Optimasi Operasi Pembangkit Termis Dengan Metode Pemrograman Dinamik di Sub-Regional Bali T Ar Rizqi Aulia 1 , I Made Ardita Y2 Departemen Teknik Elektro, Universitas Indonesia, Depok 16424 Tel: (021) 78888805. Fax: (021) 78885656 Email:
[email protected], 2
[email protected]
Abstrak Penjadwalan unit pembangkit menentukan unit yang hidup dan mati. Dari unit pembangkit yang hidup tersebut ditentukan besar pembebanan ekonomis pada masing-masing unit dengan memperhatikan kondisi optimal serta batasan-batasan (constrain) unit pembangkit. Operasi ekonomis adalah bagaimana mengatur karaktersitik-karakteristik masukan dan keluaran dari masing-masing pembangkit. Pada operasi sistem tenaga listrik, biaya bahan bakar menempati biaya yang terbesar (pembangkit termal) yaitu sekitar 60% dari biaya operasi secara keseluruhan. Pengendalian operasi ini menjadi hal yang sangat penting, optimalisasi satu persen saja untuk sistem berskala besar akan menghasilkan penghematan dalam orde milyaran rupiah pertahun. Apalagi jika berhasil dilakukan optimasi yang lebih besar dari itu. Tentunya akan memberikan penghematan yang lebih besar.
Optimization of Thermal Plant Operation using Dynamic Programming method in Sub-Regional Bali Abstract Scheduling generating units determine the unit on and off. From the number of units on, will be determined the least-cost dispatch of available generation to meet the electrical load. Economical operation is how to set the characteristics of the input and output of each plant. In the operation of electric power systems, fuel costs occupy the largest cost (thermal power plant) which is about 60% of the all operating costs. Controlling this, becomes very important. Optimizing one percent for large-scale system will result in savings the billions rupiah per year. Moreover, if we can optimize higher than that, it will provide greater savings.
Keywords: unit commitment; dispatch economy; and optimization.
Pendahuluan Dalam
mengoperasikan
pembangkit
tenaga
listrik
diperlukan
pengoperasian sistem penyaluran energi listrik yang memenuhi beban secara kontinyu. Beban sistem tenaga listrik selalu berubah pada setiap waktu, sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu suplai pembangkit juga akan menyesuaikan berdasarkan
kebutuhan
beban
tersebut.
Suplai
energi yang
diberikan
pembangkit perlu dijadwalkan (scheduling) dengan baik sehingga hanya
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
pembangkit dengan pembangkitan ekonomis saja yang dioperasikan atau diutamakan. Biaya operasi pembangkitan yang paling besar adalah biaya bahan bakar. Keluaran dari masing-masing unit pembangkit perlu dijadwalkan secara ekonomis untuk mendapatkan biaya bahan bakar yang minimum. Penjadwalan unit pembangkit menentukan unit yang hidup dan mati hal
ini disebut dengan unit commitment,
yang
didefinisikan
sebagai
penjadwalan produksi daya listrik dengan memperhatikan kondisi optimal serta
batasan-batasan
(constrain)
mingguan dan bulanan dengan
unit pembangkit pada periode harian,
tujuan
mendapatkan
biaya
ekonomis
pembangkitan dengan keandalan sistem yang tetap terjaga. Dari unit pembangkit yang
hidup tersebut
kemudian
ditentukan
pembebanan
ekonomis pada
masing-masing unit yang disebut dengan economic dispatch. Operasi ekonomis [2] ialah proses pembagian atau penjatahan beban total kepada masing-masing unit pembangkit, seluruh unit pembangkit dikontrol terusmenerus dalam interval waktu tertentu sehingga dicapai pengoperasian yang optimal. Pada operasi sistem tenaga listrik, biaya bahan bakar menempati biaya yang terbesar (pembangkit termal) yaitu sekitar 60% dari biaya operasi secara keseluruhan. Pengendalian operasi ini menjadi hal yang sangat penting, optimalisasi satu persen saja untuk sistem berskala besar akan menghasilkan penghematan dalam orde milyaran rupiah pertahun. Apalagi jika berhasil dilakukan optimasi yang lebih besar dari itu. Tentunya akan memberikan penghematan yang lebih besar.
Tinjauan Teoritis Karakteristik Pembangkit Karakteristik pembangkit [9] merupakan modal dasar dalam melakukan pengaturan ouput pembangkit untuk menekan pembiayaan bahan baku energi. Melalui karakteristik pembangkit ini dibuat model matematisnya sehingga dapat dilakukan proses optimasi dalam memperoleh optimum ekonomi biaya pembangkitan.
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Karakteristik Masukan-Keluaran Pembangkit Listrik Tenaga Termal Masukan pada unit pembangkit termal adalah bahan bakar dan dinyatakan dalam satuan kalori/jam atau BTU/jam atau juga MBTU/jam. Sedangkan keluarannya adalah besar daya yang dibangkitkan oleh unit tersebut dinyatakan dalam Megawatt (MW). Hubungan masukan-keluaran suatu unit pembangkit, dapat digambarkan dalam bentuk kurva di bawah ini.
Gambar 1 Kurva masukan-keluaran [6]
Karakteristik ini menjelaskan hubungan antara input pembangkit sebagai fungsi dari output pembangkit. Persamaan karateristik input-output pembangkit menyatakan hubungan antara jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya tertentu pada pembangkit tenaga listrik yang didekati dengan fungsi binomial, yaitu : ! ! = ! + !" + !!! Keterangan : F = input bahan bakar (liter/jam) P = output daya pembangkit (MW) a,b,c = konstanta persamaan
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
(1)
Persamaan input output diperoleh dengan mengolah data operasi pembangkit dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil ( Least Square Methode ). Apabila terdapat N data daya keluaran Pi dan jumlah bahan bakar Fi, konstanta persamaan dengan menyelesaikan persamaan (1). ! ! ! = Σ!" ! Σ!! !
Σ!" Σ!! ! Σ!! !
Σ!! ! Σ!! ! Σ!! !
!!
Σ!" Σ!"#" Σ!! ! !"
(2)
Apabila pada pusat pembangkit terdapat unit pusat pembangkit yang memiliki persamaan input-output yang berbeda. Untuk tujuan penjadwalan pembangkit tenaga listrik diperlukan satu persamaan karateristik yang mengimplementasikan persamaan karateristik input-output pembangkit tenaga listrik yang terhubung pada bus yang sama. Persamaan tersebut lebih dikenal dengan persamaan karateristik input-output ekuivalen. Dimisalkan suatu pusat pembangkit listrik yang terdiri dari m buah unit pembangkit dengan masing-masing persamaan karakteristik input-output sebagai berikut : !! = !! + !! !! + !! !! ! !! = !! + !! !! + !! !! ! !! = !! + !! !! + !! !! !
(3)
Untuk mendapatkan sebuah persamaan ekuivalen dari m buah persamaan digunakan rumus : !! = !! + !! !! + !! !! !
(4)
! !!! !"
!! =
(5)
Koefesien persamaan karakteristik input-output ekuivalen diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (6 ) berikut : ! !!
!! =
=
! !!! !! !!
=
! ! !!! !
!
!! !
!! −
!!!
+
!! ! !!!
! !! !!! ! !
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
(6)
Karakteristik perbandingan masukan-keluaran Karakteristik perbandingan masukan-keluaran atau yang disebut juga dengan Heat Rate (HR) adalah karakteristik yang menggambarkan perbandingan antara masukan-keluaran. Jadi heat rate merupakan cara lain untuk mengetahui besarnya efisiensi dari sebuah unit pembangkit ketika unit itu membangkitkan daya tertentu. Semaki kecil harga HR, itu artinya semakin baik efisiensi dari unit tersebut.
Gambar 2 Kurva perbandingan masukan-keluaran [1,12]
HR dirumuskan sebagai berikut [1,12] : !
!" = (!"#/!"#$%) !
(7)
Gambar 2.2 merupakan karakteristik perbandingan masukan-keluaran. Dari gambar tersebut, nilai HR1 (Btu/MW jam) menjelaskan besarnya perbandingan masukan (bahan bakar) dan keluaran (daya) dari suatu pembangkit. Semakin kecil hasil perbandingan yang diperoleh maka semakin besar nilai efisiensi nya. Laju Pertambahan Pemakaian Bahan Bakar Laju pertambahan pemakaian bahan bakar (IFR) menggambarkan hubungan antara perubahan masukan dan keluaran dalam suatu pembangkit. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut [9]:
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
!"# =
∆!"#$% ∆!"#$"#
(!"#$% !"ℎ)
(8)
Bila perubahannya sangat kecil (mendekati nol), maka persamaan (8) dapat dinyatakan menjadi : !"# = lim!→! =
∆!"#$% ∆!"#$"#
(!"#$% !"ℎ)
(9)
!(!"#$%) !(!"#$"#)
Kurva karakteristik laju pertambahan pemakaian bahan bakar pembangkit termal diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 Kurva karakteristik laju pertambahan pemakaian bahan bakar [9]
Sebenarnya masukan dalam kurva pertambahan biaya produksi (incremental Production Cost) pembangkit termal tidak hanya meliputi bahan bakar, melainkan juga mencakup biaya operasi lainnya. Namun karena komponen biaya bahan bakar jauh lebih besar daripada komponen biaya lain, maka biaya produksi dianggap sebagai biaya bahan bakar (fuel cost). Kurva pertambahan pemakaian bahan bakar memberikan informasi tentang perbedaan segi ekonomis operasi seperti setiap unit pembangkit tenga listrik. Kurva pertambahan biaya produksi bahan bakar diperoleh dengan mengalikan jumlah bahan bakar dengan satuan harga bahan bakar, sehingga dari karakteristik ini dapat dilakukan penjadwalan pembangkitan yang ekonomis.
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Keandalan Sistem Tenaga Listrik Dalam skripsi ini selain membahas tentang optimasi operasi pembangkit, juga memperhatikan keandalan dari sistem tenaga listrik. Secara sederhana keandalan sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu [11]: 1. Kecukupan Hal ini keterkaitannya dengan ketersediaan fasilitas yang memadai dalam sistem memenuhi kebutuhan (beban) pelanggan. Termasuk fasilitas untuk pembangkitan, transmisi dan sistem distribusi yang dibutuhkan untuk menghantarkan listrik yang dihasilkan hingga titik beban. 2. Keamanan Hal ini keterkaitannya dengan respon sistem terhadap gangguan, termasuk gangguan yang bersifat lokal dan gangguan dengan cakupan lebih luas, serta kehilangan pembangkitan ataupun transmisi utama. Dalam skripsi ini yang akan dibahas adalah keandalan sistem dalam hal melayani beban secara kontinyu, lebih spesifik lagi adalah besarya cadangan berputar yang tersedia dalam mengantisipasi terhadap adanya kemungkinan kehilangan beban (Loss of Load Prbability). Keandalan sesungguhnya [8] tidak semata-mata tergantung dari Cadangan Daya tersedia dalam sistem tetapi juga dari besar-kecilnya Forced Outage Rate (FOR) dari unit-unit pembangkit yang beroperasi. Ukuran sering tidaknya unit pembangkit mengalami gangguan dinyatakan dengan nilai Forced Outage Rate FOR pembangkit tersebut, yaitu :
!"# =
!"#$%! !"# !"#$ !"#$%&$$' !"#$%! !"# !"#$ !"#$%"#&'(!!"#$!! !"# !"#$ !"#$%"#&'(
(10)
Apabila sebuah unit pembangkit mempunyai FOR = 0,018 maka kemungkinan unit ini betul-betul beroperasi (dalam masa waktu yang dioperasikan) adalah 1- 0,018 = 0,982 sedangkan kemungkinannya mengalami gangguan adalah 0,018. Dengan demikian maka besarnya cadangan daya tersedia yang bisa diandalkan juga bergantung pada FOR unit pembangkit. Semakin kecil nilai FOR nya semakin tinggi jaminan atau tingkat keandalan sistem tersebut.
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Begitu juga sebaliknya, semakin besar FOR nya maka semakin kecil jaminan keandalan sistem tersebut.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan beberapa metode, yaitu dengan studi literatur, berlanjut pada pengumpulan dan pengolahan informasi, selanjutnya melakukan simulasi program dan terakhir adalah analisis hasil simulasi menggunakan pemrograman dinamik. Diagram alir dari metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4. Studi Literatur
Pengumpulan informasi
Pengolahan informasi
Melakukan simulasi
Analisis Gambar 4 Diagram alir metode penelitian
Dalam diagram alir diatas, simulasi yang dimaksud adalah simulasi pemrograman dinamik dengan menggunakan C++.
Pembahasan Karakteristik masukan-keluaran unit pembangkit Persamaan karakteristik masukan-keluaran dihitung dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Square). Hasil perhitungan adalah persamaan karakteristik masukan-keluaran unit Pembangkit. Dalam perhitungan persamaan karakteristik masukan-keluaran, dibagi ke dalam 2 kelompok unit. Pertama adalah
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
unit pembangkit milik PLN dan yang kedua, unit pembangkit sewa (IPP) yang pengaturan penjadwalan nya dikelola oleh PLN. Berikut tabel persamaan karakteristik masukan-keluaran unit pembangkit termal Sub-regional Bali : Tabel 1 Persamaan Karakteristik Pembangkit
Nomor
Jenis Pembangkit
Persamaan Karakteristik Pembangkit (Liter/jam)
1
PLTG-1
F = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P2
2
PLTG-2
F = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P2
3
PLTG-3
F = 462,632 + 364,632 P + 0,009 P2
4
PLTG-4
F = 462,632 + 364,632 P + 0,009 P2
5
PLTG-5
F = 735,846 + 355,506 P + 0,006P2
6
PLTG-6
F = 580,684 + 382,837 P + 0,149 P2
7
PLTG-7
F = 580,684 + 382,837 P + 0,149 P2
8
PLTD-1
F = 492,228 + 208,391 P + 2,814 P2
9
PLTD-2
F = 492,228 + 208,391 P + 2,814 P2
10
PLTD-3
F = 268,029 P
11
PLTD-4
F = 268,029 P
12
PLTD-5
F = 268,029 P
13
PLTD-6
F = 303,564 P
14
PLTD-7
F = 273,670 P
15
PLTD-8
F = 290,153 P
16
PLTD-9
F = 290,481 P
Persamaan-persamaan diatas merupakan hasil pengolahan data masukankeluaran masing-masing pembangkit, dengan masukannya bahan bakar (liter) dan keluarannya daya (MWH). Persamaan biaya operasi Persamaan biaya operasi diperoleh dari perkalian harga bahan bakar dengan persamaan masukan-keluaran pembangkit. Contoh perhitugan untuk PLTG-1 : h (Rp/Jam) = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P2 (Liter/Jam) x 9.130 (Rp/Liter) h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P2
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Penggunaan simbol h (biaya) untuk membedakan dengan persamaan karakteristik pembangkit yang menggunakan simbol F. Setelah dilakukan perhitungan semuanya, diperoleh persamaan biaya operasi sebagai berikut : 1. h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P2 2. h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P2 3. h (Rp/jam) = 5132640,428 + 4045381,817 P + 94,708 P2 4. h (Rp/jam) = 5132640,428 + 4045381,817 P + 94,708 P2 5. h (Rp/jam) = 8154451,531 + 3939624,490 P + 68,780 P2 6. h (Rp/jam) = 6365118,441 + 4196435,442 P + 1629,025 P2 7. h (Rp/jam) = 6365118,441 + 4196435,442 P + 1629,025 P2 8. h (Rp/jam) = 5460986,450 + 2311984,371 P + 31216,579 P2 9. h (Rp/jam) = 5460986,450 + 2311984,371 P + 31216,579 P2 10. h (Rp/jam) = 2431000 P 11. h (Rp/jam) = 2431000 P 12. h (Rp/jam) = 2431000 P 13. h (Rp/jam) = 1799000 P 14. h (Rp/jam) = 1613000 P 15. h (Rp/jam) = 2649000 P 16. h (Rp/jam) = 2652000 P Perhitungan Operasi minimum Dalam proses perhitungan menggunakan pemrograman dinamik ini ada 4 data yang dijadikan sebagai inputan yaitu jumlah unit pembangkit, persamaan biaya operasi, kapasitas maksimum dan minimum setiap pembangkit, serta kebutuhan beban setiap intervalnya selama 24 jam. Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan pemrograman dinamik. Konfigurasi unit beroperasi berdasarkan konfigurasi unit hasil perhitungan rumus rekursi pemrograman dinamik. Rumus rekursi pemrograman dinamik adalah sebagai berikut : HN (X) = Min |hN (Y) + HN-1 (X-Y)|
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Adapun langkah-langkah perhitungan optimasi operasi pembangkit adalah sebagai berikut: 1. Menghitung konstanta persamaan karakteristik (a, b,c) Caranya adalah seperti pada langkah perhitungan sebelumnya. Untuk PLTG-1 diperoleh persamaan karakteristik masukan-keluaran nya: F (P) = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P2 (Liter/Jam) 2. Mencari persamaan biaya operasi Persamaan biaya operasi diperoleh dengan cara mengalikan persamaan karakteristik pembangkit dengan biaya bahan bakar. h (Rp/Jam) = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P2
(Liter/Jam) x 9.130 (Rp/Liter)
h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P2 Persamaan biaya operasi tersebut digunakan sebagai inputan dalam pemrograman dinamik. 3. Menghitung biaya operasi pembangkit Biaya operasi pembangkit dihitung dengan menggunakan rumus rekursi pemrograman dinamik yaitu : HN (X) = Min |hN (Y) + HN-1 (X-Y)| 4. Apabila terdapat 1 unit termis dalam sistem, maka beban sistem dilayani oleh unit termis itu sendiri. Biaya bahan bakar minimum dapat diperoleh dengan : F1 (X) = h1 (X) 5. Apabila terdapat 2 unit termis dalam sistem, maka
biaya bahan bakar
minimum dapat diperoleh dengan : F2(X) = min [ g2(Y) + f1(X-Y) ] Dengan batasan-batasan sebagai berikut: x = 0 atau a1 ≤ x ≤ (b1 + b2 ) y = 0 atau a2 ≤ y ≤ b2 Untuk mencapai harga minimum pada suatu harga x MW tertentu, pernyataan g2(y) + f1(x-y) dihitung terlebih dahulu dengan mengubah-ngubah harga y dengan variasi δ, sehingga didapat harga minimum dari pernyataan tersebut yaitu F2(x). Maka dengan cara demikian biaya minimum dapat dihitung, yaitu : F2(0), F2(a1), F2(a1 + δ), F2(a1 + 2δ), F2(a1 + 3δ) ….., F2(b1 + b2).
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Harga y MW yang digunakan untuk mendapatkan F2(x) adalah keluaran unit pembangkit ke-2 untuk memikul beban sistem sebesar x MW. 6. Kemudian dengan cara yang sama dihitung harga-harga F3(x), F4(x), …., FN(x) untuk N unit pembangkit. Tabel 2 Perbandingan biaya sebelum dan sesudah optimasi Jam ke
Daya Yang Dibangkitkan (MW)
Sebelum Optimasi (Rp)
Sesudah Optimasi (Rp)
Penghematan (Rp)
00.30
280,7
356.918.275
331.812.997
25.105.278
01.00
264,6
334.526.625
305.142.716
29.383.909
01.30
257,5
328.177.375
293.883.067
34.294.308
02.00
257,5
328.177.375
293.883.067
34.294.308
02.30
264
333.938.975
303.982.003
29.956.972
03.00
264
333.938.975
303.982.003
29.956.972
03.30
263,9
333.806.525
303.816.229
29.990.296
04.00
263,9
333.806.525
303.816.229
29.990.296
04.30
263,7
333.645.225
303.484.712
30.160.513
05.00
263,7
333.645.225
303.484.712
30.160.513
05.30
273,2
345.039.875
319.277.973
25.761.902
06.00
273,2
345.039.875
319.277.973
25.761.902
06.30
295,3
371.820.625
354.664.682
17.155.943
07.00
305,4
384.097.175
370.174.782
13.922.393
07.30
345,9
446.889.153
433.045.997
13.843.155
08.00
362,9
477.209.043
459.462.818
17.746.225
08.30
376,1
493.755.343
480.140.993
13.614.349
09.00
397,9
529.859.126
515.442.495
14.416.631
09.30
408,9
551.587.551
533.781.764
17.805.787
10.00
408
549.936.628
532.276.526
17.660.102
10.30
406,5
548.531.501
529.769.678
18.761.823
11.00
398,1
538.321.301
515.940.979
22.380.322
11.30
397,7
537.530.451
515.110.225
22.420.226
12.00
397,8
537.662.901
515.442.495
22.220.406
12.30
399.2
539.517.201
517.603.270
21.913.930
13.00
410.6
553.528.601
536.794.781
16.733.820
13.30
408.5
551.263.501
533.112.664
18.150.836
14.00
408.7
551.528.401
533.447.193
18.081.208
14.30
407.3
549.215.078
531.273.504
17.941.574
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
Tabel 2 Perbandingan biaya sebelum dan sesudah optimasi (Lanjutan)
12.30
Daya Yang Dibangkitkan (MW) 399.2
13.00
410.6
553.528.601
536.794.781
16.733.820
13.30
408.5
551.263.501
533.112.664
18.150.836
14.00
408.7
551.528.401
533.447.193
18.081.208
14.30
407.3
549.215.078
531.273.504
17.941.574
15.00
407.3
549.215.078
531.273.504
17.941.574
15.30
396.8
536.699.678
513.781.563
22.918.115
16.00
396.6
536.478.378
513.449.502
23.028.876
16.30
389.3
527.912.528
500.673.153
27.239.375
17.00
405
556.193.363
527.265.182
28.928.181
17.30
426.5
594.029.859
564.145.627
29.884.232
18.00
474.3
661.823.603
647.096.572
14.727.032
18.30
494.7
694.440.566
681.955.202
12.485.364
19.00
494.8
694.616.936
682.289.574
12.327.362
19.30
484.5
678.635.663
664.929.366
13.706.297
20.00
474.6
662.889.151
647.596.748
15.292.403
20.30
457.6
633.308.978
618.200.297
15.108.681
21.00
419.9
568.009.909
553.109.285
14.900.624
21.30
390.6
516.071.773
502.695.769
13.376.004
22.00
368
477.702.917
467.390.912
10.312.005
22.30
338.4
425.746.575
421.396.487
4.350.088
23.00
313.7
395.734.625
383.052.273
12.682.352
23.30
295.2
373.042.225
354.354.535
18.687.690
24.00
284.8
360.345.775
338.384.897
21.960.878
Jam ke
Sebelum Optimasi (Rp)
Sesudah Optimasi (Rp)
Penghematan (Rp)
539.517.201
517.603.270
21.913.930
Total Penghematan
989.443.031
Tabel diatas menjelaskan tentang perbandingan biaya berdasarkan konfigurasi PLN dengan konfigurasi menggunakan pemrograman dinamik. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan simulasi pemrograman dinamik diperoleh pengurangan biaya sebesar Rp 989.443.031,00 dengan kata lain mengalami pengurangan biaya sebesar 4,27 %. Untuk biaya sesudah optimasi didapatkan melalui hasil simulasi pemrograman dinamik. Sedangkan untuk biaya dari PLN didapatkan dengan formula berikut : Biaya (Rp) = {Total beban (MW) x Fuel cost (Rp/Kwh) x 10^3}/2
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014
(11)
Kemudian
hasilnya dibandingkan keduanya sehingga diperoleh seperti pada
Tabel 2. Penentuan jadwal kerja Rencana kerja ditentukan berdasarkan ramalan beban. Ramalan beban ini memberikan informasi besar beban pada periode tertentu. Sehingga dapat ditentukan konfigurasi pembebanan unit pembangkit yang optimal. Berikut merupakan contoh konfigurasi pembebanan bila beban seperti 7 Januari 2014 : 1. Periode kerja dibagi menjadi 48 periode, yaitu interval waktu setiap setengah jam dalam satu periode. Setiap periode akan ditentukan konfigurasi pembebanan. 2. Dalam setiap intervalnya, software pemrograman dinamik akan mencoba semua konfigurasi pembebanan dari masing-masing pembangkit. Jika jumlah pembangkit yang siap dioperasikan sebanyak N. Maka percobaan yang dilakukan adalah sebanyak 2N-1 kombinasi. 3. Dari kombinasi tersebut akan disaring kombinasi yang menghasilkan beban yang sesuai dengan kebutuhan setiap interval. Lalu dibandingkan biaya operasi yang satu dengan lain nya. 4. Kombinasi yang dipilih adalah konfigurasi pembebanan yang menghasilkan biaya operasi yang paling murah. 5. Dalam simulasi pemrograman dinamik ini pembangkit yang akan dipilih adalah yang memiliki nilai Rp/Kwh atau Rp/jam nya paling kecil. Hal ini diperoleh setelah dilakukan perbandingan biaya dari semua kemungkinan konfigurasi. 6. Besar beban pada interval pertama adalah 280,7 MW. Berdasakan perhitungan yang dilakukan pada langkah-langkah perhitungan optimasi operasi pembangkit, maka diperoleh konfigurasi pembebanan sebagai berikut: PLTG-2 dibebani 18 MW, PLTD-2 dibebani 7,7 MW, PLTD-4 dibebani 35 MW, PLTD-5 dibebani 45 MW, PLTD-6 dibebani
30
MW,
PLTD-7
dibebani 50 MW, PLTD-8 dibebani 50 MW dan PLTD-9 dibebani 45 MW. 7. Begitu seterusnya pada interval-interval berikutnya.
Optimasi operasi..., T Ar Rizqi Aulia, FT UI, 2014