1
2
Optimation of Determination Cd(II), Cu(II) and Pb(II) in the Sea Water Using Calcon as complexing agent by Voltammetri Stripping Adsorptif (AdSV) Deswati, Hamzar Suyani, Yunita S. Ritonga dan Citra Buhatika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Email : deswati_ua.yahoo.co.id
ABSTRACT A sensitive, and selective adsorptive stripping voltammetric (AdSV) procedure for determination of Cd(II), Cu(II) and Pb(II) in the sea water by using calcon as complexes was conducted. The aim of this method to get optimum condition for determination of Cd(II), Cu(II) and Pb(II). Adsorptive stripping voltammetry has been used for ultra trace determination of Cd(II), Cu(II) and Pb(II) by using calcon as complexing agent (ligand). Parameters were done, variation of supporting electrolit (KCl and NH 4Cl), concentration of calcon, pH, accumulation potential and accumulation time. In this case, the optimum conditions were reached at 3M KCl supporting electrolit, concentration of 0.12 mM calcon for Cd(II) and Cu(II) while 0.03 mM for Pb(II), pH 7, 10 and 4 for Cd(II), Cu(II) and Pb(II), accumulation potential – 0.7 Volt for Cd(II), Cu(II) and – 0.6 Volt for Pb(II) and accumulation time 60 second. At the optimum conditions the relative standard deviation were 4,61 %, 4,27 % and 2,27 % for Cd(II), Cu(II) and Pb(II) for eight replicates (n = 8) measurements of 10 μg/L Cd(II), Cu(II) and Pb(II). The method was applied to the direct determination of Cd(II), Cu(II) and Pb(II) in sea water Batang Air Dingin Lubuk Minturun and around Muara Padang water. Concentration Cd(II, Cu(II) and Pb(II) in sample were equal 7,359 ng/L and 3,659 ng/L for Cd(II), 4,778 μg/L and 5,189 μg/L for Cu(II), 6,112 μg/L and 8,804 μg/L for Pb(II) with recovery of 99,04 %, 98,31 % and 98,16 % for Cd(II), Cu(II) and Pb(II) respectively.
Keywords : adsorptive, calcon, stripping, voltammetry and sea water
I. PENDAHULUAN
3
Perkembangan sektor industri di berbagai kawasan pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat, sehingga semakin banyak pula permasalahan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dan muncul kepermukaan. Pencemaran yang terjadi di kawasan pesisir dan laut akibat penurunan daya dukung perairan dari berbagai aktivitas manusia sehingga kehidupan organisme di perairan terganggu. Salah satu bentuk pencemaran yang terjadi di perairan laut berupa logam-logam berat seperti : Hg, Cu, Cd, Cr, Pb, Fe, Zn dan Ni (Sanusi et al., 1985). Dalam sejumlah konsentrasi tertentu, keberadaan logam berat dalam air dapat menimbulkan pencemaran di perairan. Menurut Waldichuk (1974) unsur logam berat secara alamiah terdapat dalam air laut sangat rendah, yaitu berkisar antara 10-5 – 10-2 ppm, sementara matrik sampel (kadar garam) cukup tinggi. Berbagai metoda analisis telah banyak dilakukan untuk penentuan logam-logam seperti: potensiometri dengan menggunakan elektroda selektif ion, polarografi dan spektrofotometri serapan atom, tetapi metoda tersebut tidak dapat mengukur kadar ion-ion logam yang sangat kecil tersebut, walaupun sebelumnya telah dilakukan prekonsentrasi (pemekatan) dengan cara ekstraksi pelarut (Deswati, 2006). Oleh karena itu diperlukan metoda alternatif yang dapat mengatasi masalah tersebut di atas. Voltammetri stripping adsorptif dipilih sebagai alternatif metode analisis karena memiliki sensivitas tinggi, limit deteksi rendah pada skala ppb, penggunaannya mudah dan preparasi sampel yang mudah. Pada voltammetri sripping adsorptif tahap pre-konsentrasinya waktunya lebih singkat, umumnya kurang dari 1 menit (Amini and Kabiri, 2005). Voltammetri stripping merupakan salah satu metode elektroanalitik yang didasarkan pada proses oksidasi-reduksi pada permukaan elektroda. Teknik voltammetri stripping terdiri atas beberapa tahap, yaitu : a). Deposition step (tahap prekonsentrasi) dimana, pada tahap ini ion logam dalam larutan tereduksi dan terkonsentrasi pada elektroda kerja dengan cara memberikan potensial terkontrol (Edep) yang jauh lebih negative dibandingkan dengan E1/2 dari ion logam tersebut b). Quiet step (tahap tenang) dimana pada tahap ini, proses pengadukan larutan dihentikan untuk beberapa saat (sekitar 10-15 detik) dan membiarkan sistim mencapai kesetimbangan. c). Stripping (tahap pelepasan) dimana pada tahap ini, terjadi pelepasan electron kembali. Artinya, analit yang sudah menempel atau teradsorpsi dilepaskan kembali dari elektroda kerja dengan memberikan potensial sangat cepat sekali (Strobel and Heinemann, 1989). Voltammetri stripping adsorptif merupakan salah satu dari metode voltammetri stripping yang banyak digunakan dalam analisis logam berat karena memiliki sensitivitas yang baik, logam-logam dengan konsentrasi yang sangat kecil dapat dianalisis. Pada metode ini, terdiri dari beberapa langkah yaitu : pembentukan kompleks antara logam dengan ligan, adsorpsi kompleks pada permukaan elektroda, reduksi kompleks dan pengukuran arus dengan scan potensial secara anoda atau katoda. Jumlah logam yang terakumulasi berbanding lurus dengan waktu akumulasi yang diberikan (Wang, 2000). Tujuan dari teknik ini adalah untuk membuat analisis lebih selektif dan menurunkan limit deteksi. Selektivitas dapat ditingkatkan dengan memilih ligan maupun larutan elektrolit pendukung, semakin selektif ligan yang digunakan selektivitas akan semakin baik. Elektrolit pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah dalam bentuk KCl dan NH 4Cl, yang berfungsi untuk menekan arus migrasi, mengontrol potensial agar tahanan larutan dikurangi serta menjaga kekuatan ion total konstan. Limit deteksi diturunkan dengan meningkatnya konsentrasi analit yang teradsorpsi pada permukaan elektroda (Wang, 2000).
4
Kalkon mempunyai rumus molekul C20H13N2NaO5S dengan nama IUPAC 2-hidroksi-1(2-hidroksi-1-naftilazo)-naftalen-4-sulfonic acid sodium salt, dengan masa atom relatif 416,39 g/mol. Senyawa ini merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi kondensasi antara benzaldehid (C6H5CHO) dan asetofenon (C6H5COCH3). Senyawa kalkon ini juga dapat dikatakan sebagai keton-keton, sekelompok turunan benzalasetonfenon dari jenis ArCOCH=CHAr alamiah yang berwarna jingga, contohnya kurkumin, eridiktiol, hesperitin dan maringinin. Pemanfaatan kalkon ini terkait dengan adanya gugus (2-hidroksi-1 naftilazo) pada struktur kimianya. Peran kalkon sebagai ligan pengompleks didukung oleh adanya pasangan elektron bebas (lone pair electron) dari gugus dihidroksi yang dapat mengikat/menjerat logam, sehingga terbentuk kompleks logam-kalkon (Pudjaatmaka and Meity, 2004).
Gambar 1. Struktur Kalkon Pada penelitian sebelumnya, teknik voltammetri stripping adsorptif telah digunakan untuk penentuan Ni (II) dengan menggunakan ligand kalkon (Deswati, 2008), dimetilglioksim (Korolezuk et all., 2005). Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kondisi optimum Ni(II) pada pH 11 dan konsentrasi kalkon 15 uM. Voltammetri stripping adsorptif adalah metoda yang sangat sensitif dan selektif sehingga dapat digunakan untuk menganalisa spesies dalam larutan dalam konsentrasi yang sangat kecil,(Jugade and Arun, 2006) dimana Cr(VI) dikomplekkan dengan 2,2 – bipiridin pada konsentrasi 10 µM, limit deteksinya 0,1692 µg/L pada pH 5 (Deswati dkk., 2009). Selain itu kelebihan dari metoda ini adalah : kadar garam yang tinggi dari sampel air laut tidak mengganggu dalam analisis, kemudian selektif, cepat, sederhana, running cost yang rendah dan bisa untuk analisis senyawa anorganik dan organik. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul : Optimasi penentuan Cd (II), Cu(II) dan Pb(II) dalam air laut dengan menggunakan kalkon sebagai pengompleks secara voltammetri stripping adsorptif (AdSV). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi optimum dalam penentuan Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) dalam air laut secara voltammetri stripping adsorptif. Untuk mendapatkan kondisi optimum tersebut dilakukan beberapa parameter yaitu: pengaruh variasi elektrolit pendukung (KCl dan NH4Cl), konsentrasi kalkon, pH larutan, potensial akumulasi dan waktu akumulasi. Dari kondisi optimum yang telah didapatkan tersebut, diaplikasikan untuk penentuan Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) di dalam air laut secara voltammetri stripping adsorptif (AdSV).
2.
METODE DAN BAHAN
5
Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Metrohm 797 Computerace dengan elektroda kerja HMDE, elektroda pembanding berupa Ag/ AgCl/ KCl 3 M, dan elektroda Pt sebagai elektroda pendukung; pH meter Griffin model 80, Griffin & George Loughborough, Inggris; dan neraca analitis Mettler AE 200, Toledo OH-USA; serta peralatan gelas yang biasa digunakan laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain : Cd(NO3)2, Cu(NO3)2, (Pb(NO3)2, KCl, NH4Cl, HCl pekat, HNO3 pekat, buffer asetat, kalkon, NH4OH, air laut, kertas saring Whatman dan akuabides dan gas nitrogen. Prosedur Kerja Variasi elektrolit pendukung (KCl dan NH4Cl) Sebanyak 10 mL larutan standar Cd(II) 10 µg/L, 0,5 mL KCl 3 M dan 0,3 mL kalkon 1 mM dimasukkan ke dalam voltammeter vessel. Diatur potensial akumulasi – 0,7 V, waktu akumulasi 60 detik pada pH 7. Dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai arus puncak (Ip), hal yang sama juga dilakukan terhadap NH4Cl 0,1 M. Dialurkan kurva antara elektrolit pendukung (KCl dan NH4Cl) dengan arus puncak (Ip) untuk menentukan elektrolit pendukung yang optimum. Percobaan yang sama dilakukan terhadap Cu(II) dan Pb(II). Variasi konsentrasi kalkon Sebanyak 20 mL larutan standar Cd(II) 10 µg/L dan 0,5 mL KCl 3 M dimasukkan ke dalam voltammeter vessel. Diatur potensial akumulasi -0,7 V, waktu akumulasi 60 detik dan pH 7 dengan penambahan NH4OH. Ditambahkan kalkon sebagai pengompleks yang optimum. dengan variasi konsentrasi 0,01mM, 0,02 mM, 0,03 mM, 0,05 mM, 0,07 mM, 0,09 mM, 0,12 mM, 0,17 mM dan 0,22 mM. Dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai arus puncak (Ip). Dialurkan kurva antara variasi konsentrasi calcon dengan arus puncak (Ip) untuk menentukan konsentrasi calcon optimum pengukuran. Hal yang sama juga dilakukan terhadap Cu(II) dan Pb(II). Variasi pH Sebanyak 20 mL larutan standar Cd(II) 10 µg/L dan 0,5 mL KCl 3 M dimasukkan ke dalam voltammeter vessel. Diatur pH dengan range 5 – 9, untuk Cu(II) range pH 7 – 11 sedangkan Pb(II) range pH 2 - 8 dengan penambahan buffer asetat, kemudian ditambahkan 0,3 mL konsentrasi kalkon optimum untuk masing-masing logam yang telah didapatkan. Diatur potensial akumulasi – 0,7 V untuk Cd(II) dan Cu(II) sedangkan – 0,6 V untuk Pb(II) dan waktu akumulasi 60 detik. Dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai arus puncak (Ip). Dialurkan kurva antara variasi pH dengan arus puncak (Ip) untuk menentukan pH larutan optimum pengukuran. Variasi potensial akumulasi Sebanyak 20 mL larutan standar Cd(II) 10 µg/L dan 0,5 mL KCl 3 M dimasukkan ke dalam voltammeter vessel. Lalu ditambahkan 0.3 mL konsentrasi kalkon yang optimum (arus puncak tertinggi), pH optimum dan waktu akumulasi 60 detik. Setelah itu baru dilakukan pengukuran larutan dengan variasi potensial akumulasi -0,3 s/d -0,8 V. Selanjutnya dialurkan kurva antara potensial akumulasi Vs arus puncak (Ip). Kemudian ditentukan potensial akumulasi optimum. Hal yang sama juga dilakukan terhadap Cu(II) dan Pb(II). Variasi waktu akumulasi
6
Sebanyak 20 mL larutan standar Cd(II) 10 µg/L dan 0,5 mL KCl 3 M dimasukkan ke dalam voltammeter vessel, kemudian ditambahkan 0,3 mL konsentrasi kalkon yang optimum. Diatur potensial akumulasi sesuai dengan potensial akumulasi optimum yang didapatkan, pH optimum. Dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai arus puncak (Ip). Dialurkan kurva antara variasi waktu akumulasi dengan arus puncak (Ip) untuk menentukan waktu akumulasi Hal yang sama juga dilakukan terhadap Cu(II) dan Pb(II). Penentuan Standar Deviasi Relatif Dimasukkan 10 mL larutan standar Cd(II) 10 µg/L dan 10 mL KCl 3 M ke dalam voltammeter vessel. Diatur pH 10 dengan penambahan NH4OH, kemudian ditambahkan 0,3 mL kalkon 0,12 mM, potensial deposisi -0,7 Volt dan waktu akumulasi 60 detik. Dilakukan pengukuran dengan pengulangan sebanyak 8 kali. Hal yang sama juga dilakukan untuk Cu(II) dan Pb(II). Aplikasi Metoda Sampel yang digunakan berasal dari dua tempat, yaitu air Batang Air Dingin Lubuk Minturun dan Muara Padang. Sampel yang telah diambil diawetkan dengan HNO 3 65 % dengan perbandingan 1 : 1000. 3. HASIL DAN DISKUSI Pada penelitian ini dilakukan penentuan Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) secara voltammetri stripping adsorptif (AdSV) dengan menggunakan kalkon sebagai pengompleks. Dalam penentuan ini diperlukan suatu kondisi optimum pengukuran. Oleh sebab itu dipelajari beberapa parameter yaitu ; variasi elektrolit pendukung (KCl dan NH4Cl), konsentrasi kalkon, pH larutan, potensial akumulasi dan variasi waktu akumulasi. Variasi elektrolit pendukung Pada penelitian ini dipelajari pengaruh variasi elektrolit pendukung berupa NH 4Cl 0,1M dan KCl 3M terhadap arus puncak (Ip) untuk logam Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) dengan potensial akumulasi -0,7 Volt, waktu deposisi 60 detik, 0,3 mL kalkon 1 mM. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel. Hubungan antara variasi elektrolit pendukung terhadap arus puncak (Ip) Elektrolit Arus Puncak (Ip) Pendukung Cd Cu Pb NH4Cl 0,1 M 74,94 nA 11,55 μA 20,8 μA KCl 3 M
77,59 nA
33,79 μA
48,32μA
Penambahan elektrolit pendukung berfungsi sebagai pengantar arus listrik dalam larutan sehingga analit tidak terpengaruh oleh perbedaan perubahan potensial yang diberikan dengan cepat. Selain itu juga untuk menekan arus migrasi, mengontrol potensial agar tahanan larutan dikurangi serta menjaga kekuatan ion total konstan. (Wang, 2000). Pada Tabel di atas terlihat bahwa, penambahan elektrolit pendukung NH4Cl 0,1 M dan KCl 3 M terhadap arus pucak yang dihasilkan untuk Cd(II) terdapat perbedaan yang relatif sangat kecil sebesar 3,35 nA, sedangkan untuk ion logam Cu(II) dan Pb(II) dengan penambahan elektrolit pendukung
7
NH4Cl 0,1M dan KCl 3M terdapat perbedaan yang signifikan. Arus puncak yang dihasilkan paling tinggi untuk ketiga ion logam di atas adalah dengan menggunakan KCl 3M. Hal ini disebabkan karena, ion K+ lebih kecil dari ion NH4+, sehingga kecepatannya mengatasi gerakan ion dalam larutan (elektro migrasi) jauh lebih lebih besar dari ion NH 4+. Akibatnya arus puncak yang dihasilkan dengan menggunakan KCl sebagai elektrolit pendukung jauh lebih besar dari menggunakan NH4Cl. Untuk penelitian selanjutnya digunakan KCl 3 M sebagai elektrolit pendukung. Variasi konsentrasi kalkon Dalam penelitian ini dilakukan penentuan hubungan antara konsentrasi kalkon dengan arus puncak terhadap larutan standar Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) 10 μg/L dengan potensial akumulasi – 0,7 Volt untuk Cd(II), Cu(II) dan -0,6 Volt untuk Pb(II), waktu akumulasi 60 detik dan pH 7, 10 dan 4 masing-masing untuk Cd(II), Cu(II) dan Pb(II). Adapun variasi konsentrasi kalkon dalam 20 mL larutan uji antara lain : 0,01 mM, 0,02 mM, 0,03 mM, 0,05 mM, 0,07 mM, 0,09 mM, 0,12 mM, 0,17 mM dan 0,22 mM. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 2. Kurva hubungan antara konsentrasi kalkon terhadap arus puncak Kondisi pengukuran: Cd(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 7 dan potensial akumulasi -0,7 V Cu(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 10 dan potensial akumulasi -0,7 V
Pb(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 4 dan potensial akumulasi -0,6 V Dari Gambar 1 terlihat bahwa, awalnya arus puncak mengalami penurunan lalu meningkat dengan bertambahnya konsentrasi kalkon di bawah 0,12 mM terutama untuk Cd(II) dan Cu(II). Ini terjadi karena masih terdapat ion Cd 2+ dan Cu2+ yang belum membentuk senyawa kompleks dengan kalkon. Pada konsentrasi kalkon di atas 0,12 mM terjadi penurunan arus puncak. Hal ini disebabkan karena terjadinya kompetisi antar ligan untuk teradsorpsi pada permukaan elektroda dan membentuk kompleks dengan ion logam. Sedangkan untuk logam Pb(II) terjadi peningkatan arus dari konsentrasi kalkon 0,01 mM – 0,03 mM, ini menunjukkan pembentukan komplek Pb(II) dengan kalkon semakin meningkat.
8
Pada konsentrasi kalkon di atas 0,03 mM terjadi penurunan arus puncak, kemungkinan terjadi kompetisi antar pengompleks sebagai ligan dalam berikatan dengan ion logam sehingga arus menurun. Untuk itu konsentrasi kalkon 0,12 mM dipilih sebagai kondisi optimum Cd(II) dan Cu(II) sedangkan untuk Pb(II) 0,03 mM. Pada konsentrasi optimum, ion logam dan pengompleks (kalkon) telah terkomplek dengan sempurna sehingga memberikan arus optimum.
Variasi pH Kondisi pH berpengaruh terhadap pembentukan kompleks antara ion Cd(II), Cu(II) dan ion Pb(II) dengan kalkon. Pada kondisi pH yang tepat diharapkan semakin banyak kompleks Cd-kalkon, Cu-kalkon maupun Pb-kalkon yang terjadi pada permukaan elektroda sehingga akan menghasilkan tinggi arus puncak yang optimum pada saat pengukuran. Pengaruh pH larutan terhadap arus puncak (Ip) dipelajari untuk larutan standar Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) dengan konsentrasi masing-masing 10 μg/L, dengan memvariasikan pH dari 5 – 9 untuk Cd(II), pH 7 – 11 untuk Cu(II) sedangkan pH 2 -8 untuk Pb(II). Gambar 2, menunjukkan bahwa tinggi arus puncak dipengaruhi oleh kondisi pH larutan dari masing-masing ion logam. Pada pH 5 sampai dengan pH 6 untuk ion Cd(II) tinggi arus puncak yang dihasilkan mengalami penurunan, karena pada pH tersebut kondisi larutan bersifat asam yang mengandung jumlah proton (H+) yang lebih banyak menyebabkan ligan (kalkon) lebih dominan mengikat proton (H+) dibandingkan Cd2+. ton (H+) dibandingkan Cd2+. Tinggi arus puncak optimum terjadi pada pH 7, karena pada kondisi pH tersebut Cd(II) berada dalam bentuk ion bebasnya dalam jumlah yang banyak, sehingga banyak ion Cd 2+ yang terjebak pada permukaan elektroda dan membentuk kompleks dengan kalkon.
Gambar 3. Kurva hubungan antara variasi pH terhadap arus pucak Kondisi pengukuran: Cd(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 7, potensial akumulasi -0,7 V dan kalkon 0,12 mM Cu(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 10, potensial akumulasi -0,7 Vdan kalkon 0,12 mM Pb(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 4, potensial akumulasi -0,6 V dan kalkon 0,5 mM
Pada pH 8 sampai dengan pH 9 arus puncak mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pembentukan kompleks antara ion Cd2+ dengan kalkon menjadi terganggu oleh ion
9
OH- yang semakin banyak di dalam larutan dengan meningkatnya pH. Pada pH tinggi ion logam akan lebih dominant bereaksi ion OH - sedangkan yang bereaksi dengan kalkon menjadi berkurang. Pada pH tertentu ion logam akan membentuk hidroksidanya dan mengendap. Dari Gambar 2 juga terlihat, bahwa pada pH 8 sampai dengan pH 10 tinggi arus puncak yang dihasilkan mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena pada kondisi pH tersebut Cu(II) berada dalam bentuk ion bebasnya dalam jumlah yang lebih banyak, ion ini akan membentuk kompleks dengan kalkon dan terserap pada permukaan elektroda kerja. pH optimum untuk Cu(II) terjadi pada pH 10. Pada pH tersebut terbentuk kompleks yang stabil antara ion Cu2+ dengan kalkon sehingga arus puncak yang dihasilkan juga meningkat. Pada pH yang lebih besar dari 10 terjadi kelebihan OH - dalam larutan, sehingga menyebabkan terjadi kompetisi antara OH- dengan kalkon untuk bereaksi dengan ion Cu2+.Pada pH tersebut ion Cu(II) lebih dominan bereaksi dengan OH - membentuk Cu(OH)2. Untuk itu pH 10 dipilih sebagai kondisi optimum dalam analisa selanjutnya. Pengaruh pH terhadap arus puncak untuk Pb(II) dapat di lihat pada Gambar 2 di atas. Dari Gambar 2 tersebut terlihat bahwa, terjadi penurunan arus puncak seiring dengan berkurangnya keasaman larutan atau semakin meningkat pH larutan. pH 2 memberikan arus puncak tertinggi, tetapi untuk pengaturan pH mencapai 2 sangat sulit dan tidak praktis. Tingkat keasaman dengan pH 4 dipilih untuk analisa sebagai kondisi optimum, karena dalam pengkondisiannya tidak sesulit pada pH 2 dan juga perbedaan arus puncak (Ip) tidak terlalu besar. Variasi potensial akumulasi Pada penelitian ini dilakukan penentuan hubungan antara potensial akumulasi dengan arus puncak dari Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) yang diuji pada rentang – 0,3 Volt sampai dengan – 0,8 Volt. Potensial akumulasi adalah potensial pada saat analit terdeposisi pada elektroda kerja.Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Kurva hubungan antara potensial terhadap arus pucak Kondisi pengukuran: Cd(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 7, waktu akumulasi 60 s dan kalkon 0,12 mM Cu(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 10, waktu akumulasi 60 s kalkon 0,12 mM
Pb(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 4, waktu akumulasi 60 s dan kalkon 0,5 mM Pada kurva di atas terlihat bahwa, pada setiap variasi potensial akumulasi yang diuji, memberikan nilai arus puncak yang berbeda. Untuk ion logam Cd 2+, pada potensial -0,3 Volt
10
sampai -0,7 Volt kurva turun secara signifikan. Pada rentang potensial -0,6 Volt sampai -0,7 Volt kurva naik kemudian turun pada -0,8 Volt. Hal ini menunjukkan terjadi proses deposisi (akumulasi) kompleks analit pada permukaan elektroda kerja yang mencapai maksimum pada -0,7 Volt. Potensial akumulasi -0,7 Volt digunakan pada penentuan selanjutnya. Untuk ion Cu2+ terlihat dari Gambar 3 di atas, pada potensial -0,3 Volt sampai -0,6 Volt kurva naik dengan kenaikan yang relatif kecil. Pada potensial -0,7 Volt merupakan potensial akumulasi optimum karena arus puncak yang dihasilkan paling maksimum. Pada potensial -0,8 Volt arus yang dihasilkan menurun Hal ini disebabkan karena terjadi proses reduksi kompleks analit selama proses deposisi berlangsung. Pada kurva ion Pb2+ terlihat bahwa, pada potensial akumulasi -0,3 Volt sampai -0,4 Volt kurva tetap naik dengan kenaikan relatif kecil, tetapi pada potensial -0,4 Volt sampai -0,5 Volt terjadi kenaikan arus puncak yang cukup besar. Pada potensial -0,6 Volt merupakan potensial akumulasi optimum karena arus puncak yang dihasilkan paling maksimum. Potensial akumulasi -0,6 Volt digunakan untuk penentuan selanjutnya. Variasi waktu akumulasi Waktu akumulasi adalah waktu pada saat analit terakumulasi atau terdeposisi pada permukaan elektroda kerja berupa Elektroda Merkuri Tetes Menggantung (HMDE). Waktu deposisi berpengaruh pada saat tahap akumulasi (prekonsentrasi). Pada tahap prekonsentrasi waktu akumulasi berguna untuk meningkatkan sensitivitas dan menurunkan limit deteksi (Wang, 2000). Lamanya waktu akumulasi Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) mempengaruhi kestabilan kompleks yang terbentuk pada permukaan elektroda. Pada penelitian ini, dilakukan penentuan hubungan antara waktu akumulasi dengan arus puncak yang diuji, dengan memvariasikan waktu akumulasi sebagai berikut : 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 detik. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4, menunjukkan bahwa lama waktu akumulasi berpengaruh terhadap tinggi arus puncak Cd(II), Cu(II) dan Pb(II). Tinggi arus puncak semakin meningkat pada waktu akumulasi yang semakin lama, karena ion Cd(II), Cu(II) maupun Pb(II) yang terakumulasi dan terikat dengan kalkon pada permukaan elektroda kerja juga semakin banyak sampai akhirnya jenuh. Karena seluruh kalkon telah berikatan dengan ion Cd(II) atau ion (Cu) maupun ion Pb(II).
Gambar 5. Kurva hubungan antara waktu akumulasi terhadap arus pucak Kondisi pengukuran: Cd(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 7, potensial akumulasi -0,7 V dan kalkon 0,12 mM
11
Cu(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 10, potensial akumulasi -0,7 V kalkon 0,12 mM Pb(II) 10 μg/L, KCl 3M, pH 4, potensial akumulasi -0,6 V dan kalkon 0,5 mM
Pada pengukuran dengan waktu akumulasi 0 detik dan 20 detik tidak dihasilkan arus puncak khususnya untuk arus puncak Cd(II). Hal ini disebabkan karena belum adanya ion Cd(II) yang terakumulasi di elektroda kerja. Arus puncak meningkat pada waktu akumulasi 20 sampai dengan 40 detik. Pada waktu akumulasi 60 detik arus puncak yang dihasilkan meningkat cukup tinggi khususnya untuk ion Cd(II), tetapi untuk ion Cu(II) dan Pb(II) arus puncak meningkat secara linier. Waktu 60 detik digunakan sebagai waktu akumulasi optimum untuk penentuan selanjutnya. Waktu akumulasi lebih dari 60 detik tidak terjadi lagi kenaikan arus puncak, malah mengalami penurunan. Waktu akumulasi (deposisi ) yang lebih lama akan menyebabkan elektroda jenuh. Standar Deviasi Relatif (SDR) Standar deviasi relatif digunakan untuk melihat ketelitian metoda pada kondisi operasi yang sama dalam interval waktu yang tidak lama. Penentuan standar deviasi relatif dilakukan pada kondisi optimum yang telah didapatkan di atas. Pada kondisi optimum tersebut diperoleh standard deviasi dengan 8 kali pengulangan (n = 8) pada pengukuran masingmasing larutan standar Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) 10 μg/L adalah : 4,61 %, 4,27 % dan 2,27 %. Aplikasi Pada Sampel Metoda ini diaplikasikan untuk penentuan Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) secara lansung dalam air Batang Air Dingin Lubuk Minturun dan Muara Padang, menggunakan kondisi optimum pengukuran yang telah didapatkan untuk masing-masing ion logam tersebut. Pengukuran sampel dilakukan dengan metoda standar adisi. Konsentrasi sample yang diperoleh adalah : 7,359 ng/L dan 3,659 ng/L untuk Cd(II), 4,778 μg/L dan 5,189 μg/L untuk Cu(II), 6,112 μg/L dan 8,804 μg/L untuk Pb(II). Perolehan Kembali (Recovery) Untuk mengetahui tingkat ketepatan metoda ini perlu dilakukan penentuan nilai perolehan kembali (Recovery). Sampel yang telah diketahui konsentrasinya diadisi dengan sejumlah larutan standar, kemudian dibandingkan dengan konsentrasi sampel dan standar yang ditambahkan. Pada penelitian ini nilai perolehan kembali dipelajari dari sampel air laut Muara Padang. Hasil perolehan kembali (Recovery) dari Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) secara voltammetri stripping adsorptif pada kondisi optimum yang telah diteliti, didapatkan nilainya adalah : 99,04 %, 98,31 % dan 98,16 %. 4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum pengukuran Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) dengan menggunakan kalkon sebagai pengompleks secara voltammetri stripping adsorptif adalah : elektrolit pendukung yang optimum KCl 3 M, konsentrasi kalkon 0,12 mM untuk Cd(II) dan Cu(II) sedangkan 0,03 mM Pb(II), pada pH 7, 10 dan 4 untuk Cd(II), Cu(II) dan Pb(II), potensial akumulasi -0,7 Volt untuk Cd(II) dan Cu(II) sedangkan untuk Pb(II) – 0,6 Volt dan waktu akumulasi 60 detik. Pada kondisi optimum tersebut diperoleh standard deviasi dengan 8 kali pengulangan (n = 8) pada
12
pengukuran masing-masing larutan standar Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) 10 μg/L adalah : 4,61 %, 4,27 % dan 2,27 %. Metoda ini diaplikasikan untuk penentuan Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) secara langsung dalam air Batang Air Dingin Lubuk Minturun dan Muara Padang. Konsentrasi sample yang diperoleh adalah : 7,359 ng/L dan 3,659 ng/L untuk Cd(II), 4,778 μg/L dan 5,189 μg/L untuk Cu(II), 6,112 μg/L dan 8,804 μg/L untuk Pb(II) dengan nilai perolehan kembali (Recovery) untuk masing-masing Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) adalah : 99,04 %, 98,31 % dan 98,16 %. Ucapan Terima Kasih Hasil penelitian dalam makalah ini merupakan partisi dari penelitian induk yang dilaksanakan dengan dukungan pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Fundamental Nomor : 169/SP2H/PL/Dit.Litmas/IV/2011. DAFTAR PUSTAKA Amini. M.K and M. Kabiri, (2005). Determination of trace amounts of nickel by differential pulse adsorptive cathodic stripping voltmmetry using calconcarboxylic acid as a chelating agent, Journal of the Iranian Chemical Society, vol 2 : page 32-39. Deswati dan Z. Abdullah, (2006). Penggunaan sand filter dalam rangka memperbaiki kualitas air dan meminimalisasi kandungan logam berat di perairan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Teluk Buo, Laporan Penelitian Proyek Research Grant TPSDP Unand/VII Deswati, (2008). Studi optimasi dalam penentuan nikel (II) secara voltammetri stripping adsorptif, Laporan Penelitian Dana DIPA Mandiri Universitas Andalas, Padang Deswati, H. Suyani, Imelda dan Yulia (2009). Studi optimasi penentuan Cr(VI) dalam air laut secara voltammetri stripping adsorptif, Jurnal Riset Kimia, vol 3 No. 1 : hal 22-30. Jugade. R dan A.P. Joshi, (2006). Highly sensitive adsorptive stripping voltammetric method for the ultra trace determination of chromium(VI), Anal Sci., vol 22 : page 571-574. Korolezuk. M. et all, ( 2005). Adsorptive stripping voltammetry of nickel and cobalt at in situ plated lead film electrode, Electrochem Commun, vol 7 : page 1185-1189. Pudjaatmaka. A. H. and Meity. T. Q., Kamus Kimia, Balai Pustaka , Jakarta, 356, 2004. Sanusi, H.S; S. Syamsu dan S. Sardjirun, (1985). Kandungan dan distribusi logam berat pada berbagai komoditi ikan laut disalurkan lewat TPI Pasar Ikan Jakarta, Skripsi Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Strobel. H.A and W.R. Heinemann, (1989). Chemical instrumention, a systematis approach, 3rd ed., John Willey and Sons, New York, pp 1071 dan 1134-1139. Waldichuk, M, (1974). Some biological concern Indonesian metal pollution. Wang. J, (2000). Analytical Electrochemistry, 2nd –ed, A John Willey and Sons, Inc., Publication, New York, hal 81-84 dan 108-110.
13