OPTIMASI HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT), PENAMBAHAN INOKULUM, DAN AERASI TERHADAP PERBAIKAN MUTU LIMBAH CAIR TAHU DENGAN MENGGUNAKAN BIOFILTER AEROB OPTIMIZATION HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT), ADDITION OF INOCULUMS AND AERATION FOR IMPROVEMENT QUALITY OF TOFU’S WASTEWATER BY USING AEROBIC SYSTEMS Fatchul Rahman R.1*, Nur Hidayat2, Sakunda Anggarini2 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB * email korespondensi:
[email protected] ABSTRAK Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui titikoptimum pada aerasi, penambahan inokulum, serta Hydraulic Retention Time (HRT) dalam sistem pengolahan secara aerob..Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Komposit Terpusat dengan menggunakan tiga faktor yaitu HRT(5; 7; dan 9 jam), penambahan inokulum (5%; 10%; dan 15%), dan aerasi (0,15; 0,3; dan 0,45 vvm). Respon yang dikehendaki adalah penurunan COD, BOD, dan TSS.Solusi hasil optimum yaitu pada Hydraulic Retention Time 9 jam, Penambahan inokulum 15% dan pemberian aerasi 0,45 vvm. Kombinasi tersebut dapat menurunkan COD, BOD, TSS berturut-turut hingga 2.981 mg/L, 675 mg/L, 272 mg/L. Hasil tersebut menunjukkan dengan menggunakan sistem aerob didapatkan penurunan COD hingga 79%, BOD 83%, dan TSS 86%. Kata Kunci: Aerob, Hydraulic retention Time, Inokulum, Aerasi, LimbahCair.
ABSTRACT This research purposed to get the optimum point of aeration, addition of inoculums, and Hydraulic Retention Time in wastewater treatment using aerobic treatment. The research was done by Central Composit Design (CCD) using three factors: Hydraulic Retention Time (5; 7; and 9 hours), addition of inoculums (5%; 10%; and 15%), and aeration (0,15; 0,3; 0,45 vvm). The desired response of this research are decreases of COD, BOD, and TSS. The optimum resulton Hydraulic Retention Time9 hours, addition of inoculums 15%, and aeration 0,45 vvm. Those combinations can decreased COD, BOD, and TSSrespectively up to 2.981 mg/L; 675 mg/L;and 272 mg/L. Those result showed that by using aerobic treatment can reduce COD up to 79%, BOD 83%, and TSS 86%.j jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj Keyword :Aerobic, Hydraulic Retention Time, Inoculum, Aeration, Wastewater.
PENDAHULUAN Limbah cair tahu memiliki kadar cemaran yang cukup tinggi. Dampak negatif apabila dibuang ke lingkungan seperti pencemaran air, bau tidak sedap, sumber penyakit dan menurunkan estetika lingkungan (Darsono, 2007).Industri pembuatan tahu pada umumnya belum melakukan penanganan terhadap limbah cair yang dihasilkan disebabkan masih kurangnya pengetahuan akan sanitasi dan faktor biaya yang harus dikeluarkan (Pohan, 2008). Unit pengolahan limbah dengan model Biofilter Horizontal adalah alat sederhana dengan prinsip aerob namun tetap bisa menurunkan tingkat yang terkandung dengan adanya sistem filtrasi, pemberian aerasi, dan penambahan inokulum yg berfungsi sebagai perombak (Hidayat, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pohan (2008) pada pengolahan limbah cair tahu menggunakan biofilter aerob dengan HRT 5, 7, dan 9 jam serta inokulum yang ditambahkan sebesar 10% mampu menurunkan kadar COD hingga 71,34%. Pujiastuti (2009) mencoba mengolah limbah cair tahu dengan memberikan perlakukan aerasi dapat menurunkan kadar COD sebesar 36,47%. Pemilihan metode berdasarkan kombinasi hasil penelitan sebelumnya dengan waktu tinggal 5, 7, dan 9 jam. Penambahan aerasi sebesar 0,15vvm, 0,3vvm, dan 0,45vvm. Pemberian inokulum sebesar 5%, 10%, dan 15%. Penelitian ini untuk mengetahui kombinasi yang optimal antara Hydraulic Retention Time (HRT) atau waktu tinggal limbah dalam sistem, penambahan inokulum dan aerasi yang diberikan terhadap penurunan nilai cemaran limbah cair tahu. BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair industri tahu dan lumpur (sludge) yang berasal dari sungai di saluran pembuangan air
limbah pada pabrik tahu di daerah Tunggul wulung, Malang.Bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan inokulum ialah nutrientbroth, dan aquades.Bahan yang digunakan untuk pengujian mutu limbah cair tahu diantaranya kalium dikromat, asam sulfat, perak sulfat, K2Cr2O7, kalium Hidrogen Ptalat (HOOC6H4COOK), larutancampuran K2Cr2O7– HgSO4±0,02N,larutan campuran H2SO4– Ag2SO4, air suling, MgSO4, CaCl2, FeCl2, Buffer phospat, larutan seed, dan air pengencer. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013–Februari 2014.Pengolahan limbah cair dengan metode anaerob dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.Pengujian mutu limbah cair tahu yang telah diolah dilaksanakan padaLaboratorium Kualitas Air Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Malang. Rancangan Percobaan Sesuai dengan metode Permukaan respon 3 faktor, masing-masing faktor memiliki dua level, terendah (-1) dan tertinggi (+1) dan pengulangan dilakukan pada titik tengah (X=0) sebanyak 6 kali. Faktor beserta batas atas dan bawahnya adalah sebagai berikut : 1) Menentukan rancangan faktorial 22 (pengaruh dari dua faktor) sebagai percobaan ordo pertama dan ditetapkan level-level yang akan diteliti sebagai berikut: A. Faktor durasi limbah dalam sistem (HRT) dengan level faktor: a. HRT 5 Jam (A1 = -1) b. HRT 9 Jam (A2 = +1) B. Faktor konsentrasi Penambahan Inokulum dengan level faktor: a. Inokulum 5% (B1 = -1) b. Inokulum 15% (B2 = +2)
C. Faktor pemberian aerasi dengan level faktor: a. Aerasi 0.15vvm (C1 = -1) b. Aerasi 0.45vvm (C2 = +1) Nilai α dipilih k = 3 adalah 2k/4 = 23/4 = 1,68. 2) Setelah menetapkan level-level faktor yang bersesuaian dengan rancangan factorial 2k, maka ditetapkan levellevel faktor yang bersesuaian dengan titik pusat a = 0, b = 0, dan c = 0, dengan jalan mengambil titik tengah diantara kedua level faktor yang telah dispesifikasikan dalam langkah pertama. Dari faktor dan level diatas, maka diketahui titik-titik pusat adalah: a. Faktor durasi limbah dalam sistem (HRT) dengan titik pusat:
b. Faktor konsentrasi penambahan inokulum dengan titik pusat:
c. Faktor pemberian aerasi dengan titik pusat:
Diketahui bahwan level-level laju HRT berturut-turut adalah 5 jam (kode a=-1), 9 jam (kode a=1) dan 7 jam (kode a=0), maka titik tengah dari faktor A adalah 7 jam serta jarak antara level faktor adalah 2 jam, dengan demikian hubungan antara variabel kode a dan variabel asli A dapat dinyatakan sebagai berikut: , A= 2A+7……….......(1)
untuk A=-1,68, A= 2(-1,68) + 7 = 3,64 untuk A=1,68, A= 2(1,68) + 7 = 10,36 untuk B=-1,68, B= 5(-1,68) + 10 = 1,6 untuk B=1,68, B= 5(1,68) + 10 = 18,4 untuk C=-1,68, C= 0,15(-1,68) + 0,3 = 0,048 untuk C=1,68, C= 0,15(1,68) + 0,3 = 0,552 Pengkodean dan level asli (variabel bebas) pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Rancangan Percobaan Variabel Asli HRT Inokulum (Jam) (%) 5 5 9 5 5 15 9 15 5 5 9 5 5 15 9 15 3.64 10 10.36 10 7 1.6 7 18.4 7 10 7 10 7 10 7 10 7 10 7 10 7 10 7 10
Aerasi (vvm) 0.15 0.15 0.15 0.15 0.45 0.45 0.45 0.45 0.3 0.3 0.3 0.3 0.048 0.552 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
, B= 5B+10………...(2) , C= 0,15C+0,3….…(3) Penentuan level-level faktor yang bersesuaian dengan nilai - =-1,68 dan =1,68 dengan jalan memanfaatkan hubungan yang ada antara variabel kode dan variabel asli dalam persamaan (1), (2), dan (3). Menggunakan persamaan 1, maka diketahui bahwa:
Pelaksanaan Penelitian Metode Pembuatan inokulum Sludge (lumpur) yang berasal dari sungai di saluran pembuangan air limbah pada pabrik tahu, disaring dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan lumpur dari batu-batu kerikil yang ikut terambil. Selanjutnya sebanyak 10 mL sludge dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah terisi 90 mL,
kemudian dibiakkan selama 2 hari di dalam shaker water bath. Setelah dua hari, diambil sedikit sludge untuk di biakkan pada natrium agar di cawan petri. Satu hari kemudian mikroorganisme yang paling besar ukurannya diambil dan ditumbuhkan kembali pada cawan petri, namun dengan cara berbeda yaitu menggoreskannya pada kuadran 1-4. Selanjutnya, setelah satu hari ditumbuhkan, mokroorganisme yang berada di ujung kuadran 4 diambil untuk dikembangkan di agar miring. Pembiakan di agar miring ini dilakukan dengan metode streat pada tabung reaksi. Proses penumbuhan pada agar miring dilakukan selama satu hari. Kemudian setelah satu hari, miroorganisme diambil dan ditumbuhkan pada nutrient broth. Kemudian setelah didapatkan biakan inokulum aerob pertama, inokulum tersebut di scaleup yakni dengan perbandingan inokulum dan media (nutrient broth dan limbah cair tahu steril) sebesar 1:10. Sebanyak 1mL dikembangkan menjadi 10 mL inokulum, begitu seterusnya hingga didapatkan inokulum sesuai dengan jumlah yang digunakan untuk pelaksanaan sistem. Setiap 2 hari sekali inokulum yang ada diremajakan dengan tujuan untuk memperbarui nutrisi bagi mikroorganisme yang ditumbuhkan. Adaptasi Sistem Adaptasi sistem dilakukan dengan cara mencampurkan inokulum yang telah disiapkan sebelumnya dengan limbah cair tahu. Tujuan proses ini adalah untuk menghomogenkan limbah dan inokulum yang akan dimasukkan ke dalam reaktor. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam reaktor biofilter dan diberi aerasi sesuai dengan kebutuhan. Limbah dan inokulum pada awalnya didiamkan selama 5 hari, kemudian pada hari ke 6 dan ke 7 dilakukan pergantian limbah dengan tujuan untuk memperbarui nutrisi bagi mikroorganisme di dalam tangki reaktor.
Sistem didiamkan selama 5 hari karena butuh waktu 5 hari agar mikroorganisme yang ada di dalam tangki reaktor telah membentuk biofilm (Pohan, 2008). Di dalam tangki reaktor telah diberikan media untuk pembuatan biofilm oleh mikroorganisme yakni berupa batu kerikil dengan diameter ±2 cm. Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan sistem Anaerob Limbah dimasukkan melalui inlet kemudian diberikan aerasi dan didiamkan menurut HRT nya. Sampel diambil sebanyak 1,5 liter per reaktor untuk diuji kandungan limbahnya.Limbah yang ada didalam tangki reaktor dibiarkan selama 24 jam sebagai kondisi steadystate dengan tujuan untuk normalisasi nutrisi bagi mikroba yang ada di dalam tangki reaktor. Setelah 24 jam, kondisi steadystate berakhir, maka limbah cair tahu yang baru dimasukkan kembali pada tangki reaktor melaui inlet dan kembali diproses sesuai dengan HRT masing-masing. Uji Mutu Limbah Tahu Uji mutu limbah cair tahu dilakukan dengan parameter COD, BOD, serta TSS. AnalisisCOD dilakukan dengan alat spektofotometri (Greenberg et al, 1992) . Analisis BOD dilakukan dengan menggunakan metode BOD5(Sirnivas, 2008). Analisis TSS dilakukan dengan metode gravimetric (Bassett et al, 1994). Analisis Data Data yang diperoleh berupa hasil uji mutu dari limbah cair tahu yang meliputi kandungan COD, dan TSS kemudian diolah menggunakan program DesignExpert 9.0.0.2 Trial. Data dimasukkan dalam rancangan komposit terpusat dengan tiga faktor dan enampengulangan pada titik tengah dengan respon kadar COD, BOD, dan TSS. Data diolah sesuai dengan prosedur dalam program DesignExpert 9.0.0.2 Trial hingga didapatkan kombinasi perlakuan yang optimal. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Limbah Cair Industri Tahu Karakteristik awal limbah cair tahu sebelum dilakukan pengolahan diketahui mengandung COD sebesar 14.300 mg/ml, BOD 4.077 mg/ml, TSS 2.052 mg/ml.Kandungan cemaran limbah cair tahu pada Pabrik X masih dalam batasan yang wajar.Menurut Mahida (2005) sebagian besar sumber cemaran yang dihasilkan oleh industri tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih (whey). Respon Penurunan COD Hasil pengujian penurunan COD dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data respon penurunan COD NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
A (jam) 5 9 5 9 5 9 5 9 5 9 3.64 10.36 7 7 7 7 7 7
19 20
7 7
Variabel B (%) 5 5 15 15 5 5 15 15 10 10 1.6 18.4 10 10 10 10 10 10
10 10
C (vvm) 0.15 0.15 0.15 0.15 0.45 0.45 0.45 0.45 0.3 0.3 0.3 0.3 0.048 0.552 0.3 0.3 0.3 0.3
Respon COD (mg/L) 4920 15900 15000 6570 14100 7370 14300 6100 15200 14300 9090 7540 16000 4700 16000 16000 16000 14200
0.3 0.3
15600 16000
Dari data tersebut setelah diolah didapatkan persamaan garis dengan model kuadratik sebagai berikut: COD = 35.053,24+96.172,37A+5.62 5,47B+4.001,32C7.283,33AB-303,33AC261BC-86.144,28A295,65B2-106,31C2 Nilai AB yang menunjukkan signifikan menandakan interaksi antara HRT dan inokulum berpengaruh nyata pada nilai
penurunan COD (Gambar 1)
limbah
cair
tahu
Gambar 1. Grafik Interaksi antara HRT dan Inokulum Terhadap Kadar COD
Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi keduanya ditandai dengan penurunan COD ketika perlakuan HRT 9 jam, ketika inoculum ditingkatkan konsentrasinya dari 10% menjadi 15% terlihat penurunan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa waktu 9 jam adalah waktu yang ideal bagi mikroorganisme untuk mengurai cemaran. Peningkatan konsentrasi inokulum berpengaruh pada jumlah mikroorganisme yang bekerja, sehingga kerja mikroorganisme bisa semakin cepat. Hubungan antara keduanya disebabkan semakin lama waktu tinggal limbah cair tahu dalam sistem, diiringi dengan konsentrasi inokulum yang ditambahkan semakin besar, menyebabkan waktu kontak mikroorganisme akan semakin lama dengan jumlah mikroorganisme yang meningkat. Dengan demikian proses degradasi biologis aerob berlangsung semakin baik karena mikroorganisme yang berfungsi untuk mendegradasi limbah semakin banyak dengan waktu yang semakin lama, sehingga penurunan COD juga meningkat (Kaswinarni, 2007). Respon Penurunan BOD Hasil pengujian penurunan BOD dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Respon Penurunan BOD Variabel Respon No A BOD B C (jam) (%) (vvm) (mg/ml) 1 5 5 0.15 1964 2 9 5 0.15 5677 3 5 15 0.15 5402 4 9 15 0.15 1927 5 5 5 0.45 4502 6 9 5 0.45 2077 7 5 15 0.45 4302 8 9 15 0.45 1802 9 5 10 0.3 5802 10 9 10 0.3 4227 11 3.64 1.6 0.3 2327 12 10.36 18.4 0.3 2015 13 7 10 0.048 4877 14 7 10 0.552 1789 15 7 10 0.3 5477 16 7 10 0.3 5627 17 7 10 0.3 5302 18 7 10 0.3 5302 19 7 10 0.3 5477 20 7 10 0.3 5727
Respon BOD berdasarkan hasil pengolahan data model yang terpilih adalah model kuadratik. Persamaan garis sebagai berikut : BOD = -11.354,41+30.930,77A+ 1.730,74B+1.530,67C2.151,25AB-27,17AC90,78BC-32.086,57A231,86B2-45,31C2 Hubungan antara HRT dan inokulum terhadap respon (Gambar 2). Penurunan dapat dilihat ketika HRT 7 jam dengan peningkatan jumlah inokulum belum terjadi penurunan. HRT 9 jam menunjukkan adanya interaksi penurunan, diduga waktu 9 jam merupakan waktu yang ideal bagi bakteri aerob untuk mendegradasi cemaran yang ada, hal ini ditunjukkan dengan pola penurunan ketika konsentrasi inokulum dari 10% ditambah menjadi 15%.
Gambar 2 Grafik Interaksi Antara Inokulum dan HRT Terhadap kadar BOD
HRT secara langsung berpengaruh nyata pada penurunan BOD, hal ini disebabkan semakin tinggi HRT, akan semakin lama waktu yang tersedia bagi sistem untuk merombak dan menurunkan BOD yang ada pada limbah cair tahu. Hasil ini juga didukung oleh Pujiastuti (2009) bahwa semakin lama limbah cair berada dalam sistem maka tingkat penurunan BOD akan semakin besar, hal ini dikarenakan mikroorganisme pengurai memiliki lebih banyak waktu untuk mendegradasi. Respon PenurunanTSS Hasil pengujian penurunan TSS dapat dilihat pada Tabel 4.Berdasarkan hasil pengujian TSS diperoleh kandungan TSS terkecil adalah 429 mg/L yang diperoleh dari perlakuan HRT 3,64 jam inokulum 1,6 % dan aerasi 0,3 vvm. TSS terbesar diperoleh dari perlakuan titik tengah yaitu HRT 7 jam, inokulum 10% dan aerasi 0,3 vvm mendapatkan hasil TSS sebesar 1471 mg/L. Tabel 4. Data Respon Penurunan TSS Variabel Respon No A TSS B C (jam) (%) (vvm) (mg/ml) 1 5 5 0.15 438 2 9 5 0.15 924 3 5 15 0.15 1048 4 9 15 0.15 652 5 5 5 0.45 1337 6 9 5 0.45 687 7 5 15 0.45 1233 8 9 15 0.45 570
9 5 10 9 11 3.64 12 10.36 13 7 14 7 15 7 16 7 17 7 18 7 19 7 20 7
10 10 1.6 18.4 10 10 10 10 10 10 10 10
0.3 0.3 0.3 0.3 0.048 0.552 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
1146 881 429 742 1039 642 1352 1387 1471 1307 1451 1412
Berdasarkan data yang diperoleh, terbentuk persamaan garis dengan model kuadratik sebagai berikut: TSS
= 3.840,56+9.519,21A+595,87 B+399,24C-584,58AB93,17AC-11,18BC7.413,24A2-26,41B2-15C2
Inokulum yang ditambahkan menunjukkan pengaruh nyata terhadap penurunan TSS. Pada inokulum dengan konsentrasi 5% hingga 10% kadar TSS mengalami kenaikan hal ini disebabkan pada konsentrasi tersebut inokulum yang ada belum mampu mendegradasi senyawa yang ada, sehingga kadar TSS meningkat seiring ditambahkan inokulum. TSS mengalami penurunan pada konsentrasi 10% hingga 15% hal ini disebabkan pada konsentrasi tersebut mikroorganisme pengurai telah mampu mendegradasi senyawa organik yang ada sehingga kadar TSS bisa mengalami penurunan. Mikroorganisme yang digunakan dalam mendegradasi harus dalam jumlah yang optimal untuk mampu menurunkan TSS, hal ini disebabkan jika jumlah mikroorganisme tidak cukup banyak,
Krite-ria Faktor Faktor Faktor Respon Respon Respon
Nama (Satuan) HRT (jam) Inokulum (%) Aerasi (vvm) COD (mg/L) BOD (mg/L) TSS (mg/L)
maka potensi penurunan TSS rendah disebabkan ketidak mampuan mikroorganisme pendegradasi. Jumlah mikroorganisme yang optimal akan membantu dalam pendegradasian senyawa organik yang ditandai dengan menurunnya angka TSS (Santoso, 2010). Optimasi Respon COD, BOD, dan TSS pada Desain Komposit Terpusat Tujuan dari optimasi ini adalah untuk mengoptimalkan respon dari kadar COD, BOD, TSS dan pH dalam batas pengaruh lama waktu tinggal limbah atau HRT, jumlah inokulum yang ditambahkan serta volume aerasi yang diberikan. HRT mempunyai nilai batas bawah 5 jam dan batas atas 9 jam. Jumlah inokulum yang ditambahkan memiliki batas bawah 5% dan batas atas 15%. Volume aerasi yang diberikan memiliki batas bawah 0,15 vvm dan batas atas 0,45 vvm. Dalam kisaran-kisaran tersebut ingin dicapai nilai penurunan COD, BOD, TSS dan pH yang optimal. Penentuan batas bawah dan atas respon ditentukan berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan. Untuk kadar COD, BOD dan TSS mengacu pada syarat mutu limbah maka tujuan yang ingin dicapai adalah nilai minimal. Tingkat kepentingan diberikan dengan tujuan untuk memprioritaskan respon, makin besar derajat kepentingan maka tingkat kepentingan makin tinggi, dalam hal ini berturut-turut COD, BOD, dan TSS sesuai dengan parameter uji limbah. Penentuan Batas tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Batas Optimasi Respon Penurunan COD, dan TSS Batas Bawah 5 5 0,15 4700 1789 742
Kepen-tingan Atas 9 15 0,45 16000 5802 1471
3 3 3 5 4 3
Berdasarkan batasan-batasan yang ditentukan pada Tabel 5, maka diperoleh solusi optimal hasil komputasi dengan bantuan Design Expert DX 9.0.0.2 seperti pada Tabel 6. Tabel6. Solusi Optimal Hasil Komputasi Design Expert 8.0.7.1 Kriteria
Nama (Satuan)
Faktor Faktor Faktor Respon Reson Respon Desirability
HRT (jam) Inokulum (%) Aerasi (vvm) COD (mg/L) BOD (mg/L) TSS (mg/L) -
Nilai 9 15 0,45 2.981 675 272 0,920
Dari Tabel 6 di atas terdapat solusi optimal. Menurut Montgomery (2002), fungsi desirability adalah untuk menentukan derajat ketepatan hasil solusi optimal. Semakin mendekati satu semakin tinggi nilai ketepatan optimasinya. Dalam optimasi yang dilakukan berdasarkan batasan standar diperoleh nilai ketepatan 0,92, atau 92%. Altenatif solusi optimal dapat dilihat pada lampiran 11. Kombinasi 9 jam untuk HRT, 15% inokulum yang ditambahkan, dengan volume aerasi sebesar 0,45 vvm merupakan kombinasi faktor optimal yang dipilih. Berdasarkan solusi optimal diketahui COD bisa diturunkan hingga angka 2981 mg/L atau penurunan hingga 79,15%. Kadar BOD yang semula 4077 mg/L, berdasarkan solusi optimum dapat turun hingga 675 mg/L atau 83, 44% penurunan. TSS mengalami penurunan hingga 272 mg/L dari yang semula 2.052 mg/L yang berarti bisa tereduksi hingga 86,74%. Meski demikian hasil yang didapat masih dibawah standar baku mutu limbah, sehingga perlu diadakan penelitian kembali untuk menurunkan kadar cemaran hingga batas aman yang ditetapkan. Melihat dari hasil optimasi yang menunjukkan respon terbaik berada pada batas atas perlakuan, maka perbaikan bisa dilakukan dengan menambah lama HRT,
Pemberian Inokulum dan peningkatan volume aerasi. KESIMPULAN Solusi hasil optimum yaitu pada Hydraulic Retention Time 9 jam, Penambahan inokulum 15% dan pemberian aerasi 0,45 vvm. Dihasilkan COD, BOD, TSS berturut-turut dengan nilai 2.981 mg/L, 675 mg/L, 272 mg/L. Hasil tersebut menunjukkan dengan menggunakan biofilter horizontal didapatkan penurunan COD hingga 79%, BOD 83%, dan TSS 86%. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Dirjen DIKTI, Kementrian Pendidikan & Kebudayaan sebagai pemberi/penyokong dana pada Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Madya Tahun Anggaran 2013 melalui DIPA Universitas Brawijaya Nomor:DIPA-023.04.2.414989/2013 dan Berdasarkan SK Rektor Universitas Brawijaya Nomor:295/SK/2013 tanggal 12 Juni 2013 DAFTAR PUSTAKA Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G. H., dan Mendham, J. 2004. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Darsono, V. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob dan Aerob. Jurnal Teknologi Industri, 11 (1): 9-20 Greenberg, A. E., Clesceri, L.S., dan Eaton, A. D. 1992. Standard Method for Examination of Water and Wastewater 18th Edition. American Public Health Association. Washington. Hidayat, N., Suhartini, S and Indriana. D. 2012. Horizontal Biofilter System in Tapioca Starch Wastewater
Treatment: The Influence of Filter Media on the Effluent Quality. Agroindustrial Journal 1(1): 1 – 6. Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Mahida, U.N. 2005. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Industri. Penerbit Rajawali. Jakarta. Montgomery, D.C. 2002. Design and Analysis of Experiments, John Wiley and Sons, Inc. New York. Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses
Biofilter Aerob. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan Pujiastuti P. 2009. Perbandingan Efisiensi Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Secara Aerasi; Flokulasi; Biofilter Anaerob; dan Biofilter AnaerobAerob Ditinjau dari Parameter BOD5 dan COD. Jurnal Ilmiah Biologi dan Kesehatran, 2(1); 52-63. Santoso, B. 2010. Proses Pengolahan Air Buangan Industri Tapioka. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Rekayasa 1(5): 213 – 220. Srinivas, T. 2008. Environmental Biotechnology. New Age International Publisher. New Delhi.