Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
OPTIMISASI PROSES PENGOMPOSAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP FLUKTUASI MIKROORGANISME Arif Luqman1) dan IDAA Warmadewanthi2) 1) Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode pengomposan yang optimal dan mengetahui pengaruhnya terhadap fluktuasi bakteri, fungi, dan actinomycetes. Teknologi pengomposan yang digunakan yaitu aerated static pile dan variasi yang digunakan meliputi laju aerasi, penambahan EM4, dan pembalikan. Berdasarkan uji ANOVA didapatkan bahwa aerasi berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi suhu (P < 0.05), sedangkan pembalikan dan penambahan EM4 tidak berpengaruh signifikan (P > 0.05), Variasi aerasi, penambahan EM4, dan pembalikan tidak berpengaruh signifikan pada fluktuasi pH dan penurunan rasio C/N (P > 0.05). Parameter lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi bakteri adalah suhu sedangkan untuk fluktuasi fungi dan actinomycetes yang berpengaruh signifikan adalah rasio C/N (P < 0.05). Persentase penyusutan massa untuk tiap perlakuan berurutan mulai dari perlakuan 1 sampai dengan perlakuan 12, yaitu 7,5%; 10,35%; 17,63%; 20,72%; 33,87%; 28,21%; 38,81%; 46,35%; 20,88%; 33,9%, 29,4%; dan 41,2%. Kata kunci:
Aerasi, Aerated Static Pile, EM4, Fluktuasi Mikroorganisme, Pembalikan Pengomposan.
PENDAHULUAN Pengomposan merupakan proses dekomposisi biologis atau mineralisasi fraksi organik biodegradable pada sampah oleh komunitas mikroba (Tchobanoglous and Kreith, 2002; Cayuela et al., 2006). Tujuan dari proses pengomposan adalah untuk mengurangi timbulan sampah organik, meminimasi odor, mengurangi patogenitas sampah, dan meningkatkan potensi ked=gunaan sampah organik (Hasan et al., 2012). Terdapat banyak metode pengomposan dan aerated static pile (ASP) merupakan salah satu metode pengomposan teknologi medium. Metode ASP memiliki efisiensi yang lebih tinggi pada penggunaan lahan dan waktu yang lebih pendek untuk durasi pengomposan daripada metode konvensional. Aerasi dan temperatur pada tumpukan dapat dikontrol dengan baik pada metode ini sehingga potensi odor dapat diminimalkan (Graves et al., 2000; Nema, 2006). Pengontrolan aerasi pada metode ASP berperan penting dalam menyediakan oksigen yang dibutuhkan pada metabolisme mikroorganisme selama proses dekomposisi. Kelebihan aerasi pada pengomposan dapat memperlambat proses pengomposan dengan menurunkan kelembaban dan temperatur pada tumpukan (Cayuela et al., 2006; Tchobanoglous dan Kreith, 2002; Rasapoor et al., 2009; Graves et al., 2000). Temperatur yang sesuai dibutuhkan untuk mengoptimalkan proses pengomposan. Suplai oksigen juga dapat dilakukan dengan pembalikan. Selain menyediakan oksigen yang dibutuhkan, pembalikan dapat mempercepat proses pengomposan, menurunkan temperatur tinggi, dan mengembalikan porositas tumpukan (Graves et al., 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kuok et al. (2012), pembalikan
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
dapat mempercepat pengomposan dengan menghomogenkan temperatur pada tumpukan sehingga mikroorganisme dapat mendegadasi fraksi organik lebih cepat. Proses pengomposan yang optimal bergantung pada aktivitas berbagai jenis mikroorganisme dekomposer, misalnya bakteri mesofilik dan termofilik, fungi, actinomycetes, dan protozoa (Trautmann, 2001). Starter atau inokulum biasanya ditambahkan untuk mengoptimalkan dan mempercepat proses pengomposan dengan meingkatkan jumalh mikroorganisme dan memperpendek fase lag (Graves et al., 2000; Verawaty, 2004; Yuniwati et al., 2012). Salah satu conth starter yang sering digunakan pada pengomposan adalah EM4 (Effective Microorganism 4). Proses pengomposan melibatkan proses biokimia oleh berbagai jenis mikroorganisme dan terjadi tiga fase, yaitu fase lag, fase aktif dan fase pematangan. Tiga kelompok mikroorganisme utama yang berperan dalam proses pengomposan yaitu bakteri, fungi, dan actinomycetes. Perbedaan perlakuan berupa laju aerasi, pembalikan, dan penambahan starter akan berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme pada kompos sehingga diperlukan penghitungan kepadatan sel untuk mengetahui fluktuasi kepadatan mikroorganisme. METODE Penelitian dilakukan dengan skala lapangan di rumah kompos ITS dengan sampah berasal dari sampah taman yang dikumpulkan oleh pengelola rumah kompos ITS. Metode pengomposan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Aerated Static Pile. Setelah melalui pretreatment (pemilahan, pencacahan, dan penyesuaian kelembaban), sampah ditumpuk pada ruang pengomposan dengan volume sampah yang sama untuk tiap perlakuan. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini meliputi laju aerasi, frekuensi pembalikan, dan penambahan starter EM4. Variasi laju aerasi yang digunakan yaitu 0.6 L/menit.kg, 0.9 L/menit.kg, dan tanpa aerasi. Aerasi tersebut didapatkan dari hasil perhitungan kebutuhan aerasi dari reaksi kimia dekomposisi sampah (hasil ultimate analysis) menjadi kompos dengan rumus kimia C5H7O2N (Sole-Mauri et al., 2007). Aerasi diberikan 8 jam pada 7 hari pertama dan 4 jam 30 menit pada hari selanjutnya (Wang et al., 2011). Variasi frekuensi pembalikan pada proses pengomposan yang digunakan yaitu tanpa pembalikan dan satu kali pembalikan dalam satu minggu. Sedangkan variabel ketiga yaitu ditambahkan starter EM4 (5ml/1kg sampah) dan tanpa penambahan starter EM4. Rancangan penelitia dapat dilihat pada Tabel 1. Proses pengomposan dilakukan selama 21 hari. Penambahan air dilakukan pada saat kelembaban rendah untuk mengoptimalkan proses pengomposan. Tabel 1 Rancangan Penelitian
Tanpa aerasi 0.6 L/kg menit 0.9 L/kg menit
Tanpa Pembalikan Tanpa EM4 Dengan EM4 1 2 5 6 9 10
Dengan Pembalikan Tanpa EM4 Dengan EM4 3 4 7 8 11 12
Parameter yang diukur meliputi suhu dan pH (parameter harian), kelembaban, rasio C/N, jumlah bakteri, fungi, dan actinomycetes (parameter 3 harian), serta berat kering akhir (parameter akhir). Pengukuran kelembaban dan kadar C diukur dengan metode gravimetri. Kadar N diukur dengan metode Kjeldahl. Jumlah bakteri, fungi, dan actinomycetes diukur dengan metode pour plate dengan menggunakan medium NA+nystatin 50µg/L dan diinkubasi inkubasi selama 24 jam (untuk bakteri), medium PDA+chloramphenicol 10µg/L dan diinkubasi selama 72 jam (untuk fungi), dan medium SCA+ nystatin ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
50µg/L+chloramphenicol 10µg/L dan diinkubasi selama 120 jam (untuk actinomycetes). Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC dan 50oC (untuk fase termofilik). Pada penelitian ini digunakan analisa statistik berupa uji ANOVA dan regresi. Uji ANOVA dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variasi pada parameter suhu, pH, dan rasio C/N. Uji regresi dilakukan untuk mengetahui parameter lingkungan yang berpengaruh signifikan pada fluktuasi bakteri, fungi, dan actinomycetes. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa aerasi berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi suhu (P < 0.05), sedangkan pembalikan dan penambahan EM4 tidak berpengaruh signifikan (P > 0.05). Rata-rata suhu pada perlakuan 0.6L/menit.kg lebih rendah daripada ratarata suhu pada perlakuan 0.9L/menit.kg. Hal ini dikarenakan aerasi yang terlalu kecil menyebabkan suhu tidak dapat mencapai titik yang tinggi (Gao et al., 2010). Perlakuan aerasi 0.6L/menit.kg, suhu mengalami penurunan tetapi cenderung stabil dengan perubahan suhu yang tidak terlalu signifikan dan kelembaban yang cukup tinggi dengan fluktuasi yang cenderung stabil. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme dengan kadar air dalam tumpukan yang dapat menyerap panas dan juga aerasi yang dapat mengurangi panas pada tumpukan (Graves et al., 2000; Hwang et al., 2006). Secara umum, perlakuan tanpa aerasi menghasilkan suhu lebih tinggi daripada aerasi 0.6L/menit.kg karena tumpukan tidak mengalami penurunan suhu yang merupakan salah satu fungsi aerasi pada perlakuan tanpa aerasi. Tidak berpengaruh signifikannya penambahan EM4 pada fluktuasi suhu kemungkinan dikarenakan jumlah mikroorganisme indigenous pada tumpukan sudah cukup tinggi sehingga penambahan starter EM4 tidak terlalu berpengaruh dalam fluktuasi suhu dan kelembaban pada tumpukan (Faure dan Deschamps, 1991). Pembalikan tidak berpengaruh signifikan pada fluktuasi suhu dikarenakan frekuensi pembalikan yang kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap aliran udara dan suplai oksigen pada tumpukan. Suhu dan kelembaban pada tumpukan sangat berkaitan. Peningkatan suhu dapat menurunkan kelembaban karena adanya evaporasi dan sebaliknya kelembaban yang tinggi dapat menurunkan suhu dengan menyerap panas dan menghambat aktivitas mikroorganisme (Tchobanoglous dan Kreith, 2002; Cayuela et al., 2006). Fluktuasi suhu dan kelembaban dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. 50
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5 Perlakuan 6 Perlakuan 7 Perlakuan 8 Perlakuan 9 Perlakuan 10 Perlakuan 11 Perlakuan 12
48 46 44
Suhu (Celcius)
42 40 38 36 34 32 30 28 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Hari
Gambar 1 Fluktuasi Suhu Selama Proses Pengomposan Pada Berbagai Perlakuan
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
80
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5 Perlakuan 6 Perlakuan 7 Perlakuan 8 Perlakuan 9 Perlakuan 10 Perlakuan 11 Perlakuan 12
70
Kelembaban (%)
60 50 40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Hari
Gambar 2 Fluktuasi Kelembaban Selama Proses Pengomposan Pada Berbagai Perlakuan
Uji ANOVA menunjukkan bahwa variasi aerasi, penambahan EM4, dan pembalikan tidak berpengaruh signifikan pada fluktuasi pH (P > 0.05). Hasil yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Lau et al. (1992) yang dikarenakan pada semua perlakuan tercukupi kebutuhan oksigennya sehingga tidak terjadi kondisi anaerobik pada tumpukan. Aktivitas mikroorganisme pada EM4 yang ditambahkan pada starter tidak terlalu berbeda dengan mikroorganisme indigenous sehingga fluktuasi pH tidak terpengaruhi dengan penambahan EM4 (Faure dan Deschamps, 1991). pH rendah pada awal pengomposan dikarenakan tahap pengumpulan sampah sebelum proses pengomposan dilakukan dimana terjadi dekomposisi anaerobik sehingga terbentuk asam organik yang menurunkan pH (Tchobanoglous dan Kreith, 2002; Sun et al., 2009; Cheung et al., 2010). Fluktuasi pH selama proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 3. Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5 Perlakuan 6 Perlakuan 7 Perlakuan 8 Perlakuan 9 Perlakuan 10 Perlakuan 11 Perlakuan 12
8,0
7,5
pH
7,0
6,5
6,0
5,5
5,0 0,0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Hari
Gambar 3 Fluktuasi pH Selama Proses Pengomposan Pada Berbagai Perlakuan
Variasi aerasi, penambahan EM4, dan pembalikan tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan rasio C/N (P > 0.05). Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Lau et al. (1992) dan Guo et al. (2012) dimana variasi aerasi tidak berpengaruh signifikan pada rasio C/N. Akan tetapi pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa variasi tanpa aerasi pada perlakuan tanpa pembalikan menunjukkan penurunan rasio C/N yang besar. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas pengikatan nitrogen bebas oleh bakteri pemfiksasi nitrogen dan laju kehilangan nitrogen yang rendah karena aerasi yang rendah (Faure dan Deschamps, 1991; Jiang et al., 2011). Laju aerasi yang rendah dapat meningkatkan aktivitas pengikatan nitrogen oleh bakteri pemfiksasi nitrogen karena bakteri pemfiksasi nitrogen ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
memiliki enzim nitrogenase sensitif terhadap konsentrasi oksigen yang tinggi (Saribay, 2003). Penambahan EM4 tidak berpengaruh signifikan karena mikroorganisme indigenous memiliki aktivitas dalam menurunkan kadar C yang hampir sama dengan mikroorganisme pada EM4 dan pada EM4 tidak terdapat bakteri pemfiksasi nitrogen. Penurunan rasio C/N selama proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 4. Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5 Perlakuan 6 Perlakuan 7 Perlakuan 8 Perlakuan 9 Perlakuan 10 Perlakuan 11 Perlakuan 12
50
45
Rasio C/N
40
35
30
25
20 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Hari
Gambar 4 Fluktuasi pH Selama Proses Pengomposan Pada Berbagai Perlakuan
Fluktuasi mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada tumpukan. Pada penelitian ini parameter kondisi lingkungan yang diukur antara lain rasio C/N, suhu, kelembaban dan pH. Hasil uji regresi menunjukkan, secara keseluruhan, parameter kondisi lingkungan yang berpengaruh signifikan pada fluktuasi bakteri yaitu suhu (P < 0.05), sedangkan parameter kondisi lingkungan yang berpengaruh signifikan pada fluktuasi fungi dan actinomycetes yaitu rasio C/N (P < 0.05). Hal ini sesuai dengan penelitian dari Ma et al. (2003), Robellido et al. (2008), dan Li et al. 2013 yang menyatakan bahwa salah satu paramter kondisi lingkungan yang berpengaruh dalam fluktuasi bakteri adalah suhu dan penelitian dari Tang et al. (2004) menyatakan bahwa rasio C/N berpengaruh pada fluktuasi fungi dan actinomycetes. Perlakuan tanpa aerasi dan aerasi 0.9L/menit.kg menunjukkan jumlah bakteri yang mengalami kenaikan sampai pada hari ke-21 menunjukkan pengomposan yang belum selesai karena kurangnya suplai oksigen (tanpa aerasi) dan aerasi yang terlalu besar (aerasi 0.9L/menit.kg) sedangkan perlakuan aerasi 0.6L/menit.kg secara umum menunjukkan penurunan jumlah bakteri pada hari ke-21. Secara umum, jumlah fungi dan actinomycetes belum mengalami peningkatan signifikan sampai hari ke-21 karena ketersediaan substrat yang sesuai masih belum tersedia dalam jumlah yang mencukupi, kecuali pada Gambar 5b dimana jumlah actinomycetes mengalami kenaikan drastis pada hari ke-15 menunjukkan jumlah substrat yang sesuai sudah mencukupi (Fierer et al., 2010). Fluktuasi mikroorganisme pada setiap perlakuan selama proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengukuran didapatkan persentase penyusutan massa untuk tiap perlakuan yaitu: perlakuan 1 sebesar 7,5%; perlakuan 2 sebesar 10,35%; perlakuan 3 sebesar 17,63%; perlakuan 4 sebesar 20,72%; perlakuan 5 sebesar 33,87%; perlakuan 6 sebesar 28,21%; perlakuan 7 sebesar 38,81%; perlakuan 8 sebesar 46,35%; perlakuan 9 sebesar 20,88 perlakuan 10 sebesar 33,9%, perlakuan 11 sebesar 29,4%; perlakuan 12 sebesar 41,2% (Gambar 6). Penyusutan paling besar pada perlakuan 8 dan paling kecil pada perlakuan 1. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada perlakuan 8 sampah mendapatkan oksigen yang cukup dari aerasi, inokulasi mikroorganisme unggul untuk meningkatkan proses pengomposan, dan mengalami pembalikan yang miningkatkan aliran udara dan kontak substrat baru sehingga ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
550000
500000
125000
500000
400000
120000 115000 110000 105000 100000 30000 25000 20000 15000 10000 5000
450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 8000 6000 4000 2000 0
0 0
3
6
9
12
Hari
a
15
18
0
21
9
12
Hari
b
15
18
50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 3
6
9
12
15
Hari
18
55000 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 0
3
6
9
12
15
Hari
18
21
40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 3
6
9
12
Hari
15
18
35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 0
21
775000
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
800000
275000 270000 265000 260000 255000 250000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 3
j
6
9
12
Hari
15
18
Bakteri Fungi Actinomycetes
6
9
12
15
21
4000 2000 0 3
6
9
12
15
Hari
18
21
Bakteri Fungi Actinomycetes
65000 60000 55000 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 3
6
9
12
15
Hari
18
21
Bakteri Fungi Actinomycetes
18
21
725000 700000 40000 30000 20000 10000 0 3
k
6
9
12
Hari
22500 20000 17500 15000 12500 10000 7500 5000 2500 0 0
750000
0
225000
Bakteri Fungi Actinomycetes
h
280000
0
3
Hari
Bakteri Fungi Actinomycetes
g
6000
250000
40000
15
18
21
Bakteri Fungi Actinomycetes
3
6
9
12
15
Hari
i Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
0
8000
f Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
45000
10000
0
45000
500000
12000
Bakteri Fungi Actinomycetes
e
550000
14000
c
130000
600000
16000
70000
Bakteri Fungi Actinomycetes
d
18000
0
140000
21
200000
Bakteri Fungi Actinomycetes
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
55000
300000
21
150000
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
6
160000
0
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
3
Bakteri Fungi Actinomycetes
135000 130000
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
130000
Jumlah mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
Jumalh mikroorganisme (10^9 CFU/gram)
proses dekomposisi berlangsung optimal. Perlakuan 1 tidak mendapatkan aerasi sehingga kebutuhan oksigen mikroorganisme dalam mendekomposisi kurang terpenuhi, dan tidak dibalik sehingga kontak antara substrat dengan mikroorganisme kurang maksimal dan menyebabkan dekomposisi berjalan lambat sehingga penyusutan lebih kecil daripada perlakuan lainnya. Sehingga perlakuan yang paling optimum untuk proses pengomposan dengan metode ASP adalah perlakuan 8, yaitu aerasi 0.6L/menit.kg, ditambah EM4, dan dengan pembalikan.
18
130000 128000 126000 124000 122000 120000 27500 25000 22500 20000 17500 15000 12500 10000 7500 5000 2500 0 0
3
l
6
9
12
Hari
15
18
Bakteri Fungi Actinomycetes
Gambar 5 Fluktuasi Mikroorganisme Selama Proses Pengomposan Pada Berbagai Perlakuan
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-6
21
Bakteri Fungi Actinomycetes
21
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Persentase penyusutan berat kering (%)
50
40
30
20
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Perlakuan
Gambar 6 Perbandingan Persentase Penyusutan Berat Kering Sampah
KESIMPULAN DAN SARAN Perlakuan yang paling optimal untuk proses pengomposan dengan metode aerated static pile adalah aerasi 0.6L/menit.kg, ditambah EM4, dan dilakukan pembalikan. Perlakuan ini menghasilkan penyusutan massa yang paling besar daripada perlakuan yang lain. Selain itu pada perlakuan ini menghasilkan fluktuasi bakteri yang menunjukkan fase lag, fase aktif, dan fase pematangan. Berdasarkan hasil uji regresi didapatkan yang berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi bakteri adalah suhu sedangkan yang berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi fungi dan actinomycetes adalah rasio C/N. DAFTAR PUSTAKA Cayuela, M. L., Sa´nchez-Monedero, M. A., dan A. Roig, (2006), “Evaluation of two different aeration systems for composting two-phase olive mill wastes”, Process Biochemistry,Vol. 41, hal. 616–623. Cheung, H. N. B., Huang, G. H., dan H. Yu, (2010), “Microbial-growth inhibition during composting of food waste: Effects of organic acids”, Bioresource Technology, Vol. 101, hal. 5925–5934. Faure, D., dan Deschamps, A. M., (1991), “The Effect of Bacterial Inoculation on the Initiation of Composting of Grape Pulps”, Bioresource Technology, Vol. 37, hal. 235-238. Fierer, Noah, Nemergut Diana, Rob Knight, dan Joseph M. Craine, (2010), “Changes through time: integrating microorganisms into the study of succession”, Research in Microbiology, Vol. 161, hal. 635-642. Gao, Mengchun, Li, Bing, An Yu, Fangyuan Liang, Lijuan Yang, dan Yanxia Sun, (2010), “The effect of aeration rate on forced-aeration composting of chicken manure and sawdust”, Bioresource Technology, Vol. 101, hal. 1899–1903.
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Graves, Robert E., Hattemer, Gwendolyn M., Donald Stettler, James N. Krider, dan Dana Chapman, (2000), Environmental Engineering National Engineering Handbook, United States Department of Agriculture. Washington. Guo, Rui, Li, Guoxue, Tao Jiang, Frank Schuchardt, Tongbin Chen, Yuanqiu Zhao, dan Yujun Shen, (2012), “Effect of aeration rate, C/N ratio and moisture content on the stability and maturity of compost”, Bioresource Technology, Vol. 112, hal. 171–178. Hasan, K. M. M., Sarkar, G., M. Alamgir, Q. H. Bari, G. Haedrich, (2012), “Study on the quality and stability of compost through a Demo Compost Plant”, Waste Management, Vol. 32, hal. 2046-2055. Hwang, Eui-Young, Park, Joon-Seok, Joung-Dae Kim, dan Wan Namkoong (2006), “Effects of Aeration Mode on the Composting of Diesel-Contaminated Soil” J. Ind. Eng. Chem., Vol. 12, No. 5, hal. 694-701. Jiang,Tao, Schuchardt, Frank, Guoxue Li, Rui Guo, dan Yuanqiu Zhao, (2011), “Effect of C/N ratio, aeration rate and moisture content on ammonia and greenhouse gas emission during the composting”, Journal of Environmental Sciences, Vol. 23(10), hal. 1754–1760. Kuok, Fidero, Mimoto, Hiroshi, dan Kiyohiko Nakasaki (2012), “Effects of turning on the microbial consortia and the in situ temperature preferences of microorganisms in a laboratory-scale swine manure composting”, Bioresource Technology, Vol. 116, hal. 421–427. Lau, A. K., Lo, K. V., R. H. Liao dan J. C. Yu ,(1992), “Aeration Experiments for Swine Waste Composting”, Bioresource Technology, Vol. 41, hal. 145-152. Li Q. Wang, X. C., H. H. Zhang, H. L. Shi, T. Hu, dan H. H. Ngo, (2013), “Characteristics of nitrogen transformation and microbial community in an aerobic composting reactor under two typical temperatures”, Bioresource Technology, Vol. 137, hal. 270–277. Ma Y., Zhang, J. Y., dan M. H. Wong, (2003), “Microbial activity during composting of anthracene-contaminated soil”, Chemosphere, Vol. 52, hal. 1505–1513. Nema, Asit, (2006), Static Aerated Pile Composting – an Odour Free Option. Foundation for Greentech Environmental Systems, New Delhi. Rasapoor, M., Nasrabadi, T., M. Kamali, dan H. Hoveidi (2009), “The effects of aeration rate on generated compost quality, using aerated static pile method”, Waste Management, Vol. 29, hal. 570–573. Rebollido, R., Martínez, J., Y. Aguilera, K. Melchor, I. Koerner, dan R. Stegmann (2008), “Microbial Populations During Composting Process Of Organic Fraction Of Municipal Solid Waste”, Applied Ecology And Environmental Research, Vol. 6, hal. 61-67. Saribay, Gul Fidan, (2003), Growth and Nitrogen Fixation Dynamics of Azotobacter Chroococcum in Nitrogen-Free and OMW Containing Medium, Tesis, Middle East Technical University. Sole-Mauri, Francina, Illa, Josep, Albert Magrı’, Francesc X. Prenafeta-Boldu´, dan Xavier Flotats, (2007), “An integrated biochemical and physical model for the composting process”, Bioresource Technology, Vol. 98, hal. 3278–3293. ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Sun, Wei, Huang, Guo H., Guangming Zeng, Xiaosheng Qin, dan Xueling Sun, (2009), “A stepwise-cluster microbial biomass inference model in food waste composting”, Waste Management , Vol. 29, hal. 2956–2968. Tang, Jing-Chun, Kanamori, Tomonari, Yasushi Inoue, Tsuyoshi Yasuta, Shigekata Yoshida, Arata Katayama, (2004), “Changes in the microbial community structure during thermophilic composting of manure as detected by the quinone profile method”, Process Biochemistry, Vol. 39, hal. 1999–2006. Tchobanoglous, George dan Kreith, Frank, (2002), Handbook of Solid Waste Management, 2nd edition, McGraw-Hill Companies, Inc, USA. Trautmann, Nancy, (2001), Cornell Composting: The Science and Engineering of Composting, Cornell University, New York. Verawaty, Pipin Tania, (2004), Perbedaan penggunaan berbagai dosis EM4 terhadap waktu terbentuknya kompos pada sampah kebun, Tugas Akhir, Universitas Diponegoro, Semarang. Wang, Ke, Li, Weiguang, Jianhua Guo, Jinlin Zou, Yunbei Li, dan Lei Zhang, (2011), “Spatial distribution of dynamics characteristic in the intermittent aeration static composting of sewage sludge”, Bioresource Technology, Vol. 102 , hal. 5528–5532. Yuniwati, Mumi, Iskarima, Frendy, dan Adiningsih Padulemba, (2012), “Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos dari Sampah Organik dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM4”, Jurnal Teknologi, Vol. 5, No. 2, hal. 172-181.
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-2-9