Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii yang di Panen dari Perairan Sumenep - Madura Titiek Indhira Agustin Correspondence: Fishery, Faculty of Marine Technology and Science, UHT, Surabaya Email:
[email protected]
Abstract : One species of the red algae (Rhodophyceae) resulted from carrageenan is Eucheuma cottonii. This algae is cultured intensively in Madura island especially in district of Sumenep in village of Pekandangan - Buto. Production of E. cottonii in Sumenep – Madura rised over the last years but extraction of carrageenan has not been performed extensively. Unfortunately, it has been exported to abroad in dried form used as raw materials either food or non food industry. The objective of this research is to study the influence of extraction method of carrageenan on its quality. The best carrageenan quality was resulted by the modification of extraction method by using cold alkali treatment so this method can be considered as alternative method. The carrageenan quality that resulted from this method is on the standard suggested by Food and Agriculture Organization (FAO). Keywords : Eucheuma cottonii, extraction method, carrageenan
PENDAHULUAN Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Potensi lahan budidaya rumput laut di Kabupaten Sumenep sekitar 11.750 ha dan yang termanfaatkan hanya 5000 ha. Produksi rumput laut Kabupaten Sumenep semakin meningkat tajam setiap tahun. Pada tahun 2006 berhasil mengekspor 47.789 ton rumput laut kering, 63.393 ton pada tahun 2007 dan tahun 2008 mencapai 71.250 ton (Rahman, 2009). Eucheuma sp. merupakan salah satu jenis rumput laut dari klas alga merah penghasil karaginan. Sampai saat ini, rumput laut Sumenep dijual dalam bentuk bahan baku yaitu rumput laut kering. Di lain pihak Indonesia masih mengimpor karaginan untuk kebutuhan pangan dan non pangan Produksi karaginan pada dasarnya terdiri dari empat tahap utama yaitu 1) ekstraksi dalam larutan alkali, 2) pemurnian karaginan dengan filtrasi untuk memisahkan hidrokoloid dengan pengotor yang tidak larut, 3) pemekatan karaginan dengan cara pengendapan dalam alkohol atau penjendalan filtrat dengan menambah KCl dan 4) pengeringan (Anonymous, 2008). Proses ekstraksi dapat mempengaruhi mutu karaginan yang dihasilkan. Menurut Manik, Rahayu dan Dolaria (2004), jika rendemen dan kekuatan gel yang diprioritaskan maka disarankan menggunakan rumput laut yang telah diberi perlakuan KOH 8% dan diekstraksi dalam larutan KCl 0,1% selama 3 jam pada suhu 90 – 95oC. Titiek, Soesanto dan Ulik (2003) mendapakan karaginan dengan rendemen tertinggi dari perlakuan volume larutan pengekstrak NaOH 0,5% pada rasio rumput laut : larutan pengekstrak 1 : 35 kali berat rumput laut kering. Ekstraksi rumput laut dari jenis E. cottonii menjadi karaginan baik dalam bentuk refine maupun semi refine belum banyak dikembangkan di wilayah Kabupaten Sumenep. Oleh karena itu
74
untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi rumput jenis E. cottonii di wilayah tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan memodifikasi metode ekstraksi yang lebih mudah dan murah agar dapat diaplikasi secara konvensional oleh para pembudidaya rumput laut. Metode ekstraksi yang sering diaplikasikan adalah perlakuan alkali panas sebelum ekstraksi. Modifikasi metode yang akan dilakukan adalah perlakuan alkali dingin pada rumput laut sebelum ekstraksi yaitu perendaman dalam larutan alkali 0,05% selama 12 jam.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2009 di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan, Universitas Hang Tuah Surabaya dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadyah Malang. Bahan yang digunakan adalah rumput laut kering jenis E. cottonii yang dipanen dari perairan Madura, Desa Buto, Kecamatan Pekandangan, Kabupaten Sumenep pada usia panen 45 hari dengan kadar air 35%, air bersih (PDAM), isopropanol dan KOH dengan kualitas teknis. Sedangkan bahan kimia untuk analisis mutu karaginan berkualitas pro analisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan yang terdiri dari : A1 (perendaman dalam air tawar selama 12 jam), A2 (perlakuan alkali dingin KOH 0,05%) dan A3 (perlakuan alkali panas KOH 6%), semua perlakuan menggunakan rasio rumput laut : bahan perendam adalah 1 : 25. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali dan parameter yang diamati meliputi : rendemen, kadar air, kadar abu, kadar sulfat, viskositas, derajad putih dan kekuatan gel (Marine colloid, 1977 dalam Manik, Rahayu dan Dolaria 2004). Tahapan penelitian adalah sebagai berikut : A1 : rumput laut kering dicuci agar bebas kotoran dan pasir kemudian direndam dengan aquades selama 12 jam dan diekstraksi dalam larutan alkali KOH 0,5 % (1:20) pada suhu 85-90oC selama 2 jam kemudian disaring dengan kain saring (nilon), filtrat dinetralkan dengan HCl 1 M dan direndam dalam isopropanol (2 x volume filtrat) selama 15 menit kemudian dikeringkan dengan metode penjemuran dan ditepungkan. A2 : rumput laut kering yang telah dicuci kemudian direndam dengan alkali KOH 0,05% selama 12 jam selanjutnya dicuci dan diekstraksi dalam larutan alkali KOH pH 10 (1:20) pada suhu 85-90oC selama 2 jam dan disaring dengan kain saring (nilon), filtrat dinetralkan dengan HCl 1 M dan direndam dalam isopropanol (2 x volume filtrat) selama 15 menit kemudian dikeringkan dengan metode penjemuran dan ditepungkan. A3 : rumput laut kering yang telah dicuci direbus dalam alkali KOH 6% (1:5) pada suhu 65-70oC selama 3 jam kemudian dicuci sampai pH netral selanjutnya diekstraksi dalam larutan KCl 0,1% (1 : 60) pada suhu 90 - 95oC selama 3 jam dan disaring dengan kain saring (nilon), filtrat dinetralkan dengan HCl 1 M kemudian direndam dalam isopropanol (2 x volume filtrat) selama 15 menit selanjutnya dikeringkan dengan metode penjemuran dan ditepungkan. Semua tepung karaginan yang dihasilkan selanjutnya dilakukan analisis mutu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen dan Mutu Fisik Karaginan Berdasarkan hasil analisis mutu fisik karaginan diperoleh rata-rata rendemen, derajad putih, viskositas dan kekuatan gel seperti yang tercantum dalam tabel 1.
Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan ………………………………………….
75
Tabel 1. Rendemen dan Mutu Fisik Karaginan Hasil Ekstraksi Parameter Rendemen (%) Derajad putih (%) Viskositas (cP) Kekuatan gel (g/cm2)
A1 22,98 ± 0,4654 b 59,59 ± 0,3459 b 60,82 ± 0,4582 b 479,12 ± 2,7046 a
A2 27,10 ± 0,6490 c 68,19 ± 0,4424 c 53,15 ± 0,4364 a 584,59 ± 2,1134 c
A3 20,70 ± 0,3571 a 53,95 ± 0,4678 a 53,00 ± 0,1749 a 572,94 ± 4,5400 b
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rendemen, derajad putih dan kekuatan gel karaginan berbeda sangat nyata (sig = 0,000) antar perlakuan. Gambar 1 menunjukkan rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan alkali dingin (A2) yaitu 27,10% sedangkan rendemen terendah diperoleh dari perlakuan alkali panas (A3) yaitu 20,70%. Rendahnya rendemen pada perlakuan tersebut disebabkan karena selama perlakuan alkali panas struktur jaringan rumput laut terbuka sehingga melarutkan sebagian kandungan karaginan dan terbuang selama pencucian. Perlakuan alkali dingin sebelum ekstraksi menghasilkan rendemen karaginan tertinggi sehingga merupakan metode ekstraksi yang paling efekktif untuk meningkatkan hasil. Samsuari (2006) dalam penelitiannya tentang karaginan yang menggunakan E. cottonii yang dipanen dari perairan Janeponto – Sulawesi Selatan menghasilkan rendemen karaginan sebesar 34,63%. Perbedaan rendemen karaginan disebabkan karena perbedaan lokasi budidaya rumput laut dan metode ekstraksi sesuai dengan pendapat Chapman and Chapman (1980) bahwa rendemen karaginan (hasil akhir) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis rumput laut, iklim, metode ekstraksi, usia pemanenan dan lokasi budidaya
Rendemen (%)
Rendemen 30 25 20 15 10 5 0
A1
A2
A3
Perlakuan
Gambar 1. Histogram rendemen karaginan Gambar 2 menunjukkan histogram derajad putih karaginan, derajad tertinggi adalah 68,19% (tabel 1) diperoleh dari perlakuan alkali dingin (A2), tingginya derajad putih pada perlakuan ini diduga perendaman rumput laut dalam KOH 0,05% (1:25) selama 12 jam dapat memucatkan rumput laut (mendegradasi pigmen) dan mampu melepaskan kotoran yang melekat pada rumput laut. Hal ini terlihat pada air bekas perendaman dari perlakuan ini lebih gelap dibandingkan A1 yang direndam dalam air tawar. Pengukuran derajad putih pada penelitian ini menggunakan color reader, L* (Lightness) yang terbaca dibandingkan dengan L* BaSO4 dan dikalikan 100%. Chapman and Chapman (1980) menyatakan bahwa perlakuan awal pada rumput laut sebelum ekstraksi sangat penting untuk menghasilkan karaginan yang lebih cerah.
76
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 74 - 81
Derajad Putih (%)
Derajad Putih 75 60 45 30 15 0
A1
A2
A3
Perlakuan
Gambar 2. Histogram derajad putih karaginan Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya diukur pada suhu 75 oC dengan konsentrasi 1,5 % (FAO, 2008). Nilai viskositas karaginan yang dihasilkan dalam penelitian ini rata-rata berkisar dari 53,00 - 60,82 cP (Tabel 1). Histogram viskositas karaginan (Gambar 3) menunjukkan nilai viskositas terendah diperoleh dari perlakuan A3 yaitu rumput laut kering yang telah dicuci kemudian direbus dalam KOH 6% (1: 5) sebelum diekstraksi. Namun berdasarkan hasil analisis ragam, viskositas karaginan hasil ektraksi dari perlakuan alkali dingin tidak berbeda nyata (sig = 0,494) dengan perlakuan alkali panas . Viskositas
Viskositas (cP)
64 60 56 52 48
A1
A2
A3
Perlakuan
Gambar 3. Histogram viskositas karaginan Kekuatan gel sangat penting untuk menentukan kemampuan karaginan mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi. Kekuatan gel karaginan dalam penelitian ini berkisar dari 479,12 – 584,59 g/cm2 (tabel 1), hasil analisis ragam menunjukkan kekuatan gel berbeda sangat nyata (sig = 0,000) antar perlakuan. Gambar 4 menunjukkan histogram kekuatan gel tertinggi terdapat pada karaginan hasil ekstraksi dengan perlakuan alkali dingin (A2) dan diikuti dengan perlakuan alkali panas (A3).
Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan ………………………………………….
77
Menurut Stanley (1967) dalam Towle (1973), fungsi alkali ada dua yaitu anion mengkatalisis lepasnya gugus 6-sulfat dari monomer karaginan dan kation meningkatkan kekuatan gel karaginan. Mekanisme pengaruh alkali terhadap peningkatan kekuatan gel karaginan pada dasarnya adalah pengikatan atau penarikan gugus sulfat oleh bahan alkali khususnya anion sehingga menghasilkan senyawa anhydro-D-galaktosa. Selama ekstraksi, alkali mengkatalisis lepasnya gugus 6-sulfat dari monomer karaginan dan membentuk 3,6-anhydrogalaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gelnya (Towle, 1973 dan Anonymous, 2009). Selain itu penggunaan KCl dalam ektraksi dapat membentuk susunan dan molekul karaginan yang dihubungkan berdekatan oleh gaya elektrostatik diantara gugus sulfat terdekat (Towle, 1973).
Kekuatan Gel (g/cm2)
Kekuatan Gel 600 500 400 300 200 100 0
A1
A2
A3
Perlakuan
Gambar 4. Histogram kekuatan gel karaginan Hasil analisis mutu kimia yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam dan kadar sulfat karaginan hasil ekstraksi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air dan kadar abu tidak larut asam tidak berbeda nyata dengan signifikansi berturut-turut 0,155 dan 0,817 sedangkan kadar sulfat berbeda sangat nyata (sig = 0,000) antar perlakuan namun kadar abu karaginan dari perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan A1 tapi berbeda nyata dengan A3. Tabel 2. Mutu kimia karaginan hasil ekstraksi Parameter Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar abu tidak larut asam (%) Kadar sulfat (%)
A1 10,39 ± 0,4519 20,89 ± 0,6323 b 0,973 ± 0,01033 23,44 ± 0,3351 c
A2 10,32 ± 0,3555 20,95 ± 0,4712 b 0,975 ± 0,01049 22,87 ± 0,2864 b
A3 10,01 ± 0,1113 19,68 ± 0,7116 a 0,977 ± 0,00516 22,14 ± 0,4432 a
Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam karaginan. Kadar air karaginan sangat berpengaruh terhadap daya simpannya, karena erat kaitannya dengan aktivitas mikrobiologi yang terjadi selama karaginan tersebut disimpan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya.
78
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 74 - 81
Kadar air karaginan berkisar dari 10,01 – 10,39% (Tabel 2). Gambar 5 menunjukkan histogram kadar air terendah sebesar 10,01% terdapat pada karaginan dari perlakuan alkali panas (A3), hal ini disebabkan serat karaginan yang terbentuk setelah direndam dalam isopropanol dari perlakuan ini lebih porus dari perlakuan yang lain sehingga air yang terperangkap dalam serat karaginan dengan mudah menguap saat penjemuran. Kadar air karaginan dalam penelitian ini telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh FAO yaitu minimum kadar air karaginan 8% dan maksimum 12%.
Kadar Air (%)
Kadar Air 10.4 10.2 10 9.8
A1
A2
A3
Perlakuan
Gambar 5. Histogram kadar air karaginan Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui secara umum kandungan mineral yang terdapat dalam karaginan. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Apriyantono et al. 1989). Sudarmadji et al. (1996) menyatakan bahwa mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat dibedakan menjadi dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organik. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Bahan-bahan yang menguap selama proses pembakaran berupa air dan bahan volatil lainnya akan mengalami oksidasi dengan menghasilkan CO2. Rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup tinggi seperti Na, K, Cl,dan Mg. Rata-rata kadar abu karaginan yang dihasilkan berkisar dari 19,68 – 20,89% (Tabel 2). Analisis ragam menunjukkan bahwa kadar abu karaginan dari perlakuan perendaman dalam air tawar sebelum ekstraksi (A1) tidak berbeda nyata dengan perendaman dalam alkali (A2) namun perlakuan alkali panas sebelum ekstraksi (A3) berbeda nyata dengan kedua perlakuan tersebut. Histogram kadar abu karaginan (Gambar 6) menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi diperoleh dari karaginan yang diberi perlakuan alkali dingin (A2) sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari karaginan yang diberi perlakuan alakli panas sebelum ekstraksi (A3). Kadar abu merupakan parameter untuk menentukan besarnya kandungan mineral dalam suatu bahan. Rendahnya kadar abu karaginan pada perlakuan A3 disebabkan karena mengalami pencucian berulangkali setelah perlakuan alkali panas sehingga banyak mineral yang terlarut ikut tercuci dan terbuang sebelum ekstraksi. Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam pada suatu produk, seperti silika (Si) yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir. Kadar abu tidak larut asam pada karaginan yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar dari 0,973 – 0,977%, analisis ragam menunjukkan bahwa kadar abu tidak larut asam tidak berbeda nyata.
Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan ………………………………………….
79
Kadar Abu (%)
Kadar Abu 21 20.5 20 19.5 19
A1
A2
A3
Perlakuan
Gambar 6. Histogram kadar abu karaginan Kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat dan viskositas karaginan komersil berturut-turut 9,8%; 17,8%; 0,66%, 19,25% dan 37,64cP (tabel 3). Nilai-nilai ini lebih rendah dari karaginan dari penelitian ini. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan bahan baku dan metode ekstraksi. Pada umumnya karaginan komersil diekstraksi dari bahan baku yang lebih berkualitas dengan menggunakan teknologi ekstraksi yang lebih modern sedangkan metode ekstraksi dalam penelitian ini masih berbasis konvensional. Hasil pengukuran derajad putih terhadap karaginan komersil diperoleh nilai sebesar 88,48% (Tabel 3), nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan derajad putih karaginan hasil ekstraksi pada penelitian ini. Tingginya derajad putih karaginan komersil diduga disebabkan oleh bahan baku yang digunakan lebih berkualitas, adanya penggunaan bahan pemutih dan diproduksi dengan teknologi yang lebih tinggi. Uju (2005) menyatakan bahwa tingkat kecerahan atau derajad putih tepung karaginan yang dihasilkan melalui proses teknologi mikrofiltrasi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan proses konvensional. Kondisi demikian disebabkan oleh semakin rendahnya kadar selulosa dan pigmen yang tertinggal dalam filtrat. Tabel 3. Komparasi mutu karaginan hasil penelitian, karaginan komersil dan standar FAO Parameter Derajad putih (%) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar abu tidak larut asam (%) Kadar sulfat (%) Viskositas (cP) Kekuatan Gel (g/cm2)
Hasil Penelitian (A2) 68,19 10,32 20,95 0,98 22,87 53,15 584,59
Komersil 88,48 9,8 17,8 0,66 19,25 37,64 998,38
Standar FAO Krem - putih 8 – 12 15 – 40 1-2 15 – 40 5 – 800 20 – 500
Kekuatan gel karaginan komersil mencapai 998,375 g/cm2 (Tabel 3), tingginya kekuatan gel pada karaginan komersial disebabkan kandungan sulfatnya lebih rendah dibandingkan karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini. Hal lain yang diduga menyebabkan tingginya kekuatan gel pada karaginan komersil adalah kondisi bahan baku, umur panen, metode ekstraksi dan bahan tambahan yang dapat meningkatkan kekuatan gel. Sinurat, Murdinah dan Utomo (2006), menghasilkan қ_karaginan dengan kekuatan gel mencapai 1276 g/cm2 jika diformulasi dengan konjak pada rasio (1 : 1), tepung konjak jika ditambahkan pada қ_karaginan dapat meningkatkan kekuatan gelnya.
80
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 74 - 81
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa modifikasi metode ekstraksi yaitu dengan perlakuan alkali dingin sebelum ekstraksi dapat menghasilkan karaginan dengan rendemen, mutu fisik dan kimia yang lebih baik dan sesuai dengan standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) namun masih dibawah kualitas karaginan komersil. Rendemen karaginan E. cottonii yang dipanen dari perairan Sumenep – Madura sebesar 27,10% dengan kualitas yang telah sesuai dengan standar FAO. Modifikasi metode ekstraksi diharapkan dapat diaplikasi secara konvensional oleh para pembudidaya rumput laut di wilayah Sumenep – Madura.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2008. Carrageenans: Functionality, Structuring. http://www.cargilltexturizing.com. Diakses tanggal 04 Desember 2008. Anonymous. 2009a. Natural Ingredient Solution – Texturing Agent : Carrageenan. http://www.nat-ingredient.com/applications.php?. Diakses tanggal 06 Januari 2009. Apriyantono, A., Fardiaz, D., Pupitasari,N.L., Yasni, S., Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Chapman, V.J and Chapman, D.J. 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition. New York: Chapman and Hall. London. FAO. 2008. Chapter III : Properties, Manufacture and Application of Seaweed Polysaccharides Agar, Carrageenan and Algin. http://www.fao.org.com. Diakses tanggal 04 Desember 2008. Manik, H., Rahayu, U dan Dolaria, N. 2004. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Kappa Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur. Vol 3 No. 2. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Rahman. 2009. Sumenep Penghasil Rumput Laut Terbesar di Jatim. Situs Resmi Pemerintah Kab. Sumenep. http://www.sumenep.go.id/main.php. Akses 15 Desember 2009 Syarief, R., Halid, H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan. Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi UGM. Sinurat, E., Murdinah dan B.S.B. Utomo. 2006. Sifat Fungsional Formula Kappa dan Iota Karaginan dengan Gum. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Vol 1 No. 1. Juni. Jakarta: BBRKP-DKP. Samsuari. 2006. Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma chottonii pada Usia Panen yang Berbeda dengan KOH pada Berbagai Konsentrasi. Bogor: Tesis Pascasarjana. IPB. Towle, G.A. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL (editor). Industrial Gums. Second Edition. New York: Academik Press. Titiek, I.A., Soesanto, P. dan Ulik, K. 2003. Pengaruh Volume Pengekstrak yang Berbeda Terhadap Mutu Fisik dan Kimia Karaginan Eucheuma cottonii. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Kelautan dan Perikanan. Surabaya: Universitas Hang Tuah. Uju. 2005. Kajian Proses Pemurnian dan Pengkonsentrasian Karaginan dengan Membran Mikrofiltrasi. Bogor: Tesis Pascasarjana IPB.
Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan ………………………………………….
81