada material mild steel
2.
Analsis Harga
High tensile steel dan mild steel memiliki harga yang berbeda.High tensile steel memiliki harga yang lebih mahal mengingat material tersebut memilki kuat tarik yang lebih tinggi.Meskipun demikian belum tentu jika harga kapal yang menggunakan high tensile steel lebih mahal daripada kapal yang menggunakan mild steel.Hal ini karena kapal yang menggunakan mild steel cenderung lebih ringan sehingga material yang digunakan sedikit. High tensile steel yang digunakan adalah AH 36 yang memilki harga pasaran sekitar $ 600/ton.Sedangkan mild steel yang digunakan adalah A 36 yang memilki harga pasaran sekitar $ 500/ton.Harga tersebut dikalikan dengan berat kapal sehingga menghasilkan harga kapal.
Lebar (m) Tebal (m) Berat (ton/m) Pelat Lunas 1.50 0.012 0.140 Pelat Alas 16.82 0.010 1.312 Pelat Alas Dalam 16.82 0.008 1.050 Center Girder 1.41 0.012 0.132 Side Girder 1.41 0.010 0.660 Pelat Bilga 1.80 0.010 0.281 Pelat Sisi 6.87 0.014 1.500 Pelat Geladak 5.29 0.012 0.989 Lajur Sisi Atas 1.80 0.012 0.337 Pelat HST 3.63 0.010 0.567 Pelat TST 5.84 0.010 0.912 Ambang Palkah 2.00 0.016 0.499 Jumlah = 8.379
Tabel 5 Ukuran profil Modulus (cm3) Profil Pembujur Alas 93.31 Pembujur Alas Dalam 183.14 Pembujur Sisi 183.82 Pembujur Geladak 18.19 Pembujur HST 106.62 Pembujur TST 70.32
Ukuran Profil 160 x 7 HB 200 x 9 HB 200 x 9 HB 80 x 5 HB 160 x 8 HB 140 x 7 HB Jumlah =
Berat (ton/m) 0.405 0.576 0.614 0.159 0.106 0.263 2.122
Tabel 3Perbandingan harga material Material Berat (ton) Harga per Ton ($) Total Harga ($) High Tensile Steel 10.501 600 6300.60 Mild Steel 12.291 500 6145.50
Sementara itu tabel 6menunjukkan berat penumpu pada jarak gading 0.7 m. dari grafik tersebut didapatkan jumlah total berat penumpu 14.476 ton.
Tabel 6Berat penumpu
Wrang Pelintang Sisi Balok Besar Geladak Penumpu Geladak
(web) (face) (web) (face) (web) (face)
Panjang (m) Tinggi (m) Tebal (m) Jumlah Berat (ton) 21.14 1.41 0.01 5 11.625 8.57 0.31 0.01 2 0.414 8.57 0.1 0.01 2 0.134 5.29 0.36 0.012 2 0.356 5.29 0.25 0.012 2 0.247 2.5 0.36 0.01 2 0.140 2.5 0.06 0.01 2 0.023 Jumlah = 12.940
Dengan jarak gading 0.7 maka jumlah gading besar atau balok besar geladak yang terpasang pada kapal berjumlah 26. Total berat penumpu pada tabel 6 dikalikan dengan jumlah gading besar sehingga didapatkan angka 382.467 ton. Itu adalah berat penumpu secara keseluruhan. Jika dirata-rata berat per meter maka berat penumpu keseluruhan tersebut dibagi kembali dengan panjang kapal sehingga berat penumpu per meter adalah 4.250 ton/m. jadi berat midship secara keseluruhan sepanjang 1 meter adalah 14.661 ton/m. Angka tersebut diperoleh setelah berat ratarata penumpu per meter ditambah dengan berat profil dan pelat pada tabel4 dan 5. Berat baja inilah yang berperan sebagai fungsi obyektif untuk diminimumkan dalam proses optimisasi. Untuk rekapitulasi berat midship per meter bisa dilihat di tabel 7. Tabel 7 sepanjang 1 m
Rekapitulasi
berat
Setelah distribusi gaya apung diketahui langkah selanjutnya adalah menentukan distribusi gaya berat. Pada umumnya untuk meghitung gaya berat kapal adalah dengan menggunakan menghitung berat kapal secara keseluruhan sesuai dengan rencana umum kapal. Namun karena bagian yang ditinjau hanya midship section saja dan rencana umum kapal tidak dibuat maka distribusi gaya berat diestimasi dengan menggunakan Metode Prohaska. Metode ini digunakan untuk mengestimasi berat kapal terutama kapal barang yang memiliki parallel middle body.Distribusi beban berbentuk trapezoid. Dari distribusi gaya lintang kapal akan didapatkan momen air tenang maksimum. Momen pada kondisi sagging dan hogging juga perlu dianalisis. Momen total pada kondisi sagging dan hogging merupakan penjumlahan dari momen air tenang dan momen lentur gelombang vertikal. Jika momen dan modulus penampang diketahui maka besarnya tegangan bisa dihitung.Besarnya tegangan pada berbagai kondisi dapat dilihat pada tanel 8. Darai tabel tersebut dapat diketahui jika tegangan yang ada memenuhi kriteria tegangan maksimum yang diijinkan yaitu sebesar 2477.63 kg/cm2 Tabel 8Tegangan pada berbagai kondisi (kg/cm2)
midship
Jumlah Gading besar 55 Total berat Penumpu 711.714 ton Berat penumpu per meter 5.179 ton/m Berat midship per meter 15.681 ton/m 4.
Analisis Kekuatan Memanjang
Analisis kekuatan memanjang kapal dimulai dengan menghitung modulus penampang kapal pada midship section. Modulus penampang pada geladak dan alas masing-masing juga ditinjau mengingat saat berlayar kapal akan tertekuk akibat gelombang sehingga bagian geladak dan alas akan mengalami beban tarik dan tekan. Modulus penampang merupakan hasil pembagian antara momen inersia terhadap netral axis terhadap jarak netral axis terhadap bagian yang ditinjau baik geladak ataupun alas. Tahap selanjutnya adalah membuat grafik CSA kapal. CSA berpengaruh terhadap distribusi gaya apung yang bekerja pada kapal. CSA dibuat berdasarkan NSP diagram. NSP diagram merupakan salah satu cara untuk membuat rencana garis berdasarkan CSA.
IV. KESIMPULAN Dari analisis yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Ukuran utama optimum yang didapatkan dari proses optimisasi adalah sebagai berikut: L = 137.41 m B = 21.14 m T = 4.5 m D = 9.98 m Material yang digunakan adalah high tensile steel karena fungsi obyektifnya adalah berat baja kapal. Berat baja kapal yang didapatkan adalah 15.681 ton/m. Sistem konstruksi yang dipakai adalah sistem konstruksi memanjang karena berat
konstruski lebih ringan jika dibandingkan dengan sistem konstruksi melintang. Jarak gading 0.5 m paling optimum, sedangkan untuk jarak pembujur 0.5 m. Biaya material dengan menggunakan high tensile steel lebih mahal daripada menggunakan mild steel. Namun berat baja kapal akan lebih kecil jika menggunakan high tensile steel.
DAFTAR PUSTAKA [1] Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). (Edisi 2006). Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Laut Baja. Jakarta: PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). [2] Cudina, P. (2009). Design Precedure and Mathematical Models in the Concept Design of Bulk Carriers (hal 323-335). [3] Evans, J.H. (1975). Ship Structural Design Concepts. Maryland: Cornell Maritime Press, Inc. [4] Evans, J.H. (1975). Basic Design Concepts. Diakses 14 Desember 2013 dari http://www.ebah.com.br/ufrj [5] Eyres, D.J. (2001). Ship Construction (5thed). Oxford: Butterworth-Heinemann. [6] Kitamura, M. and Uedara, T. (2002) Optimization of Ship Structure Based on Zooming Finite Element Analysis with Sensitivities. Kitakyushu. [7] Parsons, M. G. (2004). Parametric Design. In, Ship Design and Construction (Vol. 2). New Jersey. [8] Watson, D.G.M. (1998). Practical Ship Design (Vol. 1). (R. Bhattacharyya, Ed.) Oxfofd: Elsevier. [9] Aries Marine Engineering Services. Bulk Carrier. Diakses 28 Mei 2013 dari http://www.ariesmar.com/ [10] Aries Marine Engineering Services. Ship Framing System. Diakses 28 Mei 2013 dari http://www.ariesmar.com/ [11] Naval Architecture Project Wiki (Narciki). Choosing a Framing System. Diakses 28 Mei 2013 dari http://www.neely-chaulk.com/ [12] Naval Architecture Project Wiki (Narciki). Framing System. Diakses 28 Mei 2013 dari http://www.neely-chaulk.com/ [13] Naval Architecture Project Wiki (Narciki). Framing Space. Diakses 28 Mei 2013 dari http://www.neely-chaulk.com/