OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA
FIFI ARFINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah Eucheuma cottonii serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2011
Fifi Arfini NRP F153080031
ABSTRACT
FIFI ARFINI. Process Optimation of Carrageenan Extraction From Red Seaweed (Eucheuma cottonii) and Its Application as stabilizer on Passion Fruit Syrup. Under direction of RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD and ROSMAWATY PERANGINANGIN. Carrageenan is seaweed gum derived from red seaweed polysaccharide sulfate form which has the properties of hydrocolloid so widely used in food and industrial products. The objectives of this research was to analyze and optimize the process of carrageenan from E.cottonii (variation of water ratio, KCl concentration and precipitation temperature) to shorten process time and to obtain physico-chemical characteristics and functional extracted carrageenan, determine and assess the optimal extraction process and to apply carrageenan optimal extraction process results in products of passion fruit syrup as well as assess the quality of the resulting syrup. Rendemen, viscosity, gel strength, moisture, ash, acid insoluble ash, sulphate and whiteness were used as quality parameters of carrageenan. It was found that the best carrageenan extraction process was obtained from water ratio 1:20, 1% KCl concentration and precipitation temperature of 30 oC process. The application of carrageenan on passion fruit syrup indicated that addition of carrageenan 4.4 % gave the pH, viscosity and turbidity similar to commercial syrup. Based on paired comparison test with the commercial syrup, the resulted one has better appearance, sour taste and flavor passion fruit on a commercial while for sweetness and color were less than those of the commercial syrup. Key words: carrageenan, extraction, physic-chemical characteristic, passion fruit syrup. .
RINGKASAN FIFI ARFINI. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD dan ROSMAWATY PERANGINANGIN. Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanannya. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Namun untuk pengembangan industri karaginan tersebut dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya modal yang diperlukan untuk industri pengolahan karaginan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit dan relatif menghabiskan energi yang cukup besar. Tujuan dari penelitian ini adalah: a) mengkaji dan mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (variasi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut Eucheuma cottonii untuk mempersingkat waktu proses, b) memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi yang dioptimalkan c) mengaplikasikan karaginan yang dihasilkan pada sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan. Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan untuk mencari konsentrasi larutan KCl yaitu 0,5; 1; 1,5 dan 2%). Selanjutnya tahap optimasi proses yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Proses ini terdiri dari: 1)Ekstraksi I, 2) Pencucian, 3) Ekstraksi II (Perbandingan air 1:20, 1:30 dan 1:40) 4) Filtrasi, 4) Presipitasi oleh KCl (1 dan 1,5% pada suhu 15 dan suhu 30 oC), 5) Penyaringan, 6) Pengepresan, 7) Pengeringan dan Penepungan. Tahap terakhir yaitu aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Perlakuan diawali dengan proses pencucian, pemotongan kulit, pengerukan isi buah markisa lalu dilakukan pemblenderan dan penyaringan. Sari buah markisa selanjutnya diolah menjadi sirup dengan penambahan karaginan yaitu 3.3 (A), 3.9 (B), 4.4 (C) dan 5.0 % (D). Kombinasi perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan air 1:20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30 oC berdasarkan parameter rendemen sebesar 31.77 %, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel 1897.14 g/cm2, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam 0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%. Sifat fisik dan kimia sirup markisa terpilih yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan (formulasi C) pada pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan 6056.667 NTU, total gula 42.0%. Berdasarkan uji perbandingan pasangan, menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kenampakan, rasa asam dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil. Kata kunci: karaginan, ekstraksi, karakteristik fisiko-kimia, sirup markisa.
© Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii ) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA
FIFI ARFINI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc
Judul tesis
: Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa
Nama
: Fifi Arfini
NRP
: F153080031 Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr Anggota
Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin Anggota
Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian : 16 Maret 2010
Tanggal Lulus : 30 Maret 2011
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah, SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan sebagian kecil dari nikmat dan kasih sayang-Nya yang diberikan kepada penulis. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 – Januari 2011 adalah “Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa”. Melalui prakata ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : - Direktur, Asisten direktur dan segenap jajaran Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep yang telah memberi kesempatan mengikuti pendidikan. - Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief S. Nazli, Dr.Ir Usman Ahmad, M.Agr dan Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin selaku pembimbing, atas segala bimbingan, saran dan masukannya sejak penyusunan proposal hingga karya ilmiah ini selesai. - Dr.Ir. Y. Aris Purwanto, MSc, selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya. - Prof.Dr.H. Hari Eko Irianto selaku kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B-KP) yang telah memberikan izin dan fasilitas penelitian beserta staf BBRP2B-KP (Arif, Ruri, mb Ellya, dll), beserta seluruh staf Lab. Kimia, Pengolahan, Mikrobiologi, Uji Fisik dan Sensorik yang sangat banyak membantu penulis selama penelitian dan pengambilan data. - Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa BPPS sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2 di IPB - Teman-teman angk TPP ’08 (Novi, Meivie, Ruri, Yosi, Bambang, “mama” Mila, Erbi, Amin, Dian dan khamsi), kebersamaan, kesedihan, kegembiraan selama 2 tahun bersama menjadi kenangan indah dalam hidup. - Rekan seperjuangan asal Makassar dalam tugas belajar di IPB: Iqbal, Rusli, Syamsul M, Nilda, B Mia, P Paturusi, P Dody, Agus, P Cule dll. Semangat dan sukses… - Bapak dan ibu di Asrama Sulawesi Tengah, H. Dadang sek, senang bisa berbagi hidup dengan tenang di asrama. - Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang tua (Radjagaoe A.Basir dan Maryam Haruna), Mertua (A.Salam Soba dan A.Besse Uleng), suami (A.Husni Mubarak) dan kedua permata kami tercinta ( Muh.Ikhsan dan Izzah Azizah), serta keluarga besar atas segala pengertian dan doa yang selalu menyertai penulis selama pendidikan. Keluarga H. Ruswandi di Leuwiliang-Bogor dan kakanda tercinta (Ardian Radjagaoe sek) sebagai tempat istirahat dari kesibukan menyelesaikan tugas di akhir minggu. - Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi, semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Maret 2011 Fifi Arfini
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Oktober 1977 dari pasangan H. Radjagaoe A. Basir dan Aminah Haruna (alm). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMAN 15 Surabaya dan pada tahun 1997 lulus seleksi ujian masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur UMPTN dengan pilihan jurusan Teknologi Pertanian Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2002. Tahun 2004, penulis lulus ujian masuk CPNS dan diterima sebagai staf pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep pada jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi dengan pendanaan dari BPPS DIKTI. Program pilihan yaitu Teknologi Pascapanen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 3 1.3 Hipotesis.............................................................................................................. 3 1.4 Tujuan ................................................................................................................. 3 II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 4 2.1 Rumput laut ....................................................................................................... 4 2.2 Rumput laut merah (E. cottonii) ......................................................................... 5 2.3 Karaginan ............................................................................................................ 7 2.4 Sifat-sifat Karaginan ........................................................................................... 9 2.4.1 Kelarutan ................................................................................................ 10 2.4.2 Viskositas ................................................................................................ 11 2.4.3 Pembentukan Gel.................................................................................... 12 2.4.4 Stabilitas pH............................................................................................. 13 2.5 Proses produksi karaginan ................................................................................. 13 2.6 Fungsi Karaginan ............................................................................................... 15 2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan............................................................................... 16 2.8 Sirup Sari Buah Markisa .................................................................................... 16 2.9. Bahan Penstabil................................................................................................... 19 III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 21 3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 21 3.2 Bahan dan Alat.................................................................................................... 21
ii
3.3 Metode Penelitian............................................................................................... 21 3.3.1 Penelitian pendahuluan................................................................................. 23 3.3.2 Penelitian optimasi proses ................................................................................ 25 3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan.............................................................................. 28 3.4 Prosedur Analisa ................................................................................................ 30 3.4.1 Rendemen ................................................................................................ 30 3.4.2 Viskositas ................................................................................................. 30 3.4.3 Kekuatan Gel................................................................................................ 30 3.4.4 Kadar air........................................................................................................ 30 3.4.5 Kadar abu ...................................................................................................... 31 3.4.6 Kadar abu tak larut asam................................................................................... 31 3.4.7 Kadar sulfat.................................................................................................... 31 3.4.8 Derajat Putih................................................................................................. 32 3.4.9 Nilai pH ..................................................................................................... 32 3.4.10 Kekeruhan................................................................................................ 32 3.4.11 Total gula ................................................................................................ 32 3.4.12 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 33 3.4.13 Uji Organoleptik....................................................................................... 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 34 4.1 Penelitian pendahuluan....................................................................................... 34 4.2 Proses optimasi proses........................................................................................ 35 4.2.1 Rendemen karaginan................................................................................. 36 4.2.2 Viskositas karaginan ................................................................................. 37 4.2.3 Kekuatan gel karaginan............................................................................. 39 4.2.4 Kadar air karaginan................................................................................... 40 4.2.5 Kadar abu karaginan ................................................................................ 42 4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan......................................................... 43 4.2.7 Kadar sulfat karaginan ............................................................................. 44 4.2.8 Derajat putih karaginan............................................................................. 43 4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih ................................................................ 47
iii
4.3 Aplikasi karaginan pada sirup Markisa................................................................ 49 4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa................................................................ 49 4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih........................................................................ 55 4.4.1 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 55 4.4.2 Uji organoleptik........................................................................................ 56 V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 60 LAMPIRAN.............................................................................................................. 66
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi dan ekspor rumput laut 2006-2009.......................................................... 5 2 Komposisi kimia rumput laut merah .........................................................................................7 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut .............................................. 10 4 Stabilitas Karaginan dalam berbagai media pelarut ................................................. 13 5 Spesifikasi mutu karaginan ..................................................................................... 16 6 Syarat mutu sirup ................................................................................................. 19 7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl .............................................. 35 8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan ............................................................ 47 9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil ................ 51
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya .................................. 4
2
Rumput laut merah kering................................................................................... 6
3
Tepung karaginan................................................................................................ 7
4
Struktur dasar kappa karaginan ................................................................................. 8
5
Struktur dasar iota karaginan..................................................................................... 8
6
Struktur dasar lambda karaginan ............................................................................... 9
7
Diagram alir ekstraksi sari buah markisa .......................................................... 17
8
Diagram alir penelitian secara keseluruhan ...................................................... 22
9
Diagram alir penelitian pendahuluan ............................................................... 24
10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan ..................................................................................... 27 11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan ..................................................................................... 29 12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung ............................................ 36 13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap rendemen karaginan .......................................................................... 36 14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap viskositas karaginan ........................................................................... 38 15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kekuatan gel karaginan ....................................................................... 39 16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas terhadap kadar air karaginan ............................................................................. 41 17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu karaginan ........................................................................... 42 18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu tak larut asam karaginan .................................................... 43 19 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar sulfat karaginan ........................................................................ 45
vi
20 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap derajat putih karaginan ...................................................................... 46 21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil....................................... 56 22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa ............................................... 57
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Rekapitulasi data rendemen karaginan ........................................................... 67
2
Rekapitulasi data viskositas karaginan .......................................................... 68
3
Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan ...................................................... 69
4
Rekapitulasi data kadar air karaginan ............................................................ 70
5
Rekapitulasi data kadar abu karaginan........................................................... 71
6
Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan ................................... 72
7
Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan ....................................................... 73
8
Rekapitulasi data derajat putih karaginan ...................................................... 74
9
Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA ........... 75
10
Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa ................................................... 76
11
Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa ................................................ 77
12
Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa ............................................... 77
13
Analisis sidik ragam total gula sirup markisa ................................................. 77
14
Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa ....................................... 78
15
Lembar isian uji perbandingan pasangan ........................................................ 79
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan devisa negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat ini sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang tinggi. Hasil pengolahan pascapanen rumput laut dari Indonesia kebanyakan belum sesuai dengan permintaan pasar karena mutu yang masih dinilai rendah. Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari rumput laut merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia yang banyak tumbuh adalah spesies Eucheuma cottonii. Permintaan akan bahan baku rumput laut merah cenderung terus meningkat seiring dengan perkembangan pemanfaatan karaginan untuk berbagai keperluan dibidang industri makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetik dan farmasi. Hal ini juga memacu perkembangan budidaya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku (Atmaja et al, 1995). Meskipun Indonesia mempunyai potensi sumber daya rumput laut merah yang cukup besar, saat ini masih sangat jarang industri (±10 industri) di Indonesia yang menghasilkan karaginan murni (refined carrageenan) atau formula produk karaginan siap pakai yang dapat digunakan untuk industri pangan. Rumput laut umumnya diolah menjadi rumput laut kering ataupun karaginan dalam bentuk chip maupun bubuk, yang mutunya masih dinilai rendah dan belum memenuhi standar yang diminta oleh pasar terutama industri pangan (Damerys et al, 2006).
2
Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanan. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput laut dapat diolah menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated Cottonii), ataupun SRC (semirefined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau tepung. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Balai riset dan para peneliti di instansi terkait sangat aktif meneliti untuk menghasilkan karaginan yang berkualitas. Beberapa penelitian terdahulu yang mengarah pada optimasi proses dan peningkatan kualitas dapat dijadikan acuan dalam perolehan karaginan dengan kualitas yang lebih baik. Purnama (2003) yang meneliti tentang optimasi proses pembuatan karaginan melaporkan bahwa jumlah air 40 kali berat bahan baku kering. suhu ekstrak 90-95 oC selama 3 jam dan pelarut KCl 1% sebanyak satu kali volume larutan merupakan kondisi yang optimal. Murdinah (2008) yang meneliti tentang pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu karaginan melaporkan penggunaan pengekstrak soda abu 0.5%, bahan penjendal KCl 3% dan bahan pengendap IPA merupakan proses terbaik untuk ekstraksi karaginan. Sedangkan penelitian Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% sebagai perlakuan terbaik untuk presipitasi karaginan. Problematika utama dalam industri rumput laut adalah proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang lama sehingga relatif menghabiskan energi yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan pengembangan industri karaginan Indonesia menjadi terhambat. Penelitian tentang proses ekstraksi yang optimal masih perlu dilakukan khususnya waktu ekstraksi yang lebih singkat dan penggunaan bahan presipitasi karaginan selain IPA (Isopropil alkohol) yang harganya cukup mahal dipasaran sehingga masalah proses ekstraksi tersebut dapat diminimalkan serta melakukan uji aplikasi untuk mengetahui pemanfaatan karaginan hasil optimasi sebagai penstabil pada produk sirup.
3
1.2 Perumusan Masalah Petani rumput laut saat ini menjual hasil panennya dalam bentuk rumput laut kering, sedangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani maka rumput laut yang dipanen dapat diolah menjadi karaginan. Problematika dalam pengembangan untuk pengolahan karaginan ditingkat petani dapat dirumuskan sebagai berikut : penggunaan air yang masih sangat banyak, penggunaan bahan kimia yang relatif mahal dan waktu proses yang terlalu lama karena adanya penjendalan dan pengepresan. Untuk mengevaluasi produk karaginan yang dihasilkan maka diperlukan penelitian seperti aplikasi karaginan untuk produk sirup markisa. 1.3 Hipotesis Hipotesis yang dapat disusun dari penelitian ini adalah : 1. Jumlah penggunaan air masih dapat dikurangi tanpa mengurangi mutu karaginan yang dihasilkan. 2. Penggunaan bahan presipitasi selain IPA (Isopropil alkohol) dan suhu presipitasi berpengaruh terhadap mutu karaginan. 3. Waktu proses masih dapat dipersingkat. 1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk : 1. Mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut merah untuk mempersingkat waktu proses dan melakukan uji mutu untuk memperoleh karakteristik fisikokimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi. 2. Menentukan dan mengkaji proses ekstraksi yang optimal. 3. Mengaplikasi karaginan hasil proses ekstraksi yang optimal pada produk sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput laut Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus. Secara umum, rumput laut dikelompokkan dalam empat kelas yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae), rumput laut hijau-biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat (Phaecophyceae) dan rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut coklat dan rumput laut merah memiliki habitat yang cukup banyak ditemukan di perairan Indonesia (Winarno, 1990). Menurut Anggadireja et al (2008), keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya klasifikasi rumput laut berdasarkan hasil produksinya. Klasifikasi rumput laut Indonesia komersil beserta hasil produksinya dapat dilihat pada Gambar 1,.
Gambar 1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya.
5
Nilai dan potensi ekonomi rumput laut merupakan komoditas ekspor (Tabel 1). Namun kondisi sekarang ini ekspor dalam bentuk bahan baku masih mendominasi, dibandingkan hasil olahan. Harapan bahwa teknologi formulasi harus dikuasai dan dikembangkan, paling tidak produknya mampu mensubstitusi impor yang selama ini terjadi. (Anggadireja et al, 2008). Tabel 1 Produksi dan ekspor rumput laut tahun 2006-2009 Tahun Produksi (ton) 2006 1.079.850
Ekspor (ton) 95.580.
2007
1.343.700
87.740.
2008
2.145.000
98.707
2009
2.252.000
95.797
Sumber: Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan
Komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garara natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori (Suwandi et al, 2002). 2.2 Rumput laut merah (E. cottonii) Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii (Doty, 1987). Adapun taksonomi Eucheuma sp menurut Anggadireja et al (2008). sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)
6
Ciri fisik jenis rumput laut merah ini adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duriduri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar sal ing berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995).
Gambar 2 Rumput laut merah kering Rumput laut merah (Gambar 2) mempunyai peranan penting dalam perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi tumbuhnya (Atmadja et al, 1995). Rumput laut merah (Gambar 2) berasal dari daerah perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian dikembangkan di daerah budidaya diantaranya di Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu dan Perairan Pelabuhan Ratu (Afrianto dan Liviawaty, 1987). Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu sekitar 80 - 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20 %. Komposisi kimia rumput laut merah menurut Astawan et al (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2 Komposisi kimia rumput laut merah Zat gizi Astawan et al, (2004) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Lemak (%) Kadar karbohidrat (%) Serat pangan tidak larut air (%) Serat pangan larut air (%) Serat pangan total (%)
29.97 5.91 0.28 63.84 55.05 23.89 78.94
Ristanti (2003) 2,7 4.3 2.1 90.9 52.4 30.8 83.2
2.3 Karaginan Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada suhu tinggi (Glicksman, 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari rumput laut merah dan penting untuk pangan. Dalam bidang industri, tepung karaginan (Gambar 3)
berfungsi sebagai stabilisator
(pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol dan isopropanol (Winarno, 1990).
Gambar 3 Tepung karaginan Karaginan menurut FAO (1986), adalah istilah umum untuk senyawa hidrokoloid yang diperoleh melalui proses ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air. Karaginan sebagai senyawa hidrokoloid terdiri dari amonium, kalsium, magnesium, potasium dan sodium sulfat ester galaktosa dan kopolimer 3.6 anhidrogalaktosa. Heksosa ini dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1.3-galaktosa dan β-1.4-3.6 anhidrogalaktosa secara bergantian pada polimer, namun proporsi relatif dari kation yang ada pada karagenan dapat berubah selama pengolahan yang mana satu dapat menjadi dominan.
8
Struktur dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari α (1.3) D-galaktosa 4-sulfat dan β (1.4) 3.6 anhioro-D-galaktosa. Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6sulfat dan ester 3.6 anhydro D-galaktosa 2-sulfat mengandung gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian sekali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya 3.6 anhidro-D-galaktosa. Struktur dasar kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Struktur dasar kappa karaginan Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3.6 anhidro-D-galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1990). Struktur dasar iota karaginan dapat dilihat Gambar 5.
Gambar 5 Struktur dasar iota karaginan Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki sebuah residu disulfat α (1.4) D-galaktosa. Tidak seperti halnya pada kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. (Winarno 1990). Struktur dasar lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 6.
9
Gambar 6 Struktur dasar lambda karaginan Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh jembatan oksigen melalui ikatan β-1.4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah diberikan tersebut digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan α-1.3 glikosidik yang membentuk polimer. Ikatan 1.3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak mengandung sulfat yaitu monomer D-galaktosa-2-sulfat. Ikatan 1.4 glikosidik terdapat pada bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 3.6anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan 3.6 anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2.6 disulfat (Glicksman. 1983). Karaginan dalam industri pangan dikategorikan sebagai salah satu bahan tambahan makanan (food additives). Umumnya bahan aditif hanya diizinkan untuk digunakan dalam makanan tertentu dan tunduk pada batas-batas kuantitatif tertentu. Aturan penggunaan bahan aditif makanan dilakukan oleh Komite Codex Aditif Pangan dan Kontaminan dengan memberlakukan sistem penomoran yang diadaptasi untuk penggunaan internasional oleh Komisi Codex Alimentarius yang mengembangkan Internasional Numbering System (INS). Dalam sistem INS kode E407 berlaku untuk karaginan dan E407a untuk karaginan semi-refined sebagai bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi, stabilisator, pengental dan agen pembentuk gel (http://www.food.gov.uk diakses 6 Maret 2011)
2.4 Sifat-sifat Karaginan Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Adapun sifat-sifat dari karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH.
10
2.4.1 Kelarutan Air merupakan pelarut utama bagi karaginan. Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor. yaitu : tipe karaginan, pengaruh ion, suhu, pH, dan komponen organik larutan. Perbedaan tipe karaginan menyebabkan sifat kelarutannya berbeda (Tabel 3). Dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah perbandingan hidrofilitas molekul pada kelompok ester sulfat dengan residu hidrofobik 3.6-anhidro-D-Galaktosa. Hidrasi karaginan lebih cepat pada pH rendah dan lebih lambat pada pH lebih tinggi dari pH 6. Proses ini lebih cepat pada suhu tinggi (Towle, 1973). Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat hidrofilik molekul pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa, serta sifat hidrofobik pada unit 3.6 anhidrogalaktosa. Kappa karaginan memiliki gugus ester sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3.6 anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik seperti kalium. Keseimbangan antara komponen yang larut dengan komponen yang tidak larut, akan mengganggu terbentuknya gel (Suryaningrum, 1988). Semua karaginan larut air panas. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3.6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis iota lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3.6anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik dan lambda karaginan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang lebih tinggi (Towle, 1973). Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Medium Kappa Iota Larut diatas suhu 60°C
Air dingin
Garam Na larut Garam K,Ca tidak larut
Garam Na larut Garam K,Ca tidak larut
Larut pada suhu 60°C
Susu panas
Larut pada suhu 60°C
Larut pada suhu 60°C
Larut pada suhu 60°C
Susu dingin
Garam Na, K,Ca tidak larut Tidak larut pada suhu 60°C tapi mengembang
Larut pada suhu 60°C
Larutan gula pekat
Panas, larut
Sukar, larut
Larut pada suhu 60°C
Larutan garam pekat
Tidak larut pada suhu 60°C
Panas, larut
Panas. Larut
Sumber : Moirano (1977)
Larut diatas suhu 60°C
Lambda
Air panas
Larut pada suhu 60°C
11
2.4.2 Viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat ditingkatkan dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : konsentrasi, suhu, kandungan sulfat inti elektrik, teknik perlakuan, keberadaan elektrolik dan non elektrolik. Selain itu, tipe karaginan dan berat molekul karaginan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas suatu cairan (Towle, 1973). Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli, 1998). Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan cairan dua lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan karena gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir. Pada konsentrasi yang tinggi, karaginan dapat membentuk larutan yang sangat kental dengan struktur makro molekulnya yang linier atau tidak bercabang dan bersifat polielektrolit. Adanya gaya tolak menolak dari grup ester sulfat bermuatan sama yaitu negatif di sepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan tertarik kencang. Sifat hidrofilik molekul tersebut menyebabkan rantai polimer dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan nilai viskositas karaginan. Viskositas karaginan menurun drastis dengan naiknya suhu (Guiseley et al, 1980). Garam-garam akan menurunkan viskositas karaginan dengan cara mcnurunkan tolakan elektrostatik diantara gugus sulfat. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya semakin kecil pula, tetapi konsentrasi gelnya semakin meningkat. Gaya tolak menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga menyebabkan meningkatnya viskositas (Moirano, 1977).
12
2.4.3 Pembentukan Gel Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau memobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentuk gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung air sampai 99.9%. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz, 1989). Menurut Suryaningrum (1988), karaginan dapat membentuk gel secara thermoreversible,
artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan
kembali mencair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan oleh pembentukan struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random (acak). Tetapi bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggungjawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glikcsman, 1969). Menurut Winarno (1990), struktur kappa dan iota karaginan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Bila larutan dengan cara pemanasan, yang kemudian diikuti pendinginan sampai di bawah suhu tertentu, kappa dan iota karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible, asalkan kation tersedia dalam sistem. Towle (1973) menyatakan bahwa, kemampuan membentuk gel adalah sifat yang penting bagi hidrokoloid seperti karaginan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, dan adanya ionion. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karaginan yaitu letak gugus sulfat pada struktur molekulnya. Tekstur gel karaginan dapat berbentuk keras, rapuh sampai lunak dan elastis. Tekstur ini dapat tergantung pada beberapa variabel yaitu sifat alami karaginan, konsentrasi, tipe ion penyerap dan zat terlarut lainnya.
13
Potensi pembentukan gel dan viskositas larutan karaginan akan menurunkan pH, karena ion H+ membantu proses ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono. 2000). 2.4.4 Stabilitas pH Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3.5 ( Tabel 4). Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan. Hidrolisis
asam
akan
terjadi
jika
karaginan
berada
dalam
bentuk
larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4.3 (Imeson 2000). Menurut Glicksman (1983), karaginan akan stabil pada pH 7 atau lebih. Pada pH yang rendah, stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Karaginan kering dapat disimpan dengan baik selama 1.5 tahun pada suhu kamar dengan pH karaginan 5 - 6.9. Selama penyimpanan dengan pH tersebut tidak terdeteksi adanya kehilangan kekuatan gelnya. Kappa karaginan dan iota karaginan dapat digunakan sebagai bentuk gel pada pH rendah, tetapi kappa dan iota karaginan tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan pada pH 3.4 - 4. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang menyebabkan kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisa dipercepat oleh panas pada suhu rendah (Moirano, 1977). Tabel 4 Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut Stabilitas Kappa Stabil pH netral dan alkali pH asam Terhidrolisis bila dipanaskan Stabil dalam gel
Iota Stabil
Lambda Stabil
Terhidrolisis Stabil dalam gel
Terhidrolisis
Sumber : Glicksman (1983) 2.5 Proses produksi karaginan Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan bahan baku, ekstraksi, pemisahan karaginan dari ekstraknya, pemurnian, pengeringan dan penepungan.
14
Penyiapan bahan baku Rumput laut yang baru dipanen. dibersihkan dari kotoran dan karang yang melekat dengan menggunakan air laut kemudian dijemur selama lebih kurang 2-3 hari atau setelah dijemur satu hari,dibilas kembali menggunakan air laut selama 5 menit kemudian dijemur lagi sampai kering. Selama penjemuran diusahakan agar tidak terkena hujan atau embun karena menurunkan mutu karaginan (Fardiaz, 1989). Proses ekstraksi Ekstraksi rumput laut merah dilakukan dengan cara perebusan dengan menggunakan larutan KOH pada pH 8-9 dengan volume air perebus sebanyak 40-50 kali berat rumput laut kering. Rumput laut tersebut dipanaskan pada suhu 90 - 95 °C selama 3 - 6 jam (Yunizal et al, 2000). Guiseley et al (1980) melaporkan bahwa untuk mencapai ekstraksi yang optimal diperlukan waktu sampai 1 hari, sedangkan untuk mempercepat proses ekstraksi dilakukan dengan perebusan bertekanan selama satu sampai beberapa jam. Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH. Ca(OH)2 atau KOH sehingga pH larutan mencapai 8-10. Penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3.6-anhidroD-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel
dan reaktivitas produk
terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan mutu karaginan yang dihasilkan. Filtrasi Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (selulosa dan kotoran yang berukuran besar). Larutan karaginan yang akan difiltrasi harus dalam keadaan benarbenar panas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pembentukan gel bila filtrat dalam keadaan dingin.
15
Pemisahan karaginan Menurut Food Chemical Codex (1981), karaginan dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara presipitasi oleh alkohol atau dengan cara pembekuan. Penelitian Dian dan Intan (2009), menunjukkan metode ekstraksi karaginan dengan isopropil alkohol menghasilkan karakteristik kadar air 14.05%, kadar abu 15.098%, rendemen 39.71%, kadar sulfat 19.38%, viskositas 75 cP, dan kekuatan gel 120-500 g/cm2. Metode pembekuan menurut Anggadireja et al (2008), memerlukan energi yang cukup banyak karena selain membutuhkan ruang pendingin (freezer) selama ± 24 jam untuk membekukan filtrat juga membutuhkan panas untuk mencairkan bentukan es dari filtrat untuk mendapatkan karaginan. Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press dalam keadaan panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman, 1980). Pengeringan dan Penepungan Karaginan basah hasil pengendapan oleh alkohol atau serpihan hasil pelelehan dikeringkan menggunakan oven atau penjemuran (Glicksman, 1983). Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada suhu 60 oC (Istini dan Zatnika, 1991). Karaginan kering tersebut kemudian ditepungkan dan diayak. Selanjutnya karaginan dikemas dalam wadah tertutup rapat (Guiseley et al, 1980). 2.6 Fungsi Karaginan Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Sifat ini sangat dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium, karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan sehingga dihasilkan
16
kue dan roti bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalium, maka karaginan sangat efektif sebagai gel pengikat atau pelapis produk daging. Dalam jumlah yang relatif kecil, karaginan juga dipergunakan dalam produk makanan lainnya, misalnya macaroni, jam jelly, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno, 1990). Di luar industri pangan, karaginan juga digunakan dalam industri obatobatan, kosmetik, tekstil, cat serta pasta gigi. Selain sebagai pengemulsi dan penstabil, karaginan juga berfungsi sebagai pembentuk gel, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi koloid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (menghalangi terjadinya pelepasan air), dan Flocculating agent (pengkilat dan mengikat bahan-bahan lain) (Anggadiredja et al, 1993). 2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan Di Indonesia standar mutu karaginan yang baku belum ada, tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut (Kadi dan Atmadja, 1988). Spesifikasi
mutu
karaginan
menurut
FAO
(Food
Agriculture
Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika dan EEC (European Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi FAO Sulfat (%) 15 – 40 Viskositas (cps) Min 5 Kadar abu (%) 15 – 40 Kadar abu tak larut asam (%) Maks 2 Logam berat : Pb (ppm) Maks 10 As (ppm) Maks 3 Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)
FCC 18 – 40 Min 5 Maks 35 Maks 1
EEC 15 – 40 Min 5 15 – 40 Maks 2
Maks 10 Maks 3
Maks 10 Maks 3
17
2.7 Sirup Sari Buah Markisa Sari buah dalam SNI (01-3719-1995) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. FAO (2000), menjelaskan bahwa perdagangan international membedakan sari buah berdasarkan kandungan sari buah murninya, yaitu: 1. Fruit juice adalah minuman dengan 100% buah. Memerlukan tambahan air dalam ukuran tertentu untuk bisa dikomsumsi. 2. Fruit juice nectar adalah minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah air dan gula (Codex standar untuk Gula: CX-STAN 212-1999). 3. Fruit juice drink adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah 10-12%, minuman ini biasanya ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma, zat pengawet dan pemanis karbohidrat lainnya. 4. Multi fruit dan multi vitamin beverage adalah jenis minuman yang dicampur berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk, apel, nenas dan sari buah lainnya. Sari buah adalah komponen utama penyusun sirup selain gula. Sari buah berperan dalam pembentukan karakteristik sirup yaitu warna, rasa dan aroma sirup buah. Sirup, menurut SNI (01-3544-1994), didefinisikan sebagai larutan gula pekat dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Definisi sirup yang lain yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan kental dengan citarasa beraneka ragam, biasanya mempunyai kandungan gula minimal 65 % (Satuhu, 2003). Jenis buah markisa yang digunakan bahan baku sirup markisa olahan adalah buah markisa ungu (Passiflora edulis). Sewaktu muda, kulitnya berwarna hijau dan setelah tua, menjadi coklat ungu. Di dalam buah
terdapat banyak biji
berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronell, 1997). Buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar sebaiknya dipanen pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70%. Buah tersebut harus dijaga kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus dan tidak keriput. Sebaliknya, untuk menghasilkan sari buah yang bermutu baik, buah harus dipanen masak, minimal
18
pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen masak (http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa diakses 20 November 2010). Sari buah yang berkualitas diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al, 1998). Diagram alir pembuatan sari markisa dapat dilihat pada Gambar 7.
Buah Markisa
Dipotong
Dikeruk
Kulit
Pulp markisa
Pulper
Biji
Disaring
Sari Markisa
Gambar 7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa (Siregar, 2009) Dalam proses pembuatan sari buah, pada waktu buah diekstrak/disaring akan diperoleh cairan yang berisi partikel-partikel yang berasal dari pulp (bubur) buah, sehingga sari buah tampak keruh. Adanya partikel-partikel buah menyebabkan pada umumnya stabilitas sari buah kurang baik dikarenakan kecenderungan partikel tersebut untuk memisah dari cairan dan membentuk endapan. Sebagian konsumen justru senang dengan keadaan sari buah yang keruh ini. Kondisi yang keruh ini dapat dipertahankan apabila pembentukan endapan atau gumpalan pada sari buah dapat dicegah. Adapun pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan bahan penstabil ke dalam sari buah sehingga tidak terjadi pemisahan antara cairan dengan endapan pada sari buah tersebut. Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil di antaranya adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, pektin, karaginan, dan CMC (Fachruddien, 2002)
19
Sari buah merupakan salah satu pengolahan buah dalam bentuk minuman. Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah, yaitu mudah terbentuk endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan yang kurang menarik (Dewayani et al, 1999). Menurut Widjanarko (1996), selain aroma dan rasa, salah satu penentuan kualitas sirup adalah kenampakannya. Adapun mutu sirup pada SNI 01-3544-1994 dapat dlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Syarat mutu sirup (SNI 01-3544-1994) No Kriteria Uji Satuan Keadaan 1 - Aroma - Rasa -
Persyaratan Normal Normal
% (b/b)
Min 65
Bahan tambahan makanan - Pemanis buatan - Pewarna
-
- Pengawet
-
Tidak boleh ada Sesuai SNI 01-0222-1995 Sesuai SNI 01-0222-1995
2
Gula jumlah sebagai sakarosa
3
dihitung
Cairan mikroba Koloni/ml - Angka lempeng total Maks 5x102 APM/ml - Coliform Maks 20 APM/ml - E.coli <3 Sumber : Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian (1994) 4
2.8. Bahan Penstabil Pengendapan pada minuman umumnya kurang dikehendaki. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi endapan selama penyimpanan adalah penggunaan bahan penstabil. Jenis bahan penstabil yang sering digunakan pada industri makanan adalah Carboxymethylcellulose (CMC), gum xanthan, karaginan dan pektin. Golongan polisakarida ini memiliki kemampuan untuk mempertahankan konsistensi larutan dan kemampuan untuk membentuk gel (Astawan, 2005). Bahan penstabil adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Bahan penstabil yang umum digunakan ada 3. yaitu (1) gelatin yang bersumber dari hewan (2) rumput laut (seperti alginat, karaginan dan agaragar) dan (3) gum (Marshall dan Arbuckle, 1996).
20
Bahan penstabil merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan, mengentalkan. atau memekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air, sehingga dapat membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen pada waktu yang relatif lama. Makanan olahan yang mengandung bahan penstabil di antaranya adalah susu kental manis, jelli, mentega, es krim dan sari buah. Sebagian besar bahan penstabil adalah bahan alami, namun yang cukup berkembang, mempunyai daya penstabil yang cukup baik dan harga yang relatif murah adalah CMC (Carboxymethyl Cellulose) yang merupakan bahan penstabil yang berasal dari modifikasi bahan kimia sehingga tidak cukup aman apabila penggunaannnya di lakukan secara berlebihan. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, 1996). Menurut Tranggono et al (1991), bahwa CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk, mudah larut dalam air panas dan air dingin. Proses pemanasan dapat menyebabkan pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).
21
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari 2011 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Organoleptik, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku utama adalah rumput laut kering jenis E. cottonii yang dipanen dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan umur panen 45 hari, pencucian dengan air laut, pengeringan secara alami diatas para-para bambu atau terpal plastik. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi karaginan adalah KOH, celite/tanah diatomik, dan KCl. Bahan untuk membuat sirup markisa yaitu buah markisa, karaginan hasil ekstraksi, gula pasir, CMC-Na, Na-Benzoat, Na-metabisulfit dan asam sitrat. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis kimia yang diperlukan untuk analisis di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, filter press, press hydraulic, hot plate, stirrer, Erlenmeyer, grinder, pengaduk, thermometer, kertas ph, ph meter, hot plate, gelas ukur, Texture Analyzer by TA- Viscometer Brookfield, KeTT digital whiteness meter model C-100, Colorimeter DR/890, alat pengering, kertas saring,
serta peralatan laboratorium untuk pengujian
mikrobiologi dan organoleptik sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan. 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu 1) penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang terbaik, 2) penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan yaitu tahapan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan, 3) penelitian aplikasi karaginan yaitu aplikasi karaginan yang dihasilkan pada pembuatan sirup markisa yang bertujuan sebagai pengental dan penstabil. Alur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.
22 Penelitian pendahuluan
Mulai Rumput laut E.cottonii
Ekstraksi rumput laut dengan presipitasi larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2% Pengamatan secara organoleptik Konsentrasi terbaik
(tekstur, kekerasan dan rasa)
Penelitian optimasi proses Ekstraksi rumput laut : Perb. air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Kons larutan KCl : 1 dan 1.5 % Suhu presipitasi : 15 dan 30oC
Perlakuan terpilih
Analisis Sifat Fisik Kimia : 1. Rendemen 2. Viskositas 3. Kekuatan gel 4. Kadar air 5. Kadar abu 6. Kadar abu tak larut asam 7. Kadar sulfat 8. Derajat putih
Penelitian aplikasi karaginan Aplikasi karaginan pada pembuatan sirup markisa (3.2, 3.9, 4.4, 5.0%)
Sirup markisa terpilih (4.4%)
Analisis : 1. pH 2. Viskositas 3. Kekeruhan 4. Total gula (sukrosa)
Analisis : 1. Total mikroba 2. Organoleptik (perbandingan pasangan)
Selesai
Gambar 8
Diagram alir penelitian secara keseluruhan
23
3.3.1 Penelitian pendahuluan Penelitian tahap ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang terbaik, dalam hal ini digunakan 4 variabel konsentrasi yaitu : 0.5, 1, 1.5 dan 2%. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9. Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput laut jenis lainnya yang tidak diinginkan. 2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 oC. 3. Pencucian hingga pH netral 4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air selama 2 jam pada suhu 90±5 oC. 5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga diperoleh filtrat rumput laut yang murni. 6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 0.5, 1, 1.5 dan 2%. 7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan. 8. Penyaringan serat karaginan hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan. 9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic selama ± 30 menit. 10.Pengeringan serat karaginan dibawah sinar matahari. Data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini bersifat sensori atau secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) sehingga analisa data tidak dilakukan.
24 Mulai
Rumput laut E.cottonii
Pencucian Pemasakan dengan larutan alkali KOH 8% pada suhu 80±5 oC selama 2 jam Netralisasi (Pencucian hingga pH netral) Ekstraksi Perb air: 1:40 Suhu 90±5 oC selama 2 jam Filtrasi Filtrat
Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2% Pengadukan selama 15 menit (terbentuk serat karaginan) Serat karaginan
Penyaringan serat karaginan
Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)
Pengepresan Pengeringan dengan sinar matahari Karaginan kering Selesai
Gambar 9
Diagram alir penelitian pendahuluan
25
3.3.2 Penelitian optimasi proses ekstraksi Tahapan ini untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 10. Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput laut jenis lainnya yang tidak diinginkan. 2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 oC. 3. Pencucian hingga pH netral 4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air dengan perbandingan 20, 30 dan 40 kali selama 2 jam pada suhu 90±5 oC. 5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga diperoleh filtrat rumput laut yang murni. 6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 1 dan 1.5% pada suhu 15 dan 30 oC. 7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan. 8. Penyaringan filtrat hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan. 9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic selama ± 30 menit. 10.Pengeringan dan Penepungan : Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1-2 hari. Menurut Banadib dan Khoiruman, 2009, bahwa suhu optimum proses pengeringan karaginan yaitu 55 oC. Anggadiredja (2008), lama pengeringan sebaiknya selama 12-20 jam. Selanjutnya digiling dengan alat penggilingan (grinder) sehingga diperoleh tepung karaginan.
26
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 3 faktor, yaitu: Faktor 1 : Perbandingan jumlah air proses ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian ini ada 3 perbandingan air yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40 kali. Faktor 2 : Konsentrasi KCl yaitu 1 dan 1.5% Faktor 3 : Suhu presipitasi yaitu 15 dan 30 oC Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut : Yijk= µ + αi + ΒJ + Ck + (αc)ik + (βc)jk + (αβc)ijk + εijk Dimana : Y ikj µ αi Βj Ck (αc)ik
= respon setiap variabel pengamatan = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan = pengaruh perbandingan air taraf ke-i (i=1.2.3) = pengaruh konsentrasi KCl taraf ke-j (j=1.2) = pengaruh suhu ke-k (k=1.2) = pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3) dengan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) (βc)jk = pengaruh interaksi konsentrasi KCl ke-j (j=1.2) dengan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) (αβc)ijk= pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3). konsentrasi KCl ke-j (j=1.2.3) dan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) εij = galat dari percobaan. Data diperoleh dari hasil pengukuran rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, dan derajat putih. Data dianalisa
dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.
27
Mulai
Rumput laut E.cottonii Pencucian
Ekstraksi I Pemasakan dengan larutan KOH 8% suhu 80±5 oC selama 2 jam Netralisasi (Pencucian hingga pH netral) Ekstraksi II Perb air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Suhu 90±5 oC selama 2 jam Filtrasi dengan filter press
Filtrat Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 1 dan 1.5% Suhu: 15 dan 30 oC Pengadukan selama 15 menit (terbentuk serat karaginan) Serat karaginan Penyaringan serat karaginan
Pengepresan Pencabikan Pengeringan dengan sinar matahari Penepungan Tepung karaginan
Selesai
1 2 3 4 5 6 7 8
Analisis : Rendemen Viskositas Kekuatan gel Kadar air Kadar abu Kadar abu tidak larut asam Kadar sulfat Derajat putih
Gambar 10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan
28
3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa Penelitian tahap ini adalah aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Diagram alir proses pembuatan markisa dapat dilihat pada Gambar 11. Proses pembuatan sirup mengikuti proses pengolahan sirup markisa teknologi tepat guna agroindustri kecil (2010), Kementrian Riset dan Teknologi Div. Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosesnya yaitu : 1. Pencucian dan penirisan buah markisa selanjutnya dilakukan pemotongan kulit buah dan pengerukan isi untuk mengeluarkan seluruh isi buah. 2. Pemblenderan dan penyaringan sari buah dengan kain saring untuk mendapatkan sari buah yang diinginkan. 3. Sirup sari buah markisa. 4. Untuk membuat sirup, penambahan Na-metabisulfit, Na-Benzoat dan karaginan hasil ekstraksi pada sari buah markisa. Setelah tercampur, gula dan asam sitrat secara perlahan dimasukkan. Pemanasan sampai suhu 85±5 oC dan dipertahankan selama 15 menit sambil terus diaduk hingga merata. Pasteurisasi, exhausting kemudian pengemasan dalam botol. 5. Penyimpanan selama 3 hari pada suhu ruang dilakukan sebelum analisa dimulai. Proses ini bertujuan untuk mengamati kestabilan sirup dimana tidak terjadi pengendapan dan pembentukan gel dan melihat
sejauh mana keberhasilan
formula karaginan yang ditambahkan dalam sirup markisa. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang berpengaruh adalah persentase karaginan yang ditambahkan pada pembuatan sirup markisa yaitu 3.3, 3.9, 4.4 5.0% dan markisa komersil sebagai kontrol. Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut : Yij = µ + αi + εij Dimana : Y ij µ αi εi
= = = =
respon setiap variabel pengamatan nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan pengaruh penambahan konsentrasi karaginan taraf ke-i (i=1,2,3,4) galat dari percobaan.
Data dianalisa dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.
29 Mulai Buah markisa (Dicuci, dipotong kulit buah dan dikeruk isinya) Pemblenderan dan ekstraksi sari buah (menggunakan kain saring)
Sari buah markisa
Bahan Sari Markisa
Komposisi (%) Formulasi A Formulasi B Formulasi C Formulasi D 60.3 59.8 59.5 59.2
Nametabisulfit
0.1
0.1
0.1
0.1
Na-Benzoat
0.03
0.03
0.03
0.03
Asam sitrat
0.1
0.1
0.1
0.1
Karaginan
3.3
3.9
4.4
5.0
Gula
36.2
35.9
35.7
35.5
Pemanasan suhu 65±5 oC selama 15 menit Pembotolan Penyimpanan 3 hari pada suhu ruang
Analisis : 1 pH 2 Viskositas 3 Kekeruhan 4 Total gula
Sirup markisa terpilih
Analisis : 1 Total mikroba 2 Organoleptik (perbandingan pasangan) Selesai Gambar 11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan
30
3.4 Prosedur Analisa Analisa Karaginan Karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih. 3.4.1 Rendemen (AOAC, 1984) Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan ratio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering. Rendemen = Berat karaginan Berat rumput laut kering
x 100 %
3.4.2 Viskositas (FMC Corp, 1977) Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan. Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Viscometer Brookfield. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1.5% (b/b) dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 80 oC. Viscometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 – 100. Pembacaan dilakukan setelah putaran penuh 8 kali untuk spindel no.2 dengan rpm 60. Hasil pembacaan digandakan 5 kali untuk spindel no. 2 bila dijadikan centipoises. 3.4.3 Kekuatan Gel (FMC Corp, 1977) Contoh karaginan sebanyak 3 gr dilarutkan dengan 197 gr air. Berat semua larutan ditetapkan menjadi 200 gr sehingga konsentrasi larutan menjadi 1.5% (b/b). Larutan lalu dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC atau suhu gelatinisasi yaitu suhu dimana larutan polisakarida menjadi lebih kental karena kemampuan mengikat air.. Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10oC (suhu pendingin) selama ± 12 jam. Setelah membentuk gel. kekuatannya diukur dengan alat TX texture analyzer.
31
3.4.4 Kadar air (AOAC, 1995) Karaginan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telah dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan porselen yang berisi contoh kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 4 jam. Jika I1 adalah bobot contoh dan I2 adalah bobot contoh setelah dikeringkan. maka : % Kadar air =
I1 – I2 x 100 % berat sampel
3.4.5 Kadar abu (AOAC, 1995) Karaginan sebanyak kurang lebih 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen (B) yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 o
C sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan
ditimbang sebagai bobot akhir (A). % Kadar abu =
A–B x 100 % Berat sampel
3.4.6 Kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995) Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan menggunakan kertas saring tidak berabu. Kertas saring lalu diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC, lalu didinginkan dalam desikator untuk selanjutnya ditimbang. % Kadar abu tidak larut asam =
bobot abu berat sampel
X 100 %
3.4.7 Kadar sulfat (FMC Corp. 1977) Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan diendapkan sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer yang ditambahkan 50 ml HCl 0.2 N kemudian di refluks sampai mendidih selama 1 jam. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml H2O2 10% lalu di refluks kembali selama 5 jam. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 10% dan kembali dipanaskan selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih.
32
Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut : Kadar sulfat (%) = P x 0.4116 x 100 % Berat sampel Ket : P = bobot endapan BaSO4 3.4.8 Derajat Putih (Food Chemical Codex. 1981) Alat yang digunakan adalah Whiteness Meter KeTT digital model C-100. Sampel dimasukkan dalam wadah pengukuran sampai penuh lalu tutup. Sebelumnya alat sudah disiapkan dan dihidupkan. standar petunjuk harus berada dalam posisi nol. Selanjutnya sampel dalam wadah diukur derajat putihnya dengan memasukkan dalam alat pengukur. Nilai yang terbaca pada alat menunjukkan nilai derajat putih dalam persen (warna standar alat 85.4%). Perlakuan ini dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan nilai rata-rata yang tepat. Analisa Sirup Markisa 3.4.9 Nilai pH Sekitar 10 ml sampel dimasukkan alam gelas piala. diaduk secara merata. Sampel kemudian diukur nilai pH-nya dengan alat pH meter. Sebelum pengukuran. alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan air aquades pada pH 7, lalu alat dimasukkan kedalam wadah yang berisi sampel. Nilai yang tercantum pada alat merupakan hasil pengukuran pH sampel. 3.4.10 Kekeruhan Pengukuran kekeruhan air dilakukan secara turbiditas yaitu merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Sebanyak 10 ml larutan standar (aquabides) dimasukkan kedalam botol untuk selanjutnya dibaca oleh alat. Setelah nilai 0 (zero) tertera pada alat. maka botol yang berisikan sampel 10 ml yang telah dihomogenkan terlebih dahulu dimasukkan. Dengan menekan tombol “read” maka nilai kekeruhan larutan akan terbaca.
33
3.4.11 Total gula (Sukrosa) Sampel sebanyak 10 ml ditambah dengan acetonitril 10 ml diblender selama 5 menit. Setelah homogeny campuran ini isaring dengan kertas Whatman 41 . Hasil saringan yang terdapat pada kertas saring lalu dikeringkan alam frezz dryer. Setelah kering, padatan (terbilang sebagai sukrosa) diencerkan dengan phase gerak (Acetonitril : air = 60 : 40). Selanjutnya sebanyak 20 ml sampel di injeksikan ke alat HPLC. 3.4.12 Analisis Mikrobiologi Total Mikroba (Angka Lempeng Total SNI 01-2332.3-2006) Sebanyak 10 ml contoh dimasukkan kedalam wadah berisi 90 ml larutan butterfield’s phosphate buffered. kemudian dikocok hingga homogen. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril pindahkan 1 ml suspensi tersebut dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran sebelumnya. Dengan cara yang sama lakukan pengenceran selanjutnya 10-4. Sebanyak 1 ml dipipet dari setiap pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam cawan petri steril dan dilakukan secara duplo. Tambahkan 12-15 ml PCA yang sudah didinginkan kedalam masing-masing cawan yang berisi larutan contoh. Agar larutan contoh dan media PCA tercampur seluruhnya maka dilakukan pemutaran cawan. Cawan di inkubator selama 24-48 jam. Kemudian hitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni 25-250 dengan alat penghitung koloni atau Hand Tally Counter. Analisa mikrobiologi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu minggu pertama dan minggu ketiga 3.4.13 Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan terhadap karaginan adalah uji perbandingan berpasangan, dimana formula terpilih kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan dengan produk komersial. Pada uji perbandingan pasangan, panelis melakukan penilaian berdasarkan formulir isian dengan memberikan angka berdasarkan skala kelebihan, yaitu lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji berpasangan berupa angka. yaitu -3 = sangat lebih buruk. -2 = lebih buruk. -1 = agak lebih buruk. 0 = tidak berbeda. 1 = agak lebih baik. 2 = lebih baik. 3 = sangat lebih baik.
34
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kisaran konsentrasi larutan KCl yang optimal pada pemisahan karaginan sehingga proses dapat berjalan secara efisien dan efektif. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur karaginan yang terbentuk pada saat proses presipitasi terjadi dimana variasi konsentrasi larutan KCl adalah 0.5; 1; 1.5; dan 2%. Pada Tabel 7 terlihat bahwa pada konsentrasi KCl 0.5% struktur karaginan yang terbentuk begitu rapuh sehingga bentuknya seperti bubur, bahkan pada saat disaring karaginan masih dapat lolos melewati saringan. Sebaliknya pada konsentrasi KCl 2% menghasilkan struktur karaginan yang kokoh dan keras. Smidsrod et al (1980) berpendapat bahwa mekanisme pembentukan gel yang benar adalah melalui dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan konformasi intramolekul yang tidak berhubungan dengan adanya ion-ion, kemudian diikuti oleh turunnya kelarutan dan pembentukan ikatan silang yang tergantung pada adanya ion-ion yang spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Adapun kation-kation yang berkemampuan untuk mengimbas pembentukan gel karaginan adalah K+ , Rb+, dan Ca+ Kappa-karaginan sensitif terhadap ion K+ dan membentuk gel yang kuat dengan adanya garam kalium. Ion K+ dapat meningkatkan kekuatan gel. Hal ini disebabkan karena kemampuan ion K+
yang berfungsi untuk meningkatkan
kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul terlarut semakin besar yang menyebabkan keseimbangan antara ion-ion yang larut dengan ion-ion yang terikat di dalam struktur karaginan dapat membentuk gel. Semakin tinggi konsentrasi ion K+
semakin tinggi pula kekuatan gel yang
dihasilkan, namun konsentrasi yang diberikan sebaiknya perlu diperhatikan karena konsentrasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan gel, karena konsentrasi jenuh dari ion K+ menyebabkan keseimbangan antar ion semakin sulit tercapai (Imeson, 2000). Konsentrasi KCl 2% secara struktur memberi hasil yang paling baik akan tetapi karaginan yang dihasilkan memberikan rasa sepat pada produk. Rasa sepat
35
dengan sedikit pahit dihasilkan pada karaginan presipitasi larutan KCl 2% . Hal ini tentu akan memberi pengaruh apabila ditambahkan pada suatu produk. Rasa sepat dengan sedikit pahit pada karaginan merupakan pengaruh dari konsentrasi KCl yang berlebihan. Menurut Gaman dan Sherrington (1994), bahwa pangan yang bersifat alkali jumlahnya cukup sedikit hal ini disebabkan karena sifat alkali yang berasa pahit walaupun dalam konsentrasi yang sedikit. Konsentrasi larutan KCl 1 dan 1.5 % dipilih yang terbaik walaupun secara struktur tidak lebih keras dari KCl 2% tapi tidak sampai menimbulkan rasa sepat pada karaginan yang dihasilkan. Selain itu secara proses cukup optimal dilakukan karena hanya membutuhkan waktu yang singkat karaginan dapat tersaring dan proses pengepresan berjalan lebih mudah. Tabel 7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl Konsentrasi Hasil Pengamatan Gambar Larutan (%) 0.5 Karaginan terbentuk sangat lambat, bening kecoklatan, bentuk bubur, tidak ada rasa. 1
1.5
2
Karaginan terbentuk lambat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, sedikit keras, tidak ada rasa. Karaginan terbentuk agak cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, agak keras, tidak ada rasa. Karaginan terbentuk cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, keras, ada rasa pahit/getir
4.2 Penelitian optimasi proses Karaginan merupakan getah rumput laut dari jenis E. cottonii yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas. Rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan karaginan berasal dari perairan Kabupaten Takalar. Perbandingan air yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20; 1:30; 1:40 dengan konsentrasi KCl 1 dan 1.5% pada suhu 15 dan 30oC. Tahapan ini bertujuan mengetahui jumlah perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu ekstraksi yang optimal sehingga dapat mengurangi biaya produksi tanpa
36
mempengaruhi mutu karaginan. Setiap proses sangat menentukan mutu karaginan yang dihasilkan. Penentuan kondisi optimal dipilih berdasarkan parameter rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih , yang sesuai dengan standar mutu karaginan. Adapun contoh karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat Gambar 12.
Gambar 12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung 4.2.1 Rendemen karaginan Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 21.76 – 34.02 % (Gambar 13). Hasil ini masih dibawah nilai rendemen yang dilaporkan oleh Lestari (2004) yaitu berkisar antara 38.54 – 54.78%. Tetapi lebih tinggi bila dibandingkan penelitian terdahulu (Purnama, 2003) yang melaporkan bahwa perbandingan air 1:40 menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20.20%.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap rendemen karaginan rumput laut E. cottonii
37
Nilai rendemen tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 oC dan perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1% dan suhu 30oC. Rendemen tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar persyaratan minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25%. Rendemen dengan perbandingan air 1:40 lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan air 1:20 ataupun 1:30. Hal ini disebabkan karena larutan encer yang terbentuk dari ekstraksi dengan menggunakan jumlah air 40 kali berat bahan baku kering dapat lebih mudah menembus pori-pori saringan alat filtrasi, sehingga karaginan yang terlarut didalamnya pun dapat dengan mudah lolos melalui poripori saringan. Sedangkan larutan yang lebih kental akan lebih sulit untuk menembus pori-pori saringan sehingga karaginan yang terlarut didalamnya tidak dapat lolos dan tertahan bersama serat-serat kasar lainnya. Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh perbandingan jumlah air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi dan interaksi ketiganya tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Hal ini disebabkan pada proses penepungan banyak karaginan yang terbuang karena alat yang kurang maksimal. Rendemen yang diperoleh diduga bisa lebih banyak lagi apabila kerja alat yang digunakan pada tahap penepungan bisa bekerja secara efektif. Sisa rendemen yang berkisar ±70% belum dimanfaatkan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan karena ampas hasil filtrasi langsung dibuang ke tempat pembuangan. 4.2.2 Viskositas karaginan Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya diukur pada suhu 75 oC dengan konsentrasi 1.5% (FAO. 1990). Rata-rata viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 52.50 – 158.33 cP. Nilai viskositas tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:20, KCl 1%. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO yaitu minimal 5 cP dan maksimal 800 cP.
38
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas yang dihasilkan. Demikian pula dengan interaksi keduanya. sedangkan suhu presipitasi berikut interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap viskositas karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap viskositas karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 14.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap viskositas karaginan rumput laut E. cottonii Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan 1:40. Konsentrasi KCl 1% berbeda nyata dengan KCl konsentrasi 1.5%. Berdasarkan jumlah perbandingan air, terlihat bahwa semakin sedikit perbandingan air maka viskositas semakin meningkat. Peristiwa ini terjadi disebabkan karena kandungan sulfat yang bermuatan negatif semakin banyak melakukan tolakan (repulsion) satu sama lain sehingga air yang berada disekitar polimer jika jumlahnya lebih sedikit akan lebih mudah terimobilisasi yang menyebabkan larutan bersifat kental yang juga berarti viskositas larutan tinggi (Towle, 1973). Konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Basmal et al
39
(2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% nilai viskositasnya lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi KCl 3 dan 3.5%. 4.2.3 Kekuatan gel karaginan Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Kekuatan gel karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1493.49 – 2202.97 g/cm2 yang masing-masing dihasilkan pada perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 30oC dan perlakuan perbandingan air 1:20, KCl 1.5% dan suhu 30oC. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel yang dihasilkan, namun interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kekuatan gel yang berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kekuatan gel karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 15.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kekuatan gel karaginan rumput laut E. cottonii Mekanisme pembentukan gel terdiri dari dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan konfirmasi intramolekuler yang tidak berhubungan dengan ionion, kemudian diikuti oleh pembentukan silang yang tergantung pada adanya ion-
40
ion spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Kation spesifik
yang
+
mampu mengimbas pembentukan gel pada kappa-karaginan adalah ion K . Ion ini juga berfungsi sebagai bahan pengikat antar rantai polimer karaginan dengan memperkuat
struktur
tiga
dimensi
sehingga
polimer
tersebut
akan
mempertahankan bentuknya bila dikenai tekanan. Data ini didukung oleh penelitian terdahulu oleh Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan bahwa konsentrasi KCl 2% memiliki kekuatan gel 1279 g/cm2. Adanya 3.6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilik sehingga konsentrasi perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan ikatan antar rantai polimer karaginan semakin kuat karena jumlah air yang lebih sedikit memudahkan pembentukan heliks rangkap sehingga pembentukan gel lebih cepat tercapai. 4.2.4 Kadar air karaginan Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam karaginan. Syarief dan Hariyadi (1993) menyatakan bahwa peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan reaksi-reaksi nonenzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. Hasil pengukuran kadar air pada penelitian ini berkisar antara 6.76 – 9.73%. Kadar air karaginan yang terendah dihasilkan pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 oC dan kadar air tertinggi diperoleh dari perbandingan air 1:20, KCl 1% dan suhu 30oC. Namun keduanya masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO yaitu maksimum 12%. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan, namun interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi menberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan.
41
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas terhadap kadar air karaginan rumput laut E. cottonii
Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 16. Meningkatnya kandungan air rumput laut berkorelasi positif dengan meningkatnya kandungan air karaginan. Kandungan air pada karaginan yang dihasilkan diduga merupakan air terikat (fisik dan kimia), sedangkan air bebas kemungkinan telah menguap. Perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan kadar air semakin meningkat, hal ini disebabkan karena air yang sedikit akan terikat secara kimia sehingga sulit untuk diuapkan, sebaliknya dengan perbandingan air yang lebih tinggi dimana jumlah air yang banyak menyebabkan jumlah air bebas juga banyak sehingga lebih mudah mengalami proses penguapan, selain itu senyawa-senyawa yang ikut terlarut didalamnya ikut menguap ketika dipanaskan. Rendahnya kadar air karaginan
yang diperoleh
diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan. 4.2.5 Kadar abu karaginan Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. dan berhubungan dengan mineral suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Apriyantono et al, 1989). Rata-rata kadar abu karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 27.88 – 38.89. Kadar abu karaginan hasil ekstraksi meskipun cukup tinggi karena hampir mencapai pada batas yang ditentukan tetapi masih memenuhi standar karaginan yang telah ditetapkan oleh
42
FAO yaitu sekitar 15 – 40%, namun tidak sesuai dengan standar karaginan yang ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) yaitu 35%. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan. Interaksi perlakuan antara perbandingan air dan suhu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. Demikian pula interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap karaginan hasil ekstraksi. Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Konsentrasi KCl 1 dan 1.5% memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu karaginan rumput laut E. cottonii
Semakin tua umur panen maka kadar abu karaginan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut berada dalam perairan, maka semakin banyak kandungan garam-garam mineral yang diserap oleh rumput laut yang dapat menyebabkan kadar abu karaginan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana rumput laut yang digunakan mempunyai umur panen 45 hari sehingga kandungan mineral pada karaginan yang dihasilkan cukup tinggi. Suryaningrum et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar abu karaginan karena sebagian besar berasal dari garam dan mineral lainnya yang menempel pada rumput laut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar abu, diduga disebabkan oleh air hujan dan air dari sungai yang masuk ke perairan tempat budidaya.
43
Berdasarkan pada perbandingan air yang digunakan maka perbandingan air yang tinggi menghasilkan kadar abu yang tinggi pula. Kondisi ini dapat disebabkan karena air yang digunakan selama proses ekstraksi karaginan mengandung mineral lain karena air yang digunakan adalah air biasa dan bukan merupakan air murni, sehingga tidak menutup kemungkinan semakin banyak jumlah air yang digunakan maka kadar abu juga semakin meningkat. Adanya ion kalium pada penggunaan KCl pada proses presipitasi diduga merupakan penyebab tingginya kadar abu karaginan yang diperoleh pada penelitian ini. Winarno (1996) mengemukakan bahwa kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar. Peningkatan kadar abu paralel dengan peningkatan konsentrasi KCl yang digunakan sebagai bahan untuk presipitasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Purnama (2003) yang melaporkan kadar abu 37.69% pada karaginan yang diekstrak dengan KCl 1%. 4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan (Basmal et al, 2003). Rata-rata kadar abu tidak larut asam karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 0.33 – 1.25. Nilai kadar abu tak larut asam karaginan hasil ekstraksi tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:30, KCl 1.5% dan suhu 30oC dan terendah pada perlakuan perbandingan air 1:30. KCl 1.5% dan suhu 15 oC. Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2% sedangkan FAO dan FCC menetapkan maksimum 1%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam seperti silika (Si), yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu presipitasi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu tak larut asam karaginan. Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi
44
KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu tak larut asam karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 18.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu tak larut asam karaginan rumput laut E. cottonii
Uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa suhu presipitasi 15oC memberikan nilai kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan suhu 30oC. Hal ini diduga karena pada suhu yang lebih rendah zat-zat organik dan anorganik tidak larut asam seperti silika dan logam-logam kasar yang terdapat dalam larutan karaginan tidak dapat tereduksi secara optimal selama proses pengolahannnya. 4.2.7 Kadar sulfat karaginan Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis yang terdapat alam rumput laut merah (Winarno, 1996). Hasil ekstraksi rumput laut bisa dibedakan berdasarkan kandungan sulfat. Agar-agar mengandung sulfat tidak lebih 3-4% dan karaginan berkisar antara 18-40% (Glicksman, 1983). Kadar sulfat tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:20. KCl 1.5% dan suhu 15oC dan terendah pada perlakuan perbandingan air 1:40. KCl 1.5% dan suhu 30 oC. Kadar sulfat yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 16.58 – 18.62%. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sulfat karaginan. Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Uji lanjut BNT 5% menunjukkan
45
bahwa perbandingan air 1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan 1:40. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar sulfat karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 19.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 19 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar sulfat karaginan rumput laut eucheuma cottonii
Berdasarkan Gambar 19, terlihat bahwa semakin kecil perbandingan air maka kadar sulfat semakin meningkat. Hal ini diduga bahwa pada konsentrasi yang lebih pekat menyebabkan lebih banyak gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer menjadi kaku dan tertarik kencang sehingga akan terjadi peningkatan viskositas (Moirano, 1977). Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositas juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Peningkatan kadar air dan umur panen rumput laut akan menurunkan viskositas larutan karaginan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kandungan sulfat (Suryaningrum, 1989). 4.2.8 Derajat putih karaginan Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan pada umumnya (Food Chemical Codex. 1981). Warna kecoklatan pada karaginan dapat disebabkan masih adanya selulosa. pigmen fikoeritin dan fikosianin. Sebagai sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan warna karaginan menjadi keruh (Imeson. 2000). Rata-rata nilai derajat putih karaginan berkisar antara 45.75 – 59.27%. sedangkan standar alat pengukuran derajat putih yang digunakan adalah 85.4%. Perlakuan dengan nilai derajat putih terendah dan tertinggi berturut-turut adalah perlakuan dengan perbandingan air 1:30, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30oC dan perbandingan air 1:40, konsentrasi KCl 1.5% dan suhu presipitasi 15 oC. Hasil sidik ragam menunjukkan perbandingan air berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan sedangkan
46
konsentrasi KCl dan suhu presipitasi tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan. Demikian pula interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 20.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
Gambar 20 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap derajat putih karaginan rumput laut eucheuma cottonii. Uji lanjut lanjut 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:30 memberikan derajat putih yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:40. Selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Proses pencoklatan yang terjadi pada pembuatan karaginan ini termasuk pencoklatan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard. Menurut Winarno (1990), reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer atau asam amino. Secara kimia proses pemutihan adalah oksidasi atau reduksi ikatan rangkap pada senyawa pembentuk warna. Proses penyaringan pada pengolahan karaginan bertujuan memisahkan serat kasar dengan filtrat dari rumput laut. Terpisahnya serat kasar berwana coklat semakin cerah warna filtrat yang dihasilkan. Hal lain yang mempengaruhi derajat putih adalah teknik pengeringan karaginan. Pengaruh cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas matahari yang digunakan pada proses pengeringan. Diduga rendahnya kualitas derajat putih pada beberapa produk karaginan yang dihasilkan karena pengeringan lebih banyak
47
dilakukan didalam ruangan karena cuaca yang kurang baik selama proses pengeringan dilakukan. 4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan perbandingan air 1:20. konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30 oC terpilih sebagai proses yang optimal untuk ekstraksi karaginan presipitasi KCl yang mutunya sesuai dengan standar FAO, FCC maupun EEC. Penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat penggunaan air. Pemakaian KCl 1% menghasilkan mutu karaginan yang tidak jauh berbeda dengan KCl 1.5% sehingga terdapat penghematan penggunaan bahan kimia, khususnya peranan IPA sebagai bahan presipitasi yang harganya relatif mahal dapat mulai tergantikan. Suhu 30oC menghasilkan mutu yang tidak jauh berbeda dengan presipitasi suhu 15 oC sehingga penggunaan energi yang berlebih dapat ditekan. Keuntungan lain yang diperoleh dari penelitian optimasi proses ini adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, mengingat bahwa proses ekstraksi untuk memperoleh karaginan umumnya dilakukan selama 3-4 hari, sedangkan pada optimasi proses ini karaginan dapat diperoleh hanya dalam waktu sehari untuk dikemudian dikeringkan esok harinya. Perlakuan terpilih yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu (Tabel 8) yang dilaporkan oleh Basmal, et al (2009). terlihat adanya perbedaan pada viskositas dan kadar air. Tabel 8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan Karaginan Karaginan Parameter (KCl) (IPA) 2 a Kekuatan gel (g/cm ) 1897.14 1219.24b Viskositas (cPs) 150a 278.33b a Kadar air (%) 9.73 9.02a Kadar abu (%) 29.59a 20.91b a Kadar abu tak larut 0.83 0.52a asam (%) Kadar sulfat (%) 18.36a 18.12a a Derajat putih (%) 51.57 44.07b
Basmal et al (2009) 1279 33 14. 51 28.94 0.76
Karaginan standar FAO Min 15 Maks 12 15 - 40 Maks 1
-
15-40
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a.b) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
48
Penggunaan konsentrasi KCl 2% yang digunakan pada penelitian Basmal. et al tersebut diduga memberi pengaruh terhadap mutu karaginan yang dihasilkan khususnya pada viskositas karaginan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnama (2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun. Karaginan
dengan
proses
presipitasi
KCl
terpilih
yang
diperoleh
dibandingkan dengan karaginan presipitasi IPA hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 8), terlihat bahwa kekuatan gel karaginan presipitasi KCl sebesar 1897.14 g/cm2 lebih besar dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 1219.24 g/cm2. Nilai kekuatan gel yang diperoleh pada penelitian optimasi proses ini cukup tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan air 1:20, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30oC cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan gel karaginan. Tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya ion K+ pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K+ pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan (Basmal et al, 2009). Nilai viskositas pada Tabel 8, terlihat bahwa karaginan presipitasi KCl sebesar 145 cPs lebih kecil dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 278.33 cPs. Hal ini disebabkan karena adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Nilai viskositas yang dihasilkan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan nilai viskositas yang diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya yang biasanya dibawah 100 cP, misalnya Syamsuar (2006) melaporkan nilai viskositas yang diperoleh yaitu 54 cP atau Basmal et al (2009) memperoleh nilai viskositas sebesar 33 cP.
49
Hasil pengukuran kadar air (Tabel 8). diperoleh nilai karaginan presipitasi KCl 9.73% dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 9.02%. Kadar air karaginan keduanya memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh FAO, FCC maupun ECC yaitu maksimum 12%.
Tinggi rendahnya kadar air
karaginan diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air karaginan yang dikandungnya juga tinggi. Kadar abu karaginan presipitasi KCl (Tabel 8) sebesar 27.88% dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 20.91%. Tingginya kadar abu pada karaginan presipitasi KCl diduga karena pengaruh kondisi bahan baku. umur panen dan metode ekstraksi. yaitu pada proses presipitasi dengan menggunakan KCl. Hal ini sesuai yang dinyatakan Winarno (1997), bahwa ion kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu). Namun kadar abu karaginan baik presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan maksimum 35%. Kadar abu tidak larut asam karaginan presipitasi KCl sebesar 0.83% dan karaginan presipitasi IPA sebesar 0.52%. Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan presipitasi KCl tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA. Tingginya kadar abu tidak larut asam pada kedua karaginan diduga karena mineral atau logam tidak larut asam yang terdapat dalam karaginan tidak tereduksi secara optimal pada saat pengolahan. Selain itu, teknik penyaringan yang memungkinkan adanya filter aid yang lolos ke dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut asam. Nilai kadar sulfat (Tabel 8) karaginan presipitasi KCl sebesar 18.55 % dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 18.25 %. Kandungan sulfat menyebabkan gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer kaku dan tertarik kencang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Kadar sulfat yang dihasilkan dari karaginan presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC dan FAO sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan 18 - 40%. Hasil pengukuran derajat putih karaginan presipitasi KCl sebesar 51.57 % sedangkan karaginan presipitasi IPA sebesar 44.07 % (Tabel 8), menunjukkan
50
derajat putih karaginan presipitasi KCl lebih besar dan berbeda nyata dengan, karaginan presipitasi IPA. Tingginya nilai derajat putih pada karaginan presipitasi KCl disebabkan karena selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Selain itu, teknik pengeringan juga mempengaruhi kualitas derajat putih. 4.3 Aplikasi karaginan pada sirup markisa 4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa Tahapan aplikasi merupakan tahapan penambahan karaginan hasil ekstraksi dalam proses pembuatan sirup markisa. Proses pembuatan sirup, buah markisa yang telah dipotong dan dikeruk isinya, kemudian diblender untuk memudahkan proses pemisahan biji dengan sari buahnya sehingga diperoleh sari buah markisa. Penyaringan dilakukan dengan cara sederhana yaitu menggunakan kain saring sehingga ada kemungkinan sari buah belum benar-benar bebas dari serat kasar. Sari buah yang diperoleh, kemudian dilakukan pasteurisasi dengan penambahan bahan tambahan makanan (BTM) dan karaginan sesuai konsentrasi. Pengawet yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan sehingga aman dan tidak membahayakan konsumen. Selama proses pasteurisasi dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan sari buah markisa dengan bahan tambahan yang telah dicampurkan sebelumnya. Komposisi penyusun sirup markisa diharapkan menyamai komposisi sirup markisa komersial sehingga dapat diterima oleh konsumen. Penentuan konsentrasi karaginan dalam pembuatan sirup markisa berdasarkan pada penelitian pendahuluan dan coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh sirup markisa yang baik dalam hal warna, aroma, rasa dan kenampakan. Analisa fisika-kimia yang dilakukan pada sirup markisa karaginan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersial. Mutu fisik dan kimia ini sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan juga keuntungan yang akan dihasilkan. Hasil pengujian terhadap mutu fisik dan kimia sirup markisa dapat dilihat pada Tabel 9.
51
Tabel 9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil Formula
Nilai pH
Viskositas (cPs)
Kekeruhan (NTU)
Total gula (%)
A
3.25a
168.00 a
5610.000 a
70.7 a
B
3.23 a
603.33 b
5996.667 ab
54.7 b
C
3.30 b
613.33 b
6056.667 b
42.0 c
D
3.39 c
2966.66 c
6166.667 b
42.3 c
Markisa Komersil
3.28 b
401.66 ab
6033.333 b
89.5 d
Ket: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a,b,c dan d) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Nilai pH Derajat keasaman sangat erat kaitannya dengan perkembangan mikroba sehingga memegang peranan penting dalam pangan khususnya pada proses penyimpanan. Disamping itu pH berpengaruh terhadap cita rasa dari suatu produk (Winarno, 1993). Sirup markisa mempunyai pH asam kisaran 2.6 – 3.2 (Pruthi dan Lal, (1959) dalam Siregar (2009)). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, penambahan konsentrasi karaginan yang berbeda memberi pengaruh terhadap derajat keasaman dari sirup markisa. Uji lanjut yang diperoleh menunjukkan bahwa variasi konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh yang nyata terhadap nilai pH sirup markisa. Uji lanjut juga menunjukkan bahwa penambahan karaginan 3.3 dan 3.9 % (formula A dan B) pada sirup markisa tidak berbeda nyata. Perlakuan C tidak berbeda nyata dengan pH markisa komersil tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Namun secara umum, nilai pH pada produk sari buah markisa adalah asam. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh penambahan asam sitrat pada saat pengolahan. Menurut Winarno (1997), asam sitrat dapat berfungsi sebagai asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan). Penambahan asam sitrat terutama bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavor seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai, dan mencegah kristalisasi sukrosa.
52
Keuntungan dari sari buah yang mempunyai kadar asam yang tinggi adalah lebih awet dalam penyimpanan, mengingat bahwa pH optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah pH sekitar 5.0-8.0 (Buckle et al, 1985). Viskositas Viskositas berpengaruh pada bentuk dan penerimaan rasa dari produk yang berupa cairan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu larutan maka makin tinggi pula tingkat kekentalannya. Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap sirup markisa menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh terhadap viskositas sirup. Uji lanjut yang diperoleh memberi hasil bahwa formula A berbeda nyata dengan formula B, C dan D. Sirup komersil berbeda dengan markisa karaginan namun tidak berbeda nyata. Artinya bahwa kekentalan sirup markisa komersil dengan markisa karaginan (perlakuan A, B dan C) memiliki nilai viskositas yang tidak berbeda, walaupun tingkat kekentalan markisa lebih tinggi tetapi tidak terjadi adanya penggumpalan ataupun pembentukan gel. Eucheuma cottonii sebagai penghasil karaginan, menurut Towle (1973), bersifat kental dan viskositasnya bergantung pada konsentrasi, suhu, adanya molekul-molekul lain, jenis karaginan dan berat molekulnya. Jika konsentrasi larutan karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa nilai viskositas dari setiap perlakuan berbeda sesuai dengan banyaknya jumlah karaginan yang diberikan. Tingginya nilai viskositas yang diperoleh pada penelitian ini diduga karena adanya penambahan gula yang menyebabkan larutan menjadi lebih pekat sehingga nilai viskositasnya menjadi meningkat.
Formula D menunjukkkan bahwa konsentrasi karaginan yang lebih
tinggi lagi akan menyebabkan karaginan cenderung membentuk gel atau sangat kental. Keberadaan karaginan dalam sirup markisa juga mempengaruhi kestabilan larutan, dimana larutan sirup menjadi lebih homogen, walaupun dengan tingkat kekentalan yang lebih tinggi, namun fungsi sebagai penstabil pada produk sirup markisa sudah tercapai.
53
Kekeruhan Penampakan keruh pada sari buah dipengaruhi oleh kestabilan suspensinya (Johannes, 1973). Upaya untuk mempertahankan system dispersi tersebut dengan menambah zat penstabil yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kecenderungan penggabungan partikel dan pengendapan. Zat penstabil yang dapat ditambahkan yaitu hidrokoloid misalnya karaginan, CMC dan lain sebagainya. Kekeruhan sirup markisa karaginan dapat dilihat dari nilai absorbansinya. Makin tinggi nilai absorbansi suatu sari buah, semakin sedikit cahaya yang diteruskan dan semakin tinggi pula tingkat kekeruhan dari sari buah. Penelitian ini, menunjukkan bahwa kekeruhan sirup markisa dipengaruhi oleh adanya penambahan karaginan. Kekeruhan dapat disebabkan bahan-bahan tersupensi yang yang bervariasi dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar, pada pembuatan sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan tingkat kekeruhan cukup tinggi. Hal ini diduga karena pulp sari buah masih terikut dan proses penyaringan yang kurang baik. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan memberi pengaruh pada kekeruhan sirup markisa. Berdasarkan uji lanjut, markisa komersil tidak berbeda nyata dengan markisa formula C dan D, dan tidak berbeda nyata secara signifikan dengan markisa karaginan yang lainnya, menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan buah markisa dengan adanya penambahan karaginan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kekeruhan sirup markisa komersil. Tingkat kekeruhan biasanya berdasarkan konsentrasi, warna dan partikel yang tersuspensi. Tingginya nilai kekeruhan baik pada markisa karaginan maupun markisa komersil menunjukkan bahwa pada sirup buah masih mengandung banyak sari buah (pulp) yang tidak tersaring dan tersuspensi secara baik. Selain itu, warna kuning yang cenderung gelap juga meningkatkan nilai kekeruhan, mengingat larutan standar yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan adalah aquabides dengan tingkat kejernihan yang tinggi.
54
Total Gula Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sukrosa adalah makanan pemanis yang paling umum di dunia industri, meskipun telah diganti dalam produksi pangan industri dengan pemanis lain seperti sirup fruktosa atau kombinasi bahan fungsional dan pemanis intensitas tinggi. Sukrosa sangat mudah larut dalam rentang suhu yang lebar. Sifat ini menjadikan sukrosa bahan yang baik untuk produk sirup dan makanan lain yang mengandumg gula (DeMan, 1997). Hingga saat ini standar kemanisan produk pangan masih menggunakan rasa manis sukrosa. Hal tersebut diatas menyebabkan pada SNI mutu sirup (SNI 013544-1994) total gula dinyatakan dalam sakarosa atau sukrosa. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan pada sirup markisa memberi pengaruh terhadap total gula (sukrosa) sirup markisa. Berdasarkan uji lanjut, markisa komersil berbeda nyata dengan markisa karaginan. Tingginya kandungan gula pada markisa komersil menyebabkan kadar sukrosa yang dihasilkan juga cukup tinggi yaitu 89.5%. Hal ini sudah sesuai dengan SNI 01-3544-1994 tentang mutu sirup bahwa kandungan total gula (dihitung sebagai sukrosa min 65%), namun adanya penambahan sodium siklamat yang merupakan pemanis buatan merupakan pelanggaran bagi pihak produsen karena standar sirup yang ditetapkan oleh SNI adalah tidak boleh adanya bahan tambahan makanan berupa pemanis buatan. Kadar sukrosa yang rendah pada markisa karaginan (formulasi C dan D) diduga dipengaruhi oleh adanya penambahan karaginan pada sirup markisa sehingga formulasi sirup yang awalnya sesuai menjadi tidak sesuai karena massa karaginan meningkatkan volume sirup sehingga rasa manis sirup menjadi berkurang.
55
4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih 4.4.1 Analisis Mikrobiologi Angka Lempeng Total Kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan atau minuman tidak layak dikomsumsi akibat penurunan mutu atau karena makanan tersebut telah beracun. Penurunan mutu yang disebabkan oleh mikroorganisme meliputi penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan rasa dan bau, adanya pembusukan serta modifikasi komposisi kimia (Syarief dan Hariyadi, 1993). Analisis mikrobiologi merupakan salah satu analisis kuantitatif untuk mengetahui mutu bahan pangan, yaitu dengan menghitung jumlah koloni dalam setiap gram bahan pangan. Analisa total mikroba dilakukan 2 kali yaitu minggu pertama dan ketiga. Lamanya waktu analisa pertama dan kedua mengingat bahwa sirup markisa bersifat asam sehingga kemungkinan mikroba untuk dapat berkembang cukup sulit. Berdasarkan hasil analisa minggu pertama diperoleh nilai total mikroba untuk semua sampel adalah 0, sedangkan pada minggu ketiga total mikroba tertinggi yang diperoleh adalah 3,0 x 10 unit koloni/gram yaitu pada penambahan karaginan 5.0% (formula D). Hasil perhitungan angka lempeng total yang diperoleh dari sirup markisa karaginan dan komersial masih jauh dibawah batas angka maksimal SNI 01-3544-1994 tentang mutu sirup yang menyatakan angka lempeng total sirup adalah maksimal 5x102 koloni/ml. Suasana mikroorganisme
asam
produk
dapat
sirup
tumbuh
diduga
dan
yang
berkembang
menyebabkan karena
sulitnya
kebanyakan
mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 5.0-8.0 (Buckle, 1985). Selain itu, kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal penting dalam ekosistem pangan. Menurut Vieira (1996), nilai pH mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
Setiap mikroba memiliki rentangan nilai pH dimana
mereka dapat hidup dengan baik dan dimana mereka tidak dapat hidup sama sekali. Pada produk sari buah yang memiliki nilai pH yang rendah dapat memberikan suatu kondisi dimana hanya beberapa mikroba (misalnya Saccharomyces sp., Hansenula sp., Aspergillus sp., Lactobacillus sp.) yang dapat bertahan dibawah pH
56
tersebut. Walaupun kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH rendah, akan tetapi ada beberapa bakteri toleran pada pH rendah. Bakteri acidophillus yang tumbuh terbatas pada pH rendah (Atlas, 1994) ataupun bakteri Thiobacillus thiooxidans yang mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi kemasaman yang ekstrim yaitu pH 2.0-3.5 (Pelczar dan Chan, 2006). 4.4.2 Uji organoleptik Peniliaian keberhasilan suatu produk baru diperlukan adanya uji pembedaan sifat atau mutu yang dihasilkan terhadap produk yang telah ada sebelumnya. Produk sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini dibandingkan dengan produk minuman yang komersil. Hasil uji yang didapat adalah respon beda, dimana respon beda yang diberikan adalah lebih tinggi atau lebih rendah. Respon yang dinginkan adalah lebih tinggi, artinya produk baru yang dihasilkan mempunyai mutu yang lebih baik. Produk sirup markisa karaginan dan markisa komersial dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil Hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan oleh panelis terhadap sirup markisa terpilih (formula C) disajikan pada Gambar 22. Panelis memberikan nilai pada parameter kelarutann 0.67. Nilai positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa kelarutann sirup markisa karaginan berada diatas tingkat kelarutan produk komersil. Artinya upaya untuk menjadikan kelarutan lebih baik dapat dicapai pada produk baru yang dihasilkan.
57
Faktor warna tampil terlebih dahulu dalam penentuan mutu suatu produk, disamping itu warna biasa digunakan sebagai indikator kesegaran produk. Nilai pada parameter warna -0.82. Nilai negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa warna produk baru tidak sama dengan produk lama (komersil). Produk baru (markisa karaginan) cenderung berwarna orange atau kuning gelap sedangkan panelis lebih menyukai produk markisa yang berwarna kuning cerah (markisa komersil).
Gambar 22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa Indera yang digunakan untuk uji rasa adalah lidah. Tingkat kepekaan seseorang terhadap rasa manis dan rasa asam tidak sama. Pada uji rasa ini panelis memberikan respon yang berbeda tergantung kesukaan dan kepekaan inderanya, walaupun respon yang diberikan diharapkan tidak mempengaruhi kesukaan panelis. Pada uji pembanding rasa manis, rata-rata nilai yang dihasilkan adalah 1.54 dan uji pembanding rasa asam adalah 1.95. Nilai negatif pada rasa manis menunjukkan bahwa rasa manis produk baru tidak sama dengan produk lama (komersil). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penyempurnaan formulasi dan pengujian ulang sehingga dapat tercapai rasa manis yang diinginkan. Nilai positif pada rasa asam menujukkan bahwa tingkat keasaman produk baru lebih tinggi dibandingkan produk komersil. Panelis umumnya menyukai rasa asam yang tidak berlebihan sehingga masih diperlukan formulasi yang lebih baik untuk menyeimbangkan antara rasa manis dan rasa asam.
58
Aroma sirup umumnya tergantung pada aroma buah yang digunakan. Pada uji organoleptik ini maka aroma yang ingin ditonjolkan pada produk adalah aroma markisa. Hasil uji pembeda yang diperoleh adalah 1.12. Hal ini menunjukkan bahwa aroma produk baru diatas aroma produk komersil dan panelis umumnya menyukai produk sirup yang beraroma khas buah-buahan. Artinya upaya untuk mencapai aroma yang sesuai atau lebih baik dari produk komersil sudah tercapai mengingat bahwa aroma yang sangat kuat kadang menyebabkan produk sirup kurang disukai oleh panelis.
59
V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1 Sifat kimia dan fisik karaginan Eucheuma cottonii yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO, FCC dan ECC, dengan perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan air 1: 20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30 oC (A1B1C2) berdasarkan parameter rendemen sebesar 31.77%, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel 1897.14 g/cm2, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam 0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%. 2 Optimasi proses ekstraksi karaginan pada penelitian adalah waktu proses yang lebih singkat (1 hari) untuk memperoleh karaginan, perbandingan air lebih sedikit dan penggunaan bahan kimia yang lebih murah dan konsentrasi yang lebih rendah. 3 Sifat fisik dan kimia sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan konsentrasi 4.4% (formula C) pada pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan 6056.667 NTU, total gula 42.0 %. Berdasarkan uji perbandingan pasangan, menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kelarutan, rasa asam dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil.
5.2 Saran Penelitian tentang optimasi proses masih bisa terus dikaji lebih baik, khususnya penambahan variasi suhu yang digunakan
60
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E. Liviawaty E. 1987. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhatara. Jakarta. Alpis. 2002. Mempelajari pembuatan kloro-karagenan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan penambahan kombinasi beberapa konsentrasi KOH dan KCl. [Skrips]. Bogor : Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 1991. Rumput Laut di Indonesia. Seaweed in Indonesia. Penerbit Bank Bumi Daya. Jakarta. Anggadireja J.T. 1993. Potensi Makro Rumput laute Laut (Seaweed) sebagai Pangan dan Nilai Gizi Berbeda Jenis. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V. LIPI. Jakarta 20-22 April 1993. Anggadireja J.T., A. Zatnika. Heri Purwoto dan Sri Istini. 2008. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Angka SL dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Cetakan Pertama. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. A/S Kobenhvns Pektifabrik. 1978. Carrageenan. Lilleskensved. Denmark. P 156-157. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis the Association. 15th. Ed. AOAC. Virginia: AOAC Inc. Arlington. Apriyantono AD. Fardiaz D. Puspitasari N. Sodarnawati. Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Arifin M. 1994. Penggunaan Kappa Karagenan Sebagai Penstabil (stabilizer) pada pembuatan fish loaf dari ikan tongkol ( Euthynnus sp) (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor. Asp. N.G.. H. Halmer and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Journal Dietary Fiber. J. Agri. Food Chem. 31 : 476-482. Astawan M. Koswara S. Herdiani F. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) untuk Meningkatkan Kadar lodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri pangan. XV (1): 61. Atmadja WS., Kadi A. Sulistijo. Rachmaniar. 1995. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-LIPI Atlas R.M. 1994. Microorganism in Our World. University of Louisville. Louisville. Kentucky.
61
Banadib, Ahmad dan Khoiruman. 2009. Optimasi Pengeringan pada Pembuatan Karaginan Dengan Proses Ekstraksi dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang. Basmal, J. 2001. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan Industri Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 16-22. Basmal. J., Bakti Berlyanto Sedayu dan Sediadi Bandol Utomo 2009. Effect of KCl on the precipitation of Carrageenan from E.cottonii extract. Journal of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology – special Edition. Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Bawa.,I.G.A.G., A.A. Bawa Putra dan Ida Ratu Laila. 2007. Penentuan pH Optimasi Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia 1 (Vol. 1) Januari 2007 : 15-20. Buckle KA. RA Edwadrs. GH Fleet. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan olen Heri Purnomo dan Adiono. Jakarta: Ul-Press. Chapman, V.J., dan D.J. Chapman. 1980. Seaweed and Their Uses. Third edition Capman and Hall. Metheun Co Ltd. London. P. 194 – 217. Cottrell IW. Kovacs P. 1980. Alginates dalam Davidson RL(ed). Handbook of Water Soluble Gums and Resin. New York : Mc-Graw-Hill Book co. CP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. http://www.cPKelco.com [15 Desember 2009]. Damerys.,Shinta, Ning Ima Arie Wardayanie dan Dede Abdurakhman. 2006. Standarisasi Ekstraksi Karagenan. Balai Besar Industri Agro. DIPA 2006. Jakarta. Dea ICM. 1981. Polysaccharides Conformation in Solutions and Gels dalam Food Carbohydrates. Westport. Connecticut : The AVI Publishing Company Inc. DeMan, MJ. 1997. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah; ITB Bandung. Terjemahan dari : Principles of Food Chemistry. Dewayani. W.. H. Muhammad.. Armiati dan M. B. Nappu. 1999. Uji Teknologi Pembuatan Sirup Markisa Skala Rumah Tangga. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(1) : 69-75. Doty MS. 1987. Eucheuma alvarezii sp (Gigartinales. Rhodophyta) from Malaysia. In : Studies of Seven Commercial Seaweed Resources. Ed. By : MS. Doty. JF Caddy. B. I.A. Abbot and J.N. Noris. Eds. Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program : 37 – 45.
62
Dian., Yasita dan Intan Dewi. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan Dengan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang. Fachruddien. L. 2002. Cara Membuat Sirup dan Sari Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Fardiaz. D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Fennema. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. USA Food Marine Colloids Corp (FMC Corp). 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Springfield New Jersey. USA : Marine Colloid Division FMC Corporation page. 23-29. New Jersey. USA Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington. P 74-75. Food Chemical Codex. 1979. Third Supplement to the Food Chemical Codex : Carrageenan. P. 7-10. National Academy of Science. Washington D.C. Food and Agriculture Organization of the United Nation. 1986. Spesification for Identity and Purity of Certain Food additives. FAO Food and Nutrition Paper. Page. 47-54. Rome. Food and Agriculture Organization. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China p. 13-175. Rome. Food and Agriculture Organization of the United Nation. 2000. Request on the Proposed Draft Codex General Standard For Fruit Juices and Nectars. Paper. Rome. Italy. Gaman, P.M dan K.B. Sherrington. 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta. Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika. Edisi ke-5 Terjemahan Yuhilja Hanum dan Irwan Arifin. PT. Erlangga. Jakarta. Glicksman. M. 1983. Food Hydrocolloids. CRS Press. Inc. Florida. Volume II : 74-83 Guiseley. K.B.. N.F. Stanley dan Whitehouse. 1980. Carrageenan. McGraw Hill co. New York. Pp : 199. Ilham dan Jakkob Arnold. 2009. Optimasi Variabel Proses Pembuatan Karaginan Dengan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii dengan Response Surface Methodology. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang. Imeson A. 2000. Carrageenan. Didalam Phillips G.O dan Williams. editors. Handbook of Hydrocolloids. Florida. CRC Press.
63
Istini S dan A. Zatnika. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Di dalam : Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta. 11-12 Maret 1991. Jakarta Departemen Pertanian hlm 86-95. Jagtiani, J.H.T., Chan Jr and W.S. Sakai. 1998. Tropical Fruit Processing. Academic Press Inc. San Diego California. USA. Kadi. A dan Atmadja W.S. 1988. Rumput Laut: Jenis, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Mabeu S dan Fleurence J. 1995. Seaweed in Food Products : Biochemical and Nutritional Aspects. Trends FoodSci Tech 6 : 103-107. Marshall RT dan Arbuckle WS. 1996. Ice cream. New York: Chapman and Hall. Marpaung. P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasar Terhadap Mutu Dodol Rumput Laut. [Skripsi]. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. IPB. Marine Colloids FMC. 1978. Raw Materials Test Laboratory Standard Practice. New Jersey: Marine Colloids Div. Corp. Springfield. USA. P. 79-92. Moirano. A.L. 1977. Sulfate Seaweed Polysacharides dalam Food Colloids. The AVI Publ.co.Westport Conneticut. Pp 347-381. Mubarak, H. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut Eucheuma spinosum di Perairan Lorok. Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Murdinah. 2008. Pengaruh Bahan Pengestrak dan Penjendal Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan tahun 2008 Jilid 3. Kerjasama Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM dengan Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Niam, Ragil Khoirul. 2009. Aplikasi Edible Coating Berbasis Kappa-Karagenan dengan Penambahan CMC untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Sallaca edulis Reinw.). Tesis. Dep. Teknologi Industri Pertanian. Fateta-IPB. Peranginangin, R., Bandol BS dan Mulyasari. 2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan.2006. Elements of Microbiology. Penerjemah Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi dan Sri Lestari Angka dalam Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Poncomulyo. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Agro Media Pustaka. Jakarta.
64
Purnama. Ray Chandra. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor. Indonesia. Ristanti. 2003. Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber lodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Indonesia. Sarjana. P dan Widia W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan Rumput Laut Menjadi Karaginan Secara Hidratasi. Universitas Udayana. Denpasar. Bali. Satari. R. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oceanologi. LIPI. Jakarta. Satuhu, S. 2003. Penanganan dan Pengolahan Buah. Cetakan ke IV. Penebar Swadaya. Jakarta Sheng Yao. Wanging SL. L Zhien and Yanxia Z. 1986. Preparation and Properties of Carrageenan From some Species of Eucheuma in Hainan Island Cina. Journal Fish China. 10 (1) : p 104 – 119. Siregar. D. 2009. Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Suryaningrum. TD. 1988. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Tesis. IPB. Bogor. Indonesia. Smidsrod, O., Andersen, H. Grdsdalen, B. Larsen dan T. Painter. 1980. Evidence for A Salt Promoted Frezz-out of Linkage Conformation dalam Carrageenan as a Prequisite for Gel Formation. Carb. Res. 80 :c11 Suryaningrum, Th. D., Murdina. dan Erlina. M.D. 2003. Pengaruh Perlakuan Alkali dan Volume Larutan Pengekstrak Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Pasca Panen. Badan Riset Perikanan dan Kelautan Departemen Kelautan Perikanan 9(5) :65 – 76. Suwandi R. Iriani S. Bambang R dan Uju S. 2002. Rekayasa Proses Pengolahan dan Optimasi Produksi Hidrokoloid Semi Basali (Intermediate Moisture Food) Dari Rumput Laut. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing PT Tahun Anggaran 2001/2002. IPB. Bogor. Syarief., Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan. Jakarta. Syahrul. 2005. Penggunaan Fikokoloid Hasil Ekstraksi Rumput Laut Sebagai Substitusi Pada Es Krim. (Thesis S2). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suptijah. P.2002. Rumput Laut : prospek http://rudyct.tripod.com/sem2 012/pipih suptijah.htm.
dan
Tantangannya.
65
Syamsuar. 2005. Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii pada berbagai Umur Panen. Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Tesis. Fakultas Perikanan. IPB. Towle, A.G. 1973. Carrageenan. In : R.L. Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides and Their Derivates. Academic Press. London. Pp 84 – 109. Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food additive). PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Verheij and R.E. Coronel. 1997. PROSEA : Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Buah-buahan yang Dapat dimakan. PT. Gramedia. Jakarta. Vieira E.R. 1996. Elementary Food Science. Fourth edition. Chapman and Hall. New York. Winarno. FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Winarno. FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Widjanarko. S.B. 1996. Perubahan Sifat Fisiko-Kimia dan Sensoris Sirup Pisang dari Tiga Varietas pisang yang Berbeda Akibat Penggunaan Na-CMC pada konsentrasi yang Berbeda. Jurnal Universitas Brawijaya. 8(2) : 105-114. Yunizal. Murtini JT. Utomo BS dan Suryaningrum TH. 2000. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Hlm 1-11. Jakarta. Zulfriady. D dan Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap Mutu Karaginan Rumput Laut Eucheuma spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca panen. Sosial Ekonomo Penangkapan. Hlm 137-146. Jakarta.
http://www.Informasi IPTEK/teknologi_tepat_guna_menristek.htm. Sari dan Sirup Buah. [10 Januari 2010]. http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa [20 November 2010] http://www.food.gov.uk/safereating/chemsafe/additivesbranch/. Food Additives in the European Union by Dr. David Jukes. (6 Maret 2011)
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1 Rekapitulasi data rendemen karaginan Ulangan Sampel
1
2
3
Rerata
A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
28.50 33.25 33.25 28.50 25.92 24.00 26.40 25.44 33.29 17.59 46.13 17.83
28.50 32.78 34.20 33.25 31.20 33.80 36.40 33.80 22.12 29.19 30.06 30.93
20.80 29.28 25.44 24.48 31.20 26.00 33.80 28.60 22.16 18.49 25.87 25.73
25.93 31.77 30.96 28.74 29.44 27.93 32.20 29.28 25.86 21.76 34.02 24.83
Lampiran 1a Analisis sidik ragam rendemen karaginan Type III Sum Source df of Squares Corrected Model 405.860a 11 Intercept 29362.822 1 Perbandingan air 69.004 2 Konsentrasi KCl 75.183 1 Suhu presipitasi 49.714 1 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 35.065 2 Perbandingan air*Suhu presipitasi 107.252 2 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 53.035 1 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 16.608 2 Error 777.596 24 Total 30546.278 36 Corrected Total 1183.456 35
Mean Square 36.896 29362.822 34.502 75.183 49.714 17.532 53.626 53.035 8.304 32.400
F 1.139 906.265 1.065 2.320 1.534 .541 1.655 1.637 .256
Sig. .376 .000 .361 .141 .227 .589 .212 .213 .776
68
Lampiran 2 Rekapitulasi data viskositas karaginan Sampel A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
Ulangan 1 155 150 110 120 97.5 95 90.5 85 60 60 57.5 52.5
2 160 150 105 100 112.5 105 105 80 50 50 40 55
Lampiran 2a Analisis sidik ragam viskositas karaginan Type III Sum Source of Squares Corrected Model 43141.326a Intercept 328510.475 Perbandingan air 36790.867 Konsentrasi KCl 3267.075 Suhu presipitasi 66.558 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 2486.900 Perbandingan air* Suhu presipitasi 23.950 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 4.658 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 501.317 Error 2192.102 Total 373843.902 Corrected Total 45333.427
Lampiran 2b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Rata-rata 1:20 131.042a 1:30 101.996b 1:40 53.542c
Lampiran 2c Uji lanjut BNT 5% Konsentrasi KCl Rata-rata 1:20 105.053a 1:40 86.000b
Lampiran 2d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl 1:20 1 1.5 1:30 1 1.5 1:40 1 1.5
Rata-rata 151.667a 110.417b 109.325b 94.667c 54.167d 52.917d
3 160 135 107.5 120 110.95 135 107.5 100 55 50 60 52.5
df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 24 36 35
Rerata 158.33 145.00 107.50 113.33 106.98 111.67 101.00 88.33 55.00 53.33 52.50 53.33
Mean F Square 3921.939 42.939 328510.475 3596.663 18395.433 201.401 3267.075 35.769 66.558 .729 1243.450 13.614 11.975 .131 4.658 .051 250.658 2.744 91.338
Sig. .000 .000 .000 .000 .402 .000 .878 .823 .084
69
Lampiran 3 Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan Sampel A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
1 1896 1592.1 1678.3 1851.5 1843.56 1780.72 1755.108 1517.500 2384.149 2183.713 2182.171 2121.397
Ulangan 2 3 2194.14 2115.4 2024.6 2074.72 2489.2 2138.84 2358.4 2399.02 2255.78 2432.49 2142.304 2129.49 2016.55 1932.56 2195.98 1546.36 1517.15 1690.95 1594.238 2007.301 1733.564 1897.157 1462.063 897.007
Lampiran 3a Analisis sidik ragam kekuatan gel karaginan Type III Sum Source df of Squares Corrected Model 1.831E13 12 Intercept 4.560E12 1 Perbandingan air 1.366E13 2 Konsentrasi KCl 1.875E10 1 Suhu presipitasi 6.458E10 1 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 1.174E11 2 Perbandingan air Suhu presipitasi 5.667E10 2 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 2.416E12 1 Perbandingan* Konsentrasi*Suhu 1.287E12 2 Error 1.153E13 23 Total 4.270E13 36 Corrected Total 2.984E13 35
Lampiran 3b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air 1:20 1:30 1:40
Lampiran 3c Uji lanjut BNT 5% Konsentrasi KCl Suhu presipitasi 1 15 30 1.5 15 30
Rata-rata 2013.761a 1962.37a 1773.99b
Rata-rata 151.667a 110.417b 54.167 c 52.917c
Mean Square 1.526E12 4.560E12 6.830E12 1.875E10 6.458E10 5.868E10 2.834E10 2.416E12 6.435E11 5.012E11
Rerata 2068.6 1897.14 2102.113 2202.973 2177.276 2017.505 1901.406 1753.28 1864.083 1928.417 1937.631 1493.489
F 3.045 9.098 13.627 .037 .129 .117 .057 4.820 1.284
Sig. .011 .006 .000 .848 .723 .890 .945 .038 .296
70
Lampiran 4 Rekapitulasi data kadar air karaginan Sampel A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
Ulangan 1 7.48 11.38 10.72 9.14 9.05 8.3 7.1 9.03 6.59 8.65 5.67 7.19
2 9.25 9.08 8.45 8.78 8.95 8.98 8.64 9.9 7.61 8.49 7.64 7.93
Lampiran 4a Analisis sidik ragam kadar air karaginan Type III Sum Source of Squares Corrected Model 30.661a Intercept 2603.040 Perbandingan air 22.661 Konsentrasi KCl .000 Suhu presipitasi 2.507 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .997 Perbandingan air*Suhu presipitasi 1.752 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .384 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 2.360 Error 20.756 Total 2654.457 Corrected Total 51.416
Lampiran 4b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air 1:20 1:30 11:40
Rata-rata 2013.761a 1962.37a 1773.99b
3 9.02 8.73 8.89 8.87 8.87 8.48 10.97 9.43 6.43 7.77 6.98 7.68
df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 24 36 35
Mean Square 2.787 2603.040 11.330 .000 2.507 .498 .876 .384 1.180 .865
Rerata 8.58 9.73 9.35 8.93 8.95 8.58 8.90 9.45 6.87 8.30 6.76 7.6
F 3.223 3009.933 13.101 .000 2.899 .576 1.013 .444 1.365
Sig. .008 .000 .000 .986 .102 .570 .378 .511 .275
71
Lampiran 5 Rekapitulasi data kadar abu karaginan Sampel A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
Ulangan 1 27.04 29.59 30.56 31.4 32.86 33.02 34.51 35.63 36.02 27.97 38.33 39.82
2 26.86 28.46 29.24 30.34 30.68 30.87 32.02 34.08 35.93 26.93 38.14 39.78
Lampiran 5a Analisis sidik ragam kadar abu karaginan Type III Sum Source df of Squares Corrected Model 446.238a 11 Intercept 37952.235 1 Perbandingan air 206.418 2 Konsentrasi KCl 139.870 1 Suhu presipitasi .077 1 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 17.191 2 Perbandingan air*Suhu presipitasi 40.039 2 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 3.829 1 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 38.816 2 Error 129.871 24 Total 38528.344 36 Corrected Total 576.109 35
Lampiran 5b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan_air 1 : 20 1:30 1:40
Rata-rata 29.920a 31.813a 35.674b
Lampiran 5c Uji lanjut BNT 5% Konsentrasi KCl 1 1.5
Rata-rata 30.498a 34.440b
Lampiran 5d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Suhu ekstraksi 1:20 20 30 1:30 15 30 1:40 15 30
Rata-rata 29.315a 30.525 a 30.848 a 32.777 a 37.105 b 34.243c
3 29.74 30.73 32.45 32.63 21.75 30.51 33.27 32.55 36.48 33.88 38.09 37.08
Mean Square 40.567 37952.235 103.209 139.870 .077 8.595 20.019 3.829 19.408 5.411
Rerata 27.88 29.59 30.75 31.45 28.43 31.46 33.26 34.08 36.02 29.59 38.18 38.89
F 7.497 7013.537 19.073 25.848 .014 1.588 3.700 .708 3.587
Sig. .000 .000 .000 .000 .906 .225 .040 .409 .043
72
Lampiran 5e Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl 1:20 1 1.5 1:30
1 1.5
1:40
1 1.5
Suhu presipitasi 15 30 15 30 15 30 15 30 15 30 15 30
Rata-rata 27.880a 27.880a 29.593ab 30.750b 31.457bc 28.430ab 31.467c 33.267 cd 34.087 cd 36.023 cd 38.187 cd 38.893 d
Lampiran 6 Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan Ulangan Sampel 1 2 0.8 1.3 A1B1C1 0.5 1.2 A1B1C2 0.4 0.3 A1B2C1 0.9 0.5 A1B2C2 0.8 1.3 A2B1C1 0.4 0.6 A2B1C2 1.2 1.2 A2B2C1 1.3 0.5 A2B2C2 0.63 0.84 A3B1C1 0.3 0.42 A3B1C2 0.65 0.49 A3B2C1 0.84 0.4 A3B2C2
3 0.6 0.8 0.5 1.2 0.6 0.4 1.3 0.2 0.63 0.41 0.45 0.67
Lampiran 6a Analisis sidik ragam kadar abu tak larut asam karaginan Type III Sum Mean Source df of Squares Square Corrected Model 2.467a 11 .224 Intercept 16.714 1 16.714 Perbandingan air .263 2 .132 Konsentrasi KCl .008 1 .008 Suhu presipitasi .331 1 .331 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .192 2 .096 Perbandingan air*Suhu presipitasi 1.158 2 .579 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .062 1 .062 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu .454 2 .227 Error 1.272 24 .053 Total 20.453 36 Corrected Total 3.739 35
Lampiran 6b Uji lanjut BNT 5% Suhu Presipitasi 15 30
Rata-rata 0.777a 0.586b
Rerata 0.9 0.83 0.4 0.86 0.9 0.46 1.23 0.33 0.7 0.37 0.53 0.63
F 4.229 315.252 2.483 .147 6.236 1.807 10.920 1.163 4.278
Sig. .002 .000 .105 .705 .020 .186 .000 .292 .026
73
Lampiran 6c Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Suhu ekstraksi 1:20 15 30 1:30 15 30 1:40 15 30 Lampiran 6d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl 1:20 1 1.5 1:30
1 1.5
1:40
1 1.5
Lampiran 7
Rata-rata 0.650 a 0.850 b 1.067 c 0.400 d 0.615 ad 0.507 ad
Suhu presipitasi 15 30 15 30 15 30 15 30 15 30 15 30
Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan Ulangan
Sampel A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
Rata-rata 0.900 a 0.833 b 0.400 c 0.867 ab 0.900 a 0.467 c 1.233 d 0.333 e 0.700 bc 0.377 e 0.530 bc 0.637 bc
1 18.88 17.97 19.33 17.81 17.15 17.3 17.18 16.47 17.38 16.45 17.36 16.58
2 18.93 18.65 18.45 18.33 17.43 17.96 17.85 17.37 17.16 17.67 16.78 16.17
Lampiran 7a Analisis sidik ragam kadar sulfat karaginan Type III Sum Source df of Squares Corrected Model 15.228a 11 Intercept 11199.636 1 Perbandingan air 11.056 2 Konsentrasi KCl 1.113 1 Suhu presipitasi 1.044 1 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .359 2 Perbandingan air *Suhu presipitasi .924 2 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .039 1 Perbandingan *Konsentrasi *Suhu .693 2 Error 7.431 24 Total 11222.295 36 Corrected Total 22.659 35
3 17.83 18.45 18.08 18.01 17.65 18.16 17.18 17.6 19.15 16.48 16.78 1699
Mean Square 1.384 11199.636 5.528 1.113 1.044 .180 .462 .039 .347 .310
Rerata 18.55 18.36 18.62 18.05 17.41 17.81 17.40 17.15 17.89 16.86 16.97 16.58
F
Sig.
4.471 36172.913 17.855 3.595 3.371 .580 1.491 .127 1.119
.001 .000 .000 .070 .079 .567 .245 .725 .343
74
Lampiran 7b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan_air 1:20 1:30 1:40
Rata-rata 18.393a 17.442b 17.079b
Lampiran 8 Rekapitulasi data derajat putih karaginan Sampel A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
Ulangan 1 56.2 47.3 49.5 51.5 41.2 39.7 42.5 44.3 45.3 61.2 59.2 48.6
2 53.6 52.8 53.6 55.6 52.3 52.8 53.5 53.4 57.9 53.3 58.8 59.8
Lampiran 8a Analisis sidik ragam derajat putih karaginan Type III Sum Source of Squares Corrected Model 607.090a Intercept 96462.007 Perbandingan air 506.654 Konsentrasi KCl 17.500 Suhu presipitasi 17.780 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 12.884 Perbandingan air*Suhu presipitasi 26.637 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 6.334 Perbandingan*Suhu*Konsentrasi 19.301 Error 696.813 Total 97765.910 Corrected Total 1303.903
Lampiran 8b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air 1:20 1:30 1:40
Rata-rata 53.292a 46.600b 55.400a
3 56.1 54.6 54.2 54.5 46.7 44.7 43.6 44.5 60.3 43.1 59.8 57.5
df 11 1 2 1 1 2 2 1 2 24 36 35
Mean Square 55.190 96462.007 253.327 17.500 17.780 6.442 13.319 6.334 9.650 29.034
Rerata 55.3 51.57 52.43 53.87 46.73 45.73 46.53 47.4 54.5 52.53 59.27 55.3
F 1.901 3322.394 8.725 .603 .612 .222 .459 .218 .332
Sig. .091 .000 .001 .445 .442 .803 .638 .645 .720
75
Lampiran 9 Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA Lampiran 9a Analisis sidik ragam kadar air karaginan KCl dan IPA Sum of Mean Source df F Squares Square Between Groups .968 1 .968 .897 Within Groups 4.315 4 1.079 Total 5.283 5
Sig. .397
Lampiran 9b Analisis sidik ragam kadar abu karaginan KCl dan IPA Source Sum of df Mean F Sig. Squares Square Between 113.187 1 113.187 18.515 .013 Groups Within Groups 24.454 4 6.113 Total 137.641 5
Lampiran 9c Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata KCl 29.5933 a IPA 20.9067 b Total 25.2500
Lampiran 9d Analisis sidik ragam kadar abu tak larut asam karaginan KCl dan IPA Sum of Mean Source df F Sig. Squares Square Between .144 1 .144 2.208 .211 Groups Within .261 4 .065 Groups Total .405 5
Lampiran 9e Analisis sidik ragam kadar sulfat karaginan KCl dan IPA Sum of Mean Source df F Squares Square Between Groups .017 1 .017 .030 Within Groups 2.258 4 .565 Total 2.275 5
Lampiran 9f Analisis sidik ragam kekuatan gel karaginan KCl dan IPA Sum of Mean Square Source df F Squares Between Groups 689322.615 1 689322.615 17.102 Within Groups 161223.596 4 40305.899 Total 850546.211 5
Lampiran 9g Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata KCl 1897.1400 a IPA 1219.2400 b Total 1558.1900
Sig. .870
Sig. .014
76
Lampiran 9h Analisis sidik ragam viskositas karaginan KCl dan IPA Sum of Mean Source df F Squares Square Between Groups 26666.667 1 26666.667 172.973 Within Groups 616.667 4 154.167 Total 27283.333 5
Sig. .000
Lampiran 9i Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata KCl 145.0000 a IPA 278.3333 b Total 211.6667
Lampiran 9j Analisis sidik ragam derajat putih karaginan KCl dan IPA Sum of Source df Mean Square F Squares Between Groups 84.375 1 84.375 11.230 Within Groups 30.053 4 7.513 Total 114.428 5
Sig. .029
Lampiran 9k Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata KCl 51.5667a IPA 44.0667b Total 47.8167
Lampiran 10 Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa Source Type III Sum df Mean Square of Squares a Corrected Model .044 4 .011 Intercept 162.559 1 162.559 Perlakuan .044 4 .011 Error .009 10 .001 Total 162.611 15 Corrected Total .052 14
Lampiran 10a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata A 3.25a B 3.23a C 3.30b D 3.39c MK 3.28ab
F
Sig.
12.805 190498.781 12.805
.001 .000 .001
77
Lampiran 11 Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa Type III Sum Source df Mean Square of Squares Corrected Model 1.564E7 4 3909493.733 Intercept 1.355E7 1 1.355E7 Perlakuan 1.564E7 4 3909493.733 Error 295510.667 10 29551.067 Total 2.949E7 15 Corrected Total 1.593E7 14
F
Sig.
132.296 458.684 132.296
.000 .000 .000
Lampiran 11a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata A 168.00 a B 603.33 b C 613.33 b D 2966.66 c MK 401.66 ab Lampiran 12 Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa Type III Sum Source df Mean Square of Squares Corrected Model 541426.667a 4 135356.667 Intercept 5.351E8 1 5.351E8 Perlakuan 541426.667 4 135356.667 Error 535466.667 10 53546.667 Total 5.362E8 15 Corrected Total 1076893.333 14 Lampiran 12a Formulasi A B C D MK
F 2.528 9992.988 2.528
Sig. .107 .000 .107
Uji lanjut BNT 5% Rata-rata 5610.000 a 5996.667 ab 6056.667 b 6166.667 b 6033.333 b
Lampiran 13 Analisis sidik ragam total gula sirup markisa Type III Sum Source df Mean Square of Squares a Corrected Model .495 4 .124 Intercept 5.371 1 5.371 Perlakuan .495 4 .124 Error .030 10 .003 Total 5.896 15 Corrected Total .525 14 Lampiran 13a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata A 70.7 a B 54.7 b C 42.0 c D 42.3 c MK 89.5 d Lampiran 14 Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa
F
Sig.
41.498 1800.697 41.498
.000 .000 .000
78
Lampiran 14a Analisis sidik ragam kenampakan Sirup Markisa Source Sum of Squares df Mean Square Between Groups 32.000 14 2.286 Within Groups 72.000 30 2.400 Total 104.000 44
Lampiran 14b Analisis sidik ragam warna sirup markisa Source Sum of Squares df Mean Square Between Groups 16.578 14 1.184 Within Groups 32.000 30 1.067 Total 48.578 44
Lampiran 14c Analisis sidik ragam rasa manis sirup markisa Source Sum of Squares df Mean Square Between Groups 6.800 14 .486 Within Groups 8.000 30 .267 Total 14.800 44
Lampiran 14d Analisis sidik ragam rasa asam sirup markisa Source Sum of Squares df Mean Square Between Groups 31.867 14 2.276 Within Groups 35.333 30 1.178 Total 67.200 44
Lampiran 14e Analisis sidik ragam aroma sirup markisa Source Sum of Squares df Mean Square Between Groups 9.111 14 .651 Within Groups 18.000 30 .600 Total 27.111 44
F .952
Sig. .520
F 1.110
Sig. .389
F 1.821
Sig. .082
F 1.933
Sig. .064
F 1.085
Sig. .408
79
Lampiran 15 Lembar isian uji perbandingan pasangan Nama Panelis Tanggal Pengujian Nama Produk
: : : Sirup markisa
Instruksi Dihadapan saudara terdapat sampel berkode. Bandingkan kenampakan, warna, aroma dan rasa produk dengan kode……….terhadap produk pembanding kode ……….. Berikan tanda √ pada pernytaan yang sesuai dengan penilaian saudara. Setiap penilaian dinetralisir dengan air dan biji kopi. Kenampakan
Warna
Larutan tercampur sempurna, tidak terbentuk endapan
Sangat lebih cerah
Larutan tercampur agak sempurna, tidak terbentuk endapan
Lebih cerah
Larutan tercampur agak sempurna, sedikit terbentuk endapan
Agak lebih cerah
Tidak berbeda
Tidak berbeda
Larutan tercampur tidak sempurna, tidak terbentuk endapan
Agak kurang cerah
Larutan tercampur tidak sempurna, sedikit terbentuk endapan
Kurang cerah
Larutan tercampur tidak sempurna, terbentu endapan
Sangat kurang cerah
80
Rasa
Sangat lebih manis
Sangat lebih asam
Lebih manis
Lebih asam
Agak lebih manis
Agak lebih asam
Tidak berbeda
Tidak berbeda
Agak kurang manis
Agak kurang asam
Kurang manis Sangat kurang manis
,
Kurang asam Sangat kurang asam
Aroma Sangat lebih khas markisa Lebih khas markisa Agak lebih khas markisa Tidak berbeda Agak kurang khas markisa Kurang khas markisa Sangat kurang khas markisa
Komentar/Catatan
Tanda tangan panelis
81